BAB III TEORI DASAR 3.1 Genesa Endapan serta Hubungannya dengan Pelapukan
|
|
- Surya Kurniawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB III TEORI DASAR 3.1 Genesa Endapan serta Hubungannya dengan Pelapukan Banyak dari mineral bijih, terutama mineral sulfida dan sulfosalt terbentuk pada lingkungan yang tereduksi serta pada temperatur dan tekanan yang tinggi dibandingkan atmosfer. Saat mineral mineral ini muncul pada kondisi permukaan dimana terjadi pelapukan dan erosi, maka terjadi perubahan unsur kimia, membentuk mineral baru. Mengacu pada material, lingkungan, pergerakan, serta produk yang terlibat, pelapukan dapat menghancurkan endapan secara mekanis, melindikan satu atau lebih unsur yang bernilai, mendistribusikan ulang satu atau lebih komponen dari endapan menuju ke pengkayaan dan peningkatan nilai, serta mengalterasi mineralogi untuk membentuk produk baru dari unsur unsur yang hilang tersebut. Secara umum, proses pelapukan dapat melepas unsur unsur, mentransport, dan mengkonsentrasikan dengan mengendapkan ulang satu atau lebih elemen. Dan juga, pelapukan dapat mengkonversi material tidak berguna menjadi material yang bernilai, secara normal dengan merubah komposisi mineraloginya. Selain itu, pelapukan juga dengan mudah dapat membebaskan mineral aksesori yang resisten dengan mendisintegrasikan mineral pembentuk batuan di sekitarnya. Secara geologi, pelapukan didefinisikan sebagai perubahan material secara fisik dan kimiawi, terutama yang berada dalam lingkungan atmosfer. Hasil dari proses pelapukan ini berupa pecahan batuan batuan lepas yang menutupi permukaan bumi secara tidak teratur yang dinamakan regolith. Untuk itu, derajat pelapukan terukur dari profil tubuh tanah yang berkembang secara bertahap dari bawah ke atas yang berupa lapisan lapisan subhorizontal dan mempunyai sifat fisik dan kimia yang berbeda. Sifat yang berbeda ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti iklim, komposisi batuan dasar, topografi, vegetasi dan organisme serta waktu. 38
2 Proses pelapukannya sendiri terbagi atas dua, yaitu : Pelapukan mekanis ( mechanical weathering ) Faktor faktor yang mempengaruhi proses antara lain perkembangan rekahan ( sheeting joints ) yang berpengaruh pada tekanan batuan. Pertumbuhan kristal garam yang mengisi celah/rongga, tekanan es ( frost wedging ), pengaruh perbedaan suhu, serta pengaruh tumbuhan. Pelapukan kimia ( chemical weathering ) Dalam proses ini terjadi perubahan komposisi kimia mineral yang terlapukkan, yang dipengaruhi oleh faktor faktor seperti proses Hidrolisa, proses Leaching ( pencucian ) oleh air, proses Karbon, serta proses Oksidasi. Untuk pelapukan batuan pada singkapan atau bongkah, terlihat adanya lapisan tipis seperti kulit atau cangkang di permukaannya yang terlepas dari tubuh batuan tersebut. Proses ini dinamakan eksfoliasi. Eksfoliasi disebabkan oleh adanya differensial stress dalam batuan, terutama pelapukan kimia, misalnya feldspar yang lapuk menjadi mineral lempung. Di bawah permukaan tanah pelapukan kimia seringkali membuat hasil lapukannya melingkari batuan yang segar ( belum lapuk ). Air yang bergerak pada seluruh sisi permukaan batuan segar menjadikan batuan segarnya makin kecil dan membulat, dilingkari pelapukannya. Gejala ini dinamakan pelapukan mengulit bawang ( Spheroidal Weathering ). Untuk jenis dan struktur batuan tertentu, maka derajat pelapukannya dipengaruhi oleh mineral pembentuknya sesuai dengan Deret Reaksi Bowen. Untuk nikel laterit sendiri, endapannya merupakan hasil pelapukan fisik dan kimia yang dalam dari batuan induk jenis ultrabasa yang umumnya terbentuk pada iklim tropis sampai subtropis. Endapan bijih tersebut merupakan konsentrasi dari material yang berasal dari batuan induk. Sedangkan untuk istilah laterit itu sendiri merupakan hasil dari proses lateritisasi. Proses ini adalah perubahan komposisi kimia akibat dari iklim tropis dalam jangka waktu yang cukup lama dalam kondisi tektonik yang relatif stabil sehingga memungkinkan terbentuknya 39
3 regolith tebal dengan karakteristik tertentu (Trescases, in Butt and Zeegers, 1992). Proses ini melibatkan pecahnya mineral utama dan pelepasan sebagian komponen kimia ke air tanah, pelarutan komponen bergerak, konsentrasi komponen sisa yang tak bergerak atau yang tidak dapat terlarutkan, serta pembentukan mineral baru yang stabil dalam lingkungan. Efek dari perubahan mineral dan pergerakan khusus dari elemen yang terkait menghasilkan sebuah mantel berlapis material yang terkena pelapukan, melapisi batuan induk asalnya, yang biasa disebut dengan profil laterit. Tabel 3.1 mengurutkan efek utama dari perubahan kimia akibat iklim pada batuan secara umum dan bagaimana proses ini diterapkan pada batuan ultramafik. Prosesnya dinamis, teratur, dan hasil pelapisan keseluruhan yang dilihat pada profil laterit adalah sebuah gambaran singkat dari proses lateritisasi yang sedang berjalan. Lapisan terbawah mencerminkan tahap awal pelapukan batuan induk, dan tiap lapisan ke atas menggambarkan sebuah perubahan dari lapisan bawahnya, menunjukkan tahap proses yang tengah berlangsung. Tabel 3.1 proses pelapukan kimia dan efeknya pada batuan ultramafik (Butt and Zeegers, 1992 ) Proses umum Efek pada batuan ultramafic Larutnya unsur pokok bergerak (alkali dan alkali tanah) Pembentukan mineral sekunder stabil (Fe, Al-Oksida, Lempung) Pelarutan sebagian komponen yang lebih stabil (Silika, Alumina, Ti) Pergerakan dan pengendapan ulang sebagian unsur pokok yang dikendalikan Penahanan dan pemusatan residu tahan mineral (zircon, chromite, quartz) Pecahnya Olivine, Pyroxene, Serpentine dan larutnya Mg, Ni, Mn, Co Pembentukan Goethite, Smectite, penyerapan Ni dari larutan Pelarutan silika akibat iklim hutan hujan dan savana yang lembab Pengendapan oksida Mn dan penyerapan Ni dan Co dari larutan Pengentalan chromite sisa 40
4 Untuk kondisi tropis, dimana mineral mineral pada batuan ultramafik ( Olivin, Piroksen ) sangat tidak stabil, sehingga terbentuk lapisan penutup hasil pelapukan di atas batuan ultramafik. Secara umum, ciri khas pelapukan di daerah tropis adalah proses hidrolisa silikat melalui pelarutan alkali, alkali tanah dan silicon. Ion ion yang dapat dilarutkan akan berpindah pada pelarutan. Reaksi pertukaran yang penting dalam pada suatu formasi nikel laterit adalah adanya pertukaran ion Nikel dan Magnesium pada batuan Serpentin akibat aktivitas air tanah, seperti pada persamaan reaksi berikut ini : Mg3Si2O5( OH ) Ni (aq) + ++ Ni3Si2O5( OH ) 4 3 Mg (aq) (serpentin) (Ni-serpentin) Melalui penggantian Mg oleh Ni, kadar nikel dalam Ni-serpentin secara teoritis dapat mencapai maksimum 46.2 % berat, dan dalam Ni-talk mencapai maksimum 36.4 % berat. Dari beberapa data endapan nikel laterit diketahui kadar nikel dalam Ni-serpentin berkisar antara 7 s/d 25 % berat (Satsuma, 1975). %.-berat zone limonit atas kedalaman (m) zone limonit bawah zone pelindian zone saprolit atas zone saprolit tengah zone saprolit bawah Gambar 3.1 Zonasi pelapukan di atas batuan ultramafik, Lubang borc III-TB1511 endapan Ni-lateritik Gebe (Totok Darijanto, 1986) 41
5 Gambar di atas adalah penampang laterit pada endapan nikel laterit dari bawah ke atas berturut-turut adalah zona saprolit, zona pelindian, dan zona limonit (Gambar 3.1). Pada setiap zona juga dilengkapi dengan nama senyawa yang mungkin terdapat dan kandungan beratnya. Terlihat pada setiap zonasi bahwa Silika (SiO 2 ), Hematit (Fe 2 O 3 ), dan Mg-Oksida merupakan senyawa dominan, mencapai lebih dari 80%. Unsur Ni terkonsentrasi di zona saprolit dengan kandungan 4% berat. Selain itu, terkonsentrasi juga oksida Fe, Mn, Al dalam jumlah yang cukup besar di zona limonit. Hal ini merupakan kondisi yang paling umum dijumpai pada endapan laterit karena proses pelapukan batuan ultramafik akan menghasilkan senyawa oksida di bagian atas. Berlangsungnya pelapukan yang cukup intensif di satu lokasi akan mengoksidasi unsur-unsur dengan mobilitas lebih rendah seperti Fe, Mn, Al, Cr, dan Co. Oksidasi unsur-unsur ini akan lebih terkonsentrasi di dekat permukaan karena banyak berhubungan dengan faktor-faktor penyebab pelapukan. Selain itu, berlangsungnya pelapukan yang intensif juga akan memperangkap unsur-unsur yang lain pada zona-zona tertentu tergantung pada sifat kimia dan mobilitas unsurnya. Proses pelapukan dan lateritisasi di atas menghasilkan endapan nikel laterit yang terbagi atas 3 tipe endapan berdasarkan mineraloginya, adapun tipe endapannya adalah sebagai berikut : 1. Hydrous Mg Silikat Deposits Profil dari tipe ini secara vertikal dari bawah ke atas : Ore horizon pada zona saprolit ( Mg Ni Silikat ). Grade nikel berada antara 1.8% - 2.5%. Pada zona ini berkembang silika boxworks, vein, struktur relik, fracture dan grain boundaries dan dapat terbentuk mineral yang kaya akan kandungan nikel yaitu Garnierit ( max 40% Ni ). Ni terlarut ( leached ) dari fase limonit ( Fe Oksihidroksida ) terendapkan bersama mineral silikat hydrous atau mensubtitusi unsur Mg pada Serpentinit yang teralterasi ( Pelletier, 1996 ). Jadi, meskipun nikel laterit adalah produk pelapukan, 42
6 dapat dikatakan juga bahwa proses pengkayaan supergen sangat penting dalam pembentukan formasi dan nilai dari endapan hydrous silikat ini. 2. Clay Silikat Deposits Pada endapan ini, Si hanya sebagian terlarut melalui groundwater. Si yang tersisa akan bergabung dengan Fe, Ni, Al untuk membentuk mineral lempung seperti Ni-rich notronite pada bagian tengah profil saprolit. Nirich serpentin juga dapat digantikan oleh Smectite atau Kuarsa jika profil endapan ini tetap kontak dalam waktu yang lama dengan groundwater. Ni grade pada endapan ini lebih rendah dari hidrosilikat deposit ( 1.2%, Brand et all, 1998 ). 3. Oxide Deposits Tipe terakhir adalah oksida. Profil bawah menunjukkan protolith dari jenis Harzburgit Peridotit yang sangat rentan terhadap pelapukan terutama di daerah tropis. Di atasnya terbentuk saprolit dan mendekati permukaan terbentuk limonit dan ferricrete. Pada tipe endapan ini, nikel berasosiasi dengan Goethit ( FeOOH ) dan Mn oksida. 3.2 Grizzly Grizzly pada operasi penambangan nikel laterit ini merupakan alat untuk memisahkan material. Material yang diumpankan merupakan material yang berasal dari stockyard ETO ( Exportable Tansit Ore ). Dalam hal ini, bijih akan terpisah menjadi 2, yaitu bijih ( ore ) dengan ukuran -20cm, dan boulder ( waste ) dengan ukuran +20cm. Dalam hal ini, yang didefinisikan sebagai boulder adalah material hard yang berada di antara material yang soft pada zona laterit nikel, dan bukanlah skala butir Wentworth dan untuk selanjutnya istilah tersebut akan tetap digunakan sebagai boulder. Perubahan gradasional dari batuan dasar ( parent rock ), zona saprolit, menuju weathering zone disertai dengan berubahnya ukuran boulder secara gradasional 43
7 pula. Selain itu, spheroidal weathering ( pelapukan mengulit bawang ) yang terbentuk sepanjang joint dan fracture ( boulder saprolit ) juga memiliki ukuran yang berbeda bergantung pada tipe endapan dan kondisi faktor pembentukannya. Hal ini juga akan terimbas pada sebaran kadar Ni secara vertikal pada ukuran boulder tertentu. Dengan ukuran boulder yang semakin besar, hipotesa menyatakan bahwa kadar Ni akan semakin rendah. Hal ini dikarenakan ukuran batuan segar yang diselimuti oleh bagian yang lapuk semakin besar, sementara bagian lapuknya berukuran relatif tetap. Padahal, kadar Ni yang tinggi justru dimiliki oleh bagian lapuk tersebut. Tebal pelapukan tersebut dapat dikatakan sama mengingat kondisi pembentukan serta derajat pelapukan pada satu zona laterit secara lateral relatif sama. Batuan segar pada bagian boulder justru menjadi bagian pengotor yang mengurangi kadar Ni secara keseluruhan. Pada saat penambangan di front, boulder boulder yang terlepas dari zona saprolitnya ini akan diumpankan secara langsung ke grizzly. Mengingat ukuran dari grizzly tersebut yang terus menerus sama, bukan tidak mungkin bahwa pada boulder dengan kadar yang sebenarnya masih berada dalam kadar batas, justru terpisahkan dari keseluruhan material bijih sehingga mengurangi tonase bijih yang seharusnya didapat. Selain itu, pada kadar Ni yang rendah, ukuran tersebut juga akan menyebabkan masuknya boulder waste ke dalam fine ore. Batuan segar yang didefinisikan pada penelitian ini bukanlah batuan segar yang berupa bedrock, melainkan batuan setengah lapuk yang sudah terubah mineralnya namun belum mengalami pelapukan secara keseluruhan. Biasanya boulder seperti ini diketemukan pada zona lower saprolit dimana ukuran boulder sangat bervariasi. 44
8 Gambar 3.2 Penggunaan Grizzly sebagai alat pemisah boulder Untuk itu, ukuran alat grizzly sebagai screening haruslah mencermati hal hal di atas. Dengan ukuran screen yang tidak dinamis, maka kadar Ni yang di dapat dari boulder tidak dapat dikatakan efektif. Untuk selanjutnya, maka penelitian ini didasarkan pada hipotesa pelapukan di atas dan hubungannya dengan kadar Ni, mengacu pada ukuran boulder yang dinyatakan dalam fraksi fraksi yang meningkat secara gradasional dengan basis metrik ( cm ). 3.3 Cut-off Grade Cut-off Grade memiliki pengertian sebagai kadar rata rata minimum dari endapan bahan galian yang masih bernilai ekonomis untuk ditambang. Pada saat bijih yang terjual mencapai nilai ini, hal ini mengartikan bahwa profit yang diraih adalah minimum dengan cost recovery yang telah tercapai. Variabel dalam menentukan nilai Cut-off Grade ini antara lain adalah Harga Jual ( Price ), 45
9 revenue yang diinginkan, serta ongkos produksi yang dimiliki. Selain dari faktor teknis sebagai faktor utama, maka faktor non-teknis lainnya seperti legal, analisis lingkungan, dan stabilitas menjadi faktor yang perlu diperhitungkan. Seluruh faktor penentu di atas harus disesuaikan dengan kondisi paling aktual saat ini, yang menyebabkan nilai Cut-off Grade ini bersifat dinamis. Nilai Cut-off grade ini akan berpengaruh pada : 1. Penentuan jumlah cadangan dengan mendeliniasi antara ore dan waste 2. Perlu tidaknya pencampuran antara bijih berkadar rendah dengan yang tinggi. Sesuai dengan teori besar boulder, maka nilai kadar Ni sendiri akan berbanding terbalik dengan besar diameter boulder. Oleh karena itu, nilai Cut-off Grade ini tentu saja akan dicapai pada ukuran diameter boulder tertentu. Pada saat nilai ini dicapai, pada saat itulah jumlah tonase bijih akan mencapai nilai maksimum. 3.4 Metoda Statistik Dalam penentuan diameter boulder ini, diperlukan data tebal pelapukan pada bagian boulder. Data yang merupakan hasil pengamatan memiliki variasi yang tinggi pada jumlah yang cukup banyak. Oleh karena itu, pada tiap fraksi nilai tebal pelapukan ini akan dirata-ratakan untuk mendapat nilai yang mewakili tebal lapuk pada masing masing rentang fraksi. Untuk menghitung rata rata tebal lapuk pada tiap fraksi digunakan : t = n i n t i 46
10 Dengan : : Tebal rata rata lapuk tiap rentang fraksi ( cm ) t : Tebal lapuk pada setiap bagia pengamatan boulder ( cm ) n : jumlah data pengamatan. Metoda ini akan digunakan untuk menghitung kapasitas dari masing masing rentang fraksi yang akan mewakili ukuran dari bagian lapuk, bagian segar, serta keseluruhan dari boulder. 47
11 48
BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT
BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT 5.1. Genesa Lateritisasi Proses lateritisasi mineral nikel disebabkan karena adanya proses pelapukan. Pengertian pelapukan menurut Geological Society Engineering Group Working
Lebih terperinciBab IV Pengolahan dan Analisis Data
BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri atas dua data, yaitu data primer yang meliputi data mentah sebagai data utama dalam pengolahan data, sedangkan data
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN PUSTAKA
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Nikel Laterit Nikel laterit merupakan salah satu sumber nikel dan feronikel yang penting, dimana endapan ini merupakan hasil dari pelapukan intensif dari batuan ultrabasa pembawa
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI Pembentukan Zona Pada Endapan Nikel Laterit
BAB II DASAR TEORI 2.1. Genesa Endapan Nikel Laterit 2.1.1. Pembentukan Zona Pada Endapan Nikel Laterit Nikel laterit merupakan material dari regolit (lapisan yang merupakan hasil dari pelapukan batuan
Lebih terperinciEKSPLORASI ENDAPAN BIJIH NIKEL LATERIT
EKSPLORASI ENDAPAN BIJIH NIKEL LATERIT I. PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan galian merupakan salah satu sumber daya alam non hayati yang keterjadiannya disebabkan oleh proses proses geologi. Berdasarkan
Lebih terperinciBab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai salah satu negara yang mempunyai sumber daya alam yang sangat besar, Indonesia mempunyai kesempatan untuk mengembangkan segala potensi yang ada yang seyogyanya
Lebih terperinciENDAPAN MAGMATIK Kromit, Nikel sulfida, dan PGM
ENDAPAN MAGMATIK Kromit, Nikel sulfida, dan PGM Adi Prabowo Jurusan Teknik Geologi Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta MENDALA METALOGENIK (Metallogenic Province) suatu area yang dicirikan oleh
Lebih terperinciBab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Endapan nikel laterit di Pulau Gee terbentuk akibat dari proses pelindian pada batuan ultrabasa. Air hujan yang mengandung CO 2 dari udara meresap ke bawah sampai ke
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM
BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah PT. International Nickel Indonesia (PT. INCO) merupakan sebuah perusahaan tambang nikel terbesar di Indonesia dengan kapasitas produksi sekitar 165
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nikel merupakan salah satu unsur logam berwarna putih keperakan yang sangat bermanfaat dalam suatu kegiatan industri, biasanya nikel digunakan sebagai bahan paduan
Lebih terperinciBAB III. KONDISI UMUM PT. INCO SOROWAKO
11 BAB III. KONDISI UMUM PT. INCO SOROWAKO 3.1. Letak Daerah Penelitian Sorowako merupakan daerah yang dikelilingi oleh tiga buah danau, yaitu Danau Matano, Danau Towuti dan Danau Mahalona. Sorowako terletak
Lebih terperinciUniversitas Gadjah Mada 36
5) Pelapukan 5.1) Pelapukan Fisik Pelapukan secara umum mengacu pada sekelompok proses dengan mana batuan permukaan terpecah belah menjadi partikel-partikel halus atau terlarutkan ke dalam air karena pengaruh
Lebih terperinciBAB VI NIKEL LATERIT DI DAERAH PENELITIAN
BAB VI NIKEL LATERIT DI DAERAH PENELITIAN 6.1. Kondisi dan Penyebaran Singkapan. Geomorfologi daerah penelitian berupa perbukitan dan dataran. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap sebaran singkapan
Lebih terperinciResiduAL CONCENTRATION OLEH : ARSYIL M. (D IKA ASTUTI (D VICTOR J. P. (D62112 ARAFAH P. (D RUDIANTOM (D
ResiduAL CONCENTRATION OLEH : ARSYIL M. (D621 12 005 IKA ASTUTI (D621 12 252 VICTOR J. P. (D62112 ARAFAH P. (D621 12 256 RUDIANTOM (D621 12 273 Syarat residual deposit dikatakan ekonomis ialah apabila
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Nikel laterit adalah produk residual pelapukan kimia pada batuan ultramafik. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik
Lebih terperinciPENENTUAN BESAR BOULDER UNTUK MENCAPAI NILAI CUT-OFF GRADE PADA OPERASI PENAMBANGAN NIKEL LATERIT DI TANJUNG BULI, HALMAHERA TIMUR, MALUKU UTARA
PENENTUAN BESAR BOULDER UNTUK MENCAPAI NILAI CUT-OFF GRADE PADA OPERASI PENAMBANGAN NIKEL LATERIT DI TANJUNG BULI, HALMAHERA TIMUR, MALUKU UTARA TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi
Lebih terperinciPENENTUAN BESAR BOULDER YANG EKONOMIS PADA OPERASI PENAMBANGAN NIKEL LATERIT DI MORONOPO, HALMAHERA TIMUR, MALUKU UTARA
PENENTUAN BESAR BOULDER YANG EKONOMIS PADA OPERASI PENAMBANGAN NIKEL LATERIT DI MORONOPO, HALMAHERA TIMUR, MALUKU UTARA TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Lebih terperinciBAB V PEMBAHASAN. 5.1 Penyusunan Basis Data Assay
BAB V PEMBAHASAN 5.1 Penyusunan Basis Data Assay Basis data Assay dan data informasi geologi adalah data data dasar di dalam proses permodelan dan estimasi sumberdaya bijih. Prosedur awal setelah data
Lebih terperinciIDENTIFIKASI SEBAAN NIKEL LATERIT DAN VOLUME BIJIH NIKEL DAERAH ANOA MENGGUNAKAN KORELASI DATA BOR
IDENTIFIKASI SEBAAN NIKEL LATERIT DAN VOLUME BIJIH NIKEL DAERAH ANOA MENGGUNAKAN KORELASI DATA BOR Eltrit Bima Fitrian*, Dr.Muh.Altin Massinai.MT.Surv, Dra.Maria,M.Si Program Studi Geofisika Jurusan Fisika
Lebih terperinciCitra LANDSAT Semarang
Batuan/Mineral Citra LANDSAT Semarang Indonesia 5 s/d 7 km 163 m + 2 km QUARRY BARAT LAUT Tidak ditambang (untuk green belt) muka airtanah 163 m batas bawah penambangan (10 m dpl) 75-100 m dpl Keterangan
Lebih terperinciBAB III BASIS DAN EVALUASI DATA
BAB III BASIS DAN EVALUASI DATA 3.1. Basis Data Basis data yang digunakan adalah data yang diperoleh langsung dari hasil pemboran eksplorasi untuk kemudian dilakukan verifikasi data dan pengolahan data
Lebih terperinciKARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB
KARAKTERISTIK TANAH Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB Pendahuluan Geosfer atau bumi yang padat adalah bagian atau tempat dimana manusia hidup dan mendapatkan makanan,, mineral-mineral
Lebih terperinciBab II Tinjauan Umum BAB II TINJAUAN UMUM. 2.1 Keadaan Umum Lokasi dan Ketersampaian Daerah
BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Keadaan Umum 2.1.1 Lokasi dan Ketersampaian Daerah Lokasi dari daerah penambangan nikel laterit di daerah Tanjung Buli Epa secara administratif terletak di daerah Kecamatan Maba
Lebih terperinciGEOLOGI DAN STUDI PENGARUH BATUAN DASAR TERHADAP DEPOSIT NIKEL LATERIT DAERAH TARINGGO KECAMATAN POMALAA, KABUPATEN KOLAKA PROPINSI SULAWESI TENGGARA
GEOLOGI DAN STUDI PENGARUH BATUAN DASAR TERHADAP DEPOSIT NIKEL LATERIT DAERAH TARINGGO KECAMATAN POMALAA, KABUPATEN KOLAKA PROPINSI SULAWESI TENGGARA Ernita Nukdin Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN
Lebih terperinciEKSPLORASI ENDAPAN BAUKSIT
EKSPLORASI ENDAPAN BAUKSIT PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan galian merupakan salah satu sumber daya alam non hayati yang keterjadiannya disebabkan oleh proses proses geologi. Berdasarkan keterjadian dan
Lebih terperinciIntegrasi SIG dan citra ASTER BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nikel laterit adalah produk residual pelapukan kimia pada batuan ultramafik. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik tersingkap
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM. 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah
BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi Penelitian yaitu Pulau Gee yang merupakan daerah operasi penambangan Nikel milik PT. ANTAM Tbk yang terletak di Kecamatan Maba Selatan, Kabupaten
Lebih terperinciTambang Terbuka (013)
Tambang Terbuka (013) Abdullah 13.31.1.350 Fakultas Teknik Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Pejuang Republik Indonesia Makassar 2013 Pendahuluan Aturan utama dari eksploitasi tambang adalah memilih
Lebih terperinciBAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel
Lebih terperinciACARA IX MINERALOGI OPTIK ASOSIASI MINERAL DALAM BATUAN
ACARA IX MINERALOGI OPTIK I. Pendahuluan Ilmu geologi adalah studi tentang bumi dan terbuat dari apa itu bumi, termasuk sejarah pembentukannya. Sejarah ini dicatat dalam batuan dan menjelaskan bagaimana
Lebih terperinciPENGAMATAN UNSUR GEOKIMIA BATUAN ULTRAMAFIK DI DAERAH PERTAMBANGAN PT. BINTANG DELAPAN MINERAL
Pengamatan Unsur Geokimia Batuan Ultramafik (Jance Murdjani Supit dan Muhammad Amril Asy ari) PENGAMATAN UNSUR GEOKIMIA BATUAN ULTRAMAFIK DI DAERAH PERTAMBANGAN PT. BINTANG DELAPAN MINERAL Jance Murdjani
Lebih terperinciII. PEMBENTUKAN TANAH
Company LOGO II. PEMBENTUKAN TANAH Dr. Ir. Mohammad Mahmudi, MS Arief Darmawan, S.Si., M.Sc Isi A. Konsep pembentukan tanah B. Faktor pembentuk tanah C. Proses pembentukan tanah D. Perkembangan lapisan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Nikel merupakan logam berwarna perak keputihan yang mempunyai kemampuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mineral logam merupakan kekayaan alam tak terbarukan yang mempunyai peranan penting sebagai penopang perekonomian Indonesia. Salah satu mineral logam yang banyak dimanfaatkan
Lebih terperinciINVENTARISASI ENDAPAN NIKEL DI KABUPATEN KONAWE, PROVINSI SULAWESI TENGGARA
INVENTARISASI ENDAPAN NIKEL DI KABUPATEN KONAWE, PROVINSI SULAWESI TENGGARA Moe tamar Kelompok Program Penelitian Mineral SARI Kegiatan ini dimaksudkan untuk mencari data primer maupun data sekunder potensi
Lebih terperinciPEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP
PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PENGERTIAN TANAH Pedosfer berasal dari bahasa latin yaitu pedos = tanah, dan sphera = lapisan. Pedosfer yaitu lapisan kulit bumi yang tipis yang letaknya
Lebih terperinciBab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi
Bab II. Kriteria Geologi dalam Eksplorasi II.1. Kriteria Geologi Kriteria geologi merupakan gejala yang mengendalikan terdapatnya endapan mineral dan pengetahuan ini bertujuan melokalisir daerah yang mempunyai
Lebih terperinciTANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd
TANAH / PEDOSFER OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd 1.Definisi Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral organic, air, udara
Lebih terperinciDAFTAR ISI SARI... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... xvii. DAFTAR LAMPIRAN... xviii BAB I PENDAHULUAN...
DAFTAR ISI SARI... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... v vi vii x xiv DAFTAR TABEL... xvii DAFTAR LAMPIRAN... xviii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi
Lebih terperinciPEMETAAN GEOLOGI NIKEL LATERIT DAERAH SP UNIT 25 DAN SEKITARNYA KECAMATAN TOILI BARAT, KABUPATEN BANGGAI, PROPINSI SULAWESI TENGAH
PEMETAAN GEOLOGI NIKEL LATERIT DAERAH SP UNIT 25 DAN SEKITARNYA KECAMATAN TOILI BARAT, KABUPATEN BANGGAI, PROPINSI SULAWESI TENGAH Geni Dipatunggoro Laboratorium Geologi Teknik, Fakultas Teknik Geologi,
Lebih terperinciBAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN. Tabel V.1 Batasan Kadar Zona Endapan Nikel Laterit. % berat Ni % berat Fe % berat Mg. Max Min Max Min Max Min
BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1. Penentuan Zona Endapan Nikel Laterit Penentuan zona endapan nikel laterit dilakukan setelah preparasi data selesai dimana zona dikonstruksi berdasarkan parameter yang
Lebih terperinciAPLIKASI STATISTIK KOMPONEN UTAMA LOGAM BERAT PADA KOLAM PENGENDAPAN TAMBANG NIKEL LATERIT KONAWE UTARA SULAWESI TENGGARA
PROSIDING TPT XXIII PERHAPI 2014 1 APLIKASI STATISTIK KOMPONEN UTAMA LOGAM BERAT PADA KOLAM PENGENDAPAN TAMBANG NIKEL LATERIT KONAWE UTARA SULAWESI TENGGARA Adi Tonggiroh*) Muhardi Mustafa**) Asri Jaya
Lebih terperinciJTM Vol. XVI No. 3/2009
JTM Vol. XVI No. 3/2009 HUBUNGAN KEMIRINGAN LERENG DAN MORFOLOGI DALAM DISTRIBUSI KETEBALAN HORIZON LATERIT PADA ENDAPAN NIKEL LATERIT : STUDI KASUS ENDAPAN NIKEL LATERIT DI PULAU GEE DAN PULAU PAKAL,
Lebih terperinciDASAR-DASAR ILMU TANAH WIJAYA
DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 2.1 Penggolongan Batuan Menurut Lingkungan Pembentukan : 1. Batuan Beku (Batuan Magmatik) 2. Batuan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Beton Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan semen hidrolik (Portland Cement), agregat kasar, agregat halus, air dan bahan tambah. Nawy (1995), dalam
Lebih terperinciTanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala
Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang
Lebih terperinciJakarta, Januari 2014 Penulis. Sari Agustini
KATA PENGANTAR Allhamdulillah, puji syukur hanya kepada Allah yang telah meridhoi penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan laporan penelitian dalam bentuk Tesis ini. Shallawat dan salam semoga
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun
Lebih terperinciTINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN
BAB III TINJAUAN UMUM DAERAH PENELITIAN 3.1 Tambang Zeolit di Desa Cikancra Tasikmalaya Indonesia berada dalam wilayah rangkaian gunung api mulai dari Sumatera, Jawa, Nusatenggara, Maluku sampai Sulawesi.
Lebih terperinciBAB I: PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN
BAB I: PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pulau Bangka memiliki batuan granitik yang melampar luas dengan beberapa variasi sifat (Cobbing et al., 1992). Granit di Pulau Bangka merupakan bagian
Lebih terperinciDOMAIN GEOLOGI SEBAGAI DASAR PEMODELAN ESTIMASI SUMBERDAYA NIKEL LATERIT PERBUKITAN ZAHWAH, SOROWAKO, KABUPATEN LUWU TIMUR, PROVINSI SULAWESI SELATAN
DOMAIN GEOLOGI SEBAGAI DASAR PEMODELAN ESTIMASI SUMBERDAYA NIKEL LATERIT PERBUKITAN ZAHWAH, SOROWAKO, KABUPATEN LUWU TIMUR, PROVINSI SULAWESI SELATAN Deni Hernandi 1, Mega Fatimah Rosana 2, Agus Didit
Lebih terperinciDASAR-DASAR ILMU TANAH
DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2011 PEMBENTUKAN TANAH 2.1 Penggolongan Batuan Menurut Lingkungan Pembentukan : 1. Batuan Beku (Batuan Magmatik)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I.
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I.1 Latar Belakang Pasir besi merupakan salah satu sumber besi yang dalam
Lebih terperinciANALISIS PELAPUKAN SERPENTIN DAN ENDAPAN NIKEL LATERIT DAERAH PALLANGGA KABUPATEN KONAWE SELATAN SULAWESI TENGGARA
PROS ID I NG 0 HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK ANALISIS PELAPUKAN SERPENTIN DAN ENDAPAN NIKEL LATERIT DAERAH PALLANGGA KABUPATEN KONAWE SELATAN SULAWESI TENGGARA Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik
Lebih terperinciEKSPLORASI SUMBER DAYA MINERAL ENDAPAN NIKEL LATERIT
EKSPLORASI SUMBER DAYA MINERAL ENDAPAN NIKEL LATERIT I. Pendahuluan Nikel merupakan unsur logam dengan simbol Ni dan nomor atom 28. Karakteristik nikel yang tahan karat menjadikan komoditas logam ini sangat
Lebih terperinciLATERITISASI NIKEL PULAU PAKAL, KAB. HALMAHERA SELATAN PROVINSI MALUKU UTARA
LATERITISASI NIKEL PULAU PAKAL, KAB. HALMAHERA SELATAN PROVINSI MALUKU UTARA Heru Sigit Purwanto & Sari Agustini Program Pascasarjana Teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta ABSTRACT Laterite nickel study
Lebih terperinci2.1 Pelapukan Lateritik pada Batuan Ultramafik
BAB II DASAR TEORI 2.1 Pelapukan Lateritik pada Batuan Ultramafik Ciri pelapukan di daerah tropis adalah proses hidrolisa melalui pelarutan alkali, alkali tanah dan silika. Pada kondisi tersebut, mineral
Lebih terperinci, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh
TINJAUAN PUSTAKA Penggenangan Tanah Penggenangan lahan kering dalam rangka pengembangan tanah sawah akan menyebabkan serangkaian perubahan kimia dan elektrokimia yang mempengaruhi kapasitas tanah dalam
Lebih terperinciTPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN
TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 07 SUMBERDAYA MINERAL Sumberdaya Mineral Sumberdaya mineral merupakan sumberdaya yang diperoleh dari hasil ekstraksi batuan atau pelapukan p batuan (tanah). Berdasarkan
Lebih terperinciKESUBURAN TANAH DAN NUTRISI TANAMAN
KESUBURAN TANAH DAN NUTRISI TANAMAN Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman mengenai Pembentukan Tanah Entisol Yang disusun oleh: Agung Abdurahmansyah Anggita
Lebih terperinciProsiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST) Periode III ISSN: X Yogyakarta, 3 November 2012
ANALISIS DATA EKSPLORASI BIJIH NIKEL LATERIT UNTUK ESTIMASI CADANGAN DAN PERANCANGAN PIT PADA PT. TIMAH EKSPLOMIN DI DESA BALIARA KECAMATAN KABAENA BARAT KABUPATEN BOMBANA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Woro
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Kimia Abu Terbang PLTU Suralaya Abu terbang segar yang baru diambil dari ESP (Electrostatic Precipitator) memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh
15 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh Contoh yang diambil dari alam merupakan contoh zeolit dengan bentuk bongkahan batuan yang berukuran besar, sehingga untuk dapat dimanfaatkan harus diubah ukurannya
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia
Lebih terperinciKata kunci : batuan ultramafik, laterit nikel, serpentinisasi
ATLAS MINERAL DAN BATUAN ENDAPAN NIKEL Oleh : Sukaesih/Nip. 196409121990032001 Sari Laterit nikel merupakan hasil pelapukan batuan ultramafik. Batuan ultramafik berkomposisi olivin, piroksen, kaya akan
Lebih terperinciLaterit. mineral jejak : Au. Mg, Li Ca, Mg, Na. Ca, Cs, K, Na, Rb. Mo, Ni, Zn, S
Laterit 1. Formasi Laterit Laterit didefinisikan sebagai produk dihasilkan dari pelapukan kuat pada daerah-daerah tropis, lembab, hangat kaya akan lempung kalolinit sebagai oksida oksihidroksida dari Fe
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Dalam pandangan teknik sipil, tanah adalah himpunan material, bahan organik, dan endapan-endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak di atas batuan dasar (bedrock).
Lebih terperinciOKSIDA GRANIT DIORIT GABRO PERIDOTIT SiO2 72,08 51,86 48,36
PENGERTIAN BATUAN BEKU Batuan beku atau sering disebut igneous rocks adalah batuan yang terbentuk dari satu atau beberapa mineral dan terbentuk akibat pembekuan dari magma. Berdasarkan teksturnya batuan
Lebih terperinciPlease download full document at Thanks
SOAL 1. Sebutkan 5 pembentuk tanah! 2. Jelaskan pengaruh bahan induk terhadap tanah yang terbentuk! 3. Jelaskan pengaruh iklim terhadap tanah yang terbentuk! 4. Apa peranan organisme termasuk manusi terhadap
Lebih terperinciAPLIKASI METODE RESISTIVITAS DAN PENENTUAN SONA SUPERGENE ENRICHMENT ENDAPAN NIKEL LATERIT KOTA BAUBAU PROVINSI SULAWESI TENGGARA
PROSIDING TPT XXV PERHAPI 2016 1 APLIKASI METODE RESISTIVITAS DAN PENENTUAN SONA SUPERGENE ENRICHMENT ENDAPAN NIKEL LATERIT KOTA BAUBAU PROVINSI SULAWESI TENGGARA Oleh : Adi Tonggiroh 1) Asri Jaya HS 2)
Lebih terperinciBAB IV PENGOLAHAN KOMPOSIT ZONA, ANALISIS STATISTIK DAN PENYAJIAN DATA HASIL OLAHAN Konstruksi Zona Endapan dan Optimasi Zona
BAB IV PENGOLAHAN KOMPOSIT ZONA, ANALISIS STATISTIK DAN PENYAJIAN DATA HASIL OLAHAN 4.1. Konstruksi Zona Endapan dan Optimasi Zona Penentuan zana endapan dilakukan setelah data dianalisis secara statistik
Lebih terperinciBAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah
Kimia Tanah 23 BAB 3 KIMIA TANAH Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah A. Sifat Fisik Tanah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Awal dan Karakteristik Abu Batubara Abu batubara yang digunakan untuk penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu abu batubara hasil pembakaran di boiler tungku
Lebih terperincigeografi Kelas X PEDOSFER I KTSP & K-13 A. PROSES PEMBENTUKAN TANAH
KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami proses dan faktor pembentukan tanah. 2. Memahami profil,
Lebih terperinciPERILAKU GEOTEKNIK TANAH RESIDU TROPIK DAN VULKANIK
Dr.Eng. Agus S. Muntohar PENYELIDIKAN GEOTEKNIK PERILAKU GEOTEKNIK TANAH RESIDU TROPIK DAN VULKANIK Pertemuan ke-5 23-27 Maret 2015 Diadaptasi dari Wesley, L. (2009). Behaviour and geotechnical properties
Lebih terperinciDasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 03: Batuan & Tanah
Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 03: Batuan & Tanah Tanah Profil tanah Tanah yang kita ambil terasa mengandung partikel pasir, debu dan liat dan bahan organik terdekomposisi
Lebih terperinciPEMBENTUKAN TANAH PARANITA ASNUR
PEMBENTUKAN TANAH PARANITA ASNUR FAKTOR PEMBENTUKAN TANAH Iklim Faktor Lain Topogr afi Tanah Waktu Bahan Induk Organi sme Konsep Pembentukan Tanah Model proses terbuka Tanah merupakan sistem yang terbuka
Lebih terperinciDASAR-DASAR ILMU TANAH WIJAYA
DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 Bahan Penyusun Tanah Mineral 25% 5% 45% 25% Bhn Organik Bhn Mineral Udara Air 3.1 Bahan Mineral (Anorganik)
Lebih terperinciKARAKTERISTIK ENDAPAN NIKEL LATERIT PADA BLOK X PT. BINTANGDELAPAN MINERAL KECAMATAN BAHODOPI KABUPATEN MOROWALI PROVINSI SULAWESI TENGAH
KARAKTERISTIK ENDAPAN NIKEL LATERIT PADA BLOK X PT. BINTANGDELAPAN MINERAL KECAMATAN BAHODOPI KABUPATEN MOROWALI PROVINSI SULAWESI TENGAH Mubdiana Arifin 1, Sri Widodo 2, Anshariah 1 1. Jurusan Teknik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak memadai, dan kadar air tanah yang melebihi, Permasalahan umum yang sering dijumpai dalam pelaksanaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang sering terjadi pada proyek pembangunan jalan adalah terjadinya penurunan tanah timbunan jalan, sehingga terjadi kerusakan pada aspal. Terjadinya penurunan
Lebih terperinciTerbentuknya Batuan Sedimen
Partikel Sedimen Terbentuknya Batuan Sedimen Proses terbentuknya batuan sedimen dari batuan yang telah ada sebelumnya. Material yang berasal dari proses pelapukan kimiawi dan mekanis, ditransportasikan
Lebih terperinciBAB IV UBAHAN HIDROTERMAL
BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL 4.1 Pengertian Ubahan Hidrotermal Ubahan hidrotermal adalah proses yang kompleks, meliputi perubahan secara mineralogi, kimia, dan tekstur yang dihasilkan dari interaksi larutan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS
28 BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS 4.1 Kondisi Operasi Kondisi operasi dan informasi teknis dari sampel sesuai dengan data lapangan dapat dilihat pada Tabel 3.1, sedangkan posisi sample dapat dilihat
Lebih terperinciSemakin ke arah dacite, kandungan silikanya semakin besar.
Afinitas magma merupakan perubahan komposisi komposisi kimia yang terkandung didalam magma yang disebabkan oleh oleh adanya factor factor tertentu. Aktifitas aktifitas magma ini bisa berbeda satu sama
Lebih terperinciPEMBENTUKAN TANAH PARANITA ASNUR
PEMBENTUKAN TANAH PARANITA ASNUR Profil dan Solum Tanah Profil Tanah penampang melintang (vertikal) tanah yang terdiri aas lapisan tanah (solum) dan lapisan bahan induk Solum Tanah bagian dari profil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi di bidang pertambangan memerlukan jumlah dana yang sangat besar agar investasi yang akan dikeluarkan tersebut menguntungkan. Komoditas endapan mineral yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak digunakan di bidang otomotif, elektronik dan sebagainya. Endapan timah dapat ditemukan dalam bentuk bijih timah primer dan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Timah merupakan salah satu mineral ekonomis yang sangat penting dan potensial di dunia karena mempunyai manfaat yang sangat melimpah. Timah banyak digunakan di bidang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian yang sudah pernah dilakukan dan dapat di jadikan literatur untuk penyusunan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Ishaq Maulana
Lebih terperinciGambar 6. Daur Batuan Beku, Sedimen, dan Metamorf
Definisi Batuan Batuan adaiah kompleks/kumpulan dari mineral sejenis atau tak sejenis yang terikat secara gembur ataupun padat. Bedanya dengan mineral, batuan tidak memiliki susunan kimiawi yang tetap,
Lebih terperinciIstilah-istilah dalam Tambang Bawah Tanah
Istilah-istilah dalam Tambang Bawah Tanah 1.Shaft Shaft adalah suatu lubang bukaan vertical atau miring yang menghubungkan tambang bawah tanah dengan permukaan bumi dan berfungsi sebagai jalan pengangkutan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. komposisi utama berupa mineral-mineral aluminium hidroksida seperti gibsit,
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Bauksit adalah material yang berupa tanah atau batuan yang tersusun dari komposisi utama berupa mineral-mineral aluminium hidroksida seperti gibsit, buhmit dan diaspor.
Lebih terperinci48 INFO TEKNIK, Volume 12 No. 2, Desember 2011
48 INFO TEKNIK, Volume 12 No. 2, Desember 2011 IDENTIFIKASI POTENSI ENDAPAN BIJIH BESI LATERIT DI BAGIAN TENGAH PULAU SEBUKU, PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Nurhakim, M. Untung Dwiatmoko, Romla NH, Adip M.
Lebih terperinciA. BATUAN BEKU ULTRABASA (ULTRAMAFIK)
A. BATUAN BEKU ULTRABASA (ULTRAMAFIK) Batuan Beku Ultrabasa (Ultramafik) adalah batuan beku dan meta -batuan beku dengan sangat rendah kandungan silika konten (kurang dari 45%), umumnya > 18% Mg O, tinggi
Lebih terperinciDASAR ILMU TANAH. Materi 04: Pembentukan Tanah
DASAR ILMU TANAH Materi 04: Pembentukan Tanah Faktor Pembentuk Tanah Konsep Pembentukan Tanah model proses terbuka tanah merupakan sistem yang terbuka sewaktu-waktu tanah dapat menerima tambahan bahan
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Lumpur Sidoarjo
BAB IV PEMBAHASAN Pada bagian ini penulis akan membahas hasil percobaan serta beberapa parameter yang mempengaruhi hasil percobaan. Parameter-parameter yang berpengaruh pada penelitian ini antara lain
Lebih terperincibatuan, butiran mineral yang tahan terhadap cuaca (terutama kuarsa) dan mineral yang berasal dari dekomposisi kimia yang sudah ada.
DESKRIPSI BATUAN Deskripsi batuan yang lengkap biasanya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1. Deskripsi material batuan (atau batuan secara utuh); 2. Deskripsi diskontinuitas; dan 3. Deskripsi massa batuan.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor
II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya
Lebih terperinciBAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. GEOMORFOLOGI Daerah penelitian memiliki pola kontur yang relatif rapat dan terjal. Ketinggian di daerah penelitian berkisar antara 1125-1711 mdpl. Daerah penelitian
Lebih terperinciSTUDI PERBANDINGAN ANTARA METODE POLIGON DAN INVERSE DISTANCE PADA PERHITUNGAN CADANGAN Ni PT. CIPTA MANDIRI PUTRA PERKASA KABUPATEN MOROWALI
STUDI PERBANDINGAN ANTARA METODE POLIGON DAN INVERSE DISTANCE PADA PERHITUNGAN CADANGAN Ni PT. CIPTA MANDIRI PUTRA PERKASA KABUPATEN MOROWALI Sri Widodo 1, Anshariah 2, Fajar Astaman Masulili 2 1. P ro
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mendorong bertambahnya permintaan terhadap bahan baku dari barangbarang. industri. Zirkon merupakan salah satu bahan baku di dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bertambahnya permintaan terhadap barang-barang industri mendorong bertambahnya permintaan terhadap bahan baku dari barangbarang industri. Zirkon merupakan salah satu
Lebih terperinciMEKANIKA TANAH ASAL USUL TERBENTUKNYA TANAH. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224
MEKANIKA TANAH ASAL USUL TERBENTUKNYA TANAH UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENGERTIAN TANAH Apa itu tanah? Material yang terdiri dari
Lebih terperinci