BAB I PENDAHULUAN. Semua orangtua mendambakan agar anaknya dapat terlibat aktif di

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Semua orangtua mendambakan agar anaknya dapat terlibat aktif di"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua orangtua mendambakan agar anaknya dapat terlibat aktif di lingkungan sosial bersama teman-teman sebaya. Banyak aktivitas sosial yang mereka dapat lakukan, seperti bermain bersama, menyelesaikan permasalahannya secara bersama, memiliki sahabat dekat yang dapat memberi dukungan ketika ia mendapat masalah, atau melakukan hobi. Kegiatan tersebut pastinya sangat menyenangkan bagi semua anak, namun apa yang dipikirkan atau dirasakan anak ketika ia tidak dapat melakukan aktivitas sosial tersebut seperti anak normal lainnya. Mereka tidak ingin menghindar atau menolak orang lain untuk bermain, atau membiarkan temannya menangis, tidak memberi perlawanan ketika temantemannya membully, dan ciri lainnya yang muncul begitu saja dalam aktivitas mereka sehari-hari. Secara umum kondisi di atas menunjukkan sebagian kecil gambaran mengenai anak autistic spectrum disorder (ASD). Gambaran tersebut menimbulkan banyaknya pertanyaan dan tanggapan masyarakat umum terkait permasalahan anak autistic spectrum disorder (ASD). Secara terminologi autistic spectrum disorder (ASD) disebut pervasive developmental disorder jika berdasarkan Diagnostic and statistical Manual Of Mental (DSM) Disorder IV TR (APA 2004). Beberapa ciri terlihat pada anak yang mengalami gangguan pervasive Developmental Disorder (PDD), seperti terhambatnya kemampuan keterampilan interaksi sosial atau munculnya perilaku

2 stereotype, memiliki ketertarikan terbatas pada objek, dan aktivitas tertentu. Adapun jenis gangguan yang berhubungan dengan pervasive developmental disorder, antara lain; Autistic Spectrum Disorder, Ret s Disorder, Childhood Disintegrative Disorder, Asperger Disorder, dan Pervasive Developmental Disorder NOS (PDD NOS). Perbedaan gangguan ditentukan berdasarkan munculnya keterhambatan perkembangan di setiap usia dan kriteria perkembangan anak. PDD dapat terlihat jelas di tahun pertama usia anak dan sering dihubungkan dengan mental retardation. Hal ini disebabkan karena anak PDD sama dengan anak normal lainnya yaitu memiliki perbedaan kapasitas intelektual (APA, 2004). Sebutan Pervasive developmental disorder (PDD) menjadi autistic spectrum disorder berubah sejak dilakukannya revisi terhadap Diagnostic and statistical Manual Of Mental (DSM) Disorder IV TR (APA, 2004) menjadi Diagnostic and statistical Manual Of Mental (DSM) Disorder V (Atchison, Ben J & Dirett, 2012). Semua yang termasuk ke dalam golongan PDD, yaitu Autistic Spectrum Disorder, Ret s Disorder, Childhood Disintegrative Disorder, Asperger Disorder, dan Pervasive Developmental Disorder NOS (PDD NOS) disatukan menjadi satu spektrum, yaitu autistic spectrum disorder (ASD). Berdasarkan DSM V, ASD didiagnosa ke dalam dua ranah yaitu mengalami keterhambatan komunikasi sosial (deficit in social communication), minat yang terbatas, dan perilaku berulang (Fixated interest and repetitive behavior). Melihat tingkat keparahan ASD, diagnosa ASD juga ditentukan berdasarkan kontinum derajat keparahan ASD yang terdiri dari level 1 hingga level 3, yaitu bergerak dari tingkat

3 gangguan ringan hingga gangguan berat. Tingkatan ini disesuaikan dengan sejauh mana anak membutuhkan dukungan orang lain dalam melakukan tugas perkembangannya, berdasarkan kemampuan komunikasi sosial, serta berdasarkan perilaku anak. Tingkatan ini menunjukkan bahwa ada anak dengan tingkat ASD ringan dan ada pula dengan tingkat gangguan lebih berat (APA, 2013). Perkembangan ASD begitu pesat sehingga menjadi perhatian khusus masyarakat umum dan profesional. Hingga saat ini belum ada data yang pasti mengenai jumlah anak autistic spectrum disorder di Indonesia. Persentase terlahirnya anak laki-laki dengan ASD lebih besar daripada anak perempuan dengan perbandingan 4:1, anak perempuan terlahir dengan ASD memiliki tingkat keparahan lebih tinggi daripada anak laki-laki. Data dari UNESCO pada tahun 2011, dalam DetikHealth (2012), menjelaskan bahwa terdapat 35 juta orang penyandang ASD di seluruh dunia, sedangkan di Amerika Serikat terdapat 11 dari 1000 orang atau dari 100 kelahiran didiagnosa ASD, seorang diantaranya mengalami ASD. Hal ini menyebabkan di Amerika ASD dikatakan sebagai national alarming. Sementara itu anak dengan ciri-ciri ASD di Indonesia terdiri dari 8 dari 1000 orang anak yang lahir didiagnosa ASD (DetikHealth, 2012). Peningkatan ASD di berbagai negara membuat banyak peneliti yang mencari penyebab utama terjadinya ASD. Walaupun hasilnya masih belum ditemukan penyebab yang jelas mengenai munculnya ASD. Terdapat beberapa penyebab ASD antara lain; faktor genetik, faktor lingkungan, psikologis, dan faktor neurologis. Faktor genetik diyakini memiliki peranan yang besar bagi penyandang ASD, salah satunya kembar identik atau

4 hubungan saudara kandung atau hubungan darah menjadi penyebab utama secara genetik. Faktor neurologis di otak termasuk ketidakseimbangan biokimia. Selain itu berdasarkan teori medis dan penelitian yang dilakukan pada otak orang dengan ASD menunjukkan bahwa adanya ketidakfungsian antara bagian-bagian otak yang disebut korteks serebral, amigdala dan sistem limbik yang menyebabkan anak ASD mengalami respon emosional yang ekstrim ketika rencana atau kegiatan mereka tidak sesuai dengan rutinitas. Faktor lainnya adalah lingkungan. Seseorang dilahirkan dengan kerentanan terhadap ASD, tetapi kondisi berkembang hanya jika orang yang terkena pemicu lingkungan tertentu. Beberapa faktor lingkungan termasuk yang lahir sebelum 35 minggu kehamilan (lahir prematur) dan paparan alkohol atau obat-obatan seperti sodium valproate (obat kadang-kadang digunakan untuk mengobati epilepsi) selama kehamilan. Selain itu masalah psikologis yaitu adanya kemampuan seseorang untuk memahami keadaan mental orang lain, mengakui bahwa setiap orang memiliki keinginan personal, keyakinan, perasaan suka dan tidak suka (dalam Choise, NHS 2014). Menurut Diagnostic and statistical Manual Of Mental (DSM) Fifth Edition (DSM V, dalam APA 2013), ASD memiliki ciri mendasar yaitu terhambatnya dalam masalah komunikasi dan interaksi sosial, terhambatnya masalah perilaku, gejala yang muncul mempengaruhi fungsi dalam pekerjaan, sekolah, dan lingkungan sosial lainnya (APA, 2013). Ciri-ciri ini akan dilihat secara nyata dari pengalaman remaja penyandang ASD, seperti yang dialami J ketika merefleksikan caranya yang berbeda dalam berkomunikasi dan berperilaku di masa lampau. J menceritakan pengalamannya dalam suasana menyenangkan,

5 yaitu setelah bernyanyi dan tertawa bersama atau bercerita sambil melihat koleksi foto miliknya di ipad. Ia mengambil posisi tubuh yang nyaman sebelum mulai bercerita; Waktu masih kecil mama yang mengajar J berbicara. Memulainnya dengan belajar bahasa Inggris. Mama mengatakan bahasa Inggris struktur kalimatnya lebih mudah dimengerti dan jelas. Setelah J bisa berbicara, mama mengajarkannya bahasa Indonesia. J senang jika ada teman yang minta ajak sharing, memberikan pendapat, saran, dan mendengarkan. Dalam hal mengungkapkan perasaan J mengalami kesulitan untuk mengungkapkan perasaan sedih. J hanya akan menggambar di kertas. Jika mengungkapkan perasaan lainnya J lebih mudah mengungkapkannya misalnya marah, tidak suka, atau menginginkan sesuatu. Sedangkan perasaan sedih, sakit, atau bosan belum bisa mengatakannya secara langsung (Komunikasi interpersonal, Juli 2013). Selain itu J tidak mampu menggunakan kata nonbaku. J akan sulit mengartikan kata muka dengan wajah ketika konteks pembicaraan mengenai pembersih wajah. Selain itu J akan sulit mengartikan kata buatin (dalam bahasa nonbaku) yang artinya adalah membuat. Pemahaman mereka mengenai kata membuat pada kata buatin akan diartikan oleh J sebagai panggilan kepada bu Atin. Mengulang kata (echollali) akan muncul pada J jika ia sedang melanggar diet, pada saat pemulihan dari sakit demam, atau sedang cemas (Observasi, Oktober 2013). Kemampuan komunikasi J tergolong rata-rata, ia memiliki perbendaharaan kata yang cukup baik dan pola bahasa yang mudah dimengerti orang lain. Walaupun mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia nonbaku. J lebih mudah berbicara jika menggunakan bahasa daerah, Mandarin, Bahasa Inggris, dan Bahasa Indonesia yaitu menggunakan kata baku. J lebih mudah melakukan komunikasi ekspresif, seperti mengungkapkan perasaan takut,

6 marah, atau senang secara langsung dan spontan tanpa melihat situasi sosial. Berbeda halnya ketika J mengungkapkan perasaan sedih, bosan, dan sakit. Biasanya J akan mengungkapkan perasaannya dengan perilaku impulsif, misalnya jalan berulang-ulang, menggigit tangan, tidak makan ketika sedih, bersembunyi jika takut, dan menggunakan gesture ketika sakit dan mengalami kesulitan untuk mengungkapkan perasaan sedih, sakit, dan bosan. Berdasarkan komunikasi N (inisial nama pengasuh J), mengungkapkan bagaimana ia sulit mengatakan bahwa ia sedang merasa sedih; Ms, J sudah 3 hari ini menangis kalau tidur sambil memanggil aunt...aunt.. dibangunin J gak mau bangun. J pulas sekali tidurnya. Sepertinya J mimpi. Kemarin saya tanya kepada J, katanya aunt meninggal karena Leukimia begitu saja. Tapi wajahnya datar aja Ms, tidak kelihatan sedih hanya saja marah karena J tidak diberitahu jika aunt sakit (komunikasi interpersonal, 12 oktober). Berdasarkan komunikasi di atas menunjukkan bahwa J merasakan kehilangan, sedih, dan ia memahami konsep meninggal. J paham meninggal adalah pergi kepada Tuhan dan tidak akan bertemu dengan manusia di dunia. J tidak dapat mengekspresikan perasaan sedih yang ia rasakan secara spontan seperti anak lainnya. J hanya mampu merasakan kesedihan di dalam hatinya. Selain masalah kemampuan komunikasi, ciri lain yang terlihat pada anak ASD adalah kemampuan interaksi sosial. Anak ASD mengalami kesulitan untuk melakukan interaksi dengan orang lain seperti anak normal lainnya. Hal ini dapat terlihat dari komunikasi interpersonal yang dilakukan kepada J: Sewaktu SD teman J ada yang menangis, lalu J tertawa karena melihat wajahnya yang lucu. Teman J menjadi marah dan tambah menangis. J tertawa karena wajahnya lucu dan matanya kena cabe (maksudnya adalah karena mata terlihat merah dan mengeluarkan air mata). Guru marah kepada J ketika tertawa melihat orang menangis. Bagaimana supaya J bisa

7 memiliki empati dengan orang lain miss? (sambil melihat ke arah peneliti). Besoknya J minta maaf kepada teman J dan mengatakan kamu lucu ketika menangis, tidak perlu menangis lagi ya (Komunikasi personal, Oktober 2013). Kesulitan memahami emosi orang lain merupakan salah satu komponen keterampilan sosial. Pada kasus J, ia mengalami kesulitan memahami bahwa ketika melihat orang bersedih reaksi yang ia tunjukan adalah tidak menertawainya melainkan ikut merasakan kesedihannya. J kurang paham mengenai dampak perilakunya ketika ia menertawai orang yang sedang menangis, seperti marah atau kecewa. Situasi tersebut bisa saja muncul pada situasi lainnya yang tidak memahami kondisi J sehingga menimbulkan permasalahan baru bagi orang disekitarnya. Keterbatasan keterampilan sosial anak ASD berkaitan dalam memproses informasi emosi sosial, seperti ekspresi emosi, suara, dan ekspresi wajah. Perbedaan antara tuntutan sosial dan informasi yang mereka miliki akan memberi arti yang berbeda, seperti mengatakan beruang pada orang yang memiliki bentuk tubuh yang gemuk. Ia tidak menyadari jika mengatakan beruang akan membuat orang lain marah atau berkecil hati. Mereka mengalami kesulitan untuk memahami makna kata tersinggung secara normal, sehingga efeknya tidak membuat mereka merasa bersalah ketika melakukan kesalahan kepada orang lain. Istilah di atas disebut sebagai processing social-emotional information, yaitu mengalami kesulitan untuk melakukan proses informasi yang berkaitan dengan hubungan sosial dan emosional (Bellini, 2011). Keterampilan sosial berpengaruh terhadap keterampilan hidup seseorang, dengan kata lain keterhambatan sosial lebih besar daripada kognitif, artinya bahwa

8 tingginya kemampuan kognitif tidak menentukan bahwa kemampuan sosial berfungsi lebih baik. Perbedaan antara keterampilan kognitif dan sosial dapat dilihat pada kemampuan anak ASD berdasarkan tingkat keparahan anak (McConnel, dalam Feng 2008). Menurut DSM V (APA, 2013) anak ASD memiliki tingkatan keberfungsian yang lebih baik digolongkan ke dalam level 1. Anak memiliki kemampuan dasar keterampilan sosial, seperti terhambatnya komunikasi sosial anak, kesulitan mengawali interaksi sosial, sulit mempertahankan hubungan, dan tampak penurunan minat dalam interaksi sosial. Jelas bahwa anak ASD level 1 akan menerima manfaat untuk meningkatkan fungsi sosial kognitif dengan melatih dan membangun hubungan sosial secara positif Kesamaan antara visual scan ketika melihat adegan sosial dan mengidentifikasi emosi, maka akan muncul kembali ingatan tersebut baik dalam bentuk perilaku maupun ekspresi wajah. Sebagai contoh, seorang anak ASD pernah melihat film animasi, dimana salah satu pemeran film melempar pizza dan menyentuh wajah temannya. Anak ASD yang melihatnya akan tertawa tidak henti-hentinya. Setelah menonton film anak akan tertawa walaupun tanpa menonton film tersebut. Di hari yang berbeda anak akan melempar pizza kepada temannya tanpa merasa bersalah dan rasa takut. Ia menonton dan mempraktekkan kepada teman-temannya karena adanya disfungsi kognitif yang terbentuk walaupun tidak berfungsi baik dalam penerapannya secara sosial (Feng, H 2008). Disfungsi kognitif mengacu pada kesulitan aktivitas memori, perhatian, perencanaan, fleksibilitas mental, atau self-monitoring adalah permasalahan yang

9 terjadi pada bagian kognitif ASD. Berdasarkan disfungsi ini muncul perasaan malu dan mental yang relatif lebih kaku pada anak ASD yang menyebabkan munculnya perilaku dan emosi yang tidak dapat terkendali, dan perilaku repetitif (berulang-ulang), terbatasnya komunikasi sosial, dan kemampuan sosial yang tidak tepat (Sparks & B.F & Friedman, 2007). Perilaku yang muncul ketika berada di situasi sosial, seorang anak ASD sulit mengontrol emosi dan perilaku ketika melihat wanita memiliki berat badan gemuk. Di bawah ini akan digambarkan bagaimana J (yang merupakan remaja ASD) tidak dapat menyesuaikan perilakunya dengan baik (Observasi yang dilakukan kepada J); Ketika melihat postur tubuh yang demikian J mengatakan bahwa Wanita itu seperti balon dan perutnya seperti membawa helm di dekat orang yang bersangkutan. Selain itu J tidak mengetahui bagaimana menempatkan diri ketika bertemu dengan orang lain yang memiliki tahi lalat besar dipipinya dan dengan spontan mengatakan ibu kenapa wajahnya dicoret-coret memakai spidol?, Ibu harus pulang segera ke rumah dan hapus coretan yang dipipi ibu! (Observasi, Juli 2013). J akan marah jika tidak memenangkan permainan atau gagal. Ia akan memukul ipad atau melempar barang yang ada di tangannya. Jika ia salah menjawab, J juga akan menggigit tangan atau memukul kepalanya dengan kuat. J akan berusaha hingga ia dapat memenangkan permainan dengan baik. Perilaku J menunjukkan bagaimana ia mengalami kesulitan ketika menstrukturisasikan pikiran menjadi perilaku sesuai dengan aturan sosial yang berlaku. Hal ini juga menyebabkan anak ASD sulit untuk mendemonstrasikan keinginannya, sulit untuk mengontrol emosi, dan perilakunya pada situasi yang tepat. Kesulitan untuk menerima kekalahan dan berusaha mengerjakan tugas hingga berhasil. Salah satu faktor utamanya adalah adanya perilaku repetitif dan impulsif, yaitu mendorong anak untuk bertindak sesuai dengan keinginannya.

10 Menurut Vollmer, Barrero, Lalli, Daniel (dalam Matson, 2011) menemukan bahwa adanya hubungan antara perilaku impulsif dengan kontrol diri yang berpengaruh terhadap fungsi sosial anak. Beberapa aktivitas sosial yang dilakukan masyarakat pada umumnya tidak memiliki pedoman yang jelas, sering dilakukan secara spontan, imajinatif, abstrak dan tidak terorganisir. Sementara anak-anak dengan permasalahan ASD memiliki cara yang berbeda. Mereka akan mengalami kebingungan bermain ketika aturan permainan diubah, anak akan mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan aturan baru dan mengakibatkan muncul perilaku negatif seperti menyakiti diri sendiri dan orang lain (Phimley, 2007). Pemahaman situasi sosial dan reaksi emosi anak ASD dengan kemampuan kognitif rata-rata sampai superior memiliki kemampuan visual scan terhadap objek dan kejadian yang mereka amati dengan baik, sehingga setiap perilaku terekam dengan baik di kognitif. Tanpa memperhatikan penyebab perilaku, objek, ataupun emosi yang muncul. Sulitnya memahami komunikasi reseptif menyebabkan mereka sulit melakukan self monitoring sehingga memberi dampak negatif pada interaksi sosial anak ASD. Walaupun kenyataannya anak ASD dapat menunjukkan perubahan perilaku berdasarkan pelatihan atau intervensi yang diberikan kepada mereka dengan baik (Brereton, 2005). Intervensi yang tepat diberikan kepada anak ASD terdiri dari beberapa terapi, seperti memberikan terapi okupasi, biomedical, terapi komunikasi, terapi perilaku seperti social skill training yang diperuntukkan untuk memberikan penanganan permasalahan sosial anak. Oleh karena itu, social skill training merupakan aspek penting dari perencanaan

11 intervensi yang disesuaikan dengan perkembangan anak untuk melatih keterampilan sosial yang lebih kompleks (dalam Turkington & Anan 2007) Adapun tujuan social skill training adalah untuk membantu anak melakukan keterampilan sosial di keluarga, sekolah, dan lingkungan umum lainnya, membantu anak dalam melakukan pemecahan masalah, dan mengembangkan intelektual emosional fisik yang diperlukan untuk hidup, belajar, dan bekerja di masyarakat. SST salah satu pendekatan yang efektif untuk melatih kemampuan keterampilan sosial anak ASD (McConnel, dalam Feng 2008). Dimana SST memiliki komponen instruksi yang penting, terdiri dari pembukaan dan defenisi keterampilan, identifikasi keterampilan secara rasional, menggunakan modeling, panduan praktis, memiliki feedback, dan aplikasi keterampilan dalam situasi kehidupan nyata yang sesuai dengan kondisi anak ASD (Bauminger, 2002; Roeyers, 1996; Webb Miller et all, dalam Feng 2008). Secara umum SST terdiri dari berbagai keterampilan sosial yang kompleks antara lain kemampuan komunikasi, kemampuan memecahkan masalah, asertif, hubungan dengan teman sebaya, interaksi dalam kelompok, dan kemampuan manajemen diri (Kolb & Hanley-Maxwell, 2003, dalam Gooding 2011). Beberapa penelitian mengadopsi keterampilan sosial yang sama hanya saja diformulasikan ke dalam bentuk yang berbeda, namun memiliki arti yang sama yaitu social reciprocity, social participation, detrimental behavior sosial. Program SST menunjukkan efektivitas yang tinggi yaitu berkisar antara 60-70% tingkat keberhasilannya untuk meningkatkan keterampilan sosial (Ang&Hughes, 2001, Beelman et al, 1994, dalam Gooding 2011). Pada literatur

12 Gresham, Cook, Crews, dan Kern (2004) menemukan 2-3 anak dari 5 anak dengan emotional dan behavior disorder berhasil ditangani dengan menggunakan SST. SST dapat digunakan untuk menangani gangguan emosional, perilaku di sekolah dan sosial, perilaku conduct, anak dengan emotional distress, meningkatkan kepercayaan diri anak social phobia, membantu anak handicape berfungsi dengan baik di lingkungan sosial, dan salah satunya penanganan kepada anak dengan masalah perkembangan pervasif. Selain itu SST memiliki ruang lingkup yang luas, selain berguna untuk bidang klinis, SST juga bermanfaat di bidang medis, industri, dan pendidikan. Berdasarkan penjelasan di atas, SST memiliki manfaat yang besar bagi banyak orang dan telah diuji efektivitasnya. Ada beberapa metode intervensi yang dapat dilakukan dengan menggunakan social skill training antara lain; social stories, peer-mediated interventions, scripts and script fading, social skills group, video modeling (Gray, dalam Matson 2011). SST merupakan salah satu jenis intervensi yang digunakan untuk melatih kemampuan interaksi sosial khususnya community skill. Menurut Matson (2011), Community skill terdiri dari conversational skill, play skill, understanding emotions, dealing with conflict, dan friendship skill. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukannya menjelaskan bahwa social skill training dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan sosial ASD (Sparrow, dalam Reichow 2010). Hasil meta analisis dalam kajian ini menunjukkan bahwa subjek dengan kelompok keterampilan sosial mengalami peningkatan dalam kompetensi sosial, memiliki hubungan persahabatan yang lebih baik, dan mengalami interaksi

13 sosial. Hal inilah yang mendasari penelitian ini yaitu ingin melihat apakah social skill training dapat meningkatkan keterampilan sosial anak ASD. B. Perumusan Masalah Berdasarkan fenomena pada latar belakang masalah, maka rumusan masalah penelitian ini adalah Bagaimana Social Skill Training dalam meningkatkan Keterampilan Sosial Anak Autistic Spectrum Disorder (ASD)? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang penelitian di atas maka tujuan dari penelitian adalah: 1. Melihat Efektivitas Social Skill Training dalam Meningkatkan Keterampilan Sosial Anak Autistic Spectrum Disorder (ASD). 2. Memperoleh gambaran perkembangan keterampilan sosial berdasarkan dimensi keterampilan sosial anak ASD, yaitu conversational skill, play skill, friendship skill, understanding emotion, dan dealing with conflict. D. Manfaat Penelitian 1. Perkembangan Ilmu Pengetahuan Psikologi Klinis Anak Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai aplikasi nyata psikologi klinis anak terkait penerapan program Social Skill Training dalam upaya untuk meningkatkan keterampilan sosial anak, khususnya pada anak Autistic spectrum Disorder (ASD).

14 2. Perkembangan Pelayanan Psikologi Hasil penelitian social Skill Training (SST) ini kiranya dapat menjadi acuan atau program terapi untuk membantu dalam penanganan anak Autistic Spectrum Disorder (ASD) sebagai cara untuk meningkatkan keterampilan sosial anak. 3. Dunia Pendidikan Hasil penelitian social skill training (SST) dapat berguna untuk mengembangkan keterampilan sosial anak sekolah melalui rancangan program pendidikan atau kurikulum sekolah. Selain itu menggunakan acuan penelitian ini untuk menerapkan metode belajar inklusi di sekolah serta menanamkan rasa persahabatan dan penerimaan anak normal kepada anak berkebutuhan khusus. 4. Perkembangan Riset Psikologi Manfaat penelitian lainnya adalah sebagai dasar pengembangan riset psikologi. Penelitian ini akan menghasilkan gambaran efektivitas social skill training pada anak dengan masalah pada keterampilan sosial. pengembangan riset psikologi yang dilakukan akan meningkatkan kemampuan dan keterampilan psikolog dalam memberikan arahan dan bimbingan kepada para orangtua atau terapis anak Autistic Spectrum Disorder (ASD) untuk meningkatkan keterampilan sosial anak. Selain itu dapat digunakan sebagai terapi dalam penanganan keterampilan sosial anak Autistic Spectrum Disorder (ASD).

15 E. Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan Berisikan uraian mengenai latarbelakang permasalahan, perumusan, masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka Kajian yang diperoleh dari penelaaan pustaka meliputi kajian literatur dan hal-hal yang terkait Social Skill Training Autistic Spectrum Disorder (ASD), dan keterampilan sosial. Bab III Metode Penelitian Pada bab ini diuraikan tentang desain penelitian, gambaran subjek penelitian, dan rancangan program intervensi social skill training. Bab IV Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Berisikan pelaksanaan intervensi, hasil penelitian serta pembahasan hasil penelitian efektivitas Social Skill Training dalam meningkatkan keterampilan sosial. Selanjutnya akan dibahas pula tentang keterbatasan penelitian. Bab V Kesimpulan dan Saran Pada bab ini akan diuraikan tentang kesimpulan dan akan dibahas pula tentang bagaimana implikasi hasil penelitian terhadap pelayanan dan penelitian

Jurnal Pemikiran & Penelitian Psikologi PSIKOLOGIA. p-issn: e-issn:

Jurnal Pemikiran & Penelitian Psikologi PSIKOLOGIA. p-issn: e-issn: Jurnal Pemikiran & Penelitian Psikologi PSIKOLOGIA p-issn: 185-0327 e-issn: 2549-2136 www.jurnal.usu.ac.id/psikologia SOCIAL SKILL TRAINING (SST) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL PADA ANAK AUTISTIC

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Keterampilan Sosial 1. Defenisi Keterampilan Sosial Keterampilan sosial merupakan kemampuan penting yang harus dimiliki seseorang untuk membantu menjalankan aktivitas di lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang berbeda-beda, diantaranya faktor genetik, biologis, psikis dan sosial. Pada setiap pertumbuhan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya layanan

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya layanan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman yang semakin pesat membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya layanan pendidikan yang efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang masalah. Setiap anak pada umumnya senang bergaul dan bermain bersama dengan teman

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang masalah. Setiap anak pada umumnya senang bergaul dan bermain bersama dengan teman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Setiap anak pada umumnya senang bergaul dan bermain bersama dengan teman sebayanya. Saat bersama dengan teman, seorang anak biasanya selalu penuh dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

Anak Penyandang Autisme dan Pendidikannya. Materi Penyuluhan

Anak Penyandang Autisme dan Pendidikannya. Materi Penyuluhan Anak Penyandang Autisme dan Pendidikannya Materi Penyuluhan Disajikan pada Penyuluhan Guru-guru SD Citepus 1-5 Kecamatan Cicendo, Kota Bandung Dalam Program Pengabdian Masyarakat Dosen Jurusan PLB, FIP,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat berkembang secara baik atau tidak. Karena setiap manusia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat berkembang secara baik atau tidak. Karena setiap manusia memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Setiap orang tua menginginkan anaknya lahir secara sehat sesuai dengan pertumbuhannya. Akan tetapi pola asuh orang tua yang menjadikan pertumbuhan anak tersebut dapat

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. Autistic Social Skill Profile (ASSP) Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN A. Autistic Social Skill Profile (ASSP) Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN A Autistic Social Skill Profile (ASSP) RAHASIA No. SKALA PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013/2014 Dengan Hormat, Dalam rangka memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Autisme adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis gangguan perkembangan pervasif anak yang mengakibatkan gangguan keterlambatan pada bidang kognitif,

Lebih terperinci

Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH

Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH Pendahuluan Tidak ada anak manusia yang diciptakan sama satu dengan lainnya Tidak ada satupun manusia tidak memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pada anak bersifat terus menerus. Banyak hal baru diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pada anak bersifat terus menerus. Banyak hal baru diperoleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pada anak bersifat terus menerus. Banyak hal baru diperoleh selama perkembangan sejak dilahirkan dan sesuai keadaan dan tingkatan tahapan perkembangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang tua yang mendambakannya. Para orang tua selalu. di karuniai anak seperti yang diharapkan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang tua yang mendambakannya. Para orang tua selalu. di karuniai anak seperti yang diharapkan tersebut. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan suatu karunia yang diberikan oleh Tuhan kepada setiap orang tua yang mendambakannya. Para orang tua selalu menginginkan anaknya berkembang menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan anak yang berbeda-beda. Begitu pula dengan pendidikan dan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan anak yang berbeda-beda. Begitu pula dengan pendidikan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penanganan untuk anak berkebutuhan khusus menjadi suatu tantangan tersendiri bagi penyelenggara pendidikan luar biasa mengingat karakteristik dan kebutuhan anak yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari Tuhan. Selain itu, orang tua juga menginginkan yang terbaik bagi anaknya,

BAB 1 PENDAHULUAN. dari Tuhan. Selain itu, orang tua juga menginginkan yang terbaik bagi anaknya, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi setiap orang yang telah menikah, memiliki anak adalah suatu anugerah dari Tuhan. Selain itu, orang tua juga menginginkan yang terbaik bagi anaknya, tumbuh dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan di seluruh dunia. Jumlah penyandang autis di Indonesia naik delapan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan di seluruh dunia. Jumlah penyandang autis di Indonesia naik delapan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, prevalensi anak penyandang autisme telah mengalami peningkatan di seluruh dunia. Jumlah penyandang autis di Indonesia naik delapan kali lipat dalam

Lebih terperinci

Adriatik Ivanti, M.Psi, Psi

Adriatik Ivanti, M.Psi, Psi Adriatik Ivanti, M.Psi, Psi Autism aritnya hidup sendiri Karakteristik tingkah laku, adanya defisit pada area: 1. Interaksi sosial 2. Komunikasi 3. Tingkah laku berulang dan terbatas A. Adanya gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menerima bahwa anaknya didiagnosa mengalami autisme.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menerima bahwa anaknya didiagnosa mengalami autisme. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah anugerah yang diberikan oleh Allah SWT kepada setiap keluarga yang amat mendambakannya. Berbagai harapan hadir ketika anak mulai ada di dalam perut Ibu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Autis merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks yang menyangkut masalah komunikasi, interaksi sosial, dan aktivitas imajinasi. Istilah autis hingga kini masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orangtua, akan tetapi pada kenyataannya tidak semua pasangan dikarunia anak. merasa bangga dan bahagia ketika harapan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. orangtua, akan tetapi pada kenyataannya tidak semua pasangan dikarunia anak. merasa bangga dan bahagia ketika harapan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anak yang normal baik fisik maupun mental adalah harapan bagi semua orangtua, akan tetapi pada kenyataannya tidak semua pasangan dikarunia anak yang normal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai

BAB I PENDAHULUAN. UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak-anak autis di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Data UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai 35 juta jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penjelasan dari individu dengan gejala atau gangguan autisme telah ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penjelasan dari individu dengan gejala atau gangguan autisme telah ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penjelasan dari individu dengan gejala atau gangguan autisme telah ada sejak sekitar abad 18, namun titik kritis dalam sejarah keilmuan gangguan autisme adalah pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Autisme merupakan suatu kumpulan gejala (sindrom) yang diakibatkan oleh kerusakan saraf. Gejalanya sudah tampak sebelum anak mencapai usia tiga tahun. Penyandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia. Pada awal tahun 1990-an, jumlah penyandang autisme diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia. Pada awal tahun 1990-an, jumlah penyandang autisme diperkirakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, jumlah kasus autisme mengalami peningkatan yang signifikan di seluruh dunia. Pada awal tahun 1990-an, jumlah penyandang autisme diperkirakan sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Istilah autisme sudah cukup familiar di kalangan masyarakat saat ini, karena media baik media elektronik maupun media massa memberikan informasi secara lebih

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi perubahan pertumbuhan dan perkembangan. Masa remaja mengalami perubahan meliputi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan gangguan yang disebut dengan enuresis (Nevid, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan gangguan yang disebut dengan enuresis (Nevid, 2005). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Mengompol merupakan suatu kondisi yang biasanya terjadi pada anakanak yang berusia di bawah lima tahun. Hal ini dikarenakan anak-anak belum mampu melakukan pengendalian

Lebih terperinci

SEKOLAH IDEAL. Oleh: Damar Kristianto

SEKOLAH IDEAL. Oleh: Damar Kristianto 1 SEKOLAH IDEAL Oleh: Damar Kristianto Berbicara mengenai Sekolah Ideal, dalam sharing ini saya ingin membicarakan mengenai pandangan saya seperti apa sekolah umum (inklusi) dalam menyelenggarakan pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kompleks pada anak, mulai tampak sebelum usia 3 tahun. Gangguan

BAB 1 PENDAHULUAN. kompleks pada anak, mulai tampak sebelum usia 3 tahun. Gangguan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Autisme dipandang sebagai kelainan perkembangan sosial dan mental yang disebabkan oleh gangguan perkembangan otak akibat kerusakan selama pertumbuhan fetus, atau saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perkembangan yang mengakibatkan ketidakmampuan mengatur perilaku, khususnya untuk mengantisipasi

Lebih terperinci

Pedologi. Review Seluruh Materi. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi.

Pedologi. Review Seluruh Materi. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi. Pedologi Modul ke: Review Seluruh Materi Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Fakultas PSIKOLOGI Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id RETARDASI MENTAL Retardasi mental (mental retardation) adalah keterlambatan

Lebih terperinci

Analisis Kemampuan Berkomunikasi Verbal dan Nonverbal pada Anak Penderita Autis (Tinjauan psikolinguistik)

Analisis Kemampuan Berkomunikasi Verbal dan Nonverbal pada Anak Penderita Autis (Tinjauan psikolinguistik) Analisis Kemampuan Berkomunikasi Verbal dan Nonverbal pada Anak Penderita Autis (Tinjauan psikolinguistik) Oleh Kartika Panggabean Drs. T.R. Pangaribuan, M.Pd. ABSTRAK Anak Autisme merupakan salah satu

Lebih terperinci

BABl PENDAHULUAN. Kehidupan manusia melalui beberapa tahap perkembangan yang dimulai

BABl PENDAHULUAN. Kehidupan manusia melalui beberapa tahap perkembangan yang dimulai BABl PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia melalui beberapa tahap perkembangan yang dimulai dari masa pra lahir, masa bayi, masa awal anak-anak, pertengahan masa anakanak dan akhir

Lebih terperinci

TIME OUT : ALTERNATIF MODIVIKASI PERILAKU DALAM PENANGANAN ANAK ADHD (ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER)

TIME OUT : ALTERNATIF MODIVIKASI PERILAKU DALAM PENANGANAN ANAK ADHD (ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER) TIME OUT : ALTERNATIF MODIVIKASI PERILAKU DALAM PENANGANAN ANAK ADHD (ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berbagai macam vitamin, gizi maupun suplemen dikonsumsi oleh

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berbagai macam vitamin, gizi maupun suplemen dikonsumsi oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah suatu titipan Tuhan yang sangat berharga. Saat diberikan kepercayaan untuk mempunyai anak, maka para calon orang tua akan menjaga sebaik-baiknya dari mulai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang tua menginginkan dan mengharapkan anak yang dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan pintar. Anak-anak yang patuh, mudah diarahkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kepribadian seorang anak merupakan gabungan dari fungsi secara nyata maupun fungsi potensial pola organisme yang ditentukan oleh faktor keturunan dan penguatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai gangguan postpartum depression. Depresi postpartum keadaan emosi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai gangguan postpartum depression. Depresi postpartum keadaan emosi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu tugas perkembangan yang utama dari seorang wanita adalah hamil dan melahirkan seorang anak, dan kemudian membesarkannya. Kehamilan adalah masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketika menikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa merupakan sebutan bagi seseorang yang sedang menempuh perguruan tinggi. Masa perguruan tinggi dengan masa SMA sangatlah berbeda, saat duduk dibangku perguruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Kelainan ini dikenal dan

BAB I PENDAHULUAN. Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Kelainan ini dikenal dan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Kelainan ini dikenal dan diperkenalkan tahun 1943 oleh seorang psikolog anak di Amerika Serikat bernama Leo Kanner

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang telah menikah pastilah mendambakan hadirnya buah hati di tengah-tengah kehidupan mereka, yaitu

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PERKEMBANGAN KOMUNIKASI ANAK PERVASIVE DEVELOPMENTAL DISORDER

IDENTIFIKASI PERKEMBANGAN KOMUNIKASI ANAK PERVASIVE DEVELOPMENTAL DISORDER IDENTIFIKASI PERKEMBANGAN KOMUNIKASI ANAK PERVASIVE DEVELOPMENTAL DISORDER Muhammad Nurrohman Jauhari M.Pd Program studi PG-PAUD Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas PGRI Adi Buana Email :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan di berbagai bidang khususnya di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan di berbagai bidang khususnya di bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di berbagai bidang khususnya di bidang kesehatan, pendidikan, dan pengetahuan telah membawa kemajuan salah satunya yaitu meningkatnya usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu unit terkecil dalam masyarakat yaitu keluarga. Dalam keluarga, manusia akan

BAB I PENDAHULUAN. suatu unit terkecil dalam masyarakat yaitu keluarga. Dalam keluarga, manusia akan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Perkembangan hidup seorang manusia diawali dari pengalamannya dalam suatu unit terkecil dalam masyarakat yaitu keluarga. Dalam keluarga, manusia akan berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan fisik, sosial, psikologis, dan spiritual anak.

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan fisik, sosial, psikologis, dan spiritual anak. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak adalah anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada setiap orang tua untuk dirawat dan dididik sebaik-baiknya agar kelak menjadi anak yang berguna. Anak juga dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Fungsi utama Rumah Sakit yakni melayani masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Seiring dengan berjalannya waktu dan semakin majunya teknologi kedokteran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum masa remaja terbagi menjadi tiga bagian yaitu, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum masa remaja terbagi menjadi tiga bagian yaitu, salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Secara umum masa remaja terbagi menjadi tiga bagian yaitu, salah satunya adalah masa remaja akhir (19-22 tahun) pada masa ini remaja ditandai dengan persiapan akhir

Lebih terperinci

Anak adalah dambaan setiap pasangan, dimana setiap pasangan selalu. menginginkan anak mereka tumbuh dengan sehat dan normal baik secara fisik

Anak adalah dambaan setiap pasangan, dimana setiap pasangan selalu. menginginkan anak mereka tumbuh dengan sehat dan normal baik secara fisik BABI ~ PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anak adalah dambaan setiap pasangan, dimana setiap pasangan selalu menginginkan anak mereka tumbuh dengan sehat dan normal baik secara fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehadiran anak merupakan saat yang ditunggu-tunggu dan sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kehadiran anak merupakan saat yang ditunggu-tunggu dan sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehadiran anak merupakan saat yang ditunggu-tunggu dan sangat menggembirakan bagi pasangan suami istri. Kehadirannya bukan saja mempererat tali cinta pasangan

Lebih terperinci

2015 EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PROGRAM SON-RISE PADA KELUARGA DALAM MENGURANGI PERILAKU OFF-TASK PADA ANAK AUTIS

2015 EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PROGRAM SON-RISE PADA KELUARGA DALAM MENGURANGI PERILAKU OFF-TASK PADA ANAK AUTIS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Autis bukan sesuatu hal yang baru lagi bagi dunia, pun di Indonesia, melainkan suatu permasalahan gangguan perkembangan yang mendalam di seluruh dunia termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada masa ini anak belum memiliki kemampuan berpikir yang baik. Hal ini membuat mereka

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN 5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN 5.1. Kesimpulan Bab ini berusaha menjawab permasalahan penelitian yang telah disebutkan di bab pendahuluan yaitu melihat gambaran faktor-faktor yang mendukung pemulihan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komunikasi merupakan suatu proses penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain dengan tujuan tertentu. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, karena

Lebih terperinci

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA Oleh: Alva Nadia Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-3, dengan Tema: Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan Tinjauan Agama Dunia Maya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar anak berkembang dengan kondisi fisik atau mental yang normal. Akan tetapi, sebagian kecil anak mengalami hambatan dalam perkembangannya atau memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah dambaan dalam setiap keluarga dan setiap orang tua pasti memiliki keinginan untuk mempunyai anak yang sempurna, tanpa cacat. Bagi ibu yang sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak selalu membawa kebaikan bagi kehidupan manusia, kehidupan yang semakin kompleks dengan tingkat stressor

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Hospitalisasi atau Rawat Inap pada Anak Pengertian Hospitalisasi. anak dan lingkungan (Wong, 2008).

BAB II LANDASAN TEORI Hospitalisasi atau Rawat Inap pada Anak Pengertian Hospitalisasi. anak dan lingkungan (Wong, 2008). BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Hospitalisasi atau Rawat Inap pada Anak 2.1.1. Pengertian Hospitalisasi Hospitalisasi adalah suatu keadaan dimana seseorang yang sakit yang membutuhkan perawatan secara intensif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu penggunaan komputer telah menjadi suatu hal yang diperlukan baik di

BAB 1 PENDAHULUAN. karena itu penggunaan komputer telah menjadi suatu hal yang diperlukan baik di 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi komputer saat ini telah berkembang dengan pesat, oleh karena itu penggunaan komputer telah menjadi suatu hal yang diperlukan baik di perusahaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit systemic lupus erythematosus (SLE) atau yang biasa dikenal dengan lupus merupakan penyakit kronis yang kurang populer di masyarakat Indonesia dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada anak-anak, diantaranya adalah ganguan konsentrasi (Attention

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada anak-anak, diantaranya adalah ganguan konsentrasi (Attention BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini banyak dijumpai berbagai macam gangguan psikologis yang terjadi pada anak-anak, diantaranya adalah ganguan konsentrasi (Attention Deficit Disorder) atau yang

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. anak menilai bahwa perilaku tantrum adalah suatu perilaku yang masih

BAB V PEMBAHASAN. anak menilai bahwa perilaku tantrum adalah suatu perilaku yang masih BAB V PEMBAHASAN A. Pembahasan Pada anak autis perilaku tantrum sering muncul sebagai problem penyerta kerena ketidakstabilan emosinya, banyak ahli perkembangan anak menilai bahwa perilaku tantrum adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini merupakan saat seseorang mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang sangat pesat dalam kehidupannya. Perkembangan dan pertumbuhan pada anak usia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah salah satu aktivitas yang sangat fundamental dalam

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah salah satu aktivitas yang sangat fundamental dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi adalah salah satu aktivitas yang sangat fundamental dalam kehidupan manusia. Komunikasi merupakan suatu kebutuhan mutlak manusia untuk berinteraksi dengan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN 1. Dampak skizofrenia bagi keluarga sangatlah besar, ini menyebabkan seluruh keluarga ikut merasakan penderitaan tersebut. Jika keluarga tidak siap dengan hal ini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku, komunikasi dan interaksi sosial (Mardiyono, 2010). Autisme adalah

BAB I PENDAHULUAN. perilaku, komunikasi dan interaksi sosial (Mardiyono, 2010). Autisme adalah BAB I PENDAHULUAN Bab ini menggambarkan tentang latar belakang masalah, perumusan penelitian, tujuan umum dan tujuan khusus penelitian serta manfaat yang diperoleh dari penelitian ini. 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO masa remaja merupakan masa peralihan dari masa. anak-anak ke masa dewasa. Masa remaja adalah masa perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO masa remaja merupakan masa peralihan dari masa. anak-anak ke masa dewasa. Masa remaja adalah masa perkembangan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut WHO masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Masa remaja adalah masa perkembangan yang paling penting, karena pada masa ini

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Semua orangtua menginginkan anak lahir dengan keadaan fisik yang

BABI PENDAHULUAN. Semua orangtua menginginkan anak lahir dengan keadaan fisik yang BAB I PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah penelitian Semua orangtua menginginkan anak lahir dengan keadaan fisik yang sempurna, tetapi terkadang keinginan tersebut bertolak belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker tidak hanya menyerang orang dewasa, tetapi anak-anak juga dapat

BAB I PENDAHULUAN. Kanker tidak hanya menyerang orang dewasa, tetapi anak-anak juga dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan salah satu penyakit pembunuh terbesar di dunia. Kanker tidak hanya menyerang orang dewasa, tetapi anak-anak juga dapat beresiko terkena kanker. Kanker

Lebih terperinci

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS Apakah yang dimaksud dengan ABK (exceptional children)? a. berkaitan dengan konsep/istilah disability = keterbatasan b. bersinggungan dengan tumbuh kembang normal--abnormal, tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dipandang sebagai proses yang dinamis yang dipengaruhi oleh sifat bakat seseorang dan pengaruh lingkungan dalam menentukan tingkah laku apa yang

Lebih terperinci

MODUL PSIKOEDUKASI MENINGKATKAN REGULASI EMOSI PADA ANAK MENTAL RETARDASI. : Menjalin rapport dengan anak serta membuat peraturan-peraturan dengan

MODUL PSIKOEDUKASI MENINGKATKAN REGULASI EMOSI PADA ANAK MENTAL RETARDASI. : Menjalin rapport dengan anak serta membuat peraturan-peraturan dengan LAMPIRAN 1. Informed Consent 152 153 154 LAMPIRAN 2. Modul Psikoedukasi 155 MODUL PSIKOEDUKASI MENINGKATKAN REGULASI EMOSI PADA ANAK MENTAL RETARDASI Sesi 1 Tema Tujuan : ice breaking : Menjalin rapport

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Setiap individu memiliki berbagai gagasan-gagasan mengenai dirinya, dimana gagasan

Bab I Pendahuluan. Setiap individu memiliki berbagai gagasan-gagasan mengenai dirinya, dimana gagasan Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Setiap individu memiliki berbagai gagasan-gagasan mengenai dirinya, dimana gagasan tersebut muncul sebagai bentuk keinginannya agar diterima oleh sosial dan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus (Heward dan Orlansky, 1992) adalah anak dengan

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus (Heward dan Orlansky, 1992) adalah anak dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak berkebutuhan khusus (Heward dan Orlansky, 1992) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. banyak anak yang mengalami gangguan perkembangan autisme. Dewasa ini,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. banyak anak yang mengalami gangguan perkembangan autisme. Dewasa ini, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekitar 15-20 tahun yang lalu, autisme pada masa kanak-kanak dianggap sebagai gangguan perkembangan yang sangat jarang terjadi. Hanya ditemukan dua hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perkembangan merupakan perubahan ke arah kemajuan menuju terwujudnya hakekat manusia yang bermartabat atau berkualitas. Usia lahir sampai dengan pra sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari pelaporan penelitian yang membahas tentang latar belakang penelitian yang dilakukan, adapun yang menjadi fokus garapan dalam penelitian ini adalah masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pola Asuh Orangtua a. Pengertian Dalam Kamus Bahasa Indonesia pola memiliki arti cara kerja, sistem dan model, dan asuh memiliki arti menjaga atau merawat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

MENGENAL ANAK ASPERGER Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si, psikolog*

MENGENAL ANAK ASPERGER Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si, psikolog* MENGENAL ANAK ASPERGER Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si, psikolog* Mengapa ada anak yang tampak menyendiri, ketika anak anak lain sebayanya sedang asyik bermain? Mengapa ada anak yang tampak sibuk berbicara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal, seorang bayi mulai bisa berinteraksi dengan ibunya pada usia 3-4 bulan. Bila ibu merangsang

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN Uji validitas dan reliabilitas Uji signifikansi

HASIL PENELITIAN Uji validitas dan reliabilitas Uji signifikansi HASIL PENELITIAN Uji validitas dan reliabilitas Validitas alat ukur dalam penelitian ini adalah validitas isi, yaitu taraf sejauh mana isi atau item item alat ukur dianggap dapat mengukur hal hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia jumlah anak berkebutuhan khusus semakin mengalami peningkatan, beberapa tahun belakangan ini istilah anak berkebutuhan khusus semakin sering terdengar

Lebih terperinci

SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK

SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK Oleh Augustina K. Priyanto, S.Psi. Konsultan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus dan Orang Tua Anak Autistik Berbagai pendapat berkembang mengenai ide sekolah reguler bagi anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap pasangan memiliki harapan serta keinginan-keinginan menjalani

BAB I PENDAHULUAN. Setiap pasangan memiliki harapan serta keinginan-keinginan menjalani BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap pasangan memiliki harapan serta keinginan-keinginan menjalani kehidupan yang bahagia dalam membina suatu keluarga. Anak merupakan suatu anugerah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendalam di seluruh dunia dikarenakan jumlah penderita autisme yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. mendalam di seluruh dunia dikarenakan jumlah penderita autisme yang semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Autisme kini sudah menjadi permasalahan gangguan perkembangan yang mendalam di seluruh dunia dikarenakan jumlah penderita autisme yang semakin banyak. Data

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Dental Anak Usia 6 Tahun

BAB 5 HASIL PENELITIAN Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Dental Anak Usia 6 Tahun 32 BAB 5 HASIL PENELITIAN Dari Penelitian Analitik observasional dengan rancangan cross sectional yang dilakukan di Sekolah Dasar Pelangi kasih, Sekolah Dasar Theresia, dan Sekolah Dasar Negeri Pegangsaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerimaan diri dibutuhkan oleh setiap individu untuk mencapai keharmonisan hidup, karena pada dasarnya tidak ada manusia yang diciptakan oleh Allah SWT tanpa kekurangan.

Lebih terperinci

POLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS. Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan. Mencapai derajat Sarjana S-1

POLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS. Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan. Mencapai derajat Sarjana S-1 POLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas Psikologi Disusun Oleh : YULI TRI ASTUTI F 100 030

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universita Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universita Sumatera Utara LAMPIRAN Lampiran 1. Contoh Alat Ukur Liebowitz Social Anxiety Scale for Children and Adolescents Petunjuk: Untuk setiap situasi, isilah dengan angka berikut yang menunjukkan seberapa besar ketakutan yang

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Depresi. Teori Interpersonal Depresi

LAMPIRAN. Depresi. Teori Interpersonal Depresi LAMPIRAN Depresi Teori depresi dalam ilmu psikologi, banyak aliran yang menjelaskannya secara berbeda.teori psikologi tentang depresi adalah penjelasan predisposisi depresi ditinjau dari sudut pandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sistriadini Alamsyah Sidik, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sistriadini Alamsyah Sidik, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu fungsi manusia selain sebagai makhluk individu adalah sebagai makhluk sosial. Dengan fungsi tersebut, antara satu individu dengan individu lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Anak merupakan harapan bagi setiap orang tua agar kelak menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa. Setiap orang tua berharap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang tua. Anak bisa menjadi pengikat cinta kasih yang kuat bagi kedua orang

BAB I PENDAHULUAN. orang tua. Anak bisa menjadi pengikat cinta kasih yang kuat bagi kedua orang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang tua pasti sangat mendambakan hadirnya seorang anak dalam pernikahannya karena anak merupakan anugerah yang sangat berarti bagi kedua orang tua. Anak

Lebih terperinci

LAMPIRAN A. Skala Penelitian (A-1) Beck Depression Inventory (A-2) Skala Penerimaan Teman Sebaya (A-3) Skala Komunikasi Orangtua-Anak

LAMPIRAN A. Skala Penelitian (A-1) Beck Depression Inventory (A-2) Skala Penerimaan Teman Sebaya (A-3) Skala Komunikasi Orangtua-Anak LAMPIRAN A Skala Penelitian (A-1) Beck Depression Inventory (A-2) Skala Penerimaan Teman Sebaya (A-3) Skala Komunikasi Orangtua-Anak LAMPIRAN A Skala Penelitian (A-1) Beck Depression Inventory No : Usia

Lebih terperinci