REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KAPASITAS PETANI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KAPASITAS PETANI"

Transkripsi

1 32 REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KAPASITAS PETANI Reforma Agraria di Desa Sipak Reforma agraria adalah program pemerintah yang melingkupi penyediaan asset reform dengan melakukan redistribusi tanah dan penyediaan access reform untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Reforma agraria yang dilaksanakan di Kecamatan Jasinga berlangsung pada tahun Penerima program ini merupakan 10 desa di Jasinga yang dilalui areal bekas perkebunan PT. PP. Jasinga, salah satunya adalah Desa Sipak. Sesudah diadakan pengukuran dari pihak BPN, desa ini memperoleh hak sebanyak 407 bidang tanah dengan 402 hak milik dan dua hak pakai. Berita mengenai hal ini disambut antusias oleh warga desa, khususnya warga yang telah menggarap tanah di perkebunan tersebut selama bertahun-tahun. warga mengaku senang karena akan dibagi-bagikan tanah dan sertifikat oleh pemerintah. Program reforma agraria yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu penyediaan asset reform dan access reform. Asset reform terdiri dari tersedianya lahan untuk dibagikan kepada rakyat dan adanya sertifikasi gratis terhadap lahan yang dibagikan, sedangkan access reform terdiri dari tersedianya infrastruktur dan sarana produksi, pembinaan dan bimbingan teknis kepada penerima manfaat, tersedianya dukungan permodalan, dan tersedianya dukungan distribusi pemasaran. 1. Penyediaan Asset Reform Penyediaan asset reform adalah penyediaan objek reforma agraria, dalam penelitian ini ada dua variabel yang termasuk asset reform, yaitu penyediaan tanah redistribusi dan sertifikat terhadap tanah tersebut. Penyediaan tanah redistribusi dalam penelitian ini yaitu berupa lahan bekas HGU perkebunan PT. PP. Jasinga yang dibagikan kepada petani. Data mengenai jumlah dan persentase responden berdasarkan penerimaan tanah redistribusi disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5 Jumlah dan persentase responden berdasarkan penerimaan tanah redistribusi di Desa Sipak tahun 2012 Penerimaan tanah redistribusi Jumlah (n) Persentase (%) Rendah 0 0 Tinggi Total Tabel 5 menunjukkan jumlah responden yang menerima tanah redistribusi bekas HGU sebanyak 100% responden berada pada kategori tinggi. Ini berarti masyarakat mengakui bahwa memang pernah ada pembagian tanah bekas HGU perkebunan oleh pemerintah Kabupaten Bogor. Kepala Desa Sipak menerangkan bahwa awalnya jumlah penerima tanah di desa ini hanya 100 orang saja, yakni para petani yang telah menggarap lahan tersebut. Akan tetapi, kepala desa ingin

2 33 agar semua rakyatnya menerima tanah meskipun tidak pernah ikut menggarap sebelumnya karena ingin agar kesejahteraan rakyatnya dapat meningkat semua, tidak setengah-setengah. Hal tersebut menuai pro dan kontra dari para penggarap. Warga yang menggarap merasa itu tidak adil karena yang tidak menggarap dapat dengan mudah memperoleh tanah, sedangkan mereka yang susah payah menggarap jatahnya harus berkurang. Akhirnya, sebanyak 406 warga Desa Sipak dipilih untuk menerima tanah bekas perkebunan tersebut, terdiri dari penggarap dan non-penggarap. Luas tanah yang diterima tergantung dari luas mereka menggarap tanah tersebut sebelum diadakan program ini. Jika terlalu besar akan dibagikan beberapa bagiannya untuk warga yang tidak menggarap. Meskipun sudah sedemikian rupa diatur oleh kepala desa agar adil, tetap saja keputusan tersebut menuai protes, baik dari warga yang tanahnya harus rela dibagi maupun dari warga yang tidak kedapatan tanah. Variabel kedua dari penyediaan asset reform yaitu sertifikasi tanah. Sertifikasi tanah dalam penelitian ini berarti sertifikat yang diberikan secara gratis untuk tanah redistribusi yang dibagikan. Data mengenai jumlah dan persentase responden berdasarkan penerimaan sertifikat tanah disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6 Jumlah dan persentase responden berdasarkan penerimaan sertifikat tanah di Desa Sipak tahun 2012 Penerimaan sertifikat tanah Jumlah (n) Persentase (%) Rendah 0 0 Tinggi Total Tabel 6 menunjukkan hal yang sama seperti pada Tabel 5, yakni sebanyak 100 persen responden berada pada kategori tinggi untuk penerimaan sertifikat tanah dari pemerintah. Memang benar pada tahun 2007 selain diberikan tanah, warga juga dibagikan sertifikat atas tanah tersebut. Hal ini merupakan pemenuhan harapan warga yang kuatir jika sewaktu-waktu tanah mereka akan kembali diambil karena tidak kuat secara hukum.

3 34 Gambar 5 Sertifikat tanah BPN Kabupaten Bogor menegaskan bahwa pemberian sertifikat ini gratis tanpa dipungut biaya apapun dari warga. Hal yang sama juga diakui oleh Kepala Desa Sipak. Akan tetapi, temuan di lapangan berkata lain. Dari 32 responden yang ditemui peneliti, 100% mengatakan bahwa warga harus membayar uang sejumlah Rp untuk menebus sertifikat tanahnya di kantor desa. Ketika ditanya uang sebesar itu untuk apa, warga tidak ada yang tahu pasti. Meskipun harus membayar sejumlah uang, warga merasa tidak keberatan karena uang tersebut dirasa masih wajar jumlahnya. Ngambil sertipikatnya di balai desa neng, disuruh bayar 150 ribu. Katanya mah buat nebus sertipikatnya. Ya waktu itu mah Ibu usahain jual apa aja yang bisa dijual biar bisa nebus sertipikatnya (AS, 60 tahun). Bapak ngga keberatan disuruh bayar 150 ribu buat nebus sertifikatnya. Segitu mah masih wajar, mungkin buat uang capek yang udah pada ngurusin ini. Coba kalo ngurus sendiri udah mah capek sendiri, bayarnya bisa lebih dari 150 (ribu) (AB, 35 tahun). Saat pembagian sertifikat, terlihat ada hal yang bertolak belakang dengan prosedur yang telah ditetapkan. Prosedurnya adalah warga yang menggarap lahan dengan jumlah yang sangat luas hingga ribuan meter persegi harus rela membagi tanahnya dengan warga yang tidak menggarap sehingga tanah seluas itu tidak hanya memiliki satu buah sertifikat atas nama satu orang. Akan tetapi, kenyataannya ada warga yang melakukan kecurangan. Memang benar tanah seluas itu tidak bersertifikat atas nama satu orang, tetapi dibuat sertifikat atas nama anak-anak si pemilik tanah tersebut padahal anak-anaknya masih di bawah umur. Ada juga yang membuat sertifikat atas nama saudara dan kerabatnya

4 35 sendiri. Hal tersebut sebenarnya diketahui oleh pemerintah desa, tetapi dibiarkan begitu saja seperti sudah ada kongkalingkong sebelumnya. Ada juga salah seorang penerima bernama bapak SM (50 tahun) yang mengaku telah membayar untuk dua buah sertifikat, tetapi hanya diberikan satu buah dan satu buahnya lagi masih ditahan oleh kepala desa hingga saat ini. Beliau mengaku tidak tahu alasan mengapa sertifikatnya ditahan padahal sudah membayar. Awalnya, Bapak SM berusaha menanyakan hal tersebut kepada kepala desa, tetapi tidak pernah mendapat jawaban yang memuaskan hingga akhirnya Bapak SM memilih untuk merelakannya. 2. Penyediaan Access Reform Penyediaan access reform yaitu adanya aktifitas yang saling terkait dan berkesinambungan, dalam penelitian ini terdiri dari empat variabel, yaitu (1) penyediaan infrastruktur dan sarana produksi, (2) pembinaan dan bimbingan teknis kepada penerima manfaat, (3) dukungan permodalan, dan (4) dukungan distribusi pemasaran. Data mengenai jumlah dan persentase responden berdasarkan penyediaan access reform disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7 Jumlah dan persentase responden berdasarkan penyediaan access reform di Desa Sipak tahun 2012 Penyediaan acces reform Jumlah (n) Persentase (%) 1. Penyediaan infrastruktur dan sarana produksi a. Rendah b. Tinggi 2. Pembinaan dan bimbingan teknis a. Rendah b. Tinggi 3. Dukungan permodalan a. Rendah b. Tinggi 4. Dukungan distribusi pemasaran a. Rendah b. Tinggi Tabel 7 memperlihatkan bahwa penyediaan access reform pada program reforma agraria di Desa Sipak dikategorikan masih rendah karena menurut BPN sendiri pihak pemerintah memang hanya menyediakan tanah dan sertifikat saja tanpa menyediakan acces reform. Akan tetapi, BPN memberikan dukungan untuk menunjang keberlanjutan PPAN di Kecamatan Jasinga dengan cara bekerja sama dengan Dinas Pertanian, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perdagangan, koperasi, dan stakeholder lainnya yang dapat menjembatani penjualan hasil produksi. Salah satu bentuk kerja sama dengan Dinas Pertanian yaitu dengan memberikan bibit manggis, sengon, nangka, dan mahoni gratis kepada penerima program. Tabel 7 memperlihatkan 53.1% responden yang menyatakan mendapat infrastruktur dan sarana produksi yang tinggi. Penyediaan infrastruktur dan sarana

5 36 produksi dalam penelitian ini yaitu ada alat-alat produksi atau media penunjang lainnya yang disediakan pemerintah yang menjadi nilai tambah untuk keberlanjutan pengolahan tanah. Responden yang menjawab ya untuk pernyataan mengenai penyediaan infrastruktur dan sarana produksi mengaku telah mendapatkan bibit manggis gratis dari pemerintah tidak lama setelah pembagian tanah dan sertifikat berlangsung, tepatnya tahun Akan tetapi, pemberian bibit manggis gratis ini hanya ada di RW 09 saja, tidak demikian di RW lainnya. Dukungan dari pemerintah selain tanah dan sertifikat yaitu berupa bibit manggis tahun Tapi adanya cuma di RW 09 aja. Waktu itu ada ratusan bibit manggis yang dibagikan secara gratis untuk warga RW 09. Masing-masing dapetnya beda-beda, ada yang dapet sampe 25 polybag, ada juga yang cuma dapet 11 polybag (HM, 50 tahun). Variabel penyediaan access reform lainnya yaitu pembinaan dan bimbingan teknis. Pembinaan dan bimbingan teknis adalah usaha, tindakan, atau kegiatan dari instansi tertentu untuk mengarahkan responden dalam pengolahan tanah yang berkelanjutan dan mengolah hasil produksi pertanian yang lebih baik. Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa jumlah responden yang berada pada kategori rendah untuk pembinaan dan bimbingan teknis sebanyak 90.6% dan kategori tinggi sebanyak 9.4%. Ketiga responden yang mengaku mendapatkan pembinaan dan bimbingan teknis adalah mereka yang juga menerima infrastruktur dan sarana produksi berupa bibit manggis dari pemerintah. Waktu pas dibagiin manggu di balai desa, Ibu sendiri yang dateng ke sana. Sekalian dikasih tau cara nanemnya gimana, jarak tanemnya harus berapa, terus tanahnya harus diapain biar subur. Ada petugasnya neng dari dinas pertanian kalo ngga salah (AN, 50 tahun). Kalo kayak penyuluhan gitu pernah ada pas lagi bagiin manggis. Orang dari dinas yang dateng. Tapi cuma sekali itu aja, abis itu ngga pernah ada lagi (HM, 50 tahun). Variabel selanjutnya adalah dukungan permodalan dan dukungan distribusi pemasaran. Dukungan permodalan yaitu dukungan berupa uang yang dipinjamkan atau diberikan oleh instansi tertentu untuk keberlanjutan pengolahan tanah, sedangkan dukungan distribusi pemasaran yaitu dukungan penyaluran nilai jual hasil produksi pertanian dari tanah hasil redistribusi. Tabel 7 memperlihatkan jumlah responden yang menerima dukungan permodalan yang berada pada kategori rendah sebanyak 90.6%, sedangkan yang berada pada kategori tinggi sebanyak 9.4%. Selanjutnya, untuk variabel distribusi pemasaran, 46.9% responden berada pada kategori rendah, sedangkan 53.1% berada pada kategori tinggi. Warga yang mengatakan bahwa pernah tersedia dukungan permodalan di desanya mengaku pernah ditawarkan sejumlah uang untuk modal berusaha tani ketika pembagian bibit manggis. Akan tetapi, warga mengaku takut untuk

6 37 menerimanya dan memilih untuk menolak tawaran modal terebut. Selanjutnya, dalam hal distribusi pemasaran, seluruh warga yang menerima bibit manggis mengaku telah menerima dukungan distribusi pemasaran, yakni dengan cara sudah ada yang membawa hasil panen manggis warga ke pasar menggunakan mobil pick up. Tanaman yang ditanam di kebun warga cukup beragam, selain manggis ada juga tanaman albasia, afrika, sengon, jabon, ambon, manggis, kecapi, rambutan, pisang, singkong, dan durian. Tanaman kayu-kayuan seperti albasia, afrika, sengon, jabon, dan ambon adalah tanaman yang bisa dipanen jika usia tanaman sudah mencapai kurang lebih lima tahun. Oleh sebab itu, terhitung dari tahun 2007 hingga saat ini warga mengaku baru menebang pohon (panen) sebanyak satu kali bahkan ada pula yang belum memanen. Ketika panen, menurut penuturan beberapa warga, sudah ada calo yang menawar kayu mereka. Jika tidak, mereka akan menjualnya melalui pengumpul atau tengkulak. Untuk tanaman buah musiman seperti manggis, kecapi, rambutan, dan durian ketika panen tiba pemiliknya akan membuat saung-saung di pinggir jalan raya untuk menjual hasil panennya. Variabel-variabel asset reform dan access reform apabila dijumlahkan skornya dan dibuat kategori baru untuk penerimaan reforma agraria, diperoleh hasil seperti dalam tabel berikut. Tabel 8 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pelaksanaan program reforma agraria di Desa Sipak tahun 2012 Pelaksanaan program reforma agraria Jumlah (n) Persentase (%) Rendah Tinggi Total Tabel 8 menunjukkan sebanyak 53.1% persen responden mendapatkan program reforma agraria kategori tinggi. Ini berarti pelaksanaan reforma agraria di Desa Sipak telah mencakup penyediaan asset reform dan access reform. Akan tetapi, tidak sedikit pula yang mengaku hanya mendapat tanah dan sertifikatnya, tidak ada access reform sama sekali yang mereka terima. Hal ini diperkuat dengan pernyataan salah seorang responden sebagai berikut. Ngga ada neng yang lainnya yang dikasih dari pemerintah, cuma tanah sama sertipikat aja. Tapi segitu juga udah Alhamdulillah ibu mah bersyukur dari yang ngga punya tanah sekarang mah jadi punya (JN, 70 tahun). Pernyataan ibu JN juga diperkuat oleh seorang informan yang menyatakan bahwa program reforma agraria yang diusung oleh pemerintah Kabupaten Bogor hanyalah pembagian tanah bekas perkebunan PT. PP. Jasinga dan pemberian sertifikat gratis atas tanah tersebut. Pelaksanaan reforma agraria yang tergolong tinggi ini telah sesuai dengan konsep reforma agraria yang dicetuskan oleh Wiradi (2009). Menurutnya, istilah reforma agraria tidak sama seperti land reform yang

7 38 merujuk pada program-program redistribusi tanah untuk menata ulang struktur kepemilikan dan penguasaan tanah, tetapi menyangkut berbagai program pendukung yang dapat mempengaruhi kinerja sektor pertanian pasca redistribusi tanah dengan maksud agar mereka yang semula tunakisma atau petani gurem itu kemudian mampu menjadi pengusaha tani yang mandiri dan tidak terjerumus ke dalam jebakan hutang. Dengan demikian, tujuan dari reforma agraria dapat tercapai. Tingkat Kapasitas Petani Peningkatan kapasitas petani adalah upaya meningkatkan kemampuan petani untuk dapat mengatasi keterbatasan yang membatasi kesempatan hidupnya sehingga memperoleh hak yang sama terhadap sumber daya dan menjadi perencana pembangunan bagi diri mereka. Tingkat kapasitas petani itu sendiri adalah tingkat kemampuan petani dalam mempertahankan kegiatan usaha taninya. Penelitian ini menggunakan tiga variabel untuk mengukur tingkat kapasitas petani, yaitu tingkat kemampuan mengidentifikasi potensi, tingkat kemampuan memanfaatkan peluang, dan tingkat kemampuan mengatasi masalah. Kapasitas petani dikatakan tinggi apabila petani mampu mengidentifikasi potensi, memanfaatkan peluang, dan mengatasi masalah yang terjadi pada usaha taninya. 1. Kemampuan Mengidentifikasi Potensi Kemampuan mengidentifikasi potensi yaitu tingkat pengetahuan petani terhadap keberadaan program reforma agraria, baik dalam hal penyediaan asset reform maupun access reform. Jumlah dan persentase responden berdasarkan kemampuannya mengidentifikasi potensi disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat kemampuan mengidentifikasi potensi di Desa Sipak tahun 2012 Tingkat kemampuan mengidentifikasi potensi Jumlah (n) Persentase (%) Rendah 0 0 Tinggi Total Variabel kemampuan mengidentifikasi potensi diukur berdasarkan sembilan pernyataan mengenai pengetahuan tentang program reforma agraria di Desa Sipak. Tabel 9 menunjukkan 100% responden berada pada kategori tinggi dalam hal kemampuan mengidentifikasi potensi. Artinya, seluruh warga dikatakan mampu mengetahui potensi apa saja yang terdapat di desanya untuk menunjang keberlanjutan usaha taninya. Potensi-potensi yang dianalisis pada penelitian ini di antaranya: (1) mengetahui adanya tanah yang dibagikan, (2) mengetahui adanya sertifikat yang diberikan untuk penerima tanah, (3) mengetahui luas lahan yang diberikan, (4) mengetahui adanya penyediaan infrastruktur dan sarana produksi, (5) mengetahui adanya penyuluhan mengenai pemanfaatan tanah, (6) mengetahui adanya penyuluhan mengenai pengolahan hasil produksi, (7) mengetahui adanya

8 39 pasar untuk mendistribusikan hasil produksi, (8) mengetahui adanya koperasi simpan pinjam untuk dukungan permodalan, (9) dan mengetahui adanya bank untuk dukungan permodalan. 2. Kemampuan Memanfaatkan Peluang Kemampuan memanfaatkan peluang yaitu tingkat kemampuan petani dalam mengakses program reforma agraria yang tersedia serta sumber-sumber perkreditan, pasar, informasi, dan teknologi yang ada. Tabel 10 memperlihatkan jumlah dan persentase responden berdasarkan kemampuannya memanfaatkan peluang. Tabel 10 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat kemampuan memanfaatkan peluang di Desa Sipak tahun 2012 Tingkat kemampuan memanfaatkan peluang Jumlah (n) Persentase (%) Rendah Tinggi Total Kemampuan memanfaatkan peluang dalam penelitian ini yaitu bagaimana petani memanfaatkan potensi-potensi yang terdapat di desanya untuk menunjang keberlanjutan usaha taninya, sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya. Tabel 10 menunjukkan bahwa sebanyak 96.9% responden berada dalam kategori rendah. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, banyak di antaranya yang tidak memanfaatkan potensi-potensi yang seharusnya dapat digunakan untuk menunjang usaha taninya, seperti memanfaatkan tanah redistribusi, memanfaatkan pasar untuk menjual hasil pertanian, dan memanfaatkan bank untuk sumber perkreditan mereka atau menyimpan uang hasil produksi pertanian. Ada berbagai alasan mengapa warga tidak memanfaatkan peluang-peluang yang ada, salah satunya adalah takut. Warga takut kalau tanah yang digarapnya akan diambil lagi oleh pemerintah sehingga mereka lebih memilih menjualnya karena akan mendapat uang lebih banyak dari hasil penjualan tersebut. Sebenarnya wacana tersebut hanyalah kabar burung yang tidak jelas sumbernya dari mana dan tidak dapat dipastikan kebenarannya. Hal ini diperkuat oleh pernyataan seorang responden sebagai berikut. Dulu sempet digarap lahan itu, yah paling cuma setahun lah ngegarapnya abis itu dijual. Soalnya denger kabar kalo tanahnya bakalan diambil lagi sama pemerentah. Kan sayang kalo udah capek-capek ngegarap terus dihargainnya cuma sedikit. Ya udah lah mending dijual aja, kebetulan waktu itu ada yang nawar empat juta (AR, 45 tahun). Belum lama juga saya ngejual tanah itu, sekitar tahun 2009 lah kira-kira. Saya ngejual tanah itu karena ikut-ikutan yang lain, yang lainnya pada ngejual, ya saya ikutan. Abis katanya tanahnya mau diambil lagi sama yang punya

9 40 (pemerintah). Takutnya kan nanti ngga dikasih uang ganti rugi kalo beneran diambil, jadi lebih baik saya jual (AB, 35 tahun). Alasan mengapa warga tidak mau memanfaatkan pasar sebagai tempat untuk menjual hasil produksi pertanian adalah karena sudah ada pengumpul yang akan membawanya ke pasar. Warga lebih mempercayakan kepada para pengumpul daripada menjualnya sendiri ke pasar, padahal keuntungan yang didapatkan dengan cara seperti itu justru lebih kecil dibandingkan jika menjualnya sendiri. Dalam hal mengakses bank untuk sumber perkreditan, warga mengaku takut jika tidak bisa mengembalikannya lagi sehingga warga memilih untuk mengolah lahan pertanian seadanya saja, tidak diberi pupuk atau pestisida untuk mengusir hama. 3. Kemampuan Mengatasi Masalah Kemampuan mengatasi masalah yaitu tingkat kemampuan penggunaan informasi dan inovasi dalam memecahkan masalah mengenai pengolahan tanah yang dihadapi. Jumlah dan persentase responden berdasarkan kemampuan mengatasi masalah disajikan dalam Tabel 11. Tabel 11 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat kemampuan mengatasi masalah di Desa Sipak tahun 2012 Tingkat kemampuan mengatasi masalah Jumlah (n) Persentase (%) Rendah Tinggi Total Tabel 11 menunjukkan jumlah responden yang berada dalam kategori rendah untuk kemampuan mengatasi masalah sebanyak 31.2% responden, sedangkan yang berada dalam kategori tinggi sebanyak 68.8% responden. Petani sebagai pelaku usaha tani tidak pernah lepas dari permasalahan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Menurut Subagio (2008), kapasitas petani dalam mengatasi masalah meliputi: (1) penggunaan informasi dan inovasi yang sesuai dengan masalah yang akan diselesaikan, (2) dapat menggunakan suatu pengalaman, baik yang berhasil maupun yang gagal sebagai modal untuk pencapaian tujuan usaha tani, (3) mampu membuat suatu tindakan alternatif yang menguntungkan, dan (4) selalu memiliki rencana sebagai tindakan antisipatif. Sebanyak 68.8% responden mengaku mampu mengatasi permasalahan yang terjadi pada pertanian mereka karena telah bertahun-tahun menjadi petani meskipun dulu belum memiliki lahan sendiri. Masalah mengenai hama dan penyakit tanaman telah menjadi makanan sehari-hari mereka sehingga dianggap bukan masalah lagi. Mengenai masalah keuangan, tanah yang mereka miliki dapat dijadikan sebagai solusi, misalnya dengan cara menjual hasil tanam seadanya, atau sewaktu-waktu menjual tanah tersebut jika benar-benar sangat mendesak. Sebanyak 31.2% responden yang tidak mampu mengatasi permasalahan yang terjadi pada usaha taninya mengaku tidak berusaha mencari tahu dan

10 41 menganalisis apa penyebabnya dan bagaimana mengatasinya. Warga yang tidak mampu mengatasi masalahnya mengaku bahwa mereka hanya membiarkan saja tanamannya diserang hama dan penyakit karena tidak tahu bagaimana cara mengatasinya. Pada akhirnya tanamannya mati dan jumlahnya menjadi berkurang. Peningkatan kapasitas petani diukur berdasarkan jumlah skor dari ketiga variabel di atas. Kapasitas petani meningkat apabila ketiga variabel tersebut berada pada kategori tinggi, sedangkan kapasitas petani tidak meningkat apabila ketiga variabel menunjukkan hal yang sebaliknya. Jumlah dan persentase responden berdasarkan peningkatan kapasitasnya disajikan dalam Tabel 12. Tabel 12 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat kapasitas di Desa Sipak tahun 2012 Tingkat kapasitas Jumlah (n) Persentase (%) Rendah Tinggi Total Tabel 12 menunjukkan jumlah responden yang memiliki tingkat kapasitas tinggi sebesar 56.2%. Ini berarti sebagian besar dari mereka telah mampu mengidentifikasi potensi yang terdapat di desa mereka, kemudian mampu menjadikannya sebagai peluang, dan mampu mengatasi permasalahan yang terjadi di dalam usaha tani mereka. Pelaksanaan Reforma Agraria dan Hubungannya dengan Tingkat Kapasitas Petani Reforma agraria pada intinya bukan hanya sekadar untuk membagi-bagikan tanah kepada para tunakisma atau petani gurem, melainkan juga untuk merombak struktur penguasaan dan kepemilikan atas tanah agar tidak terjadi lagi ketimpangan dalam hal penguasaan dan kepemilikan tanah. Dengan diimplementasikannya reforma agraria diharapkan petani meningkat kesejahteraannya. Asumsinya adalah dengan memiliki tanah sendiri maka petani akan lebih semangat menggarap tanahnya. Jika semangatnya bertambah maka kondisi perekonomiannya akan membaik. Akan tetapi, reforma agraria tidak sertamerta langsung meningkatkan kondisi kesejahteraan mereka. Akses-akses terhadap dukungan atau penunjang dari program ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas para penerimanya, di antaranya berupa peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pelatihan atau penyuluhan, memiliki akses terhadap sumber agraria berupa tanah garapan, mampu memiliki modal produksi, serta memiliki dan memahami penggunaan teknologi pertanian (Alfurqon 2009). Alfurqon (2009) menambahkan meningkatnya kapasitas petani sebagai komponen penting dalam produksi pertanian berpengaruh terhadap pemanfaatan sumber daya alam secara optimal. Kondisi ini akan mendorong peningkatan hasil produksi. Selanjutnya, keterampilan yang diperoleh dari pelatihan maupun penyuluhan akan dimanfaatkan untuk membuat suatu produk olahan yang lebih bernilai. Jika sasaran program dapat mendistribusikan (memasarkan) hasil

11 42 produksi olahan tersebut dengan baik, maka ini akan berdampak pada kondisi perekonomian rumah tangganya. Penelitian yang dilakukan di Desa Sipak ini mencoba mencari hubungan antara pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kapasitas petani. Dengan menggunakan teknik tabulasi silang, diperoleh informasi mengenai hubungan pelaksanaan reforma agraria dengan peningkatan kapasitas petani seperti pada tabel-tabel berikut. 1. Hubungan Reforma Agraria dengan Tingkat Kemampuan Mengidentifikasi Potensi Informasi mengenai hubungan pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kemampuan mengidentifikasi potensi disajikan dalam Tabel 13. Tabel 13 Jumlah dan persentase responden menurut hubungannya antara pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kemampuan mengidentifikasi potensi di Desa Sipak tahun 2012 Tingkat kemampuan Pelaksanaan reforma agraria mengidentifikasi Rendah Tinggi potensi Jumlah (n) Persen (%) Jumlah (n) Persen (%) Rendah Tinggi Total Tabel 13 menunjukkan bahwa 100% petani berada pada kategori tinggi dalam hal kemampuan mengidentifikasi potensi, tidak peduli pelaksanaan reforma agraria berada pada kategori rendah atau tinggi. Ini berarti petani sepenuhnya mengetahui bahwa di desa mereka pernah dilaksanakan reforma agraria dan mengetahui keberadaan-keberadaan sarana penunjang yang dapat mendukung keberlanjutan usaha tani mereka, atau setidaknya petani menjadi tahu apa yang dimaksud dengan reforma agraria, terlepas dari ada atau tidaknya sarana penunjang selain tanah dan sertifikat yang akan mendukung keberlanjutan usaha tani mereka. Jadi, dapat dikatakan bahwa pelaksanaaan reforma agraria berhubungan dengan tingkat kemampuan mengidentifikasi potensi. 2. Hubungan Reforma Agraria dengan Tingkat Kemampuan Memanfaatkan Peluang Kenyataan yang terjadi di Desa Sipak yaitu para petani yang menerima program reforma agraria telah mampu mengidentifikasi potensi yang terdapat di desa mereka untuk menunjang keberhasilan usaha taninya. Potensi-potensi yang tersedia di desa akan menjadi peluang yang sangat bagus jika petani mampu memanfaatkannya dengan baik. Tabel 14 menyajikan jumlah dan persentase responden berdasarkan hubungannya antara reforma agraria dengan tingkat kemampuan memanfaatkan peluang.

12 43 Tabel 14 Jumlah dan persentase responden menurut hubungannya antara pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kemampuan memanfaatkan peluang di Desa Sipak tahun 2012 Tingkat kemampuan Pelaksanaan reforma agraria memanfaatkan Rendah Tinggi peluang Jumlah (n) Persen (%) Jumlah (n) Persen (%) Rendah Tinggi Total Tabel 14 menunjukkan sebanyak 94.1% petani yang mendapatkan akses reforma agraria tinggi tidak mampu memanfaatkan peluang yang terdapat di desanya. Sama halnya dengan petani yang mendapatkan akses reforma agraria rendah yang juga tidak mampu memanfaatkan peluang. Analisis korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara reforma agraria dengan tingkat kapasitas petani. Berdasarkan uji korelasi Rank Spearman dengan SPSS 16.0, didapatkan nilai koefisien korelasi sebesar lebih kecil dari nilai koefisien korelasi pada tabel r (0.3494) dan nilai Sig. sebesar lebih besar dari nilai kritis (0.05). Hasil perhitungan tersebut diperkuat dari data kualitatif temuan di lapangan. Meskipun petani mendapat reforma agraria tinggi, banyak di antaranya yang tidak memanfaatkan peluang yang terdapat di desanya dengan alasan takut. Petani yang tidak menggarap tanahnya dan malah menjualnya mengatakan takut jika tanahnya diambil lagi oleh pemerintah. Petani yang tidak menerima bantuan permodalan mengatakan takut tidak bisa mengembalikannya lagi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kemampuan memanfaatkan peluang. 3. Hubungan Pelaksanaan Reforma Agraria dengan Tingkat Kemampuan Mengatasi Masalah Hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh koefisien korelasi sebesar , jelas lebih kecil daripada angka pada tabel r (0.3494). Hasil ini memperlihatkan bahwa pelaksanaan reforma agrarian tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat kemampuan mengatasi masalah yang terjadi pada usaha tani para penerimanya. Secara ringkas, hubungan antara pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kapasitas petani ditunjukkan dalam Tabel 15.

13 44 Tabel 15 Jumlah dan persentase responden menurut hubungannya antara pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kemampuan mengatasi masalah di Desa Sipak tahun 2012 Tingkat Pelaksanaan reforma agraria kemampuan Rendah Tinggi mengatasi masalah Jumlah (n) Persen (%) Jumlah (n) Persen (%) Rendah Tinggi Total Pelaksanaan reforma agraria tidak berhubungan dengan tingkat kemampuan mengatasi masalah. Hal tersebut dibuktikan dari temuan di lapangan bahwa lebih dari 50% petani telah mampu mengatasi permasalahannya sendiri meskipun saat tanah tersebut belum resmi menjadi miliknya. Para petani menyatakan hal tersebut sudah merupakan nalurinya sebagai petani. 4. Hubungan Pelaksanaan Reforma Agraria dengan Tingkat Kapasitas Petani Tabel 13, 14, dan 15 masing-masing telah menunjukkan hubungan antara pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kemampuan mengidentifikasi potensi, memanfaatkan peluang, serta mengatasi masalah. Terlihat bahwa hanya satu dari tiga variabel peningkatan kapasitas petani, yaitu tingkat kemampuan mengidentifikasi potensi, yang menunjukkan hubungan yang signifikan dengan pelaksanaan reforma agraria, sedangkan tingkat kemampuan memanfaatkan peluang dan tingkat kemampuan mengatasi masalah tidak berhubungan dengan pelaksanaan reforma agraria. Apabila secara keseluruhan ketiga variabel tersebut dianalisis, maka didapat hasil sebagai berikut. Tabel 16 Jumlah dan persentase responden menurut hubungannya antara pelaksanaan reforma agraria dengan tingkat kapasitas petani di Desa Sipak tahun 2012 Pelaksanaan reforma agraria Peningkatan Rendah Tinggi kapasitas petani Jumlah (n) Persen (%) Jumlah (n) Persen (%) Rendah Tinggi Total Tabel 16 menunjukkan bahwa 47.1% petani yang termasuk dalam kategori pelaksanaan reforma agraria tinggi mengalami peningkatan kapasitas, sedangkan 52.9% sisanya tidak mengalami peningkatan kapasitas. Pada kategori pelaksanaan reforma agraria rendah, justru sebanyak 66.7% petani mengalami peningkatan kapasitas, sisanya 33.3% yang tidak mengalami peningkatan kapasitas. Informasi tersebut mengindikasikan bahwa antara pelaksanaan reforma agraria dengan peningkatan kapasitas petani tidak berhubungan secara signifikan.

14 Uji korelasi Rank Spearman dengan nilai kepercayaan 0.05 (α = 5%) juga dilakukan untuk menguji apakah ada hubungan antara pelaksanaan reforma agraria dengan peningkatan kapasitas petani. Adapun Ho dari penelitian ini yaitu tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pelaksanaan reforma agraria dengan peningkatan kapasitas petani, sedangkan Ha dari penelitian ini yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara pelaksanaan reforma agraria dengan peningkatan kapasitas petani. Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar (-0.197) lebih kecil dari nilai koefisien korelasi pada tabel r (0,3494) dan nilai Sig. sebesar lebih besar dari nilai kritis (0.05). Jadi, ini berarti Ho diterima dan Ha ditolak. Artinya, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pelaksanaan reforma agraria dengan peningkatan kapasitas petani. Kemungkinan adanya faktor lain yang menyebabkan peningkatan kapasitas petani sangat besar, seperti yang ditunjukkan oleh hasil penelitian Subagio (2008) bahwa kapasitas petani sangat dipengaruhi oleh lingkungan fisik, lingkungan ekonomi dan sosial budaya, ketersediaan inovasi, karakter pribadi petani, dan akses terhadap informasi. Karakter pribadi petani itu sendiri ditunjukkan oleh pendidikan, umur, pengalaman berusaha tani, kekosmopolitan, dan keberanian mengambil risiko. Marlina (2008) menambahkan bahwa peningkatan kapasitas petani juga dilihat dari motivasi dan komitmennya. Motivasi adalah semangat petani untuk meraih prestasi, sedangkan komitmen adalah keterikatan jiwa petani terhadap kemajuan usaha taninya. Faktor-faktor inilah yang luput dari penelitian sehingga hasil uji korelasi menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan. Faktor lain yang menyebabkan tidak ada korelasi antara pelaksanaan reforma agraria dengan peningkatan kapasitas petani adalah tidak meratanya ketersediaan access reform. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, access reform hanya menjangkau penerima program yang tinggal di RW 09, itupun tidak semua merasakan keberadaan access reform tersebut. Petani penerima program yang tinggal selain di RW 09 mengaku hanya mendapatkan tanah dan sertifikat saja, tidak ada access reform sama sekali. Waktu pelaksanaan reforma agraria dengan waktu pelaksanaan penelitian yang terlampau dekat ( ) juga menjadi salah satu pertimbangan mengapa reforma agraria tidak berhubungan dengan tingkat kapasitas petani. Dalam kurun waktu 5 tahun tersebut, tepatnya setelah tanah resmi menjadi milik petani, tidak ditemui adanya pengorganisasian lokal dari pemerintah desa atau secara independen dari kelompok tani untuk meningkatkan kapasitas petani. Setelah tanah menjadi hak milik, perjuangan seolah berakhir karena yang diminta sudah dipenuhi. 45

REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI

REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI 46 REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI Kesejahteraan Petani Reforma agraria merupakan suatu alat untuk menyejahterakan rakyat. Akan tetapi, tidak serta merta begitu saja kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB VI PERUBAHAN STRUKTUR KEPEMILIKAN LAHAN

BAB VI PERUBAHAN STRUKTUR KEPEMILIKAN LAHAN BAB VI PERUBAHAN STRUKTUR KEPEMILIKAN LAHAN 6.1 Struktur Kepemilikan Lahan sebelum Program Reforma Agraria Menurut penjelasan beberapa tokoh Desa Pamagersari, dahulu lahan eks-hgu merupakan perkebunan

Lebih terperinci

BAB VI FAKTOR FAKTOR PENDUKUNG PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN 6.1 Faktor Eksternal Komoditas Kelapa Sawit memiliki banyak nilai tambah dibandingkan

BAB VI FAKTOR FAKTOR PENDUKUNG PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN 6.1 Faktor Eksternal Komoditas Kelapa Sawit memiliki banyak nilai tambah dibandingkan 51 BAB VI FAKTOR FAKTOR PENDUKUNG PERUBAHAN PRODUKSI PERTANIAN 6.1 Faktor Eksternal Komoditas Kelapa Sawit memiliki banyak nilai tambah dibandingkan dengan komoditas perkebunan lainnya. Harga pasaran yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanah dan Ketimpangan Penguasaan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Tanah dan Ketimpangan Penguasaan Tanah 5 TINJAUAN PUSTAKA Tanah dan Ketimpangan Penguasaan Tanah Tanah merupakan salah satu sumber agraria selain perairan, hutan, bahan tambang, dan udara (UUPA 1960). Sebagai negara agraris yang memiliki jumlah

Lebih terperinci

BAB VII PROGRAM REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI

BAB VII PROGRAM REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI BAB VII PROGRAM REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI 7.1 Tanggapan Warga Terhadap Program Sertifikasi Berdasarkan keterangan beberapa responden dan informan yang telah ditemui baik mereka

Lebih terperinci

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT

BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT BAB VI KELEMBAGAAN USAHA KAYU RAKYAT 6.1 Kelembagaan Pengurusan Hutan Rakyat Usaha kayu rakyat tidak menjadi mata pencaharian utama karena berbagai alasan antara lain usia panen yang lama, tidak dapat

Lebih terperinci

PELAKSANAAN REFORMA AGRARIA DI KECAMATAN JASINGA

PELAKSANAAN REFORMA AGRARIA DI KECAMATAN JASINGA 26 PELAKSANAAN REFORMA AGRARIA DI KECAMATAN JASINGA Riwayat Status Tanah di Jasinga Program reforma agraria yang dilaksanakan oleh pemerintah, dalam hal ini yang berwenang adalah Badan Pertanahan Nasional

Lebih terperinci

BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA

BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA BAB V PERAN KELOMPOK TANI BAGI KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA 5.1 Pengorganisasian Kegiatan Produksi Kelembagaan Kelompok Tani Peran produksi kelembagaan Kelompok Tani yang dikaji dalam penelitian ini ialah

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERAN STAKEHOLDERS DENGAN PARTISIPASI MASYARAKAT

HUBUNGAN PERAN STAKEHOLDERS DENGAN PARTISIPASI MASYARAKAT HUBUNGAN PERAN STAKEHOLDERS DENGAN PARTISIPASI MASYARAKAT Hipotesis dalam penelitian ini adalah semakin tinggi peran stakeholders dalam penyelenggaraan program agropolitan di Desa Karacak maka semakin

Lebih terperinci

BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN

BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN 39 BAB V POLA PENGUASAAN LAHAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN LAHAN 5.1 Penguasaan Lahan Pertanian Lahan pertanian memiliki manfaat yang cukup besar dilihat dari segi ekonomi, sosial dan lingkungan

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISTIK DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT

BAB V KARAKTERISTIK DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT 19 BAB V KARAKTERISTIK DAN PERKEMBANGAN PRODUKSI KAYU PETANI HUTAN RAKYAT 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur Umur merupakan salah satu faktor penting dalam bekerja karena umur mempengaruhi kekuatan

Lebih terperinci

PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP STRATEGI BERTAHAN HIDUP PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI

PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP STRATEGI BERTAHAN HIDUP PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI 48 PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP STRATEGI BERTAHAN HIDUP PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI Bab berikut menganalisis pengaruh antara variabel ketimpangan gender dengan strategi bertahan hidup pada rumah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 42 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Gambaran Umum Desa Pangradin Desa Pangradin adalah salah satu dari sepuluh desa yang mendapatkan PPAN dari pemerintah pusat. Desa Pangradin memiliki luas 1.175 hektar

Lebih terperinci

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Informasi yang Dimiliki Masyarakat Migran Di Permukiman Liar Mengenai Adanya Fasilitas Kesehatan Gratis Atau Bersubsidi Salah satu program pemerintah untuk menunjang kesehatan

Lebih terperinci

PERANAN REFORMA AGRARIA DALAM MENINGKATKAN KAPASITAS DAN KESEJAHTERAAN PETANI RIZKI AMELIA

PERANAN REFORMA AGRARIA DALAM MENINGKATKAN KAPASITAS DAN KESEJAHTERAAN PETANI RIZKI AMELIA PERANAN REFORMA AGRARIA DALAM MENINGKATKAN KAPASITAS DAN KESEJAHTERAAN PETANI RIZKI AMELIA DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI

BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI BAB V PERAN USAHA KAYU RAKYAT DALAM STRATEGI NAFKAH RUMAH TANGGA PETANI 5.1 Strategi Nafkah Petani Petani di Desa Curug melakukan pilihan terhadap strategi nafkah yang berbeda-beda untuk menghidupi keluarganya.

Lebih terperinci

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN

BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN BAB V PENGELOLAAN HUTAN DAN LUAS LAHAN 5.1 Aksesibilitas Masyarakat terhadap Hutan 5.1.1 Sebelum Penunjukan Areal Konservasi Keberadaan masyarakat Desa Cirompang dimulai dengan adanya pembukaan lahan pada

Lebih terperinci

BAB VI KEADAAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DESA PANGRADIN. 6.1 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Pangradin

BAB VI KEADAAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DESA PANGRADIN. 6.1 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Pangradin 67 BAB VI KEADAAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DESA PANGRADIN 6.1 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Pangradin 6.1.1 Kependudukan Desa Pangradin secara Administratif memiliki dua dusun yaitu dusun Pangradin

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak dan Luas Desa Curug Desa Curug merupakan sebuah desa dengan luas 1.265 Ha yang termasuk kedalam wilayah Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

BAB VI PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA

BAB VI PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA BAB VI PENGEMBANGAN KEGIATAN USAHATANI ANGGOTA 6.1 Pengembangan Kegiatan Usahatani Anggota Pengembangan usatani dapat terlihat melalui penerapan diversifikasi usahatani yang dilakukan, peningkatan produktivitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan tempat di mana manusia berada dan hidup. Baik langsung

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan tempat di mana manusia berada dan hidup. Baik langsung I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan tempat di mana manusia berada dan hidup. Baik langsung maupun tidak manusia hidup dari tanah. Bahkan bagi mereka yang hidup bukan dari tanah pertanian,

Lebih terperinci

Tabel 15. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Pendapatan Tahun 2011

Tabel 15. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Pendapatan Tahun 2011 59 BAB VII HUBUNGAN PENGARUH TINGKAT PENGUASAAN LAHAN TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI 7.1 Hubungan Pengaruh Luas Lahan Terhadap Tingkat Pendapatan Pertanian Penguasaan lahan merupakan

Lebih terperinci

BAB VII DAMPAK LANDREFORM DARI BAWAH (BY LEVERAGE) DAN ARAH TRANSFER MANFAAT DALAM KEBIJAKAN PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL

BAB VII DAMPAK LANDREFORM DARI BAWAH (BY LEVERAGE) DAN ARAH TRANSFER MANFAAT DALAM KEBIJAKAN PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL 103 BAB VII DAMPAK LANDREFORM DARI BAWAH (BY LEVERAGE) DAN ARAH TRANSFER MANFAAT DALAM KEBIJAKAN PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL 7.1. Dampak Landreform Dari Bawah (By Leverage) dan Program Pembaruan

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH 67 BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH Bab ini akan membahas keefektifan Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan (Proksi Mantap) dalam mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Sesuai penegasan Kepala BPN RI: Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) bukanlah sekedar proyek bagi-bagi tanah, melainkan suatu program terpadu untuk mewujudkan keadilan sosial dan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Deskripsi Faktor-Faktor Yang berhubungan dengan Partisipasi Petani dalam Kebijakan Optimalisasi dan Pemeliharaan JITUT 5.1.1 Umur (X 1 ) Berdasarkan hasil penelitian terhadap

Lebih terperinci

ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN

ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN 45 ANALISIS SITUASI DAN PERMASALAHAN PETANI MISKIN Karakteristik Petani Miskin Ditinjau dari kepemilikan lahan dan usaha taninya, petani yang ada di RT 24 Kelurahan Nunukan Timur dapat dikategorikan sebagai

Lebih terperinci

PELUANG BEKERJA DAN BERUSAHA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT UPAH WANITA KEPALA RUMAH TANGGA (WKRT)

PELUANG BEKERJA DAN BERUSAHA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT UPAH WANITA KEPALA RUMAH TANGGA (WKRT) PELUANG BEKERJA DAN BERUSAHA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT UPAH WANITA KEPALA RUMAH TANGGA (WKRT) 39 Peluang Bekerja dan Berusaha Wanita Kepala Rumah Tangga (WKRT) Peluang bekerja dan berusaha adalah

Lebih terperinci

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT VIII PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT 8.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Produktivitas rata-rata gabah padi sehat petani responden sebesar 6,2 ton/ha. Produktivitas rata-rata

Lebih terperinci

BAB VII PERSEPSI MASYARAKAT LOKAL DI DESA PANGRADIN TERHADAP PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN)

BAB VII PERSEPSI MASYARAKAT LOKAL DI DESA PANGRADIN TERHADAP PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN) 83 BAB VII PERSEPSI MASYARAKAT LOKAL DI DESA PANGRADIN TERHADAP PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN) 7.1 Persepsi Masyarakat Umum Desa Pangradin Terhadap Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN)

Lebih terperinci

BAB VII FAKTOR-FAKTOR PENDORONG KEBERHASILAN PENGORGANISASIAN KEGIATAN USAHATANI

BAB VII FAKTOR-FAKTOR PENDORONG KEBERHASILAN PENGORGANISASIAN KEGIATAN USAHATANI BAB VII FAKTOR-FAKTOR PENDORONG KEBERHASILAN PENGORGANISASIAN KEGIATAN USAHATANI 7.1 Keragaan Kelembagaan Kelompok Tani Sauyunan Keragaan adalah penampilan dari kelompok tani yang termasuk suatu lembaga,

Lebih terperinci

BAB VII PENERAPAN SISTEM PERTANIAN PADI SEHAT DAN PERUBAHAN BENTUK ORGANISASI

BAB VII PENERAPAN SISTEM PERTANIAN PADI SEHAT DAN PERUBAHAN BENTUK ORGANISASI 49 BAB VII PENERAPAN SISTEM PERTANIAN PADI SEHAT DAN PERUBAHAN BENTUK ORGANISASI 7.1. Kebutuhan yang Dirasakan dalam Penerapan Sistem Pertanian Padi Sehat Beralihnya komunitas petani padi sehat Desa Ciburuy

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan

Lebih terperinci

BAB V PENERAPAN SISTEM PERTANIAN PADI SEHAT

BAB V PENERAPAN SISTEM PERTANIAN PADI SEHAT 38 BAB V PENERAPAN SISTEM PERTANIAN PADI SEHAT 5.1. Sejarah Masuknya Sistem Pertanian Padi Sehat di Kampung Ciburuy Kampung Ciburuy merupakan areal penanaman padi sawah yang cukup potensial. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengelolaan Hutan Rakyat di Kabupaten Sumedang Kabupaten Sumedang memiliki luas wilayah sebesar 155.871,98 ha yang terdiri dari 26 kecamatan dengan 272 desa dan 7 kelurahan.

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN 2015-2019 DEPUTI MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS BIDANG PENGEMBANGAN REGIONAL DAN OTONOMI DAERAH Jakarta, 21 November 2013 Kerangka Paparan 1. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat memberikan berbagai manfaat bagi kehidupan manusia, yaitu manfaat ekologis, sosial maupun ekonomi. Tetapi dari berbagai

Lebih terperinci

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli BAB V Pembangunan di Kabupaten Bangli Oleh: Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perhutanan Kabupaten Bangli. Dewasa ini, permintaan kayu semakin meningkat, sementara kemampuan produksi kayu dari kawasan hutan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 19 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Geografi Desa Sipak merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor dengan luas wilayah 558 194 ha. Desa Sipak secara geografis terletak

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dengan jarak kurang lebih 18 km dari ibu kota Kabupaten Buleleng

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Koordinasi Antara Kelompok Tani dan BPD dalam Penyediaan Pupuk Distribusi pupuk didesa Fajar Baru ini masih kurang, dan sulit untuk didapat. Untuk mendapatkan pupuk petani

Lebih terperinci

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : POTENSI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA Oleh : Sukadaryati 1) ABSTRAK

PROSIDING Seminar Hasil Litbang Hasil Hutan 2006 : POTENSI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA Oleh : Sukadaryati 1) ABSTRAK POTENSI HUTAN RAKYAT DI INDONESIA DAN PERMASALAHANNYA Oleh : Sukadaryati 1) ABSTRAK Hutan rakyat sudah lama ada dan terus berkembang di masyarakat. Manfaat yang diperoleh dari hutan rakyat sangat dirasakan

Lebih terperinci

KEBERHASILAN IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

KEBERHASILAN IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KEBERHASILAN IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Pembahasan ini menguraikan mengenai aspek pembangunan berkelanjutan yang ada dalam program penanaman jarak pagar (Jathropa curcas). World Commission

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Lahirnya Kelembagaan Lahirnya kelembagaan diawali dari kesamaan karakteristik dan tujuan masing-masing orang dalam kelompok tersebut. Kesamaan kepentingan menyebabkan adanya

Lebih terperinci

PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI

PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI PROSPEK PENGEMBANGAN UBIKAYU DALAM KAITANNYA DENGAN USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI TRANSMIGRASI DI DAERAH JAMBI Oleh: Aladin Nasution*) - Abstrak Pada dasarnya pembangunan pertanian di daerah transmigrasi

Lebih terperinci

IDEOLOGI GENDER DAN KEHIDUPAN WANITA KEPALA RUMAH TANGGA (WKRT)

IDEOLOGI GENDER DAN KEHIDUPAN WANITA KEPALA RUMAH TANGGA (WKRT) IDEOLOGI GENDER DAN KEHIDUPAN WANITA KEPALA RUMAH TANGGA (WKRT) 31 Ideologi Gender Ideologi gender adalah suatu pemikiran yang dianut oleh masyarakat yang mempengaruhi WKRT (Wanita Kepala Rumah Tangga)

Lebih terperinci

No. Responden : Nama : Umur : Jenis Kelamin Pendidikan terakhir : Pekerjaan :

No. Responden : Nama : Umur : Jenis Kelamin Pendidikan terakhir : Pekerjaan : PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM STUDI KUALITATIF PERILAKU BUANG AIR BESAR PADA IBU RUMAH TANGGA YANG TIDAK MEMILIKI JAMBAN KELUARGA DI KECAMATAN SUKARESMI KABUPATEN GARUT 2009 Informan : Ibu rumah tangga No.

Lebih terperinci

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara Menghadirkan Negara Agenda prioritas Nawacita yang kelima mengamanatkan negara untuk meningkatkan kesejahteraan dengan mendorong reforma agraria (landreform) dan program kepemilikan tanah 9 juta hektar.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN... 8

DAFTAR ISI II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN... 8 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii DAFTAR ISTILAH... ix I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Perumusan Masalah...

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi 5.2. Jumlah Kepala Keluarga (KK) Tani dan Status Penguasaan Lahan di Kelurahan Situmekar V. GAMBARAN UMUM 5.1. Wilayah dan Topografi Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49 29 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan.

VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan. VI SISTEM KEMITRAAN PT SAUNG MIRWAN 6.1 Gambaran Umum Kemitraan Kedelai Edamame PT Saung Mirwan sangat menyadari adanya keterbatasan-keterbatasan. Terutama dalam hal luas lahan dan jumlah penanaman masih

Lebih terperinci

DEFINISI OPERASIONAL, INDIKATOR DAN PENGUKURAN PEUBAH PENELITIAN PEUBAH DEFINISI OPERASIONAL INDIKATOR PENGUKURAN *)

DEFINISI OPERASIONAL, INDIKATOR DAN PENGUKURAN PEUBAH PENELITIAN PEUBAH DEFINISI OPERASIONAL INDIKATOR PENGUKURAN *) 176 Lampiran 1 DEFINISI OPERASIONAL, INDIKATOR DAN PENGUKURAN PEUBAH PENELITIAN PEUBAH DEFINISI OPERASIONAL INDIKATOR PENGUKURAN *) FAKTOR INTERNAL (X 1) : Umur (X1.1) Tingkat Pendidikan (formal dan non

Lebih terperinci

BAB V BEBAN GANDA WANITA BEKERJA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB V BEBAN GANDA WANITA BEKERJA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA BAB V BEBAN GANDA WANITA BEKERJA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 5.1 Beban Ganda Beban ganda wanita adalah tugas rangkap yang dijalani oleh seorang wanita (lebih dari satu peran) yakni sebagai ibu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ideologi kanan seperti : Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Filipina dan Brazil, maupun

BAB I PENDAHULUAN. ideologi kanan seperti : Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Filipina dan Brazil, maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reforma Agraria merupakan penyelesaian yang muncul terhadap masalah ketimpangan struktur agraria, kemiskinan ketahanan pangan, dan pengembangan wilayah pedesaan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal tersebut dikarenakan potensi dari sektor pertanian di Indonesia didukung oleh ketersediaan sumber

Lebih terperinci

BAB VII KONDISI KETAHANAN PANGAN PADA RUMAHTANGGA KOMUNITAS JEMBATAN SERONG

BAB VII KONDISI KETAHANAN PANGAN PADA RUMAHTANGGA KOMUNITAS JEMBATAN SERONG BAB VII KONDISI KETAHANAN PANGAN PADA RUMAHTANGGA KOMUNITAS JEMBATAN SERONG Rumahtangga di Indonesia terbagi ke dalam dua tipe, yaitu rumahtangga yang dikepalai pria (RTKP) dan rumahtangga yang dikepalai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkebunan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan yang cukup besar pada perekonomian negara Indonesia. Salah satu andalan perkebunan Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis agraria menyebabkan terjadinya kelangkaan tanah, sedangkan kebutuhan tanah bagi manusia semakin besar. Kebutuhan tanah yang semakin besar ini sejalan dengan

Lebih terperinci

Pengantar Presiden - Ratas Tentang Reforma Agraria, Kantor Presiden Jakarta, 24 Agustus 2016 Rabu, 24 Agustus 2016

Pengantar Presiden - Ratas Tentang Reforma Agraria, Kantor Presiden Jakarta, 24 Agustus 2016 Rabu, 24 Agustus 2016 Pengantar Presiden - Ratas Tentang Reforma Agraria, Kantor Presiden Jakarta, 24 Agustus 2016 Rabu, 24 Agustus 2016 TRANSKRIP PENGANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RAPAT TERBATAS KABINET KERJA TENTANG REFORMA

Lebih terperinci

BAB VII OPINI PUBLIK TENTANG PT. INDOCEMENT. TUNGGAL PRAKARSA Tbk.

BAB VII OPINI PUBLIK TENTANG PT. INDOCEMENT. TUNGGAL PRAKARSA Tbk. BAB VII OPINI PUBLIK TENTANG PT. INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA Tbk. Opini publik tentang PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk terdiri dari opini publik tentang keberadaan perusahaan di tengah-tengah masyarakat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai PENDAHULUAN Latar Belakang Petani rumput laut yang kompeten merupakan petani yang mampu dan menguasai aspek teknik budidaya rumput laut dan aspek manajerial usaha tani rumput laut. teknik manajemen usahatani.

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PANEN KELOMPOK PETANI JAGUNG DI KABUPATEN ACEH TENGGARA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PANEN KELOMPOK PETANI JAGUNG DI KABUPATEN ACEH TENGGARA Lampiran 1 Questioner ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PANEN KELOMPOK PETANI JAGUNG DI KABUPATEN ACEH TENGGARA 1. Pertanyaan dalam Kuisioner ini tujuannya hanya semata-mata untuk penelitian

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Petani Hutan Rakyat 5.1.1. Karakteristik Petani Hutan Rakyat Karakteristik petani hutan rakyat merupakan suatu karakter atau ciri-ciri yang terdapat pada responden.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor

I. PENDAHULUAN. titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sasaran pembangunan nasional diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi dengan titik berat pada sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian nasional sektor pertanian memiliki

Lebih terperinci

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan Juli 1997 mempunyai dampak yang besar terhadap perekonomian negara. Sektor pertanian di lndonesia dalam

Lebih terperinci

BAB V PROSES IMPLEMENTASI PROGRAM REFORMA AGRARIA

BAB V PROSES IMPLEMENTASI PROGRAM REFORMA AGRARIA BAB V PROSES IMPLEMENTASI PROGRAM REFORMA AGRARIA 5.1 Latar Belakang Lokasi Reforma Agraria 5.1.1 Sejarah Lahan Eks-HGU Jasinga Indonesia merupakan negara agraris, karena memiliki sumber daya alam agraria

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM

REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM GUNAWAN SASMITA DIREKTUR LANDREFORM ALIANSI PETANI INDONESIA JAKARTA 10 DESEMBER 2007 LANDASAN FILOSOFI TANAH KARUNIA TUHAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi 4.1.1 Keadaan Geografis Desa Oluhuta Utara merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Luas

Lebih terperinci

BAB V PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA DESA PANGRADIN

BAB V PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA DESA PANGRADIN 51 BAB V PERUBAHAN STRUKTUR AGRARIA DESA PANGRADIN 5.1 Bentuk-bentuk Penguasaan Tanah di Desa Pangradin Tanah dikategorikan menjadi sumberdaya yang dapat diperbaharui. Namun karena jumlahnya yang tetap

Lebih terperinci

BAB V11 KESEJAHTERAAN KELUARGA PEKERJA PEREMPUAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB V11 KESEJAHTERAAN KELUARGA PEKERJA PEREMPUAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 52 BAB V11 KESEJAHTERAAN KELUARGA PEKERJA PEREMPUAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 7.1 Kontribusi Perempuan dalam Ekonomi Keluarga Pekerjaan dengan POS dianggap sebagai pekerjaan rumah tangga atau

Lebih terperinci

VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT VIII. ARAHAN PENGELOLAAN KEGIATAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT Kegiatan budidaya rumput laut telah berkembang dengan pesat di Kabupaten Bantaeng. Indikasinya dapat dilihat dari hamparan budidaya rumput laut yang

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT 7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Agenda pembaruan agraria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 TAP MPR Nomor IX/MPR/2001 salah satunya adalah melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan

Lebih terperinci

BAB VI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PARTISIPASI DENGAN DAMPAK SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PERDESAAN

BAB VI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PARTISIPASI DENGAN DAMPAK SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PERDESAAN BAB VI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PARTISIPASI DENGAN DAMPAK SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PERDESAAN 6.1. Hubungan Antara Tingkat Partisipasi dengan Dampak Sosial 6.1.1. Analisis Uji Hipotesis Penelitian Hipotesis

Lebih terperinci

VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA

VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA VI KAJIAN KEMITRAAN PETANI PADI SEHAT DESA CIBURUY DENGAN LEMBAGA PERTANIAN SEHAT DOMPET DHUAFA REPLUBIKA 6.1 Motif Dasar Kemitraan dan Peran Pelaku Kemitraan Lembaga Petanian Sehat Dompet Dhuafa Replubika

Lebih terperinci

SIKAP MASYARAKAT TERHADAP IMPLEMENTASI OTONOMI DAERAH DI DESA CIARUTEUN ILIR

SIKAP MASYARAKAT TERHADAP IMPLEMENTASI OTONOMI DAERAH DI DESA CIARUTEUN ILIR 39 SIKAP MASYARAKAT TERHADAP IMPLEMENTASI OTONOMI DAERAH DI DESA CIARUTEUN ILIR Sikap masyarakat terhadap implementasi otonomi daerah merupakan kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI Penarikan kesimpulan yang mencakup verifikasi atas kesimpulan terhadap data yang dianalisis agar menjadi lebih rinci. Data kuantitatif diolah dengan proses editing, coding, scoring, entry, dan analisis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua Desa dengan pola hutan rakyat yang berbeda dimana, desa tersebut terletak di kecamatan yang berbeda juga, yaitu:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki kekayaan alam hayati yang sangat beragam yang menjadi andalan perekonomian nasional. Kondisi agroklimat di Indonesia sangat

Lebih terperinci

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA 59 BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA 8.1 Pengambilan Keputusan Inovasi Prima Tani oleh Petani Pengambilan keputusan inovasi Prima

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bandar Dalam Kecamatan Sidomulyo

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bandar Dalam Kecamatan Sidomulyo III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bandar Dalam Kecamatan Sidomulyo Kabupaten Lampung Selatan. Waktu penelitian dari bulan Agustus - September 2014.

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih menghadapi sejumlah permasalahan, baik di bidang ekonomi, sosial, hukum, politik, maupun

Lebih terperinci

SERTIFIKASI UMK: MEDIA KEBUTUHAN LOKAL DAN SUPRA LOKAL

SERTIFIKASI UMK: MEDIA KEBUTUHAN LOKAL DAN SUPRA LOKAL 31 SERTIFIKASI UMK: MEDIA KEBUTUHAN LOKAL DAN SUPRA LOKAL Pada bagian ini akan dipaparkan mengenai profil sertifikat UMK. Sertifikasi UMK dideskripsikan menjadi dua sub bab berdasarkan sudut pandang pemerintah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 27 PENDAHULUAN Latar Belakang Paradigma baru pembangunan Indonesia lebih diorientasikan pada sektor pertanian sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kapasitas lokal. Salah satu fokus

Lebih terperinci

V. HASIL DANPEMBAHASAN. A. Karakteristik Petani Penangkar Benih Padi. benih padi. Karakteristik petani penangkar benih padi untuk melihat sejauh mana

V. HASIL DANPEMBAHASAN. A. Karakteristik Petani Penangkar Benih Padi. benih padi. Karakteristik petani penangkar benih padi untuk melihat sejauh mana V. HASIL DANPEMBAHASAN A. Karakteristik Petani Penangkar Benih Padi Petani yang dijadikan responden dalam penelitian ini yaitu petani penangkar benih padi yang bermitra dengan UPT Balai Benih Pertanian

Lebih terperinci

USAHA KAKI LIMA SEBAGAI KEGIATAN SEKTOR INFORMAL YANG SAH

USAHA KAKI LIMA SEBAGAI KEGIATAN SEKTOR INFORMAL YANG SAH 23 USAHA KAKI LIMA SEBAGAI KEGIATAN SEKTOR INFORMAL YANG SAH Gambaran Usaha Kaki Lima di Sekitar Kebun Raya Bogor (KRB) Menjadi wirausahawan merupakan salah satu sumber pendapatan yang menjanjikan dan

Lebih terperinci

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL TERHADAP CURAHAN WAKTU KERJA KELOMPOK WANITA TANI PADI DI DESA BANJARAN KECAMATAN BANGSRI KABUPATEN JEPARA

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL TERHADAP CURAHAN WAKTU KERJA KELOMPOK WANITA TANI PADI DI DESA BANJARAN KECAMATAN BANGSRI KABUPATEN JEPARA PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL TERHADAP CURAHAN WAKTU KERJA KELOMPOK WANITA TANI PADI DI DESA BANJARAN KECAMATAN BANGSRI KABUPATEN JEPARA Rosalina Berliani, Dyah Mardiningsih, Siwi Gayatri Program Studi

Lebih terperinci

BAB VII MOTIVASI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

BAB VII MOTIVASI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 69 BAB VII MOTIVASI RELAWAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 7.1 Motivasi Relawan dalam Pelaksanaan PNPM-MP Motivasi responden dalam penelitian ini diartikan sebagai dorongan atau kehendak yang menyebabkan

Lebih terperinci

REALISASI PROGRAM DAN PENCAPAIAN PENINGKATAN PROSPEK USAHA

REALISASI PROGRAM DAN PENCAPAIAN PENINGKATAN PROSPEK USAHA REALISASI PROGRAM DAN PENCAPAIAN PENINGKATAN PROSPEK USAHA 57 Bab ini membahas mengenai pelaksanaan program sertifikasi UMK di Kelurahan Loji dan Situ Gede. Realisasi pelaksanaan program tersebut dideskripsikan

Lebih terperinci

Si Hijau Pembawa Berkah

Si Hijau Pembawa Berkah Lembar Kerja Kegiatan Sosial Berkelanjutan Palangka Raya, 17 Maret 2015 Si Hijau Pembawa Berkah Kegiatan sosial di Kelurahan Bukit Tunggal adalah salah satu contoh kegiatan sosial yang berkelanjutan. Hal

Lebih terperinci

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN CABAI MERAH, CABAI RAWIT, BAWANG MERAH, JERUK, DAN PISANG JAWA TENGAH TAHUN 2014

STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN CABAI MERAH, CABAI RAWIT, BAWANG MERAH, JERUK, DAN PISANG JAWA TENGAH TAHUN 2014 No. 76/12/33 Th. VIII, 23 Desember 2014 STRUKTUR ONGKOS USAHA TANAMAN CABAI MERAH, CABAI RAWIT, BAWANG MERAH, JERUK, DAN PISANG JAWA TENGAH TAHUN 2014 TOTAL BIAYA PRODUKSI USAHA TANAMAN CABAI MERAH PER

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETANI DENGAN AKSESIBILITAS TERHADAP MEDIA KOMUNIKASI CYBER EXTENSION

HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETANI DENGAN AKSESIBILITAS TERHADAP MEDIA KOMUNIKASI CYBER EXTENSION 69 HUBUNGAN KARAKTERISTIK PETANI DENGAN AKSESIBILITAS TERHADAP MEDIA KOMUNIKASI CYBER EXTENSION Aksesibilitas terhadap media komunikasi cyber extension adalah peluang memanfaatkan media komunikasi cyber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diantaranya adalah perspektif sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Karena

I. PENDAHULUAN. diantaranya adalah perspektif sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah memiliki keterkaitan dengan berbagai perspektif, yang beberapa diantaranya adalah perspektif sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Karena keterkaitannya dengan berbagai

Lebih terperinci

POJOK TANI: LEMBAGA KEMASYARAKATAN PENINGKAT KUALITAS PERTANIAN

POJOK TANI: LEMBAGA KEMASYARAKATAN PENINGKAT KUALITAS PERTANIAN 1 POJOK TANI: LEMBAGA KEMASYARAKATAN PENINGKAT KUALITAS PERTANIAN PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Permasalahan petani sangat luas sekali jika dijabarkan. Tidak hanya masalah dalam bercocok tanam saja

Lebih terperinci

ACARA 3. KELEMBAGAAN !! Instruksi Kerja : A. Aspek Kelembagaan

ACARA 3. KELEMBAGAAN !! Instruksi Kerja : A. Aspek Kelembagaan ACARA 3. KELEMBAGAAN!! Instruksi Kerja : a. Setiap praktikan mengidentifikasi kelembagaan pertanian yang ada di wilayah praktek lapang yang telah ditentukan. b. Praktikan mencari jurnal mengenai kelembagaan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis dengan pendekatan kuantitatif. Metode deskriptif adalah suatu metode yang memusatkan diri dalam meneliti

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sumber: Data primer Profil Kelurahan Lenteng Agung 2009.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Sumber: Data primer Profil Kelurahan Lenteng Agung 2009. 41 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Daerah Penelitian Letak Geografis dan Keadaan Wilayah Kelurahan Lenteng Agung merupakan salah satu kelurahan dari enam kelurahan di Kecamatan Jagakarsa termasuk dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman pisang merupakan salah satu kekayaan alam asli Asia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman pisang merupakan salah satu kekayaan alam asli Asia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman pisang merupakan salah satu kekayaan alam asli Asia Tenggara. Pisang sendiri dalam analisa bisnis tertuju pada buahnya mesikpun dalam tanaman pisang sendiri

Lebih terperinci

BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI

BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI BAB VII FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEINOVATIFAN PETANI DAN LAJU ADOPSI INOVASI Sebagaimana telah dikemukakan di depan, fokus studi difusi ini adalah pada inovasi budidaya SRI yang diintroduksikan

Lebih terperinci