STUDI KINETIKA PROSES LEACHING NIKEL LATERIT DALAM SUASANA ASAM PADA KONDISI ATMOSFERIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI KINETIKA PROSES LEACHING NIKEL LATERIT DALAM SUASANA ASAM PADA KONDISI ATMOSFERIS"

Transkripsi

1 Perjanjian No.: III/LPPM/ /42-P STUDI KINETIKA PROSES LEACHING NIKEL LATERIT DALAM SUASANA ASAM PADA KONDISI ATMOSFERIS Disusun Oleh: Kevin Cleary Wanta, S.T., M.Eng. Ratna Frida Susanti, Ph.D. Robert Kurniawan Budi Santoso Felisha Hapsari Tanujaya Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan 2017

2 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... 1 DAFTAR ISI... 2 ABSTRAK... 4 BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Komoditi yang Diteliti Identifikasi Masalah Tujuan Penelitian Hipotesis Target Luaran... 7 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Nikel Laterit Proses Pengolahan Nikel Laterit Proses Pengolahan Nikel Laterit dengan Proses Atmospheric Leaching Proses Leaching Nikel Laterit dengan Menggunakan Asam Mekanisme dan Model Matematis Proses Leaching Nikel Laterit Model 1 : Model Shrinking Core BAB 3. METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Bahan dan Alat Bahan Alat Cara Kerja Proses Leaching Nikel Laterit Proses Analisis Sampel Metode Analisa Analisis Sampel Padat dan Sampel Cair Analisis Data Variabel Penelitian

3 BAB 4. JADWAL PELAKSANAAN BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Nikel Laterit Pengaruh Suhu terhadap Persentase Recovery Nikel Pengaruh Ukuran Partikel terhadap Persentase Recovery Nikel Evaluasi Model Shrinking Core BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA

4 ABSTRAK Studi kinetika proses leaching nikel laterit dalam suasana asam pada kondisi atmosferis dilakukan untuk mendapatkan informasi kinetika beserta parameter terkait yang dapat digunakan untuk tahap scale-up proses leaching nikel laterit ke skala industri. Model shrinking core untuk proses leaching merupakan model kinetika yang paling banyak digunakan. Pada penelitian ini, proses leaching nikel laterit dilakukan dengan memvariasikan jenis asam, suhu operasi, dan ukuran partikel. Jenis asam yang digunakan adalah asam sulfat dan asam nitrat. Untuk kondisi operasi, suhu operasi divariasikan pada suhu 30 o C, 60 o C, dan 85 o C, sedangkan ukuran partikel divariasikan pada mesh, mesh, dan +200 mesh. Kondisi operasi lainnya dijaga tetap di mana konsentrasi asam 0,1 M, densitas pulp 20%w/v, lama proses leaching 120 menit. Pengambilan sampel dilakukan pada menit ke-5, 10, 15, 30, 60, dan 120 menit. Setelah itu, tahapan analisis dilakukan dengan menggunakan alat atomic absorption spectroscopy (AAS) untuk mengetahui kadar nikel di dalam sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model shrinking core memberikan intercept 0,0 merupakan model kinetika yang lebih tepat dan masuk akal. Kata kunci: leaching, nikel laterit, shrinking core 4

5 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya mineral. Salah satu sumber daya mineral yang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia adalah nikel laterit. Dalvi (2004) mengungkapkan bahwa Indonesia merupakan negara terbesar keempat di dunia yang mempunyai cadangan bijih nikel laterit, yaitu sebesar Mt atau sekitar 15% dari cadangan nikel di dunia. Data ini dapat menunjukkan bahwa Indonesia mempunyai peranan penting dalam industri berbasis nikel di dunia. Selama ini, proses pengolahan nikel laterit di Indonesia didominasi dengan menggunakan proses smelting di mana memerlukan energi yang sangat besar untuk mengoperasikan proses tersebut. Selain itu, produk yang dihasilkan melalui proses smelting ini adalah produk turunan yang masih mengandung mineral-mineral lain (tidak menghasilkan produk nikel murni). Untuk mengatasi permasalahan ini, para peneliti telah menemukan sebuah metode yang disebut atmospheric pressure acid leaching (APAL). Pemanfaatan proses APAL ini dinilai efektif dari sisi penghematan energi dan kemurnian produk yang dihasilkan. Oleh karena itu, proses APAL ini diharapkan dapat diaplikasikan dalam skala industri di Indonesia supaya nikel laterit Indonesia dapat dimanfaatkan secara efisien dan efektif. Salah satu faktor penting agar proses APAL dapat diaplikasikan dalam skala industri adalah informasi mengenai mekanisme proses, model matematika, dan nilai konstanta/ parameter yang berhubungan dengan proses leaching tersebut (Wanta, dkk., 2016b). Informasi mengenai hal tersebut menjadi penting karena informasi ini akan digunakan untuk melakukan proses scale-up di industri. Untuk proses leaching, model shrinking core merupakan model yang paling banyak digunakan oleh para peneliti sebelumnya. Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Astuti, dkk. (2015), Thubakgale, dkk.(2012), Agacayak dan Zedef (2012) dan peneliti lainnya menyebutkan bahwa model ini merupakan model yang paling cocok untuk proses leaching. Akan tetapi, penelitian yang dilakukan oleh Wanta, dkk. (2016a, 2016b) menunjukkan hal yang berbeda dengan penelitian lainnya. Dalam penelitiannya, Wanta, dkk.(2016a, 2016b) melakukan proses 5

6 leaching nikel laterit dengan menggunakan asam sitrat sebagai leachant. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa model shrinking core bukanlah model yang paling baik untuk menggambarkan fenomena fisis proses leaching, khususnya proses leaching nikel laterit. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian yang telah dilakukan oleh Wanta, dkk. (2016b). Pembeda utama antara penelitian ini dengan sebelumnya adalah jenis asam yang digunakan sebagai leachant. Wanta, dkk (2016a,2016b) menggunakan asam sitrat sebagai leachant, sedangkan pada penelitian ini, jenis asam yang digunakan adalah asam-asam inorganik, seperti asam sulfat dan asam nitrat. Perbedaan ini dinilai cukup penting dan signifikan mengingat bahwa asam sulfat merupakan asam yang paling mendominasi proses leaching nikel laterit dalam skala industri dunia. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pandangan lain saat tahap perancangan pabrik pengolahan nikel laterit dengan metode leaching, khususnya di Indonesia Komoditi yang Diteliti Pada penelitian ini, nikel laterit jenis limonit dan saprolit yang berasal dari Pomalaa, Provinsi Sulawesi Tenggara dipelajari mengenai pengaruh beberapa kondisi operasi agar kandungan nikel yang terecovery dalam proses leaching dapat diperoleh secara maksimal. Di samping itu, penelitian ini juga akan terfokus pada studi kinetika proses leaching nikel laterit di mana hasil keluaran studi ini akan bermanfaat bagi industri saat ingin menscaleup proses leaching dalam skala besar. Evaluasi model shrinking core, model yang paling banyak digunakan dalam studi kinetika pada proses leaching, terhadap data penelitian ini dilakukan untuk memverifikasi apakah model tersebut memang merupakan model terbaik Identifikasi Masalah Pada penelitian ini, beberapa masalah yang teridentifikasi adalah: 1. Bagaimanakah pengaruh suhu operasi dan ukuran partikel terhadap nilai recovery nikel pada proses leaching nikel laterit Pomalaa? 2. Bagaimanakah pengaplikasian model shrinking core terhadap kinetika proses leaching nikel laterit Pomalaa? 6

7 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mempelajari pengaruh suhu operasi dan ukuran partikel terhadap nilai recovery nikel pada proses leaching nikel laterit Pomalaa. 2. Mengevaluasi penggunaan model shrinking core terhadap kinetika proses leaching nikel laterit Pomalaa Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah : 1. Pengaruh beberapa kondisi operasi terhadap nilai recovery nikel adalah: a. Semakin tinggi suhu operasi, maka semakin tinggi pula nilai recovery nikel. b. Semakin kecil ukuran partikel, maka semakin tinggi pula nilai recovery nikel. 2. Model shrinking core merupakan model matematis yang cukup menggambarkan fenomena fisis proses leaching nikel laterit Target Luaran Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat dipublikasikan dalam jurnal nasional tidak terakreditasi. 7

8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nikel Laterit Laterit merupakan suatu produk yang dihasilkan dari proses pelapukan secara kimiawi dan berlangsung dalam waktu yang lama. Laterit terbentuk melalui proses pemecahan mineral induk yang tidak stabil pada kondisi lingkungan yang basah/lembab dan terjadi pelepasan unsur-unsur kimia ke dalam air tanah. Unsur-unsur kimia yang mudah larut dalam air tanah yang bersifat asam, hangat, dan lembab. Hal ini menyebabkan unsur-unsur yang tidak mudah larut tersisa dan membentuk mineral baru yang stabil pada kondisi lingkungan tersebut. Proses ini disebut dengan proses laterisasi (Shofi, 2013; Asy ari, 2013). Gambar 2.1.Lapisan tanah yang mengandung nikel laterit Nikel laterit merupakan produk sisa dari proses pelapukan secara mekanik dan kimiawi berkepanjangan dari batuan dasar ultramafik, berupa peridotit atau dunit sebagai pembawa unsur nikel dan umumnya terjadi di daerah tropis dan subtropis, seperti New Caledonia, Australia, Filipina, dan Indonesia (Golightly, 1981 dalam Simate, 2010; Shofi, 2013; Asy ari, 2013). Asal mula pembentukan endapan nikel laterit berasal dari batuan peridotit [(Mg,Fe, Ni) 2 SiO 4 ] yang mengalami proses serpentinisasi dan kemudian terekspos ke permukaan. Pada kondisi iklim tropis dengan musim kemarau dan hujan yang berganti-ganti, proses pelapukan terjadi secara terus-menerus, sehingga batuan tersebut menjadi rentan terhadap proses pelindihan (leaching). 8

9 Sirkulasi air permukaan yang bersifat asam akan mengabsorpsi karbon dioksida (CO 2 ) dari atmosfer dan mempercepat proses pelapukan dan pelindihan menjadi lebih intensif. Air permukaan ini akan terkayakan kembali oleh material-material organik yang meresap ke bawah mencapai zona pelindihan di mana fluktuasi air tanah berlangsung. Fluktuasi ini mengakibatkan air tanah yang kaya CO 2 akan berkontak dengan nikel laterit yang masih mengandung batuan asal, kemudian melarutkan mineral-mineral yang tidak stabil, seperti serpentin dan piroksen. Logam magnesium (Mg), silika (Si), dan nikel (Ni) akan larut dan terbawa oleh aliran air tanah dan mengendap kembali, sehingga menghasilkan mineral-mineral baru (Asy ari, 2013; Sutisna, 2006). Gambar 2.2. Pembentukan profil nikel laterit (Djadjulit, 1992 dalam Sutisna, 2006) 9

10 Gambar 2.3. Profil nikel laterit (Samama, 1986 dalam USGS, 2010) Berdasarkan komposisi mineral, nikel laterit dapat dibagi menjadi 5 (lima) zona, yaitu iron capping zone, limonite zone, transition/intermediate zone, saprolite zone, dan bed rock (Li, 1999). Komposisi mineral pada setiap zona nikel laterit dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Zona (lapisan) batuan nikel laterit dan kandungan mineralnya (Li, 1999) Zona (Lapisan) Formula Kadar Ni (%) Limonite Zone : Geothite Asbolite lithiophorite Cryptomelane (Fe,Al,Ni)OOH Mn, Fe, Co, Ni oxide 0,5-1, Intermediate Zone : Nontronite Quartz Saprolite Zone : Nickeliferrous serpentine garnierite (Ca,Na,K) 0.5 (Fe 3+,Ni,Mg,Al) 4 (Si,Al) 8 O 20 (OH) SiO 2 0 (Mg,Fe,Ni) 3 Si 2 O 5 (OH) 4 (Ni,Mg) 3 Si 4 O 10 (OH) Peridotite Bedrock : Olivine Orthopyroxene Serpentine (Mg,Fe,Ni) 2 SiO 4 (Mg,Fe)SiO 3 Mg 3 SiO 5 (OH) 4 0,25 0,05 0,25 10

11 Pada umumnya, proses pengolahan batuan nikel laterit menggunakan batuan pada zona limonit dan zona saprolit. Berdasarkan data yang ditampilkan pada Tabel 2.1, kadar nikel pada zona limonit berkisar pada 0,5-1,5%, sedangkan kadar nikel pada zona saprolit berkisar pada 1-10%. Karakteristik setiap nikel laterit dari suatu wilayah akan memiliki perbedaan nikel laterit dari wilayah lainnya tergantung pada struktur geologi dan iklim setiap wilayah. Sebagai contoh adalah perbedaan antara nikel laterit Indonesia dan nikel laterit Australia yang dapat dilihat pada Gambar 2.4. Gambar 2.4. Profil laterit di Indonesia dan Australia (Pariser, 2011 dalam Shofi, 2013) Gambar 2.4 menunjukkan bahwa profil lapisan/zona laterit dan komposisi mineral yang terkandung dalam setiap laterit berbeda satu dengan yang lainya. Nikel laterit Indonesia memiliki kadar nikel dan kadar mineral lain, seperti magnesium, kobalt, besi yang lebih tinggi daripada nikel laterit Australia Proses Pengolahan Nikel Laterit Proses pengolahan nikel laterit dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti proses smelting, proses Caron, proses high pressure acid leaching (HPAL), proses atmospheric pressure acid leaching (APAL) dan proses bioleaching (Kusuma, 2012; Simate, 2010; Kyle, 2010). Pada dasarnya, proses smelting, proses Caron, dan proses HPAL merupakan proses-proses pengolahan nikel laterit yang sudah diaplikasikan dalam skala industri. Akan 11

12 tetapi, ketiga proses tersebut masih memiliki permasalah dalam hal energi, biaya operasi, dan lingkungan. Oleh karena itu, proses APAL (proses yang difokuskan dalam penelitian ini) dan proses bioleaching mulai dikembangkan oleh para peneliti dan diharapkan dapat diaplikasikan dalam industri pengolahan mineral (nikel laterit). Kedua proses ini mampu mengurangi beberapa kelemahan yang dimiliki oleh proses smelting, proses Caron, dan proses HPAL Proses Pengolahan Nikel Laterit dengan Proses Atmospheric Leaching Proses leaching dapat dilakukan dengan menggunakan tekanan atmosfer atau dikenal dengan sebutan atmospheric pressure acid leaching (APAL). Proses ini melibatkan kontak antara bijih (ore) dengan larutan asam berkonsentrasi dan kemudian terjadi proses pelarutan mineral secara parsial atau total. Pada tekanan atmosfer, suhu operasi yang digunakan berada di bawah titik didih larutan slurry (biasanya di bawah 100 o C). Selama proses ini, penambahan reduktor/oksidator yang sesuai, misalnya sulfur dioksida atau hidrogen peroksida, pada larutan slurry dapat membantu proses leaching (Kyle, 2010). Jika dibandingkan dengan proses HPAL, proses ini lebih menguntungkan karena kebutuhan energi tidak setinggi proses HPAL, sehingga biaya operasional proses ini jauh lebih rendah (Kusuma, 2012). Proses leaching dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat dilakukan untuk meningkatkan hasil recovery mineral, yaitu (McDonald, 2008; Kusuma, 2012; Fan, 2013; Keong, 2003; Tzeferis 1994; Valix, 2001): a. Suhu operasi Suhu yang digunakan dalam proses leaching akan mempengaruhi kinetika reaksi. Hal ini dapat dilihat dari persamaan Arrhenius. Penggunaan suhu operasi yang semakin tinggi menyebabkan terjadinya peningkatan recovery mineral yang terlindih. b. Ukuran partikel Ukuran partikel bijih akan mempengaruhi seberapa besar luas permukaan yang akan terkontak dengan leachant. Pada berat sampel yang sama, penurunan ukuran partikel bijih akan menghasilkan luas permukaan total yang lebih besar. Hal ini akan mengakibatkan recovery mineral akan meningkat. 12

13 c. Densitas pulp Densitas pulp dapat diartikan sebagai perbandingan massa partikel terhadap volume asam yang digunakan. Pada umumnya, densitas pulp yang semakin besar juga akan meningkatkan luas permukaan total dan akan meningkatkan hasil recovery mineral. d. Jenis asam dan konsentrasi asam Jenis asam yang dapat digunakan dalam proses leaching dapat berupa jenis asam inorganik (misalnya asam sulfat) maupun asam organik (misalnya asam sitrat). Perbedaan jenis asam ini akan mempengaruhi hasil akhir proses leaching. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan asam inorganik akan menghasilkan recovery mineral yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan asam organik. Selain itu, penggunaan konsentrasi asam yang lebih tinggi akan menyebabkan peningkatan laju leaching. e. Penambahan senyawa lain Untuk meningkatkan nilai recovery mineral, beberapa penelitian mengenai proses leaching mineral menambahkan beberapa senyawa lain yang berperan sebagai reduktor/oksidator (sulfur dioksida, hidrogen peroksida) dan garam (NaCl). Penambahan reduktor/oksidator dapat mempengaruhi proses redoks dalam proses leaching, sedangkan penambahan garam akan mengakibatkan terjadinya proses kompleksasi ion logam dengan ion negatif yang terkandung dalam asam. f. Kecepatan pengadukan Semakin tinggi kecepatan pengadukan yang digunakan dalam proses leaching, maka tumbukan antar molekul akan semakin besar. Akibatnya, laju proses leaching akan meningkat dan nilai recovery mineral akan meningkat pula. g. Komposisi mineral yang terkandung dalam bijih Kandungan mineral dalam bijih akan mempengaruhi proses leaching. Sebagai contoh, nikel laterit jenis saprolit mengandung magnesium dan aluminium yang tinggi dibandingkan dengan jenis limonit. Apabila nikel laterit jenis saprolit dilakukan proses leaching, maka akan dibutuhkan jumlah asam yang tinggi. Hal ini akan menyebabkan proses leaching pada nikel laterit jenis saprolit akan tidak efektif. h. Perlakuan bijih sebelum proses leaching (pre-treatment) Pada beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, proses pre-treatment dilakukan untuk mengubah fasa mineral dengan cara proses pembakaran. Sebagai contoh, pada proses leaching nikel laterit jenis limonit, proses pembakaran nikel 13

14 laterit dilakukan untuk mengubah fasa goethite menjadi fasa hematite. Penggunaaan proses pre-treatment ini dilakukan untuk mengefisiensikan proses leaching dalam upaya untuk mempercepat proses leaching dan meminimalkan penggunaan jumlah asam. Namun dalam skala industri, proses pre-treatment ini tidak banyak dilakukan karena biaya operasional akan meningkatkan pada saat proses pembakaran bijih. i. Waktu Semakin lama proses leaching dilakukan akan meningkatkan hasil recovery mineral. Hal ini dikarenakan proses kontak asam dan padatan akan semakin terus terjadi Proses Leaching Nikel Laterit dengan Menggunakan Asam Proses leaching nikel laterit telah dipelajari oleh beberapa peneliti dengan memvariasikan beberapa kondisi operasi, seperti jenis asam, suhu operasi, konsentrasi asam, dan lain-lain Wanta, dkk. (2016b) melakukan proses leaching nikel laterit jenis limonit dengan menggunakan asam sitrat sebagai leachant. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa proses leaching berjalan dengan baik dan sesuai dengan teori. Nilai recovery nikel maksimum yang mampu diperoleh sebesar 10,79% pada konsentrasi asam 0,1 M dan suhu 85 o C. Penggunaan asam organik lain, seperti asam oksalat juga pernah dilakukan oleh Astuti, dkk, (2015), McKenzie, dkk, (1987) dengan menggunakan nikel laterit yang berasal dari Indonesia dan Australia. Selain menggunakan asam organik, proses leaching nikel laterit juga dapat dilakukan dengan menggunakan asam-asam inorganik, seperti asam sulfat dan asam nitrat sebagai leachant. Persamaan reaksi kimia untuk proses leaching nikel laterit dengan menggunakan asam sulfat dan asam nitrat adalah (Astuti, dkk., 2016) : H 2 SO 4 + NiO NiSO 4 + H 2 O (eq. 2.1) 2HNO 3 + NiO Ni(NO 3 ) 2 + H 2 O (eq. 2.2) Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Astuti, dkk (2016), Agacayak dan Zedef (2012), Girgin, dkk, (2011) menunjukkan bahwa proses leaching nikel laterit dengan menggunakan asam sulfat dan asam nitrat berjalan dengan baik dan mampu menghasilkan nilai recovery yang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan asam-asam organik, seperti asam oksalat. 14

15 2.4. Mekanisme dan Model Matematis Proses Leaching Nikel Laterit Proses leaching nikel laterit dikategorikan sebagai proses heterogen di mana terdapat 2 (dua) fase yang terlibat, yaitu fase padat dan fase cair. Dengan demikian, mekanisme proses leaching terdiri dari 5 (lima) tahap adalah (Fogler, 2006; Levenspiel, 1999): Langkah 1 : Proses difusi reaktan melalui lapisan film cairan yang berada di sekitar permukaan partikel. Langkah 2 : Proses penetrasi dan difusi reaktan dari permukaan partikel menuju active site zone/unreacted zone. Langkah 3 : Reaksi kimia pada permukaan active site zone/unreacted zone. Langkah 4 : Proses difusi produk dari dalam padatan menuju permukaan partikel. Langkah 5 : Proses difusi produk melalui lapisan film cair kembali ke badan utama cairan. Model matematis beserta nilai tetapan yang terkait merupakan hal yang penting untuk perancangan proses dalam skala operasi yang lebih besar. Pada penelitian ini, model yang akan dievaluasi kevalidannya terhadap proses leaching nikel laterit Pomalaa, yaitu model shrinking core Model Shrinking Core Model shrinking core merupakan model yang digunakan oleh semua peneliti yang telah melakukan penelitian mengenai proses leaching. Model ini pertama kali diperkenalkan oleh Yagi dan Kunii (1955). Model ini menganggap bahwa reaksi akan terjadi pertama kali di kulit permukaan partikel. Setelah itu, zona reaksi akan berpindah ke dalam bagian yang lebih dalam dari partikel meninggalkan bagian yang telah bereaksi dan menjadi padatan inert. Bagian yang telah menjadi inert ini biasanya disebut sebagai lapisan abu (Levenspiel, 1999). 15

16 Gambar 2.5. Visualisasi model shrinking core (Levenspiel, 1999) Levenspiel (1999) telah menjabarkan secara matematis 3 (tiga) tahapan yang berperan dalam sistem fluida-padatan, yaitu tahap difusi reaktan melalui lapisan film fluida (difusi eksternal), tahap difusi reaktan melalui lapisan abu (difusi internal), dan tahap reaksi kimia. Persamaan-persamaan yang diperoleh dari penjabaran model shrinking core adalah (Levenspiel, 1999; Astuti, dkk., 2016; Wanta, dkk., 2016b): Difusi eksternal yang mengontrol : k f. t = x (eq. 2.3) Difusi internal yang mengontrol : k d. t = 1 3(1-x) 0,67 + 2(1-x) (eq. 2.4) Reaksi kimia yang mengontrol : k r. t = 1 (1-x) 0.33 (eq. 2.5) di mana x merupakan nilai recovery nikel, t merupakan waktu, k f, k d, dan k r adalah konstanta kecepatan proses. Beberapa hasil penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa model matematis di mana tahap difusi melalui lapisan abu merupakan model yang paling sesuai untuk proses leaching. Namun, pada penelitian ini, ketiga bentuk persamaan di atas akan dievaluasi. 16

17 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian yang berjudul Studi Kinetika Proses Leaching Nikel Laterit Pomalaa dalam Suasana Asam pada Kondisi Atmosferis ini bertujuan untuk mempelajari mekanisme dan mengevaluasi model shrinking core dalam proses leaching nikel laterit Pomalaa. Secara umum, penelitian ini dibagi menjadi 2 (dua) tahap, yaitu tahap leaching nikel laterit dengan menggunakan asam sulfat atau asam nitrat pada berbagai kondisi dan tahap analisis sampel. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Rekayasa Reaksi Kimia, Program Studi Teknik Kimia, Universitas Katolik Parahyangan Bahan dan Alat Bahan Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah nikel laterit jenis limonit dan saprolit yang berasal dari Pomalaa, Sulawesi Tenggara, asam sulfat, asam nitrat, dan akuades Alat Alat utama yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 3.1. Keterangan: 1. Motor pengaduk 2. Pengaduk merkuri 3. Termometer 4. Labu leher tiga 5. Waterbath 6. Pendingin balik 7. Pengatur suhu 8. Tombol on/off Aliran air pendingin Gambar 3.1. Rangkaian alat proses leaching 17

18 Dalam melakukan penelitian ini, selain alat utama yang disajikan pada Gambar 3.1, peralatan lain yang digunakan adalah: 1. Oven 9. Petridish 2. Centrifuge 10. Pipet tetes 3. Mortar dan pestle 11. Pipet ukur 4. Neraca digital 12. Bola penghisap 5. Ayakan mesh 13. Penghisap asam 6. Corong gelas 14. Batang pengaduk 7. Gelas beaker 15. Botol sampel 8. Erlenmeyer 16. Sendok logam (spatula) 3.3. Cara Kerja Proses Leaching Nikel Laterit Rangkaian alat proses leaching dirangkai seperti pada Gambar Larutan asam (sulfat atau nitrat) 0,1 M sebanyak 300 ml dimasukkan ke dalam labu leher tiga untuk dipanaskan sampai suhu percobaan. Setelah suhu operasi tercapai, sampel nikel laterit sebanyak 60 gram (sesuai ukuran partikel yang ingin dicoba) dimasukkan ke dalam labu leher tiga. Waktu pemasukkan sampel nikel laterit ini akan tercatat sebagai waktu ke-0. Sampel analisis diambil sebanyak 5 ml setelah proses leaching berjalan selama 5, 10, 15, 30, 60, dan 120 menit. Gambar 3.2. Cara kerja proses leaching nikel laterit 18

19 Proses Analisis Sampel Sampel analisis (yang telah diambil dalam proses leaching) dilakukan proses pemisahan dengan centrifuge pada kecepatan rpm selama 10 menit. Supernatan diambil dan disimpan dalam botol sampel. Residu padatan dioven pada suhu 100 o C sampai kering. Supernatan dianalisis menggunakan alat AAS. Gambar 3.3. Cara kerja proses leaching nikel laterit 3.4. Metode Analisa Analisis Sampel Padat dan Sampel Cair Pada penelitian ini, beberapa proses pengujian terhadap sampel (padat dan cair) dilakukan dengan menggunakan alat instrumen di antaranya: 1. Pengujian kristalinitas terhadap sampel nikel laterit (sebelum proses leaching) dilakukan dengan menggunakan alat x-ray diffraction (XRD). 2. Pengujian komposisi terhadap sampel nikel laterit sebelum proses leaching dilakukan dengan menggunakan alat x-ray fluorescence (XRF). 3. Pengujian sampel cair hasil proses leaching dilakukan dengan menggunakan alat atomic absorption spectroscopy (AAS) Analisis Data Data analisa yang telah diperoleh dari proses analisis sampel dengan menggunakan alat AAS diolah hingga diperoleh nilai persentase recovery nikel. Persentase recovery nikel merupakan persentase perbandingan konsentrasi nikel yang terukur dalam sampel cair 19

20 dengan konsentrasi nikel awal yang terkandung dalam sampel nikel laterit. Penentuan persentase recovery nikel dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut: dengan : α = persentase recovery nikel, % C po C p α = C p C po. 100% (eq. 3.1) = konsentrasi nikel awal yang terkandung dalam sampel nikel laterit, ppm = konsentrasi nikel yang terukur dalam fase cair, ppm Setelah nilai persentase recovery nikel diperoleh, tahapan verifikasi model matematis (model shrinking core) dilakukan dengan mengaplikasikan persamaan (2.3), (2.4), (2.5) Variabel Penelitian Variabel bebas merupakan variabel yang akan diamati/dipelajari dalam suatu studi penelitian. Pada penelitian kali ini, variabel bebas yang digunakan adalah: a. Suhu operasi : 30, 60, 85 o C b. Ukuran partikel : , , +200 mesh 20

21 BAB IV JADWAL PELAKSANAAN Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 (dua) tahap, yaitu tahap leaching nikel laterit dan tahap analisis sampel. Dalam melakukan penelitian ini, kebutuhan orang per minggu dapat dilihat pada Tabel 4.1.berikut : Tabel 4.1. Alokasi orang dan waktu kerja per kegiatan per minggu No Kegiatan Jumlah Orang Waktu (jam per minggu) 1. Persiapan alat dan bahan Analisis sampel awal Leaching nikel laterit Analisis sampel Pengolahan data analisis Penyusunan laporan 3 4 Jadwal pelaksanaan penelitian ini disajikan pada Tabel

22 Tabel 4.2. Jadwal pelaksanaan kegiatan penelitian No Kegiatan Persiapan alat dan bahan Analisis sampel awal Leaching nikel laterit Analisis sampel Pengolahan data analisis Penyususnan laporan Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November

23 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Nikel Laterit Jenis nikel laterit yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis limonit dan saprolit yang berasal dari Pomalaa, Provinsi Sulawesi Tenggara. Kedua jenis sampel ini diuji komponen penyusun sampelnya dengan menggunakan alat x-ray fluorescence (XRF). Hasil pengujian ditampilkan pada Tabel 5.1 sebagai berikut: Tabel 5.1. Komposisi nikel laterit jenis limonit dan saprolit Pomalaa Unsur Persentase Massa Limonit Saprolit Fe 79,80 29,68 Si 6,31 16,72 Mg 0,94 7,55 Ni 2,93 3,63 Cr 2,84 1,25 Co 0,13 0,12 Tabel 5.1. menunjukkan bahwa kedua sampel nikel laterit tersebut didominasi oleh unsur besi (Fe) dan silikon (Si). Kandungan nikel dalam sampel limonit lebih kecil dibanding dengan sampel saprolit, yaitu sebesar 2,93 dan 3,63%. Pada umumnya, hal ini sesuai dengan spesifikasi nikel laterit berdasarkan lapisan tanah tersebut di mana semakin dalam posisi tanah, maka semakin tinggi pula kandungan nikelnya Pengaruh Suhu terhadap Persentase Recovery Nikel Suhu merupakan salah satu faktor yang penting untuk menghasilkan recovery nikel yang optimum. Peranan suhu dalam proses akan mempengaruhi kecepatan proses leaching nikel laterit berlangsung. Pada penelitian ini, suhu divariasikan pada 30, 60, dan 85 o C di mana kondisi operasi lainnya dijaga konstan pada konsentrasi asam sebesar 0,1 M, rasio padatan-cairan sebesar 20% massa sampel/volume larutan, dan ukuran partikel sebesar mesh. Hasil penelitian yang diperoleh disajikan pada Gambar 5.1 sebagai berikut: 23

24 Persen recovery nikel (%) Persentase Recovery Nikel (%) K 333 K 358 K (a) Waktu leaching (menit) Waktu (menit) Gambar 5.1. Pengaruh suhu terhadap persentase recovery nikel dengan menggunakan (a) asam nitrat dan (b) asam sulfat 303 K 333 K 358 K (b) Gambar 5.1. menunjukkan kecenderungan data bahwa semakin tinggi suhu operasi yang digunakan, maka semakin tinggi pula nilai persentase recovery nikel. Hal ini menandakan bahwa proses leaching nikel laterit diaktivasi oleh suhu. Penggunaan suhu yang semakin tinggi akan menyebabkan kemungkinan tumbukan antarmolekul akan semakin tinggi sehingga tahapan pembentukan produk nikel nitrat dan nikel sulfat juga akan semakin tinggi. Apabila kedua data penelitian dibandingkan persentase recovery nikelnya, penggunaan asam sulfat memiliki nilai recovery yang jauh lebih tinggi. Fenomena ini dapat terjadi karena jumlah ion hidrogen (H + ) yang terdapat pada asam sulfat lebih banyak (2 kali) daripada asam nitrat. Hal ini akan mengakibatkan semakin banyak ion H + yang akan bereaksi dengan senyawa NiO dan membentuk produk (sesuai dengan persamaan 2.1 dan 2.2). Perbedaan kedua data yang sangat signifikan ini dimungkinkan juga terjadi karena bentuk kristal nikel yang berbeda di antara nikel laterit jenis limonit dan saprolit. 24

25 Persentase recovery Persentase Recovery Nikel (%) 5.3. Pengaruh Ukuran Partikel terhadap Persentase Recovery Nikel Seperti halnya dengan parameter suhu, ukuran partikel juga merupakan salah satu parameter penting untuk mengilustrasikan tentang kinetika proses leaching nikel laterit. Hal ini disebabkan variasi ukuran partikel akan menunjukkan pengaruh proses difusi pada partikel nikel laterit. Pada penelitian ini, ukuran partikel divariasikan pada , , dan -200 mesh sedangkan kondisi operasi lainnya dijaga konstan pada konsentrasi asam sebesar 0,1 M, rasio padatan-cairan sebesar 20% massa sampel/volume larutan, dan suhu 85 o C. Hasil penelitian yang diperoleh disajikan pada Gambar 5.2. sebagai berikut: mesh mesh -200 mesh Waktu leaching (menit) (a) mesh mesh -200 mesh Waktu (menit) (b) Gambar 5.2. Pengaruh ukuran partikel terhadap persentase recovery nikel dengan menggunakan (a) asam nitrat dan (b) asam sulfat Pada dasarnya, semakin kecil ukuran partikel yang digunakan, maka semakin tinggi nilai persentase recovery nikel yang dihasilkan. Akan tetapi, kecenderungan data pada Gambar 5.2. kurang menunjukkan hasil yang sesuai dengan teori. Sebagai contoh, pada Gambar 5.2(a), penggunaan ukuran partikel terbesar ( mesh) justru memberikan hasil 25

26 1-(3*(1-X)^0.67)+2*(1-X) recovery nikel yang maksimum. Fenomena ini dimungkinkan karena kandungan nikel awal dalam setiap run penelitian berbeda-beda, meskipun massa nikel laterit yang digunakan sama. Hal ini dapat terjadi mengingat bahwa nikel laterit merupakan bahan alam di mana setiap posisi yang berbeda dimungkinkan memiliki kandungan nikel yang berbeda pula Evaluasi Model Shrinking Core Tahapan evaluasi kevalidan model shrinking core terhadap data penelitian dilakukan dengan menggunakan persamaan 2.3 sampai dengan 2.5. Sebagai contoh, hasil simulasi yang digunakan dalam subbab ini adalah data penelitian dengan menggunakan asam sulfat di mana lapisan abu yang sangat mempengaruhi proses leaching. Hasil simulasi disajikan pada Gambar 5.3 sebagai berikut: y = 2E-05x R² = y = 6E-06x R² = y = 3E-05x R² = Waktu (menit) 303 K 333 K 358 K Gambar 5.3. Hasil simulasi dengan menggunakan model shrinking core Gambar 5.3 menunjukkan data yang cukup baik, meskipun seluruh nilai R 2 -nya di bawah nilai 0,9. Akan tetapi, jika dilihat lebih detail, pengaplikasian model shrinking core terhadap data penelitian memiliki sedikit penyimpangan. Persamaan trendline yang diperoleh pada masing-masing suhu menunjukkan terdapat nilai intercept. Berdasarkan persamaan 2.4, nilai intercept tidak nampak dalam persamaan tersebut. Penyimpangan ini akan mengakibatkan bahwa ketika waktu sebesar 0 menit, maka nilai fraksi recovery nikel pada waktu tersebut tidak sama dengan 0. Hal ini menjadikan data simulasi tidak sesuai dengan kenyataan yang ada di mana ketika proses belum berjalan, belum ada produk nikel sulfat yang terbentuk (nilai recovery masih 0). Tahap simulasi terhadap data percobaan dilanjutkan dengan cara menyesuaikan model sesuai dengan persamaan 2.4 di mana tidak ada nilai intercept. Hasil simulasi menunjukkan 26

27 Fraksi Recovery Nikel Fraksi Recovery Nikel bahwa nilai R 2 dapat dikatakan tidak baik karena titik awalnya dimulai dari 0 ketika proses belum berjalan. Hasil simulasi ini tersaji pada Gambar Data Percobaan Data Simulasi SCM dengan Intercept 0,y Data Simulasi SCM dengan Intercept 0, Waktu (menit) Gambar 5.4. Hasil simulasi dengan intercept 0,y dan 0,0 dengan menggunakan asam sulfat Gambar 5.4 menunjukkan bahwa hasil simulasi model shrinking core dengan intercept 0,0 memberikan kesesuaian data yang lebih baik. Hasil yang serupa juga diberikan ketika asam nitrat digunakan sebagai leachant Waktu (menit) Data Percobaan Data Simulasi SCM dengan intercept 0,y Data Simulasi SCM dengan Intercept 0,0 Gambar 5.5. Hasil simulasi dengan intercept 0,y dan 0,0 dengan menggunakan asam nitrat 27

28 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Semakin tinggi suhu yang digunakan, maka semakin tinggi pula nilai persentase recovery nikel yang diperoleh. 2. Pada dasarnya, kecenderungan nilai persentase recovery nikel semakin meningkat apabila ukuran partikel yang digunakan semakin kecil. 3. Model shrinking core pada intercept 0,0 lebih sesuai dengan penurunan persamaan model tersebut dan memberikan hasil yang lebih masuk akal Saran Saran yang diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Penyusunan model matematis yang lebih kompleks perlu dilakukan sehingga model terbaik untuk menggambarkan fenomena proses leaching nikel laterit dapat terbentuk, misalnya penyusunan model di mana tahap difusi internal dan tahap reaksi mempengaruhi proses. 2. Analisa sampel terhadap kandungan logam-logam lainnya, seperti Fe, Mg, Co, dan lainnya perlu dilakukan juga. 28

29 DAFTAR PUSTAKA Agacayak, T., Zedef, V., 2012, Dissolution kinetics of a lateritic nickel ore in sulphuric acid medium, Ročník, 17, Asy ari, M.A., Hidayatullah, R., Zulfadli, A., 2013, Geologi dan estimasi sumberdaya nikel laterit menggunakan metode ordinary kriging di PT. Aneka Tambang, Tbk, Jurnal INTEKNA Tahun XIII, 1, Astuti, W., Hirajima, T., Sasaki, K., Okibe, N., 2015, Kinetics of nickel extraction from Indonesian saprolitic ore by citric acid leaching under atmospheric pressure, Minerals & Metallurgical Processing, 42, Astuti, W., Hirajima, T., Sasaki, K., Okibe, N., 2016, Comparison of effectiveness of citric acid and other acids in leaching of low-grade Indonesian saprolitic ores, Minerals Engineering, 85, Dalvi, A.D, Bacon, W.G., Osborne, R.C., 2004, The past and the future of nickel laterites, PDAC 2004 International Convention, Trade Show, & Investors Exchange. Fan, X., Xing, W., Dong, H., Zhao, J., Wu, Y., Li, B., Tong, W., Wu, X., 2013, Factors research on the influence of leaching rate of nickel and cobalt from waste superalloys with sulfuric acid, International Journal of Nonferrous Metallurgy, 2, Fogler, H.S., 2006, Elements of chemical reaction engineering, 4 th ed., Pearson Education, Inc., Massachusetts. Girgin, I, Obut, A., Üçyildiz, A., 2011, Dissolution behavior of a Turkish lateritic ore, Minerals Engineering, 24, Keong, T.W., 2003, Bioleaching of heavy metals from Electronic Scrap Material (ESM) by Aspergillus niger and Penicillium simplicissimum, Thesis, National University of Singapore. Kusuma, G.D., 2012, Pengaruh reduksi roasting dan konsentrasi leaching asam sulfat terhadap recovery nikel dari bijih limonite, Skripsi, Universitas Indonesia. Kyle, J., 2010, Nickel laterite processing technologies Where to next?, ALTA 2010 Nickel/Cobalt/Copper Conference, Perth, Mei Levenspiel, O., 1999, Chemical reaction engineering, 3 rd ed., John Wiley & Sons, Inc., New York. Li, S., 1999, Study of nickeliferrous laterite reduction, Thesis, McMaster University. McDonald, R.G., Whittington, B.I., 2008, Atmospheric acid leaching of nickel laterites review : Part I. Sulphuric acid technologies, Hydrometallurgy, 91,

30 McDonald, R.G., Whittington, B.I., 2008, Atmospheric acid leaching of nickel laterites review : Part II. Chloride and bio-technologies, Hydrometallurgy, 91, McKenzie, D.I., Denys, L., dan Buchanan, A., 1987, The solubilization of nickel, cobalt, and iron from laterites by means of organic chelating acids at low ph, Int. J. Miner. Process, 21, Shofi, A.S., 2003, Pembuatan nickel pig iron (NPI) dari bijih nikel laterit Indonesia menggunakan blast furnace LIPI di UPT Balai Pengolaha Mineral Lampung-LIPI, Laporan Akhir Insentif Riser SINas Simate, G.S., Ndlovu, S., Walubita, L.F., 2010, The fungal and chemolithotrophic leaching of nickel laterites Challenges and opportunities, Hydrometallurgy, 103, Sutisna, D.T., Sunuhadi, D.N., Pujobroto, A., Herman, D.Z., 2006, Perencanaan eksplorasi cabakan nikel laterit di daerah Wayamli, Teluk Buli, Halmahera Timur sebagai model perencanaan eksplorasi cebakan nikel laterit di Indonesia, Buletin Sumber Daya Geologi Volume 1 Nomor 3, Thubakgale, C.K., Mbaya, R.K.K., Kabongo, K., 2012, Leaching behavior of a low-grade South African nickel laterite, International Journal of Chemical, Molecular, Nuclear, Materials, and Metallurgical Engineering, 6, Tzeferis, P.G., 1994, Leaching of a low grade hematitic laterite ore using fungi and biologically produced acid metabolites, Int. J. Miner. Process, 42, U.S. Geological Survey, 2010, Nickel-cobalt laterites : A deposit model, Scientific Investigations Report. Valix, M., Usai, F., Malik, R., 2001, Fungal bio-leaching of low grade laterite ores, Minerals Engineering, 14, Wanta, K.C., Perdana, I, dan Petrus, H.T.B.M, 2016, Evaluation of shrinking core model in leaching of Pomalaa nickel laterite using citric acid as leachant at atmospheric conditions, Second International Conference on Chemical Engineering (ICCE) UNPAR, IOP Conf. Series : Materials Science and Engineering, 162. Wanta, K.C., 2016, Kinetika proses leaching nikel laterit Pomalaa dengan menggunakan asam sitrat sebagai leachant, Tesis, Universitas Gadjah Mada. 30

JURNAL REKAYASA PROSES. Uji Validitas Model Shrinking Core terhadap Pengaruh Konsentrasi Asam Sitrat dalam Proses Leaching Nikel Laterit

JURNAL REKAYASA PROSES. Uji Validitas Model Shrinking Core terhadap Pengaruh Konsentrasi Asam Sitrat dalam Proses Leaching Nikel Laterit JURNAL REKAYASA PROSES Volume 11 No.1, 2017, hal.30-35 Journal homepage: http://journal.ugm.ac.id/jrekpros Uji Validitas Model Shrinking Core terhadap Pengaruh Konsentrasi Asam Sitrat dalam Proses Leaching

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nikel merupakan logam berwarna perak keputihan yang mempunyai kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Nikel merupakan logam berwarna perak keputihan yang mempunyai kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mineral logam merupakan kekayaan alam tak terbarukan yang mempunyai peranan penting sebagai penopang perekonomian Indonesia. Salah satu mineral logam yang banyak dimanfaatkan

Lebih terperinci

PELINDIAN NIKEL DAN BESI PADA MINERAL LATERIT DARI KEPULAUAN BULIHALMAHERA TIMUR DENGAN LARUTAN ASAM KLORIDA

PELINDIAN NIKEL DAN BESI PADA MINERAL LATERIT DARI KEPULAUAN BULIHALMAHERA TIMUR DENGAN LARUTAN ASAM KLORIDA SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VII Penguatan Profesi Bidang Kimia dan Pendidikan Kimia Melalui Riset dan Evaluasi Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan P.MIPA FKIP UNS Surakarta, 18 April

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang perindustrian. Salah satu konsumsi nikel yang paling besar adalah sebagai

BAB I PENDAHULUAN. bidang perindustrian. Salah satu konsumsi nikel yang paling besar adalah sebagai BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Nikel merupakan salah satu bahan penting yang banyak dibutuhkan dalam bidang perindustrian. Salah satu konsumsi nikel yang paling besar adalah sebagai bahan baku pembuatan

Lebih terperinci

PERILAKU PELARUTAN LOGAM NIKEL DAN BESI DARI BIJIH NIKEL KADAR RENDAH SULAWESI TENGGARA

PERILAKU PELARUTAN LOGAM NIKEL DAN BESI DARI BIJIH NIKEL KADAR RENDAH SULAWESI TENGGARA PERILAKU PELARUTAN LOGAM NIKEL DAN BESI DARI BIJIH NIKEL KADAR RENDAH SULAWESI TENGGARA Solihin 1,* dan F. Firdiyono 2 1 Pusat Penelitian Geoteknologi-LIPI Komplek LIPI, Jl. Sangkuriang, Bandung 2 Pusat

Lebih terperinci

PENINGKATAN KADAR NIKEL BIJIH LIMONIT MELALUI PROSES REDUKSI SELEKTIF DENGAN VARIASI WAKTU DAN PERSEN REDUKTOR

PENINGKATAN KADAR NIKEL BIJIH LIMONIT MELALUI PROSES REDUKSI SELEKTIF DENGAN VARIASI WAKTU DAN PERSEN REDUKTOR PENINGKATAN KADAR NIKEL BIJIH LIMONIT MELALUI PROSES REDUKSI SELEKTIF DENGAN VARIASI WAKTU DAN PERSEN REDUKTOR Muhammad Ikhwanul Hakim 1,a, Andinnie Juniarsih 1, Iwan Setiawan 2 1 Jurusan Teknik Metalurgi,

Lebih terperinci

BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT

BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT 5.1. Genesa Lateritisasi Proses lateritisasi mineral nikel disebabkan karena adanya proses pelapukan. Pengertian pelapukan menurut Geological Society Engineering Group Working

Lebih terperinci

METALURGI Available online at

METALURGI Available online at Metalurgi (2016) 1: 1-68 METALURGI Available online at www.ejurnalmaterialmetalurgi.com STUDI KINETIKA PELINDIAN BIJIH NIKEL LIMONIT DARI PULAU HALMAHERA DALAM LARUTAN ASAM NITRAT M. Zaki Mubarok* dan

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 ALAT DAN BAHAN Pada penelitian ini alat-alat yang digunakan meliputi: 1. Lemari oven. 2. Pulverizing (alat penggerus). 3. Spatula/sendok. 4. Timbangan. 5. Kaca arloji

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini didahului dengan perlakuan awal bahan baku untuk mengurangi pengotor yang terkandung dalam abu batubara. Penentuan pengaruh parameter proses dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik

BAB I PENDAHULUAN. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Nikel laterit adalah produk residual pelapukan kimia pada batuan ultramafik. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku

Lebih terperinci

PELINDIAN PASIR BESI MENGGUNAKAN METODE ELEKTROLISIS

PELINDIAN PASIR BESI MENGGUNAKAN METODE ELEKTROLISIS PELINDIAN PASIR BESI MENGGUNAKAN METODE ELEKTROLISIS Rizky Prananda(1410100005) Dosen Pembimbing Dosen Penguji : Suprapto, M.Si, Ph.D : Ita Ulfin S.Si, M.Si Djoko Hartanto, S.Si, M.Si Drs. Eko Santoso,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian batubara sebagai sumber energi telah menjadi salah satu pilihan di Indonesia sejak harga bahan bakar minyak (BBM) berfluktuasi dan cenderung semakin mahal.

Lebih terperinci

SURVEI GEOLISTRIK METODE RESISTIVITAS UNTUK INTERPRETASI KEDALAMAN LAPISAN BEDROCK DI PULAU PAKAL, HALMAHERA TIMUR

SURVEI GEOLISTRIK METODE RESISTIVITAS UNTUK INTERPRETASI KEDALAMAN LAPISAN BEDROCK DI PULAU PAKAL, HALMAHERA TIMUR SURVEI GEOLISTRIK METODE RESISTIVITAS UNTUK INTERPRETASI KEDALAMAN LAPISAN BEDROCK DI PULAU PAKAL, HALMAHERA TIMUR Roswita, Lantu a, Syamsuddin b Program Studi Geofisika Jurusan Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

MAJALAH METALURGI (2015) 3: Available online at

MAJALAH METALURGI (2015) 3: Available online at MAJALAH METALURGI (2015) 3: 115-124 Available online at www.ejurnalmaterialmetalurgi.com STUDI PERILAKU PELINDIAN BIJIH BESI NIKEL LIMONIT DARI PULAU HALMAHERA DALAM LARUTAN ASAM NITRAT Muhammad Wildanil

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian Tahapan penelitian secara umum tentang pemanfaatan daun matoa sebagai adsorben untuk menyerap logam Pb dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1. Preparasi

Lebih terperinci

Abstrak. 1. Pendahuluan. 2. Penelitian

Abstrak. 1. Pendahuluan. 2. Penelitian Perolehan Kembali kel Dari Limbah Baterai -MH Dengan Metode Leaching H 2 S 4 Dan Ekstraksi Cair-Cair Menggunakan Ekstraktan Cyanex 272 Dalam Pelarut Kerosin Ir. Yuliusman, M.Eng dan Andhy Laksono Departemen

Lebih terperinci

Hariadi Aziz E.K

Hariadi Aziz E.K IMMOBILISASI LOGAM BERAT Cd PADA SINTESIS GEOPOLIMER DARI ABU LAYANG PT. SEMEN GRESIK Oleh: Hariadi Aziz E.K. 1406 100 043 Pembimbing: Ir. Endang Purwanti S,M.T. Lukman Atmaja, Ph.D. MIND MAP LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA NANOSILIKA PASIR Anggriz Bani Rizka (1110 100 014) Dosen Pembimbing : Dr.rer.nat Triwikantoro M.Si JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR 3.1 Genesa Endapan serta Hubungannya dengan Pelapukan

BAB III TEORI DASAR 3.1 Genesa Endapan serta Hubungannya dengan Pelapukan BAB III TEORI DASAR 3.1 Genesa Endapan serta Hubungannya dengan Pelapukan Banyak dari mineral bijih, terutama mineral sulfida dan sulfosalt terbentuk pada lingkungan yang tereduksi serta pada temperatur

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian konversi lignoselulosa jerami jagung (corn stover) menjadi 5- hidroksimetil-2-furfural (HMF) dalam media ZnCl 2 dengan co-catalyst zeolit,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian tentang konversi biomassa kulit durian menjadi HMF dalam larutan ZnCl 2 berlangsung selama 7 bulan, Januari-Agustus 2014, yang berlokasi

Lebih terperinci

UJI KINERJA LARUTAN HCL PADA PROSES LEACHING LOGAM KOBALT DARI LIMBAH BATERAI LITHIUM-ION. Yuliusman dan Muhammad Resya Hidayatullah

UJI KINERJA LARUTAN HCL PADA PROSES LEACHING LOGAM KOBALT DARI LIMBAH BATERAI LITHIUM-ION. Yuliusman dan Muhammad Resya Hidayatullah UJI KINERJA LARUTAN HCL PADA PROSES LEACHING LOGAM KOBALT DARI LIMBAH BATERAI LITHIUM-ION Yuliusman dan Muhammad Resya Hidayatullah Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Depok

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK DASAR PENENTUAN KADAR NIKEL SECARA GRAVIMETRI. Pembimbing : Dra. Ari Marlina M,Si. Oleh.

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK DASAR PENENTUAN KADAR NIKEL SECARA GRAVIMETRI. Pembimbing : Dra. Ari Marlina M,Si. Oleh. LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK DASAR PENENTUAN KADAR NIKEL SECARA GRAVIMETRI Pembimbing : Dra. Ari Marlina M,Si Oleh Kelompok V Indra Afiando NIM 111431014 Iryanti Triana NIM 111431015 Lita Ayu Listiani

Lebih terperinci

Material dengan Kandungan Karbon Tinggi dari Pirolisis Tempurung Kelapa untuk Reduksi Bijih Besi

Material dengan Kandungan Karbon Tinggi dari Pirolisis Tempurung Kelapa untuk Reduksi Bijih Besi Material dengan Kandungan Karbon Tinggi dari Pirolisis Tempurung Kelapa untuk Reduksi Bijih Besi Anton Irawan, Ristina Puspa dan Riska Mekawati *) Jurusan Teknik Kimia, Fak. Teknik, Universitas Sultan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tahun 2011 di Laboratorium riset kimia makanan dan material untuk preparasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tahun 2011 di Laboratorium riset kimia makanan dan material untuk preparasi BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitiaan Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September tahun 2011 di Laboratorium riset kimia makanan dan material untuk preparasi

Lebih terperinci

KARAKTERISASI PELINDIAN PRODUK PEMANGGANGAN ALKALI (FRIT) DALAM MEDIA AIR DAN ASAM SULFAT

KARAKTERISASI PELINDIAN PRODUK PEMANGGANGAN ALKALI (FRIT) DALAM MEDIA AIR DAN ASAM SULFAT KARAKTERISASI PELINDIAN PRODUK PEMANGGANGAN ALKALI (FRIT) DALAM MEDIA AIR DAN ASAM SULFAT Vanessa I. Z. Nadeak 1, Suratman 2, Soesaptri Oediyani 3 [1]Mahasiswa Jurusan Teknik Metalurgi Universitas Sultan

Lebih terperinci

Intisari. Abstractt. merupakan. Nikel. pada tahun. dan juga pengembang nikel juga. nikel untuk. nikel di waktu, dimana. laterit ke.

Intisari. Abstractt. merupakan. Nikel. pada tahun. dan juga pengembang nikel juga. nikel untuk. nikel di waktu, dimana. laterit ke. MAJALAH METALURGI (2015) 2: 71-80 Available online at www.ejournalmaterialmetalurgi.com KINETIKA REAKSI PELARUTAN NIKEL DARI KALSIN NIKEL LATERITL Rudi Subagja* dan F. Firdiyono Pusat Penelitian Metalurgi

Lebih terperinci

Bab IV Pengolahan dan Analisis Data

Bab IV Pengolahan dan Analisis Data BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri atas dua data, yaitu data primer yang meliputi data mentah sebagai data utama dalam pengolahan data, sedangkan data

Lebih terperinci

PELINDIAN BIJIH NIKEL LATERIT SULAWESI TENGGARA DALAM MEDIA ASAM SULFAT

PELINDIAN BIJIH NIKEL LATERIT SULAWESI TENGGARA DALAM MEDIA ASAM SULFAT PROSIDING PEMAPARAN HASIL PENELITIAN PUSAT PENELITIAN GEOTEKNOLOGI LIPI TAHUN 2014 Peran Penelitian Geoteknologi untuk Menunjang Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia PELINDIAN BIJIH NIKEL LATERIT SULAWESI

Lebih terperinci

ADSORPSI NIKEL DAN KOBALT PADA RESIN PENUKAR ION LEWATIT MONOPLUS TP 207 XL DALAM BEBERAPA LARUTAN SULFAT

ADSORPSI NIKEL DAN KOBALT PADA RESIN PENUKAR ION LEWATIT MONOPLUS TP 207 XL DALAM BEBERAPA LARUTAN SULFAT ADSORPSI NIKEL DAN KOBALT PADA RESIN PENUKAR ION LEWATIT MONOPLUS TP 207 XL DALAM BEBERAPA LARUTAN SULFAT Frideni G.F, G. A Wisma, M.Z. Mubarok, dan S. Purwadaria Program Studi Sarjana Teknik Metalurgi,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 ANALISIS MINEROLOGI DAN KOMPOSISI KIMIA BIJIH LIMONITE Tabel 4.1. Komposisi Kimia Bijih Limonite Awal Sampel Ni Co Fe SiO 2 CaO MgO MnO Cr 2 O 3 Al 2 O 3 TiO 2 P 2 O 5 S

Lebih terperinci

RECOVERY NIKEL DARI BIJIH LIMONITE TEREDUKSI OLEH LEACHING AMONIUM BIKARBONAT SKRIPSI

RECOVERY NIKEL DARI BIJIH LIMONITE TEREDUKSI OLEH LEACHING AMONIUM BIKARBONAT SKRIPSI RECOVERY NIKEL DARI BIJIH LIMONITE TEREDUKSI OLEH LEACHING AMONIUM BIKARBONAT SKRIPSI Oleh SUGANTA HANDARU S 04 04 04 0682 DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI & MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA GENAP

Lebih terperinci

Recovery Logam Ag Menggunakan Resin Penukar Ion

Recovery Logam Ag Menggunakan Resin Penukar Ion PRAKTIKUM PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI Recovery Logam Ag Menggunakan Resin Penukar Ion Pembimbing : Endang Kusumawati, MT Disusun Oleh : IndraPranata R 091431013 Irena Widelia 091431014 Irma Ariyanti 091431015

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA 1113016200027 ABSTRAK Larutan yang terdiri dari dua bahan atau lebih disebut campuran. Pemisahan kimia

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan tahapan isolasi selulosa dan sintesis CMC di Laboratorium Kimia Organik

Lebih terperinci

3. Metodologi Penelitian

3. Metodologi Penelitian 3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2015 di Laboratorium

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2015 di Laboratorium 23 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2015 di Laboratorium Kimia Anorganik/Fisik FMIPA Universitas Lampung. Penyiapan alga Tetraselmis sp

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI ASAM TERHADAP KADAR NIKEL PADA PROSES LEACHING MINERAL GOETHITE DAN KARAKTERISASI SUSEPTIBILITAS MAGNETIKNYA

PENGARUH KONSENTRASI ASAM TERHADAP KADAR NIKEL PADA PROSES LEACHING MINERAL GOETHITE DAN KARAKTERISASI SUSEPTIBILITAS MAGNETIKNYA PENGARUH KONSENTRASI ASAM TERHADAP KADAR NIKEL PADA PROSES LEACHING MINERAL GOETHITE DAN KARAKTERISASI SUSEPTIBILITAS MAGNETIKNYA ABSTRAK Afidatun Najah, Abdulloh Fuad, Nandang Mufti Jurusan FMIPA UniversitasNegeri

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015 BAB III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari Bulan Januari sampai dengan bulan Juni 2015 yang meliputi kegiatan di lapangan dan di laboratorium. Lokasi pengambilan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian dilaksanakan sejak bulan Februari hingga Agustus 2015. Ekstraksi hemin dan konversinya menjadi protoporfirin dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendirian Pabrik Indonesia merupakan suatu negara yang sangat subur dan kaya akan hasil pertanian serta perikanannya, selain hal tersebut Indonesia memiliki aset

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dimulai pada tanggal 1 April 2016 dan selesai pada tanggal 10 September 2016. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen

Lebih terperinci

KINETIKA REAKSI PEMBENTUKAN KALIUM SULFAT DARI EKSTRAK ABU JERAMI PADI DENGAN ASAM SULFAT

KINETIKA REAKSI PEMBENTUKAN KALIUM SULFAT DARI EKSTRAK ABU JERAMI PADI DENGAN ASAM SULFAT Pramitha Ariestyowati: Kinetika reaksi pembentukan kalium sulfat dari ekstrak abu jerami padi dengan asam sulfat KINETIKA REAKSI PEMBENTUKAN KALIUM SULFAT DARI EKSTRAK ABU JERAMI PADI DENGAN ASAM SULFAT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada 4 April 2016 sampai 16 Agustus 2016. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Riset Kimia Material dan Hayati Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat dan keterbatasan persediaan energi yang tak terbarukan menyebabkan pemanfaatan energi yang tak terbarukan harus diimbangi

Lebih terperinci

PEMBUATAN NICKEL PIG IRON (NPI) DARI BIJIH NIKEL LATERIT INDONESIA MENGGUNAKAN MINI BLAST FURNACE

PEMBUATAN NICKEL PIG IRON (NPI) DARI BIJIH NIKEL LATERIT INDONESIA MENGGUNAKAN MINI BLAST FURNACE MT-66 0404: Widi Astuti dkk. PEMBUATAN NICKEL PIG IRON (NPI) DARI BIJIH NIKEL LATERIT INDONESIA MENGGUNAKAN MINI BLAST FURNACE Widi Astuti 1) Zulfiadi Zulhan 2) Achmad Shofi 1) Kusno Isnugroho 1) Fajar

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Tahapan Penelitian Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap pelaksanaan yang secara umum digambarkan oleh bagan alir di bawah ini: MULAI Pengambilan sample Lumpur Sidoardjo

Lebih terperinci

GRAVIMETRI PENENTUAN KADAR FOSFAT DALAM DETERJEN RINSO)

GRAVIMETRI PENENTUAN KADAR FOSFAT DALAM DETERJEN RINSO) LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK GRAVIMETRI PENENTUAN KADAR FOSFAT DALAM DETERJEN RINSO) NAMA : KARMILA (H311 09 289) FEBRIANTI R LANGAN (H311 10 279) KELOMPOK : VI (ENAM) HARI / TANGGAL : JUMAT / 22 MARET

Lebih terperinci

Universitas Gadjah Mada 36

Universitas Gadjah Mada 36 5) Pelapukan 5.1) Pelapukan Fisik Pelapukan secara umum mengacu pada sekelompok proses dengan mana batuan permukaan terpecah belah menjadi partikel-partikel halus atau terlarutkan ke dalam air karena pengaruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai. bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif.

I. PENDAHULUAN. Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai. bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif. Hal ini karena alumina memiliki sifat fisis

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan januari hingga maret 2008 percobaan skala 500 mililiter di laboratorium kimia analitik Institut Teknologi Bandung. III.2

Lebih terperinci

PENGAMATAN UNSUR GEOKIMIA BATUAN ULTRAMAFIK DI DAERAH PERTAMBANGAN PT. BINTANG DELAPAN MINERAL

PENGAMATAN UNSUR GEOKIMIA BATUAN ULTRAMAFIK DI DAERAH PERTAMBANGAN PT. BINTANG DELAPAN MINERAL Pengamatan Unsur Geokimia Batuan Ultramafik (Jance Murdjani Supit dan Muhammad Amril Asy ari) PENGAMATAN UNSUR GEOKIMIA BATUAN ULTRAMAFIK DI DAERAH PERTAMBANGAN PT. BINTANG DELAPAN MINERAL Jance Murdjani

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Juni 2015 di Balai Besar

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Juni 2015 di Balai Besar 30 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Juni 2015 di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut Lampung untuk pengambilan biomassa alga porphyridium

Lebih terperinci

Pulp dan kayu - Cara uji kadar lignin - Metode Klason

Pulp dan kayu - Cara uji kadar lignin - Metode Klason Standar Nasional Indonesia ICS 85.040 Pulp dan kayu - Cara uji kadar lignin - Metode Klason Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN FLUX DOLOMITE PADA PROSES CONVERTING PADA TEMBAGA MATTE MENJADI BLISTER

PENGARUH PENAMBAHAN FLUX DOLOMITE PADA PROSES CONVERTING PADA TEMBAGA MATTE MENJADI BLISTER JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-xxxx Print) 1 PENGARUH PENAMBAHAN FLUX DOLOMITE PADA PROSES CONVERTING PADA TEMBAGA MATTE MENJADI BLISTER Girindra Abhilasa dan Sungging

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pengujian dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Instrumen Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN. Pengujian dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik Instrumen Jurusan 27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Januari sampai September 2012 di Laboratorium Riset Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Pendidikan Indonesia.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 LOKASI PENELITIAN Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Analisa dan Laboratorium Proses Industri Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Sumatera

Lebih terperinci

ENDAPAN MAGMATIK Kromit, Nikel sulfida, dan PGM

ENDAPAN MAGMATIK Kromit, Nikel sulfida, dan PGM ENDAPAN MAGMATIK Kromit, Nikel sulfida, dan PGM Adi Prabowo Jurusan Teknik Geologi Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta MENDALA METALOGENIK (Metallogenic Province) suatu area yang dicirikan oleh

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Endapan nikel laterit di Pulau Gee terbentuk akibat dari proses pelindian pada batuan ultrabasa. Air hujan yang mengandung CO 2 dari udara meresap ke bawah sampai ke

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan bulan Oktober 2011 di Laboratorium Kimia Analitik, Laboratorium Kimia Organik

Lebih terperinci

BAB III. KONDISI UMUM PT. INCO SOROWAKO

BAB III. KONDISI UMUM PT. INCO SOROWAKO 11 BAB III. KONDISI UMUM PT. INCO SOROWAKO 3.1. Letak Daerah Penelitian Sorowako merupakan daerah yang dikelilingi oleh tiga buah danau, yaitu Danau Matano, Danau Towuti dan Danau Mahalona. Sorowako terletak

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Fisher Indicator Universal Hotplate Stirrer Thermilyte Difraktometer Sinar-X Rigaku 600 Miniflex Peralatan Gelas Pyrex

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perak Nitrat Perak nitrat merupakan senyawa anorganik tidak berwarna, tidak berbau, kristal transparan dengan rumus kimia AgNO 3 dan mudah larut dalam alkohol, aseton dan air.

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai salah satu negara yang mempunyai sumber daya alam yang sangat besar, Indonesia mempunyai kesempatan untuk mengembangkan segala potensi yang ada yang seyogyanya

Lebih terperinci

BAB III BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September

BAB III BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September BAB III BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan September tahun 2011 di Laboratorium Riset kimia makanan dan material, untuk

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MATERIAL SEMEN BERBAHAN DASAR INSINERASI LIMBAH RUMAH SAKIT DENGAN TEKNOLOGI HIDROTERMAL

PENGEMBANGAN MATERIAL SEMEN BERBAHAN DASAR INSINERASI LIMBAH RUMAH SAKIT DENGAN TEKNOLOGI HIDROTERMAL PENGEMBANGAN MATERIAL SEMEN BERBAHAN DASAR INSINERASI LIMBAH RUMAH SAKIT DENGAN TEKNOLOGI HIDROTERMAL Ade Ramos Ferdinand *, Agus Tri Prasetyo, Athanasius Priharyoto Bayuseno Magister Teknik Mesin, Fakultas

Lebih terperinci

3 Percobaan. Untuk menentukan berat jenis zeolit digunakan larutan benzena (C 6 H 6 ).

3 Percobaan. Untuk menentukan berat jenis zeolit digunakan larutan benzena (C 6 H 6 ). 3 Percobaan 3.1 Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan Bahan yang digunakan untuk menyerap ion logam adalah zeolit alam yang diperoleh dari daerah Tasikmalaya, sedangkan ion logam yang diserap oleh zeolit adalah berasal

Lebih terperinci

PEMBUANTAN NIKEL DMG KIMIA ANORGANIK II KAMIS, 10 APRIL 2014

PEMBUANTAN NIKEL DMG KIMIA ANORGANIK II KAMIS, 10 APRIL 2014 PEMBUANTAN NIKEL DMG KIMIA ANORGANIK II KAMIS, 10 APRIL 2014 Disusun oleh : AMELIA DESIRIA KELOMPOK: Ma wah shofwah, Rista Firdausa Handoyo, Rizky Dayu utami, Yasa Esa Yasinta PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I. BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I.1 Latar Belakang Pasir besi merupakan salah satu sumber besi yang dalam

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Peralatan Peralatan yang digunakan dalam tahapan sintesis ligan meliputi laboratory set dengan labu leher tiga, thermolyne sebagai pemanas, dan neraca analitis untuk penimbangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan dan kemudian ditimbang. Penimbangan dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Rumus untuk perhitungan TSS adalah sebagai berikut: TSS = bobot residu pada kertas saring volume contoh Pengukuran absorbans

Lebih terperinci

LAMPIRAN. I. SKEMA KERJA 1. Pencucian Abu Layang Batubara

LAMPIRAN. I. SKEMA KERJA 1. Pencucian Abu Layang Batubara LAMPIRAN I. SKEMA KERJA 1. Pencucian Abu Layang Batubara 87 2. Proses Leaching dari Abu Layang Batubara 10,0028 gr abu Layang yang telah dicuci - dimasukkan ke dalam gelas beker - ditambahkan 250 ml larutan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai dengan bulan Oktober 2013 di Laboratorium Kimia Riset Material dan Makanan serta di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Proses Industri Kimia dan Laboratorium Operasi Teknik Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik,,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium penelitian jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel kulit

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan mulai 1 Agustus 2009 sampai dengan 18 Januari 2010 di Laboratorium SBRC (Surfactant and Bioenergy Research Center) LPPM IPB dan Laboratorium

Lebih terperinci

LOGO. Stoikiometri. Tim Dosen Pengampu MK. Kimia Dasar

LOGO. Stoikiometri. Tim Dosen Pengampu MK. Kimia Dasar LOGO Stoikiometri Tim Dosen Pengampu MK. Kimia Dasar Konsep Mol Satuan jumlah zat dalam ilmu kimia disebut mol. 1 mol zat mengandung jumlah partikel yang sama dengan jumlah partikel dalam 12 gram C 12,

Lebih terperinci

A STUDY ON MANGANESE LEACHING FROM MANGANESE DIOXIDE ORES BY USING SULFURIC ACID

A STUDY ON MANGANESE LEACHING FROM MANGANESE DIOXIDE ORES BY USING SULFURIC ACID STUDI PELINDIAN MANGAN SECARA REDUKSI DENGAN MENGGUNAKAN LARUTAN ASAM SULFAT A STUDY ON MANGANESE LEACHING FROM MANGANESE DIOXIDE ORES BY USING SULFURIC ACID Ahmad Royani 1, Rudi Subagja 2 dan Azwar Manaf

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 16 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.1 berikut ini; Latar Belakang: Sebelum air limbah domestik maupun non domestik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SUPLEMEN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1 M HCl

PEMANFAATAN SUPLEMEN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1 M HCl PEMANFAATAN SUPLEMEN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1 M HCl Abdur Rozak 2709100004 Dosen Pembimbing : Budi Agung Kurniawan ST, M.sc. Latar Belakang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. di laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

III. METODOLOGI PENELITIAN. di laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam 30 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan Agustus 2011 di laboratorium Kimia Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

PROSES RE-EKSTRAKSI URANIUM HASIL EKSTRAKSI YELLOW CAKE MENGGUNAKAN AIR HANGAT DAN ASAM NITRAT

PROSES RE-EKSTRAKSI URANIUM HASIL EKSTRAKSI YELLOW CAKE MENGGUNAKAN AIR HANGAT DAN ASAM NITRAT ISSN 1979-2409 Proses Re-Ekstraksi Uranium Hasil Ekstraksi Yellow Cake Menggunakan Air Hangat dan Asam Nitrat (Torowati, Pranjono, Rahmiati dan MM. Lilis Windaryati) PRSES RE-EKSTRAKSI URANIUM HASIL EKSTRAKSI

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR ABU DAN MINERAL

ANALISIS KADAR ABU DAN MINERAL ANALISIS KADAR ABU DAN MINERAL OLEH KELOMPOK 8 1. NI WAYAN NIA ARISKA PURWANTI (P07134013010) 2. NI KADEK DWI ANJANI (P07134013021) 3. NI NYOMAN SRI KASIHANI (P07134013031) 4. GUSTYARI JADURANI GIRI (P07134013039)

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 10: Cara uji minyak nabati dan minyak mineral secara gravimetri

Air dan air limbah Bagian 10: Cara uji minyak nabati dan minyak mineral secara gravimetri Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 10: Cara uji minyak nabati dan minyak mineral secara gravimetri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang

Lebih terperinci

Laporan Praktikum TITRASI KOMPLEKSOMETRI Standarisasi EDTA dengan CaCO3

Laporan Praktikum TITRASI KOMPLEKSOMETRI Standarisasi EDTA dengan CaCO3 Laporan Praktikum TITRASI KOMPLEKSOMETRI Standarisasi EDTA dengan CaCO3 TITRASI KOMPLEKSOMETRI Standarisasi EDTA dengan CaCO3 I. Waktu / Tempat Praktikum : Rabu,15 Februari 2012 / Lab Kimia Jur. Analis

Lebih terperinci

STUDI KINETIKA PELINDIAN BIJIH MANGAN KADAR RENDAH DAERAH WAY KANAN LAMPUNG DENGAN MENGGUNAKAN MOLASES DALAM SUASANA ASAM

STUDI KINETIKA PELINDIAN BIJIH MANGAN KADAR RENDAH DAERAH WAY KANAN LAMPUNG DENGAN MENGGUNAKAN MOLASES DALAM SUASANA ASAM STUDI KINETIKA PELINDIAN IJIH MANGAN KADAR RENDAH DAERAH WAY KANAN LAMPUNG DENGAN MENGGUNAKAN MOLASES DALAM SUASANA ASAM Slamet Sumardi 1,*, Fika Rofiek Mufakhir 1, Agus udi Prasetyo 2 1 UPT. alai Pengolahan

Lebih terperinci

NURUL MU NISAH AWALIYAH ( ) 16 APRIL PENENTUAN KADAR SENYAWA KOMPLEKS NIKEL DMG (NiDMG) 2

NURUL MU NISAH AWALIYAH ( ) 16 APRIL PENENTUAN KADAR SENYAWA KOMPLEKS NIKEL DMG (NiDMG) 2 PEETUA KADAR SEYAWA KMPLEKS IKEL DMG (idmg) 2 urul Mu nisah Awaliyah, Amelia Rachmawati, Ummu Kalsum Andi Lajeng, Widya Kusuma ningrum, Ipa Ida Rosita. Pendidikan Kimia UI Syarif Hidayatullah Jakarta nurulmunisahawaliyah@gmail.com

Lebih terperinci

PROSES PEMURNIAN YELLOW CAKE DARI LIMBAH PABRIK PUPUK

PROSES PEMURNIAN YELLOW CAKE DARI LIMBAH PABRIK PUPUK PROSES PEMURNIAN YELLOW CAKE DARI LIMBAH PABRIK PUPUK Ngatijo, Rahmiati, Asminar, Pranjono Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir BATAN ABSTRAK PEMURNIAN YELLOW CAKE DARI LIMBAH PABRIK PUPUK. Telah dilakukan

Lebih terperinci

KINETIKA REAKSI HIDROLISA PATI DARI KULIT NANGKA DENGAN KATALISATOR ASAM CHLORIDA MENGGUNAKAN TANGKI BERPENGADUK

KINETIKA REAKSI HIDROLISA PATI DARI KULIT NANGKA DENGAN KATALISATOR ASAM CHLORIDA MENGGUNAKAN TANGKI BERPENGADUK KINETIKA REAKSI HIDROLISA PATI DARI KULIT NANGKA DENGAN KATALISATOR ASAM CHLORIDA MENGGUNAKAN TANGKI BERPENGADUK Indra B.K. 1), Retno D. 2) Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, UPN

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan tempat penelitian BAB III BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2014 di Laboratorium Kimia Universitas Medan Area. 3.2 Alat dan Bahan Alat Alat yang digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental Murni dengan rancangan eksperimental random atau disebut juga randomized pretest posttest control group

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Oktober 2015

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Oktober 2015 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Oktober 2015 di Laboratorium Kimia Analitik dan Kimia Organik Universitas Lampung.

Lebih terperinci

Bab 3 Metodologi Penelitian

Bab 3 Metodologi Penelitian Bab 3 Metodologi Penelitian Percobaan ini melewati beberapa tahap dalam pelaksanaannya. Langkah pertama yang diambil adalah mempelajari perkembangan teknologi mengenai barium ferit dari berbagai sumber

Lebih terperinci

Penentuan Kesadahan Dalam Air

Penentuan Kesadahan Dalam Air Penentuan Kesadahan Dalam Air I. Tujuan 1. Dapat menentukan secara kualitatif dan kuantitatif kation (Ca²+,Mg²+) 2. Dapat membuat larutan an melakukan pengenceran II. Latar Belakang Teori Semua makhluk

Lebih terperinci

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa

II. DESKRIPSI PROSES. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa II. DESKRIPSI PROSES A. Macam - Macam Proses Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dapat dihasilkan melalui beberapa proses sebagai berikut: 1. Proses Calcium Chloride-Sodium Carbonate Double Decomposition

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 17 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian konversi lignoselulosa tandan pisang menjadi 5-hidroksimetil-2- furfural (HMF) untuk optimasi ZnCl 2 dan CrCl 3 serta eksplorasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Oktober 2015

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Oktober 2015 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Oktober 2015 di Laboratorium Kimia Analitik dan Kimia Organik Universitas Lampung.

Lebih terperinci