I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Anonim dalam Yayasan Wisnu (2001), air adalah segala-galanya bagi kehidupan, sebagaimana yang tertulis dalam Lontar Prakempa secara gamblang menyuratkan bahwa air sebagai sumber hidup dan kehidupan bagi mahluk hidup. Tanpa air, mahluk hidup yang terdiri dari taru, lata, gulma, janggama, dan sthawara tidak akan bisa bertahan hidup. Sthawara yakni mahluk hidup yang tidak bergerak seperti taru, lata, gulma, dan tanaman pada umumnya tidak bisa hidup dan berkembang biak tanpa air. Terlebih lagi janggama, mahluk hidup yang bisa bergerak yakni manusia dan hewan, tidak mungkin hidup dan berkembang biak tanpa ada air. Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat esensial bagi sistem produksi pertanian. Air bagi sektor pertanian tidak hanya berkaitan dengan aspek produksi, melainkan juga sangat menentukan potensi perluasan areal tanam (ekstensifikasi), luas areal tanam, intensitas pertanaman, serta kualitas hasil. Pemberian air pada lahan sawah telah menjadi prioritas pembangunan pertanian selama beberapa Pembangunan Lima Tahun (Pelita dalam Kurnia, 2004). Di Provinsi Bali terdapat suatu kelompok yang mengkordinasikan sistem pengaturan dan penggunaan air untuk pertanian, organisasi ini disebut subak. Menurut Cantika (1985), subak merupakan organisasi tradisional yang mampu mengelola air irigasi dari empelan yaitu suatu bangunan dengan pengambilan air di sungai yang dibangun oleh subak secara swadaya, sampai ke petak sawahnya. Keunggulan subak sebagai suatu sistem irigasi yang dikelola petani secara swadaya untuk semusim, khususnya padi, telah banyak diulas dalam berbagai tulisan. Subak tidak hanya terbatas pada organisasi pengelolaan air dan jaringan irigasi, namun berkaitan erat pada produksi pangan, ekosistem lahan sawah beririgasi, dan ritual keagamaan yang terkait dengan budidaya padi. Oleh karena itu subak dikatakan memiliki banyak manfaat (Sutawan dalam Aryawan, dkk., 2013). Sebagai suatu organisasi pengelola air irigasi, subak juga memiliki aturan-aturan (awig-awig). Dalam awig-awig subak mengatur tentang sanksi-sanksi bagi anggota subak yang melanggar aturan. Sanksi yang diberikan dapat berupa sanksi finansial maupun sanksi sosial, tergantung pada pelanggaran yang dilakukan (Sumiyati, dkk., 2012). Lembaga yang mengeluarkan awig-awig subak adalah lembaga pemerintahan, 1

2 yang disahkan oleh raja, melalui persidangan kerajaan yang diwakili oleh ketiga golongan masyarakat, yaitu Brahmana, Satrya, dan Wesya. Salah satu keputusan penting dalam awig-awig subak adalah hak istimewa dari pembuatan saluran irigasi (telabah) yang mendapat ijin raja, adalah boleh melalui (nerebak) pekarangan, sanggah dan pura. Hak saluran irigasi untuk menerebak pekarangan telah dilakukan sejak jaman Bali Kuna. Struktur organisasi subak, terdiri atas Sedahan Agung, Sedahan, Keliang Subak (Pekaseh), Penyarikan dan Saya (Juru Arah). Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, semua pejabat tersebut di atas wajib mengikuti prosedur buku yang telah ditetapkan (Arga, 2011). Eksistensi sistem irigasi subak yang ada di Bali sudah ada sejak beradab-abad lamanya dan mengalami perkembangan pesat sejak masa pemerintahan raja-raja di Bali dianggap sebagai penopang pertanian di Bali. Namun hal ini pun kini dapat di goyahkan dengan arus alih fungsi lahan yang kuat melihat perkembangan alih fungsi lahan dari tahun ke tahun sangat terlihat nyata terjadi di perkotaan (Suputra, dkk., 2012). Alih fungsi lahan pertanian merupakan salah satu tantangan yang dihadapi subak, hal ini dikarenakan sawah berigasi jumlahnya akan semakin tertekan. Semakin meningkatnya alih fungsi lahan ini dikarenakan harga tanah yang semakin tinggi di pulau Bali. Hal ini memicu para pemilik sawah untuk menjual sawah yang dimilikinya. Dengan semakin cepatnya alih fungsi lahan di Bali yang terjadi belakangan ini maka organisasi subak dapat terancam punah. Subak merupakan salah satu yang menjadikan keidentikan sistem pertanian di Bali atau dengan kata lain hal ini merupakan salah satu kebudayaan yang dimiliki oleh Bali. Menurut Sutawan (2003), jika subak hilang apakah kebudayaan Bali dapat bertahan karena diyakini bahwa subak bersama lembaga sosial tradisional lainnya seperti banjar dan desa adat merupakan tulang punggung kebudayaan Bali. Dalam kaitan ini para petani anggota subak perlu dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut masalah pengalih fungsian lahan sawah yang berada dalam wilayah subak mereka. Bertambahnya infrastuktur untuk pariwisata membutuhkan berbagai sarana dan prasarana yang secara langsung meningkatkan kebutuhan akan penyediaan lahan. Dengan banyaknya hotel, villa, pemukiman penduduk, dan sejenisnya mengakibatkan generasi muda tidak merasa keberatan kehilangan lahan pertaniannya. Generasi muda lebih bangga untuk bekerja pada bidang pariwisata dibandingkan dengan sektor 2

3 pertanian. Mereka juga memiliki persepsi bahwa pariwisatalah yang akan menunjang kehidupannya kedepan, sehingga mereka beranggapan apabila tanah yang mereka jual nantinya menjadi pusat pariwisata mereka akan dapat terlibat didalamnya, misalnya menjadi karyawan di tempat pariwisata tersebut. Masalah air menjadi serius dengan munculnya sektor pariwisata yang saat ini menjadi salah satu sektor penting bagi pelaksanaan pembangunan di tingkat lokal, regional, dan internasional. Data Badan Pusat Statistik Provinsi Bali (2010), disebutkan bahwa dengan pesatnya perkembangan pariwisata di Kabupaten Badung telah terjadi peningkatan jumlah wisatawan. Disebutkan bahwa jumlah wisatawan pada tahun 2000 mencapai kemudian meningkat hingga tahun 2010 yakni Melihat data ini tentu ada korelasi dengan jumlah pemakaian air yang dibutuhkan. Lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi bangunan-bangunan mengakibatkan air irigasi yang mengairi areal persawahan mereka kuantitas dan kualitasnya semakin berkurang. Hal ini mengakibatkan produksi yang dihasilkan semakin berkurang dan akan mempengaruhi pendapatan para petani. Dalam penelitian ini lokasi kajian akan difokuskan di Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar sebagai objek penelitian, dasar pertimbangannya adalah lokasi tersebut merupakan kawasan dimana sektor pariwisata berkembang dengan sangat pesat. Dipilihnya kedua Kabupaten ini sebagai lokasi penelitian juga dengan pertimbangan bahwa infrastruktur di kedua Kabupaten terutama di sektor pariwisata berkembang sangat pesat dan disisi lain telah terjadi pengurangan luasan lahan pertanian produktif dalam 10 tahun terakhir dengan cukup signifikan. Dalam penelitian ini akan dikaji secara mendalam apakah terdapat korelasi antara persepsi dengan keaktifan mengikuti penyuluhan serta luas lahan yang dikelola dengan keaktifan mengikuti penyuluhan. Kemudian akan dikaji tingkat penerapan awig-awig subak, serta membandingkan tingkat eksistensi subak antara Kabupaten Badung dengan Kabupaten Gianyar. 3

4 1.2. Rumusan Masalah 1. Apakah terdapat korelasi antara: a. Persepsi petani dengan keaktifan mengikuti penyuluhan? b. Luas lahan pertanian dengan keaktifan mengikuti penyuluhan? 2. Apakah tingkat penerapan awig-awig subak di Kabupaten Gianyar lebih tinggi dibandingan Kabupaten Badung? 3. Apakah eksistensi subak di Kabupaten Gianyar lebih tinggi dibandingkan Kabupaten Badung? 1.3. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui adanya korelasi antara: a. Persepsi petani dengan keaktifan mengikuti penyuluhan b. Luas lahan pertanian dengan keaktifan mengikuti penyuluhan 2. Mengetahui tingkat penerapan awig-awig subak di Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Badung 3. Mengetahui tingkat eksistensi subak di Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Badung 4

5 II. TINJUAUAN PUSTAKA 2.1. TINJAUAN PUSTAKA Proses pembangunan dan pengelolaan sistem irigasi dilakukan manusia sejak awal kebudayaan dan disesuaikan secara harmoni antara alam dan lingkungannya. Proses keharmonisan ini masih dijumpai dalam sistem irigasi subak sebagai salah satu bentuk organisasi pengelolan irigasi tradisonal yang bersifat religius. Subak mendasarkan sistem pembangunan dan pengelolaan irigasi berdasarkan konsep Tri Hita Karana yang didasarkan atas konsep agama Hindu (Edi, 2005). Menurut Surata (2013), subak telah ada lebih dari seribu tahun yang lalu. Subak pada awalnya terbentuk pada kawasan lembah dengan sumber mata air yang relatif besar sehingga cukup mengairi lahan persawahan yang luas. Kajian tentang subak lebih banyak diteliti oleh ahli-ahli dari barat seperti Leifrink, Covarrubias, Ggrader, Birkelbach, Geetz, Lansing, dan sebagainya. Organisasi tradisional petani pengelola air irigasi ini tidak hanya terdapat di Bali saja, namun hal ini dapat kita lihat diberbagai belahan dunia, dengan nama-nama serta ciriciri khas yang berbeda. Adapun organisasi tradisional petani yang terkenal dan mempunyai ciri khas tersendiri, yakni L Muang Fai di Thailand, Zangera di Filipina Utara, dan Subak di Indonesia (Pitana dalam Sunaryasa, 2002). Salah satu hal yang menjadikan identitas sistem pertanian di Bali adalah sistem subak yang sudah menjadi ciri khas sistem pertanian di Bali. Menurut Pitana dalam Sunaryasa (2002), sistem subak memiliki lima ciri-ciri yang khas, yakni: 1. Subak merupakan organisasi petani pengelola air irigasi untuk anggotaanggotanya. Sebagai suatu organisasi, subak memiliki pengurus dan peraturan organisasi (awig-awig) baik tertulis maupun tidak tertulis. 2. Subak mempunyai suatu sumber air bersama, berupa bendung (empelan) di sungai, mata air, air tanah ataupun saluran utama suatu sistim irigasi. 3. Subak memiliki suatu areal persawahan. 4. Subak memiliki otonomi, baik internal maupun eksternal. 5. Subak memiliki satu atau lebih Pura Bedugul atau pura yang berhubungan dengan persubakan. 5

6 Hal inilah yang menjadi pembeda antara sistem pertanian di Bali dengan sistem yang terdapat di luar Bali. Konsep kebersamaan dalam kelompok petani di Bali diaplikasikan melalui kegiatan gotong royong yang merupakan ciri yang kuat dari masyarakat petani Bali. Berpijak dari kegotong royongan inilah kepentingan bersama yang dilandasi rasa paras paros selunglung sebayantaka (tenggang rasa, susah, dan senang sama dirasakan atau ditanggung bersama), semua yang terkait dengan masalah pertanian disatukan, sehingga munculah suatu organisasi sosial yang disebut subak (Sumarta dalam Sunaryasa, 2002). Sebagai warisan budaya, landasan yang dipergunakan sistem subak dalam mengelola organisasinya adalah landasan harmoni dan kebersamaan, yang merupakan perwujudan universal dari konsep Tri Hita Karana yang menjiwai sistem subak di Bali. Secara leksikal Tri Hita Karana berarti tiga penyebab kesejahteraan. Tri Hita Karana merupakan trilogi konsep hidup dimana Tuhan, manusia, dan alam berdiri di masing-masing sudut sebagai unsur mutlak terselenggaranya denyut nadi alam raya. Dunia semesta dibagi menjadi tiga lapis alam. Pertama alam Parhyangan, alam di mana Tuhan bersinggasana. Kedua alam Pawongan, alam manusia dimana manusia melangsungkan hidupnya pada dimensi jasmani maupun rohaninya. Alam ketiga adalah alam Pelemahan, alam semesta raya di bawah derajat manusia, seperti dunia tumbuhan, binatang, atau pendek kata merupakan lingkungan hidup (Suyastiri, 2012). Perwujudan ketiga unsur Tri Hita Karana di dalam sistem subak dicirikan oleh: 1. Adanya bangunan-bangunan suci sebagai wujud parhyangan seperti Sanggah Catu, Pura Bedugul, Pura Ulun Empelan. 2. Adanya organisasi dengan perangkatnya, yaitu anggota (krama), pengurus (prajuru) dengan segala peraturan (awig-awig) dan sanksi-sanksi sebagai wujud dari unsur Pawongan. 3. Subak memiliki wilayah dengan perbatasan alam yang jelas dan jaringan irigasi (prasarana dan sarana) yang lengkap sebagai perwujudan unsur Palemahan. Menurut Windia (2004), untuk mengatur anggota-anggotanya subak memiliki aturan tersendiri yang biasa disebut dengan awig-awig subak. Awig-awig subak dibuat berdasarkan hasil dari musyawarah para anggota subak atau lebih dikenal dengan sangkepan. Aturan subak berisi perintah, larangan dan kebolehan serta sanksi dalam 6

7 kelembagaan subak. Bentuk dari awig-awig subak ada dua yaitu awig-awig tertulis yang berisi aturan pokok dan pararem tertulis yang sifatnya lebih fleksibel sebagai aturan pelaksana. Awig-awig memuat hak dan kewajiban serta sanksi atas pelanggaran hak dan kewajiban. Berikut tabel 1.1 terkait isi awig-awig salah satu subak di Tabanan (Subak Caguh) yang akan dijabarkan dari nomer 1 hingga 9 sedangkan nomer 10 hingga 13 merupakan isi awig-awig subak di Gianyar (Arga, 2011): Tabel Isi Awig-Awig Subak dan Jenis Sanksi Atas Pelanggaran No Isi Awig-Awig Sanksi 1 Ayah-ayahan tempekan 2 Ngawit-pengiwit (penetapan batas awal dan Sanksi material berupa batas akhir musim tanam) hukuman denda berupa 3 Pedum yeh (pembagian air) nilai atau besaran dari 4 Indik ngawit nandur (perihal mulai menanam hasil panen (misalnya 1 padi) kw padi) dan atau 5 Indik mapuah (perihal menghalau hama, sawahnya tidak diberi air misalnya burung, monyet, dan hewan menyusui (ditutup sumber airnya lain) atau tidak teraliri air ke 6 Indik mabiyu kukung (upacara biyu kukung) petak sawahnya) 7 Indik Manyi (perihal panen) 8 Indik Sarin tahun (perihal tentang hasil padi untuk keperluan upacara pada tiga pura, antara lain pura desa, pura dalem, dan bale agung) 9 Indik luput ayahan (perihal bebas dari kerja rodi) 10 Tata tertib yang menyangkut ternak besar (wewalungan), dari fatsal Tata tertib bidang pengairan dari fatsal Tata tertib yang menyangkut ternak ungags dan ternak kecil (ayam, itik, babi) dan lain-lain dari fatsal Masalah perkara-perkara, sumpah, aci-aci, dan adat subak dari fatsal Sanksi sosial atau adat, seperti dikeluarkan dari anggota subak atau maksimumnya terusir dari Desa Adat mereka. Menurut Gusti (2006), sistem irigasi subak terdiri dari empelan (bendungan dam), yang berfungsi sebagai bangunan pengambilan air dari sumbernya (sungai), aungan (terowongan), telabuh (saluran primer), tembukuaya (bangunan bagi primer), telabah gede (bagunan sekunder), tembuku gede (bangunan bagi sekunder), telabah pemaron (saluran tersier), tembuku pamaron (bagunan bagi tersier), telabah penyahean (saluran kuarter), tebuku penyahean (bangunan bagi kuater terdiri dari 10 7

8 orang), tembuku penyulupan (Pemasukan secara individual), dan tali kuda (saluran individu). Pembangunan sektor pariwisata diantara sektor yang lain sebagai motor penggerak perekonomian tidak terlepas dari dukungan kehidupan sosial budaya masyarakat Bali, seperti penduduknya yang ramah, keindahan alam yang unik atau menarik, adat-istiadat dan kebudayaan yang khas memberi nuansa berbeda dengan daerah pariwisata lainnya. Keunggulan atas potensi yang dimiliki tersebut membuat pemerintah daerah Bali lebih mengarahkan pembangunan yang dimiliki oleh masyarakat Bali melalui program kegiatan pariwisata budaya yang dijiwai agama Hindu (Perda No. 3 tahun 1991 dalam Suwena, dkk., 2012). Pembangunan pariwisata yang semakin pesat dan terkonsentrasi ternyata menimbulkan dampak tidak hanya positif, akan tetapi juga negatif terhadap kebudayaan Bali. Menurut Spillane (1989), dampak positif dari kemajuan pariwisata meliputi: memperluas lapangan kerja, bertambahnya kesempatan berusaha, meningkatkan pendapatan, terpeliharanya kebudayaan setempat. Dampak negatif yang semakin dirasakan oleh masyarakat Bali dewasa ini adalah semakin terdesaknya lahan pertanian untuk membangun fasilitas kepariwisataan dan terancamnya keberadaan dan fungsi organisasi (subak) sebagai sistem pengairan tradisional. Bahkan menurut Picard (1996), dengan pesatnya pembangunan kepariwisataan telah terjadi perubahan terhadap pemandangan alam Bali secara drastis. Ketimpangan tersebut terlihat dari perubahan yang mendasar pada titik berat sektor pariwisata terhadap sektor pertanian, yaitu sektor pariwisata telah mendongkrak 80% dari struktur perekonomian Bali, sedangkan sisanya 20% dari sektor pertanian (Korry, S., dalam Suwena, dkk., 2002). Gejala ini didukung dengan semakin meningkatnya jumlah sarana dan prasarana pariwisata seperti: hotel, pondok, wisata, restoran, dan akomodasi pariwisata lainnya mengimbangi peningkatan jumlah kunjungan wisatawan yang datang ke Bali. Peningkatan jumlah sarana pariwisata tersebut telah berpengaruh terhadap keberadaan subak dan luas areal persawahan yang tersebar di Bali dari tahun ke tahun seperti yang terlihat di Tabel 1.2. berikut: 8

9 Tabel 1.2. Jumlah Subak dan Luas Areal Sawah 5 Tahun Terakhir Tahun Jumlah subak (buah) Luas Areal Sawah (Ha) Sumber : Dinas Kebudayaan (Data Bali Membangun), Dari data diatas terlihat bahwa dalam kurun waktu lima tahun telah terjadi penurunan luas areal sawah dari seluruh persubakan yang ada di Bali sekitar hektar. Penurunan ini menggambarkan pesatnya perkembangan di luar sektor pertanian dengan memanfaatkan tanah persawahan sebagai lokasi pembangunan. Industri pariwisata merupakan salah satu sektor utama yang telah memberi andil semakin menyempit lahan persawahan yang ada di Bali. Kelestarian atau ketangguhan subak nampak mulai terancam akibat pesatnya perkembangan pariwisata Bali yang telah membawa banyak perubahan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Bali. Tantangan atau ancaman baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap kelestarian subak dari era globalisasi yang berasal dari berbagai sumber yaitu diantaranya pariwisata Bali. Adapun ancaman dari pariwisata antara lain: semakin menurunnya minat generasi muda menjadi petani. Pariwisata memang telah mampu meningkatkan peluang bagi penduduk pedesaan untuk mencari penghidupan di sektor pariwisata, sehingga tekanan penduduk di sektor pertanian bisa dikurangi. Walaupun demikian dampak dari pariwisata juga berpengaruh terhadap generasi muda Bali karena tidak mau lagi bertani karena kesenjangan yang lebar antara sektor pertanian dan pariwisata. Pesatnya alih fungsi lahan sawah beririgasi kearah penggunaan lain di luar pertanian (Sutawan dalam Suyastiri, 2012). Dari pemaparan ini dapat telihat bahwa persepsi masyarakat di Bali terhadap pertanian rendah dan begitu pula motivasi mereka untuk berusaha tani. Atribusi merupakan salah satu konsep psikologi sosial yang paling dekat dengan aktivitas. Atribusi adalah proses yang menggambarkan cara individu menjelaskan, menginterpretasi, dan mengambil kesimpulan terhadap peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan dirinya maupu peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan 9

10 orang lain. Salah satu jenis atribusi adalah atribusi kausalitas. Atribusi kausalitas adalah atribusi tentang hubungan sebab akibat terhadap dua peristiwa. Secara spesifik, atribusi sosial adalah cara seseorang dalam melakukan proses persepsi dan interpretasi terhadap sebab-sebab prilaku yang dilakukan oleh orang lain. Atribusi diterapkan dalam tiga wilayah penting. Pertama, persepsi seseorang tentang apa dan siapa yang menyebabkan timbulnya suatu perilaku atau pristiwa khusus. Kedua, penilaian seseorang terhadap tanggung jawab, atas terjadinya suatu pristiwa atau prilaku tertentu. Ketiga, penilaian terhadap kualitas kepribadian individu-individu yang terlibat dalam pristiwa atau prilaku tertentu (Umstot, D., 1988). Proses persepsi akan disajikan pada gambar dibawah ini: Objek Orang Situasi Sikap Informasi di lingkungannya Penerimaan dan penyaringan Interpretasi dan pengaturan Persepsi Perilaku Beberapa informasi dihilangkan dan ditolak Perasaan Gambar 1.1. Proses Terjadinya Persepsi 2.2. Kerangka Pikiran Pulau Bali merupakan salah satu pulau di Indonesia yang memiliki keunikan dan kekayaan sumberdaya sehingga menarik minat wisatawan untuk berkunjung. Salah satu keunikan yang tersimpan di pulau Bali adalah dengan adanya organisasi tradisional subak sebagai basis sistem pertanian dan irigasi yang telah ditetapkan oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization) sebagai warisan dunia. Dari pemaparan yang telah disajikankan di bab sebelumnya, luas lahan pertanian semakin berkurang tiap tahunnya, hal ini dikarenakan sektor pariwisata yang menjadi sektor unggulan telah mampu menggeser peran dari sektor 10

11 pertanian. Tergerusnya sektor pertanian ditambah lagi dengan adanya alih fungsi lahan yang tidak dapat terbendung akan mempengaruhi eksistensi subak. Dalam penelitian ini, peneliti berasumsi bahwa yang mempengaruhi alih fungsi lahan ada dua, yakni faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi persepsi petani terhadap pertanian sedangkan faktor eksternal yakni luas lahan yang dikelola oleh petani. Setiap orang memiliki kecenderungan untuk memperhatikan atau melihat suatu benda yang sama dengan caranya masing-masing. Perbedaan tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni pengalaman, pengetahuan, dan sudut pandangnya. Persepsi juga memiliki tautan dengan cara pandang sesorang terhadap suatu objek dengan caranya masing-masing atau berbeda-beda dengan menggunakan alat indra yang dimiliki, kemudian berusaha untuk menfasirkannya. Begitupun juga pemilik tanah yang menjual tanahnya. Mereka beranggapan bahwa pariwisatalah yang akan menunjang kehidupannya kedepan, sehingga mereka beranggapan apabila tanah yang mereka jual nantinya menjadi pusat pariwisata mereka akan dapat terlibat didalamnya, misalnya menjadi karyawan di tempat pariwisata tersebut. Kemudian luas lahan yang dimiliki oleh petani faktor dalam alih fungsi lahan. Di Indonesia lahan pertanian yang dimiliki oleh masing-masing petani kurang dari 0,5 Ha atau biasa disebut petani gurem. Tanah merupakan warisan leluhur, sehingga akan diatur pembagiannya dalam setiap generasi. Dengan pembagian yang telah dilakukan tersebut dan setiap anggota keluarga mendapatkan tanah dengan luasan yang sedikit tentu mereka akan berpikiran untuk menjualnya karena penghasilan yang diterimanya dari berusaha tani akan sedikit. Tanah di Bali dalam periode belakangan ini memiliki harga tinggi, sehingga sebagian besar masyarakat memiliki keinginan untuk menjualnya (pragmatis), oleh karena itu alih fungsi lahan sering terjadi. Peneliti berasumsi bahwa persepsi dan luas lahan yang dikelola oleh petani mengakibatkan menurunnya keikutsertaan petani dalam penyuluhan pertanian. Keikutsertaan petani dalam kegiatan penyuluhan sangatlah penting, karena tujuan utama dari penyuluhan adalah kesejahteraan petani meningkat. Meningkatnya pendapatan yang diperoleh dalam usahatani mampu menekan sifat pragmatis petani yang ingin menjual sawahnya. Alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian merupakan fenomena yang sering terjadi. Pembangunan yang berkembang pesat di sektor pariwisata menyebabkan alih fungsi lahan tidak dapat dihindari. Berdasarkan data Badan Pusat 11

12 Statistik (BPS) Provinsi Bali pada tahun 2009 disebutkan bahwa luas lahan pertanian di Bali mengalami alih fungsi lahan antara Ha pertahun. Dalam penelitian ini Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar dijadikan sebagai objek penelitian, karena sektor pariwisata yang sangat berkembang pesat. Semakin meningkatnya alih fungsi lahan tentu mempengaruhi anggota dalam penerapan awig-awig yang menjadi aturan dalam kelembagaan subak. Meningkatnya alih fungsi lahan pun juga akan mempengaruhi eksistensi subak. Pembangunan di Kabupaten Badung sangat pesat, dapat terlihat dari bangunan-bangunan baru baik restoran, villa, hotel, maupun pemukiman yang jumlahnya semakin banyak. Banyak persawahan yang terdapat di Kabupaten Badung yang telah beralih fungsi. Kabupaten Gianyar pun tidak luput dari pembangunan, namun di daerah ini cenderung keadaan alam yang masih asri. Pembangunan juga pesat, namun masih dapat dijumpai persawahan di Kabupaten ini. Bertitik tolak pada keadaan ini, peneliti memiliki asumsi bahwa eksistensi subak di Kabupaten Gianyar lebih tinggi dibandingkan dengan di Kabupaten Badung. Berdasarkan latar belakang, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, dan dasar teori maka kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini ditunjukkan pada gambar berikut ini: Keaktifan mengikuti penyuluhan Faktor Internal: Persepsi Faktor Eksternal Luas lahan Tingkat penerapan awig-awig Subak di Kabupaten Gianyar Tingkat penerapan awig-awig Subak di Kabupaten Badung Eksistensi Subak di Kabupaten Gianyar Eksistensi Subak di Kabupaten Badung Gambar 2.2. Kerangka berpikir penelitian Penjelasan: = Hubungan, = Perbandingan, = Garis Proses 12

13 2.3. Hipotesis Berdasarkan tujuan penelitian dan tinjauan pustaka, penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut: 1. Diduga terdapat korelasi antara: a. Persepsi petani dengan keaktifan mengikuti penyuluhan b. Luas lahan pertanian dengan keaktifan mengikuti penyuluhan 2. Diduga tingkat penerapan awig-awig subak di Kabupaten Gianyar lebih tinggi dibandingkan dengan Kabupaten Badung 3. Diduga eksistensi subak di Kabupaten Gianyar lebih tinggi dibandingkan dengan Kabupaten Badung 13

14 III. METODE PENELITIAN Di dalam bab ini diuraikan tentang beberapa aspek terkait dengan metode penelitian terkait dengan metode penelitian yang akan dipakai dalam mencapai tujuan penelitian. Aspek-aspek metode penelitian tersebut, yakni tipe penelitian (metode dasar), aspek-aspek yang diteliti, metode pengambilan sampel, sumber data dan teknik pengumpulan data, pemilihan lokasi Metode Dasar Metode dasar yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode ini bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan frekuensi atau penyebaran suatu gejala atau frekuensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala dan gejala lain dalam masyarakat. Secara terstruktur dengan metode deskriptif, peneliti mengumpulkan data, menyusun, menganalisis, kemudian membuat kesimpulan yang didukung dengan teori- teori yang sudah ada dari karangan ilmiah dan hasil penelitian terdahulu. Penelitian dilakukan dengan metode wawancara dan kuesioner. 3.2 Metode Penentuan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang akan dipakai dalam penelitian ini yakni di Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali. Pemilihan kedua lokasi tersebut mempertimbangkan aspek lokasi, Kabupaten Badung saat ini memiliki sektor unggulan yakni sektor pariwisata, dengan banyaknya tempat wisata maka daerah ini akan berfokus pada sektor pariwisata sedangkan untuk sektor pertanian lambat laun akan tergusur. Sedangkan Kabupaten Gianyar saat ini mulai berkembang kearah pariwisata, namun di daerah ini tetap mempertahankan sektor pertaniannya karena dapat dimanfaatkan sebagai obyek wisata yang dikemas dalam agrowisata. Hal ini yang menarik mengingat banyaknya alih fungsi lahan pertanian, namun sektor pertanian di kabupaten ini tetap diperhatikan. Dari lokasi yang berbeda ini diharapkan dapat terlihat sejauh mana dampak alih fungsi lahan di masing-masing kabupaten mempengaruhi eksistensi subak. Dari lokasi yang berbeda ini diharapkan dapat terlihat juga sejauh mana nilai-nilai budaya yang masih diterapkan dan nilai-nilai yang telah 14

15 berubah akibat adanya pengaruh luar. Selain itu, nantinya akan dilihat bagaimana prospek kedepan untuk sektor pertanian di Kabupaten Badung dan kabupaten gianyar dan bagaimana perbandingan eksistensi subak di kedua Kabupaten ini Metode Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Purposive sampling yakni metode yang dilakukan dengan menentukan siapa yang termasuk anggota sampel penelitiannya dan seorang peneliti harus benar benar mengetahui bahwa responden yang dipilihnya dapat memberikan informasi yang diinginkan sesuai dengan permasalahan penelitian (Singarimbun dan Effendi dalam Ferdian, dkk., 2012). Kriteria yang dimaksud dalam pengambilan sampel pada penelitian ini yakni krama atau anggota subak yang masih aktif. Jumlah responden yang diambil dalam penelitian ini pada tiap kabupaten minimal sebanyak 30 orang petani sebagai sampel Metode Pengumpulan Data Jenis Data dan Sumber Data Adapun sumber dan teknik yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini yakni dengan pengumpulan data sekunder dan data primer. Wawancara kepada anggota subak, tokoh masyarakat, dan melakukan pengamatan langsung atau observasi dilapangan. Selain itu, data juga diperoleh dari instansiinstansi yng terkait dengan penelitian ini Teknik Pengumpulan Data Teknik yang digunakan yaitu teknik pengamatan, wawancara, dan pencatatan. Teknik pengamatan dilakukan dengan mengamati secara langsung data dan memeriksanya agar didapatkan data yang jelas. Teknik wawancara dilakukan dengan responden untuk diperoleh data primer. Dan teknik pencatatan yaitu mencatat data yang ada di instansi- instansi terkait yang nantinya dijadikan data sekunder. Data sekunder didapat juga dari berbagai sumber, yakni pemerintah desa, pemerintah kecamatan, pemerintah kabupaten (dinas kebudayaan dan dinas pertanian), dan pakar pertanian Universitas Udayana. 15

16 3.5. Analisis Data Dalam pengujian hipotesis yang pertama, peneliti menggunakan uji statistik nonparametrik karena teknik eksak dalam pengertian keangkaan melainkan semata-mata rank sesuai dengan sampel yang kecil. Dari beberapa teknik pengujian yang ada, peneliti menggunakan teknik pengujian korelasi Rank Spearman, hal ini dikarenakan penggunaan teknik ini merupakan ukuran asososiasi yang menuntut kedua variabel diukur sekurang-kurangnya dalam skala ordinal sehingga objek-objek atau individuindividu yang dipelajari dapat di rangking dalam dua rangkaian berturut-turut (Siegel, 1997). Untuk mengukur tingkat rank correlation, yang dinotasikan dengan rs, dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Nilai pengamatan dari dua variabel yang akan diukur hubungannya diberi jenjang. Bila terdapat nilai yang sama dihitung nilai rata-ratanya. 2. Setiap pasangan jenjang dihitung perbedaanya. 3. Perbedaan setiap pasang jenjang tersebut dikuadratkan dan dihitung jumlahnya. 4. Nilai rs (koefisien korelasi Spearman) dihitung dengan rumus: rs = 1-6 n i=1 di² n(n² 1) Keterangan: rs = Koefisien Korelasi Spearman di = selisih rank antar dua variabel N = Ukuran Sampel Hipotesa yang akan diuji menyatakan bahwa dua variabel yang diteliti dengan nilai jenjangnya itu independen, tidak ada hubungan antara jenjang variabel yang satu dengan jenjang variabel lainnya. H0 : rs 0 H0 ; rs = 0 Untuk n < 30 dapat dipergunakan table nilai t, dimana nilai t sampel dapat dihitung dengan rumus: t = rs n 2 1 rs² H0 diterima apabila tα; n 2 t tttα; n

17 H0 ditolak apabila t > tα; n 2 atau t < tα; n Dalam pengujian hipotesis yang kedua, peneliti menggunakan uji statistik Test Kolmogorov Smirnov Two Sample. Menurut Sugiyono (2010), test komogorov smirnov dua sampel digunakan untuk menguji hipotesis komparatif dua sampel independen bila datanya berbentuk ordinal yang telah tersusun pada tabel distribusi frekuensi kumulatif dengan menggunakan kelas-kelas interval. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut D = maksimum [Sn 1 (X) Sn 2 (X)] Keterangan: Sn 1 = Jumlah Sampel 1 Sn 2 = Jumlah Sampel 2 X = Frekuensi Dalam tabel ditunjukkan berbagai rumus untuk menguji signifikansi harga KD yang didasarkan pada tingkat kesalahan yang ditetapkan. Untuk kesalahan 5% (0,05) harga D sebagai pengganti tabel dapat dihitung dengan rumus: n1 + n2 KD = 1,36 n1. n2 H0 diterima apabila KD hitung KD tabel H0 ditolak apabila KD hitung KD tabel Peneliti dalam mengkaji tingkat eksistensi subak di Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik tiap kabupaten. Data yang digunakan yakni data tentang luasan penanaman padi yang dilaksanakan pada 5 sampai 10 tahun terakhir. Untuk pengujiannya, peneliti membandingkan jumlah alih fungsi lahan yang terjadi selama kurun waktu 5-10 tahun sehingga dari data tersebut dapat terlihat tingkat eksistensi subak yang terjadi di kedua kabupaten tersebut. 17

18 IV. KONDISI UMUM 4.1. Kabupaten Gianyar Potensi Dasar Wilayah Kabupaten Gianyar Menurut BPS (2013), Kabupaten Gianyar merupakan salah satu dari Sembilan kabupaten atau kota di Provinsi Bali, terlentak diantara 8º º35 58 lintang selatan 115º º22 23 bujur timur. Berbatasan dengan Kabupaten Badung dan Kota Denpasar disebelah barat, Kabupaten Bangli dan Kabupaten Klungkung disebelah timur serta selat Badung dan Samudra Indonesia disebelah selatan. Bagian terluas wilayah Kabupaten Gianyar (20,25%) terletak pada ketinggian mdpl. Berikut adalah peta Kabupaten Gianyar: Gambar 4.1. Peta Kabupaten Badung Sumber: BPS Kabupaten Gianyar, 2013 Jumlah penduduk Kabupaten Gianyar pada tahun 2013 berdasarkan hasil proyeksi penduduk adalah sebesar orang, terdiri atas penduduk laki-laki sebanyak

19 orang dan penduduk perempuan orang. Jumlah rumah tangga pada tahun rumahtangga. Sex ratio pada tahun 2013 adalah 101,99. Artinya setiap 100 penduduk perempuan terdapat 101 orang perempuan. Kalau kita cermati sex ratio perkecamatan, maka sex ratio tertinggi terdapat di Kecamatan Sukawati dan terendah di Kecamatan Payangan. Kepadatan penduduk Gianyar adalah jiwa/km² pada tahun Kepadatan tertinggi ada di Kecamatan Sukawati (2.109 jiwa/km²), sedangkan kepadatan penduduk terendah di Kecamatan Payangan (553 jiwa/km²). Gambaran mengenai ketenagakerjaan di Kabupaten Gianyar berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional 2013, menunjukkan jumlah angkatan kerja pada tahun 2013 sebanyak orang yang terdiri atas penduduk yang bekerja orang dan yang tergolong ke dalam pengangguran sebanyak orang. Sehingga Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja pada tahun 2013 sebesar 73,00% dan pengangguran sebesar 2,16%.. Penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja tidak penuh seminggu yang lalu, sebanyak orang dari orang yang bekerja pada tahun Pada sektor pertanian sebanyak orang, Industri pengolahan dan Perdagangan besar dan eceran, restoran dan hotel sebanyak orang. Tabel 4.1. Luas Wilayah, Jumlah Rumah Tangga, dan Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan Di Kabupaten Gianyar Tahun 2013 Kecamatan Luas Jumlah Penduduk wilayah (km) tumah tangga Laki-laki (org) Perempuan (org) Jumlah (org) Blahbatuh 39, Gianyar 50, Tampaksiring 42, Ubud 42, Tegallalang 61, payangan 75, sukawati 55, Jumlah/total *) *) Sumber: BPS Kabupaten Gianyar, 2013 Ket: *) data tidak tersedia 19

20 Kabupaten Gianyar merupakan salah satu tujuan wisata di pulau Bali yang memiliki 409 buah tempat akomodasi, dengan rincian 18 buah hotel bintang lima dan 389 hotel non bintang. Jumlah kunjungan wisatawan ke obyek wisata di Kabupaten Gianyar pada tahun 2013 adalah orang. Dimana pada bulan Agustus terjadi kunjungan yang paling tinggi bila dibandingkan dengan bulan lainnya. Misalkan pada bulan Januari tahun 2013 tercatat orang, Februari orang, Maret orang, April orang, dan pada bulan Desember orang pengunjung. Berikut akan disajikan banyaknya hotel dan akomodasi lainnya serta obyek wisata di Kabupaten Gianyar dirinci per kecamatan tahun Tabel 4.2. Banyaknya Hotel Dan Akomodasi Lainnya Di Kabupaten Gianyar Dirinci Per Kecamatan Tahun 2013 Kecamatan Hotel berbintang Hotel non bintang Jumlah/total (unit) Sukawati Blahbatuh Gianyar Tampaksiring Ubud Tegallalang payangan Jumlah/total Sumber: BPS Kabupaten Gianyar, Kabupaten Gianyar memiliki 12 buah sungai yang melintasi wilayah gianyar sebagian besar air sungai dimanfaatkan sebagai irigasi persawahan. Selain itu juga terdapat bendungan atau daerah irigasi berjumlah 43 buah. Luas panen padi pada tahun 2013 di Kabupaten Gianyar adalah hektar dengan rata-rata produksi 59,37 kwintal per hektar, dan total produksi sebesar ,44 hektar. Berikut akan disajikan perkiraan rumah tangga tani pengguna lahan menurut golongan luas lahan yang dikuasai per kecamatan di Kabupaten Gianyar tahun

21 Tabel 4.3. Perkiraan Rumah Tangga Tani Pengguna Lahan Menurut Golongan Luas Lahan yang Dikuasai Per Kecamatan di Kabupaten Gianyar Tahun 2003 Kecamatan Golongan luas lahan Jumlah TMT petani Kurang dari 0,5 Ha (RT) Diatas 0,5 Ha (RT) Pengguna lahan (RT) Sukawati Blahbatuh Gianyar Tampaksiring Ubud tegallalang Payangan Jumlah/total Sumber: BPS Kabupaten Gianyar, Usia Anggota Subak Kabupaten Gianyar Menurut BPS (2012), berdasarkan komposisi penduduk, usia dikelompokkan menjadi 3, yakni kelompok penduduk usia 0-14 tahun (belum produktif), tahun (produktif), dan lebih dari 65 tahun (tidak lagi produktif). Kemudian peneliti melakukan sebaran anggota subak berdasarkan umur terendah, rerata, dan tertinggi. Berikut akan disajikan Tabel 4.4. mengenai sebaran anggota subak di Kabupaten Gianyar. Tabel 4.4. Sebaran Anggota Subak Kabupaten Gianyar Berdasarkan Umur ( n = 31 ) No Kategori Usia (Tahun) 1 Tertinggi 74 2 Rerata 59 3 Terendah 45 Sumber : Analisis Data Primer, 2015 Berdasarkan hasil penelitan, menunjukkan bahwa usia anggota subak terendah yakni 45 tahun, rerata yakni 59 tahun, dan usia petani tertinggi yakni 74 tahun. Dengan rerata anggota subak di Kabupaten Gianyar berada pada usia 59 tahun menunjukkan bahwa sebagian besar anggota subak berada pada kategori umur produktif. Usia ini memiliki kaitan dengan mudah tidaknya seseorang menerima inovasi pertanian. Seseorang dengan umur produktif akan memiliki kecenderungan mengadopsi inovasi 21

22 dengan mudah dan cepat (Soekartawi, 2005). Selain itu, usia petani yang termasuk produktif ini akan mempengaruhi tingkat kinerja mereka dalam mengelola lahan pertaniannya. Semakin rendah usia petani maka kinerja mereka akan semakin tinggi, sehingga dalam mengelola usahataninya akan dapat lebih optmal Luas lahan Anggota Subak Kabupaten Gianyar Status kepemilikan lahan yang digunakan anggota subak dalam berusahatani meliputi lahan milik sendiri, menyewa, dan menyakap. Namun, sebagian besar anggota subak mengolah lahannya sendiri dalam berusahatani. Berikut ini akan disajikan tabel 4.5. mengenai sebaran luas lahan anggota subak di Kabupaten Gianyar. Tabel 4.5. Sebaran Luas Lahan Anggota Subak Kabupaten Gianyar (n = 31 ) No Kategori Luas (Are) 1 Tertinggi 48 2 Rerata 27 3 Terendah 12 Sumber : Analisis Data Primer, 2015 Berdasarkan hasil penelitian, peneliti mengklasifikasikan luasan lahan yang dimiliki anggota subak menjadi 3, yakni terendah, tertinggi, dan rerata. Dari tabel 4.5. bahwa luas lahan yang diusahakan oleh anggota subak terendah yakni 12 are (0,12 Ha), rerata 27 are (0,27 Ha), dan tertinggi yakni 48 are (0,48 Ha). Dalam melakukan wawancara, peneliti mendapatkan anggota subak yang berperan sebagai penyakap, walaupun anggota subak tersebut juga memiliki lahan sendiri, hal ini dilakukan oleh anggota subak karena hasil panen yang didapatkan dilahannya belum mencukupi untuk kebutuhannya. Dalam awigawig subak disebutkan bahwa penyakap maupun penyewa lahan masuk dalam keanggotaan subak. Hal ini dikarenakan, penyakap maupun penyewa memanfaatkan air yang ada pada suatu subak, sehingga mereka berkewajiban untuk menjalankan aturanaturan yang terdapat dalam subak. Berdasarkan data yang disajikan ditabel, terlihat bahwa luas lahan yang dimiliki maupun disakap oleh anggota subak terbilang rendah atau dapat dikatakan bahwa anggota subak merupakan petani gurem (<0,5Ha). Hal ini tentu akan berdampak pada produksi yang dihasilkan oleh mereka. Menurut Hermanto (1993), bahwa yang menentukan 22

23 pendapatan, taraf hidup, dan derajat kesejahteraan rumah tangga petani adalah luas lahan usahatani. Hal ini dikarenakan, semakin luas lahan yang dikelola petani maka produksi yang dihasilkan akan tinggi sehingga pendapatan yang diperoleh petanipun turut meningkat Tingkat pendidikan Anggota Subak Kabupaten Gianyar Tingkat pendidikan mempengaruhi ketrampilan serta kemampuan adopsi petani terhadap informasi dan teknologi baru. Berikut adalah tabel 4.6. yang menyajikan sebaran anggota subak Kabupaten Badung berdasarkan tingkat pendidikan. Tabel 4.6. Sebaran Anggota Subak Kabupaten Gianyar Berdasarkan Pendidikan (n= 31) No Kategori Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Tidak Sekolah 1 3,23 2 SD 15 48,39 3 SMP 11 35,48 4 SMA 3 9,68 5 Strata 1 (S1) 1 3,23 Jumlah ,00 Sumber : Analisis Data Primer, 2015 Berdasarkan tabel 4.6. dapat terlihat bahwa tingkat pendidikan anggota subak di Kabupaten Gianyar tergolong rendah, sebagian besar anggota subak berpendidikan tingkat Sekolah Dasar. Dari tabel tersebut terlihat bahwa sebaran anggota subak berdasarkan tingkat pendidikan, yaitu tidak sekolah sebesar 3,23%, Sekolah Dasar (SD) sebesar 48,39%, Sekolah Menengah Pertama (SMP) 35,48%, Sekolah menengah Atas (SMA) 9,68%, dan Strata satu (S1) sebesar 3,23%. Tingkat pendidikan akan berpengaruh terhadap pola pikir dan pandangan anggota subak terhadap teknologi dan inovasi baru. Anggota subak yang berpendidikan tinggi cenderung mudah menerima dan mengaplikasikan inovasi dan teknologi baru yang disampaikan penyuluh pertanian sehingga diharapkan terdapat peningkatan produksi hasil pertanian. Selain itu, melihat bahwa anggota subak sebagian besar tingkat pendidikan anggota subak yang tergolong rendah yakni tamat SD maka dilapangan sering terjadi setiap pengambilan keputusan untuk alih fungsi lahan yang dimiliki reponden lebih dahulu memusyawarahkan kepada anak-anaknya. 23

24 Menurut Pratiwi dalam Maryani, dkk. (2014), tidak sepenuhnya pendidikan menjadi tolak ukur dalam peningkatan perilaku dan ketrampilan petani dalam berusahatani. Ketrampilan petani juga disebabkan karena mereka bertani secara turun temurun atau pengalaman bertani serta pendidikan non-formal yang diperoleh petani dalam kegiatan penyuluhan. Penyuluhan yang diberikan oleh Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) dalam rangka meningkatkan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan petani sehingga petani dapat berusaha tani dengan baik yang pada akhirnya dapat mensejahterakan kehidupannya sendiri serta keluarganya. Pendidikan non formal (penyuluhan) dapat meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petani misalnya dalam program SL-PTT. Petani diberikan kesempatan oleh PPL dalam mengidentifikasi masalah yang dialami dalam usahatani, kemudian petani berusaha untuk memecahkan masalah tersebut dan dengan adanya diskusi tersebut petani bisa saling sharing dengan petani lainnya sehingga selain mendapatkan pengetahuan dari penyuluhan petani juga mendapatkan dari petani lainnya Kabupaten Badung Potensi Dasar Wilayah Kabupaten Badung Kabupaten Badung terletak pada posisi 08º º50 57 Lintang selatan dan 115º º15 09 Bujur Timur. Berbatasan dengan Kabupaten Buleleng disebelah utara, Kabupaten Bangli, Kabupaten Gianyar, dan Kota Denpasar disebelah Timur, Samudra Hindia disebelah selatan, serta berbatasan dengan Kabupaten Tabanan disebelah barat. Kabupaten Badung memiliki luas wilayah seluas 418,52 km² yang terbagi menjadi enam kecamatan, yaitu Kecamatan Kuta Selatan, Kecamatan Kuta, Kecamatan Kuta Utara, Kecamatan Mengwi, Kecamatan Abiansemal, dan Kecamatan Petang. Berikut adalah peta Kabupaten Badung: 24

25 Gambar 4.2. Peta Kabupaten Badung Sumber: BPS Kabupaten Badung, 2013 Tabel 4.7. Luas Wilayah Kabupaten Badung, Ketinggian dari Permukaan Laut dan Jarak ke Denpasar dirinci per Kecamatan Tahun 2013 Kecamatan Luas Wilayah (km²) Persentase Luas Wilayah (%) Persentase Dibanding Luas Bali (%) Ketinggian dari Permukaan Laut (Meter) Jarak Ke Denpasar (Km) Kuta 101,13 24,16 1, ,3 Selatan Kuta 17,52 4,19 0, ,6 Kuta Utara 33,86 8,09 0, ,6 Mengwi 82,00 19,59 1, Abiansemal 69,01 16,49 1, Petang 115,00 27,48 2, Jumlah 418,52 100,00 7, Sumber: BPS Kabupaten Badung, 2013 Pada tahun 2013, jumlah penduduk di Kabupaten Badung mencapai jiwa yang terdiri daro 300,4 ribu jiwa penduduk laki-laki dan 288,6 ribu jiwa penduduk perempuan, hal ini meningkat sebesar 2,51% dibandingkan dengan tahun 2012 yang 25

26 sebesar jiwa. Penduduk tersebar secara tidak merata di seluruh Kecamatan Badung. Jumlah penduduk ditiap tertinggi terdapat di Kecamatan Kuta selatan 134,5 ribu jiwa dan Kecamatan Petang jumlah penduduk paling sedikit yakni sebesar 26,2 ribu jiwa. Berikut akan disajikan tabel mengenai luas wilayah, proyeksi penduduk, rasio jenis kelamin, dan kepadatan penduduk menurut kecamatan di Kabupaten Badung tahun 2013: Tabel 4.8. Luas Wilayah, Proyeksi Penduduk, Rasio Jenis Kelamin, dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan Di Kabupaten Badung Tahun 2013 Kecamatan Luas Jumlah Penduduk (000 Jiwa) Rasio Kepadatan Wilayah Lakilaki perempuan Jumlah Jenis Penduduk (km²) Kelamin (jiwa/ km²) Kuta 101,13 69,0 65,5 134,5 105, Selatan Kuta 17,52 49,4 45,7 95,1 108, Kuta Utara 33,86 59,6 56,4 116,1 105, Mengwi 82,00 64,2 62,9 127,1 102, Abiansemal 69,01 45,0 45,2 90,1 99, Petang 115,00 13,2 12,9 26,2 102, Jumlah 418,52 300,4 288,6 589,0 104, ,52 293,2 281,8 575,0 104, ,52 286,0 274,9 560,9 104, ,52 278,8 267,9 546,7 104, Sumber: BPS Kabupaten Badung, 2013 Pembangunan pertanian diupayakan untuk penigkatan produktivitas dan diversifikasi tanaman untuk kebutuhan pangan dan pelestarian lingkungan. Berikut akan disajikan tabel luas panen dan produktivitas tanaman padi sawah per Kecamatan di Kabupaten Badung tahun

27 Tabel 4.9. Luas Panen dan Produktivitas Tanaman Padi Sawah Per Kecamatan Di Kabupaten Badung Tahun Kecamatan Luas Panen Produksi (ton) Produktivitas (Kw/Ha) (Ha) Kuta Selatan Kuta ,95 Kuta Utara ,90 Mengwi ,02 Abiansemal ,46 Petang ,80 Jumlah , , , , ,92 Sumber: BPS Kabupaten Badung, 2013 Tercatat bahwa jumlah wisatawan yang datang langsung ke Bali melalui Bandara I Gusti Ngurah Rai selama 2013 mencapai orang, jumlah ini meningkat dibandingkan jumlah wisatawan pada tahun 2012 yakni sebesar orang. Dengan semakin meningkatnya jumlah wisatawan tentu berdampak pada berkembangnya jumlah usaha akomodasi di Kabupaten badung, berikut akan disajikan tabelnya. Tabel Banyaknya Usaha Akomodasi di Kabupaten Badung Tahun 2013 Tahun Hotel Berbintang Hotel Melati Pondok Wisata Kondotel Rumah Sewa Jumlah (unit) Sumber: BPS Kabupaten Badung, Usia petani Anggota Subak Kabupaten Badung Berdasarkan komposisi penduduk, usia dikelompokkan menjadi 3, yakni kelompok penduduk usia 0-14 tahun (belum produktif), tahun (produktif), dan lebih dari 65 tahun (tidak lagi produktif) (BPS,2012). Peneliti kemudian melakukan sebaran anggota 27

28 subak berdasarkan umur terendah, rerata, dan tertinggi. Berikut akan disajikan Tabel mengenai sebaran anggota subak anggota subak di Kabupaten Badung. Tabel Sebaran Anggota Subak Kabupaten Badung Berdasarkan Umur (n = 31 ) No Kategori Usia (Tahun) 1 Tertinggi 75 2 Rerata 61 3 Terendah 47 Sumber : Analisis Data Primer 2015 Berdasarkan hasil penelitan, menunjukkan bahwa usia anggota subak terendah yakni 47 tahun, rerata yakni 61 tahun, dan usia petani tertinggi yakni 75 tahun. Rerata usia anggota subak Kabupaten Badung menunjukkan bahwa mereka termasuk kedalam kelompok penduduk produktif. Namun, dengan usia rerata petani yang seperti ini tentu akan memasuki usia non-produktif, hal ini dapat memicu kinerjanya dalam berusahatani. Dengan menurunnya kinerja mereka nantinya maka akan berdampak pada kemampuan untuk berusahatani sehingga hasil yang didapat nantinya dapat menurun. Hal ini pun akan berpengaruh pada adopsi petani dalam menerima inovasi pertanian. Penelitian yang dilakukan Soekartawi (2005), menyebutkan bahwa seseorang dengan umur produktif akan memiliki kecenderungan mengadopsi inovasi dengan mudah dan cepat Luas lahan Anggota Subak Kabupaten Badung Anggota subak yang diwawancara menyebutkan bahwa status kepemilikan lahan yang digunakan untuk berusahatani berasal dari lahan milik sendiri, menyewa, dan menyakap. Sebagian besar anggota subak yang diwawancarai mengolah lahannya sendiri dalam berusahatani, hanya sebagian kecil dari mereka yang menyakapkan lahan milik petani lainnya. Berikut ini akan disajikan tabel mengenai sebaran luas lahan anggota subak di Kabupaten Badung. 28

29 Tabel Sebaran Luas Lahan Anggota Subak Kabupaten Badung (n= 31) No Kategori Luas (Ha) 1 Tertinggi 70 2 Rerata 31 3 Terendah 8,5 Sumber : Analisis Data Primer, 2015 Berdasarkan hasil penelitian, peneliti mengklasifikasikan luasan lahan yang dimiliki anggota subak menjadi 3, yakni terendah, tertinggi, dan rerata. Dari tabel bahwa luas lahan yang diusahakan oleh anggota subak terendah yakni 8,5 are (0,08 Ha), rerata 31 are (0,31 Ha), dan tertinggi yakni 70 are (0,7 Ha). Dari hasil penelitian, sebesar 19,4% anggota subak yang memiliki lahan lebih dari 50 Are (0,5 Ha). Semakin luasnya lahan yang dimiliki oleh petani tentu akan mempengaruhi hasil produksi yang didapat dan pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan mereka. Namun, dari data yang tersaji pada tabel menunjukkan adanya anggota subak yang memiliki lahan pertanian hanya 8,5 are, hal ini dikhawatirkan dengan luasan yang sedikit dan pendapatan yang diperoleh tidak seberapa akan mengakibatkan petani menjual lahannya. Selain itu, harga tanah yang tinggi membuat petani memiliki keinginan untuk menjual lahan pertaniannya. Luas lahan usahatani akan berdampak pada peningkatan pendapatan, taraf hidup, dan derajat kesejahteraan rumah tangga petani (Hermanto, 1993) Tingkat pendidikan Anggota Subak Kabupaten Gianyar Tingkat pendidikan mempengaruhi ketrampilan serta kemampuan adopsi petani terhadap informasi dan teknologi baru. Berikut adalah tabel yang menyajikan sebaran anggota subak Kabupaten Badung berdasarkan tingkat pendidikan. Tabel Sebaran Anggota Subak Kabupaten Badung Berdasarkan Pendidikan (n= 31) No Kategori Jumlah (orang) Persentase (%) 1 Tidak Sekolah 4 12,90 2 SD 14 45,16 3 SMP 7 22,58 4 SMA 5 16,13 5 Strata 1 (S1) 1 3,23 Jumlah ,00 Sumber : Analisis Data Primer,

30 Berdasarkan hasil penelitian yang disajikan dalam tabel terlihat bahwa peneliti membagi kategori pendidikan menjadi 5, yaitu tidak sekolah, Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Strata satu (S1). Dari tabel persentase anggota subak yang tidak sekolah sebesar 12,90%, SD sebesar 45,16%, SMP sebesar 22,58%, SMA sebesar 16,13%, dan S1 sebesar 3,23%. Sebagian besar anggota subak dalam penelitian ini memiliki tingkat pendidikan hingga bangku Sekolah Dasar (SD). Tingkat pendidikan petani secara tidak langsung berpengaruh terhadap adopsi inovasi pertanian. Dengan pendidikan yang tinggi tentu akan mengubah pola pikir dan pandangan petani terhadap sesuatu yang baru. Petani yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi cenderung mudah menerima dan mengaplikasikan inovasi dan teknologi baru yang disampaikan penyuluh pertanian sehingga diharapkan terdapat peningkatan produksi hasil pertanian. Penyuluhan pertanian bertujuan untuk meningkatkan perilaku dan ketrampilan petani sehingga petani mampu untuk mengusahakan usahataninya dengan lebih optimal. 30

31 V. KEAKTIFAN MENGIKUTI PENYULUHAN 5.1. Hubungan Antara Persepsi Dengan Keaktifan Mengikuti Penyuluhan Persepsi petani terhadap pentingnya penyuluhan menunjukkan peningkatan yang berarti jika materi penyuluhan yang disampaikan terkait dengan kebutuhan petani. Peran penyuluhan sebagai edukasi cukup berperan dalam memberikan informasi dan pelatihan kepada petani sehingga dapat meningkatkan pengetahuan petani dalam melakukan usahatani. Berikut akan disajikan hasil analisis korelasi antara persepsi anggota subak dengan keaktifan mengikuti penyuluhan di Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar. a. Hasil Analisis Korelasi di Kabupaten Badung Berdasarkan hasil analisis uji rank spearman (lampiran 1) diketahui bahwa N atau jumlah data penelitian adalah 31, kemudian nilai sig. (2-tailed) adalah 0,023, sebagaimana dasar pengambilan keputusan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara persepsi petani dengan keaktifan mengikuti penyuluhan. Selanjutnya, dari hasil analisis diketahui bahwa Correlation Coefficient (koefisien korelasi) sebesar 0,408, nilai ini menandakan adanya hubungan yang moderat atau sedang antara persepsi anggota subak dengan keaktifan mengikuti penyuluhan. Semakin tinggi tingkat persepsi anggota subak terhadap pertanian maka keaktifan untuk mengikuti penyuluhan akan semakin tinggi. b. Hasil Analisis Korelasi di Kabupaten Gianyar Berdasarkan hasil analisis uji rank spearman (lampiran 1) diketahui bahwa N atau jumlah data penelitian adalah 31, kemudian nilai sig. (2-tailed) adalah 0,114, sebagaimana dasar pengambilan keputusan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi yang tidak signifikan antara persepsi petani dengan keaktifan mengikuti penyuluhan. Selanjutnya, dari hasil analisis diketahui bahwa Correlation Coefficient (koefisien korelasi) sebesar 0,290, nilai ini menandakan adanya hubungan yang rendah antara persepsi petani dengan keaktifan mengikuti penyuluhan. Berdasarkan kedua analisis uji spearman rank tidak terdapat perbedaan antara anggota subak yang berasal dari Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar, meskipun 31

32 korelasi yang terdapat di Kabupaten Gianyar lebih rendah dibandingkan dengan Kabupaten Badung. Terdapat korelasi yang sedang antara persepsi anggota subak terhadap keaktifan mengikuti penyuluhan di Kabupaten Badung yakni sebesar 0,408 sedangkan korelasi antara persepsi anggota subak dengan keaktifian mengikuti penyuluhan di Kabupaten Gianyar rendah yakni sebesar 0,290. Persepsi seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor baik internal maupun eksternal. Faktor internal antara lain usia petani, pendidikan formal, pendapatan petani, pengalaman bertani, dll sedangkan faktor eksternal meliputi lingkungan sosial, kedekatan (pemahaman petani terhadap budidaya), dan intensitas stimulus (frekuensi dalam menerima informasi). Anggota subak di Kabupaten Badung rata-rata dalam usia tua namun masih aktif dalam melakukan budidaya, fisiknya masih kuat serta terbuka untuk menerima informasi terkait dengan usahataninya. Tingkat pendidikan anggota subak di Kabupaten Badung yang memiliki tingkat pendidikan lebih dari 9 tahun sebesar 19,36% dan di Kabupaten Gianyar sebesar 12,91%. Faktor internal ini akan mempengaruhi tingkat persepsi anggota subak, sehingga keaktifan mengikuti penyuluhan pun akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat persepsinya. Selain itu, adanya kebutuhan untuk meningkatkan usahatani menyebabkan anggota subak aktif dalam mengikuti penyuluhan. Materi yang diberikan berupa pemupukan berimbang, penggunaan varietas unggul, pengendalian hama dan penyakit, pola tanam menjadi penting bagi anggota untuk meningkatkan produksi padi di lahannya Hubungan Antara Luas Lahan Pertanian dengan Keaktifan Mengikuti Penyuluhan Lahan merupakan faktor yang sangat penting yang digunakan petani untuk membudidayakan padi sawah. Besar kecilnya produksi yang dihasilkan akan dipengaruhi oleh luas sempitnya lahan yang digunakan. Lahan garapan merupakan faktor paling utama dalam produksi. Sebagai faktor paling utama maka lahan garapan ini merupakan pabriknya dimana hasil-hasil produksi pertanian dapat berjalan dengan lancar sehingga produksi yang dihasilkan dapat optimal. Dalam penelitian ini akan dikaji mengenai 32

33 hubungan antara luas lahan yang dimiliki oleh petani dengan keaktifan mengikuti penyuluhan. Berikut akan disajikan hasil analisis korelasi antara luas lahan yang dimiliki oleh anggota subak dengan keaktifan mengikuti penyuluhan di Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar. a. Hasil Analisis Korelasi di Kabupaten Badung Berdasarkan hasil analisis uji rank spearman (lampiran 2) diketahui bahwa N atau jumlah data penelitian adalah 31, kemudian nilai sig. (2-tailed) adalah 0,010, sebagaimana dasar pengambilan keputusan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara luas lahan petani dengan keaktifan mengikuti penyuluhan. Selanjutnya, dari hasil analisis diketahui bahwa Correlation Coefficient (koefisien korelasi) sebesar 0,453, nilai ini menandakan adanya hubungan yang moderat atau sedang antara luas lahan petani dengan keaktifan mengikuti penyuluhan. b. Hasil Analisis Korelasi di Kabupaten Gianyar Berdasarkan hasil analisis uji rank spearman (lampiran 2) diketahui bahwa N atau jumlah data penelitian adalah 31, kemudian nilai sig. (2-tailed) adalah 0,036, sebagaimana dasar pengambilan keputusan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara luas lahan petani dengan keaktifan mengikuti penyuluhan. Selanjutnya, dari hasil analisis diketahui bahwa Correlation Coefficient (koefisien korelasi) sebesar 0,379, nilai ini menandakan adanya hubungan yang rendah antara luas lahan petani dengan keaktifan mengikuti penyuluhan. Berdasarkan hasil analisis uji spearman rank dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara luas lahan dengan keaktifan mengikuti penyuluhan di Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar, meskipun hubungannya moderat yakni sebesar 0,453 di Kabupaten Badung dan 0,379 di Kabupaten Gianyar. Hal ini berarti, semakin luas lahan garapan yang dimiliki oleh anggota subak maka keaktifan untuk mengikuti penyuluhan akan semakin tinggi. Keaktifan anggota subak dalam kegiatan penyuluhan pertanian merupakan aktivitas anggota subak dalam mengikuti setiap pertemuan-pertemuan atau kegiatan kelompok yang berhubungan dengan penyuluhan. Keaktifan anggota subak dalam penyuluhan menjadi faktor penting, Hal ini dikarenakan penyuluhan merupakan 33

34 sarana untuk anggota subak memahami program. Menurut Kartasapoetra (1997), dengan penyuluhan yang berhasil diterapkan kepada para petani, akan berarti petani mau dan mampu untuk selalu menggunakan teknologi yang menguntungkan dalam budidaya tanaman termasuk mengatasi masalah-masalah yang timbul (hama dan penyakit tumbuhan, konservasi tanah dan air, dll). Luas garapan yang tinggi yang dimiliki anggota subak mengakibatkan anggota aktif untuk mengikuti penyuluhan. Hal ini dikarenakan keinginan petani untuk meningkatkan ketrampilan dalam berusahatani sehingga nantinya diharapkan dapat meningkatkan produksi serta pendapatan yang diterimanya. 34

35 VI. PEMBAHASAN Institusi subak mempunyai beberapa aktivitas pengelolaan dan pemeliharaan inkonstitutional yang direfleksikan dalam penerapan ketiga unsur Tri Hita Karana: (1) aktivitas sub-sistem ritual pada parahyangan subak, (2) aktivitas organisasi pada subsistem sosial (pawongan), dan (3) aktivitas pengelolaan usaha tani serta penyelenggaraan dan pemeliharaan jaringan irigasi pada sub-sistem fisik (palemahan) Penerapan Awig-Awig Subak di Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar Dalam penelitian ini, kemudian dilakukan uji kolmogorov smirnov untuk membandingkan tingkat penerapan awig-awig subak di Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar. Berikut akan disajikan hasil analisis tingkat penerapan awig-awig subak di Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar. Tabel 6.1. menggambarkan aktivitas pengelolaan dan pemeliharaan subak (Budiasa, 2011): Tabel 6.1. Aktivitas Pengelolaan dan Pemeliharaan Institusi Subak Komponen Tri Hita Karana Aktivitas Sub-sistem ritual (parahyangan) Pelaksanaan berbagai upacara ritual di parahyangan subak antara lain di pura ulun carik, pura ulun subak (bedugul), pura ulun suwi, pura masceti, dan pura ulun danu Sub-sistem sosial (pawongan) 1. Rapat anggota dan pengurus subak 2. Administrasi dan registrasi serta pelaporan keuangan subak 3. Perjananan atau transportasi bagi pengurus subak yang melaksanakan tugas kelembagaan 4. Pengorganisasian unit-unit bisnis dalam subak Sub-sistem fisik (palemahan) 1. Pemeliharaan parahyangan subak 2. Operasi dan pemeliharaan peralatan dan mesin pertanian yang dimiliki subak 3. Operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi 4. Manajemen usaha tani dan agribisnis lainnya Sumber: Budiasa,

36 Langkah-langkah pengujian untuk mengetahui tingkat penerapan awig-awig subak di Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar adalah sebagai berikut: a. Pengujian Hipotesis Ho: Diduga tidak terdapat perbedaan antara penerapan awig-awig subak di Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar Ha: Diduga terdapat perbedaan antara penerapan awig-awig subak di Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar b. Taraf signifikansi A = 0,05 (5%), N = 60 c. Kriterisa pengujian X² observasi > X tabel: Ho ditolak, Ha diterima X² observasi < X tabel: Ho diterima, Ha ditolak d. Statistik pengujian n1 x n2 X² Observasi = 4 D² ( X² Observasi = 4 (0,07) ²( n1+n2 ) 31 x ) X² Observasi = 4 (0,0049) ( ) X² Observasi = 0,0196 x 15,5 X² Observasi = 0,3038 e. Kesimpulan X² Observasi = 0,3038 X tabel = 5,99 X² Observasi < X tabel, maka Ho diterima, Ha ditolak Berdasarkan analisis uji Kolmogorov smirnov (lampiran 5) diperoleh kesimpulan bahwa X² Observasi sebesar 0,3038 dan X tabel (Tabel C) sebesar 5,99. Hal ini berarti bahwa X² Observasi < X tabel sehingga Ho diterima dan Ha ditolak. Artinya tidak terdapat perbedaan antara penerapan aturan-aturan (awig-awig) subak di Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar. Dalam penelitian ini, didapatkan hasil bahwa anggota subak yang terdapat di kedua kabupaten ini masih mematuhi awig-awig yang terdapat di subak. Sampai saat ini kegiatan subak masih dilandasi oleh falsafah Tri Hita Karana 36

37 sebagai tiga penyebab kesejahteraan dan dijiwai oleh Agama Hindu. Awig-awig subak yang berisi tentang kegiatan (Arga, 2011): (1) ayah-ayahan (bantu-membantu), (2) ngawit pangiwit (penetapan batas awal dan batas akhir musim tanam), (3) ngawit nandur (mulai penanaman padi), (4) pedum yeh (pembagian air), (5) indik mapuah (menghalau hama), (6) mabiyu kukung (upacara agama biyu kukung), (7) manyi (perihal panen), (8) sarin tahun (perihal tentang hasil padi untuk keprluan upacara adat di desa) masih tetap dilaksanakan di Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar. Berikut adalah gambar kegiatan anggota subak dalam melaksanakan subsistem ritual. Gambar 6.1. Kegiatan Ritual Yang Dilaksanakan Anggota Subak (sumber: analisis data primer 2015). Kegiatan upacara keagamaan bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara manusia dengan penciptanya (parahyangan). Upacara keagamaan merupakan kegiatan yang dipercaya sebagai suatu keharusan yang akan menentukan keberhasilan aktivitas pertanian padi sawah. Dari gambar 6.1. terlihat bahwa anggota subak sedang makukan upacara biu kukung (pada saat padi berwarna kuning). Berikut akan dijelaskan macam-macam ritual yang dilaksanakan oleh anggota subak (Aryawan, dkk. 2013): 1. Pada penanaman padi di tingkat anggota subak: a. Ngendagin merupakan upacara yang dilakukan pada saat air menuju sawah b. Ngurit merupakan upacara yang dilaksanakan pada saat baru akan memulai menanam padi c. Neduh merupakan upacara yang dilaksanakan pada saat padi berumur 5 wuku dalam kalender Bali 37

38 d. Ngisehin merupakan upacara yang dilaksanakan pada saat padi berumur 50 hari e. Biukukung merupakan upacara yang dilaksanakan pada saat padi akan dipanen f. Nyangket merupakan upacara yang dilaksanakan pada saat panen g. Mantepin merupakan upacara yang dilakukan pada saat padi sudah berada di dalam jineng (tempat menyimpan padi) h. Ngerasakin merupakan upacara yang dilaksanakan pada saat sudah selesai melakukan kegiatan padi di sawah 2. Pada saat penanaman padi ada ditingkat subak a. Tedun kecarik merupakan upacara atur piuning yang dilakukan oleh seluruh krama subak b. Mendak toya merupakan upacara yang dilaksanakan pada saat krama subak akan memulai pencarian air c. Odalan merupakan upacara yang dilakukan di pura Khayangan d. Pengaci merupakan upacara yang dilakukan setiap bulan dimana upacara ini dilakukan bilamana ada pemeritahuan oleh prajuru subak e. Nagluk merana merupakan upacara yang dilaksanakan untuk mencegah serangan hama (Subak Kab. Badung) (Subak Kab. Gianyar) Gambar 6.2. Pura Penghulun Carik Subak di Kabupaten Badung dan Gianyar (sumber: analisis data primer, 2015) Pura Penghulun Carik Subak merupakan tempat berlangsungnya ritual-ritual kegamaan yang dilaksanakan dimasing-masing subak. Peranan subak dalam upacara keagamaan 38

39 pada gambar 6.2. bertujuan agar menjaga keseimbangan hubungan antara manusia, alamnya, dan penciptanya. Tabel 6.2. Kegiatan Ritual Subak di Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar Kegiatan Ritual Subak Kabupaten Badung Kabupaten Gianyar Ngendagin Ngurit Neduh Ngisehin Biukukung Nyangket Mantepin Ngerasakin Tedun Kecarik Mendak Toya Odalan Pengaci Nagluk Merana Sumber: analisis data primer, 2015 Berdasarkan tabel 6.2. terlihat bahwa anggota subak di kedua kabupaten melaksanakan kegiatan-kegiatan keagamaan atau ritual dalam keberlangsungannya. Menurut Aryawan, dkk. (2013), upacara keagamaan ini merupakan salah satu kegiatan yang wajib dilaksanakan dalam kehidupan subak dan dipercaya akan menentukan keberhasilan usaha tani di sawah. Dalam awig-awig diatur hak, kewajiban, dan sanksi yang dimiliki oleh anggota. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa anggota subak berperan aktif dalam kegiatan perencanaan, pengawasan, dan pemeliharaan subak, hal ini menunjukkan bahwa anggota sudah menjalankan kewajiban-kewajiban yang dimilikinya. Berikut ini akan dijelaskan kegiatan ritual salah satu subak yang terdapat di Kabupaten Badung. Kegiatan yang dilakukan subak umalas meliputi tetoyan (sembahyang) di penghulu carik dua kali dalam setahun, neduh di penghulu dua kali dalam satu kali tanam dan di Pura Gunung Sari sekali dalam satu kali tanam, serta di Pura Segara Batu Bolong. Kemudian melakukan kegiatan nunas tirta penangluk ngerana (megambil tirta untuk mengahalau hama) di Pantai Seseh dan Pantai Petitenget serta nunas tirta ke Ulun Danu Batur (Pura Danau Batur) setahun sekali. Selain itu, subak juga tangkil (berkunjung ke tempat suci) ke Ulun Danu Batur dan Teluk Biu Batur setahun sekali. 39

40 6.2. Kecenderungan Alih Fungsi Lahan dan Produksi Padi Sektor pariwisata di Provinsi Bali yang semakin berkembang mengakibatkan lahan pertanian semakin tertekan. Dengan berkembangnya sektor pariwisata maka akan terjadi perkembangan infrastuktur, perubahan sosial, dan perubahan ekonomi yang terjadi di masyarakat. Adanya alih fungsi lahan lebih disebabkan oleh kondisi sosial-ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan. Berikut akan disajikan tabel mengenai perubahan luas lahan pertanian yang tersedia dari tahun 2007 hingga 2013 di Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar. Tabel 6.3. Perubahan Luas Tanaman Padi Di Kabupaten Badung Dan Kabupaten Gianyar, Bali Tahun Luas Lahan (Ha) Kabupaten Badung Kabupaten Gianyar Penurunan (Ha) Sumber: BPS Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar, 2013 (diolah) Berdasarkan tabel 6.3. terlihat bahwa luas lahan yang terdapat di Kabupaten Badung seluas Ha pada tahun 2007 dan pada tahun 2013 berkurang menjadi Ha, ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan luasan lahan seluas Ha. Hal ini pun juga terjadi di Kabupaten Gianyar, pada tahun 2007 luas lahan pertanian mencapai Ha dan pada tahun 2013 berkurang menjadi Ha, besarnya alih fungsi lahan yang terjadi di Kabupaten ini dalam kurun waktu 7 tahun seluas Ha. Untuk melihat lebih mudah perkembangan alih fungsi akan disajikan grafik mengenai alih fungsi lahan pertanian. 40

41 HA PERUBAHAN LUAS LAHAN TAHUN Badung Gianyar Gambar 6.3. Perubahan Luas Lahan Tanaman Padi di Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar Sumber: BPS Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar, 2013(diolah) Berdasarkan gambar 6.3. terlihat bahwa dalam waktu tujuh tahun terakhir ( ) terjadi perubahan luasan lahan pertanian. Dalam waktu tujuh tahun terjadi alih fungsi lahan seluas 384,14 Ha pertahunnya yang terjadi di Kabupaten Badung dan 171,57 Ha per tahun di Kabupaten Gianyar. Terlebih lagi dengan adanya fragmentasi lahan akibat sistem waris yang mengakibatkan rata-rata skala usaha tani semakin kecil (Budiasa, 2011). Keberlanjutan pertanian dan ketahanan pangan di Bali pada khususnya bergantung pada keberadaan dan peran subak. Dalam penelitian Budiasa (2011), bahwa dengan adanya alih fungsi maka berdampak pada eksistensi pura-pura subak dan sistem religius didalamnya. Lahan sawah pada sistem subak bukan lagi dimiliki dan dikerjakan oleh umat Hindu, hal ini akan berpengaruh terhadap keberlanjutan komponen parahyangan dalam Tri Hita Karana. Besar kecilnya pengaruh ini tergantung dari seberapa banyak alih fungsi yang terjadi. Masalah alih fungsi akan terus meningkat dan sulit untuk dikendalikan terutama di Kabupaten Badung, hal ini dikarekanan tingkat intensitas kegiatan ekonomi sangat tinggi di daerah ini. Pada daerah pusat perekonomian akan menyebabkan tekanan terhadap lahan produktif menjadi lahan non produktif. Tingginya tekanan yang diakibatkan ini berdampak pada penguasaan lahan petani. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lahan pertanian yang dimiliki oleh petani di Kabupaten Badung rata- 41

42 rata 31 Are (0,31 Ha) dan di Kabupaten Gianyar rata-rata 27 Are (0,27 Ha), hal ini menunjukkan bahwa petani yang berada di dua wilayah ini memiliki lahan dibawah 0,5 Ha atau dapat disebut sebagai petani gurem. Kondisi ataupun dorongan ekonomi menjadi suatu motivasi bagi petani untuk menjual lahannya. (Subak Kab. Gianyar) (subak Kab. Badung) (Subak Kab. Badung) Gambar 6.4. Alih Fungsi Lahan Pertanian di Kabupaten Badung dan Gianyar (Sumber: analisis data primer, 2015) Selain itu, faktor-faktor yang menjadi penyebab utama adanya alih fungsi lahan di Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar, yaitu adanya land consolidation (LC) untuk pengadaan infrastuktur dan sarana pelayanan umum (public service), pengembangan pemukiman, serta perubahan lahan sawah (produktif) menjadi lahan tidur (lahan tidak produktif) akibat keterbatasan sumber daya air dan terbatasnya jumlah sumber daya manusia yang mau menjadi petani (Budiasa, 2011). Pengadaan infrastuktur tidak dapat dikendalikan sesuai dengan meningkatnya jumlah penduduk. Meningkatnya jumlah penduduk tentu berdampak pada peningkatan pemanfaatan lahan pertanian sebagai kawasan perumahan. Selain itu juga, banyaknya wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar pada umumnya dan Bali pada khususnya merupakan peluang bagi investor untuk menginvestaikan modalnya di Bali, hal ini berdampak pada semakin banyaknya jumlah penginapan maupun swalayan yang ada. Pengembangan pemukiman yang semakin marak terjadi mengakibatkan berkurangnya kualitas dan kuantitas air yang digunakan petani dalam berusahatani. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam membuang sampah ke sungai mengakibatkan saluran irigasi 42

43 subak menjadi kotor sehingga anggota subak setiap seminggu sekali terjun untuk membersihkan saluran irigasi. Gambar 6.5. Kondisi Irigasi yang Terdapat Sampah di Kab. Badung dan Kab. Gianyar (Sumber: analisis data primer, 2015) Terdapat dua kemungkinan akibat adanya perubahan lahan produktif menjadi lahan tidur (lahan tidak produktif), yakni lahan tersebut akan dijual oleh pemilik atau keterbatasan sumberdaya air dan sumber daya manusia yang menjadi petani. Dari beberapa kasus di Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar, lahan produktif yang beralih fungsi menjadi lahan tidur biasanya beberapa bulan atau tahun kemudian akan dituliskan dijual oleh pemiliknya. Menurunnya minat generasi muda untuk bergelut disektor pertanian saat ini menjadi permasalahan serius dalam keberlanjutannya. Sebagian besar generasi muda di Bali memilih untuk bekerja pada sektor pariwisata dibandingkan dengan sektor pertanian. Meningkatnya jumlah penduduk tentu akan berkorelasi positif dengan akan permintaan hasil produksi pertanian. Alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian dianggap sebagai penyebab menurunnya produksi padi. Dengan pengelolaan lahan yang sempit tentu produksi yang dihasilkan tidak dapat optimal. Selain hal-hal tersebut, dampak alih fungsi juga dapat berakibat kerusakan lingkungan, perubahan orientasi sosial, ekonomi, adat dan budaya. Berikut ini akan disajikan tabel mengenai produksi padi yang dihasilkan di Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar. 43

44 Tabel 6.4. Produksi Padi di Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar, Bali Tahun Produksi Padi (Ton) Kabupaten Badung Kabupaten Gianyar , , , , , ,63 Penurunan ,63 Sumber: BPS Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar, 2013 (diolah) Berdasarkan tabel 6.4. yang menjelaskan trend produksi padi pada 6 tahun terakhir ( ) terus mengalami penurunan. Pada tahun 2007 di Kabupaten Badung produksi padi sebesar Ton dan pada tahun 2012 yakni sebesar Ton. Hal yang sama terjadi di Kabupaten Gianyar yakni pada tahun 2007 jumlah produksi mencapai ,26 Ton namun pada tahun 2012 mengalami penurunan produksi padi mencapai ,63 Ton. Produksi padi tentu dipengaruhi oleh luas lahan pertanian, semakin luas lahan pertanian yang digunakan maka akan berdampak pada peningkatan produksi. Hal ini sesuai dengan data yang disajikan pada tabel sebelumnya yang menjelaskan trend alih fungsi lahan yang terus mengalami penurunan hingga 7 tahun terakhir. Lahan pertanian yang terus beralih fungsi dikedua kabupaten ini mengakibatkan jumlah produksi padi yang dihasilkan terus mengalami penurunan. Dengan menurunnya produksi padi ini mengakibatkan terganggunya program pemerintah untuk mencapai swasembada pangan dan mengurangi timbulnya kerawanan pangan. Berikut ini akan disajikan grafik untuk memudahkan memahami trend penurunan produksi padi yang terjadi di Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar. 44

45 TON PRODUKSI PADI TAHUN Badung Gianyar Gambar 6.6. Produksi Padi di Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar, Bali Sumber: BPS Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar, 2013 (diolah) Berdasarkan gambar 6.6. terlihat bahwa produksi padi di Kabupaten Badung terus mengalami penurunan, dari tahun 2007 hingga 2012 terjadi penurunan produksi mencapai Ton. Pada tahun 2007 dengan luas lahan Ha, Kabupaten Badung mampu mencapai produksi padi hingga Ton, namun dengan terus terjadinya alih fungsi di Kabupaten ini pada tahun 2012 dengan luas lahan Ha produksi yang dihasilkan hanya mampu mencapai produksi sebesar Ton. Terlihat bahwa dengan terus terjadinya alih fungsi maka produksi yang dihasilkan akan terus menurun. Demikian juga yang terjadi di Kabupaten Gianyar, pada tahun 2007 dengan luas lahan sebesesar Ha mampu mencapai produksi padi sebesar ,26 Ton. Pada tahun 2012 dengan luas lahan pertanian Ha produksi padi yang dihasilkan mencapai angka ,63 Ton. Namun, yang menarik di Kabupaten Gianyar pada tahun 2009 hingga 2011 produksi padi terus mengalami peningkatan meskipun luas lahan yang digunakan untuk budidaya padi mengalami penurunan. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa meningkatnya produksi padi ini dikarenakan kondisi iklim, keadaan irigasi, dan kesuburan yang baik sehingga produksi yang dihasilkan optimal. Ketiga komponen ini sangat berpengaruh pada produksi padi yang dihasilkan. Menurut Sudirja (2008), disebutkan bahwa dengan 45

46 adanya alih fungi lahan tidak hanya berdampak pada tingkat produksi saja, namun juga akan berpengaruh pada ketersediaan lapangan kerja bagi petani maupun buruh tani yang terkena oleh alih fungsi tersebut. Menurut informasi yang diperoleh dari anggota subak di Kabupaten Badung, alih fungsi lahan ini terjadi diakibatkan oleh harga tanah yang sangat tinggi. Harga tanah yang mencapai ± 1 Milyar/100 m² mengakibatkan banyak petani atau anggota subak tergiur untuk menjual lahan. Begitu pula yang terjadi di Kabupaten Gianyar, harga tanah mencapai ± 250 juta/100 m². Menurut salah satu ketua subak atau pekaseh di Kabupaten Badung, bahwa warga negara asing (WNA) terlebih dahulu menikah dengan warga negara Indonesia (WNI) sebelum melakukan pembelian tanah, hal ini dilakukan karena adanya peraturan mengenai kepemilikan tanah oleh warga negara asing. Alih fungsi lahan pertanian yang terjadi di kedua kabupaten didominasi oleh pembangunan infrastuktur yakni villa dan perumahan-perumahan yang sebagian besar pembeli tanah merupakan warga negara asing. Lokasi yang berdekatan dengan pusat kota dan pusat pariwisata menjadi penyebab warga negara asing melakukan investasi di kedua kabupaten ini Bergesernya Peran dan Fungsi Sektor Pertanian Bali menjadi destinasi wisata bagi wisatawan mancanegara maupun domestik. Banyaknya warisan budaya yang dimiliki Bali merupakan daya tarik bagi kebanyakan wisatawan. Semakin banyaknya jumlah wisatawan yang datang ke Bali membuat para pemilik modal melakukan investasi di Bali. Tempat penginapan baik hotel, villa, guest house, dan lain sebagainya sangat mudah ditemukan di Bali. Dengan semakin banyaknya hotel maupun villa yang berdiri maka alih fungsi lahan pertanian semakin tahun semakin meningkat. Sektor pertanian yang menjadi mata pencaharian utama bergeser menjadi sektor pariwisata. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan beberapa tantangan yang terdapat dilapangan, antara lain usia, luas lahan, modal yang dimiliki petani. Rata-rata usia petani di Kabupaten Badung yakni 61 tahun dan di Kabupaten Gianyar yakni 59 tahun sedangkan luas lahan yang dimiliki petani di Kabupaten Badung seluas 31 are (0,31 Ha) dan Kabupaten Gianyar seluas 27 are (0,27 Ha). 46

47 a. Luas lahan Peningkatan produksi hasil pertanian dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dominan, antara lain luas lahan, modal, dan tenaga kerja. Anggota subak yang memiliki lahan yang luas akan mempengaruhi produksi sehingga pendapatan yang diperoleh petani mampu untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Namun, yang terjadi dilapangan menunjukkan bahwa rata-rata luas lahan yang dimiliki oleh anggota subak kurang dari 0,5 Ha, hal ini tentu akan mempengaruhi pendapatan yang diperoleh petani. Pendapatan petani yang rendah akan berdampak pada motivasi untuk berusaha tani. Biaya sarana produksi yang dikeluarkan oleh petani dalam menunjang usahataninya cukup besar, namun pendapatan yang diterima tidaklah seberapa. Hal inilah yang dapat menjadi penyebab petani menjual lahan pertaniannya sehingga alih fungsi lahan semakin marak terjadi. Selain itu, harga tanah yang semakin tahun semakin meningkat juga menjadi penyebab banyaknya petani yang menjual lahannya. b. Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang sangat dominan dalam meningkatkan produksi hasil pertanian. Dari data yang diperoleh peneliti dilapangan didapatkan bahwa rata-rata usia anggota subak mencapai 60-an tahun, hal ini menunjukkan bahwa usia petani akan memasuki usia non-produktif. Semakin bertambahnya usia petani mengakibatkan tingkat kinerja mereka dalam berusaha tani semakin rendah. Produksi yang dihasilkan oleh petani tidak dapat optimal dibandingkan ketika mereka masih berusia produktif. Gambar 6.7. Anggota Subak di Kabupaten Badung dan Gianyar (sumber: analisis data primer, 2015) 47

48 Peneliti menemukan terjadi beberapa perubahan pada kegiatan usahatani di subak, antara lain dalam melakukan penanaman bibit dan panen. Pada zaman dahulu anggota subak secara bersama-sama secara sukarela bergotong royong membantu anggota lainnya pada saat melakukan penanaman dan panen. Namun, yang terjadi dilapangan saat ini yakni beberapa anggota subak menggunakan jasa buruh dalam melakukan penanaman bibit. Selain itu dalam melakukan panen, sebagian besar anggota subak menjual hasil panennya dalam bentuk Gabah Kering Giling (GKG) dengan sistem tebasan (Rp Rp /100m²). Dengan menggunakan sistem ini, petani tdak mengetahui jumlah produksi padi hasil panen. Pada awalnya terjadi kesepakatan harga pembelian antara petani dengan penebas (tengkulak), petani tidak dilibatkan dalam kegiatan pemanenan. Dahulu, petani menjual hasil panennya ke Koperasi Unit Desa (KUD), namun dalam 10 tahun terakhir ini sebagian besar petani menjual dalam bentuk tebasan. Penjualan hasil panen oleh anggota subak sulit untuk dihindari karena mereka memiliki kebutuhan yang mendesak untuk hidupnya. c. Modal Modal merupakan keseluruhan biaya yang dikeluarkan oleh petani yakni sarana produksi (pupuk, bibit, pestisida), upah tenaga kerja, dan pajak tanah. Dalam mengembangkan usahatani, petani membutuhkan biaya yang besar, kurangnya modal yang dimiliki mengakibatkan kegiatan bertani tidak maksimal. Anggota subak di Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar menghadapi permasalahan dalam kemampuan permodalan. Dalam hal ini, pihak pemerintah Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar telah memberikan subsidi sarana produksi kepada petani. Namun, sebagian besar petani tetap menghadapi masalah pada permodalan. Hal ini dikarenakan petani membagi keuntungan yang didapat dari panen sebelumnya untuk kebutuhan sehari-hari keluarganya dan sebagian lagi untuk berusahatani selanjutnya. Untuk mengatasi permasalahan modal yang dimiliki oleh petani, bantuan yang diberikan pemerintah berupa uang cash digunakan pekaseh untuk membeli sarana produksi. Pekaseh membuat kesepakatan kepada anggotanya untuk meminjam sarana produksi yang telah disediakan, namun apabila petani sudah melakukan panen mereka berkewajiban 48

49 untuk membayarnya. Gambar 6.8. Tempat Penyimpanan Saprodi Subak Kab. Badung dan Gianyar (sumber: analisis data primer, 2015) Menurut Supriatna dalam Ariwibowo (2013), petani di Indonesia membutuhkan kredit untuk tujuan produksi, belanja hidup sehari-hari, dan pertemuan-pertemuan sosial. Luasan lahan garapan yang sempit yang dimiliki oleh petani, lapangan pekerjaan yang terbatas diluar musim tanam, dan pemborosan menyebabkan petani tidak dapat mengelola hidup dari satu panen ke panen lainnya tanpa adanya pinjaman. Berdasarkan hasil diatas, pemerintah provinsi dan kabupaten seharusnya tidak hanya memberikan bantuan berupa subsidi sarana produksi (saprodi), alat mesin pertanian (alsintan), bantuan perbaikan irigasi, bantuan berupa uang cash yang digunakan subak untuk membeli sarana produksi dan kegiatan upacara ritual, namun pemerintah perlu memperkuat kelembagaan subak. Subak perlu diperkuat dengan adanya koperasi subak, sehingga anggota subak dapat meminjam modal untuk kegiatan usaha taninya. Dengan adanya modal ini nantinya anggota subak tidak sampai meminjam uang ke bank yang bunganya jauh lebih besar yang nantinya akan menyengsarakan mereka. Selain itu, anggota subak dapat menjual hasil panennya ke koperasi sehingga pemasaran akan lebih mudah dan akan terhindar dari para tengkulak yang membeli hasil panen petani dengan harga rendah sehingga akan memperkuat bargaining power. 49

50 Tabel 6.5. Permasalahan Terkait Subak di Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar Karakteristik usaha pertanian Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar Luas lahan - Luas kepemilikan lahan krama subak < 0,5 Ha - Produktivitas lahan yang semakin menurun - Adanya sistem pewarisan tanah mengakibatkan alih fungsi lahan tidak terkendali Tenaga Kerja - Pendidikan formal yang masih rendah - Kurangnya minat generasi muda untuk bertani (tidak adanya regenerasi) - Bekerja kurang efisien - Kurangnya orientasi agribisnis Modal - Kurangnya modal krama subak dalam berusaha tani - Tingginya biaya pajak yang wajib dibayar oleh krama setiap tahunnya - Masih terdapat sistem tebasan - Masih minimnya keberadaan koperasi pertanian (koperasi subak) Sumber: analisis data primer, Eksistensi Subak Pertumbuhan penduduk yang cepat akan diikuti pula dengan kebutuhan tempat tinggal dan area untuk membangun berbagai infrastuktur (industry, jasa, dll) yang diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan penduduk sehingga alih fungsi lahan yang terjadi akan semakin meningkat. Daya Tarik pada sektor pertanian terus menurun dikalangan masyarakat saat ini, hal ini menyebabkan petani cenderung untuk melepas kepemilikan lahannya. Harga tanah yang terus meningkat di Kabupaten Badung dan Gianyar akan menggiurkan petani untuk menjual sawahnya karena penghasilan untuk melakukan usaha tani rendah. Dengan adanya alih fungsi lahan ini nantinya akan mengakibatkan buruh tani serta petani penggarap akan kehilangan lapangan pekerjaan. Petani penggarap maupun buruh tani akan terjebak karena semakin sempitnya kesempatan kerja bagi mereka, hal inilah yang menjadi masalah serius di masyarakat saat ini. Subak 50

51 sebagai organisasi tradisional di Bali khususnya akan menghadapi masalah serius. Menurut Windia (2013), lahan pertanian dan pengairan merupakan bagian terpenting dalam subak, karena tanpa kedua komponen ini maka akan mempengaruhi eksistensi subak. Menurut Darmanta (2013), dalam kaitannya dengan konsep Tri Hita Karana terutama pada konsep palemahan yang berkaitan dengan terjadinya alih fungsi lahan di salah satu subak Gianyar, disebutkan bahwa terdapat awig-awig sebagai berikut: Sape sire sane ngadol utawi numbas carik ring weweidangan subak Pulagan- Kumba patut: 1. Mesadok ring prajuru subak utawi pekaseh gede 2. Patur nginutin sepopa-pali pemargin Subak Gede Pulagan-Kumba sane sampun memargi 3. Yening wenten salah sinungil carik krama Subak Gede Pulagan-Kumba magentos wiguna ayahan lan pola-pali ring kahyangan mangda kasungkemin Artinya: Siapapun yang menjual atau membeli sawah di wilayah Subak Gede Pulagan- Kumba, wajib: 1. Melapor kepada prajuru (pengurus) atau pekaseh (ketua) gede 2. Wajib mematuhi aturan yang sudah disepakati Subak Gede Pulagan- Kumba yang telah berjalan 3. Jika ada salah satu krama Subak Gede Pulagan-Kumbuh beralih fungsi terkait dengan kewajiban dan aturan di Khayangan (Pura atau tempat suci) agar disepakati. Sedangkan disalah satu Subak di Badung (Subak Lip-lip), terdapat awig-awig berkaitan dengan terjadinya alih fungsi lahan. Isi dari awig-awig tersebut sebagai berikut: Eedan ngantukang Dewa Nini lan tingkahing nyapuh carik: 51

52 1. Sang ngadol carik magentos wiguna utawi ngentosin wigunan carik, patut ngamargiang upakara panyapuh carik manut sastra Agama Hindu utamane sane munggah ring darmaning pamaculan 2. Ngantukang Dewa Nini ke Pura Pengulun Subak, tata titinyane manut pararem 3. Tan wenang mralina Pura Panyungsungan amongan subak, prade sami wawidangan subak magentos wiguna, Pura inucap patut kasungsung olih krama anyar sane wenten ring wewidangan inucap Arinya: Tata cara mengembalikan stana tuhan sebagai Dewi Sri apabila terjadi alih fungsi lahan: 1. Penjual lahan wajib melaksanakan upacara yang termuat dalam Sastra Dharma Pemaculan 2. Pengembalian fungsi lahan sesuai dengan aturan daerah setempat 3. Tidak diijinkan membongkar tanpa adanya upacara dan wajib bagi penjual untuk mengembalikan stana beliau ke Pura Pengulun carik. Pura tersebut dipelihara oleh warga sekitarnya. Berdasarkan data diatas, terlihat bahwa keseluruhan dari isi awig-awig tiap subak sepenuhnya sama. Awig-awig dibuat berdasarkan hasil rapat yang dilaksanakan oleh pekaseh, prajuru, dan krama subak. Menurut Wiyatna dan Lis (2013), awig-awig merupakan suatu produk hukum dari suatu organisasi tradisional di Bali yang umumnya dibuat secara musyawarah mufakat oleh seluruh anggotanya dan berlaku sebagai pedoman untuk bertingkah laku dari dari anggota organisasi yang bersangkutan, dalam hal ini yakni anggota subak. Awig-awig yang terdapat dimasing-masing subak berisi tentang tata cara bercocok tanam dan pembagian air jaringan irigasi untuk krama subak. 52

53 Gambar 6.9. Awig-awig Subak di Kabupaten Badung dan Gianyar (sumber: analisis data primer, 2015) Sebagian besar subak belum mengatur ketentuan mengenai larangan untuk melakukan alih fungsi lahan serta pengenaan sanksi terhadap krama subak yang melakukan alih fungsi lahan di dalam awig-awig subak. Dengan tidak adanya ketentuan seperti ini dikhawatirkan nantinya alih fungsi lahan tidak dapat dibendung. Berdasarkan awig-awig mengenai alih fungsi diatas, terlihat bahwa subak di Kabupaten Badung hanya mengatur tata cara apabila terjadi alih fungsi lahan di sekitar subaknya. Namun, subak yang berada di Kabupaten Gianyar lebih menitikberatkan pada aturan yang berlaku bagi pembeli lahan tersebut (aturan adat). Pembeli lahan yang berada disekitar subak wajib untuk melaksanakan ayah-ayahan di Pura Khayangan. Selain belum adanya perarutan mengenai larangan untuk mengalihfungsikan lahan serta pengenaan sanksi kepada krama yang menjual, ditambah lagi dengan pajak yang wajib dibayar oleh petani dengan harga tinggi setiap tahunnya mengakibatkan petani menjual lahannya. Selain awig-awig, subak juga memiliki peraturan yang bersifat tidak tertulis (perarem). Perarem merupakan kesepakatan yang tidak tertulis yang dibuat berdasarkan kesepakatan subak pada saat dilaksanakan rapat. Awig-awig dan perarem ini diberlakukan apabila terdapatkesepakatan dari semua krama subak. Rapat subak dilaksanakan secara rutin pada saat menjelang musim tanam. 53

54 Menurut Putrawan dan Sudirman (2012), adanya pengaruh pembangunan, perekonomian, pariwisata mengakibatkan alih fungsi lahan dari tanah sawah menjadi tanah kering untuk menjadi pemukiman, akomodasi pariwisata, seperti hotel, restoran, villa, ruko, art shop, perkantoran, dan lainnya sebagai penunjang dan pendukung pembangunan, perekonomian, dan pariwisata. Dengan beralih fungsinya lahan pertanian menjadi tanah kering maka akan mengakibatkan nilai tanah berubah, sehingga Nilai Jual Objek pajak (NJOP) akan naik dan pada akhirnya secara otomatis Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) akan naik juga. NJOP merupakan harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli NJOP ditentukan melalui perbandingan dengan objek lain yang sejenis atau nilai perolehan baru dan NJOP pengganti. Kenaikan penerimaan PBB di masing-masing kecamatan se-kabupaen Gianyar yakni Kecamatan Gianyar relatif stagnan karena sebagai kawasan perkotaan, Kecamatan Blahbatuh merupakan daerah berkembang, khususnya perumahan dengan asumsi kenaikan sekitar 3,5% pertahun, dan Kecamatan Ubud dan Kecamatan Tegallalang yang merupakan konsentrasi ke peruntukan obyek dan bangunan wisata komersiil dengan asumsi kenaikkan sebesar 5% pertahunnya (Putrawan dan Sudirman, 2012). Lahan pertanian yang berada pada kawasan strategispun akan mengakibatkan semakin tingginya nilai PBB. Tingkat pendapatan yang rendah ditambah dengan kewajiban membayar pajak setiap tahunnya mengakibatkan petani semakin tertekan. Hal ini berimbas pada keinginan petani untuk menjual atau menyewakan lahannya. Berdasarkan Keputusan Bupati Badung No. 1970/02/HK/2011 tentang Pemberian Penghargaan Peduli Lingkungan Pada Daerah Jalur Hijau di Kabupaten Badung pada tahun 2011 dan Keputusan Bupati Badung No. 1954/02/HK/2012 tentang Pemberian Penghargaan Peduli Lingkungan Pada Daerah Jalur Hijau di Kabupaten Badung pada tahun 2012 dijelaskan bahwa para wajib pajak yang berada pada kawasan jalur hijau tidak dikenakan kewajiban untuk membayar PBB, dana APBD digunakan untuk membayarkan seluruh PBB tersebut. 54

55 Gambar Subak yang Berada Pada Jalur hijau Kab. Badung dan Gianyar (sumber: analisis data primer, 2015) Subak yang berada pada kawasan jalur hijau merasa terbantu dengan adanya kebijakan pemerintah Kabupaten seperti ini. Pembebasan kewajiban pembayaran PBB pada jalur hijau bentujuan untuk pelestarian lingkungan dan menekan terjadinya alih fungsi lahan, sehingga sustainable development dapat terlaksana. Berdasarkan hasil penelitian, subak yang berada di kawasan jalur hijau tidak mengalami alih fungsi. Menurut Windia (2013), eksistensi subak dipengaruhi oleh dua komponen, yakni lahan dan irigasi. Tanpa adanya kedua komponen ini subak tidak dapat berjalan secara optimal. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar pada tahun 2013, terjadi alih fungsi lahan seluas Ha di Kabupaten Badung dan Ha di Kabupaten Gianyar dari tahun 2007 hingga Hal ini menunjukkan bahwa alih fungsi sulit untuk dikendalikan mengingat bahwa sektor yang paling dominan di Kabupaten Badung dan Kabupaten Gianyar adalah sektor pariwisata. Dengan semakin cepatnya laju alih fungsi ini tentu akan berpengaruh pada eksistensi subak. Dari data tersebut dapat terlihat bahwa eksistensi subak di Kabupaten Badung lebih rendah dibandingkan dengan Kabupaten Gianyar. Eksistensi subak sepenuhnya didukung oleh ketersediaan air dan ketersediaan lahan pertanian, apabila keduanya menunjukkan indikasi negative maka akan mempengaruhi eksistensi subak. Kurang tersedianya air mulai dirasakan bagi anggota subak yang berada di bagian hilir. Subak yang berada dibagian hilir biasanya memiliki waktu tanam melebihi dari kesepakatan yang dibuat pada 55

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Subak merupakan lembaga irigasi dan pertanian yang bercorak sosioreligius terutama bergerak dalam pengolahan air untuk produksi tanaman setahun khususnya padi berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 275 juta orang pada tahun Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari

BAB I PENDAHULUAN. 275 juta orang pada tahun Sebagian besar penduduk Indonesia hidup dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk keempat terbesar di dunia (Syarief, 2011). Jumlah penduduk Indonesia diprediksi akan menjadi 275 juta orang pada tahun

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Simantri, Subak Renon, Dampak.

ABSTRAK. Kata kunci : Simantri, Subak Renon, Dampak. ABSTRAK Ahmad Surya Jaya. NIM 1205315020. Dampak Program Simantri 245 Banteng Rene Terhadap Subak Renon di Kecamatan Denpasar Selatan, Denpasar. Dibimbing oleh: Prof. Dr. Ir. I Wayan Windia, SU dan Ir.

Lebih terperinci

KONSEP TRI HITA KARANA DALAM SUBAK

KONSEP TRI HITA KARANA DALAM SUBAK 1 KONSEP TRI HITA KARANA DALAM SUBAK oleh Ni Putu Ika Nopitasari Suatra Putrawan Bagian Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Tri Hita Karana is a basic concept that have been

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem irigasi subak merupakan warisan budaya masyarakat Bali. Organisasi

BAB I PENDAHULUAN. Sistem irigasi subak merupakan warisan budaya masyarakat Bali. Organisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem irigasi subak merupakan warisan budaya masyarakat Bali. Organisasi petani tersebut berwatak sosio agraris religius. Subak sebagai lembaga sosial dapat dipandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman akan tradisi dan budayanya. Budaya memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan manusia, di mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Penjelasan pertama pada pendahuluan akan menjelaskan mengenai latar belakang dengan melihat kondisi yang ada secara garis besar dan dari latar belakang tersebut didapatkan suatu rumusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antar masing-masing daerah, antar golongan pendapatan dan di seluruh aspek. kehidupan sehingga membuat stuktur ekonomi tidak kokoh.

BAB I PENDAHULUAN. antar masing-masing daerah, antar golongan pendapatan dan di seluruh aspek. kehidupan sehingga membuat stuktur ekonomi tidak kokoh. 19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan pembangunan meliputi kenaikan pendapatan perkapita yang relatif cepat, ketersediaan kesempatan kerja yang luas, distribusi pendapatan yang merata serta kemakmuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memiliki julukan lumbung beras Provinsi Bali, memiliki luas 839,33

I. PENDAHULUAN. memiliki julukan lumbung beras Provinsi Bali, memiliki luas 839,33 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tabanan merupakan salah satu kabupaten di Bali yang memiliki peran sentral dalam pertanian. Kabupaten Tabanan yang memiliki julukan lumbung beras Provinsi Bali,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai orang, yang terdiri atas orang lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai orang, yang terdiri atas orang lakilaki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peluang kerja di Indonesia sangat dipengaruhi oleh laju pertumbuhan penduduk. Menurut hasil sensus penduduk pada tahun 2010 jumlah penduduk di Indonesia mencapai 237.556.363

Lebih terperinci

LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN

LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN LAPORAN HIBAH PENELITIAN KETEKNIKSIPILAN AKTIVITAS ASPEK TRADISIONAL RELIGIUS PADA IRIGASI SUBAK: STUDI KASUS PADA SUBAK PILING, DESA BIAUNG, KECAMATAN PENEBEL, KABUPATEN TABANAN I Nyoman Norken I Ketut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tri Hita Karana

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tri Hita Karana BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Organisasi tradisional petani yang mengelola air irigasi dapat ditemui di berbagai belahan dunia, salah satunya adalah sistem irigasi subak di Bali. Subak merupakan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP. khususnya dalam pengelolaan sumberdaya air irigasi. Pengelolaan sumberdaya

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP. khususnya dalam pengelolaan sumberdaya air irigasi. Pengelolaan sumberdaya BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP 3.1 Kerangka Berpikir Subak sangat berperan dalam pembangunan pertanian beririgasi, khususnya dalam pengelolaan sumberdaya air irigasi. Pengelolaan sumberdaya air irigasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif merupakan metode yang menggambarkan, mendeskripsikan dan memaparkan fakta-fakta

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar kota di Negara Indonesia tumbuh dan berkembang pada kawasan pesisir. Setiap fenomena kekotaan yang berkembang pada kawasan ini memiliki karakteristik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peradaban manusia. Padi adalah komoditas tanaman pangan yang menghasilkan

I. PENDAHULUAN. peradaban manusia. Padi adalah komoditas tanaman pangan yang menghasilkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman terpenting dalam peradaban manusia. Padi adalah komoditas tanaman pangan yang menghasilkan beras. Produksi padi dunia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. instruksi, mengolah data sesuai dengan instruksi dan mengeluarkan hasilnya

I. PENDAHULUAN. instruksi, mengolah data sesuai dengan instruksi dan mengeluarkan hasilnya I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sistem informasi adalah suatu sistem yang menerima input data dan instruksi, mengolah data sesuai dengan instruksi dan mengeluarkan hasilnya (Davis, 1991). Dalam era globalisasi

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Wilayah Penelitian Kecamatan Wonosari merupakan salah satu dari 7 kecamatan yang ada di Kabupaten Boalemo, Di lihat dari letak geografisnya, Kecamatan Wonosari

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa wukirsari merupakan salah satu Desa dari total 4 Desa yang berada di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Desa Wukirsari yang berada sekitar

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SUBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SUBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SUBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa Lembaga Subak sebagai bagian dari budaya Bali merupakan organisasi

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani Petani Padi Organik Mitra Usaha Tani Identitas petani merupakan suatu tanda pengenal yang dimiliki petani untuk dapat diketahui latar belakangnya. Identitas

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Subak, irigasi, aspek fisik, aspek operasional & pemeliharaan, logika fuzzy

ABSTRAK. Kata kunci: Subak, irigasi, aspek fisik, aspek operasional & pemeliharaan, logika fuzzy Ni Made Ayu Adi Suartiani. 1211305025. 2017. Penilaian Kinerja Jaringan Irigasi pada Sistem Subak di Kawasan Warisan Budaya Dunia Catur Angga Batukau. Dibawah bimbingan Dr. Sumiyati, S.TP.MP sebagai pembimbing

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 27 III. METODE PENELITIAN 3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Batasan definisi operasional ini mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang digunakan akan dianalisis

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. dapat diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputarputar

II TINJAUAN PUSTAKA. dapat diartikan sebagai perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputarputar II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta. Pari mempunyai arti banyak, berkali-kali, berputar-putar atau lengkap. Sedangkan kata wisata mempunyai arti perjalanan dan

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP TAHUN 2015)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP TAHUN 2015) No. 46/07/51/Th. X, 1 Juli 2016 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA TETAP TAHUN 2015) PRODUKSI PADI TAHUN 2015 TURUN 0,49 PERSEN A. PADI Produksi padi di Bali tahun 2015 tercatat sebesar 853.710

Lebih terperinci

PERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN BERAS DI KABUPATEN BULELENG TAHUN 2015

PERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN BERAS DI KABUPATEN BULELENG TAHUN 2015 PERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN BERAS DI KABUPATEN BULELENG TAHUN 215 Ir. Ni Putu Suastini, MSi (Penyuluh Pertanian Madya) Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Buleleng 215 PERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN BERAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015) No. 20/03/51/Th. X, 1 Maret 2016 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2015) PRODUKSI PADI TAHUN 2015 (ANGKA SEMENTARA) TURUN 0,49 PERSEN A. PADI Angka Sementara (ASEM) produksi padi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dengan jarak kurang lebih 18 km dari ibu kota Kabupaten Buleleng

Lebih terperinci

Evaluasi petani terhadap program siaran pedesaan Radio Republik Indonesia (RRI) sebagai sumber informasi pertanian di kota Surakarta

Evaluasi petani terhadap program siaran pedesaan Radio Republik Indonesia (RRI) sebagai sumber informasi pertanian di kota Surakarta Evaluasi petani terhadap program siaran pedesaan Radio Republik Indonesia (RRI) sebagai sumber informasi pertanian di kota Surakarta Disusun Oleh : Eliya Saidah H0402035 III. METODE PENELITIAN A. Metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHLUAN. Pulau Bali merupakan daerah tujuan pariwisata dunia yang memiliki

BAB I PENDAHLUAN. Pulau Bali merupakan daerah tujuan pariwisata dunia yang memiliki BAB I PENDAHLUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Bali merupakan daerah tujuan pariwisata dunia yang memiliki keunikan tersendiri berupa keindahan panorama alam dan budayanya, sehingga menarik perhatian wisatawan.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi 4.1.1 Keadaan Geografis Desa Oluhuta Utara merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan dalam hal menambah devisa suatu negara. Menurut WTO/UNWTO

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan dalam hal menambah devisa suatu negara. Menurut WTO/UNWTO BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada jaman modern ini pariwisata telah berubah menjadi sebuah industri yang menjanjikan dalam hal menambah devisa suatu negara. Menurut WTO/UNWTO (United Nations World

Lebih terperinci

Peranan Subak Dalam Pengembangan Agribisnis Padi

Peranan Subak Dalam Pengembangan Agribisnis Padi Peranan Subak Dalam Pengembangan Agribisnis Padi I. Pendahuluan Visi pembangunan pertanian di Indonesia adalah terwujudnya masyarakat yang sejahtra khususnya petani melalui pembangunan sistem agribisnis

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang. Pentingnya sektor pariwisata karena sektor pariwisata ini

BAB I PENDAHULUAN. berkembang. Pentingnya sektor pariwisata karena sektor pariwisata ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata merupakan salah satu sumber pendapatan yang sangat penting bagi negara-negara diseluruh dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Pentingnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian yang unik dibandingkan dengan propinsi lain di mana pilar-pilar

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian yang unik dibandingkan dengan propinsi lain di mana pilar-pilar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali sebagai salah satu propinsi di Indonesia memiliki karakteristik struktur perekonomian yang unik dibandingkan dengan propinsi lain di mana pilar-pilar ekonomi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA

BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA 59 BAB VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN INOVASI PRIMA TANI OLEH PETANI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGANNYA 8.1 Pengambilan Keputusan Inovasi Prima Tani oleh Petani Pengambilan keputusan inovasi Prima

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor.

V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. V. GAMBARAN UMUM PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Desa Purwasari terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Petir, sebelah Selatan berbatasan dengan

Lebih terperinci

EKSISTENSI DESA ADAT DAN KELEMBAGAAN LOKAL: KASUS BALI

EKSISTENSI DESA ADAT DAN KELEMBAGAAN LOKAL: KASUS BALI EKSISTENSI DESA ADAT DAN KELEMBAGAAN LOKAL: KASUS BALI Oleh : Agus Purbathin Hadi Yayasan Agribisnis/Pusat Pengembangan Masyarakat Agrikarya (PPMA) Kelembagaan Desa di Bali Bentuk Desa di Bali terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri perekonomian Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar penduduk yang berpenghasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Di Indonesia terdapat dua buah sistem irigasi yakni sistem irigasi yang dibangun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Di Indonesia terdapat dua buah sistem irigasi yakni sistem irigasi yang dibangun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia terdapat dua buah sistem irigasi yakni sistem irigasi yang dibangun oleh pemerintah dan sistem irigasi yang dibangun atas swadaya masyarakat itu sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era Otonomi Daerah, Bangsa Indonesia tidak dapat melepaskan diri

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era Otonomi Daerah, Bangsa Indonesia tidak dapat melepaskan diri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era Otonomi Daerah, Bangsa Indonesia tidak dapat melepaskan diri dari era globalisasi, dimana pelaksanaan pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan

Lebih terperinci

PERSEDIAAN KARBOHIDRAT DI KABUPATEN BULELENG TAHUN 2015

PERSEDIAAN KARBOHIDRAT DI KABUPATEN BULELENG TAHUN 2015 PERSEDIAAN KARBOHIDRAT DI KABUPATEN BULELENG TAHUN 215 Ir. Ni Putu Suastini, MSi (Penyuluh Pertanian Madya) Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Buleleng 215 PERSEDIAAN KARBOHIDRAT DI KABUPATEN BULELENG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. standar hidup serta menstimulasikan sektor-sektor produktif lainnya (Pendit,

BAB I PENDAHULUAN. standar hidup serta menstimulasikan sektor-sektor produktif lainnya (Pendit, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan pertumbuhan GNP yang setinggi-tingginya dan penyediaan lapangan pekerjaan, juga menginginkan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan penggerak perekonomian suatu Negara karena

BAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan penggerak perekonomian suatu Negara karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan penggerak perekonomian suatu Negara karena dapat memberikan kesempatan kerja yang luas dan nilai tambah terbesar sehingga mampu menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN 5.1. Usia Usia responden dikategorikan menjadi tiga kategori yang ditentukan berdasarkan teori perkembangan Hurlock (1980) yaitu dewasa awal (18-40), dewasa madya (41-60)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. budidaya ini meluas praktiknya sejak paruh kedua abad ke 20 di dunia serta

TINJAUAN PUSTAKA. budidaya ini meluas praktiknya sejak paruh kedua abad ke 20 di dunia serta TINJAUAN PUSTAKA Monokultur Pertanaman tunggal atau monokultur adalah salah satu cara budidaya di lahan pertanian dengan menanam satu jenis tanaman pada satu areal. Cara budidaya ini meluas praktiknya

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan arah/kebijakan pembangunan. 2

BAB I PENDAHULUAN. menentukan arah/kebijakan pembangunan. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pulau Bali sebagai daerah yang terkenal akan kebudayaannya bisa dikatakan sudah menjadi ikon pariwisata dunia. Setiap orang yang mengunjungi Bali sepakat bahwa

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. sekitar 4 Km dari Kabupaten Gunungkidul dan berjarak 43 km, dari ibu kota

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. sekitar 4 Km dari Kabupaten Gunungkidul dan berjarak 43 km, dari ibu kota IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa Piyaman merupakan salah satu Desa dari total 14 Desa yang berada di Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul. Desa Piyaman berjarak sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia demi mencapai masyarakat yang sejahtera. Namun, mengingat Negara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia demi mencapai masyarakat yang sejahtera. Namun, mengingat Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan usaha yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia demi mencapai masyarakat yang sejahtera. Namun, mengingat Negara Indonesia merupakan

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN. sistematis, faktual dan akuran mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan

METODELOGI PENELITIAN. sistematis, faktual dan akuran mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan III. METODELOGI PENELITIAN A. Metode Dasar Metode penelitian adalah suatu cara yang harus di tempuh dalam suatu penelitian untuk mencapai tujuan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR ( )

BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR ( ) BAB II GAMBARAN UMUM KECAMATAN AJIBATA KABUPATEN TOBA SAMOSIR (1998-2005) 2.1 Letak Geografis dan Keadaan Alam Kecamatan Ajibata merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Toba Samosir dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengertian dari irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air

BAB I PENDAHULUAN. pengertian dari irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 20 Tahun 2006 disebutkan bahwa pengertian dari irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan latar blakang masalah, rumusan permasalahan permasalahan yang ada, tujuan yang ingin dicapai serta metode penelitian yang mencakup teknik pengumpulan dan analisis

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI

LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI LEMBARAN DAERAH PROPINSI BALI (PENGUMUMAN RESMI DAERAH PROPINSI BALI) No. 25 Tahun 1974 23 Februari 1974 No. 02/PD./DPRD/1972. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI BALI Menetapkan Peraturan Daerah yang

Lebih terperinci

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA RAMALAN I TAHUN 2015)

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA RAMALAN I TAHUN 2015) No. 47/07/51/Th. IX, 1 Juli 2015 PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA RAMALAN I TAHUN 2015) PRODUKSI PADI TAHUN 2015 (ARAM I) DIPERKIRAKAN NAIK 0,39 PERSEN A. PADI Produksi padi di Bali pada tahun

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data satu periode, yaitu data Program

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data satu periode, yaitu data Program III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian 1. Data dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data satu periode, yaitu data Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP)

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2011

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2011 No. 60/11/51/Th. V, 7 Nopember 2011 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI BALI AGUSTUS 2011 Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2011, tercatat sebanyak 2.952,55 ribu penduduk usia kerja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata yang dipandang sebagai industri multidimensi, memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata yang dipandang sebagai industri multidimensi, memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1. LatarBelakang Pariwisata yang dipandang sebagai industri multidimensi, memiliki karakteristik fisik, sosial, budaya, ekonomi dan politik, merupakan industri terbesar dan tumbuh paling

Lebih terperinci

IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5 IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN.1. Kondisi Geografi dan Topografi Provinsi Papua Barat awalnya bernama Irian Jaya Barat, berdiri atas dasar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang pembentukan Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Bahkan sektor ini diharapkan akan dapat menjadi penghasil devisa nomor. sektor Migas, sektor Batubara, dan Kelapa Sawit.

BAB I PENDAHULUAN. penting. Bahkan sektor ini diharapkan akan dapat menjadi penghasil devisa nomor. sektor Migas, sektor Batubara, dan Kelapa Sawit. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata di Indonesia telah dianggap sebagai salah satu sektor ekonomi penting. Bahkan sektor ini diharapkan akan dapat menjadi penghasil devisa nomor satu (Suwantoro,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk

I. PENDAHULUAN. perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peran strategis dalam upaya peningkatan perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk Domestik Regional Bruto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan untuk memperkenalkan dan

Lebih terperinci

Abstrak. Kata Kunci: tingkat upah, teknologi, produktivitas kerja, penyerapan tenaga kerja

Abstrak. Kata Kunci: tingkat upah, teknologi, produktivitas kerja, penyerapan tenaga kerja Judul : Pengaruh Tingkat Upah dan Teknologi Terhadap Produktivitas Kerja dan Penyerapan Tenaga Kerja pada Industri Mebel Meja Kayu di Kota Denpasar Nama : Nashahta Ardhiaty Nurfiat NIM : 1306105077 Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bali memiliki sumberdaya air yang dapat dikembangkan dan dikelola secara

BAB I PENDAHULUAN. Bali memiliki sumberdaya air yang dapat dikembangkan dan dikelola secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali memiliki sumberdaya air yang dapat dikembangkan dan dikelola secara menyeluruh, terpadu, berwawasan lingkungan dan berkesinambungan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tema Kegiatan 1.2 Lokasi Kegiatan 1.3 Bidang Kegiatan 1.4 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tema Kegiatan 1.2 Lokasi Kegiatan 1.3 Bidang Kegiatan 1.4 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tema Kegiatan Pengembangan Taraf Hidup dan Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pendidikan, Kesehatan, dan Peningkatan Produktivitas di Desa Pemuteran. 1.2 Lokasi Kegiatan Kuliah Kerja

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Keadaan Umum dan Geografis Penelitian dilakukan di Desa Lebak Muncang, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung. Desa Lebak Muncang ini memiliki potensi yang baik dalam

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT.

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT. STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Statistik Daerah Kecamatan Air Dikit 214 Halaman ii STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Nomor ISSN : - Nomor Publikasi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 1. Keadaan Geografi Kabupaten Badung. satu kota di Bali yang mempunyai wilayah seluas 418,52 km 2 atau 41.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 1. Keadaan Geografi Kabupaten Badung. satu kota di Bali yang mempunyai wilayah seluas 418,52 km 2 atau 41. BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Keadaan Geografi Kabupaten Badung Kabupaten Badung merupakan satu dari delapan kabupaten dan satu kota di Bali yang mempunyai wilayah

Lebih terperinci

I. DESKRIPSI KEGIATAN

I. DESKRIPSI KEGIATAN I. DESKRIPSI KEGIATAN 1.1 JUDUL KKN PPM Manggis. 1.2 TEMA Peningkatan Kualitas dan Kuantitas Produksi Buah Manggis Sebagai Komoditas Ekspor Unggulan 1.3 LOKASI Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran Pemberdayaan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Deskripsi Faktor-Faktor Yang berhubungan dengan Partisipasi Petani dalam Kebijakan Optimalisasi dan Pemeliharaan JITUT 5.1.1 Umur (X 1 ) Berdasarkan hasil penelitian terhadap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penyuluhan pertanian mempunyai peranan strategis dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia (petani) sebagai pelaku utama usahatani. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan merupakan suatu keadaan dimana seseorang berpenghasilan rendah,

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan merupakan suatu keadaan dimana seseorang berpenghasilan rendah, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan sebuah permasalahan sosial yang sangat kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan (Anggraini, 2012). Kemiskinan umumnya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel. variabel X yang akan diukur untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan

III. METODE PENELITIAN. A. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel. variabel X yang akan diukur untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan 37 III. METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 1.Variabel (X) Berdasarkan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diuraikan beberapa batasan, dan ukuran dari variabel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan ekonomi nasional karena memiliki kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun secara tidak

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah 1. Keadaan Geografis Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan basis perekonomiannya berasal dari sektor pertanian. Hal ini disadari karena perkembangan pertanian merupakan prasyarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan metode perancangan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan metode perancangan. BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan metode perancangan. 1.1 Latar belakang Pariwisata di Bali, khususnya Kabupaten Badung sudah sangat berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada BAB ini akan dijelaskan mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan, dan metode penelitian dalam kaitannya pada perancangan dan perencanaan Ekowisata Rice Terrace di Jatiluwih

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara 7

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara 7 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Gunungkidul adalah daerah yang termasuk dalam wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Gunungkidul memiliki luas 1.485,36 Km 2 terletak antara

Lebih terperinci

Seuntai Kata. Denpasar, November 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. Ir. I Gde Suarsa, M.Si.

Seuntai Kata. Denpasar, November 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. Ir. I Gde Suarsa, M.Si. Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Subak telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD) oleh

BAB I PENDAHULUAN. Subak telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD) oleh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subak telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD) oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui The United Nations Educational and Cultural Organization (UNESCO)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh

II. TINJAUAN PUSTAKA Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konversi Lahan Konversi lahan merupakan perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang membawa

Lebih terperinci

PROFIL DAERAH PENELITIAN. Aspek Fisik

PROFIL DAERAH PENELITIAN. Aspek Fisik PROFIL DAERAH PENELITIAN Aspek Fisik Secara geografis, Kabupaten Gianyar terletak antara 80'38'48'' dan 80'38'58" Lintang Selatan, 115'22'29'' dan 115'22'23'' Bujur Timur dengan batas-batas wilayah administrasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. anorganik menjadi bahan organik dengan bantuan tumbuh-tumbuhan dan

I. PENDAHULUAN. anorganik menjadi bahan organik dengan bantuan tumbuh-tumbuhan dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya penduduk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 27 PENDAHULUAN Latar Belakang Paradigma baru pembangunan Indonesia lebih diorientasikan pada sektor pertanian sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kapasitas lokal. Salah satu fokus

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Kondisi Fisik Daerah Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara 7.33-8.12 Lintang Selatan dan antara 110.00-110.50 Bujur

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

SIKAP PETANI TERHADAP KONVERSI LAHAN PERTANIAN

SIKAP PETANI TERHADAP KONVERSI LAHAN PERTANIAN 55 SIKAP PETANI TERHADAP KONVERSI LAHAN PERTANIAN terhadap konversi lahan adalah penilaian positif atau negatif yang diberikan oleh petani terhadap adanya konversi lahan pertanian yang ada di Desa Cihideung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan para

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan para BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan para petani di daerah pedesaan dimana tempat mayoritas para petani menjalani kehidupannya sehari-hari,

Lebih terperinci