BAB I PENDAHULUAN. pengaruh terhadap munculnya pekerja anak. Permasalahan pekerja anak di

dokumen-dokumen yang mirip
Pekerja Rumah Tangga Anak (PRTA)

Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat kerja. Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017

HAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN

BAB III INKONSISTENSI KETENTUAN HUKUM PEKERJA ANAK Kontradiksi Pengaturan Tentang Pekerja Anak

PEKERJA ANAK. Dibahas dalam UU NO 13 Tahun 2003 Bab X Perlindungan, Pengupahan, dan Kesejaterahan Bagian 1 Paragraf 2.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara berkembang sedang giat melakukan pemba

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG KOMITE AKSI NASIONAL PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK

BERITA DAERAH KABUPATEN KARAWANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG KOMITE AKSI NASIONAL PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

KONVENSI DASAR ILO dan PENERAPANNYA DI INDONESIA

Oleh : Amin Budiamin

BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai dampak negatif bagi generasi penerus bangsa. terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan pekerja rumah tangga atau yang lebih dikenal sebagai pembantu

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan aset dan generasi penerus bagi keluarga, masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut KHA definisi anak secara umum adalah manusia yang umurnya belum

BAB I PENDAHULUAN. sewajarnya menjamin dan melindungi hak-hak anak, baik sipil, sosial, politik,

Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 182 dengan UU No. 1 Tahun 2000 sebagai Politik Hukum Nasional untuk Mewujudkan Perlindungan Anak

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG EKPLOISTASI PEKERJA ANAK. A. Pengaturan Eksploitasi Pekerja Anak dalam Peraturan Perundangundangan

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA ANAK DI KOTA DENPASAR

Tujuan UUK adalah kesejahteraan tenaga kerja: Memperoleh, meningkatkan, mengembangkan kompetensi kerja.

KOMITE AKSI NASIONAL PENGHAPUSAN BENTUK.BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK

BAB I PENDAHULUHAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kesenjangan ekonomi yang dihadapi oleh bangsa Indonesia pada saat ini

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA UTARA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK BAGI ANAK

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN PEKERJA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk mengurangi kemiskinan. Namun pertumbuhan ekonomi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sosial, ekonomi, politik, budaya dan sebagainya. Salah satu masalah sosial yang

KEGIATAN YANG TIDAK BOLEH DILAKUKAN ANAK-ANAK

RESUME. Situasi anak secara umum di India menunjukkan banyak. ketidakadilan yang serius yang dialami oleh anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. Tidak jarang terlihat dalam keluarga kelas bawah untuk menambah pendapatan seluruh

WALI KOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR... TAHUN... T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN. Usia Pekerja Jumlah Pekerja Tahun Survei Tahun Tahun ±

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2004 T E N T A N G ZONA BEBAS PEKERJA ANAK DI KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ini merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Di masa lalu,

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan aset masa depan dalam kehidupan berbangsa. Anak

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai anak dan perlindungannya tidak akan pernah

Risdalina ISSN Nomor

KONDISI PEKERJA ANAK YANG BEKERJA DI SEKTOR BERBAHAYA

BAB II FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT DALAM PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA PEREMPUAN YANG BERKERJA DI MALAM HARI

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah amanah sekaligus karunia dari Tuhan Yang Maha Esa yang

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN (STUDI KASUS DI KOTA PALU)

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang dewasa. Hal ini disebabkan oleh anak-anak yang dianggap masih

BAB I PENDAHULUAN. perhatian publik pada pertengahan tahun Pada saat itu salah satu stasiun

WALI KOTA SAMARINDA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG ZONA BEBAS PEKERJA ANAK

KONVENSI KETENAKERJAAN INTERNASIONAL KONVENSI 182 MENGENAI PELARANGAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK

K182 PELANGGARAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK

I. PENDAHULUAN. keberadaan pekerja anak telah memberikan kontribusi dalam perekonomian.

Situasi Global dan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

BAB I PENDAHULUAN. dan pelanjut masa depan bangsa. Secara real, situasi anak Indonesia masih dan terus

BAB I PENDAHULUAN. kasih sayang, dan perlindungan oleh orangtuanya. Sebagai makhluk sosial, anakanak

Bab 2 KONSEP ANAK JALANAN FENOMENA SOSIAL ANAK JALANAN 11

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

BAB I PENDAHULUAN. Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm., 1

BAB II. Organisasi Buruh Internasional. publik. Dimana masih sering terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan disebabkan oleh perbuatan yang tidak selamat (unsafe act), dan hanya

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG KOMITE AKSI ACEH PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK

BAB I PENDAHULUAN. Di bidang ketenagakerjaan, pihak-pihak yang terlibat didalamnya, yaitu pekerja, pengusaha dan

BAB I PENDAHULUAN. yang masih berada dalam kandungan. Pada UU RI no.23 Tahun 2002 Bab III

PERLINDUNGAN HAK ANAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki

COMPANY POLICY OF EMPLOYMENTS 2016

BAB IV ANALISIS PEKERJA BANGUNAN DIBAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN UU NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK PEKERJA ANAK DALAM SEKTOR INFORMAL DI INDONESIA 1 Oleh : Heski Kalangie 2

PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK JALANAN ATAS EKSPLOITASI DAN TINDAK KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. fungsi di keluarga serta lingkungan masyarakat. Mereka bagian dari sekumpulan individu

FENOMENA ANAK JALANAN DI INDONESIA DAN PENDEKATAN SOLUSINYA Oleh : Budi H. Pirngadi

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. 1 Perlindungan terhadap tenaga

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan serta dinikmati oleh manusia. Ketika seorang manusia lahir kedunia

BAB I PENDAHULUAN. hal tersebut dengan meratifikasi 15 Konvensi International Labour Organization (ILO). Delapan

BAB IV UPAYA DAN HAMBATAN ILO DALAM MENANGGULANGI KASUS PEKERJA ANAK DI THAILAND

KONVENSI HAK ANAK : SUATU FATAMORGANA BAGI ANAK INDONESIA?

LEMAHNYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BURUH WANITA Oleh: Annida Addiniaty *

BAB I PENDAHULUAN. terpenting dari proses pembangunan nasional sebagai investasi manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. menghendaki berbagai penyelenggaraan pendidikan dengan program-program

BAB I PENDAHULUAN. dengan masyarakat non disabilitas. Sebagai bagian dari warga negara Indoesia,

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

15B. Catatan Sementara NASKAH REKOMENDASI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

SESI 12: PENCEGAHAN PENELANTARAN DAN EKSPLOITASI TERHADAP ANAK

R201 Rekomendasi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Rangga, 2011

BAB I PENDAHULUAN. untuk bekerja. Dalam melakukan pekerjaan harus dibedakan yaitu

Wujud Perlindungan Buruh Anak Dalam Hukum Positif di Indonesia

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keadaan perekonomian negara yang sedang terpuruk harus diakui mempunyai pengaruh terhadap munculnya pekerja anak. Permasalahan pekerja anak di Indonesia tidak dapat disikapi dengan pilihan boleh atau tidak. Kenyataan menunjukkan bahwa keluarga miskin di Indonesia sangat membutuhkan pekerjaan bagi anak-anaknya, baik untuk membantu perekonomian keluarga, maupun melangsungkan hidupnya sendiri. Idealnya anak-anak memang tidak perlu bekerja, akan tetapi ketika keadaan sosial dan ekonomi memaksa mereka bekerja, maka menghapus pekerja anak dianggap sebagai tindakan yang tidak logis. Hal ini menegaskan bahwa pekerja anak tidak dapat dilarang, tetapi dengan ketentuan anak-anak tersebut masih mempunyai kesempatan untuk sekolah dan pekerja anak mengerjakan pekerjaan yang masih dalam batas kemampuannya. Pernyataan ini sesungguhnya menyebutkan bahwa anak-anak diperbolehkan bekerja, tetapi harus dilindungi dari eksploitasi pihak-pihak yang mempekerjakannya, dan menjaga hak-haknya agar senantiasa dipenuhi (Hardius Usman, 2004:2). Dalam kasus pekerja anak, banyak di antara pekerja anak yang ditemukan sekarang merupakan anak dari orang tua yang dulunya juga pekerja anak. Mereka tidak punya banyak pilihan selain terus menjadi pekerja anak dan ini bisa berlangsung hingga generasi berikutnya. Kemiskinan juga membuat banyak orang tua dan anak tidak memiliki pemahaman dan akses yang cukup pada pendidikan.

Kondisi ini terkadang masih diperparah oleh budaya sebagian masyarakat yang menganggap bekerja lebih menguntungkan daripada menuntut ilmu di sekolah. Understanding Children's Work (UCW) melaporkan bahwa jumlah pekerja anak di Indonesia cukup tinggi. Sementara itu lebih dari dua pertiga orang muda memasuki dunia kerja dengan bekal pendidikan dasar atau kurang. Laporan menunjukkan sebanyak 2,3 juta anak berusia 7-14 tahun merupakan pekerja anak di bawah umur. Mereka tidak dapat menikmati hak-hak dasar atas pendidikan, keselamatan fisik, perlindungan, bermain, dan rekreasi. Kebanyakan anak-anak yang bekerja masih sekolah, namun waktu yang dihabiskan di dalam kelas jauh lebih sedikit dibandingkan anak-anak yang tidak bekerja. (http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/06/20/16431491/2.3.juta.anak.me njadi.pekerja.di.bawah.umur, diakses 2 Maret 2013, pukul 20:19). Data Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi 2012 mencatat, ada sekitar 1,7 juta sebagai pekerja anak. Tingginya jumlah pekerja anak di Indonesia masih menjadi salah satu masalah serius yang harus ditangani secara komprehensif. Sebagaimana ditunjukkan oleh hasil Survei Nasional Pekerja Anak oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan International Labour Organization (ILO) tahun 2009, ada sekitar 4 juta anak Indonesia aktif secara ekonomi. Sekitar 1,8 juta dari mereka masuk dalam kategori pekerja anak. Sementara itu, Komisi Nasional Perlindungan Anak juga mencatat 11 juta anak usia 7-8 tahun tidak terdaftar sekolah di 33 provinsi di Indonesia. Tingginya jumlah pekerja anak ini membuat ILO menjadikan Indonesia sebagai negara yang menjadi target utama dalam Program Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak atau International Programme on The Elimination of Child Labour (IPEC). Terhitung

sejak 1992 hingga sekarang, pemerintah Indonesia bersama sejumlah pihak terkait baik di tingkat pusat maupun daerah terus mengupayakan mengurangi jumlah pekerja anak secara signifikan terutama pada sejumlah jenis pekerjaan yang dikategorikan sebagai pekerjaan berbahaya bagi anak. Sejumlah pekerjaan berbahaya itu diantaranya adalah pelacuran, pertambangan, penyelam mutiara, sektor konstruksi, jermal, pemulung sampah, pekerjaan dengan proses produksi menggunakan bahan peledak, bekerja di jalan dan pembantu rumah tangga (http://www.analisadaily.com/news/read/2012/06/16/56921/memutus_lingkaran_s etan_pekerja_anak/#.utcxb4kpkju, diakses 2 Maret 2013, pukul 20:38 WIB) Secara umum, yang dimaksud dengan pekerja anak atau buruh anak adalah anak-anak yang melakukan pekerjaan secara rutin untuk orang tuanya, untuk orang lain, atau untuk dirinya sendiri yang membutuhkan sejumlah besar waktu, dengan menerima imbalan atau tidak. Dengan demikian, anak-anak tersebut bekerja bukan karena pilihan melainkan karena keterpaksaan hidup dan dipaksa orang lain. Faktor utama yang menyebabkan anak terpaksa bekerja adalah karena faktor kemiskinan struktural. Dalam keluarga miskin, anak-anak umumnya bekerja demi meningkatkan pendapatan keluarga. Sebagai tenaga kerja keluarga, anak-anak tersebut biasanya tidak mendapatkan upah karena mereka telah diberi makan. Sebagai buruh, anak-anak tersebut seringkali mendapatkan upah yang tidak layak. Dalam era industrialisasi sekarang, pengusaha industri justru memperoleh keuntungan yang sangat besar dari pekerja anak. Bahkan pekerja anak sangat diminati karena mereka bisa bekerja secara produktif seperti orang dewasa umumnya, tetapi pekerja anak tersebut tidak mampu menuntut banyak dan bisa

diupah dengan murah. Intinya, dalam hubungan kerja, pekerja anak tersebut bisa dieksploitasi tanpa ada perlawanan. Berbeda dengan pekerja dewasa (apalagi memiliki serikat pekerja) yang sewaktu-waktu bisa memberontak dengan berbagai tuntutan seperti peningkatan upah. Masalah eksploitasi terhadap pekerja anak bukan hanya soal upah, melainkan soal jam kerja yang panjang, resiko kecelakaan, gangguan kesehatan, dan menjadi obyek pelecehan dan kesewenang-wenangan orang dewasa. Berdasarkan peraturan yang ditetapkan Pemerintah tentang Ketenagakerjaan (UU Nomor 13 Tahun 2003), usia kurang dari 12 tahun tidak boleh bekerja, usia 13-14 tahun hanya boleh bekerja 3 jam per hari, dan usia 15-17 tahun boleh bekerja 8 jam per hari tetapi dalam kondisi yang tidak membahayakan fisik dan mental. Kenyataan di lapangan, pekerja anak sebagian besar berusia 13-14 tahun yang bekerja ratarata selama 6-7 jam per hari. Bahkan banyak anak-anak tersebut bekerja di sektor berbahaya dan tidak manusiawi untuk dilakukan oleh anak-anak. Berdasarkan Konvensi ILO Nomor 182 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera untuk mengeliminasi bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak, ada empat pekerjaan terburuk bagi anak (http://sosbud.kompasiana.com/2012/10/02/pekerjaanak-dan-kemiskinan-498292.html, diakses 2 Maret 2013 pukul 21:37 WIB), yakni: 1. Semua bentuk perbudakan atau praktik yang menyerupai praktik perbudakan, seperti penjualan dan perhambaan, serta kerja paksa atau wajib kerja, termasuk pengerahan anak secara paksa atau wajib untuk terlibat dalam konflik bersenjata;

2. Penggunaan, penyediaan, dan penawaran anak untuk kegiatan prostitusi, produksi pornografi, atau pertunjukkan pornografi; 3. Penggunaan, penyediaan, dan penawaran anak untuk kegiatan terlarang, terutama untuk produksi dan penyelundupan narkotika dan obat-obatan psikotropika; 4. Pekerjaan yang pada dasarnya dan lingkungannya membahayakan kesehatan, keselamatan, dan moral anak. Dalam kasus pekerja anak, banyak di antara pekerja anak yang ditemukan sekarang merupakan anak dari orang tua yang dulunya juga pekerja anak. Mereka tidak punya banyak pilihan selain terus menjadi pekerja dan ini bisa berlangsung hingga generasi berikutnya. Kemiskinan juga membuat banyak orang tua dan anak tidak memiliki pemahaman dan akses yang cukup pada pendidikan. Kondisi ini terkadang masih diperparah oleh budaya sebagian masyarakat yang menganggap bekerja lebih menguntungkan daripada menuntut ilmu di sekolah. UU RI Perlindungan Anak Nomor 23 tahun 2002 menjamin bahwa hak anak untuk mendapatkan kehidupan layak, tumbuh kembang, hak yang terbaik bagi anak, tidak diskriminasi dan hak berpartisipasi dalam menyatakan pendapat. Kesejahteraan anak merupakan Hak Asasi Manusia yang melekat pada setiap anak-anak Indonesia. Secara hukum, negara berkewajiban melindungi dan memenuhi hak-hak anak, baik hak sipil, politik, sosial, budaya, dan ekonomi. Akan tetapi, pada kenyataannya negara masih belum mampu memenuhi kewajibannya untuk melindungi hak-hak anak. Salah satu permasalahan yang masih terjadi adalah keberadaan pekerja anak. Bukan hanya melanggar hak-hak anak, bekerja juga

membawa dampak-dampak buruk bagi anak-anak, baik secara fisik maupun psikis. Lebih jauh, bekerja dikhawatirkan akan menggangu masa depan anak-anak untuk mendapat kehidupan yang lebih baik. Pekerja anak tersebut kehilangan kesempatan untuk tumbuh berkembang secara wajar dalam hal fisik, psikologis, sosial, dan pendidikan. Mereka kehilangan masa di mana mereka seharusnya menikmati masa bermain, belajar, bergembira, dan mendapatkan kedamaian. Tidak sedikit dari pekerja anak tersebut terpaksa putus sekolah atau yang tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Mereka putus sekolah karena keterbatasan ekonomi keluarga, dan juga karena mereka tak sanggup memikul beban ganda sebagai pekerja dan sebagai pelajar. Bagaimanapun juga mereka akan kesulitan untuk membagi waktu dan perhatian. Oleh karena itu, pekerja anak rentan putus sekolah. Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa permasalah besar yang dihadapi pekerja anak, khususnya pada anak yang tingkat ekonomi keluarganya sangat rendah dan berada dalam kondisi kemiskinan adalah anak dituntut untuk mencari nafkah dengan bekerja sebagai pekerja anak untuk menolong perekonomian keluarga. Penelitian ini diharapkan mampu menggambarkan kehidupan pekerja anak, dalam hal ini adalah pekerja anak penyusun batu bata dan apa saja faktor-faktor yang mengakibatkan anak bekerja di Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.

1.2. Perumusan Masalah 1. Bagaimanakah kehidupan pekerja anak penyusun batu bata di Jalan Pelak Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang? 2. Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan anak bekerja di kilang batu bata tersebut? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Menjelaskan kehidupan pekerja anak penyusun batu bata di Jalan Pelak Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang 2. Menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan anak bekerja 3. Menjelaskan dampak dari bekerja bagi diri anak tersebut. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan kajian ilmiah bagi mahasiswa khususnya mahasiswa studi pembangunan serta dapat memberikan sumbangsih dan kontribusi bagi ilmu sosial, masyarakat maupun pemerintah.

1.4.2 Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penulis dalam membuat karya tulis ilmiah tentang pekerja anak penyusun batu bata di kilang batu bata di Jalan Pelak Desa Sekip Kecamatan Lubuk Pakam Kabupaten Deli Serdang.