BAB II FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT DALAM PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA PEREMPUAN YANG BERKERJA DI MALAM HARI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT DALAM PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA PEREMPUAN YANG BERKERJA DI MALAM HARI"

Transkripsi

1 BAB II FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT DALAM PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA PEREMPUAN YANG BERKERJA DI MALAM HARI A. FAKTOR PENDUKUNG PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA PEREMPUAN YANG BERKERJA ADI MALAM HARI Adapun faktor yang mendukung di dalam pelaksanaan perlindungan bagi tenaga kerja perempuan yang bekerja di malam hari yaitu Pasal 27 dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah, Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-04/Men/1989 tentang Syarat-syarat Kerja Malam dan Tata Cara Mempekerjakan pekerja Perempuan pada Malam Hari, dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep. 224/Men/2003 Tentang Kewajiban Pengusaha Yang Mempekerjakan Pekerja/Buruh Perempuan Antara Pukul Sampai Dengan Pukul Semua peraturan tersebut secara jelas memberikan perlindungan kepada perempuan yang bekerja di malam hari. Selain itu faktor pendukung lainnya adalah adanya pengawasan dari Departemen Tenaga Kerja yang diatur dalam Pasal 176 sampai dengan Pasal 181 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa guna menjamin pelaksanaan pengaturan ketenagakerjaan menurut undang-undang ini serta pengaturan pelaksana lainnya, diadakan suatu sistem pengawasan tenaga kerja, dan di dalam penjelasan dinyatakan pula bahwa fungsi pengawasan tenaga kerja adalah sebagai berikut : a. Mengawasi pelaksanaan ketentuan-ketentuan hukum mengenai ketenagakerjaan. Ketentuan-ketentuan hukum yang dimaksud adalah ketentuan hukum sebagaimana yang disebutkan di atas, yaitu peraturan perundang-undangan yang memberikan pengaturan mengenai perlindungan hukum terhadap tenaga kerja perempuan yang bekerja di 7

2 8 malam hari. Jika dalam praktek penyelenggaraan sebuah usaha, pengawas menemukan bahwa pengusaha yang bersangkutan melakukan pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan tersebut, maka pengawas dapat segera mengambil tindakan sesuai dengan hukum yang berlaku, dan kepada perusahaan yang melakukan pelanggaran tersebut dapat dikenakan sanksi sesuai dengan yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. b. Memberikan penanganan teknis serta nasehat kepada pengusaha dan tenaga kerja tentang hal-hal yang dapat menjamin efektivitas pelaksanaan dari peraturan-peraturan ketenagakerjaan. Penanganan teknis yang dimaksud adalah dalam hal ditemukannya pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, maka pengawas pertama-tama memberikan penanganan teknis terlebih dahulu, yang berupa menjelaskan tentang hal yang seharusnya dilakukan pengusaha. Selain bersifat pemberitahuan mengenai hal yang seharusnya dilakukan oleh pengusaha, penanganan teknis ini juga dapat berupa penutupan sementara perusahaan yang melanggar ketentuan Undang-undang tersebut sampai perusahaan itu benar-benar melaksanakan ketentuan perundang-undangan dan menghentikan pelanggarannya. c. Melaporkan kepada yang berwenang tentang kecurangan dan penyelewengan dalam bidang ketenagakerjaan yang tidak jelas diatur dalam peraturan perundangan. Dari faktor-faktor yang mendukung di atas, dapat disimpulkan bahwa pemerintah telah mengupayakan seoptimal mungkin perlindungan hukum terhadap tenaga kerja perempuan yang bekerja di malam hari. Hanya saja dalam prakteknya di lapangan, seringkali pengusaha dengan segala cara berusaha melanggar segala ketentuan perundang-undangan. Hal ini dilakukan pengusaha karena tidak ingin melaksanakan kewajiban-kewajiban bagi pengusaha yang mempekerjakana tenaga kerja perempuan di malam hari, misalnya menyediakan fasilitas antar jemput,

3 9 menyediakan makanan dan minuman yang bergizi bagi karyawannya, menyediakan fasilitas kaman mandi/wc yang terpisah antara karyawan laki-laki dan perempuan, dan lain-lain. Semua kewajiban itu dianggap pengusaha hanya merupakan penghambat untuk mendapatkan keuntungan yang optimal. Pengusaha berprinsip bahwa semua peraturan tersebut hanya bersifat merugikan dan membatasi ruang lingkupnya saja. B. FAKTOR PENGHAMBAT DALAM PERLINDUNGAN TENAGA KERJA PEREMPUAN YANG BERKERJA DI MALAM HARI Disamping faktor pendukung seperti yang diuraikan di atas, ada pula faktorfaktor penghambat yang timbul dalam penyelenggaraan kerja yang melibatkan tenaga kerja perempuan di malam hari. Sumber faktor penghambat ini terbagi menjadi tiga, yaitu yang bersumber dari tenaga kerja itu sendiri, pihak pengusaha maupun pihak pemerintah. a. Hambatan yang Berasal dari Tenaga Kerja Hambatan dari tenaga kerja itu umumnya dikarenakan tingkat pendidikan tenaga kerja yang rendah, untuk mencukupi kebutuhan, tenaga kerja biasanya mengesampingkan hak-hak yang seharusnya diperoleh agar mendapatkan upah yang utuh, kurangnya pengetahuan tenaga kerja perempuan mengenai undangundang dan peraturan-peraturan yang melindungi tenaga kerja perempuan itu sendiri. Kaum perempuan yang rela bekerja di malam hari identik dengan orangorang dari kalangan menengah ke bawah. Sebagai kalangan menengah ke bawah mereka biasanya tidak mampu untuk mencapai jenjang pendidikan tinggi. Oleh karena itu kemampuan mereka terbatas mengenai hal-hal yang bersifat peraturan perundang-undangan atau apapun yang berkaitan dengan hukum. Di lain pihak mereka dituntut untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang sering kali hanya mengandalkan mereka untuk dapat menyambung hidupnya. Berdasarkan kondisi ini maka biasanya kepekaan tenaga kerja perempuan tersebut terhadap keselamatan dan keamanan dirinya tidak begiti tinggi. Bahkan walaupun

4 10 kepekaan itu sebenarnya ada, sering kali mereka dikesampingkan hanya karena takut tidak mendapatkan pekerjaan lain, sehingga nanti mengancam kelangsungan penghasilannya. Oleh karena sebab-sebab di atas, maka ketika tenaga kerja perempuan itu tidak mendapatkan sesuatu yang menjadi haknya sebagai tenaga kerja perempuan yang bekerja di malam hari, mereka diam saja. Mereka takut untuk memprotes atasan mengenai tidak dipenuhinya hak-hak mereka. Pada dasarnya hambatan yang berasal dari tenaga kerja ini dapat diatasi jika kepada tenaga kerja itu diberikan jaminan bahwa menuntut sesuatu yang menjadi hak mereka dari atasannya, tidak akan menyebabkan ia kehilangan pekerjaannya. Selain itu perlu diberikan pula penanaman pengetahuan tentang hak-hak seorang tenaga kerja perempuan yang bekerja di malam hari, karena bisa jadi mereka tidak memprotes karena sebenarnya mereka tidak tahu apa yang menjadi hak mereka. Hal ini dikarenakan para pengusaha biasanya cenderung untuk tidak memberitahukan hal-hal yang menjadi hak dari tenaga kerja, tetapi lebih cenderung untuk menuntut pelaksanaan kewajiban dari para tenaga kerjanya. b. Hambatan yang Berasal dari Pengusaha Hambatan yang berasal dan pihak pengusaha adalah kurang mempedulikan hal hal yang bersifat memberikan efek yang kurang menguntungkan bagi dirinya. Seperti diketahui bahwa semua kewajiban yang dibebankan kepada pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja perempuan di malam hari, bersifat pengeluaran bagi pengusaha, antara lain penyediaan makanan dan minuman yang bergizi, penyediaan fasilitas antar jemput, penyediaan kamar mandi/wc yang terpisah antara laki-laki dan perempuan, dan lain-lain, semuanya merupakan sumber pengeluaran bagi pengusaha. Sementara di lain pihak naluri seorang pengusaha adalah untuk mendapatkan keuntungan yang setinggi-tingginya dari pengorbanan yang sekecil-kecilnya. Oleh karena itu semua kewajiban yang dibebankan kepadanya sebagai pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja perempuan di malam hari dianggapnya sebagai sesuatu yang merugikannya saja, sehingga pengusaha cenderung mengabaikannya.

5 11 Kecenderungan pengusaha untuk berlaku seperti itu juga didukung oleh kondisi tenaga kerjanya yang cenderung tidak berani menuntut apa yang menjadi haknya dengan alasan takut dipecat. Hal ini semakin meningkatkan arogansi pengusaha. Ada satu prinsip dari pengusaha tentang kesewenang-wenangannya dalam mempekerjakan tenaga kerja perempuan, yaitu, siapa yang mau menerima kondisi kerja seperti apa adanya, maka dia dapat diterima bekerja, akan tetapi siapa yang tidak mau menerima kondisi seperti itu bisa keluar dari pekerjaannya. c. Hambatan yang Berasal dari Pemerintah Hambatan yang berasal dan pemerintah disebabkan karena kurangnya penerangan dari pihak yang terkait yaitu Departemen Tenaga Kerja mengenai Hukum Ketenagakerjaan baik pada pengusaha maupun pda tenaga kerja perempuan itu sendiri. Di samping itu kurangnya pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja perempuan di malam hari merupakan salah satu penyebab banyaknya penyelewengan yang dilakukan oleh pengusaha yang mempekerjakan perempuan di malam hari. Pemerintah selaku pihak yang berwenang mengurus masalah-maslah yang berkaitan dengan ketenagakerjaan seharusnya mempunyai sikap yang proaktif dalam menegakkan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Di samping itu pengawasan yang merupakan kunci dari perlindungan hukum di bidang tenaga kerja perlu lebih diintensifkan. Pemerintah tidak harus menunggu di kantor datangnya laporan atau datangnya pengusaha untuk meminta izin mempekerjakana tenaga kerja perempuan di malam hari. Akan tetapi pemerintah melalui Dinas Tenaga Kerja harus mencari informasi sebelum informasi itu datang. Berdasarkan hasil analisis, faktor pendorong paling kuat perusahaan memberikan perlindungan hukum pada pekerja perempuan adalah kesadaran pentingnya perlindungan hukum pada tenaga kerja perempuan dan kondisi perusahaan yang baik. Sedangkan sebagai faktor kendala paling kuat perusahaan tidak memberikan perlindungan hukum pada pekerja perempuan adalah tidak

6 12 ada pengawasan pemerintah dan tidak ada kepastian hukum bagi perusahaan yang melanggar. 1 Bagaimanakah pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pekerja perempuan di sektor industri pertekstilan Kabupaten Deli Serdang? 2. Bagaimanakah peran Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Deli Serdang dalam memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja perempuan di sektor industri pertekstilan Kabupaten Deli Serdang? 3. Hambatan - hambatan apakah yang dihadapi dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pekerja perempuan di sektor industri pertekstilan Kabupaten Deli Serdang?. Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif. Data penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Sumber data primer diperoleh melalui wawancara dengan pegawai pengawas ketenagakerjaan Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Deli Serdang, Pengurus Serikat Pekerja Sektor Industri Tekstil dan Sandang Cabang Deli Serdang, Pengusaha dan Pekerja Perempuan, Sumber Data Sekunder berasal dari berbagai bahan kepustakaan yang relevan dengan tema penelitian dan berbagai peraturan yang mengatur tentang perlindungan hukum pekerja perempuan serta Peraturan Perusahaan dan PKB Perusahaan. Teknik analisis yang digunakan bersifat kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : 1. Pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pekerja perempuan di sektor Industri pertekstilan dan sandang Kabupaten Deli Serdang berpedoman pada UU No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan khususnya pasal 76, 81, 82, 83 84, pasal 93, Kepmenaker No. 224 tahun 2003 serta Peraturan Perusahaan atau perjanjian kerja bersama perusahaan yang meliputi: a. Perlindungan dalam hal kerja malam bagi pekerja perempuan (pukul sampai pukul 07.00). Dalam pelaksanaannya masih ada perusahaan yang tidak memberikan makanan dan minuman bergizi

7 13 tetapi diganti dengan uang padahal ketentuannya tidak boleh diganti dengan uang. b. Perlindungan terhadap pekerja perempuan yang dalam masa haid tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid dengan upah penuh. Dalam pelaksanaannya lebih banyak yang tidak menggunakan haknya dengan alasan tidak mendapatkan premi hadir. c. Perlindungan cuti hamil bersalin selama 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan dengan upah penuh. Ternyata dalam pelaksanaannya masih ada perusahaan yang tidak membayar upah secara penuh. d. Pemberian kesempatan pada pekerja perempuan yang anaknya masih menyusu untuk menyusui anaknya hanya efektif untuk yang lokasinya dekat dengan perusahaan. 2. Peran Dinas Tenaga Kerja dalam memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja perempuan yakni dengan melalui pengesahan dan pendaftaran PP & PKB Perusahaan pada Dinas Tenaga Kerja, Sosialisasi Peraturan Perundangan dibidang ketenagakerjaan dan melakukan pengawasan ke Perusahaan 3. Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pekerja perempuan adalah adanya kesepakatan antara pekerja dengan pengusaha yang kadang menyimpang dari aturan yang berlaku, tidak adanya sanksi dari peraturan perundangan terhadap pelanggaran yang terjadi, faktor pekerja sendiri yang tidak menggunakan haknya dengan alasan ekonomi. Langkah yang signifikan yang menuju ke pengakuan tentang hak-hak perempuan adalah apa yang disetuskan pada tahun 1979 pada Sidang Umum PBB yang mengadopsi CEDAW (Convention on the Elimination of All Form of

8 Discrimination Against Women) yang membuka jalan bagi semua negara untuk meratifikasinya (Indonesia sudah meratifikasinya dengan UU No. 7 Tahun 1984). 1 Agar langkah ini dapat efektif maka negara harus menjabarkannya dan mengusahakan untuk memasukkan jabaran konvensi tersebut kedalam rumusan undang-undang negara dan menegakkannya dengan cara mengajukan para pelanggarnya ke muka sidang pengadilan. Namun demikian, perempuan sendiri masih belum banyak yang sadar bahwa hak-haknya dilindungi, dan bahwa hal tersebut mempunyai pengaruh terhadap kehidupan perempuan. Adalah sangat prematur untuk mengatakan bahwa CEDAW sudah dihormati dan dilaksanakan secara universal. CEDAW memerintahkan kepada seluruh negara di dunia untuk tidak melakukan diskriminasi terhadap perempuan. Di dalam CEDAW ditentukan bahwa diskriminasi terhadap perempuan adalah perlakuan yang berbeda berdasarkan gender yang : 2 1. Secara sengaja atau tidak sengaja merugikan perempuan; 2. Mencegah masyarakat secara keseluruhan memberi pengakuan terhadap hak perempuan baik di dalam maupun di luar negeri; atau 3. Mencegah kaum perempuan menggunakan hak asasi manusia dan kebebasan dasar yang dimilikinya. Di Indonesia, ketentuan tentang perempuan mempunyai hak yang sama dengan laki-laki dalam bekerja telah diatur dalam Pasal 5 dan 6 UU No. 13 Tahun 2003 sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya. Perlindungan hukum terhadap tenaga kerja perempuan di Indonesia dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 65 ayat (4) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 yang menentukan bahwa : Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sekurangkurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada 1 Sugiyono, Konvensi-konvensi tentang Perlindungan Tenaga Kerja, Alumni, Bandung, 1997, hal Ibid., hal

9 perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. 15 Dari ketentuan Pasal 65 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 di atas dapat diketahui bahwa perlindungan hukum yang diberikan kepada perempuan dan lakilaki adalah sama. Untuk melindungi tenaga kerja, maka perusahaan wajib memberikan perlindungan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Adanya ketentuan bahwa pemerintah memberikan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja perempuan ini merupakan angin segar bagi kaum perempuan yang terpaksa bekerja. Karena di dalam praktek kerja yang ada di masyarakat, sering terjadi kesewenang-wenangan terhadap kaum perempuan yang bekerja. Kesewenang-wenangan ini berupa jam kerja yang terlalu panjang, gaji di bawah standar, sakit karena haid tetap disuruh bekerja, tidak diberi waktu istirahat yang cukup, harus mempunyai produktivitas yang sama dengan pekerja laki-laki, tidak disediakan ruang kamar mandi khusus (kamar mandi jadi satu dengan pekerja lakilaki) sehingga bisa mengundang pelecehan seksual, dan lain-lain. 3 Adanya ketentuan bahwa pengusaha harus memenuhi syarat-syarat kerja pemberian pekerjaan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, membuat pengusaha yang tidak mau memenuhi ketentuan syarat kerja yang ditujukan bagi pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja perempuan dapat dikenai sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku, antara lain sanksi denda, sanksi kurungan/penjara, sanksi ditutup usahanya, dan lain-lain. Perempuan sebagai pekerja berhak mendapat perlindungan hukum dari berbagai kemungkinan buruk yang dapat menimpanya. Apalagi jika perempuan tersebut melakukan pekerjaannya di malam hari. Untuk itu ada beberapa konvensi 3

10 lain : 4 1. Konvensi Kerja Malam (Perempuan), 1919 (Indonesia tidak ikut tentang perlindungan terhadap perempuan yang bekerja di malam hari, antara 16 meratifikasi). 2. Konvensi Kerja Malam (Perempuan), 1934 (Indonesia tidak ikut meratifikasi). 3. Konvensi Kerja Malam (Perempuan) (Revisi), 1948 (Indonesia tidak ikut meratifikasi). Dari ketiga konvensi tentang perlindungan terhadap tenaga kerja perempuan yang bekerja di malam hari tersebut, tidak satupun yang pernah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pemerintah Indonesia khawatir tidak dapat memenuhi ketentuan yang ditentukan oleh konvensi tersebut yang dirasa berat oleh pengusaha. Salah satu dari ketentuan konvensi-konvensi itu yang dirasa berat untuk dilaksanakan adalah ketentuan Pasal 3 Konvensi Kerja Malam (Perempuan) (Revisi), 1948, yang menentukan bahwa Kaum perempuan berapapun usianya tidak boleh dipekerjakan pada malam hari pada usaha industri publik atau swasta apapun, atau pada cabang-cabangnya, kecuali di dalam usaha dimana hanya angota-anggota dari keluarga yang sama dipekerjakan. Berdasarkan ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa ada suatu ketentuan bahwa pekerjaan yang dilakukan perempuan di malam hari hanya boleh dilakukan jika di dalam usaha yang sama, bekerja juga anggota keluarganya yang lain. Ketentuan ini dirasa berat, karena belum tentu di dalam satu perusahaan bekerja juga anggota keluarga yang sama, sehingga ketentuan ini dirasa hanya akan mematikan potensi ekonomi yang dimiliki usaha tersebut. Karena jika ternyata pengusaha Indonesia melakukan pelanggaran, maka sanksinya usaha tersebut harus ditutup. 4 Anonim, Perisai Perempuan, Kesepakatan Internasional untuk Perlindungan Perempuan, 1996, hal

11 17 Akan tetapi walaupun Indonesia tidak meratifikasi konvensi internasional tersebut, tetap ada perlindungan hukum yang diberikan kepada tenaga kerja perempuan yang bekerja di malam hari. Perlindungan itu diberikan melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep. 224/Men/2003 Tentang Kewajiban Pengusaha Yang Mempekerjakan Pekerja/Buruh Perempuan Antara Pukul Sampai Dengan Pukul Peraturan ini dibuat dalam rangka memberikan peraturan pelaksanaan Pasal 76 ayat (3) dan (4) UU No. 13 Tahun 2003 yang menentukan bahwa : (1) Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun dilarang dipekerjakan antara pukul sampai dengan pukul (2) Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul sampai dengan pukul (3) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul sampai dengan pukul wajib : a. memberikan makanan dan minuman bergizi; dan b. menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja. (4) Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul sampai dengan pukul (5) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan Keputusan Menteri.

12 18 C. UPAYA MENGHADAPAI HAMBATAN PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA PEREMPUAN YANG BERKERJA DI MALAM HARI Tuntutan mengenai perempuan harus diperlakukan sama dengan pria ini telah ada sejak lama, diantaranya adalah tuntutan yang diajukan oleh R.A Kartini. Sebelum adanya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB, R.A. Kartini pada tanggal 10 Juni 1901, menulis surat kepada rekannya di Negeri Belanda yang menceriterakan tentang harapan akan adanya emansipasi antara kaum perempuan dan lelaki, kebebasan berpikir mereka dan sebagainya. Disini Kartini telah membuka sebuah human right discourse (wacana hak asasi manusia), meskipun artikulasi mengenai hak-hak asasi masih amat sumir. 5 Di tingkat dunia, telah ada Deklarasi dan Program Aksi Wina yang pada bagian I ayat 18, menentukan bahwa hak asasi perempuan dan anak perempuan merupakan bagian yang melekat, menyatu dan tidak terpisahkan dari hak asasi manusia yang universal. Partisipasi perempuan yang sepenuhnya dan sama dalam kehidupan politik, sipil, ekonomi, sosial dan budaya pada tingkat nasional, regional dan internasional, serta pembasmian segala bentuk diskriminasi atas dasar jenis kelamin merupakan tujuan berprioritas pada masyarakat internasional. 6 Langkah yang signifikan yang menuju ke pengakuan tentang hak-hak perempuan adalah apa yang diayunkan pada tahun 1979 pada Sidang Umum PBB yang mengadopsi CEDAW (Convention on the Elimination of All Form of Discrimination Against Women) yang membuka jalan bagi semua negara untuk meratifikasinya (Indonesia sudah meratifikasinya dengan UU No. 7 Tahun 1984). 7 Agar langkah ini dapat efektif maka negara harus menjabarkannya dan mengusahakan untuk memasukkan jabaran konvensi tersebut kedalam rumusan undang-undang negara dan menegakkannya dengan cara mengajukan para pelanggarnya ke muka sidang pengadilan. Namun demikian, perempuan sendiri 5 Rutman Sirait, Perlindungan Hukum Terhadap Tenaga Kerja, Pradnya Paramita, Jakarta, 1992, hal Ibid., hal Sugiyono, Konvensi-konvensi tentang Perlindungan Tenaga Kerja, Alumni, Bandung, 1997, hal. 118.

13 19 masih belum banyak yang sadar bahwa hak-haknya dilindungi, dan bahwa hal tersebut mempunyai pengaruh terhadap kehidupan perempuan. Adalah sangat prematur untuk mengatakan bahwa CEDAW sudah dihormati dan dilaksanakan secara universal. CEDAW memerintahkan kepada seluruh negara di dunia untuk tidak melakukan diskriminasi terhadap perempuan. Di dalam CEDAW ditentukan bahwa diskriminasi terhadap perempuan adalah perlakuan yang berbeda berdasarkan gender yang : 8 1. Secara sengaja atau tidak sengaja merugikan perempuan; 2. Mencegah masyarakat secara keseluruhan memberi pengakuan terhadap hak perempuan baik di dalam maupun di luar negeri; atau 3. Mencegah kaum perempuan menggunakan hak asasi manusia dan kebebasan dasar yang dimilikinya. Di Indonesia, ketentuan tentang perempuan mempunyai hak yang sama dengan laki-laki dalam bekerja telah diatur dalam Pasal 5 dan 6 UU No. 13 Tahun 2003 sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya. Perlindungan hukum terhadap tenaga kerja perempuan di Indonesia dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 65 ayat (4) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 yang menentukan bahwa : Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sekurangkurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Dari ketentuan Pasal 65 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 di atas dapat diketahui bahwa perlindungan hukum yang diberikan kepada perempuan dan laki-laki adalah sama. Untuk melindungi tenaga kerja, maka perusahaan 8 Ibid., hal

14 20 wajib memberikan perlindungan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Adanya ketentuan bahwa pemerintah memberikan perlindungan hukum terhadap tenaga kerja perempuan ini merupakan angin segar bagi kaum perempuan yang terpaksa bekerja. Karena di dalam praktek kerja yang ada di masyarakat, sering terjadi kesewenang-wenangan terhadap kaum perempuan yang bekerja. Kesewenang-wenangan ini berupa jam kerja yang terlalu panjang, gaji di bawah standar, sakit karena haid tetap disuruh bekerja, tidak diberi waktu istirahat yang cukup, harus mempunyai produktivitas yang sama dengan pekerja laki-laki, tidak disediakan ruang kamar mandi khusus (kamar mandi jadi satu dengan pekerja laki-laki) sehingga bisa mengundang pelecehan seksual, dan lain-lain. 9 Adanya ketentuan bahwa pengusaha harus memenuhi syarat-syarat kerja pemberian pekerjaan yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, membuat pengusaha yang tidak mau memenuhi ketentuan syarat kerja yang ditujukan bagi pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja perempuan dapat dikenai sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku, antara lain sanksi denda, sanksi kurungan/penjara, sanksi ditutup usahanya, dan lain-lain. Perempuan sebagai pekerja berhak mendapat perlindungan hukum dari berbagai kemungkinan buruk yang dapat menimpanya. Apalagi jika perempuan tersebut melakukan pekerjaannya di malam hari. Untuk itu ada beberapa konvensi tentang perlindungan terhadap perempuan yang bekerja di malam hari, antara lain : Konvensi Kerja Malam (Perempuan), 1919 (Indonesia tidak ikut meratifikasi). 2. Konvensi Kerja Malam (Perempuan), 1934 (Indonesia tidak ikut meratifikasi). 3. Konvensi Kerja Malam (Perempuan) (Revisi), 1948 (Indonesia tidak ikut meratifikasi) Anonim, Perisai Perempuan, Kesepakatan Internasional untuk Perlindungan Perempuan, 1996, hal

15 21 Dari ketiga konvensi tentang perlindungan terhadap tenaga kerja perempuan yang bekerja di malam hari tersebut, tidak satupun yang pernah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pemerintah Indonesia khawatir tidak dapat memenuhi ketentuan yang ditentukan oleh konvensi tersebut yang dirasa berat oleh pengusaha. Salah satu dari ketentuan konvensi-konvensi itu yang dirasa berat untuk dilaksanakan adalah ketentuan Pasal 3 Konvensi Kerja Malam (Perempuan) (Revisi), 1948, yang menentukan bahwa Kaum perempuan berapapun usianya tidak boleh dipekerjakan pada malam hari pada usaha industri publik atau swasta apapun, atau pada cabang-cabangnya, kecuali di dalam usaha dimana hanya angota-anggota dari keluarga yang sama dipekerjakan. Berdasarkan ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa ada suatu ketentuan bahwa pekerjaan yang dilakukan perempuan di malam hari hanya boleh dilakukan jika di dalam usaha yang sama, bekerja juga anggota keluarganya yang lain. Ketentuan ini dirasa berat, karena belum tentu di dalam satu perusahaan bekerja juga anggota keluarga yang sama, sehingga ketentuan ini dirasa hanya akan mematikan potensi ekonomi yang dimiliki usaha tersebut. Karena jika ternyata pengusaha Indonesia melakukan pelanggaran, maka sanksinya usaha tersebut harus ditutup. Akan tetapi walaupun Indonesia tidak meratifikasi konvensi internasional tersebut, tetap ada perlindungan hukum yang diberikan kepada tenaga kerja perempuan yang bekerja di malam hari. Perlindungan itu diberikan melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep. 224/Men/2003 Tentang Kewajiban Pengusaha Yang Mempekerjakan Pekerja/Buruh Perempuan Antara Pukul Sampai Dengan Pukul Peraturan ini dibuat dalam rangka memberikan peraturan pelaksanaan Pasal 76 ayat (3) dan (4) UU No. 13 Tahun 2003 yang menentukan bahwa : (1) Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun dilarang dipekerjakan antara pukul sampai dengan pukul

16 22 (2) Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul sampai dengan pukul (3) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul sampai dengan pukul wajib : a. memberikan makanan dan minuman bergizi; dan b. menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja. (4) Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul sampai dengan pukul (5) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan Keputusan Menteri. Demi melindungi eksistensi peran dari tenaga kerja perempuan maka pemerintah menetapkan apa saja yang menjadi hak dari tenaga kerja perempuan. Hal ini di atur secara khusus dengan sebagai cara untuk melindungi tenaga kerja perempuan yang khususnya yang berkerja di malam hari. Dalam hal ini pemerintah menetapkan dalam KEPMEN NO.224 TAHUN 2003 tenaga kerja perempuan yang berkerja di malam hari berhak mendapatkan: a. Mendapat makanan dan minuman bergizi; b. Mendapat keamanan selama di tempat kerja.dan pengamanan terhadap tindakan yang melanggar kesusilaan c. Mendapatkan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul sampai dengan d. Mendapat kamar mandi/wc yang layak dengan penerangan yang memadai serta terpisah antara pekerja/buruh perempuan dan laki-laki. Dimana telah diatur dalam undang-undang bahwa pekerja perempuan mempunyai hak-hak khusus yang tidak diberikan oleh pekerja laki-laki. Hal ini terkait dengan perlindungan fungsi reproduksi yang dimiliki oleh perempuan, dan

17 23 tidak dimiliki oleh laki-laki. Perlindungan fungsi reproduksi ini antara lain menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui. Menurut Undang-undang dan konvensi ILO yang telah diratifikasi, perlindungan tenaga kerja perempuan meliputi : 1. Kerja Malam Perempuan Perempuan yang bekerja di malam hari harus mendapat perlindungan khusus berdasarkan pertimbangan bahwa perempuan itu lemah dari segi fisik maupun untuke menjaga kesehatan dan kesusilaan. Menurut UU no.13 tahun 2003, perempuan dilarang bekerja pada malam hari bila berumur kurang dari 18 tahun atau pekerja / buruh perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya dan dirinya. Sedangkan bagi pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan pada malam hari mempunyai kewajiban memberikan makanan dan minuman bergizi, menjaga kesusilaan dan keamanan selama bekerja dan menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh yang berangkat dan pulang antara jam s/d Cuti Haid Cuti ini diberikan kepada pekerja perempuan yang menderita gangguan kesehatan karena haidnya, sehingga hak istirahat ini tidak bersifat mutlak sehingga bagi pekerja perempuan yang akan menggunakan hak ini harus disertai surat keterangan dari dokter atau bidan. Sehubungan dengan hak ini, pengusahan berkewajiban untuk tidak mempekerjakan pekerja perempuan pada hari pertama dan kedua waktu haid dan membayar upah penuh bagi pekerja perempuan yang menggunakan hak ini. 3. Cuti Hamil melahirkan dan Gugur Kandungan Untuk menjaga kesehatan dan keselamatan pekerja perempuan beserta anaknya, maka khusus pekerja perempuan mendapatkan cuti selama 1,5 (satu setengah) bulan dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter.

18 24 4. Kesempatan Menyusui Anaknya Menurut pasal 83 UU No.13 tahun 2003, pekerja perempuan yang masih menyusui harus diberi kesempatan sepatitnya untuk menyusui anaknya jika hal itu harus dilakukan di waktu kerja. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjamin agar pekerja perempuan dapat memenuhi kewajibannya sebagai ibu untuk memberi ASI walaupun harus bekerja untuk membantu mencari nafkah bagi keluarganya. 5. Larangan Pemutusan Hubungan Kerja Bagi Pekerja Perempuan Karena Menikah, Hamil dan Melahirkan Pekerja perempuan yang karena menikah, hamil atau melahirkan dilindungi peraturan Menteri Tenaga Kerja, yaitu pengusaha dilarang melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena ketiga hal di di atas. Apabila di suatu perusahaan ada pekerjaan yang tidak mungkin dilakukan perempuan hamil, maka harus dilakukan pengalihan pekerjaan kepada pekerja lain. Bila pengalihan kerja tidak dimungkinkan maka pengusaha wajib memberikan cuti di luar tanggungan perusahaan sampai waktu cuti hamil atu melahirkan dengan ketentuan jangka waktu cuti 7,5 bulan. Tenaga kerja perempuan yang sudah mendapatkan cuti hamil atau melahirkan,pengusaha wajib mempekerjakan perempuan tersebut pada tempat dan jabatan yang sama tanpa mengurangi hak-haknya. 6. Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan. Bunyi pasal 5 UU No.13 tahun 2003 tersebut mencerminkan bahwa tidak ada perbedaan hak antara pria dan perempuan untuk memperoleh pekerjaan. Disamping diatur dalam undangundang, Pemerintah juga telah meratifikasi konvensi ILO Nomor 100 tentang pengupahan yang sama dalam pekerjaan yang sama nilainya bagi laki-laki dan perempuan. Konvensi yang kedua nomor 111 tentang Diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan, isinya antara lain memuat ketentuan-ketentuan tentang larangan segala bentuk diskriminasi dalam pekerjaan berdasarkan ras, warna

19 25 kulit, seks,agama,aliran politik dan sebagainya. Larangan diskriminasi ini termasuk kesempatan mengikuti pelatihan ketrampilan, memperoleh pekerjaan dan mematuhi syarat-syarat mendapatkan kondisi kerja. 7. Perlindungan Upah Bagi Pekerja Perempuan Pada prinsipnya, upah yang diberikan kepada pekerja adalah sama dan berbentuk uang. Menurut Peraturan Pemerintah No.8 tahun 1981 disebutkan bahwa pengusaha dalam menetapkan upah, tidak boleh mengadakan diskriminasi antara pekerja / buruh laki-laki dan perempuan untuk pekerjaan yang sama nilainya. Yang dimaksud dengan tidak boleh mengadakan diskriminasi dalam pasal di atas adalah bahwa upah dan tunjangan-tungangan lainnya yang diterima oleh pekerja/buruh laki-laki harus sama besarnya dengan upah dan tunjangan lain-lain yang diterima pekerja/buruh perempuan. Berbagai bentuk perlindungan kepada pekerja/buruh perempuan di atas, pada awalnya untuk melindungi pekerja perempuan dari kemungkinan eksploitasi yang dilakukan pengusaha untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya, sehingga perlakuan terhadap pekerja perempuan lebih manusiawi. Disamping itu, perlindungan ini didasarkan pula bahwa secara kodrati pekerja perempuan memiliki kondisi fisiologi yang berbeda dengan pria. Dimana pekerja perempuan mempunyai fungsi reproduksi, sebagai salah satu fungsi sosial yang dimiliki kaum perempuan yang akan berpengaruh pada kehidupan keluarga, masyarakat dan bernegara. Dengan berbagai aturan ini diharapkan fungsi reproduksi dapat berlangsung aman dan sehat, sehingga peran ganda yang dimiliki bisa berjalan dengan seimbang disamping menjadi pekerja yang lebih bermartabat.

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA WANITA YANG BEKERJA PADA MALAM HARI DI HARD ROCK CAFE KABUPATEN BADUNG

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA WANITA YANG BEKERJA PADA MALAM HARI DI HARD ROCK CAFE KABUPATEN BADUNG PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA WANITA YANG BEKERJA PADA MALAM HARI DI HARD ROCK CAFE KABUPATEN BADUNG Oleh: Nittya Satwasti Sugita I Ketut Markeling I Ketut Sandi Sudarsana Bagian Hukum Perdata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN PENGAWASAN PEKERJA PEREMPUAN MALAM HARI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN PENGAWASAN PEKERJA PEREMPUAN MALAM HARI BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN PENGAWASAN PEKERJA PEREMPUAN MALAM HARI A. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum terhadap Pekerja Perempuan Malam Hari 1. Pengertian Perlindungan

Lebih terperinci

LEMAHNYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BURUH WANITA Oleh: Annida Addiniaty *

LEMAHNYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BURUH WANITA Oleh: Annida Addiniaty * LEMAHNYA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BURUH WANITA Oleh: Annida Addiniaty * Pekerjaan merupakan suatu hal yang sangat krusial yang harus dimiliki dan di lakukan oleh setiap orang. Karena tanpa pekerjaan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea ke IV, berisi tujuan negara bahwa salah satu tugas Pemerintah Negara Indonesia adalah

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA WANITA DALAM PERJANJIAN KERJA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA WANITA DALAM PERJANJIAN KERJA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA WANITA DALAM PERJANJIAN KERJA Imas Rosidawati Wiradirja Universitas Islam Nusantara, Jl. Soekarno Hatta No.530 Bandung, Indonesia. (022) 7507421, E-mail: i_rosida_df@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenaga kerja memiliki peranan penting sebagai tulang punggung. perusahaan, karena tanpa adanya tenaga kerja, perusahaan tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Tenaga kerja memiliki peranan penting sebagai tulang punggung. perusahaan, karena tanpa adanya tenaga kerja, perusahaan tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga kerja memiliki peranan penting sebagai tulang punggung perusahaan, karena tanpa adanya tenaga kerja, perusahaan tidak dapat beroperasi dan berpartisipasi dalam

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA PEREMPUAN. Direktorat Pengawasan Norma Kerja Perempuan dan Anak

KEBIJAKAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA PEREMPUAN. Direktorat Pengawasan Norma Kerja Perempuan dan Anak KEBIJAKAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA PEREMPUAN Direktorat Pengawasan Norma Kerja Perempuan dan Anak 1 KONDISI SAAT INI U U 13-2003 Pengawasan NK A (Act) P (Plan) Terlindunginya hak-hak pekerja C (Check)

Lebih terperinci

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN

K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN K111 DISKRIMINASI DALAM PEKERJAAN DAN JABATAN 1 K 111 - Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Pemberian Cuti dan Waktu Istirahat Kerja Kepada Tenaga Kerja Wanita Dihubungkan dengan Perlindungan terhadap Hak Reproduksi Wanita Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU PEMENUHAN DAN PELINDUNGAN HAK PEKERJA PEREMPUAN. (Studi di Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Riau) Sali Susiana

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU PEMENUHAN DAN PELINDUNGAN HAK PEKERJA PEREMPUAN. (Studi di Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Riau) Sali Susiana LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU PEMENUHAN DAN PELINDUNGAN HAK PEKERJA PEREMPUAN (Studi di Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Riau) Sali Susiana PUSAT PENELITIAN BADAN KEAHLIAN DPR RI JAKARTA 2016 1 EXECUTIVE

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PERLINDUNGAN BURUH/PEKERJA INFORMAL DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Tujuan UUK adalah kesejahteraan tenaga kerja: Memperoleh, meningkatkan, mengembangkan kompetensi kerja.

Tujuan UUK adalah kesejahteraan tenaga kerja: Memperoleh, meningkatkan, mengembangkan kompetensi kerja. UU No. 13 / 2003 Tujuan UUK adalah kesejahteraan tenaga kerja: Kesempatan memperoleh pekerjaan. Perlakuan yang sama dari pengusaha. Memperoleh, meningkatkan, mengembangkan kompetensi kerja. Kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan hukum pada dasarnya tidak membedakan antara pria dan perempuan, terutama dalam hal pekerjaan. Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA PEREMPUAN, CITY HOTEL, DAN PERJANJIAN KERJA. Adanya jaminan yang dituangkan di dalam Undang-undang Dasar

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA PEREMPUAN, CITY HOTEL, DAN PERJANJIAN KERJA. Adanya jaminan yang dituangkan di dalam Undang-undang Dasar BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA PEREMPUAN, CITY HOTEL, DAN PERJANJIAN KERJA 2.1. Tenaga Kerja Perempuan Adanya jaminan yang dituangkan di dalam Undang-undang Dasar 1945Pasal 27 ayat (2) berbunyi

Lebih terperinci

TENAGA KERJA WANITA DAN PERLINDUNGAN IR. KALSUM. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

TENAGA KERJA WANITA DAN PERLINDUNGAN IR. KALSUM. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara TENAGA KERJA WANITA DAN PERLINDUNGAN IR. KALSUM Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara I. PENDAHULUAN Jalur usaha yang turut menentukan keberhasilan permbangunan

Lebih terperinci

KEPMEN NO. 224 TH 2003

KEPMEN NO. 224 TH 2003 KEPMEN NO. 224 TH 2003 KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 224 /MEN/2003 TENTANG KEWAJIBAN PENGUSAHA YANG MEMPEKERJAKAN PEKERJA/BURUH PEREMPUAN ANTARA PUKUL

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB X PERLINDUNGAN, PENGUPAHAN, DAN KESEJAHTERAAN Bagian Kesatu Perlindungan Paragraf 1 Penyandang Cacat Pasal 67 1. Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat

Lebih terperinci

K 183 KONVENSI PERLINDUNGAN MATERNITAS, 2000

K 183 KONVENSI PERLINDUNGAN MATERNITAS, 2000 K 183 KONVENSI PERLINDUNGAN MATERNITAS, 2000 2 K-183 Konvensi Perlindungan Maternitas, 2000 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA

PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN VIII) PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA copyright by Elok Hikmawati 1 Penyandang Cacat Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat wajib memberikan perlindungan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN TERHADAP PEKERJA WANITA YANG SEDANG HAMIL

PERLINDUNGAN TERHADAP PEKERJA WANITA YANG SEDANG HAMIL PERLINDUNGAN TERHADAP PEKERJA WANITA YANG SEDANG HAMIL ABSTRACT oleh Rezki Permatawati Ni Putu Purwanti Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana Some companies that require women to voluntarily

Lebih terperinci

R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997

R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997 R-188 REKOMENDASI AGEN PENEMPATAN KERJA SWASTA, 1997 2 R-188 Rekomendasi Agen Penempatan kerja Swasta, 1997 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas

Lebih terperinci

2. Para Bupati/Walikota di- Seluruh Indonesia

2. Para Bupati/Walikota di- Seluruh Indonesia MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 19 Oktober 2006 Kepada Yth: 1. Para Gubemur 2. Para Bupati/Walikota di- Seluruh Indonesia SURAT EDARAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Dinas Tenaga Kerja, Sosial dan Transmigrasi Kota

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Dinas Tenaga Kerja, Sosial dan Transmigrasi Kota BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Dinas Tenaga Kerja, Sosial dan Transmigrasi Kota Yogyakarta 1. Data-data perusahaan yang mempekerjakan pekerja perempuan pada malam hari di wilayah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPTEN LUMAJANG NOMOR 48 TAHUN 2007 T E N T A N G PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN LUMAJANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO Salinan PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN BOJONEGORO DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN U M U M

BAB I KETENTUAN U M U M UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG K E T E N A G A K E R J A A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makmur dan merata baik materiil maupun spiritual. 1 Dalam proses pembangunan,

BAB I PENDAHULUAN. makmur dan merata baik materiil maupun spiritual. 1 Dalam proses pembangunan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945, dilaksanakan dalam

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: perempuan pada malam hari. Selain itu juga diatur dalam Undang-Undang

BAB V PENUTUP. maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: perempuan pada malam hari. Selain itu juga diatur dalam Undang-Undang BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan juga pembahasan tentang perlindungan hukum dan pengawasan terhadap pekerja perempuan yang bekerja malam hari oleh Dinas Tenaga Kerja, Sosial

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kurang mengawal. Terbukti masih adanya beberapa perusahaan yang memberi

BAB V PENUTUP. kurang mengawal. Terbukti masih adanya beberapa perusahaan yang memberi 94 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa belum efektifnya implementasi ratifikasi konvensi ILO No.111 di kota Makassar. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pelaksanaan pembangunan nasional sekarang, yang menitikberatkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pelaksanaan pembangunan nasional sekarang, yang menitikberatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pelaksanaan pembangunan nasional sekarang, yang menitikberatkan pada pembangunan dalam mensejahterakan rakyat Indonesia dalam berbagai aspek, hukum mempunyai fungsi

Lebih terperinci

Jam Kerja, Cuti dan Upah. Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017

Jam Kerja, Cuti dan Upah. Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017 Jam Kerja, Cuti dan Upah Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017 Tujuan Pembelajaran Mengenal peraturan yang terkait dengan jam kerja, cuti dan upah Waktu Kerja Watu Istirahat Waktu Kerja

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 64 TAHUN 2012

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 64 TAHUN 2012 PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 64 TAHUN 2012 TENTANG PENCATATAN BAGI PENGUSAHA YANG MEMPEKERJAKAN PEKERJA PEREMPUAN ANTARA PUKUL 23.00 SAMPAI DENGAN PUKUL 07.00 WIB DI KABUPATEN KARAWANG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pria di depan hukum dalam hal memperoleh kehidupan yang. yang dinginkanya dengan catatan wanita tersebut melakukan pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pria di depan hukum dalam hal memperoleh kehidupan yang. yang dinginkanya dengan catatan wanita tersebut melakukan pekerjaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menegaskan bahwa setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan sama untuk memperoleh

Lebih terperinci

TINJAUAN ATAS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK MENYUSUI ANAK SELAMA WAKTU KERJA DI TEMPAT KERJA BAGI PEKERJA PEREMPUAN. Marlia Eka Putri A.T.

TINJAUAN ATAS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK MENYUSUI ANAK SELAMA WAKTU KERJA DI TEMPAT KERJA BAGI PEKERJA PEREMPUAN. Marlia Eka Putri A.T. TINJAUAN ATAS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK MENYUSUI ANAK SELAMA WAKTU KERJA DI TEMPAT KERJA BAGI PEKERJA PEREMPUAN Marlia Eka Putri A.T. Dosen Bagian Hukum Administrasi Negara FH Universitas Lampung

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 111 CONCERNING DISCRIMINATION IN RESPECT OF EMPLOYMENT AND OCCUPATION (KONVENSI ILO MENGENAI DISKRIMINASI

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce

2016, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention Nomor 81 Concerning Labour Inspection in Industry and Commerce No.1753, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Pengawasan Ketenagakerjaan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184 UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] BAB XVI KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF Bagian Pertama Ketentuan Pidana Pasal 183 74 1, dikenakan sanksi pidana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

JAWA TIMUR MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

JAWA TIMUR MEMUTUSKAN : PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan dengan pengusaha yang kedudukannya lebih kuat sehingga para

BAB 1 PENDAHULUAN. dibandingkan dengan pengusaha yang kedudukannya lebih kuat sehingga para BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dilihat dari dunia hubungan kerja, pekerja merupakan pihak yang lemah dibandingkan dengan pengusaha yang kedudukannya lebih kuat sehingga para pekerja perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk bekerja. Dalam melakukan pekerjaan harus dibedakan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. untuk bekerja. Dalam melakukan pekerjaan harus dibedakan yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya menuntut setiap orang untuk bekerja. Dalam melakukan pekerjaan harus dibedakan yaitu pelaksanaan pekerjaan untuk kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerja atau buruh. Oleh karena itu seorang tenaga kerja sebagai subyek

BAB I PENDAHULUAN. pekerja atau buruh. Oleh karena itu seorang tenaga kerja sebagai subyek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tenaga kerja merupakan modal utama pembangunan masyarakat nasional Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tujuan terpenting dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara yang sedang giat-giatnya. membangun untuk meningkatkan pembangunan disegala sektor dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara yang sedang giat-giatnya. membangun untuk meningkatkan pembangunan disegala sektor dengan tujuan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang sedang giat-giatnya membangun untuk meningkatkan pembangunan disegala sektor dengan tujuan untuk kemakmuran rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengikat maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan

BAB I PENDAHULUAN. mengikat maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Tahun 1967 telah mengeluarkan Deklarasi mengenai Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita. Deklarasi tersebut memuat hak dan

Lebih terperinci

HUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003

HUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003 HUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003 PENGUSAHA PEMERINTAH UU NO 13 TAHUN 2003 UU KETENAGAKERJAAN PEKERJA MASALAH YANG SERING DIHADAPI PENGUSAHA - PEKERJA MASALAH GAJI/UMR MASALAH KESEJAHTERAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 25 juta di antaranya tergolong usia reproduksi (15-45 tahun). 1

BAB I PENDAHULUAN. sekitar 25 juta di antaranya tergolong usia reproduksi (15-45 tahun). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pekerja/buruh perempuan merupakan arus utama dalam bidang industry di Indonesia. Menurut data Kementerian Kesehatan, jumlah pekerja/buruh perempuan di Indonesia

Lebih terperinci

WACANA PENGURANGAN JAM KERJA BAGI PEREMPUAN DITINJAU DARI PERATURAN KETENAGAKERJAAN DAN HAM DI INDONESIA

WACANA PENGURANGAN JAM KERJA BAGI PEREMPUAN DITINJAU DARI PERATURAN KETENAGAKERJAAN DAN HAM DI INDONESIA WACANA PENGURANGAN JAM KERJA BAGI PEREMPUAN DITINJAU DARI PERATURAN KETENAGAKERJAAN DAN HAM DI INDONESIA Oleh : Ahmad Jazuli * Naskah diterima: 12 Desember 2014; disetujui: 22 Desember 2014 Wacana pengurangan

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA WANITA YANG SEDANG HAMIL DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 1 Oleh : Zsa Zsa Kumalasari 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Tenaga kerja (man power) adalah penduduk yang sudah atau sedang

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Tenaga kerja (man power) adalah penduduk yang sudah atau sedang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tenaga kerja mempunyai peran yang sangat penting dalam pembangunan nasional. Tenaga kerja (man power) adalah penduduk yang sudah atau sedang bekerja, yang sedang

Lebih terperinci

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 2 K-189: Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 57, 1999 KONVENSI. TENAGA KERJA. HAK ASASI MANUSIA. ILO. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 111 CONCERNING DISCRIMINATION IN RESPECT OF EMPLOYMENT AND OCCUPATION (KONVENSI ILO MENGENAI DISKRIMINASI DALAM

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Discrimination and Equality of Employment

Discrimination and Equality of Employment Discrimination and Equality of Employment Pertemuan ke-3 Disusun oleh: Eko Tjiptojuwono Sumber: 1. Mathis, R.L. and J.H. Jackson, 2010. Human Resources Management 2. Stewart, G.L. and K.G. Brown, 2011.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA DAN HAK-HAK PEREMPUAN. Istilah Pekerja/ Buruh muncul untuk menggantikan istilah Buruh pada zaman

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA DAN HAK-HAK PEREMPUAN. Istilah Pekerja/ Buruh muncul untuk menggantikan istilah Buruh pada zaman BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA DAN HAK-HAK PEREMPUAN A. Tinjauan Umum Mengenai Pekerja 1. Pengertian Pekerja, Pengusaha, dan Perusahaan Berdasarkan Pasal 1 angka 3 Undang Undang Nomor 13 Tahun 2003

Lebih terperinci

Konvensi 183 Tahun 2000 KONVENSI TENTANG REVISI TERHADAP KONVENSI TENTANG PERLINDUNGAN MATERNITAS (REVISI), 1952

Konvensi 183 Tahun 2000 KONVENSI TENTANG REVISI TERHADAP KONVENSI TENTANG PERLINDUNGAN MATERNITAS (REVISI), 1952 Konvensi 183 Tahun 2000 KONVENSI TENTANG REVISI TERHADAP KONVENSI TENTANG PERLINDUNGAN MATERNITAS (REVISI), 1952 Komperensi Umum Organisasi Perburuhan Internasional, Setelah disidangkan di Jeneva oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PEKERJA KONTRAK, DAN HAK CUTI. 2.1 Tinjauan Umum Tentang Pekerja dan Pekerja Kontrak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PEKERJA KONTRAK, DAN HAK CUTI. 2.1 Tinjauan Umum Tentang Pekerja dan Pekerja Kontrak BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PEKERJA KONTRAK, DAN HAK CUTI 2.1 Tinjauan Umum Tentang Pekerja dan Pekerja Kontrak 2.1.1 Pengertian pekerja Istilah buruh sudah dipergunakan sejak lama dan sangat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 111 CONCERNING DISCRIMINATION IN RESPECT OF EMPLOYMENT AND OCCUPATION (KONVENSI ILO MENGENAI DISKRIMINASI DALAM

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 1997/73, TLN 3702]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 1997/73, TLN 3702] UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 1997/73, TLN 3702] Bagian Kedua Ketentuan Pidana Pasal 171 Barangsiapa : a. tidak memberikan kesempatan yang sama kepada

Lebih terperinci

PEREMPUAN DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Agustus 2016; disetujui: 14 Oktober 2016

PEREMPUAN DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Agustus 2016; disetujui: 14 Oktober 2016 PEREMPUAN DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Agustus 2016; disetujui: 14 Oktober 2016 Pengakuan dan penghormatan terhadap perempuan sebagai makhluk manusia sejatinya diakui

Lebih terperinci

R-111 REKOMENDASI DISKRIMINASI (PEKERJAAN DAN JABATAN), 1958

R-111 REKOMENDASI DISKRIMINASI (PEKERJAAN DAN JABATAN), 1958 R-111 REKOMENDASI DISKRIMINASI (PEKERJAAN DAN JABATAN), 1958 2 R-111 Rekomendasi Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan), 1958 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA

PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA BERITA DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 18 TAHUN 2006 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN REHABILITASI EKSPLOITASI SEKSUAL KOMERSIAL WALIKOTA SURAKARTA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis yang menjanjikan, menjadikan banyak pekerja terlibat, termasuk

BAB I PENDAHULUAN. bisnis yang menjanjikan, menjadikan banyak pekerja terlibat, termasuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan tempat hiburan malam dewasa ini semakin hari semakin bertambah jumlahnya. Tidak dipungkiri bahwa tempat hiburan malam berperan penting sebagai penggerak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai dampak negatif bagi generasi penerus bangsa. terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai dampak negatif bagi generasi penerus bangsa. terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara Hukum yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, sehingga sudah seharusnya setiap manusia baik dewasa maupun anak-anak

Lebih terperinci

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional Konferensi Perburuhan Internasional Catatan Sementara 15A Sesi Ke-100, Jenewa, 2011 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA 15A/ 1 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL SURVEY PERLINDUNGAN MATERNITAS DAN HAK-HAK REPRODUKSI BURUH PEREMPUAN PADA 10 AFILIASI INDUSTRIALL DI INDONESIA

LAPORAN HASIL SURVEY PERLINDUNGAN MATERNITAS DAN HAK-HAK REPRODUKSI BURUH PEREMPUAN PADA 10 AFILIASI INDUSTRIALL DI INDONESIA LAPORAN HASIL SURVEY PERLINDUNGAN MATERNITAS DAN HAK-HAK REPRODUKSI BURUH PEREMPUAN PADA 10 AFILIASI INDUSTRIALL DI INDONESIA KOMITE PEREMPUAN IndustriALL Indonesia Council 2014 1 LAPORAN HASIL SURVEY

Lebih terperinci

COMPANY POLICY OF EMPLOYMENTS 2016

COMPANY POLICY OF EMPLOYMENTS 2016 COMPANY POLICY OF EMPLOYMENTS 2016 PEMENUHAN KONVENSI PERBURUHAN INTERNASIONAL Kami berkomitmen untuk mematuhi semua hukum dan peraturan terkait Ketenagakerjaan yang berlaku. Disamping itu praktek ketenagakerjaan

Lebih terperinci

JURNAL HUKUM ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA DI UD NABA JAYA SAMARINDA ABSTRAKSI

JURNAL HUKUM ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA DI UD NABA JAYA SAMARINDA ABSTRAKSI JURNAL HUKUM ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA DI UD NABA JAYA SAMARINDA ABSTRAKSI RISMAN FAHRI ADI SALDI. NIM : 0810015276. Analisis Terhadap Perjanjian

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Diskriminasi merupakan bentuk ketidakadilan. Pasal 1 ayat 3 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, menjelaskan bahwa pengertian

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat kerja. Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017

Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat kerja. Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017 Prinsip-prinsip dan Hak-hak Mendasar di Tempat kerja Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017 Tujuan Pembelajaran Mengenal ILO dan ILS Memahami prinsip-prinsip dan hak-hak mendasar di tempat

Lebih terperinci

BAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan

BAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

di segala bidang.banyak sektor yang dibuka untuk para pekerja, salah satunya bidang

di segala bidang.banyak sektor yang dibuka untuk para pekerja, salah satunya bidang BABI PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang berusaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya melalui pembangunan di segala bidang.banyak

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Pemutusan Hubungan Kerja

Pemutusan Hubungan Kerja Pemutusan Hubungan Kerja Suatu langkah pengakhiran hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha karena suatu hal tertentu. Pasal 1 angka 25 UU Ketenagakerjaan: Pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal

Lebih terperinci

HAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN

HAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN 1 HAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN Saya akan mengawali bab pertama buku ini dengan mengetengahkan hak pekerja yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap anak-anak dalam dunia ketenagakerjaan. Sebagaimana

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.102 /MEN/VI/2004 TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.102 /MEN/VI/2004 TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.102 /MEN/VI/2004 TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR MENTERI

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. 1. Perlindungan pekerja wanita pada PT. Sentosa Sarana Service menurut

BAB IV PENUTUP. 1. Perlindungan pekerja wanita pada PT. Sentosa Sarana Service menurut BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1. Perlindungan pekerja wanita pada PT. Sentosa Sarana Service menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan norma terkait dapat disimpulkan berdasarkan

Lebih terperinci

K45 KERJA WANITA DALAM SEGALA MACAM TAMBANG DIBAWAH TANAH

K45 KERJA WANITA DALAM SEGALA MACAM TAMBANG DIBAWAH TANAH K45 KERJA WANITA DALAM SEGALA MACAM TAMBANG DIBAWAH TANAH 1 K-45 Mengenai Kerja Wanita dalam Segala Macam Tambang Dibawah Tanah 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pekerja dalam dunia kerja tidak dibedakan baik laki-laki maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pekerja dalam dunia kerja tidak dibedakan baik laki-laki maupun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pekerja dalam dunia kerja tidak dibedakan baik laki-laki maupun perempuan. Peluang kerja tersebut disambut baik oleh masyarakat demi terwujudnya impian penghidupan

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28 UUD 1945 yang menyatakan: Tiap-tiap

BAB I PENDAHULUAN. dalam Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28 UUD 1945 yang menyatakan: Tiap-tiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak negara ini didirikan, bangsa Indonesia telah menyadari bahwa pekerjaan merupakan kebutuhan asasi warga negara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 27

Lebih terperinci

K105 PENGHAPUSAN KERJA PAKSA

K105 PENGHAPUSAN KERJA PAKSA K105 PENGHAPUSAN KERJA PAKSA 1 K 105 - Penghapusan Kerja Paksa 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan bagi laki-laki dan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN,PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN

PERLINDUNGAN,PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN PERLINDUNGAN,PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN (UNDANG UNDANG No : 13 TAHUN 2003) PERLINDUNGAN 1.PENYANDANG CACAT 1. ANAK 2. PEREMPUAN 3. WAKTU KERJA 4. KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA 1 1 PENYANDANG CACAT

Lebih terperinci

KONVENSI NOMOR 81 MENGENAI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN

KONVENSI NOMOR 81 MENGENAI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2003 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 81 CONCERNING LABOUR INSPECTION IN INDUSTRY AND COMMERCE (KONVENSI ILO NO. 81 MENGENAI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat". untuk kebutuhan sendiri atau untuk masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. untuk kebutuhan sendiri atau untuk masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan, "Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Di dalam UUD 1945 Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, pada dasarnya telah dicantumkan hak-hak yang dimiliki oleh setiap orang atau warga negara. Pada

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DI KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN SALINAN BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN, Menimbang

Lebih terperinci

K 95 KONVENSI PERLINDUNGAN UPAH, 1949

K 95 KONVENSI PERLINDUNGAN UPAH, 1949 K 95 KONVENSI PERLINDUNGAN UPAH, 1949 2 K-95 Konvensi Perlindungan Upah, 1949 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan kesempatan bagi laki-laki

Lebih terperinci

MAKALAH HUKUM KETENAGAKERJAAN KETIDAKSUAIAN PENGUPAHAN KERJA LEMBUR

MAKALAH HUKUM KETENAGAKERJAAN KETIDAKSUAIAN PENGUPAHAN KERJA LEMBUR MAKALAH HUKUM KETENAGAKERJAAN KETIDAKSUAIAN PENGUPAHAN KERJA LEMBUR DISUSUN OLEH : TEGUH SANTOSO (13.11.106.701201.1711) M. BACHRUL ULUM (13.11.106.701201.1712) M. ADITYA (13.11.106.701201.1713) ARIEF

Lebih terperinci

PROVINSI SULAWESI TENGGARA WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG TENAGA KERJA LOKAL

PROVINSI SULAWESI TENGGARA WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG TENAGA KERJA LOKAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG TENAGA KERJA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KENDARI, Menimbang : a. bahwa pemberdayaan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara melindungi

Lebih terperinci

Hak atas Pekerjaan dan Penghidupan yang Layak: Kasus Hak Buruh

Hak atas Pekerjaan dan Penghidupan yang Layak: Kasus Hak Buruh Hak atas Pekerjaan dan Penghidupan yang Layak: Kasus Hak Buruh R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 21 Mei 2008 Pokok Bahasan

Lebih terperinci

K100 UPAH YANG SETARA BAGI PEKERJA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN UNTUK PEKERJAAN YANG SAMA NILAINYA

K100 UPAH YANG SETARA BAGI PEKERJA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN UNTUK PEKERJAAN YANG SAMA NILAINYA K100 UPAH YANG SETARA BAGI PEKERJA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN UNTUK PEKERJAAN YANG SAMA NILAINYA 1 K 100 - Upah yang Setara bagi Pekerja Laki-laki dan Perempuan untuk Pekerjaan yang Sama Nilainya 2 Pengantar

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA MASYARAKAT DI BIDANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

Lebih terperinci

HAK PEKERJA BISNIS DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN ETIKA BISNIS

HAK PEKERJA BISNIS DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN ETIKA BISNIS HAK PEKERJA BISNIS DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN ETIKA BISNIS Dibuat Oleh : YAYU MEGA DINI - 18210611 Program Study Ekonomi Manjemen Jurusan Manajemen UNIVERSITAS GUNADARMA Mata Kuliah : Etika Bisnis Dosen

Lebih terperinci