BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adanya senyawa radikal bebas (Dowsett, 2008). Berdasarkan data Globocan

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker payudara merupakan tumor ganas yang tumbuh dalam jaringan payudara. Kanker bisa tumbuh di dalam kelenjar susu, saluran susu, jaringan lemak maupun jaringan ikat pada payudara, Pertumbuhan sel yang abnormal ini disebabkan oleh gangguan fungsi kontrol sel yang dipicu faktor risiko seperti adanya senyawa radikal bebas (Dowsett, 2008). Berdasarkan data Globocan (2012), jenis kanker tertinggi pada perempuan di dunia adalah kanker payudara dengan persentase kasus baru sebesar 43,3% dan penyebab kematian tertinggi pada perempuan yaitu sebesar 12,9%. Kanker payudara di Indonesia menduduki peringkat pertama penyebab kematian pada wanita setelah kanker serviks. Data dari riset kesehatan dasar Riskesda (2013), prevalensi kanker payudara di Indonesia yaitu sebesar 1,4 per mil (Balitbang Kemenkes RI, 2013). Berbagai upaya dilakukan untuk mengobati kanker, antara lain dengan pembedahan, kemoterapi, radioterapi, terapi dengan hormon atau dengan terapi antibodi monoklonal. Pengobatan kanker dengan doksorubisin merupakan salah satu agen kemoterapi yang paling banyak digunakan (Smith et al., 2006). Namun pengobatan dengan agen sitotoksik doxorubisin, cenderung memicu efek samping toksik pada jaringan normal serta resistensi sel kanker (Xu et al., 2014). Efek samping yang ditimbulkan mengakibatkan pengobatan tidak efektif. Usaha untuk menghindari efek samping dari berbagai cara pengobatan yang telah ada maka 1

2 2 dilakukan pengembangan alternatif pengobatan kanker dengan eksplorasi tanaman obat. Salah satu tanaman obat yang memiliki aktivitas sebagai antikanker adalah daun selasih (Ocimum basilicum L.). Menurut penelitian yang dilakukan Qomar et al (2010), selasih mengandung senyawa aktif asam ursolat yang terbukti memiliki efek kemopreventif pada sel kanker MCF7 dengan menghambat proliferasi sel pada fase M. Shishodia et al (2003) melaporkan bahwa asam ursolat diketahui memiliki aktivitas antikanker dengan menghambat peristiwa karsinogenesis, promosi kanker, induksi diferensiasi sel kanker dan angiogenesis. Aktivitas tersebut diperantarai oleh kemampuan asam ursolat menghambat aktivitas salah satu faktor transkripsi yaitu nuclear factor kappab (NF-kB). NF-kB merupakan protein yang mampu meregulasi ekspresi gen yang berperan dalam proses perkembangan dan pembentukan kanker, gen apoptosis, gen yang mengatur adhesi molekul, serta gen yang berperan dalam pengaturan siklus sel. Aktivitas NF-kB mempunyai potensi terapetik antikanker (burrow et al., 2000) Senyawa lain yang terkandung dalam daun selasih adalah flavonoid, saponin dan tannin (Depkes RI, 2001). Flavonoid pada ekstrak etanol herba ciplukan diketahui mampu menghambat ekspresi Bcl-2 yang terlalu tinggi (Fitria et al, 2011). Bcl-2 adalah suatu protein yang memiliki peran penting pada regulasi apoptosis (Simtein et al., 2003). Apabila overekspresi Bcl-2 dihambat, maka proses apoptosis dapat terjadi. Flavonoid pada ekstrak metanolik daun kenikir memiliki efek sitotoksik terhadap sel kanker payudara T47D melalui mekanisme apoptosis dengan IC 50 sebesar 344,91 µg/ml (Pebrian et al., 2008). Sel T47D

3 3 memiliki kemampuan replikasi yang tidak terbatas, homogenitas yang tinggi serta mudah diganti dengan frozen stock jika terjadi kontaminasi (Burdal et al., 2003). Penelitian ini akan mengkaji aktivitas sitotoksik dan ekspresi Bcl-2 ekstrak etanol daun selasih pada sel kanker payudara T47D. Uji aktivitas sitotoksik dilakukan dengan MTT assay sedangkan pengamatan ekspresi Bcl-2 dilakukan melalui uji imunositokimia. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan, maka perumusan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Apakah ekstrak etanolik daun selasih mempunyai efek sitotoksik terhadap sel kanker payudara T47D? 2. Apakah ekstrak etanolik daun selasih mempengaruhi ekspresi protein Bcl-2 pada sel kanker payudara T47D? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Membuktikan aktivitas sitotoksik ekstrak etanolik daun selasih terhadap sel kanker payudara T47D 2. Membuktikan pengaruh ekstrak etanolik daun selasih terhadap ekspresi protein Bcl-2 pada sel kanker payudara T47D.

4 4 D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yakni : 1. Sebagai data pengembangan agen kemopreventif ekstrak etanolik daun selasih. 2. Menambah bukti ilmiah mengenai aktivitas sitotoksik ekstrak daun selasih dalam pengobatan kanker payudara yang dapat dipublikasikan di jurnal ilmiah. E. Tinjauan Pustaka 1. Kanker Payudara Kanker merupakan suatu jenis penyakit yang terjadi karena kondisi sel tubuh kehilangan kontrol dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang cepat dan tidak terkendali. Sel kanker kehilangan regulator yang mengatur proliferasi dan homeostatis karena adanya perubahan dinamis pada genom yaitu terjadinya mutasi yang menghasilkan onkogen dengan peran yang dominan dan tumor suppresor gen menjadi kehilangan peranannya. Proses selanjutnya menyebabkan sel mampu menginvasi jaringan sekitarnya serta menyebar (metastasis) ke bagian tubuh yang lain (Hanahan and Weinberg, 2000). Kanker terjadi karena adanya kerusakan gen yang mengatur pertumbuhan dan diferensiasi sel. Gen yang mengatur disebut protooncogen dan tumor suppressor genus. Akibatnya sel kanker akan terus berproliferasi. Kemampuan berproliferasi sel kanker juga diakibatkan oleh adanya enzim telomerase yang mampu menjaga integritas kromosom, sehingga membuat sel

5 5 ini menjadi immortal. Sel kanker mampu menghindar dari program bunuh diri sel (apoptosis) (Hanahan and Weinberg, 2000). Kanker payudara adalah keganasan pada payudara yang berasal dari sel kelenjar, saluran kelenjar, serta jaringan penunjang payudara, namun tidak termasuk kulit payudara. Faktor hormonal berperan dalam perkembangan kanker payudara. Hormon yang berperan dalam timbulnya kanker payudara adalah hormon estrogen, terutama 17β-estradiol (Foster et al., 2001). Estradiol dan atau progresteron dalam daur normal menstruasi meningkatkan resiko kanker payudara. Hal ini terjadi pada kanker payudara yang memiliki reseptor estrogen, dimana memang 50 % kasus kanker payudara merupakan kanker yang tergantung estrogen (Gibbs, 2000). Sebagian kasus kanker payudara terjadi karena adanya mutasi genetik BRCA1 dan BRCA2 (Garcia et al., 2009). Mutasi pada gen BRCA1 (Breast cancer Gene 1) merupakan gen yang ada pada kromosom nomer 17, sedangkan BRCA2 terdapat pada kromosom nomer 13. Kedua gen tersebut yang memiliki peranan penting dalam ekspresi protein yang dibutuhkan untuk mengoreksi kesalahan pada tahap sintesis DNA di siklus sel. Apabila gen ini mengalami mutasi maka tidak akan ada protein yang mengendalikan sintesis DNA yang mengakibatkan poliferasi sel. Begitu pula pada protein p53 yang berperan dalam apoptosis, jika terjadi mutasi maka akan menyebabkan tumor atau kanker (King, 2000).

6 6 2. Sel T47D Sel T47D (Gambar 1) merupakan continous cell line yang diisolasi dari jaringan tumor duktal payudara seorang wanita berusia 54 tahun. Continous cell line sering dipakai dalam penelitian kanker secara in vitro karena mudah penanganannya, memiliki kemampuan replikasi yang tidak terbatas, homogenitas yang tinggi serta mudah diganti dengan frozen stock jika terjadi kontaminasi (Burdall et al., 2003). Gambar 1. Morfologi Sel Kanker Payudara T47D (Paramita et al., 2014) Sel T47D memiliki morfologi seperti sel epitel. Sel ini dikulturkan dalam media DMEM + 10% FBS + 2 mm L-Glutamin, diinkubasi dalam CO 2 inkubator 5% dan suhu 37 0 C. Sel kanker payudara T47D mengekspresikan protein p53 yang termutasi (Abcam, 2007). Misssence mutation terjadi pada residu 194 (dalam zinc-binding domain, L2), sehingga p53 tidak dapat berikatan dengan response element pada DNA. Hal ini mengakibatkan berkurang bahkan hilangnya kemampuan p53 untuk regulasi cell cycle. Sel T47D merupakan sel kanker payudara ER/PR-positif (Schafer et al., 2000). Induksi estrogen eksogen mengakibatkan peningkatan proliferasinya (Verma et al., 1998). Sel T47D merupakan sel yang sensitif terhadap doksorubisin (Zampieri et al., 2002).

7 7 3. Apoptosis Proses kematian sel dapat terjadi melalui dua jalur, yaitu kematian sel yang tidak terprogram (nekrosis) dan kematian yang terprogram (apoptosis). Apoptosis merupakan mekanisme fisiologi pengurangan sel yang bertujuan untuk perbaikan jaringan dan pelepasan sel yang rusak, yang dapat membahayakan tubuh (King, 2000). Proses apoptosis ditandai dengan pemadatan dan pemisahan kromatin inti, pengkerutan sel, membrane blebbing, dan fragmentasi sel untuk menghasilkan badan apoptosis yang kemudian difagositosis oleh makrofag dan didegradasi dalam lisosom (Simstein et al., 2003). Jalur apoptosis dapat terjadi melalui dua jalur utama yaitu jalur ekstrinsik dan intrinsik. Jalur ekstrinsik melibatkan aktivasi reseptor kematian, Fas dan reseptor TNF, sedangkan jalur intrinsik melalui aktivasi beberapa procaspase dan pelepasan faktor apoptogenik dari mitokondria ke dalam sitoplasma (Zhang et al., 2004). Jalur ekstrinsik melibatkan penempelan suatu ligan (TNF, FasL) pada reseptor kematian (death receptor) transmembran yaitu Fas dan tumor necrosis factor receptor (TNFR-1) akan menginduksi terjadinya apoptosis melalui jalur ekstrinsik. Pengikatan ligan oleh reseptornya misal FasL oleh Fas akan menyebabkan trimerisasi dari reseptor Fas. Fas akan mengikat suatu protein adaptor yaitu FADD (Fas Assosiating protein with death domain) pada death domain yang terletak pada sisi sitoplasmik dari reseptor. Kompleks ini disebut sebagai Death Inducing Signaling Complex (DISC) yang akan menyebabkan aktivasi caspase-8. Caspase 8 akan mengaktifkan

8 8 caspase 3, 6 dan 7 yang merupakan caspase efektor atau eksekutor apoptosis. Caspase efektor ini secara langsung mendegradasi berbagai substrat dalam sel termasuk substrat struktural, protein regulator dalam inti sel, sitoplasma dan sitoskeleton (Singh, 2007). Aktivasi caspase-8 oleh Fas juga dapat memacu aktivasi Bid menjadi bentuk aktifnya yaitu t-bid (truncated Bid), kemudian t- Bid akan menginduksi pembentukan pori pada membran luar mitokondria dan menyebabkan perubahan konformasi Bax. Protein Bax akan terlokalisasi pada membran luar mitokondria dan akan memacu pelepasan sitokrom c dari mitokondria (Singh, 2007). Jalur intrinsik dipacu oleh adanya stres seluler yang biasanya disebabkan oleh kerusakan DNA, radiasi UV, hipoksia, heat shock atau aplikasi obat sitotoksik. Ketika terjadi stres seluler, level p53 akan meningkat secara signifikan. Protein p53 merupakan faktor transkripsi yang mampu memacu ekspresi protein proapoptosis seperti Bax, IGF-BP3, DR5/KILLER, Fas/Apo-1, PIGs, PAG608, PERP, Noxa, PIDD, DRAL, Apaf1, Scotin dan p53 AIP1 (Slee et al., 2004). Protein p53 memiliki 3 domain fungsional, yaitu transactivatingdomain, sequence-specific zinc-binding domain, dan tetradimerizationdomain. Loop L2 danl3 (residu dan ) yang terdapat pada zinc-binding domain, berperan penting dalam pengikatan pada DNA dan stabilisasi protein (Schafer et al., 2000). Mekanisme yang memperantarai apoptosis akibat adanya protein proapoptosis tergantung pada jenis proteinnya. Protein Bax, PUMA, Noxa dan p53aip1 memacu apoptosis dengan cara bertranslokasi dari sitoplasma ke

9 9 dalam mitokondria, mempengaruhi potensial membran mitokondria sehingga mitokondria akan mengeluarkan sitokrom c, Smac/Diablo, Apaf-1 dan AIF. Sitokrom c akan membentuk membentuk kompleks dengan ATP dan Apaf-1, kemudian mengaktifasi Caspase- 9 (inisiator Caspase). Caspase-9 yang aktif akan berikatan dengan kompleks sitokrom-c, ATP, Apaf-1 membentuk apoptosome, yang akan mengaktifasi Caspase-3 (efektor apoptosis). Protein PIGs merupakan enzim yang meregulasi sistem redoks. Oksigen reaktif yang dihasilkan oleh PIGs dapat menyebabkan kerusakan mitokondria, menyebabkan mitikondria mengeluarkan sitokrom c sehingga akan menginduksi terjadinya apoptosis (Herr and Debatin, 2001). Adanya mutasi pada protein yang terlibat dalam apoptosis (misalnya mutasi protein p53) akan mempengaruhi perkembangan kanker payudara. Deregulasi apoptosis meningkatkan ketahanan hidup sel dan perkembangan resistensi sel kanker payudara terhadap obat (Kumar, 2000). 4. Bcl-2 (B-cell lymphoma-2) Protein Bcl-2 merupakan protein yang memainkan peranan penting pada regulasi apoptosis, atau kematian sel terprogram (Petros et al., 2010). a. Golongan Bcl-2 Bcl-2 dibagi menjadi tiga kelompok, antiapoptosis, pro-apoptosis anggota keluarga BAX/BAK dan pro-apoptosis protein BH3 (Youle and Stasser, 2008).

10 10 b. Mekanisme aksi Bcl-2 Protein Bcl-2 merupakan antiapoptotik yang kuat dan ekspresi protein Bcl-2 yang berlebihan meningkatkan ketahanan hidup sel (Marleen et al., 2008). Pada sel kanker, mutasi dari gen Bcl-2 dapat menyebabkan peningkatan ekspresi yang dapat menekan fungsi normal dari protein proapoptosis. Jika terjadi pada protein tersebut, maka dapat menyebabkan penurunan regulasi, sehingga sel kehilangan kemampuan untuk regulasi apoptosis yang dapat memicu terjadinya kanker (Lumongga, 2008). Apabila overekspresi Bcl-2 dihambat, maka proses apoptosis dapat terjadi. Faktor transkripsi dari Bcl-2 adalah NF-kB dari downstream P13K/Akt. Terhambatnya ekspresi Bcl-2 ini selanjutnya akan menginduksi pelepasan sitokrom c oleh mitokondria kemudian menginduksi jalur caspase (Liang et al., 2001). 5. Daun Selasih Selasih merupakan tanaman yang memiliki hubungan erat dengan tumbuhan kemangi. Selasih secara empiris telah digunakan oleh masyarakat untuk mengobati berbagai penyakit. Selasih mempunyai berbagai nama daerah yang berbeda-beda diantaranya: telasih (jawa), amping (minahasa), selaseh (melayu), basil atau sweet basil (inggris). Kata basil tersebut berasal dari bahasa yunani kuno, yaitu basileus yang berarti raja (Wijayakusuma, 1996).

11 11 a. Klasifikasi Tanaman Kerajaan Divisi Sub divisi Kelas Bangsa Suku Marga : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledone : Solanales : Lamiaciae (Labiatae) : Ocimum Jenis : Ocimum basilicum L (Depkes RI, 2001) b. Deskripsi Tanaman Selasih (Gambar 2) merupakan tanaman rumput berupa terna yang tingginya dapat mencapai 1 meter. Tanaman famili Labiatae ini banyak terdapat di tepian jalan, sawah, tegalan atau hutan sampai ketinggian 500 m dpl. Kadang-kadang dapat pula dijumpai pada daerah rendah hingga ketinggian m dpl (Depkes RI, 2001). Selasih merupakan herba tegak, sangat harum, tinggi 0,6-1,6 m. Batang selasih berkayu, bulat, bercabang, berwarna ungu. Daun tunggal berhadapan, bertangkai, panjang 1-5 cm, lebar 6-30 mm, bulat telur, ujung dan pangkal agak meruncing, permukaan daun agak halus dan berbulu, tulang daun menyirip, tepi bergerigi, panjangnya 3,5-7,5 cm, lebar 1,5-2,5 cm, warna hijau tua. Bunga selasih majemuk, berwarna putih atau lembayung, bentuk

12 12 malai, daun pelindung berbentuk elips, 5-10 mm, hijau, kelopak bentuk ginjal, berambut, kelopak tambahan berbentuk tabung, rambut lebat bertajuk empat ±5 mm, benang sari empat, putih, kepala sari kuning kecoklatan, putik bercabang dua, ungu, kepala putik putih, mahkota berbibir dua, putih. Biji keras, cokelat tua, bila dimasukkan dalam air akan mengembang. Akar tunggang, putih kotor (Depkes RI, 2001). Gambar 2. Tanaman selasih (Ocimum basilicum L.)( Dokumen pribadi) c. Kandungan Kimia Daun Selasih Senyawa aktif daun selasih adalah minyak atsiri, saponin, flavonoid dan tannin (Depkes RI, 2001). Tanaman ini juga mengandung antosianin, flavonoid, monoterpen, asam fenolat, derivat phenilpropanoid, fitosterol, tannin, triterpen, dan asam ursolat (Qamar et al., 2010). Senyawa yang diduga berkhasiat sebagai antikanker adalah flavonoid. Flavonoid memiliki sifat tidak tahan terhadap pemanasan dan bersifat polar sehingga dipilih metode ekstraksi maserasi dengan menggunakan pelarut polar yaitu etanol 70%. d. Khasiat Daun Selasih Daun selasih berkhasiat sebagai peluruh kentut, peluruh haid, peluruh air susu, obat demam, sariawan, dan obat mual (Depkes RI, 2001). Selasih juga mengandung senyawa aktif asam ursolat yang berperan sebagai agen

13 13 anti-proliferative dan memiliki efek chemo- preventif pada sel kanker MCF7 (Qamar et al., 2010). Ekstrak metanol daun selasih terbukti memiliki efek sitotoksik terhadap sel kanker HL60 dengan IC 50 45,67 μg/ml (Naidu et al., 2016) F. Landasan Teori Daun selasih mengandung senyawa aktif flavonoid, saponin, tannin dan minyak atsiri (Depkes RI, 2001). Dhianawaty et al (2012) menyebutkan bahwa ekstrak etanol daun selasih mengandung flavonoid. Flavonoid telah menunjukkan kemampuan dalam menginduksi apoptosis dan memiliki aktivitas sitotoksik di beberapa sel kanker (Ren et al., 2003). Daun selasih terbukti memiliki aktivitas sitotoksik terhadap sel kanker payudara MCF7 dan sel HL60 (Al-Ali et al., 2013; Naidu et al., 2016). Penelitian Naidu et al (2016) menyatakan bahwa ekstrak metanol daun selasih memiliki efek sitotoksik melalui mekanisme apoptosis terhadap sel HL60 dengan IC 50 45,67 μg/ml. Senyawa aktif saponin dan flavonoid diketahui mampu menginhibisi pembentukan Bcl-2 (Raju and Rao, 2004). Bcl-2 merupakan protein antiapoptosis, apabila Bcl-2 dihambat maka akan terjadi proses apoptosis. Faktor transkripsi Bcl-2 adalah NF-kB (Simstein et al., 2003). Penghambatan NF-kB mempunyai potensi terapetik sebagai antikanker (Shishoda et al., 2013).

14 14 G. Hipotesis 1. Ekstrak etanolik daun selasih memiliki aktivitas sitotoksik pada sel kanker payudara T47D. 2. Ekstrak etanolik daun selasih dapat menekan ekspresi protein Bcl-2 pada sel kanker payudara T47D.