BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama di seluruh

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama di seluruh"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama di seluruh dunia. Terdapat lebih dari 1,2 juta kasus kanker kolon baru pada tahun 2012, menempatkan kanker ini pada urutan ketiga jenis kanker yang paling sering terjadi di dunia (American Cancer Society, 2014). Berdasarkan estimasi Globocan, International Agency for Research on Cancer (IARC) tahun 2012, diprediksi terdapat 14,1 juta kasus kanker baru dan 8,2 juta kematian akibat kanker pada tahun 2012, dimana kanker kolon dan rektum menempati urutan ketiga dengan jumlah kasus sebesar 1,4 juta (9,7%). Angka insidensi kanker kolon ini diprediksi akan terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk baik di negara berkembang maupun negara maju (Siegel et al., 2014). Di Indonesia, kanker kolon dan rektum ini menempati urutan keempat kematian akibat kanker setelah kanker paru, hati, dan perut setiap tahunnya (Kemenkes RI, 2015). Oleh karena itu upaya pencegahan dan pengobatan yang tepat diperlukan untuk menurunkan insidensi kematian akibat kanker kolon. Doxorubicin merupakan salah satu agen kemoterapi yang termasuk dalam kelas utama agen sitotoksik yaitu antrasiklin yang memiliki aktivitas antitumor spektrum luas. Doxorubicin memiliki beberapa mekanisme aksi, antara lain menghambat sintesis asam nukleat dengan menginterkalasi untai DNA dan menghambat kerja enzim topoisomerase II yang dibutuhkan untuk replikasi DNA. 1

2 2 Doxorubicin juga mampu menginduksi apoptosis dengan cara mengaktifkan caspase 3, efektor dalam proses apoptosis (Wang et al., 2004). Akan tetapi, penggunaan doxorubicin dibatasi karena dapat menyebabkan toksisitas pada sel normal, kardiotoksisitas yang mengarah ke gagal jantung (Ferreira et al., 2008), hepatotoksisitas (El-Sayyad et al., 2009), dan kemoresistensi (Gangadharan et al., 2009) sehingga pengobatan menjadi kurang efektif. Untuk mengatasi permasalahan ini, diperlukan strategi kombinasi kemoterapi (kokemoterapi) yang dapat meningkatkan efektivitas terapi. Pendekatan yang baik adalah mengembangkan agen kokemoterapi yang berasal dari bahan alam. Salah satu tanaman yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai agen kokemoterapi adalah sirih merah. Sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) merupakan salah satu spesies dari genus Piper yang banyak ditemukan di Indonesia dan secara tradisional telah digunakan untuk mengobati berbagai penyakit. Ekstrak daun sirih merah mengandung metabolit sekunder yaitu flavonoid, alkaloid, minyak atsiri, dan tanin (Farida et al., 2010). Flavonoid dan alkaloid merupakan senyawa bioaktif yang berpotensi sebagai antikanker. Dari hasil penelitian telah membuktikan bahwa daun sirih merah dapat menghambat pertumbuhan sel kanker payudara T47D (Wicaksono et al., 2009) dan sel kanker serviks Hela (Wicaksono et al., 2013). Flavonoid diketahui memiliki aktivitas menghambat proliferasi pada berbagai sel kanker dan mampu menginduksi terjadinya apoptosis. Mekanisme flavonoid dalam menginduksi apoptosis adalah melalui penghambatan aktivitas DNA topoisomerase I/II, modulasi signalling pathways, penurunan ekspresi gen

3 3 Bcl-2 dan Bcl-XL, peningkatan ekspresi gen Bax dan Bak, serta aktivasi endonuklease (Ren et al., 2003). Alkaloid digunakan sebagai obat antitumor dan mampu menginduksi apoptosis (Pommier, 2006). Piperin merupakan salah satu golongan alkaloid yang dilaporkan memiliki efek sitotoksik pada beberapa jenis sel kanker. Piperin menunjukkan aktivitas sitotoksik pada sel kanker darah CEM dan HL-60, sel kanker melanoma B16, kanker kolon HCT-8 (Bezerra et al., 2005) dan HT-29 (Kim et al., 2009). Penelitian-penelitian tersebut menjadi dasar pengembangan lebih lanjut penggunaan daun sirih merah sebagai agen kokemoterapi. Pengembangan yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah menguji sitotoksisitas ekstrak metanolik daun sirih merah (EMSM) pada sel WiDr sebagai model kanker kolon. Untuk mengetahui potensinya dalam meningkatkan sitotoksisitas doxorubicin terhadap sel kanker kolon WiDr maka dilakukan uji sitotoksik tunggal dan kombinasi, serta induksi apotosis. Uji sitotoksisitas tunggal maupun kombinasi dalam penelitian ini dilakukan menggunakan metode MTT assay, sedangkan uji induksi apoptosis dilakukan menggunakan metode double staining. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti ilmiah mengenai aktivitas EMSM dalam meningkatkan sitotoksisitas doxorubicin pada sel kanker kolon WiDr sehingga dapat menjadi landasan pemanfaatan daun sirih merah sebagai agen kokemoterapi doxorubicin dalam pengobatan kanker kolon.

4 4 B. Perumusan Masalah 1. Apakah ekstrak metanolik daun sirih merah memiliki efek sitotoksik terhadap sel kanker kolon WiDr? 2. Apakah kombinasi ekstrak metanolik daun sirih merah dan doxorubicin memiliki efek sinergis dalam meningkatkan sitotoksisitas terhadap sel kanker kolon WiDr? 3. Apakah kombinasi ekstrak metanolik daun sirih merah dan doxorubicin mampu menginduksi apoptosis terhadap sel kanker kolon WiDr? C. Tujuan 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan potensi bahan alam yaitu daun sirih merah sebagai agen kokemoterapi doxorubicin pada pengobatan kanker, khususnya kanker kolon. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui efek sitotoksik ekstrak metanolik daun sirih merah terhadap sel kanker kolon WiDr. b. Mengetahui efek sitotoksik kombinasi ekstrak metanolik daun sirih merah dan doxorubicin terhadap sel kanker kolon WiDr. c. Mengetahui pengaruh pemberian kombinasi ekstrak metanolik daun sirih merah dan doxorubicin terhadap induksi apoptosis sel kanker kolon WiDr.

5 5 D. Urgensi Penelitian Sampai saat ini kemoterapi masih menjadi pengobatan utama penyakit kanker. Namun, masalah utama kemoterapi adalah konsentrasi terapi agen kemoterapi yang menimbulkan efek toksik pada jaringan normal, sehingga menjadi tantangan untuk memperbaiki aplikasi klinik agen kemoterapi. Salah satu pendekatan yang kini sedang mendapatkan perhatian adalah penggunaan kombinasi kemoterapi dengan suatu senyawa dari bahan alam untuk meningkatkan toksisitasnya pada sel kanker sehingga dosis terapinya semakin berkurang untuk mendapatkan efektivitas terapi yang sama. Daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav.) yang awalnya hanya dikenal sebagai tanaman hias, ternyata memiliki kandungan senyawa yang mampu mengobati berbagai penyakit. Penelitian ini ingin mengetahui aktivitas sitotoksik daun sirih merah dan mengetahui pengaruhnya apabila dikombinasikan dengan agen kemoterapi doxorubicin terhadap sel kanker kolon WiDr. Hasil penelitian ini akan sangat bermanfaat untuk menambah data ilmiah yang valid mengenai aktivitas sitotoksik dan induksi apoptosis ekstrak metanolik daun sirih merah dan kombinasinya dengan doxorubicin pada sel kanker kolon WiDr sehingga dapat dipublikasikan menjadi sebuah artikel dalam jurnal ilmiah serta menjadi sumber data yang bermanfaat bagi pengembangan penelitian selanjutnya.

6 6 E. Tinjauan Pustaka 1. Kanker Kolon Kanker merupakan penyakit seluler dengan karakteristik proliferasi sel yang tidak terkontrol (Hanahan and Weinberg, 2000). Kanker dapat terjadi karena adanya mutasi pada gen-gen regulator proliferasi sel, baik regulator positif (oncogene) maupun negatif (tumor suppressor gene). Gen regulator positif di antaranya cyclin dan ras dapat termutasi dan mengalami peningkatan ekspresi, protein fungsionalnya menjadi memiliki kestabilan tinggi, atau aktivitasnya meningkat sehingga akan memacu proliferasi sel. Di sisi lain, gen regulator negatif seperti halnya p53 dapat mengalami mutasi sehingga mengalami penurunan level ekspresi, protein fungsionalnya menjadi inaktif, atau kestabilannya rendah yang kesemuanya akan menyebabkan sel kehilangan kontrol untuk menghentikan aktivitas proliferasi sel yang abnormal. Aktivitas proliferasi yang berlebih pada sel yang telah termutasi akan meningkatkan laju kerusakan gen sehingga tingkat mutasi akan terus bertambah dan sel akan tertransformasi menjadi sel kanker seiring dengan waktu (King, 2000). Kanker kolon terjadi sesuai dengan karsinogenesis pada umumnya. Gen yang terlibat dalam karsinogenesis kanker kolon dapat digolongkan ke dalam 2 tipe. Gen-gen yang termasuk ke dalam tipe pertama di antaranya APC, DCC, dan K-ras berperan dalam transduksi sinyal yang diperlukan dalam replikasi sel. Gen p53, hmsh2, hmlh1, hpms1, dan hpms2 yang termasuk dalam tumor suppressor gene berperan dalam proses perbaikan DNA ketika terjadi kesalahan dalam replikasi (Calvert and Frucht, 2001). Pada saat sintesis DNA, hmsh2,

7 7 hmlh1, hpms1, dan hpms2 memiliki peran penting dalam mekanisme proofreading sehingga akan menekan proses terjadinya mutasi. Protein p53 berfungsi dalam menghentikan daur sel ketika terjadi kerusakan DNA sehingga mekanisme perbaikan DNA dapat berjalan optimal. Selain itu, jika perbaikan tidak berhasil diatasi maka p53 akan memacu terjadinya apoptosis (Gerl and Vaux, 2005). 2. Sel WiDr Sel WiDr (Gambar 1) merupakan sel kanker kolon manusia yang diisolasi dari kolon seorang wanita berusia 78 tahun. Sel WiDr merupakan turunan sel kanker kolon yang lain yakni sel HT-29 (Chen et al., 1987). Sel WiDr memproduksi antigen karsinoembrionik dan memerlukan rentang waktu sekitar 15 jam untuk dapat menyelesaikan 1 daur sel. Ekspresi COX-2 yang tinggi memacu proliferasi sel WiDr (Palozza et al., 2005). Pada sel WiDr, terjadi mutasi p53 pada posisi 273 sehingga terjadi perubahan residu arginin menjadi histidin (Noguchi et al., 1979). Dengan adanya mutasi pada p53 akan mengakibatkan terhambatnya mekanisme apoptosis yang diregulasi oleh protein tersebut. Namun, p21 pada sel WiDr yang masih normal memungkinkan untuk terjadinya penghentian daur sel (Liu et al., 2006). Apoptosis pada sel WiDr dapat terjadi melalui jalur independent p53, di antaranya melalui aktivasi p73 (Levrero et al., 2000).

8 8 (a) (b) Gambar 1. Morfologi sel WiDr (a) sehari setelah thawing, dan (b) setelah mencapai konfluen (ATCC, 2015). 3. Apoptosis sebagai Target Agen Sitotoksik Proses kematian sel dibutuhkan untuk menghilangkan sel rusak yang mungkin membahayakan tubuh dan untuk perbaikan jaringan. Kematian sel dapat terjadi dalam dua cara, yaitu apoptosis atau nekrosis. Nekrosis merupakan proses kematian sel yang ditandai oleh adanya peningkatan volume sel dan kehilangan tekanan membran. Nekrosis diakibatkan adanya pelepasan enzim lisis lisosomal seperti protease dan nuklease, sehingga sel mengalami lisis, yang kemudian diikuti oleh respon inflamasi. Nekrosis merupakan proses patologis karena adanya paparan tekanan fisik atau kimia yang sangat berpengaruh pada sel (Wyllie et al., 2000). Apoptosis merupakan kematian sel secara terprogram yang secara normal terjadi selama proses perkembangan dan penuaan semua jaringan di dalam tubuh. Apoptosis berfungsi mengeliminasi sel yang tidak diinginkan atau tidak berguna selama proses pertumbuhan sel dan proses biologis normal lainnya (Wyllie et al., 2000). Pada proses apoptosis (Gambar 2) ditandai dengan pemadatan dan

9 9 pemisahan kromatin inti, pengkerutan sel, membrane blebbing, dan fragmentasi sel untuk menghasilkan badan apoptosis yang kemudian difagositosis oleh makrofag dan didegradasi dalam lisosom (Simstein et al., 2003). Dalam mitokondria terjadi degradasi DNA. Retikulum endoplasma kehilangan strukturnya dan terjadi hilangnya potensi transmembran mitokondria (Chamond et al., 1999). Membran sitoplasma pada sel apoptosis menjadi rusak. Fosfolipid pada membran sel mengubah orientasinya dan terkena paparan lingkungan eksternal. Fragmen dari membran sel membentuk badan apoptosis yang sebenarnya sisa-sisa sitoplasma yang dikelilingi oleh membran sel. Ketika badan apoptosis yang dilepaskan pada lingkungan eksternal, badan apoptosis difagiositosis oleh fagosit sehingga tidak ada reaksi inflamasi (Padanilam, 2003). Gambar 2. Tahap-tahap apoptosis. Perubahan morfologi meliputi kondensasi, perubahan pada struktur inti, dan fragmentasi sel menjadi badan apoptosis (Padanilam, 2003). Apoptosis dapat terjadi melalui jalur instrinsik (mitokondria) maupun jalur ekstrinsik (death receptor). Jalur intrinsik umumnya disebabkan oleh sinyal intraseluler seperti kerusakan DNA, glukokortikoid, ceramide, dan penurunan faktor pertumbuhan yang menyebabkan perubahan membran mitokondria. Membran mitokondria semakin permeabel sehingga menyebabkan pelepasan sitokrom C dan protein apoptogenik seperti AIF (apoptosis inducing factor), Smac/DIABLO, endonuclease G, dan serine protease Omi/HTRA2 menuju sitosol. Pada sitosol,

10 10 sitokrom C mengikat caspase-activating protein, Apaf1 (apoptotic proteaseactivating factor), dan kemudian kompleks sitokrom C-Apaf1 mengikat procaspase-9 membentuk struktur multiprotein yang disebut apoptosom. Apoptosom mengubah procaspase-9 menjadi caspase-9. Aktivasi caspase-9 ini menginisiasi jalur proteolitik, yaitu caspase-9 memotong dan mengaktifkan protease efektor downstream seperti procaspase-3. Aktivasi caspase memacu fragmentasi DNA dan digesti protein sel yang menyebabkan gangguan integritas sel, diikuti pengkerutan sel, kondensasi kromatin, membrane blebbing, dan pembentukan badan apoptosis yang kemudian akan didigesti oleh sel fagosit (Gimenez-Bonafe et al., 2009). Keluarga protein B-cell lymphoma-2 (Bcl-2) turut mengatur dan meregulasi jalur apoptosis mitokondria. Keluarga Bcl-2 terdiri dari protein pro dan anti apoptosis. Protein yang termasuk dalam keluarga pro apoptosis adalah Bax, Bak, dan Bok sedangkan yang termasuk protein anti apoptosis adalah Bcl-2 dan Bcl-XL (Padanilam, 2003). Anggota protein pro apoptosis yang lain adalah keluarga BH3- only protein yang dibagi menjadi 2 golongan, yaitu aktivator yang secara langsung mengaktifkan Bax dan Bak (Bim dan tbid) dan sensitizer yang menghambat kerja protein antiapoptosis (Bad, Bik, Bmf, Hrk, NOXA, dan PUMA). Bid merupakan protein penghubung jalur apoptosis mitokondrial dan jalur death receptor. Permeabilisasi membran mitokondria oleh Bax atau Bak melepaskan protein apoptogenik sitokrom C dan Smac, yang kemudian akan mengaktifkan jalur caspase (MacFarlane, 2009; Gimenez-Bonafe et al., 2009).

11 11 Perbaikan DNA Pengkerutan Sel Membran blebbing Fragmentasi DNA Kondensasi kromatin Gambar 3. Jalur Apoptois Sel. Jalur induksi apoptosis ekstrinsik diinisiasi oleh ikatan ligan (misal FasL) dengan reseptornya (Fas), yang mengakibatkan pengikatan FADD dan pro-caspase-8, c-flip akan mengeblok pro-caspase-8 untuk membentuk kompleksnya. Pro-caspase-8 ini akan teraktivasi menjadi caspase-8. Caspase-8 dapat mengaktivasi caspase-3 atau dapat memotong Bid menjadi t-bid yang mengikat Bax dan bergabung ke dalam membran mitokondia untuk melepaskan sitokrom C. Sebagai respon terhadap berbagai cellular stress yang menginduksi apoptosis, jalur apoptosis intrinsic (mitokondria) diaktifkan. Bax dapat melepaskan sitokrom C dari mitokondria ke dalam sitosol. Sitokrom C bergabung dengan Apaf-1 dan caspase 9 untuk membentuk apoptosome dan mengaktivasi caspase-3, 6, dan 7 sebagai eksekutor apoptosis (Padanilam, 2003). Jalur ekstrinsik (Gambar 3) diinduksi oleh ligasi (penempelan) suatu ligan (TNF, FasL) pada reseptor kematian (death receptor) transmembran yaitu Fas dan tumor necrosis factor receptor (TNFR-1). Reseptor ini termasuk dalam TNF super family. Ikatan ligan oleh reseptornya misal FasL oleh Fas akan

12 12 menyebabkan trimerisasi dari reseptor Fas. Fas akan mengikat suatu protein adaptor yaitu FADD (Fas Assosiating protein with death domain) pada death domain yang terletak pada sisi sitoplasmik dari reseptor dan mengaktifkan caspase-8. Caspase 8 akan mengaktifkan caspase 3, 6, dan 7 yang merupakan faktor kunci dalam eksekusi apoptosis (Hakem and Harrington, 2005). Alternatif lain dari aktivasi caspase-8 oleh Fas adalah mengaktifkan Bid menjadi bentuk aktifnya yaitu t-bid (truncated Bid). Protein t-bid akan menginduksi pembentukan pori pada membran luar mitokondria dan menyebabkan perubahan konformasi Bax. Protein Bax akan terlokalisasi pada membran luar mitokondria dan akan memacu pelepasan sitokrom C dari mitokondria (Sun et al., 2004). Jalur alternatif menunjukkan bahwa jalur mitokondria dan death receptor saling berhubungan dalam memacu apoptosis. Apoptosis dapat dideteksi dengan pengecatan akridin oranye-etidium bromida. Metode ini berdasarkan pada perbedaan fluoresensi DNA pada sel yang hidup dan mati karena pengikatan akridin oranye-etidium bromida. Metode ini juga dapat membedakan sel yang sedang berada pada fase early dan late apoptosis (McGahon et al., 1995). Akridin oranye akan menembus seluruh bagian sel dan nukleus sehingga tampak berwarna hijau, sedangkan etidium bromida hanya dapat berinterkalasi dengan sel yang membrannya sudah rusak dan nukleus akan berwarna merah. Warna yang ditimbulkan oleh etidium bromida pada sel mati lebih dominan jika dibandingkan dengan akridin oranye sehingga nukleus pada sel mati akan berwarna oranye (McGahon et al., 1995).

13 13 Sel hidup dengan membran yang masih utuh memiliki nukleus dengan warna hijau yang seragam. Pada apoptosis tahap awal (early apoptosis) membran akan berwarna hijau dengan inti sel berwarna oranye karena telah terjadi membran blebbing sehingga etidium bromida dapat masuk ke dalam sel dan memberikan warna oranye pada inti. Sel yang berada pada apoptosis tahap akhir (late apoptosis) akan membentuk badan apoptosis dengan ukuran lebih kecil dibanding sel normal dan berwarna oranye, sedangkan sel yang nekrosis akan berwarna oranye dengan ukuran sel normal (McGahon et al., 1995). 4. Kemoterapi dan Kokemoterapi Kemoterapi merupakan terapi yang umum diberikan pada penderita kanker. Menurut Sukardja (2000) kemoterapi merupakan terapi sistemik yang dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan atau untuk membunuh sel-sel kanker dengan obat-obat antikanker yang disebut sitostatika. Kemoterapi dapat menjadi bentuk pengobatan primer atau tambahan pada terapi pembedahan atau radioterapi dalam pengobatan kanker. Namun, agen kemoterapi ini tidak dapat membedakan antara sel kanker dengan sel normal yang membelah secara cepat. Hal ini menyebabkan timbulnya efek samping yang berat pada penggunaannya. Doxorubicin adalah salah satu agen kemoterapi spektrum luas yang dapat digunakan pada pengobatan berbagai jenis kanker. Doxorubicin merupakan antibiotik antrasiklin yang diisolasi dari Streptomyces peucetius var. caesius (Singal and Iliskovivic, 1998). Rumus struktur doxorubicin adalah C 27 H 29 NO 11. Doxorubicin terdiri dari 4 cincin planar yang mengandung kromofor quinon dan aminoglikosida (Gambar 4). Mekanisme aktivitas antineoplastiknya adalah

14 14 dengan menghambat aktivitas enzim topoisomerase II dengan membentuk kompleks yang stabil dengan DNA enzim tersebut sehingga mencegah pemotongan dan penyambungan untai DNA yang dikatalisis enzim topoisomerase II. Topoisomerase II merupakan enzim eukariot homodimer yang memediasi segregasi kromosom dengan mengkatalisis transport DNA dupleks (bagian T) dengan bagian DNA lain (bagian G) melalui suatu jembatan enzim secara ATP-dependent (Patel et al., 1998). Sebagai inhibitor topoisomerase, doxorubicin mampu menginduksi apoptosis melalui jalur Fas (Massart et al., 2004). Gambar 4. Struktur kimia doxorubicin (Agudelo et al., 2014) Mekanisme sitotoksik lain dari doxorubicin sebagai agen kemoterapi adalah melalui pembentukan radikal bebas yang menyebabkan kerusakan DNA atau peroksidasi lipid (Gewirtz, 1999). Bagian kuinon pada cincin C doxorubicin dapat membentuk semi kuinon dan secara cepat menghasilkan reactive oxygen species (ROS) seperti anion oksigen (O 2 -) atau H 2 O 2. Namun ROS ini dapat menyebabkan efek samping utama pada sistem kardiovaskuler. Manifestasi yang muncul antara ggal jantung, iskemik, hipotensi, hipertensi, edema, bradiaritmia, dan tromboemboli (Yeh, 2006). Penggunaan doxorubicin pada dosis tinggi dan dalam jangka waktu lama juga dilaporkan dapat menimbulkan hepatotoksisitas (El-Sayyad et al., 2009) dan resiko resistensi. Oleh karena itu, doxorubicin

15 15 umumnya tidak digunakan sebagai agen kemoterapi tunggal namun kombinasi kemoterapi. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan efektifitas terapi sekaligus mengatasi kekurangan kemoterapi tunggal. Agen pendamping (kokemoterapi) merupakan strategi terapi dengan mengkombinasikan suatu senyawa dengan agen kemoterapi. Banyak agen kemoterapi yang penggunaannya menjadi tidak efektif karena sering menimbulkan toksisitas yang tinggi terhadap sel normal dan adanya resistensi sel kanker terhadap obat (Tyagi et al., 2004). Penggunaan agen pendamping bersama dengan agen kemoterapi merupakan usaha terapi kanker untuk meningkatkan efektivitas agen kemoterapi sekaligus menurunkan efek sampingnya (Sharma et al., 2004). Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan adalah mengkombinasikan senyawa dari bahan alam dengan agen kemoterapi yang mana akan meningkatkan efikasinya dan menurunkan toksisitasnya terhadap jaringan normal, sehingga lebih efektif melawan sel kanker (Sharma et al., 2004). Penggunaan agen kokemoterapi diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dibandingkan penggunaan agen kemoterapi tunggal. Idealnya obat yang dikombinasi memiliki efek sinergis melawan sel kanker namun toksisitasnya dapat ditoleransi sehingga secara klinik akan lebih efisien dibandingkan dengan agen tunggal (Miles et al., 2002). Sinergis mempunyai arti bahwa campuran obat atau obat yang diberikan bersama-sama dengan aksi proksimat yang sama, menimbulkan efek yang lebih besar dari jumlah efek masing-masing obat secara terpisah pada pasien. Efek sinergis juga dapat diartikan jika dua obat atau lebih diberikan bersama, obat yang satu dapat memperkuat atau mempunyai efek sinergis terhadap obat yang lain (Kee and

16 16 Hayes, 1996). Oleh karena itu, perlu dikembangkan senyawa dari bahan alam yang potensial sebagai agen kokemoterapi. 5. Daun Sirih Merah Sirih merupakan tanaman yang telah dikenal oleh masyarakat dan banyak digunakan untuk tujuan pengobatan. Sirih banyak digunakan untuk pengobatan penyakit asma, rheumatik arthritis, rheumatalgia dan luka-luka (Sudarsono et al., 1996). Tanaman sirih telah dikenal sejak 600 SM sebagai antiseptik, untuk mengobati sakit mata, eksim, bau mulut, luka, mimisan, sariawan, sakit gigi, dan menjaga kesehatan alat kelamin wanita (Mursito, 2002). Tanaman sirih terdiri dari beberapa jenis, salah satunya adalah sirih merah. Tanaman sirih merah (Gambar 5) tumbuh menjalar seperti sirih hijau, batangnya bersulur, beruas dengan setiap buku tumbuh bakal akar, daunnya bertangkai membentuk jantung dengan bagian atas meruncing, mempunyai warna yang khas yaitu permukaan atas hijau gelap berpadu dengan tulang daun berwarna merah hati keunguan, daun berasa pahit, berlendir serta mempunyai bau yang khas seperti sirih (Duryatmo, 2005). Daun sirih merah secara empiris memiliki banyak fungsi, diantaranya untuk mengobati diabetes melitus, asam urat, hipertensi, kanker payudara, peradangan (liver dan prostat), hepatitis, kadar kolesterol, mencegah stroke, dan lain-lain (Werdhany et al. 2008).

17 17 Gambar 5. Tanaman sirih merah Klasifikasi sirih merah adalah sebagai berikut : Divisi Sub divisi Kelas Bangsa Suku Genus Jenis : Spermatophyta : Angiospermae : Monochlamydeae : Piperales : Piperaceae : Piper : Piper crocatum (Duryatmo, 2005) Penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa daun sirih merah dapat berfungsi menghambat pertumbuhan sel kanker payudara T47D (Wicaksono et al., 2009), aktivator enzim glukosa oksidase (Agustanti, 2008), dan antiinflamasi (Fitriyani, 2011). Aktivitas antikanker daun sirih merah ini telah dibuktikan secara ilmiah melalui uji sitotoksik ekstrak metanol daun sirih merah terhadap sel kanker payudara (T47D) diperoleh nilai IC 50 yaitu 44,25 μg/ml. Mekanisme aktivitas daun sirih merah sebagai antikanker pada sel T47D ini melalui menghambat fosforilasi p44/p42 yang berkaitan dengan pertumbuhan sel dan target yang

18 18 penting untuk terapi antikanker (Wicaksono et al., 2009). Penelitian lain juga menyebutkan bahwa ekstrak etanolik daun sirih merah memiliki efek antiproliferatif dan menginduksi apoptosis pada sel HeLa CCL-2 (Wicaksono et al., 2013). Aktivitas antikanker daun sirih merah diduga metabolit sekunder yang terkandung didalamnya. Metabolit sekunder adalah senyawa metabolit yang tidak esensial bagi pertumbuhan organisme dan ditemukan dalam bentuk yang unik atau berbeda-beda antara spesies yang satu dan lainnya (Verpoorte and Alfermann, 2000). Identifikasi kandungan metabolit sekunder merupakan langkah awal yang penting dalam penelitian pencarian senyawa bioaktif baru dari bahan alam yang dapat menjadi prekursor bagi sintesis obat baru atau prototipe obat beraktivitas tertentu (Harborne, 2006). Ekstrak daun sirih merah mengandung metabolit sekunder yaitu flavonoid, alkaloid, tannin, dan minyak atsiri (Farida et al., 2010). Dari penelitian Yustina et al. (2014) yang melakukan isolasi senyawa aktif dalam ekstrak metanolik daun sirih merah juga menunjukkan terdapat senyawa neolignan di dalam ekstrak metanolik daun sirih merah. Dari hasil kromatografi yang dilakukan Sudewo (2005) juga melaporkan daun sirih merah mengandung flavonoid, alkaloid senyawa polifenolat, tanin dan minyak atsiri (Sudewo, 2005). Dari beberapa penelitian menyebutkan bahwa flavonoid dan alkaloid merupakan senyawa bioaktif yang berpotensi sebagai antikanker. Flavonoid (Gambar 6) merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit sekunder yang paling banyak ditemukan di dalam jaringan tanaman (Rajalakshmi et al., 1985). Flavonoid termasuk dalam golongan senyawa phenolik

19 19 dengan struktur kimia C6-C3-C6 (Maslarova and Yanishlieva, 2001). Sejumlah tanaman obat yang mengandung flavonoid telah dilaporkan memilki aktivitas antioksidan, antibakteri, antivirus, antiradang, antialergi, dan antikanker (Miller, 1996). Pada penelitian yang dilakukan oleh Arishandy (2010) menunjukkan bahwa jenis flavonoid yang terdapat pada daun sirih merah adalah senyawa flavonol, flavanon, isoflavon, dan auron. Flavonoid menjadi perhatian karena perannya sebagai obat dalam pencegahan dan pengobatan penyakit kanker. (a) (b) (c) (d) (e) Gambar 6. Struktur kimia flavonoid (a) kerangka dasar flavonoid, (b) flavonol, (c) flavanon, (d) isoflavon, dan (e) auron (Mabry et al., 1970) Berdasarkan hasil penelitian, flavonoid diketahui mampu menginduksi terjadinya apoptosis. Mekanisme flavonoid dalam menginduksi apoptosis adalah melalui penghambatan aktivitas DNA topoisomerase I/II, modulasi signalling pathways, penurunan ekspresi gen Bcl-2 dan Bcl-XL, peningkatan ekspresi gen

20 20 Bax dan Bak, serta aktivasi endonuclease. Flavonoid menghambat ekspresi enzim topoisomerase I dan topoisomerase II yang berperan dalam katalisis pemutaran dan relaksasi DNA. Topoisomerase merupakan suatu enzim yang berfungsi memotong DNA yang berlilitan ketat akibat pembukaan double strand DNA oleh enzim helikase, memutar balik dan kemudian menyambungkan lagi. Enzim tersebut bekerja pada saat perpanjangan replikasi DNA (Sismindari, 2002). Inhibitor enzim topoisomerase akan menstabilkan kompleks topoisomerase dan menyebabkan DNA terpotong dan mengalami kerusakan. Kerusakan DNA dapat menyebabkan terekspresinya protein proapoptosis seperti Bax dan Bak dan menurunkan ekspresi protein antiapoptosis yaitu Bcl-2 dan Bcl- XL. Dengan demikian pertumbuhan sel kanker terhambat. Sebagian besar flavonoid telah terbukti mampu menghambat proliferasi pada berbagai sel kanker pada manusia namun bersifat tidak toksik pada sel normal manusia (Ren et al., 2003). Alkaloid digunakan sebagai obat antitumor dan mampu menginduksi apoptosis melalui ikatannya dengan DNA, topoisomerase I, dan menstabilkan kompleks topoisomerase-dna terpotong. Penstabilan kompleks pemotongan ini akan menyebabkan kerusakan double strand DNA yang permanen sehingga mengarah ke terjadinya apoptosis (Pommier, 2006). Alkaloid mampu mengatur p2 WAF1/CIP1 dan menginduksi apoptosis pada sel kanker payudara baik melalui jalur p53-dependent (MCF-7) maupun p53-independent (MDA-MB-468) (Liu et al., 1998).

21 21 Dari beberapa penelitian sebelumnya diketahui bahwa ekstrak tanaman dari genus Piper menunjukkan efek sitotoksik. Piperin (Gambar 7) merupakan salah satu senyawa golongan alkaloid yang dilaporkan memiliki efek sitotoksik pada berbagai jenis sel kanker. Piperin (1 piperilpiperidin) C 17 H 19 O 3 N merupakan alkaloid dengan inti piperidin. Piperin berbentuk kristal berwarna kuning dengan titik leleh ,5 0 C, merupakan basa yang tidak optis aktif, dapat larut dalam alkohol, benzena, eter, dan sedikit larut dalam air (Anwar et al., 1994). Piperin menunjukkan aktifitas sitotoksik pada sel kanker darah (CEM dan HL-60), sel kanker melanoma (B16), dan kanker kolon (HCT-8) (Bezerra et al., 2005). Piperin dilaporkan mampu menekan ekspresi dan sekresi MMP 9, menurunkan aktivasi NF-κB, dan AP-1 yang mengarah pada penghambatan invasi dan metastasis dari sel HT-180 (Hwang et al., 2011). Piperin juga dilaporkan mampu menghambat pertumbuhan sel kanker kolon HT-29 melalui induksi apoptosis (Kim et al., 2009). Gambar 7. Struktur kimia piperin (Epstein et al., 1993)

22 22 F. Landasan Teori Ekstrak metanolik daun sirih merah (EMSM) mengandung metabolit sekunder yaitu flavonoid dan alkaloid yang diketahui memiliki efek sebagai sebagai antikanker. Flavonoid dan alkaloid ini dilaporkan memiliki efek sitotoksik pada beberapa jenis sel kanker. Berdasarkan penelitian terdahulu, EMSM terbukti mempunyai efek sitotoksik pada sel kanker payudara T47D dan sel kanker serviks HeLa. Oleh karena itu, EMSM diprediksi mempunyai efek sitotoksik pada sel kanker kolon WiDr. Doxorubicin adalah agen kemoterapi yang sering digunakan pada terapi kanker, salah satunya kanker kolon. Namun, doxorubicin ini memiliki efek samping yang berat seperti kardiotoksisitas, hepatotoksisitas, dan resiko resistensi. Pengembangan agen kokemoterapi terutama dari bahan alam untuk menurunkan efek samping dan mengurangi resistensi doxorubicin perlu dilakukan. Doxorubicin menghambat pertumbuhan sel kanker dengan mekanisme interkalasi DNA dan menghambat aktivitas enzim topoisomerase II. Flavonoid dan alkaloid dalam EMSM juga memiliki efek sitotoksik pada sel kanker kolon WiDr. Oleh karena itu, kombinasi doxorubicin dan EMSM diprediksi meningkatkan efek sitotoksik doxorubicin secara sinergis pada sel kanker kolon WiDr. Mekanisme peningkatan efek sitotoksik doxorubicin oleh ekstrak metanolik daun sirih merah tersebut diharapkan melalui induksi apoptosis. Senyawa flavonoid dan alkaloid dalam EMSM diketahui mampu menginduksi terjadinya apoptosis. Mekanisme flavonoid dalam menginduksi apoptosis adalah melalui modulasi signalling pathways, penurunan ekspresi gen Bcl-2 dan Bcl-XL,

23 23 peningkatan ekspresi gen Bax dan Bak serta aktivasi endonuclease. Alkaloid juga diketahui mampu menginduksi apoptosis melalui ikatannya apoptosis melalui ikatannya dengan DNA, topoisomerase I, dan menstabilasikan kompleks topoisomerase-dna terpotong. Doxorubicin sebagai inhibitor topoisomerase, doxorubicin mampu menginduksi apoptosis melalui jalur Fas. Oleh karena itu, kombinasi antara EMSM dan doxorubicin diprediksi meningkatkan induksi apoptosis pada sel kanker kolon WiDr dibanding doxorubicin tunggal. G. Hipotesis 1. Ekstrak metanolik daun sirih merah memiliki efek sitotoksik terhadap sel kanker kolon WiDr. 2. Kombinasi ekstrak metanolik daun sirih merah dan doxorubicin memiliki efek sitotoksik yang sinergis terhadap sel kanker kolon WiDr. 3. Kombinasi ekstrak metanolik daun sirih merah dan doxorubicin mampu menginduksi apoptosis terhadap sel kanker kolon WiDr.

BAB 6 PEMBAHASAN. lengkap baik dari segi farmakologi maupun fitokimia. Pemanfaatan Phaleria macrocarpa ini

BAB 6 PEMBAHASAN. lengkap baik dari segi farmakologi maupun fitokimia. Pemanfaatan Phaleria macrocarpa ini BAB 6 PEMBAHASAN Phaleria macrocarpa merupakan salah satu tanaman obat tradisional Indonesia yang mempunyai efek anti kanker, namun masih belum memiliki acuan ilmiah yang cukup lengkap baik dari segi farmakologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker merupakan penyakit yang disebabkan karena pertumbuhan abnormal pada sel-sel jaringan tubuh. Sel-sel kanker ini dapat menyebar ke bagian tubuh dan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyakit yang melibatkan faktor genetik dalam proses

BAB 1 PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyakit yang melibatkan faktor genetik dalam proses BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kanker merupakan penyakit yang melibatkan faktor genetik dalam proses patogenesisnya, proses pembelahan sel menjadi tidak terkontrol karena gen yang mengatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO), negara negara di Afrika, Asia dan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO), negara negara di Afrika, Asia dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat herbal telah diterima secara luas di hampir seluruh negara di dunia. Menurut World Health Organization (WHO), negara negara di Afrika, Asia dan Amerika Latin menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adanya senyawa radikal bebas (Dowsett, 2008). Berdasarkan data Globocan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adanya senyawa radikal bebas (Dowsett, 2008). Berdasarkan data Globocan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker payudara merupakan tumor ganas yang tumbuh dalam jaringan payudara. Kanker bisa tumbuh di dalam kelenjar susu, saluran susu, jaringan lemak maupun jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menimbulkan kematian. Menurut data WHO (World Health Organization) tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menimbulkan kematian. Menurut data WHO (World Health Organization) tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah penyakit yang muncul akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker dalam perkembangannya. Sel-sel kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perempuan di dunia adalah kanker payudara dengan persentase kasus baru sebesar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perempuan di dunia adalah kanker payudara dengan persentase kasus baru sebesar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan estimasi Globocan (2012), jenis kanker tertinggi pada perempuan di dunia adalah kanker payudara dengan persentase kasus baru sebesar 43,1% dan penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab 3 besar kematian ibu, disamping perdarahan dan infeksi. Dari kelompok hipertensi dalam kehamilan, syndrom preeklampsia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kanker diseluruh dunia diperkirakan akan terus meningkat pada tahun 2030 dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kanker diseluruh dunia diperkirakan akan terus meningkat pada tahun 2030 dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan permasalahan yang serius karena tingkat kejadiannya semakin meningkat dari tahun ke tahun. WHO melaporkan kematian akibat kanker diseluruh dunia diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular melalui makanan atau air yang terkontaminasi. 2 Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. menular melalui makanan atau air yang terkontaminasi. 2 Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi. 1 Penyakit ini banyak ditemukan di negara berkembang dan menular melalui makanan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker merupakan penyebab kematian dengan urutan ke-2 di dunia dengan persentase sebesar 13% setelah penyakit kardiovaskular (Kemenkes, 2014). Data Riset Kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker adalah suatu penyakit yang terjadi akibat pertumbuhan sel pada jaringan tubuh secara terus-menerus dan tidak terkendali sehingga dapat mneyebabkan kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada wanita dengan insiden lebih dari 22% (Ellis et al, 2003) dan angka mortalitas sebanyak 13,7% (Ferlay

Lebih terperinci

Penuaan dan Kematian Sel

Penuaan dan Kematian Sel Penuaan dan Kematian Sel ASHFAR KURNIA Departemen Biokimia FKUI Penuaan Sel -Karena aktifitas sel menurun -Stress oksidatif di dalam sel merupakan penyebab proses aging -Mitokondria yang menghasilkan ROS

Lebih terperinci

dan tiga juta di antaranya ditemukan di negara sedang berkembang. Di Indonesia diperkirakan

dan tiga juta di antaranya ditemukan di negara sedang berkembang. Di Indonesia diperkirakan I. PENDAHULUAN Kanker masih merupakan salah satu penyebab utama kematian di dunia dan menjadi penyebab kematian kelima di Indonesia. Jumlah penderita baru per tahun 5,9 juta di seluruh dunia dan tiga juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker adalah istilah umum untuk sekelompok besar penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh. Istilah lain yang digunakan adalah tumor ganas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sering terjadi pada wanita dan menjadi penyebab kematian utama. Kanker

BAB I PENDAHULUAN. yang sering terjadi pada wanita dan menjadi penyebab kematian utama. Kanker BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kanker merupakan penyakit yang dikelompokkan sebagai penyakit terminal (Sudiana, 2011). Kanker menjadi penyebab kematian terbesar di dunia, sebanyak 7,6 juta orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. payudara. American Cancer Society memperkirakan pada tahun 2013, terdapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. payudara. American Cancer Society memperkirakan pada tahun 2013, terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker kolon menempati urutan ketiga penyebab kematian penduduk Amerika (Anonim, 2012) dan juga Indonesia setelah kanker paru dan kanker payudara. American Cancer Society

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kanker merupakan salah satu penyakit dengan kasus tertinggi di dunia

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kanker merupakan salah satu penyakit dengan kasus tertinggi di dunia 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan salah satu penyakit dengan kasus tertinggi di dunia terutama di negara miskin dan berkembang. Peningkatan kasus kanker dari tahun ketahun menjadi beban

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kanker payudara (KPD) merupakan salah satu tumor ganas penyebab

I. PENDAHULUAN. Kanker payudara (KPD) merupakan salah satu tumor ganas penyebab I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara (KPD) merupakan salah satu tumor ganas penyebab kematian wanita nomor satu (14,7%) di seluruh dunia (Globocan-IARC, 2012). International Agency for Research

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah istilah umum untuk pertumbuhan sel tidak normal, (yaitu tumbuh sangat cepat, tidak terkontrol, dan tidak berirama) yang dapat menyusup ke jaringan tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembedahan, radioterapi dan sitostatika. Pembedahan dan radioterapi

BAB I PENDAHULUAN. pembedahan, radioterapi dan sitostatika. Pembedahan dan radioterapi 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Terapi kanker payudara yang berlaku selama ini adalah dengan pembedahan, radioterapi dan sitostatika. Pembedahan dan radioterapi bersifat terapi definitif lokal, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Senyawa-senyawa yang dapat memodulasi sistem imun dapat diperoleh dari tanaman (Wagner et al., 1999). Pengobatan alami seharusnya menjadi sumber penting untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker merupakan salah satu penyebab kematian yang utama di seluruh dunia. Pada tahun 2012, penyakit kanker menyebabkan kematian sekitar 8,2 juta orang. Kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak terkendali. Di perkirakan setiap tahun 12 juta orang di seluruh dunia menderita kanker dan 7,6

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker kolon merupakan salah satu penyebab umum kematian yang berasal dari transformasi epitel usus normal polip adenomatosa dan kanker invasive (Palozza et

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2012, 32,6 juta orang hidup dengan kanker di

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2012, 32,6 juta orang hidup dengan kanker di BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Kanker merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia. Riset Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2012, 32,6 juta orang hidup dengan kanker di seluruh dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah kesehatan utama di dunia. Pada tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan masalah kesehatan utama di dunia. Pada tahun 2012 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kanker merupakan masalah kesehatan utama di dunia. Pada tahun 2012 sebanyak 8,2 juta orang meninggal karena kanker dan 65% di antaranya terjadi di negara miskin dan

Lebih terperinci

APOPTOSIS. OLEH: Dr.FITRIANI LUMONGGA DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008

APOPTOSIS. OLEH: Dr.FITRIANI LUMONGGA DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 APOPTOSIS OLEH: Dr.FITRIANI LUMONGGA DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Pendahuluan Setiap organisme yang hidup terdiri dari ratusan tipe sel, yang semuanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 3 penyakit menyular setelah TB dan Pneumonia. 1. Diare dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, salah satunya infeksi bakteri.

BAB 1 PENDAHULUAN. 3 penyakit menyular setelah TB dan Pneumonia. 1. Diare dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, salah satunya infeksi bakteri. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit infeksi merupakan penyakit yang banyak dialami oleh masyarakat Indonesia. Salah satu penyakit yang sering dialami adalah diare. Penyakit diare merupakan masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 56 juta. orang yang meninggal dunia dan sebanyak 68% kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 56 juta. orang yang meninggal dunia dan sebanyak 68% kematian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 56 juta orang yang meninggal dunia dan sebanyak 68% kematian disebabkan oleh penyakit tidak menular. Kanker menempati posisi kedua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia kasus kanker rongga mulut berkisar 3-4% dari seluruh kasus kanker yang terjadi. Sekitar 90-95% dari total kanker pada rongga mulut merupakan kanker sel skuamosa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker payudara merupakan tumor ganas yang dimulai dari sekelompok sel-sel kanker yang dapat tumbuh menyerang jaringan sekitarnya atau menyebar (metastasis)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TIJAUA PUSTAKA A. Kanker dan Kanker Payudara Kanker adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya abnormalitas regulasi pertumbuhan sel dan meyebabkan sel dapat berinvasi ke jaringan serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara disebut juga dengan carsinoma mammae merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara disebut juga dengan carsinoma mammae merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker payudara disebut juga dengan carsinoma mammae merupakan pertumbuhan sel payudara yang tidak terkontrol karena adanya perubahan abnormal dari gen yang berperan

Lebih terperinci

Uji Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Sel Kanker Serviks (HeLa) Secara In Vitro

Uji Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Sel Kanker Serviks (HeLa) Secara In Vitro SIDANG TUGAS AKHIR Uji Sitotoksisitas Ekstrak Spons Laut Aaptos suberitoides Terhadap Sel Kanker Serviks (HeLa) Secara In Vitro Hani Tenia Fadjri 1506 100 017 DOSEN PEMBIMBING: Awik Puji Dyah Nurhayati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang (WHO, 2008 dalam Jemal et al., 2011). Menurut data dari

BAB I PENDAHULUAN. berkembang (WHO, 2008 dalam Jemal et al., 2011). Menurut data dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker berada pada posisi kedua penyebab kematian di negara berkembang (WHO, 2008 dalam Jemal et al., 2011). Menurut data dari World Health Organization (WHO) tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel-sel di dalam tubuh yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel-sel di dalam tubuh yang tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel-sel di dalam tubuh yang tidak terkendali. Salah satu jenis kanker yang mempunyai tingkat insidensi tinggi di dunia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. isolasi dari Streptomycespeucetius var. caesius. Doksorubisin telah digunakan

BAB I PENDAHULUAN. isolasi dari Streptomycespeucetius var. caesius. Doksorubisin telah digunakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Doksorubisin adalah senyawa golongan antrasiklin bersifat sitotoksik hasil isolasi dari Streptomycespeucetius var. caesius. Doksorubisin telah digunakan secara luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyakit penyebab kematian utama di dunia setelah penyakit jantung (Baratawidjaya & Rengganis,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyakit penyebab kematian utama di dunia setelah penyakit jantung (Baratawidjaya & Rengganis, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyakit penyebab kematian utama di dunia setelah penyakit jantung (Baratawidjaya & Rengganis, 2010). Data WHO menunjukkan terdapat sekitar 7,4 juta

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Hasil analisis normalitas sebaran data persentase kematian sel Raji... 49

DAFTAR TABEL. Hasil analisis normalitas sebaran data persentase kematian sel Raji... 49 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR LAMPIRAN... xi DAFTAR SINGKATAN...

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi (Sherlin, 2013). Ameloblastoma merupakan tumor odontogenik yang paling

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. gigi (Sherlin, 2013). Ameloblastoma merupakan tumor odontogenik yang paling I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tumor odontogenik adalah tumor yang berasal dari jaringan pembentuk gigi (Sherlin, 2013). Ameloblastoma merupakan tumor odontogenik yang paling sering ditemukan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam)

BAB V PEMBAHASAN. fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam) BAB V PEMBAHASAN 1. Kemampuan fagositosis makrofag Kemampuan fagositosis makrofag yang dinyatakan dalam indeks fagositosis makrofag pada kelompok perlakuan (diberi ekstrak daun salam) lebih tinggi dibandingkan

Lebih terperinci

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia terletak di daerah tropis dan sangat kaya dengan berbagai spesies flora. Dari 40 ribu jenis flora yang tumbuh di dunia, 30 ribu diantaranya tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian kedua di negara-negara barat

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyebab kematian kedua di negara-negara barat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan penyebab kematian kedua di negara-negara barat setelah penyakit kardiovaskuler. Setiap tahun, lebih kurang 10 juta jiwa di dunia didiagnosis kanker

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker adalah penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak terkontrol, invasi jaringan, dan metastasis yang luas (Chisholm-Burns et al., 2008). Menurut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker telah menjadi masalah kesehatan di dunia, termasuk di Indonesia. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2014 menunjukkan kanker merupakan penyebab kematian

Lebih terperinci

APOPTOSIS ERYATI DARWIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

APOPTOSIS ERYATI DARWIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS APOPTOSIS ERYATI DARWIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PENDAHULUAN Kematian sel krn trauma - mekanik - kimia/toksik Kematian sel krn apoptosis - Sinyal Internal - Sinyal external PROSES KEMATIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia yang menjadi perhatian serius untuk segera ditangani. Rendahnya kesadaran masyarakat akan hidup sehat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. minggu kehamilan pada wanita hamil yang sebelumnya. preeklampsia merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. minggu kehamilan pada wanita hamil yang sebelumnya. preeklampsia merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Preeklampsia Preeklampsia merupakan gangguan multisistem dalam kehamilan. Ditandai dengan kenaikan tekanan darah dan proteinuria diatas 20 minggu kehamilan pada wanita hamil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Fitokimia Ekstrak Sampel Hasil analisis fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak daun salam, daun jambu biji dan daun jati belanda positif mengandung flavonoid, fenolik hidrokuinon,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kejadian sebanyak 1,38 juta kasus baru per tahun (Eccles dkk., 2013). Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kejadian sebanyak 1,38 juta kasus baru per tahun (Eccles dkk., 2013). Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan golongan penyakit yang dikarakterisasi oleh pertumbuhan dan penyebaran sel yang abnormal yang dapat menimbulkan kematian bila penyebarannya tidak terkendali.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah istilah umum untuk pertumbuhan sel yang tidak normal. (yaitu, tumbuh sangat cepat, tidak terkontrol, dan tidak berirama). Penyakit kanker merupakan penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut organisasi kesehatan dunia WHO, kematian akibat PTM (Penyakit Tidak Menular) akan meningkat di seluruh dunia. Lebih dari dua per tiga (70%) populasi global

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis kanker yang mempunyai tingkat insidensi yang tinggi di dunia, dan kanker kolorektal) (Ancuceanu and Victoria, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. jenis kanker yang mempunyai tingkat insidensi yang tinggi di dunia, dan kanker kolorektal) (Ancuceanu and Victoria, 2004). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Insiden penyakit kanker di dunia mencapai 12 juta penduduk dengan PMR 13%. Diperkirakan angka kematian akibat kanker adalah sekitar 7,6 juta pada tahun 2008. Di negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paku di dunia (Jones dan Luchsinger, 1987; Sastrapradja, 1980 dalam Susilawati,

BAB I PENDAHULUAN. paku di dunia (Jones dan Luchsinger, 1987; Sastrapradja, 1980 dalam Susilawati, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumbuhan paku (Pteridophyta) merupakan salah satu divisi tumbuhan yang menjadi kekayaan sumber daya alam Indonesia. Diperkirakan terdapat 1.300 spesies yang tumbuh di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mutagen (mutagene) adalah bahan yang dapat menginduksi. deoxyribonucleic acid (DNA) menjadi mutasi. Adapun yang dimaksud dengan

BAB I PENDAHULUAN. Mutagen (mutagene) adalah bahan yang dapat menginduksi. deoxyribonucleic acid (DNA) menjadi mutasi. Adapun yang dimaksud dengan BAB I PENDAHULUAN 2.1 Latar Belakang Mutagen (mutagene) adalah bahan yang dapat menginduksi deoxyribonucleic acid (DNA) menjadi mutasi. Adapun yang dimaksud dengan mutasi adalah perubahan susunan nukleotida

Lebih terperinci

Uji Sitotoksik Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Sitotoksik Analisis Siklus Sel dengan Flow Cytometry

Uji Sitotoksik Analisis Statistik HASIL DAN PEMBAHASAN Uji Sitotoksik Analisis Siklus Sel dengan Flow Cytometry 8 serta doxorubicin 1 µm. Penentuan nilai konsentrasi pada flow cytometry berdasarkan daya penghambatan yang dimungkinkan pada uji sel hidup dan rataan tengah dari range konsentrasi perlakuan. Uji Sitotoksik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Pada tahun 2000, kematian akibat kanker. diperkirakan mencapai 7 juta kematian (12% dari semua

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Pada tahun 2000, kematian akibat kanker. diperkirakan mencapai 7 juta kematian (12% dari semua BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun 2000, kematian akibat kanker diperkirakan mencapai 7 juta kematian (12% dari semua kematian) di seluruh dunia, menyusul kejadian kematian akibat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang telah menjadi

I. PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang telah menjadi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara merupakan kanker dengan insidensi dan mortalitas terbanyak pada wanita di dunia, yaitu sebanyak 1.384.155 kejadian dan 458.503 kematian (IARC, 2013). 70%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berat badan lahir merupakan berat bayi baru lahir yang diukur dalam satu jam pertama kehidupan. Bayi baru lahir normal adalah bayi baru lahir dari kehamilan yang aterm

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh yang tidak normal (Herien, 2010). Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 6 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman Determinasi tanaman uji dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi UMS dengan cara mencocokkan tanaman pada kunci-kunci determinasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annona muricata Linn) Terhadap Konfluenitas Sel Hepar Baby Hamster yang Diinduksi DMBA (7,12-Dimetilbenz(α)antracene) Berdasarkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. adanya hipertensi dan proteinuria setelah 20 minggu kehamilan. Hal ini. dapat dijumpai 5-8 % dari semua wanita hamil diseluruh dunia dan

PENDAHULUAN. adanya hipertensi dan proteinuria setelah 20 minggu kehamilan. Hal ini. dapat dijumpai 5-8 % dari semua wanita hamil diseluruh dunia dan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Preeklampsia adalah penyakit spesifik pada kehamilan didefinisikan adanya hipertensi dan proteinuria setelah 20 minggu kehamilan. Hal ini dapat dijumpai 5-8

Lebih terperinci

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM

CANCER CHEMOPREVENTION RESEARCH CENTER FAKULTAS FARMASI UGM Hal. 1 dari 5 Dokumen nomor : 0301101 Tanggal : Mengganti nomor : 0201100 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJU OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Darah merupakan komponen yang berfungsi dalam sistem transportasi pada tubuh hewan tingkat tinggi. Jaringan cair ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian cair yang disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. faktor genetik menjadi penyebab utama semakin tingginya prevalensi kanker di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. faktor genetik menjadi penyebab utama semakin tingginya prevalensi kanker di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker payudara dikenal sebagai salah satu kanker yang paling mematikan. Kebiasaan pola hidup yang salah, kondisi lingkungan yang buruk, serta adanya faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman sebagai upaya penyembuhan jauh sebelum obat-obatan modern yang

BAB I PENDAHULUAN. tanaman sebagai upaya penyembuhan jauh sebelum obat-obatan modern yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sejak ratusan tahun yang lalu, nenek moyang kita telah memanfaatkan tanaman sebagai upaya penyembuhan jauh sebelum obat-obatan modern yang sekarang ada. Merebaknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mengatur perbaikan Deoxyribonucleic Acid (DNA) sehingga

BAB I PENDAHULUAN. yang mengatur perbaikan Deoxyribonucleic Acid (DNA) sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah penyakit multifaktorial yang timbul dari tidak seimbangnya protoonkogen, antionkogen, gen yang mengendalikan apoptosis, dan gen yang mengatur perbaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penurunan sistem imun dapat menjadi penyebab timbulnya berbagai penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam tubuh (Murphy et al.,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray].

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray]. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bahan alam berkhasiat obat yang banyak diteliti manfaatnya adalah tanaman kembang bulan [Tithonia diversifolia (Hemsley) A. Gray]. Tanaman kembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker adalah istilah umum untuk satu kelompok besar penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh. Istilah lain yang digunakan adalah tumor ganas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nitrit (NO 2 atau nitrogen dioksida) adalah gabungan senyawa nitrogen dan oksigen yang terbentuk dari reaksi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nitrit (NO 2 atau nitrogen dioksida) adalah gabungan senyawa nitrogen dan oksigen yang terbentuk dari reaksi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Nitrit (NO 2 atau nitrogen dioksida) adalah gabungan senyawa nitrogen dan oksigen yang terbentuk dari reaksi oksidasi nitrat oksida (NO) atau reaksi reduksi senyawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai tanaman obat. Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai tanaman obat. Masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan flora yang sangat beragam, salah satunya kekayaan tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai tanaman obat. Masyarakat menggunakan tanaman obat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luka ini dapat berasal dari trauma, benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat

BAB I PENDAHULUAN. luka ini dapat berasal dari trauma, benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Luka adalah salah satu dari kasus cedera yang sering terjadi. Luka didefinisikan sebagai hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Penyebab dari luka

Lebih terperinci

PROSEDUR TETAP PENGAMATAN APOPTOSIS DENGAN METODE DOUBLE STAINING

PROSEDUR TETAP PENGAMATAN APOPTOSIS DENGAN METODE DOUBLE STAINING Halaman 1 dari 5 FARMASI UGM Dokumen nomor : 0201100 Tanggal : 24 Maret 2009 URAIAN DIBUAT OLEH DIPERIKSA OLEH DIPERIKSA OLEH DISETUJUI OLEH Jabatan Staf Staf Supervisor Pimpinan Paraf Nama Aditya Fitriasari

Lebih terperinci

ABSTRAK DASAR MEKANISME APOPTOSIS

ABSTRAK DASAR MEKANISME APOPTOSIS ABSTRAK DASAR MEKANISME APOPTOSIS Arief Ismail Khalik, 2004, Pembimbing : Hanna Ratnawati. dr., M.Kes. Apoptosis merupakan komponen penting dalam perkembangan dan homeostasis dari organisme eukariotik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. program bunuh diri sel (apoptosis). Menurut American Cancer Society (2014),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. program bunuh diri sel (apoptosis). Menurut American Cancer Society (2014), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker dikenal sebagai penyakit yang mematikan karena sel kanker memiliki kemampuan proliferasi yang tinggi dan kemampuan untuk menghindari program bunuh diri sel (apoptosis).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hati adalah organ terbesar dalam tubuh. Penyakit pada hati merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius. Hepatitis adalah suatu peradangan difus jaringan hati

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... SURAT PERNYATAAN... PRAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR SINGKATAN... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... SURAT PERNYATAAN... PRAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR SINGKATAN... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... SURAT PERNYATAAN... PRAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR SINGKATAN... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... i ii iii iv vi x xii xiii

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin meningkat. Prevalensi DM global pada tahun 2012 adalah 371 juta dan

I. PENDAHULUAN. semakin meningkat. Prevalensi DM global pada tahun 2012 adalah 371 juta dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu kelainan endokrin yang sekarang banyak dijumpai (Adeghate, et al., 2006). Setiap tahun jumlah penderita DM semakin meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan. Kanker paru memiliki prevalensi tertinggi di dunia. mencapai 18 % dari total kanker (World Health

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan. Kanker paru memiliki prevalensi tertinggi di dunia. mencapai 18 % dari total kanker (World Health BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Kanker paru memiliki prevalensi tertinggi di dunia mencapai 18 % dari total kanker (World Health Organization, 2008). Pada tahun 2010, insiden kanker

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai aneka ragam tanaman hias, baik tanaman hias daun maupun

I. PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai aneka ragam tanaman hias, baik tanaman hias daun maupun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia mempunyai aneka ragam tanaman hias, baik tanaman hias daun maupun tanaman hias bunga. Tanaman hias yaitu suatu tanaman yang bagian akar, batang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan salah satu penyakit yang termasuk. dalam kelompok penyakit tidak menular (Non-communicable

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan salah satu penyakit yang termasuk. dalam kelompok penyakit tidak menular (Non-communicable BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Kanker merupakan salah satu penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit tidak menular (Non-communicable diseases atau NCD). NCD merupakan penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Neoplasma adalah suatu massa abnormal pada jaringan yang tumbuh secara cepat dan tidak terkoordinasi melebihi jaringan normal dan dapat menetap walaupun rangsangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dunia. Kanker rongga mulut ditemukan 2-5% dari seluruh keganasan, dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dunia. Kanker rongga mulut ditemukan 2-5% dari seluruh keganasan, dan merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan penyakit yang saat ini mendapatkan perhatian serius di dunia. Kanker rongga mulut ditemukan 2-5% dari seluruh keganasan, dan merupakan urutan ke-6 terbanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. payudara, diantaranya adalah kelenjar susu, saluran susu, jaringan lemak maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. payudara, diantaranya adalah kelenjar susu, saluran susu, jaringan lemak maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kanker payudara merupakan tumor ganas yang tumbuh dalam jaringan payudara, diantaranya adalah kelenjar susu, saluran susu, jaringan lemak maupun jaringan ikat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di Indonesia, penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kanker masih menjadi permasalahan kesehatan utama di dunia, termasuk di Indonesia hingga saat ini. Penyakit ini merupakan penyebab kematian kedua terbesar di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dunia, termasuk di Indonesia (Dinas Kesehatan Propinsi. Nanggroe Aceh Darussalam, 2012). Berdasarkan Riskesdas 2007,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dunia, termasuk di Indonesia (Dinas Kesehatan Propinsi. Nanggroe Aceh Darussalam, 2012). Berdasarkan Riskesdas 2007, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan dunia, termasuk di Indonesia (Dinas Kesehatan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2012). Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Ribosome Inactivating Protein (RIP) merupakan kelompok enzim tanaman

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Ribosome Inactivating Protein (RIP) merupakan kelompok enzim tanaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ribosome Inactivating Protein (RIP) merupakan kelompok enzim tanaman yang memiliki kemampuan untuk menonaktifkan ribosom dengan memodifikasi 28S rrna melalui aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh secara cepat dan tidak terkendali melebihi sel-sel yang normal (Winarti,

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh secara cepat dan tidak terkendali melebihi sel-sel yang normal (Winarti, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Kanker adalah pertumbuhan dan perkembangan sel yang tidak normal, yang tumbuh secara cepat dan tidak terkendali melebihi sel-sel yang normal (Winarti,

Lebih terperinci

SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016

SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016 SUHARTO WIJANARKO PERTEMUAN ILMIAH TAHUNAN (PIT) KE-21 TAHUN 2016 PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS BEDAH INDONESIA (IKABI) MEDAN, 12 AGUSTUS 2016 BSK sudah lama diketahui diderita manusia terbukti ditemukan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek sitotoksik kitosan terhadap kultur sel HSC-4 dan HAT-7 yang dilakukan secara in vitro. Kedua jenis sel diaktivasi kembali dari cryopreservation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu penyakit yang menempati peringkat tertinggi

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu penyakit yang menempati peringkat tertinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit yang menempati peringkat tertinggi sebagai penyebab kematian di dunia, khususnya di negara-negara berkembang (Anderson et al., 2001;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaringan tubuh yang tidak normal dan tak terkontrol. Sel-sel tersebut terbentuk

BAB I PENDAHULUAN. jaringan tubuh yang tidak normal dan tak terkontrol. Sel-sel tersebut terbentuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh pertumbuhan selsel jaringan tubuh yang tidak normal dan tak terkontrol. Sel-sel tersebut terbentuk karena terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kongenital. Diperkirakan ada kasus baru pada setiap

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kongenital. Diperkirakan ada kasus baru pada setiap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyakit yang terjadi karena pembelahan sel yang tidak terkontrol dan tidak terbatas (Djajanegara, 2010). Di beberapa bagian dunia, dalam waktu singkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG PENELITIAN. dengan defisiensi sekresi dan atau sekresi insulin (Nugroho, 2012). Organisasi

BAB I PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG PENELITIAN. dengan defisiensi sekresi dan atau sekresi insulin (Nugroho, 2012). Organisasi BAB I PENDAHULUAN A.LATAR BELAKANG PENELITIAN Diabetes mellitus merupakan sindrom kompleks dengan ciri ciri hiperglikemik kronis, gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, terkait dengan defisiensi

Lebih terperinci