REALISASI PROGRAM DAN PENCAPAIAN PENINGKATAN PROSPEK USAHA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "REALISASI PROGRAM DAN PENCAPAIAN PENINGKATAN PROSPEK USAHA"

Transkripsi

1 REALISASI PROGRAM DAN PENCAPAIAN PENINGKATAN PROSPEK USAHA 57 Bab ini membahas mengenai pelaksanaan program sertifikasi UMK di Kelurahan Loji dan Situ Gede. Realisasi pelaksanaan program tersebut dideskripsikan berdasarkan fakta di lapangan, dan kemudian dikaitkan dengan pencapaian pemanfaatan tanah pada mayoritas responden di dua kelurahan ini. Selain itu, diuraikan pula mengenai kaitan kepemilikan sertifikasi UMK dengan pencapaian peningkatan prospek usaha pada penerima program. Program Sertifikasi UMK: Analisa atas Kesenjangan Program Pemberdayaan UMK melalui kegiatan sertifikasi tanah diatur dalam Peraturan BPN RI No.3 Tahun 2008 tentang Petunjuk Teknis Program Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil melalui Kegiatan Sertifikasi Hak Atas Tanah untuk Meningkatkan Akses Permodalan. Pada petunjuk teknis (juknis) tersebut, dinyatakan bahwa peserta program sertifikasi UMK harus memenuhi kriteria subjek dan juga kriteria objek. Kriteria subjek peserta program meliputi: 1. usaha mikro, kecil dan atau Koperasi; dan/atau; 2. calon dan/atau debitur Perbankan/Koperasi yang memenuhi kriteria kelayakan usaha dari Perbankan/Koperasi. Sementara itu, kriteria objek peserta program diantaranya: 1. tanah tidak dalam sengketa; 2. luas tanah: a. tanah pertanian maksimal 2 Ha (dua hektar); b. tanah non pertanian maksimal m 2 (dua ribu meter persegi); 3. bukan tanah warisan yang belum dibagi; 4. tanah sudah dikuasai secara fisik oleh pelaku Usaha Mikro dan Kecil; 5. lokasi tanah berada dalam wilayah kabupaten/kota lokasi peserta program yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP); 6. mempunyai alas hak (bukti kepemilikan); dan 7. bidang tanah yang dimohonkan haknya tidak diatas Hak Pengelolaan; (direvisi berdasarkan peraturan Kepala BPN RI No.12 Tahun 2008, sehingga berbunyi Apabila bidang tanah yang dimohon di atas Hak Pengelolaan, harus memperoleh persetujuan tertulis dari pemegang HPL sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ). Berdasarkan kriteria peserta, penerima program di Kelurahan Loji dan Kelurahan Situ Gede telah memenuhi kriteria-kriteria tersebut, baik kriteria subjek maupun kriteria objek. Data di lapangan, tidak ditemukan objek yang luasnya melebihi luas tanah yang ditetapkan sebagai kriteria objek. Sebagian besar luas tanah yang disertifikatkan di Kelurahan Situ Gede di bawah 500 m 2 yakni mencapai 79.16%, sementara di Kelurahan Loji mencapai 100% peserta program yang menjadi responden peneliti memiliki luas di bawah 500 m 2. Bidang tanah yang disertifikatkan kebanyakan merupakan tanah non pertanian yang mereka tempati sebagai tempat usaha atau tempat tinggal, dan ketentuan tanah non pertanian yang sesuai kriteria objek yaitu tidak melebihi 2000 m 2.

2 58 Selain kriteria objek, penerima program di Kelurahan Loji dan Kelurahan Situ Gede pun sudah memenuhi kriteria subjek. Sebanyak 89.47% peserta di Kelurahan Loji terdata memiliki usaha sedangkan sisanya tidak memiliki usaha. Sementara di Kelurahan Situ Gede peserta program yang memang memiliki usaha sebanyak 91.67%. Angka tersebut menunjukkan mayoritas penerima program sertifikasi UMK memang diprioritaskan bagi pihak yang memiliki usaha. Menurut BPN, adanya penerima yang tidak memiliki usaha tidak melanggar ketentuan karena pada kriteria subjek dinyatakan bahwa peserta dapat pula calon dan/atau debitur Perbankan/Koperasi. Lebih lanjut, dapat disimpulkan bahwa penerima program merupakan pihak yang memiliki usaha, belum berusaha, atau akan berusaha dengan mengusahakan tanahnya untuk kepentingan usaha tetapi tidak memiliki jaminan untuk digadai di bank. Maka dari itu, adanya penerima program yang tidak memiliki usaha tidak melanggar ketentuan, tetapi memang prioritas penerima adalah yang memiliki usaha sebagai sektor Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dan memiliki nilai usaha di bawah 200 juta rupiah. Penerima program sertifikasi sebenarnya berjumlah 25 orang di Kelurahan Loji dan 29 di Kelurahan Situ Gede pada tahun Metode yang digunakan adalah metode sensus sehingga seluruh penerima program yang dapat ditemui dijadikan responden. Namun, yang dijadikan responden hanya 19 orang di Loji dan 24 orang di Situ Gede. Penerima program yang lain tidak dapat ditemui. Di Kelurahan Loji terdapat kendala dalam mencari responden yaitu alamat yang tertera di data penerima program tidak lengkap, hanya mencantumkan nama daerahnya saja sehingga menyulitkan untuk menemui responden. Selain itu, pihak RT dan RW setempat juga tidak mengetahui penerima program karena telah berganti kepengurusan dan tidak mengetahui nama tersebut sebagai warga di daerahnya. Kendala di Kelurahan Situ Gede diantaranya warga tidak mengenal penerima program sebagai warga di daerahnya, dan ketika dikonfirmasi ke pihak RT dan RW setempat penerima program tersebut memang memiliki tanah di daerah ini namun mereka tinggal di luar Situ Gede. Hal ini menyebabkan sulitnya bertemu dengan penerima program ataupun keluarganya karena kebanyakan tanahnya yang berada di Situ Gede masih berupa tanah kosong ataupun dalam tahap rencana membangun. Alamat yang tertera di daftar penerima program dari BPN merupakan alamat letak tanah bukan alamat pemilik tanah tinggal. Sebanyak 5 orang dari total 29 orang penerima program di Kelurahan Situ Gede memiliki tanah absentee di wilayah ini. Keberadaan tanah absentee ini tidak dipermasalahkan oleh BPN, sepanjang tanah tersebut berada di wilayah sertifikasi dan dapat menunjang usaha yang dimiliki meskipun pemilik berada di luar wilayah yang disertifikatkan. Hal ini tidak melanggar kriteria objek sertifikasi, karena disebutkan bahwa yang terpenting adalah tanah berada pada lokasi penerima sertifikat UMK yang ditunjukkan dengan KTP. Adanya pemilik tanah yang tinggal di luar wilayah yang disertifikatkan tidak dapat dipaksakan, karena perkembangan sektor UMK bisa saja di daerah lain usaha mereka lebih berkembang dibandingkan dengan berusaha di daerah tanah yang disertifikatkan. Adanya tanah absentee tidak diperbolehkan sebagai penerima program pada PRONA, namun pada sertifikasi UMK diperbolehkan. Biasanya Kementerian Negara Koperasi dan UKM berkoordinasi dengan BPN, BRI, ASBANDA (Asosiasi Bank Daerah), dan BSM (Bank Syariah Mandiri) dalam pelaksanaan sertifikasi UKM di daerah lain (Sidipurwanty 2008).

3 Prosedur seleksi dan penetapan peserta UMK pertama dilakukan dengan inventarisasi dan identifikasi calon peserta program UMK oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kota Bogor. Proses penyeleksian penerima program umumnya dilakukan oleh pihak bank, tetapi pelaksanaan sertifikasi di wilayah Kota Bogor tidak melibatkan pihak bank karena mereka tidak sanggup memberikan daftar nasabah UMK di Bogor yang telah menjadi debitur dan atau calon debitur yang sudah memiliki agunan tetapi agunannya belum bersertifikat. Daerah lain yang tidak melibatkan Bank Pelaksana dalam memproses dan mengelola persyaratan ini, misalnya di Kabupaten Gorontalo (Sidipurwanty 2008). Jadi data-data mengenai keberadaan UMK di Kota Bogor diperoleh dari kelurahan dan juga Kantor Koperasi Kota Bogor. Tahap ini dinamakan tahap T0 dimana dilakukan inventarisasi atau pencarian berkas-berkas UMK. Setelah itu, dilakukan usulan daftar calon peserta dari Kantor Koperasi UKM ke BPN yang dilanjutkan dengan penyeleksian calon peserta oleh tim Pokja Kota Bogor. Setelah hasil seleksi itu, barulah dilakukan tahap T1 yakni proses sertifikasi oleh BPN dengan penyuluhan, pengumpulan data yuridis, pengukuran bidang tanah oleh petugas ukur, verifikasi oleh panita pemeriksaan tanah A, dan pengumuman data fisik dan data yuridis. Jika selama 2 bulan setelah pengumuman tidak ada sanggahan dari pihak lain, maka selanjutnya dilakukan penerbitan surat keputusan hak atas tanah dan setelah itu barulah proses pembukuan hak dan penerbitan sertifikat. T0 merupakan tahap pra sertifikasi, sedangkan T1 merupakan tahap selama proses sertifikasi, dan ada pula pascasertifikasi untuk melihat penggunaan sertifikat oleh masyarakat. Misalnya penggunaan sertifikat untuk penjaminan ke bank yang bermanfaat untuk perkembangan usahanya. Namun, pihak BPN Kota Bogor menyadari hingga saat ini belum sampai pada tahap pascasertifikasi, tetapi mereka sudah berencana untuk memonitor penggunaan sertifikasi pada 2013 mendatang. Namun, kendala yang dihadapi adalah skala prioritas mengingat kesibukan dan pekerjaan BPN. Adanya kontrol merupakan usaha memberdayakan masyarakat untuk melihat realisasi yang ada setelah sertifikasi UMK, namun kegiatan tersebut dilakukan dengan fasilitas dan biaya pribadi yang tidak diperoleh dari APBN. Kontrol BPN hanya sebagai fasilitasi dan tidak memaksakan penerima program untuk menjaminkan tanah ke bank, melainkan mengarahkan bahwa sertifikat yang dijaminkan dapat membantu UMK dalam akses terhadap permodalan. Pihak BPN menyadari pentingnya mengontrol inventarisasi akses reform untuk permodalan karena termasuk tujuan awal dari sertifikasi UMK, sehingga sertifikasi UMK tidak hanya sampai penerbitan sertifikatnya saja tetapi setelah menerima sertifikat digunakan atau tidak. Hal ini mengacu pada daerah-daerah lain yang telah melakukan kontrol terhadap penggunaan kepemilikan sertifikat UMK. Pihak BPN menyatakan adanya tanah absentee diperbolehkan menjadi peserta UMK tetapi prioritas sasaran diperuntukkan bagi UMK yang tinggal di daerah tersebut. Namun, penerima sertifikasi UMK yang memiliki tanah absentee di dua kelurahan ini cukup banyak yakni berjumlah 6 orang di Kelurahan Loji dan 5 orang di Kelurahan Situ Gede. Hal ini berarti dalam penetapan peserta seharusnya kuota penerima program lebih dapat dialokasikan bagi UMK yang tinggal di lokasi sertifikasi. Ketika ditanyai ke UMK lain yang bukan peserta, dirinya tidak mengetahui adanya program sertifikasi UMK dan mereka ingin 59

4 60 mengikuti program tersebut apabila diadakan kembali di daerahnya. Ketidaktahuan UMK lain ini disebabkan oleh penyebaran informasi mengenai program tidak disebarkan secara luas. Lembaga pemerintah yang paling dekat dengan masyarakat adalah pihak kelurahan dan RT/RW setempat, sehingga mereka-lah yang bertanggung jawab menyebarkan informasi ke masyarakat mengenai program. Namun, ada indikasi bahwa UMK yang mengetahui adanya program merupakan UMK yang dekat dengan kelurahan sebagai pihak yang mengajukan nama-nama peserta ke BPN. Menurut keterangan salah satu RW di Kelurahan Situ Gede, pihak UMK yang menjadi peserta biasanya yang baru saja melakukan pengurusan kepemilikan tanah menjadi akta, ataupun mereka yang baru melakukan transaksi jual-beli tanah di kelurahan pada waktu tersebut. Hal ini menyebabkan mereka dapat mengetahui informasi secara langsung dari kelurahan. Selain itu, adapula UMK yang mengetahui informasi adanya program dari RT dan RW setempat, sehingga dirinya dapat dimasukkan ke daftar penerima program yang berasal dari RT tempat ia tinggal. Adanya warga yang tinggal di luar wilayah tetapi dimasukkan ke dalam penerima program mungkin didasarkan pada kedekatan hubungan dengan pihak RT/RW setempat, sehingga kuota tersebut dapat diisi olehnya. Pada tahap T1 dimana dilakukan pencarian nama-nama untuk menjadi peserta ini, terdapat penyebaran informasi yang kurang di kalangan masyarakat sehingga terdapat bias informasi di kalangan tertentu. Setelah usulan nama-nama calon peserta diajukan ke BPN, kemudian dilakukan verifikasi oleh tim Pokja Kota Bogor. Lolosnya tanah absentee yang cukup banyak tetapi tetap menjadi penerima program ini, mungkin disebabkan kurang teliti dan disiplinnya pihak kelurahan dan tim Pokja Kota Bogor sebagai petugas yang berwenang dalam penyeleksian penerima. Padahal masih banyak UMK lain yang belum bersertifikat di Kelurahan Loji dan Situ Gede yang berpotensi dimasukkan dalam kuota penerima program sertifikasi UMK. Selain itu, terdapat pula salah satu responden yang dapat dikatakan mampu untuk mengurus sertifikat dengan biaya pribadi, namun dimasukkan ke dalam daftar penerima sertifikasi UMK. Dirinya juga mengakui bahwa ketika mengurus sertifikat memang dilakukan secara pribadi, dan saat itu bersamaan dengan proses sertifikasi UMK. Namun, ia merasa tidak termasuk ke dalam penerima sertifikat UMK karena biaya yang dikeluarkannya tidak semurah penerima program lain. Tetapi ketika sertifikat telah selesai diterima, ternyata dirinya masuk ke dalam penerima sertifikasi UMK. Hal ini tidak membebankan responden, karena yang terpenting bagi dirinya ialah telah menerima sertifikat tanah meskipun ternyata dirinya dimasukkan dalam program lain. Namun, responden ini merasakan sedikit kekecewaan pada pihak kelurahan yang tidak mengurus prosedur dengan baik dan cepat. Tidak semua petugas kelurahan berbuat tidak pada semestinya, tetapi ada saja oknum yang memanfaatkan situasi yang ada. Pengaruh Kesenjangan terhadap Pencapaian Pemanfaatan Tanah Pemanfaatan tanah berdasarkan tingkat jual, sewa, gadai di Kelurahan Loji dan Kelurahan Situ Gede menunjukkan perubahan peningkatan setelah bersertifikat UMK. Namun, perubahan peningkatan ini memiliki persentase yang

5 kecil yaitu 15.79% di Kelurahan Loji dan 8.33% di Kelurahan Situ Gede. Tingkat kontrol tanah dilihat dari akumulasi tiga pemanfaatan tanah mayoritas memiliki perubahan yang bersifat tetap dan berada pada tingkat kontrol tinggi. Hal ini berarti banyak responden yang menggunakan tanah secara pribadi sehingga mereka tidak melakukan pemanfaatan tanah. Padahal, dengan memiliki sertifikat diduga seseorang memiliki kontrol untuk melakukan pemanfaatan melalui kegiatan jual, sewa, dan gadai tanah. Rata-rata responden tidak melakukan kegiatan tersebut karena alasan mereka melakukan sertifikasi ialah untuk legalitas keamanan tanah saja. Selain legalitas, sebenarnya pemilik juga dapat memperoleh manfaat lain diantaranya tambahan penghasilan melalui kegiatan jual, sewa, dan gadai. Namun, banyak responden yang tidak memikirkan sampai ke arah sana. Mereka hanya merasa aman tempat tinggalnya tidak akan diklaim oleh pihak lain, karena telah memiliki kejelasan hukum mengenai hak atas tanah. Tingkat kontrol tinggi menunjukkan bahwa pemilik tidak atau hanya sedikit melakukan kegiatan pemanfaatan tanah, sehingga akumulasi dari tingkat jual, sewa, dan gadai tidak berpeluang terhadap lepasnya hak seseorang atas tanah. Sementara tingkat kontrol rendah menunjukkan bahwa pemilik melakukan pemanfaatan tanah yang lebih besar sehingga akumulasi dari tingkat jual, sewa, dan gadai berpeluang terhadap resiko lepasnya hak seseorang atas tanah. Pemilik tanah memiliki hak dan kewenangan berupa bundle of right yang melekat padanya, sehingga pemilik bebas untuk menentukan pilihan dalam pemanfaatan tanah yang dimiliki. Pemanfaatan tanah yang relatif kecil ini mungkin disebabkan oleh beberapa hal, seperti kurang tepatnya sasaran penerima, kurang tepatnya objek penerima, dan kurang cermatnya petugas yang berwenang dalam proses sertifikasi UMK. Ketiga hal ini dapat memicu terjadinya gap atau kesenjangan antara program dengan realisasi pelaksanaan sertifikasi UMK di Kelurahan Loji dan Situ Gede. Pada juknis, telah disebutkan bahwa sasaran sertifikasi UMK ialah usaha mikro, kecil dan atau Koperasi; dan/atau calon dan/atau debitur Perbankan/Koperasi yang memenuhi kriteria kelayakan usaha dari Perbankan/Koperasi. Namun, pelaksanaannya masih ditemukan penerima program yang tidak memiliki usaha, dan bukan pula calon dan/atau debitur Perbankan/Koperasi yang memenuhi kriteria kelayakan usaha. Berdasarkan kriteria juknis, memang adanya sertifikasi ini lebih ditujukan bagi peningkatan ekonomi penerima program melalui pemanfaatan sertifikat setelah bersertifikat. Meskipun menurut BPN adanya pihak yang bukan UMK tidak melanggar peraturan sebagai penerima program, tetapi tetap saja penerima program seharusnya dipilih dengan prioritas yang telah memiliki usaha. Penerima program yang tidak memiliki usaha tersebut termasuk ke dalam calon debitur pada kriteria subjek, tetapi banyaknya pelibatan golongan ini akan membuat penerima program menjadi kurang tepat sasaran. Hal ini karena penerima program yang tidak memiliki usaha, masih dalam tahap asumsi bahwa dia belum berusaha dan akan berusaha dengan kepemilikan tanah yang dimilikinya. Namun, realitas di lapangan menunjukkan hingga kini mereka belum menggunakan kepemilikan tanahnya untuk kepentingan usaha. Meskipun usaha dalam skala mikro seperti warungwarung kecil. Rata-rata mereka masih menggunakan tanah sebagai tempat tinggal bagi dirinya dan keluarga. 61

6 62 Berdasarkan juknis, selain kriteria subjek terdapat pula penerima program yang kurang tepat sesuai kriteria objek. Terdapat kriteria objek yang menyatakan bahwa lokasi tanah berada dalam wilayah kabupaten/kota lokasi peserta program yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Realitasnya, masih terdapat beberapa penerima program yang tinggal di luar daerah dan bukan merupakan warga asli di lokasi sertifikasi UMK, tetapi dimasukkan sebagai penerima program meskipun letak tanahnya berada di daerah tersebut. Menurut pihak BPN hal ini juga tidak melanggar peraturan, tetapi prioritas lebih diperuntukkan bagi tanah dan pemilik yang berada dalam satu daerah penerima sertifikasi. Adanya penerima program yang berada di luar daerah tidak dapat dipaksakan karena dapat saja perkembangan usahanya dapat lebih berkembang di luar daerah. Hal ini menunjukkan tebang pilih dalam menentukan sasaran, karena seharusnya program ini lebih diperuntukkan bagi warga setempat khususnya UMK yang membutuhkan. Proses penyeleksian penerima program menurut juknis dilakukan oleh Dinas KUKM bekerjasama dengan pihak Perbankan setempat. Namun, pelaksanaan di Bogor tidak melibatkan pihak bank sehingga nama-nama calon peserta program diperoleh dari kelurahan yang kemudian disetujui oleh Dinas KUKM dan BPN. Ketiadaan pihak bank ini serta merta mempengaruhi penyeleksian penerima program sertifikasi UMK, sehingga masih ditemuinya penerima program yang tidak memiliki usaha dan juga bukan calon atau debitur di bank. Turut andilnya bank penting untuk diikutsertakan, sebab penyeleksian peserta program dapat diprioritaskan bagi UMK yang pernah atau sering menjadi debitur di bank tersebut. Ini dapat memastikan penerima program untuk akses kembali meminjam ke bank, sehingga tujuan sertifikasi UMK dapat tercapai. Sementara itu, tujuan sertifikasi UMK adalah memberikan kepastian hukum hak atas tanah UMK agar dapat dimanfaatkan untuk memperoleh akses permodalan, guna meningkatkan kemampuan jaminan kredit/pembayaran pada Perbankan dan Koperasi. Pelaksanaan sertifikasi UMK di Kelurahan Loji dan Situ Gede tidak sepenuhnya mencapai tujuan sertifikasi. Program sertifikasi UMK memang telah memberikan kepastian hukum hak atas tanah, namun tujuan yang menyebutkan agar sertifikat dapat dimanfaatkan untuk memperoleh akses permodalan tidak berlaku secara umum. Hal ini karena tingkat gadai di dua kelurahan ini menunjukkan perubahan peningkatan yang relatif kecil setelah bersertifikat. Rata-rata responden tidak memanfaatkan sertifikat UMK yang dimiliki untuk memperoleh pinjaman ke bank atau koperasi. Mereka masih merasa khawatir akan kepemilikan tanahnya apabila dijaminkan ke bank atau koperasi. Lagipula mereka belum merasa memiliki kebutuhan untuk meminjam, dan hanya menggunakan modal pribadi seadanya untuk kepentingan usaha. Maka dari itu, tidak semua penerima program memanfaatkan sertifikat untuk memperoleh akses permodalan ke bank atau koperasi, seperti halnya yang tercantum pada tujuan sertifikasi UMK. Tujuan sertifikasi UMK pelaksanaannya baru tercapai sebatas pada pemberian kepastian hukum hak atas tanah UMK, namun pemanfaatannya sendiri belum dilakukan oleh kebanyakan penerima program. Selain gadai, pemanfaatan tanah juga dapat dilihat dari kegiatan jual dan sewa. Seseorang yang menjadi penerima program sertifikasi UMK diharapkan dapat memanfaatkan kepemilikan tanah untuk kepentingan usaha. Pemanfaatan tanah ini dapat dilakukan dengan kegiatan jual, sewa, dan gadai, sehingga tanah

7 dapat memberikan sumbangan ekonomi dengan memfungsikan tanah yang dimiliki. Dilihat dari tingkat jual dan sewa tanah, responden juga tidak menunjukkan perubahan peningkatan yang tajam ketika sebelum dan sesudah sertifikasi UMK. Bahkan tingkat jual di Kelurahan Loji tidak mengalami kenaikan sedikitpun. Pemanfaatan yang kurang ini karena mayoritas responden menggunakan tanahnya secara pribadi, baik untuk tempat tinggal maupun untuk tempat usaha. Hal ini yang menjadi alasan utama tidak dilakukannya pemanfaatan tanah berupa kegiatan jual dan sewa. Pemanfaatan tanah berupa jual, sewa, maupun gadai hanya dilakukan oleh sebagian kecil responden, sehingga sebagian besar responden memiliki tingkat kontrol tanah yang berada pada kategori tinggi. Diselenggarakannya program ini diharapkan dapat berdampak secara ekonomi bagi penerima program setelah bersertifikat, namun realitas di lapangan menunjukkan bahwa para responden mengikuti program ini karena motif keamanan tanah bukan didasarkan pada motif ekonomi. Perbedaan motif ini yang menyebabkan tidak dilakukannya pemanfaatan tanah oleh sebagian besar responden, sehingga akumulasi tingkat kontrolnya pun berada pada kategori tinggi. Jika penetapan penerima program dilakukan secara ketat dan sesuai dengan juknis, bisa saja banyak UMK yang melakukan pemanfaatan tanah karena mereka benar-benar membutuhkan akses seperti ini. Sasaran penerima program dapat lebih tepat sasaran dengan prioritas UMK yang memang perlu dibantu, sehingga mereka merasa perlu untuk mengembangkan usahanya. Selain itu, perlu diperhatikan pula prioritas sasaran bagi UMK yang sejak awal memang berkeinginan untuk meminjam ke lembaga keuangan, sehingga mereka dapat lebih akses terhadap modal usahanya. Ketelitian dalam penetapan sasaran ini akan berimplikasi pula pada tercapainya tujuan sertifikasi UMK. 63 Kaitan Sertifikasi UMK dengan Peningkatan Prospek Usaha Pada intinya, terselenggaranya program sertifikasi UMK ialah meningkatkan kemampuan UMK untuk akses terhadap perbankan dan koperasi, serta memberikan penguatan permodalan dan pembiayaan bagi pengembangan usaha koperasi dan UMK (Sidipurwanty 2008). Hal ini berarti terselenggaranya program ini diharapkan akan berdampak pada ekonomi peserta program. Kepemilikan sertifikat menyebabkan nilai tanah yang dimiliki akan naik seiring dengan kenaikan nilai agunan. Nilai agunan yang bertambah ini dapat digunakan untuk meningkatkan modal usaha. Bagi UMK yang memanfaatkan sertifikat dengan mengagunkan ke bank, maka modal yang diperoleh dapat meningkat. Penambahan modal tersebut akan mengakibatkan jumlah barang yang dijual bertambah sehingga keuntungan PMK pun dapat bertambah. Keuntungan yang bertambah ini kemudian dapat digunakan untuk memperbaiki rumah dan tokonya (Sidipurwanty 2008). Biasanya sektor UMK mengalami keterbatasan permodalan karena umumnya menggunakan modal sendiri. Namun, dengan sertifikasi UMK memungkinkan pelaku usaha dapat mengakses modal yang lebih besar untuk perkembangan usaha. Di Kelurahan Loji dan Situ Gede, terjadi perubahan peningkatan pada tingkat gadai setelah bersertifikat. Namun, responden yang memanfaatkan

8 64 sertifikat UMK untuk diagunkan ke bank persentasenya relatif sedikit, yakni 31.57% di Kelurahan Loji dan 12.5% di Kelurahan Situ Gede. Mayoritas responden di dua kelurahan ini belum memanfaatkan sertifikat untuk memperoleh pinjaman ke bank atau koperasi. Berdasarkan tingkat gadai pun terlihat mayoritas responden tidak mengalami perubahan peningkatan untuk akses ke bank ketika sebelum dan setelah bersetifikat. Hal ini karena hanya sebagian mereka yang memanfaatkan sertifikat untuk kegiatan gadai. Dibandingkan Kelurahan Situ Gede, Kelurahan Loji memiliki persentase yang lebih tinggi mengenai responden yang telah mengagunkan sertifikat UMK ke bank. Persentase Kelurahan Loji terlihat 2 kali lipat lebih besar dibandingkan persentase Kelurahan Situ Gede yang telah meminjam ke bank. Hal ini karena kebanyakan UMK di Kelurahan Situ Gede memiliki rasa takut dan kehati-hatian untuk mengakses modal ke bank sehingga mereka tidak berniat untuk melakukan pinjaman. Lain halnya dengan Kelurahan Loji, alasan mereka tidak melakukan pinjaman kebanyakan karena belum terdapat kebutuhan tapi mereka tidak mengelak suatu saat akan mengagunkan sertifikatnya ke bank. Hal ini mungkin didukung dengan keberadaan lembaga keuangan yang jaraknya tidak begitu jauh dari Kelurahan Loji, serta adanya UMK lain yang telah meminjam ke bank. Bagi pelaku usaha yang menggunakan sertifikat UMK untuk memperoleh pinjaman, maka keberadaan sertifikat tersebut dirasakan sangat bermanfaat. Mereka dapat lebih akses terhadap permodalan yang selama ini menjadi kendala dalam usahanya. Hal ini didukung dengan pernyataan salah satu responden di Kelurahan Situ Gede yang berkata:... Dulu kan minjem uang di Kampung susah, jangankan puluhan juta sejuta aja di kampung susah buat minjem. Makanya enakan pinjem ke bank, duitnya cepet cair, bisa langsung dipake buat modal. Makanya ga bisa ngilangin jasanya bank buat usaha kita... (R, 43 tahun). Responden R (43 tahun) menambahkan pula bahwa usahanya dapat berkembang seperti ini karena telah mendapat pinjaman dari pihak bank. Ia dapat menjangkau modal yang lebih besar untuk usaha daging miliknya. Ketersediaan modal sangat berperan bagi perolehan keuntungan usaha, dengan modal yang lebih besar maka keuntungan juga akan bertambah. Sedikit demi sedikit keuntungan dikumpulkan sehingga responden R (43 tahun) dapat melakukan perluasan skala usaha. Responden R telah beberapa kali meminjam ke bank dari sebelum memiliki sertifikat UMK. Sebelum bersertifikat UMK, dirinya menggunakan kepemilikan sertifikat lain yang telah dimilikinya. Pinjaman ke pihak bank pun lambat laun semakin meningkat jumlahnya. Selain R (43 tahun), terdapat pula responden Y (51 tahun) di Kelurahan Loji yang merasakan manfaat mengagunkan sertifikat UMK terhadap usaha yang dijalaninya. Hasil pengagunan tersebut digunakan untuk tambahan modal, karena usaha kontraktor miliknya memang membutuhkan modal yang cukup besar. Selain itu, adapula responden MH (53 tahun) yang menggunakan modal dari bank untuk menambah barang-barang yang dijual di warung miliknya. Sebelumnya, ia hanya berusaha warung sembako tapi kini dirinya juga menjual alat-alat listrik.

9 Adanya tambahan modal yang diperoleh mempengaruhi pula keuntungan yang didapat dari usaha. Ketiga responden di atas merasakan manfaat pengagunan sertifikat terhadap usaha. Dilihat dari tingkat kontrol pun, kedua kelurahan ini mengalami peningkatan tingkat kontrol kategori rendah setelah bersertifikat. Hal ini berarti jumlah responden yang melakukan pemanfaatan tanah meningkat setelah bersertifikat. Namun, terdapat pula responden yang berpendapat bahwa kepemilikan sertifikat tidak berpengaruh pada usahanya. Mayoritas responden di Loji dan Situ Gede memiliki kecenderungan seperti ini. Mereka menyatakan bahwa sertifikat tidak berpengaruh apa-apa pada usaha kecuali mereka menggunakan sertifikat untuk meminjam ke bank atau koperasi. Pernyataan salah satu responden mendukung hal ini dengan berkata:... Beda sebelum ama sesudah sertifikat bedanya sih ga ada, kan surat paling terakhir kan sertifikat, kecuali kalau kita ada niat buat minjem ke bank mungkin kerasa bedanya, tapi saya kan belum make sertifikat buat itu, jadi usaha saya sama saja... (EH, 41 tahun). Kegiatan pengagunan ini memang dapat menambah modal untuk usaha. Namun, kenyataannya banyak yang tidak memanfaatkan sertifikat untuk lebih akses terhadap modal, sehingga sertifikat hanya berpengaruh pada legalitas dan keamanan tanah saja. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Amir (2008) yang menunjukkan bahwa program sertifikasi tanah belum memberi pengaruh nyata terhadap peningkatan pendapatan selaku pemilik tanah, sebelum SHM tersebut dimanfaatkan sebagai jaminan kredit. Mayoritas responden di Kelurahan Loji dan Situ Gede belum memanfaatkan sertifikat sebagai jaminan kredit sehingga belum berpengaruh pula pada kepentingan usahanya. Selain itu, pemilikan sertifikat dapat mendorong pasar tanah melalui kegiatan jual dan sewa. Pada Kelurahan Loji dan Situ Gede tidak ada yang pernah memanfaatkan kepemilikan tanah UMK untuk kegiatan jual, sedangkan terdapat beberapa responden yang melakukan kegiatan sewa. Rata-rata responden yang pernah melakukan kegiatan sewa ialah responden yang memang menggunakan tanahnya untuk usaha kontrakan, sehingga mereka dapat memperoleh keuntungan dari hasil usaha itu. Mengenai ketenagakerjaan, rata-rata UMK di dua kelurahan ini memiliki pekerja berkisar 1-2 orang yang berasal dari keluarga. Bagi UMK yang mengalami perkembangan, jumlah tenaga kerja pun meningkat seperti yang terjadi pada responden R. Namun, kebanyakan responden masih bersifat tetap dan tidak ada penambahan tenaga kerja. Bagi responden yang telah akses terhadap kredit pun, jumlah tenaga kerja kebanyakan masih tidak mengalami peningkatan dan jumlahnya masih berkisar 1-2 orang yang berasal dari keluarga inti. Rata-rata responden yang telah mengagunkan sertifikat, mengalami kenaikan modal yang diperoleh untuk keperluan usaha tapi tidak sampai pada peningkatan jumlah tenaga kerja. Mereka masih berfokus untuk menambah jumlah barang yang dijualnya sehingga dapat diperoleh keuntungan yang nyata. Dengan demikian, kepemilikan sertifikat UMK mampu berpengaruh bagi peningkatan prospek usaha melalui pemanfaatan sertifikat, tetapi hanya bagi responden yang melakukan kegiatan pemanfaatan saja. Hal ini karena UMK yang akses terhadap perbankan, 65

10 66 serta melakukan kegiatan jual dan sewa jumlahnya masih relatif sedikit. Bagi yang telah memanfaatkan kredit di bank, perkembangan usahanya terlihat peningkatan setidaknya dari jumlah barang yang dijual. Namun, hal ini berlangsung tidak sampai pada peningkatan jumlah tenaga kerja. Sektor UMK belum banyak menyerap tenaga kerja dan mengurangi angka pengangguran di daerah tersebut, karena pekerja UMK kebanyakan masih berasal dari keluarga inti. Perbedaan pengaruh pada prospek usaha ini didasarkan atas pilihan kontrol seseorang sebagai pemilik tanah dalam menggunakan tanahnya. Pemilik tanah memiliki sekumpulan hak yang melekat pada kepemilikan atas tanahnya itu. Konsep bundle of right dapat juga digunakan untuk menjelaskan siapa yang punya hak untuk mengelola, mengatur, mengambil manfaat, membatasi akses, dan hak untuk pengalihan kepemilikan lahan pada orang lain. Mayoritas mereka yang tidak melakukan pemanfaatan tanah bukan karena tidak tahu hak-hak yang dimiliki setelah bersertifikat, melainkan ada sikap kehati-hatian dan tidak mudah tergiur akan diperolehnya keuntungan yang lebih besar dari kegiatan jual, sewa, dan gadai. Mereka lebih memilih keamanan tanah dalam upaya mengontrol tanah yang dimiliki sehingga mengedepankan efek keberlanjutan. Dengan menggunakan konsep bundle of right ini maka kita dapat mengetahui kedudukan responden yang mengontrol secara hati-hati penggunaan tanah demi tercapainya keamanan tenurial. Sementara responden yang memanfaatkan tanah rata-rata mengalami perkembangan pada usaha, setidaknya pada bertambahnya jumlah barang yang dijual melalui tambahan kredit. Responden-responden tersebut melakukan pemanfaatan karena didasarkan pada motif ekonomi dan memiliki sikap yang lebih berani terhadap resiko kehilangan kontrol atas tanah. Hal ini karena kegiatan pemanfaatan seperti jual, sewa, gadai memungkinkan seseorang tercabut haknya sebagai pemilik tanah yang disebabkan transfer tanah dan juga terlilit hutang.

11 67 Ikhtisar Penerima program di Kelurahan Loji dan Kelurahan Situ Gede telah memenuhi kriteria-kriteria, baik kriteria subjek maupun kriteria objek. Data di lapangan, tidak ditemukan objek yang luasnya melebihi luas tanah yang ditetapkan sebagai kriteria objek. Sertifikasi UMK lebih diutamakan bagi pihakpihak yang memiliki usaha, namun masih terdapat penerima program yang tidak memiliki usaha dan status tanahnya bersifat tanah absentee. Menurut BPN, hal ini tidak melanggar aturan karena subjek dapat saja calon debitur dari orang-orang yang belum berusaha dan akan berusaha dengan memanfaatkan tanah yang dimilikinya. Namun, penerima sertifikasi UMK yang memiliki tanah absentee di dua kelurahan ini cukup banyak yakni berjumlah 6 orang di Kelurahan Loji dan 5 orang di Kelurahan Situ Gede. Hal ini berarti dalam penetapan peserta seharusnya kuota penerima program lebih dapat dialokasikan bagi UMK yang tinggal di lokasi sertifikasi. Padahal masih terdapat warga di dua kelurahan ini yang memiliki usaha dan belum memiliki sertifikat. Ada indikasi bahwa UMK yang mengetahui adanya program merupakan UMK yang dekat dengan kelurahan sehingga menimbulkan bias informasi. Lolosnya tanah absentee yang cukup banyak tetapi tetap menjadi penerima program ini, disebabkan kurang teliti dan disiplinnya pihak kelurahan dan tim Pokja Kota Bogor sebagai petugas yang berwenang dalam penyeleksian penerima program. Penurunan perubahan tingkat kontrol tanah kategori rendah memiliki persentase yang relatif kecil setelah bersertifikat. Hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa hal, seperti kurang tepatnya sasaran penerima, kurang tepatnya objek penerima, dan kurang cermatnya petugas yang berwenang dalam proses sertifikasi UMK. Ketiga hal ini dapat memicu terjadinya gap atau kesenjangan antara program dengan realisasi pelaksanaan sertifikasi UMK di Kelurahan Loji dan Situ Gede. Sebab, terselenggaranya program ini diharapkan dapat meningkat ekonomi penerima program. Diikutsertakannya penerima program yang tidak memiliki usaha menunjukkan bahwa hingga kini mereka belum menggunakan kepemilikan tanahnya untuk kepentingan usaha. Rata-rata mereka masih menggunakan tanah sebagai tempat tinggal bagi dirinya dan keluarga. Selain itu, adanya penerima program yang berada di luar daerah menunjukkan tebang pilih dalam menentukan sasaran, karena seharusnya program ini lebih diperuntukkan bagi warga setempat khususnya UMK yang membutuhkan. Seharusnya bank juga diikutsertakan dalam proses penyeleksian peserta seperti di daerah lain. Hal ini dapat memastikan penerima program untuk akses kembali meminjam ke bank, sehingga tujuan sertifikasi UMK dapat tercapai. Tujuan sertifikasi UMK pelaksanaannya baru tercapai sebatas pada pemberian kepastian hukum hak atas tanah UMK, namun pemanfaatannya sendiri belum dilakukan oleh kebanyakan penerima program. Bagi UMK yang memanfaatkan sertifikat dengan mengagunkan ke bank, maka modal yang diperoleh dapat meningkat. Penambahan modal tersebut akan mengakibatkan jumlah barang yang dijual bertambah sehingga keuntungan PMK pun dapat bertambah. Peningkatan keuntungan yang diperoleh dapat digunakan untuk memperluas skala usaha. Begitu pula bagi responden yang memanfaatkan tanah untuk disewakan, menyebabkan penambahan penerimaan bagi mereka. Sementara pemanfaatan jual belum dilakukan oleh responden di dua kelurahan ini.

12 68 Penerimaan yang bertambah ini menyebabkan peningkatan pada jumlah tenaga kerja pada usaha mereka. Namun, ini terjadi pada beberapa responden saja. Kebanyakan responden belum terdapat penambahan tenaga kerja. Hal ini karena mereka masih berfokus untuk menambah jumlah barang yang dijualnya sehingga dapat diperoleh keuntungan yang nyata. Sementara tenaga kerja kebanyakan berasal dari keluarga inti. Namun, peningkatan prospek usaha ini tidak berlaku bagi responden yang tidak memanfaatkan sertifikat baik pada kegiatan jual, sewa, ataupun gadai. Mereka menyatakan bahwa sertifikat tidak berpengaruh apa-apa pada usaha kecuali mereka menggunakan sertifikat untuk meminjam ke bank atau koperasi. Kenyataannya banyak yang tidak memanfaatkan sertifikat untuk lebih akses terhadap modal, sehingga sertifikat hanya berpengaruh pada legalitas dan keamanan tanah saja. Alasan tidak dilakukannya pemanfaatan ini merupakan salah satu upaya kontrol responden dalam menjaga keamanan tenurial, yaitu termasuk pada tingkat kontrol tinggi. Hal ini karena kegiatan pemanfaatan seperti jual, sewa, dan gadai selain dapat meningkatkan penerimaan tetapi kegiatan tersebut berpeluang pula terhadap hilangnya kontrol seseorang atas tanah, sehingga hal ini dihindari oleh sebagian besar responden.

SERTIFIKASI UMK: MEDIA KEBUTUHAN LOKAL DAN SUPRA LOKAL

SERTIFIKASI UMK: MEDIA KEBUTUHAN LOKAL DAN SUPRA LOKAL 31 SERTIFIKASI UMK: MEDIA KEBUTUHAN LOKAL DAN SUPRA LOKAL Pada bagian ini akan dipaparkan mengenai profil sertifikat UMK. Sertifikasi UMK dideskripsikan menjadi dua sub bab berdasarkan sudut pandang pemerintah

Lebih terperinci

BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PROGRAM PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO DAN KECIL MELALUI

Lebih terperinci

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka. Struktur Agraria

PENDEKATAN TEORITIS. Tinjauan Pustaka. Struktur Agraria 5 PENDEKATAN TEORITIS Tinjauan Pustaka Struktur Agraria Secara etimologis, istilah agraria berasal dari sebuah kata dalam bahasa Latin, ager, yang artinya: (a) lapangan; (b) wilayah; (c) tanah negara (Prent

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 23/PER/M.KUKM/XI/2005 T E N T A N G

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 23/PER/M.KUKM/XI/2005 T E N T A N G PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 23/PER/M.KUKM/XI/2005 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS SURAT KEPUTUSAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN

Lebih terperinci

RAPAT KOORDINASI TERBATAS TAHUN ANGGARAN 2017

RAPAT KOORDINASI TERBATAS TAHUN ANGGARAN 2017 KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM REPUBLIK INDONESIA RAPAT KOORDINASI TERBATAS TAHUN ANGGARAN 2017 Deputi Bidang Pembiayaan Hotel Grand Sahid Jaya Jakarta, 21 Februari 2017 KREDIT PROGRAM KUR DEPUTI BIDANG

Lebih terperinci

- 1 - KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA

- 1 - KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA - 1 - KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEPUTI BIDANG PEMBIAYAAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH NOMOR 08 / Per / Dep.2 / XII / 2016 TENTANG

Lebih terperinci

PROGRAM BANTUAN FASILITASI BIAYA PEMBUATAN AKTA PENDIRIAN KOPERASI BAGI PELAKU USAHA MIKRO DAN ATAU KELOMPOK MASYARAKAT TAHUN 2018

PROGRAM BANTUAN FASILITASI BIAYA PEMBUATAN AKTA PENDIRIAN KOPERASI BAGI PELAKU USAHA MIKRO DAN ATAU KELOMPOK MASYARAKAT TAHUN 2018 1 Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia PROGRAM BANTUAN FASILITASI BIAYA PEMBUATAN AKTA PENDIRIAN KOPERASI BAGI PELAKU USAHA MIKRO DAN ATAU KELOMPOK MASYARAKAT TAHUN 2018

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.377, 2013 KEMENTERIAN KOPERASIN DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH. Bantuan Dana. Wirausaha Pemula Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH

Lebih terperinci

PERATURAN DEPUTI BIDANG PEMBIAYAAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA. Nomor : 01/Per/Dep.

PERATURAN DEPUTI BIDANG PEMBIAYAAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA. Nomor : 01/Per/Dep. KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEPUTI BIDANG PEMBIAYAAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA Nomor : 01/Per/Dep.3/II/2014

Lebih terperinci

BAB I. KETENTUAN UMUM

BAB I. KETENTUAN UMUM BAB I. KETENTUAN UMUM 1 1 Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan

Lebih terperinci

Tabel 1. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Skala Usaha Tahun Atas Dasar Harga Konstan 2000

Tabel 1. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Skala Usaha Tahun Atas Dasar Harga Konstan 2000 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu pilar perekonomian yang sangat berpotensi untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan dalam banyak hal. Baik itu dari segi pemerintahan, pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan dalam banyak hal. Baik itu dari segi pemerintahan, pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini menjadi negara yang masih tergolong miskin dan kekurangan dalam banyak hal. Baik itu dari segi pemerintahan, pendidikan maupun ekonomi. Permasalahan

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN PENJAMINAN KREDIT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dari sembilan program pembangunan yang ditetapkan pemerintah

I. PENDAHULUAN. Dari sembilan program pembangunan yang ditetapkan pemerintah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari sembilan program pembangunan yang ditetapkan pemerintah melalui Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia pada tanggal 16 Agustus 2006 yang lalu, program penanggulangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peran strategi dalam pembangunan nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk terlibat dalam kegiatan UMKM

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA

MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA Nomor : 13 /Per/M.KUKM/VII/2006 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PROGRAM SEKURITISASI ASET KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENGELOLAAN KEUANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN POTENSI KESEJAHTERAAN SOSIAL MASYARAKAT (P2KSM) KABUPATEN PURWOREJO DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA. NOMOR: 28/Per/M.KUKM/VII/2007

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA. NOMOR: 28/Per/M.KUKM/VII/2007 Draft Tanggal 5 Juli 2007 PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 28/Per/M.KUKM/VII/2007 TENTANG PEDOMAN PROGRAM SARJANA PENCIPTA KERJA MANDIRI (PROSPEK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia pada tanggal 16 Agustus

I. PENDAHULUAN. melalui Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia pada tanggal 16 Agustus I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dari sembilan program pembangunan yang ditetapkan pemerintah melalui Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia pada tanggal 16 Agustus 2006 yang lalu, program penanggulangan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 22 /PBI/2012 TENTANG

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 22 /PBI/2012 TENTANG PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 22 /PBI/2012 TENTANG PEMBERIAN KREDIT ATAU PEMBIAYAAN OLEH BANK UMUM DAN BANTUAN TEKNIS DALAM RANGKA PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BLITAR NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN IZIN USAHA MIKRO DAN KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BLITAR, Menimbang : a. bahwa kegiatan

Lebih terperinci

2. Bagaimana Syarat yang diberikan Bank BRI Unit Willem Iskandar Cabang Medan Asia Pasar Rame untuk meningkatkan debitur KUR Mikro?

2. Bagaimana Syarat yang diberikan Bank BRI Unit Willem Iskandar Cabang Medan Asia Pasar Rame untuk meningkatkan debitur KUR Mikro? Daftar Pertayaan Wawancara Untuk Kepala Unit BRI Unit Bank BRI Unit Willem Iskandar Cabang Medan Asia Pasar Rame 1. Bagaimana strategi yang dilakukan oleh Bank BRI Unit Willem Iskandar Cabang Medan Asia

Lebih terperinci

PERTANGGUNG JAWABAN PEMEBRIAN DANA EKONOMI KERAKYATAN OLEH DINAS KOPERASI DAN USAHA KECIL MENENGAH, PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KOTA BANDAR LAMPUNG

PERTANGGUNG JAWABAN PEMEBRIAN DANA EKONOMI KERAKYATAN OLEH DINAS KOPERASI DAN USAHA KECIL MENENGAH, PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KOTA BANDAR LAMPUNG PERTANGGUNG JAWABAN PEMEBRIAN DANA EKONOMI KERAKYATAN OLEH DINAS KOPERASI DAN USAHA KECIL MENENGAH, PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KOTA BANDAR LAMPUNG Muhammad Gilang Adie N Hukum Administrasi Negara, Fakultas

Lebih terperinci

S A L I N A N PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 28 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS KREDIT MODAL KERJA USAHA MIKRO DI KABUPATEN PROBOLINGGO

S A L I N A N PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 28 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS KREDIT MODAL KERJA USAHA MIKRO DI KABUPATEN PROBOLINGGO 02 Maret 2015 BERITA DAERAH KABUPATEN PROBOLINGGO NOMOR 28 S A L I N A N PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 28 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS KREDIT MODAL KERJA USAHA MIKRO DI KABUPATEN PROBOLINGGO

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA Nomor : 14/Per/M.KUKM/VII/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA Nomor : 14/Per/M.KUKM/VII/2006 TENTANG nis 2006 11-08-2006 1.2005Draft tanggal, 28 Juli 2006 PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA Nomor : 14/Per/M.KUKM/VII/2006 TENTANG PETUNJUK TEKNIS DANA PENJAMINAN

Lebih terperinci

PANDUAN. PROGRAM PEMBIAYAAN ULTRA MIKRO (PEMBIAYAAN UMi) Pelaksana : PUSAT INVESTASI PEMERINTAH KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

PANDUAN. PROGRAM PEMBIAYAAN ULTRA MIKRO (PEMBIAYAAN UMi) Pelaksana : PUSAT INVESTASI PEMERINTAH KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PANDUAN PROGRAM PEMBIAYAAN ULTRA MIKRO (PEMBIAYAAN UMi) Pelaksana : PUSAT INVESTASI PEMERINTAH KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 0 1 2 KATA PENGANTAR Pembiayaan UMi merupakan penyediaan dana yang

Lebih terperinci

PERATURAN DEPUTI BIDANG PEMBIAYAAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH. NOMOR : 07 / Per / Dep.2 / XII /2016

PERATURAN DEPUTI BIDANG PEMBIAYAAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH. NOMOR : 07 / Per / Dep.2 / XII /2016 1 KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEPUTI BIDANG PEMBIAYAAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH NOMOR : 07 / Per / Dep.2 / XII /2016 TENTANG

Lebih terperinci

PROSEDUR PELAKSANAAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) PADA BANK NAGARI CABANG PEMBANTU BYPASS PADANG

PROSEDUR PELAKSANAAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) PADA BANK NAGARI CABANG PEMBANTU BYPASS PADANG TUGAS AKHIR PROSEDUR PELAKSANAAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) PADA BANK NAGARI CABANG PEMBANTU BYPASS PADANG Diajukan sebagai salah satu syarat guna menyelesaikan studi pada program Diploma III Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR: 10 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR: 10 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR: 10 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA BERGULIR PADA KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk miskin di Indonesia berjumlah 28,55 juta jiwa dan 17,92 juta jiwa diantaranya bermukim di perdesaan. Sebagian besar penduduk desa memiliki mata pencarian

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 19/Per/M.KUKM/VIII/2006 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PERKUATAN PERMODALAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DI KAWASAN

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PENGUATAN PEMODALAN KOPERASI, USAHA MIKRO DAN KECIL POLA BERGULIR

PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PENGUATAN PEMODALAN KOPERASI, USAHA MIKRO DAN KECIL POLA BERGULIR PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PENGUATAN PEMODALAN KOPERASI, USAHA MIKRO DAN KECIL POLA BERGULIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa koperasi, usaha

Lebih terperinci

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM PERATURAN GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 83 TAHUN 2008 TENTANG PETUNJUK TEKNIS BANTUAN PERKUATAN PERMODALAN BAGI KOPERASI, USAHA MIKRO DAN KECIL GUBERNUR NANGGROE

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.24, 2016 KEUANGAN OJK. BPR. Badan Kredit Desa. Transformasi. Status. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5847) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.487, 2015 KEMENKOP-UKM. Bantuan Sosial. Pengembangan Koperasi. Mikro. Kecil. Wirausaha. Lembaga Pendidikan. Non Pemerintah. Penyelenggaraan. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. No.1192, 2012 KEMENTERIAN NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH. Bantuan Sosial. Mikro dan Kecil. Pedoman

BERITA NEGARA. No.1192, 2012 KEMENTERIAN NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH. Bantuan Sosial. Mikro dan Kecil. Pedoman BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1192, 2012 KEMENTERIAN NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH. Bantuan Sosial. Mikro dan Kecil. Pedoman PERATURAN MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH

Lebih terperinci

Jurnal Dharma Bhakti Ekuitas Vol. 01 No. 02, Maret 2017 ISSN :

Jurnal Dharma Bhakti Ekuitas Vol. 01 No. 02, Maret 2017 ISSN : PELATIHAN PEMBUKUAN SEDERHANA, PROPOSAL ANALISIS KREDIT, SOSIALISASI PERIJINAN DANSTRATEGI MARKETING ONLINE BAGI UMKM JENIS USAHA KULINER DI KOTA BANDUNG Mery M mm21m1976@yahoo.com Yoppy P ypalupi@gmail.com

Lebih terperinci

BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN

BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN BUPATI OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR XH TAHUN2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PEMBERIAN IZIN USAHA MIKRO DAN KECIL DI KABUPATEN OGAN KOMERING

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) 1. INSTANSI/DINAS/BADAN/BIRO : DINAS KOPERASI UMKM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 2. BAGIAN/BIDANG/SEKRETARIS/ INSPEKTUR PEMBANTU/WADIRRSUP/ UPT/UPTB : FASILITASI PERMODALAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. makmur yang merata materil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang-

I. PENDAHULUAN. makmur yang merata materil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang- I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materil dan spirituil berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945 dalam

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37/POJK.03/2017 TENTANG PEMANFAATAN TENAGA KERJA ASING DAN PROGRAM ALIH PENGETAHUAN DI SEKTOR PERBANKAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37/POJK.03/2017 TENTANG PEMANFAATAN TENAGA KERJA ASING DAN PROGRAM ALIH PENGETAHUAN DI SEKTOR PERBANKAN SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37/POJK.03/2017 TENTANG PEMANFAATAN TENAGA KERJA ASING DAN PROGRAM ALIH PENGETAHUAN DI SEKTOR PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

ELEKTRONIK WARUNG KELOMPOK USAHA BERSAMA PROGRAM KELUARGA HARAPAN

ELEKTRONIK WARUNG KELOMPOK USAHA BERSAMA PROGRAM KELUARGA HARAPAN ELEKTRONIK WARUNG KELOMPOK USAHA BERSAMA PROGRAM KELUARGA HARAPAN DIREKTORAT PENANGANAN FAKIR MISKIN PESISIR PULAU- PULAU KECIL DAN PERBATASAN ANTAR NEGARA Arahan Presiden Rapat Terbatas Tentang Keuangan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN FASILITASI PRA DAN PASKA SERTIPIKASI HAK ATAS TANAH UNTUK MEMBERDAYAKAN MASYARAKAT BERPENGHASILAN

Lebih terperinci

SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA. Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat

SURAT EDARAN. Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA. Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat No. 10/ 45 /DKBU Jakarta, 12 Desember 2008 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI INDONESIA Perihal : Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Bagi Bank Perkreditan Rakyat Sehubungan dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh suatu bangsa dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan dan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh suatu bangsa dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ekonomi diartikan sebagai suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh suatu bangsa dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan yang dilakukan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tabel 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberdayaan Usaha Mikro (UM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia berdasarkan data statistik tahun 2004, dapat dilihat dari

I. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia berdasarkan data statistik tahun 2004, dapat dilihat dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha mikro kecil dan menengah memiliki peran strategis dalam kegiatan perekonomian masyarakat di Indonesia. Peran strategis usaha kecil bagi perekonomian Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG PROGRAM PENINGKATAN EKONOMI KERAKYATAN MELALUI PINJAMAN MODAL USAHA DENGAN POLA DANA BERGULIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.274, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERBANKAN. BI. Kredit. Pembiayaan. Bank Umum. Pengembangan Usaha. Mikro. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5378) PERATURAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usaha mikro kecil dan menengah memiliki peran strategis dalam kegiatan perekonomian masyarakat di Indonesia. Peran strategis usaha kecil bagi perekonomian Indonesia

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM RUMAH SUTERA ALAM

BAB V GAMBARAN UMUM RUMAH SUTERA ALAM BAB V GAMBARAN UMUM RUMAH SUTERA ALAM 5.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan Rumah Sutera Alam memulai kegiatannya pada tahun 2001. Dengan bantuan beberapa karyawan, Bapak H. Tatang Godzali yang merupakan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI Airlangga ABSTRAK Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan

Lebih terperinci

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA BERGULIR PADA KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5835 EKONOMI. Penjaminan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 9). PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/ TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/ TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 1 /POJK.05/20172017 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN LEMBAGA PENJAMIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN

Lebih terperinci

A. Kesimpulan BAB I PENDAHULUAN

A. Kesimpulan BAB I PENDAHULUAN 5. Berakhirnya Perjanjian Kredit...... 30 C. Tinjauan Umum Tentang Kredit Usaha Rakyat...37 1. Pengertian Kredit Usaha Rakyat...37 2. Tujuan dan Lembaga Penjamin Kredit Usaha Rakyat...37 BAB III PEMBAHASAN

Lebih terperinci

Kesimpulan dan Saran 47 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan dan Saran 47 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan dan Saran 47 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan dari bab sebelumnya, mengenai Studi Tentang Analisis Keuangan untuk Menilai Kelayakan Pemberian Kredit

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH

PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 82 TAHUN 2016 TENTANG PEUOMAN PEMBERIAN HIBAH KEPADA KOPERASI YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA,

BUPATI PENAJAM PASER UTARA, BUPATI PENAJAM PASER UTARA 11 PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG STANDAR PELAYANAN PROGRAM PENINGKATAN EKONOMI KERAKYATAN MELALUI PINJAMAN MODAL USAHA DENGAN DANA POLA BERGULIR

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 9/8/PBI/2007 TENTANG PEMANFAATAN TENAGA KERJA ASING DAN PROGRAM ALIH PENGETAHUAN DI SEKTOR PERBANKAN

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 9/8/PBI/2007 TENTANG PEMANFAATAN TENAGA KERJA ASING DAN PROGRAM ALIH PENGETAHUAN DI SEKTOR PERBANKAN PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 9/8/PBI/2007 TENTANG PEMANFAATAN TENAGA KERJA ASING DAN PROGRAM ALIH PENGETAHUAN DI SEKTOR PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 28/POJK.05/2014 TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan adalah perusahan pembiayaan dan perusaha

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan adalah perusahan pembiayaan dan perusaha LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.363, 2014 OJK. Perusahaan Pembiyaan. Kelembagaan. Perizinan Usaha. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5637) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk menumbuhkembangkan perekonomian

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 51 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 51 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 51 TAHUN 2015 TENTANG PENDELEGASIAN KEWENANGAN PELAKSANAAN IZIN USAHA MIKRO KEPADA CAMAT DI KABUPATEN CIAMIS Menimbang : a. DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN SALINAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SELAKU KETUA KOMITE KEBIJAKAN PEMBIAYAAN BAGI USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH NOMOR

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS

BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN TENAGA KERJA LOKAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN ANAMBAS, Menimbang : a.

Lebih terperinci

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian Oleh : Sahat M. Pasaribu Bambang Sayaza Jefferson Situmorang Wahyuning K. Sejati Adi Setyanto Juni Hestina PUSAT ANALISIS

Lebih terperinci

: EMMA MARDIASTA PUTRI NIM : C.

: EMMA MARDIASTA PUTRI NIM : C. PROSES PELAKSANAAN SITA PENYESUAIAN TERHADAP BARANG TIDAK BERGERAK YANG DIAGUNKAN ATAU DIJAMINKAN DI BANK SWASTA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Memenuhi

Lebih terperinci

PROFIL DESA. Profil Kelurahan Loji. Kondisi Ekologi

PROFIL DESA. Profil Kelurahan Loji. Kondisi Ekologi 23 PROFIL DESA Pada bab ini akan diuraikan mengenai profil lokasi penelitian, yang pertama mengenai profil Kelurahan Loji dan yang kedua mengenai profil Kelurahan Situ Gede. Penjelasan profil masingmasing

Lebih terperinci

BAHAN PAPARAN RAKORNAS DEPUTI BIDANG KELEMBAGAAN

BAHAN PAPARAN RAKORNAS DEPUTI BIDANG KELEMBAGAAN BAHAN PAPARAN RAKORNAS DEPUTI BIDANG KELEMBAGAAN Denpasar, 22-24 MARET 2017 1 Petugas Penyuluh Koperasi Lapangan (PPKL) 2 Fasilitasi Pembuatan Akta Koperasi 3 Sistem Badan Hukum Koperasi Online 2 1 PETUGAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan lembaga keuangan yang

I. PENDAHULUAN. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan lembaga keuangan yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan lembaga keuangan yang dibentuk terutama untuk melayani kebutuhan pelayanan jasa-jasa perbankan bagi masyarakat ekonomi lemah terutama

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PROGRAM SUBSIDI BUNGA KEPADA USAHA MIKRO DAN KECIL KABUPATEN TRENGGALEK TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk simpanan, dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk simpanan, dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia perbankan sudah tidak asing lagi ditelinga penduduk Indonesia, banyak hal terlintas ketika mendengar produk perbankan salah satunya adalah pinjaman atau kredit.

Lebih terperinci

PEMBINAAN DAN FASILITASI LEGALITAS IUMK TAHUN 2018

PEMBINAAN DAN FASILITASI LEGALITAS IUMK TAHUN 2018 KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA PEMBINAAN DAN FASILITASI LEGALITAS IUMK TAHUN 2018 Jakarta, 27 Maret 2018 Disampaikan Oleh : Ir. Karimuddin, MM Asisten Deputi Perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem keuangan negara-negara berkembang termasuk Indonesia berbasiskan perbankan (bank based). Hal ini tercermin pada besarnya pembiayaan sektor riil yang bersumber

Lebih terperinci

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA USAHA KEHUTANAN NOMOR: P.13/VI-BPPHH/2014 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKASI LEGALITAS KAYU

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 68-1996 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 52, 1999 PERBANKAN. LIKUIDASI. IZIN USAHA. PEMBUBARAN. LEMBAGA KEUANGAN. (Penjelasan dalam

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan,

I PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan, I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan permasalahan yang banyak dihadapi oleh setiap negara di dunia. Sektor pertanian salah satu sektor lapangan usaha yang selalu diindentikan dengan kemiskinan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU TAHUN : 2003 NOMOR : 70 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERIJINAN USAHA PERKEBUNAN DI KABUPATEN BERAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT Nomor : 08/PERMEN/M/2006

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT Nomor : 08/PERMEN/M/2006 MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT Nomor : 08/PERMEN/M/2006 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBERIAN STIMULAN UNTUK PERUMAHAN SWADAYA BAGI MASYARAKAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas dan kuantitas barang / jasa yang dihasilkan.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas dan kuantitas barang / jasa yang dihasilkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pertumbuhan ekonomi di Negara Indonesia saat ini dalam posisi yang baik. Pertumbuhan ekonomi yang baik tersebut tentunya didorong oleh perbaikan ekonomi baik secara

Lebih terperinci

Sistem Informasi Debitur. Peraturan Bank Indonesia No. 7/8/PBI/ Januari 2005 MDC

Sistem Informasi Debitur. Peraturan Bank Indonesia No. 7/8/PBI/ Januari 2005 MDC Sistem Informasi Debitur Peraturan Bank Indonesia No. 7/8/PBI/2005 24 Januari 2005 MDC PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 7/ 8 /PBI/2005 TENTANG SISTEM INFORMASI DEBITUR GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG 9 2 BUPATI PENAJAM PASER UTARA PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN EKONOMI KERAKYATAN MELALUI PEMBIAYAAN MODAL USAHA DENGAN DANA POLA

Lebih terperinci

TEMA OPTIMALIASI ANGGARAN PEMBANGUNAN KOPERASI DAN UMKM SECARA EFEKTIF DAN EFISIEN

TEMA OPTIMALIASI ANGGARAN PEMBANGUNAN KOPERASI DAN UMKM SECARA EFEKTIF DAN EFISIEN POKOK KESIMPULAN RAPAT REGIONAL BIDANG PEMBANGUNAN KOPERASI DAN UMKM TAHUN 2016 WILAYAH III TEMA OPTIMALIASI ANGGARAN PEMBANGUNAN KOPERASI DAN UMKM SECARA EFEKTIF DAN EFISIEN Provinsi Bali, Nusa Tenggara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan memiliki lembaga keuangan yang kuat dan modern. Dimana

BAB I PENDAHULUAN. dengan memiliki lembaga keuangan yang kuat dan modern. Dimana BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Dalam suatu Negara, lembaga keuangan berperan aktif dalam membantu pertumbuhan ekonomi. Salah satu hal yang menunjukkan bahwa sebuah Negara telah memiliki kemajuan

Lebih terperinci

2017, No menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal; Mengingat : 1. Undang-Undan

2017, No menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal; Mengingat : 1. Undang-Undan No.142, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Penyertaan Modal. Prinsip Kehatihatian. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6085) PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. masukan berdasarkan data, informasi dan analisa terhadap data dan informasi

BAB VII PENUTUP. masukan berdasarkan data, informasi dan analisa terhadap data dan informasi BAB VII PENUTUP Pada bab ini Peneliti akan menyampaikan kesimpulan dan beberapa masukan berdasarkan data, informasi dan analisa terhadap data dan informasi tentang kegiatan Sertifikasi Hak atas Tanah Nelayan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menumbuhkembangkan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaku bisnis di Indonesia sebagian besar adalah pelaku usaha mikro, kecil

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaku bisnis di Indonesia sebagian besar adalah pelaku usaha mikro, kecil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaku bisnis di Indonesia sebagian besar adalah pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Peranan UMKM di Indonesia sangat penting sebagai penggerak ekonomi yang

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG IZIN LOKASI SEBAGAI MANA TELAH DIUBAH DENGAN PERATURAN DAERAH

Lebih terperinci

VI. MEKANISME PENYALURAN KUR DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

VI. MEKANISME PENYALURAN KUR DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN VI. MEKANISME PENYALURAN KUR DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 6.1. Mekanisme Penyaluran KUR di BRI Unit Tongkol Dalam menyalurkan KUR kepada debitur, ada beberapa tahap atau prosedur yang harus dilaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA MIKRO DAN KECIL DI KABUPATEN BINTAN

BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA MIKRO DAN KECIL DI KABUPATEN BINTAN SALINAN BUPATI BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN BUPATI BINTAN NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA MIKRO DAN KECIL DI KABUPATEN BINTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BINTAN, Menimbang

Lebih terperinci

ANALISIS PENERIMAAN PAJAK BUMI BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB-P2) DI KELURAHAN KELAYAN TIMUR KOTA BANJARMASIN TAHUN 2013 s.d.

ANALISIS PENERIMAAN PAJAK BUMI BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB-P2) DI KELURAHAN KELAYAN TIMUR KOTA BANJARMASIN TAHUN 2013 s.d. ANALISIS PENERIMAAN PAJAK BUMI BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB-P2) DI KELURAHAN KELAYAN TIMUR KOTA BANJARMASIN TAHUN 2013 s.d. 2016 Khairiah (Universitas Lambung Mangkurat) ABSTRAK Penelitian bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Perkembangan dunia usaha di era sekarang semakin meningkat seiring dengan perkembangan jaman. Melihat perkembangan dunia usaha yang banyak bermunculan

Lebih terperinci

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI HULU SUNGAI TENGAH NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENDELEGASIAN KEWENANGAN PEMBERIAN DAN PELAKSANAAN IZIN USAHA MIKRO DAN KECIL KEPADA

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKSI LEMBAGA PENGELOLA DANA BERGULIR KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH NOMOR : 34/PER/LPDB/2010 TENTANG

PERATURAN DIREKSI LEMBAGA PENGELOLA DANA BERGULIR KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH NOMOR : 34/PER/LPDB/2010 TENTANG KEMENTERIAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH R.I. LEMBAGA PENGELOLA DANA BERGULIR KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH ( LPDB-KUMKM ) PERATURAN DIREKSI LEMBAGA PENGELOLA DANA BERGULIR KOPERASI

Lebih terperinci

TENTANG. memperluas. pembiayaan; Undang-Undang. 2. Tahun 2003

TENTANG. memperluas. pembiayaan; Undang-Undang. 2. Tahun 2003 KEMENTERIAN NEGARAA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH R.I. LEMBAGA PENGELOLA DANA BERGULIR KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH ( LPDB-KUMKM ) PERATURAN DIREKSI LEMBAGA PENGELOLA DANA BERGULIR

Lebih terperinci