PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE DESIGN ENGINEER)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE DESIGN ENGINEER)"

Transkripsi

1 BDE 2 = KOORDINASI PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA TEKNIS Merepresentasikan Kode / Judul Unit Kompetensi Kode : INA Judul : Melakukan Koordinasi Untuk Pengumpulan Dan Penggunaan Data Teknis PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE DESIGN ENGINEER) 27 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI

2 KATA PENGANTAR Pengembangan Sumber Daya Manusia di bidang Jasa Konstruksi bertujuan untuk meningkatkan kompetensi sesuai bidang kerjanya, agar mereka mampu berkompetisi dalam memperebutkan pasar kerja. Berbagai upaya dapat ditempuh, baik melalui pendidikan formal, pelatihan secara berjenjang sampai pada tingkat pemagangan di lokasi proyek atau kombinasi antara pelatihan dan pemagangan, sehingga tenaga kerja mampu mewujudkan standar kinerja yang dipersyaratkan di tempat kerja. Untuk meningkatkan kompetensi tersebut, Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi yang merupakan salah satu institusi pemerintah yang ditugasi untuk melakukan pembinaan kompetensi, secara bertahap menyusun standar-standar kompetensi kerja yang diperlukan oleh masyarakat jasa konstruksi. Kegiatan penyediaan kompetensi kerja tersebut dimulai dengan analisa kompetensi dalam rangka menyusun suatu standar kompetensi kerja yang dapat digunakan untuk mengukur kompetensi tenaga kerja di bidang Jasa Konstruksi yang bertugas sesuai jabatan kerjanya sebagaimana dituntut dalam Undang-Undang No. 18 tahun 1999, tentang Jasa Konstruksi dan peraturan pelaksanaannya. Sebagai alat untuk mengukur kompetensi tersebut, disusun dan dibakukan dalam bentuk SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) yang unit-unit kompetensinya dikembangkan berdasarkan pola RMCS (Regional Model Competency Standard). Dari standar kompetensi tersebut, pengembangan dilanjutkan menyusun Standar Latih Kompetensi, Materi Uji Kompetensi, serta Materi Pelatihan yang berbasis kompetensi. Modul/ Materi Pelatihan : BDE 2 / Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis, merepresentasikan unit kompetensi: Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data teknis dengan elemen-elemen kompetensi terdiri dari : 1. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data lalu lintas 2. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data hidrologi dan karakteristik sungai dan perlintasan dengan prasarana transportasi lainnya 3. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data topografi 4. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data geologi teknik dan penyelidikan tanah 5. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data kondisi lingkungan sekitar. i

3 Uraian penjelasan bab per bab dan pencakupan materi latih ini merupakan representasi dari elemen-elemen kompetensi tersebut, sedangkan setiap elemen kompetensi dianalisis kriteria unjuk kerjanya sehingga materi latih ini secara keseluruhan merupakan penjelasan dan penjabaran dari setiap kriteria unjuk kerja untuk menjawab tuntutan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang dipersyaratkan pada indikator-indikator kinerja/ keberhasilan yang diinginkan dari setiap KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dari masing-masing elemen kompetensinya. Modul ini merupakan salah satu sarana dasar yang digunakan dalam pelatihan sebagai upaya meningkatkan kompetensi seorang pemangku jabatan kerja seperti tersebut diatas, sehingga masih diperlukan materi-materi lainnya untuk mencapai kompetensi yang dipersyaratkan setiap jabatan kerja. Disisi lain, modul ini sudah barang tentu masih terdapat kekurangan dan keterbatasan, sehingga diperlukan adanya perbaikan disana sini dan kepada semua pihak kiranya kami mohon sumbangan saran demi penyempurnaan kedepan. Jakarta, Oktober 27 KEPALA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI Ir. DJOKO SUBARKAH, Dipl.HE NIP. : ii

4 PRA KATA Modul ini berisi bahasan mengenai koordinasi pengumpulan dan penggunaan data teknis jembatan. Data dimaksud mencakup data-data lalu lintas, hidrologi, karakteristik sungai, perlintasan dengan prasarana transportasi lainnya, topografi, geologi teknik, penyelidikan tanah, dan kondisi lingkungan sekitar. Yang melakukan pengumpulan data-data tersebut adalah para tenaga ahli dan atau tenaga terampil terkait, sedangkan bridge design engineer bertugas melakukan koordinasi pengumpulan dan penggunaan data-data dimaksud. Agar bridge design engineer mempunyai arah yang lebih fokus di dalam melakukan koordinasi pengumpulan dan penggunaan data-data untuk keperluan perencanaan jembatan dimaksud, dalam modul ini dijelaskan prinsip-prinsip dasar aspek teknis data-data tersebut. Selain aspek koordinasi yang disinggung di dalam Bab 1, aspek teknis diuraikan dalam Bab 2, 3, 4, 5, dan 6. Kami menyadari bahwa modul ini masih jauh dari sempurna baik ditinjau dari segi materi, sistematika penulisan maupun tata bahasanya. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari para peserta dan pembaca semua, dalam rangka penyempurnaan modul ini. Demikian modul ini dipersiapkan untuk membekali seorang AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (Bridge Design Engineer) dengan pengetahuan yang berkaitan; mudahmudahan modul ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya. Jakarta, Oktober 27 Penyusun iii

5 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i PRA KATA... iii DAFTAR ISI... iv SPESIFIKASI PELATIHAN... vii A. Tujuan Pelatihan... vii B. Tujuan Pembelajaran... vii PANDUAN PEMBELAJARAN... ix A. Kualifikasi Pengajar/Instruktur... ix B. Penjelasan Singkat Modul... ix C. Proses Pembelajaran... x BAB 1 PENDAHULUAN Umum Ringkasan Modul Koordinasi Pengertian Koordinasi Ciri-ciri Koordinasi Hakikat Koordinasi Fungsi Koordinasi Metode dan Teknik Koordinasi Jenis-jenis Koordinasi Koordinasi di Lingkungan Bridge Design Engineer Batasan / Rentang Variabel Batasan / Rentang Variabel Unit Kompetensi Batasan/Rentang Variabel Pelaksanaan Pelatihan Panduan Penilaian Acuan Penilaian Kualifikasi Penilai Penilaian Mandiri Sumber Daya Pembelajaran BAB 2 KOORDINASI UNTUK PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA LALU LINTAS Umum iv

6 2.2. Analisa Data Lalu Lintas Hasil Survai Survai Lalu Lintas Pos-pos Perhitungan Lalu Lintas Periode Perhitungan Pengelompokkan Kendaraan (Routine Traffic Count Manual) Pelaksanaan Survai versi IIRMS Evaluasi Hasil Survai Lalu Lintas Prediksi Lalu Lintas Harian Rata-Rata Tahunan (Lhrt) Koordinasi Pencacahan Jumlah Kendaraan Berat RANGKUMAN LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI BAB 3 KOORDINASI UNTUK PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA HIDROLOGI DAN KARAKTERISTIK SUNGAI DAN PERLINTASAN LAINNYA Umum Analisa Karakteristik Sungai Tipe Sungai di Daerah Aliran (River Basin) Sungai Alluvial dan Non-alluvial Gerusan Sungai Perhitungan Debit Banjir Sungai Analisis Hidrologi Perhitungan Debit Banjir Berdasarkan Metode Rasional, Melchior, Haspers dan Weduwen Penetapan Panjang Dan Tinggi Ruang Bebas Jembatan Perlintasan Dengan Prasarana Transportasi Lainnya Perlintasan (tak sebidang) dengan Jalan Raya Perlintasan (tak sebidang) dengan Jalan Kereta Api RANGKUMAN LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI BAB 4 KOORDINASI UNTUK PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA TOPOGRAFI Umum Survai Pendahuluan Survai Pengukuran Topografi Jembatan Penetapan Lokasi Dan Geometrik Jembatan v

7 RANGKUMAN LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI BAB 5 KOORDINASI UNTUK PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA GEOLOGI TEKNIK DAN TATA PENYELIDIKAN TANAH Umum Pemetaan Geologi Permukaan Detail Pengertian tentang batuan Klasifikasi batuan dasar Pemetaan Geologi Penggunaan Laporan Hasil Pemetaan Geologi Permukaan Penentuan Lokasi dan Jumlah Titik Explorasi Survai sumber material (quarry) Koordinasi Penyelidikan Tanah dan Pengujian Laboratorium Pengukuran Lokasi Titik Bor dan Titik Sondir Penentuan Peralatan Yang Sesuai Pengambilan Contoh Tanah Untuk Pengujian Laboratorium RANGKUMAN LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI BAB 6 KOORDINASI UNTUK PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA KONDISI LINGKUNGAN SEKITAR Umum Kondisi Lingkungan Sekitar Pendekatan Teknologi Pendekatan Ekonomi Pendekatan Institusional /Kelembagaan Pengaruh Kondisi Lingkungan Sekitar Terhadap Jembatan Yang akan dibangun Koreksi Terhadap Pemilihan Rencana Lokasi Jembatan Lokasi jembatan dipertahankan Lokasi jembatan dipindahkan (direlokasi) RANGKUMAN LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI LAMPIRAN : KUNCI JAWABAN PENILAIAN MANDIRI DAFTAR PUSTAKA vi

8 SPESIFIKASI PELATIHAN A. Tujuan Pelatihan Tujuan Umum Pelatihan Setelah selesai mengikuti pelatihan peserta diharapkan mampu : Melaksanakan pekerjaan perencanaan teknis jembatan berdasarkan standar perencanaan jembatan jalan raya yang berlaku. Tujuan Khusus Pelatihan Setelah selesai mengikuti pelatihan peserta mampu : 1. Menerapkan ketentuan Undang-Undang Jasa Konstruksi (UUJK). 2. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data teknis. 3. Merencanakan dan menerapkan standar-standar perencanaan teknis bangunan atas jembatan. 4. Merencanakan bangunan bawah jembatan. 5. Merencanakan pondasi jembatan. 6. Merencanakan oprit (jalan pendekat), bangunan pelengkap dan pengaman jembatan. 7. Membuat laporan perencanaan teknis jembatan. B. Tujuan Pembelajaran dan Kriteria Penilaian Seri / Judul Modul : BDE 2 / Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis, merepresentasikan unit kompetensi: Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data teknis. Tujuan Pembelajaran Setelah modul ini dibahas diharapkan peserta : Mampu melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data lalu lintas, hidrologi dan karakteristik sungai serta perlintasan lainnya, topografi, geologi teknik, penyelidikan tanah dan kondisi lingkungan setempat. Kriteria Penilaian 1. Kemampuan dalam melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data lalu lintas. vii

9 2. Kemampuan dalam melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data hidrologi dan karakteristik sungai serta perlintasan lainnya. 3. Kemampuan dalam melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data topografi. 4. Kemampuan dalam melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data geologi teknik dan penyelidikan tanah. 5. Kemampuan dalam melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data kondisi lingkungan sekitar. viii

10 PANDUAN PEMBELAJARAN A. Kualifikasi Pengajar / Instruktur Instruktur harus mampu mengajar, dibuktikan dengan sertifikat TOT (Training of Trainer) atau sejenisnya. Menguasai substansi teknis yang diajarkan secara mendalam. Konsisten mengacu SKKNI dan SLK Pembelajaran modul-modulnya disertai dengan inovasi dan improvisasi yang relevan dengan metodologi yang tepat. B. Penjelasan Singkat Modul Modul-modul yang dibahas di dalam program pelatihan ini terdiri dari: No. Kode Judul Modul 1. BDE 1 2. BDE 2 UUJK, Sistem Manajemen K3 dan Sistem Manajemen Lingkungan Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis 3. BDE 3 Perencanaan Bangunan Atas Jembatan 4. BDE 4 Perencanaan Bangunan Bawah Jembatan 5. BDE 5 Perencanaan Pondasi Jembatan 6. BDE 6 Perencanaan Oprit (Jalan Pendekat), Bangunan Pelengkap dan Pengamat Jembatan 7. BDE 7 Laporan Perencanaan Teknis Jembatan Sedangkan modul yang akan diuraikan adalah: Seri / Judul : BDE 2 / Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis Deskripsi Modul : merupakan salah satu modul yang direncanakan untuk membekali Ahli Perencanaan Teknis Jembatan (Bridge Design Engineer) dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data-data lalu lintas, hidrologi, karakteristik sungai, perlintasan dengan prasarana transportasi lainnya, topografi, geologi teknik, penyelidikan tanah, dan kondisi lingkungan sekitar dalam rangka menyiapkan perencanaan teknis jembatan. ix

11 C. Proses Pembelajaran Kegiatan Instruktur Kegiatan Peserta Pendukung 1. Ceramah Pembukaan : Menjelaskan Tujuan Pembelajaran. Merangsang motivasi peserta dengan pertanyaan atau pengalaman melakukan koordinasi pengumpulan dan penggunaan data teknis. Waktu : 5 menit. 2. Penjelasan Bab 1 : Pendahuluan. Modul ini merepresentasikan unit kompetensi. Umum Ringkasan Modul Koordinasi Batasan/Rentang Variabel Panduan Penilaian Panduan Pembelajaran Waktu : 35 menit. 3. Penjelasan Bab 2 : Koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data lalu lintas Umum Analisa data lalu lintas hasil survai Prediksi lalu lintas harian rata-rata tahunan (LHRT) Koordinasi pencacahan jumlah kendaraan berat Waktu : 75 menit. 4. Penjelasan Bab 3 : Koordinasi untuk pengumpulandan penggunaan data hidrologi dan karakteristik sungai dan perlintasan lainnya. Umum Analisa karakteristik sungai Mengikuti penjelasan Mengajukan pertanyaan apabila kurang jelas. OHT 1 Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif. Mencatat hal-hal penting. OHT 2 Mengajukan pertanyaan bila perlu. Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun OHT 3 dan aktif. Mencatat hal-hal penting. Mengajukan pertanyaan bila perlu. OHT 4 Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun x

12 Perhitungan debit banjir sungai Penetapan panjang dan tinggi ruang bebas jembatan Perlintasan dengan prasarana transportasi lainnya Waktu : 75 menit. 5. Penjelasan Bab 4 : Koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data topografi. Umum Survai Pendahuluan Survai Pengukuran topografi jembatan Pemetaan kondisi eksisting Penetapan lokasi dan geometrik jembatan Waktu : 55 menit. dan aktif. Mencatat hal-hal penting. Mengajukan pertanyaan bila perlu. Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif. Mencatat hal-hal penting. Mengajukan pertanyaan bila perlu. OHT 5 6. Penjelasan Bab 5 : Koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data geologi teknik dan data penyelidikan tanah Umum Pemetaan geologi permukaan detail Penentuan lokasi dan jumlah titik explorasi Survai sumber material (quarry) Penyelidikan tanah Pengambilan contoh untuk pengujian laboratorium Waktu : 7 menit. 7. Penjelasan Bab 6 : Koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data lingkungan sekitar Umum Kondisi lingkungan sekitar Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif. Mencatat hal-hal penting. Mengajukan pertanyaan bila perlu. Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun OHT 6 OHT 7 xi

13 Pengaruh kondisi lingkungan sekitar terhadap jembatan yang akan dibangun Koreksi terhadap pemilihan rencana lokasi jembatan Waktu : 35 menit. 8. Rangkuman dan Penutup. Rangkuman Tanya jawab. Penutup. Waktu : 1 menit. dan aktif. Mencatat hal-hal penting. Mengajukan pertanyaan bila perlu. Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif. Mencatat hal-hal penting. Mengajukan pertanyaan bila perlu. OHT 8 xii

14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Umum Modul BDE-2 : merepresentasikan salah satu unit kompetensi dari program pelatihan Ahli Perencanaan Teknis Jembatan (Bridge Design Engineer). Sebagai salah satu unsur, maka pembahasannya selalu memperhatikan unsurunsur lainnya, sehingga terjamin keterpaduan dan saling mengisi tetapi tidak terjadi tumpang tindih (overlaping) terhadap unit-unit kompetensi lainnya yang direpresentasikan sebagai modul-modul yang relevan. Adapun Unit kompetensi untuk mendukung kinerja efektif yang diperlukan dalam Perencanaan Teknis Jembatan adalah : No. Kode Unit Judul Unit Kompetensi I. Kompetensi Umum 1. INA Menerapkan ketentuan Undang-undang Jasa Konstruksi (UUJK) II. Kompetensi Inti 1. INA Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data teknis 2. INA Merencanakan bangunan atas jembatan dan / atau menerapkan standar-standar perencanaan teknis jembatan. 3. INA Merencanakan bangunan bawah jembatan 4. INA Merencanakan pondasi jembatan. 5. INA Merencanakan oprit (jalan pendekat), bangunan pelengkap dan pengaman jembatan. 6. INA Membuat laporan perencanaan teknis jembatan III. Kompetensi Pilihan - 1-1

15 1.2. Ringkasan Modul Ringkasan modul ini disusun konsisten dengan tuntutan atau isi unit kompetensi ada judul unit, deskripsi unit, elemen kompetensi dan KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dengan uraian sebagai berikut : a. Adapun unit kompetensi yang akan disusun modulnya: KODE UNIT : INA JUDUL UNIT : Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data teknis. DESKRIPSI UNIT : Unit kompetensi ini mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku yang diperlukan untuk pengumpulan dan penggunaan data lapangan yang diperlukan sebagai bahan masukan untuk perencanaan teknis jembatan. Direpresentasikan dalam modul seri/judul: BDE-2 Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis. b. Elemen Kompetensi dan KUK (Kriteria Unjuk Kerja) terdiri dari: 1. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data lalu lintas, direpresentasikan sebagai bab modul berjudul: Bab 2 Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Lalu Lintas. Uraian detailnya mengacu KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat menjadi sub bab yang terdiri dari: 1.1 Data lalu lintas hasil survai dianalisis sesuai dengan prosedur teknis yang berlaku. 1.2 LHRT (Lalu Lintas Harian Rata-rata Tahunan) diprediksi sesuai dengan prosedur teknis yang berlaku. 1.3 Koordinasi pencacahan jumlah kendaraan berat dilakukan sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan. 2. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data hidrologi dan karakteristik sungai dan perlintasan dengan prasarana transportasi lainnya, direpresentasikan sebagai bab modul berjudul : Bab 3 Koordinasi 1-2

16 Pengumpulan dan Penggunaan Data Hidrologi dan Karakteristik Sungai, dan Perlintasan Lainnya. Uraian detailnya mengacu KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat menjadi sub bab yang terdiri dari: 2.1 Karakteristik sungai dan perlintasan dengan fasilitas transportasi lainnya dianalisis sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku. 2.2 Debit banjir sungai diprediksi sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku. 2.3 Panjang dan tinggi clearance (ruang bebas) jembatan yang melintasi sungai diktetapkan sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku. 2.4 Panjang dan tinggi clearance (ruang bebas) jembatan yang melintasi prasarana transportasi lainnya ditetapkan sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku. 3. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data topografi, direpresentasikan sebagai bab modul berjudul: Bab 4 Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Topografi. Uraian detailnya mengacu KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat menjadi sub bab yang terdiri dari: 3.1 Koordinasi survai pendahuluan untuk menetapkan alternatifalternatif lokasi jembatan dilakukan sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan. 3.2 Koordinasi survai pengukuran topografi dilakukan sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan. 3.3 Lokasi dan geometrik jembatan ditetapkan sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku. 4. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data geologi teknik dan penyelidikan tanah, direpresentasikan sebagai bab modul berjudul: Bab 5 Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Geologi Teknik dan Data Penyelidikan Tanah. Uraian detailnya mengacu KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat menjadi sub bab yang terdiri dari 4.1 Koordinasi pemetaan geologi permukaan detail (termasuk quarry), dan penentuan lokasi/jumlah titik explorasi/jenis penyelidikan tanah di 1-3

17 lokasi jembatan dilakukan sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan. 4.2 Laporan hasil pemetaan geologi permukaan detail diidentifikasi untuk digunakan sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan. 4.3 Rekomendasi hasil penyelidikan tanah diidentifikasi untuk digunakan sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan. 5. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data kondisi lingkungan sekitar, direpresentasikan sebagai bab modul berjudul: Bab 6 Koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Kondisi Lingkungan Sekitar. Uraian detailnya mengacu KUK (Kriteria Unjuk Kerja) dapat menjadi sub bab yang terdiri dari: 5.1 Kondisi lingkungan sekitar lokasi jembatan yang akan direncanakan diidentifikasi untuk digunakan sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan. 5.2 Pengaruh kondisi lingkungan sekitar terhadap jembatan yang akan direncanakan diidentifikasi untuk digunakan sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan. 5.3 Koreksi terhadap pemilihan rencana lokasi jembatan dilakukan sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku. Penulisan dan uraian isi modul secara detail betul-betul konsisten mengacu tuntutan elemen kompetensi dan masing-masing KUK (Kriteria Unjuk Kerja) yang sudah dianalisis indikator kinerja/keberhasilannya (IUK). Berdasarkan IUK (Indikator Unjuk Kerja/Keberhasilan) sebagai dasar alat penilaian, diharapkan uraian detail setiap modul pelatihan berbasis kompetensi betul-betul mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang mendukung terwujudnya IUK, sehingga dapat dipergunakan untuk melatih tenaga kerja yang hasilnya jelas, lugas dan terukur Koordinasi Substansi inti dari modul BDE-2 ini terdiri dari 5 Bab yang seluruhnya diberi judul Koordinasi pengumpulan dan penggunaan data sebagai berikut : 1-4

18 lalu lintas, hidrologi dan karakteristik sungai dan perlintasan dengan prasarana transportasi lainnya, topografi geologi teknik dan penyelidikan tanah kondisi lingkungan sekitar Seorang bridge design engineer tidak disiapkan untuk mengumpulkan dan mengevaluasi sendiri data-data tersebut di atas karena untuk dapat melakukan pengumpulan dan evaluasi atas data-data dimaksud diperlukan bidang keahlian dan keterampilan tersendiri. Akan tetapi seorang bridge design engineer harus mampu melakukan koordinasi dengan pihak-pihak lain dalam kegiatan pengumpulan data dan penggunaan data tersebut, sehingga dengan demikian apabila terjadi kesalahan pengambilan data pada kurun waktu tersebut dapat segera dicarikan pemecahannya. Secara keseluruhan, sistematika penyusunan modul ini adalah sebagai berikut : 1. Pendahuluan 2. Koordinasi pengumpulan dan penggunaan data lalu lintas 3. Koordinasi pengumpulan dan penggunaan data hidrologi dan karakteristik sungai dan perlintasan dengan prasarana transportasi lainnya 4. Koordinasi pengumpulan dan penggunaan data topografi 5. Koordinasi pengumpulan dan penggunaan data geologi teknik dan data penyelidikan tanah 6. Koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data kondisi lingkungan sekitar Agar pengertian tentang koordinasi ini tidak berulang di setiap Bab yang tentu akan mengganggu tulisan tentang substansi inti, maka di dalam Bab 1 Pendahuluan ini diberikan uraian pengertian tentang koordinasi dan penggunaannya dalam konteks hubungan koordinasi antara bridge design engineer dengan tenaga ahli maupun tenaga terampil di lingkungan kerjanya Pengertian Koordinasi Koordinasi adalah usaha menyatukan kegiatan-kegiatan dari satuansatuan kerja (unit-unit) organisasi, sehingga organisasi bergerak sebagai kesatuan yang bulat guna melaksanakan seluruh tugas organisasi, untuk mencapai tujuannya. 1-5

19 Untuk membantu tercapainya koordinasi diperlukan adanya komunikasi administrasi yang disebut sebagai hubungan kerja. Dengan demikian koordinasi dan hubungan kerja merupakan dua pengertian yang saling kait mengait, karena koordinasi hanya dapat dicapai dengan sebaik-baiknya dengan melakukan hubungan kerja yang efektif Ciri-ciri Koordinasi Tanggung jawab koordinasi terletak pada pimpinan. Oleh karena itu koordinasi menjadi wewenang dan tanggung jawab pimpinan. Dikatakan bahwa pimpinan berhasil, karena ia telah melakukan koordinasi dengan baik. Koordinasi adalah suatu usaha kerjasama. Hal ini disebabkan karena kerjasama merupakan syarat mutlak untuk terselenggarakannya koordinasi dengan sebaik-baiknya. Koordinasi adalah proses yang terus menerus. Artinya suatu proses yang bersifat kesinambungan dalam rangka tercapainya tujuan organisasi. Adanya pengaturan usaha kelompok secara teratur. Hal ini disebabkan karena koordinasi adalah konsep yang diterapkan di dalam kelompok, bukan terhadap usaha individu tetapi sejumlah individu yang bekerjasama di dalam kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Konsep kesatuan tindakan. Kesatuan tindakan adalah inti daripada koordinasi. Hal ini berarti bahwa pimpinan harus mengatur usahausaha/tindakan-tindakan dari setiap tindakan individu sehingga diperoleh adanya keserasian di dalam mencapai hasil bersama. Tujuan koordinasi adalah tujuan bersama. Kesatuan usaha/tindakan meminta kesadaran /pengertian kepada semua individu agar ikut serta melaksanakan tujuan bersama sebagai kelompok di mana mereka bekerja Hakikat Koordinasi Koordinasi adalah akibat logis daripada adanya prinsip pembagian habis tugas, di mana setiap satuan kerja (unit), hanyalah melaksanakan sebagian tugas pokok organisasi secara keseluruhan. 1-6

20 Koordinasi timbul karena adanya prinsip fungsionalisasi, di mana setiap satuan kerja (unit) hanyalah melaksanakan sebagian fungsi dalam suatu organisasi. Koordinasi juga akibat adanya span of control, di mana pimpinan wajib membina, membimbing, mengarahkan dan mengendalikan berbagai kegiatan/usaha yang dilakukan sejumlah bawahan, di bawah wewenang dan tanggung jawabnya. Koordinasi sangat diperlukan dalam suatu organisasi yang besar dan kompeks di mana berbagai fungsi dan kegiatan harus dilakukan oleh berbagai satuan kerja (unit) yang harus dilakukan secara terpadu dan simultan. Koordinasi juga sangat diperlukan dalam suatu organisasi yang dibentuk berdasarkan atas prinsip jalur lini dan staf, karena kelemahan yang pokok dalam bentuk organisasi ini adalah masalah koordinasi. Koordinasi hanya dapat berhasil dengan bantuan sarana komunikasi yang baik.oleh karena itu komunikasi administrasi yang disebut hubungan kerja memegang peranan yang sangat penting bagi tercapainya koordinasi. Pada hakekatnya koordinasi adalah perwujudan dari kerjasama, saling bantu-membantu dan menghargai atau menghayati tugas dan fungsi serta tanggung jawab masing-masing. Hal ini disebabkan karena setiap setiap satuan kerja dalam melaksanakan kegiatannya tergantung atas bantuan satuan kerja yang lain. Jadi adanya saling ketergantungan atau interdependensi inilah yang mendorong diperlukan adanya kerjasama Fungsi Koordinasi Koordinasi adalah fungsi organik dari pimpinan. Sebagai fungsi organik dari pimpinan, koordinasi memiliki keunikan tersendiri dibanding dengan fungsi-fungsi lainnya seperti perencanaan, penyusunan pegawai, pembinaan kerja, motivasi, pengawasan dan sebagainya. Koordinasi merupakan usaha untuk menjamin kelancaran mekanisme prosedur kerja dari berbagai komponen dalam organisasi. Kelancaran mekanisme prosedur kerja harus dapat terjamin dalam rangka pencapaian tujuan organisasi dengan menghindari seminimal mungkin perselisihan yang timbul antar sesama komponen organisasi dan 1-7

21 mengusahakan semaksimal mungkin kerjasama diantara komponenkomponen tersebut. Koordinasi adalah merupakan usaha yang mengarahkan dan menyatukan kegiatan dari satuan kerja organisasi, sehingga organisasi bergerak sebagai kesatuan yang bulat untuk mencapai tujuannya. Jelasnya koordinasi mengandung makna adanya integrasi, dan dilakukan secara serasi dan simultan dari seluruh tindakan yang dijalankan oleh organisasi. Hal in i sesuai dengan prinsip : koordinasi, integrasi dan koordinasi Metode dan Teknik Koordinasi Metode dan teknik yang dapat dipakai dalam melakukan kegiatan koordinasi dapat dibagi atas : Koordinasi melalui kewenangan Koordinasi melalui konsensus Koordinasi melalui pedoman kerja Koordinasi melalui suatu forum Koordinasi melalui konferensi a. Koordinasi melalui kewenangan Beberapa pendapat mengatakan bahwa penggunaan wewenang merupakan salah satu cara untuk menjamin terlaksananya koordinasi dengan baik. Hal ini mungkin benar apabila organisasi tersebut bersifat seragam atau yang disebut integrated type. Dalam organisasi yang demikian itu koordinasi melalui kewenangan dapat dijalankan secara efektif. Akan tetapi dalam kenyataannya organisasi yang betul-betul seragam jarang ditemukan. Adapun yang banyak ditemukan adalah organisasi yang bersifat heterogen atau disebut holding company type, yaitu suatu organisasi yang mempunyai keanekaragaman jenis dan fungsi, yang dapat diidentifikasikan pada struktur organisasinya. Dalam organisasi yang demikian itu perlu dilakukan adanya integrasi dari seluruh jenis dan fungsi-fungsi yang ada, karena setiap jenis dan fungsi hanyalah merupakan sub sistem dari seluruh sistem pelaksanaan tugas pokok organisasi secara keseluruhan. 1-8

22 b. Koordinasi melalui konsensus Ada 3 (tiga) pilihan yang ada pada koordinasi melalui konsensus, yaitu konsensus melalui motivasi, konsensus melalui sistem timbal balik dan konsensus melalui ide. Para ahli berpendapat bahwa motivasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam meningkatkan usahausaha koordinasi, terutama dalamm organisasi besar dan kompleks yang mempunyai jenis dan fungsi yang beraneka ragam. Pada konsensus melalui sistem timbal balik, terdapat ciri-ciri keseimbangan antara tuntutan organisasi (tercapainya koordinasi) dan tuntutan individual baik yang bersifat material maupun yang bersifat non material. Sedangkan pada konsensus melalui ide, setiap orang yang bekerja dalam organisasi berusaha mengidentifikasikan dirinya dalam keanekaragaman tujuan yang hendak dicapai oleh organisasi. c. Koordinasi melalui Pedoman Kerja Pada metode ini pedoman kerja dijadikan landasan berpijak dan bertindak bagi setiap kegiatan, sehingga dapat diharapkan terselenggarakannya koordinasi dengan cara yang sebaik-baiknya. Pedoman kerja dalam hal ini merupakan sarana pengikat dan pengarah berbagai kegiatan yang saling berkaitan, sehingga koordinasi dapat diharapkan berjalan dengan sebaik-baiknya. d. Koordinasi melalui forum Pada metode ini koordinasi dilakukan dengan menggunakan suatu wadah tertentu (wahana) yang dapat dipergunakan sebagai cara mengadakan tukar-menukar informasi, mengadakan konsultasi, mengadakan kerjasama dalam pemecahan suatu masalah dan pengambilan keputusan bersama dalam pelaksanaan tugas bersama. Contoh wahana dimaksud adalah : Tim Kerja, panitia, Satuan Tugas, dapat bersifat internal organisasi ataupun bersifat eksternal organisasi. e. Koordinasi melalui konferensi Pada meode ini koordinasi diartikan dengan rapat-rapat atau sidangsidang yang dilakukan baik pada tingkat pimpinan maupun tingkat pelaksana. Rapat-rapat atau sidang-sidang tersebut dapat digunakan sebagai sarana dalam pengintegrasian seluruh fungsi yang ada dalam 1-9

23 organisasi. Pertanyaannya sekarang ialah, siapa yang harus memprakarsai konferensi yng demikian itu? Tentunya pimpinan yang bertanggungjawab dalam penyelesaian pelaksanaan tugas-tugas organisasi Jenis-jenis Koordinasi Berdasarkan hubungan kerja antara yang mengkoordinasikan dan yang dikoordinasikan, ada 2 (dua) jenis koordinasi yaitu koordinasi intern dan koordinasi ekstern. a. Koordinasi intern Koordinasi internal terdiri atas koordinasi vertikal, koordinasi horizontal dan koordinasi diagonal Koordinasi vertikal atau koordinasi struktural Pada koordinasi jenis ini antara yang mengkoordinasikan dan yang dikoordinasikan terdapat hubungan hirarkhis, karena satu dengan yang lainnya berada pada satu garis komando. Koordinasi horizontal (merupakan koordinasi fungsional) Pada koordinasi jenis ini antara yang mengkoordinasikan dan yang dikoordinasikan mempunyai kedudukan yang setingkat. Menurut tugas dan fungsinya, keduanya mempunyai kaitan satu dengan yang lainnya sehingga perlu dikoordinasi. Koordinasi diagonal (merupakan koordinasi fungsional) Pada koordinasi jenis ini yang mengkoordinasikan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang dikoordinasikan, tapi satu dengan yang lainnya tidak berada pada satu garis komando. b. Koordinasi ekstern Koordinasi ekstern termasuk koordinasi fungsional, bisa bersifat horizontal dan diagonal Koordinasi ekstern yang bersifat horizontal Pada koordinasi jenis ini antara yang mengkoordinasikan dan yang dikoordinasikan mempunyai kedudukan yang setingkat, akan tetapi satu sama lain tidak berada pada satu unit organisasi yang sama. 1-1

24 Koordinasi ekstern yang bersifat diagonal Pada koordinasi jenis ini yang mengkoordinasikan mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang dikoordinasikan, tapi satu dengan yang lainnya tidak berada pada satu unit organisasi yang sama Koordinasi di Lingkungan Bridge Design Engineer Untuk dapat menjelaskan bagaimana koordinasi antara bridge design engineer dengan tenaga ahli di sekitarnya, perlu dikenali lebih dahulu struktur organisasi yang menunjukkan posisi masing-masing di dalam melakukan hubungan kerja, sebagaimana tersebut di bawah: TEAM LEADER Senior Bridge Engineer Traffic Engineer Bridge Design Engineer (Small Structures) Surveying Engineer of Bridges Geotechnical Engineer Hydrology Engineer Teknisi Laboratorium Juru Gambar Juru Ukur Teknisi Hidrologi Pada tipikal organisasi konsultan di atas, bridge design engineer berada pada level ke-3, dimana level ke-1 adalah Team Leader sedangkan level ke- 2 adalah Engineering Manager. Ditinjau dari segi kualifikasi keahlian, level ke-3 ini sama dengan Ahli Muda, level ke-2 sama dengan Ahli Madya sedangkan level ke-1 sama dengan Ahli Utama. Berikut ini diberikan tabel yang menunjukkan jenis hubungan koordinasi yang dapat dilakukan oleh bridge design engineer dengan tenaga ahli maupun tenaga terampil di lingkungan kerjanya: 1-11

25 YANG YANG MENGKOORDINASIKAN DIKOORDINASIKAN JENIS KOORDINASI Team Leader Bridge Design Engineer Koordinasi intern - vertikal Senior Bridge Engineer Bridge Design Engineer Koordinasi intern - diagonal Bridge Design Engineer Geotechnical Engineer Koordinasi intern - horizontal Bridge Design Engineer Surveying Engineer of Bridge Koordinasi intern - horizontal Bridge Design Engineer Traffic Engineer Koordinasi intern - horizontal Bridge Design Engineer Hydrology Engineer Koordinasi intern - horizontal Bridge Design Engineer Teknisi Laboratorium Koordinasi intern - diagonal Bridge Design Engineer Juru Gambar Koordinasi intern - diagonal Bridge Design Engineer Juru Ukur Koordinasi intern - diagonal Bridge Design Engineer Petugas Survai Lalu Lintas Koordinasi intern - diagonal Bridge Design Engineer Teknisi Hidrologi Koordinasi intern - diagonal 1.4. Batasan / Rentang Variabel Batasan/rentang variabel adalah ruang lingkup, situasi dimana unjuk kerja diterapkan. Mendefinisikan situasi dari unit kompetensi dan memberikan informasi lebih jauh tentang tingkat otonomi perlengkapan dan materi yang mungkin digunakan dan mengacu pada syarat-syarat yang ditetapkan termasuk peraturan dan produk jasa yang dihasilkan Batasan/Rentang Variabel Unit Kompetensi Adapun batasan / rentang variabel untuk unit kompetensi ini adalah: 1. Kompetensi ini diterapkan dalam satuan kerja berkelompok; 2. Tersedia tenaga ahli dan tenaga terampil yang dapat dikoordinasikan oleh ahli perencanaan teknis jembatan untuk pengumpulan data lalu lintas, hidrologi dan karakteristik sungai, perlintasan dengan fasilitas transportasi lainnya, topografi, geologi teknik, penyelidikan tanah dan kondisi lingkungan sekitar; 3. Peralatan untuk pengumpulan data lapangan dan pengolahan data di laboratorium mekanika tanah diaplikasikan. 1-12

26 1.4.2 Batasan/Rentang Variabel Pelaksanaan Pelatihan Adapun batasan / rentang variabel untuk pelaksanaan pelatihan adalah: 1. Seleksi calon peserta dievaluasi dengan kompetensi prasyarat yang tertuang dalam SLK (Standar Latih Kompetensi) dan apabila terjadi kondisi peserta kurang memenuhi syarat, maka proses dan waktu pelaksanaan pelatihan disesuaikan dengan kondisi peserta, namun tetap mengacu tercapainya tujuan pelatihan dan tujuan pembelajaran. 2. Persiapan pelaksanaan pelatihan termasuk prasarana dan sarana sudah mantap. 3. Proses pembelajaran teori dan praktek dilaksanakan sampai tercapainya kompetensi minimal yang dipersyaratkan. 4. Penilaian dan evaluasi hasil pembelajaran didukung juga dengan batasan/rentang variable yang dipersyaratkan dalam unit kompetensi Panduan Penilaian Untuk membantu menginterpretasikan dan menilai unit kompetensi dengan mengkhususkan petunjuk nyata yang perlu dikumpulkan untuk memperagakan kompetensi sesuai tingkat kecakapan yang digambarkan dalam setiap kriteria unjuk kerja yang meliputi : Pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja yang dibutuhkan untuk seseorang dinyatakan kompeten pada tingkatan tertentu. Ruang lingkup pengujian menyatakan dimana, bagaimana dan dengan metode apa pengujian seharusnya dilakukan. Aspek penting dari pengujian menjelaskan hal-hal pokok dari pengujian dan kunci pokok yang perlu dilihat pada waktu pengujian Acuan Penilaian Adapun acuan untuk melakukan penilaian yang tertuang dalam SKKNI adalah sebagai berikut: a. Pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku untuk mendemonstrasikan kompetensi ini terdiri dari: 1. Pemahaman terhadap: metoda analisis data lalu lintas, metoda analisis data hidrologi dan karakteristik sungai, perlintasan dengan fasilitas transportasi lainnya, batasan-batasan pengukuran topografi 1-13

27 untuk jembatan, pembacaan peta-peta geologi teknik, rekomendasi hasil penyelidikan tanah, dan kondisi lingkungan sekitar; 2. Penerapan data dan informasi tersebut butir 1 untuk keperluan perencanaan teknis jembatan; 3. Cermat, teliti, tekun, obyektif, dan berfikir komprehensif dalam menerima data lapangan sebelum digunakan untuk melakukan perencanaan teknis jembatan. b. Konteks Penilaian 1. Unit ini dapat dinilai di dalam maupun di luar tempat kerja yang menyangkut pengetahuan teori 2. Penilaian harus mencakup aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja/ perilaku. 3. Unit ini harus didukung oleh serangkaian metode untuk menilai pengetahuan dan keterampilan yang ditetapkan dalam Materi Uji Kompetensi (MUK). c. Aspek Penting Penilaian 1. Ketelitian dan kecermatan dalam memahami dan menggunakan ketentuan teknis, persyaratan teknis maupun data-data yang diperlukan untuk melakukan koordinasi pengumpulann dan penggunaan data teknis; 2. Kemampuan melakukan validasi terhadap data-data yang telah dikumpulkan oleh para petugas lapangan untuk digunakan dalam melaskukan koordinasi pengumpulann dan penggunaan data teknis Kualifikasi Penilai a. Penilai harus kompeten paling tidak tentang unit-unit kompetensi sebagai assesor (penilai) antara lain: mrencanakan penilaian, meaksanakan penilaian dan mreview penilaian yang dibuktikan dengan sertifikat assesor. b. Penilai juga harus kompeten tentang teknis substansi dari unit-unit yang akan didemonstrasikan dan bila ada syarat-syarat industri perusahaan lainnya muncul, penilai bisa disyaratkan untuk : 1-14

28 1. Mengetahui praktek-praktek /kebiasaan industri /perusahaan yang ada sekarang dalam pekerjaan atau peranan yang kinerjanya sedang dinilai. 2. Mempraktekkan kecakapan inter-personal seperlunya yang diperlukan dalam proses penilaian. c. Apabila terjadi kondisi Penilai (assesor) kurang menguasai teknis substansi, dapat mengambil langkah menggunakan penilai yang memenuhi syarat dalam berbagai konteks tempat kerja dan lembaga, industri/perusahaan. Opsi-opsi tersebut termasuk : 1. Penilai di tempat kerja yang kompeten, teknis substansial yang relevan dan dituntut memiliki pengetahuan tentang praktek-praktek/ kebiasaan industri/ perusahaan yang ada sekarang. 2. Suatu panel penilai yang didalamnya termasuk paling sedikit satu orang yang kompeten dalam kompetensi subtansial yang relevan. 3. Pengawas tempat kerja dengan kompetensi dan pengalaman subtansial yang relevan yang disarankan oleh penilai eksternal yang kompeten menurut standar penilai. 4. Opsi-opsi ini memang memerlukan sumber daya, khususnya penyediaan dana lebih besar (mahal) Ikhtisar (gambaran umum) tentang proses untuk mengembangkan sumber daya penilaian berdasar pada Standar Kompetensi Kerja (SKK) perlu dipertimbangkan untuk memasukan sebuah flowchart pada proses tersebut. Sumber daya penilaian harus divalidasi untuk menjamin bahwa penilai dapat mengumpulkan informasi yang cukup, valid dan terpercaya untuk membuat keputusan penilaian yang betul-betul handal berdasar standar kompetensi. 1-15

29 Kompete KOMPETENSI ASESOR Memiliki Kompetensi Assessment Memiliki Kompetensi bidang Substansi Penilaian Mandiri Penilaian mandiri merupakan suatu upaya untuk mengukur kapasitas kemampuan peserta pelatihan terhadap pengasaan substansi materi pelatihan yang sudah dibahas dalam proses pembelajaran teori maupun praktek. Penguasaan substansi materi diukur dengan IUK (Indikator Unjuk Kerja/ Indikator Kinerja/Keberhasilan) dari masing-masing KUK (Kriteri Unjuk Kerja), dimana IUK merupakan hasil analisis setiap KUK yang dipergunakan untuk mendesain/menyusun kurikulum silabus pelatihan. Bentuk pelatihan mandiri antara lain: a. Pertanyaan dan Kunci Jawaban, yaitu: Menanyakan kemampuan apa saja yang telah dikuasai untuk mewujudkan KUK (Kriteria Unjuk Kerja), kemudian dilengkapi dengan Kunci Jawaban dimana kunci jawaban dimaksud adalah IUK (Indikator Unjuk Kerja/ Indikator Kinerja/Keberhasilan) dari masing-masing KUK (Kriteria Unjuk Kerja) b. Tingkat Keberhasilan Pelatihan Dari penilaian mandiri akan terungkap tingkat keberhasilan peserta pelatihan dalam mengikuti proses pembelajaran. Apabila tingkat keberhasilan rendah, perlu evaluasi terhadap: 1-16

30 1. Peserta pelatihan terutama tentang pemenuhan kompetensi prasyarat dan ketekunan serta kemampuan mengikuti proses pembelajaran. 2. Materi/modul pelatihannya apakah sudah mengikuti dan konsisten mengacu tuntutan unit kompetensi, elemen kompetensi, KUK (Kriteria Unjuk Kerja), maupun IUK IUK (Indikator Unjuk Kerja/ Indikator Kinerja/Keberhasilan). 3. Instruktur/fasilitatornya, apakah konsisten dengan materi/modul yang sudah valid mengacu tuntutan unit kompetensi beserta unsurnya yang diwajibkan untuk dibahas dengan metodologi yang tepat. 4. Mungkin juga karena penyelenggaraan pelatihannya atau sebab lain Sumber Daya Pembelajaran Sumber daya pembelajaran dikelompokan menjadi 2 (dua) yaitu : a. Sumber daya pembelajaran teori : - OHT dan OHP (Over Head Projector) atau LCD dan Laptop. - Ruang kelas lengkap dengan fasilitasnya. - Materi pembelajaran. b. Sumber daya pembelajaran praktek : - PC, lap top bagi yang yang sudah terbiasa dengan penggunaan komputer atau kalkulator bagi yang belum terbiasa dengan penggunaan komputer. - Alat tulis, kertas dan lain-lain yang diperlukan untuk membantu peserta pelatihan dalam menghitung dan merencanakan bangunan atas jembatan. c. Tenaga kepelatihan, instruktur/assesor dan tenaga pendukung penyelenggaraan betul-betul kompeten. 1-17

31 BAB 2 KOORDINASI UNTUK PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA LALU LINTAS 2.1. Umum Bab ini menjelaskan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data lalu lintas yang prinsip atau tata cara koordinasinya telah dijelaskan dalam Bab 1 Pendahuluan, Sub Bab 1.3 Koordinasi. Fokus tulisan ini dengan demikian dibatasi pada substansi inti yang harus difahami oleh Bridge Design Engineer agar dapat melakukan koordinasi dengan para pihak terkait berdasarkan batasan-batasan teknis dalam rangka pengumpulan dan penggunaan data lalu lintas. Koordinasi pengumpulan dan penggunaan data lalu lintas yang ditulis dalam modul ini menjelaskan: Analisis data lalu lintas hasil survai Prediksi LHRT (Lalu Lintas harian Rata-rata Tahunan) Koordinasi pencacahan sumbu kendaraan berat 2.2. Analisis Data Lalu Lintas Hasil Survai Survai Lalu lintas Survai ini dilakukan oleh para petugas survai yang telah mendapatkan pelatihan sebelumnya, di bawah pengendalian traffic engineer. Tugas bridge design engineer dalam hal ini adalah melakukan koordinasi dengan traffic engineer untuk mendapatkan data-data survai lalu lintas sebagai data pendukung perencanaan teknis jembatan. Data lalu lintas digunakan sebagai masukan penetapan geometri oprit jembatan, penetapan lebar lantai kendaraan, jumlah lajur lalu lintas dan kelas jembatan. Survai lalu lintas yang dimaksudkan disini dilakukan dengan cara menghitung secara manual jumlah dan jenis kendaraan yang lewat pada suatu ruas jalan pada lokasi dekat jembatan yang akan direncanakan. Ruang lingkup dari survai ini mencakup kebutuhan data untuk perencanaan teknis jembatan yang terletak pada Jalan Nasional, Jalan Propinsi, Jalan Kabupaten/Kotamadya, Jalan lainnya serta Jalan Tol, dengan kemungkinan beberapa modifikasi bila diperlukan, terutama pelaksanaan jadual dan periode perhitungan. Agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda 2-1

32 tentang survai lalu lintas ini, yang dimaksud dengan survai lalu lintas dalam tulisan ini adalah Survai Perhitungan Lalu Lintas Rutin. Survai Perhitungan Lalu Lintas Rutin disingkat SPL (Routine Traffic Count, RTC) adalah survai untuk mendapatkan data tentang jumlah dan jenis kendaraan yang lewat pada suatu ruas jalan dengan sistem dan cara tertentu. Perhitungan lalu lintas rutin dapat dilaksanakan secara manual (dengan tenaga manusia) dan secara otomatis dengan menggunakan alat perhitungan lalu lintas otomatis. Jumlah kendaraan per kilometer yang lewat mencerminkan tingkat kepadatan lalu lintas pada ruas jalan tersebut, yang merupakan faktor penting dalam penyusunan dan program penanganan jaringan jalan. Panduan ini memberikan penjelasan mengenai sistem survai perhitungan lalu lintas rutin secara manual dan merupakan pengembangan terhadap sistem yang telah ada, disesuaikan dengan kebutuhan dan kemajuan teknologi. Panduan survai ini tidak berlaku bagi perhitungan suatu simpangan Pos-pos Perhitungan Lalu Lintas 1). Tipe pos : Pos kelas A, yaitu pos perhitungan lalu lintas yang terletak pada ruas jalan dengan jumlah lalu lintas yang tinggi dan mempunyai LHR 1. kendaraan. Pos kelas B, yaitu pos perhitungan lalu lintas yang terletak pada ruas jalan dengan jumlah lalu lintas yang sedang dan mempunyai 5. < LHR < 1. kendaraan. Pos kelas C, yaitu pos perhitungan lalu lintas yang terletak pada ruas jalan dengan jumlah lalu lintas yang rendah dan mempunyai LHR 5. kendaraan. 2). Pemilihan lokasi pos : Lokasi pos harus mewakili jumlah lalu lintas harian rata-rata dari ruas jalan tidak terpengaruh oleh angkutan ulang alik yang tidak mewakili ruas (commuter traffic). Lokasi pos harus mempunyai jarak pandang yang cukup untuk kedua arah, sehingga memungkinkan pencatatan kendaraan dengan mudah dan jelas. 2-2

33 Lokasi pos tidak dapat ditempatkan pada persilangan jalan. 3). Tanda pengenal pos : Setiap pos perhitungan lalu lintas rutin mempunyai nomor pengenal, terdiri dari satu huruf besar dan diikuti oleh tiga digit angka. Huruf besar A, B dan C memberikan identitas mengenai tipe kelas pos perhitungan. Tiga digit angka berikutnya identik dengan nomor ruas jalan dimana pos-pos tersebut terletak. Apabila pada suatu ruas jalan mempunyai pos perhitungan lebih dari satu, maka kode untuk pos kedua, digit pertama diganti dengan angka 3, dan untuk pemberian nomor pos ketiga, digit pertama diganti dengan 4 dan seterusnya. Urutan pos hendaknya dimulai dari kilometer kecil kearah kilometer besar pada ruas jalan tersebut. Contoh: a. Di ruas jalan 2 ada beberapa pos kelas A penulisan nomor posnya : A.2; A.32; A.42 sampai dengan A.92; b. Di ruas jalan 157 ada beberapa pos kelas B, penulisan nomor posnya : B.157; B.357; B.457 sampai dengan B.957. c. Di ruas jalan 57 ada beberapa pos kelas C, penulisan nomor posnya : C.57; C.357; C.457 sampai dengan C Periode Perhitungan 1). Pos kelas A : Untuk pos-pos kelas A perhitungan dilakukan dengan periode 4 jam selama 2 hari, mulai pukul 6. pagi pada hari pertama dan berakhir pukul 22. pada hari kedua. Perhitungan ini diulang empat kali selama satu tahun sesuai jadual yang telah ditentukan (lihat Lampiran 1.c dan 1.d). Hari Pertama Hari Kedua 4 jam

34 2). Pos kelas B : Untuk pos-pos kelas B pelaksanaan perhitungan seperti pada pos kelas A. Pelaksanaan perhitungan pada pos-pos kelas B sesuai jadual yang telah ditentukan. 3). Pos kelas C : Perhitungan dilakukan dengan periode 16 jam mulai pukul 6. pagi dan berakhir pada pukul 22. pada hari yang sama yang ditetapkan untuk pelaksanaan perhitungan. Perhitungan ini diulang empat kali selama satu tahun sesuai jadual yang telah ditentukan. Pada Hari Yang Sama 16 jam Pengelompokan Kendaraan (Routine Traffic Count - Manual) Versi IIRMS (Indonesian Integrated Roads management Systems) Mengambil referensi dari buku panduan yang digunakan untuk survai IRMS, untuk perhitungan lalu lintas, kendaraan dibagi dalam 8 kelompok mencakup kendaraan bermotor dan kendaraan tidak bermotor. Tabel 1.1 Pengelompokan Kendaraan Menurut IIRMS Golongan/ Kelompok Jenis Kendaraan yang masuk kelompok ini adalah 1. Sepeda motor, sekuter, sepeda kumbang dan kendaraan bermotor roda Sedan, jeep dan station wagon. 3. Opelet, pick-up opelet, suburban, combi dan minibus. 4. Pick-up, micro truck dan mobil hantaran atau pick-up box. 5a. Bus kecil 5b. Bus besar 6.a Truk 2 sumbu 4 roda 6.b Truk 2 sumbu 6 roda 7a. Truk 3 sumbu 7b. Truk gandengan 7c. Truk semi trailer 8. Kendaraan tidak bermotor; sepeda, becak, andong/dokar, gerobak sapi 2-4

35 Pengenalan Ciri Kendaraan : 1. Sepeda kumbang : sepeda yang ditempeli mesin 75 cc (max). 2. Kendaraan bermotor roda 3 antara lain : bemo dan bajaj 3. Kecuali combi, umumnya sebagai kendaraan penumpang umum maximal 12 tempat duduk seperti mikrolet, angkot, minibus, pick-up yang diberi penaung kanvas/pelat dengan rute dalam kota dan sekitarnya atau angkutan pedesaan. 4. Umumnya sebagai kendaraan barang maximal beban sumbu belakang 3,5 ton dengan bagian belakang sumbu tunggal roda tunggal (STRT). 5. a. Bus kecil adalah sebagai kendaraan penumpang umum dengan tempat duduk antara 16 s/d 26 buah, seperti kopaja, metromini, elf dengan bagian belakang sumbu tunggal roda ganda (STRG) dan panjang kendaraan maximal 9 m dengan sebutan bus ¾. b. Bus besar adalah sebagai kendaraan penumpang umum dengan tempat duduk antara 3-5 buah seperti bus malam, bus kota dan bus antar kota yang berukuran 12 m ( ) dan STRG. 6. a. Truk 2 sumbu adalah sebagai kendaraan barang dengan beban sumbu belakang antara 5 ton (MST 5, ton STRG) dengan masingmasing sumbu terdapat 2 roda. b. Truk 2 sumbu adalah sebagai kendaraan barang dengan beban sumbu belakang antara 8-1 ton (MST 8, 1 ton STRG) dengan as depan terdapat 2 roda dan as belakang 4 roda. 7. a. Truk 3 sumbu adalah sebagai kendaraan barang dengan 3 sumbu yang tata letaknya STRT dan SGRG (sumbu ganda roda ganda). b. Truk gandengan adalah sebagai kendaraan no. 6 atau 7 yang diberi gandengan bak truk dan dihubungkan dengan batang besi segitiga. Disebut juga Full Trailer Truck. c. Truk semi trailer atau truk tempelan adalah sebagai kendaraan yang terdiri dari kepala truk dengan 2-3 sumbu yang dihubungkan secara sendi dengan pelat dan rangka bak yang beroda belakang yang mempunyai 2 atau 3 sumbu pula. 2-5

36 Versi Lainnya Selain penggolongan lalu-lintas seperti tersebut di atas, terdapat paling tidak 3 versi lagi, yaitu berdasar Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997(Tabel 1.2.), berdasar Pedoman Teknis No. Pd.T B Survai pencacahan lalu lintas dengan cara manual (Tabel 1.3.), dan berdasar PT. Jasa Marga (Persero) lihat Tabel 1.4. Tabel 1.2. : Penggolongan Kendaraan Berdasar MKJI. No. Type kendaraan Golongan 1. Sedan, jeep, st. wagon 2 2. Pick-up, combi 3 3. Truck 2 as (L), micro truck, mobil hantaran 4 4. Bus kecil 5a 5. Bus besar 5b 6. Truck 2 as (H) 6 7. Truck 3 as 7a 8. Trailer 4 as, truck gandengan 7b 9. Truck s. trailer 7c Tabel 1.3 : Penggolongan Kendaraan Berdasar Pedoman Teknis No. Pd.T B No. Jenis kendaraan yang masuk kelompok ini adalah Golongan 1. Sedan, jeep, dan Station Wagon 2 2. Opelet, Pick-up opelet, Sub-urban, Combi, 3 Minibus 3. Pick-up, Micro Truck dan Mobil hantaran atau 4 Pick-up Box 4. Bus Kecil 5a 5. Bus Besar 5b 6. Truk ringan 2 sumbu 6a 7. Truk sedang 2 sumbu 6b 8. Truk 3 sumbu 7a 9. Truk Gandengan 7b 1. Truk Semi Trailer 7c 2-6

37 Tabel 1.4. : Penggolongan Kendaraan Menurut PT. Jasa Marga (Persero) No. Golongan kendaraan 1 Golongan 1 2 Golongan 1 au 3 Golongan 2 a 4 Golongan 2 a au 5 Golongan 2 b Dari ketiga versi penggolongan diatas terlihat bahwa jika kita akan melakukan kajian vehicle damage factor (VDF) dimana ada perbedaan standar sistem penggolongan tersebut, seringkali tidak begitu mudah untuk analisis lalu-lintas, akan dapat dilihat dalam traffic design yang terkait erat ada hubungan antara Golongan kendaraan - LHR - Pertumbuhan lalu-lintas - VDF, jika survai lalu-lintas tidak sesuai yang kita inginkan, akan menyulitkan kita yang seharusnya tidak perlu terjadi. Sering terjadi dalam survai lalu-lintas untuk golongan kendaraan yang lain ada tetapi untuk golongan yang lain lagi tidak di-survai, apalagi jika terjadi secara matriks kekeliruan pada survai pencacahan lalu-lintas dan survai beban gandar maka akan memperbesar kesulitan dalam analisis lalu-lintas, ujung-ujungnya hasil kajian lalu-lintas semakin tidak akurat. Seringkali, dalam survai pencacahan lalu-lintas dan survai beban gandar, team survai berjalan sendiri tanpa mengikuti kebutuhan sesuai golongan kendaraan yang ditentukan oleh Pengguna Jasa / Pemberi Tugas. Untuk itu kondisi ini perlu mendapat perhatian dan dihindari. Data yang dibutuhkan untuk perencanaan dari parameter lalu-lintas harian rata-rata dan pertumbuhan lalu-lintas tahunan, untuk memudahkan dalam analisis, disajikan dalam suatu tabel (lihat Tabel 1.5.), dalam tabel ini digabungkan sekalian data / parameter vehicle damage factor (VDF). 2-7

38 Tabel 1.5. : Data / Parameter Golongan Kendaraan, LHR, Pertumbuhan Lalu-Lintas ( G ) & VDF. No. Jenis kendaraan Gol LHRT g (%) VDF 1. Sedan, jeep, dan Station Wagon 2 2. Opelet, Pick-up opelet, Sub-urban, Combi, 3 Minibus 3. Pick-up, Micro Truck dan Mobil hantaran 4 atau Pick-up Box 4. Bus Kecil 5a 5. Bus Besar 5b 6. Truk ringan 2 sumbu 6a 7. Truk sedang 2 sumbu 6b 8. Truk 3 sumbu 7a 9. Truk Gandengan 7b 1. Truk Semi Trailer 7c Keterangan : Contoh di atas, penggolongan kendaraan mengacu pada Pedoman Teknis No. Pd.T B. LHRT : Jumlah lalu-lintas harian rata-rata (kendaraan) pada tahun survai / pada tahun terakhir. g : Pertumbuhan lalu-lintas per tahun (%) VDF : Nilai damage factor Pelaksanaan Survai versi IIRMS Untuk selanjutnya, penggolongan kendaraan yang digunakan dalam modul ini adalah penggolongan kendaraan versi IIRMS, karena seluruh jaringan jalan baik yang berstatus sebagai jalan nasional maupun jalan propinsi di Indonesia, program penanganannya diproses dengan menggunakan data survai lalu lintas yang perolehaan datanya dilakukan dengan menggunakan penggolongan kendaraan versi IIRMS. Dengan demikian pelaksanaan survai yang dikoordinir oleh traffic engineer, dilakukan dengan menggunakan formulir survai versi IIRMS dan hasilnya akan dikopikan untuk bridge design engineer. Peralatan dan Perlengkapan Untuk pelaksanaan survai perhitungan lalu lintas secara manual tidak diperlukan peralatan khusus. Perlengkapan survai yang diperlukan meliputi : 1) Formulir perhitungan lalu lintas (Formulir SPL 2-1) 2-8

39 2) Formulir himpunan perhitungan lalu lintas selama 24 jam, Formulir Himpunan untuk laporan (Formulir SPL 2-2). 3) Alat penghitung (addocheck) bila diperlukan pada lalu lintas tinggi. 4) Alat pencatat waktu (jam) 5) Alat-alat tulis Persiapan Survai perhitungan lalu lintas rutin dilakukan pada pos-pos dan waktu yang telah ditentukan, walaupun pada pos tersebut telah dipasang alat perhitungan lalu lintas otomatis. Pada dasarnya setiap ruas Jalan Nasional dan Jalan Propinsi harus diwakili oleh adanya pos perhitungan lalu lintas yang dapat memberikan gambaran mengenai karakteristik dan kepadatan lalu lintas pada ruas jalan tersebut. Kelas dan lokasi pos perhitungan yang telah ditentukan dapat ditinjau kembali berdasarkan perkembangan karakteristik dan kepadatan lalu lintas. Kelas dan lokasi pos-pos perhitungan lalu lintas ditentukan oleh Penyelenggara Jalan Nasional. Perubahan dapat dilakukan dengan memperhatikan persyaratan lokasi pos hasilnya dilaporkan ke Penyelenggara Jalan Nasional. Apabila terjadi perubahan kondisi pos sehingga tidak memenuhi persyaratan, maka lokasi pos dapat dipindahkan dengan memperhatikan syarat-syarat pemilihan lokasi. Prosedur Pelaksanaan 1) Perhitungan dan pencatatan lalu lintas dilakukan dengan menggunakan formulir perhitungan lalu lintas (Lampiran F1) dan formulir himpunan (Lampiran F2). Kendaraan dicatat menurut kelompok yang telah ditentukan. 2) Semua kendaraan yang lewat harus dihitung, kecuali kendaraankendaraan khusus misalnya : mesin gilas, grader, kendaraan konvoi militer, tank-tank baja, pemadam kebakaran dan lain-lain. 3) Perhitungan lalu lintas dilakukan dengan menggunakan formulir tersendiri untuk setiap arah lalu lintas yang berbeda. Jumlah lembar formulir yang digunakan tergantung pada jumlah kendaraan yang dihitung serta kelompoknya. 2-9

40 4) Setiap kendaraan yang lewat dihitung dengan membubuhkan garis tegak didalam kotak pada kolom yang disediakan sesuai kelompok kendaraan dimaksud, dan jam penghitungan pada formulir perhitungan lalu lintas. 5) Garis tegak disusun berurutan dari kiri kekanan, dari hitungan ke satu sampai hitungan ke empat. Untuk penghitungan kendaraan yang ke lima dilakukan dengan membubuhkan garis miring dari sudut kiri atas ke sudut kanan bawah didalam kotak yang sesuai. 6) Pengisian kotak yang menyatakan satuan kendaraan yang lewat dilakukan berurutan dari sisi kiri ke sisi kanan pada kolom dimaksud. 7) Untuk pos A dan pos B satu formulir himpunan tiap arah lintas kendaraan diisi yang mewakili jumlah per jam menurut kelompok kendaraan dari pukul 6. hari pertama ke pukul 6. hari kedua. Periode kedua yaitu dari pukul 6. hari kedua sampai pukul 22. hari kedua dimasukkan kedalam formulir himpunan lembar berikutnya sehingga kolom periode dari pukul 22. sampai pukul 6. pada formulir tersebut kosong. 8) Untuk pos C formulir himpunan diisi seperti pengisian formulir pada periode kedua untuk pos A dan pos B. Pelaporan Laporan yang harus disampaikan oleh petugas penghitung lalu lintas adalah : 1) Berkas formulir survai perhitungan lalu lintas yang telah dilakukan (menggunakan formulir - Lampiran F1). 2) Berkas formulir himpunan perhitungan lalu lintas selama 24 jam (menggunakan formulir Lampiran F2). Laporan dibundel dengan baik sehingga tidak mudah lepas, dikelompokkan berdasarkan kelas pos. Setelah diperiksa dan ditandatangani pengawas, laporan disampaikan oleh petugas penghitung kepada penanggungjawab yang ditunjuk, selambat-lambatnya 2 minggu setelah periode perhitungan selesai. 2-1

41 Departemen Pekerjaan Umum Lampiran F.1 Direktorat Jenderal Bina Marga Formulir SPL 1-2 Nomor Propinsi : Nama Propinsi : Kelas dan Nomor Pos : FORMULIR SURVEI PERHITUNGAN LALU LINTAS Lokasi Pos : (FORMULIR LAPANGAN) Kelompok Hitung : Periode : Tanggal : Arah Lalu Lintas, Dari : Ke : Tahun : GOL a 5b 6 7a 7b 7c 8 Lembar ke dari.. Pukul Sepeda motor, sekuter Sedan, Opelet, pick-up-opelet, Pick-up, micro Bus Bus Truk Truk Truk Truk Kendaraan sepeda kumbang dan jeep dan suburban, combi dan truk dan kecil besar 2 sumbu 3 sumbu Gandengan semi trailer tidak roda 3 station wagon mini bus mobil hantaran bermotor Budhi/Traffic-form-ind.xls Pencatat : Pengawas : 2-11

42 Nomor Propinsi Nama Propinsi Kelas/Nomor Pos Lokasi Pos Tanggal Lampiran F.2 Departemen Pekerjaan Umum Formulir SPL 2-2 Direktorat Jenderal Bina Marga Lembar ke. dari. Kelompok Hitungan Periode FORMULIR HIMPUNAN PERHITUNGAN LALU LINTAS SELAMA 24 JAM (FORMULIR LAPORAN) (Hari) (Bulan) (Tahun) Arah Lalu Lintas Dari Ke Golongan a 5b 6 7a 7b 7c 8 Pukul Sepeda Motor, Sekuter dan Kendaraan Roda Tiga Sedan, Jeep dan Station Wagon Opelet, Pick-up-opelet, Suburban, Combi dan Mini bus Pick-up, Micro Truk dan Mobil Hantaran Bus Kecil Bus Besar Truk 2 Sumbu Truk 3 Sumbu Truk Gandengan Truk Semi Trailer Kendaraan Tidak Bermotor Jumlah Catatan Budhi/Summ-form-ind.xls Pengawas : ( ) 2-12

43 2.2.6 Evaluasi Hasil Survai Lalu Lintas Evaluasi terhadap hasil survai lalu lintas dilakukan oleh traffic engineer, akan tetapi karena yang menggunakan datanya adalah bridge design engineer, maka bridge design engineer juga mempunyai kewajiban untuk menerima atau menolak rekomendasi yang dibuat oleh traffic engineer. Artinya, meskipun dalam skala yang tidak terlalu rinci, bridge design engineer harus mempunyai tools yang dapat digunakan untuk menerima atau menolak rekomendasi tersebut. Untuk dapat menerima atau menolak rekomendasi dimaksud, bridge design engineer dapat mengambil berbagai referensi sebagai bahan pengambilan keputusan, ya atau tidak. Salah satu referensi yang dapat digunakan oleh bridge design engineer adalah metode dari IIRMS dalam menghitung LHRT (Lalu Lintas Harian Rata-rata Tahunan) dengan menggunakan data survai lalu lintas 4 jam (Pos A atau Pos B) atau survai 16 jam (Pos C) Prediksi Lalu Lintas Harian Rata-Rata Tahunan (LHRT) Secara teoritis LHRT dihitung dari jumlah lalu lintas yang melewati suatu ruas jalan selama satu tahun dibagi dengan jumlah hari dalam satu tahun, dinyatakan dalam satuan kendaraan per hari (kendaraan/hari) atau dikonversi menjadi satuan mobil penumpang per hari (smp/hari). Menyelenggarakan survai lalu lintas untuk suatu ruas jalan selama satu tahun penuh untuk suatu ruas jalan adalah merupakan suatu hal yang tidak mungkin (kecuali untuk kepentingan penelitian lalu lintas), selain karena pemborosan biaya juga karena ada metoda yang lebih efisien untuk mengevaluasi data hasil survai lalu lintas dalam koridor waktu yang lebih singkat namun dengan hasil yang dapat dipertanggungjawabkan. Berikut ini diberikan contoh bagaimana menganalisis data hasil survai lalu lintas menjadi LHRT untuk keperluan perencanaan teknis sebuah jembatan, misalnya jembatan tersebut terletak pada ruas jalan Yogyakarta - Bantul. Dari bank data yang ada di IIRMS dapat diambil contoh hasil survai lalu lintas pada ruas jalan Yogyakarta - Bantul sebagai berikut : 2-13

44 Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga Lembar ke 1 dari 4 Nomor Propinsi : 2 6 Nama Propinsi FORMULIR HIMPUNAN PERHITUNGAN LALU LINTAS SELAMA 24 JAM (FORMULIR LAPORAN) : D I. YOGYAKARTA Nomor Pos : A - 9 Lokasi Pos : Y G Y 5 4 Wilayah Pengaruh : Km 3+79 ke Km Tanggal : Arah Lalu Lintas: Tgl Bln Thn NORMAL / OPPOSITE (Coret yang tidak perlu) Kelompok Hitungan : Dari Y O G Y A K A R T A Periode : 2 Ke B A N T U L Golongan a 5a 6a 6b 7a 7b 7c 8 Waktu Sepeda Motor, Sekuter dan Kendaraan Roda Tiga Sedan, Jeep dan Station Wagon Opelet, Pick-up-opelet, Suburban, Combi dan Mini bus Pick-up, Micro Truk dan Mobil Hantaran Bus Kecil Bus Besar Truk 2 Sumbu 4 Roda Truk 2 Sumbu 6 Roda Truk 3 Sumbu Truk Gandengan Truk Semi Trailer Kendaraan Tidak Bermotor 6 : 7 7 : 8 8 : 9 9 : 1 1 : : : : : : : : : : 2 2 : : : : : 1 1 : 2 2 : 3 3 : 4 4 : 5 5 : 6 Sub Jumlah 1 Catatan Arah Kendaraan: Pengawas : Normal: Kendaraan bergerak dari Km kecil ke Km besar Opposite: Kendaraan bergerak dari Km besar ke Km kecil ( ) 2-14

45 Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga Lembar ke 2 dari 4 Nomor Propinsi : 2 6 Nama Propinsi FORMULIR HIMPUNAN PERHITUNGAN LALU LINTAS SELAMA 24 JAM (FORMULIR LAPORAN) : D I. YOGYAKARTA Nomor Pos : A - 9 Lokasi Pos : Y G Y 5 4 Wilayah Pengaruh : Km 3+79 ke Km Tanggal : Arah Lalu Lintas: Tgl Bln Thn NORMAL / OPPOSITE (Coret yang tidak perlu) Kelompok Hitungan : Dari Y O G Y A K A R T A Periode : 2 Ke B A N T U L Golongan a 5a 6a 6b 7a 7b 7c 8 Waktu Sepeda Motor, Sekuter dan Kendaraan Roda Tiga Sedan, Jeep dan Station Wagon Opelet, Pick-up-opelet, Suburban, Combi dan Mini bus Pick-up, Micro Truk dan Mobil Hantaran Bus Kecil Bus Besar Truk 2 Sumbu 4 Roda Truk 2 Sumbu 6 Roda Truk 3 Sumbu Truk Gandengan Truk Semi Trailer Kendaraan Tidak Bermotor 6 : 7 7 : 8 8 : 9 9 : 1 1 : : : : : : : : : : 2 2 : : : : 1 1 : 2 2 : 3 3 : 4 4 : 5 5 : Sub Jumlah 2 Catatan Arah Kendaraan: Pengawas : Normal: Kendaraan bergerak dari Km kecil ke Km besar Opposite: Kendaraan bergerak dari Km besar ke Km kecil ( ) 2-15

46 Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga Lembar ke 3 dari 4 Nomor Propinsi : 2 6 Nama Propinsi FORMULIR HIMPUNAN PERHITUNGAN LALU LINTAS SELAMA 24 JAM (FORMULIR LAPORAN) : D I. YOGYAKARTA Nomor Pos : A - 9 Lokasi Pos : Y G Y 5 4 Wilayah Pengaruh : Km 3+79 ke Km Tanggal : Arah Lalu Lintas: Tgl Bln Thn NORMAL / OPPOSITE (Coret yang tidak perlu) Kelompok Hitungan : Dari Y O G Y A K A R T A Periode : 2 Ke B A N T U L Golongan a 5a 6a 6b 7a 7b 7c 8 Waktu 6 : 7 7 : 8 8 : 9 9 : 1 1 : : : : : : : : : : 2 2 : : : : : 1 1 : 2 2 : 3 3 : 4 4 : 5 5 : 6 Sub Jumlah 3 Catatan Sepeda Motor, Sekuter dan Kendaraan Roda Tiga Sedan, Jeep dan Station Wagon Opelet, Pick-up-opelet, Suburban, Combi dan Mini bus Pick-up, Micro Truk dan Mobil Hantaran Bus Kecil Bus Besar Truk 2 Sumbu 4 Roda Truk 2 Sumbu 6 Roda Truk 3 Sumbu Truk Gandengan Truk Semi Trailer Kendaraan Tidak Bermotor Arah Kendaraan: Pengawas : Normal: Kendaraan bergerak dari Km kecil ke Km besar Opposite: Kendaraan bergerak dari Km besar ke Km kecil ( ) 2-16

47 Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga Lembar ke 4 dari 4 Nomor Propinsi : 2 6 Nama Propinsi FORMULIR HIMPUNAN PERHITUNGAN LALU LINTAS SELAMA 24 JAM (FORMULIR LAPORAN) : D I. YOGYAKARTA Nomor Pos : A - 9 Lokasi Pos : Y G Y 5 4 Wilayah Pengaruh : Km 3+79 ke Km Tanggal : Arah Lalu Lintas: Tgl Bln Thn NORMAL / OPPOSITE (Coret yang tidak perlu) Kelompok Hitungan : Dari Y O G Y A K A R T A Periode : 2 Ke B A N T U L Golongan a 5a 6a 6b 7a 7b 7c 8 Waktu Sepeda Motor, Sekuter dan Kendaraan Roda Tiga Sedan, Jeep dan Station Wagon Opelet, Pick-up-opelet, Suburban, Combi dan Mini bus Pick-up, Micro Truk dan Mobil Hantaran Bus Kecil Bus Besar Truk 2 Sumbu 4 Roda Truk 2 Sumbu 6 Roda Truk 3 Sumbu Truk Gandengan Truk Semi Trailer Kendaraan Tidak Bermotor 6 : 7 7 : 8 8 : 9 9 : 1 1 : : : : : : : : : : 2 2 : : : : : 1 1 : 2 2 : 3 3 : 4 4 : 5 5 : Sub Jumlah 4 Catatan Arah Kendaraan: Pengawas : Normal: Kendaraan bergerak dari Km kecil ke Km besar Opposite: Kendaraan bergerak dari Km besar ke Km kecil ( ) 2-17

48 Menghitung hasil survai lalu lintas 4 jam Dari contoh hasil survai lalu lintas di atas dapat dicatat hal-hal sebagai berikut: Untuk perhitungan kapasitas jalan jenis kendaraan yang dicakup dalam perhitungan hasil survai adalah kendaraan golongan 1, 2, 3,4, 5a, 5b, 6a, 6b, 7a, 7b dan 7c, sedangkan untuk perhitungan perkerasan jalan adalah kendaraan golongan 2, 3,4, 5a, 5b, 6a, 6b, 7a, 7b dan 7c. Berdasarkan hasil survai lalu lintas Yogyakarta Bantul tanggal 1 Juli 1998, diperoleh angka-angka tersebut di bawah: Untuk keperluan perhitungan kapasitas jalan dimana jembatan terletak pada ruas jalan dimaksud, maka LHR-nya adalah sebagai berikut: Jumlah kendaraan (termasuk speda motor) = kendaraan selama 4 jam. Penggolongan Kendaraan Sub Jumlah 1 Sub Jumlah 2 Sub Jumlah 3 Sub Jumlah 4 Total a b a b a b c Total LHRT 1998 pada ruas jalan Yogakarta Bantul =.55 x kendaraan/hari = kendaraan/hari (termasuk golongan kendaraan 1, tapi tidak termasuk golongan kendaraan 8. Jika kendaraan golongan 1 (sepeda motor, skooter, bajaj) dikeluarkan dari perhitungan LHRT 1998, maka jumlah LHRT 1998 pada ruas jaolan Yogyakarta Bantul =.55 x ( ) =.55 x = kendaraan/hari. 2-18

49 Menghitung LHRT Telah dijelaskan di depan bahwa survai lalu lintas untuk Pos A atau Pos B dilakukan selama 4 jam dan untuk Pos C selama 16 jam. Untuk menghitung LHRT dengan menggunakan data survai lalu lintas di Pos A, Pos B dan Pos C, dipakai faktor pengali yang diambil dari IIRMS sebagai berikut: Faktor Pengali Thd Hasil Survai Untuk Perhitungan LHRT (= f) Pos Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu A, B C Untuk menghitung LHRT digunakan rumus di bawah: LHRT A = f x Volume Lalu Lintas hasil survai 4 jam di Pos A. LHRT B = f x Volume Lalu Lintas hasil survai 4 jam di Pos B. LHRT C = f x Volume Lalu Lintas hasil survai 16 jam di Pos C. Pertanyaannya sekarang adalah LHRT yang mana yang akan digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan lebar lantai kendaraan? Sebagaimana kita ketahui, lebar lantai kendaraan pada jembatan ditentukan sesuai dengan lebar perkerasan jalan di kiri kanan jembatan. Jika lebar jalan di kiri-kanan jembatan 7. meter misalnya, maka lebar lantai kendaraan juga diambil = 7. meter. Penetapan lebar perkerasan jalan atau lebar lantai kendaraan pada jembatan membawa konsekwensi harus mampu menampung lalu lintas selama umur pelayanan. Jika ditetapkan umur rencana jalan = 1 tahun, maka lebar lantai kendaraan pada jembatan setidak-tidaknya juga dapat menampung lalu lintas sampai dengan umur rencana 1 tahun berakhir. Dengan demikian jika jembatan dimaksud dianggap sebagai bagian dari jalan yang direncanakan dengan umur rencana 1 tahun, maka untuk menetapkan lebar lantai kendaraan pada jembatan diperlukan data LHRT tahun ke-1 terhitung sejak jalan dibuka untuk umum. Artinya, lebar lantai kendaraan tidak ditentukan oleh LHRT pada tahun survai, akan tetapi LHRT tahun survai tersebut digunakan sebagai bahan masukan awal untuk menghitung LHRT tahun ke-1 terhitung sejak jalan dibuka untuk umum. Untuk dapat menghitung LHRT tahun ke-1 perlu diketahui growth rate dari lalu lintas mulai dari tahun ke-1 sejak jembatan dibuka untuk lalu lintas sampai dengan tahun ke-1. (Catatan: Penetapan traffic growth rate merupakan tugas traffic engineer) 2-19

50 Penggunaan LHRT untuk menetapkan lebar lantai kendaraan dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut: LHRT Rencana LHRT Rencana, yaitu LHRT yang diperhitungkan dapat memberikan gambaran angka LHR yang mungkin terjadi selama umur rencana, besarnya diperkirakan dengan mempertimbangkan pertumbuhan lalu lintas. VJR (Volume Jam Rencana) VJR adalah volume lalu lintas selama 1 jam pada jam sibuk, yang nilainya direncanakan sebesar persentase tertentu terhadap LHRT Rencana. VJR digunakan untuk menghitung jumlah lajur jalan dan fasilitas lalu lintas lainnya, sebagai acuan untuk menetapkan lebar lantai kendaraan pada jembatan, dirumuskan sebagai berikut: VJR LHRT rencana Untuk jembatan-jembatan standar di Indonesia, pada umumnya dikenal opsiopsi lebar jembatan sebagai berikut: Jembatan Kelas A, opsi lebar jembatan adalah 1.m (trottoir) + 7.m (lantai kendaraan) + 1.m (trottoir). Jembatan Kelas B, opsi lebar jembatan adalah.5m (trottoir) + 6.m (lantai kendaraan) +.5m (trottoir). Jembatan Kelas C, opsi lebar jembatan adalah.5m (trottoir) + 4.5m (lantai kendaraan) +.5m (trottoir). K F 2.4. Koordinasi Pencacahan Jumlah Kendaraan Berat Yang dimaksudkan dengan kendaraan berat adalah kendaraan bermotor yang termasuk dalam penggolongan : 5a, 5b, 6a, 6b, 7a, 7b, dan 7c. 5a. Bus kecil adalah sebagai kendaraan penumpang umum dengan tempat duduk antara 16 s/d 26 buah, seperti kopaja, metromin.i, elf dengan bagian belakang sumbu tunggal roda ganda (STRG) dan panjang kendaraan maximal 9 m dengan sebutan bus ¾. 5b. Bus besar adalah sebagai kendaraan penumpang umum dengan tempat duduk antara 3-5 buah seperti bus malam, bus kota dan bus antar kota 2-2

51 yang berukuran 12 m ( ) dan STRG. 6a. Truk 2 sumbu adalah sebagai kendaraan barang dengan beban sumbu belakang antara 5 ton (MST 5, ton STRG) dengan masing-masing sumbu terdapat 2 roda. 6b. Truk 2 sumbu adalah sebagai kendaraan barang dengan beban sumbu belakang antara 8-1 ton (MST 8, 1 ton STRG) dengan as depan terdapat 2 roda dan as belakang 4 roda. 7a. Truk 3 sumbu adalah sebagai kendaraan barang dengan 3 sumbu yang tata letaknya STRT dan SGRG (sumbu ganda roda ganda). 7b. Truk gandengan adalah sebagai kendaraan no. 6 atau 7 yang diberi gandengan bak truk dan dihubungkan dengan batang besi segitiga. Disebut juga Full Trailer Truck. 7c. Truk semi trailer atau truk tempelan adalah sebagai kendaraan yang terdiri dari kepala truk dengan 2-3 sumbu yang dihubungkan secara sendi dengan pelat dan rangka bak yang beroda belakang yang mempunyai 2 atau 3 sumbu pula. Pencacahan kendaraan berat tersebut merupakan bagian dari survai lalu lintas, diharapkan hasilnya dapat memberikan informasi yang akurat sebagai bahan untuk menghitung kendaraan berat yang akan melewati jembatan (yang akan dibangun) di masa yang akan datang. Dengan diketahuinya jenis dan jumlah kendaraan berat, langkah berikutnya yang perlu dilakukan adalah menghitung jumlah ekivalen sumbu kendaraan terberat dari masing-masing jenis kendaraan. Angka ekivalen beban sumbu kendaraan adalah angka yang menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan beban sumbu tunggal / ganda kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh satu lintasan beban standar sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18. lb). Angka Ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu (setiap kendaraan) ditentukan menurut rumus dibawah ini : Beban satu sumbu tunggal dalam Kg Sumbu tunggal = 816 Beban satu sumbu ganda dalam Kg Sumbu ganda =,

52 Vehicle Damage Factor (VDF) jika dihitung berdasarkan formula di atas dengan konfigurasi sumbu pada Tabel 2.2 serta untuk muatan sumbu terberat 1 ton hasilnya diberikan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. : Vehicle Damage Factor Berdasar Bina Marga MST-1. No. Type kendaraan & golongan Nilai VDF 1 Sedan, jeep, st. wagon 2 Gol-1 1.1,5 2 Pick-up, combi 3 Gol-2 1.2, Truck 2 as (L), micro truck, mobil hantaran 4 Gol-2 1.2L, Bus kecil 5a Gol-2 1.2, Bus besar 5b Gol-9 1.2,36 6 Truck 2 as (H) 6 Gol-3 1.2H 2, Truck 3 as 7a Gol , Trailer 4 as, truck gandengan 7b Gol , Truck s. trailer 7c Gol ,1718 Ada 2 (dua) muatan sumbu yang dikenal yaitu MST 8 ton dan MST 1 ton. MST 1 ton, dimaksudkan sebagai damage factor yang didasarkan pada muatan sumbu terberat sebesar 1 ton. MST 8 ton, dimaksudkan sebagai damage faktor yang didasarkan pada muatan sumbu terberat sebesar 8 ton. Konfigurasi beban sumbu pada berbagai jenis kendaraan beserta angka ekivalen kendaraan dalam keadaan kosong (min) dan dalam keadaan bermuatan (max), dapat dilihat pada Tabel

53 Tabel 2.2. : Konfigurasi Beban Sumbu KONFIGURASI SUMBU & TIPE BERAT KOSONG (ton) BEBAN MUATAN MAKSIMUM (ton) BERAT TOTAL MAKSIMUM (ton) UE 18 KSAL KOSONG UE 18 KSAL MAKSIMUM RODA TUNGGAL PADA UJUNG SUMBU RODA GANDA PADA UJUNG SUMBU 1,1 HP 1,2 BUS 1,2L TRUK 1,2H TRUK 1,22 TRUK 1,2+2,2 TRAILER 1,2-2 TRAILER 1,2-2,2 TRAILER 1,5,5 2,,1, ,37,36 2,3 6 8,3,13,2174 4, ,2,143 5, ,44 2,7416 6, ,4,85 3,983 6,2 2 26,2,192 6, ,327 1,183 5% 5% 34% 66% 34% 66% 34% 66% 25% 75% 18% 28% 27% 27% 18% 41% 41% 18% 28% 54% 27% 27% (Sumber : Manual Perkerasan Jalan dengan alat Benkelman beam No. 1/MN/BM/83). Dengan rumus dan tabel-tabel di atas akan dapat dihitung jumlah ekivalen sumbu terberat dari masing-masing jenis kendaraan. Dari angka-angka yang dihasilkan akan dapat diketahui apakah kendaraan berat yang akan melewati jembatan selama umur pelayanan, mempunyai beban roda ganda (dual wheel load) yang masih dapat dicakup dalam MST 1 ton. 2-23

54 RANGKUMAN a. Koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data lalu lintas mencakup 3 (tiga) substansi inti yaitu analisis data lalu lintas hasil survai, prediksi lalu lintas harian ratarata tahunan (LHRT) dan koordinasi pencacahan jumlah kendaraan berat. b. Analisis data lalu lintas hasil survai menjelaskan pengertian tentang survai lalu lintas rutin secara manual dan merupakan pengembangan sistem yang telah ada, pemilihan lokasi survai berdasarkan Pos-pos Perhitungan Lalu Lintas yang lazim digunakan (Pos Kelas A, Pos Kelas B, Pos Kelas C), periode perhitungan survai (4 jam selama 2 hari untuk Pos Kelas A atau B, 16 jam untuk Pos Kelas C), pengelompokan jenis kendaraan, pelaksanaan survai versi IIRMS, dan evaluasi hasil survai lalu lintas. c. Prediksi lalu lintas harian rata-rata tahunan (LHRT) menggambarkan bagaimana menganalisis hasil survai lalu lintas menjadi LHRT untuk keperluan bahan masukan bagi perencanaan teknis sebuah jembatan yang terletak pada suatu ruas jalan. d. Koordinasi pencacahan kendaraan berat dimaksudkan untuk mendapatkan informasi yang akurat tentang jumlah ekivalen sumbu terberat dari masing-masing jenis kendaraan berat yang melewati suatu jembatan, dimaksudkan ujntuk mengetahui apakah kendaraan berat yang akan melewati jembatan dimaksud selama umur pelayanan mempunyai beban roda ganda (dual wheel load) yang masih dapat dicakup dalam MST 1 ton. 2-24

55 LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI Latihan atau penilaian mandiri menjadi sangat penting untuk mengukur diri atas tercapainya tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh para pengajar/ instruktur, maka pertanyaan dibawah perlu dijawab secara cermat, tepat dan terukur. Kode/ Judul Unit Kompetensi : INA : Melakukan koordinasi Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis Soal : No. Elemen Kompetensi / KUK (Kriteria Unjuk Kerja) 1. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data lalu lintas Pertanyaan Ya Tdk Jawaban: Apabila Ya sebutkan butirbutir kemampuan anda 1.1. Data lalu lintas hasil survai dianalisis sesuai dengan prosedur teknis yang berlaku 1.1. Apakah anda mampu menganalisis data lalu lintas yang diperoleh dari hasil survai lalu lintas? a.... b.... c.... dst LHRT (Lalu Lintas Harian Rata-rata Tahunan) diprediksi sesuai dengan prosedur teknis yang berlaku 1.2. Apakah anda mampu memprediksi LHRT (Lalu Lintas Harian Rata-rata Tahunan) sesuai dengan prosedur teknis yang berlaku? a.... b.... c.... dst Koordinasi pencacahan jumlah kendaraan berat dilakukan sesuai dengan persyaratan teknis yang ditentukan 1.3. Apakah anda mampu melakukan koordinasi pencacahan jumlah kendaraan berat sesuai dengan klasifikasi yang berlaku? a.... b.... c.... dst. 2-25

56 BAB 3 KOORDINASI UNTUK PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA HIDROLOGI, KARAKTERISTIK SUNGAI DAN PERLINTASAN LAINNYA 3.1 Umum Bab ini menjelaskan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data hidrologi dan karakteristik sungai dan perlintasan lainnya yang prinsip atau tata cara koordinasinya telah dijelaskan dalam Bab 1 Pendahuluan, Sub Bab 1.3 Koordinasi. Fokus tulisan ini dengan demikian dibatasi pada substansi inti yang harus difahami oleh Bridge Design Engineer agar dapat melakukan koordinasi dengan para pihak terkait berdasarkan batasan-batasan teknis dalam rangka pengumpulan dan penggunaan data hidrologi dan karakteristik sungai dan perlintasan lainnya. Koordinasi pengumpulan dan penggunaan data hidrologi dan karakteristik sungai dan perlintasan lainnya yang ditulis dalam modul ini menjelaskan : Analisis karakteristik sungai Prediksi debit banjir sungai Penetapan panjang dan tinggi clearance (ruang bebas) jembatan yang melintasi sungai Penetapan panjang dan tinggi clearance (ruang bebas) jembatan yang melintasi prasarana transportasi lainnya. 3.2 Analisis Karakteristik Sungai Tipe Sungai di Daerah Aliran (River Basin) Secara umum sistem sungai di daerah aliran dapat dibagi menjadi tiga bagian (lihat Gambar 3.1): bagian gerusan di hulu dimana sedimen biasanya diproduksi, bagian tengah dimana sedimen diangkut dan pada saat yang bersamaan terjadi proses-proses gerusan dan pengendapan/deposisi dan bagian pengendapan sedimen di daerah hilir. Dalam kenyataannya situasinya lebih kompleks karena terdapatnya kontrol geologi atau faktor-faktor lain sehingga dapat saja terjadi pengendapan lokal di bagian hulu dan gerusan lokal di daerah hilir. 3-1

57 Gambar 3-1 Sistem Sungai Sungai Torensial (Mountain Torrent) Sungai-sungai torensial berada di ruas hulu yang umumnya berupa daerah pegunungan. Sungai-sungai ini mempunyai kecepatan aliran tinggi karena kemiringan dasar curam dan sering dijumpai terjunan-terjunan (drops) yang dikontrol oleh bongkahan batu besar, pohon-pohon yang jatuh dan lain-lain. Material dasar sungai umumnya besar berupa bongkahan-bongkahan (boulder). Kipas Aluvial (Alluvial Fan) Kipas alluvial umumnya terjadi pada daerah dimana aliran berubah dari daerah pengunungan ke daerah datar. Pada daerah ini terjadi pengendapan material aluvial dan terbentuk sungai-sungai ganda yang sering berpindah. Kipas alluvial jarang terjadi pada sungai-sungai di Indonesia. 3-2

58 Sungai Berjalin (Braided River) Sungai berjalin terdiri dari jaringan sungai yang berjalin (interlocking) dan mempunyai gosong-gosong dan pulau-pulau di tengah alur. Sungai ini umumnya dijumpai di daerah ruas hulu dan tengah suatu daerah aliran. Material dasar umumnya terdiri dari kerikil (gravel) atau kerakal (cobble), namun kadang-kadang dijumpai juga pasir. Angkutan material dasar tinggi, paling tidak pada saat banjir. Sungai Alluvial Bermeander (Meandering Alluvial River) Sungai ini biasanya terdapat di ruas tengah dan bawah daerah aliran. Sungai bermeander mempunyai bentuk datar berliku dan mengalami proses gerusan ke arah bantaran banjir pada sisi tikungan luar dan proses pembentukan bantaran banjir baru pada sisi tikungan dalam sehingga terjadi pergeseran meander. Dalam kondisi tak terganggu, pergeseran sungai dimasa depan dapat diperkirakan dengan membandingkan petapeta maupun foto udara yang diambil secara berurutan. Material dasar umumnya terdiri dari pasir atau kerikil. Delta Delta dalam beberapa hal dapat dipandang sebagai kipas alluvial namun terjadi didaerah rendah dimana suatu sungai melepaskan sejumlah besar sedimen ke dalam badan air yang tenang seperti muara dan kemudian mengendapkan semua atau sebagian besar muatan sedimennya. Dalam kondisi alamiah sungai dapat membelah menjadi beberapa anak sungai. 3-3

59 Tabel 3/1 Tipe-tipe sungai beserta karakteristik masalah kestabilannya Tipe sungai Karakteristik Masalah stabilitas Sungai torensial kemiringan dasar curam material dasar berupa gerusan dasar dan degradasi bongkahan (boulder) sering dijumpai terjunan Kipas alluvial (Alluvial fan) sungai berganda endapan material berdiameter kasar pergeseran sungai tiba-tiba pengendapan degradasi Sungai berjalin (Braided river) sungai berjalin biasanya material dasar berdiameter kasar berupa kerikil dan kerakal muatan sedimen dasar tinggi sungai utama sering berpindah penggerusan dan pengendapan Sungai bermeander (Meandering river) Delta sungai berliku kemiringan dasar landai bantaran banjir lebar material dasar pasir dan kerikil sungai berganda endapan material halus berupa lanau dan lempung gerusan tebing perpindahan meander penggerusan (scour) dan pengendapan pergeseran sungai pengendapan dan pertumbuhan kehilir (extension) Sungai Alluvial dan Non-alluvial Sungai Alluvial Sungai aluvial adalah sungai yang seluruh materialnya berupa aluvium (endapan lempung, lanau, pasir, dan kerikil) sehingga mudah tergerus dan mudah berubah dimensi, bentuk, pola dan kemiringan sebagai akibat perubahan kemiringan, suplai sedimen ataupun debit. Sungai aluvial Secara alamiah bersifat dinamik, artinya sungai selalu berubah baik posisi maupun bentuknya karena selalu terjadi proses gerusan, pengangkutan 3-4

60 dan pengendapan (deposition) butiran sedimen sebagai akibat gaya-gaya hidraulik yang bekerja pada dasar maupun tebing sungai. Sedimen yang terangkut oleh aliran dapat berasal dari material hasil gerusan di daerah aliran dan bantaran banjir yang masuk ke sungai maupun material hasil gerusan dasar dan tebing sungai sendiri. Secara umum sungai aluvial tidak stabil karena potensi kelongsoran tebing dapat terjadi akibat perubahanperubahan sungai dalam arah lateral maupun arah vertikal. Umumnya, banyak jalan dibangun disisi atau melintang sungai aluvial. Oleh karenanya, banyak jalan menghadapi potensi bahaya kerusakan akibat kelongsoran tebing sungai. Jembatan yang dibangun melintang sungai aluvial juga menghadapai masalah penggerusan di sekitar pilar dan abutment dan hal ini dapat membahayakan keamanan jembatan. Sungai Non-Alluvial Material dasar dan tebing sungai non-aluvial terdiri dari batuan atau butiran sangat kasar seperti kerakal (cobbles) dan bongkahan batu besar (boulders) yang tidak akan terbawa oleh aliran kecuali pada kondisi aliran sangat besar. Secara umum, sungai non-aluvial relatif stabil dan oleh karenanya jalan yang dibangun disisi ataupun jembatan yang melintang sungai non-aluvial relatif aman, namun kajian kestabilan sungai perlu dilakukan Secara hati-hati terutama pada kondisi aliran besar atau banjir Gerusan Sungai Proses Gerusan Sungai terjadi akibat adanya tekanan dari air sungai baik besar maupun kecil yang berlangsung secara terus menerus ke daerah struktur jalan maupun jembatan sehingga mengakibatkan kerusakan. Gerusan sungai yang terjadi disekitar konstruksi jalan dan jembatan juga dapat terjadi akibat tindakan manusia, umumnya disebabkan oleh rusaknya ekosistem lingkungan sehingga mempengaruhi dan merusak konstruksi jalan dan jembatan. Sementara tindakan manusia yang dapat mengakibatkan terjadinya gerusan diantaranya adalah : 1. Penambangan Material Galian Golongan C 2. Penebangan hutan yang tak terkendali sehingga mengakibatkan banjir 3. Benturan-benturan kapal pada dinding konstruksi (sungai besar) 3-5

61 Perencanaan jembatan yang melintasi sungai, terutama untuk penempatan bangunan bawah dan pondasi dengan demikian harus mempertimbangkan karakteristik sungai untuk mengetahui stabil atau tidak stabilnya sungai. Jika sungai yang akan dilintasi ternyata tidak stabil atau mempunyai karakteristik rentan terhadap gerusan akibat tekanan air sungai, maka perencanaan jembatan dimaksud perlu dilengkapi dengan perencanaan bangunan pengaman terhadap gerusan air sungai. 3.3 Perhitungan Debit Banjir Sungai Yang dimaksud dengan perhitungan debit banjir sungai disini adalah debit banjir rencana, yang perhitungannya tergantung pada data yang tersedia : Jika data debit yang tersedia cukup panjang, maka debit banjir rencana dapat dihitung langsung dengan menggunakan cara-cara statistik. Jika data debit yang tersedia tidak cukup panjang akan tetapi tersedia data hujan yang cukup panjang, maka debit rencana tidak dapat dihitung dengan cara langsung. Langkah yang dilakukan adalah dengan dimulai menghitung hujan rencana dengan menggunakan cara-cara statistik. Kemudian debit rencana dihitung dengan menggunakan metode-metode pokok yang lazim digunakan untuk menghitung debit banjir sungai di Indonesia (cara Rational, cara Melchior, cara Weduwen, cara Haspers). Jika data debit dan data hujan yang tersedia tidak cukup panjang, maka debit rencana dipat diprediksi dengan cara perhitungan regional analyses. Uraian lebih lanjut akan difokuskan pada kondisi data debit yang tersedia tidak cukup panjang akan tetapi tersedia data hujan yang cukup panjang, dimulai dengan Analisis Hidrologi yang pada intinya adalah mengolah data hujan dengan metode statistik Analisis Hidrologi Tujuan Menentukan level banjir untuk periode ulang tertentu (pada umumnya untuk perencanaan jembatan diambil 5 tahun). Menetapkan elevasi terendah tepi bawah bangunan atas jembatan berdasarkan pertimbangan : o Lalu lintas air o Pola perilaku sungai dan kecepatannya o Stabilitas sungai (sungai berpindah atau tidak) 3-6

62 Penetapan bentanga jembatan. Jenis jembatan Pemilihan jenis bangunan bawah. Analisis Data Hujan Menggunakan data hujan harian maksimum. Minimal data 1 tahun terakhir. Station-station hujan yang terdekat lokasi jembatan. Data yang tidak lengkap harus dilengkapi dengan menggunakan data pengamatan hujan yang menggunakan data station pengamatan yang berdekatan (3 buah) dan mengelilingi station yang datang tidak lengkap. Kalau selisih antara hujang-hujan tahunan normal lebih kecil 1 % perkiraan data yang hilang, data tersebut dirata-ratakan. Kalau selisih > 1 %, gunakan metode rasio normal. 1 r 3 R RA ra R rb RB R rc RC Notasi R = Curah hujan rata-rata setahun di tempat pengamatan yang datanya harus dilengkapi. ra, rb, rc = adalah curah-curah hujan di tempat-tempat pengamatan RA,RB,RC. RA, RB, RC = adalah curah hujan rata-rata setahun di A,B, dan C. Notasi : R = Curah hujan rata-rata setahun di tempat pengamatan yang datanya harus dilengkapi. ra,rb,rc = adalah curah-curah hujan di tempat-tempat pengamatan RA,RB,RC. RA,RB,RC = adalah curah hujan rata-rata setahun di A,B, dan C. 3-7

63 Prosedur Perhitungan Hidrologi SURVEY PENDAHULUAN Data Primer Data sekunder Mencari data hujan harian Maksimum, Minimum 1 tahun terakhir Analisa penampang sungai KELENGKAPAN DATA tidak Melengkapi data hujan R=1/3XR(rA /RA/rB+RB+rC/RC) ya Hitung kemingringan saluran (S) berdasarkan peta topografi pada catchment area tersebut Analisa data hujan menggunakan metode Thiessen - Gumbel R (t th) = R-,45XS-,78XSXln(ln(t/(t-1))) atau menggunakan metode lain Coba kedalaman Y = tertentu Menetapkan intensitas hujan untuk periode ulang tertentu Menetapkan luas catchment area Untuk lokasi jembatan tersebut Hitung luas penampang = A Hitung keliling penampang = P Tetapkan nilai koefisien pengairan dan koefisien lain sesuai metode yang digunakan untuk catchment area tersebut Hitung debit untuk periode ulang tersebut (umumnya 5 th) menggunkan perumusan yang sesuai untuk kondisi areal tersebut (Q1) lihat sub. bab Metoda Rasional Q=.278xCxlxA Metoda Weduwen Q=Dari Chart untuk R-7 Metoda Haspers Q=CxBxR Metoda Melchior Q=B1xR1xA Hitung debit Q2 = V*A V = 1/n * R^(2/3)* S ^ (1/2) R = A/P Q1 = Q2 tidak ya Level banjir Y = didapat 3-8

64 Penggambaran Catchment Area Catchment Area (daerah tangkapan hujan) ditentukan berdasarkan peta kontur, dimana daerah aliran sungai dibatasi oleh punggung-punggung gunung/bukit sampai pada batas daerah aliran sungai lainnya. Sebagai contoh dapat dilihat gambar di bawah : Gambar 3-2 Catchment Area Daerah di dalam garis putus-putus merupakan daerah tangkapan hujan untuk lokasi-lokasi jembatan tersebut Perhitungan Debit Banjir Berdasarkan Metode Rasional, Melchior, Haspers dan Weduwen Untuk menentukan besarnya debit sungai berdasarkan hujan, perlu kita tinjau hubungan antara hujan dan aliran sungai, dimana besarnya aliran di dalam sungai ditentukan terutama oleh besarnya hujan, intensitas hujan, lama waktu hujan, luas daerah aliran sungai dan ciri-ciri daerah aliran itu. Untuk keperluan tersebut dapat digunakan beberapa metode sebagai berikut : 3-9

65 Metoda Rasional Untuk menentukan banjir maksimum pada daerah aliran sungai kecil (< 25 km 2 ) 1 Q CI.. A 3.6 Q = Debit banjir sungai (m3/detik) C = Koefisien Aliran I = Intensitas hujan selama time of concentration (mm/jam) A = Luas daerah tangkapan (catchment area) km 2 Penentuan intensitas hujan sering dilakukan dengan menggunakan rumus empiris yang menyatakan hubungan antara intensitas hujan dan lama waktu hujan. Untuk hujan-hujan selama 5 menit sampai 2 jam, rumus yang digunakan dari type umum adalah : I a t b Banyak pengamatan biasanya diambil tak kurang dari 8 (delapan). Dari hujan-hujan itu dihitung intensitasnya 11, 12, 13, 1n, dinyatakan dengan mm/jam maka kita dapatkan n persamaan dengan dua bilangan yang dicari, sdang lebih besar daripada banyaknya bilangan yang dicari itu. Penyelesaiannya kita lakukan dengan menggunakan metoda kuadrat terkecil, koefisien a dan b kita dapatkan. a b 2 2 ti I It I ni I I 2 2 I ti ni t ni I I 2 Waktu konsentrasi secara empiris dapat dihitung dengan menggunakan rumus : 1 tc,195 (,77) menit s 3-1

66 dimana S tergantung pada L dan H, penjelasan lihat pada notasi berikut: L = panjang jarak dari tempat terjauh di daerah aliran sungai tempat pengamatan banjirnya, diukur menurut jalannya sungai (M). H = selisih ketinggian antara tempat terjauh tadi dan tempat pengamatan (M). S = perbandingan selisih tinggi antara tempat terjauh tadi dari tempat pengamatan terhadap L, yaitu H : L atau sama dengan ketinggian rata-rata dari daerah alirannya. Dari grafik kurva intensitas vs. waktu dapat ditetapkan intensitas curah hujan (mm) untuk waktu konsentrasi tertentu. Metoda Melchior (untuk luas daerah aliran sungai < 2 km 2 ) Prinsip dari metode ini adalah rational dengan bentuk persamaan yang diambil dari persamaan Pascher: Qmax = α.β.q.f dimana: Q max = debit banjir sungai maksimum α = run off coefficient β = reduction coefficient = (hujan rata-rata) : (hujan maksimum) pada daerah dan waktu yang sama q = intensitas hujan (m 3 /km 2 /detik) F = luas daerah aliran (km 2 ) Perhitungan debit banjir dengan menggunakan cara Melchior biasanya dibantu dengan nomogram yang menunjukkan hubungan antara luas daerah aliran (F dalam km 2 ), intensitas hujan (q dalam m 3 /km 2 /detik) dan kemiringan sungai i = beda tinggi h antara hulu sungai sampai dengan lokasi jembatan (dalam meter) dibagi dengan.9 x panjang sungai L dari hulu sungai sampai dengan lokasi jembatan (dalam meter). Yang dapat diperoleh dari penggunaan nomogram adalah kecepatan aliran v (dalam m/detik). Nomogram Melchior disusun berdasarkan α =,52, untuk harga α lain, maka harga v yang didapatkan dari Nomogram harus dikalikan :,52,

67 Untuk lebih mudah memahami metode Melchior ini, berikut ini diberikan contoh perhitungan banjir sungai. Direncanakan membangun jembatan yang melintasi sungai dengan data-data sebagai berikut : o Luas daerah aliran F = 169 km 2 o Setelah digambarkan ellips yang mengelilingi daerah aliran, diketahui sumbu panjang ellips = 28.4 km dan sumbu pendek ellips dianggap = 2 x km = 18.9 km. 3 Luas ellips nf= i 1 x x28.4x18.9km km o Panjang sungai L = 39.2 km. Dengan mengabaikan 1/1 L, panjang sungai yang diperhitungkan menjadi =.9 x 39.2 km = 35.3 km. o Perbedaan tinggi h = 17 m, sehingga kemiringan sungai adalah = o Curah hujan maksimum pada 4 stasion pengamat hujan di dalam dan sedikit di luar daerah aliran berturut-turut adalah 146, 165, 244 dan 236 mm/24 jam, sehingga curah hujan maksimum rata-rata menjadi = ( ) : 4 = 198 mm/24 jam. Diminta menghitung debit banjir sungai yang harus diperhitungkan untuk menentukan panjang jembatan. Untuk menghitung debit banjir sungai dengan cara Melchior, gunakan nomogram di halaman 3-16 dan Menaksir nilai q (intensitas hujan dalam m 3 /km 2 /detik) Dilakukan dengan trial and error, gunakan tabel tersebut di bawah : 2 nf q nf q nf q nf = luas ellips, dalam km 2 q = intensitas hujan dalam m 3 /km 2 /detik 3-12

68 Dari tabel dapat diketahui, dengan nf = 422 km 2 maka diperoleh q = 3. m 3 /km 2 /detik. Dari nomogram, dengan i =.48 dan Fxq = 169 x 3 = 57, diperoleh v = 1.35 m/detik. Dengan diketahuinya v = 1.35 m/detik, dapat dihitung time of 1L 392 concentration T sbb: T 484 menit = 8 jam. 6v 6x1.35 Dari nomogram yang memberikan korelasi antara T, nf dan q, dengan T = 8 jam, nf = 422km 2 diperoleh q = 3.75 m 3 /km 2 /detik. Dari nomogram, dengan i =.48 dan Fxq = 169 x 3.75 = 634, diperoleh v = 1.42 m/detik. Dengan diketahuinya v = 1.42 m/detik, dapat dihitung time of 1L 392 concentration T sbb: T 46 menit = 7.67 jam. 6v 6x1.42 Dari nomogram yang memberikan korelasi antara T, nf dan q, dengan T = 7.67 jam, nf = 422km 2 diperoleh q = 3.95 m 3 /km 2 /detik. Dari nomogram, dengan i =.48 dan Fxq = 169 x 3.95 = 668, diperoleh v = 1.44 m/detik, hampir sama dengan perhitungan di atas. Jika perhitungan dilanjutkan akan diperoleh q sekitar 3.95 m 3 /km 2 /detik. Jadi sekarang kita mempunyai hasil perhitungan q = 3.95 m 3 /km 2 /detik dan T = 46 menit. Selanjutnya lihat tabel tersebut di bawah: T Kenaikan Kenaikan Kenaikan T T dalam % dalam % dalam %

69 Untuk T = 46 menit, ada faktor kenaikan = 8%, q = 1.8 x 3.95 m 3 /km 2 /detik = 4.27 m 3 /km 2 /detik. Curah hujan maksimum rata-rata = 198 mm/24 jam, karena nomogram dibuat untuk hujan 2 mm/24 jam, maka nilai q harus dikalikan dengan 198/2. Dengan demikian q = 198/2 x 4.27 m 3 /km 2 /detik = 4.23 m 3 /km 2 /detik. Debit banjir maksimum Q = α.f.q =.52 x 169 x 4.23 m3 = m 3. Jika α tidak sama dengan.52, misalnya.62, maka Q =.62 x 169 x 4.23 m3 = m 3. Metoda Haspers (untuk daerah aliran sungai > 2 Km 2 ) Prinsip dari metode ini adalah rational dengan bentuk persamaan sebagai berikut: Qmax = α.β.q.f dimana: Q max = debit banjir sungai maksimum α = run off coefficient β = reduction coefficient = (hujan rata-rata) : (hujan maksimum) pada daerah dan waktu yang sama q = intensitas hujan (m 3 /km 2 /detik) F = luas daerah aliran (km 2 ) Prosedur perhitungan F α = F 1/ β = 1 + ( t 3.7x1 2 ( t 15).4t ) F x t.1l i.8.3 p q jika t dalam jam 3.6t p q... jika t dalam hari 86.4t 3-14

70 tr p t 1.8(26 R)(2 t) 2... untuk t < 2 jam tr p. untuk 2 jam < t < 19 jam t 1 p.77r t 1 untuk 19 jam < t < 3 hari. Metode Weduwen (untuk luas daerah aliran < 1 km 2 ) Perhitungan debit banjir sungai dengan metode ini dilakukan dengan menggunakan nomogram berikut. Dengan bantuan Nomogram dan data-data: o A = luas daerah aliran dalam Km 2 o S = kemiringan dasar sungai rata-rata o T = periode ulang (th) o R = hujan rencana untuk n tahunan (mm) akan dapat dihitung debit banjir pada periode ulang yang dikehendaki. Untuk memudahkan penggunaan nomogram, kita ambil contoh sebagai berikut: Luas daerah aliran sungai = 24 Km 2, kemiringan dasar sungai ratarata =.5, hujan rencana 4 tahunan sebesar 25 mm. Pertanyaan, berapa besarnya debit maksimum dengan periode ulang 5 tahunan? Dari nomogram kiri atas terdapat R 7th = 225 mm. Dari grafik kita dapatkan R = 7.71 m 3 /km 2 /detik. Dari nomogram: Q 7th= 7.71 x 24 x (225: 24) = m 3 /detik. Q 5th =.62 x = 14.4 m 3 /detik. Selanjutnya lihat nomogram pada halaman

71 3-16

72 3-17

73 3-18

74 3.4 Penetapan Panjang dan Tinggi Ruang Bebas Jembatan Analisis Penampang Sungai Detail penampang sungai dapat digambarkan berdasarkan hasil pengukuran/ pemetaan topografi, sehingga dapat dihitung luas penampang basah yang ada pada banjir rencana tertentu (untuk periode ulang 5 tahun, 1 tahun atau sesuai kebutuhan). Berdasarkan analisis penampang sungai, dapat ditetapkan letak dari abutment sehingga tidak mengganggu alur jalan air dan luas penampang sungai untuk aliran air. Adapun perhitungan hidrolika untuk Analisis Penampang ini dapat diuraikan sebagai berikut : 1 V R n A R P 2 3 Dimana : S 1 2 V = Kecepatan aliran m/det n = Koefisien kekasaran saluran (manning) R = Jari-jari Hidrolis penampang (m) S = slope/kemiringan rata-rata dari saluran A = Luas penampang basah sungai (m) P = Keliling basah penampang sungai Untuk mendapatkan elevasi banjir yang terjadi untuk periode ulang tertentu pada penampang tersebut digunakan rumus berikut: Q banjir rencana V x A Selanjutnya Y = kedalaman /elevasi sungai akan didapat dengan cara trial and error. Sedangkan luas penampang basah yang tidak beraturan dapat didekati dengan cara perjumlahan untuk masing-masing irisan elemen luas sebagai berikut : 3-19

75 No. Titik 1 Koordinat X (m) Koordinat Y (m) Koordinat Y' (m) Luas Irisan (m 2 ) n Berdasarkan analisis penampangan sungai ini dapat ditetapkan tinggi muka air banjir rencana untuk periode ulang tertentu (5 tahun, 1 tahun atau sesuai kebutuhan), sehingga dapat detetapkan elevasi terendah dari bangunan atas jembatan dengan tambahan ruang bebas (free board) tertentu (1 meter, 1,2 meter atau sesui kebutuhan) dengan pertimbangan benda-benda hanyutan, lalu lintas air dan pertimbangan lainnya. Sesuai gambaran dapat dijelaskan dengan gambar berikut ini : Clearance Jembatan Gambar 3-3 Clearance Jembatan 3-2

76 3.5 Perlintasan dengan Prasarana Transportasi Lainnya Selain melintasi sungai, sering diperlukan perencanaan teknis jembatan yang melintasi jalan raya lainnya atau jalan kereta api. Baik untuk jembatan yang melintasi jalan raya, jalan kereta api, maupun sungai, prinsip dasar perencanaannya sama, yaitu penentuan panjang jembatan, penentuan bentang jembatan, penggunaan peraturan perencanaan dan pembebanan jembatan jalan raya sebagai acuan, penetapan lokasi abutment dan pilar, penetapan bangunan atas jembatan, dan penetapan pondasi jembatan, clearance jembatan dan oprit 9jalan pendekat) jembatan. Selain data lalu lintas, data topografi, data geologi dan geoteknik, berikut ini adalah jenis data pendukung yang membedakan keperluan jenis data untuk masing-masing lokasi jembatan, yaitu : o Untuk jembatan yang lokasinya melintasi sungai, diperlukan data hidrologi dan karakteristik sungai. o Untuk jembatan yang lokasinya melintasi jalan raya, diperlukan data potongan melintang jalan raya yang akan dilintasinya, lebar jalan, bahu jalan dan median (jika ada) diprediksi sampai akhir umur rencana jalan raya dimaksud. o Untuk jembatan yang lokasinya melintasi jalan kereta api, diperlukan data potongan melintang jalan kereta api Perlintasan (tak sebidang) dengan Jalan Raya Untuk jembatan yang direncanakan melintasi jalan raya di bawahnya, perlu diperhatikan bahwa penempatan abutment maupun pilar tidak boleh mengganggu kelancaran arus lalu lintas di bawah jembatan. Setelah panjang jembatan ditentukan, yang perlu dipertimbangkan adalah apakah akan digunakan single span atau multi span. Jika digunakan multi span, ruang yang mungkin perlu dimanfaatkan untuk penempatan pilar adalah ruang di luar ambang pengaman (bisa di median dan atau sebelah luar batas RUMAJA) agar tidak mengganggu lalu lintas di bawah jembatan. Untuk dapat menentukan lokasi jembatan di atas jalan raya (over pass) perlu diketahui terlebih dahulu batas-batas ruang manfaat jalan. Ruang Manfaat Jalan (RUMAJA) adalah ruang yang meliputi seluruh badan jalan, saluran tepi jalan dan ambang pengaman. Badan jalan meliputi jalur lalu lintas dengan atau tanpa jalur pemisah dan bahu jalan. Ruang manfaat jalan dibatasi oleh : o Lebar antara batas ambang pengaman jalan di kedua sisi jalan o Tinggi 5 meter diatas permukaan perkerasan pada sumbu jalan. 3-21

77 o Kedalaman ruang bebas 1,5 meter dibawah permukaan perkerasan jalan. (gambar 3-4, 3-5). Gambar 3-4 Ruang bebas jalan antar kota RUMAJA Ambang Pengamaman Ambang Pengaman Gambar 3-5 Ruang bebas jalan dalam kota (Ruang bebas untuk jalur lalu lintas dengan bahu jalan) (Ruang bebas jalur lalu lintas pada jembatan dengan bentang 5m atau lebih atau pada terowongan) 3-22

78 Keterangan: H= 5,1m untuk jalan tipe I klas 1 dan 2 tipe II klas 2 dan 3 H= 4,6m untuk jalan tipe II klas 4 a = 1, m atau lebih kecil dari lebar bahu b = 4,6 m untuk H = 5,1 m b = 4,1 m untuk H = 4,1 d =,75 m untuk jalan tipe I d =,5 untuk jalam tipe II (Ruang bebas untuk jalur lalu lintas pada jalan tidak ada bahunya) Perlintasan Tidak Sebidang dengan Jalur Kereta Api Beberapa hal yang perlu diperhatikan didalam membangun perlintasan tidak sebidang dengan jalur kereta api adalah: o Ruang Bebas = 6,5 meter terhitung dari kepala Rel (Gambar 3-6.) o Sedangkan Ruang bebas minimum merupakan ruangan yang dibutuhkan kereta untuk sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam melintas. (Gambar 3-7 s/d 3-1) o Kontruksi Jembatan harus mengikuti ketentuan teknis jembatan jalan raya. o Jarak Pondasi Pilar dari as rel jalur tunggal (single track) minimal 1 meter dan untuk Jalur ganda (double track) 1 meter dihitung dari as rel paling luar. o Penggunaan Utilitas minimal dengan ketinggian sebesar 2 meter dari permukaan rel yang ada. o Pemasangan pilar jembatan harus mengantisipasi rencana jalur ganda (Double Track) pada jalur Kereta api dan rencana elektrifikasi. 3-23

79 +6.5 mm AS TRACK > 1. mm K.R.. 1:2 > 2. mm 1:1,5 Gambar 3-6 Ruang Bebas Kendaraan pada Perlintasan Tidak Sebidang dengan jalur kereta api 3-24

80 Gambar 3-7 Ruang Bebas Rel Tunggal di Tikungan Gambar 3-8 Ruang Bebas Rel Tunggal Lurus 3-25

81 Gambar 3-9 Ruang Bebas Rel Ganda Lurus Gambar 3-1 Ruang Bebas Rel Ganda di Tikungan 3-26

82 RANGKUMAN a. Koordinasi pengumpulan dan penggunaan data hidrologi dan karakteristik sungai dan perlintasan lainnya yang ditulis dalam modul ini menjelaskan analisis karakteristik sungai, prediksi debit banjir sungai, penetapan panjang dan tinggi clearance (ruang bebas) jembatan yang melintasi sungai serta penetapan panjang dan tinggi clearance (ruang bebas) jembatan yang melintasi prasarana transportasi lainnya. b. Analisis karakteristik sungai menjelaskan tipe sungai di daerah aliran (river basin), sungai aluvial dan non aluvial, dan gerusan sungai. c. Prediksi debit banjir sungai menjelaskan perhitungan debit banjir rencana berdasarkan data yang tersedia, dilakukan dengan menggunakan prosedur perhitungan hidrologi. Tergantung pada ketersediaan data, perhitungan debit banjir rencana dapat dilakukan secara langsung dengan menggunakan cara-cara statistik, atau secara tidak langsung dengan cara Rational, cara Melchior, cara Weduwen, cara Haspers, atau diprediksi dengan cara perhitungan regional analyses. d. Penetapan panjang dan tinggi clearance (ruang bebas) jembatan yang melintasi sungai menjelaskan cara menghitung penampang basah sungai berdasarkan periode ulang tertentu misalnya 5 tahun dan kegunaannya untuk menetapkan tinggi muka air banjir serta penetapan ruang bebas jembatan sesuai ketentuan. Dengan diketahuinya posisi tinggi muka air banjir dan clearance, maka tepi bawah bangunan atas jembatan dapat ditentukan, selanjutnya panjang jembatan dapat dihitung dengan diketahuinya titik-titik potong antara garis tepi bawah bangunan atas jembatan dengan profil sungai. e. Penetapan panjang dan tinggi clearance (ruang bebas) jembatan yang melintasi prasarana transportasi lainnya menjelaskan bagaimana menetapkan panjang jembatan berdasarkan profil ruang bebas jembatan yang melintasi jalan raya atau melintasi jalan kereta api. 3-27

83 LATIHAN / PENILAIAN MANDIRI Latihan atau penilaian mandiri menjadi sangat penting untuk mengukur diri atas tercapainya tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh para pengajar/instruktur, maka pertanyaan dibawah perlu dijawab secara cermat, tepat dan terukur. Kode/ Judul Unit Kompetensi : INA : Melakukan Koordinasi Untuk Pengumpulan dan Penggunaan Data Teknis Soal : No. Elemen Kompetensi / KUK (Kriteria Unjuk Kerja) Pertanyaan Ya Tdk Jawaban: Apabila Ya sebutkan butirbutir kemampuan anda 1. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data lalu lintas Sudah dibuat soalnya di Bab 2 2. Melakukan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data hidrologi, karakteristik sungai dan perlintasan dengan prasarana transportasi lainnya 2.1. Karakteristik sungai dianalisis sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku 2.1. Apakah anda mampu menganalisis karakteristik sungai sesuai dengan ketentuan yang berlaku? a.... b.... c.... dst Debit banjir sungai diprediksi sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku 2.2. Apakah anda mampu memprediksi debit banjir sungai? a.... b.... c.... dst Panjang dan tinggi clearance (ruang bebas) jembatan yang melintasi sungai ditetapkan 2.3. Apakah anda mampu menetapkan panjang dan tinggi clearance (ruang bebas) jembatan yang a.... b.... c

84 sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku 2.4. Panjang dan tinggi clearance (ruang bebas) jembatan yang melintasi prasarana transportasi lainnya ditetapkan sesuai dengan ketentuan teknis yang berlaku melintasi sungai? 2.4. Apakah anda mampu menetapkan panjang dan tinggi clearance (ruang bebas) jembatan yang melintasi prasarana transportasi lainnya? dst. a.... b.... c.... dst. 3-29

85 BAB 4 KOORDINASI UNTUK PENGUMPULAN DAN PENGGUNAAN DATA TOPOGRAFI 4.1 Umum Bab ini menjelaskan koordinasi untuk pengumpulan dan penggunaan data topografi yang prinsip atau tata cara koordinasinya telah dijelaskan dalam Bab 1 Pendahuluan, Sub Bab 1.3 Koordinasi. Fokus tulisan ini dengan demikian dibatasi pada substansi inti yang harus difahami oleh Bridge Design Engineer agar dapat melakukan koordinasi dengan para pihak terkait berdasarkan batasan-batasan teknis dalam rangka pengumpulan dan penggunaan data topografi. Koordinasi pengumpulan dan penggunaan data topografi yang ditulis dalam modul ini menjelaskan survai pendahuluan, survai pengukuran topografi jembatan, pemetaan kondisi eksisting dan penetapan lokasi dan geometrik jembatan. 4.2 Survai Pendahuluan Survai Pendahuluan dilakukan terutama untuk menetapkan alternatif-alternatif pemilihan lokasi jembatan. Secara umum dapat dikatakan bahwa ada 2 (dua) kegiatan yang harus dilakukan sebelum menetapkan lokasi jembatan yaitu kegiatan pra Survai dan kemudian dilanjutkan dengan kegiatan Survai Pendahuluan. Lihat uraian selanjutnya yang diberikan dalam bentuk tabel agar secara cepat dapat dengan mudah diterapkan penggunaannya di lapangan. Kegiatan Pra Survai Item Kegiatan Sumber Data Tindakan Keterangan Persiapan Pra Survai - mempelajari Gambar Proyek Kerangka Acuan Kerja Pelajari Penyiapan Peta-peta Topografi, Geologi dan Foto Udara (kalau ada) Direktorat Geologi, Studi-studi terdahulu Pelajari dan Buat Alinyemen Perkiraan untuk Survai - Persiapan Kriteria Desain Kerangka Acuan Kerja Pelajari dan Tetapkan - Persiapan Fungsi Jembatan Kerangka Acuan Kerja Pelajari dan Tetapkan

86 Kegiatan Survai Pendahuluan Item Kegiatan Sumber Data Tindakan Keterangan Data Primer - Inventarisasi Jembatan (Existing) Lapangan dan Dinas Terkait Pengisian Form Survai disesuaikan dengan formulir Reconnaisance Survai - Bahan dan Material Yang Ada (Quarry) Lapangan dan Dinas Teknik propinsi atau kabupaten / kota Pencarian lokasi quarry yang dekat dengan lokasi jembatan yang direncanakan yang memenuhi syarat kualitas dan kuantitas. Diberi penjelasan jenis material, kualitas, kuantitas dan kondisi jalan masuk ke quarry - Penampang Melintang Sungai Lapangan Pengukuran lebar atas dan bawah penampang sungai serta tinggi penampang dan tinggi air normal dan digambarkan pada form Survai Untuk perkiraan bentang rencana - Banjir Tertinggi yang Pernah Terjadi Lapangan Berdasarkan keterangan penduduk di sekitar lokasi jembatan serta pengamatan visual dari bekas batas air atau hanyutan, dll. Untuk menentukan ambang bawah bangunan atas jembatan. - Situasi Jembatan Lapangan Penggambaran sket situasi jembatan serta arah aliran sungai dengan mencantumkan arah angin dan didokumentasikan dengan foto dari 4 posisi yang berbeda. Untuk menentukan bentang rencana dan menentukan bangunan pengaman - Jenis Tanah Lapangan dan studi terdahulu dinas teknik propinsi atau kabupaten / kota Perkiraan secara visual kondisi tanah dasar untuk penempatan abutment dan jenis pondasi yang akan digunakan berdasarkan data jembatan tersebut atau yang berdekatan. 4-2

87 Item Kegiatan Sumber Data Tindakan Keterangan Lapangan, dinas teknik Untuk diajukan propinsi, kabupaten sebagai konsep atau kota pendahuluan - Perkiraan Realinyemen Jembatan Baru (Kalau perlu) Dicari beberapa alternatif lokasi jembatan berdasarkan pertimbanganpertimbangan teknis, disesuaikan dengan rencana program penanganan jalan dan rencana noemalisasi sungai - Kondisi Lingkungan Sepanjang Aliran Sungai Lapangan Pengamatan kondisi lingkungan sebagai bahan pertimbangan perencanaan seperti penetapan koefisien pengaliran dll. Untuk diajukan sebagai konsep pendahuluan - Pengukuran Kecepatan Aliran dan Arah serta Pola Aliran Lapangan dan Dinas Pengairan Memperkirakan kecepatan aliran dengan pengamatan sederhana - Pengamatan Benda- Benda Hanyutan Lapangan dan Dinas Pengairan Pengamatan bendabenda hanyutan dan beban yang akan mempengaruhi perencanaan bangunan bawah Untuk menetapkan ruang bebas (Free Board) di bawah level terendah bangunan atas - Lalu-Lintas Air Yang Melalui Sungai (kapal terbesar) Lapangan dan Direktorat Angkutan Sungai, Danau dan Feri Pengamatan lalu lintas air yang melalui sungai tersebut` Untuk menetapkan ruang bebas (Free Board) di bawah level terendah bangunan atas Data Sekunder - Harga Satuan Upah dan Bahan untuk Loasi tersebut Dinas teknik propinsi, kabupaten atau kota Mendapatkan data harga satuan upah dan bahan untuk lokasi setempat Untuk menghitung analisa harga satuan - Data Curah Hujan Harian Maksimum Untuk Minimal 1 Tahun Terakhir Dinas/Sub Dinas Pengairan, Mendapatkan data curah hujan harian maksimum untuk minimal 1 tahun terakhir Untuk perencanaan hidrologi - Peta Topografi Skala 1:25., 1: 5. tergantung keperluan. BAPPEDA TK II, Dinas PU Direktorat Geologi Mendapatkan peta topografi sebagai acuan perencanaan awal Untuk konsep pendahuluan. 4-3

88 Item Kegiatan Sumber Data Tindakan Keterangan - Studi Kelayakan / Dinas teknik atau Studi-studi Terdahulu Bappeda - Pengaruh lainnya. Mendapatkan studi yang telah dilakukan yang berkaitan dengan jembatan tersebut. Sebagai informasi tambahan untuk perencanaan 4.3. Survai Pengukuran Topografi Jembatan Pengukuran topografi jembatan dilakukan untuk mengetahui posisi rencana jembatan, kedalaman serta lebar sungainya. Tahapan kegiatan pengukuran jembatan pada dasarnya sama seperti dengan tahapan pengukuran jalan, yaitu terdiri dari kegiatan persiapan, survai pendahuluan, pemasangan patok BM dan CP dan patok kayu, pengukuran kerangka kontrol vertikal, pengukuran kerangka kontrol horizontal, pengukuran situasi, pengukuran penampang memanjang jalan, pengukuran melintang jalan, pengukuran penampang melintang sungai dan pengukuran detail situasi (lihat Gambar 4.1) Pekerjaan persiapan dan Survai Pendahuluan pengukuran perencanaan jembatan. sama dengan pekerjaan pengukuran perencanaan jalan. Gambar 4.1: Gambar pengukuran jembatan 4-4

PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE DESIGN ENGINEER)

PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE DESIGN ENGINEER) BDE 07 = LAPORAN PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN Merepresentasikan Kode / Judul Unit Kompetensi Kode : INA.5212.113.01.07.07 Judul : Membuat Laporan Perencanaan Teknis Jembatan PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS

Lebih terperinci

Bahu Jalan Berdasarkan MKJI KATA PENGANTAR

Bahu Jalan Berdasarkan MKJI KATA PENGANTAR Dan Bahu Jalan Berdasarkan MKJI KATA PENGANTAR Pengembangan Sumber Daya Manusia di bidang Jasa Konstruksi bertujuan untuk meningkatkan kompetensi sesuai bidang kerjanya, agar mereka mampu berkompetisi

Lebih terperinci

SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI)

SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI) SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI) Judul Pelatihan : AHLI TEKNIK LALU LINTAS (TRAFFIC ENGINEER ) Kode Jabatan Kerja : INA.5211.113.07 Kode Pelatihan : DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN

Lebih terperinci

Sebidang Atau Tidak Sebidang KATA PENGANTAR

Sebidang Atau Tidak Sebidang KATA PENGANTAR Penerapan Prinsip Dasar Persimpangan KATA PENGANTAR Pengembangan Sumber Daya Manusia di bidang Jasa Konstruksi bertujuan untuk meningkatkan kompetensi sesuai bidang kerjanya, agar mereka mampu berkompetisi

Lebih terperinci

PELATIHAN AHLI TEKNIK LALU LINTAS (TRAFFIC ENGINEER)

PELATIHAN AHLI TEKNIK LALU LINTAS (TRAFFIC ENGINEER) DRAFT TRE 01 = PENERAPAN KETENTUAN UNDANG-UNDANG JASA KONSTRUKSI DAN UNDANG-UNDANG TERKAIT Merepresentasikan Kode / Judul Unit Kompetensi Kode : INA.5211.113.07.01.07 Judul : Menerapkan Ketentuan Undang-

Lebih terperinci

PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE DESIGN ENGINEER)

PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE DESIGN ENGINEER) BDE 06 = PERENCANAAN OPRIT (JALAN PENDEKAT), BANGUNAN PELENGKAP DAN PENGAMAN JEMBATAN Merepresentasikan Kode / Judul Unit Kompetensi Kode : INA.5212.113.01.06.07 Judul : Merencanakan Oprit (Jalan Pendekat),

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI III-1

BAB III METODOLOGI III-1 BAB III METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM Dalam proses perencanaan jalan perlu dilakukan analisis yang teliti. Semakin rumit masalah yang dihadapi maka akan semakin kompleks pula analisis yang harus dilakukan.

Lebih terperinci

MODUL REKAYASA LALU LINTAS

MODUL REKAYASA LALU LINTAS PELATIHAN ROAD DESIGN ENGINEER (AHLI TEKNIK DESAIN JALAN) MODUL RDE 08 : REKAYASA LALU LINTAS 2005 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI START PERSIAPAN SURVEI PENDAHULUAN PENGUMPULAN DATA ANALISA DATA

BAB III METODOLOGI START PERSIAPAN SURVEI PENDAHULUAN PENGUMPULAN DATA ANALISA DATA III - 1 BAB III METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai pengumpulan dan analisa data. Dalam tahap awal ini disusun hal-hal penting yang harus segera dilakukan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR merepresentasikan unit kompetensi

KATA PENGANTAR merepresentasikan unit kompetensi Survai Dan Prakiraan Volume Lalu Lintas KATA PENGANTAR Pengembangan Sumber Daya Manusia di bidang Jasa Konstruksi bertujuan untuk meningkatkan kompetensi sesuai bidang kerjanya, agar mereka mampu berkompetisi

Lebih terperinci

PELATIHAN SOIL MECHANICS OF ROAD CONSTRUCTION ENGINEER

PELATIHAN SOIL MECHANICS OF ROAD CONSTRUCTION ENGINEER SMR 01 = UUJK, SMK3 DAN PENGENDALIAN LINGKUNGAN KERJA Merepresentasikan Kode / Judul Unit Kompetensi Kode : INA.5211.113.05.01.07 Judul : Menerapkan UUJK, K3 dan Pengendalian Lingkungan PELATIHAN SOIL

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR merepresentasikan unit kompetensi

KATA PENGANTAR merepresentasikan unit kompetensi KATA PENGANTAR Pengembangan Sumber Daya Manusia di bidang Jasa Konstruksi bertujuan untuk meningkatkan kompetensi sesuai bidang kerjanya, agar mereka mampu berkompetisi dalam memperebutkan pasar kerja.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 UMUM

BAB III METODOLOGI 3.1 UMUM BAB III METODOLOGI 3.1 UMUM Secara umum, inti dari dibuatnya metode penelitian adalah untuk menjawab permasalahan dan tujuan penelitian sebagaimana disebutkan pada Bab I. Metodologi penelitian ini akan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI III-1

BAB III METODOLOGI III-1 BAB III METODOLOGI 3.1 Persiapan Pendahuluan Tahap ini merupakan kegiatan sebelum memulai pengumpulan data dan pengolahannya. Tahap persiapan ini meliputi kegiatan kegiatan sebagai berikut : 1) Menentukan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 1.1 JENIS PENELITIAN Jenis penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif. Jenis penelitian deskriptif (Narbuko dan Achmadi, 2008) adalah jenis penelitian yang berusaha

Lebih terperinci

SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI)

SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI) SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI) Judul Pelatihan : AHLI DESAIN HIDRO MEKANIK (HYDRO MECHANICAL DESIGN ENGINEER) Kode Jabatan Kerja : INA. 5220.112.09 Kode Pelatihan :... DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN

Lebih terperinci

SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI)

SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI) SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI) Judul Pelatihan : COST ESTIMATOR OF BRIDGE Kode Jabatan Kerja : Kode Pelatihan : DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab metodologi penelitian ini akan disampaikan bagan alir dimana dalam bagan alir ini menjelaskan tahapan penelitian yang dilakukan dan langkah-langkah apa saja yang

Lebih terperinci

PERANCANGAN JALAN LINGKAR DALAM TIMUR KOTA SURAKARTA BAB III METODOLOGI

PERANCANGAN JALAN LINGKAR DALAM TIMUR KOTA SURAKARTA BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI 3.1 Tinjauan Umum Untuk membantu dalam proses penyelesaian tugas akhir maka perlu dibuat suatu pedoman kerja yang matang, sehingga waktu untuk menyelesaikan laporan tugas akhir dapat

Lebih terperinci

PERHITUNGAN LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA PADA RUAS JALAN TUMPAAN LOPANA

PERHITUNGAN LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA PADA RUAS JALAN TUMPAAN LOPANA i LAPORAN AKHIR PERHITUNGAN LALU LINTAS HARIAN RATA-RATA PADA RUAS JALAN TUMPAAN LOPANA Diajukan Sebagai Persyaratan Untuk Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Teknik Sipil Konsentrasi Jalan

Lebih terperinci

KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI)

KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI) KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI) Judul Pelatihan : Teknisi Geoteknik Klasifikasi : Bagian Sub Bidang Sumber Daya Air Kualifikasi : Sertifikat III (tiga) / Teknisi Senior Kode Jabatan Kerja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Transportasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Transportasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Transportasi Transportasi adalah suatu proses pemindahan orang dan/atau barang dari suatu tempat asal menuju tempat tujuan yang dipisahkan oleh jarak geografis (Departemen Perhubungan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dijabarkan dalam sebuah bagan diagram alir seperti gambar 3.1. Gambar 3.1. Diagram alir pelaksanaan studi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dijabarkan dalam sebuah bagan diagram alir seperti gambar 3.1. Gambar 3.1. Diagram alir pelaksanaan studi BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Berfikir Sebelum dimulainya penelitian terlebih dahulu dibuat tahapan-tahapan dalam pelaksanaan penelitian dari dimulainya penelitian sampai selesainya penelitian

Lebih terperinci

KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI)

KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI) KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI) Judul Pelatihan : AHLI DETEKSI KEBOCORAN DAN COMMISSIONING JARINGAN PERPIPAAN SPAM Kode Jabatan Kerja :... Kode Pelatihan :... DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN

Lebih terperinci

PELATIHAN MANDOR PERKERASAN ASPAL (FOREMAN OF ASPHALT PAVEMENT)

PELATIHAN MANDOR PERKERASAN ASPAL (FOREMAN OF ASPHALT PAVEMENT) FAP 05 = PEMERIKSAAN, EVALUASI DAN PELAPORAN Merepresentasikan Kode / Judul Unit Kompetensi Kode : INA.5211.222.04.01.07 Judul : Melaporkan Hasil Pelaksanaan Pekerjaan Perkerasan Aspal PELATIHAN MANDOR

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Definisi Metode Penelitian Yang di maksud dengan metode penelitian adalah bagaimana sebuah penelitian ini dilaksanakan. Sebuah desain penelitian meliputi semua proses atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persyaratan Teknis Jalan Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (2011), persyaratan teknis jalan adalah ketentuan teknis yang harus dipenuhi oleh suatu ruas jalan agar jalan

Lebih terperinci

KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI) Sub Sektor/ Bidang Pekerjaan : Sipil / Bangunan Gedung

KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI) Sub Sektor/ Bidang Pekerjaan : Sipil / Bangunan Gedung KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI) Judul Pelatihan : GEODETIC ENGINEER OF BUILDING Sub Sektor/ Bidang Pekerjaan : Sipil / Bangunan Gedung Klasifikasi Pekerjaan : Pelaksanaan, Semua Bagian Sub

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI III 1

BAB III METODOLOGI III 1 BAB III METODOLOGI 3.1 PERSIAPAN Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai pengumpulan dan pengolahan data. Dalam tahap awal ini disusun hal-hal penting yang harus segera dilakukan dengan

Lebih terperinci

KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI) Sub Sektor/ Bidang Pekerjaan : Mekanikal / Bangunan Gedung

KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI) Sub Sektor/ Bidang Pekerjaan : Mekanikal / Bangunan Gedung KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI) Judul Pelatihan : AHLI PESAWAT LIFT & ESKALATOR Sub Sektor/ Bidang Pekerjaan : Mekanikal / Bangunan Gedung Klasifikasi Pekerjaan : Perencana, Semua Bagian

Lebih terperinci

SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI)

SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI) SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI) Judul Pelatihan : FOREMAN OF ASPHALT PAVEMENT Kode Jabatan Kerja : INA.5211.222.04 Kode Pelatihan : DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA

Lebih terperinci

2017, No Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2720); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lemb

2017, No Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2720); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lemb BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.603, 2017 KEMENHUB. Angkutan Penyeberangan Lintas Antarprovinsi. Tarif. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 30 TAHUN 2017 TENTANG TARIF

Lebih terperinci

KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI)

KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI) KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI) Judul Pelatihan : Juru Gambar Pekerjaan Jalan Dan Jembatan Kode Jabatan Kerja : INA. 521322109 / KON. ST. III Kode Pelatihan : DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN

BAB III METODA PENELITIAN BAB III METODA PENELITIAN 3.1 Alur Kerja Gambar 3.1 Bagan Alir Tahapan Kegiatan III - 1 3.2 Pelaksanaan Survey Lalu Lintas 3.2.1 Definisi Survey Lalu Lintas Survey lalu lintas merupakan kegiatan pokok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sebagai salah satu prasarana perhubungan dalam kehidupan bangsa, kedudukan dan peranan jaringan jalan pada hakikatnya menyangkut hajat hidup orang banyak serta mengendalikan

Lebih terperinci

Tahap persiapan yang dilakukan adalah menganalisis kondisi kinerja simpang eksisting.

Tahap persiapan yang dilakukan adalah menganalisis kondisi kinerja simpang eksisting. BAB III METODOLOGI 3.1 PENDAHULUAN Dalam melakukan suatu studi kasus diperlukan metodologi yang akan digunakan agar studi tersebut dapat berjalan sesuai dengan acuan dan pedoman yang ada. Tahapan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam memperlancar roda perekonomian, memperkokoh persatuan dan kesatuan serta mempengaruhi semua aspek

Lebih terperinci

BAB I STANDAR KOMPETENSI

BAB I STANDAR KOMPETENSI BAB I STANDAR KOMPETENSI 1.1 Judul Unit Kompetensi Menyediakan Data Untuk Pembuatan Gambar Kerja. 1.2 Kode Unit. 1.3 Deskripsi Unit Unit kompetensi ini mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku

Lebih terperinci

PEDOMAN. Survai Pencacahan Lalu Lintas dengan cara Manual DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd.

PEDOMAN. Survai Pencacahan Lalu Lintas dengan cara Manual DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. PEDOMAN Konstruksi dan Bangunan Pd. T-19-2004-B Survai Pencacahan Lalu Lintas dengan cara Manual DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH Daftar isi Daftar isi i Daftar tabel.. ii Daftar gambar.. ii

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG TARIF TERPADU ANGKUTAN PENYEBERANGAN UNTUK PENUMPANG KELAS EKONOMI, KENDARAAN, ALAT - ALAT BERAT / BESAR LINTAS KABUPATEN /

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 1994

PERATURAN DAERAH PROPINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 1994 PERATURAN DAERAH PROPINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 1994 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I LAMPUNG NOMOR 1 TAHUN 1992 TENTANG PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

MODUL STEBC 07 : PERMASALAHAN PELAKSANAAN JEMBATAN

MODUL STEBC 07 : PERMASALAHAN PELAKSANAAN JEMBATAN PELATIHAN STRUCTURE ENGINEER OF BRIDGE CONSTRUCTION PEKERJAAN (AHLI STRUKTUR PEKERJAAN JEMBATAN) MODUL STEBC 07 : PERMASALAHAN PELAKSANAAN JEMBATAN 2006 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI

Lebih terperinci

PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE DESIGN ENGINEER)

PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE DESIGN ENGINEER) BDE 05 = PERENCANAAN PONDASI JEMBATAN Merepresentasikan Kode / Judul Unit Kompetensi Kode : INA.5212.113.01.05.07 Judul : Merencanakan Pondasi Jembatan PELATIHAN AHLI PERENCANAAN TEKNIS JEMBATAN (BRIDGE

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.367, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Mekanisme. Penetapan. Formulasi. Perhitungan Tarif. Angkutan Penyeberangan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PROYEK AKHIR. PERENCANAAN ULANG PENINGKATAN JALAN PASURUAN-PILANG STA s/d STA PROVINSI JAWA TIMUR

PROYEK AKHIR. PERENCANAAN ULANG PENINGKATAN JALAN PASURUAN-PILANG STA s/d STA PROVINSI JAWA TIMUR PROYEK AKHIR PERENCANAAN ULANG PENINGKATAN JALAN PASURUAN-PILANG STA 14+650 s/d STA 17+650 PROVINSI JAWA TIMUR Disusun Oleh: Muhammad Nursasli NRP. 3109038009 Dosen Pembimbing : Ir. AGUNG BUDIPRIYANTO,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. perempatan Cileungsi Kabupaten Bogor, terdapat beberapa tahapan pekerjaan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. perempatan Cileungsi Kabupaten Bogor, terdapat beberapa tahapan pekerjaan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alur kerja Proses analisis evaluasi dan upaya peningkatan kinerja lalu lintas di perempatan Cileungsi Kabupaten Bogor, terdapat beberapa tahapan pekerjaan atau metodologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan I -

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum Jalan raya sebagai prasarana transportasi darat membentuk jaringan transportasi yang menghubungkan daerah-daerah sehingga roda perekonomian dan pembangunan dapat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI SURVEI. Sebelum pelaksanaan survai dilaksanakan, terlebih dahulu diadakan survai

BAB III METODOLOGI SURVEI. Sebelum pelaksanaan survai dilaksanakan, terlebih dahulu diadakan survai BAB III METODOLOGI SURVEI.. Survei Pendahuluan Sebelum pelaksanaan survai dilaksanakan, terlebih dahulu diadakan survai yang meliputi : a. survai lokasi, bertujuan untuk memilih pos pengamatan yang cocok

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Tinjauan Umum Analisa yang mendalam akan menentukan perencanaan yang matang dan tepat. Dalam Perencanaan Akses Menuju Terminal Baru Bandara Internasional Ahmad Yani

Lebih terperinci

Golongan 6 = truk 2 as Golongan 7 = truk 3 as Golongan 8 = kendaraan tak bermotor

Golongan 6 = truk 2 as Golongan 7 = truk 3 as Golongan 8 = kendaraan tak bermotor BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Meningkatnya kemacetan pada jalan perkotaan maupun jalan luar kota yang diabaikan bertambahnya kendaraan, terbatasnya sumber daya untuk pembangunan jalan raya, dan

Lebih terperinci

Petunjuk Teknis Pelaksanaan Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan. Tata Cara Pemantauan Kinerja Lalu lintas

Petunjuk Teknis Pelaksanaan Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan. Tata Cara Pemantauan Kinerja Lalu lintas Petunjuk Teknis Pelaksanaan Evaluasi Kualitas Udara Perkotaan Tata Cara Pemantauan Kinerja Lalu lintas Pengukuran Kinerja Lalulintas o Kecepatan lalu lintas Diukur sebagai kecepatan rata-rata kendaraan

Lebih terperinci

KPBK. : Tingkat Pemula dan Tingkat I (Tenaga Terampil) Kode Jabatan Kerja : Kode Pelatihan :

KPBK. : Tingkat Pemula dan Tingkat I (Tenaga Terampil) Kode Jabatan Kerja : Kode Pelatihan : KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI) Judul Pelatihan : MEKANIK ENGINE TINGKAT DASAR Sub Sektor/ Bidang Pekerjaan : Sipil Klasifikasi Pekerjaan : Pelaksanaan Kualifikasi : Tingkat Pemula dan Tingkat

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR RINGKASAN VOLUME 2 : STUDI KELAYAKAN DAFTAR ISI PETA LOKASI DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN RINGKASAN EKSEKUTIF

LAPORAN AKHIR RINGKASAN VOLUME 2 : STUDI KELAYAKAN DAFTAR ISI PETA LOKASI DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN RINGKASAN EKSEKUTIF LAPORAN AKHIR VOLUME 2 : STUDI KELAYAKAN RINGKASAN DAFTAR ISI PETA LOKASI DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN RINGKASAN EKSEKUTIF 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang... 1-1 1.2 Tujuan Studi... 1-2 1.3 Wilayah Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpencil yang merupakan sentral produksi pertanian. Usaha penataan ruang kota dan daerah ditujukan sebagai wadah dari fungsi

BAB I PENDAHULUAN. terpencil yang merupakan sentral produksi pertanian. Usaha penataan ruang kota dan daerah ditujukan sebagai wadah dari fungsi BAB I PENDAHULUAN I.1 Umum Jalan raya yang merupakan prasarana transportasi darat memegang peranan yang sangat penting dalam sektor perhubungan terutama untuk kesinambungan distribusi barang dan jasa,

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENYAJIAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENYAJIAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENYAJIAN DATA 4.1 DASAR-DASAR PENGUMPULAN DATA Perancangan simpang yang individual atau tidak terkoordinasi dengan simpang lainnya pada prinsipnya hanya dipengaruhi oleh kendaraan

Lebih terperinci

KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI)

KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI) KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI) Judul Pelatihan : AHLI PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI (ZONING REGULATOR) Sub Sektor/ Bidang Pekerjaan : Penataan Ruang Sub Bidang Pekerjaan : Pengendalian Pemanfaatan

Lebih terperinci

KODE UNIT KOMPETENSI INA

KODE UNIT KOMPETENSI INA MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR AIR MINUM JABATAN KERJA PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN PERPIPAAN MEMBUAT RENCANA JADWAL PELAKSANAAN PEKERJAAN KODE UNIT KOMPETENSI INA.52.00.204.

Lebih terperinci

SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI)

SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI) SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI) Judul Pelatihan : OPERATOR BATCHING PLANT (BATCHING PLANT OPERATOR) Kode Jabatan Kerja : Kode Pelatihan : INA-5200.221.08 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG TERPADU ANGKUTAN PENYEBERANGAN UNTUK PENUMPANG KELAS EKONOMI, KENDARAAN, ALAT - ALAT BERAT/ BESAR LINTAS KABUPATEN / KOTA Dl

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA IV-1 BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA IV.1 TINJAUAN UMUM Jalan yang dievaluasi dan direncana adalah ruas Semarang - Godong sepanjang kurang lebih 3,00 km, tepatnya mulai km-50 sampai dengan km-53. Untuk

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA IV - 1

BAB IV ANALISA DATA BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA IV - 1 BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA IV - 1 BAB IV ANALISA DATA Untuk memperoleh struktur jembatan yang efektif dan efisien maka diperlukan suatu perencanaan yang matang dengan mempertimbangkan berbagai

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 14 (Empat belas)

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 14 (Empat belas) SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 14 (Empat belas) A. Tujuan Instruksional 1. Umum Mahasiswa dapat memahami

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 PELAKSANA PRODUKSI CAMPURAN ASPAL PANAS

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 PELAKSANA PRODUKSI CAMPURAN ASPAL PANAS MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 PELAKSANA PRODUKSI CAMPURAN ASPAL PANAS PEMBINAAN KOMPETENSI KELOMPOK KERJA NO. KODE : - I BUKU INFORMASI DAFTAR ISI

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ARUS LALU LINTAS TERHADAP PERGERAKAN KENDARAAN BERAT (Studi Kasus : Ruas Jalan By Pass Bukittinggi Payakumbuh)

KARAKTERISTIK ARUS LALU LINTAS TERHADAP PERGERAKAN KENDARAAN BERAT (Studi Kasus : Ruas Jalan By Pass Bukittinggi Payakumbuh) KARAKTERISTIK ARUS LALU LINTAS TERHADAP PERGERAKAN KENDARAAN BERAT (Studi Kasus : Ruas Jalan By Pass Bukittinggi Payakumbuh) Zufrimar 1, Junaidi 2 dan Astuti Masdar 3 1 Program Studi Teknik Sipil, STT-Payakumbuh,

Lebih terperinci

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN PENDAHULUAN Angkutan jalan merupakan salah satu jenis angkutan, sehingga jaringan jalan semestinya ditinjau sebagai bagian dari sistem angkutan/transportasi secara keseluruhan. Moda jalan merupakan jenis

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR: KEP - 69 / MEN / III / V / 2004 TENTANG PERUBAHAN LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Daftar Isi... 1

DAFTAR ISI. Daftar Isi... 1 DAFTAR ISI Daftar Isi... 1 BAB I STANDAR KOMPETENSI... 2 1.1 Kode Unit... 2 1.2 Judul Unit... 2 1.3 Deskripsi Unit... 2 1.4 Elemen Kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja... 2 1.5 Batasan Variabel... 3 1.6

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di ruas jalan yang akan dilalui angkutan barang (peti kemas) dari Stasiun Jebres Surakarta menuju Pabrik SRITEX Sukoharjo

Lebih terperinci

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN 3.1. KENDARAAN RENCANA Kendaraan rencana adalah kendaraan yang dimensi (termasuk radius putarnya) dipilih sebagai acuan dalam perencanaan geometrik jalan raya.

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR VOLUME 2 : STUDI KELAYAKAN DAFTAR ISI PETA LOKASI DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN RINGKASAN EKSEKUTIF

LAPORAN AKHIR VOLUME 2 : STUDI KELAYAKAN DAFTAR ISI PETA LOKASI DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN RINGKASAN EKSEKUTIF LAPORAN AKHIR VOLUME 2 : STUDI KELAYAKAN DAFTAR ISI PETA LOKASI DAFTAR ISI DAFTAR SINGKATAN RINGKASAN EKSEKUTIF BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1-1 1.2 Tujuan Studi... 1-2 1.3 Wilayah Studi dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. kebutuhan pada pembahasan pada Bab berikutnya. Adapun data-data tersebut. yang diambil seperti yang tertuang dibawah ini.

BAB IV HASIL PENELITIAN. kebutuhan pada pembahasan pada Bab berikutnya. Adapun data-data tersebut. yang diambil seperti yang tertuang dibawah ini. BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Umum Pengumpulan data pada tesis ini diambil dari instansi terkait serta dari laporan-laporan terdahulu yang semuanya itu akan berhubungan serta menunjang pelaporan tesis pada

Lebih terperinci

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR MESIN PENGGELAR ASPAL PEMINDAHAN MESIN PENGGELAR ASPAL

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR MESIN PENGGELAR ASPAL PEMINDAHAN MESIN PENGGELAR ASPAL MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR MEKANIKAL EDISI 2012 OPERATOR MESIN PENGGELAR ASPAL PEMINDAHAN MESIN PENGGELAR ASPAL NO. KODE : -I BUKU INFORMASI DAFTAR ISI DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM

BAB III METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM III - 1 BAB III 3.1 TINJAUAN UMUM Di dalam suatu pekerjaan konstruksi diperlukan suatu rancangan yang dimaksudkan untuk menentukan fungsi struktur secara tepat dan bentuk yang sesuai serta mempunyai fungsi

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA KEGIATAN

KERANGKA ACUAN KERJA KEGIATAN KERANGKA ACUAN KERJA STUDI PENATAAN DAN PERENCANAAN DED KOMPONEN PSU KAWASAN KUMUH KEGIATAN PERENCANAAN DAN PENYIAPAN PRASARANA SARANA DAN UTILITAS KAWASAN KUMUH LOKASI : KABUPATEN BANGGAI LAUT TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

Kode Unit Kompetensi : SPL.KS Pelatihan Berbasis Kompetensi Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton

Kode Unit Kompetensi : SPL.KS Pelatihan Berbasis Kompetensi Pelaksana Lapangan Perkerasan Jalan Beton KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI Kode Unit Kompetensi : SPL.KS21.222.00 Pelatihan Berbasis Kompetensi Pelaksana Lapangan Perkerasan

Lebih terperinci

BAB III METODE PELAKSANAAN

BAB III METODE PELAKSANAAN BAB III METODE PELAKSANAAN 3.1 Pekerjaan Persiapan dan pengumpulan Data 3.1.1 Pekerjaan Persiapan Pekerjaan yang harus dipersiapkan guna memperlancar jalannya pelaksanaan pekerjaan Perencanaan Teknis dan

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR EVALUASI DAN PERANCANGAN PENINGKATAN JALAN SELATAN-SELATAN CILACAP RUAS SIDAREJA - JERUKLEGI

LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR EVALUASI DAN PERANCANGAN PENINGKATAN JALAN SELATAN-SELATAN CILACAP RUAS SIDAREJA - JERUKLEGI LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR EVALUASI DAN PERANCANGAN PENINGKATAN JALAN SELATAN-SELATAN CILACAP RUAS SIDAREJA - JERUKLEGI Disusun oleh : AGUSTIAN NIM : L2A 000 014 AHMAD SAFRUDIN NIM : L2A 000 016 Disetujui

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Flow Chart Penulisan Tugas Akhir MULAI DATA Primer - Data geometrik Ruas dan Simpang - Data Volume Lalu Lintas - Data Hambatan samping Sekunder : Ukuran Kota Hirarki Jalan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Bab III Metodologi 3.1. PERSIAPAN

BAB III METODOLOGI. Bab III Metodologi 3.1. PERSIAPAN BAB III METODOLOGI 3.1. PERSIAPAN Tahap persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai pengumpulan dan pengolahan data. Dalam tahap awal ini disusun hal-hal penting yang harus segera dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berbagai kegiatan perekonomian selalu berkaitan dengan

Lebih terperinci

PELATIHAN MANDOR PERKERASAN ASPAL (FOREMAN OF ASPHALT PAVEMENT)

PELATIHAN MANDOR PERKERASAN ASPAL (FOREMAN OF ASPHALT PAVEMENT) FAP 04 = PROSEDUR DAN TEKNIS PELAKSANAAN Merepresentasikan Kode / Judul Unit Kompetensi Kode : INA.5211.222.04.01.07 Judul : Mengkoordinir Dan Mengawasi Pelaksanaan Pekerjaan Perkerasan Aspal. PELATIHAN

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Konversi Satuan Mobil Penumpang

BAB III LANDASAN TEORI. 3.1 Konversi Satuan Mobil Penumpang BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Konversi Satuan Mobil Penumpang Menurut MKJI (1997), kendaraan bermotor di jalan perkotaan dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu sepeda motor (MC), kendaraan ringan (LV), dan

Lebih terperinci

KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI)

KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI) KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI) Judul Pelatihan : Asphalt Mixing Plant Manager Kode Jabatan Kerja : INA. 5111333 / KON. MT1. V Kode Pelatihan : DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alur Penelitian Untuk mencapai tujuan yang diinginkan perlu disusun suatu tahapan - tahapan dalam suatu penelitian (metodologi). Tahapan pelaksanaan yang akan dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya jumlah pemakai jalan yang akan menggunakan sarana tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya jumlah pemakai jalan yang akan menggunakan sarana tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan Pembangunan sarana transportasi mempunyai peranan penting dalam perkembangan sumber daya manusia saat ini sebab disadari makin meningkatnya jumlah pemakai

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG TARIF ANGKUTAN LINTAS PENYEBERANGAN PELABUHAN NUSA PENIDA DAN PADANGBAI UNTUK PENUMPANG KELAS EKONOMI, KENDARAAN DAN ALAT-ALAT BERAT/BESAR

Lebih terperinci

MODUL SIB 10 : PEMELIHARAAN JALAN DARURAT DAN PEMELIHARAAN LALU LINTAS

MODUL SIB 10 : PEMELIHARAAN JALAN DARURAT DAN PEMELIHARAAN LALU LINTAS PELATIHAN SITE INSPECTOR OF BRIDGE (INSPEKTUR PEKERJAAN LAPANGAN PEKERJAAN JEMBATAN) MODUL SIB 10 : PEMELIHARAAN JALAN DARURAT DAN PEMELIHARAAN LALU LINTAS 2006 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN

Lebih terperinci

SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI)

SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI) SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI) Judul Pelatihan : Juru Ukur (Technician Surveying) Kode Jabatan Kerja : INA.5230.223.23 Kode Pelatihan : DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA

Lebih terperinci

KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI)

KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI) KPBK (KURIKULUM PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI) Judul Pelatihan : Inspektur Bendungan Tipe Urukan Klasifikasi : Pengawasan Bagian Sub Bidang Pekerjaan Bendungan Kualifikasi : Sertifikat IV (Empat) / Ahli

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PEKERJAAN : PR-1 PERENCANAAN JALAN MABU UN SP. EMPAT HARUAI, BANJARMASIN SERAPAT BARITO & KELUA - TANJUNG

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PEKERJAAN : PR-1 PERENCANAAN JALAN MABU UN SP. EMPAT HARUAI, BANJARMASIN SERAPAT BARITO & KELUA - TANJUNG KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PEKERJAAN : PR-1 PERENCANAAN JALAN MABU UN SP. EMPAT HARUAI, BANJARMASIN SERAPAT BARITO & KELUA - TANJUNG SATUAN KERJA NVT PERENCANAAN DAN PENGAWASAN JALAN NASIONAL PROVINSI

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2011 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN SALURAN IRIGASI

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2011 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN SALURAN IRIGASI MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2011 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN SALURAN IRIGASI PROGRAM KERJA MINGGUAN NO. KODE : BUKU KERJA DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 1 BAB

Lebih terperinci

2016, No Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 20

2016, No Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 20 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.33, 2016 KEMENHUB. Tarif. Angkutan Penyeberangan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 5 TAHUN 2016 TENTANG TARIF ANGKUTAN PENYEBERANGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR PROVINSI BANTEN TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1032, 2017 KEMEN-ESDM. Standardisasi Kompetensi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2017 TENTANG STANDARDISASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum Jembatan didefinisikan sebagai struktur bangunan yang menghubungkan rute/lintasan transportasi yang terputus oleh sungai, rawa, danau, selat, saluran, jalan atu perlintasan

Lebih terperinci

2016, No Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2

2016, No Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 3. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.497, 2016 KEMHUB. Angkutan Penyebrangan. Tarif. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 37 TAHUN 2016 TENTANG TARIF ANGKUTAN PENYEBERANGAN

Lebih terperinci

SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI)

SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI) SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI) Judul Pelatihan : Mekanik Tower Crane (Tower Crane Mechanics) Kode Jabatan Kerja : INA. 5230.223.13 Kode Pelatihan : DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI

Lebih terperinci

B. Metode AASHTO 1993 LHR 2016

B. Metode AASHTO 1993 LHR 2016 70 B. Metode AASHTO 1993 1. LHR 2016 dan LHR 2026 Tipe Kendaraan Tabel 5.9 LHR 2016 dan LHR 2026 LHR 2016 (Smp/2Arah/Hari) Pertumbuhan Lalulintas % LHR 2026 Smp/2arah/hari Mobil Penumpang (2 Ton) 195 17,3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Seiring perkembangan kegiatan perekonomian di wilayah Propinsi Jawa Tengah yang cukup pesat, maka Semarang sebagai Ibukota Propinsi memiliki peran besar dalam mendorong

Lebih terperinci

KINERJA BEBERAPA RUAS JALAN DI KOTA PALEMBANG. Pujiono T. Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas IBA, Palembang.

KINERJA BEBERAPA RUAS JALAN DI KOTA PALEMBANG. Pujiono T. Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas IBA, Palembang. KINERJA BEBERAPA RUAS JALAN DI KOTA PALEMBANG Pujiono T. Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas IBA, Palembang. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja beberapa ruas

Lebih terperinci