Pola Penerapan Peran PMO (Pengawas Menelan Obat) dalam Penuntasan Pengobatan Tuberkulosis di Kabupaten Ponorogo

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMBERIAN PENDIDIKAN KESEHATAN MELALUI MEDIA LEAFLET EFEKTIF DALAM PENINGKATAN PENGETAHUAN PERILAKU PENCEGAHAN TUBERKULOSIS PARU DI KABUPATEN PONOROGO

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. bahwa penyakit tuberkulosis merupakan suatu kedaruratan dunia (global

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia

I. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang. disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium Tuberculosis yang pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan terutama di Negara berkembang seperti di Indonesia. Penyebaran

BAB I PENDAHULUAN. bakterituberkulosis tersebut (Kemenkes RI,2012). Jumlah prevalensi TB di

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terdapat di negara-negara berkembang dan 75% penderita TB Paru adalah

BAB I PENDAHULUAN. batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan. masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sinar matahari, tetapi dapat hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. Badan kesehatan dunia, World Health Organitation

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Melalui pembangunan kesehatan diharapkan akan tercapai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PRATIWI ARI HENDRAWATI J

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis faktor-faktor..., Kartika, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti karena menular. Menurut Robins (Misnadiarly, 2006), tuberkulosis adalah

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

BAB I PENDAHULUAN. (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN MOTIVASI PETUGAS TBC DENGAN ANGKA PENEMUAN KASUS TBC DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUPATEN BOYOLALI

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit infeksi

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN DUKUNGAN PASANGAN PENDERITA TB DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT PADA PENDERITA TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menimbulkan komplikasi kesakitan (morbiditas) dan kematian

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis complex (Depkes RI, 2008). Tingginya angka

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai kualitas hidup seluruh penduduk yang lebih baik. Oleh banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ari Kurniati 1, dr. H. Kusbaryanto, M. Kes 2 ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. kadang-kadang juga berhenti minum obat sebelum masa pengobatan selesai,

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Penyakit TB dapat disembuhkan dengan pengobatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit TB paru di Indonesia masih menjadi salah satu penyakit yang

BAB 1 PENDAHULUAN. karena penularannya mudah dan cepat, juga membutuhkan waktu yang lama

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditemukannya kuman penyebab tuberkulosis oleh Robert Koch tahun 1882

BAB I PENDAHULUAN 1.1 latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (World

Identifikasi Faktor Resiko 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesehatan penduduk Indonesia. Mycrobacterium Tuberculosis (Mansyur, 1999). Penyakit tuberkulosis (TB) paru masih

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya paling tinggi di dunia. Berdasarkan laporan World Health

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. TB sudah dilakukan dengan menggunakan strategi DOTS (Directly Observed

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. TB Paru merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi

GAMBARAN PERAN DAN STRATEGI SUB RECIPIENT (SR) COMMUNITY TB CARE AISYIYAH DALAM PENANGGULANGAN TB DI KOTA PADANG TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Indonesia saat ini berada pada ranking kelima negara

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. (Thomas, 2004). Ada beberapa klasifikasi utama patogen yang dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. infeksi di seluruh dunia setelah HIV. Pada tahun 2014, WHO melaporkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World. Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB

BAB 1 PENDAHULUAN. (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru-paru,

BAB 1 PENDAHULUAN. bertambah, sedangkan insiden penyakit menular masih tinggi. Salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bentuk yang paling banyak dan paling penting (Widoyono, 2011).

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang sudah ada sejak zaman purbakala. Hal ini terbukti dari penemuan-penemuan kuno seperti sisa-sisa tulang belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. tanah lembab dan tidak adanya sinar matahari (Corwin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.bakteri ini berbentuk batang dan bersifat

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian

I. PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Menurut World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas. Salah satu upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. berhasil disembuhkan. Apalagi diakibatkan munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia

HUBUNGAN MOTIVASI KESEMBUHAN DENGAN KEPATUHAN PENATALAKSANAAN PENGOBATAN PADA PASIEN TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MOJOSARI MOJOKERTO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Herdianti STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis :

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau sering disebut dengan istilah TBC merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mencanangkan TB sebagai kegawatan dunia (Global Emergency), terutama

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini

Transkripsi:

366 PROSIDING SEMINAR NASIONAL HASIL-HASIL PENELITIAN 2016 Pola Penerapan Peran PMO (Pengawas Menelan Obat) dalam Penuntasan Pengobatan Tuberkulosis di Kabupaten Ponorogo Sulistyo Andarmoyo Inna Solicha Fitriani Universitas Muhammadiyah Ponorogo Email: Sulistyo Andarmoyo ABSTRAK Salah satu tugas PMO (Pengawas Menelan Obat) adalah mengawasi secara teratur pengobatan yang dijalankan oleh penderita tuberkulosis hingga selesai pengobatan. Pengawasan pengobatan terhadap penderita tuberkulosis sendiri bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT (Obat Anti Tuberkulosis). Penelitian ini lebih banyak mensikapi bagaimana peran PMO dalam pengawasan penuntasan pengobatan pada penderita tuberkulosis. Metode penelitian menggunakan desain penelitian deskriptif dengan rancangan penelitian cross sectional. Penelitian dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Badegan dan Puskesmas Kunti Kabupaten Ponorogo, di mulai bulan Mei sampai dengan Agustus 2016 dengan mengunakan teknik Total Sampling. Hasil Penelitian menunjukan bahwa peran PMO dalam pengawasan penuntasan pengobatan pada penderita tuberkulosis didapatkan 51 responden (72,9%) mempunyai peran baik dan 19 responden (27,1%) mempunyai peran buruk. PMO adalah seseorang yang bertugas mengawasi pengobatan penderita tuberkulosis, maka seharusnya PMO lebih memaksimalkan diri dalam pengawasan, selain itu PMO juga bisa dibekali dengan beberapa pelatihan yang mendasar yang bisa digunakan sebagai bekal dalam perawatan dan pengawasan pengobatan pada penderita tuberkulosis. Kata kunci: Peran Pengawas Menelan Obat (PMO), Penuntasan Pengobatan, Tuberkulosis. Pendahuluan Tuberkulosis Paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mycobacterium Tuberculosis (Alsagaff H & Mukty A, 1995). Penyakit ini merupakan penyakit infeksi yang menular dimana pengobatannya membutuhkan keteraturan dan waktu yang lama. Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan 2 kali tahapan yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan. Dalam rangka menjamin keteraturan pengobatan tuberkulosis ini maka diperlukan seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Seorang PMO sebaiknya adalah petugas kesehatan, misalnya bidan desa, perawat, pekarya kesehatan, sanitarian, juru imunisasi, dan lain-lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga. Fenomena

367 PROSIDING SEMINAR NASIONAL HASIL-HASIL PENELITIAN 2016 yang terjadi di tempat penelitian ternyata pengawasan menelan obat lebih banyak diperankan oleh keluarga. Peranan seorang PMO yaitu: 1) mengawasi pasien tuberkulosis agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan; 2) memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur; 3) mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan; dan 4) memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien tuberkulosis yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan tuberkulosis untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan (Depkes, 2007). Saat ini angka kejadian penyakit tuberkulosis masih tergolong tinggi. Pada tahun 1993, WHO telah mencanangkan kedaruratan global (global emergency) disebabkan penyakit ini. Di negara-negara berkembang kematian akibat tuberkulosis merupakan 25% dari seluruh kematian, yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB didunia, terjadi pada negaranegara berkembang, dengan 75% penderita TB adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun). WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2011 ada 8,7 juta kasus baru tuberkulosis (13% merupakan koinfeksi dengan HIV) dan 1,4 juta orang meninggal karena tuberkulosis (WHO, 2012). Di Indonesia sendiri penyakit TB Paru merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Berdasarkan perhitungan ekonomi kesehatan yang menggunakan indikator DALY (Disability Adjusted Life Year) yang diperkenalkan oleh Word Bank, TB merupakan 7,7% dari total disease burden di Indonesia, angka ini lebih tinggi dari berbagai negara di Asia lain yang hanya 4%. Pada tahun 1995, hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit infeksi saluran pernapasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Tahun 1999, WHO memperkirakan setiap tahun menjadi 583.000 kasus baru tuberkulosis dengan kematian sekitar 140.000. Secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru tuberkulosis dengan BTA positif. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang (Depkes RI, 2007). Berdasarkan Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2007 menyatakan bahwa jumlah penderita Tuberkulosis di Indonesia sekitar 528 ribu jiwa dan berada di posisi tiga dunia setelah india dan tiongkok. Laporan terakhir WHO pada tahun 2009 mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi lima dengan jumlah penderita TBC sebesar 429 ribu orang. Indonesia termasuk 10 negara tertinggi penderita kasus

368 PROSIDING SEMINAR NASIONAL HASIL-HASIL PENELITIAN 2016 tuberkulosis paru di dunia. Menurut WHO (2012) dalam laporan Global Report 2011 bahwa prevalensi tuberkulosis diperkirakan sebesar 289 kasus per 100.000 penduduk, insidensi tuberkulosis sebesar 189 kasus per 100.000 penduduk, dan angka kematian sebesar 27 kasus per 100.000 penduduk (WHO, 2012). Berdasarkan Riskesdas pada tahun 2010 di Jawa Timur prevalensi TB pada penduduk usia 15 tahun adalah 0,628% dan suspek TB sebanyak 1.843%. Penderita TB paru yang menggunakan fasilitas pengobatan melalui puskesmas 44,2%. Sedangkan kasus TB Paru di Ponorogo, berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo periode bulan Januari- Oktober 2012 penderita TB dengan BTA (+) baru sebanyak 348 orang, kondisi ini meningkat pada tahun 2013 dimana teridentifikasi sejumlah 378 kasus di Ponorogo. Kondisi ini tersebar di berbagai Puskesmas dan RSUD di Ponorogo, dimana 5 Puskesmas tertinggi dengan penderita TB BTA (+) adalah sebagai berikut di Puskesmas Badegan sebanyak 28 kasus, Puskesmas Jambon 23 kasus, Puskesmas Sampung 13 Kasus, Puskesmas Kunti sebanyak 20 kasus, dan Puskesmas Sukorejo sebanyak 19 kasus (Wahyuni, NS, dkk, 2014). Pada akhir tahun 2015 teridentifikasi penderita tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Badegan sejumlah 45 orang dan Puskesmas Kunti sejumlah 25 orang. Pada awal tahun 1990-an WHO dan IUATLD telah mengembangkan strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif (costefective). Salah satu yang menunjang keberhasilan pengobatan Tuberkulosis pada program DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) adalah keberadaan seorang Pengawas Menelan Obat (PMO) yang mengawasi secara langsung terhadap penderita tuberkulosis paru pada saat minum obat setiap harinya dengan menggunakan panduan obat jangka pendek (Depkes, 2007). Berdasarkan uraian tersebut diatas peneliti tertarik dan lebih menekankan untuk meneliti bagaimana peran Pengawas Menelan Obat (PMO) dalam upaya penuntasan pengobatan tuberkulosis di Kabupaten Ponorogo? Metode Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan rancangan penelitian cross sectional. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Badegan dan Puskesmas Kunti Kabupaten Ponorogo dengan mempertimbangkan kedekatan wilayah dan kemudahan akses pencapaian populasi. Penelitian

369 PROSIDING SEMINAR NASIONAL HASIL-HASIL PENELITIAN 2016 dilakukan mulai bulan Mei sampai dengan bulan Agustus 2016. Teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2004). Hasil dan Pembahasan Tabel 1:Karakteristik Responden berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan keluarga, pernah atau tidaknya menjadi Pengawas Menelan Obat (PMO) dan pernah tidaknya mendapatkan informasi tentang tuberkulosis di Kabupaten Ponorogo. No Kharakteristik Frekuensi P (%) Responden 1. Umur 26-35 16 22,9 36-45 31 44,3 46-55 18 25,7 56-65 5 7,1 2. Jenis kelamin Laki-laki 34 48,6 Perempuan 36 51,4 3. Pendidikan Tidak sekolah 1 1,4 SD 17 24,3 SLTP 19 27,1 SLTA 31 44,3 PT 2 2,9 4. Pekerjaan Buruh 9 12,8 Petani 22 31,4 Wiraswasta 17 24,3 IRT 19 27,2 Tidak Bekerja 3 4,3 5. Hubungan Dengan Keluarga Anak 45 64,3 Istri 14 20 Suami 8 11,4 Saudara 3 4,3 6. Pernah menjadi Pengawas Minum Obat (PMO) Pernah 5 7,1 Tidak Pernah 65 92,9 7. Pernah mendapatkan informasi tuberkulosis Pernah 65 92,9 (petugas kesh, media, dll) Tidak Pernah 5 7,1 Sumber: Data Primer 2016 Berdasarkan tabel di atas dapat diinterpretasikan bahwa sebagian besar atau 31 responden (44,3%) berusia 36-45 tahun, dengan jenis kelamin terbanyak perempuan sejumlah 36 responden (51,4%). Tingkat pendidikan terbanyak adalah SLTA sejumlah 25 responden (44,3%), dengan pekerjaan terbanyak sebagai petani sejumlah 22 responden (31,4%), sebagian besar mempunyai hubungan keluarga sebagai anak sejumlah 45 responden (64,3%). Hampir seluruhnya 65 responden (92,9%) tidak pernah menjadi Pengawas Minum Obat (PMO), dan sejumlah 65 responden (92,9%) sudah pernah mendapatkan informasi tentang tuberkulosis. Tabel 2: Distribusi frekuensi Peran Pengawas Menelan Obat (PMO) dalam penuntasan pengobatan tuberkulosis di Kabupaten Ponorogo. Peran pengawasan Frekuensi P (%) penuntasan pengobatan pada penderita tuberkulosis Baik 51 72,9 Kurang 19 27,1 Sumber: Data Primer 2016 Berdasarkan tabel di atas dapat diinterpretasikan bahwa

370 PROSIDING SEMINAR NASIONAL HASIL-HASIL PENELITIAN 2016 peran Pengawas Menelan Obat (PMO) dalam pengawasan penuntasan pengobatan pada penderita tuberkulosis didapatkan 51 responden (72,9%) mempunyai peran baik dan 19 responden (27,1%) mempunyai peran buruk. Pembahasan Hasil menunjukkan bahwa peran Pengawas Menelan Obat (PMO) dalam pengawasan penuntasan pengobatan pada penderita tuberkulosis didapatkan 51 responden (72,9%) mempunyai peran baik dan 19 responden (27,1%) mempunyai peran buruk. Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang menular dimana dalam penanggulangannya dibutuhkan seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Pengawas Menelan Obat (PMO) adalah orang yang mengawasi secara langsung terhadap penderita tuberkulosis paru pada saat minum obat setiap harinya dengan menggunakan panduan obat jangka pendek (Depkes, 2007). Pengawasan pengobatan TB ini bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT (Depkes, 2007). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sejumlah 31 responden (44,3%) berpendidikan SLTA dan dari itu semua terdapat sejumlah 30 responden yang mempunyai peran yang baik. Menurut Widianti (2007), pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibanding dengan seseorang yang tingkat pendidikannya rendah. Selain itu, menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui orang setelah melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu, sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan PMO maka peran yang dijalankan dalam pengawasan penuntasan pengobatan pada penderita tuberkulosis juga semakin baik. Berdasarkan data yang didapat bahwa sebagian besar PMO yang berperan baik adalah anggota keluarga yaitu sebagai anak 40 responden, istri 11 responden, dan suami 7 responden. Menurut Ruth B Freeman (1981) dikutip dalam Friedman (1998), bahwa masalahmasalah kesehatan dalam keluarga saling berkaitan dan apabila salah satu anggota keluarga mempunyai masalah kesehatan keluarga akan berpengaruh terhadap anggota keluarga yang lainnya. Hal ini yang barangkali membuat keluarga merasa harus bertanggungjawab terhadap kesehatan anggota keluarganya dengan lebih banyak meluangkan waktu dan mendampingi minum

371 PROSIDING SEMINAR NASIONAL HASIL-HASIL PENELITIAN 2016 obat pada penderita demi kesehatan dan kesembuhan anggota keluarganya Berdasarkan sumber informasi didapatkan bahwa dari 65 responden yang pernah mendapatkan informasi baik dari petugas kesehatan maupun media, lainnya terdapat sejumlah 60 responden yang memiliki peran baik dalam pengawasan penuntasan pengobatan pada penderita tuberkulosis. Menurut Notoatmodjo (2003), sarana informasi disebut media pendidikan, karena alat tersebut merupakan alat saluran untuk menyampaikan informasi kesehatan, karena alat tersebut digunakan untuk mempermudah penerimaan peran bagi masyarakat, dimana sumber informasi yang diperoleh akan mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui orang setelah melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Tingkat pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh informasi yang diperoleh baik melalui tenaga kesehatan, majalah, surat kabar, media elektronik ataupun yang lainnya. Kesimpulan dan saran Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan peran Pengawas Menelan Obat (PMO) dalam mengawasi penderita tuberkulosis agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan didapatkan 51 responden (72,9%) mempunyai peran baik dan 19 responden (27,1%) mempunyai peran buruk. Mengingat tuberkulosis merupakan penyakit menular yang membutuhkan pengobatan dalam waktu yang lama maka saran yang bisa disampaikan adalah diperlukan pengawasan yang maksimal dari PMO (Pengawas Menelan Obat). Seorang PMO juga bisa dibekali dengan beberapa pelatihan yang mendasar yang bisa digunakan sebagai bekal dalam perawatan dan pengawasan penderita tuberkulosis. Daftar Pustaka Alsagaff, H & Mukty A, 1995 Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru Airlangga University Press, 1995. Departemen Kesehatan RI. 2002. Pedoman Nasional Penangulangan Tuberkulosis, cetakan kedua, 2002. Jakarta: Depkes RI. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis,cetakan kedua, 2007. Jakarta: Depkes RI.. 2008. Profil Kesehatan Indonesia, Jakarta: Kemenkes RI. Friedman, M.M. (1998). Family Nursing: Theory and Assessment. Connecticut: Appleton Century Cropts. Kementerian Kesehatan RI, 2013. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis, Jakarta: Kemenkes RI.

372 PROSIDING SEMINAR NASIONAL HASIL-HASIL PENELITIAN 2016 Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT Rineka Cipta. Sugiyono, 2004. Metode Penelitian Administrasi Edisi- 11, Alfabeta Bandung, 2004. Wahyuni, NS, dkk., 2014. Analisis Situasi Tuberkulosis (TB) di Daerah Ponorogo Dalam Rangka Mempercepat Peningkatan Peran seluruh Pemangku Kepentingan Daerah Untuk Penanggulangan TB. SR TB Aisyiyah Jawa Timur, 2014 WHO 2004. Pedoman Surveilans HIV Diantara Pasien Tuberkulosis Edisi Kedua Terjemahan. WHO-Geneva. 2012. Global Tuberculosis Report 2012. World Health Organization 20 Avenue Appia, 1211 Geneva 27, Switzerland. Tersedia di www. who.int/- tuberkulosis. diakses pada tanggal 11 Februari 2013. Widianti. 2007. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung: Simbosa Rekatama Media