BAB 1 PENDAHULUAN. Penelitian ini dilakukan untuk menelaah institusi lokal dalam pengelolaan

Transkripsi

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Penelitian ini dilakukan untuk menelaah institusi lokal dalam pengelolaan obyek wisata Volcano Lava Tour Merapi, 1 di Padukuhan Palemsari dan Padukuhan Pangukrejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, Yogyakarta sebagai usaha mereka memperbaiki kehidupan ekonomi pasca bencana erupsi Merapi tahun 2010 yang lalu. Argumen dasar penelitian ini adalah keberhasilan pengelolaan obyek wisata berbasis masyarakat dipengaruhi oleh institusi yang dimiliki masyarakat lokal. Pengelolaan obyek wisata ini menarik untuk diteliti karena masyarakat di dua padukuhan ini berhasil mengembangkan pariwisata berbasis masyarakat secara mandiri tanpa keterlibatan pihak pemerintah. Hal yang lebih menarik peneliti ialah bahwa masyarakat kedua padukuhan ini tidak mengenal konsep dan model pengembangan pariwisata berbasis masyarakat sebelumnya tetapi model pengelolaan yang mereka jalankan mengandung prinsip-prinsip community-based tourism. Melalui pendekatan institusionalisme penelitiian ini melihat mekanisme pengelolaan obyek wisata Volcano Tour dalam konteks intitusi yang melingkupinya. 1 Masyarakat dan para pelaku pariwisata di obyek wisata Volcano Lava Tour Merapi sering menyebutnya dengan Volcano Tour saja. Oleh karena itu, Volcao Lava Tour Merapi untuk selanjutnya akan disebut dengan Volcano Tour. 1

2 Bencana erupsi Merapi tahun 2010 meninggalkan begitu banyak persoalan bagi masyarakat yang menetap dan menggantungkan hidupnya di lereng gunung berapi tersebut. Semburan awan panas, hujan abu dan lahar hujan yang terjadi menghancurkan rumah, pekarangan, lahan pertanian dan ternak di mana mereka menggantungkan pendapatan mereka. Data BAPPEDA Kabupaten Sleman menyebutkan kerusakan dan kerugian yang terjadi akibat erupsi Merapi tahun 2010 mencapai dua triliun rupiah, yang rinciannya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1. Rekapitulasi Penilaian Kerusakan dan Kerugian di Provinsi DI Yogyakarta denganmenggunakan Metode DaLA per 31 Desember 2010 (Rp Juta) Daerah Istimewa Yogyakarta No Sektor/ Subsektor Kerusakan Kerugian Kerusakan dan kerugian 1 Sektor Pemukiman , , ,54 2 Sektor Infrastruktur , , ,79 3 Sektor Ekonomi Kreatif , , ,99 4 Sektor Sosial , , ,61 5 Lintas Sektor , , ,00 Jumlah , , ,93 Sumber: Bapenas dan BNPB 2 2 Bapenas dan BNPB. Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Erupsi Gunung Merapi Provinsi D.I. Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah Tahun

3 Data tersebut menunjukkan dampak langsung yang ditimbulkan oleh erupsi kali ini. Kondisi tersebut tentu kemudian berdampak pada aspek lain seperti kehidupan ekonomi masyarakat lereng Merapi. Mereka harus membangun kembali kehidupan ekonomi mereka dari awal. Bantuan pemerintah dan lembaga lain disadari hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup selama masa krisis pasca erupsi, sedangkan untuk kehidupan selanjutnya bergantung pada mereka sendiri. Warga yang turut menjadi korban letusan gunung Merapi pada tahun 2010 dan dampaknya masih terasa sampai sekarang ialah warga padukuhan Pelemsari dan Pangukrejo di desa Umbulharjo. Sumber pendapatan mereka hilang namun peluang baru kemudian muncul. Beberapa waktu setelah erupsi, hampir setiap harinya lereng selatan Merapi kedatangan masyarakat dari luar desa, bahkan dari luar kota Yogyakarta, dan hal ini dimanfaatkan penduduk setempat untuk memperoleh manfaat ekonomi. Padukuhan yang terletak di lereng Merapi dan dilalui Kali Gendol ini kemudian bangkit dari keterpurukan pasca erupsi Merapi dengan mengembangkan wilayah yang terkena bencana sebagai destinasi wisata. Pembukaan area parkir, lapak-lapak kuliner dan pedagang kaki lima lainnya, serta jasa toilet umum dikembangkan dan dikelola oleh masyarakat setempat. Pada tahun 2011 keberadaan daerah yang terkena dampak erupsi gunung Merapi sebagai salah satu tujuan wisata ini semakin berkembang dan terorganisir dengan dibentuknya Volcano Tour. Volcano Tour merupakan organisasi masyarakat yang mengelola wisata petualangan berupa penjelajahan daerah lereng gunung Merapi yang tertimbun material erupsi hingga berkunjung ke makam Mbah Marijan 3

4 dengan menggunakan kendaraan off-road seperti jeep dan motor trail. Paket wisata ini berkembang atas inisiatif dari masyarakat lereng Merapi sendiri untuk menggerakkan kembali perekonomian mereka. Berawal dari jasa ojek yang mengantar wisatawan ke tempat-tempat menarik, fasilitas wisata terus dikembangkan dengan menggunakan motor trail untuk medan-medan berat dan kemudian jeep yang dapat mengangkut empat hingga enam orang wisatawan. Menarik bahwa masyarakat kedua padukuhan ini berani berinovasi untuk memperoleh penghasilan dari kehancuran melalui sektor pariwisata. Salah satu sumber inspirasi mereka ialah angkutan jeep di gunung Bromo. Mereka kemudian pelan-pelan mengumpulkan modal untuk membeli jeep yang umumnya dibeli dengan dana sendiri. Petualangan yang disajikan juga diatur dalam rute-rute tertentu yang melewati beberapa tempat penting seperti rumah Mbah Maridjan, museum Merapi dan batu alien. Mereka mengemas rute tersebut melalui cerita-cerita berdasarkan kepercayaan lokal sehingga mampu menarik wisatawan untuk mengetahui lebih jauh tentang sejarah Merapi dan masyarakat di sekitarnya. Masyarakat setempat berhasil memanfaatkan warisan budaya dan kearifan lokal yang dimiliki untuk menarik minat wisatawan dan hal tersebut memang sangat berhasil. Dengan menggunakan kendaraan-kendaraan off-road, mereka beroperasi sesuai dengan jadwal yang telah disepakati bersama agar pendapatan dapat terdistribusi dengan adil. Kelompok-kelompok pengusaha jeep, trail, maupun kuliner memiliki paguyuban masing-masing. Setiap anggota paguyuban menyetorkan sebagian pendapatannya ke paguyuban sebagai kas yang kemudian dialokasikan untuk biaya 4

5 operasional paguyuban dan kegiatan sosial seperti bantuan bagi keluarga tidak mampu, orang sakit, dan lansia, perbaikan jalan dan pembangunan infrastruktur desa secara mandiri. Khusus untuk jasa kendaraan wisata, kebijakan ini dibuat bersama oleh keempat paguyuban jeep (Jeep 86, Hardtop, Grinata, dan JWM) dan sebuah paguyuban trail didasari oleh kesadaran untuk menghindari konflik antara mereka. Di samping itu prinsip keadilan sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat setempat, di mana warga yang tidak memiliki modal cukup untuk membeli jeep atau motor diberi bagian untuk mengelola jasa parkir dan pemandu. Dari Volcano Tour sendiri terdapat 300 anggota masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan retribusi dan parkiran. Mereka dibagi dalam 10 kelompok yang bertugas sekali dalam sepuluh hari. Obyek wisata ini semakin hari semakin berkembang seiring dengan meningkatnya animo wisatawan yang berkunjung. Berdasarkan pengamatan peneliti selama masa liburan Idul Fitri pada bulan September 2013, wisatawan yang berkunjung membeludak. Dari pukul hingga pukul belasan bus wisatawan memasuki kawasan ini, belum terhitung para wisatawan yang menggunakan kendaraan pribadi. Hal ini diakui oleh Pak Bagyo selaku ketua pengelola obyek wisata Volcano Tour yang mengklaim jumlah pengunjung selama seminggu tersebut bisa mencapai orang. Prinsip pengelolaan obyek wisata ini sangat sesuai dengan prinsip communitybased tourism 3 yang sangat menekankan pembangunan pariwisata dari, oleh dan 3 Selanjutnya akan disebut CBT 5

6 untuk rakyat. 4 Tanpa bantuan dan campur tangan pemerintah, dengan penuh kesadaran masyarakat padukuhan Pelemsari dan Pangukrejo mengambil inisiatif untuk bangun dari keterpurukan. Kemudian dengan pengetahuan dan kearifan yang mereka miliki, seperti kebudayaan, kedekatan dengan Merapi, cerita-cerita rakyat tentang Merapi, membantu mereka dalam pengemasan paket-paket wisata yang ternyata memang sangat menarik minat para wisatawan. Kedua poin tersebut menjadi dasar bagi penulis untuk melakukan penelitian ini, yaitu untuk menelaah proses terbentuknya obyek wisata Volcano Tour Merapi yang di dalamnya terkandung prinsip-prinsip CBT. Dengan menggunakan pendekatan institusionalisme peneliti hendak melihat terbentuknya Volcano Tour terbentuk dan dinamika-dinamika yang terjadi di dalamnya, mulai dari awal pembentukan, para aktor yang terlibat, penetapan norma dan regulasi hingga perubahan-perubahan yang dilakukan dalam menghadapi situasi-situasi yang berbeda. Untuk membantu menemukan fokus tersebut peneliti mempelajari beberapa penelitian sebelumya yang membahas tentang CBT. Guzman, Canizares dan Pavon melakukan penelitian mengenai pariwisata di El Savador. Penelitian ini berangkat dari berkembangnya opini yang dimiliki masyarakat untuk mengembangkan destinasi pariwisata berdasarkan pada, keramahtamahan tuan rumah (host), sumberdaya ekologis dari daerah tersebut, dan pentingnya peran masyarakat setempat. Dengan menggunakan metode studi empiris mereka menemukan bahwa pelibatan persepsi 4 Dermatoto, Argyo ed Pembangunan Pariwisata Berbasis Masyarakat. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press. Halaman 20 6

7 komunitas lokal dalam pengembangan pariwisata dapat menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan, walaupun penting untuk tetap melakukan pelatihan teknis baik oleh institusi publik maupun swasta sebagai persiapan. 5 Penelitian lain mengenai CBT juga dilakukan oleh Nurlita 6 yang berhasil memperoleh informasi mengenai sejarah pembentukan desa wisata Sambi dan memaparkan partisipasi masyarakat desa Sambi dalam proses pembentukan desa wisata sebagai CBT. Penelitian ini menitikberatkan pada partisipasi masyarakat dalam perwujudan CBT di desa wisata Sambi dan menemukan bahwa partisipasi masyarakat desa Sambi sudah termanifestasikan dengan cukup baik dalam setiap tahap pembentukan desa wisata tersebut. Mitchell dan Muckosy melaporkan melalui Rainforest Alliance and Conservation International yang mereview 200 proyek CBT di seluruh benua Amerika dan menunjukkan bahwa banyak penyedia akomodasi hanya memiliki 5% penginapan. Mereka menyimpulkan dari review mereka bahwa outcome utama dari inisiatif CBT adalah kegagalan setelah pendanaan berhenti. Mereka melaporkan bahwa penyebab utama dari gagalnya proyek-proyek tersebut adalah buruknya pemasaran dan kepemerintahan. 7 5 Tomás López-Guzmán, Sandra Sánchez-Cañizares Dan Víctor Pavón. Community - Based Tourism In Developing Countries: A Case Study. Tourismos: An International Multidisciplinary Journal Of Tourism Volume 6, Number 1, Spring 2011, Pp Veri Nurlita. Partisipasi Masyarakat Sambi dalam Mewujudkan Community-based tourism Desa Sambi. Skripsi, Dalam Harold Goodwin & Rosa Santilli, Community-Based Tourism: a success? ICRT Occasional Paper 11 (Responsible Tourism, 2009), hal

8 Penelitian Guzman dkk, menggambarkan betapa pentingnya pengembangan CBT dalam mengembangkan dunia pariwisata yang bermanfaat bagi masyarakat. Sedangkan penelitian yang dilakukan Nurlita mendeskripsikan keterlibatan dan peran masyarakat dalam setiap tahap pengelolaan desa wisata serta mengukur sejauh mana tingkat partisipasi yang diperoleh masyarakat desa Sambi. Berbeda dengan kedua penelitian Guzman dan Nurlita, Mitchell dan Muckosy melakukan penelitian yang lebih luas untuk mengevaluasi hasil pengembangan CBT di berbagai tempat di seluruh benua Amerika. Penemuan mereka menunjukkan bahwa CBT tidak akan menjadi alternatif terbaik jika tidak didukung oleh kesiapan dan kapasitas masyarakat serta pemerintahan setempat. Sedangkan penelitian ini, dengan menggunakan pendekatan institusionalisme, peneliti ingin mengetahui apa yang membuat masyarakat padukuhan Pelemsari dan Pangukrejo mampu mengembangkan dan mengelola obyek wisata Volcano Tour dengan menjalankan prinsip-prinsip CBT Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dibahas sebelumnya, peneliti menggunakan rumusan masalah yang dapat dijadikan panduan dalam melakukan penelitian yang jawabannya sekaligus menjadi hasil dari penelitian ini. Bagaimana institusi yang dimiliki masyarakat Padukuhan Pelemsari dan Padukuan Pangukrejo dalam pengelolaan obyek wisata Volcano Tour? 8

9 Untuk mempermudah peneliti dalam menjawab pertanyaan tersebut, peneliti menjabarkan pertanyaan tersebut ke dalam beberapa pertanyaan turunan sebagai berikut: 1. Apa saja institusi lokal yang terdapat dalam masyarakat Padukuhan Pangukrejo dan Pelemsari? 2. Bagaimana pengelolaan obyek wisata Vocano Tour dan apa saja institusi lokal yang terlibat dan berperan di dalamnya? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut peneliti menggunakan pendekatan historical institusionalism untuk menjelaskan proses dan dinamika dalam Volcano Tour sehingga mereka bisa mengelola obyek wisata secara mandiri, adil, dan berhasil. Pendekatan tersebut menekankan kebeadaan institusi sebagai hasil belajar dari sebuah alur kesejarahan dan proses refleksi aktor terhadap pengalamannya. 1.3.Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk tujuan-tujuan berikut: a. Untuk mengetahui bentuk institusi yang terdapat dalam kehidupan masyarakat Padukuhan Pangukrejo dan Pelemsari. b. Untuk mengetahui sejauh mana institusi lokal berperan dalam proses pembentukan dan pengelolaan obyek wisata Volcano Tour Merapi Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini diharapkan dapat diperoleh beberapa manfaat berikut: a. Penelitian ini akan sangat bermanfaat sebagai sumber informasi lain tentang perkembangan masyarakat lereng selatan gunung Merapi setelah 9

10 bencana erupsi Merapi tahun Dari penelitian ini peneliti dan pembaca diharapkan dapat mempelajari bagaimana faktor kedekatan dengan alam justru menjadi motivasi masyarakat lereng selatan gunung Merapi untuk tetap bertahan dan hidup berdampingan dengan kerentanan alam merka. b. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan dan cara berpikir penulis dan pembaca dalam mempelajari pengembangan pariwisata berbasis masyarakat dari perspektif institusionalisme. Penelitian tentang pariwisata berbasis masyarakat selama ini, sepengetahuan peneliti, belum banyak dilihat melalui analisis institusi yang dimiliki masyarakat lokal. Padahal institusi merupakan aspek yang melekat dalam perjalanan kehidupan manusia yang mempengaruhi cara pandang, budaya, hingga tindakan individu-individu dalam masyarakat. 10