BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta (Lestari et al., 2013). Buah eksotis ini telah merambah negeri tirai

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta (Lestari et al., 2013). Buah eksotis ini telah merambah negeri tirai"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki beragam jenis buah-buahan, salah satunya adalah buah salak (Salacca Edulis). Salak adalah buah yang berasal dari tanaman asli Indonesia. Varietas yang saat ini telah dikenal luas dan bahkan sudah mulai diekspor adalah Salak Pondoh yang berasal dari Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (Lestari et al., 2013). Buah eksotis ini telah merambah negeri tirai bambu, China. Petani Salak Pondoh Sleman harus memenuhi standar kualitas yang diminta oleh China agar kerjasama terus terjalin. Standar kualitas yang harus dipenuhi sesuai dengan keinginan pasar ekspor adalah pekerjaaan besar yang memerlukan koordinasi antara asosiasi petani Salak Pondoh dan kelompokkelompok tani yang tergabung di dalamnya. Tahun 2006, pemerintah Indonesia melakukan ekspor langsung buah Salak ke China untuk meningkatkan harga salak dan meningkatkan pendapatan petani salak (Dimyati et al., 2010). Bagi petani, terbukanya peluang ekspor Salak Pondoh ini adalah kesempatan yang bagus. Selain buah salak mereka dibeli dengan harga lebih tinggi bahkan akan lebih meningkat lagi sesuai peningkatan harga pasar, aktivitas ekspor ini juga mampu mendorong kenaikan harga jual salak di pasar domestik (Asosiasi Prima Sembada, 2015). Hal ini menjadi penyemangat petani untuk lebih baik di dalam upaya budidaya dan perawatan kebun Salak Pondoh. 1

2 Permasalahan yang sering terjadi adalah produk pasca panen hortikultura sangat mudah mengalami kerusakan karena karakteristik alaminya termasuk Salak Pondoh. Secara umum penyebab kerusakan tersebut adalah adanya aktivitas metabolisme, aktivitas penanganan dan perlakuan produk selama periode pasca panen serta aktivitas mikroorganisme pembusuk (HI-Link, 2011). Aktivitas metabolisme berpengaruh terhadap perubahan fisiologis dan morfologis produk yang mengarah pada kemunduran mutu. Aktivitas penanganan dan perlakuan selama periode pasca panen sering berakibat pada kerusakan mekanis atau fisik, seperti memar, lecet, pecah, atau terbentuknya jaringan yang tidak diinginkan sebagai respon terhadap kerusakan fisik. Akibat dari kerusakan fisik yang terjadi dapat terlihat jelas setelah 1-2 hari kejadian. Aktivitas mikroorganisme pembusuk dapat meningkat dan menginfeksi produk umumnya seiring dengan adanya perubahan fisiologis dan morfologis serta kerusakan fisik produk (HI-Link, 2011). Kerusakan fisik produk membuat produk tidak bisa diekspor dan terjadilah kehilangan pasca panen. Adapun yang dimaksud dengan kehilangan pasca panen adalah perubahan kuantitas dan kualitas produk setelah panen yang mengurangi kegunaan yang diharapkan atau menurunkan nilai produk tersebut. Kehilangan pasca panen dapat disebabkan cara panen yang tidak tepat, penanganan pasca panen yang kurang baik, transportasi yang buruk, kemasan yang kurang sesuai dan patogen (Kays, 1991). Pada Asosiasi Prima Sembada di Kabupaten Sleman, telah diterapkan Good Agricultural Practices (GAP) dan Good Handling Practices (GHP). Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 20/Permentan/OT.140/2/2010, GAP 2

3 adalah suatu pedoman yang menjelaskan cara budidaya tumbuhan/ternak yang baik agar menghasilkan pangan bermutu, aman, dan layak dikonsumsi. Sedangkan GHP adalah suatu pedoman yang menjelaskan cara penanganan pasca panen hasil pertanian yang baik agar menghasilkan pangan bermutu, aman, dan layak dikonsumsi. Kedua pedoman tersebut dapat membantu petani dalam menangani buah salak agar mendapatkan kualitas yang terbaik. Penelitian ini akan membahas kasus tentang cara mereduksi gagal ekspor Salak Pondoh di Kabupaten Sleman yang sangat berhubungan erat dengan kualitas buah yang akan dikirim. Penanganan saat panen dan pasca panen juga menentukan seberapa besar salak yang dapat dijual ke luar negeri. Pasar ekspor membutuhkan kualitas buah yang tinggi, maka penanganan dari awal juga harus sesuai standar. Oleh karena itu diperlukan upaya dari pelaku usaha untuk lebih meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman salak. Kualitas yang baik berasal dari penanganan yang baik pula, mulai dari proses penanaman, pascapanen, sampai dengan distribusi yang baik (Waridin, 1999). Menurut data dari Asosiasi Prima Sembada di Kabupaten Sleman, Salak Pondoh yang siap di ekspor hanya berkisar sebesar 30% dari total produksi hasil panen. Penyebabnya adalah tidak semua kualitas Salak Pondoh yang dihasilkan memenuhi kriteria dari pasar ekspor yaitu utuh, segar, tidak berduri, tidak rusak fisik, tingkat pemetikan yang tepat (60% dari tingkat kematangan) dan dalam keadaan yang baik sampai pada tujuan. Kerusakan yang terjadi pada Salak Pondoh membuat buah tersebut mengalami gagal ekspor. Kualitas buah yang tidak memenuhi persyaratan ekspor (reject), akan dikembalikan ke asosiasi petani. 3

4 Di asosiasi petani, kemudian akan ditelusuri asal Salak Pondoh gagal ekspor tersebut melalui kode yang tertera pada keranjang atau kerat Salak Pondoh. Gagal ekspor yang dialami petani ini tetap terjadi. Padahal petani akan mendapat keuntungan lebih besar apabila buah Salak Pondoh tersebut di ekspor daripada dijual di pasar domestik, dengan perbedaan harga berkisar Rp ,-/Kg (Asosiasi Prima Sembada, 2015). Salak Pondoh mengalami kerusakan mekanis seperti memar karena pengangkutan dari Yogyakarta ke Jakarta sebesar 6,5% dan kerusakan di tingkat petani karena penanganan yang kurang baik pada saat panen di mencapai 4-5%. Kerusakan tersebut disebabkan karena Salak Pondoh yang sudah terserang penyakit sebelum dipanen, buah tergores alat panen dan buah busuk karena terlalu matang di pohon (Asosiasi Prima Sembada, 2015). Penerapan GAP telah dilakukan oleh semua kelompok tani yang terdaftar di asosiasi petani daerah Sleman, hanya saja tidak semua petani dapat mempertahankan dan menjaga pelaksanaannya sesuai standar GAP. Untuk GHP, hanya sebagian kelompok tani yang baru melaksanakannya (Asosiasi Prima Sembada, 2015). Para petani mengakui bahwa permasalahan yang sering terjadi adalah kontrol yang berkelanjutan dari petani mengenai pelaksanaan GAP dan GHP. Berdasarkan hal di atas, dapat disimpulkan bahwa petani masih sering mengalami kendala dalam proses penerapan GAP dan GHP yang berakibat pada menurunnya kualitas buah Salak Pondoh dan mengalami gagal ekspor. Penelitian ini akan membahas tentang upaya petani dalam mereduksi gagal ekspor buah Salak Pondoh di Kabupaten Sleman, Yogyakarta dengan melakukan penerapan 4

5 dan perbaikan GAP dan GHP sesuai standar yang berlaku. Dengan mengetahui dan mendalami penyebab gagal ekspor tersebut, diharapkan petani Salak Pondoh dapat melakukan perbaikan terus-menerus melalui penerapan GAP dan GHP. 1.2 Rumusan Masalah Asosiasi di Kabupaten Sleman hanya bisa mengirim 30% dari jumlah hasil panennya dikarenakan kualitas keseluruhan hasil panen Salak Pondoh tidak memenuhi persyaratan. Upaya yang dilakukan untuk terus menjaga kualitas adalah dengan menerapkan GAP dan GHP yang juga dijadikan syarat produk yang di ekspor ke Tiongkok (Asosiasi Prima Sembada, 2015). Namun produk gagal ekspor tetap terjadi di kalangan petani. Berbasis pada observasi di lapangan bahwa yang sering menjadi kendala adalah kemampuan petani untuk meneruskan standar penerapan GAP dan GHP dan pencatatan yang tidak teratur. Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui fakta yang terjadi di lapangan mengenai upaya penerapan GAP dan GHP yang ke depannya akan bermanfaat untuk mereduksi gagal ekspor. 1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka pokok permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana kendala pengadopsian penerapan GAP dan GHP untuk mereduksi gagal ekspor buah Salak Pondoh di Kabupaten Sleman? 5

6 2. Apa sajakah faktor-faktor utama yang menjadi penyebab masalah pada Salak Pondoh Kabupaten Sleman sehingga mengalami gagal ekspor? 3. Apa solusi yang dapat dilakukan dalam mengurangi kegagalan ekspor melalui penerapan GAP dan GHP? 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi kendala pengadopsian penerapan GAP dan GHP untuk mereduksi gagal ekspor yang telah dilakukan oleh petani di Kabupaten Sleman. 2. Mengungkapkan faktor-faktor utama yang menjadi penyebab masalah pada Salak Pondoh Kabupaten Sleman sehingga mengalami gagal ekspor. 3. Memformulasikan solusi dalam mengurangi kegagalan ekspor melalui penerapan GAP dan GHP. 1.5 Manfaat Penelitian Nilai yang terkandung dari suatu penelitian tidak terlepas dari besarnya manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini. Dengan adanya penelitian ini manfaat yang akan penulis rumuskan adalah sebagai berikut: 1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi penulis, terutama mengenai penerapan Good 6

7 Agricultural Practices (GAP) dan Good Handling Practices (GHP) untuk mereduksi gagal ekspor Salak Pondoh. 2. Secara praktek, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menerapkan teori yang telah diterima pada waktu perkuliahan dan diimplementasikan pada keadaan langsung dilapangan sesuai dengan keadaan saat ini. 3. Bagi Asosiasi Prima Sembada, penelitian tesis ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam mereduksi gagal ekspor Salak Pondoh di Kabupaten Sleman. 1.6 Lingkup Penelitian Batasan penelitian yang diambil oleh peneliti adalah: 1. Objek penelitian adalah petani, kelompok tani, dan asosiasi petani Salak Pondoh di Kabupaten Sleman yang menerapkan GAP dan GHP yaitu Asosiasi Prima Sembada. 2. Produk yang diteliti adalah tropical fruits yang bersifat perishable (mudah rusak) yaitu Salak Pondoh. 3. Penelitian berfokus pada penjagaan kualitas penanganan Salak Pondoh mulai dari penyiapan lahan sampai pasca panen yang disesuaikan dengan GAP dan GHP. 4. Negara Ekspor yang dituju adalah Tiongkok. 7

8 1.7 Sistematika Penulisan Dalam rangka menyajikan rangkaian penulisan yang jelas dan terarah serta tidak menyimpang dari tujuan penelitian dan mengungkap permasalahan yang ada, maka penulisan tesis ini disusun dengan sistematika sebagai berikut: Bab I : Pendahuluan Bab yang berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penelitian. Bab II : Landasan Teori Bab yang berisi kajian yang menguraikan tentang penjelasan mengenai GAP dan GHP, faktor yang menyebabkan buah Salak Pondoh mengalami gagal ekspor, dan solusi yang dibutuhkan atas permasala han yang terjadi. Bab III : Metode Penelitian Bab yang bertujuan untuk memahami objek yang menjadi sasaran penelitian dan mempermudah untuk mencari jalan keluar permasalahan. Dalam bab ini akan diuraikan tentang objek penelitian, jenis penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis data. Bab IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan Dalam bab ini disajikan hasil penelitian yang diperoleh dari objek penelitian, serta pembahasan terhadap perumusan masalah. Bab V : Simpulan 8

9 Bab ini berisikan tentang simpulan, keterbatasan dan implikasi manajerial yang diperoleh dari analisis dan pembahasan serta saran yang dapat diberikan sebagai hasil dari penelitian. 9

10 BAB II LANDASAN TEORI Buah segar merupakan bagian penting dari hidup manusia, maka terjadi peningkatan permintaan untuk meningkatkan kualitas dan memperluas berbagai buah-buahan yang tersedia (Seymour et al., 1993 dalam Lestari et al., 2013). Penelitian ini akan membahas tentang upaya petani, kelompok tani dan asosiasi dalam meningkatkan kualitas dan mereduksi gagal ekspor buah Salak Pondoh di Kabupaten Sleman dengan penerapan Good Agricultural Practices (GAP) dan Good Handling Practices (GHP), serta memberikan solusi agar jumlah buah yang gagal ekspor tersebut semakin berkurang. Pentingnya penggunaan sertifikasi GAP untuk pasar internasional dijelaskan dalam artikel yang ditulis oleh Xie et al., (2011) dan Vaughan et al,. (2014) menunjukkan bahwa sertifikasi dapat dianggap suatu keharusan karena semua pasar utama membutuhkan sertifikasi untuk produk yang dipasarkan. Keamanan pangan atau sertifikasi GAP, dalam banyak kasus menjadi persyaratan untuk menjual produk ke pasar komersial yang lebih besar. Sertifikasi GAP adalah persyaratan untuk menjual produk ke pasar komersial yang lebih besar. Upaya yang diambil melalui perluasan dan pencapaian yang lebih dari unit untuk menyiapkan petani pada sertifikasi dan memberikan pengetahuan yang dibutuhkan di daerah kritis seperti kesehatan pekerja dan kebersihan, kualitas air, dan pencatatan (Vaughan et al., 2014). Menurut Departemen Pertanian (

11 dalam Aritonang, 2013) menjelaskan bahwa penerapan GAP melalui Standar Operasi Prosedur (SOP) seperti spesifik lokasi, spesifik komoditas, dan spesifik sasaran pasarnya, dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas produk yang dihasilkan petani agar memenuhi kebutuhan konsumen dan memiliki daya saing tinggi dibandingkan dengan produk sejenis dari luar negeri. Kualitas hasil panen Salak Pondoh yang menerapkan GAP dan GHP lebih bagus dibanding Salak Pondoh yang tidak menerapkan GAP dan GHP (HI-Link, 2011). Sertifikat GAP menjadi persyaratan dalam ekspor ke Tiongkok. Untuk GHP, hanya sebagian wilayah saja. Dengan dimulainya ekspor Salak Pondoh, maka timbul kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh petani Salak Pondoh untuk melakukan budidaya yang baik dan benar hingga menyediakan standar kualitas yang memenuhi keinginan pasar ekspor. Adapun tahapan penanganan pasca panen hasil pertanian yang sering dilakukan antara lain sortasi, pembersihan/pencucian, dan grading. Inovasi teknologi tepat guna juga telah banyak diaplikasikan pada beberapa tahapan pasca panen, seperti pada proses pembersihan/pencucian dan proses grading. Budidaya Salak Pondoh yang dilakukan oleh para petani sudah intensif. Para petani melakukan pemupukan secara berkala, melakukan pengendalian hama dan penyakit (OPT), pemangkasan, pengairan dan sanitasi kebun, penjarangan dan pemanenan, penanganan hasil panen hingga pengiriman dan pemasaran (Lestari et al., 2013). Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan sesuai dengan standar GAP dan GHP yaitu Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 48/Permentan/OT.140/2009. Bagi kelompok tani yang sudah melakukan registrasi dan aktif di dalam kegiatan 11

12 pemasaran di asosiasi, mereka akan lebih memperhatikan kegiatan pasca panen yang akan dilakukan dan spesifikasi dari buah Salak Pondoh yang sudah ditentukan oleh eksportir. Persyaratan tersebut telah dipahami oleh sebagian petani, sehingga petani yang tergabung dalam asosiasi mampu menghasilkan buah Salak Pondoh kualitas terbaik untuk pasar ekspor. Namun, tidak semua hasil pertanian dapat di ekspor ke Tiongkok. Hal ini disebabkan hanya sebagian saja dari hasil panen Salak Pondoh yang memenuhi standar kualitas. Penerapan GAP dan GHP telah diterapkan bagi anggota kelompok tani yang terdaftar di asosiasi. Penerapan ini tidak hanya berhenti ketika petani mendapat sertifikat GAP dan memenuhi persyaratan untuk ekspor, tapi yang lebih penting adalah prilaku petani dalam melakukan kegiatan penanaman sesuai peraturan dapat terus bertahan dan standar kualitas tidak menurun. Semua berawal dari petani-petani yang memahami cara penanaman secara mendalam, serta perlakuan pasca panen yang baik untuk mengurangi produk gagal ekspor. 2.1 Pengadopsian Penerapan GAP dan GHP Kendala dalam adopsi GAP dan GHP mengenai sumber daya manusia ini adalah keterbatasan kemampuan petani untuk menerapkan produksi dan manajemen protokol yang ditentukan dan mempertahankan tingkat yang tepat untuk pencatatan atau dokumentasi (Berdegue et al., 2003). Dalam program verifikasi audit United States Department of Agriculture (USDA) (2011) dan Vaughan (2014) digunakan beberapa indikator yang selalu diteliti dalam 12

13 pengadopsian penerapan GAP dan GHP yaitu keberlanjutan, kesehatan pekerja dan kebersihan, penggunaan bahan kimia dan pengendalian hama, penggunaan air, pasca panen di gudang, dan transportasi produk Penelusuran Balik (Traceability) Program keamanan pangan harus mencakup program traceability yang didokumentasikan untuk mengetahui asal produk yang diterima (satu langkah mundur) dan kemana produk akan dikirim (satu langkah maju). Untuk panduan tata cara dalam pelaksaan pencatatan, maka hal ini disesuaikan dengan asosiasi komoditas, atau penyuluh di dinas setempat (USDA, 2011). Dinas Pertanian, Perikanan dan Perkebunan Kabupaten Sleman mengharuskan petani untuk mendokumentasikan pelaksanaan program GAP dan GHP. Selain itu, meningkatkan pengetahuan tentang buah merupakan prasyarat untuk mengoptimalkan kualitas buah berorientasi konsumen dan untuk memperpanjang periode pemasaran, terutama untuk pasar ekspor (Lestari et al., 2013). Hal ini juga berisi informasi atau referensi yang berkaitan dengan ulasan program atau manajemen program. Selain itu, ketua asosiasi perlu mengidentifikasi orang tertentu untuk melaksanakan dan mengawasi program keamanan pangan, seperti ketua kelompok tani. Setiap ketua kelompok tani perlu diberi pelatihan khusus untuk mengontrol program yang ada. Permasalahan yang sering dihadapi petani adalah petani tidak rutin melakukan pencatatan proses pelaksanaan GAP dan GHP ini. Padahal pencatatan diperlukan untuk melihat perkembangan petani dan akan diperiksa oleh dinas terkait untuk dijadikan acuan dalam penilaian pekerjaan mereka. Sulitnya petani dalam mengadopsi proses pencatatan ini dikarenakan 13

14 banyaknya tahap yang dilewati dan mereka merasa bingung apabila harus mencatat semua kegiatan. Selain itu juga banyak petani yang tidak sepenuhnya menjadi petani saja, mereka juga memiliki pekerjaan lain sehingga tidak memiliki waktu yang cukup untuk selalu melakukan pencatatan. Asosiasi Prima Sembada memiliki cara dalam menelusuri Salak Pondoh yang gagal ekspor, yaitu pencatatan dalam sortasi dan memberikan kode keranjang yang benar pada saat pengiriman ke eksportir. Salak Pondoh yang telah disortasi kemudian dimasukkan ke dalam keranjang sesuai dengan kelas masingmasing. Sortasi pada tahapan ini adalah melakukan sortasi untuk kemungkinan adanya produk yang masih tidak diinginkan. Beda halnya dengan grading, yaitu pengkelasan produk sesuai dengan kebutuhan pasar atau pelanggan (Kitinoja and Kader, 2003). Setiap keranjang diberi kode mengenai asal dari Salak Pondoh tersebut. Kode tersebut sesuai dengan nomor sertifikat GAP yang telah diterima petani. Apabila suatu saat ditemukan salak yang cacat atau tidak sesuai dengan standar, maka eksportir dapat memberikan keterangan mengenai kode keranjang yang bersangkutan. Dari keterangan tersebut, petugas Internal Control System (ICS) yang ada pada Asosiasi Prima Sembada dapat menelusuri kembali tentang hasil panen salak yang diterima di gudang. Selain itu, petugas ICS juga harus selalu mengontrol perkembangan dari setiap petani, mengontrol perlakuan petani agar sesuai dengan prosedur GAP dan GHP. Eksportir harus memiliki beberapa bukti terdokumentasi untuk membuktikan bahwa produk gagal ekspor itu benar-benar ada, seperti foto pengambilan sampel yang rusak ketika di karantina. Eksportir dan pihak asosiasi 14

15 harus mengembangkan prosedur tentang bagaimana mereka ingin produk yang ditarik untuk ditangani selanjutnya. Apakah akan dikembalikan ke petani atau tidak jadi di ekspor namun tetap dibeli dengan harga yang lebih murah. Selain itu eksportir juga akan memberikan catatan tentang kode keranjang yang mengalami kerusakan untuk selanjutnya ditelusuri. Proses ini akan terus dilakukan berulang kali untuk dapat mengurangi buah yang gagal ekspor Kesehatan pekerja dan kebersihan Di dalam prosedur pelaksanaan GAP dan GHP, terdapat persyaratan mengenai kesehatan petugas dan kebersihan alat yang digunakan di gudang pengemasan. Kesehatan dan kebersihan petugas yang dijaga adalah menggunakan hairnets apabila petugas memiliki rambut yang panjang, tidak menggunakan perhiasan atau aksesoris yang dapat membahayakan keselamatan petugas dan hasil panen, petugas tidak sedang dalam keadaan sakit dan harus mencuci tangan sebelum melakukan kegiatan. Kebersihan alat mencakup alat yang digunakan pada saat pemetikan sampai mesin pembersih di dalam gudang pengemasan (USDA, 2011). Salah satu risiko utama yang terkait dengan buah-buahan dan sayuran adalah pengenalan potensi patogen melalui kesehatan petani dan praktek-praktek yang higienis. Kebersihan yang sangat perlu diperhatikan adalah kebersihan dari petani sendiri, sarung tangan, peralatan yang berhubungan langsung dengan petani dan salak, serta kebersihan dari gudang sementara dan gudang pengemasan. Karena sertifikasi keamanan pangan ini menjamin konsumen bahwa produk tersebut telah tumbuh, dipanen, dan ditangani dengan cara yang meminimalkan 15

16 risiko kontaminasi (Vaughan, 2014). Untuk itu petani perlu diberikan pelatihan kebersihan yang sesuai dengan GAP dan GHP. Pelatihan tersebut mendidik petani mengerti lebih dalam mengenai kebersihan yang terkait dengan hasil panen. Contoh pelatihan mengenai kebersihan tersebut seperti memastikan air minum tersedia untuk semua pekerja, memastikan semua pekerja dan pengunjung yang ke lokasi diwajibkan mengikuti sanita si dan praktek kebersihan yang tepat, memberikan pelatihan tentang praktek-praktek sanitasi dan kebersihan yang layak untuk semua staf, memverifikasi karyawan dan pengunjung mengikuti praktek kebersihan atau sanitasi yang baik, mengkonfirmasi karyawan mencuci tangan mereka sebelum awal atau kembali bekerja, memasang petunjuk yang mudah dipahami dalam menginstruksikan karyawan untuk mencuci tangan mereka sebelum awal atau kembali bekerja, memiliki toilet yang bersih, dan membatasi merokok dan makan ke ruangan penanganan salak Penggunaan Bahan Kimia dan Pengendalian Hama Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/ Permentan/ OT.160/11/2006 tentang Pedoman Budidaya Buah yang Baik menyatakan bahwa penggunaan bahan kimia yaitu pestisida harus diusahakan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dengan dampak sekecil-kecilnya. Pelaksanaan GAP dan GHP memperbolehkan penggunaan pestisida dan bahan kimia lainnya. Hanya saja pestisida tersebut haruslah pestisida yang telah memiliki izin dari pemerintah atau dinas setempat untuk digunakan dan tidak boleh memakai bahan kimia tersebut melebihi anjuran. Namun kenyataannya, banyak sekali petani yang sudah tidak menggunakan pestisida lagi. Ini dikarenakan salak tidak membutuhkan terlalu 16

17 banyak pupuk kimia, cukup menggunakan pupuk yang diolah sendiri oleh petani seperti dedaunan yang sudah gugur. Hal ini tentu saja dapat menaikkan kualitas dari hasil panen karena minimnya campuran kimia yang ada pada saat penanaman. Sebagian petani yang masih menggunakan pestisida, telah menggunakan pestisida sesuai aturan walaupun terkadang terdapat beberapa petani yang lebih memilih pestisida yang terdaftar namun tidak direkomendasikan oleh dinas setempat. Semua kemasan dan fasilitas penyimpanan harus menetapkan program pengendalian hama untuk mengurangi risiko kontaminasi oleh hewan pengerat dan hewan lainnya, termasuk binatang peliharaan (Forum Agri, 2016). Program ini harus mencakup pemantauan rutin dan sering untuk secara akurat menilai efektivitas program. Program pengendalian hama dilakukan oleh seorang karyawan terlatih untuk melakukan pengendalian hama. Operasi harus mempertahankan kontrol hama dengan mencatat tanggal pemeriksaan, laporan pemeriksaan, dan prosedur yang diimplementasikan untuk menghilangkan infestasi hama Penggunaan Air Penggunaan air didefinisikan sebagai air pertanian yang digunakan untuk irigasi, aplikasi kimia, atau tujuan pra-panen lainnya, dan air pasca panen yang digunakan pada produk setelah dipanen (USDA, 2011). Air yang akan digunakan untuk keperluan pertanian akan di cek terlebih dahulu oleh petugas Dinas Pertanian, Perikanan dan Perkebunan Kabupaten Sleman untuk dilakukan penilaian risiko kualitas air yang mencakup kualitas air, jenis metode irigasi, dan 17

18 tanaman yang diairi. Air yang dinyatakan lolos dari penilaian, dapat digunakan untuk proses penanaman hingga pencucian sesuai dengan pelaksanaan GAP dan GHP. Tidak ada standar irigasi nasional yang menetapkan tingkat mikroba minimum yang diijinkan untuk air irigasi. Namun biasanya Dinas Pertanian, Perikanan dan Perkebunan Kabupaten Sleman akan memberikan rekomendasi untuk kualitas air. Ini dapat berfungsi sebagai sumber referensi dalam menentukan ambang batas tertentu untuk irigasi petani. Begitu pula dengan penggunaan air pasca panen, dinas setempat akan membantu petani dalam pengecekan kualitas air yang dapat digunakan dalam pencucian hasil panen. Namun kesulitan pengadopsian penggunaan air yang baik biasanya dialami oleh petani yang berstatus sebagai perawat lahan saja. Petani jenis ini hanya bertugas merawat lahan sampai memanen buah salak, mengenai kebutuhan penanaman termasuk pengairan, mereka hanya menerima apa yang di dapatkan dari pemilik lahan saja tanpa perduli dengan kualitas yang digunakan. Pemilik lahan itu sendiri tidak mengerti secara keseluruhan mengenai proses GAP termasuk pengairan karena jarang berpartisipasi langsung dengan petani Pasca panen di gudang Setelah buah salak selesai dipanen, maka segera dilakukan serangkaian penanganan pascapanen yang sesuai prosedur. Tujuannya, selain untuk menjaga kualitas buah salak yang dipasarkan, juga untuk menjaga kesegaran buah salak tersebut secara maksimal. Buah salak yang berkualitas yaitu yang tidak cacat dan tidak mengalami luka-luka sewaktu pemanenan, tidak terserang hama, dan 18

19 disimpan dalam ruangan yang mendapatkan sirkulasi udara cukup baik, biasanya dapat tahan disimpan sampai maksimal 2 atau 3 minggu semenjak dipetik (Forum Agri, 2016:53). Hal yang perlu diperhatikan pada proses pasca panen di gudang ini adalah wadah dan peralatan yang digunakan untuk mengemas produk. Wadah, peralatan, dan mesin pembersih harus selalu di cek kebersihan dan kinerjanya. Pembersihan minimal dilakukan setelah melakukan kegiatan pengemasan di gudang (USDA, 2011). Namun pada kenyataannya masih sering tedapat kotoran dan debu pada wadah, peralatan dan mesin. Selain itu, petugas yang bertugas di gudang untuk pembersihan hasil panen sampai dengan pengemasan juga harus menjaga kebersihan dari dirinya sendiri sampai dengan baju yang dipakai. Wadah panen seperti ember, keranjang, tempat sampah, haruslah bersih untuk mencegah kontaminasi silang dari produk segar. Beberapa bidang utama yang perlu dipertimbangkan yang tercakup dalam GHP adalah kontainer yang mengangkut hasil panen harus dibersihkan secara terjadwal, menjaga wadah panen terkena kontaminasi langsung dengan tikus atau hama lainnya, kontainer yang disimpan di luar harus dibersihkan dan disterilkan sebelum digunakan untuk mengangkut produk segar, wadah kemasan akhir yang digunakan untuk proses pengemasan harus dilindungi dari sumber kontaminasi, petugas asosiasi akan memperbaiki atau membuang wadah panen yang rusak, dan peralatan panen dan mesin yang akan kontak langsung dengan produk dalam kondisi baik. Peralatan yang digunakan dalam fasilitas penyimpanan harus bersih dan dipelihara untuk mencegah cairan bocor yang berpotensi mencemari produk. 19

20 bagian yang longgar atau rusak harus diperbaiki untuk mencegah benda asing mengkontaminasi produk (USDA, 2011). Peralatan atau bagian dari peralatan yang langsung menyentuh produk mentah harus dijaga agar tidak mencemari produk. Selain itu, proses penyimpanan juga menjadi hal yang penting dalam proses pasca panen di gudang. Penyimpanan bertujuan untuk memperpanjang daya simpan buah dan mempertahankan mutu buah sebelum dipasarkan. Oleh karena itu metode penyimpanan perlu diperhatikan agar mutu buah tidak rusak pada saat akan dipasarkan. Pantastico (1986) mengutarakan bahwa penyimpanan bertujuan untuk memperpanjang daya guna, menghindari banjirnya produk di pasar, membantu pemasaran yang teratur, pengendalian laju transpirasi dan respirasi, serta infeksi penyakit. Selain itu, suhu dan kelembaban ruang penyimpanan harus diatur sedemikian rupa agar dapat mempertahankan kualitas buah. Sanitasi juga menjadi salah satu faktor kebersihan di gudang yang harus diperhatikan. Jumlah dan penempatan fasilitas sanitasi harus mematuhi semua peraturan yang telah diberikan oleh dinas setempat dan sesuai GAP dan GHP. Asosiasi harus memiliki peraturan mengenai apa yang akan dilakukan apabila terjadi kontaminasi secara tiba-tiba pada hasil panen dan adanya prosedur untuk mencegah kontaminasi tambahan, dan apa yang akan dilakukan dengan produk yang terkontaminasi. Operasi dengan sanitasi yang buruk di lingkungan pengemasan secara signifikan dapat meningkatkan risiko kontaminasi produk segar dan air yang 20

21 digunakan pada produk (USDA, 2011). Mikroorganisme patogen dapat ditemukan di lantai dan di saluran air di fasilitas pengepakan dan pada permukaan sortasi, grading, dan peralatan kemasan. Setiap permukaan ini bisa menjadi sumber potensial kontaminasi mikroba. Petugas di gudang akan menggunakan praktik sanitasi yang baik sebagai prosedur operasi standar untuk mempertahankan kontrol dari setiap proses pasca panen. Gudang tempat pengemasan minimal harus selalu dibersihkan setelah selesai kegiatan pengepakan. Gudang asosiasi harus mengembangkan dan menetapkan jadwal sanitasi umum untuk memberihkan mesin, pipa, saluran dan langit-langit gudang agar terjaga kebersihannya Transportasi produksi Produk yang diangkut dalam jumlah besar dari lahan atau dari penyimpanan ke lokasi pengemasan juga dapat terkontaminasi. Kontaminasi yang terjadi seperti hasil panen yang terkena kotoran burung selama perjalanan atau debu yang lengket selama proses pengangkutan. Langkah-langkah yang harus diambil untuk mengurangi kemungkinan kontaminasi oleh container ini adalah menggunakan terpal, trailer yang tertutup, atau wadah penampung sementara yang memiliki tutup (USDA, 2011). Pemilihan kendaraan angkutan bergantung pada taksir umur komoditi, waktu dan jarak ke pasar, nilai komoditi, biaya pengangkutan, dan tersedianya cara-cara pengangkutan itu (Pantastico, 1986). Ada baiknya jika selama transportasi dilakukan kontrol suhu agar tidak terjadi perubahan suhu drastis yang dapat menurunkan kualitas buah sampai di pasar tujuan. Selain itu asosiasi harus 21

22 mengembangkan SOP yang menguraikan prosedur untuk memeriksa alat angkut transportasi untuk kebersihan, bau, dan puing-puing sebelum pemuatan dengan produk. SOP juga harus mencakup kebijakan untuk tidak memuat produk dengan berpotensi mencemari produk seperti daging mentah atau bahan kimia dan kebijakan untuk memastikan suhu transportasi yang memadai dan harus mengembangkan kebijakan tertulis untuk transporter dan alat angkut untuk menjaga suhu angkutan tertentu. Catatan mendokumentasikan kepatuhan terhadap SOP harus dipelihara. 2.2 Penyebab Gagal Ekspor Buah segar sangat mudah mengalami penurunan nilai produk, sehingga hubungan dan jaringan sangat dibutuhkan dalam mengelola aliran produk dengan importir, eksportir, dan produsen (Wongprawmas and Canavari, 2015). Pelaksanaan manajemen kualitas melalui penerapan GAP dan GHP yaitu dapat memastikan kontrol ketat atas sistem produksi-pemasaran, sehingga pelaku usaha dapat bekerjasama dan berkoordinasi dengan cara yang lebih praktis mengenai isu buah Salak Pondoh untuk meminimalkan biaya transaksi dan mengurangi risiko. Manajemen dan koordinasi dari rantai pasokan untuk produk segar seperti Salak Pondoh menjadi sangat penting bagi perusahaan untuk meminimalkan biaya distribusi dan persediaan serta memaksimalkan peluang pasar hasil dari perubahan mendasar dalam preferensi selera konsumen. GAP dan GHP menjadi persyaratan untuk ekspor buah ke Tiongkok. Praktik ini menjadi tolak ukur buah yang dapat diekspor. Hobbs (2003) 22

23 menjelaskan faktor pendorong petani dalam menerapkan GAP dan GHP. Adanya faktor pendorong, juga dapat menimbulkan faktor penghambat di waktu yang bersamaan. Adapun faktor pendorong dan penghambat pelaksanaan GAP dan GHP tersebut antara lain: Faktor Ekonomi Perkembangan GAP dan GHP perlu menyadari dampak pada tingkat pertanian dan sejauh mana praktik pertanian yang diusulkan kondusif untuk kondisi pertumbuhan lokal, pengetahuan dan basis sumber daya (Hobbs, 2003). Kendala ekonomi yang paling jelas adalah biaya. Program GAP dan GHP memungkinkan petani untuk mengadopsi teknik produksi yang baru yang dapat meningkatkan biaya variabel produksi dan investasi modal baru. Peningkatan biaya variabel meliputi pelatihan pekerja untuk meningkatkan teknik panen, peningkatan persyaratan pencatatan, menghentikan penggunaan input yang lebih murah untuk mendapatkan input yang lebih berkualitas dan ramah lingkungan. Investasi modal baru seperti pembelian alat panen baru yang lebih layak pakai dan mesin pembersih di gudang yang lebih mutakhir namun ramah lingkungan. Penelitian yang dilakukan oleh Berdegue et al (2003) menjelaskan bahwa telah terjadi kenaikan biaya pengadopsian GAP dan GHP untuk pertanian jagung dan buah persik di Amerika masing-masing sebesar 17% dan 200%. Kualitas hasil panen Salak Pondoh yang menerapkan GAP dan GHP lebih bagus dibanding Salak Pondoh yang tidak menerapkan GAP dan GHP (HI-Link Unud, 2011). Harga jual buah yang dibudidayakan dengan GAP dan GHP lebih mahal daripada harga jual buah yang ditanam dengan prosedur biasa. Peningkatan 23

24 praktik-praktik pertanian yang mengurangi biaya penyimpanan, mengurangi pemborosan atau menghasilkan penggunaan tenaga kerja yang lebih efisien dapat mengurangi biaya rata-rata pertanian (Hobbs, 2003). Dorongan ekonomi yang dimaksud yaitu petani akan mendapatkan keuntungan yang lebih dari hasil penjualan dengan ekspor dibanding dijual di lokal (Rijpkema, 2014). Selain itu, GAP dan GHP dapat membantu mengatasi kegagalan pasar sehubungan dengan pendidikan dan pelatihan yang di berikan kepada petani melalui penyuluhan yang dilakukan oleh Dinas Pertanian. GAP dan GHP dapat memberikan petani ilmu pengetahuan mengenai manajemen yang baik, dan teknik yang berkenaan dengan keamanan pangan dan kualitas makanan. Produk hasil GAP dan GHP ini juga sangat bergantung kepada transportasi yang tepat dan infrastruktur penyimpanan yang benar agar kualitas buah tetap terjaga sampai ke tangan konsumen. Kualitas buah yang baik di dapat dari usaha yang lebih yang dilakukan oleh petani. Program ini mungkin memerlukan petani untuk mengadopsi teknik produksi baru yang akhirnya akan menaikkan biaya variabel produksi atau menyebabkan investasi modal baru (Belsevich et al, 2003). Peningkatan biaya variabel meliputi kebutuhan tenaga kerja yang lebih tinggi, pelatihan untuk meningkatkan teknik panen, peningkatan pencatatan, dan menghentikan penggunaan input yang lebih murah dalam mendukung input yang lebih mahal agar lebih ramah lingkungan. Sebelum menerapkan GAP dan GHP, perlu diketahui dampak potensial pada biaya di tingkat pertanian dan sejauh mana praktek pertanian yang diusulkan kondusif untuk kondisi pertumbuhan lokal, 24

25 pengetahuan dan sumber daya. Untuk itu perlu adanya keseimbangan antara biaya variabel yang naik karena praktik usaha yang dilakukan petani lebih dari biasanya, dengan harga jual yang akan di ekspor Sumber Daya Manusia Petani menjadi pemeran utama dalam mengadopsi kegiatan GAP dan GHP. pengadopsian ini berawal dari penyuluhan kepada petani. Namun, terbatasnya pengetahuan, sikap dan keterampilan petani, akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan untuk bertani yang lebih baik, sehingga kualitas dan kuantitas produksi pertanian berkurang yang tidak berorientasi agribisnis (DWP and Waridin, 2010). Petani mengadopsi GAP dan GHP sebagai sarana untuk mengembangkan keterampilan sumber daya manusia (Hobbs, 2003). Penerapan ini akan memberikan petani pengetahuan tacit yaitu pengetahuan yang tidak dapat ditentukan secara sederhana tetapi melalui pengalaman yang di dapat dari pelatihan dan berbagi pengalaman. Penambahan ilmu pengetahuan mengenai praktik agricultural yang baik demi menghasilkan kualitas buah yang lebih bagus mendorong petani untuk menerapkan GAP dan GHP yang disesuaikan dengan peraturan pemerintah dan dibantu oleh Dinas Pertanian setempat. Di negara-negara berkembang dengan tingkat pendidikan rendah, kegiatan penyuluhan yang signifikan diperlukan untuk memfasilitasi adopsi dan pemeliharaan GAP dan GHP (Hobbs, 2003). Jika petani tidak dapat memahami dengan baik prosedur GAP dan GHP, maka persaingan perdagangan dengan pasar 25

26 komersial yang lebih besar akan sulit dilakukan. Penyuluhan publik yang lemah menjadi salah satu penyebab gagal ekspor karena masih banyak petani yang kurang mengerti cara menjaga kualitas buah sesuai dengan GAP dan GHP. Berdegue et al (2003) menyoroti perlakuan petani yang tidak sesuai tahapan GAP di Amerika Tengah sebagai penyebab gagal ekspor yang berpengaruh besar terhadap penjualan. Perlakuan petani yang seringkali tidak sesuai dengan tahapan GAP adalah pada tahap penanaman, pemetikan, dan kebersihan alat panen (Asosiasi Prima Sembada, 2015) Sebelum kelompok tani mendapatkan sertifikat GAP, Dinas Pertanian melakukan pelatihan terlebih dahulu dan membantu petani dalam memenuhi persyaratan dalam mendapatkan sertifikat GAP tersebut. Setelah kelompok tani mendapatkan sertifikat tersebut, kerjasama antara orang-orang dinas pertanian tidak sampai disitu saja, tetapi juga terus melakukan kontrol sebulan sekali untuk melihat kelompok tani mana yang masih mempertahankan kinerjanya sesuai standar GAP. Buah yang ditanam dan dipetik sesuai dengan standar GAP dan GHP akan bertahan lebih lama dan dapat mengurangi tingkat cacat produk yang artinya semakin besar kuota buah yang dapat di ekspor oleh asosiasi petani. 2.3 Pencegahan Gagal Ekspor melalui GAP dan GHP Kegiatan pertanian apapun, termasuk Salak Pondoh memiliki sejumlah penyesuaian utama yang harus dilakukan untuk mempersiapkan sertifikasi keamanan produk. Upaya yang diambil melalui perluasan dan pencapaian untuk 26

27 menyiapkan petani pada sertifikasi dan memberikan pengetahuan yang dibutuhkan pada daerah kritis seperti kesehatan pekerja dan kebersihan, kualitas air, dan pencatatan (Vaughan et al. 2014). Prosedur dan kegiatan diperlukan untuk memodifikasi perhatian hampir semua aspek pertanian. Di dalam pelaksanaan GAP, ada beberapa aspek yang perlu di perhatikan agar GAP tersebut dapat dilaksanakan dengan benar, yaitu: Pelatihan Pekerja Van den Ban (2003) menyatakan penyuluhan secara sistematis merupakan suatu proses yang memiliki peta. Pertama, membantu petani menganalisis situasi yang sedang dihadapi dan melakukan perkiraan ke depan. Kedua, membantu petani menyadarkan terhadap kemungkinan timbulnya masalah dari analisis tersebut. Ketiga, meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan wawasan terhadap suatu masalah, serta membantu menyusun kerangka berdasarkan pengetahuan yang dimiliki petani. Keempat, membantu petani memperoleh pengetahuan yang khusus berkaitan dengan cara pemecahan masalah yang dihadapi serta akibat yang ditimbulkannya sehingga mereka mempunyai berbagai alternatif tindakan. Kelima, membantu petani memutuskan pilihan tepat yang menurut pendapat mereka sudah optimal. Keenam, meningkatkan motivasi petani untuk dapat menerapkan pilihannya, dan ketujuh, membantu petani untuk mengevaluasi dan meningkatkan keterampilan mereka dalam membentuk pendapat dan mengambil keputusan. 27

28 Penerapan prinsip-prinsip GAP dalam budidaya tanaman harus diawasi dengan baik oleh penyuluh pertanian lapangan yang biasanya berasal dari Dinas Pertanian setempat agar pelaksanaannya benar-benar sesuai dengan ketentuan dan menghasilkan produk dengan kualitas tinggi. Sebagai upaya meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan petani dalam menerapkan GAP maka perlu dilakukan pelatihan bagi petani dalam bentuk Sekolah Lapang (SKPD, 2015). SL-GAP merupakan salah satu pendekatan dalam meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan petani dalam menerapkan prinsipprinsip GAP. Materi yang akan disampaikan dalam pelatihan ini adalah cara mengelola tanaman yang benar, perawatan, pemanenan hingga pengelolaan hama dan penyakit tanaman. Materi ini tentu saja berkaitan dengan kebutuhan materi untuk praktek GAP yang berkelanjutan. Pemberi materi haruslah orang yang mengerti benar tentang pengelolaan tanaman, tidak hanya mengelola yang benar tetapi juga sesuai dengan praktik GAP. Pemberi materi yang berpengalaman diharapkan dapat membantu petani untuk memiliki pengetahuan dan ilmu soal teknik pengelolaan tanaman yang berkelanjutan dapat teratasi Hasil akhir dari pelatihan ini diharapkan tidak hanya meningkatnya produktifitas dan produksi hasil perkebunan para petani tetapi juga dapat memperkuat hubungan sosial organisasi petani tersebut. Orang-orang Dinas Pertanian, Perikanan dan Perkebunan Kabupaten Sleman yang bekerja sama dengan asosiasi petani akan selalu mendorong usaha-usaha peningkatan kapasitas petani secara individu maupun secara organisasional, karena penguatan organisasi 28

29 dimulai dari pengutan individu-individu petaninya. Oleh karena itu diperlukan koordinasi yang kuat antara petani dan dinas-dinas terkait untuk terus menjalin kerjasama baik secara materi maupun tentang pembaharuan ilmu pengetahuan mengenai GAP dan GHP Pencatatan Persiapan untuk audit adalah tugas yang cukup banyak bagi petani dan kelompok tani (Asosiasi Prima Sembada, 2015). Catatan pertanian harus disimpan untuk mempermudah audit. Namun banyak petani yang tidak memiliki keahlian dan sumber daya yang mampu melakukan tugas ini. Alasannya adalah kurangnya pelatihan yang diberikan mengenai cara pencatatan yang benar. Pencatatan yang tidak efisien dan tidak berkelanjutan dapat menyebabkan peningkatan kehilangan kualitas dan pemborosan produksi (Manikas and Terry, 2015). Kelompok tani berperan dalam mencatat seluruh kegiatan petani anggota dari kelompok tani tersebut, mulai dari pembibitan pohon salak, pemeliharaan, dan pemanenan. Kelompok tani juga berperan dalam melakukan koordinasi terhadap anggotanya, terutama dalam pemeliharaan pohon salak dan pemanenan buah salak, pencatatan tersebut berisi informasi mengenai hasil panen, penjadwalan panen, penjadwalan pemupukan, pemangkasan dan proses lainnya. Data tersebut dicatat oleh petugas kelompok tani kemudian dikumpulkan dan dibawa ke asosiasi salak pondoh Internal Control System (ICS) ICS merupakan bagian dari kontrol sistem yang ada di Asosiasi Prima Sembada. Tim ini memiliki tugas dalam mengontrol dan memperhatikan kegiatan 29

30 petani terutama dalam penjagaan kualitas lahan dan buah. ICS memiliki pedoman dan kebijakan yang harus ditaati oleh kelompok tani yang telah tersertifikasi. Semua bagian yang berhubungan dengan pedoman ICS dan penjelasan prosedur ICS harus disusun dalam bentuk yang mudah dipahami oleh semua orang yang bertanggung jawab menerapkan persyaratan atau prosedur. Pedoman ICS harus mencerminkan kenyataan ICS dan persyaratanpersyaratan yang diperlukan dalam standar sertifikasi (Asosiasi Prima Sembada, 2015). Oleh karena itu, pedoman ICS perlu diperiksa secara teratur untuk disesuaikan apabila diperlukan penyesuaian. Perubahan-perubahan yang dilakukan terhadap pedoman ICS harus diberitahukan kepada semua pihak atau staf yang terlibat dalam Program Sertifikasi GAP dan GHP. Pedoman ICS bersifat dinamis dan dapat mengalami perubahan apabila diperlukan untuk menjamin kesesuaian dengan standar sertifikasi dan untuk perbaikan yang berkesinambungan. Oleh karena itu pedoman ICS Salak Pondoh pada Asosiasi Prima Sembada harus diperiksa ulang minimal setahun sekali sebelum musim panen Salak Pondoh. Perubahan pedomana ICS harus mendapatkan persetujuan dari coordinator ICS. Coordinator ICS bertanggung jawab memastikan bahwa semua dokumen yang mengalami perubahan telah didistribusikan dan memastikan bahwa pihak terkait telah memahami perubahan tersebut dan bersedia menerapkannya. Asosiasi kelompok tani menugaskan dua penyuluh pertanian dan 13 inspektor internal. Dalam melaksanakan tugasnya dilakukan pembagian tugas dimana penyuluh pertanian tidak boleh melakukan inspeksi di wilayah binaannya. 30

31 Staf pendataan petani, petugas pembelian dan petugas lapang ICS diawal aktivitas akan mengambil peran penting dalam administrasi dan pendaftaran petani peserta sertifikasi GAP dan GHP, selanjutnya akan berperan dalam administrasi pembelian, penanganan, dan pengontrolan kualitas saat musim panen dan penanganan hasil. 31

32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan campuran, yaitu kuantitatif dan kualitatif. Desain dalam penelitian kuantitatif meliputi penentuan pemilihan subyek dari mana informasi satu data diperoleh, teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data, prosedur yang ditempuh untuk pengumpulan, serta perlakuan yang akan diselenggarakan. Pendekatan kualitatif yang dilakukan yaitu melalui wawancara dan diskusi kelompok bersama pakarpakar Salak Pondoh seperti Petugas Penyuluh Lapangan dari Dinas Pertanian, Perikanan dan Perkebunan daerah Kabupaten Sleman, ketua kelompok tani, dan anggota Asosiasi Prima Sembada Sleman. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian survey. Survey adalah metode riset dengan menggunakan kuesioner sebagai instrumen pengumpulan datanya. Tujuannya untuk memperoleh informasi tentang sejumlan responden yang dianggap mewakili populasi tertentu. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner Likert. Kuesioner skala Likert ini berguna untuk mengetahui sejauh mana keefektifan pelaksanaan GAP dan GHP yang dilakukan oleh petani. 32

33 3.2 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data didapatkan dari tiga proses, yaitu observasi partisipasi, wawancara dan dokumen Observasi Partisipasi Dalam penelitian ini, observasi yang digunakan adalah observasi partisipasi yaitu peneliti menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan serta terlibat dalam aktivitas informan. Peneliti terjun langsung ke Kecamatan Turi, Sleman, Yogyakarta untuk melihat proses penjagaan kualitas yang dilakukan oleh asosiasi petani. Peneliti juga melakukan pengelompokan buah berdasarkan ukurannya (grading) secara langsung untuk mengetahui lebih jauh proses pengelompokan yang selama ini dilakukan petani. Melalui pengamatan dan praktek, peneliti menulis faktor apa saja yang membuat Salak Pondoh menjadi gagal ekspor walaupun sudah menerapkan GAP. Lokasi dalam melakukan observasi terbagi menjadi tiga, yaitu: Observasi pada lahan produksi yang dilakukan pada pagi dan siang hari. Tujuan observasi ini adalah untuk mendapatkan data mengenai penanaman (jika ada), pemeliharaan, pemetikan buah dan pengemasan awal yang dilakukan oleh petani Observasi pada gudang yang dilakukan pada pukul WIB di Asosiasi Prima Sembada untuk mendapatkan data penanganan pasca panen sampai dengan dikirim ke eksportir. Alasan memilih Asosiasi Pirma Sembada sebagai asosiasi yang diobservasi karena asosiasi tersebut merupakan Asosiasi petani Salak Pondoh terbesar di Kabupaten Sleman yang 33

34 mencakup semua kegiatan dari petani. Observasi yang dilakukan di Asosiasi Prima Sembada dilakukan untuk mendapatkan data mengenai sortasi lanjutan sampai dengan pemasukan keranjang buah ke truk buah dan dikirim ke Tangerang Tempat rapat bulanan yaitu bisa dimana saja, namun lebih sering dilakukan di rumah Ketua Asosiasi. Rapat bulanan dilakukan setiap Jumat Legi setiap bulan pukul WIB untuk Asosiasi Prima Sembada. Obsesrvasi pada rapat ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai evaluasi kinerja selama sebulan, menampung kritik dan saran dari petani, dan merumuskan kegiatan selanjutnya yang perlu dilakukan dan/atau diperbaiki Wawancara Peneliti melakukan wawancara dengan petani dan pedagang pengumpul yang ada di Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Selain itu peneliti juga melakukan wawancara dengan ketua kelompok tani, ketua kelompok asosiasi petani, petugas penyuluh lapangan, petugas Dinas Pertanian Kabupaten Sleman, serta pihak-pihak lain yang terkait dalam penelitian ini. Hal ini bertujuan untuk memperolah informasi dan data secara luas dan menyeluruh langsung dari pihakpihak yang benar-benar mengerti tentang penerapan dan perkembangan GAP dan GHP untuk Salak Pondoh. Adapun pedoman wawancara dalam penelitian ini adalah: Wawancara mendalam dengan petani dan pedagang pengumpul untuk mendapatkan data awal mengenai permasalahan dasar gagal ekspor Salak 34

35 Pondoh. Peneliti mengharapkan petani dapat mengemukakan pendapat dan kesulitan mereka dalam menerapkan GAP dan GHP agar permasalahan tersebut dapat ditelusuri penyebab awalnya Wawancara mendalam dengan ketua kelompok tani, ketua asosiasi dan petugas penyuluh lapangan mengenai pelaksanaan pasca panen Salak Pondoh. Wawancara ini lebih fokus kepada tata cara perlakuan terhadap Salak Pondoh pasca panen atau mengenai penerapan GHP. Pertanyaaan akan mengarah pada kegiatan yang dilakukan petani setelah pemetikan, dibawa ke packing house kemudian siap di ekspor. Dari wawancara ini diharapkan peneliti dapat mengetahui kendala petani dan pihak terkait dalam memenuhi standar GHP. Langkah selanjutnya yaitu mencocokkan informasi awal yang di dapat dari petani, ketua kelompok tani, ketua asosiasi, dan petugas Dinas Pertanian Kabupaten Sleman mengenai permasalahan yang sering ditemui yang menjadi penyebab gagal ekspor serta menampung saran mereka tentang perbaikan ke depannya. Beberapa pertanyaan inti yang akan ditanyakan ketika wawancara nanti adalah: 1. Apakah kepemilikan lahan memiliki status yang jelas? 2. Apakah lahan tanaman Salak Pondoh bisa tercemari melalui irigasi dari rumah warga? 3. Jenis bibit apa yang digunakan petani di Asosiasi Prima Sembada? 4. Apakah penanggulangan hama dan penyakit untuk Salak Pondoh masih menggunakan bahan-bahan kimia? 35

36 5. Apakah petani telah memahami teknik budidaya Salak Pondoh menggunakan metode GAP? 6. Apakah proses pasca panen yaitu pembersihan, penyortiran, penimbangan, dan pengemasan dilakukan sesuai dengan GHP? 7. Apa saja yang telah dilakukan asosiasi dan pihak Dinas Pertanian dalam melatih petani untuk dapat menanam dan memanen buah dengan cara yang benar? 8. Apa saja tindakan dari dinas setempat untuk membina petani agar menghasilkan buah dengan kualitas tinggi dan berkelanjutan? 9. Apa kendala terberat dalam melaksanakan setiap proses kegiatan tersebut? 10. Apakah petani melakukan pencatatan di setiah proses kegiatan? 11. Bagaimana antusias petani terhadap penerapan GAP dan GHP yang telah menjadi persyaratan dalam ekspor buah? 12. Apa keluhan terbanyak dari petani mengenai pelaksanaan GAP dan GHP di lapangan? 13. Apa pengaruh yang dirasakan petani ketika sebelum dan sesudah menerapkan GAP dan GHP? Bagaimana perbedaannya? 14. Apa pengaruh penerapan GAP dan GHP untuk mengurangi gagal ekspor yang terjadi di Turi ini? 15. Apa saja solusi atau keinginan petani ke depannya agar penerapan GAP dan GHP ini semakin membaik untuk dapat mengurangi gagal ekspor? Target hasil wawancara ini adalah peneliti mendapatkan informasi mengenai proses yang dilakukan petani dari tahap penanaman sampai buah 36

37 siap untuk di ekspor ke Tiongkok. Tahapan-tahapan yang diceritakan petani tersebut di analisis untuk mengetahui di bagian tahap mana petani mendapat kesulitan dalam penerapannya. Peneliti akan membandingkan hasil panen buah yang dapat di ekspor pada saat tidak diterapkannya GAP dan GHP dengan setelah penerapan sistem ini. Analisis wawancara ini diharapkan dapat membantu peneliti dalam mengetahui pengaruh penerapan GAP dan GHP, mengetahui faktor-faktor utama penyebab gagal ekspor dan merumuskan tahapan selanjutnya untuk mengurangi gagal ekspor tersebut. Peneliti akan mencocokkan keluhan petani dengan solusi yang dapat diberikan ke depannya Dokumen Adapun sumber data dokumen yang diperoleh adalah pencatatan perkembangan buah Salak Pondoh yang dimiliki asosiasi petani dan data file yang dimiliki oleh Dinas Pertanian Kabupaten Sleman yang berhubungan dengan fokus penelitian. Data yang dibutuhkan antara lain adalah data produksi salak, luas area, kegiatan-kegiatan penanganan pascapanen, penyimpangan mutu, data salak yang reject, serta permasalahan yang terjadi dalam penerapan GAP dan GHP sehingga menyebabkan mutu salak menjadi menurun. Data produksi salak dan luas area dibutuhkan agar peneliti mengetahui jumlah salak yang diproduksi dalam setahun dan melihat perkembangan salak. Pencatatan yang telah dilakukan petani akan menjadi panduan peneliti untuk mengetahui lebih dalam mengenai permasalahan yang sering terjadi selama ini. 37

38 3.3 Objek Penelitian bagian, yaitu: Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua Petani yang berperan dalam tahap pertama pengumpulan informasi pada penelitian ini. Peneliti akan mendapatkan informasi secara langsung mengenai pelaksanaan GAP dan GHP yang selama ini telah dilakukan dengan cara mewawancarai beberapa petani dan menyebar kuesioner. Petani akan menjadi unit untuk mengetahui analisis penerapan GAP dan GHP yang selama ini telah dilaksanakan Sampel salak yang telah mendapatkan perlakuan pasca panen di tingkat Asosiasi Prima Sembada. Pengambilan sampel dilakukan selama 4 bulan, yaitu bulan Maret, April, Mei, dan Juni. Buah Salak Pondoh yang gagal ekspor akan diteliti untuk mengetahui penyebab buah tersebut tidak memenuhi persyaratan pengiriman Pakar-pakar salak yaitu ketua kelompok tani, ketua kelompok asosiasi, dan pihak Dinas Pertanian Kabupaten Sleman menjadi sumber informasi yang akan memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai permasalahan manajemen dan operasional petani serta pasca panen buah. 3.4 Populasi dan Ukuran Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah petani komoditas hortikultura yang membudidayakan tanaman Salak Pondoh di Kabupaten Sleman, terdaftar di Asosiasi Prima Sembada dan menerapkan GAP. Penentuan daerah penelitian 38

39 dilakukan secara sengaja (purposive) yaitu di kecamatan Turi, Tempel dan Pakem dengan pertimbangan bahwa tiga (3) kecamatan tersebut merupakan sentra utama penghasil salak di Kabupaten Sleman. Di Kabupaten Sleman, terdapat dua asosiasi petani, yaitu Asosiasi Prima Sembada dan Asosiasi Mitra Turindo. Namun peneliti hanya akan melakukan penelitian di Asosiasi Prima Sembada karena hanya asosiasi ini yang melakukan kegiatan GAP dan GHP, sedangkan Asosiasi Mitra Turindo hanya menggunakan metode GAP. Asosiasi Prima Sembada memiliki 34 kelompok tani dengan jumlah petani mencapai 1400 orang. Sampel yang digunakan dibedakan menjadi tiga untuk masing-masing alat analisis, yaitu: (1) Sampel untuk kuesioner skala Likert adalah petani Salak Pondoh Kabupaten Sleman yang menerapkan GAP dan GHP berjumlah 312 petani, (2) Sampel untuk analisis diagram Pareto adalah Salak Pondoh Kabupaten Sleman yang akan diekspor, dan (3) Sampel/responden untuk analisis fishbone adalah pakar yang mengerti tentang Salak Pondoh Kabupaten Sleman (ketua asosiasi, ketua kelompok tani dan pihak terkait). Penentuan ukuran sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin (Sugiyono, 2010). Persyaratan menggunakan rumus Slovin adalah mengetahui jumlah populasi dan teknik sampling yang digunakan juga haruslah purposive, maka data dari penelitian ini dapat menggunakan rumus Slovin. Adapun perhitungan ukuran sampel dengan rumus Slovin adalah sebagai berkut: Dimana: n = N 1 + Nα² 39

40 n = ukuran sampel N = ukuran populasi α = galat pendugaan Maka sampel yang diambil adalah: N = 1400 petani α = 0,05 n = (0,05)² = 311,11 (dibulatkan ke atas) = 312 petani 3.5 Metode Analisis Data Dalam penelitian ini digunakan tiga metode analisis data pada tiga tahap penelitian sehingga sampel yang digunakan berbeda-beda sesuai dengan tujuan penelitian. Tahap penelitian secara rinci dapat dilihat pada gambar berikut ini: 40

41 Kuesioner Skala Likert Analisis Penerapan GAP dan GHP Pareto Diagram Analisis Mutu Salak Gagal Ekspor Penyebab permasalahan mutu salak gagal ekspor Fishbone Diagram Akar Permasalahan Utama Mutu Salak Gagal Ekspor Gambar 3.1 Tahap Penelitian dengan Tiga Alat Analisis Sumber: Diolah Penulis Analisis penerapan GAP dan GHP Penentuan sampel petani pada analisis penerapan GAP dan GHP dilakukan dengan rumus Slovin. Petani yang dijadikan sampel merupakan anggota Asosiasi Prima Sembada yang terdiri dari 34 kelompok tani dan Asosiasi Mitra Turindo memiliki 10 kelompok tani. Dalam hal ini peneliti mengambil sampel sebanyak 312 petani (seperti perhitungan di atas). Rekomendasi Perbaikan Mutu Tahap awal penelitian ini yaitu melakukan analisis dalam penerapan GAP dan GHP berdasarkan hasil analisis kuesioner skala Likert. Kuesioner ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar penerapan GAP dan GHP Salak 41

42 Pondoh yang telah dilakukan di Kabupaten Sleman. Kuesioner ini diberikan kepada 312 petani,di kelompok tani. Responden yang berjumlah 312 orang tersebut terdiri dari petani, ketua kelompok tani dan ketua asosiasi. Karena sebagian petani juga berperan dalam proses pasca panen seperti ketua kelompok tani dan ketua asosiasi. Data yang telah diperoleh ditabulasi lalu dihasilkan tabel penerapan GAP dan GHP dari 312 responden, kemudian dilakukan analisis untuk ditentukan besarnya presentase perlakuan tiap-tiap tahapan sehingga dapat diketahui kesimpulannya. Analisis dilakukan pada semua tahapan sehingga peneliti dapat mengetahui bagaimana penerapan GAP dan GHP yang telah dilakukan petani, kelompok tani dan asosiasi Salak Pondoh Kabupaten Sleman serta permasalahan-permasalahan yang terjadi selama proses penanganan penjagaan mutu Salak Pondoh. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner skala Likert. Skala likert menggunakan beberapa butir pernyataan untuk mengukur perilaku individu dengan merespon 5 titik pilihan pada setiap butir pernyataan, sangat setuju, setuju, tidak memutuskan, tidak setuju, dan sangat tidak setuju (Likert, 1932 dalam Budiaji, 2013). Kuesioner yang dibuat berpedoman pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 48/Permentan/OT.140/2009 tentang tata pelaksanaan GAP dan GHP dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 61/Permentan/OT.160/2006. Kuesioner ini berupa sejumlah pertanyaan dengan pilihan jawaban Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Netral (N), Setuju (S), Sangat Setuju (SS) atau jawaban dengan jenis skala yaitu skala 1 (tidak pernah), 2 (pernah), 3 (kadangkadang), 4 (sering), 5 (sangat sering). Kuesioner skala Likert ini berguna untuk 42

43 mengetahui sejauh mana keefektifan pelaksanaan GAP dan GHP yang dilakukan oleh petani. Data yang telah diperoleh ditabulasi berdasarkan skor yang diberikan pada pilihan jawaban yaitu: 1. Sangat Tidak Setuju (STS)/tidak pernah diberi skor 1 2. Tidak Setuju (TS)/pernah diberi skor 2 3. Netral (N)/kadang-kadang diberi skor 3 4. Setuju (S)/sering diberi skor 4 5. Sangat Setuju (SS)/sangat sering diberi skor 5 Interval (jarak) dan interpretasi persen untuk mengetahui penilaian dengan metode Interval skor persen (I) adalah: I = 100/Jumlah skor (likert) Maka I = 100/5 = 20 (ini adalah interval dari jarak terendah 0% hingga tertinggi 100%) Berikut kriteria interpretasi skor berdasarkan interval: 1. Angka 0% % = sangat tidak setuju 2. Angka 20% % = tidak setuju 3. Angka 40% % = cukup/netral 4. Angka 60% % = setuju 5. Angka 80% - 100% = sangat setuju Setelah responden menjawab pertanyaan pada kuesioner, langkah selanjutnya yaitu menentukan jumlah skor yang di dapat pada setiap pertanyaan dengan rumus: 43

44 T x Pn T = Total jumlah responden yang memilih Pn = Pilihan angka skor likert Langkah selanjutnya yaitu menentukan hasil interpretasi, dengan mengetahui skor tertinggi (X) dan angka terendah (Y) dengan rumus sebagai berikut: Y = Skor tertinggi x jumlah responden X = Skor terendah x jumlah responden Index % = Total skor/y x 100 Setelah mendapatkan indeks % dari hasil jawaban responden, maka langkah selanjutnya yaitu menentukan kriteria interpretasi skor berdasarkan interval seperti yang telah tercantum diatas. Proses dengan indeks skor yang berada pada interval cukup, dianggap perlu perhatian secara serius. Interval cukup artinya cukup banyak pula responden yang tidak dapat mengadopsi setiap proses GAP dan GHP dengan baik. Langkah terakhir yaitu melakukan analisis berdasarkan besarnya presentase perlakuan tiap-tiap tahapan sehingga dapat diketahui kesimpulannya. Analisis dilakukan pada semua tahapan panen dan pasca panen, sehingga peneliti dapat mengetahui bagaimana penerapan GAP dan GHP yang telah dilakukan petani, serta permasalahan-permasalahan mengenai pelaksanaannya. Contoh kuesioner yang akan disebar dapat dilihat pada Lampiran I. Pengamatan penerapan GAP dan GHP dengan kuesioner skala Likert hanya dilakukan di tingkat petani untuk mengetahui sejauh mana petani 44

45 menerapkan sistem GAP dan GHP, apa saja kendala mereka, dan pelanggaranpelanggaran yang biasa mereka lakukan Analisis mutu salak gagal ekspor Penentuan sampel Salak Pondoh untuk analisis pareto dilakukan dengan metode sensus. Sampel yang diambil adalah buah Salak Pondoh yang berada di asosiasi dan telah mengalami perlakuan pascapanen di tingkat asosiasi namun gagal untuk diekspor (reject). Semua buah salak gagal ekspor diteliti, kemudian dianalisis dengan menggunakan metode Pareto untuk mengetahui penyebab salak tersebut tidak memenuhi persyaratan pengiriman. Diagram Pareto digunakan untuk menentukan penyebab masalah pada Salak Pondoh Kabupaten Sleman setelah melalui tahapan GAP dan GHP. Dengan menggunakan diagram Pareto akan diperoleh urutan permasalahan mutu salak yang ditemukan di tingkat petani dan asosiasi, misalnya buah gagal didistribusikan atau buah dikembalikan oleh eksportir kepada asosiasi. Selanjutnya dari urutan-urutan tersebut akan diketahui penyebab dominan yang menyebabkan permasalahan tersebut. Penyebab dominan tersebut akan menjadi prioritas penanganan untuk mendapatkan peningkatan mutu sebesar 80% dengan meyelesaikan 20% masalah yang ada, sesuai dengan prinsip Pareto. Pengambilan sampel salak untuk analisa menggunakan diagram pareto akan dilakukan di tingkat asosiasi yaitu pada tahapan akhir setelah penerapan GHP (pada saat salak siap dipasarkan). Salak yang mengalami masalah untuk dikirim atau sesudah dikirim akan dianalisis lebih lanjut. 45

46 3.5.3 Analisis pakar salak Penentuan pakar untuk analisis fishbone dilakukan dengan memilih orangorang yang telah ahli dalam menangani agribisnis salak Pondoh Kabupaten Sleman, khususnya di bidang pascapanen buah. Dalam penelitian ini pakar yang digunakan meliputi Petugas Dinas Pertanian Kabupaten Sleman, Petugas Penyuluh Lapangan serta pelaku usaha Salak Pondoh Kabupaten Sleman (ketua Kelompok Tani, ketua Asosiasi dan kepala Packing House). Diagram Fishbone digunakan untuk mengidentifikasi akar permasalahan utama pada Salak Pondoh di Kabupaten Sleman setelah melalui tahapan GAP dan GHP. Faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya mutu Salak Pondoh akan dianalisis menggunakan diagram fishbone untuk dicari akar penyebabnya. Analisis dilakukan dengan menggunakan teknik brainstorming dengan pakar yaitu pihak-pihak yang terlibat dan mengetahui dengan baik penerapan penanganan pascapanen Salak Pondoh di Kabupaten Sleman, yaitu petani, kelompok tani dan asosiasi, serta petugas dari Dinas Pertanian Sleman. Setelah mengetahui penyebab penyimpangan mutu Salak Pondoh, rekomendasi perbaikan mutu dapat disusun berdasarkan hasil penelitian dan diskusi dengan pihak yang terlibat dalam penerapan GAP dan GHP Salak Pondoh. 3.6 Waktu Pelaksanaan Observasi dan wawancara telah dilakukan 4 kali, yaitu pada saat panen raya bulan November 2015 dan Januari 2016, dan panen kecil di bulan Februari 2016 serta bulan Maret untuk memperbaharui data. Observasi dan wawancara 46

47 akan terus dilakukan sepanjang penelitian untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak dan akurat dari tempat penelitian. Penyebaran kuesioner disebar pada bulan April dan Mei Kabupaten Sleman memiliki dua asosiasi, yaitu Prima Sembada dan Mitra Turindo. Asosiasi Prima Sembada melakukan pertemuan atau rapat dengan petani setiap hari Jumat Legi pukul WIB yang ada di tiap bulan. Gudang pengemasan Asosiasi Prima Sembada akan beroperasi penuh setiap hari minggu dari pukul WIB sampai dengan proses pengemasan salak selesai atau sekitar pukul WIB. Pengambilan sampel dilakukan pada buah salak yang gagal diekspor ke Tiongkok sebanyak empat kali yaitu pada bulan Maret, April, Mei, dan Juni Pemilihan bulan yang berbeda bertujuan untuk mengetahui variasi permasalahan dan penyebab permasalahan pada salak yang gagal diekspor ke Tiongkok. Jadwaljadwal tersebut akan mempermudah peneliti untuk menyebarkan kuesioner. Penyebaran kuesioner dapat dilakukan di luar dari jadwal operasional dan rapat asosiasi dengan persetujuan oleh petani, kelompok tani, dan asosiasi terlebih dahulu. 47

48 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Responden Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah petani Salak Pondoh Kabupaten Sleman yang tergabung dalam Asosiasi Salak Sleman Prima Sembada sebanyak 312 petani yang berasal dari Kecamatan Turi, Tempel, dan Pakem. Karakteristik yang diidentifikasi meliputi status responden di asosiasi, keterlibatan responden dengan pelaksanaan GAP dan GHP, lama penerapan GAP dan GHP yang telah berjalan, serta status sertifikasi GAP dan GHP yang telah didapatkan Status Responden Status responden menggambarkan peranan petani di dalam pengurusan lahan mereka yang telah terdaftar GAP dan GHP. Terbagi menjadi tiga yaitu petani dan pemilik lahan, petani dan penyewa lahan, serta petani dan perawat lahan. Dalam penelitian ini, kebanyakan petani berstatus sebagai petani dan penyewa lahan seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4.1 Sebaran Status Kepemilikan Lahan Status Kepemilikan Lahan Jumlah (Petani) Persentase (%) Pemilik 53 16,98 Penyewa ,25 Perawat 27 8,65 Pemilik dan Perawat ,10 Total Sumber: Diolah Penulis

49 Berdasarkan tabel sebaran status kepemilikan lahan, petani dengan status sebagai pemilik dan perawat lahan memiliki persentase tertinggi yaitu 39,10% atau sebanyak 122 orang. Selanjutnya di susul oleh petani dengan status kepemilikan lahan sebagai penyewa sebanyak 110 orang (35,25%), petani dengan status kepemilikan sebagai pemilik sebanyak 53 orang (16,98%) dan petani dengan status perawat lahan sebanyak 27 orang (8,65%). Ini membuktikan bahwa dari 312 petani yang dijadikan responden, 122 orang diantaranya lebih memilih memiliki lahan mereka sendiri dan langsung merawat lahan tanpa perlu perantara. Rata-rata petani memiliki kebun mereka sendiri walaupun kecil dan langsung merawatnya. Kebun itu sebenarnya warisan dari keluarga, karena moyang mereka orang asli disini. Tapi tidak semua keturunan mau meneruskan usaha bertani, jadi ada juga yang merantau ke kota. Jadi kebun disini mereka sewakan atau menyuruh orang lain untuk merawatnya (Ketua Asosiasi Prima Sembada, 2016) Petani yang memiliki lahan sendiri merupakan warisan dari keluarga mereka sebelumnya dan diteruskan oleh generasi berikutnya. Berbeda lagi dengan petani yang berstatus sebagai penyewa lahan, menyatakan lebih memilih untuk menyewa lahan daripada harus memiliki setiap lahan yang dikelola. Hasil panen akan dibagi berdasarkan perjanjian antara pemilik dan penyewa lahan tersebut. Perlakuan antara petani yang memiliki lahan dan petani yang menyewa lahan tidak jauh berbeda. Karena mereka sama-sama mengharapkan panen buah yang banyak dan berkualitas agar dapat dijual kepada eskportir. Berbeda dengan petani 49

50 perawat lahan, karena petani jenis ini hanya akan merawat buah yang ada di lahan, asalkan buah yang dihasilkan banyak, maka mereka akan tetap digaji sesuai dengan perjanjian diawal dan tidak begitu mementingkan kualitas dari hasil panen Keterlibatan Responden Karakteristik ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai besarnya peranan yang telah dilakukan oleh petani. Petani yang telah diberikan pelatihan atau sosialiasasi oleh dinas terkait akan memiliki pengetahuan lebih mengenai penerapan GAP dan GHP. Seluruh responden pernah diberikan pelatihan dan sosialisasi mengenai GAP dan GHP. Ada pula responden yang telah mendapatkan dua jenis pelatihan tersebut. Data lengkap mengenai keterlibatan responden dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4.2 Sebaran Keterlibatan Responden Dalam Kegiatan GAP dan GHP Keterlibatan Responden Jumlah (Petani) Persentase (%) SL-GAP ,29 Sosialisasi dari dinas setempat 20 6,41 SL-GAP dan Sosialisasi dari dinas setempat ,10 Dan lain-lain 73 23,39 Total Sumber: Diolah Penulis 2016 Seluruh petani telah mendapatkan pengetahuan mengenai GAP dan GHP melalui pelatihan dan sosialiasasi yang diberikan oleh pengurus asosiasi dan penyuluh lapangan dari Dinas Pertanian, Perikanan dan Perkebunan Kabupaten Sleman. Dari tabel di atas juga terlihat bahwa sebanyak 122 petani (39,10%) dari jumlah responden telah mendapatkan SL-GAP dan pelatihan dari dinas setempat. 50

51 Kalau ada pelatihan ya petani mengikuti, asalkan undangan sampai ke telinga petani. Kalau petani tidak datang, mungkin mereka sedang berada di kebun atau ada urusan lain. Selama ini sih petani mengikuti, tapi yang diundang kan terbatas, mungkin karena keterbatasan ruangan, jadi sekali pertemuan hanya mengundang sekitar tiga kelompok tani. Untuk kelompok tani yang lain tidak jelas apakah digilir ke semua. (Ketua ICS, 2016) Artinya petani antusias dalam mencari pengetahuan tambahan dari berbagai sumber dan terus memperbaharui informasi melalui pelatihan untuk selanjutnya diadopsi langsung pada saat pra-penanaman sampai pasca panen Lama Penerapan Semakin lama petani menerapkan metode ini membuktikan bahwa petani juga telah lama menyadari pentingnya menjaga kualitas buah dengan menerapkan GAP dan GHP. Sebagian besar petani telah menerapkan metode GAP dan GHP lebih dari 5 tahun, seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4.3 Sebaran Lama Penerapan Metode GAP dan GHP Lama Penerapan Jumlah (Petani) Persentase (%) Kurang dari 1 tahun 25 8,01 Lebih dari 1 tahun ,93 Lebih dari 5 tahun ,05 Total Sumber: Diolah Penulis 2016 Dari 312 responden, terdapat 178 responden yang telah menerapkan metode GAP dan GHP lebih dari lima tahun yang artinya 57,05% petani telah menyadari pentingnya menerapkan metode ini untuk mendapatkan kualitas buah yang siap di ekspor. 51

52 Dari tahun 2010 mulai diperkenalkan, tapi kalau benar-benar mengejar sertifikasinya baru sekitar lima tahunan. (Ketua ICS Asosiasi Prima Sembada) Bagi petani yang belum terlalu lama menerapkan GAP dan GHP seperti pada 178 petani yang menerapkan lebih dari satu tahun dan 25 petani yang menerapkann kurang dari satu tahun, alasan mereka adalah karena mereka baru saja bergabung dengan asosiasi kelompok tani dan ikut serta dalam pengiriman ke pasar ekspor. Sebelumnya petani tesebut hanya menjual hasil panen mereka ke pasar lokal atau menjual sendiri di pasar terdekat Status Sertifikasi Sertifikasi GAP dan GHP akan selalu diperbaharui dalam 2 tahun sekali. Hal tersebut sesuai dengan yang selama ini dilakukan oleh Dinas Pertanian, Perkebunan dan Perikanan Kabupaten Sleman yang selalu melakukan pengecekan berkala selama 2 tahun sekali. Dua tahun sekali dinas pertanian akan datang ke ketua kelompok tani untuk melakukan pengecekan mengenai kelayakan sertifikasi, untuk mengevaluasi apakah kelompok tani tersebut masih dapat menggunakan sertifikasi atau tidak. (Ketua ICS Asosiasi Prima Sembada) Namun Dinas Pertanian dapat mencabut sertifikasi ini dengan beberapa alasan tertentu, seperti pemenuhan pelaksanaan yang sudah tidak mengikuti standar. Dari 312 responden, seluruh lahan responden masih dalam status tersertifikasi GAP dan melakukan kegiatan pasca panen. Artinya seluruh petani 52

53 yang dijadikan responden selalu berusaha menjaga kualitas lahan dan hasil panen mereka untuk mempertahankan status sertifikat yang telah di dapat Penerapan GAP dan GHP Salak Pondoh Kabupaten Sleman Dalam rangka memenuhi persyaratan mutu dan keamanan pangan, pelaku usaha harus mampu menerapkan pengembangan sistem mutu dan keamanan pangan masing-masing produk. Pada Salak Pondoh, sistem jaminan mutu yang digunakan dapat berupa penerapan GAP dan GHP. GAP dapat dilihat sebagai upaya untuk meningkatkan keberlanjutan pertanian pada sejumlah bidang, termasuk melindungi sumber daya alam dan lingkungan, meningkatkan kualitas makanan dan keamanan pangan dan meningkatkan ketahanan pangan melalui peningkatan teknik produksi (Hobbs, 2003) Kegiatan GAP mempunyai beberapa tahapan pelaksanaan. Masing-masing tahapan memiliki persyaratan yang harus dipenuhi agar menghasilkan panen yang maksimal dan kualitas yang tinggi. Adapun keberhasilan pengadopsian tahapan GAP dan GHP yang telah diteliti melalui kuesioner sebagai berikut: Persyaratan Lahan Penjagaan kualitas di lahan menjadi tahap awal untuk menghasilkan buah dengan kualitas yang diinginkan oleh eksportir. Lahan yang baik harus terhindar dari pencemaran limbah, adanya penyiapan lahan sebelum penanaman bibit, media tanam yang tidak berbahaya, kejelasan kepemilikan lahan dan lokasi penanaman yang sesuai dengan komoditas yang akan ditanam. Tabel 4.4 akan 53

54 menjelaskan hasil kegiatan yang telah dilakukan oleh petani dalam melakukan persiapan lahan, yaitu: Tabel 4.4 Hasil Skor Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) Salak Pondoh Kabupaten Sleman (Persyaratan Lahan) Pertanyaan Skor Alternatif Jawaban (T) T x Pn Total STS (1) TS (2) N (3) S (4) SS (5) STS TS N S SS Sumber: Diolah Penulis 2016 Setelah mendapatkan total skor dari kuesioner, maka indeks % dari masing-masing pertanyaan untuk melihat seberapa besar petani telah mengadopsi tahapan GAP adalah: Tabel 4.5 Hasil Interpretasi Skor Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) Salak Pondoh Kabupaten Sleman (Persyaratan Lahan) Pertanyaan Y X Indeks % Keterangan ,26 Sangat Setuju ,91 Setuju ,77 Sangat Setuju ,40 Sangat Setuju ,63 Setuju Sumber: Diolah Penulis 2016 Dari hasil jawaban responden pada kuesioner yang telah disebar, dapat dilihat bahwa kegiatan GAP yang dilakukan petani pada tahap penyiapan lahan sudah dapat diadopsi dengan baik. Terbukti pada tahap paenyiapan lahan yang bebas dari limbah, 80,26% responden mengatakan sangat setuju telah melakukannya. Petani juga mengatakan setuju dengan indeks 78,91% responden 54

55 telah menghindari terjadinya kerusakan lahan pada proses penyiapan lahan. Petani lain menyatakan penyiapan lahan tetap bisa merusak sumber daya lahan apabila tidak dijaga karena tidak semua petani memiliki waktu yang cukup untuk memelihara sumber daya lahan dan lebih mementingkan fungsi lahan sebagai media tanam pohon salak pondoh. Media tanam yang digunakan telah sangat disetujui petani tidak mengandung cemaran bahan beracun berbahaya dengan indeks 85,77%. Namun ada juga petani yang berpendapat bahwa media tanam tidak sepenuhnya bersih, seperti masih terdapat bungkus plastik makanan atau jajanan yang tidak sengaja ada di lahan. Sampah tersebut membutuhkan waktu yang lama untuk mengurai di dalam tanah dan dapat mencemari lahan. Informasi responden mengenai status kepemilikan lahan dan tugas petani masing-masing telah dijelaskan pada tabel 4.1 mengenai sebaran kepemilikan lahan. Petani memiliki indeks sebesar 93,40% yang artinya sangat setuju bahwa setiap lahan jelas status kepemilikan dan petani mengetahui hak dalam menggunakan lahan tersebut. Lokasi komoditas memiliki indeks sebesar 77,63% yang artinya petani setuju bahwa lokasi sesuai dengan peta pewilayahan yang telah dibuat oleh asosiasi. Apabila ada yang tidak sesuai, hal ini berhubungan dengan dikembangkannya lahan yang baru namun petani belum sempat melaporkan ke asosiasi. 55

56 4.2.2 Penggunaan Benih dan Varietas Tanaman Pemilihan dalam penggunaan benih dan varietas tanaman adalah tahapan kedua dalam prosedur GAP. Sangat penting bagi petani untuk selalu memilih benih yang baik agar dapat menghasilkan buah dengan kualitas yang baik pula. Rekapitulasi penggunaan benih dan varietas tanaman dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut: Tabel 4.6 Hasil Skor Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) Salak Pondoh Kabupaten Sleman (Penggunaan Benih Dan Varietas Tanaman) Pertanyaan Skor Alternatif Jawaban (T) T x Pn Total STS (1) TS (2) N (3) S (4) SS (5) STS TS N S SS Sumber: Diolah Penulis 2016 Setelah mendapatkan total skor dari kuesioner, maka indeks % dari masing-masing pertanyaan untuk melihat seberapa besar petani telah mengadopsi tahapan GAP adalah: Tabel 4.7 Hasil Interpretasi Skor Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) Salak Pondoh Kabupaten Sleman (Penggunaan Benih Dan Varietas Tanaman) Pertanyaan Y X Indeks % Keterangan ,45 Sangat Setuju ,74 Setuju Sumber: Diolah Penulis 2016 Dari hasil interpretasi skor berdasarkan interval pada tahapan penggunaan benih dan varietas tanaman, terlihat bahwa petani sangat setuju (80,45% responden) bahwa mereka menggunakan varietas yang dipilih untuk ditanam yaitu varietas unggul atau varietas yang telah dilepas oleh Menteri Pertanian. Faktor 56

57 lain yang membuat mereka tidak menggunakan varietas unggul adalah terdapat sebagian petani yang sedang mencoba varietas lain yang juga memiliki kualitas bagus, namun belum secara resmi dilepas oleh Menteri Pertanian. Sebenarnya petani telah menggunakan benih yang bagus, tapi terkadang mereka juga tidak tahu apakah benih yang mereka gunakan itu sesuai dengan yang disyaratkan oleh Menteri Pertanian. Biasanya meneruskan dari apa yang dilakukan petani lain, kalau petani A telah menggunakan benih merek A dan hasilnya bagus, maka petani lain biasanya mengikuti. (Ketua ICS Asosiasi Prima Sembada) Sebesar 79,74% responden setuju bahwa benih yang ditanam tidak membawa dan atau menularkan OPT di lokasi usaha produksi. Bagi sebagian kecil responden yang tidak setuju penyebabnya adalah pada saat pemanenan tidak semua pohon berbuah banyak, mereka berpendapat bahwa salah satu alasannya adalah kemungkinan benih menularkan OPT di lokasi produksi Penanaman Penanaman adalah tahap yang sangat penting dalam menghasilkan buah berkualitas tinggi, karena dari tahap inilah petani mulai turun ke lahan. Rekapitulasi dari tahap penanaman yang dilakukan petani dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut: 57

58 Tabel 4.8 Hasil Skor Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) Salak Pondoh Kabupaten Sleman (Kegiatan Penanaman) Pertanyaan Skor Alternatif Jawaban (T) T x Pn Total STS (1) TS (2) N (3) S (4) SS (5) STS TS N S SS Sumber: Diolah Penulis 2016 Setelah mendapatkan total skor dari kuesioner, maka indeks % dari masing-masing pertanyaan untuk melihat seberapa besar petani telah mengadopsi tahapan GAP adalah: Tabel 4.9 Hasil Interpretasi Skor Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) Salak Pondoh Kabupaten Sleman (Kegiatan Penanaman) Pertanyaan Y X Indeks % Keterangan ,55 Cukup ,51 Sangat Setuju ,06 Cukup Sumber: Diolah Penulis 2016 Dari hasil kuesioner, hanya 59,55% responden saja yang mengatakan bahwa penanaman benih dilakukan dengan mengikuti teknik anjuran dalam hal jarak tanam, cara tanam dan kebutuhan benih per hektar. Ini artinya hasil interpretasi pada tahapan tersebut baru di tahap cukup. Penyebabnya adalah tidak semua petani menanam dengan anjuran jarak tanam yang benar atau lebih rapat dari yang seharusnya. Banyak petani yang melakukan hal tersebut agar dalam satu lahan dapat menghasilkan lebih banyak pohon salak dan mengharapkan buah salak yang lebih banyak pula. 58

59 Berpengaruh sekali ya. Terkadang terjadi keterlambatan panen. Sedangkan permintaan ekspor cukup tinggi. Yang awalnya kita kira akan panen di bulan panen, ternyata terlambat baru sampai proses pembungaan. Jadi petani harus mengerti benar mengenai iklim di Indonesia biar gak ngecewain eksportir. (Ketua ICS Asosiasi Prima Sembada) Musim tanam yang dilakukan petani selama ini telah dilakukan pada waktu yang tepat mengikuti iklim di Indonesia. Responden sangat setuju (80,51% responden) bahwa penanaman dilakukan pada musim tanam sesuai dengan manajemen produksi tanaman yang bersangkutan. Bagi responden yang tidak mengikuti jadwal, kesulitan mereka dikarenakan iklim Indonesia yang sedang berubah. Sebagian petani bingung kapan waktu tanam yang tepat apabila musim di Indonesia berubah jadwal. Petani yang mengalami kebingungan ini sebenarnya dapat teratasi apabila mereka sering mengikuti rapat kelompok tani yang selalu membimbing mengenai waktu yang tepat untuk menanam walaupun terjadi perubahan jadwal pergantian musim. Petani Salak Pondoh di Kabupaten Sleman sudah banyak yang meminimalkan bahkan tidak menggunakan pestisida lagi. Hal ini dibuktikan dari hasil kuesioner yang berada dalam tahap cukup (50,06%) dalam penggunaan pestisida. Daripada menggunakan pestisida, petani lebih memilih untuk menggunakan benih dengan kualitas bagus agar kemungkinan serangan OPT lebih kecil. 59

60 4.2.4 Pemupukan Pemupukan membantu tanaman agar lebih tumbuh subur. Pupuk yang digunakan haruslah pupuk yang telah direkomendasikan oleh pemerintah. Berikut adalah rekapitulasi dari tahap pemupukan yang dilakukan petani dapat dilihat pada Tabel 4.10: Tabel 4.10 Hasil Skor Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) Salak Pondoh Kabupaten Sleman (Kegiatan Pemupukan) Pertanyaan Skor Alternatif Jawaban (T) T x Pn Total STS (1) TS (2) N (3) S (4) SS (5) STS TS N S SS Sumber: Diolah Penulis 2016 Setelah mendapatkan total skor dari kuesioner, maka indeks % dari masing-masing pertanyaan untuk melihat seberapa besar petani telah mengadopsi tahapan GAP adalah: Tabel 4.11 Hasil Interpretasi Skor Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) Salak Pondoh Kabupaten Sleman (Kegiatan Pemupukan) Pertanyaan Y X Indeks % Keterangan ,83 Setuju ,91 Setuju ,53 Sangat Setuju Sumber: Diolah Penulis 2016 Petani mengatakan setuju (75,83% responden) bahwa pupuk anorganik yang digunakan yaitu jenis pupuk yang terdaftar dan direkomendasikan oleh pemerintah. selain itu, petani juga menggunakan pupuk organik olahan mereka sendiri yang berasal dari dedaunan yang dibusukkan. Petani lainnya yang tidak 60

61 termasuk dalam interval setuju dengan alasan mereka menggunakan pupuk yang terdaftar namun tidak direkomendasikan oleh dinas setempat. Mengenai pestisida, sudah banyak petani yang tidak menggunakan bahan kimia lagi termasuk pestisida karena sekarang kan banyak petani yang juga mengejar sertifikat organik. China memang tidak mensyaratkan kalau salak harus organik, tapi ada negara lain yang mengharuskan organik seperti Singapura.. (Ketua ICS Asosiasi Prima Sembada) Petani setuju (78,91% responden) telah melakukan pembenahan tanah dengan menggunakan bahan-bahan sintetis atau alami yang dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Tidak semua petani melakukan pembenahan tanah, karena banyak petani yang berpendapat bahwa lahan mereka selalu menggunakan pupuk organik sehingga minim dari kontaminasi bahan kimia, jadi mereka tidak perlu melakukan pembenahan tanah secara rutin. Lahan salak dan rumah warga memiliki jarak yang cukup dekat, sehingga kemungkinan lahan untuk terkontaminasi kotoran manusia tetap ada. Dengan hasil indeks 83,53%, membuktikan bahwa petani sangat setuju bahwa tidak boleh menggunakan limbah kotoran manusia tanpa diberi perlakuan terlebih dahulu. Pada nyatanya petani memang tidak pernah menggunakan limbah kotoran manusia untuk dijadikan pupuk. 61

62 4.2.5 Perlindungan Tanaman Perlindungan tanaman yang dilakukan adalah dengan memberikan pestisida agar terhindar dari hama dan penyakit tanaman. Namun terdapat perbedaan perlakuan sebagian petani dalam melindungi tanaman mereka karena dari 312 responden, ternyata hanya 132 responden saja yang masih menggunakan pestisida. Berikut adalah rekapitulasi dari kegiatan perlindungan tanaman yang dilakukan petani dapat dilihat pada Tabel 4.12: Tabel 4.12 Hasil Skor Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) Salak Pondoh Kabupaten Sleman (Kegiatan Perlindungan Tanaman) Pertanyaan Skor Alternatif Jawaban (T) T x Pn Total STS (1) TS (2) N (3) S (4) SS (5) STS TS N S SS Sumber: Diolah Penulis 2016 Setelah mendapatkan total skor dari kuesioner, maka indeks % dari masing-masing pertanyaan untuk melihat seberapa besar petani telah mengadopsi tahapan GAP adalah: Tabel 4.13 Hasil Interpretasi Skor Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) Salak Pondoh Kabupaten Sleman (Kegiatan Perlindungan Tanaman) Pertanyaan Y X Indeks % Keterangan ,21 Sangat Setuju ,24 Sangat Setuju ,27 Sangat Setuju Sumber: Diolah Penulis 2016 Responden yang dinilai pada kegitan ini hanya berjumlah 132 orang, sedangkan sisanya tidak menggunakan pestisida sehingga tidak bisa menjawab 62

63 pertanyaan kuesioner. Terdapat tiga pernyataan mengenai perlindungan tanaman yang menyangkut tentang penggunaan pestisida yang telah terdaftar dan diizinkan Menteri Pertanian, penyimpanan pestisida dalam kemasan aslinya dan wadah pestisida yang tidak digunakan untuk keperluan lain. Hasilnya petani sangat setuju telah mengadopsi setiap kegiatan tersebut yang terlihat dari indeks secara berturut-turut yaitu 81,21%, 84,24%, dan 87,27%. Bagi petani yang tidak sepenuhnya mengadopsi kegiatan ini karena mereka biasanya menggunakan pestisida yang telah terdaftar namun tidak disarankan oleh dinas setempat dan menyalin pestisida ke wadah yang lebih besar Pengairan Pohon salak tidak membutuhkan terlalu banyak air dalam proses tumbuh sampai berbuah. Terlalu banyak kandungan air juga tidak bagus karena dapat memicu pembusukan pada buah. Pengairan yang terlalu sedikit atau tidak lancar juga akan menyebabkan ukuran buah menjadi lebih kecil daripada hasil panen buah pada saat musim hujan. Berikut adalah rekapitulasi dari kegiatan pengairan yang dilakukan petani dapat dilihat pada Tabel 4.14: Tabel 4.14 Hasil Skor Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) Salak Pondoh Kabupaten Sleman (Kegiatan Pengairan) Pertanyaan Skor Alternatif Jawaban (T) T x Pn Total STS (1) TS (2) N (3) S (4) SS (5) STS TS N S SS Sumber: Diolah Penulis

64 Setelah mendapatkan total skor dari kuesioner, maka indeks % dari masing-masing pertanyaan untuk melihat seberapa besar petani telah mengadopsi tahapan GAP adalah: Tabel 4.15 Hasil Interpretasi Skor Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) Salak Pondoh Kabupaten Sleman (Kegiatan Pengairan) Pertanyaan Y X Indeks % Keterangan ,27 Sangat Setuju ,01 Setuju Sumber: Diolah Penulis 2016 Pada saat musim kemarau, Kabupaten Sleman tidak mengalami kekeringan air yang ekstrim yang mengakibatkan lahan tidak dapat pengairan. Persediaan air memang tidak sebanyak pada saat musim hujan, namun air dapat disediakan sepanjang tahun baik itu bersumber dari air hujan, air tanah, air embung atau bendungan. Petani sangat setuju bahwa mereka dapat menyediakan air sepanjang tahun yang terlihat dari nilai indeks yang cukup tinggi yaitu 83,27%. Bagi petani yang tidak dapat menyediakan air sepanjang tahun, permasalahan mereka terletak pada pengairan mereka yang kurang bagus. Tapi permasalahan ini dapat diatasi dengan bantuan dari pengairan dari lahan milik petani lain. Petani setuju bahwa air yang selama ini digunakan untuk proses pasca panen dan pengolahan buah memenuhi baku mutu air yang sehat, hal ini tergambarkan dari nilai indeks yang mencapai 78,01%. Permasalahan bagi sebagian petani yang tidak dapat menyediakan air dengan mutu yang sehat adalah karena mereka tergolong petani yang hanya merawat lahan. Air yang disediakan berasal dari pemilik lahan, sedangkan petani yang merawat hanya melakukan 64

65 pengairan saja. Perihal air itu merupakan air dengan mutu air sehat atau bukan, maka petani yang berstatus merawat tersebut tidak begitu perduli Pemeliharaan Tanaman Buah yang di ekspor memerlukan kualitas yang super dibanding buah yang dijual di pasar lokal. Salah satu cara untuk mendapatkan buah yang lebih berkualitas yaitu dengan melakukan pemeliharaan tanaman. Terdapat tiga kegiatan yang wajib dilakukan oleh petani untuk mendapatkan buah kualitas ekspor. Tiga kegiatan tersebut mendapat skor seperti yang tertera pada Tabel 4.16 berikut: Tabel 4.16 Hasil Skor Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) Salak Pondoh Kabupaten Sleman (Kegiatan Pemeliharaan Tanaman) Pertanyaan Skor Alternatif Jawaban (T) T x Pn Total STS (1) TS (2) N (3) S (4) SS (5) STS TS N S SS Sumber: Diolah Penulis 2016 Setelah mendapatkan total skor dari kuesioner, maka indeks % dari masing-masing pertanyaan untuk melihat seberapa besar petani telah mengadopsi tahapan GAP adalah: 65

66 Tabel 4.17 Hasil Interpretasi Skor Penerapan Good Agricultural Practices (GAP) Salak Pondoh Kabupaten Sleman (Kegiatan Pemeliharaan Tanaman) Pertanyaan Y X Indeks % Keterangan ,56 Sangat Setuju ,94 Sangat Setuju ,81 Sangat Setuju Sumber: Diolah Penulis 2016 Petani telah melakukan usaha terbaik mereka dalam pemeliharaan tanaman. Terbukti bahwa mereka berada pada interval sangat setuju telah mengadopsi kegiatan pengurangan anakan untuk mengelola karakteristik dan kebutuhan spesifik tanaman, penjarangan buah untuk menghasilkan buah dengan ukuran optimal dan pembungkusan buah untuk menghasilkan buah dengan mutu optimal dengan indeks masing-masing sebesar 82,56%, 84,94%, dan 84,81%. Seperti yang saya jelaskan tadi mbak, banyak warga yang punya kebun tapi itu kebun warisan, bagi mereka yang mau meneruskan ya oke, kalau gak berarti mereka bekerja di luar dan menyuruh orang lain untuk merawatnya. Orang lain itu bisa keluarga mereka sendiri seperti anak mereka, sedangkan anak mereka tidak mau mengikuti pelatihan tentang pemeliharaan tanaman, jadi perawatan salak terkadang tidak sesuai dengan GAP. (Ketua ICS Asosiasi Prima Sembada) Petani yang tidak sepenuhnya melakukan pemeliharaan tanaman, alasan mereka adalah keterbatasan waktu karena tidak semua petani hanya bekerja sebagai petani, tetapi mereka juga memiliki pekerjaan lain. Selain itu tidak semua petani juga ingin mendapatkan buah kualitas ekspor dengan bersusah payah 66

67 memelihara tanaman, karena ada sebagian dari mereka yang memang langsung menjual hasil panen salak ke pasar tradisional Pemetikan Pemetikan adalah tahap awal dalam pasca panen dan sudah termasuk ke dalam proses GHP. Adapun hasil yang didapatkan dari kuesioner tentang kegiatan GHP pada tahap pemetikan dapat di rangkum dalam Tabel 4.18 di bawah ini: Tabel 4.18 Hasil Skor Penerapan Good Handling Practices (GHP) Salak Pondoh Kabupaten Sleman (Kegiatan Pemetikan) Pertanyaan Skor Alternatif Jawaban (T) T x Pn Total STS (1) TS (2) N (3) S (4) SS (5) STS TS N S SS Sumber: Diolah Penulis 2016 Setelah mendapatkan total skor dari kuesioner, maka indeks % dari masing-masing pertanyaan untuk melihat seberapa besar petani telah mengadopsi tahapan GHP adalah: 67

68 Tabel 4.19 Hasil Interpretasi Skor Penerapan Good Handling Practices (GHP) Salak Pondoh Kabupaten Sleman (Kegiatan Pemetikan) Pertanyaan Y X Indeks % Keterangan ,29 Setuju ,99 Sangat Setuju ,76 Cukup ,47 Sangat Setuju ,17 Cukup ,05 Setuju ,73 Cukup ,13 Sangat Setuju Sumber: Diolah Penulis 2016 Dari hasil kuesioner yang telah diolah, petani menyatakan setuju bahwa buah telah dipanen sesuai dengan umur atau indeks panen GAP dan GHP. Indeks pada pertanyaan ini mencapai 79,29% yang artinya tidak ada kesulitan besar bagi petani dalam memanen buah sesuai dengan umurnya. Petani memanen buah salak pada tingkat kematangan 60%-70% untuk kebutuhan ekspor. Tapi ini artinya masih ada sebagian kecil petani yang belum mengerti secara keseluruhan proses ini. Penyebabnya adalah tidak semua petani memiliki pemahaman mengenai indeks panen dan hal ini dapat mempengaruhi hasil panen yang akan didistribusikan ke asosiasi karena jumlah buah pada masing-masing petani akan dicampur menjadi satu per masing-masing kelompok tani. Selain itu terdapat pula petani yang sengaja memetik buah dibawah tingkat kematangan 60% untuk memenuhi permintaan pembelian dari ketua kelompok tani. 68

69 Lihat saja kulitnya, warnanya merah kehitaman. Biasanya petani juga memperkirakan dari jadwal pemetikan dan ukuran buah. Kalau China butuhnya grade B, kadang grade A, tapi jarang sih. Katanya ukuran grade B pas, matangnya juga bagus dan bisa lebih tahan lama. Kalau grade A biasanya dijual dipasar lokal, karena orang kita kan senengnya salak ukuran besar. Kalau yang C biasanya buat industri, kayak dibikin dodol atau kripik. (Ketua ICS Asosiasi Prima Sembada) Petani menyatakan setuju bahwa alat dan mesin tersebut aman digunakan oleh petugas. Hal ini tergambarkan dari hasil indeks yang didapat yaitu sebesar 72,05% yang artinya petani tidak merasakan adanya kesulitan atau permasalahan besar dalam menggunakan alat dan mesin untuk pemetikan. Alat panen yang digunakan aman bagi petugas karena hanya barupa sabit atau arit dan tidak menggunakan mesin dalam pemanenan. Apabila ada yang kesulitan dalam penggunaannya, itu dikarenakan petani tersebut belum terbiasa saja. Petani menganggap ciri-ciri dari warna kulit sebagai gambaran alat bantu pengukur indeks, yaitu warna salak akan terlihat merah kehitaman pada saat memasuki tingkat kematangan 60%. Petugas melakukan pemanenan buah pada tingkat kematangan yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan pasar. Untuk permintaan pasar ekspor, buah salak dipanen pada tingkat kematangan antara 60%-70% karena jarak lokasi sentra dengan negara tujuan cukup jauh, membutuhkan waktu yang lama dan banyak perlakuan selanjutnya yang harus dilakukan sebelum buah siap dipasarkan. Kondisi buah yang belum terlalu matang 69

70 diharapkan dapat meminimalisir kerusakan karena tekstur buah masih keras. Ciri- ciri buah dengan tingkat kematangan maksimal 70% dapat dilihat dari kulit buah salak yang masih memiliki warna merah kehitaman. Hasil kuesioner selanjutnya adalah indeks petani yang mengatakan sangat setuju bahwa mereka memiliki pemahaman yang baik mengenai indeks panen buah yaitu sebesar 81,47%. Terbukti bahwa mereka tidak memerlukan alat bantu pengukur indeks karena sudah mengetahui dengan jelas ciri-ciri buah yang memiliki tingkat kematangan 60%-70%. Begitu pula dengan hasil panen yang bebas dari cemaran bahan berbahaya. Hasil kuesioner menunjukkan bahwa petani sangat setuju bahwa 80.13% buah terbebas dari hama yang menempel pada kulit buah yang akan dipetik, diantaranya jamur penyakit dan kutu putih. Apabila terjadi pencemaran, maka petani harus lebih sering melakukan pembersihan kebun agar sinar matahari dapat masuk sehingga mengurangi kelembaban kebun yang menjadi salah satu penyebab tumbuhnya jamur. Usaha lain yang lebih ekstrim adalah melakukan pemberantasan hama melalui bahan kimia, namun hal ini jarang terjadi karena banyak petani yang sudah tidak mau menggunakan bahan kimia untuk Salak Pondoh. Pada proses pemetikan, tidak semua dapat diadopsi oleh petani. Ada tiga tahap dalam pemetikan ini yang mendapat indeks cukup yang artinya cukup banyak petani yang tidak dapat mengadopsi tahap ini. Pertama, indeks untuk tahap cara panen dilakukan sesuai dengan panduan panen GAP dan GHP hanya memasuki interval cukup (57,76%). Penyebabnya adalah seringkali petani terlalu terburu-buru dalam memetik sehingga tidak sesuai dengan prosedur dalam GHP. 70

71 Banyak buah yang dipetik secara terburu-buru menjadi tergores dan kulit terkelupas sehingga tidak bisa diekpor (penjelasan pada Pareto Diagram dan Fishbone Diagram). Silihat dari sisi kebersihan, hasil indeks menunjukkan 54,17% (cukup) yang artinya alat dan mesin panen yang akan digunakan tidak dalam kondisi benar-benar bersih dan tidak keseluruhan dapat bekerja dengan baik. Penyebabnya adalah sabit atau arit yang digunakan sebagai alat memetik tidak selalu dibersihkan dan dicuci. Terdapat beberapa sabit yang pegangan sabitnya sudah mulai rusak dan dapat membahayakan penggunanya. Adapula tahapan yang menunjukkan interval cukup (46,73%) yaitu pada tahap penggunaan bahan pembersih dan mesin panen telah sesuai anjuran. Di tahap ini buah tidak benar-benar dibersihkan dengan benar. Hanya sebagian petani saja yang membersihkan buah dari tanah dan kotoran ketika pemetikan, sebagian petani yang lain hanya membersihkan kotoran yang terlihat besar saja seperti daun yang berguguran. Padahal, sangat penting bagi petani untuk segera membersihkan kotoran atau debu yang menempel agar tidak terus menempel pada hasil panen dan dapat mencemari buah Pengkelasan Tahapan pasca panen selanjutnya yang dilakukan petani adalah kegiatan pengkelasan atau grading. Dalam penanganan buah ekspor, pengkelasan dilakukan dalam dua tahap yaitu dilakukan langsung di kebun pada saat pemetikan buah dan pada saat salak dikumpulkan ke ketua kelompok tani untuk dibawa ke gudang pengemasaan. Hal ini dilakukan karena persyaratan buah ekspor lebih tinggi dibanding pemasaran lokal. Buah yang diinginkan adalah buah 71

72 dengan kelas B. Rekapitulasi tahapan pengkelasan yang dilakukan petani salak Pondoh Kabupaten Sleman dapat dilihat pada Tabel 4.20 berikut: Tabel 4.20 Hasil Skor Penerapan Good Handling Practices (GHP) Salak Pondoh Kabupaten Sleman (Kegiatan Pengkelasan Awal) Pertanyaan Skor Alternatif Jawaban (T) T x Pn Total STS (1) TS (2) N (3) S (4) SS (5) STS TS N S SS Sumber: Diolah Penulis 2016 Setelah mendapatkan total skor dari kuesioner, maka indeks % dari masing-masing pertanyaan untuk melihat seberapa besar petani telah mengadopsi tahapan GHP adalah: Tabel 4.21 Hasil Interpretasi Skor Penerapan Good Handling Practices (GHP) Salak Pondoh Kabupaten Sleman (Kegiatan Pengkelasan) Pertanyaan Y X Indeks % Keterangan ,49 Sangat Setuju ,82 Setuju ,99 Setuju ,58 Setuju ,29 Sangat Setuju Sumber: Diolah Penulis 2016 Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa sebesar 89,49% petani mengatakan sangat setuju bahwa proses pengkelasan dilakukan oleh petugas terampil dan terlatih. Sisanya belum terampil dan belum ahli dalam melakukan proses pengkelasan. Hal ini dapat terjadi karena beberapa sebab, diantaranya 72

73 karena petani tersebut masih tergolong baru dan belum banyak berpengalaman dalam melakukan proses pengkelasan, atau petani dibantu oleh anggota keluarga yang tidak ahli pada saat pengkelasan sehingga menyebabkan kesalahan pengelompokan ukuran. Kendala besar sih gak begitu kerasa ya mbak, soalnya gak pernah kekeringan banget sampai gak ada air buah kebun, tapi ya emang pengairannya lebih sedikit. Pengaruhnya ukuran buah salak jadi lebih kecil atau gak sesuai seperti cacat, lebih banyak yang grade C, sedangkan eksportir kan mintanya yang grade B. Tapi semua masih bisa kita kontrol. (Ketua ICS Asosiasi Prima Sembada) Kelas mutu salak yang menjadi persyaratan ekspor adalah kelas B. penentuan kelas B merupakan permintaan dari negara tujuan ekspor yaitu Tiongkok. Pengelompokan buah sesuai dengan kelas mutu yang diinginkan konsumen pasar ekspor dilakukan responden sebanyak 77,82% yang artinya petani setuju telah dapat mengadopsi perlakuan tersebut. Hal ini dikarenakan terjalinnya koordinasi yang baik antara petani, asosiasi dan konsumen yang memudahkan petani untuk melakukan pengkelasan. Petani lain yang kurang mengetahui permintaan konsumen dikarenakan kurangnya kerjasama yang dilakukan dengan pengepul, pihak asosiasi atau kondisi yang memaksa petani untuk melakukan hal tersebut, contohnya pada saat buah sangat sulit didapat maka petani memasukkan ukuran buah yang lebih kecil dari ukuran yang seharusnya ke dalam kelas yang sama. Pada tahapan pengkelasan di tingkat petani, umumnya petani melakukan kegiatan pengkelasan secara manual. Petani tidak menggunakan 73

74 mesin dengan alasan jumlah buah yang dibersihkan tidak terlalu banyak sehingga masih dapat ditangani dalam waktu singkat. Selain itu, pengkelasan manual dapat mengurangi kerusakan buah. Kebersihan peralatan tetap diperhatikan oleh petani. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebanyak 71,99% responden selalu menjaga kebersihan sarana yang digunakan. Walaupun masih terdapat petani yang kurang memperhatikan kebersihan dengan alasan kekurangan waktu untuk melakukan hal tersebut. Tidak semua petani salak hanya bekerja sebagai petani, namun banyak dari mereka yang juga mempunyai pekerjaan lain. Hal ini menjadi perhatian tersendiri karena perlakuan ini merupakan titik kendali wajib yang mutlak harus dilakukan oleh semua petani untuk mendapatkan hasil panen yang bermutu. Sebanyak 84,29% responden mengatakan sangat setuju telah memasukkan hasil pengkelasan ke dalam keranjang yang sesuai dengan kelasnya. Bagi sebagian kecil yang belum, penyebabnya adalah perbedaan tujuan pemasaran dan kondisi petani. Untuk beberapa pedagang lokal yang meminta buah salak diklasifikasikan berdasarkan kelas, petani melakukan grading sesuai permintaan pedagang. Namun jika buah sulit di dapat maka grade B dan C dapat dicampur menjadi satu karena pada saat musim kemarau ukuran buah lebih kecil sehingga perbedaan antara grade B dan C tidak terlalu jauh, petani yang kurang paham dapat mencampur kedua kelas tersebut ke dalam satu keranjang yang sama Pengangkutan Hasil Panen ke Tempat Penampungan Tahapan pasca panen ketiga yang dilakukan di tingkat petani adalah pengangkutan hasil panen ke tempat pengumpulan sementara. Pengumpulan buah 74

75 hasil panen sebaiknya dilakukan di tempat yang terbuka, teduh dan jauh dari bahan kimia seperti teras rumah petani. Rekapitulasi tahapan pengangkutan hasil panen ke tempat pengumpulan sementara dapat dilihat pada Tabel 4.22 berikut: Tabel 4.22 Hasil Skor Penerapan Good Handling Practices (GHP) Salak Pondoh Kabupaten Sleman (Kegiatan Pengangkutan Hasil Panen ke Tempat Penampungan) Pertanyaan Skor Alternatif Jawaban (T) T x Pn Total STS (1) TS (2) N (3) S (4) SS (5) STS TS N S SS Sumber: Diolah Penulis 2016 Setelah mendapatkan total skor dari kuesioner, maka indeks % dari masing-masing pertanyaan untuk melihat seberapa besar petani telah mengadopsi tahapan GHP adalah: Tabel 4.23 Hasil Interpretasi Skor Penerapan Good Handling Practices (GHP) Salak Pondoh Kabupaten Sleman (Kegiatan Pengangkutan Hasil Panen ke Tempat Penampungan) Pertanyaan Y X Indeks % Keterangan ,71 Cukup ,99 Cukup ,05 Sangat Setuju Sumber: Diolah Penulis 2016 Berdasarkan hasil kuesioner, dapat diketahui bahwa kegiatan pengangkutan hasil panen ke tempat pengumpulan sementara memperlihatkan bahwa 55,71% responden berada dalam tahap cukup. Artinya tidak terlalu banyak petani yang mengerti bagaimana caranya melakukan pengangkutan yang benar, bagi mereka tidak ada aturan resmi pengangkutan hasil panen ke tempat penampung. Untuk buah ekspor, metode pengangkutan yang dilakukan petani 75

76 adalah dengan menempatkan salak hasil panen pada keranjang buah kemudian dibawa dan diletakkan di lahan kosong di dekat kebun. Selain itu, lokasi yang digunakan adalah tempat yang teduh agar buah salak tidak terkena panas matahari untuk meminimalisir kerusakan. Petani merasa telah cukup mengadopsi peraturan mengenai penggunaan sarana pengangkutan dalam keadaan bersih dan kondisi baik yang terlihat dari indeks 46,99% responden. Petani menyatakan bahwa tidak setiap saat sarana pengangkutan dibersihkan, oleh karena itu mereka merasa tidak selalu melakuan tahap ini. 82,05% petani sangat setuju bahwa mereka menempatkan pengumpulan sementara berada di sekitar lahan yang merupakan tempat yang bersih dan terlindung dari sinar matahari. Tidak ada kendali yang besar karena tempat pengumpulan di sekitar lahan sudah menjadi kebiasaan petani Pembersihan Petani melakukan tahapan pembersihan di tempat pengumpulan sementara dan pembersihan lanjutan di dalam gudang pengemasan. Buah yang telah dipanen dibersihkan dengan memotong tangkai tandan yang terlalu panjang, dan sisa-sisa duri yang masih menempel pada kulit buah. Setelah dibersihkan, buah dibawa ke gudang sortasi milik kelompok tani. Di gudang tersebut buah kemudian dibersihkan lagi secara bersama-sama oleh perwakilan dari anggota kelompok tani. Berikut adalah rekapitulasi kegiatan dalam pembersihan awal yang tergambar pada Tabel 4.24: 76

77 Tabel 4.24 Hasil Skor Penerapan Good Handling Practices (GHP) Salak Pondoh Kabupaten Sleman (Kegiatan Pembersihan) Pertanyaan Skor Alternatif Jawaban (T) T x Pn Total STS (1) TS (2) N (3) S (4) SS (5) STS TS N S SS Sumber: Diolah Penulis 2016 Setelah mendapatkan total skor dari kuesioner, maka indeks % dari masing-masing pertanyaan untuk melihat seberapa besar petani telah mengadopsi tahapan GHP adalah: Tabel 4.25 Hasil Interpretasi Skor Penerapan Good Handling Practices (GHP) Salak Pondoh Kabupaten Sleman (Kegiatan Pembersihan) Pertanyaan Y X Indeks % Keterangan ,53 Sangat Setuju ,05 Cukup ,30 Sangat Setuju ,90 Sangat Setuju ,41 Setuju ,71 Cukup Sumber: Diolah Penulis 2016 Berdasarkan hasil penelitian, 83,53% responden sangat setuju telah memahami tata cara pembersihan buah yang baik. Petani telah mengetahui cara pembersihan buah yang benar agar proses pembersihan tidak merusak kulit buah, yaitu menggunakan sikat dengan bulu sikat yang halus dan dilakukan dengan hatihati. 77

78 Alat pembersih yang digunakan menjadi salah satu penyebab sumber kontaminasi karena petani menyatakan mereka hanya sampai interval cukup dengan indeks 57,05%. Alat pembersih tidak selalu dibersihkan oleh petani karena itu akan memakan waktu yang cukup lama. Pembersihan hanya dilakukan beberapa kali saja dalam setiap kegiatan. Beda halnya dengan penggunaan bahan kimia yang digunakan untuk membersihkan buah, karena pada tahap ini hanya 132 responden yang masih menggunakan bahan kimia. Dari 132 responden tersebut, mereka sangat setuju bahwa telah menggunakan bahan kimia dengan dosis yang tidak berlebihan. Air yang digunakan telah memenuhi standar baku mutu, hal ini terlihat dari petani yang sangat setuju dapat mengadopsi tahap ini dan indeks yang mencapai 80,90%. Petani mengatakan setuju telah mengadopsi tahap penirisan dengan tepat yang mencapai indeks 76,41% responden. Adapun penirisan yang yang tidak dilakukan dengan benar karena penirisan dilakukan terburu-buru dan harus menunggu sampai kulit salak kering. Biasanya tanpa menunggu kulit salak benar-benar kering, petani langsung melanjutkan tahapan selanjutnya. Pada tahap ketelitian dalam pembersihan hasil panen salak, indeks yang dicapai hanya 50,71% responden yang artinya berada dalam tahap cukup. Penyebabnya adalah proses pembersihan salak dilakukan dengan cepat sehingga masih terdapat buah salak yang tidak dibersihkan atau hanya dibersihkan sebagian sisi saja Sortasi Tahapan selanjutnya dalam proses GHP ini adalah sortasi. Sortasi bertujuan untuk memisahkan buah yang bagus dengan buah yang cacat atau rusak. 78

79 Proses sortasi awal di sekitar kebun, pengkelasan dan pembersihan awal biasanya dilakukan secara bersamaan. Rekapitulasi tahapan sortasi dapat dilihat pada Tabel 4.26 berikut: Tabel 4.26 Hasil Skor Penerapan Good Handling Practices (GHP) Salak Pondoh Kabupaten Sleman (Kegiatan Sortasi) Pertanyaan Skor Alternatif Jawaban (T) T x Pn Total STS (1) TS (2) N (3) S (4) SS (5) STS TS N S SS Sumber: Diolah Penulis 2016 Setelah mendapatkan total skor dari kuesioner, maka indeks % dari masing-masing pertanyaan untuk melihat seberapa besar petani telah mengadopsi tahapan GHP adalah: Tabel 4.27 Hasil Interpretasi Skor Penerapan Good Handling Practices (GHP) Salak Pondoh Kabupaten Sleman (Kegiatan Sortasi Awal) Pertanyaan Y X Indeks % Keterangan ,73 Sangat Setuju ,31 Setuju ,62 Setuju ,76 Cukup Sumber: Diolah Penulis 2016 Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa responden sangat setuju dengan hasil indeks 81,73% bahwa penyortiran dilakukan oleh petugas yang terampil dan terlatih. Petani yang kurang terampil dipengaruhi oleh pengalaman petani atau petani baru. Petani yang berpengalaman akan lebih mudah 79

80 dan cepat dalam membedakan buah yang rusak dengan buah yang baik karena sudah terbiasa melakukan sortasi. Wadah penampung hasil sortasi adalah keranjang panen atau keranjang bambu atau krat plastik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua petani menggunakan wadah penampung hasil sortasi namun tidak semua dalam keadaan bersih. Indeks yang didapat dari hasil kuesiner pada tahap ini sebesar 77,31% atau responden dinyatakan setuju. Penyebabnya adalah tidak semua petani mau membersihkan wadah penampung sebelum digunakan. Wadah akan benar-benar dibersihkan atau dicuci apabila terlalu banyak sampah atau tanah yang terikut dalam proses sortasi. Sebanyak 74,62% responden menyatakan setuju bahwa mereka telah meletakkan hasil sortasi pada hasil terpisah. Petani memisahkan keranjang buah hasil sortasi dan buah yang cacat untuk mempercepat proses selanjutnya. Buah yang berkualitas baik tidak boleh bercampur dengan buah yang berkualitas jelek atau cacat untuk menghindari terjadinya kontaminasi. Sama seperti penyebab sebelumnya, apabila terdapat buah yang jelek atau cacat pada buah dengan kualitas ekspor, maka hal itu disebabkan pengalaman petani yang kurang banyak dan kurang mengerti tentang ciri-ciri buah yang cacat. Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa proses sortasi awal yang dilakukan oleh masing-masing petani belum sepenuhnya baik. Hasil indeks menunjukkan nilai sebesar 57,76% atau berada pada interval cukup. Proses sortasi yang dilakukan petani hanya sekadarnya sehingga pada buah yang lolos sortasi masih mengandung jamur, kutu, buah yang masih kotor dengan tanah, bentuk buah tidak standar, ukuran yang tidak merata, dan pelepah daun yang menempel 80

81 pada kulit buah. Penyebabnya adalah proses sortasi yang dilakukan tergesa-gesa sehingga petani tidak melihat secara detail setiap kecacatan yang ada pada masing-masing buah. Oleh karena itu ketelitian dalam kegiatan sortasi sangat diperlukan karena buah berkualitas buruk yang tercampur dengan buah kualitas baik dapat menjadi sumber kontaminasi. Untuk mengatasi hal ini, petani perlu melakukan sortasi kembali pada saat buah berada di gudang pengemasan, memeriksa kembali buah yang telah dikirim oleh ketua kelompok tani agar buah yang terkontaminasi tidak semakin banyak Proses Pengangkutan Hasil Panen ke Gudang Kelompok Tani Proses pengangkutan hasil panen ke gudang kelompok tani harus dilakukan dengan hati-hati untuk meminimalisir buah rusak selama pengangkutan. Rekapitulasi tahapan pengangkutan hasil panen dari kebun yang dilakukan petani Salak Pondoh Kabupaten Sleman dapat dilihat pada Tabel 4.28 berikut: Tabel 4.28 Hasil Skor Penerapan Good Handling Practices (GHP) Salak Pondoh Kabupaten Sleman (Kegiatan Pengangkutan Hasil Panen ke Gedung Kelompok Tani) Pertanyaan Skor Alternatif Jawaban (T) T x Pn Total STS (1) TS (2) N (3) S (4) SS (5) STS TS N S SS Sumber: Diolah Penulis 2016 Setelah mendapatkan total skor dari kuesioner, maka indeks % dari masing-masing pertanyaan untuk melihat seberapa besar petani telah mengadopsi tahapan GHP adalah: 81

82 Tabel 4.29 Hasil Interpretasi Skor Penerapan Good Handling Practices (GHP) Salak Pondoh Kabupaten Sleman (Kegiatan Pengangkutan Hasil Panen ke Gudang Kelompok Tani) Pertanyaan Y X Indeks % Keterangan ,22 Setuju ,35 Setuju Sumber: Diolah Penulis 2016 Hasil penelitian menunjukkan bahwa 66,22% responden setuju telah melakukan pengangkutan hasil panen ke tempat penampung dengan metode yang baik. Namun sarana pengangkutan tidak selalu dalam keadaan bersih. Hasil indeks menunjukkan bahwa sebesar 61,35% responden setuju sarana pengangkutan dalam kondisi bersih dan dapat bekerja dengan baik. Sebagian petani merasa tidak perlu membersihkan sarana pengangkutan setiap akan digunakan Penimbangan Penimbangan tahap awal dilakukan di tempat sortasi milik kelompok tani. Untuk pasar ekspor, sebagian besar petani tidak melakukan penimbangan di rumah masing-masing. Rekapitulasi tahapan penimbangan awal yang dilakukan petani Salak Pondoh Kabupaten Sleman dapat dilihat pada Tabel 4.30 berikut: Tabel 4.30 Hasil Skor Penerapan Good Handling Practices (GHP) Salak Pondoh Kabupaten Sleman (Kegiatan Penimbangan) Pertanyaan Skor Alternatif Jawaban (T) T x Pn Total STS (1) TS (2) N (3) S (4) SS (5) STS TS N S SS Sumber: Diolah Penulis

83 Setelah mendapatkan total skor dari kuesioner, maka indeks % dari masing-masing pertanyaan untuk melihat seberapa besar petani telah mengadopsi tahapan GHP adalah: Tabel 4.31 Hasil Interpretasi Skor Penerapan Good Handling Practices (GHP) Salak Pondoh Kabupaten Sleman (Kegiatan Penimbangan) Pertanyaan Y X Indeks % Keterangan ,51 Sangat Setuju ,76 Sangat Setuju Sumber: Diolah Penulis 2016 Kegiatan penimbangan awal penting dilakukan untuk mengetahui banyaknya buah yang disetorkan kepada kelompok tani. Hasil kuesioner menunjukkan bahwa tidak ada kesulitan dalam pengadopsian kegiatan penimbangan. Berdasarkan penelitian dapat terlihat petani sangat setuju dengan hasil indeks 95,51% bahwa petani sudah menggunakan alat timbangan yang layak pakai. Petani juga sangat setuju telah meletakkan timbangan pada posisi datar dan stabil dengan indeks sebesar 97,76%. Hal ini sangat penting diperhatikan karena kesalahan dalam penimbangan dapat merugikan petani dalam menyediakan kuantitas buah sesuai permintaan pedagang atau kelompok tani. Untuk mempertahankan tingkat keakuratan, timbangan diuji kelayakannya tiap tahun (uji tera) agar ukuran timbangan tetap layak pakai dan memberikan hasil yang tepat Pengemasan Pengemasan merupakan tahapan berikutnya yang dilakukan setelah pengkelasan buah di gudang pengemasan selesai dilakukan. Pengemasan untuk ekspor dilakukan berdasarkan masing-masing kelas mutu. Rekapitulasi tahapan 83

84 pengangkutan hasil panen dari kebun yang dilakukan petani Salak Pondoh Kabupaten Sleman dapat dilihat pada Tabel 4.32 berikut: Tabel 4.32 Hasil Skor Penerapan Good Handling Practices (GHP) Salak Pondoh Kabupaten Sleman (Kegiatan Pengemasan) Pertanyaan Skor Alternatif Jawaban (T) T x Pn Total STS (1) TS (2) N (3) S (4) SS (5) STS TS N S SS Sumber: Diolah Penulis 2016 Setelah mendapatkan total skor dari kuesioner, maka indeks % dari masing-masing pertanyaan untuk melihat seberapa besar petani telah mengadopsi tahapan GHP adalah: Tabel 4.33 Hasil Interpretasi Skor Penerapan Good Handling Practices (GHP) Salak Pondoh Kabupaten Sleman (Kegiatan Pengemasan) Pertanyaan Y X Indeks % Keterangan ,67 Sangat Setuju ,83 Sangat Setuju ,44 Sangat Setuju ,72 Sangat Setuju ,40 Sangat Setuju ,91 Sangat Setuju ,21 Sangat Setuju Sumber: Diolah Penulis 2016 Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua kegiatan yang dilakukan pada tahap pengemasan ini telah dilakukan dengan sangat baik. Terbukti dari hasil kuesioner yang berada pada interval sangat setuju. Pengemasan produk untuk 84

85 ekspor dilakukan dalam dua jenis kemasan yaitu kemasan kardus dan krat keranjang plastik. Bahan kemasan luar kardus yang digunakan cukup tebal untuk dapat melindungi produk dari tumpukan kardus lain selama perjalanan ekspor ke Tiongkok. Selain itu pada beberapa sisi kardus terdapat lubang ventilasi yang berfungsi sebagai tempat keluar masuknya udara ke dalam kardus sehingga sirkulasi udara berjalan baik dan buah yang berada di dalam kardus tidak cepat matang. Buah yang matang akan menjadi lembek dan cepat rusak. Gambar 4.1Buah Salak yang Telah Siap Dikemas Penempatan buah yang tidak tepat dalam kemasan dapat menyebabkan kulit buah terbuka atau terluka sehingga buah menjadi cacat. Oleh karena itu setiap bawah dan atap kardus akan diberi kertas tipis (liner). Penggunaan kertas putih bertujuan untuk mencegah kotoran masuk ke dalam kemasan dengan mudah. Setelah salak masuk ke dalam kardus, maka kardus akan diberi isolasi bening dibagian atas kardus dan ditutup dengan tali pada mesin strapping. Kemasan yang kuat diharapkan dapat mengurangi kemungkinan kerusakan yang 85

86 terjadi akibat tumpukan dan goncangan. Bahan kemasan dan bahan tambahan kemasan disimpan dalam packing house yang selalu dibersihkan setelah selesai kegiatan Pelabelan Tahap pelabelan dilakukan di tingkat asosiasi yaitu sesudah kemasan buah ditutup rapat. Rekapitulasi dalam prosedur pelabelan dapat dilihat pada Tabel 4.34 berikut: Tabel 4.34 Hasil Skor Penerapan Good Handling Practices (GHP) Salak Pondoh Kabupaten Sleman (Kegiatan Pelabelan) Pertanyaan Skor Alternatif Jawaban (T) T x Pn Total STS (1) TS (2) N (3) S (4) SS (5) STS TS N S SS Sumber: Diolah Penulis 2016 Setelah mendapatkan total skor dari kuesioner, maka indeks % dari masing-masing pertanyaan untuk melihat seberapa besar petani telah mengadopsi tahapan GHP adalah: Tabel 4.35 Hasil Interpretasi Skor Penerapan Good Handling Practices (GHP) Salak Pondoh Kabupaten Sleman (Kegiatan Pelabelan) Pertanyaan Y X Indeks % Keterangan ,94 Sangat Setuju ,10 Sangat Setuju Sumber: Diolah Penulis 2016 Petugas yang bertugas memberikan label pada kardus atau krat tidak menemukan kesulitan pada proses ini. Pelabelan memuat informasi produk mengenai nama produk, asal negara, berat kemasan dan nama produsen. Petani 86

87 dan asosiasi tidak membuat label sendiri karena label telah diberikan oleh eksportir sesuai dengan keinginan eksportir sehingga petani hanya sebatas menyediakan produk dan asosiasi hanya sebatas menyiapkan buah yang siap dikirim. Label individu buah yang digunakan bersifat aman karena kertas yang digunakan tebal dan tidak mengandung bahan kimia berbahaya Penyimpanan Buah salak yang telah diberi label dan dikemas kemudian disimpan di dalam gudang pengemasan sampai truk pengangkut datang untuk mengambil salak. Rekapitulasi prosedur dalam penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 4.36 berikut: Tabel 4.36 Hasil Skor Penerapan Good Handling Practices (GHP) Salak Pondoh Kabupaten Sleman (Kegiatan Penyimpanan) Pertanyaan Skor Alternatif Jawaban (T) T x Pn Total STS (1) TS (2) N (3) S (4) SS (5) STS TS N S SS Sumber: Diolah Penulis 2016 Setelah mendapatkan total skor dari kuesioner, maka indeks % dari masing-masing pertanyaan untuk melihat seberapa besar petani telah mengadopsi tahapan GHP adalah: 87

88 Tabel 4.37 Hasil Interpretasi Skor Penerapan Good Handling Practices (GHP) Salak Pondoh Kabupaten Sleman (Kegiatan Penyimpanan) Pertanyaan Y X Indeks % Keterangan ,21 Sangat Setuju ,04 Sangat Setuju ,10 Cukup ,50 Setuju ,83 Cukup Sumber: Diolah Penulis 2016 Hasil penelitian menunjukkan bahwa buah disimpan sesuai dengan tata cara penyimpanan yang cukup baik. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang menyatakan bahwa responden sangat setuju telah menyimpan dengan baik buah yang telah dikemas dengan indeks sebesar 83,21%. Petani juga sangat setuju (84,04%) bahwa ruang penyimpanan dapat melindungi produk karena sirkulasi di ruang penyimpanan cukup bagus. Namun masih banyak responden yang menyatakan bahwa ruang penyimpanan tidak selalu bersih dan pencatatan suhu dan kelembaban jarang dilakukan dengan hasil masing-masing indeks yaitu 69,10% dan 50,83%. Hal ini dikarenakan petani sulit untuk selalu membersihkan ruang penyimpanan karena sering terisi oleh buah salak yang telah dikemas. Pembersihan dilakukan sebulan sekali saja. Selain itu petani juga kurang mengerti tentang pengaturan suhu dan kelembaban ruang penyimpanan sehingga tidak begitu memperdulikan pencatatan mengenai ruang penyimpanan Distribusi Setelah semua proses pasca panen selesai dilakukan, maka tahap terakhir yang dapat dilakukan oleh petani atau petugas asosiasi adalah pendistribusian. 88

89 Rekapitulasi tahapan pendistribusian yang dilakukan petani Salak Pondoh Kabupaten Sleman dapat dilihat pada Tabel 4.38 berikut: Tabel 4.38 Hasil Skor Penerapan Good Handling Practices (GHP) Salak Pondoh Kabupaten Sleman (Kegiatan Distribusi) Pertanyaan Skor Alternatif Jawaban (T) T x Pn Total STS (1) TS (2) N (3) S (4) SS (5) STS TS N S SS Sumber: Diolah Penulis 2016 Setelah mendapatkan total skor dari kuesioner, maka indeks % dari masing-masing pertanyaan untuk melihat seberapa besar petani telah mengadopsi tahapan GHP adalah: Tabel 4.39 Hasil Interpretasi Skor Penerapan Good Handling Practices (GHP) Salak Pondoh Kabupaten Sleman (Kegiatan Distribusi) Pertanyaan Y X Indeks % Keterangan ,58 Setuju ,45 Sangat setuju ,67 Setuju ,46 Setuju ,78 Sangat setuju Sumber: Diolah Penulis 2016 Hasil penelitian menunjukkan bahwa buah didistribusikan dengan tata cara pendistribusian yang baik. Hal ini terlihat dari kelima tahap yang telah dilakukan petani dan petani setuju bahwa selama ini telah melakukan tahap distribusi sesuai GHP dengan benar. Tidak ada permasalahan yang besar dalam tahap distribusi, karena tanggung jawab anggota Asosiasi Prima Sembada hanya sampai 89

90 memastikan bahwa transportasi yang digunakan bersih dan beroperasi dengan baik, serta penyusunan kardus atau kemasan salak dapat tersusun dengan rapi untuk mengurangi benturan yang terjadi selama perjalanan ke tempat tujuan selanjutnya Kondisi Bangsal Pengemasan Kondisi bangsal pengemasan yang layak pakai dan terjaga kebersihannya menjadi salah satu persyaratan yang perlu dipenuhi oleh Asosiasi dengan bantuan petani sebagai petugas yang membersihkan. Rekapitulasi mengenai persyaratan kondisi bangsal pengemasan yang dilakukan petani Salak Pondoh Kabupaten Sleman dapat dilihat pada Tabel 4.40 berikut: Tabel 4.40 Hasil Skor Penerapan Good Handling Practices (GHP) Salak Pondoh Kabupaten Sleman (Kondisi Bangsal Pengemasan) Pertanyaan Skor Alternatif Jawaban (T) T x Pn Total STS (1) TS (2) N (3) S (4) SS (5) STS TS N S SS Sumber: Diolah Penulis

91 Setelah mendapatkan total skor dari kuesioner, maka indeks % dari masing-masing pertanyaan untuk melihat seberapa besar petani telah mengadopsi tahapan GHP adalah: Tabel 4.41 Hasil Interpretasi Skor Penerapan Good Handling Practices (GHP) Salak Pondoh Kabupaten Sleman (Kondisi Bangsal Pengemasan) Pertanyaan Y X Indeks % Keterangan ,03 Sangat setuju ,19 Setuju ,51 Sangat setuju ,59 Cukup ,56 Sangat setuju ,19 Setuju ,37 Sangat setuju ,05 Sangat setuju ,68 Sangat setuju ,67 Sangat setuju ,49 Setuju ,81 Sangat setuju Sumber: Diolah Penulis 2016 Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada permasalahan besar dengan kelayakan dan kebersihan dari bangsal pengemasan. Hanya terdapat satu permasalahan yaitu kemungkinan masuknya hewan ternak dan hewan lainnya ke dalam bangsal pengemasan dengan indeks 48,59%. Hal ini dikarenakan masih terdapat jendela dari bangsal yang tidak ditutup. Akibatnya terdapat beberapa serangga dan binatang lain yang dapat masuk ke dalam ruangan, seperti semut, laron, dan ulat. Namun hal tersebut dapat terkendali karena ketika petugas menggunakan bangsal pengemasan, maka petugas biasanya menyapu ruangan yang terlihat kotor atau terdapat binatang. Walaupun kemungkinan binatang 91

92 masuk ke bangsal tetap ada, tapi tidak sampai membuat sarang di dalam bangsal pengemasan Kegiatan Pencatatan Pencatatan menjadi sangat penting untuk menelusuri tahapan yang kurang maksimal. Setiap tahapan memiliki catatan sendiri yang harus dicatat petani mengenai tanggal dan keterangan dalam tahapan tersebut. Buku catatan telah diberikan oleh Asosiasi Prima Sembada untuk mempermudah petani dalam melakukan pencatatan. Selain itu catatan kegiatan juga membantu petugas asosiasi dalam menelusuri asal buah Salak Pondoh yang mengalami gagal ekspor melalui kode sertifikat GAP masing-masing kelompok tani. Rekapitulasi mengenai kegiatan pencatatan yang dilakukan petani Salak Pondoh Kabupaten Sleman dapat dilihat pada Tabel 4.42 berikut: 92

93 Tabel 4.42 Hasil Skor Penerapan GAP dan GHP Salak Pondoh Kabupaten Sleman (Kegiatan Pencatatan) Pertanyaan Skor Alternatif Jawaban (T) T x Pn Total STS (1) TS (2) N (3) S (4) SS (5) STS TS N S SS Sumber: Diolah Penulis 2016 Setelah mendapatkan total skor dari kuesioner, maka indeks % dari masing-masing pertanyaan untuk melihat seberapa besar petani telah mengadopsi tahapan GHP adalah: 93

94 Tabel 4.43 Hasil Interpretasi Skor Penerapan GAP dan GHP Salak Pondoh Kabupaten Sleman (Kegiatan Pencatatan) Pertanyaan Y X Indeks % Keterangan Setuju ,14 Setuju ,33 Tidak setuju ,76 Setuju ,14 Cukup ,68 Cukup ,44 Sangat setuju ,60 Sangat setuju ,53 Setuju ,44 Sangat setuju ,54 Cukup ,27 Sangat setuju ,03 Setuju ,56 Sangat setuju Sumber: Diolah Penulis 2016 Hasil penelitian menunjukkan bahwa 4 kegiatan pencatatan tidak dilakukan dengan benar oleh petani, terlihat dari hasil indeks yang berada pada tahap tidak setuju dan cukup. Banyak petani yang tidak menggunakan pestisida lagi untuk menaikkan kualitas buah Salak Pondoh. Sebenarnya penggunaan pestisida masih diperbolehkan oleh pemerintah dengan syarat menggunakan takaran dan jenis pestisida yang disarankan oleh dinas setempat. Jumlah responden yang masih menggunakan pestisida sebanyak 132 responden dari 312 responden yang ikut mengisi kuesioner. Pencatatan informasi mengenai pestisida pun sangat jarang dilakukan oleh petani yang masih menggunakan pupuk tersebut. Padahal penting bagi petani untuk selalu mencatat setiap kegiatan agar apabila terjadi gagal ekspor, maka pihak asosiasi dapat membantu petani dalam menelusuri tahapan yang salah dalam penggunaan pestisida. 94

95 Pencatatan lain yang masih kurang lengkap yaitu berada pada tahapan pengkelasan, pembersihan, dan pengemasan. Proses pengkelasan dan pembersihan yang dilakukan di rumah petani tidak hanya oleh petani, namun anggota keluarga petani yang kurang mengerti tentang proses GAP dan GHP. Apabila tidak ada kontrol dari petani secara langsung, seringkali pencatatan dalam tahapan ini tidak dilakukan. Padahal catatan pengkelasan dan pembersihan menjadi syarat penting dalam memenuhi GAP dan GHP. Pasar ekspor di Tiongkok hanya menerima Salak Pondoh dengan ukuran A dan B (seringkali ukuran B) dan tingkat kematangan 60%-70%. Selebihnya, Salak Pondoh akan mudah mengalami kerusakan atau pembusukan apabila harus dikirim ke pasar ekspor. Pencatatan dalam tahap pembersihan juga menjadi sangat penting karena Salak Pondoh yang tidak bersih menjadi salah satu penyebab penurunan kualitas buah. Serangga yang masih menempel, tanah atau pun pasir membuat salak lain yang berada dalam satu wadah ikut terkontaminasi. Petani beranggapan bahwa pencatatan pada tahap pembersihan bukan hal yang penting untuk dilakukan. Pencatatan merupakan suatu bentuk tindakan penelusuran balik (traceability) karena dengan pencatatan petani memiliki dokumentasi kegiatan. Jika suatu saat terdapat permasalahan mutu dari konsumen, maka dapat ditelusuri asal salak tersebut dan petani yang mendapat kritik dan saran dari konsumen dapat memperbaiki mutu salaknya. Berdasarkan hasil kuesioner yang telah disebarkan kepada 312 responden di Kabupaten Sleman yang tergabung dalam Asosiasi Prima Sembada, masih terdapat petani yang berada pada indeks cukup (40%-59,99%). Indeks ini mengidentifikasikan bahwa masih banyak petani yang kurang memahami setiap 95

96 proses yang harus dilalui berdasarkan peraturan GAP dan GHP untuk menghasilkan produk dengan standar kualitas sesuai dengan pasar ekspor. Adapun beberapa tahapan yang kurang dipahami oleh petani adalah sebagai berikut: Tabel 4.44 Kendala Pengadopsian Penerapan GAP dan GHP No Tahapan Proses Indeks 1 Penanaman Penanaman benih dilakukan dengan mengikuti teknik anjuran dalam hal jarak tanam, cara tanam dan kebutuhan 59,55% benih per hektar 2 Penanaman Untuk menghindari serangan OPT, benih diberi perlakuan pestisida yang sesuai sebelum ditanam 50,06% 3 Pemetikan Cara panen dilakukan sesuai dengan panduan panen GAP dan GHP 57,76% 4 Pemetikan Alat dan mesin panen yang akan digunakan sudah dalam kondisi bersih dan dapat bekerja dengan baik 54,17% 5 Pemetikan Penggunaan bahan pembersih dan mesin panen telah sesuai anjuran 46,73% 6 Pengangkutan hasil panen ke tempat penampung Pengangkutan hasil panen ke tempat penampung dilakukan dengan metode yang baik 55,71% 7 Pengangkutan hasil panen ke tempat penampung Sarana pengangkutan dalam kondisi bersih dan dapat bekerja dengan baik 46,99% 8 Pembersihan Alat pembersih yang digunakan tidak menjadi sumber kontaminasi bagi buah 57,05% 9 Pembersihan Pembersihan dilakukan dengan baik dan teliti 50,71% 10 Penyimpanan Dilakukan pencatatan suhu dan kelembaban 50,83% 11 Kondisi bangsal Bangsal pascapanen bebas dari kemungkinan masuknya pengemasan hewan ternak dan atau hewan lainnya 48,59% Pencatatan penggunaan pestisida yang mencakup nama 12 Pencatatan pestisida, lokasi, tanggal aplikasi, nama distributor dan 38,33% operator 13 Pencatatan Pencatatan kegiatan pengkelasan 53,14% 14 Pencatatan Pencatatan kegiatan pembersihan 49,68% 15 Pencatatan Pencatatan kegiatan pengemasan 56,54% Sumber: Diolah Penulis 2016 Petani mendapat kendala pada tahapan penanaman, pemetikan, pengangkutan hasil panen ke tempat penampung, pembersihan awal, penyimpanan, kondisi bangsal pengemasan, dan pencatatan. Pada tahap penanaman, kesalahan yang sering dilakukan petani adalah jarak tanam yang salah 96

97 dan kebutuhan benih per hektar yang terlalu berlebihan. Setiap petani menginginkan hasil panen yang melimpah, akibatnya petani menanam benih terlalu rapat. Dampaknya akan sangat terlihat apabila musim panen tiba, karena tandan akan terlalu rapat. Akibatnya petani harus sangat berhati-hati dalam proses pemetikan agar tidak merusak tandan yang lain. Selain itu, petani sudah sangat mengurangi penggunaan pestisida untuk meningkatkan kualitas, jadi kemungkinan benih terkena serangan OPT cukup tinggi. Disatu sisi, pengurangan penggunaan pestisida baik untuk menjaga kualitas buah dari kandungan kimia, namun petani harus lebih telaten dalam menjaga benih yang akan ditanam seperti meletakkan benih pada tempat yang tidak lembab dan tidak terlalu panas dan menjaga kebersihan tempat dan ruang penyimpangan benih. Tahap pemetikan menjadi tahap yang paling banyak terjadi kesalahan. Hal ini disebabkan petani yang memetik terlalu terburu-buru, pemakaian alat panen yang salah, serta petani yang kurang berpengalaman dalam memetik buah salak yang benar. Tahap ini menjadi penyebab kerusakan buah terbanyak, yaitu kulit terkelupas dan daging buah tergores. Lalu dilanjutkan dengan tahap pengangkutan hasil panen ke tempat penampung yang juga menjadi penyebab kualitas Salak Pondoh semakin menurun karena diangkut terlalu terburu-buru dan sarana pengangkutan tidak bersih. Bekas kotoran seperti debu, tanah dan sisa pelepah yang masih ada di sarana pengangkutan membuat buah menjadi terkontaminasi. Selain itu pengangkutan yang dilakukan terlalu terburu-buru akan membuat gesekan antar buah semakin besar sehingga menjadi pemicu kulit buah terkelupas. 97

98 Buah yang kulitnya telah terkelupas, maka kemungkinan besar daging buah juga akan ikut tergores. Tahap pembersihan menjadi sangat penting untuk menjaga kualitas buah, tahap ini membersihkan buah dari sampah, tanah, dan duri yang melekat pada buah. Buah yang tidak bersih berkemungkinan menjadi buah yang busuk apabila terus dibiarkan. Kotoran yang melekat pada kulit buah membuat buah menjadi lebih lembab. Ditambah lagi dengan faktor penyimpanan yang tidak benar, yaitu menyimpan di tempat yang lembab. Berdasarkan hasil observasi, tempat penyimpanan sementara di rumah petani terlalu lembab. Petani yang tidak punya tempat penyimpanan akan meletakkan buah di teras rumah bersama dengan sisa kotoran hasil panen yang membuat buah mudah untuk terkontaminasi. Tempat penyimpanan buah di gudang terlalu panas karena terlalu banyak jendela yang menghadap ke kardus dan keranjang salak yang telah dikemas sampai akhirnya diangkut oleh eksportir. Kondisi gudang pengemasan masih memungkinkan hewan masuk ke dalam ruangan karena ada satu jendela yang tidak bisa ditutup rapat. Gudang penyimpanan juga tidak terlalu besar, akibatnya kemasan harus ditumpuk cukup tinggi. Hal ini dapat membuat buah menjadi busuk karena tekanan yang besar dari tumpukan buah yang terlalu banyak. 4.3 Analisis Pareto Diagram Pareto yang digunakan dalam penelitian ini berfungsi untuk mengungkapkan faktor-faktor utama yang menjadi penyebab masalah pada salak Pondoh Kabupaten Sleman sehingga mengalami gagal ekspor. Pengambilan 98

99 sampel dilakukan pada buah salak yang gagal diekspor ke Tiongkok sebanyak 4 kali yaitu pada bulan April, Mei, Juni, dan Juli Pemilihan bulan yang berbeda bertujuan untuk mengetahui variasi permasalahan dan penyebab permasalahan pada salak yang gagal diekspor ke Tiongkok. Jumlah salak yang mengalami permasalahan mutu menunjukkan hasil yang berbeda-beda tiap bulannya. Jumlah buah salak yang gagal diekspor dalam 4 kali pengambilan sampel sebanyak buah salak. Rekapitulasi permasalahan mutu Salak Pondoh Kabupaten Sleman yang terjadi pada Asosiasi Prima Sembada dapat dilihat pada Tabel 4.45 berikut: Tabel 4.45 Data Permasalahan Mutu Salak Pondoh Kabupaten Sleman bulan Maret-Juni 2016 Permasalahan Pengambilan Sampel Total Mutu Maret April Mei Juni Kulit terkelupas Tergores Bentuk buah tidak standar Busuk Ukuran tidak standar Buah terkalu masak Jamur Kulit cacat Tembong (lubang) Total Sumber: Diolah Penulis 2016 Bulan Maret sampai Juni memiliki karakteristik yang berbeda mengenai musim dan hasil panen buah salak. Bulan Maret dan April merupakan musim paceklik atau bukan musim panen. pada bulan-bulan tersebut kuantitas salak terbatas. Bulan Mei merupakan bulan masuknya panen raya. Pada bulan ini kuantitas buah salak lebih banyak dibandingkan bulan Maret dan April. Bulan 99

100 Juni merupakan bulan panen raya yang artinya kuantitas buah salak sangat banyak. Peneliti ingin mengetahui penyebab perbedaan permasalahan dari keempat bulan tersebut, apakah disebabkan oleh perbedaan musim panen atau dikarenakan penanganan pasca panen. Setelah mengetahui penyebabnya, maka perbaikan mutu dapat dilakukan sesuai dengan penyebab masing-masing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa permasalahan mutu yang terjadi pada bulan Maret 2016 sebanyak 482 buah salak (± 34,5 Kg) dari 512 Kg salak petani yang diekspor. Tabel 4.46 akan menjelaskan persentase dari permasalahan mutu salak Pondoh Kabupaten Sleman pada bulan Maret 2016: Tabel 4.46 Data permasalahan mutu Salak Pondoh Kabupaten Sleman bulan Maret 2016 Permasalahan Jumlah Kejadian Persentase Persentase Mutu Sampel Kejadian (%) Kumulatif (%) Kulit terkelupas ,10 47,10 Bentuk buah tidak standar ,33 67,43 Tergores ,51 75,93 Buah terlalu masak ,05 82,99 Busuk ,39 88,38 Jamur ,53 91,91 Ukuran tidak standar ,11 95,02 Kulit cacat ,70 97,72 Tembong (lubang) ,28 100,00 Total Sumber: Diolah Penulis

101 ,10 67,43 75,93 82,99 88,38 91,91 95,02 97,72 100,00 100,00 80,00 60,00 40, ,00 0 0,00 Gambar 4.2 Diagram Pareto Permasalahan Mutu Salak Pondoh Kabupaten Sleman Bulan Maret Sumber: Diolah Penulis 2016 Permasalahan terbanyak pada bulan Maret adalah kulit buah terkelupas, kemudian bentuk buah tidak standar dan pada urutan ketiga adalah tergores. Kulit terkelupas tidak dipengaruhi oleh musim panen, tapi dipengaruhi oleh prilaku petani dalam penanganan pasca panen. Prilaku petani yang tidak berhati-hati dapat menyebabkan kulit buah menjadi terkelupas. 101

102 Gambar 4.3 Salak dengan Permasalahan Kulit Terkelupas Sumber: Penulis 2016 Kesulitan dalam pemenuhan permintaan buah yang akan diekspor membuat banyak petani yang mengambil semua buah yang ada untuk memenuhi kebutuhan pasar. Banyak petani yang memaksakan untuk mengumpulkan hasil panen ke ketua kelompok tani untuk diekspor padahal kualitas buah tidak memenuhi persyaratan pasar ekspor di Tiongkok. Hal ini menjadi penyebab permasalahan mutu selanjutnya yaitu bentuk buah yang tidak standar. Bentuk buah tidak standar dapat disebabkan oleh benih yang kurang bagus, kurangnya air, dan jumlah salak yang terlalu banyak dalam satu tandan. Bulan Maret bukan musim panen atau disebut juga musim paceklik sehingga buah sulit didapatkan. Selain itu kualitas buah juga tidak terlalu bagus karena tidak musim hujan. Munculnya permasalahan dalam buah yang tergores hampir sama dengan penyebab kulit yang terkelupas yaitu prilaku petani dalam penanganan pasca panen. petani yang tidak berhati-hati dalam memetik sampai dengan sortasi akhir di gudang, akan mendapatkan buah dengan kulit yang tergores. Kulit buah Salak 102

103 Pondoh yang tergores tidak dapat diekspor karena tidak memenuhi standar buah yang diminta oleh Tiongkok. Permasalahan buah yang terlalu masak dan busuk merupakan permasalahan terbanyak keempat dan kelima di bulan Maret Hal ini bukan disebabkan oleh kondisi lingkungan yang lembab, karena pada bulan Maret bukan lah musim hujan, melainkan dipengaruhi oleh perlakuan petani dalam sortasi dan pengangkutan yang kurang benar. Petani yang tidak teliti dalam proses sortasi seringkali memasukkan buah yang terlalu masak dan mulai membusuk ke dalam wadah buah dengan kualitas baik. Penumpukan buah dengan kualitas baik dan buah yang mulai membusuk memicu buah lain menjadi busuk pula. Penumpukan yang terlalu banyak juga dapat menekan buah yang berada pada bagian paling bawah wadah tertekan dan dapat membuat buah menjadi busuk. Jamur dan tembong memang sering terdapat pada buah termasuk Salak Pondoh. Penyebabnya adalah lahan yang kurang bersih atau bibit yang kurang bagus. Penyebab permasalah ukuran buah tidak standar dikarenakan bulan Maret adalah musim paceklik yaitu ketika petani kesulitan mendapatkan buah grade B dengan jumlah yang diminta oleh eksportir. Penyelesaian masalah dengan Diagram Pareto adalah melakukan perbandingan 80:20, yaitu menyelesaikan 20% permasalahaan utama untuk mendapatkan peningkatan muru sebesar 80%. Dari hasil penelitian, maka permasalahan yang harus diselesaikan adalah kulit terkelupas, bentuk buah tidak standar, tergores, dan buah terlalu masak. Jika keempat permasalahan tersebut berhasil ditangani maka peningkatan mutu akan naik sebesar 82,16%. Penyebab 103

104 utama dari keempat masalah tersebut adalah perlakuan pasca panen petani yang kurang benar. Jadi pihak asosiasi terutama ICS harus lebih membimbing petani dalam melakukan tahapan GHP. Solusi selengkapnya akan dibahas pada diagram fishbone. Pada bulan April, permasalahan mutu yang terjadi sebanyak 344 buah salak (± 24,5 Kg) dari 542 Kg salak petani yang akan diekspor. Urutan penyebab kerusakan adalah kulit terkelupas, tergores, bentuk buah tidak standar, ukuran tidak standar, busuk, buah terlalu masak, jamur, kulit cacat, dan tembong/lubang. Data permasalahan mutu Salak Pondoh Kabupaten Sleman pada bulan April dapat dilihat pada Tabel 4.47 berikut: Tabel Data Permasalahan Mutu Salak Pondoh Kabupaten Sleman Bulan April 2016 Permasalahan Jumlah Kejadian Persentase Persentase Mutu Sampel Kejadian (%) Kumulatif (%) Kulit terkelupas ,86 47,10 Tergores ,74 68,60 Bentuk buah tidak standar ,08 81,69 Ukuran tidak standar ,65 86,34 Busuk ,36 90,70 Buah terlalu masak ,62 93,31 Jamur ,33 95,64 Kulit cacat ,33 97,97 Tembong (lubang) ,03 100,00 Total Sumber: Diolah Penulis

105 ,10 68,60 81,69 86,34 90,70 93,31 95,64 97,97 100,00 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 0 0,00 Gambar 4.4 Diagram Pareto Permasalahan Mutu Salak Pondoh Kabupaten Sleman Bulan April Sumber: Diolah Penulis 2016 Gambar 4.5 Salak Dengan Permasalahan Bentuk Buah Tidak Standar Sumber: Penulis 2016 Bulan April termasuk bulan paceklik menuju bulan panen raya, sehingga produksi salak lebih banyak dibanding bulan Maret. Permasalahan terbanyak yang 105

106 terjadi pada bulan April adalah kulit terkelupas, tergores, dan bentuk buah tidak standar. Ketiga permasalahan tersebut penyebab terbesarnya adalah penanganan pasca panen. penyebab lainnya adalah penanganan ketika menanam seperti bibit yang kurang bagus, pohon yang terlalu rapat, sehingga membuat buah memiliki bentuk yang tidak standar. Berdasarkan prinsip Pareto, maka permasalahan yang harus diselesaikan adalah kulit terkelupas, tergores, dan bentuk buah tidak standar. Jika ketiga permasalahan tersebut dapat ditangani dengan baik maka akan terjadi peningkatan mutu sebesar 80,23%. Permasalahan mutu yang terjadi pada bulan Mei 2016 sebanyak 275 buah salak (± 19,5 Kg) dari 663,5 Kg salak petani yang akan diekspor. Bulan Mei merupakan musim awal panen Salak Pondoh dan produksi salak lebih banyak dari bulan Maret dan April. Permasalahan yang paling banyak terjadi pada bulan Mei ini adalah kulit terkelupas, tergores, dan ukuran tidak standar. Adapun data permasalahan mutu Salak Pondoh Kabupaten Sleman bulan Mei 2016 dapat dilihat pada Tabel 4.47 dibawah ini: 106

107 Tabel 4.48 Data Permasalahan Mutu Salak Pondoh Kabupaten Sleman Bulan Mei 2016 Permasalahan Jumlah Kejadian Persentase Persentase Mutu Sampel Kejadian (%) Kumulatif (%) Kulit terkelupas ,09 47,10 Tergores ,73 61,82 Ukuran tidak standar ,00 81,82 Bentuk buah tidak standar ,8 88,00 Busuk ,73 92,73 Buah terlalu masak ,55 95,27 Jamur ,82 97,09 Kulit cacat ,45 98,55 Tembong (lubang) ,45 100,00 Total Sumber: Diolah Penulis ,82 88,00 92,73 95,27 97,09 98,55 100,00 100,00 80, ,10 61,82 60,00 40, ,00 0 0,00 Gambar 4.6 Diagram Pareto Permasalahan Mutu Salak Pondoh Kabupaten Sleman Bulan Mei Sumber: Diolah Penulis 2016 Penyebab terbanyak kerusakan mutu pada bulan Mei adalah kulit terkelupas, tergores kemudian diikuti ukuran tidak standar. Permasalahan kulit 107

108 terkelupas dan tergores penyebab utamanya adalah perlakuan petani pasca panen yang kurang benar. Permasalahan ukuran yang tidak standar tidak sepenuhnya disebabkan oleh petani, karena adanya pergantian musim dari musim paceklik ke musim panen, tidak semua Salak Pondoh memiliki ukuran besar dan kulit yang bagus, sehingga membuat petani memasukkan buah dengan grade C ke dalam wadah yang diproses di gudang. Berdasarkan prinsip Pareto 80:20, maka permasalahan yang harus diselesaikan pada bulan Mei adalah kulit terkelupas, tergores, dan ukuran tidak standar. Jika ketiga permasalahan tersebut dapat ditangani dengan baik maka akan terjadi peningkatan mutu sebesar 80,36%. Gambar 4.7 Salak dengan Permasalahan Kulit Tergores Sumber: Penulis 2016 Bulan Juni merupakan musim panen raya tanaman Salak Pondoh. Permasalahan mutu yang terjadi pada bulan Juni 2016 lebih sedikit dibanding bulan Mei yaitu sebanyak 239 buah salak (± 17 Kg) dari 737 Kg salak petani yang akan diekspor. Permasalahan terbanyak pada bulan Juni adalah kulit terkelupas, 108

109 tergores, dan busuk. Data permasalahan mutu Salak Pondoh Kabupaten Sleman bulan Juni 2016 tertera dalam tabel 4.48 berikut: Tabel 4.49 Data Permasalahan Mutu Salak Pondoh Kabupaten Sleman Bulan Juni 2016 Permasalahan Jumlah Kejadian Persentase Persentase Mutu Sampel Kejadian (%) Kumulatif (%) Kulit terkelupas ,13 47,10 Tergores ,69 54,81 Busuk ,67 74,48 Buah terlalu masak ,37 82,85 Ukuran tidak standar ,28 89,12 Bentuk buah tidak standar ,93 92,05 Tembong (lubang) ,93 94,98 Kulit cacat ,93 97,91 Jamur , Total Sumber: Diolah Penulis ,48 82,85 89,12 92,05 94,98 97,91 100,00 100,00 80, ,10 54,81 60,00 40, ,00 0 0,00 Gambar 4.8 Diagram Pareto Permasalahan Mutu Salak Pondoh Kabupaten Sleman Bulan Juni Sumber: Diolah Penulis

110 Pada bulan Juni, persentase buah busuk termasuk tinggi yaitu 20,08%. Hal ini disebabkan oleh kuantitas buah cukup banyak dan petani sering melakukan penumpukan yang membuat buah menjadi lebih cepat busuk. Petani harus lebih berhati-hati dalam melakukan penanganan pasca panen agar dapat meminimalisir buah yang busuk. Berdasarkan kaidah Pareto 80:20 maka permasalahan yang harus segera diselesaikan pada bulan Juni untuk mencapai peningkatan mutu sebesar 81,59% adalah kulit terkelupas, tergores, busuk, dan buah terlalu masak. Gambar 4.9 Salak dengan Permasalahan Buah Busuk Sumber: Penulis 2016 Dari bulan Maret sampai dengan Juni, permasalahan kulit yang terkelupas selalu menjadi yang terbanyak, padahal selama empat bulan tersebut memilki dua musim yang berbeda. Ini menandakan bahwa permasalahan yang timbul tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi musim, tetapi juga karena perlakuan pasca panen yang dilakukan petani. 110

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Potensinya terbuka, baik pasar bebas maupun industri. Kebutuhan cabai perkapita (2013) adalah 5 Kg/ tahun. Dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa, maka

Lebih terperinci

PRAKTEK BUDIDAYA PERTANIAN YANG BAIK (Good Agricultural Practices) PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PRAKTEK BUDIDAYA PERTANIAN YANG BAIK (Good Agricultural Practices) PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PRAKTEK BUDIDAYA PERTANIAN YANG BAIK (Good Agricultural Practices) PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA Good Agricultural Practices (GAP) GAP menjamin keamanan dan kualitas pangan viabilitas

Lebih terperinci

Good Agricultural Practices

Good Agricultural Practices Good Agricultural Practices 1. Pengertian Good Agriculture Practice Standar pekerjaan dalam setiap usaha pertanian agar produksi yang dihaslikan memenuhi standar internasional. Standar ini harus dibuat

Lebih terperinci

PASCAPANEN MANGGA GEDONG GINCU

PASCAPANEN MANGGA GEDONG GINCU PASCAPANEN MANGGA GEDONG GINCU Mangga merupakan salah satu komoditas yang banyak dibudidayakan dan diusahakan Varietas mangga yang banyak dibudidayaka adalah Mangga Arum Manis, Dermayu dan G Komoditas

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR KULIAH LINGKUNGAN BISNIS BISNIS TANAMAN ORGANIK. Disusun oleh : Petrus Wisnu Kurniawan NIM : S1TI2C

TUGAS AKHIR KULIAH LINGKUNGAN BISNIS BISNIS TANAMAN ORGANIK. Disusun oleh : Petrus Wisnu Kurniawan NIM : S1TI2C TUGAS AKHIR KULIAH LINGKUNGAN BISNIS BISNIS TANAMAN ORGANIK Disusun oleh : Petrus Wisnu Kurniawan NIM : 10.11.3688 S1TI2C STMIK AMIKOM YOGYAKARTA Peluang Usaha: Berkebun Organik Kultur hidup sehat saat

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

GUBERNUR SULAWESI TENGAH GUBERNUR SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN SEGAR TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN KETERBATASAN. 5.1 Kesimpulan Ada tiga poin yang menjadi kendala bagi asosiasi sehingga kelembagaan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN KETERBATASAN. 5.1 Kesimpulan Ada tiga poin yang menjadi kendala bagi asosiasi sehingga kelembagaan BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN KETERBATASAN 5.1 Kesimpulan Ada tiga poin yang menjadi kendala bagi asosiasi sehingga kelembagaan menjadi tidak efisien. Kondisi itu menjadi penghambat alur rantai nilai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. dengan menggambarkan atau menjelaskan suatu obyek kelompok secara detail

METODE PENELITIAN. dengan menggambarkan atau menjelaskan suatu obyek kelompok secara detail III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, dengan menggambarkan atau menjelaskan suatu obyek kelompok secara detail dan sesuai fakta di lapangan.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan 1. Jaminan Mutu Mutu didefinisikan sebagai keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembuatan, dan pemeliharaan

Lebih terperinci

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Penanganan pascapanen sangat berperan dalam mempertahankan kualitas dan daya simpan buah-buahan. Penanganan pascapanen yang kurang hati-hati dan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PASCA PANEN MKB 604/3 SKS (2-1)

TEKNOLOGI PASCA PANEN MKB 604/3 SKS (2-1) TEKNOLOGI PASCA PANEN MKB 604/3 SKS (2-1) OLEH : PIENYANI ROSAWANTI PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA 2016 KONTRAK PERKULIAHAN KEHADIRAN

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENJAMINAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ALUR PIKIR DAN ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA ENAM PILAR PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. Pengembangan kawasan agribisnis hortikultura. 2. Penerapan budidaya pertanian yang baik / Good Agriculture Practices

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH,

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 40 TAHUN 2016 TENTANG KEAMANAN PANGAN SEGAR ASAL TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa produk pangan segar asal tumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Sayur dan buah merupakan komoditas pertanian yang sangat berpotensi dalam memajukan dan meningkatkan pendapatan petani. Selain itu, komoditas sayur dan buah Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA 2015-2019 Dalam penyusunan Rencana strategis hortikultura 2015 2019, beberapa dokumen yang digunakan sebagai rujukan yaitu Undang-Undang Hortikultura Nomor

Lebih terperinci

SISTEM SERTIFIKASI EKSPOR KARANTINA TUMBUHAN PETUNJUK OPERASIONAL PELAKSANAAN IN LINE INSPECTION

SISTEM SERTIFIKASI EKSPOR KARANTINA TUMBUHAN PETUNJUK OPERASIONAL PELAKSANAAN IN LINE INSPECTION SISTEM SERTIFIKASI EKSPOR KARANTINA TUMBUHAN PETUNJUK OPERASIONAL PELAKSANAAN IN LINE INSPECTION PUSAT KARANTINA TUMBUHAN BADAN KARANTINA PERTANIAN TAHUN 2010 Pedoman In Line Inspection 0 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN OTORITAS KOMPETEN KEAMANAN PANGAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016 PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 038 TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN SEGAR HASIL PERTANIAN DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XV PENGENDALIAN MUTU SELAMA PROSES KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN NOMOR : 416/Kpts/OT.160/L/4/2014 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN NOMOR : 416/Kpts/OT.160/L/4/2014 TENTANG KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN NOMOR : 416/Kpts/OT.160/L/4/2014 TENTANG PEDOMAN PEMERIKSAAN KANDUNGAN NITRIT SARANG WALET UNTUK PENGELUARAN KE NEGARA REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG PENGENDALIAN SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Jaminan Mutu Pangan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Jaminan Mutu Pangan. No.81, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERTANIAN. Jaminan Mutu Pangan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 48/Permentan/OT.140/2009 TANGGAL : 19 Oktober 2009

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 48/Permentan/OT.140/2009 TANGGAL : 19 Oktober 2009 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 48/Permentan/OT.140/2009 TANGGAL : 19 Oktober 2009 PEDOMAN BUDIDAYA BUAH DAN SAYUR YANG BAIK (GOOD AGRICULTURE PRACTICES FOR FRUIT AND VEGETABLES) A. Latar

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat sekarang ini pertanian tidak lagi menjadi aktivitas yang sederhana, tidak sekedar bercocok tanam, tetapi menjadi suatu kegiatan bisnis yang kompleks. Pasar

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA UNSUR ORGANISASI DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

INSTRUKSI KERJA PENANGANAN PASCAPANEN MANGGA GEDONG GINCU

INSTRUKSI KERJA PENANGANAN PASCAPANEN MANGGA GEDONG GINCU PENANGANAN PENDAHULUAN Instruksi kerja merupakan dokumen pengendali yang menyediakan perintah-perintah untuk pekerjaan atau tugas tertentu dalam penanganan pascapanen mangga Gedong Gincu. 1. Struktur kerja

Lebih terperinci

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab :

FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA. Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT. Penanggungjawab : Sub Lampiran 1 FORMULIR PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA Nama dan alamat fasilitas yang diperiksa Kabupaten / Kota Propinsi Nomor P-IRT Pemilik Fasilitas (Perusahaan atau Perorangan)

Lebih terperinci

NOTULEN RAPAT PENYUSUNAN REGULASI KETAHANAN PANGAN TAHUN 2016

NOTULEN RAPAT PENYUSUNAN REGULASI KETAHANAN PANGAN TAHUN 2016 NOTULEN RAPAT PENYUSUNAN REGULASI KETAHANAN PANGAN TAHUN 2016 a. Hari/Tanggal : Selasa/29 Maret 2016 b. Jam : 09.00 selesai c. Tempat : Perusda Citra Mandiri Jawa Tengah Unit Hotel KESAMBI HIJAU Jl. Kesambi

Lebih terperinci

INSTRUKSI KERJA PENANGANAN PASCAPANEN SALAK

INSTRUKSI KERJA PENANGANAN PASCAPANEN SALAK INSTRUKSI KERJA PENANGANAN 1 PENDAHULUAN Instruksi kerja merupakan dokumen pengendali yang menyediakan perintah-perintah untuk pekerjaan atau tugas tertentu dalam penanganan pascapanen salak. Instruksi

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN

PENANGANAN PASCA PANEN PENANGANAN PASCA PANEN Pasca Panen Sayuran yang telah dipanen memerlukan penanganan pasca panen yang tepat agar tetap baik mutunya atau tetap segar seperti saat panen. Selain itu kegiatan pasca panen dapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 50 HASIL DAN PEMBAHASAN Produktivitas Kebun Air sangat diperlukan tanaman untuk melarutkan unsur-unsur hara dalam tanah dan mendistribusikannya keseluruh bagian tanaman agar tanaman dapat tumbuh secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Era pasar global, perdagangan komoditas pertanian, khususnya komoditas yang berhubungan langsung dengan kesehatan manusia, seperti komoditas biofarmaka akan menghadapi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN DODOL WORTEL DESA GONDOSULI KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR

PENGEMBANGAN DODOL WORTEL DESA GONDOSULI KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR PENGEMBANGAN DODOL WORTEL DESA GONDOSULI KECAMATAN TAWANGMANGU KABUPATEN KARANGANYAR Setyowati dan Fanny Widadie Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta watikchrisan@yahoo.com

Lebih terperinci

SOAL PELATIHAN PENANGANAN PASCA PANEN CABE MERAH Oleh : Juwariyah BP3 K Garum. Berilah Tanda Silang (X) Pada Jawaban Yang Saudara Anggap Paling Benar!

SOAL PELATIHAN PENANGANAN PASCA PANEN CABE MERAH Oleh : Juwariyah BP3 K Garum. Berilah Tanda Silang (X) Pada Jawaban Yang Saudara Anggap Paling Benar! SOAL PELATIHAN PENANGANAN PASCA PANEN CABE MERAH Oleh : Juwariyah BP3 K Garum Berilah Tanda Silang (X) Pada Jawaban Yang Saudara Anggap Paling Benar! 1. Apa yang anda ketahui tentang GHP... a. Good Agriculture

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NO 48/ Permentan/OT.140/10/2009

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NO 48/ Permentan/OT.140/10/2009 PERATURAN MENTERI PERTANIAN NO 48/ Permentan/OT.140/10/2009 Tentang Pedoman Budidaya Buah dan Sayur Yang Baik (Good Agriculture Practices For Fruit and Vegetables) Menimbang : a. bahwa dengan Peraturan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses

I. PENDAHULUAN. banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis buah-buahan Indonesia saat ini dan masa mendatang akan banyak menghadapi tantangan dan peluang terutama dipacu oleh proses globalisasi, proses yang ditandai

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 113 LAMPIRAN 113 114 Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice 1 Lokasi Lokasi produksi harus jauh dari tempattempat yang menjadi sumber cemaran, seperti: tempat pembuangan sampah,

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TENTANG GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR3 TAHUN2017 TENTANG PEMBENTUKAN OTORITAS KOMPETENSI KEAMANAN PANGAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

IndoGAP. Hubungan antar sistem. (Pre--requisite Programmes) (GAP, GMP, GHP, SOP, etc.) Program Persyaratan (Pre

IndoGAP. Hubungan antar sistem. (Pre--requisite Programmes) (GAP, GMP, GHP, SOP, etc.) Program Persyaratan (Pre Hubungan antar sistem IndoGAP Pekebun Sertifikat GAP Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Hortikultura 2011 2011 Pengepak Exportir Importir Grosir Sprmarket Best Practices: GAP; GHP; GMP BRC HACCP

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN HASIL PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN HASIL PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 20/Permentan/OT.140/2/2010 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU PANGAN HASIL PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017

PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017 7 PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS Nafi Ananda Utama Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017 Pengantar Manggis merupakan salah satu komoditas buah tropika eksotik yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Buah-buahan merupakan komoditas yang mudah sekali mengalami kerusakan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Buah-buahan merupakan komoditas yang mudah sekali mengalami kerusakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Buah-buahan merupakan komoditas yang mudah sekali mengalami kerusakan (perishable), seperti mudah busuk dan mudah susut bobotnya. Diperkirakan jumlah kerusakan

Lebih terperinci

I. GAMBARAN UMUM SL PHT

I. GAMBARAN UMUM SL PHT HASIL MONITORING PUG PADA DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA TAHUN 2012 SL PHT PADA KELOMPOK TANI BUNGA MEKAR KABUPATEN BANDUNG BARAT DAN KELOMPOK TANI PASIR KELIKI KABUPATEN SUMEDANG I. GAMBARAN UMUM SL

Lebih terperinci

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 181). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK Good Manufacturing Practice (GMP) adalah cara berproduksi yang baik dan benar untuk menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu dan keamanan. Telah dijelaskan sebelumnya

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2154, 2016 KEMEN-KP. Sertifikat Kelayakan Pengolahan. Penerbitan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/PERMEN-KP/2016 TENTANG

Lebih terperinci

8.2. PENDEKATAN MASALAH

8.2. PENDEKATAN MASALAH jeruk impor di Indonesia saat ini menjadi perhatian tersendiri bagi pemerintah. Jeruk impor sudah sampai ke lokasi konsumen di sentra produksi jeruk nusantara dengan harga yang lebih murah daripada jeruk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian modern (revolusi hijau) telah membawa kemajuan pesat bagi pembangunan pertanian khususnya dan kemajuan masyarakat pada umumnya. Hal ini tidak terlepas dari

Lebih terperinci

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI Oleh : Ir. Nur Asni, MS Peneliti Madya Kelompok Peneliti dan Pengkaji Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad)

BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI. Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) BAB II TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI 2.1 Perkembangan Lafi Ditkesad Lembaga Farmasi Direktorat Kesehatan Angkatan Darat (Lafi Ditkesad) merupakan lembaga yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Penanganan. Pasca Panen.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Penanganan. Pasca Panen. No.398, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Penanganan. Pasca Panen. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 44/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG RGS Mitra Page 1 of 11 PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN KOMODITAS HASIL PERTANIAN DI PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG OTORITAS KOMPETEN KEAMANAN PANGAN DAERAH PROVINSI BALI GUBERNUR BALI,

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG OTORITAS KOMPETEN KEAMANAN PANGAN DAERAH PROVINSI BALI GUBERNUR BALI, GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG OTORITAS KOMPETEN KEAMANAN PANGAN DAERAH PROVINSI BALI GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa sesuai ketentuan Pasal 26 Ayat (1) Peraturan Menteri

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Potensinya terbuka, baik pasar bebas maupun industri. Kebutuhan cabai perkapita (2013) adalah 5 Kg/ tahun. Dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa, maka

Lebih terperinci

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG

PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG PANEN DAN PASCAPANEN JAGUNG Oleh : Sugeng Prayogo BP3KK Srengat Penen dan Pasca Panen merupakan kegiatan yang menentukan terhadap kualitas dan kuantitas produksi, kesalahan dalam penanganan panen dan pasca

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Pedoman. Budi Daya. Buah dan Sayur.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Pedoman. Budi Daya. Buah dan Sayur. No.402, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Pedoman. Budi Daya. Buah dan Sayur. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 48 Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG PEDOMAN BUDIDAYA BUAH DAN

Lebih terperinci

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 APA ITU CPPOB? adalah cara produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain dengan cara : a. mencegah tercemarnya pangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN BAB I KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI

ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI LAPORAN KEGIATAN KAJIAN ISU-ISU AKTUAL KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN 2013 ANALISIS STRUKTUR-PERILAKU-KINERJA PEMASARAN SAYURAN BERNILAI EKONOMI TINGGI Oleh: Erwidodo PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peran pertanian antara lain adalah (1) sektor pertanian menyumbang sekitar 22,3 % dari

Lebih terperinci

KEAMANAN PANGAN PRODUK PETERNAKAN DITINJAU DARI ASPEK PASCA PANEN: PERMASALAHAN DAN SOLUSI (ULASAN)

KEAMANAN PANGAN PRODUK PETERNAKAN DITINJAU DARI ASPEK PASCA PANEN: PERMASALAHAN DAN SOLUSI (ULASAN) KEAMANAN PANGAN PRODUK PETERNAKAN DITINJAU DARI ASPEK PASCA PANEN: PERMASALAHAN DAN SOLUSI (ULASAN) TANTAN R. WIRADARYA Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor ABSTRAK Pangan produk peternakan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan layur (Trichiurus sp.) adalah salah satu jenis ikan demersal ekonomis penting yang banyak tersebar dan tertangkap di perairan Indonesia terutama di perairan Palabuhanratu.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung

Lebih terperinci

BUPATI BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BONE NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BONE NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BONE NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN, HORTIKULTURA DAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Panen

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Panen 4 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Kentang (Solanum tuberosum L.) berasal dari wilayah pegunungan Andes di Peru dan Bolivia. Tanaman kentang liar dan yang dibudidayakan mampu bertahan di habitat tumbuhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hayati yang begitu banyak, salah satunya adalah buah stroberi (Fragaria sp.).

BAB I PENDAHULUAN. hayati yang begitu banyak, salah satunya adalah buah stroberi (Fragaria sp.). BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang begitu banyak, salah satunya adalah buah stroberi (Fragaria sp.). Meskipun stroberi bukan

Lebih terperinci

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA

TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA 5 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.03.1.23.04.12.2207 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN SARANA PRODUKSI PANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA TATA CARA

Lebih terperinci

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen Perencanaan Penggunaan Pengadaan Dukungan Manajemen Distribusi Penyimpanan Menjamin tersedianya obat dgn mutu yang baik, tersebar secara merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu

Lebih terperinci

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN 94 Masterplan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan dan Hortikultura STRATEGI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA JAWA TIMUR Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara agraris Indonesia sangat kaya akan berbagai sumber daya alam termasuk aneka jenis buah-buahan tropis. Sekitar 25 persen jenis buah tropis yang dikonsumsi

Lebih terperinci

2013, No.6 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemberdayaan Peternak adalah segala upaya yang dila

2013, No.6 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemberdayaan Peternak adalah segala upaya yang dila No.6, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Peternak. Pemberdayaan. Hewan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5391) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian Indonesia memiliki peranan penting dalam pembangunan perekonomian. Ekspor negara Indonesia banyak dihasilkan dari sektor pertanian, salah satunya hortikultura

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG Balai Besar Pelatihan Pertanian Ketindan Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian (2017) TUJUAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCAPANEN

PENANGANAN PASCAPANEN 43 PENANGANAN PASCAPANEN Pascapanen Penanganan pascapanen bertujuan untuk mempertahankan kualitas buah yang didapat. Oleh karena itu pelaksanaannya harus dilakukan dengan mempertimbangkan kualitas buah

Lebih terperinci

Regulasi sanitasi Industri Pangan

Regulasi sanitasi Industri Pangan Regulasi sanitasi Industri Pangan Nur Hidayat Regulasi Undang Undang No. 7 Tahun 1996 Tentang : Pangan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang: Keamanan, Mutu Dan Gizi Pangan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Hasil penelitian yang telah diperoleh dan simpulan merupakan jawaban. dari perumusan masalah yang ada sebagai berikut:

BAB V PENUTUP. Hasil penelitian yang telah diperoleh dan simpulan merupakan jawaban. dari perumusan masalah yang ada sebagai berikut: BAB V PENUTUP Hasil penelitian yang telah diperoleh dan simpulan merupakan jawaban dari perumusan masalah yang ada sebagai berikut: 5.1. Simpulan 5.1.1. Hasil analisis menunjukkan bahwa dapat didentifikasi

Lebih terperinci

Penanganan Barang Tolakan pada Perusahaan XYZ di Lembang Jawa Barat

Penanganan Barang Tolakan pada Perusahaan XYZ di Lembang Jawa Barat Penanganan Barang Tolakan pada Perusahaan XYZ di Lembang Jawa Barat Ananda Oktaria 1,Marlinda Apriyani 2, Cholid Fatih 3 Mahasiswa 1, Dosen Politeknik Negeri Lampung 1 2, Dosen Politeknik Negeri Lampung

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT

GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PANGAN SEGAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura.

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu produk pertanian yang memiliki potensi cukup tinggi untuk ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura. Komoditas hortikultura

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika dan kini telah menyebar di kawasan benua Asia termasuk di Indonesia. Tomat biasa ditanam di dataran

Lebih terperinci

PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN, Menimbang : a. bahwa sumberdaya ikan sebagai bagian

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009

Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009 LAMPIRAN Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009 Uraian Jumlah (Rp) Total Ekspor (Xt) 1,211,049,484,895,820.00 Total Impor (Mt) 1,006,479,967,445,610.00 Penerimaan

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1 Hortikultura Komoditas hortikultura termasuk produk yang mudah rusak (perishable product), dimana tingkat kerusakan dapat terjadi dari masa panen hingga pascapanen dan pada saat

Lebih terperinci

PT MUTUAGUNG LESTARI

PT MUTUAGUNG LESTARI Bagian 1. Informasi Umum Nama : Nama Kebun : Jenis Tanaman : Alamat : Kota : Propinsi : Kode Pos : Negara : Tanggal : Telepon : Fax : Email : Ruang lingkup tanaman yang akan disertifikasi Jumlah petani

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Bab ini berisi tentang analisis dan interpretasi hasil penelitian. Pada tahap ini akan dilakukan analisis permasalahan prosedur budidaya kumis kucing di Klaster Biofarmaka

Lebih terperinci

2. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3299);

2. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3299); INSTRUKSI NOMOR 2 TAHUN 1990 T E N T A N G PENYEDERHANAAN TATA CARA PENGUJIAN MUTU IKAN SEGAR DAN IKAN BEKU Menimbang : a. bahwa dalam rangka peningkatan ekspor non migas, khususnya ikan segar beku, dipandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu wilayah untuk mengembangkan kualitas hidup masyarakatnya, dan pembangunan merupakan suatu

Lebih terperinci

PENETAPAN KINERJA ( PK ) TAHUN 2013 (REVISI) DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR

PENETAPAN KINERJA ( PK ) TAHUN 2013 (REVISI) DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR PENETAPAN KINERJA ( PK ) TAHUN 2013 (REVISI) DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2013 PENETAPAN KINERJA TAHUN 2013 DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR LAMPIRAN - 3

Lebih terperinci

Panduan Wawancara dan Daftar Pertanyaan tentang Audit Produksi

Panduan Wawancara dan Daftar Pertanyaan tentang Audit Produksi LAMPIRAN 119 Panduan Wawancara dan Daftar Pertanyaan tentang Audit Produksi di Perusahaan PT Kripton Gama Jaya : 1. Melakukan pengamataan fasilitas fisik yang digunakan untuk proses produksi di Perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia adalah buah-buahan yaitu buah

Lebih terperinci