HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan)

BIOLOGI DAN PREFERENSI MAKAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Hidup dan Morfologi

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

BAB IV. Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F2) dengan pemberian dua

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp.

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Vektor dalam arti luas adalah pembawa atau pengangkut. Vektor dapat berupa

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur


TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

TINJAUAN PUSTAKA. (Anonim 2010b)

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. bawah, biasanya pada pelepah daun ke Satu tumpukan telur terdiri dari

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Telur P. castanae Hubner. Bentuk telur oval dan dapat menghasilkan telur sebanyak butir perbetina.

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Pradewasa dan Imago

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Bojer. (Lepidoptera: Crambidae) Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

TINJAUAN PUSTAKA. Parasitoid

TINJAUAN PUSTAKA. anthesis (mekar) seperti bunga betina. Tiap tandan bunga memiliki

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua)

Pengorok Daun Manggis

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Siklus Hidup B. tabaci Biotipe-B dan Non-B pada Tanaman Mentimun dan Cabai

STUDI BIOLOGI ULAT BULU Lymantria marginata Wlk. (LEPIDOPTERA: LYMANTRIIDAE) PADA TANAMAN MANGGA. (Mangifera indica L.) SKRIPSI.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik dan Klasifikasi Kupu-Kupu Klasifikasi kupu-kupu menurut Scobel (1995) adalah sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Capung

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae)

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kumbang Koksi (Epilachna admirabilis)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1. Telur R. linearis Sumber: Foto langsung

TINJAUAN PUSTAKA. Lalat buah dengan nama ilmiah Bractrocera spp. tergolong dalam ordo

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus

II. TINJAUAN PUSTAKA. Symphylid memiliki bentuk yang menyerupai kelabang, namun lebih kecil,

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila

TINJAUAN PUSTAKA. buku pertama di atas pangkal batang. Akar seminal ini tumbuh pada saat biji

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra ( Bombyx mori L. Ras Ulat Sutera

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 1. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANLatihan Soal 1.5. Metagenesis. Metamorfosis. Regenerasi

BAB II PROSES METAMORFOSIS KUPU-KUPU. menetas. Proses ini melibatkan perubahan bentuk atau struktur

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat lima famili kupu-kupu subordo Rhopalocera di Indonesia, yaitu

Hama penghisap daun Aphis craccivora

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup lalat buah mengalami 4 stadia yaitu telur, larva, pupa dan

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik

Lepidoptera SUHARA JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI UPI

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA A. Parasitoid Brachymeria sp.

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

HASIL DAN PEMBAHASAN

2015 PENGARUH PEMBERIAN PAKAN ALAMI DAN PAKAN SINTETIS TERHADAP LAMANYA SIKLUS HIDUP

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ABSTRACT. Keywords: Graphium agamemnon, Graphium doson, Mechelia champaca, Annona muricata, life cycle, food consumption.

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian Penyediaan Koloni Lalat Puru C. connexa untuk Penelitian Lapangan

Musca domestica ( Lalat rumah)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i UCAPAN TERIMAKASIH... ii ABSTRAK... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN...

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Biologi D. bisaltide Lama Stadia Perkembangan D. bisaltide Serangga ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yaitu terdiri dari stadium telur, stadium larva yang terdiri dari lima instar, stadium pupa, dan stadium imago. Perubahan tiap instar dapat terlihat dari adanya sisa pergantian kulit (eksuvia). Pada tabel 1 menunjukkan rata-rata lama stadia telur, larva, pupa, dan imago dari D. bisaltide dengan pemberian pakan daun yang berbeda-beda. Pemberian pakan daun meliputi daun G. pictum, daun A. gangetica, dan pilihan. Data lama stadia perkembangan D. bisaltide ditunjukkan pada Lampiran 1-3. Tabel 1 Rata-rata lama stadia perkembangan D. bisaltide berdasarkan pemberian pakan daun G. pictum + G. pictum A. gangetica A. gangetica Stadia n Periode n Periode n Periode (ekor) (hari) (ekor) (hari) (ekor) (hari) Telur 30 3,00 ± 0,00 30 3,00 ± 0,00 30 3,00 ± 0,00 Larva Instar I 30 3,53 ± 0,78 30 3,60 ± 0,62 30 2,37 ± 0,49 Instar II 30 2,53 ± 0,68 30 2,97 ± 0,61 30 2,27 ± 0,52 Instar III 30 2,30 ± 0,53 30 2,80 ± 0,41 30 2,37 ± 0,49 Instar IV 30 2,80 ± 0,85 30 3,23 ± 0,50 30 2,97 ± 0,32 Instar V 30 5,60 ± 0,77 30 6,30 ± 0,65 30 5,70 ± 0,53 Lama larva 30 16,77 ± 1,61 30 18,90 ± 0,92 30 15,67 ± 0,92 Pupa 30 8,23 ± 0,50 30 7,93 ± 0,25 30 8,17 ± 0,38 Imago Jantan 15 10,47 ± 7,18 12 18,83 ± 8,30 13 12,15 ± 4,24 Betina 15 12,27 ± 6,35 18 18,28 ± 6,06 17 13,41 ± 7,61 Siklus hidup 6 35,83 ± 1,83 9 38,11 ± 3,18 7 35,86 ± 1,35

Stadia Telur D. bisaltide Telur diletakkan imago betina D. bisaltide di bawah permukaan daun yang muda baik secara individu maupun berkelompok. Telur berbentuk bulat dan berwarna kekuningan (Gambar 7a). Telur terbungkus oleh suatu kulit yang bervariasi ketebalannya, pahatan pada permukaannya, dan warnanya (Boror et al. 1996). Lama-kelamaan warna telur berubah agak keputihan. Telur yang hampir menetas berwarna hitam pada bagian atas telur yang merupakan kepala dari larva yang akan menetas. Lama stadia telur dari masing-masing perlakuan yaitu 3 hari. Stadia Larva D. bisaltide Larva D. bisaltide berbentuk erusiform, tubuh silindris, kepala berkembang baik tetapi antenanya sangat pendek, terdapat tiga pasang tungkai asli pada toraks dan lima pasang tungkai palsu pada abdomen. Tungkai palsu ini berukuran lebih besar dibandingkan tungkai asli dan pada bagian ujung terdapat sejumlah kait (kroset). Larva mempunyai tipe alat mulut menggigit dan mengunyah dan makan daun dengan cara menggigiti daun dari bagian tepi. Larva biasanya memakan dari daun yang muda terlebih dahulu. Semakin besar ukuran stadia larva maka semakin banyak daun yang dimakan. Larva yang akan ganti kulit akan berhenti makan dan tidak bergerak untuk sementara waktu. Pada saat ganti kulit, larva akan meninggalkan bekas sisa kulit (eksuvia). Eksuvia akan dimakan oleh larva, kecuali eksuvia bagian kepala. Larva instar I. Larva instar I yang baru menetas hidup secara berkelompok di bawah permukaan daun. Larva yang baru menetas berwarna kuning pucat dan akan memakan kulit telur. Setelah itu larva akan memakan daun yang ada di sekitarnya dan warna cairan tubuhnya berubah sesuai dengan daun yang dimakannya. Warna tubuh berubah menjadi ungu kehitaman setelah memakan daun G. pictum dan berubah menjadi kehijauan setelah memakan daun A. gangetica. Larva pada instar ini hanya makan daun dalam jumlah sedikit. Gerakan larva pada instar ini masih lambat. Larva berwarna kuning kehijauan dan sepanjang tubuhnya ditumbuhi rambut-rambut halus berwarna hitam. Kepala larva berwarna hitam dan berbentuk seperti hati (Gambar 7b.1). Rata-rata lama stadia larva instar I dengan pemberian pakan daun G. pictum, daun A. gangetica, dan

pilihan secara berturut-turut adalah 3,53 ± 0,78; 3,60 ± 0,62; dan 2,37 ± 0,49 hari. Lama stadia larva dengan pemberian pakan pilihan lebih singkat dibandingkan pemberian pakan daun G. pictum maupun daun A. gangetica. (a) (b1) (b2) (b3) (b4) (b5) (c) (d1) (d2) Gambar 7 Siklus hidup D. bisaltide, (a) telur; (b) larva (b1) instar I, (b2) instar II, (b3) instar III, (b4) instar IV, (b5) instar V; (c) pupa; dan (d) imago, (d1) betina, (d2) jantan

Gambar 8 Proses kopulasi imago jantan dan imago betina Gambar 9 Imago betina yang sedang meletakkan telur Larva instar II. Pada instar ini larva hidup berkelompok. Larva berwarna hitam dan sepanjang tubuhnya terdapat duri-duri yang ditumbuhi rambut-rambut berwarna hitam. Kepala larva berwarna hitam mengkilap. Larva instar II memiliki perbedaan dengan instar I terutama pada bagian kepala instar II yang terdapat duri bercabang. Pada sisi lateral terdapat terdapat seta dengan soket seta berwarna oranye (Gambar 7b.2). Rata-rata lama stadia larva instar II dengan pemberian pakan daun G. pictum, daun A. gangetica, dan pilihan secara berturut-turut adalah 2,53 ± 0,68; 2,97 ± 0,61; dan 2,27 ± 0,52 hari. Lama stadia larva dengan pemberian pakan pilihan lebih singkat dibandingkan pemberian pakan daun G. pictum maupun daun A. gangetica. Larva instar III. Larva pada instar ini masih hidup berkelompok. Larva berwarna hitam dan sepanjang tubuhnya terdapat duri-duri yang ditumbuhi rambut-rambut berwarna hitam. Kepala larva berwarna hitam mengkilap dengan duri bercabang. Pada bagian dorsal larva mulai terlihat tiga garis berwarna putih. Dari sisi lateral mulai terlihat dua garis putih dan terdapat seta dengan soket seta berwarna oranye (Gambar 7b.3). Rata-rata lama stadia larva instar III dengan pemberian pakan daun G. pictum, daun A. gangetica, dan pilihan secara berturutturut adalah 2,30 ± 0,53; 2,80 ± 0,41; dan 2,37 ± 0,49 hari. Lama stadia larva

dengan pemberian pakan daun G. pictum lebih singkat dibandingkan pemberian pakan daun A. gangetica maupun pakan pilihan. Larva instar IV. Pada stadia ini larva mulai hidup soliter. Larva berwarna hitam dan sepanjang tubuhnya terdapat duri-duri yang ditumbuhi rambut-rambut berwarna hitam. Kepala larva berwarna hitam mengkilap dengan duri bercabang. Pada bagian dorsal larva terdapat tiga garis berwarna putih yang terlihat jelas dan terdapat seta dengan soket seta berwarna biru metalik pada tiap segmen tubuh. Dilihat dari sisi lateral (kiri dan kanan) terdapat dua garis putih sepanjang lateral tubuh dan terdapat seta dengan soket seta berwarna oranye yang paling dekat dengan spirakel (Gambar 7b.4). Rata-rata lama stadia larva instar IV dengan pemberian pakan daun G. pictum, daun A. gangetica, dan pilihan secara berturutturut adalah 2,80 ± 0,85; 3,23 ± 0,50; dan 2,97 ± 0,32 hari. Lama stadia larva dengan pemberian pakan daun G. pictum lebih singkat dibandingkan pemberian pakan daun A. gangetica dan pakan pilihan. Larva instar V. Pada stadia ini larva hidup soliter. Larva berwarna hitam kebiruan dan sepanjang tubuhnya terdapat duri-duri yang ditumbuhi rambutrambut berwarna hitam. Kepala larva berwarna hitam mengkilap dengan duri bercabang. Pada bagian dorsal larva terdapat garis berwarna putih, terdapat seta dengan soket seta berwarna biru metalik pada tiap segmen tubuh. Dilihat dari sisi lateral (kiri dan kanan) mempunyai dua garis putih sepanjang lateral tubuh dan terdapat seta dengan soket berwarna oranye yang paling dekat dengan spirakel (Gambar 7b.5). Rata-rata lama stadia larva instar V dengan pemberian pakan daun G. pictum, daun A. gangetica, dan pilihan secara berturut-turut adalah 5,60 ± 0,77; 6,30 ± 0,65; dan 5,70 ± 0,53 hari. Lama stadia larva dengan pemberian pakan daun G. pictum lebih singkat dibandingkan pemberian pakan daun A. gangetica maupun pakan pilihan. Lama Stadia Larva Rata-rata lama stadia larva dengan pemberian pakan daun G. pictum, daun A. gangetica, dan pilihan secara berturut-turut adalah 16,77 ± 1,61; 18,90 ± 0,92; dan 15,67 ± 0,92 hari. Lama stadia larva dengan pemberian pakan pilihan lebih cepat dibandingkan pemberian pakan daun G. pictum maupun daun A. gangetica.

Stadia Pupa D. bisaltide Pada saat memasuki stadia prapupa, larva berhenti memakan daun. Larva akan mencari ranting, cabang, atau daun sebagai tempat menggantung dan membentuk pupa. Pupa yang baru terbentuk berwarna kemerahan dan lunak. Tidak lama kemudian berubah menjadi coklat muda dengan bintik-bintik berwarna coklat tua dan mengeras. Tipe pupa D. bisaltide adalah obtekta. Pada pupa terdapat tonjolan atau berlekuk tidak rata. Kupu-kupu ini tidak membuat kokon. Pupa menggantung dengan sebuah juluran yang berduri pada ujung posterior tubuh (kremaster) dengan posisi kepala di bawah yang berbentuk capit (Gambar 7c). Rata-rata lama stadia pupa dengan pemberian pakan daun G. pictum, daun A. gangetica, dan pilihan secara berturut-turut adalah 8,23 ± 0,50; 7,93 ± 0,25; dan 8,17 ± 0,38 hari. Lama stadia pupa dengan pemberian pakan daun A. gangetica lebih singkat dibandingkan pemberian pakan daun G. pictum maupun pakan pilihan. Stadia Imago D. bisaltide Imago yang baru keluar dari pupa warnanya akan terlihat pucat, sayapnya pendek, lunak, dan berkerut. Setelah beberapa saat, sayap-sayap akan berkembang dan mengeras, pigmentasi akan terbentuk, dan imago siap melanjutkan perkembangannya. Bagian permukaan bawah sayap jantan dan betina berwarna coklat kekuning-kuningan. Sayap depan berwarna kuning keemasan dan sayap belakang berwarna coklat kehitaman. Bagian bawah sayap lebih gelap dibandingkan bagian atas sayap. Pada bagian tepi sayap belakang terdapat dua titik berwarna hitam. Imago jantan dan betina dapat dibedakan dari bagian bawah sayapnya. Pada bagian bawah sayap imago jantan terdapat bercak putih, sedangkan pada imago betina tidak ada. Antena berbentuk ramping, menjendol pada bagian ujungnya, dan berwarna coklat dengan panjang hanya setengah dari kosta sayap depan. Kepala, toraks, dan abdomen berwarna coklat dan ditumbuhi oleh sisik-sisik halus. Tungkai-tungkai depan sangat menyusut dan tidak dipakai untuk berjalan (Gambar 7d). Kupu-kupu ini aktif pada siang hari. Kopulasi mulai terjadi pada sore hari. Keunikan kupu-kupu ini tidak hanya pada saat kopulasi, tetapi pada proses akan kopulasi pun sangat menarik. Imago akan saling berkejaran ketika hendak

melakukan kopulasi. Pada saat kopulasi, abdomen imago jantan dan betina pada posisi bersatu sampai proses kopulasi selesai (Gambar 8). Lamanya waktu kopulasi dan aktivitas terbang bersama dapat menimbulkan kerusakan pada sayap ujung belakang. Hal ini dapat menjadi tanda bahwa kupu-kupu telah melakukan kopulasi. Sartiami et al. (2009) melaporkan bahwa terjadinya kopulasi sering ditandai dengan rusaknya sayap belakang bagian posterior imago. Setelah kopulasi, imago betina akan meletakkan telur pada tanaman inang. Posisi imago betina pada saat meletakkan telur yaitu dengan melengkungkan ujung abdomen ke permukaan bagian bawah daun sehingga ovipositor menempel pada permukaan bawah daun (Gambar 9). Rata-rata lama stadia imago jantan dengan pemberian pakan daun G. pictum, daun A. gangetica, dan pilihan secara berturut-turut adalah 10,47 ± 7,18; 18,83 ± 8,30; dan 12,15 ± 4,24 hari. Rata-rata lama stadia imago betina dengan pemberian pakan daun G. pictum, daun A. gangetica, dan pilihan secara berturutturut berkisar 12,27 ± 6,35; 18,28 ± 6,06; dan 13,41 ± 7,61 hari. Lama stadia imago jantan dan betina dengan pemberian pakan daun G. pictum lebih singkat dibandingkan pemberian pakan daun A. gangetica maupun pakan pilihan (Tabel 1). Siklus Hidup Imago Betina D. bisaltide Perbandingan imago jantan dan betina pada tiap perlakuan adalah 15:15; 12:18; dan 13:17. Rata-rata siklus hidup imago betina dari larva dengan pemberian pakan daun G. pictum, daun A. gangetica, dan pilihan secara berturutturut adalah 35,83 ± 1,83; 38,11 ± 3,18; dan 35,86 ± 1,35 hari. Penelitian ini menunjukkan bahwa D. bisaltide dengan pemberian pakan daun G. pictum dan pakan pilihan menyelesaikan siklus hidupnya lebih singkat dibandingkan D. bisaltide dengan pemberian pakan daun A. gangetica (Tabel 1).

Masa Reproduksi Imago Betina D. bisaltide Pengamatan masa reproduksi (tabel 2 dan 3) dilakukan terhadap 10 pasang imago dari larva dengan pemberian pakan tanpa pilihan (daun G. pictum, A. gangetica) dan pemberian pakan pilihan. Pengamatan meliputi masa praoviposisi, masa oviposisi, masa pascaoviposisi, jumlah telur yang diletakkan, dan jumlah telur yang menetas (Lampiran 4-6). Praoviposisi Jumlah imago betina yang meletakkan telur dari pemberian pakan daun G. pictum, A. gangetica, dan pilihan secara berturut-turut adalah 6, 9, dan 7 ekor. Rata-rata masa praoviposisi imago betina secara berturut-turut adalah 7,67 ± 2,16; 7,56 ± 3,29; dan 6,86 ± 1,07 hari (Tabel 2). Masa praoviposisi pada imago betina dari larva dengan pemberian pakan pilihan lebih singkat dibandingkan pemberian pakan tanpa pilihan. Oviposisi Rata-rata masa oviposisi imago betina dari larva dengan pemberian pakan daun G. pictum, A. gangetica, dan pilihan secara berturut-turut adalah 5,17 ± 3,06; 6,78 ± 3,80; dan 8,86 ± 6,15 hari (Tabel 2). Masa oviposisi pada imago betina dari pemberian pakan daun G. pictum lebih singkat dibandingkan pemberian pakan daun A. gangetica dan pemberian pakan pilihan. Tabel 2 Rata-rata lama masa praoviposisi, masa oviposisi, dan masa pascaoviposisi D. bisaltide Pemberian pakan daun n (ekor) Masa (hari) Praoviposisi Oviposisi Pascaoviposisi G. pictum 6 7,67 ± 2,16 5,17 ± 3,06 3,00 ± 3,16 A. gangetica 9 7,56 ± 3,29 6,78 ± 3,80 4,33 ± 5,07 G. pictum + A. gangetica 7 6,86 ± 1,07 8,86 ± 6,15 2,43 ± 0,53 Pascaoviposisi Rata-rata masa praoviposisi imago betina dari larva dengan pemberian pakan daun G. pictum, A. gangetica, dan pilihan secara berturut-turut adalah 3,00

± 3,16; 4,33 ± 5,07; dan 2,43 ± 0,53 hari (Tabel 2). Masa praoviposisi pada imago betina dari pemberian pakan pilihan lebih singkat dibandingkan pemberian pakan daun tanpa pilihan. Jumlah Telur yang Diletakkan Rata-rata jumlah telur yang diletakkan oleh imago betina dari larva dengan pemberian pakan tanpa pilihan (daun G. pictum, A. gangetica) secara berturutturut adalah 127,00 ± 121,95 butir dan 53,00 ± 29,58 butir. Rata-rata jumlah telur yang diletakkan lebih tinggi pada perlakuan tanaman pilihan, yaitu sebanyak 48,86 ± 39,94 butir pada G. pictum dan 60,86 ± 67,57 butir pada A. gangetica. Jumlah telur yang diletakkan oleh imago betina dari larva dengan pemberian pakan daun G. pictum lebih tinggi dibandingkan lainnya. Berbeda pada metode pilihan terlihat bahwa preferensi telur yang diletakkan imago betina pada tanaman A. gangetica lebih tinggi dibandingkan pada tanaman G. pictum (Tabel 3). Jumlah Telur yang Menetas Dari 10 pasang imago hanya ada satu imago betina yang telurnya menetas. Jumlah telur yang menetas dari imago betina dengan pemberian pakan daun tanpa pilihan secara berturut-turut adalah 59,5 ± 145,75 butir dan 0,67 ± 2,00 butir. Jumlah telur yang menetas dari imago betina dengan pemberian pakan daun pilihan secara berturut-turut adalah 8,42 ± 22,30 butir (G. pictum) dan 0,29 ± 0,76 butir (A. gangetica). Jumlah telur yang menetas dari larva dengan pemberian pakan daun G. pictum lebih tinggi dibandingkan pemberian pakan lainnya (Tabel 3). Tabel 3 Rata-rata jumlah telur yang diletakkan dan jumlah telur yang menetas Pemberian pakan daun n (ekor) Rata-rata jumlah telur yang diletakkan (butir) n (ekor) Rata-rata jumlah telur yang menetas (butir) G. pictum 6 127,00 ± 121,95 1 59,5 ± 145,75 A. gangetica 9 53,00 ± 29,58 1 0,67 ± 2,00 G. pictum 48,86 ± 39,94 (G. pictum) 8,42 ± 22,30 (G. pictum) + 7 1 60,86 ± 67,57 (A. gangetica) 0,29 ± 0,76 (A. gangetica) A. gangetica

Preferensi Makan D. bisaltide Pada tabel 4 menunjukkan rata-rata luas daun yang dikonsumsi oleh larva instar I pada daun G. pictum dan daun A. gangetica secara berturut-turut adalah 1,99 ± 0,71 cm² dan 1,37 ± 0,67 cm². Pada stadia ini luas daun G. pictum yang dikonsumsi lebih tinggi dibandingkan luas daun A. gangetica. Pada stadia larva instar II, larva lebih banyak mengkonsumsi daun A. gangetica dibandingkan daun G. pictum. Luas daun yang dikonsumsi yaitu 4,98 ± 2,86 cm² pada daun A. gangetica dan 3,42 ± 2,54 cm² pada daun G. pictum. Konsumsi daun pada larva instar III lebih tinggi pada daun A. gangetica sebesar 20,50 ± 9,86 cm² dibandingkan pada daun G. pictum sebesar 14,68 ± 16,50 cm². Luas daun yang dikonsumsi oleh larva instar IV pada daun G. pictum dan daun A. gangetica secara berturut-turut adalah 39,79 ± 15,14 cm² dan 94,47 ± 29,98 cm². Larva instar V lebih banyak mengkonsumsi daun A. gangetica dibandingkan daun G. pictum yang secara berturut-turut adalah 429,08 ± 50,49 cm² dan 254,82 ± 57,37 cm². Pada stadia perkembangan larva, konsumsi larva D. bisaltide pada daun A. gangetica lebih tinggi dibandingkan daun G. pictum. Rata-rata luas daun yang dikonsumsi yaitu 550,38 ± 93,86 cm² pada daun A. gangetica dan 314,70 ± 92,27 cm² pada daun G. pictum (Lampiran 7-8). Secara keseluruhan luas daun yang dikonsumsi oleh larva instar I sampai instar V menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Tabel 4 Rata-rata kemampuan makan D. bisaltide dengan metode tanpa pilihan Luas daun yang dimakan (cm²) ± Sd Instar P* G. pictum A. gangetica I 1,99 ± 0,71 1,37 ± 0,67 0,0004 II 3,42 ± 2,54 4,98 ± 2,86 0,0148 III 14,68 ± 16,50 20,50 ± 9,86 0,0521 IV 39,79 ± 15,14 94,47 ± 29,98 P < 0,0001 V 254,82 ± 57,37 429,08 ± 50,49 P < 0,0001 Total 314,70 ± 92,27 550,38 ± 93,86 P < 0,0001 * P > 0,05 menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata

Pada tabel 5 menunjukkan larva instar I mengkonsumsi daun G. pictum dan daun A. gangetica secara berturut-turut adalah 0,35 ± 0,39 cm² dan 0,45 ± 0,53 cm². Pada stadia ini larva lebih menyukai daun A. gangetica dibandingkan daun G. pictum. Luas daun yang dikonsumsi larva instar II pada daun A. gangetica yaitu 3,25 ± 3,27 cm² dibandingkan konsumsi daun G. pictum yaitu 1,58 ± 2,06 cm². Pada stadia larva instar III, larva lebih menyukai daun A. gangetica yakni 7,23 ± 4,35 cm² dibandingkan daun G. pictum yakni 5,18 ± 4,35 cm². Larva instar IV mengkonsumsi daun G. pictum dan daun A. gangetica secara berturut-turut yaitu 24,61 ± 16,41 cm² dan 39,01 ± 17,83 cm². Daun A. gangetica seluas 196,24 ± 43,08 cm² yang dikonsumsi oleh larva instar V lebih tinggi dibandingkan daun G. pictum seluas 182,70 ± 46,63 cm². Pada stadia perkembangan larva, daun A. gangetica yang dikonsumsi oleh larva D. bisaltide lebih tinggi dibandingkan daun G. pictum yang dikonsumsi (Lampiran 9). Rata-rata luas daun yang dikonsumsi yaitu 246,38 ± 69,07 cm² pada daun A. gangetica dan 214,40 ± 69,85 cm² pada daun G. pictum. Secara keseluruhan, larva instar I sampai instar V lebih menyukai daun A. gangetica dibandingkan daun G. pictum dan menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Tabel 5 Rata-rata kemampuan makan D. bisaltide dengan metode pilihan Luas daun yang dimakan (cm²) ± Sd Instar P* G. pictum A. gangetica I 0,35 ± 0,39 0,45 ± 0,53 0.2431 II 1,58 ± 2,06 3,45 ± 3,27 0.0121 III 5,18 ± 4,35 7,23 ± 4,35 0.0710 IV 24,61 ± 16,41 39,01 ± 17,83 0.0054 V 182,70 ± 46,63 196,24 ± 43,08 0.1090 Total 214,40 ± 69,85 246,38 ± 69,07 0.0065 * P > 0,05 menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata

Pembahasan Umum Lama stadia larva dengan pemberian pakan pilihan lebih cepat dibandingkan larva dengan pemberian pakan tanpa pilihan. Lama stadia pupa dari larva dengan pemberian pakan daun A. gangetica lebih singkat dibandingkan dengan daun G. pictum maupun pilihan. Lama stadia imago jantan dan betina lebih singkat dari larva dengan pemberian pakan daun G. pictum dibandingkan dengan pemberian pakan daun lainnya. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa D. bisaltide dapat menyelesaikan siklus hidupnya lebih singkat pada pemberian pakan daun G. pictum dan pakan pilihan, namun pada pemberian pakan daun A. gangetica membutuhkan waktu yang lebih lama dalam menyelesaikan siklus hidupnya. Dapat disimpulkan bahwa suatu serangga akan menyelesaikan siklus hidupnya lebih singkat apabila terdapat kesesuaian dengan inangnya. Berdasarkan penelitian Sartiami et al. (2010), siklus hidup D. bisaltide pada pemberian pakan daun G. pictum yaitu 35 hari, sedangkan pada pemberian pakan daun Pseuderanthemum reticulatum yaitu 40 hari. Pada metode pilihan, siklus hidup D. bisaltide yaitu 30 hari. Pada kedua penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemberian pakan daun A. gangetica dan P. reticulatum kurang sesuai untuk D. bisaltide karena dalam menyelesaikan siklus hidupnya memerlukan waktu yang lebih lama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa preferensi peletakan telur oleh imago betina D. bisaltide lebih tinggi pada tanaman G. pictum. Pada umumnya telur diletakkan pada daun-daun yang muda (pucuk). Rata-rata masa praoviposisi dan pascaoviposisi imago betina D. bisaltide dari pemberian pakan pilihan lebih singkat dibandingkan dengan pemberian pakan tanpa pilihan. Rata-rata masa oviposisi D. bisaltide dari pemberian pakan daun G. pictum lebih singkat dibandingkan dari pemberian pakan daun A. gangetica dan pakan pilihan. Ratarata jumlah telur yang diletakkan dan jumlah telur yang menetas lebih tinggi pada perlakuan tanaman G. pictum. Pada masing-masing perlakuan hanya ada satu imago betina yang telurnya dapat menetas. Telur yang tidak menetas berwarna agak pucat dan mengkerut. Hal ini dimungkinkan belum terjadinya kopulasi antara imago betina dan imago jantan sehingga telur yang diletakkan belum dibuahi dan akhirnya tidak membentuk larva.

Lestari et al. (2009) melaporkan bahwa larva D. bisaltide memilih daun muda sebagai tempat untuk meletakkan telur dan aksesi dengan daun yang lebar memiliki peluang lebih besar untuk preferensi peletakan telur oleh imago. Perbedaan tingkah laku dalam meletakkan telur pada bagian tanaman yang berbeda dapat dipengaruhi oleh ukuran dari bagian tanaman yang meliputi jumlah, ukuran, ketebalan dari trikoma, dan substansi volatil pada tanaman (Dillon dan Sharma 2003). Menurut Chew (1977), preferensi oviposisi cenderung menggambarkan kesesuaian tanaman untuk pertumbuhan larva, tetapi imago betina tidak selalu teliti dalam kesesuaian dari spesies tanaman untuk pertumbuhan larva. Hal ini menyatakan bahwa ketidaksesuaian antara perilaku oviposisi betina dan syarat pertumbuhan larva berkaitan dengan faktor sejarah, habitat yang heterogen, dan ketersediaan pendukung kemampuan pencarian makan oleh larva. Pada metode tanpa pilihan, jumlah daun A. gangetica yang dikonsumsi larva D. bisaltide lebih tinggi dibandingkan daun G. pictum. Pada metode pilihan, larva D. bisaltide lebih menyukai daun A. gangetica dibandingkan daun G. pictum. Pada pengujian preferensi makan dengan pemberian pakan baik metode tanpa pilihan dan metode pilihan, daun A. gangetica lebih banyak dikonsumsi dibandingkan daun G. pictum meskipun daun G. pictum merupakan inang utama dari D. bisaltide. Nilai keragaman yang tinggi pada pengujian preferensi makan disebabkan setiap individu larva memiliki kemampuan makan dan preferensi makan yang berbeda-beda. Hal ini diduga kandungan nutrisi daun A. gangetica lebih rendah sehingga larva D. bisaltide harus mengkonsumsi daun A. gangetica lebih banyak untuk mencukupi kebutuhan nutrisinya. Berbeda dengan hasil penelitian Sartiami et al. (2010) yang menunjukkan bahwa kemampuan makan D. bisaltide pada daun G. pictum lebih tinggi dibandingkan daun P. reticulatum, baik pada metode tanpa pilihan maupun pilihan. Berdasarkan siklus hidup D. bisaltide yang kurang sesuai dan kemampuan makan yang lebih tinggi pada pemberian pakan daun A. gangetica dapat disimpulkan bahwa tanaman A. gangetica bisa menjadi tanaman alternatif apabila tanaman G. pictum tidak terdapat di lapangan. Oleh karena itu, untuk mengurangi populasi dari hama D. bisaltide yaitu dengan membersihkan tanaman A. gangetica

yang berfungsi sebagai inang alternatif dan digunakan sebagai tempat bersembunyi di sekitar tanaman G. pictum (yang biasanya digunakan larva instar terakhir untuk membentuk pupa).