PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ,

dokumen-dokumen yang mirip
I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

BAB I PENDAHULUAN. kotoran manusia atau hewan, dedaunan, bahan-bahan yang berasal dari tanaman

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425%

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

Kompos Cacing Tanah (CASTING)

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sangat berperan penting sebagai sumber asupan gizi yang dibutuhkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kementerian Pertanian dan Badan Pusat Statistik, populasi ternak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Sebenarnya kebijakan pemanfaatan sumber energi terbarukan pada tataran lebih

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktifitas. banyak populasi jasad mikro (fungi) dalam tanah (Lubis, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan domba sebagian besar bahan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto,

PENGARUH PENGGUNAAN CACING TANAH (Lumbricus rubellus) SEBAGAI AKTIVATOR TERHADAP BENTUK FISIK DAN HARA VERMIKOMPOS DARI FESES SAPI BALI SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu gas yang sebagian besar berupa metan (yang memiliki sifat mudah terbakar)

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Macam macam mikroba pada biogas

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah yang timbul akibat meningkatnya kegiatan

PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC

SNTMUT ISBN:

I. PENDAHULUAN. pupuk tersebut, maka pencarian pupuk alternatif lain seperti penggunaan pupuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Bel akang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Salah satu masalah yang timbul akibat meningkatnya kegiatan manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hewani yang sangat dibutuhkan untuk tubuh. Hasil dari usaha peternakan terdiri

Uji Pembentukan Biogas dari Sampah Pasar Dengan Penambahan Kotoran Ayam

PENDAHULUAN. masyarakat terhadap pentingnya protein hewani, maka permintaan masyarakat

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Variasi Bobot Bulking Agent Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik Rumah Makan

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian pengaruh nisbah C/N campuran feses sapi perah dan jerami

HASIL DAN PEMBAHASAN. perah dan limbah kubis (Brassica oleracea) pada pembuatan pupuk organik cair

Bakteri Untuk Biogas ( Bag.2 ) Proses Biogas

KUALITAS VERMICOMPOST DARI SLUDGE BIOGAS SAPI PERAH DAN RARAPEN PADA BERBAGAI PADAT TEBAR Lumbricus rubellus

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara agraris, sebagian besar mata

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Biogas dari Sampah Sayur Kubis dan Kotoran Sapi Making Biogas from Waste Vegetable Cabbage and Cow Manure

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan komoditas hortikultura

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pergeseran dari sistem beternak ektensif menjadi intensif

VERMIKOMPOS (Kompos Cacing Tanah) PUPUK ORGANIK BERKUALITAS DAN RAMAH LINGKUNGAN

Pengemasan dan Pemasaran Pupuk Organik Cair

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Fabaceae, yang biasa disebut kembang telang (Zussiva et al., 2012). Tanaman

PENUNTUN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH PETERNAKAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Jurusan Biologi Fakultas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Penambahan Kotoran Sapi Perah Terhadap Nilai ph

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sayuran merupakan tanaman hortikultura yang memiliki peran sebagai sumber vitamin dan mineral.

SNTMUT ISBN:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Berat Total Limbah Kandang Ternak Marmot. Tabel 3. Pengamatan berat total limbah kandang ternak marmot

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Tahap 1. Pengomposan Awal. Pengomposan awal diamati setiap tiga hari sekali selama dua minggu.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memudahkan hewan tanah khususnya cacing untuk hidup di. sebagai pakan ayam dan itik. Para peternak ikan juga memanfaatkan

ANALISIS PERAN LIMBAH CAIR TAHU DALAM PRODUKSI BIOGAS

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. jerami padi dan feses sapi perah dengan berbagai tingkat nisbah C/N disajikan pada

Seiring dengan bertambahnya penduduk dan meningkatnya kesejahteraan. penduduk, kebutuhan akan pangan dan sayuran segar juga terus meningkat.

JURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2016, VOL.16, NO.2

I. PENGANTAR. konsumsi (edible mushroom), yang telah banyak dibudidayakan, karena selain

I. PENDAHULUAN. sebagai salah satu matapencaharian masyarakat pedesaan. Sapi biasanya

TINJAUAN PUSTAKA. Kompos. sampah dapur, sampah kota dan lain-lain dan pada umumnya mempunyai hasil

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi

I. PENDAHULUAN. merupakan sumber protein dan mineral yang baik, dengan kandungan kalium,

TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakter Sludge Limbah Organik Saus. Proses pengolahan air limbah secara biologis dengan sistem biakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA II.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN KEPUSTAKAAN. ciri-ciri sapi pedaging adalah tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok,

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN LITERATUR. Biogas adalah dekomposisi bahan organik secara anaerob (tertutup dari

BAB I PENDAHULUAN. terpakai dan mengandung bahan yang dapat menimbulkan gangguan

BAB I PENDAHULUAN. dan energi gas memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi. berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya.

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman

PENDAHULUAN. Buah melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman buah yang mempunyai nilai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi pemakaian pestisida. Limbah padat (feses) dapat diolah. menjadi pupuk kompos dan limbah cair (urine) dapat juga diolah

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays saccharata) merupakan salah satu komoditas pertanian

P e r u n j u k T e k n i s PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. Teknologi revolusi hijau di Indonesia digulirkan sejak tahun 1960 dan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada saat sekarang ini lahan pertanian semakin berkurang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak yang tidak baik bagi manusia. Tumpukan sampah. tersebut jika dibiarkan dapat menimbulkan pencemaran, penyakit serta

PERTUMBUHAN TANAMAN Anthurium plowmanii PADA MEDIA ARANG SEKAM DAN COCOPEAT DENGAN PEMBERIAN STARBIO

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

BAB XV LIMBAH TERNAK RIMINANSIA

I. PENDAHULUAN. Pemenuhan kebutuhan pakan hijauan untuk ternak ruminansia, selama ini telah

Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob

II. TINJAUAN PUSTAKA. Biogas merupakan gas yang dihasilkan oleh aktivitas anaerobik atau fermentasi

Transkripsi:

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Populasi sapi perah dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini ditunjukkan dari data statistik Disnak Jabar tahun 2007 hingga tahun 2011 yaitu 103.489, 111.250, 117,839, 120.475, 139.970 ekor. Peningkatan populasi ini meningkatkan pula jumlah feses sapi perah, yang apabila tidak diolah akan mengakibatkan pencemaran lingkungan. Upaya pengolahan feses sapi perah yang telah banyak dilakukan salah satunya adalah mengolah feses sapi perah menjadi biogas. Pengolahan feses sapi perah menjadi biogas bertujuan selain untuk mengurangi pencemaran lingkungan, biogas yang dihasilkan juga dapat menjadi sumber energi alternatif. Biogas diharapkan menjadi energi alternatif karena bahan baku untuk pembuatannya merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui. Pada pembuatan biogas selain dihasilkan biogas terutama gas metana (CH 4 ) juga dihasilkan sludge (lumpur) biogas. Lumpur biogas memiliki potensi untuk digunakan sebagai pupuk organik pada tanaman. Pupuk organik dihasilkan dari bahan organik asal tanaman ataupun hewani yang dapat dirombak sehingga memenuhi unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik memiliki karakteristik tekstur yang gembur seperti tanah, tidak berbau, dan berwarna kehitaman. Namun lumpur biogas walaupun potensial sebagai pupuk organik tetapi belum siap

2 menjadi pupuk. Salah satu alternatif pengolahan lumpur biogas tersebut yaitu dengan cara vermicomposting. Vermicomposting merupakan salah satu cara pengolahan bahan organik menjadi pupuk menggunakan cacing tanah sebagai pengurai utama dan mikroorganisme yang lain. Vermicomposting akan terjadi apabila persyaratannya terpenuhi. Salah satu hal penting harus dipenuhi pada vermicomposting adalah pemilihan jenis cacing tanah yang digunakan. Cacing tanah yang dipilih adalah cacing tanah yang sudah dibudidayakan dan mempunyai produktivitas tinggi yaitu Lumbricus rubellus. Persyaratan vermicomposting, selain pemilihan cacing tanah yaitu penyiapan lumpur biogas sebagai media hidup cacing tanah. Penyiapan lumpur biogas harus sesuai dengan persyaratan media sehingga cacing tanah dapat tumbuh dan berkembang biak. Syarat media hidup cacing tanah teksturnya harus gembur, ph yang relatif netral, dan kadar air yang cukup. Lumpur biogas belum sesuai persyaratan karena teksturnya kompak, phnya belum netral, masih sedikit berbau. Oleh karena itu, agar lumpur biogas ini sesuai maka perlu dicampurkan dengan bahan lain sehingga persyaratan media terpenuhi. Bahan yang bisa digunakan untuk memenuhi persyaratan media tersebut salah satunya adalah serbuk sabut kelapa. Serbuk sabut kelapa merupakan limbah dari industri kerajinan dari sabut kelapa yang di daerah tertentu mulai menimbulkan masalah. Serbuk sabut kelapa memiliki tekstur yang remah seperti serbuk gergaji. Tekstur yang remah dapat membantu aerasi di dalam media sehingga cacing tanah dapat mudah bergerak dan

3 bereproduksi. Oleh karena itu, serbuk sabut kelapa cocok digunakan untuk pencampuran lumpur biogas agar sesuai untuk media cacing tanah. Informasi mengenai pengaruh berbagai campuran lumpur biogas dengan serbuk sabut kelapa pada vermicomposting terhadap biomassa cacing tanah Lumbricus rubellus dan kascing sampai saat ini belum diperoleh. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Pengaruh Campuran Lumpur Biogas Sapi Perah dan Serbuk Sabut Kelapa pada Vermicomposting terhadap Biomassa Cacing Tanah Lumbricus rubellus Dan Kascing. 1.2. Identifikasi Masalah 1. Sejauh mana pengaruh campuran lumpur biogas sapi perah dan serbuk sabut kelapa pada vermicomposting terhadap biomassa cacing tanah dan kascing. 2. Pada campuran lumpur biogas sapi perah dan serbuk sabut kelapa berapa yang menghasilkan biomassa cacing tanah dan kascing terbaik. 1.3. Maksud dan Tujuan 1. Mengetahui sejauh mana pengaruh campuran lumpur biogas sapi perah dan serbuk sabut kelapa pada vermicomposting terhadap biomassa cacing tanah dan kascing. 2. Untuk mengetahui pada campuran lumpur biogas sapi perah dan serbuk sabut kelapa berapa yang menghasilkan biomassa cacing tanah tertinggi dan kascing terbaik.

4 1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan serta dapat dijadikan bahan informasi untuk menanggulangi masalah pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah baik berupa lumpur biogas sapi perah maupun serbuk sabut kelapa. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi informasi praktis terutama bagi peternak sapi perah dalam menangani dan mengolah limbah sapi perah menjadi kompos untuk meningkatkan nilai manfaatnya. 1.5. Kerangka Pemikiran Peningkatan populasi sapi perah akan berbanding lurus dengan peningkatan limbah feses sapi perah yang dihasilkan. Jumlah feses yang dihasilkan seekor sapi perah setiap hari mencapai 7-8% dari bobot hidupnya (Schmidt, 1988). Jika feses tidak diolah akan mencemari lingkungan sehingga diperlukan pengolahan yang mampu mendegradasi feses sapi perah menjadi bahan bermanfaat, salah satunya yaitu biogas. Biogas merupakan hasil pengolahan limbah peternakan yang banyak dilakukan oleh peternak sebagai sumber energi. Biogas merupakan gas yang dihasilkan dari fermentasi bakteri anaerob di dalam tangki pencerna (digester) (Suyitno, dkk, 2010). Proses anaerob ini terdiri dari 4 tahap yaitu hidrolisis, acidogenesis, acetogenesis dan metanogenesis (Deublein, 2008). Fermentasi anaerobik tersebut menghasilkan gas CH 4, CO 2, dan lumpur biogas sebagai hasil ikutannya.

5 Lumpur biogas merupakan limbah keluaran berupa lumpur dari lubang pengeluaran digester setelah mengalami proses fermentasi oleh bakteri metanogenik dalam kondisi anaerobik. Lumpur biogas yang digunakan berasal dari substrat feses sapi perah dengan kadar air tinggi. Pemanfaatan lumpur biogas sebagai pupuk, dapat memperbaiki struktur tanah dan memberikan kandungan unsur hara yang diperlukan oleh tanaman (Sahidu, 1983). Lumpur biogas sangat baik dijadikan pupuk, karena mengandung berbagai mineral yang dibutuhkan oleh tumbuhan seperti fosfor (P), Magnesium (Mg), Nitrogen (N), Kalsium (Ca), Kalium (K), Tembaga (Cu), dan seng (Zn). Karakteristik pupuk organik yang baik memiliki ciri dingin, remah, wujud aslinya tidak tampak, dan sudah tidak berbau. Jika belum memiliki ciri-ciri tersebut, bahan organik belum siap digunakan sebagai pupuk. Penggunaan pupuk yang belum matang akan menghambat pertumbuhan tanaman, bahkan bisa mematikan tanaman (Parnata, 2004). Penggunaan langsung lumpur biogas yang masih mengandung bakteri patogen dan berbau busuk sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan baik untuk manusia maupun tanaman sehingga harus diolah (Thomas, 1981 dalam Price, 1981; Deublein, 2008). Lumpur biogas ini perlu diolah lebih lanjut agar sesuai untuk digunakan sebagai pupuk. Dengan mengolah limbah tersebut sebagai media hidup cacing tanah merupakan metode paling baik, karena metode daur ulang yang sempurna, alami, dan tidak merusak. Metode ini dapat menguraikan lumpur biogas menjadi bahan yang stabil berupa hara sehingga dapat digunakan sebagai pupuk organik lingkungan (Waluyo dan Alim, 1990 ; Sahidu, 1983).

6 Vermicomposting merupakan proses mengubah bahan organik oleh cacing tanah menjadi bahan-bahan seperti humus yang disebut vermicompost (kascing). Bekas media hidup cacing tanah atau yang lebih dikenal dengan sebutan kascing merupakan suatu bahan tanah yang berbentuk seperti tanah yang dihasilkan dari ekskresi aktivitas metabolisme cacing tanah (casting) yang bercampur dengan media tempat hidupnya (Catalan, 1981). Persyaratan vermicomposting yaitu pemilihan cacing tanah, penyediaan media hidup (kadar air antara 40-60%, suhu antara 18 29 o C, porous, ph antara 6,8-7,2), penyediaan pakan (Munroe,2013 ; Catalan,1981). Pada vermicomposting media hidup digunakan sekaligus sebagai sumber pakan. Pemilihan cacing tanah ada 3 kriteria yang perlu diperhatikan. Pertama, kemampuan cacing untuk beradaptasi dengan berbagai kondisi dan mudah dibudidayakan. Kedua, mampu mengurai bahan organik dengan efektif. Ketiga, memiliki kemampuan untuk tumbuh, dan berkembang biak dengan cepat (Catalan, 1981). Cacing tanah Lumbricus rubellus merupakan salah satu cacing tanah yang dapat dibudidayakan. Cacing tanah tersebut mampu mengkonsumsi bahan organik seberat tubuhnya selama 24 jam. Seekor cacing tanah Lumbricus rubellus akan menghasilkan 1 kokon setiap 7-10 hari dan menetas antara 14-21 hari, dimana setiap kokon akan menghasilkan 2-20 anak cacing tanah dengan rata-rata 7 anak cacing tanah (Sihombing, 1999). Selain pemilihan cacing tanah yang harus diperhatikan adalah penyiapan lumpur biogas yang digunakan sebagai media pakan dan media hidup cacing tanah. Media yang digunakan untuk cacing tanah harus

7 memenuhi beberapa persyaratan yaitu daya serap air yang tinggi, gembur, dan adanya ketersediaan nutrisi (Catalan,1981). Lumpur biogas mampu menahan air, tetapi bersifat kompak. Lumpur biogas memiliki nisbah C/N yang rendah yaitu 3,5 14,6 (Murarka, 1987 dalam Marlina, 2009). Penggunaan lumpur biogas sapi perah sebagai media hidup cacing tanah memerlukan bahan organik lain yang sesuai untuk media agar cacing tanah dapat hidup dan berkembangbiak sehingga dapat menghasilkan kascing dengan kualitas baik. Selain itu, untuk membuat lumpur biogas menjadi gembur perlu dicampur bahan organik sebagai sumber karbon diantara lain salah satunya adalah serbuk sabut kelapa. Serbuk sabut kelapa memiliki bagian 46% dari sabut kelapa (Rumokoi, 1990). Penggunaan serbuk sabut kelapa sebagai media dalam budidaya cacing tanah dapat memenuhi persyaratan, karena serat kasar yang terkandung di dalamnya mempengaruhi aerasi media untuk perkembangan cacing tanah. Sifat serat kasar pada serbuk sabut kelapa mempunyai daya serap yang tinggi untuk menahan air dan mempertahankan kelembapan. Serbuk sabut kelapa sangat remah memiliki aerasi 15 25 % (Mazeen dan Van Holm, 1993). Berdasarkan hasil analisis, kadar air dari serbuk sabut kelapa yaitu 53,5%. Selain itu, serbuk sabut kelapa mengandung 51,33% lignin, 0,42% N, 34,11% selulosa dengan nisbah C/N 114,81 (Anand,dkk, 2002). Hasil akhir vermicomposting harus sesuai dengan persyaratan standardisasi kompos yang telah ditetapkan. Cacing tanah umumnya mengkonsumsi bahan makanan atau bahan organik yang sedang mengalami fermentasi. Hasil akhir yang akan diperoleh dari aktivitasnya dalam

8 vermicomposting adalah berupa biomassa cacing tanah dan kascing (bekas media hidup cacing). Parameter yang diukur pada penelitian lumpur biogas sapi perah dan serbuk sabut kelapa ini adalah biomassa cacing tanah dan kascing. Komposisi lumpur biogas dan serbuk sabut kelapa dalam penelitian ini ditetapkan sebagai berikut 4:4, 4:3, 4:2 dan 4:1 dengan nisbah C/N secara berurutan, 21,86; 19,14; 16,27; 13,21. Variasi pencampuran ini masih dalam nisbah C/N yang cocok untuk persyaratan media hidup cacing tanah Lumbricuss rubellus yaitu 12,44 21,21 (Lee,1985). Berdasarkan perhitungan konversi kandungan N menjadi protein dengan komposisi 4:4, 4:3, 4:2 dan 4:1, menghasilkan protein sebesar 11,53% ; 12,81% ; 14,52% ; 16,91%. Walaupun protein dibutuhkan untuk pertumbuhan namun kandungan protein pada media hidup cacing tanah memiliki batas maksimum yaitu 15% (Catalan,1981). Berdasarkan kerangka pemikiran, dapat ditarik hipotesis campuran lumpur biogas dan serbuk sabut kelapa dengan komposisi 4:2 menghasilkan biomassa cacing tanah tertinggi dan kascing terbaik. 1.6. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan selama tanggal 29 Maret 2013 sampai 28 April 2013 di Laboratorium Mikrobiologi dan Penanganan Limbah Ternak Jatinangor Sumedang, Jawa Barat.