BAB I PENDAHULUAN. terpenting dari proses pembangunan nasional sebagai investasi manusia yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. terpenting dari proses pembangunan nasional sebagai investasi manusia yang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan generasi penerus cita-cita bangsa dan merupakan bagian terpenting dari proses pembangunan nasional sebagai investasi manusia yang seharusnya mendapatkan perlindungan baik dari pemerintah maupun masyarakat suatu negara. Namun, kondisi sosial ekonomi negara dan orang tua kadang menjadikan anak tidak dapat melakukan hal-hal sewajarnya. Tak jarang anak terpaksa bekerja demi membantu keluarganya dalam memenuhi kebutuhan seharihari. Indonesia merupakan salah satu negara yang meratifikasi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hak-hak Anak, melalui Keputusan Presiden (Keppres) No. 36/0 tanggal 25 Agustus Dengan diratifikasinya konvensi tersebut, seharusnya secara hukum negara berkewajiban melindungi dan memenuhi hak-hak anak, baik sosial, politik, budaya dan ekonomi. 1 Namun, pada kenyataannya negara masih belum mampu memenuhi kewajiban untuk memenuhi hak-hak anak. Salah satu permasalahan yang sampai saat ini masih kerap terjadi adalah keberadaan pekerja anak. Selain melanggar hak-hak anak, keberadaan pekerja anak ini juga dapat membawa dampak buruk kepada anak itu sendiri baik secara psikis maupun fisik, bahkan dikhawatirkan dapat mengganggu masa depan anak-anak yang seharusnya mendapatkan 1 Hardius Usman dan Nachrowi Djalal Nachrowi, Pekerja Anak di Indonesia : Kondisi, Determinan dan Eksploitasi (Jakarta: Grasindo, 2004), Hal 1

2 kehidupan yang lebih baik. Masalah pekerja anak di Indonesia sesungguhnya telah ada jauh sebelum Indonesia merdeka. Keadaan tersebut setidaknya ditunjukkan dengan diterbitkannya ordinasi pada tanggal 17 Desember 1925 yang melarang anak di usia 12 tahun untuk bekerja. Setelah Indonesia merdeka, batasan usia tersebut berubah menjadi 14 tahun untuk bekerja di malam hari, sebagaimana yang tertulis pada Lembaran Negara No:8/1949. Pada tahun 1951 diterbitkan Undang-undang No. 12/1948 di seluruh Indonesia yang melarang anak-anak (14 tahun ke bawah) menjalankan pekerjaan macam apapun di perusahaan apa pun, kecuali pekerjaan yang dilakukan anak pelajar di sekolah pertukangan, dan pekerjaan oleh anak untuk orang tuanya. Akan tetapi, karena tidak dilengkapi peraturan pelaksanaannya, maka sulit memberlakukan sanksi terhadap perusahaan yang melanggar ketentuan tersebut. 2 Pembenahan kondisi pekerja anak merupakan suatu kebutuhan terutama bagi bangsa Indonesia. Pekerja anak harus mendapat perhatian penuh pemerintah dan perlu dijadikan salah satu prioritas pembangunan. Saat ini negara-negara maju semakin memperhatikan kesejahteraan dan kehidupan buruh. Sebelumnya, melimpahnya sumber daya, murahnya upah buruh, dan pemakaian buruh anak di sektor industri, mungkin dapat menjadi daya tarik investor. Namun, saat pada era ekonomi global ini, pemakaian buruh murah dan pekerja anak menjadi tidak patut dalam ketenagakerjaan Meskipun banyak kekhawatiran yang muncul, permasalahan pekerja anak di Indonesia ternyata tidak dapat disikapi dengan pilihan boleh atau tidak. Seharusnya, anak-anak memang tidak perlu bekerja, akan tetapi ketika keadaan sosial-ekonomi memaksa mereka bekerja untuk membantu perekonomian keluarga maupun demi kelangsungan hidupnya sendiri. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh White (1994), bahwa untuk kasus Indonesia, pekerja anak sebaiknya tidak usah dilarang. Asalkan anak-anak tersebut masih mempunyai kesempatan untuk sekolah dan 2 Ibid, Hal 12

3 pekerja anak mengerjakan pekerjaan yang masih dalam batas kemampuannya. Pernyataan ini sesungguhnya menyebutkan bahwa anakanak sebaiknya dibolehkan bekerja, tetapi harus dilindungi dari eksploitasi pihak-pihak yang mempekerjakannya, dan menjaga hak-haknya agar senatiasa dipenuhi. 3 Oleh karena itulah, sekalipun Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO 1973/138 yang menetapkan batas usia minimal untuk diperbolehkan bekerja, yaitu 15 tahun, pemerintah Indonesia tidak dapat memberlakukannya dengan tegas. Pemerintahan Indonesia lebih memilih kebijakan untuk mentolerir keberadaan pekerja anak dengan memberikan perlindungan terhadap mereka. Akibatnya, Undang-Undang yang mengatur tentang ketenagakerjaan yaitu Undang-Undang No. 25 Tahun 1997 terkesan kontroversi. Hal ini dapat dilihat pada pasal 95 ayat 1 diatur mengenai larangan anak bekerja, tetapi pada pasal 96 ayat 1 disebutkan: larangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 95 tidak berlaku bagi anak yang karena alasan tertentu terpaksa bekerja. Hal ini sesungguhnya merupakan cerminan ketidaktegasan pemerintah dalam menyikapi keberadaan pekerja anak. Di Indonesia sendiri terdapat berbagai peraturan yang telah ditetapkan untuk melindungi pekerja anak, namun pada kenyataannya masih banyak pengusaha atau majikan yang memperlakukan pekerja anak dengan buruk, seperti: praktik eksploitasi, menempatkan anak-anak pada pekerjaan yang tidak sesuai dengan kondisi fisik anak-anak, dan bahkan berbahaya bagi keselamatan jiwanya. Pada kenyataannya, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) dari tahun ke tahun pekerja anak di Indonesia sebagian besar berusia antara tahun dan bekerja rata-rata selama 6-7 jam sehari yang tentunya telah melanggar batasan 3 Ibid,. Hal 1

4 waktu anak untuk dapat bekerja. Bahkan tak jarang kita lihat, pekerja anak tersebut bekerja di sektor berbahaya dan diperlakukan secara tidak manusiawi untuk ukuran anak-anak. Akibatnya, pekerja anak tersebut kehilangan kesempatan untuk tumbuh berkembang secara wajar dalam hal fisik, psikologis, sosial, dan pendidikan. Mereka dapat kehilangan masa dimana mereka seharusnya menikmati masa bermain, belajar, bergembira, dan mendapatkan kedamaian. Oleh karena itu, dapat kita lihat bahwa permasalahan utama disini bukanlah anak yang bekerja, melainkan adanya potensi untuk mengeksploitasi pekerja anak yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu yang meperlakukan pekerja anak dengan buruk dan tidak semestinya. Melihat keadaan tersebut, terlihat bahwa pendekatan hukum masih belum efektif untuk melindungi pekerja anak. Pemerintah juga melakukan upaya lain yang diharapkan selain dapat memenuhi hak-hak anak, juga diharapkan dapat mengurangi jumlah anak yang terjun ke dalam dunia kerja, yaitu program Wajib Belajar (Wajar). Akan tetapi, hak ini juga dinilai belum efektif melihat masih banyaknya anak-anak yang terjun ke dunia kerja. Keadaan ini disebabkan karena pekerja anak biasanya datang dari kelompok masyarakat yang perekonomiannya masih tertinggal. Sehingga, keluarga demikian tidak mungkin atau kesulitan untuk melakukan investasi, baik yang berbentuk modal maupun investasi sosial sehingga anak-anak terpaksa berhenti pada tingkat pendidikan rendah atau tidak mengecap pendidikan sama sekali. Dan disertai pandangan bahwa anak merupakan faktor produksi, sehingga anak dipaksa atau terpaksa bekerja. Diratifikasinya Konvensi Hak-Hak Anak, sesungguhnya memberi arti

5 bahwa bagaimanapun hak anak harus dipenuhi. Jadi, bila keluarga (orang tua) sebagai penjamin alamiah (natural supporter) terhadap seluruh kebutuhan anak gagal atau tidak mampu memenuhi, maka masyarakat, bangsa dan negaralah yang harus mengambil alih. Akan tetapi, Negara Kesatuan Republik Indonesia pun tidak mempunyai kemampuan untuk mengambil alih semua tanggung jawab orang tua tersebut, karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki. 4 Untuk mengatasi permasalahan pekerja anak tersebut, hal yang perlu dilakukan adalah dengan mencari penyebab munculnya pekerja anak. Dengan ditemukannya faktor penyebab, diharapkan pemerintah dan masyarakat dapat melakukan upaya guna membenahinya, sehingga anak-anak tercegah untuk terjun ke dunia kerja, atau paling tidak dapat semakin memperkecil peluang anak-anak untuk terjun ke dunia kerja pada usia dini atau memberikan perlindungan yang cukup bagi anak-anak yang terlanjur terjun ke dunia kerja serta hal ini juga diharapkan akan membantu segenap pihak yang bekompeten guna mengambil langkah-langkah untuk paling tidak mengurangi keberadaan pekerja anak. Sebagaimana telah dikemukakan di atas, permasalahan besar yang dihadapi pekerja anak adalah berpotensinya terjadi eksploitasi yang dilakukan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, permasalahan mengenai pekerja anak ini perlu dikaji lebih mendalam lagi untuk mengetahui bagaimana karakteristik pekerja anak yang berpotensi mengalami eksploitasi dan seberapa besar permasalahan tersebut di Indonesia. Mengingat banyak terjadinya tindakan eksploitasi, baik secara ekonomi maupun seksual yang terjadi terhadap pekerja anak. Dengan teridentifikasinya karakteristik pekerja anak yang mengalami eksploitasi, sesungguhnya merupakan pendekatan lain yang dapat dijadikan petunjuk oleh pemerintah atau masyarakat untuk membuat prioritas dalam 4 Ibid, Hal 3

6 melakukan intervensi untuk dapat menghindari tindakan eksploitasi pekerja anak ini. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, maka yang menjadi pokok permasalahan yang akan penulis bahas di bab selanjutnya adalah : a. Bagaimana pengaturan hukum tentang eksploitasi pekerja anak di Indonesia? b. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pekerja anak di Indonesia? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah : 1. Untuk mengetahui apa itu eksploitasi pekerja anak dan apa saja dampak yang ditimbulkan dari tindakan tersebut; 2. Untuk mengetahui pengaturan hukum positif di Indonesia terkait tindak pidana eksploitasi pekerja anak. 2. Manfaat Sedangkan manfaat dari skripsi ini antara lain : a. Secara Teoretis Diharapkan dapat mengembangkan wawasan dan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan melengkapi perbendaharaan dan koleksi ilmiah serta memiliki kontribusi pemikiran yang menyoroti dan membahas tentang tindak pidana eksploitasi terhadap pekerja anak di Indonesia. b. Secara Praktis 1. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis dan pihak lain

7 yang turut membaca karya tulis ini tentang tindak pidana eksploitasi pekerja anak yang kerap terjadi di berbagai wilayah di Indonesia; 2. Agar pemerintah membentuk suatu rencana dan usaha nyata untuk dapat memberantas tindak pidana eksploitasi pekerja anak yang kerap terjadi di berbagai wilayah di Indonesia yang telah nyatanyata melanggar hak asasi anak dan menurunkan nama baik Negara Kesatuan Republik Indonesia. D. Keaslian Penulisan Skripsi ini berjudul Tinjauan Yuridis terhadap Tindak Pidana Eksploitasi Pekerja Anak di Indonesia. Berdasarkan penelusuran yang penulis lakukan di perpustakaan dan Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum itu dalam rangka membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau belum terdapat di perpustakaan Fakultas Hukum, maka telah terbukti bahwa skripsi ini benar-benar m erupakan hasil pemikiran dari penulis sendiri dan bukan berasal dari karya tulis orang lain. Bila ternyata terdapat judul dan permasalahan yang sama sebelum skripsi ini dibuat, saya bertanggung jawab sepenuhnya. E. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Pengaturan Hukum Hukum adalah seperangkat peraturan yang bersifat memaksa yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yang

8 dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan. 5 Menurut Sudikno Mertokusumo, hukum adalah kumpulan peraturan atau kaedah yang mempunyai sisi yang bersifat umum dan normative, umum karena berlaku bagi setiap orang dan normatif karena menentukan apa yang seyogyanya dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan atau harus dilakukan serta menentukan bagaimana caranya melaksanakan kepatuhan pada kaedah-kaedah. 6 Konsepsi mengenai peraturan hukum itu sendiri menurut A.V. Dicey terdiri dari 3 (tiga) elemen, yaitu : 1. Supremasi absolut hukum atas kekuasaan yang sewenang-wenang termasuk kekuasaan bebas yang luas yang dimiliki pemerintah. 2. Setiap warga negara adalah subyek hukum dari negara yang dilaksanakan di pengadilan umum. 3. Hak-hak tidak didasarkan pada pernyataan garis besar konstitusional melainkan pada keputusan yang sebenarnya dari pengadilan. Dari pernyataan di atas dapat dijelaskan bahwa hukum sebagai sesuatu yang paling berkuasa di suatu negara dimana adanya supremasi hukum yang bersifat absolut di suatu pemerintahan. Segala sesuatu yang ada dalam hukum merupakan kekuasaan tertinggi dan mutlak yang harus ditaati oleh semua orang. Dikatakan bahwa setiap warga negara adalah subyek hukum dari Hal J. C. T. Simonangkir, dkk, Kamus Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), Hal Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta : Liberty, 1991),

9 negara yang dilaksanakan di pengadilan umum, artinya setiap warga negara berhak melakukan perilaku hukum pada lingkup lalu lintas hukum. Subyek dari hukum pada dasarnya adalah manusia. Jadi pada hakekatnya hukum itu diciptakan untuk semua orang yang terkait di dalamnya. Pada pernyataan ketiga dikatakan bahwa hak-hak tidak didasarkan pada pernyataan garis besar konstitusional melainkan pada keputusan yang sebenarnya dari pengadilan, artinya hukum tidak akan bias memberikan hak-haknya sebelum hakim di pengadilan mengeluarkan keputusannya. Jadi berdasarkan pernyataan ini terdapat hal yang saling mempengaruhi antara hukum dan negara. Peraturan-peraturan yang terdapat dalam pengertian hukum ini sendiri sangat berkaitan dengan peristiwa hukum pidana yang mana hukum pidana merupakan keseluruhan dari peraturan-peraturan yang menentukan perbuatan apa yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta menentukan hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap pelakunya. 7 Menurut Moeljatno, hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasardasar dan aturan untuk: 8 1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut. 7 diakses pada 4 Juni 2015 pukul 8.15 WIB 8 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana Edisi Revisi (Jakarta : Rineka Cipta), 2008, Hal 1

10 2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancam. 3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut. Istilah tindak pidana sendiri berasal dari istilah yang dikenal dalam bahasa Belanda yaitu strafbaar feit. Stafbaar feit terdiri dari tiga kata, yakni straf, baar dan feit. Secara literlijk kata straf artinya pidana, baar artinya dapat atau boleh dan feit adalah perbuatan. Para ahli hukum mengemukakan istilah yang berbeda beda dalam upayanya memberikan arti dari strafbaar feit. Menurut R.Tresna, peristiwa pidana itu adalah sesuatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan Undangundang atau peraturan-peraturan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman. Tidak ada persamaan pendapat dikalangan para ahli tentang syarat yang menjadikan perbuatan manusia itu sebagai peristiwa pidana, oleh karena itu R. Tresna menyatakan, dapat diambil sebagai patokan bahwa peristiwa pidana itu harus memenuhi syarat-syarat berikut ini : 9 a. Harus ada suatu perbuatan manusia; b. Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan di dalam ketentuan hukum; 9 Mohammad Ekaputra, Loc.Cit.

11 c. Harus terbukti adanya dosa pada orang yang berbuat, yaitu orangnya harus dapat dipertanggungjawabkannya; d. Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum; e. Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman hukumannya dalam undang-undang. Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan bahwa perbuatan pidana atau tindak pidana senantiasa merupakan suatu perbuatan yang tidak sesuai atau melanggar suatu aturan hukum atau perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum yang disertai dengan sanksi pidana yang mana aturan tersebut ditujukan kepada orang yang melakukan atau orang yang menimbulkan peristiwa tersebut. Dalam hal ini, maka setiap orang yang melanggar aturan-aturan hukum yang berlaku, dapat dikatakan bahwa orang tersebut merupakan pelaku perbuatan pidana atau pelaku tindak pidana. Akan tetapi, perlu diingat bahwa aturan larangan dan ancaman mempunyai hubungan yang erat, oleh karena itu antara peristiwa dengan orang yang menimbulkan peristiwa juga mempunyai hubungan yang erat pula. Tindak pidana merupakan suatu dasar pokok dalam menjatuhi yang telah melakukan perbuatan pidana atas dasar pertanggungjawaban seseorang atas perbuatan yang telah dilakukannya. Namun dalam hal ini harus berdasarkan asas legalitas (Principle of legality), yaitu merupakan asas yang mengatakan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam

12 perundang-undangan, biasanya ini lebih dikenal dalam bahasa latin sebagai Nullum delictum nulla poena sine praevia lege (tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan terlebih dahulu), hal ini diungkapkan oleh Von Feurbach, seorang sarjana hukum pidana yang berasal dari Jerman. Asas legalitas ini dimaksud mengandung 3 (tiga) pengertian, yaitu : 10 a. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika hal itu belum dinyatakan dalam suatu aturan Undang-Undang terlebih dahulu. b. Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi. c. Aturan-aturan hukum pidana tidak boleh berlaku surut. 2. Pengertian Pekerja Anak Dalam upaya memahami pekerja anak, harus membedakan terlebih dahulu antara pekerja anak dan anak yang bekerja. Menurut Warsini, dkk anak yang bekerja adalah anak yang melakukan pekerjaan karena membantu orang tua, latihan keterampilan dan belajar bertanggung jawab, misalnya membantu mengerjakan tugas-tugas di rumah, membantu pekerjaan orang tua di lading dan lain-lain. Anak melakukan pekerjaan yang ringan dapat dikategorikan sebagai proses sosialisai dan perkembangan anak menuju dunia kerja. Indikator anak membantu melakukan pekerjaan ringan adalah : Anak membantu orang tua untuk melakukan pekerjaan ringan; 10 Moeljatno, Op.Cit, Hal Warsini, dkk., Modul Penanganan Pekerja Anak (Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI : 2005), Hal 10

13 2. Adanya unsur pendidikan/pelatihan; 3. Anak tetap sekolah; 4. Dilakukan pada saat senggang dengan waktu yang relatif pendek; 5. Terjaga keselamatan dan kesehatannya. Sedangkan, pekerja anak menurut Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 menyebutkan bahwa pekerja anak adalah anak-anak baik laki-laki maupun perempuan yang teribat dalam kegiatan ekonomi yang mengganggu atau menghambat proses tumbuh kembang dan membahayakan bagi kesehatan fisik dan mental anak. Anak-anak boleh dipekerjakan dengan syarat mendapat izin dari orang tua dan bekerja maksimal 3 jam sehari. 12 Menurut Warsini, disebut pekerja anak apabila memenuhi indikator antara lain : Anak bekerja setiap hari; 2. Anak tereksploitasi; 3. Anak bekerja pada waktu yang panjang; 4. Waktu sekolah terganggu/tidak sekolah. Pekerja anak adalah sebuah istilah untuk memperkerjakan anak kecil Istilah pekerja anak dapat memiliki konotasi pengeksploitasian anak kecil atas tenaga mereka dengan gaji yang kecil tanpa mempertimbangkan perkembangan kepribadian mereka, keamanan, kesehatan dan prospek masa depan Pengertian Eksploitasi Anak 12 Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan 13 Loc.cit 14 diakses pada 2 April 2015 pukul WIB

14 Pengertian eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktit serupa perbudakan, penindakan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun immaterial. 15 Menurut pasal 66 ayat 3 Undang-Undang No. 23 tahun 2002, adapun yang dimaksud dengan eksploitasi anak oleh orang tua atau pihak lainnya, yaitu menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi ekonomi atau seksual terhadap anak. 16 Berdasarkan laporan UNICEF The state of The World s Children 1997 UNICEF berkeyakinan bahwa pekerja anak adalah merupakan tindak eksploitasi apabila menyangkut : Pekerjaan penuh waktu (full time); 2. Terlalu banyak waktu yang dihabiskan untuk bekerja; 3. Pekerjaan menimbulkan tekanan fisik, sosial atau psikologis yang tidak patut terjadi; 4. Bekerja dan hidup di jalanan dalam kondisi buruk 5. Upah tidak mencukupi; 6. Tanggung jawab terlalu banyak; 15 diakses pada tanggal 1 April 2015, WIB Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 17 The state of The World s Children 1997, Hal 24

15 7. Pekerjaan yang menghambat akses pendidikan; 8. Pekerjaan yang mengurangi harga diri dan martabat anak-anak, seperti perbudakan atau pekerjaan kontrak paksa dan eksploitasi seksual. 4. Pengertian Perlindungan Hukum Menurut Hadjon, perlindungan hukum bagi rakyat meliputi 2 hal, yakni : Perlindungan hukum preventif, yakni bentuk perlindungan hukum dimana kepada rakyat diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang defenitif. 2. Perlindungan hukum represif, yakni bentuk perlindungan hukum dimana lebih ditujukan dalam penyelesaian sengketa Secara konseptual, perlindungan hukum yang diberikan bagi rakyat Indonesia merupakan implementasi atas prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada Pancasila dan prinsip Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila. Perlindungan hukum ini berlaku terhadap siapa saja yang merupakan masyarakat Indonesia termasuk terhadap anak-anak. Adapun pengertian perlindungan anak adalah segala usaha yang dilakukan untuk menciptakan kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya demi perkembangan dan pertumbuhan anak secara wajar baik fisik, mental dan sosial. Perlindungan anak merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu 18 diakses pada tanggal 5 Juni 2015 pukul WIB

16 masyarakat, dengan demikian perlindungan anak diusahakan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Kegiatan perlindungan anak membawa akibat hukum, baik dalam kaitannya dengan hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis. Hukum merupakan jaminan bagi kegiatan perlindungan anak. Arif Gosita mengemukakan bahwa kepastian hukum perlu diusahakan demi kelangsungan kegiatan perlindungan anak dan mencegah penyelewengan yang membawa akibat negatif yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan perlindungan anak. 19 Perlindungan anak tidak boleh dilakukan secara berlebihan dan memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan maupun diri anak itu sendiri, sehingga usaha yang dilakukan tidak berakibat negatif. Perlindungan anak dilaksanakan rasional, bertanggung jawab dan bermanfaat yang mencerminkan suatu usaha yang efektif dan efisien. Usaha perlindungan anak tidak boleh mengakibatkan matinya inisiatif, kreatifitas, dan hal lain yang menyebabkan ketergantungan kepada orang lain dan berperilaku tidak terkendali, sehingga anak tidak memiliki kemampuan dan kemauan menggunakan hak-haknya dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya. Menurut Soepomo dalam Asikin, perlindungan tenaga kerja dibagi menjadi 3 (tiga) macam, yaitu : Perlindungan ekonomis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk penghasilan cukup, termasuk bila tenaga kerja tidak 19 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia (Bandung : PT Refika Aditama, 2008), Hal Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2003), Hal 61

17 mampu bekerja di luar kehendaknya. 2. Perlindungan sosial, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk jaminan kesehatan kerja, dan kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk berorganisasi. 3. Perlindungan teknis, yaitu perlindungan tenaga kerja dalam bentuk keamanan dan keselamatan kerja. Ketiga jenis perlindungan di atas mutlak harus dipahami dan dilaksanakan sebaik-baiknya oleh pengusaha sebagai pemberi kerja. Jika pengusaha melakukan pelanggaran, maka dikenakan sanksi. Berdasarkan objek perlindungan tenaga kerja Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur perlindungan khusus bagi pekerja/buruh perempuan, anak, dan penyandang cacat. Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 menentukan bahwa perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 21 Perlindungan anak dapat dilakukan secara langsung maupun secara tidak langsung. Secara langsung maksudnya kegiatan langsung ditujukan kepada anak yang menjadi sasaran penanganan langsung. Kegiatan seperti ini dapat berupa antara lain dengan cara melindungi anak dari berbagai ancaman dari luar dan dalam dirinya, mendidik, membina, mendampingi anak dengan berbagai cara, mencegah anank kelaparan dan mengusahakan kesehatannya dengan berbagai cara, menyediakan sarana pengembangan diri, dan sebagainya. Perlindungan anak secara tidak langsung yaitu kegiatan tidak langsung ditujukan kepada anak, tetapi orang lain yang melakukan/terlibat dalam usaha perlindungan anak. Usaha 21 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

18 perlindungan demikian misalnya dilakukan oleh orang tua atau yang terlibat dalam usaha-usaha perlindungan anak terhadap berbagai ancaman dari luar ataupun dari dalam diri anak, mereka yang bertugas mengasuh, membina, mendampingi anak dengan berbagai cara; mereka yang terlibat mencegah anak kelaparan, mengusahakan kesehatan, dan sebagainya dengan berbagai cara, mereka yang menyediakan sarana mengembangkan diri anak dan sebagainya. 22 B. Metode Penelitian 1. Jenis dan Sumber Data Adapun jenis penelitian ini adalah bersifat yuridis normatif. Sedangkan sumber data penelitian ini didapat melalui : a. Bahan hukum primer, dalam penelitian ini dipakai segala peraturan perundang-undangan, seperti Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 Tentang Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 138 Mengenai Usia Minimum Untuk Diperbolehkan Bekerja, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 Tentang Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 182 Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segala Penghapusan Bentukbentuk Pekerjaan Terburuk Pada Anak, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Keputusan Presiden, seperti Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1990 Tentang Ratifikasi Konvensi Hak- 22 Abdul Khakim, Op.cit. Hal 37

19 hak Anak, Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2002 Tentang Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak, Peraturan Daerah Provinsi, seperti Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 5 Tahun 5 Tahun 2004 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Anak, Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Anak, dan Peraturan Daerah Kabupaten, seperti Peraturan Kabupaten Kutai Kartanegara Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Zona Bebas Pekerja Anak di Kabupaten Kutai Kartanegara, Peraturan Daerah Kabupaten Tulungagung Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Anak, serta peraturan lain yang berkaitan dengan tindak pidana eksploitasi pekerja anak ini. b. Bahan hukum sekunder, berupa buku-buku literatur dan tulisantulisan hukum lainnya yang relevan dengan rumusan masalah. 2. Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam skripsi ini untuk mengumpulkan data adalah Library Research, yaitu dengan melakukan penelitian terhadap berbagai sumber bacaan, antara lain buku-buku, pendapat para sarjana, dan lain-lain yang diperoleh dari internet. 3. Analisis Data Pada penelitian hukum normatif, pengolahan data hakikatnya untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Data yang diperlukan dalam skripsi ini berupa data sekunder yang diperoleh melalui

20 studi kepustakaan yang dilakukan dengan mempelajari konsep hukum pidana yang mengatur tentang tindak pidana eksploitasi pekerja anak di Indonesia dalam literatur hukum pidana. Data tersebut kemudian dianalisa secara kualitatif untuk memperoleh jawaban permasalahan skripsi ini. C. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini adalah : BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG EKPLOISTASI PEKERJA ANAK Bab ini membahas tentang Pengaturan eksploitasi pekerja anak dalam peraturan perundang-undangan berdasarkan Undang- Undang, Keputusan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi, serta peraturandan membahas tentang ketentuan pidana terhadap pelaku tindak pidana eksploitasi pekerja anak dalam instrumen hukum positif di Indonesia BAB III PERLINDUNGAN TERHADAP PEKERJA ANAK DI INDONESIA Bab ini membahas tentang pekerja anak sebagai korban eksploitasi, yaitu berupa bentuk-bentuk eksploitasi pekerja anak dan faktor penyebab terjadinya eksploitasi pekerja anak, dampak dari tindak pidana eksploitasi pekerja anak serta hambatan

21 pemerintah dalam menanggulangi eksploitasi pekerja anak. BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini membahas tentang menguraikan tentang kesimpulan yang penulis dapatkan dari keseluruhan pembahasan, kemudian dari kesimpulan tersebut penulis juga memberikan beberapa saran yang penulis harap dapat berguna bagi penyelesaian permasalahan di masa yang akan datang.

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian

II. TINJAUAN PUSTAKA. dimana keturunan tersebut secara biologis berasal dari sel telur laki-laki yang kemudian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Anak dibawah Umur Pengertian anak menurut Kamus Bahasa Indonesia yang dapat disimpulkan ialah keturunan yang kedua yang berarti dari seorang pria dan seorang wanita yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, dan telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nullum delictun, nulla poena sine praevia lege poenali yang lebih dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Nullum delictun, nulla poena sine praevia lege poenali yang lebih dikenal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu perbuatan hanya dapat dikenakan pidana jika perbuatan itu didahului oleh ancaman pidana dalam undang-undang. Artinya bahwa suatu perbuatan hanya dapat dikenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi kasus pidana anak dibawah umur yang menyebabkan kematian, baik

BAB I PENDAHULUAN. terjadi kasus pidana anak dibawah umur yang menyebabkan kematian, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah generasi penerus bangsa. Oleh karena itu setiap anak seharusnya mendapatkan haknya untuk bermain, belajar dan bersosialisasi. Tetapi keadaannnya akan menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA ANAK DI KOTA DENPASAR

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA ANAK DI KOTA DENPASAR 20 BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA ANAK DI KOTA DENPASAR 2.1 Pekerja Anak 2.1.1 Pengertian anak Pengertian anak secara umum dipahami masyarakat adalah keturunan kedua setelah ayah dan ibu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan beberapa peraturan, khususnya tentang hukum hak asasi manusia dan meratifikasi beberapa konvensi internasional

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara berkembang sedang giat melakukan pemba

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara berkembang sedang giat melakukan pemba 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang sedang giat melakukan pemba ngunan dalam segala bidang. Hal ini bertujuan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik demi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Perbuatan cabul yang dilakukan orang dewasa kepada anak yang masih dibawah umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sebuah kesatuan wilayah dari unsur-unsur negara, 1 yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sebuah kesatuan wilayah dari unsur-unsur negara, 1 yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara merupakan sebuah kesatuan wilayah dari unsur-unsur negara, 1 yang didalamnya terdapat berbagai hubungan dari sebuah masyarakat tertentu yang berlangsung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di kenal dengan istilah strafbar feit dan dalam KUHP (Kitab Undang Undang Hukum Pidana)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum tentang Anak dan Perlindungan Hukum Bagi Anak

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum tentang Anak dan Perlindungan Hukum Bagi Anak 15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Anak dan Perlindungan Hukum Bagi Anak 1. Pengertian Anak Anak adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengikat maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan

BAB I PENDAHULUAN. mengikat maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Tahun 1967 telah mengeluarkan Deklarasi mengenai Penghapusan Diskriminasi Terhadap Wanita. Deklarasi tersebut memuat hak dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktek serupa perbudakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas diperlukan pembinaan secara terus menerus demi kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dinyatakan bahwa, Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Menurut Sadjijono dalam bukunya mengatakan:

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Menurut Sadjijono dalam bukunya mengatakan: 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga atau badan penegakan hukum untuk menyidik serta menyelesaikan segala kasus pelanggaran hukum yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perdagangan Manusia untuk tenaga kerja (Trafficking in persons for labor) merupakan masalah yang sangat besar. Data Perdagangan Manusia di Indonesia sejak 1993-2003

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai dampak negatif bagi generasi penerus bangsa. terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai dampak negatif bagi generasi penerus bangsa. terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara Hukum yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, sehingga sudah seharusnya setiap manusia baik dewasa maupun anak-anak

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG EKPLOISTASI PEKERJA ANAK. A. Pengaturan Eksploitasi Pekerja Anak dalam Peraturan Perundangundangan

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG EKPLOISTASI PEKERJA ANAK. A. Pengaturan Eksploitasi Pekerja Anak dalam Peraturan Perundangundangan BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG EKPLOISTASI PEKERJA ANAK A. Pengaturan Eksploitasi Pekerja Anak dalam Peraturan Perundangundangan di Indonesia 1. Undang-Undang 2.1 Undang-Undang nomor 20 tahun 1999 Undang-Undang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prostitusi bukan merupakan suatu masalah yang baru muncul di dalam masyarakat, akan

BAB I PENDAHULUAN. Prostitusi bukan merupakan suatu masalah yang baru muncul di dalam masyarakat, akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Prostitusi bukan merupakan suatu masalah yang baru muncul di dalam masyarakat, akan tetapi merupakan masalah lama yang baru banyak muncul pada saat sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika sebagai bentuk tindakan yang melanggar hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadilan dan kepastian hukum tentulah menjadi dua harapan dari diberlakukannya hukum. Masyarakat yang kepentingannya tercemar akan merasa keadilannya terusik dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk

I. PENDAHULUAN. Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga dan diperhatikan harkat, martabat dan hak-hak anak sebagai manusia seutuhnya. Hak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipersiapkan sebagai subjek pelaksana cita-cita perjuangan bangsa. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. dipersiapkan sebagai subjek pelaksana cita-cita perjuangan bangsa. Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembicaraan tentang anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus bangsa yang dipersiapkan sebagai

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 SKRIPSI PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 Oleh ALDINO PUTRA 04 140 021 Program Kekhususan: SISTEM PERADILAN PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. patut di junjung tinggi serta harus mendapatkan hak-haknya tanpa harus

BAB I PENDAHULUAN. patut di junjung tinggi serta harus mendapatkan hak-haknya tanpa harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan amanah sekaligus anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Oleh karena itu setiap anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah amanah sekaligus karunia dari Tuhan Yang Maha Esa yang

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah amanah sekaligus karunia dari Tuhan Yang Maha Esa yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia dari Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hakhak sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan, yang berupa perintah atau larangan yang mengharuskan untuk ditaati oleh masyarakat itu. Berkaitan dengan tindak pidana,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

HAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN

HAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN 1 HAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN Saya akan mengawali bab pertama buku ini dengan mengetengahkan hak pekerja yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap anak-anak dalam dunia ketenagakerjaan. Sebagaimana

Lebih terperinci

Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016

Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016 Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016 DPR & PRESIDEN PERLU MEMPERHATIKAN PERTIMBANGAN HUKUM MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MERUMUSKAN PASAL KESUSILAAN

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (2010 hingga 2014) sebanyak kasus anak terjadi di 34 provinsi dan

BAB I PENDAHULUAN. (2010 hingga 2014) sebanyak kasus anak terjadi di 34 provinsi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketua Komisi Nasional Anak (Komnas Anak) Arist Merdeka Sirait, ia menjelaskan, berdasarkan fakta dan data yang diterima empat tahun terakhir (2010 hingga 2014) sebanyak

Lebih terperinci

Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 182 dengan UU No. 1 Tahun 2000 sebagai Politik Hukum Nasional untuk Mewujudkan Perlindungan Anak

Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 182 dengan UU No. 1 Tahun 2000 sebagai Politik Hukum Nasional untuk Mewujudkan Perlindungan Anak Ratifikasi Konvensi ILO Nomor 182 dengan UU No. 1 Tahun 2000 sebagai Politik Hukum Nasional untuk Mewujudkan Perlindungan Anak Novelina MS Hutapea* * Dosen Fakultas Hukum Universitas Simalungun Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar kelak mampu bertanggung jawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan sebagai makhluk yang bersifat individual dan juga bersifat sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing yang tentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peranperan strategis

Lebih terperinci

Pekerja Rumah Tangga Anak (PRTA)

Pekerja Rumah Tangga Anak (PRTA) Tugas Makalah Masalah Sosial Anak Pekerja Rumah Tangga Anak (PRTA) Disusun Oleh : Muhammad Alhada Fuadilah Habib (NIM. 071114030) DEPARTEMEN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Hukum bukan

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Hukum bukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum adalah keseluruhan kumpulan peraturan atau kaedah dalam suatu kehidupan bersama, yaitu keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yanag dapat dipidana, orang yang dapat dipidana, dan pidana. Istilah tindak pidana di

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan yanag dapat dipidana, orang yang dapat dipidana, dan pidana. Istilah tindak pidana di II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana, karena hakekat dari hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang tindak pidana, yang mengandung

Lebih terperinci

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) Disusun oleh : NAMA : ELI JOY AMANDOW NRS : 084 MATA KULIAH : HAM PENDIDIKAN KHUSUS KEIMIGRASIAN ANGKATAN II 2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan karunia berharga dari Allah Subhanahu wa Ta ala yang

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan karunia berharga dari Allah Subhanahu wa Ta ala yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan karunia berharga dari Allah Subhanahu wa Ta ala yang diamanahkan kepada orang tua untuk dicintai dan dirawat dengan sepenuh hati. Anak adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perdagangan terhadap orang di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat dan sudah mencapai taraf memprihatinkan. Bertambah maraknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bernegara diatur oleh hukum, termasuk juga didalamnya pengaturan dan

BAB I PENDAHULUAN. bernegara diatur oleh hukum, termasuk juga didalamnya pengaturan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana termaktub dalam UUD 1945 sebagai konstitusi negara, digariskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah Negara Hukum. Dengan demikian, segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami dari segi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang

Lebih terperinci

di segala bidang.banyak sektor yang dibuka untuk para pekerja, salah satunya bidang

di segala bidang.banyak sektor yang dibuka untuk para pekerja, salah satunya bidang BABI PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang berusaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya melalui pembangunan di segala bidang.banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Kenyataan telah membuktikan bahwa faktor ketenagakerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm., 1

BAB I PENDAHULUAN. Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm., 1 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembicaraan tentang anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus bangsa dan penerus pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak

I. PENDAHULUAN. Perhatian terhadap diri dan hakikat anak sudah dimulai pada akhir abad ke- 19, dimana anak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Pembahasan mengenai anak adalah sangat penting karena anak merupakan potensi nasib manusia hari mendatang, dialah yang ikut berperan menentukan sejarah sekaligus cermin

Lebih terperinci

BAB III INKONSISTENSI KETENTUAN HUKUM PEKERJA ANAK Kontradiksi Pengaturan Tentang Pekerja Anak

BAB III INKONSISTENSI KETENTUAN HUKUM PEKERJA ANAK Kontradiksi Pengaturan Tentang Pekerja Anak BAB III INKONSISTENSI KETENTUAN HUKUM PEKERJA ANAK 3.1. Kontradiksi Pengaturan Tentang Pekerja Anak Terkait dengan ketentuan hukum mengenai pekerja anak telah diatur di dalam peraturan perundang undangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Untuk menjaga harkat dan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA UTARA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK BAGI ANAK

PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA UTARA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK BAGI ANAK PERATURAN DAERAH PROPINSI SUMATERA UTARA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK BAGI ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan. memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan. memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah anugerah yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap orang tua yang harus dijaga, dilindungi dan diberi kasih sayang dari kedua orang tuanya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea ke IV, berisi tujuan negara bahwa salah satu tugas Pemerintah Negara Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. darah Indonesia. Dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. darah Indonesia. Dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Repulik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang - Undang

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Repulik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang - Undang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak sebagai bagian dari generasi muda merupakan penerus cita cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak merupakan pengingkaran terhadap kedudukan setiap orang sebagai makhluk ciptaan Tuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan hukum pada dasarnya tidak membedakan antara pria dan perempuan, terutama dalam hal pekerjaan. Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan Negara Republik Indonesia secara jelas diluangkan dalam Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan Negara Republik Indonesia secara jelas diluangkan dalam Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan Negara Republik Indonesia secara jelas diluangkan dalam Undang Undang Dasar Republik Indonesia 1945 bahwa Negara bertujuan melindungi segenap bangsa Indonesia

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak 7 Perbedaan dengan Undang Undang Perlindungan Anak Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Perlindungan Anak? Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR: 3 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR: 3 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR: 3 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana 1 Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Adakalanya dalam pembuktian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai anak dan perlindungannya tidak akan pernah

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai anak dan perlindungannya tidak akan pernah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara mengenai anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus bangsa dan penerus pembangunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga atau BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga atau badan penegakan hukum untuk menyidik serta menyelesaikan segala kasus pelanggaran hukum yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit yang

Lebih terperinci

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan Pendahuluan Kekerasan apapun bentuknya dan dimanapun dilakukan sangatlah ditentang oleh setiap orang, tidak dibenarkan oleh agama apapun dan dilarang oleh hukum Negara. Khusus kekerasan yang terjadi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak adalah bagian yang tak terpisahkan dari keberlangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak adalah bagian yang tak terpisahkan dari keberlangsungan hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian yang tak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan keberlangsungan hidup bangsa dan Negara. Dalam konstitusi Indonesia, anak memiliki

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR: 3 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR: 3 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR: 3 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ORANG DI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun antar negara, sudah sedemikian terasa ketatnya. 3

BAB I PENDAHULUAN. maupun antar negara, sudah sedemikian terasa ketatnya. 3 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi dan pasar bebas belum berjalan sepenuhnya. Akan tetapi aroma persaingan antar perusahaan barang maupun jasa, baik di dalam negeri maupun antar negara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai subsistem sosial menempati posisi penting dalam eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha membangun sistem hukum

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruh yang cukup besar dalam membentuk perilaku seorang anak. 1

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruh yang cukup besar dalam membentuk perilaku seorang anak. 1 BAB 1 PENDAHULUAN I. Latar Belakang Anak adalah masa depan suatu bangsa sebagai tunas dan potensi yang mempunyai peran untuk menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara di masa depan. Anaklah yang

Lebih terperinci

BAB II FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT DALAM PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA PEREMPUAN YANG BERKERJA DI MALAM HARI

BAB II FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT DALAM PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA PEREMPUAN YANG BERKERJA DI MALAM HARI BAB II FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT DALAM PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA PEREMPUAN YANG BERKERJA DI MALAM HARI A. FAKTOR PENDUKUNG PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA PEREMPUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar peranannya di dalam mewujudkan cita-cita pembangunan. Dengan. mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. besar peranannya di dalam mewujudkan cita-cita pembangunan. Dengan. mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara perlu adanya kerjasama yang baik antara pemerintah dan rakyat. Peran dan partisipasi rakyat sangat besar peranannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai tanggung jawab. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai tanggung jawab. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai tanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan tujuan perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung lurus

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung lurus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan suatu negara yang berdasar atas hukum bukan berdasarkan kepada kekuasaan semata. Hal tersebut dipertegas di dalam Konstitusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Usia Pekerja Jumlah Pekerja Tahun Survei Tahun Tahun ±

BAB I PENDAHULUAN. Usia Pekerja Jumlah Pekerja Tahun Survei Tahun Tahun ± BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan seorang anak tidaklah lepas dari permasalahan, baik itu masalah ekonomi, sosial, pendidikan yang semuanya tidak dapat diselesaikan oleh si anak itu sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agraria berasal dari bahasa latin ager yang berarti tanah dan agrarius

BAB I PENDAHULUAN. Agraria berasal dari bahasa latin ager yang berarti tanah dan agrarius BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 alenia IV dijelaskan tujuan negara adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. atau kurangnya interaksi antar anggota keluarga yang mengakibatkan

BAB. I PENDAHULUAN. atau kurangnya interaksi antar anggota keluarga yang mengakibatkan 1 BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai pelanggaran terhadap hak-hak anak terjadi sepanjang abad kehidupan manusia. Hal tersebut tercermin dari masih adanya anak-anak yang mengalami abuse,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dilihat secara empiris disparitas pidana merupakan bentuk dari ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas pidana juga membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah bagian generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGERTIAN, DASAR HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGERTIAN, DASAR HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGERTIAN, DASAR HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA 2.1. Pengertian dan Dasar Hukum Penanaman Modal Asing 2.1.1. Pengertian Penanaman Modal Asing Kegiatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, sehingga pembangunan tersebut harus mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia termasuk membangun generasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah

I. PENDAHULUAN. dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 yang menyatakan sebagai berikut bahwa : Pemerintah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak sedikit membawa kemajuan bagi bangsa Indonesia dalam meningkatkan sumber daya manusia, sebagai modal dasar pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. katup pengaman untuk menjamin perlindungan hak asasi anak salah satunya. tegas termaksud dalam pasal 1 ayat (2) UUPA.

BAB I PENDAHULUAN. katup pengaman untuk menjamin perlindungan hak asasi anak salah satunya. tegas termaksud dalam pasal 1 ayat (2) UUPA. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Lahirnya Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (selanjutnya disebut UUPA) pada tanggal 22 Oktober 2002 diharapkan sebagai katup pengaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk bekerja. Dalam melakukan pekerjaan harus dibedakan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. untuk bekerja. Dalam melakukan pekerjaan harus dibedakan yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya menuntut setiap orang untuk bekerja. Dalam melakukan pekerjaan harus dibedakan yaitu pelaksanaan pekerjaan untuk kepentingan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK JALANAN ATAS EKSPLOITASI DAN TINDAK KEKERASAN

BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK JALANAN ATAS EKSPLOITASI DAN TINDAK KEKERASAN BAB IV ANALISIS MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK JALANAN ATAS EKSPLOITASI DAN TINDAK KEKERASAN A. Perlindungan Hukum Terhadap Anak Jalanan atas Eksploitasi dan Tindak Kekerasan Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA. 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA. 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja 1. Pengertian Tenaga Kerja Pengertian Tenaga Kerja dapat di tinjau dari 2 (dua)

Lebih terperinci