Jabatan Gerejawi Dalam GMIT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Jabatan Gerejawi Dalam GMIT"

Transkripsi

1 Jabatan Gerejawi Dalam GMIT (Sebuah Study Kritis terhadap Implementasi Sistem Presbiterial Sinodal dalam GMIT) A. Pengantar Istilah gereja yang diterjemahkan dari bahasa Yunani dengan akar kata ekklesia yang berarti dipanggil keluar, yang dalam pemahaman eklesiologi bermakna dipanggil keluar dari kehidupan yang lama ke kehidupan yang baru, adalah sebuah pengakuan atas tindakan Allah yang menyelamatkan dan membebaskan manusia dari kuasa dosa. Kuasa dosa tersebut mengikat manusia dan oleh karya penyelamatan Allah melalui Yesus Kristus, manusia dibebaskan dan dibawa masuk ke dalam kehidupan sebagai persekutuan orang percaya. Karenanya kata ekklesia juga sering dipahami sebagai persekutuan orang percaya atau jemaat. Pemahaman ini sering digunakan oleh Paulus untuk menunjuk pada orang-orang yang bersekutu dalam nama Kristus, yakni jemaat atau gereja (bdk. Rm 16:16; Gal 1:2; I Kor 16:19). 1 Bertolak dari pemahaman di atas, sudah tentu gereja merupakan sebuah organisme iman, persekutan orang orang percaya yang di dalamnya Yesus Kristus sebagai kepala Gereja. Namun perlu disadari pula bahwa kehadiran gereja bukan saja sebagai sebuah realita iman tetapi di lain sisi gereja adalah sebuah realita sosial yang hadir dan berkembang di tengah dunia. Sehingga sudah tentu sebagai sebuah realita sosial, gereja dalam perkembangannya dituntut untuk mampu mengatur dirinya. Maknanya adalah bahwa sebagai sebuah reliata sosial gereja harus memiliki sistem pemerintahan dan struktur sosial yang jelas, namun hal ini tidak terlepas dari pengakuan bahwa Yesus Kristus merupakan pemimpin dan kepala Gereja. Dalam memaknai dirinya sebagai sebuah wadah sosial, yang hadir dan berkembang ditengah kehidupan manusia, Gereja kemudian mengatur dirinya dalam beberapa sistem pemerintahan gerejawi di antaranya: pertama, sistem Papalisme yang bersifat hierarki dengan Paus atau Papal sebagai pemimpin tertinggi hirarkinya. Kedua, sistem Episkopal yang dipimpin oleh seorang Uskup dan para imam berada satu level di bawah sang 1

2 Uskup, ketiga, sistem Congregational atau sistem Independen di mana jemaat sebagai pengambil keputusan dan keempat, sistem Presbiterial Sinodal. Dari keempat sistem pemerintahan gerejawi tersebut, Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) memilih sistem Presbiterial Sinodal sebagai sistem pemerintahan gerejawai yang diterapkan dalam kehidupan GMIT. Menururt J. Telnoni, pemilihan sistem Presbiterial Sinodal untuk digunakan sebagai sistem pemerintahan gerejawi didasari atas dua alasan, yaitu: 2 1. Jemaat sebagai basis Basis yang dimaksudkan di sini adalah basis dalam pengertian Jemaat sebagai kenyataan yang utuh dan lengkap dari gereja universal. Tiap-tiap jemaat bersifat otonom dalam mengurus dirinya sendiri. Tetapi bukanlah jemaat independen melainkan terikat dalam satu persekutuan secara sinodal 2. Pimpinan pemerintahan gereja adalah suatu persekutuan para pelayan Dalam organisasi gereja tidak bersifat kepemimpinan tunggal. Semua pejabat gereja terhimpun dalam suatu persekutuan pelayan, meskipun dalam tata organisasi gereja memiliki tugas dan fungsi yang berbeda secara struktural tetapi memiliki kedudukan yang setara Tidak ada yang lebih tinggi dan sebaliknya tidak ada yang lebih rendah. B. Sistem Presbiterial Sinodal Sistem presbiterial Sinodal merupakan salah satu sistem pemerintahan gerejawi yang dikembangkan oleh Jean Cauvin atau yang lebih dikenal sebagai Johanes Calvin, sebagai upaya untuk membebaskan diri dari pola kepemimpinan Gereja yang hirarkhis di abadabad pertengahan. 3 Sistem ini kemudian berkembang ke berbagai Negara di Eropa hingga ke Indonesia, yang dibawa oleh bangsa Belanda. Sistem ini digunakan oleh gereja-gereja reform. Untuk memahami sistem ini ada beberapa poin yang akan dibahas. 1. Istilah dan Pengeritan Presbiterial Sinodal yang dalam bahasa Indonesia terdiri atas 2 kata, yaitu Presbiterial dan Sinodal, berasal dari bahasa Yunani. Pertama, kata Presbiterial adalah kata sifat dari kata presbiter yang berarti tua-tua. Dalam kaitannya dengan jabatan gerejawi istilah ini dipakai untuk jabatan penatua. Bentuk katanya adalah kata benda, 2 J. A. Telnoni, Gereja Berasas Presbiterial Sinodal. (Kupang: Cv. Inara, 2011), Ibid, 30

3 yaitu presbyteros, yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai Penatua. Asas presbiterial yang dimaksudkan adalah kehadiran, kedudukan, fungsi dan peranan penatua-penatua sebagai pejabat gerejawi di dalam menata dan menyelenggarakan pelayanan gereja. 4 Istilah yang kedua adalah sinodal yang juga adalah kata sifat dan terbentuk dari dua kata Yunani yaitu syn yang berarti bersama-sama dan hodos yang berarti jalan. Jadi synode yang kemudian di-indonesia-kan menjadi Sinode berarti berjalan bersama-sama. 5 Bobot dari kebersamaan yang dimaksudkan di sini adalah persekutuan dalam pelayanan gereja. Dengan demikian maka asas Presbiterial Sinodal berarti pelayanan ditata dan diselenggarakan secara bersama-sama oleh para Presbiter dalam roh persekutuan untuk melayani bersama-sama sebagai sesama kawan sekerja Allah. 6 Para presbiter adalah orang yang dituakan, yang mengatur pelayanan bersama-sama dan melaksanakan tugas pelayanan secara bersama-sama sesuai dengan tugas dan fungsi pelayanan yang dimandatkan. Hal ini membuktikan bahwa pada sistem Presbiterial Sinodal tidak terdapat sistem hirarki dalam Gereja. Para Presbiter dalam menjalankan tugas dan fungsinya tidaklah memiliki kedudukan yang lebih tinggi ataupun lebih rendah satu sama lain, melainkan semuanya setara. Ketua tidak lebih tinggi dari sekretaris dan sebaliknya anggota tidak lebih rendah dari ketua. Semuanya berkedudukan setara hanyalah tugas dan fungsi pelayanannya yang berbeda. Prinsip non-hirarkis tidak hanya berlaku pada para presbiternya saja tetapi dalam lembagalembaga gereja yang terkandung di dalamnya. Bertolak dari pemahaman di atas, maka dirumuskanlah beberapa ciri utama sistem Presbiterial Sinodal, 7 diantaranya: a. Bertitik tolak dari Jemaat (Gereja) setempat. b. Pemimpin atau pemerintahan gereja dipercayakan kepada majelis yang beranggotakan pejabat-pejabat gerejawi. c. Sidang-sidang jemaat dan siding-sidang lain yang lebih luas bidang cakupannya. 4 Ibid, Ibid, Ibid, 19 7 Samuel B. Hakh, Makalah: Seminar Tata Dasar Gereja Masehi Injili di Timor tanggal April 2009, 6-7.

4 d. Gereja memiliki kemandirian tertentu terhadap pemerintah, khususnya biang tugas pelayanan pejabat-pejabat. 2. Jabatan-jabatan Gerejawi Pikiran dasar dari sistem Presbiterial Sinodal adalah bahwa Kristuslah yang memerintah atas gerejanya atau yang lebih dikenal dengan istilah Kristokrasi. Artinya bahwa Pemerintahan gereja oleh Kristus sebagai kepala dan Tuhan, artinya bahwa Kristus adalah kepala atas tubuhnya dan Tuhan atas jemaatnya. Untuk menjalankan pemerintahan Kristus atas jemaatnya, gereja membutuhkan jabatanjabatan gerejawi sebagai alat sekaligus saluran untuk melaksanakan kuasa tersebut. Kata jabatan sendiri diterjemahkan dari kata Yunani leitourgos yang berarti pelayan publik atau penolong. Dalam PB kata jabatan dikaitkan dengan sejumlah tugas yang berkaitan dengan pelayanan rohani dalam gereja, Jabatan gerejawi merupakan pemberian Kristus yang dimaksudkan untuk memperlengkapi anggota jemaat bagi pekerjaan pelayanan dalam gereja dan masyarakat. 8 Sehingga istilah jabatan pada hakekatnya adalah jabatan pelayanan. Jabatan yang dikaruniakan oleh Allah kepada pejabat gereja sebagai hamba Allah yan berkedudukan setara namun berbeda dalam fungsinya. 9 Jabatan tersebut diberikan kepada orang-orang tertentu, sehingga mereka menjadi pejabat-pejabat gerejawi. Pejabat gereja adalah anggota gereja yang dipilih dan dipercayakan oleh jemaat dalam pimpinan Roh Kudus untuk menerjemahkan visi Kerajaan Allah dan memimpin pelaksanaan misi yang dipercayakan Tuhan kepada GerejaNya. 10 Sebagai pejabat gerejawi tentunya mereka dituakan dan memiliki wibawa ketuaan. Makna dituakan dan ketuaan bukanlah distandarkan pada usia seseorang. Ketuaan yang dimaksudkan adalah ditandai dengan kematangan spiritual, kematangan emosional, kematangan intelektual, kematangan sosial dan kematang pastoral. 11 Dengan memiliki kematangan pastoral, maka akan membedakan seorang pejabat gerejawi dengan seorang pejabat organisasi ssekuler. Memiliki kematangan 8 Tata Gereja Masehi Injili di Timor, (Kupang: Majelis Sinode GMIT, 2010), Samuel Hakh, makalah: Seminar, Tata Gereja, Telnoni, Gereja, 43.

5 pastoral merupakan titik terkuat yang sangat menentukan di dalam menetapkan kriteria pencalonan dan tolok ukur menilai kemampuan seorang pemimpin gereja. 12 Menurut Calvin, Tuhanlah yang memerintah di dalam gerejaa dengan firmnannya. kehadirannya tentu saja tidak secara real dapat dirasakan, karenanya para pejabat gereja yang diangkat merupakan alat Tuhan dalam penyampaian firmannya. Sekembalinya dari Genewa, Calvin menyusun tata gereja baru pada tahun 1541 dengan menentukan empat jabatan gereja yaitu Gembala (Pastor atau Pendeta), Pengajar (doctor), Penatua dan Diaken. 13 a. Gembala (Pastor atau Pendeta) Jabatan gembala atau yang lebih general dipakai dalam gereja dengan istilah Pendeta tidak terdapat dalam Alkitab. Kata Pendeta sendiri diimpor dari bahasa sansekerta yang didefinisikan sebagai: orang pandai, pertapa, pemuka, pemimpin atau guru agama. Jabatan gembala atau Pendeta dikembangkan oleh Calvin dari pemahamannya atas fungsi penatua yang berkhotbah dan mengajar (bdk. 1Tim 5:17; Ef 4:11). 14 Untuk menjadi seorang Pendeta, seseorang harus mengikuti proses pendidikan Teologi dan proses persiapan melalui masa vikariat barulah dithabiskan menjadi seorang Pendeta. Tugas dari seorang Pendeta adalah memberitakan Firman, melayani sakramen, mengadakan pengembalaan, peneguhan sidi, pemberkatan, mengajar, mengelolah administrasi gereja. 15 b. Penatua Kata Penatua diterjemahkan dari bahasa Yunani Presbyteros yang secara harafiah diterjemahkan sebagai orang tua atau orang yang berusia tinggi. Hal ini berkaitan dengan kehormatan dan kewibawaan karena kualitasnya. jabatan Penatua dalam gereja reformasi adalah suatu daya penentang yang kuat terhadap pemerintahan gereja yang sewenang-wenang oleh pejabat lainnya termasuk Pendeta. 16 Penatua dipilih oleh jemaat dan tidak memiliki kedudukan lebih rendah dari Pendeta. Penatua adalah penghubung antara Pendeta dan Jemaat, sehingga posisinya di tengah-tengah Pendeta dan jemaat atau sebagai penghubung antara keduanya. 12 Ibid, Samuel Hakh, Makalah: Seminar, 8 14 Telnoni, Gereja, Samuel Hakh, makalah: Seminar, Ibid, 10.

6 Adapun tugas dari Penatua, 17 diantara: melayani Firman dan Sakramen, pengembalaan, mengajar jemaat dan melakukan pelayanan khusus seperti administrasi jemaat, mengelolah keuangan jemaat serta terlibat dalam pelayanan kategorial. c. Diaken Kata Diaken berasal dari kata Yunani diakonos yang berarti pelayan meja, hamba yang melayani. Jabatan ini memiliki fungsi sebagai jabatan pelayan yang dikhususkan untuk melayani orang-orang yang hidup dalam kekurangan. 18 Jabatan ini sangat mulia dan sama penting dengan jabatan lainnya, sehingga tidak dibenarkan jika jabatan ini dianggap sebagai jabatan yang lebih rendah dari jabatan Pendeta, Penatua maupun Pengajar. Calvin sangat menekankan jabatan diaken untuk melaksanakan pelayan diakonia bagi mereka yang membutuhkannya, antara lain mengurus orang-orang yang sakit dan menolong orang-orang miskin dan lemah. 19 d. Pengajar (doctor) Istilah pengajar diterjemahkan dari kata Yunani didaskalos. Pengajar merupakan salah satu jabatan dalam dunia PB. Calvin menyebut jabatan pengajar sebagai jabatan tersendiri yaitu: Doktor, yang bertugas di dalam gereja untuk mengajar calon-calon Pendeta dan menjaga supaya pemberitaan Injil oleh gereja tidak bercela. 20 Pengajar dalam GMIT dapat dipahami sebagai warga gereja yang diangkat oleh Majelis Sinode dalam tugas sebagai pelayan Pendidikan Agama Kristen (PAK) di jemaat atau yang dipekerjakan pada lembaga pendidikan Teologi atau lembaga lain yang memerlukan tenaga pengajar. 21 Sejauh pemahaman ini dimaksudkan GMIT telah mengaktualisasikan konsep pengajar sesuai dengan penekanan Calvin dalam sistem Presbiterial Sinodal. Pejabat-pejabat gerejawi ini adalah pelayan-pelayan yang menerima jabatan pelayanan dari Tuhan Yesusu Kristus bagi pembangunan tubuh Kristus, yang mana penerimaan jabatan tersebut bukanlah sebuah tujuan, melainkan sebuah jalan dan alat 17 Ibid, Telnoni, Gereja, Samuel Hakh, makalah: Seminar, Ibid, Tata Dasar Gereja Masehi Injili di Timor (Kupang: Majelis Sinode GMIT, 1999), 13.

7 untuk pembangunan iman jemaat. 22 Di satu pihak ia adalah abdi Tuhan dan di lain pihak ia adalah abdi yang melayani bagi kedewasaan iman umat Tuhan. Dalam melaksanakan tugas sebagai pejabat gerejawi yang berasaskan sistem presbiterial sinodal tidaklah mengenal sistem hirarki yang menggolongkap presbiter dalam tingkatan-tingkatan, tetapi semuanya memiliki kedudukan yang setara, baik itu Pendeta, Penatua, Diaken dan Pengajar. Masing-masing menjalankan fugas dan fungsinya sesuai dengan yang dimandatkan tanpa adanya pemahaman yang terutama 3. Struktur dan Organisasi Gereja Struktur dan Organisasi Gereja dalam sistem Presbiterial Sinodal terdiri atas 3 lingkup, yaitu Jemaat, Klasis dan Sinode. Jemaat berkaitan dengan lingkup local gereja, klasis berkaitan dengan lingkup jemaat yang tergabung dalam klasis serta relasinya dengan sinode sedangkan sinode meliputi lingkup yang lebih luas. Walaupun ke-tiganya memiliki ruang lingkup yang berbeda, tidak berarti bahwa ketiganya memiliki hubungan hirarki. Dalam pemahaman bahwa asas Presbiterial Sinodal yang berprinsipkan non-hirarkis juga berlaku pada lembaga-lembaga gerejawi. Sinode tidak lebih tinggi dari klasis dan klasis tidak lebih tinggi dari jemaat. Masing-masing lembaga berdaulat atau memiliki kewenangan sepenuhnya atas tugas pelayanan yang diemban; dalam pemaknaan bahwa jemaat berhak mengatur pelayanan local, klasis dalam wilayahnya, dan Sinode mengatur kepentingan seluruh Gereja. 23 Jika sebuah keputusan Sinode lebih diutamakan dari keputusan jemaat, itu tidaklah menggambarkan kedudukan Sinode lebih tinggi, melainkan semata-mata karena lingkup sinode lebih luas, inklusif atau merangkul lebih banyak warga daripada lingkup Jemaat atau Klasis. 24 a. Jemaat Jemaat merupakan persekutuan orang-orang percaya kepada Yesus Kristus yang berdomisili di suatu wilayah geografis tertentu dalam rentang waktu yang terukur jelas di mana firman diberitakan, sakramen dilayankan, dan dipimpin oleh majelis 22 Telnoni, Gereja, John Campbell-Nelson, Makalah:Asas Presbiterial Sinodal, Ibid.

8 jemaat. 25 Organisasi dan kepemimpinan dan pelayanan di lingkup jemaat terdiri atas rapat jemaat dan majelis jemaat yang dapat digolongkan dalam Majelis Pekerja Harian Jemaat (MPH Jemaat) serta Majelis Pekerja Lengkap Jemaat (MPL Jemaat). b. Klasis Klasis adalah persekutuan jemaat-jemaat dalam suatu kesatuan wilayah pelayanan. 26 Kesatuan wilayah yang dimaksud, dipertajam oleh Telnoni dengan mengatakan bahwa memiliki karakteristik tertentu seperti kebudayaan, kondisi topografis wilayah atau suatu pergumulan pelayanan tersendiri. 27 Kepemimpinan dalam lingkup klasis menggunakan pola dan nama yang sama dengan yang ada di Jemaat dan Sinode, yaitu Majelis Pekerja Harian Klasis dan Majelis Pekerja Lengkap Klasis. Kewenangan klasis adalah ditingkat klasis. Klasis yang sebenarmya tidak terdapat dalam Alkitab secara eksplisit tapi termaktub secara implisit memiliki fungsi sebagai penghubung. Penghubung yang dimaksud adalah menghubungkan dan memperlancar penyelenggaraan pelayanan di antara jemaatjemaat yang satu klasis, sekaligus menghubungkan jemaat dengan Sinode. 28 c. Sinode Sinode dalam pemahaman bergereja adalah suatu sistem dan pola kehidupan bergereja dan melayani dalam iklim jalan bersama-sama, yang berarti orangorang yang mengelola kehidupan dan pelayanan gereja, melakukannya dalam Roh hidup bersama dan menjadi sesama satu terhadap yang lain. 29 Tetapi hakikat dari sinode bukanlah pejabat-pejabat yang terpilih di dalam persidangan itu, melainkan sinode adalah rapat gereja secara menyeluruh. C. Jabatan Gerejawi dalam GMIT sebagai Implementasi Sistem Presbiterial Sinodal. Gereja Masehi Injili di Timor atau GMIT yang lahir pada tanggal 31 Oktober 1947 merupakan gereja hasil pekabaran injil Badan-Badan Pekabaran Injil Belanda, berlatar belakang tradisi Hervormed yang bersumber dari ajaran Calvin. GMIT sendiri awalnya 25 Tata Gereja, Ibid, Telnoni, Gereja,,, Ibid, Ibid, 148.

9 merupakan salah satu gereja bagian dari Gereja Protestan di Indonesia (Indische Kerk), yang pada sidang Am GPI pada tahin 1933 direkomendasikan untuk menjadi gereja mandiri selain Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) dan Gereja Protestan Maluku (GPM). 30 Satu tahun setelah diresmikan sebagai gereja mandiri yaitu tahun 1948, GMIT kemudian bergabung menjadi anggota Dewan Gereja-Gereja se-dunia, dan waktu didirikan Dewan Gereja-Gereja di Indonesia pada bulan Mei 1950, GMIT merupakan salah satu dari anggotanya. Pada saat diresmikan sebagai gereja mandiri, sinode GMIT yang pertama terdiri atas 6 klasis, 31 yaitu: 1. Klasis Kupang yang meliputi Kupang dan Amarasi, dengan Pdt. J. Arboldus sebagai ketua Klasis. 2. Klasis Camplong yang meliputi Fatule u dan Amfoang, dengan Pdt. Naiola sebagai ketua Klasis. 3. Klasis SoE yang meliputi Amanatun, Amanuban, Mollo, Timor Tengah Utara dan Belu, dengan Pdt. M. Bolla sebagai ketua Klasisnya. 4. Klasis Alor atau Pantar, dedt. Molina sebagai ketua Klasisnya. 5. Klasis Rote, dengan Pdt. J. Zacharius sebagai ketua Klasisnya. 6. Klasis Sabu, dengan Pdt. M. Raja Haba sebagai ketua Klasis. Gereja Masehi Injili di Timor atau GMIT sebagaimana Gereja yang bersumber pada ajaran Calvin tentunya menggunakan sistem Presbiterial Sinodal sebagai sistem pemerintahan gerejawi. GMIT menerima prinsip Presbiterial Sinodal sebagai implikasi dari prinsip Imamat Am orang percaya dan ecclesia reformata semper reformada. 32 Sebagai penganut sistem Presbiterial Sinodal sedari awalnya hingga saat ini bukan hal yang mudah untuk mengimplementasikannya secara tepat. Tentunya ada berbagai kekurangan. Hal ini dapat ditemukan dalam sejarah GMIT dari saat didirikan. Jika melakukan flash back ketika didirikan, perlu diakui bahwa pola yang ditransfer dari Gereja Protestan di Indonesia (Indische Kerk) tidak teraktualisasi secara baik. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa pekerjaan Gereja di berbagai daerah masih belum lama dan 30 Frank L. Cooley, Benih yang Tumbuh 11.(Jakarta: Lembaga Penelitian dan Study Dewan Gereja-Gereja di Indonesia), Ibid, Tata Gereja, 18

10 baru saja dimulai. 33 Luasnya cakupan daerah pelayanan, minimnya tenaga pelayan serta pemahaman yang kurang mendalam tentang sistem Presbiterial Sinodal menjadi kendala yang cukup kronis saat itu. Tetapi dengan berjalannya waktu GMIT secara berkesinambungan berusaha untuk memperbaiki diri. Walaupun disadari pula bahwa dalam kenyataannya pemahaman tentang sistem ini belum sepenuhnya terserap dan dilaksanakan dengan baik. Dalam asas Presbiterial Sinodal, dengan jelas mengatur tentang kedudukan dari presbiter atau pejabat gerejawi yang terdiri atas Pendeta, Penatu, Diaken dan Pengajar. 34 Tentunya masing-masing jabatan memiliki tugas dan fungsinya sendiri-sendiri. namun kedudukan dari Pendeta, Penatua, Diaken dan Pengajar adalah setara. Tidak ada yang mendominasi dan terdominasi. Tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah dari lainnya. Seorang Pendeta dengan tugas dan fungsi sebagai pemberita Firman Tuhan melalui mimbar Gereja setiap minggunya tidak serta merta memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan seorang Diaken yang berfungsi untuk melakukan pelayanan terhadap orang miskin. Begitu juga seorang pengajar yang berfungsi sebagai pendidik tidak lebih rendah dari seorang penatua. Masing-masing presbiter memiliki kedudukan yang setara, yang membedakan hanyalah fungsi dan tugasnya yang berbeda. Meskipun secara nyata dan baku prinsip teologi dalam sistem Presbiterial Sinodal tidak mengenal sistem hirarki dalam Gereja, namun dalam prakteknya sering ditemukan terjadi bahwa seolah-olah ada sistem hirarki dalam tubuh presbiter. Seorang Pendeta digambarkan memiliki kedudukan yang lebih tinggi karena dianggap memiliki pemahaman teologi yang lebih tinggi dan memiliki tugas mulia melalui pemberitaan Firman Tuhan di mimbar serta memiliki otoritas untuk memberikati jemaat, sedangkan yang lainnya dianggap lebih rendah dari Pendeta karena minimnya pengetahuan teologi serta tidak menjadi pengkhotbah di mimbar. 35 Seorang Penatua pun terkadang dianggap memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari seorang Diaken karena dipengaruhi oleh pemahaman akan tugas dan fungsinya dalam pelayanan. Hal itu juga tergambarkan dalam kepemimpinan di tingkat jemaat, seorang Ketua Majelis Jemaat sering dianggap memiliki kedudukan yang 33 Frank L. Cooley, Benih, Tata Gereja, Wawancara dengan Pnt. R. Mengga pada tanggal 14 Februari 2013.

11 lebih tinggi dari bendahara ataupun seorang sekretaris memiliki kedudukan yang lebih rendah dari seorang wakil ketua. Ataupun Majelis Jemaat Harian terkadang menganggap memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari anggota Majelis di luar Majelis Jemaat Harian. Realita yang terjadi ini merupakan imbas dari minimnya pemahaman akan sistem presbiterial Sinodal. Selain itu faktor budaya dan sistem politik sebagai tempat gereja tumbuh dan berkembang memberikan pengaruh yang kuat terhadap pemahaman yang keliru akan sistem presbiterial Sinodal yang menjadi dasar sistem pemerintahan dalam GMIT. Kekeliruan ini juga dapat ditemukan dalam kesimpang-siuran pemahaman dan pelaksanaan tugas dari masing-masing presbiter. Hal ini lebih nyata dalam pelaksanaan tugas dari penatua dan diaken dalam melakukan pelayanan. Misalnya diaken yang tugasnya adalah sebagai seorang pelayan yang seharusnya melayani orang sakit dan orang-orang miskin, terkadang tidak melaksanakan tugasnya tersebut karena disibukan dengan keterlibatan dalam melaksanakan tugas pemberitaan Firman Tuhan, sehingga imbasnya tugas pokok dalam memperhatikan orang sakit dan orang miskin tidak berjalan sama sekali. 36 Sedangkan dalam asas Presbiterial Sinodal, Calvin sangat menegaskan pada pelayanan kepada orang-orang miskin serta orang-orang sakit. Meurut Telnoni asas Presbiterial Sinodal bukanlah suatu prinsip yang harus diterapkan dengan kaku dan mutlak di setiap gereja, melainkan dapat disesuaikan dengan kondisi gereja di mana asas ini dipakai. 37 Sepintas pernyataan ini sepertinya memberikan ruang bagi penyelewengan terhadap asas Presbiterial Sinodal, tetapi yang ingin ditekankan oleh Telnoni adalah adanya upaya kontekstualisasi terhadap asas Presbiterial Sinodal. Asas yang lahir dari pergumulan gereja abad pertengahan terkadang dalam penerapannya kurang menjawab pergumulan jemaat abad 21. Sehingga disadari atau tidak banyak gereja yang membuat kebijakan sendiri, yang di satu sisi terkadang tidak sejalan dengan sistem presbiterial Sinodal tetapi di sisi yang berbeda dapat menjawab pergumulan jemaat. Misalnya dalam sistem Presbiterial Sinodal yang menjadi asas GMIT menekankan segala bentuk pelayanan haruslah dilaksanakan oleh Presbiter. Kaum awam 36 Wawancara dengan Dkn. O. Banamtuan pada tanggal 14 Februari Telnoni, Gereja, 24

12 atau non-presbiter tidak dilibatkan. Di Efata SoE sebagai salah satu jemaat GMIT melibatkan kaum awam atau non-presbiter dalam pelayanan. 38 Dalam artian bahwa dalam GMIT mengenal lingkup terkecil dalam jemaat adalah rayon dan ini diterapkan di hampir semua Jemaat yang ada di GMIT, hanyalah di Jemaat GMIT Efata SoE menggunakan istilah Rukun. Jika dalam Rayon yang menjadi badan pengurusnya adalah presbiter, di dalam Rukun, non-presbiter dilibatkan sebagai badan pengurus. Jika dilihat dari sistem presbiter yang mengharuskan para presbiter menjadi bagian penting dalam pelayanan, kebijakan dari Jemaat GMIT Efata Soe tentang kaum awam dalam pelayanan ditingkat Rukun adalah kurang tepat. Tetapi ini merupakan sebuah hasil kontekstualisasi terhadap keadaan jemaat. Kehadiran kaum non-presbiter sebagai pelayan dalam lingkup Rukun memberikan dampak positif bagi lancarnya pelayanan dan sangat membantu para presbiter di tiap-tiap rukun. 39 Dalam prakteknya pengurus rukun dan presbiter di rukun merupakan rekan sekerja dalam pelayanan. Menurut Luakusa, apa yang telah ditempuh dalam Jemaat Efata SoE tidaklah salah karena kaum awam yang dilibatkan di tiap Rukun bersama-sama presbiter Rukun mengatur pelayanan dan perlu digarisbawahi bahwa GMIT bukanlah gereja para presbiter melainkan kaum awam. 40 Para presbiter itu juga sebenarnya berasal dari kaum awam, jika tugasnya selesai sebagai seorang Presbiter maka ia akan kembali menjadi kaum awam. Seharusnya kaum non-presbiter atau kaum awam harus diberdayakan sebagai kekuatan dalam sebuah jemaat, hal ini semestinya harus diperhatiakan oleh GMIT. 41 Dengan melibatkan kaum awam dalam pelayanan, secara tidak langsung mempersiapkan kaum awam ketika terpanggil sebagai presbiter. Hal ini juga merupakan sebuah pembinaan dan proses pengkaderan dalam kehidupan berjemaat. Walaupn disadari bahwa terdapat pula kekurangan, tetapi dengan pembinaan yang berkesinambungan akan memberikan dampak yang positif. 38 Wawancara dengan Pdt. Em. Y. Luakusa pada tanggal 9 Februari Wawancara dengan Pnt. D. Selan pada tanggal 13 Februari Wawancara dengan Pdt. EM. Y. Kuakusa pada tanggal 9 Februari Wawancara dengan Pdt. EM. Y. Kuakusa pada tanggal 9 Februari 2013.

13 D. Penutup Setelah mengkaji tentang jabatan gerejawi sebagai implikasi sistem Presbiterial Sinodal dalam jemaat GMIT, maka terdapat beberapa hal menarik yang dapat digarisbawahi sebagai kesimpulan. 1. Sistem Presbiterial Sinodal yang menjadi asas GMIT adalah sebuah asas bagi pelayanan yang ditata dan diselenggarakan secara bersama-sama oleh para Presbiter dalam roh persekutuan untuk melayani bersama-sama sebagai sesama kawan sekerja Allah. 2. Para Presbiter yang dimaksudkan adalah Pendeta, Penatua, Diaken dan Pengajar yang adalah jabatan dalam Gereja. 3. Sistem organisasi dan struktur gereja terdiri atas lingkup Jemaat, lingkup Klasis dan lingkup Sinode. 4. Sebagai asas yang mengharuskan para Presbiter berjalan bersama-sama maka sistem hirarki tidak dikenal dalam kehidupan bergereja. Baik itu dalam hubungan antar presbiter maupun hubungan antar organisasi dan struktur gereja (Jemaat, Klasis dan Sinode). Semuanya adalah kawan sekerja dalam Tuhan dan memiliki kedudukan yang setara. Tidak ada yang mendominasi dan terdominasi. 5. Walaupun sistem presbiterial Sinodal merupakan asas GMIT, namun dalam penerapannya terjadi penyimpangan. Hal ini disebabkan oleh karena minimnya pemahaman akan sistem itu serta adanya upaya kontekstualisasi terhadap pergumulan dalam kehidupan berjemaat. Berdesarkan pemaparan yang telah dikemukakan maka ada beberapa hal yang menjadi saran: 1. Perlu adanya strategi dari GMIT dalam memperkenalkan sistem Presbiterial Sinodal karena minimnya pengetahuan Jemaat bahkan Presbiter tentang sistem ini. Misalnya untuk Presbiter adanya seminar dan sejenisnya untuk memperkaya pengetahuan tentang sistem presbiterial Sinodal. Sedangkan bagi jemaat disarankan agar asas GMIT ini menjadi satu materi dalam katekesasi, sehingga jemaat dari masih muda telah diperkenalkan tentang sistem resbiterial Sinodal.

14 2. Perlu adanya perhatian dan pengkajian terhadap kemungkinan untuk melibatkan kaum awam atau non-presbiter dalam pelayanan sebagai proses pembinaan, kaderisasi dan pengembangan jemaat. Daftar Pustaka Cooley, Frank L. Benih yang Tumbuh 11. Jakarta: Lembaga Penelitian dan Study Dewan Gereja-Gereja di Indonesia. Hakh, Samuel B Makalah: Seminar Tata Dasar Gereja Masehi Injili di Timor tanggal April Nelson-Cambell, John. Makalah: Asas Presbiterial Sinodal. Majelis Sinode GMIT Tata Dasar Gereja Masehi Injili di Timor. Kupang: Majelis Sinode GMIT. Majelis Sinode GMIT Tata Dasar Gereja Masehi Injili di Timor. Kupang: Majelis Sinode GMIT. Telnoni, J. A Gereja Berasas Presbiterial Sinodal. Kupang: CV. Inara.

15 Jabatan Gerejawi Dalam GMIT (Sebuah Study Kritis terhadap Implementasi Sistem Presbiterial Sinodal dalam GMIT) Disusun Oleh Melkisdek Selan SOE 2013

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Gereja adalah suatu kehidupan bersama religius yang berpusat pada penyelamatan Allah dalam Tuhan Yesus Kristus 1. Sebagai kehidupan bersama religius,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk memperoleh data lapangan guna. penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk memperoleh data lapangan guna. penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Untuk memperoleh data lapangan guna penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Pendekatan kualitatif sangat mengandalkan manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjamuan kudus merupakan perintah Tuhan sendiri, seperti terdapat dalam Matius 26:26-29, Mar

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjamuan kudus merupakan perintah Tuhan sendiri, seperti terdapat dalam Matius 26:26-29, Mar BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam pengajaran gereja sakramen disebut sebagai salah satu alat pemelihara keselamatan bagi umat Kristiani. Menurut gereja-gereja reformasi hanya ada dua sakramen,

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan Jemaat merupakan bidang yang baru dalam kekristenan, baik Protestan maupun Katolik dan masuk ke dalam ranah teologi praktis, di mana terjadi adanya perpindahan

Lebih terperinci

BAB III. Deskripsi Proses Perumusan Tema-Tema Tahunan GPIB. 1. Sejarah Singkat GPIB. GPIB (Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat) adalah bagian

BAB III. Deskripsi Proses Perumusan Tema-Tema Tahunan GPIB. 1. Sejarah Singkat GPIB. GPIB (Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat) adalah bagian BAB III Deskripsi Proses Perumusan Tema-Tema Tahunan GPIB 1. Sejarah Singkat GPIB GPIB (Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat) adalah bagian dari GPI (Gereja Protestan Indonesia) yang dulunya bernama

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 PENJELASAN ISTILAH

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 PENJELASAN ISTILAH BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 PENJELASAN ISTILAH (1) Tata Gereja GKJ adalah seperangkat peraturan yang dibuat berdasarkan Alkitab sesuai dengan yang dirumuskan di dalam Pokok-pokok Ajaran GKJ dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) memiliki 44 wilayah klasis, 2.504 jemaat, dengan jumlah warga mencapai 1.050.411 jiwa yang dilayani oleh 1.072 pendeta, (Lap. MS-

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN 1.1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) adalah Gereja mandiri bagian dari Gereja Protestan Indonesia (GPI) sekaligus anggota Persekutuan Gereja-Gereja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang terpanggil dan dihimpun oleh Allah Bapa, keluar dari kegelapan menuju kepada Yesus Kristus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Pada umumnya dipahami bahwa warga gereja terdiri dari dua golongan, yaitu mereka yang dipanggil penuh waktu untuk melayani atau pejabat gereja dan anggota jemaat biasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja adalah persekutuan orang percaya yang dipanggil oleh Allah dan diutus untuk menghadirkan Kerajaan Allah di dunia, ini merupakan hakikat gereja. Gereja juga dikenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tana Toraja merupakan salah satu daerah yang memiliki penduduk mayoritas beragama Kristen. Oleh karena itu bukan hal yang mengherankan lagi jikalau kita menjumpai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persekutuan di dalam Yesus Kristus dipahami berada di tengah-tengah dunia untuk dapat memberikan kekuatan sendiri kepada orang-orang percaya untuk dapat lebih kuat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Upaya Majelis Sinode GMIT untuk merumuskan pedomanan penilaian kinerja bagi pendeta GMIT, adalah bagian dari tanggungjawab Majelis Sinode, untuk menata GMIT dalam

Lebih terperinci

3. Sistem Rekrutmen Pengerja Gereja (vikaris) Gereja Kristen Sumba

3. Sistem Rekrutmen Pengerja Gereja (vikaris) Gereja Kristen Sumba 3. Sistem Rekrutmen Pengerja Gereja (vikaris) Gereja Kristen Sumba 3.1 Selayang Pandang Gereja Kristen Sumba Gereja Kristen Sumba adalah gereja yang berada di pulau Sumba Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Lebih terperinci

TATA GEREJA PEMBUKAAN

TATA GEREJA PEMBUKAAN TATA GEREJA PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya gereja adalah penyataan Tubuh Kristus di dunia, yang terbentuk dan hidup dari dan oleh Firman Tuhan, sebagai persekutuan orang-orang percaya dan dibaptiskan ke

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. diberikan saran penulis berupa usulan dan saran bagi GMIT serta pendeta weekend.

BAB V PENUTUP. diberikan saran penulis berupa usulan dan saran bagi GMIT serta pendeta weekend. BAB V PENUTUP Setelah melalui tahap pembahasan dan analisis, maka selanjutnya pada bab ini akan dipaparkan mengenai kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi baik itu organisasi profit. maupun non profit memiliki kebijakan mutasi.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi baik itu organisasi profit. maupun non profit memiliki kebijakan mutasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap organisasi baik itu organisasi profit maupun non profit memiliki kebijakan mutasi. Kebijakan mutasi ini dalam organisasi profit berkaitan erat dengan pengembangan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara akan persoalan Perjamuan Kudus maka ada banyak sekali pemahaman antar jemaat, bahkan antar pendeta pun kadang memiliki dasar pemahaman berbeda walau serupa.

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB BAB I NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN

ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB BAB I NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB PEMBUKAAN Sesungguhnya Allah didalam Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat dunia. Ia adalah sumber kasih, kebenaran, dan hidup, yang dengan kuat kuasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin BAB I PENDAHULUAN Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin Gereja dengan Suatu Kajian Pastoral terhadap dampak Psikologis bagi orang-orang yang dikenakan Disiplin

Lebih terperinci

BAB II MANAJEMEN ASSET GEREJA. Manajemen adalah bagaimana mencapai tujuan organisasi dengan

BAB II MANAJEMEN ASSET GEREJA. Manajemen adalah bagaimana mencapai tujuan organisasi dengan BAB II MANAJEMEN ASSET GEREJA 2.1. Manajemen Asset Manajemen adalah bagaimana mencapai tujuan organisasi dengan menyelesaikan persoalan bersama-sama dengan orang lain dimana memahami bahwa setiap aktivitas

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

BAB V PENUTUP. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: BAB V PENUTUP Pada bagian ini penulisan akan dibagi menjadi dua bagian yaitu kesimpulan dan saran. 5.1.KESIMPULAN Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Gereja adalah persekutuan orang percaya

Lebih terperinci

Pdt. Gerry CJ Takaria

Pdt. Gerry CJ Takaria Defenisi Gereja menurut Alkitab Di terjemahkan dari bahasa Yunani ekklesia, yang berarti dipanggil keluar. Ungkapan ini pada umumnya digunakan untuk orang yang mengadakan pertemuan apa saja. Di Perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia tentunya memiliki masalah dan pergumulannya masing-masing. Persoalan-persoalan ini mungkin berkaitan dengan masalah orang per

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan arus globalisasi, maka muncul pula persoalan-persoalan baru yang harus dihadapi oleh sumber daya manusia yang ada di dalam Gereja. Oleh

Lebih terperinci

BAB V : KEPEMIMPINAN GEREJAWI

BAB V : KEPEMIMPINAN GEREJAWI BAB V : KEPEMIMPINAN GEREJAWI PASAL 13 : BADAN PENGURUS SINODE Badan Pengurus Sinode adalah pimpinan dalam lingkungan Sinode yang terdiri dari wakil-wakil jemaat anggota yang bertugas menjalankan fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Majelis Agung GKJW, Tata dan Pranata GKJW, Pranata tentang jabatan-jabatan khusu, Bab II-V, Malang,

BAB I PENDAHULUAN. 1 Majelis Agung GKJW, Tata dan Pranata GKJW, Pranata tentang jabatan-jabatan khusu, Bab II-V, Malang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Gereja adalah mitra kerja Tuhan Allah dalam mewujudkan rencana karya Tuhan Allah yaitu untuk menyelamatkan umat manusia. Dalam memenuhi panggilan-nya tersebut,

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan UKDW

BAB I Pendahuluan UKDW BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang. 1.1. Katekiasi di Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB). Katekisasi adalah salah satu bagian dari pelaksanaan Pendidikan Kristiani. Menurut Pdt Lazrus H.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Gereja sebagai tubuh Kristus menjadikan segala sesuatu berpusat dalam Kristus, Kepala Gereja, ialah satu-satunya yang memerintah jemaat dengan Firman dan Roh-Nya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 1999, hlm 30

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 1999, hlm 30 1 BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan A.1. Latar belakang permasalahan Harus diakui bahwa salah satu faktor penting di dalam kehidupan masyarakat termasuk kehidupan bergereja adalah masalah kepemimpinan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gereja di Papua yang dikenal sebagai Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKI TP)

BAB I PENDAHULUAN. Gereja di Papua yang dikenal sebagai Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKI TP) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gereja di Papua yang dikenal sebagai Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKI TP) mulai disebut sebagai suatu gereja mandiri yaitu melalui sidang sinode umum yang

Lebih terperinci

TATA GEREJA (TATA DASAR, TATA LAKSANA, DAN TATA ATURAN TAMBAHAN) SERTA PENGAKUAN-PENGAKUAN IMAN GEREJA KRISTEN IMMANUEL

TATA GEREJA (TATA DASAR, TATA LAKSANA, DAN TATA ATURAN TAMBAHAN) SERTA PENGAKUAN-PENGAKUAN IMAN GEREJA KRISTEN IMMANUEL TATA GEREJA (TATA DASAR, TATA LAKSANA, DAN TATA ATURAN TAMBAHAN) SERTA PENGAKUAN-PENGAKUAN IMAN GEREJA KRISTEN IMMANUEL Sinode Gereja Kristen Immanuel BANDUNG 2017 DAFTAR ISI Halaman I. 1 PEMBUKAAN Pembukaan...

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG Organisasi adalah perserikatan orang-orang yang masing-masing diberi peran tertentu dalam suatu sistem kerja dan pembagian dalam mana pekerjaan itu diperinci menjadi

Lebih terperinci

Pendidikan Agama Kristen Protestan

Pendidikan Agama Kristen Protestan Pendidikan Agama Kristen Protestan Modul ke: 01Fakultas Psikologi GEREJA DAN HAKIKATNYA Drs. Sugeng Baskoro,M.M. Program Studi Psikologi HAKEKAT GEREJA A.pengertian Gereja Kata Gereja berasal dari bahasa

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN MAHASISWA KRISTEN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN MAHASISWA KRISTEN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN MAHASISWA KRISTEN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG BAB I PEMBUKAAN Mahasiswa Kristen Institut Teknologi Bandung sebagai bagian dari umat Allah di Indonesia memiliki tugas dan tanggung

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PIMPINAN PUSAT GKPS Nomor: 99/SK-1-PP/2013 tentang TATA GEREJA dan PERATURAN RUMAH TANGGA GEREJA KRISTEN PROTESTAN SIMALUNGUN (GKPS)

KEPUTUSAN PIMPINAN PUSAT GKPS Nomor: 99/SK-1-PP/2013 tentang TATA GEREJA dan PERATURAN RUMAH TANGGA GEREJA KRISTEN PROTESTAN SIMALUNGUN (GKPS) TATA GEREJA GKPS 1 GEREJA KRISTEN PROTESTAN SIMALUNGUN (GKPS) Simalungun Protestant Christian Church Pimpinan Pusat : Pdt. Jaharianson Saragih, STh, MSc, PhD Sekretaris Jenderal : Pdt. El Imanson Sumbayak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sakramen berasal dari bahasa Latin; Sacramentum yang memiliki arti perbuatan kudus 1. Dalam bidang hukum dan pengadilan Sacramentum biasanya diartikan sebagai barang

Lebih terperinci

Spiritualitas Penatalayanan

Spiritualitas Penatalayanan Spiritualitas Penatalayanan Oleh: Pnt. Virgo Tri Septo A. Lokakarya Penatalayanan Majelis dan Badan Pelayanan Jemaat GKI Madiun Minggu, 24 September 2017 Apa itu Penatalayanan? Penatalayanan adalah segala

Lebih terperinci

Bekerja Dengan Para Pemimpin

Bekerja Dengan Para Pemimpin Bekerja Dengan Para Pemimpin Sudah lebih dari setahun Kim menjadi anggota gerejanya. Dia telah belajar banyak sekali! Ia mulai memikirkan pemimpin-pemimpin di gereja yang telah menolongnya. Ia berpikir

Lebih terperinci

BAB I

BAB I BAB I PENDAHULUAN 11. LATAR BELAKANG Kepemimpinan yang baik merupakan salah satu syarat bagi pertumbuhan, kestabilan, dan kemajuan kelompok apa pun. Ini berlaku bagi kelompok berskala raksasa, seperti

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan semua kajian dalam bab-bab yang telah dipaparkan di atas, pada bab ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan dan rekomendasi. Rekomendasi ini terutama bagi gereja

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kepemimpinan merupakan hal yang penting berada dalam gereja. Hal ini tidak terlepas dari keberadaan gereja sebagai organisasi. Dalam teori Jan Hendriks mengenai jemaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memanggil mereka di dalam dan melalui Yesus Kristus. 1 Ada tiga komponen. gelap kepada terang, dari dosa kepada kebenaran.

BAB I PENDAHULUAN. memanggil mereka di dalam dan melalui Yesus Kristus. 1 Ada tiga komponen. gelap kepada terang, dari dosa kepada kebenaran. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gereja adalah kumpulan orang-orang yang telah dipanggil Allah keluar dari dunia ini untuk menjadi miliknya, umat kepunyaan Allah sendiri. Allah memanggil mereka di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Gereja adalah persekutuan umat Tuhan Allah yang baru. Ungkapan ini erat hubungannya dengan konsep tentang gereja adalah tubuh Kristus. Dalam konsep ini

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan UKDW

Bab I Pendahuluan UKDW Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Gereja Kristen Jawa (GKJ) Immanuel Ungaran merupakan salah satu gereja yang terletak di Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang dengan jemaat berjumlah 417 jiwa.

Lebih terperinci

PARA PENDETA DAN PARA PELAYAN JEMAAT LAINNYA PELAJARAN 9

PARA PENDETA DAN PARA PELAYAN JEMAAT LAINNYA PELAJARAN 9 PARA PENDETA DAN PARA PELAYAN JEMAAT LAINNYA PELAJARAN 9 PERTANYAAN YANG PERLU DIPIKIRKAN Bagaimanakah orang-orang yang dipilih dalam organisasi GMAHK itu menjalankan wewenangnya? SUATU PELAYANAN YANG

Lebih terperinci

Pilihlah jawaban yang paling benar dengan memberi tanda silang (X) pada lembar jawaban yang telah tersedia!

Pilihlah jawaban yang paling benar dengan memberi tanda silang (X) pada lembar jawaban yang telah tersedia! I Pilihlah jawaban yang paling benar dengan memberi tanda silang (X) pada lembar jawaban yang telah tersedia! 1 Persekutuan orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus di sebut... A Persekutuan D. Ibadah

Lebih terperinci

TATA DASAR TATA DASAR

TATA DASAR TATA DASAR TATA DASAR PEMBUKAAN TUHAN itu Allah yang Esa (Ul. 6:4),pencipta alam semesta beserta segenap isinya dan yang menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-nya (Kej. 1). Semua manusia telah menyalahgunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Masalah Memberitakan Injil dalam wacana kekristenanan dipandang sebagai tugas dan tanggung jawab melanjutkan misi Kristus di tengah dunia. Pemahaman

Lebih terperinci

TATA GEREJA Gereja Kristen Immanuel Edisi SR XX TATA GEREJA. Gereja Kristen Immanuel. Edisi SR XX. Sinode Gereja Kristen Immanuel

TATA GEREJA Gereja Kristen Immanuel Edisi SR XX TATA GEREJA. Gereja Kristen Immanuel. Edisi SR XX. Sinode Gereja Kristen Immanuel Sinode Gereja Kristen Immanuel Kompleks Istana Mekar Wangi Jl. Taman Mekar Agung III No. 16 Bandung 40237 Telp. 022-87804653; Website: www.sinodegkim.com TATA GEREJA Gereja Kristen Immanuel Edisi SR XX

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imannya itu kepada Kristus dalam doa dan pujian. Doa, pujian dan kegiatan-kegiatan liturgi

BAB I PENDAHULUAN. imannya itu kepada Kristus dalam doa dan pujian. Doa, pujian dan kegiatan-kegiatan liturgi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan Gereja adalah persekutuan umat beriman yang percaya kepada Kristus. Sebagai sebuah persekutuan iman, umat beriman senantiasa mengungkapkan dan mengekspresikan

Lebih terperinci

Pendidikan Agama Kristen Protestan

Pendidikan Agama Kristen Protestan Modul ke: 04Fakultas Psikologi Pendidikan Agama Kristen Protestan GEREJA SESUDAH ZAMAN PARA RASUL (2) Program Studi Psikologi Drs. Sugeng Baskoro,M.M. A. Latar Belakang Dalam kepercayaan Iman Kristen,

Lebih terperinci

BAB III. KORUPSI DALAM PEMAHAMAN dan SIKAP GPIB. misi-nya hanya untuk gereja semata. Akan tetapi lebih dari itu GPIB memaknai misi-nya

BAB III. KORUPSI DALAM PEMAHAMAN dan SIKAP GPIB. misi-nya hanya untuk gereja semata. Akan tetapi lebih dari itu GPIB memaknai misi-nya BAB III KORUPSI DALAM PEMAHAMAN dan SIKAP GPIB 1. Pendahuluan Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) ialah sebuah lembaga gerejawi yang memiliki area pelayanan cukup luas di Indonesia. Dengan

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN. Perubahan tersebut juga berimbas kepada Gereja. Menurut Tata Gereja GKJ, Gereja adalah

Bab I PENDAHULUAN. Perubahan tersebut juga berimbas kepada Gereja. Menurut Tata Gereja GKJ, Gereja adalah 1 Bab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pemikiran dan ilmu pengetahuan selalu mengalami perubahan. Dunia di sekitarnya juga turut merasakan perubahan tersebut, terutama mempengaruhi pola pemahaman

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN

PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PROGRAM PELAYANAN DI JEMAAT 1. Pengantar Persidangan Majelis Sinode BNKP ke-56 telah terlaksana dengan baik pada tanggal 3-8 Juli 2012 bertempat di Jemaat BNKP Onolimbu, Resort

Lebih terperinci

Vik. Vega Desrisaharny Putri Sarasak, S.Th

Vik. Vega Desrisaharny Putri Sarasak, S.Th Laporan Baca Buku: Apa Itu Calvinisme? Christiaan De Jonge Vik. Vega Desrisaharny Putri Sarasak, S.Th Sejarah gereja-gereja Protestan di Indonesia merupakan hasil dari pekabaran Injil yang dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAGIAN II--TEOLOGI KISAH PARA RASUL. l. Lukas adalah seorang Yunani, bukan seorang Yahudi-- Kol. 4:l0- l4

BAGIAN II--TEOLOGI KISAH PARA RASUL. l. Lukas adalah seorang Yunani, bukan seorang Yahudi-- Kol. 4:l0- l4 1 BAGIAN II--TEOLOGI KISAH PARA RASUL PENDAHULUAN A. Penulis. l. Lukas adalah seorang Yunani, bukan seorang Yahudi-- Kol. 4:l0- l4 2. Ada yang merasa bahwa dia dilahirkan di Antiokhia di Siria, dan ada

Lebih terperinci

Perkembangan Gereja Protestan di Indonesia berjalan seiring. dengan berbagai gejolak politik yang terjadi sejak pertama kali

Perkembangan Gereja Protestan di Indonesia berjalan seiring. dengan berbagai gejolak politik yang terjadi sejak pertama kali BAB V Kesimpulan Perkembangan Gereja Protestan di Indonesia berjalan seiring dengan berbagai gejolak politik yang terjadi sejak pertama kali Gereja Protestan berdiri di Ambon pada abad ke-17 hingga lahirnya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA Bab ini merupakan pembahasan mengenai analisa suatu studi tentang peranan penatalayanan gereja di dalam usaha pencapaian kemandirian gereja dalam bidang dana di GPIB Kasih Karunia

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN

PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PETUNJUK TEKNIS PENYUSUNAN PROGRAM PELAYANAN DI RESORT 1. Pengantar Persidangan Majelis Sinode BNKP ke-56 telah terlaksana dengan baik pada tanggal 3-8 Juli 2012 bertempat di Jemaat BNKP Onolimbu, Resort

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masehi Injili di Timor). Gereja Protestan Indonesia Barat (GPIB) pada waktu

BAB I PENDAHULUAN. Masehi Injili di Timor). Gereja Protestan Indonesia Barat (GPIB) pada waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) merupakan gereja yang dibentuk berdasarkan Keputusan Sidang Sinode Am ketiga Gereja Protestan di Indonesia (GPI) tahun

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI

BAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI BAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI Permasalahan hidup yang dihadapi oleh warga jemaat Pola Tribuana Kalabahi meliputi beberapa aspek, yaitu aspek fisik, sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. GPIB, 1995 p. 154 dst 4 Tata Gereja GPIB merupakan peraturan gereja, susunan (struktur) gereja atau sistem gereja yang ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. GPIB, 1995 p. 154 dst 4 Tata Gereja GPIB merupakan peraturan gereja, susunan (struktur) gereja atau sistem gereja yang ditetapkan 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Secara umum gereja berada di tengah dunia yang sedang berkembang dan penuh dengan perubahan secara cepat setiap waktunya yang diakibatkan oleh kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejarah misi terdahulu di Indonesia yang dikerjakan oleh Zending Belanda, orang

BAB I PENDAHULUAN. sejarah misi terdahulu di Indonesia yang dikerjakan oleh Zending Belanda, orang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberadaan Gereja X Bandung di Wilayah Jawa Barat tidak terlepas dari sejarah misi terdahulu di Indonesia yang dikerjakan oleh Zending Belanda, orang Tionghoa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini, banyak orang. yang menulis dan meneliti tentang sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini, banyak orang. yang menulis dan meneliti tentang sumber daya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Dalam era globalisasi saat ini, banyak orang yang menulis dan meneliti tentang sumber daya manusia. Cardoso (2003) mengatakan salah satu sumber daya yang terdapat

Lebih terperinci

Dasar Kebersatuan Umat Kristen. Efesus 2: Pdt. Andi Halim, S.Th.

Dasar Kebersatuan Umat Kristen. Efesus 2: Pdt. Andi Halim, S.Th. Dasar Kebersatuan Umat Kristen Efesus 2:11-22 Pdt. Andi Halim, S.Th. Bicara soal kebersatuan, bukan hanya umat Kristen yang bisa bersatu. Bangsa Indonesia pun bersatu. Ada semboyan Bhineka Tunggal Ika,

Lebih terperinci

PERATURAN BANUA NIHA KERISO PROTESTAN NOMOR: 07/BPMS-BNKP/2008 tentang PELAYAN BADAN PEKERJA MAJELIS SINODE BNKP

PERATURAN BANUA NIHA KERISO PROTESTAN NOMOR: 07/BPMS-BNKP/2008 tentang PELAYAN BADAN PEKERJA MAJELIS SINODE BNKP PERATURAN BANUA NIHA KERISO PROTESTAN NOMOR: 07/BPMS-BNKP/2008 tentang PELAYAN Dengan Kasih Karunia Yesus Kristus, Tuhan dan Raja Gereja BADAN PEKERJA MAJELIS SINODE BNKP Menelaah : Kejadian 1:26; I Petrus

Lebih terperinci

Pendidikan Agama Kristen Protestan

Pendidikan Agama Kristen Protestan Modul ke: 05Fakultas Psikologi Pendidikan Agama Kristen Protestan GERAKAN PEMBARUAN GEREJA Program Studi Psikologi Drs. Sugeng Baskoro,M.M. BAHAN KAJIAN Pengertian Gerakan Pembaruan Gereja (Reformasi Gereja).

Lebih terperinci

BAB I ARTI DAN MAKNA GEREJA

BAB I ARTI DAN MAKNA GEREJA BAB I ARTI DAN MAKNA GEREJA A. KOMPETENSI 1. Standar Kompetensi Memahami karya Yesus Kristus yang mewartakan Kerajaan Allah dan penerusannya oleh Gereja, sehingga dapat mengembangkan hidup bersama dan

Lebih terperinci

@UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

@UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah GKJ Salatiga, jika dibandingkan dengan GKJ yang lain khususnya di Salatiga, tergolong sebagai gereja yang besar. Dari segi wilayah pelayanan GKJ Salatiga terbagi

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja Kristen Jawa Kutoarjo merupakan salah satu gereja dari 11 Gereja Kristen Jawa yang berada dibawah naungan Klasis Purworejo. GKJ Kutoarjo merupakan sebuah gereja

Lebih terperinci

Pendidikan Agama Kristen Protestan

Pendidikan Agama Kristen Protestan Pendidikan Agama Kristen Protestan Modul ke: 14Fakultas Psikologi SEJARAH GEREJA, ALIRAN, TOKOH DAN PENGARUHNYA Program Studi Psikologi Drs. Sugeng Baskoro,M.M. PENGANTAR : Abad pertama sejarah gereja

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Kedaton terdiri dari 7 kelurahan, yaitu:

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Kedaton terdiri dari 7 kelurahan, yaitu: IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN Kecamatan Kedaton terdiri dari 7 kelurahan, yaitu: (1) Kelurahan Kedaton, (2) Kelurahan Surabaya, (3) Kelurahan Sukamenanti, (4) Kelurahan Sidodadi, (5) Kelurahan Sukamenanti

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Kehidupan bergereja (berjemaat) tidak dapat dilepaskan dari realita persekutuan yang terjalin di dalamnya. Dalam relasi persekutuan tersebut, maka setiap anggota

Lebih terperinci

Fakultas Teologi. Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga

Fakultas Teologi. Universitas Kristen Satya Wacana. Salatiga PENGARUH JENDER DALAM LINGKUP PELAYANAN MAJELIS JEMAAT (Studi Kasus Terhadap Kesenjangan Jender dalam Struktur Kepemimpinan Majelis Jemaat GPM Pulau Saparua) Oleh, Michael Willy Patawala 712008039 TUGAS

Lebih terperinci

MARILAH KITA PELAJARI RENCANA KESELAMATAN MENURUT ALKITAB GEREJA YANG YESUS DIRIKAN

MARILAH KITA PELAJARI RENCANA KESELAMATAN MENURUT ALKITAB GEREJA YANG YESUS DIRIKAN MARILAH KITA PELAJARI RENCANA KESELAMATAN MENURUT ALKITAB GEREJA YANG YESUS DIRIKAN Dari Kisah 2 kita tahu bahwa ketika seseorang dibaptis, Tuhan menambahkan dia kepada gereja-nya. Nas lain yang mengajarkan

Lebih terperinci

BAB I. berasal dari bahasa Yunani, yaitu ekklesia (ek= dari, dan kaleo=memanggil), yaitu

BAB I. berasal dari bahasa Yunani, yaitu ekklesia (ek= dari, dan kaleo=memanggil), yaitu BAB I A. Latar Belakang Masalah Sejarah mencatat bahwa Gereja hadir karena Tuhan Yesus memanggil umat manusia unuk menjadi pengiring-nya (murid). Mereka dipanggil dalam sebuah persekutuan dengan Dia dan

Lebih terperinci

@UKDW BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

@UKDW BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sebagai jemaat dewasa di GKJ, pasti mengenal tentang istilah pamerdi. 1 Jemaat awam menganggap bahwa pamerdi adalah semacam perlakuan khusus yang diberikan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi mempunyai tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi mempunyai tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap organisasi mempunyai tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan visi dan misinya. Karena itu organisasi mempunyai sistem dan mekanisme yang diterapkan sebagai upaya

Lebih terperinci

III. PROFIL GKI PALSIGUNUNG DEPOK

III. PROFIL GKI PALSIGUNUNG DEPOK III. PROFIL GKI PALSIGUNUNG DEPOK 3.1 Sejarah dan Perkembangan GKI Palsigunung Depok Gereja Kristen Indonesia (GKI) merupakan buah penyatuan dari GKI Jawa Barat, GKI Jawa Tengah, dan GKI Jawa Timur. Berdirinya

Lebih terperinci

Gereja Mengajarkan Kebenaran

Gereja Mengajarkan Kebenaran Gereja Mengajarkan Kebenaran Sepanjang abad-abad banyak orang pandai telah mencari kebenaran. Namun demikian mereka tidak dapat menemukannya, jika mereka tidak mencarinya di tempat yang benar. Yesus mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Permasalahan. A.1. Latar Belakang Masalah 9 BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan A.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan manusia untuk memperoleh bekal pengetahuan dalam menjalani hidup ini. Salah satu pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. 1.1.a Pengertian Emeritasi Secara Umum

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. 1.1.a Pengertian Emeritasi Secara Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.1.a Pengertian Emeritasi Secara Umum Emeritasi merupakan istilah yang tidak asing di telinga kita. Dalam dunia pendidikan kita mengetahui adanya profesor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW menunjukkan, bahwa setelah 63 tahun menjadi Gereja mandiri, kini GMIT memiliki

BAB I PENDAHULUAN UKDW menunjukkan, bahwa setelah 63 tahun menjadi Gereja mandiri, kini GMIT memiliki BAB I PENDAHULUAN A. MASALAH PEMBAHASAN. A.1. Latar Belakang Masalah. Data statistik Gereja Masehi Injili di Timor (selanjutnya disebut GMIT) per Januari 2010 menunjukkan, bahwa setelah 63 tahun menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permasalahan Di dalam organisasi 1 setiap individu mendapatkan peranan. Paling tidak ada dua peran individu dalam organisasi, yaitu peran sebagai pemimpin dan peran

Lebih terperinci

Surat-surat Paulus DR Wenas Kalangit

Surat-surat Paulus DR Wenas Kalangit Surat-surat Paulus DR Wenas Kalangit 15 Januari 2008 Jakarta 1 Surat-surat Paulus Catatan Umum Hampir separuh PB, yakni 13 kitab, memakai nama Paulus sebagai penulisnya (= Suratsurat Paulus). Selain itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ibadah merupakan sebuah bentuk perjumpaan manusia dengan Allah, pun juga dengan corak masing-masing sesuai dengan pengalaman iman dari setiap individu atau

Lebih terperinci

TATA GEREJA GBKP I. PEMBUKAAN

TATA GEREJA GBKP I. PEMBUKAAN TATA GEREJA GBKP I. PEMBUKAAN [1] Allah adalah Pencipta langit dan bumi serta segala isinya, termasuk manusia yang diciptakan menurut gambar- Nya. Allah menciptakan segalanya baik namun dosa manusia menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gereja, tetapi di sisi lain juga bisa membawa pembaharuan ketika gereja mampu hidup dalam

BAB I PENDAHULUAN. gereja, tetapi di sisi lain juga bisa membawa pembaharuan ketika gereja mampu hidup dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gereja tidak bisa lepas dari proses perubahan yang terjadi dalam masyarakat seperti modernisasi dan sekularisasi. Perubahan akan menimbulkan permasalahan dan

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN ALIRAN KRISTEN: "KATOLIK ROMA"

STUDI PERBANDINGAN ALIRAN KRISTEN: KATOLIK ROMA STUDI PERBANDINGAN ALIRAN KRISTEN: "KATOLIK ROMA" Istilah Katolik Istilah 'Katolik' bukan monopoli golongan Katolik, karena istilah 'Katolik' berarti universal atau umum / am [bandingkan dengan Pengakuan

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Katekisasi merupakan salah satu bentuk pelayanan pendidikan kristiani yang dilakukan oleh gereja. Istilah katekisasi berasal dari kerja bahasa Yunani: katekhein yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Gereja Protestan Maluku secara institusi mengenal adanya jabatan organisasi dan jabatan pelayanan fungsional gereja. Jabatan secara organisasi gereja yaitu Ketua Majelis,

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN

BAB III HASIL PENELITIAN BAB III HASIL PENELITIAN Bab ini berisikan tentang pemaparan hasil hasil penelitian yang didapati oleh penulis. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode penelitian deskriptif kualitatif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Chris Hartono, Mandiri dan Kemandirian, dalam Majalah Gema STT Duta Wacana, Maret 1983, p. 46.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Chris Hartono, Mandiri dan Kemandirian, dalam Majalah Gema STT Duta Wacana, Maret 1983, p. 46. BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN Gereja sebagai persekutuan orang-orang percaya yang dipanggil dan ditempatkan di dunia ini mempunyai tugas. Tugas gereja adalah untuk menyatakan hakekatnya sebagai tubuh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. GMIT adalah sebuah organisasi gereja dengan bentuk

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. GMIT adalah sebuah organisasi gereja dengan bentuk BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Profil Singkat Gereja Masehi Injili di Timor 4.1.1 Gambaran Pelayanan GMIT GMIT adalah sebuah organisasi gereja dengan bentuk organisasi yang terdiri dari Sinode,

Lebih terperinci

BAB 3 LANDASAN TEORI

BAB 3 LANDASAN TEORI BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1. Sistem Ada berbagai macam pengertian tentang sistem. Menurut Eka Iswandy, sistem merupakan kumpulan unsur yang saling melengkapi dalam mencapai suatu tujuan dan sasaran (Iswandy,

Lebih terperinci

PERAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN SOSIAL

PERAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN SOSIAL PERAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN SOSIAL Lenda Dabora Sagala STT Simpson Ungaran Abstrak Menghadapi perubahan sosial, Pendidikan Agama Kristen berperan dengan meresponi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan alasan atau dilakukannya penelitian ini serta

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan alasan atau dilakukannya penelitian ini serta BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan alasan atau dilakukannya penelitian ini serta perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian dan manfaat yang didapat dari penelitian ini. 1.1. Latar Belakang

Lebih terperinci