BAB I PENDAHULUAN Latar belakang masalah. Setiap anak pada umumnya senang bergaul dan bermain bersama dengan teman
|
|
- Agus Lesmono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Setiap anak pada umumnya senang bergaul dan bermain bersama dengan teman sebayanya. Saat bersama dengan teman, seorang anak biasanya selalu penuh dengan tawa dan canda. Akan tetapi, ada juga anak-anak yang lebih banyak diam dan tidak banyak bicara bila dibandingkan dengan teman-temannya. Ia bahkan terkadang menghindar dengan mengasingkan dirinya dan hanya mengamati teman-temannya bermain dari kejauhan. Ia lebih sering menghabiskan waktunya sendiri dan jarang melakukan aktivitas bersama teman-temannya. Tidak hanya pada saat bergaul dengan teman, namun ada juga anak yang sehari-harinya kerap menghindar ketika harus melakukan sesuatu di hadapan orang lain. Ia selalu menolak saat diberikan tugas untuk maju ke depan kelas. Ia hanya menunduk diam dan bahkan ada yang terkadang sampai menangis. Perilaku anak tersebut sayangnya sering kali diabaikan oleh orang tua ataupun guru di sekolah. Mereka pada umumnya menganggap perilaku anak tersebut disebabkan oleh sifatnya yang pemalu. Hal ini menyebabkan orang tua ataupun guru jarang yang mengeluhkan perilaku anak tersebut dibandingkan dengan anak yang menunjukkan masalah perilaku lainnya seperti senang membuat keributan di kelas, senang melawan guru, atau anak yang senang berkelahi dengan temannya. Kondisi tersebut diatas menyebabkan kasus anak dengan keluhan pendiam, pemalu, sulit tampil dan sulit berteman menjadi jarang dilaporkan dan cenderung diabaikan. Padahal, perilaku anak yang demikian merupakan gejala dari salah satu
2 2 gangguan mental anak yaitu social phobia. Social phobia sendiri merupakan kecemasan berlebihan yang muncul karena adanya kekhawatiran memperoleh evaluasi negatif dari orang lain saat individu terlibat dalam aktivitas atau situasi sosial tertentu (NIMH, 2013). Saat ini di Indonesia, hasil penelitian mengenai social phobia masih relatif jarang ditemukan sehingga data-data yang diperoleh juga masih dapat dikatakan minim. Sebaliknya, berbagai studi yang dilakukan di belahan dunia lainnya menunjukkan tingginya angka kasus social phobia. Salah satu hasil penelitian terdahulu di Amerika Serikat menyatakan social phobia merupakan masalah kesehatan mental terbesar ketiga di dunia dengan prevalensi sebesar 13.3% (Kessler dkk, 1994). Sementara itu dilaporkan juga bahwa sebesar 10-15% individu di dunia ini mengalami kondisi tersebut pada tingkat yang signifikan (APA, 2004). Berbagai hasil penelitian di beberapa negara lainnya menunjukkan prevalensi yang beragam. Sebuah survey di New Zealand melaporkan bahwa 11,1% remaja berusia 18 tahun memenuhi kriteria social phobia (Feehan dalam NICE, 2013). Hasil penelitian lainnya di Australia menyatakan social phobia berada di posisi kedelapan sebagai gangguan mental yang paling umum dijumpai pada pria dan wanita berusia 15 hingga 24 tahun (Lampe, dkk, 2003). Angka prevalensi yang tinggi yaitu 4.7% hingga 9% juga ditemukan di Brazil (Rocha dkk, 2005). Social phobia pada umumnya pertama kali terdeteksi di usia anak-anak akhir, atau di awal maupun pertengahan usia remaja (Kessler, 2005). Meskipun demikian hasil penelitian terdahulu ada yang menemukan bahwa social phobia dapat terdeteksi lebih dini pada saat usia anak 8 tahun (Velting, 2001). Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian lainnya yang menemukan kasus social phobia pada setting klinis sebesar 29-40% dan membuatnya menjadi salah satu bentuk gangguan kecemasan yang paling umum
3 3 dijumpai pada anak-anak (Hammerness, dkk; Kendall, dkk dalam Hitchcock, dkk, 2009). Sementara itu dikatakan bahwa gejala-gejala social phobia lebih tinggi tingkatannya pada anak perempuan dibandingkan dengan anak laki-laki (Inam, Mahjabeen, dan Abiodullah, 2012). Social phobia berbeda dengan kecemasan biasa yang terkadang dialami ketika berhadapan dengan situasi baru atau saat harus tampil menyampaikan pidato di depan banyak orang. Anak dengan social phobia merasa takut untuk melakukan kegiatan rutinnya sehari-hari seperti makan atau minum di depan orang lain, membeli sesuatu di supermarket atau menggunakan toilet umum. Ketakutan tersebut menyebabkan anak memandang situasi sosial sebagai suatu hal yang mengancam dan harus dihindari. Terdapat sejumlah situasi sosial yang menimbulkan kecemasan bagi anak dengan social phobia (Morris, 2004). Secara umum situasi tersebut terdiri dari interaksi sosial dan performance. Adapun situasi yang melibatkan interaksi sosial antara lain menghadiri pesta, bertemu dengan orang asing, terlibat dalam percakapan, mempertahankan kontak mata, berbicara dengan figur otoritas, dan bersikap asertif. Sedangkan situasi yang melibatkan performance seperti berbicara di hadapan sekelompok orang, makan atau minum bersama orang lain, menggunakan toilet umum, dan tampil di hadapan orang lain. Sebuah hasil penelitian yang terdahulu menemukan bahwa 60% situasi yang mencemaskan ternyata dialami oleh anak di sekolah (Strauss dan Last, dalam Morris, 2004). Hal ini tidaklah mengherankan karena anak menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah. Lebih lanjut dikatakan bahwa situasi-situasi yang menimbulkan kecemasan anak dengan social phobia di sekolah adalah ketika berinteraksi dengan temannya, menjalani ujian, tampil di depan guru dan teman-teman serta membaca dengan keras di depan kelas.
4 4 Berdasarkan uraian sebelumnya, telah disampaikan data-data yang menunjukkan tingginya kasus social phobia di berbagai negara. Namun sayangnya, tingginya angka tersebut berbanding terbalik dengan penanganan yang dilakukan. Gangguan ini sering kali kurang disadari dan dibiarkan begitu saja tanpa penanganan apapun. Berdasarkan sebuah survey yang dilakukan oleh National Comorbidity Survey Replication Study (NCS-R, dalam Schneider dan Levenson, 2008) rata-rata durasi penundaan perolehan penanganan untuk social phobia adalah 16 tahun lamanya. Hanya 45% dari individu dengan social phobia yang memperoleh penanganan. Tidak hanya itu, ketika terdeteksi, social phobia ditemukan bersamaan dengan gangguan mental lainnya. Oleh karena itu social phobia harus dideteksi dan ditangani sedini mungkin untuk mengurangi dampak negatif yang disebabkan oleh penghindaran yang dilakukan anak terhadap interaksi sosial. Social phobia dapat menimbulkan berbagai hambatan dan kendala dalam keberfungsian anak sehari-hari. Perilaku menghindar yang kerap dilakukannya dapat menyebabkan anak tidak memiliki banyak teman serta masalah lainnya seperti prestasi akademis yang rendah. Selain itu anak dengan social phobia juga cenderung memiliki harga diri yang rendah serta mengalami hambatan dalam kemampuan sosial (Chavira, Stein; Van Ameringen dkk; Fordham dan Stevenson dalam Hitchcock dkk, 2009). Social phobia pada anak juga menjadi faktor resiko berkembangnya gangguan psikologis lainnya di kemudian hari (Wittchen, Stein dan Kessler dalam Melfsen dkk, 2011). Berdasarkan uraian sebelumnya, diketahui bahwa social phobia apabila tidak segera ditangani maka akan menimbulkan berbagai dampak negatif. Perilaku menghindar yang kerap dilakukan anak pada saat berada dalam situasi sosial dapat menyebabkan terhambatnya proses belajar mengajar di sekolah dan mempengaruhi
5 5 prestasi akademisnya. Perilaku menghindar pada anak dengan social phobia juga dapat menghambat sosialisasinya sehingga interaksinya cenderung terbatas dan kemampuan sosialnya kurang berkembang. Deteksi dan penanganan sedini mungkin sangatlah diperlukan. Gejala-gejala social phobia pada anak dapat dilihat dari tiga aspek yaitu fisiologis, perilaku dan kognitif. Secara fisiologis, anak akan mengalami peningkatan aktivitas otonom saat berada pada situasi sosial seperti meningkatnya denyut jantung, berkeringat dingin, wajah yang memerah, mual, masalah dengan pencernaan, dan tegangan otot (Hitchcock dkk, 2009). Kecemasan ini juga dapat terlihat dari perilaku anak yang kerap kali menghindar dari situasi sosial, sensitif, emosi yang meledak-ledak, menangis, selalu menempel pada orang tua, serta terlampau berhati-hati. Selain perilaku menghindar, ada juga yang disebut dengan safety behavior yang kerap dilakukan oleh anak dengan social phobia. Safety behavior merupakan perilaku yang dilakukan untuk mengurangi rasa cemas pada situasi sosial. Selain itu anak dengan social phobia juga sering digambarkan sebagai anak yang sangat peka akan kritikan dan tidak asertif terhadap teman-temannya (Bruch dan Heimberg dalam Hitchcock dkk, 2009). Sedangkan dari aspek kognitif, anak cenderung sangat memikirkan penilaian dari orang lain dan menganggap situasi sosial sebagai sesuatu yang mengancam (Barret, Rapee, Dadds, dan Ryan dalam Hitchcock dkk, 2009). Hasil penelitian menemukan bahwa baik pada orang dewasa maupun anak-anak yang mengalami gangguan psikologis mengalami distorsi tingkat tinggi pada proses berpikirnya yang terkait dengan automatic thought (Wright, Beck & Thase, 2003). Demikian juga halnya dengan anak yang mengalami social phobia. Anak dengan social phobia memiliki keyakinan bahwa dirinya tidak mampu dan tidak normal sehingga selalu melakukan kesalahan dan tidak diterima oleh orang lain. Anak yang mengalami
6 6 kondisi ini sangat peka terhadap sinyal-sinyal yang menunjukkan adanya kemungkinan penilaian negatif dari orang lain. Anak menjadi terlalu fokus terhadap sinyal-sinyal tersebut sehingga akhirnya tanpa disadari ia terlampau menyalahkan diri sendiri dan memunculkan distorsi persepsi terhadap perilaku orang lain (Ito dkk, 2008). Stimulus netral pun kemudian disalahartikan sebagai sesuatu yang negatif, sedangkan stimulus positif cenderung diabaikan. Demikian juga halnya dengan memorinya akan pengalaman di masa lalu yang berhasil ia lewati dengan baik cenderung kurang ia perhatikan. Distorsi kognitif tersebut kemudian akan mengaktifkan sistem saraf autonom dan memunculkan simptom-simptom kecemasan yang selanjutnya menjadi penguat bagi gambaran diri yang negatif, perasaan tidak mampu, perasaan terhina dan yang akhirnya membuat anak dengan social phobia menarik diri dan menghindar dari situasi sosial. Perilaku menghindar pun membuat anak semakin menyalahkan dirinya, siklus ini akan terjadi secara terus menerus (Clarks dan Well dalam Ito dkk 2008). Berdasarkan uraian diatas, dapat diketahui bahwa social phobia memicu tiga bentuk respon yaitu kognitif, perilaku dan fisiologis. Ketiganya saling berinteraksi dan mempengaruhi satu sama lain. Sebelumnya telah dijelaskan bahwa respon perilaku yaitu perilaku menghindar terhadap situasi sosial dapat menyebabkan berbagai kendala dan hambatan bagi anak. Oleh karena itu, respon perilaku menghindar pada anak dengan social phobia diharapkan dapat diturunkan melalui program intervensi Coping Cat Kendall. Program ini sendiri merupakan program intervensi yang dikhususkan untuk menangani gangguan kecemasan pada anak. Terapis dalam intervensi ini mengajarkan pada anak bahwa mengalami kecemasan adalah suatu hal yang wajar. Anak belajar untuk mengidentifikasi proses kognitif yang terlibat dan mengembangkan coping skills sehingga anak mampu menghadapi rasa takutnya dan tidak perlu menghindarinya. Melalui latihan-latihan yang dilakukan selama sesi terapi dan di luar sesi terapi, maka
7 7 anak dapat yakin bahwa kemampuan copingnya ternyata berhasil (Seligman & Reichenberg, 2012). Efektivitas Coping Cat telah banyak didokumentasikan dalam sejumlah literatur (Silva, dkk, 2006; Velting, dkk, 2004). Program ini disebut sebagai panduan CBT yang aplikasinya tersebar luas untuk mengatasi kecemasan pada anak (Velting, dkk, 2004) dan telah berhasil dilakukan di Amerika Serikat, Australia dan Canada. Program Coping Cat sangat dapat diadaptasi dan juga efektif apabila dilakukan pada kelompok dan dijalankan bersamaan dengan manajemen kecemasan keluarga. Selain itu, program Coping Cat juga berhasil diterapkan pada berbagai etnik budaya dan gender. Penelitian yang dilakukan oleh Kendall (dalam Mash dan Wolve, 2010) menunjukkan program Coping Cat efektif dalam menurunkan tingkat kecemasan pada anak, setelah memperoleh intervensi ini anak tidak lagi memenuhi kriteria untuk gangguan kecemasan. Berdasarkan pertimbangan dari penelitian sebelumnya bahwa Coping Cat efektif dalam menurunkan tingkat kecemasan pada anak maka peneliti tertarik untuk menggunakan program intervensi Coping Cat Kendall pada anak dengan social phobia. Perilaku menghindar yang menjadi karakteristik dari social phobia sering kali diabaikan dan tidak mendapat perhatian oleh orang tua maupun guru di sekolah. Padahal hal tersebut dapat menimbulkan dampak negatif bagi anak karena dapat menghambat fungsi akademis dan sosial anak serta berkembangnya gangguan yang lebih serius. Dengan demikian peneliti memandang masalah social phobia pada anak perlu mendapatkan perhatian yang lebih serius.
8 Perumusan Masalah Berdasarkan fenomena pada latar belakang masalah, maka rumusan masalah penelitian ini adalah: Bagaimana efektivitas Coping Cat Kendall dalam menurunkan social phobia pada anak? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat efektivitas Coping Cat Kendall dalam menurunkan social phobia pada anak Manfaat penelitian Perkembangan Ilmu Pengetahuan Psikologi Klinis Anak Hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai aplikasi nyata psikologi klinis anak terkait penerapan program Coping Cat Kendall dalam upaya untuk menanggulangi gejala-gejala kecemasan pada anak khususnya yang mengalami Social Phobia Perkembangan Pelayanan Psikologi Hasil penelitian mengenai efektivitas Coping Cat Kendall diharapkan mampu menjadi acuan atau pedoman bagi psikolog klinis anak sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan psikologi Perkembangan Riset Psikologi Manfaat penelitian lainnya adalah sebagai dasar pengembangan riset psikologi. Penelitian ini akan menghasilkan gambaran efektivitas Coping Cat Kendall pada anak dengan social phobia. Pengembangan riset psikologi yang dilakukan akan
9 9 meningkatkan kemampuan dan keterampilan psikolog dalam melaksanakan terapi khususnya menggunakan Coping Cat Kendall pada anak dengan social shobia. 1.5 Sistematika Penulisan Bab I Pendahuluan Berisikan uraian mengenai latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka Kajian yang diperoleh dari penelaahan pustaka meliputi kajian literatur dan halhal yang terkait social phobia dan Coping Cat Kendall. Bab III Metode Penelitian Pada bab ini diuraikan tentang desain penelitian, gambaran subjek penelitian, dan rancangan program intervensi Coping Cat Kendall. Bab IV Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Berisikan pelaksanaan intervensi, hasil penelitian serta pembahasan hasil penelitian efektivitas Coping Cat Kendall pada anak dengan social phobia. Selanjutnya akan dibahas pula tentang keterbatasan penelitian. Bab V Kesimpulan dan Saran Pada bab ini akan diuraikan tentang kesimpulan dan akan dibahas pula tentang bagaimana implikasi hasil penelitian terhadap pelayanan dan penelitian.
2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Stres merupakan fenomena umum yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, terdapat beberapa tuntutan dan tekanan yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. menulis. Sindrom pemalu, social anxiety dan social avoidance sendiri telah diketahui
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Social Phobia 2.1.1. Definisi Social Phobia Istilah social phobia pertama kali diciptakan oleh Janet pada tahun 1903 (dalam Heimberg dkk, 1995) untuk menggambarkan pasiennya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa. Merupakan masa transisi dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa remaja
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. membantu mereka melewati fase-fase perkembangan. Dukungan sosial akan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum remaja membutuhkan keluarga yang utuh untuk membantu mereka melewati fase-fase perkembangan. Dukungan sosial akan sangat penting bagi perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman yang semakin maju menuntut masyarakat untuk semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah satu tujuan seseorang
Lebih terperinciSIJIL PSIKOLOGI ISLAM DAN KAUNSELING. WPK 523 Psikologi Perkembangan Remaja, Dewasa dan Orang Tua
SIJIL PSIKOLOGI ISLAM DAN KAUNSELING WPK 523 Psikologi Perkembangan Remaja, Dewasa dan Orang Tua Minggu 5 Pensyarah: Ustazah Dr Nek Mah Bte Batri PhD Pendidikan Agama Islam PhD Fiqh Sains & Teknologi PENDAHULUAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengindikasikan gangguan yang disebut dengan enuresis (Nevid, 2005).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Mengompol merupakan suatu kondisi yang biasanya terjadi pada anakanak yang berusia di bawah lima tahun. Hal ini dikarenakan anak-anak belum mampu melakukan pengendalian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecemasan merupakan suatu keadaan tegang dimana kita termotivasi untuk melakukan sesuatu dan memperingatkan individu bahwa adanya ancaman yang membahayakan individu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Hampir semua perasaan takut bermula dari masa kanak-kanak karena pada masa ini anak belum memiliki kemampuan berpikir yang baik. Hal ini membuat mereka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa
Lebih terperinciLAMPIRAN. Universita Sumatera Utara
LAMPIRAN Lampiran 1. Contoh Alat Ukur Liebowitz Social Anxiety Scale for Children and Adolescents Petunjuk: Untuk setiap situasi, isilah dengan angka berikut yang menunjukkan seberapa besar ketakutan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dibawah situasi yang menekan/stres (Torres et. al, 2012). Menurut Bowlby
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelekatan (attachment) adalah sebuah ikatan afektif yang terus bertahan, yang ditandai oleh kecendrungan untuk mencari dan memelihara kedekatan dengan figur tertentu,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bagi masyarakat, karena banyakdari kaum laki-laki maupun perempuan, tua
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang ini banyak sekali ditemui dimasyarakat Indonesia kebiasaan merokok. Rokok bukanlah suatu hal yang asing lagi bagi masyarakat, karena banyakdari
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI
BAB II TINJAUAN TEORI A. Teori 1. Kecemasan Situasi yang mengancam atau yang dapat menimbulkan stres dapat menimbulkan kecemasan pada diri individu. Atkinson, dkk (1999, p.212) menjelaskan kecemasan merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang
15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa, pada dasarnya sebagai generasi penerus. Mereka diharapkan sebagai subyek atau pelaku didalam pergerakan pembaharuan. Sebagai bagian dari masyarakat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam pendidikan. Perguruan Tinggi diadakan dengan tujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap pasangan. Saling setia dan tidak terpisahkan merupakan salah satu syarat agar tercipta keluarga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menjalani peran sebagai penuntut ilmu, mahasiswa pada umumnya selalu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjalani peran sebagai penuntut ilmu, mahasiswa pada umumnya selalu dihadapkan pada pemikiran-pemikiran tentang seberapa besar pencapaian yang akan diraih selama
Lebih terperinciBAB IV ANALISA DATA. A. Analisis Tentang Proses Bimbingan dan Konseling Islam dengan Terapi
BAB IV ANALISA DATA A. Analisis Tentang Proses Bimbingan dan Konseling Islam dengan Terapi Silaturahmi pada Seorang Remaja yang Mengalami Depresi di Desa Sembayat Kabupaten Gresik. Dalam proses pelaksanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kecemasan timbul akibat adanya respon terhadap kondisi stres atau konflik. Hal ini biasa terjadi dimana seseorang mengalami perubahan situasi dalam hidupnya dan dituntut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan mengalami perkembangan sepanjang hidupnya, mulai dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, dewasa menengah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dipandang sebagai proses yang dinamis yang dipengaruhi oleh sifat bakat seseorang dan pengaruh lingkungan dalam menentukan tingkah laku apa yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Komunikasi merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi menyentuh segala aspek kehidupan manusia, tidak ada kegiatan yang dilakukan oleh
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Rasa Takut dan Cemas Rasa takut dapat disebabkan oleh faktor-faktor seperti objek internal dan hal yang tidak disadari. Menurut Darwin kata takut (fear) berarti hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk. mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara adalah salah satu metode berkomunikasi yang sering digunakan sehari-hari. Berbicara dianggap lebih efektif dalam menyampaikan pesan. Tarigan ( 2008)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh setiap pasangan suami istri karena sebuah kesempurnaan bila seorang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah anugerah yang paling indah yang selalu diidam-idamkan oleh setiap pasangan suami istri karena sebuah kesempurnaan bila seorang laki-laki menjadi ayah dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia yang berkualitas sangat penting artinya untuk
BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Sumber daya manusia yang berkualitas sangat penting artinya untuk mewujudkan tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik. Salah satu jalur strategis yang dapat dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam zaman pembangunan di Indonesia dan globalisasi dunia yang menuntut kinerja yang tinggi dan persaingan semakin ketat, semakin dibutuhkan sumber daya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ainsworth (dalam Helmi, 2004) mengartikan kelekatan sebagai ikatan afeksional pada seseorang yang ditujukan pada figur lekat dan ikatan ini berlangsung lama
Lebih terperinciBAB I 1.1 Latar Belakang
BAB I 1.1 Latar Belakang Gangguan jiwa yaitu suatu sindrom atau pola perilaku yang secara klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan menimbulkan gangguan pada satu atau lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perkembangan yang mengakibatkan ketidakmampuan mengatur perilaku, khususnya untuk mengantisipasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (2011), pada tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan derajat kesehatan dan kesejahteraan penduduk, berpengaruh terhadap peningkatan Usia Harapan Hidup (UHH) masyarakat di Indonesia. Menurut laporan Perserikatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Istilah autisme sudah cukup familiar di kalangan masyarakat saat ini, karena media baik media elektronik maupun media massa memberikan informasi secara lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut Papalia et, al (2008) adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Fungsi utama Rumah Sakit yakni melayani masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Seiring dengan berjalannya waktu dan semakin majunya teknologi kedokteran,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan perasaan tegang, pikiran khawatir dan. perubahan fisik seperti meningkatnya tekanan darah.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Kazdin (2000) dalam American Psychological Association mengatakan kecemasan merupakan emosi yang ditandai dengan perasaan tegang, pikiran khawatir dan perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bergaul dan diterima dengan baik di lingkungan tempat mereka berada. Demikian
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi serta membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Sebagai makhluk sosial, manusianya bisa berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia sekolah mempunyai berbagai resiko yang lebih mengarah pada kecerdasan, moral, kawasan sosial dan emosional, fungsi kebahasaan dan adaptasi sosial.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kadang berbagai macam cara dilakukan untuk mencapai tujuan itu. Salah satu yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang pasti menginginkan mendapatkan nilai yang bagus dalam setiap ujian yang mereka lakukan, ataupun dalam tugas tugas yang mereka kerjakan, dan kadang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya layanan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman yang semakin pesat membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya layanan pendidikan yang efektif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN survei rutin yang dilakukan rutin sejak tahun 1991 oleh National Sleep
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap tahun angka kejadian insomnia terus meningkat, diperkirakan sekitar 20% sampai 50% orang dewasa melaporkan adanya gangguan tidur atau insomnia, dan sekitar 17%
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi masalah kesehatan mental. Jika sudah menjadi masalah kesehatan mental, stres begitu mengganggu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan Kecemasan atau anxietas adalah status perasaan tidak menyenangkan yang terdiri atas respon-respon patofisiologis terhadap antisipasi bahaya yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Fobia sering kali dimiliki seseorang. Apabila terdapat perasaan takut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fobia sering kali dimiliki seseorang. Apabila terdapat perasaan takut akan sesuatu yang terkadang tidak mengidap sesuatu adalah lucu dan aneh, tetapi bagi orang yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketika menikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1
HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Tiara Noviani F 100 030 135 FAKULTAS PSIKOLOGI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung pula oleh sumber daya manusia yang berkualitas, baik dari segi mental, spritual maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengalaman berbicara di depan umum pun tidak terlepas dari perasaaan ini.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perasaan cemas atau grogi saat mulai berbicara di depan umum adalah hal yang seringkali dialami oleh kebanyakan orang. Bahkan seseorang yang telah berpengalaman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang tua menginginkan dan mengharapkan anak yang dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan pintar. Anak-anak yang patuh, mudah diarahkan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari kesejahteraan. Mereka mencoba berbagai cara untuk mendapatkan kesejahteraan tersebut baik secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 pasal 2 ayat 1 menetapkan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Hal tersebut mengandung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. yang lain untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik kebutuhan secara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sebagai mahkluk sosial selalu berhubungan dengan orang lain karena pada dasarnya manusia tercipta sebagai mahluk sosial,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Kelainan ini dikenal dan
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Kelainan ini dikenal dan diperkenalkan tahun 1943 oleh seorang psikolog anak di Amerika Serikat bernama Leo Kanner
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia 4-6 tahun merupakan waktu paling efektif dalam kehidupan manusia untuk mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kriminalitas dalam bentuk tindak pelecehan seksual saat ini marak terjadi dalam lingkungan masyarakat. Laporan kasus tindakan pelecehan seksual selalu ada dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan setiap anak di dunia ini berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Tidak hanya anak normal saja
Lebih terperinciPENGARUH BRAIN GYM TERHADAP PENURUNAN TINGKAT STRES PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D IV FISIOTERAPI TINGKAT AKHIR
PENGARUH BRAIN GYM TERHADAP PENURUNAN TINGKAT STRES PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D IV FISIOTERAPI TINGKAT AKHIR Skripsi Ini Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Mendapatkan Gelar Sarjana Sains Terapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
A. Latar Belakang Gangguan kecemasan diperkirakan dialami 1 dari 10 orang. Menurut data National Institute of Mental Health (2005) di Amerika Serikat terdapat 40 juta orang mengalami gangguan kecemasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia
Lebih terperinciBAB V POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PARTISIPAN INDONESIA DALAM PERSEKUTUAN DOA SOLAFIDE
BAB V POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA PARTISIPAN INDONESIA DALAM PERSEKUTUAN DOA SOLAFIDE Komunikasi menjadi bagian terpenting dalam kehidupan manusia, setiap hari manusia menghabiskan sebagian besar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan bidang keilmuan yang diambilnya. (Djarwanto, 1990)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Skripsi bertujuan agar mahasiswa mampu menyusun dan menulis suatu karya ilmiah, sesuai dengan bidang ilmunya. Mahasiswa yang mampu menulis skripsi dianggap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu lainnya.
Lebih terperinci5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan, diskusi dan saran. Kesimpulan dalam penelitian ini berisi gambaran sibling rivalry pada anak ADHD dan saudara kandungnya
Lebih terperinciBAB 5 HASIL PENELITIAN Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Dental Anak Usia 6 Tahun
32 BAB 5 HASIL PENELITIAN Dari Penelitian Analitik observasional dengan rancangan cross sectional yang dilakukan di Sekolah Dasar Pelangi kasih, Sekolah Dasar Theresia, dan Sekolah Dasar Negeri Pegangsaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akan merasa sedih apabila anak yang dimiliki lahir dengan kondisi fisik yang tidak. sempurna atau mengalami hambatan perkembangan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelahiran anak merupakan dambaan setiap keluarga yang tidak ternilai harganya. Anak adalah anugerah yang diberikan Tuhan, yang harus dijaga, dirawat, dan diberi bekal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dan tuntutan kehidupan (Sunaryo, 2013). Menurut Nasir & Muhith (2011) stres
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Stres adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan (Sunaryo, 2013). Menurut Nasir & Muhith (2011) stres merupakan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian pustaka 2.1.1 Kehamilan 2.1.1.1 Definisi Kehamilan adalah suatu keadaan mengandung embrio atau fetus di dalam tubuh, setelah bertemunya sel telur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak. mata bersifat jasmani, sosial ataupun kejiwaan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Di era modern masa kini, banyak ditemukannya permasalahan yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak sesuai dengan rencana. Segala permasalahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mekanisme koping adalah suatu cara yang digunakan individu dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mekanisme koping adalah suatu cara yang digunakan individu dalam menyelesaikan masalah, mengatasi perubahan yang terjadi dan situasi yang mengancam baik secara kognitif
Lebih terperinciPedologi. Gangguan Kecemasan (Anxiety Disorder) Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi
Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI Pedologi Gangguan Kecemasan (Anxiety Disorder) Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pengertian Kecemasan : Kecemasan (anxiety) dapat diartikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan unit sosial terkecil di dalam lingkungan masyarakat. Bagi anak, keluarga merupakan tempat pertama mereka untuk berinteraksi. Keluarga yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merasakan tentang dirinya (sense of self) serta bagaimana cara individu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia pendidikan sangat erat kaitannya dengan komunikasi. Begitu juga dengan prilaku, tidak ada prilaku yang tidak membutuhkan komunikasi, baik komunikasi verbal,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus gangguan perilaku eksternal sudah menjadi topik yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasus gangguan perilaku eksternal sudah menjadi topik yang menarik untuk dibicarakan. Mach (2004) mengungkapkan bahwa kasus gangguan perilaku eksternal lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Merokok masih menjadi kebiasaan banyak orang baik di negara. tinggi. Jumlah perokok di Indonesia sudah pada taraf yang sangat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Merokok masih menjadi kebiasaan banyak orang baik di negara berkembang maupun di negara maju. Menurut survey Badan Kesehatan Dunia (WHO) (Amalia, 2000) 75%
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan mengalami masa transisi peran sosial, individu dewasa awal akan menindaklanjuti hubungan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tergantung pada orangtua dan orang-orang disekitarnya hingga waktu tertentu.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan tergantung pada orangtua dan orang-orang disekitarnya hingga waktu tertentu. Seiring dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masa ini sering kali disebut dengan masa keemasan the Golden Age, masa-masa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah individu yang unik, dimana anak selalu bergerak, memiliki rasa ingin tahu yang kuat, memiliki potensi untuk belajar dan mampu mengekspresikan diri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia perlu berkomunikasi dan berinteraksi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi perubahan pertumbuhan dan perkembangan. Masa remaja mengalami perubahan meliputi perubahan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,
BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa ini, remaja menaruh minat dan perhatian yang cukup besar terhadap relasi dengan teman
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan di Puskesmas Wonosari pada bulan September-Oktober 2016.
47 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Lokasi Penelitian Penelitian tentang Hubungan Antara Faktor Demografi dengan Pada Penderita Hipertensi di Kabupaten Gunungkidul DIY telah dilakukan di Puskesmas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rista Mardian,2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rokok dan perokok bukan suatu hal yang baru didunia ini, tetapi telah ada sejak lama. Di Indonesia, rokok sudah menjadi barang yang tidak asing dan sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah pada dasarnya merupakan lingkungan sosial yang berfungsi sebagai tempat bertemunya individu satu dengan yang lainnya dengan tujuan dan maksud yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. alat-alat kelamin manusia mencapai kematangannya. Secara anatomis berarti alatalat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu lain yang terkait (seperti biologi dan ilmu faal) remaja dikenal sebagai suatu tahap perkembangan fisik, yaitu masa alat-alat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini berarti seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada perjalanan kehidupan, manusia berada dititik- titik yang berbeda dalam
BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Pada perjalanan kehidupan, manusia berada dititik- titik yang berbeda dalam siklus kehidupan keluarga. Fase-fase siklus kehidupan keluarga mencakup meninggalkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahasiswa merupakan sebutan bagi seseorang yang sedang menempuh perguruan tinggi. Masa perguruan tinggi dengan masa SMA sangatlah berbeda, saat duduk dibangku perguruan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perilaku, komunikasi dan interaksi sosial (Mardiyono, 2010). Autisme adalah
BAB I PENDAHULUAN Bab ini menggambarkan tentang latar belakang masalah, perumusan penelitian, tujuan umum dan tujuan khusus penelitian serta manfaat yang diperoleh dari penelitian ini. 1.1 Latar Belakang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. stressor, produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap masyarakat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sehat jiwa adalah keadaan mental yang sejahtera ketika seseorang mampu merealisasikan potensi yang dimiliki, memiliki koping yang baik terhadap stressor, produktif
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat tertentu
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat tertentu dengan tingkat yang berbeda - beda. Kecemasan merupakan salah satu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semua dokter gigi yang merawat pasien anak menyadari bahwa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semua dokter gigi yang merawat pasien anak menyadari bahwa mereka dihadapkan dengan pasien anak yang memiliki rasa cemas yang berlebih (Williams dkk., 1985). De
Lebih terperinci