PERUBAHAN PENGGUNAAN, PENUTUPAN LAHAN, DAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BOGOR TAHUN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERUBAHAN PENGGUNAAN, PENUTUPAN LAHAN, DAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BOGOR TAHUN"

Transkripsi

1 SKRIPSI PERUBAHAN PENGGUNAAN, PENUTUPAN LAHAN, DAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BOGOR TAHUN EFITA FITRI IRIANTI A PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2 PERUBAHAN PENGGUNAAN, PENUTUPAN LAHAN, DAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BOGOR TAHUN Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh EFITA FITRI IRIANTI A PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

3 RINGKASAN Efita Fitri I. A Perubahan Penggunaan, Penutupan lahan dan Ruang Terbuka Hijau Kota Bogor Tahun (Dibimbing oleh Alinda F.M Zain) Penggunaan lahan merupakan interaksi yang kompleks. Hal tersebut juga berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Pertambahan penduduk yang pesat juga diiringi dengan pertambahan permintaan terhadap pemenuhan kebutuhannya baik segi fisik, sosial, ekonomi maupun lingkungan. Pembangunan merupakan salah satu upaya pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat tersebut. Pembangunan yang terjadi pada suatu wilayah cenderung diikuti oleh perkembangan wilayah tersebut Kota Bogor merupakan kota yang tidak berhenti untuk mengembangkan diri. Selain itu Bogor juga merupakan kota yang terdekat dengan ibukota Negara Republik Indonesia (Jakarta) yang bersama daerah lain seperti Tangerang, Bekasi dan Depok, Bogor yang tergabung dalam Jabodetabek, menjadi kota yang berfungsi sebagai penyangga Jakarta. Tentunya sebagai kota yang menjadi kota penyangga bagi ibukota negara Republik Indonesia perkembangan kota Bogor akan mempengaruhi perkembangan Kota Jakarta baik secara langsung maupun tidak langsung seperti dalam bidang sosial ekonomi, industri, transportasi, perdagangan dan lain-lain Tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan penelitian ini diantaranya: Mendeteksi perubahan penggunaan dan penutupan lahan di Kota Bogor sejak tahun 1905an-2005; Mengamati perubahan proposi ruang terbuka hijau di kota Bogor sejak tahun 1905an-2005; Mengetahui trend serta faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan dan penutupan lahan di Kota Bogor sejak tahun 1905an Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik pengolahan data spasial menggunakan teknik penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis. Data yang digunakan dalam menganalisis perubahan penggunaan, penutupan lahan dan ruang terbuka hijau adalah peta tua Kota Bogor tahun 1930, 1945, hasil interpretasi citra lansat Jabodetabek tahun 1972, 1983, 1992, 2000, dan 2005; peta administrasi Kota Bogor, sejarah perkembangan Kota Bogor dan data sosial ekonomi Kota Bogor. Keseluruhan data tersebut diolah menggunakan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis. Hasil akhir yang diperoleh dari proses analisis adalah peta penutupan lahan Kota Bogor per periode (kolonial-kemerdekaan), proporsi ruang terbuka hijau Kota Bogor. Kota Bogor yang kini telah berusia lebih dari 500 tahun telah mengalami berbagai periode dalam perkembangannya, mulai dari periode Kerajaan PakuanPajajaran, periode Kolonial, periode I Kemerdekaan, periode II Kemerdekaan dan periode III Kemerdekaan. Pada proses perkembangannya dalam kurun waktu tersebut telah terjadi beberapa perubahan dalam konteks pembangunan, baik sarana maupun prasarana. Pada kenyataannya perubahan tersebut telah mempunyai dampak terhadap kondisi Kota Bogor, baik bersifat positif maupun negatif dari sisi sosial, ekonomi maupun lingkungan. 24

4 Perkembangan Kota Bogor pada Periode Kolonial ( ) mulai menunjukan fungsi yang majemuk, ditandai dengan adanya Pasar Bogor sebagai pusat perdagangan. Selain itu pada periode ini peruntukan lahan Kota Bogor telah direncanakan oleh Planner dari Inggris. Untuk penutupan lahan yang terjadi diwakili oleh peta tahun 1930 dimana pada masa ini Kota Bogor memiliki luas ± 1540 Ha. Dari total luas wilayah pada periode ini sebesar 93 % merupakan area hijau, artinya jumlah lahan terbangun masih relatif sedikit. Data registrasi penduduk menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kota Bogor pada periode ini adalah jiwa Periode I Kemerdekaan ( ) peta yang digunakan adalah peta tahun Periode ini keadaan fisik Kota Bogor mulai terjadi perkembangan dalam pembangunan menyebabkan jumlah area terbangun meningkat menjadi sekitar 43 % dari total luas wilayah Kota Bogor saat itu yakni 2000 Ha. Pada periode ini pun fasilitas kota makin bertambah seperti pendidikan, industri, dan perumahan. Penggambaran penutupan lahan pada Periode II Kemerdekaan ( ) telah menggunakan citra digital yakni hasil interpretasi dari citra lansat Jabotabek yang diambil Bogornya saja. Pada periode ini terjadi peningkatan proporsi ruang terbuka hijau dari sektar 57% pada periode I kemerdekaan menjadi sekitar 97 % pada awal periode II kemerdekaan. Hal ini disebabkan oleh terjadinya perluasan Kota Bogor dari sekitar 2000 Ha menjadi 2156 Ha. Selama periode ini terjadi penurunan proporsi ruang terbuka hijau dari 97 % menjadi 86,12 % pada akhir periode ini. Keadaan fisik Kota Bogor semakin berkembang dengan ditandai dibangunnya jalan tol Jagorawi, mulai bermunculannya pemukiman berskala besar dan muncul industri skala besar dan menengah. Data registrasi penduduk menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kota Bogor pada periode ini adalah jiwa. Keadaan Kota Bogor pada Periode III Kemerdekaan semakin didominasi oleh area terbangun, terlihat pada peta penutupan lahan tahun 2000 dan 2005 proporsi ruang terbangun meningkat dari 40 % menjadi sekitar 70 %. Untuk kondisi sosial perekonomian terjadi pergeseran sektor dari pertanian dan perkebunan menjadi sektor perdagangan dan jasa. Data registrasi penduduk menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kota Bogor pada periode ini adalah jiwa. Trend perubahan proporsi ruang terbuka hijau menunjukkan trend yang menurun dari Periode Kolonial menuju awal Periode I Kemerdekaan. Kemudian terjadi peningkatan proporsi ruang terbuka hijau dari Periode I Kemerdekaan menuju Periode II Kemerdekaan. Hal ini diakibatkan oleh selain penggunaan citra lansat Kota Bogor yang telah memiliki 6 kecamatan, juga terjadi pemekaran wilayah Kota Bogor pada periode ini. Selama Periode II Kemerdekaan terjadi trend perubahan proporsi yang menurun hingga akhir Periode III Kemerdekaan. Selain terjadi perubahan pada penutupan lahan, juga terjadi perubahan pada beberapa titik di Kota Bogor. Perubahan yang terjadi baik secara fisik maupun fungsi. Perubahan penggunaan, penutupan lahan dan ruang terbuka hijau di Kota Bogor dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni jumlah penduduk, kondisi lahan, sumber daya dan kebijakan. 25

5 LEMBAR PENGESAHAN Judul : PERUBAHAN PENGGUNAAN, PENUTUPAN LAHAN DAN TERBUKA HIJAU KOTA BOGOR TAHUN RUANG Nama Mahasiswa : Efita Fitri Irianti NRP : A Program Studi : Arsitektur Lanskap Menyetujui, Dosen Pembimbing Dr.Ir. Alinda F. M. Zain, MSi. NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr. NIP Tanggal pengesahan : 26

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Garut, Jawa Barat pada tanggal 19 Juni Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari Bapak Drs.H.Atang Subarzah, Msi. dan Ibu Hj. Y. Rukhyati. Tahun 1997 penulis lulus dari SDN Marga Mulya Kab. Garut, kemudian pada tahun 2000 penulis menyelesaikan studi di SLTP Negeri 1 Garut. Selanjutnya penulis lulus dari SMUN 1 Tarogong Garut pada tahun Tahun 2003 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI sebagai mahasiswa pada Program Studi Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian. Selama menjalankan studi di IPB, penulis mengikuti kegiatan-kegiatan di luar akademik, seperti menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (HIMASKAP), Himpunan Mahasiswa Garut (HIMAGA), Komunitas Kampoeng Bogor. Penulis pernah terlibat dalam beberapa kegiatan Studio Pro ARL, selain itu penulis juga berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan lain seperti panitia dalam Succes Enterpreneur Seminar tahun Panitia Seminar Jabodetabek tahun 2007 serta pernah mengikuti beberapa kegiatan kepanitiaan lain baik internal maupun eksternal kampus. Penulis pun pernah mengikuti beberapa pelatihan yang mendukung kegiatan akademis. Kemudian penulis menjadi asisten dosen pada mata kuliah Rancangan Penelitian dan Percobaan; serta mata kuliah Analisis Tapak tahun Penulis pun menjadi asisten peneliti pada working group Jabodetabek P4W LPPM-IPB. 27

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Perubahan Penggunaan, Penutupan Lahan dan Ruang Terbuka Hijau di Kota Bogor tahun ini. Tujuan dari penulisan usulan penelitian ini adalah sebagai syarat memperoleh gelar sarjana di Institut Pertanian Bogor. Dalam penyelesaian tugas akhir ini, penulis banyak memperoleh bantuan dari bebagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis baik dari segi moral maupun material. Pihak-pihak tersebut antara lain : 1. Dr. Ir. Alinda F. M Zain, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas arahan, bimbingan dan saran yang telah diberikan kepada penulis dalam masa penyelesaian skripsi. 2. Dr. Ir. Nurhayati HS. Arifin, MSc. dan Dr. Ir. Setia Hadi, MS. selaku dosen penguji atas semua masukan, saran dan kritik yang membangun. 3. Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr. selaku pembimbing akademik atas bimbingan dan kepercayaannya pada penulis untuk menjadi asisten mata kuliah Rancangan Percobaan dan Penelitian. 4. Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan wilayah (P4W-LPPM IPB), Bappeda Kota Bogor dan Komunitas Kampoeng Bogor atas bantuan datanya. 5. Teman-teman seperjuangan, Indah dan Shasa untuk kebersamaan dan persaudaraan selama menjadi anak-anak ibu; Arin untuk kebersamaan selama pencarian data di berbagai instansi kota Bogor. 5. Teman-teman terbaik penulis Ayu, Meidi, Alin, Tari, Suci, Hendry, Rahmi, Retno, Uti, dan Sinta yang selalu ada dan bersedia membantu dalam proses pengerjaan tugas akhir ini. 6. Icut, Marna, Ali, Tope, Ariev, Anggi, Puji, Febby, Deny, Wira, Yudi, Sarmada, Putri, Keni, Opeh, Icha, Rangga, Ario, Indra, Komti, Pepenk, Rezky, Dwee, Ribka, Teta, Tigor, Greg, Iwan, Miftah, Dani, Ubud, Wita, Beuteu, Titi. Terima kasih atas kebersamaannya di Lanskap

8 7. Sahabat setia penulis Lidawati, Yeni, Rindu atas 8 tahun kebersamaannya. 8. Rekan-rekan panitia Seminar Jabodetabek 2007 (terima kasih atas bantuan peta dan prosidingnya), Keluarga Besar Pondok Annisa, Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Garut, Keluarga Besar KKP Cipetir 2006 dan PPL IPDN 17, Keluarga Besar Classix, Keluarga Besar IKAGA-B ers. Keluarga Besar ASGAR MUDA terima kasih atas pengertian, dukungan dan kebersamaannya 9. Mas Miki atas ilmu GIS nya, Titan atas bantuan data nya. 10. Para staf Departemen Arsitektur Lanskap (Bu Yeni dkk), seluruh mahasiswa Arsitektur Lanskap angkatan 38,39,41,42, Keluarga Sumadipraja (Alm) dan Keluarga Aan Soewarman (Alm). Terima kasih dukungannya. 10. Last but not least keluargaku tercinta, Bapa, Mamah, Fahmi, Garin dan Hilmi atas cinta, kasih sayang, dukungan moral dan material yang tiada hentinya dan tak terbatas bagi penulis selama masa tempuh pendidikan di IPB serta selama masa pengerjaan skripsi. Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam hasil tugas akhir ini. Walau demikian, dengan segala kekurangannya penulis tetap berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Bogor, Januari 2008 Penulis 29

9 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv PENDAHULUAN Latar Belakang...1 Tujuan... 4 Manfaat... 4 Kerangka Pemikiran... 5 Kota...6 Perubahan Penggunaan dan Pentupan Lahan... 6 Ruang Terbuka Hijau...8 Ruang Terbuka Hijau Perkotaan...9 Fungsi Ruang Terbuka Hijau...9 Sistem Informasi Geografis Penginderaan Jauh Aplikasi Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh...11 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Wilayah Administrasi Kondisi Fisik...12 Kondisi Sosial Ekonomi Kebijakan RTH di Kota Bogor METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian...16 Bahan dan Alat Metode Penelitian Batasan penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Kota Bogor...22 Perubahan Penggunaan dan Penutupan Lahan Kota Bogor Periode Kolonial

10 Periode I Kemerdekaan Periode II Kemerdekaan Periode III Kemerdekaan Perubahan Penggunaan lahan Kota Bogor Pola Perubahan Penggunaan Lahan Perubahan Proporsi Ruang Terbuka Hijau Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan dan Penutupan Lahan KESIMPULAN dan SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA...63 LAMPIRAN

11 DAFTAR TABEL Hal Tabel 1. Kemiringan Lereng...13 Tabel 2. Jenis Sumber Data Tabel 3. Jenis Penggunaan Lahan Kota Bogor tahun Tabel 4. Luas wilayah Kota Bogor masing-masing periode...44 Tabel 5. Rencana Penggunaan Lahan Kota Bogor tahun Tabel 6. Proporsi RTH Kota Bogor per Periode...55 Tabel 7. Jumlah Penduduk Kota Bogor Masing-Masing Periode Tabel 8. Berbagai Kebijakan Pemerintah yang Berlaku di Kota Bogor

12 DAFTAR GAMBAR Hal Gambar 1. Kerangka pemikiran...5 Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian...16 Gambar 3. Alur Kerja Penelitian Gambar 4. Peta Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun Gambar 5. Proporsi Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun Gambar 6 Persebaran Etnis di Kota Bogor...25 Gambar 7. Proporsi Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun Gambar 8. Peta Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun Gambar 9. Sebaran Etnis Kota Bogor Periode I Kemerdekaan...29 Gambar 10. Peta Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun Gambar 11. Peta Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun Gambar 12. Peta Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun Gambar 13. Proporsi Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun Gambar 14. Proporsi Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun Gambar 15 Proporsi Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun Gambar 16. Kondisi Fisik Kota Bogor pada Periode II Kemerdekaan Gambar 17. Peta Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun Gambar 18. Peta Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun Gambar 19. Proporsi Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun Gambar 20. Proporsi Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun Gambar 21. Penggunaan Lahan Kota Bogor Tahun Gambar 22. Perkembangan Spasial Kota Bogor (Kolonial-Kemerdekaan) Gambar 23. Jembatan Batu Tulis...47 Gambar 24. Alun-alun Empang Gambar 25 Jalan Sudirman...48 Gambar 26. Pasar Bogor...49 Gambar 27. Hotel Belevue Gambar 28. Bogor Trade Mall Gambar 29. Lanskap Belakang Hotel Belevue...50 Gambar 30. Lanskap Sekitar Bogor Trade Mall

13 Gambar 31. Stasiun Bogor...51 Gambar 32. Kebun Raya...53 Gambar 33. Taman Lingkungan Gambar 34. Lahan Pertanian di Bawah SUTT Gambar 35. Jalur Sempadan Sungai Gambar 36. Jalur Hijau...54 Gambar 37. Grafik Perubahan RTH Kota Bogor

14 PENDAHULUAN Latar Belakang Penggunaan lahan merupakan interaksi yang kompleks. Hal tersebut juga berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Pertambahan penduduk yang pesat juga diiringi dengan pertambahan permintaan terhadap pemenuhan kebutuhannya baik segi fisik, sosial, ekonomi maupun lingkungan. Pembangunan merupakan salah satu upaya pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat tersebut. Pembangunan yang terjadi pada suatu wilayah cenderung diikuti oleh perkembangan wilayah tersebut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa urbanisasi di wilayah perkotaan telah meningkat dengan sangat cepat. Zain (2002) mengidentifikasi bahwa di area Jabodetabek telah terjadi konversi lahan hijau menjadi area terbangun sebesar 23 % untuk pembangunan kota dalam jangka waktu 25 tahun. Kota Bogor merupakan kota yang tidak berhenti untuk mengembangkan diri. Selain itu Bogor juga merupakan kota yang terdekat dengan ibukota Negara Republik Indonesia (Jakarta) yang bersama daerah lain seperti Tangerang, Bekasi dan Depok, Bogor yang tergabung dalam Jabodetabek, menjadi kota yang berfungsi sebagai penyangga Jakarta. Tentunya sebagai kota yang menjadi kota penyangga bagi ibukota negara Republik Indonesia perkembangan kota Bogor akan mempengaruhi perkembangan Kota Jakarta baik secara langsung maupun tidak langsung seperti dalam bidang sosial ekonomi, industri, transportasi, perdagangan dan lain-lain. Kondisi suatu kota pada kenyataannya tidak akan terlepas dari perkembangannya sejarah yang melingkupi kota tersebut. Berbagai kejadian historis secara langsung maupun tidak langsung mengisi ruang suatu kota yang mempengaruhi perkembangan kota tersebut. (Bappeda,2005) Kota Bogor mempunyai sejarah yang panjang dalam Pemerintahan, dimulai sejak adanya kerajaan Pakuan-Pajajaran. Hal ini tercantum dalam prasasti batu tulis yang menyebutkan bahwa Pakuan sebagai ibukota Pajajaran adalah terletak di Bogor. Untuk penetapan hari jadi Bogor sendiri adalah berdasarkan pada penobatan Prabu Siliwangi (Sri Baginda Maharaja) pada tanggal 3 Juni 1482, yang selanjutnya hari tersebut dijadikan hari jadi Bogor. Penetapan tanggal 35

15 ini diputuskan oleh DPRD Kabupaten dan Kota Bogor sebagai hari jadi Bogor dan selalu diperingati setiap tahunnya sampai sekarang. Sedangkan nama Bogor sendiri tercantum dalam dokumen resmi akte Van Gissen 7 April 1752 yakni sebagai hoofd van de negorij Bogor Pada tahun 1745 Gubernur Jendral Hindia Belanda bernama Baron Van Inhoff membangun Istana Bogor, seiring dengan pembangunan jalan Raya Daendels yang menghubungkan Batavia dengan Bogor. Pada periode tersebut diduga sebagai awal perkembangan Kota Bogor. Pada masa pendudukan Inggris, Gubernur Jendral Thomas Rafless berjasa dalam mengembangkan Kota Bogor, dimana Istana Bogor direnovasi dan sebagian lahannya dijadikan Kebun Raya (Botanical Garden). Beliau juga mempekerjakan seorang Planner yang bernama Carsens yang menata Bogor sebagai tempat peristirahatan yang dikenal dengan Buitenzoorg. Selain melakukan penataan Bogor tempat peristirahatan, Planner tersebut juga melakukan penataan pola pemanfaatan ruang dengan karakteristik tertentu. Dalam perkembangannya, pada saat itu kesatuan keseluruhan komponen fisik membentuk tata kota Bogor (Gemeente Buitenzorg)cenderung linier Pada masa setelah kemerdekaan, perkembangan Kota Bogor terbagi menjadi beberapa periode yakni periode I Kemerdekaan ( ) yaitu setelah pengakuan kedaulatan RI Pemerintahan di Kota Bogor namanya menjadi Kota Besar Bogor yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 16 Tahun Selanjutnya Periode II Kemerdekaan ( ) pada tahun 1957 nama pemerintahan berubah menjadi Kota Praja Bogor, sesuai dengan Undang-undang Nomor. 1Tahun 1957, kemudian dengan Undang-undang Nomor 18 tahun 1965 dan Undang-undang No. 5 Tahun 1974 berubah kembali menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor. Periode III Kemerdekaan ( ) Dengan diberlakukanya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor dirubah menjadi Kota Bogor. ( Dari perkembangan tersebut, terlihat bahwa banyak pengaruh luar yang mempengaruhi perkembangan Bogor, baik segi luas wilayah, jumlah penduduk, tata ruang kota dan sebagainya. Data terbaru menunjukkan jumlah penduduk Kota Bogor berjumlah jiwa yang terdiri dari berbagai etnis, yang mayoritas 36

16 adalah masyarakat Sunda. ( Sejak awal pendiriannya, jumlah penduduk yang semakin bertambah disebabkan adanya migrasi penduduk dari daerah lain, kelahiran di daerah setempat. Periode pemerintahan dari masa ke masa di Kota Bogor pun turut mempengaruhi jumlah penduduk. Sejak jaman kerajaan, Kota Bogor senantiasa mengalami perluasan akan tetapi pada masa kerajaan sampai awal kemerdekaan, angka pasti tentang perluasan tidak ditemukan. Dari data terbaru diperoleh bahwa tahun 1995 Kotamadya DT II Bogor mengalami perluasan wilayah, yang tadinya hanya ha menjadi 11,850 ha Senada dengan diberlakukannya undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah nama Kotamadya Bogor diubah menjadi Kota Bogor. Berdasarkan tata guna lahannya pada tahun 2002 proporsi luas lahan terbagi atas 70,01 % pemukiman, 10,8 % pertanian 1,30 % kebun campuran, 1,19 % hutan kota, dan sisanya adalah fasilitas sosial lainnya. ( tata ruang) Perkembangan Kota Bogor yang dapat kita lihat dan kita rasakan saat ini berawal dari sebuah kota pusat pemerintahan kerajaan Pajajaran yang sempat menghilang seiring dengan sirnanya kerajaan tersebut, tetapi pada masa awal penjajahan Belanda kota ini kembali hidup dan dibangun lagi sebagai kota peristirahatan. Seiring dengan perjalanan waktu, kota Bogor terus berkembang hingga saat ini bukan lagi menjadi sekedar tempat peristirahatan, tetapi telah menjadi kota modern yang dinamis dengan multifungsi. Banyak fungsi yang diemban oleh kota Bogor sedikit banyak menunjukan kompleksitas perkembangan fisik Kotanya. (Bappeda Kota Bogor, 2005). Perkembangan Kota Bogor sebagai kota multi fungsi tersebut berkaitan dengan penggunaan lahan yang juga berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat. Dalam pemenuhan kebutuhan tersebut tidak jarang terjadi adanya perubahan dalam penggunaan dan penutupan lahan. 37

17 Perubahan dan perkembangan Kota Bogor dari masa ke masa tersebut terutama dalam hal perubahan penggunaan dan penutupan lahan akan diidentifikasi,dipelajari dalam penelitian yang akan dilakukan. Adanya pemetaan dengan bantuan system informasi geografis, dapat menggambarkan wilayah kota secara menyeluruh sehingga dapat dilakukan pendeteksian terhadap perubahan penggunaaan dan penutupan suatu lahan dari masa ke masa. Pada penelitian ini, system informasi geografis digunakan selain untuk mengolah citra digital sebagai data spasial untuk masa sekarang, juga dapat digunakan untuk mendeteksi peta tua sebagai data spasial penggunaan suatu lahan pada masa lampau tentunya dengan berbagai perangkat lunak dalam pengolahan peta tua tersebut. Penggunaan sistem informasi geografis didasari bahwa sistem tersebut secara terintegrasi mampu mengolah baik data spasial maupun data atribut secara efektif dan efisien. Selain dapat mengolah citra digital masa sekarang juga dapat mengolah peta masa lampau. Tujuan Penelitian ini bertujuan diantaranya: 1. Mendeteksi perubahan penggunaan dan penutupan lahan di Kota Bogor sejak tahun 1905an Mengidentifikasi perubahan proposi ruang terbuka hijau di kota Bogor sejak tahun 1905an Mengetahui trend serta faktor yang mempengaruhi penggunaan dan penutupan lahan di Kota Bogor sejak tahun 1905an-2005 Manfaat Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi spasial dan trend perubahan penggunaan dan penutupan lahan di Kota Bogor sejak sekitar tahun 1905 hingga tahun 2005 dan diharapkan pada akhir penelitian ini dihasilkan usulan yang dapat menjadi bahan masukan bagi pihak terkait dalam mengambil kebijakan yang berkaitan dengan penggunaan dan penutupan lahan di Kota Bogor. 38

18 Penggambaran dari latar belakang, tujuan serta manfaat penelitian dapat terlihat pada kerangka pemikiran (Gambar 1) Kerangka Pemikiran Perkembangan Kota Bogor: periode kolonial ( ) periode I kemerdekaan ( ) Periode II kemerdekaan ( ) periode III kemerdekaan( ) Perkembangan Kota Secara Umum Jumlah penduduk Kebutuhan penduduk Sarana dan prasarana pendukung kota Terjadi perubahan lanskap (baik penggunaan maupun pada penutupan lahan) Perubahan proporsi RTH Pendeteksian perubahan penggunaan, penutupan lahan dan RTH Identifikasi trend perubahan proporsi RTH dan faktor perubahan dan penggunaan lahan Gambar 1. Kerangka Pemikiran 39

19 TINJAUAN PUSTAKA Kota Pengertian kota, pada umumnya dicirikan oleh tingginya kepadatan ruang terbangun, dengan struktur bangunan yang semakin mendekati pusat kota semakin rapat. Selain itu, dalam sebuah kota terjadi kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsinya sebagai tempat pemukiman, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi(eckbo, 1964). Kondisi suatu kota pada kenyataannya tidak akan terlepas dari perkembangan sejarah yang melingkupi kota itu sendiri. Berbagai kejadian historis secara langsung maupun tidak langsung mengisi ruang suatu kota yang mempengaruhi perkembangan kota tersebut (Bappeda,2005). Perkembangan kota di Indonesia hampir memiliki periode yang sama yakni jaman kerajaan, jaman penjajahan, jaman kemerdekaan. Sehingga perkembangan kota terpengaruh oleh kombinasi budaya yang berbeda, mulai budaya kerajaan, budaya kolonial, budaya Asia, dan budaya pribumi (Bappeda, 2005). Perkembangan kota juga berpengaruh pada fungsi kota sebagai : 1. Pusat pemerintahan 2. Perdagangan 3. Pendidikan 4. Fungsi-fungsi lainnya Perkembangan dan pembangunan kota juga berdampak pada berkurangnya keberadaan suatu ruang terbuka hijau di perkotaan. Hal ini akibat adanya perubahan penutupan dan penggunaan lahan di sebuah kota (Putri, 2006). Perubahan Penutupan dan Penggunaan Lahan Istilah penggunaan lahan dan penutupan lahan memiliki arti yang berbeda. Menurut de Sherbinin (2002) dalam Putri (2006), penggunaan lahan merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan penggunaan lahan oleh manusia atau kegiatan mengubah tutupan lahan. Penggunaan lahan juga dapat diartikan sebagai bentuk campur tangan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya 40

20 baik materil maupun spiritual. Penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan non pertanian. Secara garis besar, penggunaan lahan pertanian dibedakan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditi yang diusahakan, dimanfaatkan atau yang terdapat di atas lahan tersebut, seperti penggunaan lahan tegalan, sawah, kebun kopi, kebun karet, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung, padang alangalang dan sebagainya. Sedangkan untuk penggunaan lahan non pertanian dapat dibedakan ke dalam penggunaan lahan kota atau desa (pemukiman), industri, rekreasi, pertambangan dan sebagainya (Arsyad, 1989). Istilah penutupan lahan mengacu pada penutupan lahan yang menjadi ciri suatu area tertentu, yang umumnya merupakan pencerminan dari bentukan lahan dan iklim lokal. Contoh dari penutupan lahan adalah hutan, tundra, savanna, gurun pasir. Berkaitan dengan penggunaan lahan, kehidupan kota yang dinamis mengharuskan terjadinya perubahan tata guna lahan dalam rangka pengembangan wilayah kota. Adapun perubahan yang terjadi adalah konversi lahan konservasi menjadi area pertanian, lahan produksi menjadi area pemukiman. Proses perubahan penggunaan lahan ini pada dasarnya dapat dipandang sebagai konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang berkembang (Pribadi, 2003). Selain itu perubahan ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana bagi manusia. Tentunya perubahan ini mempengaruhi kemampuan ekositem yang mendukung keberadaan manusia (Putri, 2006). Charles C. Colby dalam Zulkardi (1999), mengidentifikasi adanya dua gaya yang saling bertentangan yang mempengaruhi pembentukan dan perubahan tata guna lahan kota yaitu: 1. Gaya Sentripetal, bekerja menahan fungsi-fungsi tertentu di pusat kota dan menarik yang lain untuk berlokasi di sekitarnya. Gaya ini terjadi karena sejumlah kualitas daya tarik pusat kota, yaitu: Daya tarik tapak/site Kenyamanan fungsional, seperti aglomerasi Prestise fungsional, seperti kawasan tertentu untuk perdagangan elektronik, pakaian dll. 41

21 2. Gaya Sentrifugal, adalah gaya yang mendorong kegiatan berpindah dari pusat kota ke pinggiran, meliputi: Gaya spasial terjadi karena pusat kota sering mengalami kemacetan sedang di wilayah lain masih kosong Gaya site akibat daya tarik guna lahan ekstensif atau daya tarik alam di wilayah pinggiran dibanding guna lahan intensif di pusat kota. Gaya situasional, akibat daya tarik dan kenyamanan yang lebih baik di pinggir kota. Gaya evolusi sosial, akibat tingginya nilai tanah, pajak dan keterbatasan ruang di pusat kota Status dan organisasi hunian, sebagai akibat polusi di pusat kota. Keadaaan ini terjadi pada hampir seluruh belahan dunia. Perkembangan suatu wilayah yang berkaitan dengan semakin meningkatnya populasi penduduk telah menjadi masalah global. Hal ini perlu perhatian berbagai pihak yang ditekankan pada interaksi manusia dengan lingkungannya, termasuk di dalamnya faktorfaktor yang menyebabkan perubahan penggunaan lahan oleh manusia(de Sherbinin (2002) dalam Putri (2006)). Ruang Terbuka Hijau Dalam Permendagri No. 1 Tahun 2007 yang dimaksud dengan ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan ataupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Dalam ruang terbuka hijau (RTH), pemanfaatnya lebih bersifat pengisian hijauan tanaman atau-tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan, dan sebagainya. Berdasarkan Inmendagri No. 1/2007 ditinjau dari manfaatnya, terdapat delapan jenis RTH yaitu : (1) RTH untuk mencerminkan identitas suatu daerah, (2) RTH untuk sarana penelitian,pendidikan dan penyuluhan (3) RTH untuk sarana rekreasi aktif dan pasif serta interaksi sosial (4) RTH untuk meningkatkan ekonomi lahan perkotaan (5) RTH yang dapat menumbuhkan rasa bangga dan 42

22 meningkatkan prestise daerah (6) RTH untuk sarana aktivitas sosial bagi anakanak, remaja, dewasa dan manula (7) RTH untuk sarana evakuasi untuk keadaan darurat (8) RTH yang dapat meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan. Sedangkan dalam UU No. 26/2007 tentang penataan ruang, RTH ditujukan untuk fungsi ekologis (pereduksi polusi, penetralisir banjir dll), fungsi estetika, serta untuk mereduksi Landscape Disaster (longsor, banjir, angin putting beliung). Hal ini juga ditujukan untuk menjaga keseimbangan ekosistem kota dan wilayah sekitar dalam rangka mewujudkan kota berkelanjutan. Ruang Terbuka Hijau Perkotaan RTH wilayah perkotaan adalah ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, dimana didominasi oleh tanaman dan tumbuh-tumbuhan secara alami (Slamet, 2003 dalam Putri 2006). Dalam UU No. 26/2007 tentang penataan ruang disebutkan bahwa proporsi RTH pada wilayah perkotaan tergantung pada kondisi geomorfologis kota, kebutuhan akan fungsi ekologis RTH, kebutuhan akan fungsi estetika kota, dan kebutuhan pereduksi landscape disaster. Fungsi Ruang Terbuka Hijau Menurut Soeria Atmaja (1991), peran tumbuhan dalam RTH tidak hanya terbatas pada fungsi produksinya dipandang dari nilai ekonomis dan fungsi estetis, serta fungsi kreatifnya dipandang dari segi arsitektural, tapi juga fungsi ekologisnya. Secara umum RTH berfungsi arsitektural, teknik, kenyamanan, ekologis dan sosial ekonomi. Salah satu penjabaran manfaat RTH yang menjadi jiwa dari penjelasan RTH dalam Permendagri 1/2007 yang sesuai dan menunjang fungsi RTH pemukiman antara lain: 1. Sebagai pengaman keberadaan kawasan lindung perkotaan 2. Sebagai pengendali pencemaran dan kerusakan tanah. air dan udara 3. Sebagai tempat perlindungan plasma nutfah dan keanekaragaman hayati 4. Sebagai sarana untuk mempengaruhi dan memperbaiki lingkungan. 5. Sebagai sarana estetika kota 6. Sebagai pengatur tata air. 43

23 Sistem Informasi Geografis (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem yang berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi geografis (Aronoff, 1988). SIG merupakan suatu kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi dan personil yang dirancang secara efisien untuk memperoleh, menyimpan, mengupdate, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan semua bentuk informasi yang berbasis geografi. SIG memiliki kemampuan untuk menguraikan unsur-unsur yang terdapat di permukaan bumi ke dalam bentuk beberapa layer atau coverage data spasial (Prahasta, 2001). SIG dapat menyimpan dan menampilkan kembali informasi yang diperlukan mengenai sebuah lokasi geografis dengan modifikasi warna, bentuk, dan ukuran simbol yang dapat memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai kondisi geografi suatu wilayah. Sistem Informasi Geografis dapat diaplikasikan kepada berbagai bidang keilmuan yang berhubungan dengan sumberdaya alam. Aplikasi SIG diantaranya pada perencanaan tata guna lahan, analisis mengenai dampak lingkungan, pertanian, kehutanan, pengelolaan kehidupan liar, teknik, geologi, jaringan jalan dan pipa, perencanaan kota, dan sebagainya (Nurcahyono, 2003 dalam Putri, 2006). Penginderaan Jauh Menurut Lillesand dan Kiefer (1990), penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah, atau fenomena yang dikaji. Penginderaan jauh secara umum adalah suatu cara mengamati suatu objek di muka bumi tanpa mengadakan kontak langsung secara fisik dengan objek yang diamati tersebut. Prinsip dari penginderaan jauh dalam pengamatan objek di muka bumi dilakukan dengan cara mengukur radiasi gelombang elektromagnetik yang dipancarkan maupun dipantulkan oleh objek yang dimaksud. Fenomena alam memperlihatkan bahwa objek di muka bumi memancarkan gelombang elektromagnetik yang khas pada spektrum radiasi gelombang tampak (visible ), 44

24 infrared, thermal, maupun gelombang mikro. Wahana untuk merekam atau menangkap gelombang elektromagnetik dapat berupa pesawat udara, satelit, atau pesawat ruang angkasa. (Lillesand and Kiefer, 1990). Hasil penginderaan jauh umumnya berupa citra yang dalam proses memperolehnya memerlukan : a)sumber energi b)perjalanan energi melalui atmosfer c) interaksi antara energi dengan kenampakan di muka bumi d) sensor wahaha pesawat terbang atau satelit e)hasil pembentukan dalam bentuk piktoral (citra) dan atau numerik. Hasil tersebut masih perlu diinterpretasikan untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat (Lillesand and Kiefer, 1990). Penginderaan jauh mulai berkembang tahun 1839 ditandai dengan Photograph Pertama. Selanjutnya pada awal 1972 dengan diluncurkannya satelit landsat maka mulai didapat citra digital landsat. Untuk citra landsat sendiri mengalami perkembangan. Diawali dengan landsat MSS (multispectral scanner) yang dapat menggambarkan wilayah dengan resolusi 70 x 70 m. Selanjutnya landsat TM (Thematic Mapper) yang memiliki resolusi 30 x 30 m dan terakhir landsat ETM yang lebih tajam dalam penggambaran wilayah (Harris) Aplikasi Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan Jauh. Kombinasi penggunaan Sistem Informasi Geografi dan penginderaan jauh telah banyak diaplikasikan pada berbagai ilmu pengetahuan seperti pertanian, kehutanan, geologi, geofisika, penutupan dan penggunaan lahan, lanskap, bahkan dalam bidang bisnis. Pada prinsipnya, tujuan utama dari penggunaan Sistem Informasi Geografi dan penginderaan jauh adalah untuk mengumpulkan data sumberdaya alam dan lingkungan. Deteksi perubahan penutupan dan penggunaan lahan menggunakan Sistem Informasi Geografi dan penginderaan jauh telah diaplikasikan dalam analisa keruangan seperti pada area perkotaan dan pedesaan. Data penutupan dan penggunaan lahan serta perubahannya sangat penting bagi seorang perencana dalam membuat keputusan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam. Data ini pada umumnya dipresentasikan dalam bentuk spasial berupa peta disertai dengan data statisik setiap kelas penutupan dan penggunaan lahannya (Maulana, 2005). 45

25 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Wilayah Administrasi Secara fisik Kota Bogor merupakan salah satu kota yang berada di bawah wilayah administratif Propinsi Jawa Barat. Kota Bogor terletak pada bujur timur dan pada lintang selatan. Secara geografis, Kota Bogor berjarak lebih kurang 50 km dari Jakarta. Luas wilayah Kota Bogor adalah Ha, yang mencakup 6 kecamatan (Kec. Bogor Barat, Bogor Timar, Bogor Tengah, Bogor Utara, dan Kec. Tanah Sareal) dan 68 kelurahan. Secara administratif, Kota Bogor berbatasan dengan Kabupaten Bogor yaitu: Sebelah utara berbatasan dengan Kec. Kemang, Bojong Gede dan Kec. Sukaraja; Sebelah timur berbatasan dengan Kec. Sukaraja dan Kec. Ciawi; Sebelah barat berbatasan dengan Kec. Dramaga, Kec. Ciomas; Sebelah selatan berbatasan dengan Kec. Cijeruk dan Kec. Caringin. Kondisi Fisik Dari segi topografi, Kota Bogor mempunyai rata-rata ketinggian minimum 130 m dan maksimum 350 m diatas permukaan laut dengan kemiringan lereng berkisar 0-2% (datar) seluas 1.763,94 ha (14,89% dari luas keseluruahan Kota Bogor), 2-15% landai seluas 8.091,27 ha (68,28%), 15-25% agak curam seluas 1.109,89 ha (9,37%), 25-40% curam seluas 764,96 ha (6,46%), dan >40% sangat curam seluas 119,94 ha. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1. Kota Bogor merupakan wilayah yang memiliki ciri permukaan yang bergelombang. Hal ini terlihat dari banyaknya jumlah lembah, bukit, dan sungai(bappeda Bogor, 2005). 46

26 Tabel 1. Kemiringan Lereng kecamatan luas (km2) 0-2 % (datar) Bogor Utara 17, % Bogor Timur 10, % Bogor Selatan 30, % Bogor Tengah 8, % Bogor Barat 32, % Tanah Sareal 18, % Total 118, % Sumber: Bappeda Kota Bogor, % (Landai) 88.35% 71.20% 46.04% 68.94% 76.17% 70.17% 68.28% kemiringan lereng 15-25% (agak curam) 0.00% 5.52% 34.21% 0.00% 0.00% 0.00% 9.37% 25-40% (curam) 3.84% 4.33% 11.37% 14.46% 4.68% 1.66% 6.46% >40% (sangat curam) 0.03% 0.99% 2.90% 1.17% 0.32% 0.00% 1.01% Sedangkan untuk iklim dan curah hujan, Kota Bogor memiliki suhu ratarata tiap bulan adalah 260C dengan suhu terendah 21,80C dan suhu tertinggi adalah 30,40C; Curah hujan rata-rata Kota Bogor adalah 4000 mm/tahun atau mm/bulan dengan curah hujan minimum pada bulan September yaitu 128 mm dan maksimum pada bulan Oktober yaitu 346 mm (Bappeda, 2005). Jenis tanah yang paling banyak ditemukan di Kota Bogor adalah Latosol Coklat Kemerahan dan Aluvial Kelabu. Di Bogor Selatan jenis tanah yang paling banyak ditemukan selain Latosol Coklat Kemerahan adalah Regosol Coklat dan di Bogor Barat adalah Andosol Coklat. Sedangkan Tanah Sareal jenis tanah yang paling banyak ditemukan adalah Latosol Merah Kekuningan (Bappeda, 2005). Untuk kondisi vegetasi Kota Bogor penyebarannya terpusat pada adanya Kebun Raya Bogor, Taman-taman Kota, Hutan Penelitian (Cifor), jalur hijau jalan dan area pertanian. Kondisi Sosial-Ekonomi Perubahan penggunaan dan penutupan lahan secara umum dapat terjadi karena dua faktor diantaranya faktor kekuatan alam, merupakan faktor yang diluar kehendak manusia diantaranya adalah bencana alam seperti banjir, tanah longsor, kebakaran huatan, dan faktor manusia. Namun faktor manusia lebih besar dalam mengubah penggunaan dan penutupan lahan dibanding dengan faktor kekuatan alam. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan perubahan penggunaan dan penutupan lahan adalah keadaan sosial, ekonomi, politik/kebijakan, dan kebudayaan masyarakat(turner dan Meyer, 1994 dalam Putri 2005). Dari segi kependudukan, berdasarkan sensus penduduk tahun 1999, jumlah penduduk Kota Bogor adalah dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 3,56 %. Kemudian pada tahun 2005 sensus penduduk Kota Bogor 47

27 menunjukkan jumlah penduduk yang mencapai jiwa. Dilihat dari komposisinya, berdasarkan kelompok usia menunjukkan angka untuk usia tahun kelompok ini merupakan usia produktif. Dari kelompok usia produktif yang bekerja sebanyak lebih dari 70% adalah sebagai penduduk yang bekerja. Prosentase jumlah penduduk yang bekerja antara lain: 1)Sektor Jasa : 27,47% 2)Perdagangan : 26,48 %,3) Industri : 23,11 %,4) Transportasi dan Komunikasi : 7,66 %,5) Konstruksi : 5,10 %,6) Keuangan : 4,65 %,7) Pertanian : 4,19%,8) Pertambangan : 0,72 %,9)Listrik, gas dan air: 0,60 %. (Bappeda, 2005). Untuk perekonomian, tingkat perekonomian Kota Bogor cenderung fluktuatif, dengan laju pertumbuhan sebesar 6,07%. Sektor perekonomian Kota Bogor didominasi oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor industri pengolahan, dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Sarana perkotaan di Kota Bogor seperti sarana pendidikan kesehatan, sarana peribadatan komposisinya masih belum seimbang di tiap kecamatan sehingga masih ada daerah yang belum dapat terlayani. Dari segi sarana transportasi, masih kurangnya tempat kegiatan perkotaan yang memiliki tempat parkir yang memadai menjadi salah satu pemicu terjadinya kemacetan di Kota Bogor, pemicu kemacetan lainnya adalah kurang disiplinnya pengguna kendaraan baik umum maupun pribadi (Bappeda, 2005). Kebijakan RTH di Kota Bogor Berdasarkan Kebijaksanaan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau dalam RTRW Kota Bogor tahun , pengembangan RTH di Kota Bogor berupa: 1. Pengembangan RTH kota yang dapat menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan serta mengurangi dampak pembangunan kota. 2. Pengembangan fungsi RTH kota ditujukan untuk mendapatkan proporsi yang baik antara dimensi ruang terbuka kota dengan bangunan baik secara vertikal maupun horizontal. 3. Pengembangan RTH kota yang dapat memberikan kesan estetika yang indah dan menguatkan identitas Bogor. 48

28 4. Pengembangan RTH kota sesuai fungsi dan hierarkhinya untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan ruang terbuka yang sekaligus dapat menunjang kegiatan perkotaan. 5. Menetapkan kawasan-kawasan hijau makro sebagai fungsi konservasi untuk menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan. 6. Peningkatan peran serta masyarakat dan swasta dalam pengembangan RTH kota dimulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasaan dan pengendalian sebagai bentuk peran serta aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang kota. 7. Mengembalikan fungsi RTH kota yang telah berkurang atau berubah bentuk ke bentuk semula sesuai dengan fungsinya. 49

29 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari akhir Januari sampai November Objek penelitian difokuskan pada wilayah Kotamadya Bogor (Gambar 2), Propinsi Jawa Barat, yang meliputi 6 wilayah kecamatan, yakni Kecamatan Bogor Barat, Bogor Timur, Bogor Selatan, Bogor Utara Bogor Tengah dan Tanah Sareal. Untuk pengolahan dan analisis data dilakukan di Kampus IPB Dramaga Bogor. KOTA BOGOR KETERANGAN BOGOR BARAT BOGOR SELATAN BOGOR TENGAH BOGOR TIMUR BOGOR UTARA TANAH SAREAL Kilometers N W E S Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian 50

30 Bahan dan Alat Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yakni data primer dan sekunder yang diambil dari instansi terkait(tabel 2). Tabel 2. Jenis dan Sumber Data Data Jenis Sumber Hasil Interpretasi citra lansat Data Sekunder Departemen Jabodetabek Peta Administrasi Kota Bogor Data Sekunder Sumberdaya Lahan Departemen Arsitektur (peta tua dan peta terbaru) Data Sekunder P4W LPPM IPB Sekunder Kampoeng Bogor Pemkot Bogor Literatur Survey lapang Website Pemkot Bogor Tata Guna Lahan Data Pertumbuhan Penduduk Sekunder Kota Bogor sosial dan Lanskap IPB, P4W LPPM IPB Sejarah perkembangan Kota Data Tanah Bogor ekonomi Kota Sekunder Bogor dari masa ke masa Bapedda Bogor Bappeda Bogor Website Kota Bogor Sedangkan alat-alat yang digunakan untuk membantu penelitian ini diantaranya: Komputer dengan perangkat lunak Arc.view GIS 3.3; Erdas Imagine 9.2; serta microsoft word dan microsoft excell. Kamera digital Printer 51

31 Metode Penelitian Metode Penelitian yang dilakukan terdiri atas pelaksanaan metode survey dan analisis peta. Proses penelitian dilakukan berdasarkan proses dalam sistem informasi geografi yang meliputi pengumpulan data, analisis awal, survey lapang, analisis lanjutan, dan penyajian hasil(gambar 3). Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan berupa pengumpulan data sekunder yang didapat dari instansi terkait. Data yang didapat berupa data spasial dan data tabular. Data spasial merupakan data yang bersifat keruangan, terdiri dari: peta tua Bogor tahun 1930, 1945, hasil interpretasi citra Jabodetabek tahun 1972, 1983, 1992, 2000 dan 2005, peta administrasi Kota Bogor. Peta-peta tersebut didapat dari Bapedda Kota Bogor, P4W LPPM IPB, Departemen Tanah dan Sumberdaya Lahan, dan Departemen Arsitektur Lanskap IPB. Selanjutnya peta tersebut digunakan untuk pengidentifikasian perubahan penggunaan dan penutupan lahan Kota Bogor. Data tabular merupakan data yang berbentuk tulisan atau angka-angka. Data tersebut antara lain data kondisi sosial ekonomi Kota Bogor, Sejarah perkembangan Kota Bogor. Data tersebut didapat dari Bappeda Kota Bogor P4W LPPM IPB, dan Kampoeng Bogor. Analisis Awal Proses analisis awal ini terdiri dari beberapa tahapan yang dimulai dengan digitasi peta tua menjadi peta digital. Kemudian dilakukan koreksi geometris terhadap peta tua yang telah didigitasi, bertujuan untuk 1) melakukan retifikasi (pembetulan) atau restorasi (pemulihan) citra agar koordinat citra sesuai dengan koordinat geografi; 2) registrasi (mencocokan) posisi citra dengan citra lain atau mentransformasikan sistem koordinat citra multispektral atau citra multitemporal; 3) meregistrasi citra ke peta atau transformasi koordinat citra ke peta, yang menghasilkan citra dengan sistem proyeksi tertentu ( Sri Hardiyanti, 2001). Perlakuan koreksi geometrik ini dibantu dengan perangkat lunak komputer yakni Erdas Imagine 9.2. Pada proses ini koordinat data raster maupun vektor dirubah ke dalam sistem koordinat UTM(universal Transverse Mercator). 52

32 pemilihan sistem koordinat ini adalah supaya dapat diketahui luasan dari berbagai penggunaan lahan pada masing-masing peta tua ataupun citra. Tahap selanjutnya adalah, melakukan pemotongan hasil interpretasi citra lansat Jabodetabek untuk diambil wilayah Kota Bogor saja. Proses ini dibantu oleh perangkat lunak Arc.View GIS 3.3. Survey Lapang Survey lapang, dilakukan untuk mengetahui keadaan sebenarnya di lapang dengan hasil interpretasi visual. Survey lapang juga dilakukan untuk melihat kesesuaian antara keadaan citra landsat dan kenyataan di lapangan. Survey lapang dilakukan dengan tujuan untuk mengambil foto-foto penggunaan lahan pada masa ini untuk dibandingkan dengan penggunaan masa lampau. Analisis Lanjutan Berupa pengolahan data yang didapatkan untuk mendapat hasil akhir yang diinginkan dari penelitian. Pengklasifikasian penggunaan dan penutupan lahan. Pada masing-masing peta dilakukan identifikasian area contoh yang mewakili setiap penggunaan dan penutupan lahan. Setelah dilakukan klasifikasi pada masing-masing peta terlihat perubahan penggunaan dan penutupan lahannya. Penyajian Hasil Hasil penelitian ini berupa informasi spasial dari perubahan penggunaan dan penutupan lahan di Kota Bogor, perubahan proporsi RTH di Kota Bogor dan beberapa usulan dalam peningkatan kualitas Kota Bogor meski telah terjadi perubahan dalam perkembangannya. 53

33 Batasan Penelitian Penelitian ini dibatasi sampai pendeteksian perubahan penggunaan dan penutupan lahan berdasar aspek sejarah Kota Bogor sejak Penelitian ini Time Line yang digunakan adalah berdasar masa perkembangan penguasaan kota Bogor mulai periode kolonial ( ), Periode I Kemerdekaan ( ), Periode II Kemerdekaan ( ) dan Periode III ( ). Penelitian ini mengidentifikasi dan membandingkan penggunaan masa lalu dan sekarang, serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut. Dalam penelitian ini tidak dilakukan prediksi untuk mengetahui keadaan masa depan setelah terjadi perubahan penggunaan dan penutupan lahan selama 100 tahun. 54

34 Perizinan Persiapan Input Pengumpulan dan pemasukan data Data Spasial: Peta Tua Bogor Hasil interpretasi Lansat Jabodetabek Peta Administrasi Bogor Data Tabular: Data sosial-ekonomi Bogor Sejarah perkembangan Bogor Analisis Pengolahan dan analisis awal Survey lapang Mendigitalkan peta tua Pemotongan hasil interpretasi lansat Jabodetabek Koreksi geometris Deliniasi batas wilayah Pengecekan di lapangan Pengumpulan data primer Pengklasifikasian berdasarkan hasil interpretasi citra dan peta tua Analisis Lanjutan Identifikasi penggunaan dan penutupan lahan pada masing-masing peta Identifikasi perubahan RTH pada masing-masing peta Output Perubahan penggunaan dan Penyajian Hasil penutupan lahan Perubahan proporsi RTH Faktor-faktor yang mepengaruhi perubahan tersebut Gambar 3. Alur Kerja Penelitian 55

35 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Kota Bogor Kota Bogor yang kini telah berusia lebih dari 500 tahun telah mengalami berbagai periode dalam perkembangannya, mulai dari periode Kerajaan PakuanPajajaran, periode kolonial, periode kemerdekaan, periode orde baru dan periode reformasi. Sebagai kota yang dinamis, perkembangan tersebut terlihat dengan semakin beragamnya aktivitas dan melajunya pertumbuhan penduduk. Pada proses perkembangannya dalam kurun waktu tersebut telah terjadi beberapa perubahan dalam konteks pembangunan, baik sarana maupun prasarana. Pada kenyataannya perubahan tersebut telah mempunyai dampak terhadap kondisi Kota Bogor, baik bersifat positif maupun negatif dari sisi sosial, ekonomi maupun lingkungan. Letak Kota Bogor yang berdekatan dengan Jakarta, menjadikan Kota Bogor sebagai kota yang berpotensi untuk pengembangan perekonomian, jasa, industri, perdagangan yang ditujukan untuk menyokong perkembangan Jakarta itu sendiri. Pengembangan ini tentunya membawa efek bagi keberadaan lahan terbuka hijau yang beralih fungsi menjadi lahan terbangun. Efek tersebut berpengaruh pada kualitas maupun kuantitas lahan terbuka hijau tersebut. Perkembangan Kota Bogor baik sebagai salah satu kota satelit di Jabotabek maupun sebagai kota yang berdiri sendiri telah dimulai sejak Bogor masih merupakan bagian dari Kerjaan Pakuan Pajajaran, kemudian berkembang saat Periode Kolonial, Periode I Kemerdekaan dan hingga Periode III Kemerdekaan. Perkembangan tersebut akan diurai dalam bahasan berikut ini. Perubahan Penggunaan dan Penutupan Lahan Kota Bogor Periode Kolonial ( ) Dasar pemilihan time line pada periode kolonial ini adalah bertepatan dengan terbitnya dokumen resmi no. S no 208 tentang pembentukan Gemeente Buitenzorg yang menjadi cikal bakal Kota Bogor di masa sekarang. Pada perkembangannya, dokumen tersebut digantikan dengan keputusan S

36 no. 368 tentang pemerintahan Gemeente Buitenzorg dengan fungsi desentralisasi kota yang sudah modern. Penutupan lahan Keadaan tutupan lahan pada periode ini diwakili oleh peta penutupan lahan Kota Bogor tahun 1930(Gambar 4). Pemilihan peta ini, didasari oleh keadaan Kota Bogor pada masa itu yang mulai mengalami pembangunan di beberapa bidang. Pada masa ini peta yang digunakan masih berupa peta yang belum berformat digital. Maka dari itu untuk mengetahui keadaan lahan pada masa ini dilakukan beberapa proses dengan bantuan perangkat lunak sistem informasi geografis dan pengideraan jauh. Pada masa ini, Kota Bogor masih didominasi oleh lahan atau area hijau ± 93% dari total luas wilayah Bogor yang pada saat itu sekitar 1540 Ha, sedangkan area terbangun masih relatif sedikit dengan penggunaan lahan terbangun sebagai area pemukiman atau gedung pemerintahan (Gambar 5). Lahan hijau yang dominan pada masa itu adalah berupa kebun campuran. Kota Bogor pada masa itu memang dijadikan area produksi beberapa hasil perkebunan seperti kopi dan karet. Keterbatasan informasi pada peta masa ini menyebabkan penyederhanaan dalam penentuan masing-masing kelas penutupan lahan. Penggunaan Lahan Pada masa tersebut Gemeente Buitenzorg dibatasi oleh 2 sungai utama yakni Ciliwung dan Cisadane. Berikut adalah gambaran keadaan Bogor pada periode ini(gambar 6). 57

37 Gambar 4. Peta Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun

38 Penutupan lahan kota Bogor 1930 semak 8% hutan 19% hutan sawah 28% kebun campuran lahan terbangun sawah semak lahan terbangun 6% kebun campuran 39% Gambar 5. Proporsi Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 1930 Gambar 6. Persebaran etnis Kota Bogor (Sumber: P4W-LPPM IPB) 59

39 Komponen fisik perkotaan Perkembangan Kota Bogor pada saat itu telah direncanakan oleh Ir. Thomas Karsten (1930) dengan memberikan alokasi wilayah untuk perumahan di utara dan timur. Kemudian pada saat itu mulai muncul industri, lembaga penelitian pertanian, rumah sakit dan fasilitas umum lainnya. Dengan telah adanya perencanaan peruntukan lahan oleh Thomas Karsten, perumahan, pusat-pusat perdagangan, pusat administrasi pemerintahan secara bersama-sama membentuk pola pemanfaatan ruang yang dapat terlihat sampai sekarang. Komponen fisik perkotaan lain yang telah mulai berkembang pada masa itu adalah adanya jalan yang menghubungkan Bogor dengan kota lain seperti Jakarta, Cianjur dan Sukabumi. Hal tersebut mendukung terhadap salah satu fungsi Kota Bogor pada saat itu yakni sebagai kota persinggahan. Kondisi Sosial Ekonomi Karakter sosial perkotaan Bogor pada masa kolonial, mengarahkan fungsi Bogor menjadi kota yang majemuk, meski pada awalnya Bogor hanya dijadikan sebagai kota persinggahan atau peristirahatan para Gubernur Jendral. Fungsi yang majemuk ini terlihat pada mulai bergeraknya aktifitas perekonomian di Bogor. Hal ini ditandai dengan dibangunnya Pasar Bogor. Kemudian bergeraknya sektor perdagangan yang dimotori oleh warga pendatang (khususnya dari China) di sekitar Jalan Suryakencana. Selain sektor perdagangan, pertanian dan perkebunan pun menjadi sektor yang berkembang seiring dengan diberlakukannnya sistem tanam paksa oleh Pemerintah Hindia Belanda. Aspek kependudukan menjadi salah satu aspek pendukung yang menjadikan Bogor pada saat itu termasuk kota yang cukup besar. Pada akhir tahun 1890an, penduduk Bogor mencapai jiwa dengan pertumbuhan sekitar 0,75 % pada 5 tahun pertama dan 0,06 % pada tahun selanjutnya. Selain ada ketidakstabilan pada pertumbuhan penduduk, ketidakstabilan juga terjadi pada sektor ekonomi yang menyebabkan tidak stabil pula perkembangan kota pada saat itu (Bappeda Bogor, 2005). 60

40 Periode I Kemerdekaan ( ) Dasar pemilihan time line periode kemerdekaan ini adalah pasca Indonesia merdeka hingga terbentuknya Kotamadya TK.II Bogor yakni sekitar tahun 1965an. Banyak perubahan yang terjadi di Bogor pada saat itu, terutama dari segi kebijakan pemerintah yang berkuasa. Setelah Indonesia merdeka, Gemeente Biutenzorg berubah nama menjadi Kota Besar Bogor berdasarkan UU No. 16 Tahun 1950, dan pada tahun 1957 berubah menjadi Kota Praja Bogor sesuai dengan UU No. 1 Tahun Penutupan lahan Untuk peta periode ini diwakili oleh peta tahun 1945 (Gambar 8). Kondisi tutupan lahan pada periode ini meskipun masih didominasi oleh lahan hijau ±64 % dari total luas wilayah Bogor yang pada saat itu sekitar 2000 Ha, akan tetapi keberadaan lahan terbangun mulai mengalami peningkatan dari masa sebelumnya (Gambar 7). Lahan terbangun tersebut mulai bervariasi penggunaannya seperti adanya bangunan pendidikan, perkantoran, rumah sakit dan pemukiman. pe nutupan Lahan Kota Bogor tahun 1945 semak badan air 8% 13% saw ah 5% hutan 5% badan air hutan lahan terbangun 43% kebun campuran 26% kebun campuran lahan terbangun saw ah semak Gambar 7. Proporsi Penutupan lahan Kota Bogor tahun

41 62

42 Gambar 8. Peta Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun

43 Penggunaan Lahan Pada masa itu telah terbentuk pola dalam penggunaan lahan Kota Bogor seperti tercermin pada adanya kebun raya sebagai pusat perkembangan kota, adanya pusat pemerintahan di sekitar Jalan Jalak Harupat. Sedangkan untuk pusat perdagangan yang pada periode kolonial hanya terpusat di sekitar Jalan Suryakencana, telah mengalami perluasan ke daerah Merdeka atau Jembatan Merah. Dan untuk kawasan perumahan yang pada periode kolonial hanya terpusat di daerah tertentu telah mengalami perkembangan hingga menyebar ke semua kawasan Bogor. Berikut merupakan gambaran sebaran etnis Bogor pada periode ini(gambar 9) Gambar 9. Sebaran Etnis Kota Bogor Periode I Kemerdekaan Sumber: P4W LPPM-IPB 64

44 Komponen Fisik Perkotaan Pada periode ini, komponen fisik perkotaan Bogor telah semakin berkembang. Hal ini terbukti dengan mulai berdirinya industri-industri seperti pabrik ban Good Year, pusat pendidikan seperti Institut Pertanian Bogor, pusat kesehatan seperti Rumah Sakit PMI. Serta mulai bermunculannya perumahanperumahan di berbagai kawasan Kota Bogor. Kondisi Sosial Ekonomi Bogor selaku salah satu kota satelit penyokong kegiatan Jakarta, dari segi sosial maupun perekonomian pun berkembang. Hal ini dilihat dari sumber daya manusia, yakni penduduk yang melakukan commuting dari Bogor ke Jakarta. Secara langsung maupun tidak langsung hal ini mempengaruhi kegiatan perekonomian baik bagi Bogor maupun Jakarta Periode II Kemerdekaan ( ) Pemilihan rentang periode ini adalah sejak awal terbentuknya Kotamadya Tingkat II Bogor sampai berubah menjadi Kota Bogor. Pembentukan Kotamadya Tingkat II Bogor yang sebelumnya bernama Kota Praja Bogor didasari oleh adanya UU No. 18 Tahun 1965 dan UU No. 5 Tahun Pada periode ini, perkembangan Bogor akan terpengaruhi perkembangan Jakarta, selain karena letak yang berdekatan, Bogor pun menjadi salah satu kota potensial dalam konsep metropolitan Jabotabek. Penutupan Lahan Interpretasi citra yang digunakan pada periode ini adalah citra tahun 1972, 1983 dan 1993,(gambar 10, 11, 12). Untuk keadaan pada masa ini, telah digunakan citra satelit. Sehingga dalam penentuan kelas dan informasi mulai lebih lengkap dan akurat. Untuk citra satelit ini, keadaan Kota Bogor mengacu kepada keadaan Bogor saat ini (setelah memiliki 6 kecamatan), untuk lebih mudah melihat perubahan yang terjadi. 65

45 Gambar 10. Peta Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun

46 Gambar 11. Peta Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun

47 Gambar 12. Peta Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun

48 ladang/upland/barel and 0,71% rumput 0,21% sawah (tergenang) 0,37% semak 3,19% Ruang Terbangun 1,71% hutan 0,63% hutan kebun campuran ladang/upland/bareland Ruang Terbangun rumput sawah (tergenang) semak kebun campuran 93,19% Diagram Penutupan Lahan Kota Bogor Gambar 13. Proporsi Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 1972 Diagram Penutupan Lahan Kota Bogor 1983 kebun campuran 60% badan air builtup rumput `` 3% hutan ladang/upland/barel and kebun campuran 1% ladang/upland/bareland saw ah (tergenang) rumput 0% hutan 2% builtup 7% saw ah (tergenang) semak 27% semak badan air 0% Gambar 14. Proporsi Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 1983 Diahgam penutupan lahan Kota Bogor Tahun 1992 rumput 0,89% ladang/upland/barel and 0,18% badan air sawah (tergenang) builtup 0,61% kebun campuran 83,72% semak 0,37% badan air 0,01% builtup 13,86% hutan kebun campuran ladang/upland/b areland rumput sawah (tergenang) semak hutan 0,35% Gambar 15. Proporsi Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun

49 Kondisi penutupan lahan Kota Bogor pada periode ini masih didominasi oleh area hijau dari tahun ke tahun meskipun terlihat adanya penurunan jumlah dalam proporsi masing-masing penutupan lahan (Gambar 13,14,15). Proporsi area hijau pada masa ini berturut-turut adalah 93%, 92,63%, dan 86,12%. Terdapat peningkatan dari periode 1945an, karena pada masa ini Bogor mulai mengalami perluasan khususnya dalam penambahan area hijau. penggunaan Lahan Pada periode ini, luasan administrasi Kota Bogor adalah Ha dan meliputi 5 Kecamatan serta 16 lingkungan, dengan batas-batas administrasi wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara: Sungai Cipakancilan dan gang mesjid Sebelah Timur: Sungai Ciater Sebelah Selatan: Sungai Cipaku dan Sungai Cisadane Sebelah Barat: Sungai Cisadane Kelima kecamatan tersebut diantaranya Kecamatan Bogor Tengah yang meliputi Lingkungan Pabaton, Paledang, dan Gudang; Bogor Barat meliputi lingkungan Ciwaringin, Panaragan, Menteng, dan Kebon kalapa; Bogor Timur meliputi Lingkungan Sukasari, Babakan Pasar dan Baranang Siang ; Bogor Selatan meliputi Lingkungan Batutulis, Bondongan, dan Empang dan Bogor Utara meliputi Lingkungan Bantarjati, Babakan, Tanah Sareal. Berikut ini merupakan gambaran kota Bogor pada periode ini(gambar 16) 70

50 Gambar 16. Kondisi Kota Bogor pada periode II Kemerdekaan (Sumber: P4W-LPPM IPB) Komponen Fisik Perkotaan Komponen pembentuk Kota Bogor pada saat itu diantaranya perumahan, fasilitas perkantoran, fasilitas perdagangan, dan jasa, industri dan jaringan jalan. Perkembangan perumahan mulai nampak meluas di semua kawasan Bogor, dan mulai berkembang pula perumahan-perumahan baru dan berskala luas. Untuk Pemerintahan dan perkantoran umumnya, lokasi perkantoran dalam artian kantor instansi pemerintahan daerah ini berpusat di sekitar daerah Pabaton, Paledang dan sekitar Jalan Juanda. Sedangkan fasilitas perdagangan dan jasa sebagian besar terletak di sepanjang Jalan Surya Kencana, dan sebagian lagi tersebar di sekitar daerah Jembatan merah, Merdeka, dan Jalan Siliwangi. Keberadaan industri pun mulai mengalami perkembangan, selain industri pabrik ban Good Year yang sudah sejak lama beroperasi. Pada periode ini mulai bermunculan industri berskala kecil hingga menengah. 71

51 Kondisi Sosial Ekonomi Berdasarkan hasil registrasi penduduk pada tahun 1976, menunjukan bahwa jumlah penduduk Kota Bogor pada saat itu adalah jiwa dengan pertumbuhan sekitar 2,57 % pertahun. Jumlah ini belum secara tersebar merata di semua Kecamatan, hal ini terlihat dengan terdapatnya beberapa lingkungan yang memiliki kepadatan penduduk melebihi lingkungan lain. Kepadatan tertinggi terjadi di lingkungan yang berada di Kecamatan Bogor Selatan, hal ini terjadi karena di kecamatan ini merupakan salah satu pusat perdagangan dan jasa. Sedangkan untuk kecamatan dengan kepadatan penduduk rendah yakni di sekitar Bogor Utara, karena lingkungan di kecamatan ini merupakan daerah pengembangan baru. Dengan dibangunnya Jalan Tol Jagorawi pada periode ini ( sekitar tahun 1972) semakin menggiatkan kegiatan ekonomi Jabotabek karena ada kemudahan akses keluar maupun masuk dalam hal barang dan jasa. Periode III Kemerdekaan ( ) Pada periode ini, Bogor mengalami perubahan dalam segi pemerintahan. Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, nama Kotamadya Tingkat II Bogor berubah nama menjadi Kota Bogor. Pada periode ini pula keberadaan Kota Bogor menjadi kota yang sangat kompleks baik dari jumlah fasilitas maupun aktifitas di kota Bogor itu sendiri. Penutupan Lahan Interpretasi citra yang digunakan pada periode ini adalah citra tahun 2000 dan 2005 (Gambar 17 dan 18), berikut gambaran penutupan lahannya: 72

52 Gambar 17. Peta Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun

53 Gambar 18. Peta Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun

54 Dari hasil interpretasi kedua citra (gambar 17 dan 18) terlihat bahwa pada periode III kemerdekaan ini, keberadaan ruang terbangun mulai meningkat. Dari proporsi penutupan lahan kedua tahun tersebut (gambar 19 dan 20), keberadaan ruang terbangun adalah sekitar 48 % dan 76 % dari total luas wilayah Kota Bogor. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadinya perubahan lahan dari area hijau menjadi area terbangun. Diagram penutupan lahan Kota Bogor Tahun 2000 kebun campuran 50,55% rumput ladang/upland/barel and 0,16% 0,10% badan air 0,01% semak 0,25% badan air builtup hutan kebun campuran sawah (tergenang) 0,17% hutan 0,09% ladang/upland/bareland rumput sawah (tergenang) semak builtup 48,66% Gambar 19. Proporsi Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 2000 Diagram penutupan lahan Kota Bogor Tahun 2005 builtup 76,44% badan air builtup hutan 0,44% semak 0,20% badan air 0,04% hutan kebun campuran ladang/upland/bareland rumput saw ah (tergenang) 0,74% rumput 0,43% kebun campuran 21,49% ladang/upland/bareland 0,22% sawah (tergenang) semak Gambar 20. Proporsi Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun

55 Penggunaan Lahan Pada periode ini, Bogor mengalami perluasan wilayah yang tadinya hanya sekitar 2156 Ha menjadi Ha. Apabila pada periode II kemerdekaan, Kota Bogor dibatasi oleh batas alam yakni sungai, namun pada periode ini Kota Bogor telah dibatasi oleh wilayah administratif Kabupaten Bogor. Dalam hal penggunaan lahan, seperti yang tertuang dalam RTRW Kota Bogor tahun (Gambar 21 dan Tabel 3), pola penggunaan lahannya adalah sebagai berikut: Tabel 3. Jenis Penggunaan Lahan Kota Bogor tahun No Jenis penggunaan lahan Luas (ha) 1 Permukiman 8741,89 2 TPA Sampah 0 3 Kolam Oksidasi 1,5 4 Pertanian 249,21 5 Kebun campuran 35,3 6 Industri 167,96 7 Perdagangan dan jasa 437,41 8 perkantoran/pemerintahan 90,27 9 hutan kota 141,5 10 taman/lapangan olahraga 342,33 11 Kuburan 305,96 12 sungai/situ /danau 342,07 13 Jalan terminal/sub terminal stasiun kereta api 7,6 16 RPH dan Pasar Hewan 10 jumlah total % 0, , , , , , , , , , , , , , , ,771 0,000 0,013 2,103 0,298 1,417 3,691 0,762 1,194 2,889 2,582 2,887 7,983 0,262 0,064 0, ,000 Sumber: Bappeda Kota Bogor, 2005 Berikut merupakan gambaran Kota Bogor pada periode ini: 76

56 Gambar 21. Penggunaan Lahan Kota Bogor Tahun 2005 Sumber: Bappeda Kota Bogor, 2005 Komponen Fisik Perkotaan Untuk komponen pembentuk kota pada periode ini semakin mengalami perkembangan. Keberadaan permukiman baru berskala besar yang mengusung konsep permukiman yang lengkap mulai menyebar di hampir semua kawasasn di Bogor. Begitu pun dengan perdagangan dan jasa, ditandai dengan maraknya pusat perbelanjaan dan factory outlet. Industri-industri pun mulai berkembang pesat. Kondisi Sosial Ekonomi 77

57 Berdasarkan hasil registrasi penduduk pada tahun 2005, menunjukkan jumlah penduduk Bogor adalah jiwa dengan pertumbuhan 3,56 %. Jumlah penduduk yang semakin meningkat tersebut tentunya menuntut adanya peningkatan dalam hal fasilitas sosial ekonomi baik dari segi kualitas dan kuantitas, akan tetapi dalam pemenuhan hal tersebut terkadang lahan hijau menjadi korban. Dalam perekonomian, Kota Bogor mengalami perekembangan yang cepat dan fluktuatif(bappeda, 2006), dari nilai PDRB terlihat bahwa terjadi pertumubuhan sejak sebesar 12,05 %. berdasar pada data terbaru, PDRB Bogor mencapai Rp Kota Bogor yang dijadikan sebagai kota perdagangan dan jasa tentu saja mempengaruhi perekonomian Bogor dari sektor tersebut. sektor perdagangan dan jasa meliputi perhotelan, pusat perbelanjaan, pasar, toko, warung/kios, bank dan koperasi. Dari Perubahan dan perkembangan Kota Bogor tersebut, dapat dilihat secara spasial perkembangan kotanya pada gambar berikut: Gambar 22. Perkembangan Spasial Kota Bogor (Kolonial-Kemerdekaan) Kota Bogor mengalami perluasan dalam hal total luas wilayah dari tiap periode ke periode lainnya(tabel 4).Akan tetapi penambahan luas wilayah tersebut 78

58 tidak diikuti dengan perluasan ruang terbuka hijau (tabel 5). Hal ini bisa terjadi karena perluasan tersebut untuk memenuhi kebutuhan penduduk dalam hal pemukiman, dan fasilitas perkotaan lainnya yang lebih banyak berupa bangunan. Tablel 4. Luas wilayah Kota Bogor masing-masing periode Periode Luas Wilayah (Ha) 1540 Periode Kolonial Periode I kemerdekaan 2000 Periode II Kemerdekaan 2156 Periode III Kemerdekaan Perubahan Penggunaan Lahan Kota Bogor Berdasarkan RTRW kota Bogor tahun , penggunaan lahan Kota Bogor dibagi ke dalam beberapa jenis penggunaan diantaranya permukiman/perumahan, perkantoran dan pergudangan, perdagangan, industri, taman/lapangan olahraga/kuburan, dan penggunaan lain. Jenis penggunaan tersebut semakin meluas dari waktu ke waktu, sedangkan penggunaan lahan yang mengalami penurunan adalah pertanian lahan kering, pertanian lahan basah, danau/badan sungai, dan hutan kota. Secara umum rencana penggunaan lahan sampai tahun 2009 terdiri dari kawasan lahan terbangun, kawasan belum terbangun dan kawasan yang tidak boleh dibangun atau lahan konservasi. Kawasan terbangun terdiri dari pemanfaatan lahan permukiman, pendidikan, peribadatan, kesehatan, rumah potong hewan/pasar hewan, IPAL, terminal/sub terminal dan stasiun kereta api serta jalan. Kawasan lahan belum terbangun terdiri dari jenis pemanfaatan lahan pertanian dan kebun campuran. Kawasan lahan tidak boleh dibangun atau daerah konservasi terdiri dari kebun raya, hutan kota, taman, jalur hijau jalan, kawasan hijau, lapangan olah raga, daerah aliran sungai serta situ-situ baik yang alami ataupun buatan. 79

59 Adapun keijakan-kebijakan pokok pengembangan tata ruang kota Bogor adalah sebagai berikut: 1. Untuk daerah yang telah terbangun, keberadaannya tetap dipertahankan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas bangunan melalui pembangunan secara vertikal dan area-area yang bersifat terisolasi diperlukan penanganan. 2. Untuk daerah konservasi, tidak dapat dialih fungsikan, tidak dapat dibangun untuk kegiatan permukiman atau pembangunan lainnya. 3. Untuk daerah yang belum terbangun masih dapat dikonversikan untuk pembangunan sepanjang memenuhi kriteria teknis. Dari kebijakan tersebut nampak bahwa pengalih fungisan dari lahan hijau ke non hijau (permukiman) masih mungkin terjadi, hal ini telah terlihat pada perluasan penggunaan lahan permukiman terjadi di semua kecamatan dengan perluasan tertinggi di kecamatan Bogor Barat dan Bogor Selatan. Untuk jenis penggunaan lahan perkantoran dan pergudangan peningkatan luas tertinggi terjadi di Kecamatan Bogor Barat sedangkan kecamatan Bogor Tengah mengalami perluasan paling tinggi dalam hal perdagangan dan jasa. Untuk industri, perluasan teringgi terjadi kawasan kecamatan Bogor Selatan. Perluasan penggunaan lahan ini tentunya mengorbankan penggunaan lahan lain seperti lahan pertanian, hutan kota, jalur hijau jalan, danau/bantaran sungai(pontoh dan Dede, 2002). Pengalih fungsian lahan juga tercermin dalam perbandingan antara rencana pengalokasian lahan dengan kenyataan di lapang (Tabel 5). Dari tabel terlihat terdapat beberapa penggunaan lahan yang menyimpang dari rencana. Keberadaan Kota Bogor pada Periode Kolonial telah direncanakan sebagai tempat peristirahatan dan dirancang tidak untuk berpenduduk banyak. Pengalokasian lahan pun telah ditata oleh Planner dari Inggris. Hingga periode I Kemerdekaan pola pengalokasian lahan tadi masih bertahan, akan tetapi pada periode II Kemerdekaan dengan semakin banyaknya penduduk pendatang di Bogor memerlukan adanya perluasan pembangunan. Perluasan tersebut tidak sedikit mengalami penyimpangan dari pola awal pembangunan Bogor. Adanya new development maka pengmbangan Kota Bogor menjadi semakin tidak terarah. 80

60 Hal itu pun berlanjut pada periode III Kemerdekaan. Desain kota menjadi seolah tak terencana dan kebijakan yang ada pun seolah hanya formalitas saja. Tabel 5. Rencana Penggunaan Lahan Kota Bogor ( ) No Jenis Penggunaan Pemukiman TPA Sampah Kolam oksidasi Pertanian Kebun Campuran Industri Perdagangan dan jasa Perkanoran Hutan Kota Taman/Lap. Olahraga Kuburan sungai/danau/situ Jalan Terminal Stasiun kereta api RPH dan pasar hewan jumlah RUTR (PERDA 11/1995) Tahun 2005 Luas (Ha) Peresentase (%) 8214,82 69, ,08 7,5 0, ,91 8,91 79,93 0,67 96,35 0,81 381,99 127,2 141,5 323,36 318,45 342,07 714,82 21,75 5,6 8, ,22 1,07 1,19 2,73 2,69 2,89 6,03 0,18 0,05 0,07 100,00 Eksisting Tahun 1998 Luas (Ha) Peresentase (%) 8263,15 69,73 9,21 0,08 1,5 0, ,66 10,05 98,55 0,83 115,03 0,97 416,81 85,28 141,5 250,48 299,28 342,07 629,37 1,51 5, ,52 0,72 1,19 2,11 2,53 2,89 5,31 0,01 0,05 0,00 100,00 RTRW Tahun 2009 Luas (Ha) Peresentase (%) 8741,89 73,77 0 0,00 1,5 0,01 249,21 2,10 35,3 0,30 167,96 1,42 437,41 90,27 141,5 342,33 305,96 342, , ,69 0,76 1,19 2,89 2,58 2,89 7,98 0,26 0,06 0,08 100,00 Sumber: Bappeda Bogor, 2005 Perubahan guna lahan di Kota Bogor pun mengubah fungsi kota itu sendiri. Bogor yang pada awalnya menjadi pusat peristirahatan kemudian menjadi pusat pertanian dan perkebunan berubah menjadi pusat perdagangan dan jasa.perubahan guna lahan pun berpengaruh pada efek kenyamanan kota Bogor. Dengan fungsi Kota Bogor sebagai tempat peristirahatan pada Periode Kolonial tentu pada periode itu para Koloni Hindia Belanda merasa nyaman untuk tinggal di Bogor. Berbeda hal nya dengan kondisi periode Kemerdekaan, dengan semakin banyaknya penduduk yang datang ke Bogor, banyak bangunan bermunculan, kendaraan pun bertambah menambah pula permasalahan kota diantaranya kemacetan, polusi dan rasa nyaman pun menjadi berkurang. Maka dari itu pelayanan kota terhadap masyarakat menjadi kurang maksimal. Keadaan suatu kota tidak terlepas dari identitas kota itu sendiri. Identitas kota tersebut dapat berupa landmark, bentang alam yang menjadi ciri khas kota. 81

61 Kota Bogor sendiri terdapat beberapa identitas kota diantaranya Gunung Salak, Kebun Raya dan Istana Bogor, Bangunan Balaikota, dan beberapa sudut lain di Kota Bogor. Adanya perubahan penggunaan lahan di Kota Bogor sedikoit banyak mempengaruhi pula terhadap keberdaan identitas kota Bogor. Terdapat beberapa titik di kota Bogor yang telah mengalami perubahan yang signifikan sejak tahun Berikut ini merupakan beberapa contoh tempat atau titik yang telah mengalami perubahan. Daerah pertama yang mengalami perubahan adalah salah satu sudut di Kota Bogor yang sekarang lebih dikenal dengan Jembatan Batu Tulis (Gambar 23 a) yang berada di daerah Bogor Selatan.Gambar tersebut adalah kondisi jembatan pada masa kolonial. Konstruksi jembatan masih sederhana dengan lingkungan yang masih alami. Keadaan ini sangat berbeda dengan kondisi sekarang (Gambar 23 b). Selain konstruksi jembatan yang mengalami perubahan, kondisi lanskap sekitar pun telah berubah. Banyak bangunan telah berdiri di sekitarnya. a b Gambar 23. Jembatan Batu Tulis (a. Kolonial b. Saat ini) Daerah selanjutnya merupakan alun-alun empang. yang pada masa lampau digunakan sebagai salah satu pusat kegiatan masyarakat Kota Bogor (Gambar 24 a), akan tetapi pada masa kini penggunaannya menjadi kurang maksimal, dengan tidak terawatnya area tersebut bahkan terkesan semerawut (Gambar 24 b), dan sekarang alaun-alun tersebut lebih dikenal sebagai pasar kambing karena tempat tersebut dijadikan tempat menggembala kambing dan penjualan kambing pada waktu-waktu tertentu. View dari Alun-alun Empang mengarah ke Gunung Salak 82

62 yang menjadi penciri Kota Bogor akibat mulai banyaknya bangunan yang menutupi view tersebut. a b Gambar 24. Alun-alun Empang (a. Kolonial b. Saat ini) Selain daerah Batu Tulis dan Alun-alun Empang. tempat yang mengalami perubahan secara signifikan lainnya adalah daerah Jalan Sudirman, menuju tugu air mancur atau pada masa lampau disebut white pall. tampak pada gambar(gambar 25 a), masih berdiri tegak pepohonan yang rindang. Suasana tersebut sangat berbeda dengan kondisi Jalan Sudirman sekarang (Gambar 25 b) nampak bangunan telah berdiri tegak di samping kiri kanan jalan. a b Gambar 25. Jalan Sudirman (a. Kolonial b. Saat ini) Pasar Bogor pun telah mengalami perubahan baik dari segi bangunan maupun lanskap sekitar. Pasar Bogor yang sejak masa kolonial telah dijadikan salah satu pusat perdagangan di Kota Bogor hingga saat ini fungsinya pun masih sama. Kondisi Pasar Bogor pada masa Kolonial (Gambar 26 a) masih terlihat lengang, belum banyak terdapat kendaraan bermotor. Hal ini sangat berbeda 83

63 dengan kondisi Pasar Bogor saat ini (Gambar 26 b). Banyaknya angkutan umum yang melewati pasar tersebut dan kondisinya pun tidak tertib, serta meluasnya pedagang hingga badan jalan menambah kesemrawutan kondisi Pasar Bogor saat ini. a b Gambar 26. Pasar Bogor (a. Kolonial b. Saat ini) Selain terjadi perubahan pada lanskap Kota Bogor. Beberapa bangunan pun telah mengalami perubahan baik secara fisik maupun fungsi atau keduanya. Beberapa bangunan tersebut diantaranya adalah Hotel Beleveu, yang pada masa kolonial merupakan tempat peristirahatan para bangsawan Belanda (Gambar 27). Gambar 27. Hotel Belevue Suasana sekitar hotel yang memiliki view ke arah Gunung Salak, menjadikan hotel ini diminati oleh para bangsawan Belanda untuk beristirahat. Akan tetapi pada masa sekarang fungsi penggunaannya telah mengalami beberapa perubahan. Sempat menjadi markas militer (Korem), dan saat ini fungsinya adalah sebagai pusat perbelanjaan yang kita kenal sebagai Bogor Trade Mall (Gambar 28). 84

64 Gambar 28. Bogor Trade Mall Perubahan yang terjadi, bukan hanya dari segi perubahan bangunan saja akan tetapi perubahan juga terjadi pada lanskap sekitar bangunan tersebut. Pada masa kolonial lanskapnya yang masih alami, masih banyak terdapat pepohonan dan sungai yang cukup lebar (Gambar 29). Kondisi tersebut sangat berbeda dengan Pemukiman telah berdiri di samping kiri dan kanan sungai, jumlah pepohonan pun berkurang digantikan oleh keberadaan rumah tinggal di sekitar sungai (Gambar 30). Gambar 29. Lanskap Belakang Hotel Belevue Gambar 30. Lanskap Belakang Bogor Trade Mall Tempat lain yang telah mengalami perubahan adalah stasiun Bogor (Gambar 31 a). Stasiun Bogor ini memang sudah ada sejak masa kolonial, pada 85

65 saat itu keberadaan stasiun Bogor ini menjadi fasilitas perkotaan yang cukup penting. Kondisi yang masih lengang sangat berbeda dengan kondisi saat ini (Gambar 31 b). Keadaan lanskap sekitar kurang tertata dengan banyaknya angkutan kota yang berhenti di sekitar stasiun. Meski telah dilakukan relokasi pedagang kaki lima di sekitar stasiun oleh pemerintah, kondisi ini belum cukup untuk mengembalikan suasana rapi dan lengang seperti masa kolonial. Perubahan hanya sedikit terjadi pada kondisi fisik bangunan stasiun. a b Gambar 31. Stasiun Bogor (a. Kolonial b. Saat ini) Pola Perubahan Penggunaan Lahan Perubahan pemanfaatan lahan di Kota Bogor dipengaruhi oleh gaya sentripetal yang meyebabkan tertariknya kegiatan dari luar kota untuk berlokasi di kota Bogor. sedangkan gaya sentrifugal mendorong peran kota Bogor sebagai penerima limpahan penduduk dari Jakarta. Beberapa pola perubahan penggunaan lahan yang dapat diidentifikasi di Kota Bogor adalah: 1. Perubahan guna lahan dari pertanian menjadi perumahan dan industri secara umum terjadi di Kecamatan Tanah Sareal 2. Perubahan guna lahan dari pertanian menjadi perumahan secara umum terjadi di Kecamatan Bogor Selatan dan Bogor Timur 3. Perubahan guna lahan dari perumahan menjadi perdagangan dan perkantoran adalah di Kecamatan Bogor Tengah 86

66 4. Perubahan guna lahan dari pertanian menjadi perumahan dan perkantoran terjadi di Bogor Barat dan Bogor Timur Secara keseluruhan, pola perubahan penggunaan lahan yang terjadi di Kota Bogor mengikuti teori sewa lahan, pemilik lahan berusaha mengoptimalkan nilai lahannya dengan melakukan perubahan kepada penggunaan yang lebih bersifat ekonomis. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Barlowe dalam Pontoh dan Dede (2005) bahwa lahan terbuka hijau akan semakin terdesak oleh kawasan terbangun yang secara ekonomi menghsilkan nilai yang lebih tinggi. Perubahan Proporsi Ruang Terbuka Hijau Dari pembahasan sebelumnya dapat terlihat bahwa keberadaan ruang terbuka hijau semakin berkurang dari periode per periode. Hal ini berbanding terbalik dengan keberadaan ruang terbangun (built up area). Ruang terbuka yang dimaksud adalah ruang terbuka perkotaan yang merupakan bagian dari ruangruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut(bappeda, 2007). Bentuk-bentuk ruang terbuka hijau yang ada di Kota Bogor diantaranya Taman Kota Taman Rekreasi; Kebun Raya (Gambar 32) Taman lingkungan dan pemukiman (Gambar 33) Taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial; Hutan Kota; Pemakaman umum; Lapangan olah raga; Lapangan upacara; Parkir terbuka; Lahan pertanian perkotaan 87

67 Jalur dibawah tegangan tinggi (SUTT dan SUTET) (Gambar 34) Sempadan sungai, pantai, bangunan, situ dan rawa (Gambar 35) Jalur pengaman jalan, median jalan, rel kereta api, pipa gas dan pedestrian; Kawasan dan jalur hijau.(gambar 36) Dari bentuk-bentuk tersebut, terdapat dua tipologi fungsi RTH di Kota Bogor yakni 1. Fungsi Ekologi, yakni kawasan pertanian di wilayah Bogor Selatan merupakan kawasan resapan air, sepanjang garis sempadan sungai, sempadan rel kereta, sempadan situ, jalur sutet, hutan kota, 2. Fungsi Sosial dan Estetika, yakni di luar kawasan di atas (olah raga, play ground, landmark, jalur hijau, tempat pemakaman umum, pekarangan bangunan) Berikut merupakan gambaran RTH di Kota Bogor: Gambar 32. Kebun Raya Gambar 33. Taman Lingkungan Gambar 34. Lahan Pertanian di Bawah SUTT Gambar 35. Jalur Sempadan Sungai Gambar 36. Jalur Hijau Jalan 88

PERUBAHAN PENGGUNAAN, PENUTUPAN LAHAN, DAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BOGOR TAHUN

PERUBAHAN PENGGUNAAN, PENUTUPAN LAHAN, DAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BOGOR TAHUN SKRIPSI PERUBAHAN PENGGUNAAN, PENUTUPAN LAHAN, DAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA BOGOR TAHUN 1905-2005 EFITA FITRI IRIANTI A34203006 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU PADA KOTA DATARAN RENDAH DI INDONESIA (Studi Kasus: Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan Medan)

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU PADA KOTA DATARAN RENDAH DI INDONESIA (Studi Kasus: Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan Medan) IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU PADA KOTA DATARAN RENDAH DI INDONESIA (Studi Kasus: Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan Medan) YUNI PUJIRAHAYU DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A34201023 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YULIANANTO

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Bogor Tengah, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Selatan, dan Tanah Sareal (Gambar 13).

KONDISI UMUM. Bogor Tengah, Bogor Timur, Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Selatan, dan Tanah Sareal (Gambar 13). 28 IV. KONDISI UMUM 4.1 Wilayah Kota Kota merupakan salah satu wilayah yang terdapat di Provinsi Jawa Barat. Kota memiliki luas wilayah sebesar 11.850 Ha yang terdiri dari 6 kecamatan dan 68 kelurahan.

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A

ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A34203009 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP WISATA SEJARAH DAN BUDAYA KOMPLEKS CANDI GEDONG SONGO, KABUPATEN SEMARANG MUTIARA SANI A

PERENCANAAN LANSKAP WISATA SEJARAH DAN BUDAYA KOMPLEKS CANDI GEDONG SONGO, KABUPATEN SEMARANG MUTIARA SANI A PERENCANAAN LANSKAP WISATA SEJARAH DAN BUDAYA KOMPLEKS CANDI GEDONG SONGO, KABUPATEN SEMARANG MUTIARA SANI A34203015 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERENCANAAN

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG DIAR ERSTANTYO DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU PADA KOTA PULAU DI INDONESIA (Studi Kasus Kota Batam, Kota Tarakan Dan Kota Ternate) HUDI WIDYARTA

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU PADA KOTA PULAU DI INDONESIA (Studi Kasus Kota Batam, Kota Tarakan Dan Kota Ternate) HUDI WIDYARTA IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU PADA KOTA PULAU DI INDONESIA (Studi Kasus Kota Batam, Kota Tarakan Dan Kota Ternate) HUDI WIDYARTA DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ruang terbuka hijau (RTH) merupakan suatu ruang terbuka di kawasan perkotaan yang didominasi tutupan lahannya oleh vegetasi serta memiliki fungsi antara lain

Lebih terperinci

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW 09-1303) RUANG TERBUKA HIJAU 7 Oleh Dr.Ir.Rimadewi S,MIP J P Wil h d K t Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP SEKOLAH ISLAM TERPADU UMMUL QURO BERDASARKAN KONSEP TAMAN ISLAMI FISQA TASYARA A

PERANCANGAN LANSKAP SEKOLAH ISLAM TERPADU UMMUL QURO BERDASARKAN KONSEP TAMAN ISLAMI FISQA TASYARA A PERANCANGAN LANSKAP SEKOLAH ISLAM TERPADU UMMUL QURO BERDASARKAN KONSEP TAMAN ISLAMI FISQA TASYARA A34203058 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 Dengan ini

Lebih terperinci

III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 9 bulan (Maret - November 2009), dan obyek penelitian difokuskan pada tiga kota, yaitu Kota Padang, Denpasar, dan Makassar.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PERUBAHAN PENGGUNAAN DAN PENUTUPAN LAHAN DI KOTA PALEMBANG DARI ZAMAN KLASIK HINGGA KEMERDEKAAN ( ) MEILIYANI A

IDENTIFIKASI PERUBAHAN PENGGUNAAN DAN PENUTUPAN LAHAN DI KOTA PALEMBANG DARI ZAMAN KLASIK HINGGA KEMERDEKAAN ( ) MEILIYANI A IDENTIFIKASI PERUBAHAN PENGGUNAAN DAN PENUTUPAN LAHAN DI KOTA PALEMBANG DARI ZAMAN KLASIK HINGGA KEMERDEKAAN (683-2007) MEILIYANI A34204009 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.

Lebih terperinci

Gambar 7. Lokasi Penelitian

Gambar 7. Lokasi Penelitian III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat sebagai daerah penelitian yang terletak pada 6 56'49''-7 45'00'' Lintang Selatan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 20 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 3.1. SITUASI GEOGRAFIS Secara geografis, Kota Bogor berada pada posisi diantara 106 derajat 43 30 BT-106 derajat 51 00 BT dan 30 30 LS-6 derajat 41 00 LS, atau kurang

Lebih terperinci

KONSEP STREET FURNITURE KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR DRAMAGA INDRA SAPUTRA A

KONSEP STREET FURNITURE KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR DRAMAGA INDRA SAPUTRA A KONSEP STREET FURNITURE KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR DRAMAGA INDRA SAPUTRA A34203039 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN INDRA SAPUTRA. A34203039.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH 51 BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis Kota Bogor 4.1.1 Letak dan Batas Wilayah Kota Bogor terletak diantara 106 derajat 43 30 BT dan 30 30 LS 6 derajat 41 00 LS serta mempunyai ketinggian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mempunyai permasalahan dalam mengelola tata ruang. Permasalahan-permasalahan tata ruang tersebut juga timbul karena penduduk

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 33 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Studi ini dilakukan di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Secara administrasi pemerintahan Kota Padang Panjang terletak di Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (1989), hingga tahun 2000 diperkirakan dari 24 juta Ha lahan hijau (pertanian,

BAB I PENDAHULUAN. (1989), hingga tahun 2000 diperkirakan dari 24 juta Ha lahan hijau (pertanian, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bentuk penggunaan lahan suatu wilayah terkait dengan pertumbuhan penduduk dan aktivitasnya. Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan semakin intensifnya aktivitas

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP ASTON AMBON NATSEPA RESORT DAN SPA, AMBON DWI RETNO HANDAYANI A

PERANCANGAN LANSKAP ASTON AMBON NATSEPA RESORT DAN SPA, AMBON DWI RETNO HANDAYANI A PERANCANGAN LANSKAP ASTON AMBON NATSEPA RESORT DAN SPA, AMBON DWI RETNO HANDAYANI A34203044 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERANCANGAN LANSKAP ASTON AMBON

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP JALUR PENCAPAIAN KAWASAN AGROWISATA PADA AGROPOLITAN CIPANAS, CIANJUR. Oleh : Annisa Budi Erawati A

PERENCANAAN LANSKAP JALUR PENCAPAIAN KAWASAN AGROWISATA PADA AGROPOLITAN CIPANAS, CIANJUR. Oleh : Annisa Budi Erawati A PERENCANAAN LANSKAP JALUR PENCAPAIAN KAWASAN AGROWISATA PADA AGROPOLITAN CIPANAS, CIANJUR Oleh : Annisa Budi Erawati A34201035 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

STUDI DAYA DUKUNG BIOFISIK KAWASAN REKREASI KEBUN RAYA BOGOR

STUDI DAYA DUKUNG BIOFISIK KAWASAN REKREASI KEBUN RAYA BOGOR STUDI DAYA DUKUNG BIOFISIK KAWASAN REKREASI KEBUN RAYA BOGOR Oleh : YAYAT RUHIYAT A34201018 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YAYAT RUHIYAT. Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan.

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan sangat diperlukan untuk kelanjutan hidup manusia. Kemajuan pembangunan di suatu wilayah sejalan dengan peningkatan jumlah pertumbuhan penduduk yang diiringi

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya menerangkan semua tanda pengenal biosfer, atsmosfer, tanah geologi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan 2.1.1 Pengertian Lahan Pengertian lahan tidak sama dengan tanah, tanah adalah benda alami yang heterogen dan dinamis, merupakan interaksi hasil kerja

Lebih terperinci

EVALUASI KEBERADAAN DAN PENGGUNAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI LINGKUNGAN RUMAH SUSUN PROVINSI DKI JAKARTA DIANA SISKAYATI A

EVALUASI KEBERADAAN DAN PENGGUNAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI LINGKUNGAN RUMAH SUSUN PROVINSI DKI JAKARTA DIANA SISKAYATI A EVALUASI KEBERADAAN DAN PENGGUNAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI LINGKUNGAN RUMAH SUSUN PROVINSI DKI JAKARTA DIANA SISKAYATI A34204036 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN

PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN (Kasus Kampung Cimenteng, Desa Taman Jaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten)

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai bulan November 2009. Objek penelitian difokuskan pada wilayah Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan Pengertian masyarakat adat berdasarkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal usul leluhur (secara turun temurun)

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian dimulai dari bulan Juli 2010 sampai Januari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota besar akan mengalami perkembangan, dimana perkembangan tersebut berdampak pada daerah disekitarnya. Salah satu dampak yang terjadi adalah munculnya istilah kota

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk khususnya di wilayah perkotaan dipengaruhi dari berbagai faktor-faktor yang menyebabkan suatu daerah menjadi padat penduduknya. Hal ini akan menimbulkan

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LANSKAP JALUR HIJAU KOTA JALAN JENDERAL SUDIRMAN JAKARTA PADA DINAS PERTAMANAN DKI JAKARTA. Oleh : RIDHO DWIANTO A

PENGELOLAAN LANSKAP JALUR HIJAU KOTA JALAN JENDERAL SUDIRMAN JAKARTA PADA DINAS PERTAMANAN DKI JAKARTA. Oleh : RIDHO DWIANTO A PENGELOLAAN LANSKAP JALUR HIJAU KOTA JALAN JENDERAL SUDIRMAN JAKARTA PADA DINAS PERTAMANAN DKI JAKARTA Oleh : RIDHO DWIANTO A34204013 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION. Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION. Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI BERBASIS BIOREGION Oleh : ARIN NINGSIH SETIAWAN A34203031 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan seluruh satuan lahan yang menunjang kelompok vegetasi yang didominasi oleh pohon segala ukuran, dieksploitasi maupun tidak, dapat menghasilkan kayu

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tempat tinggal merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan karena merupakan salah satu kebutuhan primer manusia. Tempat tinggal menjadi sarana untuk berkumpul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Provinsi Kalimantan Barat. Provinsi Kalimantan Barat terletak di bagian barat pulau Kalimantan atau di antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK Oleh : Dina Dwi Wahyuni A 34201030 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN Letak Geografis dan Luas Wilayah Kota Tangerang Selatan terletak di timur propinsi Banten dengan titik kordinat 106 38-106 47 Bujur Timur dan 06 13 30 06 22 30 Lintang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Perwilayahan adalah usaha untuk membagi bagi permukaan bumi atau bagian permukaan bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu pula (Hadi Sabari Yunus, 1977).

Lebih terperinci

EVALUASI ASPEK FUNGSI DAN KUALITAS ESTETIKA TANAMAN LANSKAP KEBUN RAYA BOGOR (Kasus : Pohon dan Perdu) IPAH NAPISAH A

EVALUASI ASPEK FUNGSI DAN KUALITAS ESTETIKA TANAMAN LANSKAP KEBUN RAYA BOGOR (Kasus : Pohon dan Perdu) IPAH NAPISAH A EVALUASI ASPEK FUNGSI DAN KUALITAS ESTETIKA TANAMAN LANSKAP KEBUN RAYA BOGOR (Kasus : Pohon dan Perdu) IPAH NAPISAH A34204014 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5. 1. Letak Geografis Kota Depok Kota Depok secara geografis terletak diantara 106 0 43 00 BT - 106 0 55 30 BT dan 6 0 19 00-6 0 28 00. Kota Depok berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimensi ekonomi dibandingkan dengan dimensi ekologi. Struktur alami sebagai tulang punggung Ruang Terbuka Hijau harus dilihat

BAB I PENDAHULUAN. dimensi ekonomi dibandingkan dengan dimensi ekologi. Struktur alami sebagai tulang punggung Ruang Terbuka Hijau harus dilihat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota-kota di Indonesia kini tengah mengalami degradasi lingkungan menuju berkurangnya ekologis, akibat pembangunan kota yang lebih menekankan dimensi ekonomi

Lebih terperinci

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok IV. KONDISI UMUM 4.1 Lokasi Administratif Kecamatan Beji Secara geografis Kecamatan Beji terletak pada koordinat 6 21 13-6 24 00 Lintang Selatan dan 106 47 40-106 50 30 Bujur Timur. Kecamatan Beji memiliki

Lebih terperinci

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU

PETA SUNGAI PADA DAS BEKASI HULU KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Sub DAS pada DAS Bekasi Hulu Berdasarkan pola aliran sungai, DAS Bekasi Hulu terdiri dari dua Sub-DAS yaitu DAS Cikeas dan DAS Cileungsi. Penentuan batas hilir dari DAS Bekasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta)

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta) BAB III METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai lanskap kawasan ekowisata karst ini dilakukan di Lembah Mulo, Desa Mulo, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA TENGAH,

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

BAB II RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BINJAI. 2.1 Penggunaan Lahan Di Kota Binjai

BAB II RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BINJAI. 2.1 Penggunaan Lahan Di Kota Binjai BAB II RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BINJAI 2.1 Penggunaan Lahan Di Kota Binjai Dari data hasil Sensus Penduduk 2010, laju pertumbuhan penduduk Kota Binjaitahun 2000 2010 telah mengalami penurunan menjadi

Lebih terperinci

PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO. Oleh DIDIK YULIANTO A

PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO. Oleh DIDIK YULIANTO A PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO Oleh DIDIK YULIANTO A34202008 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTIT UT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E14101043 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN LUKMANUL HAKIM.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara memiliki luas total sebesar 181.860,65 Km² yang terdiri dari luas daratan sebesar 71.680,68 Km² atau 3,73 % dari luas wilayah Republik Indonesia. Secara

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DALAM EVALUASI DAERAH RAWAN LONGSOR DI KABUPATEN BANJARNEGARA (Studi Kasus di Gunung Pawinihan dan Sekitarnya Sijeruk Kecamatan Banjarmangu Kabupaten

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM. Gambaran Umum Kota Depok

KEADAAN UMUM. Gambaran Umum Kota Depok KEADAAN UMUM Gambaran Umum Kota Depok Kota Depok pada mulanya merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Bogor, mengingat perkembangannya yang relatif pesat berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil 4 TINJAUAN PUSTAKA Makin banyak informasi yang dipergunakan dalam klasifikasi penutup lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil klasifikasinya. Menggunakan informasi multi

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PEMEKARAN KOTA BOGOR DAN EVALUASINYA TERHADAP POLA RUANG SKRIPSI

KARAKTERISTIK PEMEKARAN KOTA BOGOR DAN EVALUASINYA TERHADAP POLA RUANG SKRIPSI KARAKTERISTIK PEMEKARAN KOTA BOGOR DAN EVALUASINYA TERHADAP POLA RUANG SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh: Muhammad Azzam NIM : E 100 14 0001

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan pada suatu wilayah akan berpengaruh terhadap perubahan suatu kawasan. Perubahan lahan terbuka hijau menjadi lahan terbangun

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA-KOTA PANTAI INDONESIA (STUDI KASUS KOTA PADANG, DENPASAR, DAN MAKASSAR) IAN PRANITA

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA-KOTA PANTAI INDONESIA (STUDI KASUS KOTA PADANG, DENPASAR, DAN MAKASSAR) IAN PRANITA IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA-KOTA PANTAI INDONESIA (STUDI KASUS KOTA PADANG, DENPASAR, DAN MAKASSAR) IAN PRANITA DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Yunus (2008) kota selalu mengalami perkembangan dalam artian fisikal maupun non-fisikal, seperti perkembangan ekonomi, sosial, budaya, dan demografis. Perkembangan

Lebih terperinci

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 5 TAHUN 2010 Menimbang : PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN BUNDARAN MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA DENGAN

Lebih terperinci

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Citra ALOS AVNIR Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR tahun 2006 seperti yang tampak pada Gambar 13. Adapun kombinasi band yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Metro adalah kota hasil pemekaran Kabupaten Lampung Tengah dan memperoleh otonomi daerah pada tanggal 27 April 1999 sesuai dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan suatu tempat terjadinya kehidupan dan aktivitas bagi penduduk yang memiliki batas administrasi yang diatur oleh perundangan dengan berbagai perkembangannya.

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO Sri Sutarni Arifin 1 Intisari Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau khususnya pada wilayah perkotaan sangat penting mengingat besarnya

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014 Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Di Kecamatan Karangawen Studi Kasus : Pembangunan Karang Awen, Demak Hadi Winoto, Bambang Sudarsono, Arief Laila Nugraha* ) Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

Sekretariat : BAPPEDA KOTA BOGOR, Lantai 3 Jl. Kapten Muslihat No Bogor

Sekretariat : BAPPEDA KOTA BOGOR, Lantai 3 Jl. Kapten Muslihat No Bogor Sekretariat : BAPPEDA KOTA BOGOR, Lantai 3 Jl. Kapten Muslihat No. 21 - Bogor GAMBARAN UMUM P2KH merupakan inisiatif untuk mewujudkan Kota Hijau secara inklusif dan komprehensif yang difokuskan pada 3

Lebih terperinci

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang Studi Kasus: Kota Manado Ingerid L. Moniaga (1), Esli D. Takumansang (2) (1) Laboratorium Bentang Alam, Arsitektur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan perekonomian di kota-kota besar dan metropolitan seperti DKI Jakarta diikuti pula dengan berkembangnya kegiatan atau aktivitas masyarakat perkotaan

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Gorontalo merupakan salah satu kota di Indonesia yang rawan terjadi banjir. Hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi berkisar antara 106 138mm/tahun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan kota yang ditunjukkan oleh pertumbuhan penduduk dan aktivitas kota menuntut pula kebutuhan lahan yang semakin besar. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya tingkat

Lebih terperinci

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH P erpustakaan Anak di Yogyakarta BAB 3 TINJAUAN WILAYAH 3.1. Tinjauan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN II. 1. Umum Ujung Berung Regency merupakan perumahan dengan fasilitas hunian, fasilitas sosial dan umum, area komersil dan taman rekreasi. Proyek pembangunan perumahan

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PASAR TERAPUNG SUNGAI BARITO KOTA BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PASAR TERAPUNG SUNGAI BARITO KOTA BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PASAR TERAPUNG SUNGAI BARITO KOTA BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA OLEH: MOCH SAEPULLOH A44052066 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci