BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dokter yang umumnya dimulai dari penerimaan resep, pengkajian resep, penyiapan
|
|
- Fanny Pranoto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan kefarmasian di puskesmas terdiri dari pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai dan pelayanan farmasi klinik (Kementerian Kesehatan RI, 2014 b ). Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan obat berdasarkan resep dokter yang umumnya dimulai dari penerimaan resep, pengkajian resep, penyiapan perbekalan farmasi berupa peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai dengan pemberian informasi. Pada setiap tahap tersebut farmasis mampu melakukan upaya pencegahan terjadinya masalah dalam terapi obat (drug related problems) untuk keselamatan pasien (patient safety) (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Pengambilan data dilakukan di Puskesmas Mlati 1, Puskesmas Mlati 2, Puskesmas Sleman dan Puskesmas Ngemplak 1 karena diperkirakan telah mampu menggambarkan keadaan ISPA di Kabupaten Sleman bagian barat, selatan dan timur. Identifikasi drug related problems dan penyebabnya di puskesmas perlu dilakukan dalam upaya pencegahan terjadinya efek terapi yang tidak diharapkan sehingga pasien memperoleh manfaat maksimal dari terapi pengobatan yang diberikan (Cipolle et al., 2004). Farmasis memiliki peran yang sangat penting dalam upaya pencegahan kejadian drug related problems dengan meningkatkan penggunaan obat yang rasional. Penggunaan obat dapat dikatakan rasional apabila pasien menerima obat sesuai dengan kebutuhannya untuk periode waktu yang adekuat dengan harga yang paling murah untuk pasien, sedangkan penggunaan 1
2 2 obat dapat dikatakan tidak rasional apabila kemungkinan dampak negatif, berupa klinik maupun ekonomi, yang diterima oleh pasien lebih besar daripada manfaatnya (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Penggunaan obat yang rasional diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien, tetapi dalam pemberian obat ada kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan yang dapat mempengaruhi hasil terapi (Aslam, 2012). Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang penyebarannya luas, yaitu pada bayi, anak-anak, dewasa maupun usia lanjut (Departemen Kesehatan RI, 2005). Period prevalence ISPA di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 25,0%, sedangkan period prevalence ISPA di D.I. Yogyakarta pada tahun 2013 cukup tinggi, yaitu 23,3% dimana tidak terjadi perubahan yang signifikan dibandingkan pada tahun 2007 (Kementerian Kesehatan RI, 2013 a ). Penyakit ISPA banyak terjadi pada anak-anak, terutama pada balita di Indonesia rata-rata mengalami sakit batuk dan pilek 3 6 kali dalam satu tahun (Departemen Kesehatan RI, 2008). Pengobatan infeksi saluran pernapasan akut bertujuan untuk menghilangkan gejala yang berat atau mengganggu karena pada umumnya infeksi saluran pernapasan akut akan sembuh sendiri dalam 3 5 hari (Departemen Kesehatan RI, 2007 a ). ISPA menyebabkan peningkatan dalam penggunaan obat bebas (antiinfluenza, obat batuk, multivitamin) dan antibiotik. Sebagian besar ISPA disebabkan oleh virus, sementara antibiotik ditujukan untuk pengobatan penyakit yang disebabkan oleh bakteri sehingga sering terjadi pemakaian antibiotik yang tidak tepat (Departemen Kesehatan RI, 2005).
3 3 Pengobatan yang berdasarkan pada keluhan yang muncul menyebabkan pasien infeksi saluran pernapasan akut menerima obat-obatan untuk mengurangi atau menghilangkan masing-masing keluhan sehingga berisiko menyebabkan terjadinya drug related problems. Masalah drug related problems yang mungkin terjadi, antara lain perlu tambahan terapi obat, pengobatan yang tidak diperlukan, dosis obat yang terlalu rendah atau terlalu tinggi dan reaksi obat yang merugikan (Cipolle et al., 2004). Kejadian drug related problems terkait penyakit ISPA di puskesmas Kota Pangkalpinang dengan jumlah sampel 134 pasien, antara lain: pemilihan obat yang tidak tepat (98,5%) dan dosis obat terlalu rendah (49,25 %) (Sudarsono, 2016). Persentase potensial terjadinya drug related problems pada pengobatan infeksi saluran pernapasan akut di instalasi rawat jalan RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta pada tahun 2004 menunjukkan dosis obat terlalu tinggi (3,67%), dosis obat terlalu rendah (2,00%), obat salah (9,33%) dan adanya interaksi obat (6,67%) (Hidayatullah, 2006). Infeksi saluran pernapasan akut juga merupakan penyebab dari 40 60% kunjungan berobat di puskesmas dan 15 30% kunjungan berobat dibagian rawat inap maupun rawat jalan rumah sakit di Indonesia (Kementerian Kesehatan RI, 2012). Pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) merupakan gatekeeper pelayanan pengobatan penyakit dengan mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Kementerian Kesehatan RI, 2014 a ). Pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat non-spesialistik (primer) yang dilaksanakan di fasilitas
4 4 kesehatan tingkat pertama, meliputi pelayanan rawat jalan maupun rawat inap. Pelayanan obat di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) mengacu pada daftar obat Formularium Nasional dan harga obat yang tercantum dalam e-katalog obat. BPJS kesehatan wajib membayar atas pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien dengan tarif kapitasi dan non-kapitasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah (Kementerian Kesehatan RI, 2014 d ). Tarif kapitasi adalah besaran pembayaran per-bulan yang dibayar kepada FKTP berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan, sedangkan tarif non-kapitasi adalah besaran pembayaran klaim kepada FKTP berdasarkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan. Standar tarif kapitasi di FKTP (puskesmas atau fasilitas kesehatan yang setara) sebesar Rp 3.000,00 (tiga ribu rupiah) sampai Rp 6.000,00 (enam ribu rupiah) (Kementerian Kesehatan RI, 2014 d ). Dana kapitasi yang diterima dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dimanfaatkan seluruhnya untuk pembayaran jasa pelayanan kesehatan (60%) dan biaya operasional pelayanan kesehatan (40%). Pembayaran jasa pelayanan kesehatan diberikan kepada tenaga kesehatan dan tenaga non-kesehatan dengan mempertimbangkan kehadiran, serta jenis ketenagaan dan/atau jabatan, sedangkan biaya operasional pelayanan kesehatan dimanfaatkan untuk obat, alat kesehatan, bahan medis habis pakai dan kegiatan operasional pelayanan kesehatan lainnya (Kementerian Kesehatan RI, 2014 c ). Daftar obat, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dituangkan dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan Formularium Nasional yang telah ditetapkan oleh menteri (Kementerian Kesehatan
5 5 RI, 2013 b ). Berdasarkan standar tarif kapitasi yang ditetapkan oleh pemerintah, biaya pengobatan untuk semua jenis penyakit yang dilayani di puskesmas memiliki tarif yang sama. Biaya peresepan tiap jenis penyakit merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan untuk menghitung persentase komponen obat dalam besaran tarif kapitasi di puskesmas (Lampert, 2007). Pada era JKN saat ini, biaya pengobatan seluruhnya ditanggung oleh pemerintah sehingga anggaran pemerintah untuk biaya kesehatan menjadi meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Pada penelitian ini dilakukan analisis biaya peresepan agar alokasi dana kesehatan di puskesmas maupun pemerintah menjadi lebih efisien. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat ditarik permasalahan sebagai berikut : 1. Berapakah persentase kejadian setiap kategori drug related problems pada pasien infeksi saluran pernapasan akut di beberapa puskesmas Kabupaten Sleman tahun 2016? 2. Apakah terdapat perbedaan nilai biaya peresepan akibat adanya drug related problems pada peresepan pasien infeksi saluran pernapasan akut di beberapa puskesmas Kabupaten Sleman tahun 2016? C. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui persentase kejadian setiap kategori drug related problems pada pasien infeksi saluran pernapasan akut di beberapa puskesmas Kabupaten Sleman tahun 2016.
6 6 2. Mengetahui apakah terdapat perbedaan nilai biaya peresepan akibat adanya drug related problems pada peresepan pasien infeksi saluran pernapasan akut di beberapa puskesmas Kabupaten Sleman tahun D. Tinjauan Pustaka 1. Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan dijangkau oleh masyarakat dengan peran serta aktif masyarakat (Kementerian Kesehatan RI, 2014 a ). Pelayanan kefarmasian adalah pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan sediaan farmasi untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pelayanan kefarmasian bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan. Pelayanan kefarmasian di puskesmas harus mendukung tiga fungsi pokok puskesmas, yaitu sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama, meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat. Standar pelayanan kefarmasian di puskesmas, meliputi standar pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai, serta pelayanan farmasi klinik (Kementerian Kesehatan RI, 2014 b ). Pelayanan farmasi klinik di puskesmas bertujuan untuk: a. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan pelayanan kefarmasian di puskesmas.
7 7 b. Memberikan pelayanan kefarmasian yang dapat menjamin efektivitas, keamanan dan efisiensi obat dan bahan medis habis pakai. c. Meningkatkan kerjasama dengan profesi kesehatan lain dan kepatuhan pasien yang terkait dalam pelayanan kefarmasian. d. Melaksanakan kebijakan obat di puskesmas dalam rangka meningkatkan penggunaan obat secara rasional (Kementerian Kesehatan RI, 2014 b ). Evaluasi penggunaan obat adalah kegiatan untuk mengevaluasi penggunaan obat secara terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau (rasional) (Kementerian Kesehatan RI, 2014 b ). 2. Drug Related Problems Drug related problems adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan terjadi pada pasien yang disebabkan atau yang diduga akibat terapi obat yang terjadi atau memiliki potensi untuk mengganggu hasil terapi yang diharapkan. Kejadian ini masih dapat dicegah dan tidak semua pasien mengalami efek samping (adverse drug reaction) (Cipolle et al., 2004; PCNE, 2006; Kementerian Kesehatan RI, 2011). Farmasis harus memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi drug related problems aktual maupun potensial, mengatasi drug related problems aktual dan mencegah terjadinya drug related problems potensial dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian (Bezverhni et al., 2012).
8 8 Tabel I. Jenis Drug Related Problems dan Penyebabnya (Koda-Kimble et al., 2009) Kategori Drug Nomor Related Problems 1 Membutuhkan tambahan terapi obat Penyebab Obat diindikasikan, tetapi tidak diresepkan untuk pasien. Penyakit pasien telah terdiagnosis, tetapi tidak diberikan terapi (kemungkinan terapi obat tidak perlu). Obat yang diresepkan telah tepat, tetapi tidak dikonsumsi pasien (kepatuhan). 2 Obat tidak tepat Penggunaan obat tanpa indikasi. Tidak ada penyakit yang mengindikasikan penggunaan obat tersebut. Penyakit sudah sembuh. Duplikasi dari terapi lain. Obat dengan harga yang lebih murah tersedia. Obat tidak termasuk dalam formularium. Gagal untuk mendeteksi status kehamilan, usia pasien atau kontraindikasi lainnya. Penggunaan obat OTC yang tidak tepat. Penggunaan obat psikotropik. 3 Dosis yang tidak tepat 4 Reaksi obat yang merugikan Dosis obat yang diresepkan terlalu tinggi (pengaturan terhadap fungsi ginjal, hepar, usia dan ukuran tubuh). Dosis obat yang diresepkan telah tepat, tetapi pasien menggunakan obat secara berlebihan (kepatuhan). Dosis obat yang diresepkan terlalu rendah (pengaturan terhadap usia dan ukuran tubuh). Dosis obat yang diresepkan telah tepat, tetapi pasien tidak menggunakan obat secara tepat (kepatuhan). Interval dosis yang tidak tepat, tidak sesuai atau kurang optimal (pada penggunaan bentuk sediaan sustainedrelease). Pasien memiliki alergi terhadap obat (hipersensitif). Penggunaan obat menyebabkan suatu penyakit. Penggunaan obat menyebabkan perubahan pada hasil tes laboraturium. Reaksi yang belum diketahui penyebabnya (idiosyncratic). 5 Interaksi obat Interaksi obat dengan obat. Interaksi obat dengan makanan. Interaksi obat dengan tes laboratorium. Interaksi obat dengan penyakit. Kemampuan farmasis dalam mengidentifikasi dan membuat rencana yang tepat untuk pengobatan pasien harus diawali dengan penggalian informasi pasien yang sangat spesifik dan lengkap. Ketika farmasis dapat mengidentifikasi drug related problems maka tindakan yang dapat dilakukan
9 9 farmasis adalah mengganti obat, meningkatkan dosis, menurunkan dosis, menambah obat baru, menghentikan terapi obat atau melakukan tindakan lain dengan izin dari penulis resep dan/atau pasien (Cipolle et al., 2004). Drug related problems dapat diatasi atau dicegah jika penyebabnya diketahui dengan jelas sehingga perlu dilakukan identifikasi kategori drug related problems dan penyebabnya. Dengan mengidentifikasi penyebabnya, farmasis dan pasien dapat menyusun rencana pengobatan yang rasional sehingga pasien menyadari manfaat maksimal dari terapi (Cipolle et al., 2004). Selain itu, upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh farmasis di fasilitas pelayanan kesehatan, berupa menetapkan guideline pengobatan yang merujuk pada panduan nasional dan melakukan identifikasi obat-obat high alert (Kementerian Kesehatan RI, 2011). 3. Infeksi Saluran Pernapasan Akut bagian Atas a. Definisi Penyakit infeksi saluran pernapasan bagian atas, meliputi sinusitis, faringitis, laringitis, epiglotitis, tonsillitis dan otitis (Departemen Kesehatan RI, 2005). Pada anak-anak, usia lanjut dan orang yang memiliki daya tahan rendah cenderung menderita komplikasi, seperti infeksi bakteri sekunder. Penularannya melalui percikan udara pada saat batuk, bersin dan tangan yang tidak dicuci setelah kontak dengan cairan hidung/mulut (Departemen Kesehatan RI, 2007 b ).
10 10 b. Klasifikasi (1) Faringitis adalah infeksi atau inflamasi pada membran faring, umumnya diderita anak-anak usia 5-15 tahun di daerah dengan iklim panas (Departemen Kesehatan RI, 2005; Departemen Kesehatan RI, 2007 a ). (2) Otitis media adalah radang pada telinga tengah yang diawali dengan infeksi saluran pernapasan bagian atas dan umumnya terjadi pada bayi atau anak-anak, serta terbagi menjadi otitis media akut, otitis media efusi dan otitis media kronik (Departemen Kesehatan RI, 2005; Departemen Kesehatan RI, 2007 a ). (3) Sinusitis adalah suatu peradangan pada sinus (hidung) yang terjadi akibat alergi atau infeksi virus, bakteri maupun jamur dan terbagi menjadi sinusitis akut, sinusitis subakut dan sinusitis kronik (Departemen Kesehatan RI, 2005; Departemen Kesehatan RI, 2007 a ). (4) Tonsilitis adalah suatu peradangan pada tonsil (amandel) yang dapat terjadi pada semua golongan umur. Tonsil merupakan kelenjar getah bening dibagian belakang mulut yang berfungsi membantu menyaring bakteri dan mikroorganisme lainnya untuk mencegah infeksi (Departemen Kesehatan RI, 2007 a ). c. Etiologi Infeksi saluran pernapasan akut dapat disebabkan oleh virus, seperti Rhinovirus, Coronavirus, Parainfluenza, Adenovirus, Epstein-barr virus, Herpes virus, Influenza A dan B, atau oleh bakteri, seperti A-B Hemolytic
11 11 Streptococcus, Chlamydia, Corynebacterium diphtheria dan Hemophilus influenza, atau jamur, seperti Candida pada pasien HIV-AIDS. Faktor pencetus yang paling sering pada faringitis adalah akibat iritasi makanan. Peradangan pada sinusitis dapat disebabkan oleh ostium sinus yang tersumbat atau rambut-rambut pembersih (ciliary) rusak sehingga sekresi mukus tertahan dalam rongga sinus (Departemen Kesehatan RI, 2005; Departemen Kesehatan RI, 2007 a ). d. Gejala Klinis dan Diagnosis Gejala yang muncul pada pasien infeksi saluran pernapasan akut, yaitu gejala sistemik berupa demam, sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi dan nafsu makan hilang, serta gejala lokal berupa rasa gatal sampai nyeri pada tenggorokan, terkadang batuk kering, hidung tersumbat, bersin dan sekret encer maupun nanah berwarna kuning atau hijau. Gejala yang dialami dapat sembuh sendiri dalam 3 5 hari bergantung pada adanya infeksi sekunder, virulensi kuman dan daya tahan tubuh pasien. Jika ada infeksi sekunder maka sekret akan bersifat serus, seromukus atau mukopurulen. Pada tonsillitis, gejala yang timbul umumnya adalah tonsil tampak membengkak dan merah (Departemen Kesehatan RI, 2007 a ). Gejala sinusitis yang disebabkan oleh virus menetap lebih dari 10 hari namun kualitas dan warna sekret hidung jernih dan cair (Departemen Kesehatan RI, 2005). Gejala berlangsung 2 7 hari, tetapi pada hari ke-10 gejala berkurang walaupun masih terdapat batuk dan gangguan pernapasan pada anak-anak dan bayi selama lebih dari 2 minggu (Cloutier, 1983).
12 12 Sinusitis dapat mempengaruhi maxillary antrum sehingga menyebabkan nyeri pada rahang atas akibat penyumbatan dari sinus menuju rongga hidung (Anonim, 2015 b ). Diagnosis dapat ditegakkan dengan melihat gejala yang muncul dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan lebih lanjut yang dapat dilakukan adalah foto rontgen, auskultasi paru-paru, status telinga pada anak dan EKG pada yang mengalami nyeri dada (Departemen Kesehatan RI, 2007 a ). Otitis media dapat didiagnosis dengan otoscope, tympanometer, x-ray dan CT-scan (Departemen Kesehatan RI, 2005). e. Penatalaksanaan Tujuan penatalaksanaan infeksi saluran pernapasan akut adalah menghilangkan gejala yang terasa berat atau mengganggu. Terapi nonfarmakologi yang dianjurkan adalah istirahat yang cukup dan banyak minum air putih. Untuk mengurangi rasa tidak nyaman pada sinus dapat dilakukan dengan menghirup uap dari semangkuk air panas dan kompres hangat pada daerah sinus yang terkena (Departemen Kesehatan RI, 2007 a ). Hal lain yang perlu dilakukan adalah menghindari minuman dingin, makanan yang berminyak dan udara malam. Jika mengalami demam maka dapat diberikan kompres dengan air hangat (Departemen Kesehatan RI, 2007 b ). Terapi farmakologi yang umumnya digunakan adalah golongan obat over-the-counter, seperti antihistamin, dekongestan, antitusif dan ekspektoran yang dapat digunakan secara tunggal atau dengan kombinasi
13 13 (Simasek dan Blandino, 2007). Terapi farmakologi yang diberikan untuk meredakan nyeri dan demam yang dialami pasien (analgetik-antipiretik), serta jika mengalami infeksi sekunder maka dapat diberikan antibiotik (Departemen Kesehatan RI, 2007 a ). Tabel II. Terapi Farmakologi Infeksi Saluran Pernapasan Akut bagian Atas (Departemen Kesehatan RI, 2005; Departemen Kesehatan RI, 2007 a ) No Golongan Obat 1. Analgetik antipiretik Nama Zat Aktif Parasetamol/ Asetaminofen Asetosal/ Aspirin Ibuprofen 2. Antihistamin Klorfeniramin maleat (CTM) Dosis Pemakaian Dosis anak-anak: < 1 tahun = 60 mg (3 sehari) 1-3 tahun = mg (3 sehari) 3-6 tahun = mg (3 sehari) 6-12 tahun = mg (3 sehari) Dosis dewasa: mg (4 sehari) jika perlu Dosis maksimal: 4 g/hari Dosis anak-anak: 2-3 tahun = mg (4-6 sehari) 4-5 tahun = mg (4-6 sehari) 6-8 tahun = mg (4-6 sehari) 9-11 tahun = mg (4-6 sehari) >11 tahun = 500 mg (4-6 sehari) Dosis dewasa: mg (4-6 sehari) maksimal 4 hari Dosis maksimal: 3,2 g/hari Dosis anak-anak (berat badan minimal 7 kg): 1-2 tahun = 50 mg (3-4 sehari) 3-7 tahun = 250 mg (3-4 sehari) 8-12 tahun = 500 mg (3-4 sehari) Dosis dewasa: 200 mg (4 sehari) maksimal 10 hari, jika perlu Dosis maksimal: 2,4 g/hari Dosis anak-anak: <1 tahun = tidak direkomendasikan 1-2 tahun = 1 mg ( 2 sehari) 2-5 tahun = 1 mg (4-6 sehari) dengan dosis maksimal 6 mg/hari 6-12 tahun = 2 mg (4-6 sehari) dengan dosis maksimal 12 mg/hari Dosis dewasa: 4 mg (4-6 sehari) dengan dosis maksimal 24 mg/hari
14 14 Tabel II. Lanjutan. No. Golongan Obat Nama Zat Aktif Dosis Pemakaian 2. Antihistamin Setirizin Dosis anak-anak: < 2 tahun = 2,5 mg (1 sehari) 2-5 tahun = 2,5 mg (2 sehari) Dosis dewasa: 5-10 mg (1 sehari) Loratadin Dosis anak-anak: 2-5 tahun = 5 mg (1 sehari) >5 tahun = 10 mg (1 sehari) Dosis dewasa: 10 mg (1 sehari) 3. Antitusif Dekstrometorfan HBr (DMP HBr) Dosis bayi: 2,5-5 mg (3 sehari) Dosis anak-anak: 5-10 mg (3 sehari) Dosis dewasa: mg (3 sehari) Difenhidramin HCl Dosis anak usia 6-12 tahun: 12,5-25 mg (3-4 sehari) Dosis dewasa: mg (3 sehari) maksimal 4 hari Dosis maksimal: 150 mg/hari 4. Dekongestan Fenilpropanolamin Dosis anak-anak: 7,5 mg (3 4 sehari) Dosis dewasa: 15 mg (3 4 sehari) Fenilefrin 5. Ekspektoran Gliseril guaiakolat (GG) Dosis anak-anak: <6 tahun = 2,5 mg (3 sehari) dengan dosis maksimal 15 mg/hari 6-12 tahun = 5 mg (3 sehari) dengan dosis maksimal 30 mg/hari Dosis dewasa: 10 mg (3 sehari) dengan dosis maksimal 60 mg/hari Durasi maksimal: 7 hari Pseudoefedrin Dosis anak-anak: <2 tahun = 4 mg/kgbb/hari (4 sehari) 2 5 tahun = 15 mg (4 sehari) dengan dosis maksimal 60 mg/hari 6 12 tahun = 30 mg (4 sehari) dengan dosis maksimal 120 mg/hari Dosis dewasa: mg (4 sehari) dengan dosis maksimal 240 mg/hari Efedrin Dosis anak-anak: 3 mg/kgbb/hari (4-6 sehari) Dosis dewasa: mg (6 8 sehari) Dosis anak-anak: 6 bulan 2 tahun = mg (3 sehari); dosis maksimal 300 mg/hari 2 6 tahun = mg (3 sehari); dosis maksimal 600 mg/hari 6 12 tahun = mg (3 sehari); dosis maksimal 1,2 g/hari Dosis dewasa: mg (3 4 sehari); dosis maksimal 2,4 g/hari
15 15 Tabel II. Lanjutan. No. Golongan Obat Nama Zat Aktif Dosis Pemakaian 6. Mukolitik Asetilsistein Dosis anak-anak: < 2 tahun = 50 mg (2 sehari) 2-4 tahun = 100 mg (2 sehari) > 4 tahun = 100 mg (3 sehari) Dosis dewasa: 200 mg (3 sehari) Durasi maksimal: 5-10 hari 7. Bronkodilator Salbutamol Dosis anak-anak: < 2 tahun = 100 µg/kgbb (4 sehari) 2-6 tahun = 1-2 mg (3 sehari) dengan dosis maksimal 12 mg/hari 6-12 tahun = 2 mg (3-4 sehari) dengan dosis maksimal 24 mg/hari Dosis dewasa: 2-4 mg (3-4 sehari) dengan dosis maksimal 32 mg/hari Aminofilin Dosis dewasa: 100 mg (3-4 sehari) 8. Antibiotik Kotrimoksazol Dosis anak-anak: 6-12 mg TMP/ mg SMX/kgBB/hari (2 sehari) Dosis dewasa: 2 tablet dewasa (2 sehari) Amoksisilin Dosis anak-anak: mg/kg BB/hari (3 sehari) Dosis dewasa: 500 mg (3 sehari) Eritromisin Dosis anak-anak: mg/kg BB/hari Dosis dewasa: 500 mg (3 sehari) Ampisilin Dosis anak-anak: 25 mg/kgbb (4 sehari), durasi tergantung stadium OMA Dosis dewasa: 500 mg (4 sehari), durasi tergantung stadium OMA Doksisiklin Dosis anak usia > 8 tahun: 100 mg (2 sehari) Dosis dewasa: 100 mg (2 sehari) 4. Biaya Peresepan Biaya selalu menjadi pertimbangan penting karena adanya keterbatasan sumber daya, terutama dana, dalam kajian farmakoekonomi. Keterbatasan ini menyebabkan perlunya pemilihan prioritas yang dibuat secara obyektif dan mengalokasikan sumber daya yang tersedia seefisien mungkin. Biaya kesehatan melingkupi lebih dari sekedar biaya pelayanan kesehatan, tetapi juga termasuk biaya pelayanan lainnya dan biaya yang diperlukan oleh pasien
16 16 sendiri. Analisis biaya adalah metode atau cara untuk menghitung besarnya pengorbanan (biaya) dalam unit moneter (rupiah), baik yang langsung (direct cost) maupun tidak langsung (indirect cost), untuk mencapai suatu tujuan (Kementerian Kesehatan RI, 2013 c ). Terdapat beberapa kategori dalam analisis biaya: a. Biaya medik langsung (direct medical cost) Biaya medik langsung merupakan semua barang, jasa dan sumber daya lainnya yang berfungsi memberikan perawatan kesehatan dan pelayanan kesehatan lainnya, termasuk biaya dokter, jasa rumah sakit, obat-obatan dan lain-lain yang terlibat dalam penyediaan perawatan kesehatan (Cramer dan Spilker, 1998; Walley et al., 2004). b. Biaya medik tidak langsung (indirect medical cost) Biaya medik tidak langsung kadang-kadang dikenal sebagai productivity lost. Hal ini termasuk dalam biaya pekerjaan yang hilang akibat ketidakhadiran, gangguan produktivitas di tempat kerja dan kehilangan atau mengalami penurunan aktivitas waktu luang (Cramer dan Spilker, 1998; Walley et al., 2004). c. Biaya non-medik langsung (direct nonmedical cost) Biaya non-medik langsung adalah biaya yang dikeluarkan pasien yang tidak terkait langsung dengan pelayanan medis, seperti transportasi ke rumah sakit, makanan dan jasa pelayanan lainnya yang diberikan rumah sakit (Vogenberg, 2001).
17 17 d. Biaya tidak teraba (intangible cost) Biaya tidak berwujud, seperti rasa sakit, penderitaan dan kesedihan adalah nyata, namun sulit untuk diukur dan seringkali dihilangkan dari analisis biaya (Bootman et al., 1996; Walley et al., 2004). Biaya peresepan atau prescription cost merupakan nilai nominal obat yang dituliskan pada resep untuk tiap pasien yang ditetapkan sebagai patokan harga dasar obat per-resep maksimal yang dapat diberikan oleh puskesmas kepada pasien dengan jaminan pasien yang berobat dapat memperoleh pengobatan yang rasional (Park et al., 2007). Biaya peresepan tiap jenis penyakit merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan untuk menghitung persentase komponen obat dalam besaran tarif kapitasi di puskesmas (Lampert, 2007). E. Landasan Teori Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit dengan period prevalence yang cukup tinggi di D.I. Yogyakarta pada tahun 2013 sebesar 23,3%, sedangkan di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 25,0% dan banyak terjadi pada anak-anak dengan usia 1-4 tahun (Kementerian Kesehatan RI, 2013 a ). ISPA merupakan penyebab dari 40-60% kunjungan berobat di puskesmas (Kementerian Kesehatan RI, 2012). Pemberian terapi obat pada ISPA bertujuan untuk menghilangkan gejala yang berat dan mengganggu sehingga menyebabkan peningkatan dalam penggunaan obat bebas dan antibiotik (Departemen Kesehatan RI, 2005). Penggunaan obat bebas dan antibiotik yang tidak tepat dapat menyebabkan
18 18 terjadinya drug related problems (DRPs). Pada penelitian Hidayatullah (2006), pengobatan ISPA di instalasi rawat jalan RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2004 menunjukkan kejadian dosis obat terlalu tinggi sebesar 3,67%, dosis obat terlalu rendah sebesar 2,00%, obat salah sebesar 9,33% dan interaksi obat sebesar 6,67%. Kejadian DRPs tidak hanya mempengaruhi luaran dari terapi, tetapi dapat mempengaruhi aspek ekonomi maupun sosial. Adanya DRPs pada peresepan dapat menyebabkan kegagalan dalam terapi sehingga pasien memerlukan terapi lebih lanjut dan biaya yang dibutuhkan dalam pengobatan pun meningkat. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ernst dan Grizzle tahun 2001 menunjukkan bahwa kejadian DRPs dapat mengakibatkan kegagalan dalam terapi dan meningkatkan biaya, serta beban kesehatan di Amerika. Gambar 1. F. Kerangka Konsep Penelitian Untuk mengetahui kerangka konsep pada penelitian ini dapat dilihat pada G. Keterangan Empiris Dari penelitian ini akan diperoleh gambaran kejadian drug related problems pada pasien dengan diagnosis infeksi saluran pernapasan akut dan perbedaan biaya peresepan akibat adanya drug related problems pada peresepan pasien infeksi saluran pernapasan akut di beberapa puskesmas Kabupaten Sleman tahun 2016.
19 19 Resep pasien dengan diagnosis tunggal infeksi saluran pernapasan akut Drug Related Problems (DRPs) pada peresepan 1. Membutuhkan tambahan terapi obat 2. Obat yang tidak perlu 3. Obat yang tidak tepat 4. Dosis obat terlalu tinggi 5. Dosis obat terlalu rendah 6. Interaksi obat Tidak terdapat Drug Related Problems (DRPs) pada peresepan Biaya peresepan yang tidak rasional ( 1 kejadian DRPs) Rasionalisasi terapi pasien dengan DRPs Biaya peresepan yang rasional Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian
BAB I PENDAHULUAN. (40 60%), bakteri (5 40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain. Setiap. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang disebabkan oleh virus (40 60%), bakteri (5 40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain. Setiap tahunnya ± 40 juta
Lebih terperinciPEDOMAN PENGOBATAN DASAR DI PUSKESMAS 2007 Oleh Departemen Kesehatan RI
PEDOMAN PENGOBATAN DASAR DI PUSKESMAS 2007 Oleh Departemen Kesehatan RI FARINGITIS AKUT Laporan Penyakit : 1302 ICD X : J.00-J.01 Faringitis adalah Inflamasi atau infeksi dari membran mukosa faring (dapat
Lebih terperinciBy: Kelompok 2 Amelia Leona Ayu Afriza Cindy Cesara Dety Wahyuni Fitri Wahyuni Ida Khairani Johan Ricky Marpaung Silvia Syafrina Ibrahim
By: Kelompok 2 Amelia Leona Ayu Afriza Cindy Cesara Dety Wahyuni Fitri Wahyuni Ida Khairani Johan Ricky Marpaung Silvia Syafrina Ibrahim Flu adalah suatu infeksi saluran pernapasan atas. Orang dengan daya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Influenza (flu) adalah penyakit pernapasan menular yang disebabkan oleh virus influenza yang dapat menyebabkan penyakit ringan sampai penyakit berat (Abelson, 2009).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu permasalahan kesehatan utama di Indonesia yang mempengaruhi tingginya angka mortalitas dan morbiditas.
Lebih terperincidalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi.
BAB 1 PENDAHULUAN Infeksi pada Saluran Nafas Akut (ISPA) merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat. Adapun penyebab terjadinya infeksi pada saluran nafas adalah mikroorganisme, faktor lingkungan,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Antibiotik Antibiotik atau anti mikroba adalah obat yang digunakan sebagai obat pembasmi mikroba, khususnya yang merugikan manusia. Antibiotik yaitu zat yang dihasilkan oleh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Swamedikasi atau self medication adalah penggunaan obat-obatan tanpa
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Swamedikasi (Pengobatan Sendiri). Swamedikasi atau self medication adalah penggunaan obat-obatan tanpa resep oleh seseorang atas inisiatifnya sendiri (FIP, 1999). Dasar hukum
Lebih terperinciMaria Ulfa Pjt Maria Lalo Reina Fahwid S Riza Kurnia Sari Sri Reny Hartati Yetti Vinolia R
BATUK Butet Elita Thresia Dewi Susanti Fadly Azhar Fahma Sari Herbert Regianto Layani Fransisca Maria Ulfa Pjt Maria Lalo Reina Fahwid S Riza Kurnia Sari Sri Reny Hartati Yetti Vinolia R BATUK Batuk adalah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Farmasi dalam kaitannya dengan Pharmaceutical Care harus memastikan bahwa
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pharmaceutical Care adalah salah satu elemen penting dalam pelayanan kesehatan dan selalu berhubungan dengan elemen lain dalam bidang kesehatan. Farmasi dalam kaitannya
Lebih terperinciDEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus
PENDAHULUAN Survei Kesehatan Rumah Tangga Dep.Kes RI (SKRT 1986,1992 dan 1995) secara konsisten memperlihatkan kelompok penyakit pernapasan yaitu pneumonia, tuberkulosis dan bronkitis, asma dan emfisema
Lebih terperinciGAMBARAN PENGOBATAN PADA PENDERITA ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT) DI PUSKESMAS TRUCUK 1 KLATEN TAHUN 2010
GAMBARAN PENGOBATAN PADA PENDERITA ISPA (INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT) DI PUSKESMAS TRUCUK 1 KLATEN TAHUN 2010 Roy Yani Dewi Hapsari, Sunyoto, Farida Rahmawati INTISARI Infeksi Saluran Pernafasan Akut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan oleh kondisi geografis Indonesia yang memiliki banyak pulau sehingga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dengan sistem kesehatan nasional (SKN), bahwa pembangunan kesehatan harus merata di seluruh wilayah di Indonesia, namun kenyataannya pembangunan pada aspek kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi dua yaitu, infeksi saluran napas atas dan infeksi saluran napas bawah.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi pada saluran pernapasan merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat. Infeksi saluran napas berdasarkan pada lokasi infeksinya terbagi menjadi dua yaitu,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun (2009), kesehatan adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu kebutuhan pokok hidup manusia yang bersifat mutlak adalah kesehatan. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun (2009), kesehatan adalah keadaan sehat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah besar yang harus benar-benar diperhatikan oleh setiap orang tua. Upaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak akan menjadi penerus bangsa, dengan punya anak yang sehat dan cerdas maka akan kuatlah bangsa tersebut. Selain itu kesehatan anak merupakan masalah besar yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah DBD merupakan penyakit menular yang disebabkan virus dengue. Penyakit DBD tidak ditularkan secara langsung dari orang ke orang, tetapi ditularkan kepada manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pencegahan dan pengobatan penyakit (Depkes RI, 2009). yang tidak rasional bisa disebabkan beberapa kriteria sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan adalah ilmu dan seni penyembuhan dalam bidang keilmuan ini mencakup berbagai praktek perawatan kesehatan yang secara kontinu terus berubah untuk mempertahankan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran napas atas merupakan penyakit yang paling banyak terjadi pada masyarakat. Infeksi saluran napas atas meliputi rhinitis, sinusitis, faringitis, laringitis,
Lebih terperinciDRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR.MOEWARDI SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007
DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR.MOEWARDI SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: TOUDA KURNIA ANDRIYA K 100 040 180 FAKULTAS
Lebih terperinciMateri Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru
1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di apotek Mega Farma Kota Gorontalo pada tanggal
4.1 Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan di apotek Mega Farma Kota Gorontalo pada tanggal 30 Mei-29 Juni tahun 2013. Dengan menggunakan tehnik accidental sampling,
Lebih terperinciDRUG RELATED PROBLEMS
DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG DAN OBAT SALAH DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM ISLAM KUSTATI SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: AMALIA FATIMAH K 100 040 178 FAKULTAS
Lebih terperinciJangan Sembarangan Minum Antibiotik
Jangan Sembarangan Minum Antibiotik Beragamnya penyakit infeksi membuat kebanyakan orang segera berobat ke dokter meski hanya penyakit ringan. Rasanya tidak puas jika dokter tidak memberi obat apapun dan
Lebih terperinciAsuhan Keperawatan Anak Preschool dengan ISPA A. Definisi Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri,
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian. promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sekarang ini, puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dituntut untuk menjadi gate keeper pelayanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Para orang tua menjadi khawatir ketika anak menderita sakit. Ibu. ketika anak terserang penyakit (Widodo, 2009).
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Para orang tua menjadi khawatir ketika anak menderita sakit. Ibu merupakan peran penting dalam menjaga kesehatan anak. Tidak bisa dipungkiri anak anak mudah sakit.
Lebih terperinciFamili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B
RHINOVIRUS: Bila Anda sedang pilek, boleh jadi Rhinovirus penyebabnya. Rhinovirus (RV) menjadi penyebab utama dari terjadinya kasus-kasus flu (common cold) dengan presentase 30-40%. Rhinovirus merupakan
Lebih terperinciBAB II TINJUAN PUSTAKA
6 BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1. Telaah Pustaka 2.1.1. ISPA a. Definisi ISPA adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar
Lebih terperinciKAJIAN DRUG RELATED PROBLEMs PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PEDIATRIK DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG TESIS
KAJIAN DRUG RELATED PROBLEMs PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PEDIATRIK DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG TESIS Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) merupakan kumpulan gejala klinis
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Congestive Heart Failure (CHF) merupakan kumpulan gejala klinis pasien dengan tampilan seperti sesak nafas saat istirahat atau aktifitas, kelelahan, edema tungkai,takikardia,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan salah satu penyakit yang masih mengancam kesehatan masyarakat di Indonesia. Di Indonesia, penyakit ini bersifat endemik dan merupakan masalah kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di beberapa Negara tropis dan subtropis saat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar hampir di beberapa Negara tropis dan subtropis saat ini. Menurut WHO tahun 2011, dari 106 negara yang dinyatakan
Lebih terperinciLAPORAN KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT REGULER
LAPORAN KEGIATAN PENGABDIAN MASYARAKAT REGULER Waspadai Penyakit Infeksi Pada Musim Kemarau Oleh : Dra.LilisSuryani.,M.Kes (NIK: 173013/NIDN 0510026801) FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 386/MEN.KES/SK/IV/1994, untuk
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. IKLAN OBAT Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 386/MEN.KES/SK/IV/1994, untuk melindungi masyarakat akibat dari promosi iklan yang bisa mempengaruhi tindakan pengobatan khususnya
Lebih terperinciPROFIL PENGOBATAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAMBANGARU TAHUN 2015
PROFIL PENGOBATAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI PUSKESMAS RAMBANGARU TAHUN 2015 Yorida Febry Maakh 1, Ivonne Laning 2, Rambu Tattu 3 1 Prodi Farmasi Poltekkes Kemenkes Kupang Email
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Community Acquired Pneumonia (CAP) adalah penyakit saluran
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Community Acquired Pneumonia (CAP) adalah penyakit saluran pernafasan yang sering dialami oleh masyarakat dan berpotensi menjadi serius yang berhubungan dengan morbiditas
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. deskriptif. Pada penelitian ini menggunakan data retrospektif dengan. Muhammadiyah Yogyakarta periode Januari-Juni 2015.
25 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dan bersifat deskriptif. Pada penelitian ini menggunakan data retrospektif dengan melakukan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini mengambil lokasi Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter Kabupaten Sukoharjo. Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter Kabupaten
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-undang nomor 36 tahun 2009 menyebutkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Pneumonia Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan terjadinya proses infeksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan. Pada tahun 2010 persentase jumlah penduduk berdasarkan usia di pulau Jawa paling banyak adalah
Lebih terperinciSKRIPSI FITRIA ARDHITANTRI K Oleh :
IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS POTENSIAL KATEGORI DOSIS PADA PASIEN DI INSTALASI RAWAT JALAN BAGIAN ANAK RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA PERIODE JANUARI - JUNI 2007 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah
Lebih terperinciA PLACEBO-CONTROLLED TRIAL OF ANTIMICROBIAL TREATMENT FOR ACUTE OTITIS MEDIA. Paula A. Tahtinen, et all
A PLACEBO-CONTROLLED TRIAL OF ANTIMICROBIAL TREATMENT FOR ACUTE OTITIS MEDIA Paula A. Tahtinen, et all PENDAHULUAN Otitis media akut (OMA) adalah penyakit infeksi bakteri yang paling banyak terjadi pada
Lebih terperinciIDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS
IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS POTENSIAL KATEGORI DOSIS PADA PASIEN DI INSTALASI RAWAT JALAN POLI ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO PERIODE JANUARI JUNI 2007 SKRIPSI Oleh : TRI HANDAYANI
Lebih terperinciMEDICAL RECORD FOR GERIATRIC
NomerPMR : G.5221 Nama Pasien MEDICAL RECORD FOR GERIATRIC : Vicky Ztatuzizasi Usia 50 thn Jenis Kelamin laki-laki Tanggal : 25 Desember 2013 Alasan berkunjung Flu sudah berlangsung 2 hari KONDISI AWAL
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang ISPA (Inspeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung (saluran atas)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan suatu obat dapat berpengaruh terhadap kualitas pengobatan, pelayanan dan biaya pengobatan. Penggunaan obat merupakan tahap akhir manajemen obat. Penggunaan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah pengelolaan kesehatan bangsa
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah pengelolaan kesehatan bangsa Indonesia yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung
Lebih terperinciInformasi penyakit ISPA
Informasi penyakit ISPA ISPA ISPA merupakan penyakit infeksi akut yang melibatkan salah satu atau lebih dari organ saluran pernapasan, hidung, sinus, faring dan laring. ISPA mencakup: tonsilitis (amandel),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tahun. Data rekam medis RSUD Tugurejo semarang didapatkan penderita
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi pada tonsil atau yang biasanya dikenal masyarakat amandel merupakan masalah yang sering dijumpai pada anak- anak usia 5 sampai 11 tahun. Data rekam medis RSUD
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya kuman atau mikroorganisme kedalam saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Penyakit infeksi saluran pernafasan akut saat ini merupakan masalah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi saluran pernafasan akut saat ini merupakan masalah kesehatan utama di Indonesia. Pneumonia dapat terjadi sepanjang tahun dan dapat melanda semua usia.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Analgetik-Antipiretik Analgetik merupakan obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Nyeri sebenarnya berfungsi sebagai tanda adanya penyakit
Lebih terperinciMACAM-MACAM PENYAKIT. Nama : Ardian Nugraheni ( C) Nifariani ( C)
Nama : Ardian Nugraheni (23111307C) Nifariani (23111311C) MACAM-MACAM PENYAKIT A. Penyakit DBD (Demam Berdarah Dengue) 1) Pengertian Terjadinya penyakit demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue
Lebih terperinciMengapa disebut sebagai flu babi?
Flu H1N1 Apa itu flu H1N1 (Flu babi)? Flu H1N1 (seringkali disebut dengan flu babi) merupakan virus influenza baru yang menyebabkan sakit pada manusia. Virus ini menyebar dari orang ke orang, diperkirakan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional yaitu jenis pendekatan penelitian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran napas yang terbanyak didapatkan dan sering menyebabkan kematian hampir di seluruh dunia. Penyakit ini menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. penggunaan obat ketika pasien mendapatkan obat sesuai dengan kebutuhan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Penggunaan obat yang rasional Menurut WHO penggunaan obat yang rasional diartikan sebagai penggunaan obat ketika pasien mendapatkan obat sesuai dengan kebutuhan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsep Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pertama kali dicetuskan di Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi kesehatan sosial dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid termasuk dalam 10 besar masalah kesehatan di negara berkembang dengan prevalensi 91% pada pasien anak (Pudjiadi et al., 2009). Demam tifoid merupakan penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. bermutu serta pemerataan pelayanan kesehatan yang mencakup tenaga, sarana dan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sejalan dengan meningkatnya kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, tuntutan dan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang bermutu serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Flu merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus, terutama rhinovirus dan coronavirus, disertai terjadinya infeksi akut pada mukosa sistem pernapasan atas. Flu pada
Lebih terperinciINTISARI. Kata Kunci : Antibiotik, ISPA, Anak. Muchson, dkk., Dosen Prodi DIII Farmasi STIKES Muhammadiyah Klaten 42
KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA ANAK PENDERITA INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) DI INSTALASI RAWAT JALAN RSU PKU MUHAMMADIYAH DELANGGU MUCHSON, YETTI OKTAVIANINGTYAS K, AYU WANDIRA INTISARI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelayanan rumah sakit yang didefinisikan sebagai kejadian tidak diinginkan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Drug Related Problems (DRPs) merupakan penyebab kurangnya kualitas pelayanan rumah sakit yang didefinisikan sebagai kejadian tidak diinginkan yang menimpa pasien yang
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan
digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. efisiensi biaya obat pasien JKN rawat jalan RS Swasta
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran umum Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar efisiensi biaya obat pasien JKN rawat jalan RS Swasta Yogyakarta melalui
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Semua usaha yang dilakukan dalam upaya kesehatan tentunya akan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan menyatakan bahwa upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli), dengan gejala batuk pilek yang disertai nafas sesak atau nafas cepat. Penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, dan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, dan teknologi, sekarang ini juga banyak sekali masalah-masalah kesehatan yang bermunculan di masyarakat. Dari hari
Lebih terperinciMengapa Kita Batuk? Mengapa Kita Batuk ~ 1
Mengapa Kita Batuk? Batuk adalah refleks fisiologis. Artinya, ini adalah refleks yang normal. Sebenarnya batuk ini berfungsi untuk membersihkan tenggorokan dan saluran napas. Atau dengan kata lain refleks
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Penyebab
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. akhir tahun 2011 sebanyak lima kasus diantara balita. 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. biasanya disebabkan oleh virus atau bakteri. Infeksi ini diawali dengan
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) 2.1.1 Definisi ISPA Infeksi saluran pernapasan akut yang lebih dikenal dengan ISPA biasanya disebabkan oleh virus atau bakteri. Infeksi
Lebih terperinciCARA BIJAK MEMILIH OBAT BATUK
Penyakit batuk merupakan penyakit yang dapat menyerang siapa saja, bahkan bayi yang baru lahir pun akan mudah terserang batuk jika disekelilingnya terdapat orang yang batuk. Penyakit batuk ini terdiri
Lebih terperinciASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesehatan utama di negara maju dan berkembang. Penyakit ini menjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit jantung dan pembuluh darah merupakan masalah kesehatan utama di negara maju dan berkembang. Penyakit ini menjadi penyebab nomor satu kematian di
Lebih terperinciWaspada Keracunan Phenylpropanolamin (PPA)
Waspada Keracunan Phenylpropanolamin (PPA) Penyakit flu umumnya dapat sembuh dengan sendirinya jika kita cukup istirahat, makan teratur, dan banyak mengkonsumsi sayur serta buah-buahan. Namun demikian,
Lebih terperinciSATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP )
SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP ) Topik : Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) Sasaran : 1. Umum : Keluarga pasien ISPA 2. Khusus: Pasien ISPA Hari/Tanggal : Jumat, 24 Januari 2014 Waktu : Pukul 9.30 10.00
Lebih terperinciF. Originalitas Penelitian. Tabel 1.1 Originalitas Penelitian. Hasil. No Nama dan tahun 1. Cohen et al Variabel penelitian.
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kematian yang tersering pada anak-anak di negara yang sedang berkembang dan negara
Lebih terperinciKERANGKA ACUAN KUNJUNGAN RUMAH ISPA PUSKESMAS DTP CIGASONG
KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN RUMAH PUSKESMAS DTP CIGASONG A. Pendahuluan Infeksi Saluran Pernapasan Akut () merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak. Insidens menurut kelompok umur Balita diperkirakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit ISPA merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Pengelolaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif dengan menggunakan data
32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif dengan menggunakan data sekunder berupa rekam medik yang diambil dari Rawat Inap Simpur Kota Bandar Lampung.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Nasional (SJSN) ditetapkan dengan pertimbangan utama untuk memberikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) ditetapkan dengan pertimbangan utama untuk memberikan jaminan sosial yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi menetap yang penyebabnya tidak
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi menetap yang penyebabnya tidak diketahui (hipertensi esensial, idiopatik, atau primer) maupun yang berhubungan dengan penyakit
Lebih terperinciSATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP )
SATUAN ACARA PENYULUHAN ( SAP ) Topik : Imunisasi Pentavalen Hari / Tanggal : Selasa/ 08 Desember 2014 Tempat : Posyandu Katelia Waktu Pelaksanaan : 08.00 sampai selesai Peserta / Sasaran : Ibu dan Anak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. insulin secara relatif maupun absolut (Hadisaputro & Setyawan, 2007).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari
1. Sampel Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sampel pada penelitian ini sebanyak 126 pasien. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif berdasarkan rekam medik dari bulan Januari Juni
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
45 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil penelitian 1. Gambaran umum Penelitian ini dilakukan di desa Kebondalem Kabupaten Batang dengan batas wilayah barat berbatasan dengan desa Yosorejo, sebelah
Lebih terperinciStabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit
Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. bersifat deskriptif dengan metode cross sectional. Pengambilan data dari
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian non-eksperimental yang bersifat deskriptif dengan metode cross sectional. Pengambilan data dari penelitian ini
Lebih terperinciMANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN
MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN PENDAHULUAN Seorang ibu akan membawa anaknya ke fasilitas kesehatan jika ada suatu masalah atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid (enteric fever) merupakan penyakit infeksi akut pada saluran cerna yang disebabkan oleh bakteri gram negatif Salmonella enterica serotipe Typhi. Bila
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, baik di negara yang sedang berkembang maupun yang sudah maju. Data
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sakit merupakan gangguan psikososial yang dirasakan seseorang, berbeda dengan penyakit yang menyerang langsung pada organ tubuh berdasarkan diagnosis yang
Lebih terperinciOTC (OVER THE COUNTER DRUGS)
OTC (OVER THE COUNTER DRUGS) Obat adalah bahan atau panduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah telinga, hidung, dan tenggorokan merupakan masalah yang sering terjadi pada anak anak, misal otitis media akut (OMA) merupakan penyakit kedua tersering pada
Lebih terperinci