66 Setelah itu, dengan menggunakan faktor strategis internal dan eksternal, sebagaimana telah dijabarkan dalam tabel IFAS dan EFAS, kemudian akan dibuat sebuah matrik SWOT yang akan menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman yang dihadapi oleh perusahaan sehingga dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Berdasarkan matriks SWOT tersebut, kemudian dapat disusun empat set kemungkinan alternative strategis, yakni: SO, WO, ST, WT. Setelah alternatif strategi pada matrik SWOT dapat ditentukan dan disusun, kemudian langkah selanjutnya adalah untuk menentukan posisi perusahaan dalam persaingan bisnis. Dengan diketahuinya posisi perusahaan dalam persaingan bisnis maka kita dapat mengetahui kondisi persaingan yang dihadapi oleh perusahaan saat ini, serta dapat ditentukannya strategi yang paling sesuai dengan tepat untuk diterapkan oleh perusahaan dalam menghadapi persaingan bisnis. Posisi perusahaan akan ditentukan dengan menggunakan diagram analisis SWOT (lihat gambar 4.5), dengan menentukan koordinat titik X dan Y pada diagram tersebut yang mana perhitungannya akan menggunakan nilai yang dihasilkan dari IFAS dan EFAS (lihat tabel 4.1 dan 4.2). Berikut ini adalah diagram analisis SWOT Wisma Duta Harapan: Koordinat titik X (IFAS): Total Kekuatan = 2.90 Total Kelemahan = - (0.48) Letak titik X = 2.90 0.48 = 2.42
67 Koordinat titik Y (EFAS): Total Peluang = 1.91 Total Ancaman = - (1.14) Letak titik Y = 1.91 1.14 = 0.77 Jadi, posisi perusahaan terletak pada titik (2.42, 0.77) Diagram Analisis SWOT Gambar 4.5 Diagram Analisis SWOT 4.3.3.2 Hasil analisa SWOT Wisma Duta Harapan Book: (Rangkuti, analisa swot Bisnis) Berdasarkan analisis faktor strategi internal dan eksternal, seperti yang terlihat pada diagram analaisis SWOT, diketahui bahwa Wisma Duta Harapan berada pada posisi kuadran 1, yakni peluang yang dimiliki perusahaan pada saat ini sangat banyak dan perusahaan pun telah disokong dengan kekuatan dari segi internal.
68 Sehingga perusahaan harus menerapkan strategi agresif dimana perusahaan tetap mempertahakan kekuatan yang mereka miliki, sekaligus menggunakan kekuatankekuatan tersebut untuk menggapai peluang yang muncul didepannya. (Book: (Strategic Management and Business Policy)) Total Kekuatan = 2.90 Total Kelemahan = 0.48 Letak titik X = 2.90 + 0.48 = 3.38 Artinya: kelemahan dan kekuatan wisma duta harapan berada diatas rata-rata industri. (rata-rata industri berdasarkan buku = 3) Total Peluang = 1.91 Total Ancaman = 0.79 Letak titik Y = 1.91 + 1.14 = 3.05 Artinya: kondisi Perusahaan wisma duta harapan berada sedikit diatas rata industri penginapan sejenis. 4.3.4 Strategi Wisma Duta Harapan 4.3.4.1 Deliberate & emergent Strategy Menurut Mintzberg, secara umum strategi dapat diartikan sebagai sesuatu hal yang direncanakan seorang pemimpin untuk dilakukan di masa yang akan datang sebagai salah satu alat untuk mencapai tujuan jangka panjang yang telah direncanakan. Namun secara lebih spesifik lagi, strategi dapat dibagi menjadi dua, yaitu strategi deliberate (strategi yang sudah direncanakan) dan strategi emergent (strategi yang muncul dalam perjalanan perusahaan dan ada pengaruh dari lingkungan luar). Dalam perjalan Wisma Duta Harapan mulai dari awal berdiri, sampai dengan tahun 2007 mengalami fase-fase strategi seperti yang dijelaskan
69 diatas dimana pada saat awal perjalanan usaha, segala sesuatunya berjalan seperti yang direncanakan, namun ketika situasi dan kondisi persaingan meningkat, Wisma Duta Harapan dituntut untuk mengadopsi perubahan sebagai dampak dari perubahan lingkungan luar. Gambar dibawah ini akan memberikan paparan mengenai pola strategi yang diterapkan Wisma Duta Harapan, dimana pada awalnya yang lebih condong ke arah strategi deliberate hingga pada awal tahun 2000an, tepatnya tahun 2004, mulai merubah haluan menjadi lebih condong ke kepada strategi emergent. Gambar 4.6 Penerapan Strategi Deliberate dan Emergent pada Wisma Duta Harapan Pada dasarnya strategi deliberate dan disuatu perusahaan tidak dapat berdiri masing secara satu persatu, namun hanya tingkat pengarugnya yang berbeda, dalam kasus Wisma Duta Harapan dari awal berdirinya pengaruh dari pada strategi Deliberate lebih kuat, dimana segala sesuatu berjalan sesuai dengan yang direncanakan oleh Bapak sanjaya secara bertahap, dapat dilihat dari tingkat penghunian yang stabil (gambar 4.2) dari awal berdirinya sampai dengan awal tahun
70 2000an, menggambarkan adanya kesesuaian rencana dengan dengan hasil yang dicapai. Namun pada tahun 2004 terjadi penurunan tingkat penghunian yang sangat drastis yang diakibatkan faktor kompetisi yang sangat kuat diantara penginapan sejenis yang beberapa namanya telah disebutkan diatas. Hal ini kemudian menuntut Wisma Duta Harapan untuk melihat secara jelih peluang yang ada dan sedang berkembang di luar, hal yang paling jelas terlihat dalam hal ini adalah perkembangan industri pada sektor telko dan konstruksi yang meningkat dengan sangat pesat. Gambar 4.7 Pertumbuhan Industri di Sumut pada beberapa sector ( BPS, 2007 ) Dari gambar diatas dapat dilihat pertumbuhan beberapa sektor, seperti perhotelan, konstruksi, telekomunikasi, mengalami pertumbuhan lebih dari dua kali
71 lipat hanya dalam jangka waktu lima tahun, yakni dari tahun 2001-2006. Pertumbuhan pada industri perhotelan yang begitu pesat, memberikan sinyalir bahwa persaingan yang sangat sengit diantara industri sejenis memang terjadi secara nyata pada awal tahun 2000-an dan juga sejalan dengan data Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia, yang menyebutkan bahwa industri penginapan di kota medan masih kekurangan jumlah kamar sebanyak 2000 kamar dari total 6000 kamar yang sudah ada pada tahun 2006. Sedangkan pertumbuhan pada sektor telko dan konstruksi merupakan sebuah peluang yang dilihat oleh manajemen Wisma Duta Harapan, dengan cara mengubah fokus mereka terhadap tamu yang berlatar belakang sebagai pekerja dari industri telekomunikasi dan konstruksi. Dari akhir tahun 2004, Wisma Duta harapan, secara gencar memberikan penawaran kepada beberapa perusahaan telko dan konstruksi, dan berhasil mendapat kontrak kerja sama untuk jangka waktu tertentu. Berdasarkan hasil wawancara singkat dengan resepsionis Wisma Duta Harapan, didapatkan bahwa setelah tahun 2004, rata-rata 80% penghuni Wisma Duta Harapan adalah tamu dari perusahaan-perusahaan telko dan konstruksi yang tinggal dalam jangka waktu tertentu untuk tujian pekerjaan maupun proyek di kota Medan (tamu longstay). Hal ini memberikan dampak positif terhadap Wisma Duta Harapan, dimana setelah merubah fokus pelanggan mereka, tingkat penghunian Wisma Duta Harapan meningkat drastis dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2007; masing-masing 65,8%, 78,1%, sampai dengan 88,3% (gambar 4.2). Hal ini dapat terjadi karena Manajemen Wisma Duta Harapan dengan jelih dapat mengkonversi perubahan pada kondisi sekitar menjadi strategi yang tepat. Apabila dilihat dari pola strategi yang diambil, maka strategi ini lebih mengacu kepada
72 turunan dari strategi emergent, yaitu consensus dan imposed dimana keputusan ini merupakan keputusan bersama yang diambil oleh pihak manajemen Wisma Duta Harapan sebagai dampak dari penurunan tingkat penghunian yang turun dengan drastis, dan juga keputusan ini merupakan adopsi dari dampak perubahan yang terjadi dari lingkungan luar Wisma Duta Harapan. 4.3.4.2 The Breakout Strategy Berdasarkan wawancara terhadap pemilik Wisma Duta Harapan dan juga data yang telah dipaparkan diatas, maka berdasarkan penggolongan ke dalam breakout strategy, terdapat kesamaan antara kondisi dan situasi yang dihadapi oleh Wisma Duta Harapan dengan kuadran Laggard to Leader. Laggard to leader dalam hal ini menjelaskan dimana Wisma Duta Harapan merupakan suatu perusahaan yang sudah berdiri lama, yakni dari tahun 1985, namun dalam perjalanannya lebih dari 15 tahun mengalami suatu masalah yakni persaingan yang sangat sengit, sehingga menyebabkan Wisma Duta Harapan harus keluar dari posisi nyamannya dan menemukan strategi yang baru.