PERBEDAAN KEJADIAN MIOMA UTERI PADA AKSEPTOR KONTRASEPSI ORAL DAN BUKAN AKSEPTOR KONTRASEPSI ORAL SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERBEDAAN KEJADIAN MIOMA UTERI PADA AKSEPTOR KONTRASEPSI ORAL DAN BUKAN AKSEPTOR KONTRASEPSI ORAL SKRIPSI"

Transkripsi

1 PERBEDAAN KEJADIAN MIOMA UTERI PADA AKSEPTOR KONTRASEPSI ORAL DAN BUKAN AKSEPTOR KONTRASEPSI ORAL SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Yustin Kurnia G FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

2 PENGESAHAN SKRIPSI Skripsi dengan judul : Perbedaan Kejadian Mioma Uteri pada Akseptor Kontrasepsi Oral dan Bukan Akseptor Kontrasepsi Oral Yustin Kurnia, G , Tahun 2010 Telah diuji dan disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Hari Rabu, Tanggal 11 Agustus 2010 Pembimbing Utama Nama : Eriana Melinawati, dr., Sp.OG(K) NIP : (...) Pembimbing Pendamping Nama : Heru Priyanto, dr., Sp.OG(K) NIP : (...) Penguji Utama Nama : Dr. Soetrisno, dr., Sp.OG(K) NIP : (...) Anggota Penguji Nama : Novi Primadewi, dr., Sp.THT-KL, M.Kes. NIP : (...) Surakarta,... Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS Muthmainah, dr., Mkes Prof. Dr. A. A. Subiyanto, dr., MS. NIP : NIP :

3 PERNYATAAN Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka. Surakarta, 9 Oktober 2010 Yustin Kurnia G iii

4 PRAKATA Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan rahmat yang dilimpahkan-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Perbedaan Kejadian Mioma Uteri pada Akseptor Kontrasepsi Oral dan Bukan Akseptor Kontrasepsi Oral. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Pelaksanaan dalam menyusun skripsi ini, penulis tidak terlepas dari berbagai hambatan dan kesulitan. Namun berkat berbagai bimbingan dan bantuan, penulis dapat menyelesaikannya. Untuk itu perkenankanlah dengan setulus hati penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. A.A. Subijanto, dr., MS., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Muthmainah, dr., M.Kes. selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. 3. Eriana Melinawati, dr., Sp.OG(K) selaku Pembimbing Utama yang dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan, koreksi dan nasehat kepada penulis. 4. Heru Priyanto, dr., Sp.OG(K) selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberikan banyak bimbingan, dan pengarahan. 5. Dr. Soetrisno, dr., Sp.OG(K) selaku Penguji Utama yang telah berkenan menguji sekaligus memberikan banyak saran, dan juga koreksi bagi penulis. 6. Novi Primadewi, dr., Sp.THT., M.Kes. selaku Penguji Pendamping yang telah berkenan menguji dan memberikan saran yang berarti bagi penulisan skripsi ini. 7. Mas Kidi dan seluruh Staf Skripsi Fakultas Kedokteran yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian. 8. Segenap Staf Obgyn RSUD Dr. Moewardi Surakarta atas bantuan selama penelitian dan penyusuna skripsi ini. 9. Serta semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu kedokteran pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. vi Surakarta, Oktober 2010 Penulis, Yustin Kurnia

5 DAFTAR ISI PRAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... vi vii ix x xi BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Perumusan Masalah... 3 C. Tujuan Penelitian... 3 D. Manfaat Penelitian... 4 BAB II LANDASAN TEORI... 5 A. Tinjauan Pustaka... 5 B. Kerangka Pemikiran C. Hipotesis BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian B. Lokasi Penelitian C. Populasi Penelitian vii

6 D. Sampel dan Teknik Sampling E. Besar Sampel F. Kriteria Restriksi G. Variabel Penelitian H. Skala variabel I. Definisi Operasional J. Rancangan Penelitian K. Instrumentasi Penelitian L. Jenis dan Cara Pengumpulan Data M. Analisis Data BAB IV HASIL PENELITIAN BAB V PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian B. Keterbatasan Penelitian BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii

7 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Distribusi Sampel Pasien Mioma Uteri Berdasarkan Usia Penderita Tabel 2. Distribusi Sampel Pasien Mioma Uteri Berdasarkan Paritas Tabel 3. Distribusi Sampel Pasien Mioma Uteri Berdasarkan Indeks Massa Tubuh Tabel 4. Distribusi Sampel Pasien Mioma Uteri Berdasarkan Riwayat Keluarga Tabel 5. Distribusi Sampel Pasien Mioma Uteri Berdasarkan Usia Menarke Tabel 6. Distribusi Sampel Pasien Mioma Uteri Berdasarkan Keluhan Utama Tabel 7. Distribusi Sampel Pasien Mioma Uteri Berdasarkan Terapi Tabel 8. Distribusi Sampel Pasien Mioma Uteri Berdasarkan Penggunaan Kontrasepsi Oral ix

8 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Kerangka Pemikiran Gambar 2. Skema Rancangan Penelitian Gambar 3. Grafik Distribusi Sampel Pasien Mioma Uteri Berdasarkan Usia Penderita Gambar 4. Grafik Distribusi Sampel Pasien Mioma Uteri Berdasarkan Penggunaan Kontrasepsi Oral x

9 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A. Surat Ijin Penelitian Lampiran B. Data Dasar Hasil Penelitian Lampiran C. Hasil Analis Statistik dengan SPSS Versi 16 Lampiran D. Kuesioner Penelitian xi

10 ABSTRAK Yustin Kurnia, G , Perbedaan Kejadian Mioma Uteri pada Akseptor Kontrasepsi Oral dan Bukan Akseptor Kontrasepsi Oral, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan kejadian mioma uteri pada akseptor kontrasepsi oral dan bukan akseptor kontrasepsi oral. Metode Penelitian: Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan desain penelitian cross sectional. Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta, pada bulan April sampai dengan Mei Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 35 pasien ginekologi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta periode April- Mei 2010 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi menjadi responden. Data yang didapat dianalisis menggunakan Fisher s exact test. Hasil Penelitian: Setelah dilakukan penelitian pada 35 sampel, diketahui sebanyak 22 sampel (62,9%) positif menderita mioma uteri dan 13 sampel (37,1%) tidak menderita mioma uteri. Dari 22 sampel tersebut, 7 sampel (20%) merupakan akseptor kontrasepsi oral dan 15 sampel (42,9%) bukan aksepstor kontrasepsi oral. Sedangkan dari 13 sampel yang tidak menderita mioma uteri, semuanya bukan akseptor kontrasepsi oral. Simpulan Penelitian: Ada perbedaan yang signifikan kejadian mioma uteri pada akseptor kontrasepsi oral dan bukan akseptor kontrasepsi oral (p=0,031) dengan nilai koefisien kontingensi sebesar 0,359. Hasil perhitungan rasio prevalensi (RP) diketahui RP < 1, sehingga disimpulkan risiko terjadinya mioma uteri menurun dengan penggunaan kontrasepsi oral. Kata Kunci: mioma uteri, kontrasepsi oral iv

11 ABSTRACT Yustin Kurnia, G , The Difference of Uterine Myoma Case to the Acceptor of Oral Contraceptive and the Non Acceptor of Oral Contraceptive, Faculty of Medicines, Sebelas Maret University, Surakarta. Objective: The aim of this research is to find out the difference of uterine myoma case to the acceptor of oral contraceptive and the non acceptor of oral contraceptive. Method: This method of research was the observational analysis by using cross sectional design. This research was conducted on April to May 2010 in RSUD Dr. Moewardi Surakarta. The sampling technique of this research was purposive sampling. The samples were 35 patients of gynecology in RSUD Dr. Moewardi Surakarta on April to May 2010 complying with the criteria of inclusion and exclusion for being a respondent. The obtained data was analyzed by using Fisher s exact test. Result: From the research, it is found that 22 of 35 samples (63,9%) is positively suffered by uterine myoma and 13 samples of them is negative from the uterine myoma. From those 22 samples, 7 samples (20%) is an acceptor of the oral contraceptive and 15 samples (42,9%) is not the acceptor of oral contraceptive. Meanwhile, the 13 samples who did not suffer from the uterine myoma is not the acceptor of oral contraceptive. Conclusion: there is a significant difference of uterine myoma case to the acceptor of oral contraceptive and the non acceptor of oral contraceptive (p=0,031) with the contingent coefficient value is 0,359. The result of prevalence ratio (PR) calculation is known that prevalence ratio is less than 1 (PR<1), so that it can be concluded the use of oral contraceptive decreases the risk of uterine myoma. Keywords: uterine myoma, oral contraceptive. commit v to user

12 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat sehingga dalam kepustakaan disebut juga leiomioma, fibromioma, atau fibroid (Mansjoer et al., 2001). Mioma uteri merupakan neoplasma di bidang ginekologi yang paling sering terjadi pada wanita usia reproduktif, yaitu sekitar 30% dan merupakan penyebab utama morbiditas di bidang ginekologi (Wise et al. 1, 2004; Walker, 2002). Di Indonesia, mioma uteri ditemukan 2,39%-11,70% pada semua penderita ginekologi yang dirawat (Wiknjosastro, 2005). Sedangkan di Surakarta, belum diketahui data yang memuat mengenai insidensi mioma uteri di Surakarta. Mioma uteri merupakan salah satu permasalahan di bidang ginekologi yang harus diperhatikan karena penyakit ini dapat menimbulkan berbagai komplikasi, antara lain dapat menyebabkan perdarahan hingga anemia, infertilitas, degenerasi ganas, torsi, dan juga dapat menimbulkan komplikasi pada kehamilan (Viviroy, 2008; Wiknjosastro, 2005). Di Amerika Serikat, mioma uteri merupakan alasan utama dilakukannya histerektomi, yaitu kira-kira pertahun (Flake et al., 2003). Etiologi mioma uteri sangat sedikit diketahui atau belum jelas (Wise et al., ; Al-Hendy dan Salama, 2006). Namun, pertumbuhan dari tumor

13 2 tersebut dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan lokal dan hormon steroid, yaitu estrogen dan progesteron (Al-Hendy dan Salama, 2006). Terdapat faktor risiko terjadinya mioma uteri yang telah diketahui, antara lain usia, hormon endogen, riwayat menarke, riwayat keluarga, indeks masa tubuh, makanan, kehamilan, paritas, kontrasepsi oral, dan kebiasaan merokok. Dari berbagai faktor risiko yang telah disebutkan di atas, terdapat faktor risiko yang mempunyai asosiasi negatif atau mempunyai efek protektif terhadap terjadinya mioma uteri, salah satunya adalah penggunaan kontrasepsi oral (Faerstein et al., 2001). Kontrasepsi oral adalah salah satu jenis kontrasepsi hormonal atau obat yang digunakan untuk mencegah kehamilan yang diminum secara oral (Evitaphani, 2009). Di Indonesia, jumlah akseptor kontrasepsi oral (pil) sebanyak 31%. Kontrasepsi oral yang paling banyak digunakan adalah kontrasepsi oral kombinasi estrogen dan progesteron (Sirait et al., 2007). Faktor protektif dari kontrasepsi oral dapat menurunkan risiko kejadian mioma uteri. Sehingga, wanita yang merupakan akseptor kontrasepsi oral mempunyai risiko terkena mioma uteri lebih kecil dibandingkan dengan wanita yang bukan akseptor kontrasepsi oral. Dari uraian di atas, peneliti ingin mengetahui apakah ada perbedaan kejadian mioma uteri pada akseptor kontrasepsi oral dan bukan akseptor kontrasepsi oral.

14 3 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : Adakah perbedaan kejadian mioma uteri pada akseptor kontrasepsi oral dan bukan akseptor kontrasepsi oral? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kejadian mioma uteri pada akseptor kontrasepsi oral dan bukan akseptor kontrasepsi oral. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui karakteristik sampel pasien mioma uteri berdasarkan usia penderita b. Untuk mengetahui karakteristik sampel pasien mioma uteri berdasarkan paritas c. Untuk mengetahui karakteristik sampel pasien mioma uteri berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) d. Untuk mengetahui karakteristik sampel pasien mioma uteri berdasarkan riwayat keluarga e. Untuk mengetahui karakteristik sampel pasien mioma uteri berdasarkan usia menarke f. Untuk mengetahui karakteristik sampel pasien mioma uteri berdasarkan keluhan commit utama to user

15 4 g. Untuk mengetahui karakteristik sampel pasien mioma uteri berdasarkan penatalaksanaan/terapi h. Untuk mengetahui perbedaan kejadian mioma uteri pada akseptor kontrasepsi oral dan bukan akseptor kontrasepsi oral serta mengetahui koefisien kontingensi dan rasio prevalensinya D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis : Penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah tentang perbedaan kejadian mioma uteri pada akseptor kontrasepsi oral dan bukan akseptor kontrasepsi oral dan sebagai sumber data karakteristik sampel pasien mioma uteri di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. 2. Manfaat Praktis a. Untuk tenaga medis, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk bahan edukasi pasien yang akan menggunakan kontrasepsi oral b. Untuk peneliti, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukkan dan acuan bagi penelitian berikutnya yang berhubungan dengan kejadian mioma uteri

16 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Mioma Uteri a. Pengertian Mioma Uteri Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berbatas tegas yang berasal dari otot uterus, jaringan ikat sehingga dalam kepustakaan disebut juga leiomioma, fibromioma, atau fibroid (Mansjoer et al., 2001). b. Jenis Mioma Uteri Klasifikasi mioma berdasarkan Price dan Wilson (2006) berdasarkan lokasinya dibagi menjadi 3, yaitu: 1) Mioma intramural Terletak di dalam dinding otot uterus dan dapat merusak bentuk rongga uterus, atau dapat pula menonjol pada permukaan luar. 2) Mioma subserosa Terletak tepat di bawah lapisan serosa dan menonjol ke luar dari permukaan uterus. Tumor ini dapat bertangkai dan meluas ke dalam rongga panggul dan abdomen

17 6 3) Mioma submukosa Terletak tepat di bawah lapisan endometrium. Tumor-tumor ini juga dapat bertangkai dan dapat menonjol ke dalam rongga uterus, melalui ostium serviks ke dalam vagina, atau keluar melalui lubang vagina. c. Epidemiologi Mioma uteri merupakan neoplasma di bidang ginekologi yang paling sering terjadi pada wanita usia reproduktif, yaitu sekitar 30% (Wise et al. 1, 2004). Di Indonesia, mioma uteri ditemukan 2,39%- 11,70% pada semua penderita ginekologi yang dirawat (Wiknjosastro, 2005). d. Etiologi dan Patogenesis Etiologi mioma uteri sangat sedikit diketahui atau belum jelas (Wise et al., ; Al-Hendy dan Salama, 2006). Namun, pertumbuhan dari tumor tersebut dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan lokal dan hormon steroid, yaitu estrogen dan progesteron (Al-Hendy dan Salama, 2006). Peningkatan estrogen dan progesteron dapat meningkatkan proses mitosis yang menyumbang pada proses pertumbuhan mioma. Selain itu, beberapa kelainan yang melibatkan kromosom 6, 7, 12, dan 14 telah dikenal pasti berkaitan dengan pertumbuhan tumor. Kelainan ini berantisipasi dan menyebabkan perubahan kariotipik yang merupakan hal yang penting dalam

18 7 pertumbuhan mioma (Fahmi, 2009). Mutasi somatik ini merupakan peristiwa awal dalam proses pertumbuhan tumor (Hadibroto, 2005). Tumor ini mungkin berasal dari sel otot yang normal, dari otot imatur yang ada di dalam miometrium atau sel dari embrional pada dinding pembuluh darah uterus. Dari manapun asalnya, mioma mulai dari benih-benih multipel yang sangat kecil dan tersebar pada miometrium. Mioma terdiri dari reseptor estrogen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibanding dari miometrium sekitarnya. Estrogen berperan dalam pembesaran tumor tersebut dengan meningkatkan produksi matriks ekstraseluler. Hormon progesteron meningkatkan aktifitas mitotik dari mioma pada wanita muda namun mekanisme dan faktor pertumbuhan yang terlibat tidak diketahui secara pasti. Progesteron memungkinkan pembesaran tumor dengan cara downregulation apoptosis dari tumor (Hadibroto, 2005). e. Faktor Risiko 1) Usia penderita Mioma uteri ditemukan sekitar 30% pada wanita usia reproduksi (Lauren et al., 2003). Mioma uteri jarang ditemukan sebelum menarke (sebelum mendapatkan haid). Sedangkan pada wanita menopause mioma uteri ditemukan sebesar 10% (Wiknjosastro, 2005).

19 8 2) Hormon endogen (Endogenous Hormonal) Pertumbuhan dari mioma uteri dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan lokal dan hormon steroid, yaitu estrogen dan progesteron (Al-Hendy dan Salama, 2006). 3) Riwayat menarke Risiko mioma uteri meningkat 25% pada wanita yang menarke pada usia kurang dari 11 tahun (Baird, 2003). 4) Riwayat Keluarga Abnormalitas kariotip teridentifikasi kira-kira 40% pada operasi pengangkatan mioma uteri. Kemungkinan lebih dari satu jalur genetik (genetic pathways) berperan pada pertumbuhan mioma uteri (Flake et al., 2003). 5) Indeks Massa Tubuh (IMT) Indeks massa tubuh mempunyai asosiasi positif dengan risiko terjadinya mioma uteri (Baird et al., 2006). 6) Makanan Dari beberapa penelitian yang dilakukan menerangkan hubungan antara makanan dengan prevalensi atau pertumbuhan mioma uteri. Dilaporkan bahwa daging sapi, daging setengah matang (red meat), dan daging babi menigkatkan insiden mioma uteri, namun sayuran hijau menurunkan insiden mioma uteri. Tidak diketahui dengan pasti apakah vitamin, serat atau phytoestrogen berhubungan dengan mioma uteri (Muzakir, 2008).

20 9 7) Kehamilan Kehamilan dapat mempengaruhi mioma karena pengaruh hormon pada kehamilan yang meningkat, salah satunya estrogen, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan mioma dan dapat meningkatkan gejalanya (Somigliana et al., 2007). 8) Paritas Dari hasil penelitian Walker et al. pada tahun 2001 dan Baird pada tahun 2003 diketahui bahwa wanita dengan nullipara mempunyai risiko terkena mioma uteri lebih tinggi dibandingkan wanita dengan multipara. Paritas menurunkan risiko terkena mioma uteri sebesar 30% (Wise 1, 2004). 9) Kontrasepsi oral Kontrasepsi oral mempunyai asosiasi negatif dengan peningkatan risiko kejadian mioma uteri. Hal tersebut dikarenakan mekanisme flattening out hormon ovarium dan penurunan unopposed estrogen (Faerstein et al., 2001). 10) Kebiasaan merokok Di dalam studi epidemiologi, diketahui bahwa merokok merupakan faktor protektif terhadap mioma uteri karena merokok menurunkan 20%-50% kejadian mioma uteri. Hal itu disebabkan karena rokok menimbulkan efek anti-estrogen pada hormon endogen (Houston et al., 2001; Wise et al. 2, 2004).

21 10 f. Gejala dan Tanda Sebagian besar mioma uteri adalah asimtomatik, namun sebagian memunculkan gejala yang sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada (serviks, intramural, submukus, subserus), besarnya tumor, perubahan, dan komplikasi yang terjadi (Tropeano et al., 2008). Berdasarkan Faerstein et al. (2001), gejala tersebut dapat digolongkan sebagai berikut: 1) Perdarahan abnormal Gangguan perdarahan yang umumnya terjadi adalah hipermenore, menoragia, dan dapat juga terjadi metroragia. 2) Rasa nyeri Rasa nyeri bukan gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. 3) Gejala dan tanda penekanan Gangguan ini tergantung pada besar dan tempat mioma uteri. Penekanan kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan retensio urin, pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rektum dapat menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan pembuluh limfe di panggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.

22 11 4) Disfungsi Reproduksi Hubungan mioma uteri dengan infertilitas belum jelas. Namun, dilaporkan sebesar 27-40% wanita dengan mioma uteri mengalami infertilitas (Hadibroto, 2005). g. Penegakan Diagnosis 1) Anamnesis Penderita datang dengan keluhan ada benjolan di perut bagian bawah, rasa berat, perdarahan abnormal, retensio urin, dll (Mansjoer et al., 2001). 2) Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik seperti pemeriksaan bimanual didapatkan tumor padat uterus yang sering teraba berbenjol atau bertangkai. Dengan sonde didapatkan kavum uteri lebih luas (Mansjoer et al., 2001). 3) Pemeriksaan penunjang: a) Ultra Sonografi (USG), untuk menentukan jenis tumor, lokasi mioma, ketebalan endometrium dan keadaan adneksa dalam rongga pelvis. Mioma juga dapat dideteksi dengan Computerized Tomografi Scanning (CT Scan) ataupun Magnetic Resonance Image (MRI), tetapi kedua pemeriksaan itu lebih mahal. b) Hiteroskopi Untuk menilai pasien mioma submukosa disertai dengan infertilitas.

23 12 c) Foto Bulk Nier Oversidth (BNO), Intra Vena Pielografi (IVP) Pemeriksaaan ini penting untuk menilai massa di rongga pelvis serta menilai fungsi ginjal dan perjalanan ureter. d) Laparoskopi untuk mengevaluasi massa pada pelvis. e) Laboratorium : hitung darah lengkap dan apusan darah, untuk menilai kadar hemoglobin dan hematokrit serta jumlah leukosit. f) Tes kehamilan adalah untuk tes hormon Chorionic gonadotropin. Digunakan karena bisa membantu dalam mengevaluasi suatu pembesaran uterus, apakah oleh karena kehamilan atau oleh karena adanya suatu mioma uteri yang dapat menyebabkan pembesaran uterus menyerupai kehamilan. (Muzakir, 2008) h. Gambaran Patologi Anatomi Gambaran histopatologi mioma uteri adalah sebagai berikut : 1) Gambaran makroskopik Secara makroskopis, tumor ini biasanya berupa massa putih, padat, berbatas tegas, dengan permukaan potongan memperlihatkan gambaran kumparan yang khas. Tumor mungkin satu, tapi umumnya jamak dan tersebar di dalam uterus, dengan ukuran berkisar dari benih kecil hingga neoplasma masif (Kumar V. et al., 2007).

24 13 2) Gambaran mikroskopik Pada gambaran mikroskopik mioma uteri terdiri atas berkas-berkas otot polos mengikal, yang menyerupai arsitektur miometrium normal. Sel-sel terdiri atas sel otot yang uniform dengan inti bulat panjang. Mungkin juga ditemukan fokus fibrosis, kalsifikasi, nekrosis iskemik, degenerasi kistik, dan perdarahan (Kumar V. et al., 2007). Perubahan-perubahan sekunder pada mioma uteri berdasarkan Muzakir (2008) adalah sebagai berikut : 1) Atropi Fibromioma menjadi kecil sesudah menopause ataupun sesudah kehamilan. 2) Degenerasi hialin Merupakan perubahan sekunder yang terjadi terutama pada penderita yang berusia lanjut, yang dapat meliputi sebagian besar atau sebagian kecil mioma uteri seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari kelompok lainnya. 3) Degenerasi kistik Degenerasi kistik dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma menjadi cair, sehingga terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur berisi seperti agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan limfe sehingga menyerupai limfangioma. Dengan konsistensi

25 14 yang lunak ini tumor sukar dibedakan dengan kista ovarium atau suatu kehamilan. 4) Degenerasi membatu Degenerasi membatu atau calcareous degeneration, terutama terjadi pada wanita berusia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam sirkulasi. Dengan adanya pengendapan garam kapur pada sarang mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto rontgen. 5) Degenerasi merah Perubahan ini biasanya terjadi pada kehamilan dan nifas. Patogenesis diperkirakan karena suatu nekrosis subakut sebagai gangguan vaskularisasi. Pada pembelahan dapat dilihat sarang mioma seperti daging mentah berwarna merah disebabkan oleh pigmen hemosiderin dan hemofusin. Degenerasi merah tampak khas pada kehamilan muda disertai emesis, haus, sedikit demam, kesakitan, tumor pada uterus membesar disertai nyeri pada perabaan. Penampilan klinik ini seperti pada putaran tangkai tumor ovarium atau mioma bertangkai.

26 15 i. Penatalaksanaan Penatalaksanaan mioma uteri tergantung pada usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor. 1) Konservatif. Penderita dengan mioma kecil dan tanpa gejala tidak memerlukan pengobatan, tetapi harus diawasi perkembangan tumornya. Jika mioma lebih besar dari kehamilan minggu, tumor yang berkembang cepat, terjadi torsi pada tangkai, perlu diambil tindakan operasi. Selain itu, pada penanganan konservatif ini dilakukan monitor Hb dan pemberian zat besi (Muzakir, 2008) 2) Terapi medikamentosa Saat ini pemakaian Gonadotropin-releasing hormon (GnRH) agonis memberikan hasil untuk memperbaiki gejalagejala klinis yang ditimbulkan oleh mioma uteri. Pemberian GnRH agonis bertujuan untuk mengurangi ukuran mioma dengan jalan mengurangi produksi estrogen dari ovarium. Dari suatu penelitian multisenter didapati data pada pemberian GnRH agonis selama 6 bulan pada pasien dengan mioma uteri didapati adanya pengurangan volume mioma sebesar 44% (Hadibroto, 2005).

27 16 3) Embolisasi arteri uterina Suatu tindakan yang menghambat aliran darah ke uterus dengan cara memasukkan agen emboli ke arteri uterina. Dewasa ini embolisasi arteri uterina pada pasien yang menjalani pembedahan mioma. Arteri uterina yang mensuplai aliran darah ke mioma dihambat secara permanen dengan agen emboli (partikel polivinil alkohol). Dari hasil penelitian diketahui bahwa cara ini dapat mereduksi ukuran mioma uteri 50%-60% dan 85%-95% pasien terbebas dari gejala. Selain itu, dari hasil studi menyatakan bahwa embolisasi arteri uterina lebih efektif dari segi biaya dibandingkan dengan operasi (Tropeano, 2008). 4) Terapi gen Terapi gen didefinisikan sebagai transfer rentetan DNA esensial atau terapetik ke dalam sel pasien untuk mendapatkan keuntungan klinis. Perubahan ini dapat menghasilkan meningkatkan produksi produk sel yang penting, penghambatan ekspresi gen yang bersangkutan, dan induksi respon imun serta penghancuran sel-sel yang rusak dengan kematian sel yang terprogram. Bentuk gen terapi yang paling sering adalah pembentuk, penggunaan transfer gen untuk menggantikan produk gen yang abnormal atau hilang (Al- Hendy dan Salama, 2006).

28 17 5) Penanganan operatif Intervensi operasi atau pembedahan pada penderita mioma uteri adalah perdarahan uterus abnormal yang menyebabkan penderita anemia, nyeri pelvis yang hebat, ketidakmampuan untuk mengevaluasi adneksa (biasanya karena mioma berukuran kehamilan 12 minggu atau sebesar tinju dewasa), gangguan buang air kecil (retensi urin), pertumbuhan mioma setelah menopause, infertilitas, meningkatnya pertumbuhan mioma. Jenis operasi yang dilakukan pada mioma uteri dapat berupa : a) Miomektomi Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma tanpa pengangkatan rahim/uterus. Miomektomi lebih sering dilakukan pada penderita mioma uteri secara umum. Suatu studi mendukung miomektomi dapat dilakukan pada wanita yang masih ingin bereproduksi tetapi belum ada analisis pasti tentang teori ini tetapi penatalaksanaan ini paling disarankan kepada wanita yang belum memiliki keturunan setelah penyebab lain disingkirkan. b) Histerektomi Histerektomi adalah tindakan operatif yang dilakukan untuk mengangkat rahim, baik sebagian

29 18 (subtotal) tanpa serviks uteri ataupun seluruhnya (total) berikut serviks uteri. Histerektomi dapat dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada penderita yang memiliki mioma yang simptomatik atau yang sudah bergejala. (Muzakir, 2008) j. Komplikasi 1) Komplikasi yang ditimbulkan mioma uteri menurut Viviroy (2008): a) Perdarahan sampai terjadi anemia b) Degenerasi ganas Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh mioma; serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. c) Torsi atau putaran tangkai Mioma bertangkai dapat terjadi torsi atau terputarnya tumor (Price dan Wilson, 2006). Hal itu dapat menyebabkan gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. d) Setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi. e) Perlengketan pascamiomektomi. f) Terjadi ruptur atau robekan pada rahim.

30 19 2) Komplikasi yang ditimbulkan mioma terhadap kehamilan menurut Viviroy (2008), antara lain: a) Sering terjadi abortus b) Persalinan prematuritas c) Tertutupnya saluran indung telur sehingga menimbulkan infertilitas d) Subfertil sampai fertil dan kadang-kadang hanya mempunyai 1 anak saja e) Terjadi kelainan letak janin dalam rahim f) Distosia tumor yang menghalangi jalan lahir g) Inersia uteri pada kala I dan kala II h) Atonia uteri setelah pasca persalinan, perdarahan banyak i) Kelainan letak plasenta j) Plasenta sukar lepas (retensio plasenta) sehingga dapat terjadi perdarahan. k. Prognosis 1) Kebanyakan mioma asimtomatis dan tidak memerlukan pengobatan. Pada yang mempunyai gejala, histerektomi merupakan pengobatan tuntas. Miomektomi juga memberikan hasil yang baik, dan histeroskopi miomektomi memberikan hasil yang baik pada mioma submukosal yang simtomatis. 2) Pengobatan menggunakan GnRH mengurangkan kira-kira 40%-60% ukuran commit tumor to user selepas 3 bulan pengobatan, namun

31 20 setengah daripada mioma tumbuh kembali apabila pengobatan dihentikan. 3) Mioma selalu berhenti tumbuh atau muncul setelah menopause. (Fahmi, 2009) 2. Kontrasepsi Oral a. Definisi Kontrasepsi oral adalah salah satu jenis kontrasepsi hormonal atau obat yang digunakan untuk mencegah kehamilan yang diminum secara oral (Evitaphani, 2009). b. Macam-Macam Kontrasepsi Oral: 1) Kontrasepsi oral tipe kombinasi Kontrasepsi oral kombinasi, atau biasa disebut dengan pil pengontrol kehamilan, merupakan sebuah metode pengontrol kehamilan dengan menggunakan kombinasi hormon estrogen dan progesteron (progestin) (Trussel, 2007). Jenis kontrasepsi oral kombinasi menurut Saifudin (2006), antara lain: a) Monofasik: pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormon aktif estrogen/progestin dalam dosis yang sama, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif.

32 21 b) Bifasik: pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormon aktif estrogen/progestin dengan dua dosis yang berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif. c) Trifasik: pil yang tersedia dalam kemasan 21 tablet mengandung hormon aktif estrogen/progestin dengan tiga dosis yang berbeda, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif. 2) Kontrasepsi oral tipe sekuensial Kontrasepsi ini terdiri dari estrogen saja untuk hari. Kemudian disusul tablet kombinasi untuk 5-7 hari (Hartanto, 2003). 3) Kontrasepsi oral tipe minipil Merupakan kontrasepsi hormonal yang microdose progestin saja, terdiri dari tablet. Cara penggunaannya sama dengan cara tipe kombinasi, untuk penggunaan satu siklus (Hartanto, 2003; Evitaphani, 2009). 4) Kontrasepsi oral tipe pil pascasanggama Berisi dietilstilbestrol 25 mg, diminum 2 kali sehari, dalam waktu kurang dari 72 jam pascasanggama, selama 5 hari berturut-turut. c. Mekanisme Kerja Mekanisme dasar dari pil-oral adalah meniru proses-proses alamiah. Pil-oral akan menggantikan produksi normal estrogen dan progesterone oleh ovarium. Pil-oral akan menekan hormon ovarium

33 22 selama siklus haid yang normal, sehingga juga menekan realisingfactors di otak dan akhirnya mencegah ovulasi. Mekanisme kerja kontrasepsi hormonal mempengaruhi: 1) Ovulasi a) Estrogen menghambat ovulasi melalui efek pada hipotalamus, yang kemudian mengakibatkan supresi pada FSH dan LH kelenjar hipofisis. b) Progesteron menghambat ovulasi dengan mengganggu fungsi poros hipotalamus-hipofisis-ovarium dan karena modifikasi dari LH dan FSH pada pertengahan siklus yang disebabkan oleh progesteron. 2) Implantasi a) Kadar estrogen atau progesteron yang berlebihan atau kurang/inadekuat atau keseimbangan estrogen progesteron yang tidak tepat, menyebabkan pola endometrium yang abnormal sehingga menjadi tidak baik untuk implantasi. b) Pemberian progesteron eksogen dapat mengganggu kadar puncak FSH dan LH, sehingga meskipun terjadi ovulasi, produksi progesteron yang berkurang dari korpus luteum menyebabkan penghambatan dari implantasi.

34 23 3) Transpor gamet/ovum a) Pada percobaan binatang, transpor gamet/ovum dipercepat oleh estrogen, dan hal ini disebabkan karena efek hormonal sekresi dan peristaltik tuba serta kontraktilitas uterus. b) Pengangkutan ovum dapat diperlambat bila diberikan progesteron sebelum terjadi fertilisasi. 4) Luteolysis a) Yaitu degenerasi dari korpus luteum, yang menyebabkan penurunan yang cepat dari produksi estrogen dan progesteron oleh ovarium, yang selanjutnya menyebabkan dilepaskannya/dibuangnya jaringan endometrium. Degenerasi dari korpus luteum menyebabkan penurunan kadar progesteron serum dan selanjutnya mencegah implantasi yang normal, merupakan efek yang mungkin disebabkan oleh pemberian estrogen dosis tinggi pasca-senggama. b) Pemberian jangka lama progesteron menyebabkan fungsi korpus luteum yang tidak adekuat. 5) Lendir serviks yang kental Dengan pemberian progesteron, lendir serviks menjadi kental sehingga motilitas dan daya penetrasi dari spermatozoa sangat terhambat. (Hartanto, 2003)

35 24 3. Perbedaan Kejadian Mioma Uteri pada Akseptor Kontrasepsi Oral dan Bukan Akseptor Kontrasepsi Oral Etiologi mioma uteri sangat sedikit diketahui atau belum jelas (Wise et al., ; Al-Hendy dan Salama, 2006). Namun, perkembangan atau pertumbuhan mioma uteri berhubungan dengan peningkatan paparan hormon ovarium, yaitu estrogen dan progesteron. Telah diketahui terdapat banyak faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya mioma uteri, salah satunya adalah penggunaan kontrasepsi oral. Hubungan antara risiko terjadinya mioma dengan penggunaan kontrasepsi oral sebenarnya belum jelas. Namun, dari hasil penelitian Faerstein et al. pada tahun 2001, didapatkan asosiasi negatif antara penggunaan kontrasepsi oral dengan risiko terjadinya mioma uteri. Sehingga, akseptor kontrasepsi oral mempunyai risiko terkena mioma lebih kecil jika dibandingkan dengan wanita yang bukan akseptor kontrasepsi oral. Hal tersebut akan menyebabkan perbedaan angka kejadian mioma di antara wanita yang merupakan akseptor kontrasepsi oral dan yang bukan akseptor kontrasepsi oral. Menurunnya risiko kejadian mioma uteri oleh kontrasepsi oral diinterpretasikan karena tidak adanya paparan unopposed estrogen pada uterus dari fase proliferasi menstruasi fisiologi. Unopposed estrogen adalah estrogen tanpa progesteron atau sangat sedikit progesteron. Unopposed estrogen ini mempercepat pertumbuhan mioma uteri (Goldman, 2008). Interpretasi alternatif adalah bahwa efek perlindungan

36 25 dari hasil flattening out hormon estrogen dan progesteron yang terkait penggunaan kontrasepsi oral dapat menurunkan paparan miometrium dari hormon ini (Faerstein et al., 2001). Telah diketahui bahwa terjadinya mioma uteri dimulai dari mutasi somatik miosit normal. Terjadinya proses mitotik tersebut dipacu oleh hormon ovarium, yaitu estrogen dan progesteron. Dengan menurunnya paparan hormon ovarium karena flattening out hormon ovarium dan penurunan unopposed estrogen pada miometrium, maka proses mutasi somatik miosit normal menjadi berkurang. Sehingga, risiko terjadinya mioma uteri juga menurun.

37 26 B. Kerangka Pemikiran Kontrasepsi Oral Flattening out hormon ovarium Unopposed estrogen Paparan hormon ovarium pada miometrium Mutasi somatik Miosit normal yang bermutasi Mioma uteri Variabel luar: genetis, hormon endogen, makanan Gambar 1. Kerangka Pemikiran C. Hipotesis Ada perbedaan kejadian mioma uteri pada akseptor kontrasepsi oral dan bukan akseptor kontrasepsi oral.

38 27 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan desain penelitian cross sectional. Penelitian ini sering juga disebut penelitian transversal sebab variabel bebas (faktor risiko) dan variabel tergantung (efek) diobservasi hanya sekali pada saat yang sama (Arief, 2004). B. Lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan di RSUD Dr. Moewardi Jalan Kolonel Sutarto no: 132 Surakarta. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan April-Mei C. Populasi Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah Pasien Ginekologi RSUD Dr. Moewardi Surakarta periode April-Mei D. Sampel dan Teknik Sampling Sampel dalam penelitian ini adalah Pasien Ginekologi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta periode April-Mei 2010 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi menjadi responden. Teknik sampling penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling.

39 28 E. Besar Sampel Besar sampel pada penelitian cross sectional diperoleh dengan menggunakan rumus: (Arief, 2004) n = Z 2 α. p. q d 2 Keterangan: p : perkiraan prevalensi penyakit yang diteliti atau paparan pada q : 1-p populasi Z α : nilai statistik Z α pada kurve normal standar pada tingkat kemaknaan d : presisi absolut yang dikehendaki pada kedua sisi proporsi populasi Pada penelitian ini, peneliti memperkirakan p sebesar 10% dan taraf kesalahan yang ditentukan adalah 5%. Maka, dengan rumus di atas, jumlah sampel minimal dalam penelitian ini diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut: n = Z 2 α. p. q d 2 = (1,96) 2. 0,1. 0,9 (0,1) 2 = 34,57 35

40 29 subjek. Jadi, jumlah sampel minimal pada penelitian ini adalah 35 sampel/ F. Kriteria Restriksi 1. Kriteria Inklusi : a. Pasien Ginekologi RSUD Dr. Moewardi Surakarta periode April- Mei 2010 yang menderita tumor jinak ginekologi b. Pasien berumur lebih dari 30 tahun c. Pasien menarke pada usia > 11 tahun d. Pasien bersedia menjadi responden 2. Kriteria Eksklusi : a. Penderita dengan diagnosis ganda b. Akseptor kontrasepsi suntik 1 bulanan c. Pasien sedang hamil d. Pasien merokok e. Pasien obesitas (IMT > 25) f. Pasien nullipara g. Pasien menopause G. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas : akseptor kontrasepsi oral 2. Variabel terikat : mioma uteri 3. Variabel luar : genetis, hormon endogen, dan makanan

41 30 H. Skala Variabel Mioma uteri Akseptor kontrasepsi oral : skala nominal : skala nominal I. Definisi Operasional 1. Mioma uteri Mioma uteri merupakan variabel terikat. Yang dimaksud mioma uteri dalam penelitian ini adalah seorang wanita yang telah didiagnosis oleh dokter menderita mioma uteri di RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada bulan April-Mei Variabel terikat ini dikategorikan menjadi: a. Ya, hasil diagnosis positif mioma uteri/penderita mioma uteri b. Tidak, bukan penderita mioma uteri 2. Akseptor kontrasepsi oral Akseptor kontrasepsi oral merupakan variabel bebas. Yang dimaksud akseptor kontrasepsi oral dalam penelitian ini adalah wanita yang menggunakan alat kontrasepsi berupa pil oral kombinasi. Sedangkan yang dimaksud bukan akseptor kontrasepsi oral adalah wanita yang tidak menggunakan kontrasepsi oral kombinasi atau menggunakan kontrasepsi selain kontrasepsi oral kombinasi (kecuali akseptor kontrasepsi suntik 1 bulanan). Variabel bebas ini dikategorikan menjadi: a. Ya, saat ini merupakan akseptor kontrasepsi oral. b. Tidak, saat ini bukan akseptor kontrasepsi oral.

42 31 J. Rancangan Penelitian Wanita dengan tumor jinak ginekologi di RSUD Dr. Moewardi Mioma uteri (+) Mioma uteri (-) Kontrasepsi oral (+) Kontrasepsi oral (-) Kontrasepsi oral (+) Kontrasepsi oral (-) Analisis Data Uji Fisher s exact test Gambar 2. Skema Rancangan Penelitian K. Instrumentasi Penelitian 1. Rekam medis pasien 2. Cek list (kuesioner)

43 32 L. Jenis dan Cara Pengumpulan Data 1. Jenis Data Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data primer dengan kuesioner dan data sekunder dari rekam medis. Pengambilan data primer dilakukan pada bulan April-Mei Data sekunder diambil dengan melihat rekam medik pasien mioma uteri April-Mei Cara Pengumpulan Data a. Peneliti mengajukan ijin pada Direktur RSUD Dr. Moewardi Surakarta. b. Setelah mendapatkan ijin, peneliti melakukan penelitian dengan wawancara kepada subjek dan mengisi cek list berdasarkan keterangan dari subjek. c. Selain itu, peneliti juga mengamati rekam medik pasien mioma uteri sebagai data sekunder. M. Analisis Data Data mengenai variabel-variabel yang diteliti yaitu kejadian mioma uteri dan akseptor kontrasepsi oral ditampilkan secara deskriptif dengan persen. Pengujian hipotesis untuk mengetahui hubungan antara kejadian mioma uteri dengan penggunaan kontrasepsi oral digunakan uji Fisher s exact test dengan taraf kesalahan 5%. Analisis data tersebut menggunakan program komputer SPSS 16.

44 33 BAB IV HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada bulan April hingga Mei Sampel penelitian berjumlah 35 orang yang terdiri dari 22 orang pasien mioma uteri dan 13 orang pasien bukan penderita mioma uteri. Dari penelitian tersebut, didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 1. Distribusi Sampel Pasien Mioma Uteri Berdasarkan Usia Penderita Usia (th) Jumlah Kejadian Persen (%) , ,81 > ,55 Jumlah ,00% Persentase Kejadian 80,00% 60,00% 40,00% 20,00% 0,00% th th > 50 th Mioma Uteri + Usia Penderita Gambar 3. Grafik Distribusi Sampel Pasien Mioma Uteri Berdasarkan Usia Penderita

45 34 Tabel 1 menunjukkan bahwa dari 22 sampel pasien mioma, yang berusia tahun sebanyak 3 orang (13,64%), berusia tahun sebanyak 18 orang (81,81%), dan yang berusia di atas 50 tahun sebanyak 1 orang (4,55 %). Tabel 2. Distribusi Sampel Pasien Mioma Uteri Berdasarkan Paritas Paritas Jumlah Kejadian Persen (%) Primipara 0 0 Multipara Jumlah Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 22 sampel pasien mioma, semua sampel multipara (100%). Tabel 3. Distribusi Sampel Pasien Mioma Uteri Berdasarkan Indeks Massa Tubuh IMT Jumlah Kejadian Persen (%) < Jumlah Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 22 sampel pasien mioma, semua sampel mempunyai Indeks Massa Tubuh (IMT) antara (100%).

46 35 Tabel 4. Distribusi Sampel Pasien Mioma Uteri Berdasarkan Riwayat Keluarga Riwayat Keluarga Mioma Uteri Jumlah Kejadian Persen (%) Ya 0 0 Tidak Jumlah Tabel 4 menunjukkan bahwa dari 22 sampel pasien mioma, semua sampel (100%) tidak ada yang mempunyai riwayat keluarga yang menderita mioma uteri. Tabel 5. Distribusi Sampel Pasien Mioma Uteri Berdasarkan Usia Menarke Usia Menarke (th) Jumlah Kejadian Persen (%) ,82 > ,18 Jumlah Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 22 sampel pasien mioma, sebanyak 15 orang (68,18%) menarke pada usia lebih dari 14 tahun dan sebanyak 7 orang (31,82%) menarke pada usia antara tahun.

47 36 Tabel 6. Distribusi Sampel Pasien Mioma Uteri Berdasarkan Keluhan Utama Keluhan Utama Jumlah Kejadian Persen (%) Massa di abdomen 15 68,18 Perdarahan abnormal 6 27,27 Nyeri abdomen 1 4,55 Efek tekanan 0 0 Infertilitas dan abortus 0 0 Jumlah Tabel 6 menunjukkan bahwa dari 22 sampel pasien mioma, keluhan utama yang paling banyak adalah massa di abdomen, yaitu sebanyak 15 orang (68,18%), selanjutnya perdarahan abnormal sebanyak 6 orang (27,27%), dan nyeri abdomen sebanyak 1 orang (4,55%). Tabel 7. Distribusi Sampel Pasien Mioma Uteri Berdasarkan Terapi Terapi Jumlah Kejadian Persen (%) Observasi 4 18,2% Miomektomi 9 40,9 Histerektomi 9 40,9 Jumlah Tabel 7 menunjukkan bahwa dari 22 sampel pasien mioma, sebanyak 4 orang (18,2%) menjalani terapi mioma uteri dengan observasi, sedangkan pasien

48 37 yang miomektomi jumlahnya sama dengan yang melakukan histerektomi, yaitu 9 orang (40,9%). Tabel 8. Distribusi Sampel Pasien Mioma Uteri Berdasarkan Penggunaan Kontrasepsi Oral Kriteria Kontrasepsi Oral (+) Kontrasepsi Oral (-) Jumlah Mioma 7 (20%) 15 (42,9%) 22 (62,9%) Tidak Mioma 0 (0%) 13 (37,1%) 13 (37,1%) Jumlah 7 (20%) 28 (80%) 35 (100%) 25 Jumlah Kejadian Mioma Uteri + Mioma Uteri - Kontrasepsi Oral - Kontrasepsi Oral + Gambar 4. Grafik Distribusi Sampel Pasien Mioma Uteri Berdasarkan Penggunaan Kontrasepsi Oral Tabel 8 dan grafik 4 menunjukkan bahwa jumlah sampel pasien yang menderita mioma uteri sebanyak 22 orang (62,9%) yang terdiri dari 7 orang yang menggunakan kontrasepsi oral (20% dari total sampel) dan 15 orang yang tidak memakai kontrasepsi oral (42,9% dari total sampel). Sedangkan sampel yang

49 38 tidak menderita mioma uteri berjumlah 13 orang (37,1%) yang semuanya tidak menggunakan kontrasepsi oral. Data hasil penelitian diolah dengan SPSS 16. Hasil analisis Fisher s exact test menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna/ signifikan secara statistik kejadian mioma uteri pada akseptor kontrasepsi oral dan bukan akseptor kontrasepsi oral dengan p=0,031 (p<0,05). Hasil analisis koefisien kontingensi diperoleh nilai sebesar 0,359 atau 35,9%. Rasio prevalensi pada penelitian ini adalah 0,682 (RP<1) dengan interval kepercayaan 95% antara 0,513-0,907. Sehingga, dapat dinyatakan bahwa risiko mioma uteri menurun dengan penggunaan kontrasepsi oral.

50 39 BAB V PEMBAHASAN Penelitian observasional analitik dengan desain penelitian cross sectional ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan kejadian mioma uteri pada akseptor kontrasepsi oral dan bukan akseptor kontrasepsi oral. A. Hasil Penelitian Jumlah responden yang didapatkan pada penelitian ini 47 orang. Namun, responden yang memenuhi kriteria restriksi sebagai sampel pada penelitian ini berjumlah 35 sampel yang terdiri dari 22 kasus positif menderita mioma uteri (62,9%) dan 13 kasus yang tidak menderita mioma uteri (37,1%). Dari 22 kasus positif mioma uteri tersebut, diketahui sebanyak 7 orang yang menggunakan kontrasepsi oral (20% dari total sampel) dan 15 orang yang tidak menggunakan kontrasepsi oral (42,9% dari total sampel). Sedangkan dari 13 kasus yang bukan penderita mioma uteri, semuanya tidak menggunakan kontrasepsi oral (37,1%). Pada penelitian ini, akan dibahas mengenai distribusi sampel pasien mioma uteri dan perbedaan kejadian mioma uteri pada akseptor kontrasepsi oral dan bukan akseptor kontrasepsi oral.

51 40 1. Distribusi Sampel Pasien Mioma Uteri Berdasarkan Usia Penderita Dari gambar 3, dapat dilihat pola angka kejadian mioma uteri berdasarkan umur. Kejadian mioma uteri sedikit terjadi pada usia tahun, lalu meningkat secara tajam pada usia antara tahun atau pada usia premenopause, dan menurun secara tajam pada usia >50 tahun atau pada usia-usia menopause. Pada tabel 1, dapat dilihat bahwa jumlah distribusi sampel berusia antara tahun sebanyak 3 orang (13,64%), sampel yang berusia tahun atau pada usia premenopause sebanyak 18 orang (81,81%), dan yang berusia di atas 50 tahun sebanyak 1 orang (4,55 %). Hal ini sesuai dengan penelitian Chen et al. (2001) yang menyatakan bahwa kejadian mioma uteri paling banyak pada wanita usia di atas 40 tahun atau pada saat usia premenopause. Dan angka kejadian mioma uteri akan menurun pada usia menopause karena menurunnya produksi hormon estrogen. 2. Distribusi Sampel Pasien Mioma Uteri Berdasarkan Paritas Dari tabel 2, didapatan data bahwa keseluruhan sampel pasien mioma uteri (100%) adalah multipara. Data ini tidak jauh berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menyebutkan pasien mioma uteri lebih banyak pada multipara daripada primipara. Penelitian Muzakir di RSUD Arifin Ahmad, didapatkan data sebagian besar sampel adalah multipara, yaitu 84% sedangkan pasien primipara hanya berjumlah 16%. Sedangkan penelitian Marino et al. (2004), didapatkan data jumlah

52 41 penderita mioma uteri yang multipara sebesar 67,6%, dan sisanya 32,4% primipara. 3. Distribusi Sampel Pasien Mioma Uteri Berdasarkan IMT Dari tabel 3, distribusi sampel pasien mioma uteri berdasarkan indeks massa tubuh atau IMT didapatkan data 100% atau keseluruhan sampel mempunyai IMT antara Indeks massa tubuh mempunyai asosiasi positif dengan risiko terjadinya mioma uteri (Baird et al., 2006). Semakin besar IMT, angka kejadian mioma uteri semakin meningkat. Hal ini mungkin berhubungan dengan konversi hormon androgen menjadi estrogen oleh enzim aromatease di jaringan lemak. Hasilnya, terjadi peningkatan jumlah esterogen tubuh, sehingga paparan hormon estrogen pada miometrium semakin besar dan prevalensi terjadinya mioma uteri akan meningkat (Parker, 2007). 4. Distribusi Sampel Pasien Mioma Uteri Berdasarkan Riwayat Keluarga Dari tabel 4, distribusi sampel pasien mioma uteri berdasarkan riwayat keluarga, diperoleh hasil 100% sampel tidak mempunyai riwayat keluarga yang menderita mioma uteri. Wanita yang mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri, mempunyai faktor risiko yang lebih besar menderita mioma uteri dibandingkan wanita yang tidak mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri (Muzakir, 2008). 5. Distribusi Sampel Pasien commit Mioma to user Uteri BerdasarkanUsia Menarke

53 42 Distribusi sampel pasien mioma uteri berdasarkan usia menarke dapat dilihat pada tabel 5. Sebanyak 7 orang sampel, menarke pada usia antara tahun atau sebanyak 31,82%. Sedangkan sampel yang menarke pada usia lebih dari 14 tahun sebanyak 15 sampel atau 68,18%. Menurut teori, semakin dini usia menarke, risiko terjadinya mioma uteri semakin besar karena semakin dini usia menarke karena semakin lama terpapar oleh hormon estrogen (Baird, 2003). Namun, teori ini kurang sesuai dengan data pada penelitian ini yang menunjukkan kejadian mioma uteri lebih banyak terjadi pada sampel yang menarke pada usia lebih dari 14 tahun dibandingkan dengan sampel yang menarke pada usia kurang dari 14 tahun. 6. Distribusi Sampel Pasien Mioma Uteri Berdasarkan Keluhan Utama Dari tabel 6 dapat dilihat distribusi sampel pasien mioma uteri berdasarkan keluhan utama. Sebagian besar pasien datang dengan keluhan adanya massa atau benjolan di perut sebanyak 68,18%. Keluhan utama yang lain adalah adanya perdarahan abnormal sebesar 27,27% dan nyeri abdomen sebesar 4,55%. Pada sampel ini tidak ditemukan pasien yang datang dengan keluhan adanya efek tekanan serta adanya infertilitas dan abortus.

54 43 7. Distribusi Sampel Pasien Mioma Uteri Berdasarkan Penatalaksanaan Penatalaksanaan yang dilakukan pada sampel ini bermacammacam. Data distribusi terapi pada sampel pasien mioma uteri ini dapat dilihat pada tabel 7. Sampel yang menjalani miomektomi dan histerektomi masing-masing berjumlah 9 orang. Sedangkan sisanya, yaitu 4 orang menjalani pengobatan dengan observasi. Tidak ditemukan sampel yang menjalani terapi dengan hormon. Hormon yang digunakan untuk terapi mioma uteri adalah Gonadotropin-releasing hormon (GnRH) agonis. Pemberian GnRH agonis bertujuan untuk mengurangi ukuran mioma dengan jalan mengurangi produksi estrogen dari ovarium (Hadibroto, 2005). Penatalaksanaan mioma uteri dengan histerektomi dapat dilakukan bila pasien tidak menginginkan anak lagi, dan pada penderita yang memiliki mioma yang simptomatik atau yang sudah bergejala (Muzakir, 2008). 8. Perbedaan Kejadian Mioma Uteri pada Akseptor Kontrasepsi Oral dan Bukan Akseptor Kontrasepsi Oral Berdasarkan tabel 8, data yang telah didapat diolah dengan SPSS versi 16 untuk dilakukan analisis Fisher s exact test, koefisien kontingensi, dan rasio prevalensi. Analisis Fisher s exact test digunakan untuk menguji hipotesis. Dari hasil analisis tersebut didapatkan p=0,031 (p<0,05). Sehingga, secara statistik Ho ditolak dan Ha diterima atau dapat disimpulkan bahwa commit terdapat to user perbedaan yang signifikan kejadian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mioma uteri dikenal juga dengan sebutan fibromioma, fibroid ataupun leiomioma, merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot rahim dan jaringan ikat di rahim. Tumor

Lebih terperinci

BAB II. Uterus (rahim) 7-7,5 cm lebar di. ini pada. estrogen. estrogen Menopause, uterus. normal 15

BAB II. Uterus (rahim) 7-7,5 cm lebar di. ini pada. estrogen. estrogen Menopause, uterus. normal 15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ANATOMI FISIOLOGI UTERUS Uterus (rahim) merupakan organ yang tebal, berotot, bentuknya menyerupai buah pir, yang sedikit gepeng kearah muka belakang, terletak di dalam pelvis

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mioma uteri adalah tumor jinak daerah rahim atau lebih tepatnya otot rahim dan jaringan ikat di sekitarnya. Tumor ini pertama kali ditemukan oleh Virchow pada tahun

Lebih terperinci

Tumor jinak pelvik. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Tumor jinak pelvik. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Tumor jinak pelvik Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Definisi Massa pelvik merupakan kelainan tumor pada organ pelvic yang dapat bersifat jinak maupun ganas Tumor jinak pelvik

Lebih terperinci

BAB I peran penting dalam kelanjutan generasi penerus bangsa (Manuaba, 2009).

BAB I peran penting dalam kelanjutan generasi penerus bangsa (Manuaba, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu hal yang penting dalam mencapai derajat kesehatan yang optimal adalah dengan memperhatikan kesehatan wanita khususnya kesehatan reproduksi karena

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA MIOMA UTERI DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA MIOMA UTERI DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PENDERITA MIOMA UTERI DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2013-2014 Deryant Imagodei Noron, 2016. Pembimbing I : Rimonta F. Gunanegara,dr.,Sp.OG Pembimbing II : Dani, dr.,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh perempuan usia produktif. Sebanyak 25% penderita mioma uteri dilaporkan

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh perempuan usia produktif. Sebanyak 25% penderita mioma uteri dilaporkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdarahan uterus abnormal (PUA) menjadi masalah yang sering dialami oleh perempuan usia produktif. Sebanyak 25% penderita mioma uteri dilaporkan mengeluh menoragia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Permasalahan Mioma uteri adalah tumor jinak yang berasal dari jaringan miometrium uterus. Nama lainnya adalah leiomioma uteri, fibroid, fibromioma. Kelainan jinak uterus

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WANITA USIA SUBUR DENGAN MIOMA UTERI DI RS. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

KARAKTERISTIK WANITA USIA SUBUR DENGAN MIOMA UTERI DI RS. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA KARAKTERISTIK WANITA USIA SUBUR DENGAN MIOMA UTERI DI RS. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA Neni Rusnita*, Estu Lovita.P Akademi Kebidanan Betang Asi Raya, Jln.Ir.Soekarno No.7 Palangka Raya ABSTRAK Mioma Uteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. leiomyoma uteri, fibromioma uteri, atau uterin fibroid. 1 Angka kejadian

BAB I PENDAHULUAN. leiomyoma uteri, fibromioma uteri, atau uterin fibroid. 1 Angka kejadian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mioma uteri adalah tumor jinak kandungan (uterus) yang terjadi pada otot polos dan jaringan ikat. Mioma dikenal juga dengan istilah leiomyoma uteri, fibromioma uteri,

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN HUBUNGAN USIA MENARCHE DAN PARITAS DENGAN MIOMA UTERI

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN HUBUNGAN USIA MENARCHE DAN PARITAS DENGAN MIOMA UTERI PENELITIAN HUBUNGAN USIA MENARCHE DAN PARITAS DENGAN MIOMA UTERI Novita Rudiyanti*, Riyanti Imron* *Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Tanjungkarang E_mail : rudiyantinovita@yahoo.com Di Indonesia, mioma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Mioma uteri sering disebut juga leiomioma atau fibroid uterus, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Mioma uteri sering disebut juga leiomioma atau fibroid uterus, yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mioma adalah suatu pertumbuhan jinak dari sel-sel otot polos. Mioma yang berasal dari sel-sel otot polos miometrium disebut mioma uteri (Achadiat, 2004). Mioma uteri

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. jaringan otot polos, jaringan pengikat fibroid dan kolagen. 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. jaringan otot polos, jaringan pengikat fibroid dan kolagen. 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Mioma Uteri Mioma uteri adalah tumor jinak otot polos uterus yang terdiri dari sel-sel jaringan otot polos, jaringan pengikat fibroid dan kolagen. 3 Mioma uteri disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit pada sistem reproduksi yang menyebabkan kematian yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit pada sistem reproduksi yang menyebabkan kematian yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit pada sistem reproduksi yang menyebabkan kematian yaitu neoplasma ganas serviks uterus, neoplasma ganas ovarium, neoplasma ganas kandung kemih (buli-buli), leiomioma

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. kehamilan ektopik yang berakhir dengan keadaan ruptur atau abortus. 12 Kehamilan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. kehamilan ektopik yang berakhir dengan keadaan ruptur atau abortus. 12 Kehamilan 24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Definisi Kehamilan Ektopik Terganggu Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang terjadi diluar rongga uteri. Lokasi tersering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai 6 gram. Ovarium terletak dalam kavum peritonei. Kedua ovarium melekat

BAB I PENDAHULUAN. sampai 6 gram. Ovarium terletak dalam kavum peritonei. Kedua ovarium melekat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ovarium merupakan kelenjar kelamin (gonad) atau kelenjar seks wanita. Ovarium berbentuk seperti buah almond, berukuran panjang 2,5 sampai 5 cm, lebar 1,5 sampai 3 cm

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seksama, prevalensi mioma uteri meningkat lebih dari 70%, karena mioma

BAB I PENDAHULUAN. seksama, prevalensi mioma uteri meningkat lebih dari 70%, karena mioma BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mioma uteri merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot polos uterus dan bersifat monoklonal. 1,2 Prevalensi mioma uteri di Amerika serikat sekitar 35-50%. 1

Lebih terperinci

ABSTRAK PREVALENSI MIOMA UTERI DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER : July Ivone, dr.,m.s.mpd.

ABSTRAK PREVALENSI MIOMA UTERI DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER : July Ivone, dr.,m.s.mpd. ABSTRAK PREVALENSI MIOMA UTERI DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI 2008-31 DESEMBER 2008 Sherly, 2009; Pembimbing I Pembimbing II : Sri Nadya J Saanin, dr., M.Kes : July Ivone, dr.,m.s.mpd.ked

Lebih terperinci

Kontrasepsi Hormonal (PIL)

Kontrasepsi Hormonal (PIL) Kontrasepsi Hormonal (PIL) A.KONTRASEPSI HORMONAL Adalah: kontrasepsi yang mengandung hormon estrogen dan progesteron Bentuk kontrasepsi hormonal, antara lain: 1. Kontrasepsi oral 2. Kontrasepsi suntik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui program Keluarga Berencana (BKKBN,2010). pemerintah yang pada awalnya diatur berdasarkan Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. melalui program Keluarga Berencana (BKKBN,2010). pemerintah yang pada awalnya diatur berdasarkan Undang-Undang No. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka pertambahan penduduk di Indonesia saat ini sekitar 6,6 juta jiwa atau 1,3% pertahun yang diprediksikan pada tahun 2015 total penduduk Indonesia berjumlah 270 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Salah satu masalah kesehatan yang sering di jumpai pada wanita usia subur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Salah satu masalah kesehatan yang sering di jumpai pada wanita usia subur 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah kesehatan yang sering di jumpai pada wanita usia subur adalah timbulnya mioma uteri (20-25%). Biasanya penyakit ini ditemukan secara tidak sengaja

Lebih terperinci

ABSTRAK DAMPAK TERAPI EMBOLISASI ARTERI UTERINA PADA MYOMA TERHADAP FERTILITAS DAN KEHAMILAN SELANJUTNYA

ABSTRAK DAMPAK TERAPI EMBOLISASI ARTERI UTERINA PADA MYOMA TERHADAP FERTILITAS DAN KEHAMILAN SELANJUTNYA ABSTRAK DAMPAK TERAPI EMBOLISASI ARTERI UTERINA PADA MYOMA TERHADAP FERTILITAS DAN KEHAMILAN SELANJUTNYA I Sonia V Lameng, 2007 Pembimbing : Freddy Tumewu Andries, dr., MS Fertilitas dan kehamilan merupakan

Lebih terperinci

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi. Nama : Hernawati NIM : 09027 Saya mengkritisi makalah kelompok 9 No 5 tentang siklus menstruasi. Menurut saya makalah mereka sudah cukup baik dan ketikannya juga sudah cukup rapih. Saya di sini akan sedikit

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Menstruasi Remaja Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang utuh dari hipotalamus-hipofise-ovarium. Struktur alat reproduksi, status nutrisi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selama hari, 3-6 hari adalah waktu keluarnya darah menstruasi. perdarahan bercak atau spotting (Baziad, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. selama hari, 3-6 hari adalah waktu keluarnya darah menstruasi. perdarahan bercak atau spotting (Baziad, 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Medis 1. Gangguan Reproduksi Gangguan reproduksi berawal dari tidak normalnya siklus haid dan banyak darah yang keluar saat haid. Siklus menstruasi normal berlangsung selama

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEJADIAN ABORTUS SPONTAN DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DI RSUD DR MOEWARDI SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KEJADIAN ABORTUS SPONTAN DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DI RSUD DR MOEWARDI SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KEJADIAN ABORTUS SPONTAN DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DI RSUD DR MOEWARDI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran ANDREAS PETER PATAR B. S. G0010018 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan reproduksi adalah kesejahteraan fisik, mental, sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi. 1 Pada saat

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN MIOMA UTERI

LAPORAN PENDAHULUAN MIOMA UTERI LAPORAN PENDAHULUAN MIOMA UTERI I. KONSEP DASAR PENYAKIT A. Pengertian Mioma Uteri Mioma uteri adalah neoplasma jinak, yang berasal dari otot uterus yang disebut juga leiomioma uteri atau uterine fibroid.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA GLAUKOMA DENGAN DIABETES MELITUS DAN HIPERTENSI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

HUBUNGAN ANTARA GLAUKOMA DENGAN DIABETES MELITUS DAN HIPERTENSI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran HUBUNGAN ANTARA GLAUKOMA DENGAN DIABETES MELITUS DAN HIPERTENSI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Karla Kalua G0011124 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Lebih terperinci

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko

Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko Kanker Rahim - Gejala, Tahap, Pengobatan, dan Resiko Apakah kanker rahim itu? Kanker ini dimulai di rahim, organ-organ kembar yang memproduksi telur wanita dan sumber utama dari hormon estrogen dan progesteron

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Mioma Uteri Secara umum, uterus mempunyai 3 lapisan jaringan iaitu lapisan terluar perimetrium, lapisan tengah miometrium dan yang paling dalam adalah endometrium (Tortora

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan endometriosis dengan

BAB V PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan endometriosis dengan BAB V PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan endometriosis dengan infertilitas. Sampel merupakan pasien rawat inap yang telah menjalani perawatan pada Januari 2012-Juli 2013. Data

Lebih terperinci

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MIOMA UTERI DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK SITI FATIMAH MAKASSAR

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MIOMA UTERI DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK SITI FATIMAH MAKASSAR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MIOMA UTERI DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK SITI FATIMAH MAKASSAR A. Ulfa Fatmasanti Akbid Batari Toja Watampone (Alamat Koresponden: andiulfafatmasanti@gmail.com/ 085399168227)

Lebih terperinci

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Serviks. Cervical Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Serviks Kanker serviks merupakan penyakit yang umum ditemui di Hong Kong. Kanker ini menempati peringkat kesepuluh di antara kanker yang diderita oleh wanita dengan lebih dari 400 kasus baru setiap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infertilitas 1. Definisi Infertilitas atau kemandulan adalah penyakit sistem reproduksi yang ditandai dengan ketidakmampuan atau kegagalan dalam memperoleh kehamilan, walaupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman (plastik yang dililiti oleh tembaga) dan dimasukkan ke dalam rahim oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman (plastik yang dililiti oleh tembaga) dan dimasukkan ke dalam rahim oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) adalah alat yang terbuat dari bahan yang aman (plastik yang dililiti oleh tembaga) dan dimasukkan ke

Lebih terperinci

Gangguan Hormon Pada wanita

Gangguan Hormon Pada wanita Gangguan Hormon Pada wanita Kehidupan reproduksi dan tubuh wanita dipengaruhi hormon. Hormon ini memiliki fungsi yang berbeda-beda. Ada tiga hormon panting yang dimiliki wanita, yaitu estrogen, progesteron,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh gangguan hormonal, kelainan organik genetalia dan kontak

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh gangguan hormonal, kelainan organik genetalia dan kontak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdarahan uterus abnormal merupakan perdarahan dari uterus yang disebabkan oleh gangguan hormonal, kelainan organik genetalia dan kontak berdarah (Manuaba,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Tujuan diselenggarakan pembangunan kesehatan adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Tujuan diselenggarakan pembangunan kesehatan adalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral yang terpenting dari pembangunan nasional. Tujuan diselenggarakan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran,

Lebih terperinci

SYARAT-SYARAT PEMERIKSAAN INFERTIL

SYARAT-SYARAT PEMERIKSAAN INFERTIL SYARAT-SYARAT PEMERIKSAAN INFERTIL Setiap pasangan infertil harus diperlakukan sebagai satu kesatuan yang berarti apabila istri saja sedangkan suaminya tidak mau diperiksa, maka pasangan ini tidak diperiksa.

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. digunakan pada penelitian yang terdiri dari desain penelitian, populasi, teknik

BAB 3 METODE PENELITIAN. digunakan pada penelitian yang terdiri dari desain penelitian, populasi, teknik BAB 3 METODE PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan tentang metodologi penelitian yang akan digunakan pada penelitian yang terdiri dari desain penelitian, populasi, teknik sampling dan sampel, tempat penelitian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut dengan mioma uteri. fibroid (Prawirohardjo, 2009). pada wanita berumur tahun (Setiati, 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut dengan mioma uteri. fibroid (Prawirohardjo, 2009). pada wanita berumur tahun (Setiati, 2012). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Medis 1. Pengertian Mioma Uteri Menurut Achadiat (2004), mioma ialah suatu pertumbuhan jinak dari sel-sel otot polos, sedangkan untuk otot-otot rahim disebut dengan mioma

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik dengan pendekatan case control. Penelitian ini merupakan penelitian observasional karena peneliti

Lebih terperinci

Istilah-istilah. gangguan MENSTRUASI. Skenario. Menstruasi Normal. Menilai Banyaknya Darah 1/16/11

Istilah-istilah. gangguan MENSTRUASI. Skenario. Menstruasi Normal. Menilai Banyaknya Darah 1/16/11 Skenario gangguan MENSTRUASI Rukmono Siswishanto SMF/Bagian Obstetri & Ginekologi RS Sardjito/ Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta Anita, wanita berumur 24 tahun datang ke tempat praktek karena sejak 3

Lebih terperinci

HUBUNGAN KONTRASEPSI ORAL DAN KANKER PAYUDARA : STUDI KASUS KONTROL DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

HUBUNGAN KONTRASEPSI ORAL DAN KANKER PAYUDARA : STUDI KASUS KONTROL DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA HUBUNGAN KONTRASEPSI ORAL DAN KANKER PAYUDARA : STUDI KASUS KONTROL DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat Disusun

Lebih terperinci

KEJADIAN MIOMA UTERI PADA AKSEPTOR HORMONAL

KEJADIAN MIOMA UTERI PADA AKSEPTOR HORMONAL KEJADIAN MIOMA UTERI PADA AKSEPTOR HORMONAL Nida Fahrunniza, Heny Astutik, Moch. Gatot Heri Praptono Poltekkes Kemenkes Malang, Jl. Besar Ijen No. 77 C Malang e-mail: heny_astutik@gmail.com Abstract: The

Lebih terperinci

Hubungan antara Anemia dan Kejadian Inersia Uteri di RSUD Dr.Moewardi SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan. Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Hubungan antara Anemia dan Kejadian Inersia Uteri di RSUD Dr.Moewardi SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan. Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Hubungan antara Anemia dan Kejadian Inersia Uteri di RSUD Dr.Moewardi SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Dhyani Rahma Sari G0010056 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Medis 1. Gangguan Reproduksi Gangguan reproduksi adalah kegagalan seorang wanita dalam manajemen kesehatan reproduksinya (Manuaba, 2008). Masalah kesehatan reproduksi pada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJUAN PUSTAKA BAB 2 TINJUAN PUSTAKA 3.1. Mioma Uteri 3.1.1. Definisi Mioma Uteri Mioma uteri adalah tumor jinak pada daerah rahim atau lebih tepatnya otot rahim dan jaringan ikat di sekitarnya. Mioma belum pernah ditemukan

Lebih terperinci

HUBUNGAN USIA DENGAN KEJADIAN MYOMA UTERI DI BANGSAL SAKINAH RSU PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2013 NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN USIA DENGAN KEJADIAN MYOMA UTERI DI BANGSAL SAKINAH RSU PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2013 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN USIA DENGAN KEJADIAN MYOMA UTERI DI BANGSAL SAKINAH RSU PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2013 NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : KAS HARYANTI 201310104327 PROGRAM STUDI BIDAN PENDIDIK JENJANG D IV SEKOLAH

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. Moewardi pada Juli 2013

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. Moewardi pada Juli 2013 15 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan secara observasional analitik dengan menggunakan metode cross sectional. B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. kepustakaan ginekologi juga terkenal dengan istilah-istilah fibrimioma uteri,

BAB I KONSEP DASAR. kepustakaan ginekologi juga terkenal dengan istilah-istilah fibrimioma uteri, BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Mioma uteri adalah neoplasma jinak berasal dari otot uterus, yang dalam kepustakaan ginekologi juga terkenal dengan istilah-istilah fibrimioma uteri, leiomyoma uteri atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan progesteron dalam ovarium. Menopause alami ditegakkan secara

BAB I PENDAHULUAN. dan progesteron dalam ovarium. Menopause alami ditegakkan secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menopause adalah periode menstruasi spontan yang terakhir pada seorang wanita. Periode ini terjadi karena adanya penurunan sekresi hormon estrogen dan progesteron dalam

Lebih terperinci

PERBEDAAN TITER TROMBOSIT DAN LEUKOSIT TERHADAP DERAJAT KLINIS PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) ANAK DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

PERBEDAAN TITER TROMBOSIT DAN LEUKOSIT TERHADAP DERAJAT KLINIS PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) ANAK DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI PERBEDAAN TITER TROMBOSIT DAN LEUKOSIT TERHADAP DERAJAT KLINIS PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) ANAK DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya:

Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya: ASKEP CA OVARIUM A. Pengertian Kanker Indung telur atau Kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur) yang paling sering ditemukan pada wanita berusia 50 70 tahun. Kanker ovarium bisa menyebar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman merupakan guru yang baik, yang menjadi sumber pengetahuan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman merupakan guru yang baik, yang menjadi sumber pengetahuan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengalaman Menurut kamus besar bahasa indonesia (2005) pengalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah (dijalani, dirasakan, ditanggung). Menurut Notoatmodjo (2005) pengalaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersifat sementara dan dapat pula bersifat menetap (Subroto, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersifat sementara dan dapat pula bersifat menetap (Subroto, 2011). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kontrasepsi Kontrasepsi merupakan bagian dari pelayanan kesehatan untuk pengaturan kehamilan dan merupakan hak setiap individu sebagai makhluk seksual, serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menstruasi A. Pengertian Menstruasi Menstruasi merupakan keadaan fisiologis, yaitu peristiwa keluarnya darah, lendir ataupun sisa-sisa sel secara berkala. Sisa sel tersebut

Lebih terperinci

PERBEDAAN TEKANAN DARAH ANTARA AKSEPTOR KONTRASEPSI ORAL KOMBINASI DAN INJEKSI PROGESTIN SKRIPSI

PERBEDAAN TEKANAN DARAH ANTARA AKSEPTOR KONTRASEPSI ORAL KOMBINASI DAN INJEKSI PROGESTIN SKRIPSI PERBEDAAN TEKANAN DARAH ANTARA AKSEPTOR KONTRASEPSI ORAL KOMBINASI DAN INJEKSI PROGESTIN SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Resti Nurfadillah G0012177 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

PENGARUH PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI KOMBINASI PROGESTERON ESTROGEN TERHADAP KEJADIAN KANKER LEHER RAHIM DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA.

PENGARUH PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI KOMBINASI PROGESTERON ESTROGEN TERHADAP KEJADIAN KANKER LEHER RAHIM DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA. PENGARUH PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI KOMBINASI PROGESTERON ESTROGEN TERHADAP KEJADIAN KANKER LEHER RAHIM DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA. Muthiah Rissa Pratiwi, S.S.T. Abstrak Kanker leher rahim adalah kanker

Lebih terperinci

PERBEDAAN KECEMASAN PADA MAHASISWA LULUSAN SARJANA KEDOKTERAN UNS ANGKATAN 2005 YANG IPK-NYA DI ATAS 2,75 DENGAN IPK-NYA DI BAWAH 2,75 SKRIPSI

PERBEDAAN KECEMASAN PADA MAHASISWA LULUSAN SARJANA KEDOKTERAN UNS ANGKATAN 2005 YANG IPK-NYA DI ATAS 2,75 DENGAN IPK-NYA DI BAWAH 2,75 SKRIPSI PERBEDAAN KECEMASAN PADA MAHASISWA LULUSAN SARJANA KEDOKTERAN UNS ANGKATAN 2005 YANG IPK-NYA DI ATAS 2,75 DENGAN IPK-NYA DI BAWAH 2,75 SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

HUBUNGAN PARITAS DENGAN KEJADIAN PROLAPSUS UTERI DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA. Dwika Suryaningdyah. Abstrak

HUBUNGAN PARITAS DENGAN KEJADIAN PROLAPSUS UTERI DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA. Dwika Suryaningdyah. Abstrak HUBUNGAN PARITAS DENGAN KEJADIAN PROLAPSUS UTERI DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Dwika Suryaningdyah Abstrak Partus yang berulang kali dan terjadi terlampau sering merupakan faktor utama terjadinya prolapsus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa lima besar karsinoma di dunia adalah karsinoma paru-paru, karsinoma mamae, karsinoma usus besar dan karsinoma lambung

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 23 BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah: Prevalensi: Data Demografi Usia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengetahuan perawat tentang penilaian nyeri dan intervensi sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengetahuan perawat tentang penilaian nyeri dan intervensi sangat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengetahuan perawat tentang penilaian nyeri dan intervensi sangat penting untuk management nyeri yang efektif dan berkualitas dalam perawatan pasien (Patricia 2010).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. jinak yang tumbuh pada rahim. Dalam istilah kedokteranya disebut

BAB 1 PENDAHULUAN. jinak yang tumbuh pada rahim. Dalam istilah kedokteranya disebut BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mioma uteri atau kanker jinak yang terdapat di uterus adalah tumor jinak yang tumbuh pada rahim. Dalam istilah kedokteranya disebut fibromioma uteri, leiomioma, atau

Lebih terperinci

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Prostat. Prostate Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Prostat Kanker prostat merupakan tumor ganas yang paling umum ditemukan pada populasi pria di Amerika Serikat, dan juga merupakan kanker pembunuh ke-5 populasi pria di Hong Kong. Jumlah pasien telah

Lebih terperinci

Ovarian Cysts: A Review

Ovarian Cysts: A Review Ovarian Cysts: A Review Cheryl Horlen, BCPS University of the Incarnate Word Feik School San Antonio, Texas 7/20/2010 US Pharm. 2010;35(7):HS-5-HS-8 Kista ovarium adalah penyebab umum dari prosedur bedah

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Poin ke 5 dalam Milenium Development Goals (MDG) adalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Poin ke 5 dalam Milenium Development Goals (MDG) adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Poin ke 5 dalam Milenium Development Goals (MDG) adalah meningkatkan kesehatan ibu, salah satu upaya yang dilakukan adalah menurunkan angka kematian ibu. Angka kematian

Lebih terperinci

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; Fisiologi Reproduksi & Hormonal Wanita Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; 1. Hormon yang dikeluarkan hipothalamus, Hormon pelepas- gonadotropin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kehamilan. Alat kontrasepsi non hormonal artinya tidak mengandung

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kehamilan. Alat kontrasepsi non hormonal artinya tidak mengandung BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alat kontrasepsi hormonal merupakan alat kontrasepsi yang mengandung hormon estrogen dan progesteron yang dapat mencegah ovulasi dan kehamilan. Alat kontrasepsi non

Lebih terperinci

HUBUNGAN IBU HAMIL PEROKOK PASIF DENGAN KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

HUBUNGAN IBU HAMIL PEROKOK PASIF DENGAN KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran HUBUNGAN IBU HAMIL PEROKOK PASIF DENGAN KEJADIAN KETUBAN PECAH DINI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Icha Dithyana G0010096 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS

Lebih terperinci

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Payudara. Breast Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Payudara Kanker payudara merupakan kanker yang paling umum diderita oleh para wanita di Hong Kong dan negara-negara lain di dunia. Setiap tahunnya, ada lebih dari 3.500 kasus kanker payudara baru

Lebih terperinci

KEHAMILAN DENGAN FIBROID DAN KOMPLIKASI OBSTETRINYA

KEHAMILAN DENGAN FIBROID DAN KOMPLIKASI OBSTETRINYA KEHAMILAN DENGAN FIBROID DAN KOMPLIKASI OBSTETRINYA Shehla Noor, Ali Fawwad *, Ruqqia Sultana, Rubina Bashir, Qurat-ul-ain, Huma Jalil, Nazia Suleman, Alia Khan Departemen Ginekologi, * Patologi, Fakultas

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran NURUL FADILAH G FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran NURUL FADILAH G FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET HUBUNGAN ANTARA DERAJAT LOWER URINARY TRACT SYMPTOMS (LUTS) DENGAN DERAJAT DISFUNGSI EREKSI PADA PASIEN BENIGN PROSTAT HYPERPLASIA (BPH) DI RSUD MOEWARDI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Manusia mempunyai dua ovarium yang berfungsi memproduksi sel telur dan mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur (oogenesis). Pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut World Health Organisation (WHO) Keluarga Berencana (KB)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut World Health Organisation (WHO) Keluarga Berencana (KB) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kontrasepsi 1. Pengertian Menurut World Health Organisation (WHO) Keluarga Berencana (KB) adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami isteri untuk menentukan jumlah

Lebih terperinci

The Spotting Risk in Using Depo Medroxy Progesterone Acetat (DMPA) Injection and Implan Contraception at Leyangan, Ungaran Timur, Semarang Regency

The Spotting Risk in Using Depo Medroxy Progesterone Acetat (DMPA) Injection and Implan Contraception at Leyangan, Ungaran Timur, Semarang Regency The Spotting Risk in Using Depo Medroxy Progesterone Acetat (DMPA) Injection and Implan Contraception at Leyangan, Ungaran Timur, Semarang Regency Jatmiko Susilo, Suci Irina ABSTRACT Depo Medroxy Progesterone

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uterus Uterus berbentuk seperti buah advokat atau buah pir yang sedikit gepeng kea rah depan belakang.ukuran panjang uterus adalah 7-7,5 cm,lebar di atas 5,25 cm,tebal 2,5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Berbagai komplikasi yang dialami oleh ibu hamil mungkin saja terjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Berbagai komplikasi yang dialami oleh ibu hamil mungkin saja terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai komplikasi yang dialami oleh ibu hamil mungkin saja terjadi dan memiliki peluang untuk terjadi pada semua ibu hamil. Komplikasikomplikasi ini bila dapat dideteksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bagian dari pemeliharaan kesehatan komperhensif bukan lagi hal yang baru.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bagian dari pemeliharaan kesehatan komperhensif bukan lagi hal yang baru. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program Keluarga Berencana (KB) digunakan untuk mengatur jarak kehamilan sehingga dapat mengurangi resiko kehamilan atau jumlah persalinan yang membawa bahaya (Royston,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kista ovarium merupakan salah satu bentuk penyakit repoduksi yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. Kista ovarium merupakan salah satu bentuk penyakit repoduksi yang banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kista ovarium merupakan salah satu bentuk penyakit repoduksi yang banyak menyerang wanita. Kista atau tumor merupakan bentuk gangguan yang bisa dikatakan adanya pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keluarga Berencana 2.1.1 Keluarga Berencana Kontrasepsi berasal dari kata kontra yang berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah di dunia yang sedang berkembang sudah terbukti dengan jelas, kemampuan untuk mengatur fertilitas mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap mortalitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kista ovarium mempunyai permukaan rata dan hlus. Biasanya bertangkai, seringkali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kista ovarium mempunyai permukaan rata dan hlus. Biasanya bertangkai, seringkali BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kista ovarium adalah bentuk / jenis yang paling sering terjadi kista yang sederhana memiliki struktur dinding yang tipis mengandung cairan serasa dan sering terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini telah diketahui banyak metode dan alat kontrasepsi meliputi suntik, pil, IUD, implan, kontap dan kondom. Metode KB suntik merupakan salah satu metode

Lebih terperinci

Ni Ketut Alit A. Airlangga University. Faculty Of Nursing.

Ni Ketut Alit A. Airlangga University. Faculty Of Nursing. Ni Ketut Alit A Faculty Of Nursing Airlangga University Pasangan yg melakukan hubungan seksual secara teratur tanpa perlindungan selama 12 bulan --- tidak terjadi kehamilan Tidak adanya konsepsi setelah

Lebih terperinci

Anatomi/organ reproduksi wanita

Anatomi/organ reproduksi wanita Anatomi/organ reproduksi wanita Genitalia luar Genitalia dalam Anatomi payudara Kelainan organ reproduksi wanita Fisiologi alat reproduksi wanita Hubungan ovarium dan gonadotropin hormon Sekresi hormon

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Mioma Uteri Mioma uteri adalah tumor jinak yang berasal dari sel otot polos myometrium. (Nelson, 2010) Neoplasma jinak ini juga berasal dari jaringan ikat yang menumpangnya,

Lebih terperinci

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MIOMA UTERI DI RUANG POLI KANDUNGAN RSUD ULIN BANJARMASIN TAHUN 2014 ABSTRAK

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MIOMA UTERI DI RUANG POLI KANDUNGAN RSUD ULIN BANJARMASIN TAHUN 2014 ABSTRAK FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MIOMA UTERI DI RUANG POLI KANDUNGAN RSUD ULIN BANJARMASIN TAHUN 204 Ahmad Syahlani, Elvine Ivana Kabuhung, Fitria Wulandari * STIKES Sari Mulia Banjarmasin

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian akan dilakukan di bagian Rekam Medik RSUP dr. Kariadi

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian akan dilakukan di bagian Rekam Medik RSUP dr. Kariadi 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Obstetri dan Ginelkologi. 3.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian akan dilakukan di bagian Rekam

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERNIKAHAN USIA DINI DENGAN KEJADIAN KANKER SERVIKS DI RSUD DR MOEWARDI

HUBUNGAN PERNIKAHAN USIA DINI DENGAN KEJADIAN KANKER SERVIKS DI RSUD DR MOEWARDI HUBUNGAN PERNIKAHAN USIA DINI DENGAN KEJADIAN KANKER SERVIKS DI RSUD DR MOEWARDI SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Anindita Ratna Gayatri G0010021 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

Defenisi. endometrium kavum uteri tidak termasuk

Defenisi. endometrium kavum uteri tidak termasuk Defenisi Normal blastokis nidasi (implantasi) pada endometrium kavum uteri tidak termasuk serviks dan kornu uteri. Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan hasil konsepsi berimplantasi diluar endometrium

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KEJADIAN HERNIA INGUINALIS DI POLI BEDAH RSUD DR. SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN

HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KEJADIAN HERNIA INGUINALIS DI POLI BEDAH RSUD DR. SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DENGAN KEJADIAN HERNIA INGUINALIS DI POLI BEDAH RSUD DR. SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Kedokteran Diajukan

Lebih terperinci

Pend h a uluan Etiologi PUD B l e dik um t e h a i u t pas iti Beberapa pilihan terapi

Pend h a uluan Etiologi PUD B l e dik um t e h a i u t pas iti Beberapa pilihan terapi TERAPI HORMONAL & NONHORMONAL DALAM PENATALAKSANAAN PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSI (PUD) Pendahuluan Etiologi PUD Belum diketahui i pasti Beberapa pilihan terapi Pendahuluan Pembagian : PUD akut kronis Perimenarcheal

Lebih terperinci

Author : Muzakir, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau. Pekanbaru, Riau. Belibis A-17.((http://www.Belibis17.tk

Author : Muzakir, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau. Pekanbaru, Riau. Belibis A-17.((http://www.Belibis17.tk Author : Muzakir, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 28 Belibis A-17.((http://www.Belibis17.tk ABSTRACT The Profile of Fibroid Patients at RSUD Arifin Achmad of Riau Province

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Meningioma merupakan tumor otak primer yang berasal jaringan. meninges dan merupakan salah satu tumor primer yang cukup sering

BAB I. PENDAHULUAN. Meningioma merupakan tumor otak primer yang berasal jaringan. meninges dan merupakan salah satu tumor primer yang cukup sering BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Meningioma merupakan tumor otak primer yang berasal jaringan meninges dan merupakan salah satu tumor primer yang cukup sering terdiagnosis. Prevalensi meningioma

Lebih terperinci

KESEHATAN REPRODUKSI* Oleh: Dr. drh. Heru Nurcahyo, M.Kes**

KESEHATAN REPRODUKSI* Oleh: Dr. drh. Heru Nurcahyo, M.Kes** KESEHATAN REPRODUKSI* Oleh: Dr. drh. Heru Nurcahyo, M.Kes** A. Pengantar Sistem reproduksi pada manusia dapat dibedakan menjadi sistem reproduksi laki-laki dan wanita sesuai jenis kelaminnya. 1. Sistem

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang lingkup keilmuan : Ilmu Obstetri dan Ginekologi 2. Ruang lingkup tempat : RSUD Tugurejo Semarang 3. Ruang lingkup waktu : Periode Januari-Desember

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diagnosa secara individual (Ralph. C Benson, 2009). Adapun Komplikasi

BAB I PENDAHULUAN. diagnosa secara individual (Ralph. C Benson, 2009). Adapun Komplikasi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendarahan adalah kondisi di mana seseorang kehilangan darah. Rata-rata dalam batas normal perdarahan yaitu 100-300 cc. Darah dapat ditemukan pada organ tubuh dan pembuluh

Lebih terperinci