REGULASI EMOSI PERSONIL BATALYON ARTILERI MEDAN 12 NGAWI OLEH BERNIKE GRASIKA TAMEDYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "REGULASI EMOSI PERSONIL BATALYON ARTILERI MEDAN 12 NGAWI OLEH BERNIKE GRASIKA TAMEDYA"

Transkripsi

1 REGULASI EMOSI PERSONIL BATALYON ARTILERI MEDAN 12 NGAWI OLEH BERNIKE GRASIKA TAMEDYA TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2016

2

3

4

5

6

7 REGULASI EMOSI PERSONIL BATALYON ARTILERI MEDAN 12 NGAWI Bernike Grasika Tamedya Jusuf Tjahjo Purnomo Krismi Diah Ambarwati Program Studi Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2016

8 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses regulasi emosi personil militer Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD) yang tergabung dalam Batalyon Artileri Medan (Yon Armed) 12 Ngawi. Partisipan penelitian merupakan tiga orang personil Yon Armed 12 Ngawi, berjenis kelamin pria, masing-masing berusia 42 tahun, 26 tahun dan 48 tahun dan minimal satu kali sudah pernah diikutsertakan dalam penugasan pengamanan daerah rawan (pamrahwan). Pengumpulan data menggunakan metode kualitatif dengan wawancara, observasi dan telaah beberapa dokumen terkait. Pedoman wawancara dan indikator proses regulasi emosi disusun berdasarkan teori proses pembentukan emosi serta jenis regulasi emosi yang dikemukakan oleh Gross dan Thompson (2007) serta faktor stres personil militer yang dicatat oleh Harms et al. (2013) dan Kensing (2014). Ketiga partisipan mengembangkan strategi regulasi emosi seleksi situasi, modifikasi situasi, penyebaran atensi distraksi dan konsentrasi, reappraisal dan modulasi respons suppression maupun fisik disesuaikan dengan tujuan dan konteks situasi stressful yang dihadapi dalam domain penugasan pamrahwan, latihan tempur dan rutinitas harian. Mengenali emosi dan mengembangkan strategi regulasi emosi merupakan ketrampilan yang penting untuk dimiliki dan dapat dikembangkan sehingga personil militer dapat memberikan performa terbaik dalam menyelesaikan tugas dan mengatasi situasi stressful. Kata kunci: emosi, regulasi emosi, personil militer, tentara, artileri medan i

9 Abstract This research has been conducted to examine Artillery Battalion (Yon Armed) 12 Ngawi soldiers emotion regulation process in varied stressful situations. Three male Indonesian Army soldiers of that battalion have been involved to be participants. They were 42 years old, 26 years old and 48 years old. They have been in combat deployment or securing conflict region operation at least once. This research used qualitative method, data were collected by using depth interview, direct observation and analysis of relevant documents or materials. The interview guide and emotion regulation indicators were arranged according to Gross and Thompson s (2007) emotion formation and emotion regulation theory and explanations of military member s stress factors by Harms et al. (2013) and Kensing (2014). Results indicated that all of the participants developed all of the emotion regulation strategies, those strategy were situation selection, situation modification, attention development (distraction and consentration), reappraisal and response modulation (suppression and physically). Participants developed emotion regulation strategy according to their own goals in the stressful situation s contexts when they were deployed in conflict region, battle simulation and daily routinity at the headquarter. The results showed that is important for military members to own skill in understanding emotion condition and knowing how to do emotion regulation so that they can perform excellently in completing military task and overcome various stressful situations in daily life. Keywords: emotion, emotion regulation, military member, soldiers, artillery ii

10 1 PENDAHULUAN Kensing (2014) dalam suatu situs mengenai pekerjaan di Amerika Serikat menyajikan hasil survei profesi yang memiliki tingkat stres paling tinggi pada tahun 2014 yang menunjukkan bahwa profesi sebagai personil militer berada pada peringkat pertama. Menurut hasil survei tersebut, pekerjaan militer dinilai memiliki tingkat stres paling tinggi karena memenuhi beberapa faktor, di antaranya pekerjaan tersebut berada pada kondisi yang tidak menentu, para personil militer berpotensi tinggi menghadapi bahaya yang dapat terjadi dengan segera, situasi-situasi yang dihadapi para personil sangat berisiko dan adanya tuntutan untuk memiliki keberanian yang sangat tinggi. Harms et al. (2013) yang meneliti kesehatan mental personil militer Amerika dan Inggris menambahkan bahwa tingkat stres yang tinggi dalam pekerjaan militer diindikasikan dengan faktor-faktor stres yang meliputi adanya ancaman fisik (terluka atau terbunuh), berada jauh dari tempat tinggal dan keluarga dalam kurun waktu yang relatif lama, adanya tuntutan fisik untuk selalu siap dan sigap namun juga berpotensi besar mengalami kelelahan, menjadi sorotan masyarakat luas serta bertanggung jawab atas keselamatan diri sendiri dan orang lain, serta bersinggungan dengan rutinitas dalam latihan dan komando yang terstruktur. Kondisi kehidupan personil militer yang stressful tersebut juga dialami oleh personil militer di Indonesia. Situs resmi Tentara Nasional Indonesia memaparkan bahwa para personilnya bertanggungjawab dalam lingkup penugasan yang meliputi operasi militer perang maupun operasi militer selain perang untuk mengatasi ancaman keamanan dalam negeri ( Peran, Fungsi, dan Tugas, t.t). Dalam pelaksanaan tugas-tugas tersebut, para tentara di Indonesia juga mengalami faktor-faktor stres yang dipaparkan oleh Kensing (2014) dan Harms et al. (2013) tersebut. Hal ini juga diperkuat dengan hasil sebuah

11 2 wawancara kepada seorang personil Batalyon Artileri Medan (Yon Armed) 12 Ngawi pada 30 Mei 2013 yang menunjukkan bahwa para personil kesatuan tersebut mengungkapkan perasaan cemas dan takut ketika akan menghadapi simulasi tempur dengan senjata yang disebut peluru tajam, yaitu peluru yang dapat mengakibatkan cidera ringan, serius, hingga kematian. Selain itu, selama latihan tempur berlangsung, beberapa personil kedapatan mengeluh atau mengumpat ketika harus berjalan dalam barisan dalam kondisi lelah. Halonen dan Santrock (1999) mengemukakan bahwa ungkapan kemarahan, kecemasan dan ketakutan mencirikan adanya pengalaman afek negatif yang juga mencakup perasaan bersalah dan sedih. Harms et al. (2013) mengemukakan bahwa stres dalam pelaksanaan tugas militer merupakan faktor yang signifikan dalam menentukan performa prajurit dalam melaksanakan tugas, kondisi emotional well-being serta hasil kerja dari prajurit tersebut. Stressor yang dialami individu bersifat terus-menerus muncul dan berubah dari satu situasi kepada situasi yang lain, namun kondisi ini tidak kemudian membuat individu menjadi terbiasa terhadap kondisi stressful yang dialaminya dalam berbagai bidang kehidupan (Diener et al., 2006, dalam Harms et al., 2013). Hal ini menjelaskan pengalaman emosi negatif selama penugasan, juga berdampak dalam kehidupan sehari-hari para personil militer. Berdasarkan model emotional well-being prajurit yang dicetuskan oleh Mental Health Advisory Team 5 (2008) serta Bliese dan Castro (2003), Harms et al. menjelaskan bahwa kondisi stressful yang dialami oleh personil militer dapat mengakibatkan kondisi post traumatic stress disorder, kecenderungan bunuh diri, penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan, menurunnya performa kerja serta kecenderungan untuk mengundurkan diri dari pekerjaan tersebut. Harms et al. menambahkan bahwa ketidakmampuan personil militer meregulasi emosi negatif yang merupakan dampak dari pekerjaannya, akan

12 3 menyebabkan mereka mengalami kecerobohan dalam bekerja, keterbatasan dalam mengoptimalkan kemampuan mereka, masalah emosional, dan mempertimbangkan perceraian dengan pasangan. Ward et al. (2008, dalam Lane et al., 2013) mengemukakan bahwa emosi negatif, khususnya kecemasan menghambat prajurit untuk memroses informasi, kaitannya dalam pemrosesan dan pelaksanaan instruksi dalam penugasan. Beberapa berita yang disajikan dalam situs harian Tempo mencatat bahwa personil militer kerap kali terlibat dalam kasus kekerasan dan setelah melalui pemeriksaan tindakan tersebut dilatarbelakangi adanya pengalaman stres atau trauma pasca penugasan militer. Salah satu berita yang ditulis oleh Joniansyah (2013) melaporkan peristiwa pemukulan yang dilakukan secara tiba-tiba dan tanpa sebab oleh seorang anggota polisi terhadap seorang warga. Kepala Polisi Sektor setempat menjelaskan perilaku anggota polisi tersebut disebabkan oleh kondisi depresi yang dialaminya pasca penugasan terkait penanganan dampak tsunami di Aceh. Selain itu, Rofiuddin (2013) juga menuliskan berita tentang seorang perwira polisi yang dilaporkan telah melakukan tindak kekerasan yang mengakibatkan adanya luka selama beberapa kali kepada kekasihnya. Suatu situs berita Jayapura juga mempublikasikan tulisan Mambor (2010) yang mengemukakan hasil survei Pusat Jaringan Pelayanan Perempuan dan Anak (Pujaprema) Kabupaten Jayapura mengenai 3 dari kasus kekerasan dalam rumah tangga sepanjang tahun 2009 hingga Juni 2010 melibatkan aparat TNI, POLRI, dan PNS sebagai pelaku kekerasan. Selain beberapa temuan dan berita yang menunjukkan bahwa kondisi stressful dalam pekerjaan militer memengaruhi kehidupan sehari-hari personilnya, Lane et al. (2012) menambahkan bahwa cara personil militer menghadapi situasi stressful dalam kehidupan sehari-hari menjadi suatu prediktor kemampuannya meregulasi emosi dalam tugas mereka.

13 4 Hal ini menunjukkan bahwa diperlukan suatu strategi regulasi emosi baik dalam lingkup penugasan para personil militer maupun dalam kehidupan mereka sehari-hari. Regulasi emosi merupakan serangkaian strategi untuk mengendalikan atau memengaruhi emosi yang dialami individu dan kapan terjadinya emosi tersebut (Gross, 1998, dalam Gross & John, 2003), memulai atau memunculkan, mempertahankan, memodifikasi atau menampilkan emosi, baik secara otomatis atau terkontrol, sadar (conscious) atau tidak sadar (unconscious), serta dapat menimbulkan dampak pada proses pembentukan emosi (Gross & Thompson, 2007, dalam Lane et al., 2012). Thompson (1994) melengkapi dengan pendapat bahwa regulasi emosi merupakan proses ekstrinsik maupun intrinsik yang bertanggungjawab untuk memonitor, mengevaluasi dan memodifikasi reaksi emosional khususnya pada bagian intensitas emosi agar tujuan individu tercapai. Dalam memahami proses regulasi emosi, Gross dan Thompson (2007) memberikan fokus pertama pada situasi yang dialami oleh individu karena emosi merupakan respons dari adanya keterbangkitan psikologis yang terjadi sebagai akibat dari interaksi antara individu dengan situasi yang dimaknai relevan dengan tujuannya. Gross dan Thompson mengemukakan sebuah konsep terbentuknya emosi dengan skema sebagai berikut: Gambar 1. Skema Teori Pembentukan Emosi oleh Gross dan Thompson (2007) Dalam suatu laporan penelitian, Gross dan John (2003) mengemukakan bahwa timbulnya suatu emosi diawali dengan adanya evaluasi terhadap suatu situasi yang

14 5 kemudian disebut sebagai emotion cues. Situasi menjadi suatu variabel yang memicu (Gross & John, 2003) yang kemudian mendapatkan atensi individu sehingga dipersepsikan sedemikian rupa dan melalui proses appraisal untuk mengevaluasi lingkungannya (Ellsworth & Scherer, 2003). Lane et al. (2012) mengemukakan bahwa kondisi yang menantang dan stressful berpotensi besar menimbulkan suatu emosi yang intens. Sedangkan emosi, khususnya dengan intensitas tinggi, memiliki kualitas komando (Gross & Thompson, 2007). Frijda (1986, dalam Gross & Thompson, 2007) menyebutnya dengan istilah control precedence yang mengacu pada bagaimana emosi dapat menginterupsi apa yang sedang dilakukan individu dan mendesak masuk dalam area kesadaran (awareness), oleh sebab itu Gross dan Thompson (2007) mengemukakan bahwa strategi regulasi emosi berfokus pada kondisi emosional yang terlalu intens yang dapat menghambat individu dalam mencapai tujuannya. Berdasarkan skema pembentukan emosi (Gambar 1), Gross dan Thompson (2007) mengembangkan suatu konsep proses regulasi emosi dengan skema sebagai berikut: Gambar 2. Skema Teori Proses Regulasi Emosi oleh Gross dan Thompson (2007) Terhadap situasi yang stressful dan potensial menimbulkan emosi, individu melakukan strategi regulasi emosi yang melibatkan serangkaian tindakan intervensi terhadap situasi yang dialami, yaitu situation selection (seleksi situasi) dan situation modification (modifikasi situasi) (Gross & Thompson, 2007). Strategi seleksi situasi melibatkan

15 6 beberapa tindakan dengan tujuan sampai pada situasi yang sekiranya menimbulkan emosi yang diinginkan atau yang tidak diinginkan. Bentuk perilaku seleksi situasi meliputi tindakan menghindari situasi yang dapat memicu munculnya emosi negatif dan menciptakan suatu situasi yang berpotensi menimbulkan emosi positif. Strategi seleksi situasi juga dapat dilakukan secara ekstrinsik oleh individu yaitu mengarahkan orang lain untuk menghindari situasi stressful atau memilih menghadiri situasi yang potensial menimbulkan emosi positif, dengan adanya penyesuaian terhadap kapasitas regulasi diri orang yang menadi sasaran strategi tersebut dalam mengelola timbulnya perubahan emosi. Apabila individu sudah terlanjur berada dalam situasi yang stressful, Gross dan Thompson (2007) mengemukakan bahwa individu dapat melakukan modifikasi situasi dengan melakukan serangkaian tindakan untuk mengubah suatu situasi stressful menjadi suatu situasi dengan intensitas stres yang lebih kecil atau lebih besar sehingga mencapai suatu kondisi emosi yang diinginkan. Strategi modifikasi situasi berfokus untuk mengubah situasi eksternal atau lingkungan fisik. Rimé (2007, dalam Gross & Thompson, 2007) menyebutkan bahwa salah satu bentuk modifikasi situasi ekstrinsik yang cukup efektif adalah mengekspresikan emosi. Ketika individu tidak dapat mengubah atau memodifikasi situasi eksternal, individu meregulasi emosinya dengan strategi attentional deployment (penyebaran atensi) yang mengacu pada serangkaian tindakan individu mengarahkan atensi pada satu aspek dalam situasi yang memengaruhi emosi (Gross & Thompson, 2007). Gross dan Thompson menyebut penyebaran atensi sebagai bentuk seleksi situasi internal yang memungkinkan individu memilih poin apa yang akan mereka perhatikan dalam suatu situasi sehingga emosi yang mereka alami tidak terlalu intens. Strategi penyebaran atensi dapat dilakukan dengan distraksi dan konsentrasi. Distraksi merupakan strategi memperhatikan aspek lain

16 7 dalam situasi atau mengalihkan perhatian dari situasi tersebut ke situasi yang lain (Rothbart & Sheese, 2007; Sifter & Moyer, 1991, dalam Gross & Thompson, 2007), sedangkan konsentrasi merupakan strategi mengarahkan atau memusatkan perhatian pada aspek emosi dalam suatu situasi dengan tujuan mencapai suatu kondisi emosi tertentu (Gross & Thompson, 2007). Strategi regulasi emosi berikutnya adalah cognitive change (perubahan kognitif) yang mengacu pada tindakan individu mengubah cara menilai situasi dengan tujuan mengubah tingkat pengaruh aspek emosionalnya (Gross & Thompson, 2007). Perubahan yang diupayakan meliputi perubahan pada persepsi individu terhadap lingkungan atau persepsi individu terhadap kemampuannya untuk menghadapi kondisi emosi yang berpotensi muncul. Gross dan Thompson mengemukakan 3 bentuk strategi perubahan kognitif yaitu downward social comparison yang merupakan tindakan membandingkan kondisi yang sedang dialami dengan kondisi orang lain yang kurang beruntung sehingga terjadi perubahan konsep dan berkurangnya emosi negatif (Taylor & Lobel, 1989; Wills, 1991, dalam Gross & Thompson, 2007); mempersepsikan situasi sebagai hal yang dapat meningkatkan kualitas individu daripada memaknainya sebagai hal yang melemahkan; dan cognitive reappraisal yaitu strategi perubahan kognitif yang melibatkan tindakan menguraikan atau mengevaluasi situasi yang berpotensi memicu munculnya emosi dengan suatu cara yang dapat mengubah dampak emosional (Lazarus & Alfert, 1964, dalam Gross & John, 2003). Gross dan John (2003) menekankan bahwa strategi cognitive reappraisal merupakan strategi regulasi emosi yang efektif untuk mengurangi pengalaman dan perilaku emosi negatif. Keempat strategi regulasi emosi tersebut termasuk dalam strategi regulasi emosi antecedent-focused atau berfokus pada hal-hal yang memicu munculnya emosi khususnya

17 8 hal-hal yang terjadi sebelum proses appraisal kemudian memunculkan tendensi respons emosional secara penuh (Gross & Munoz, 1995, dalam Gross & Thompson, 2007). Ketika emosi sudah terjadi, individu dapat melakukan strategi regulasi emosi response-focused (Gross & Munoz, 1995, dalam Gross & Thompson, 2007). Gross dan Thompson (2007) mengemukakan strategi emosi kelima yang berfokus pada respons emosi yaitu response modulation (modulasi respons) yaitu strategi yang mengacu pada serangkaian tindakan menyesuaikan respons fisiologis, pengalaman, serta perilaku secara langsung dan segera sesuai dengan situasi setelah munculnya tendensi emosi. Bentuk-bentuk strategi modulasi respons adalah penggunaan obat-obatan dengan tujuan memengaruhi aspek fisiologis dalam kondisi emosi, olahraga dan relaksasi untuk memengaruhi aspek fisiologis dan pengalaman ketika menghadapi suatu kondisi emosi, dan meregulasi ekspresi emosi (Gross, Richard & John, 2006, dalam Gross & Thompson, 2007). Salah satu bentuk regulasi ekspresi emosi yang mendapat perhatian secara khusus karena berpotensi menimbulkan berbagai dampak secara afektif, sosial dan memengaruhi psychological wellbeing individu adalah expressive-suppression (Gross & John, 2003) yang merupakan serangkaian tindakan individu menghalangi munculnya perilaku ekspresi dari emosi yang sedang dialami (Gross, 1998, dalam Gross & John, 2003). Gross dan John (2003) menambahkan bahwa strategi expressive suppression efektif untuk mengurangi perilaku ekspresi negatif namun memiliki efek samping mengurangi kemampuan individu mengekspresikan emosi positif dan berpotensi menimbulkan akumulasi kondisi emosi negatif. Efektivitas strategi regulasi emosi yang digunakan oleh individu disesuaikan dengan konteks tujuan dan situasi yang dihadapi (Gross & Thompson, 2007). Lane et al. (2012) mengemukakan beberapa hasil studi yang menunjukkan bahwa strategi regulasi emosi

18 9 digunakan untuk membantu performa individu, yaitu individu cenderung untuk meningkatkan pengalaman emosi yang tidak menyenangkan seperti kemarahan untuk melakukan tugas yang melibatkan konfrontasi (Tamir, 2009) dan temuan bahwa kalangan atlet percaya bahwa kemarahan dapat meningkatkan energi serta kecemasan dapat membantu mereka untuk fokus pada informasi yang relevan dengan tugas yang harus mereka kerjakan (Eysenck & Calvo, 1992; Harris, Hancock & Harris, 2005; Janelle, 2002). Lane et al. (2012) juga menyebutkan bahwa regulasi emosi berhubungan dengan performa individu dalam area hidup yang beragam, meliputi bidang penerbangan, edukasi, kegiatan di bidang hukum, kedokteran bedah dan olahraga. Proses regulasi emosi juga terjadi dalam antar-domain kehidupan individu itu sendiri. Lane et al. mengusulkan supaya penelitian mengenai regulasi emosi khususnya yang dialami para personil militer tidak difokuskan pada satu domain mengenai aktivitas mereka dalam lingkup penugasan sebagai personil militer saja, tetapi juga melihat transferabilitas strategi regulasi emosi pada domain lain seperti aktivitas olahraga dan aktivitas kehidupan sehari-hari. Selain itu, Harms et al. (2013) juga menyarankan adanya eksplorasi penelitian terhadap hubungan para prajurit dengan keluarga dan pernikahan, kepemimpinan, karakteristik kepribadian dan kegiatan pelatihan yang diikuti dalam kesatuan. Berdasarkan uraian latar belakang fenomena yang ditemui dan tinjauan teori yang mendukung, tujuan penelitian adalah untuk mengetahui gambaran proses regulasi emosi personil Yon Armed 12 Ngawi ketika menghadapi situasi-situasi stressful dalam kehidupannya sebagai prajurit artileri.

19 10 METODE Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan suatu bentuk inkuiri sosial yang berfokus pada bagaimana individu memaknai atau memahami seluruh pengalaman mereka (Holloway, 1997, dalam Wahyuni, 2012), hal ini sesuai dengan tujuan peneliti mengungkap pengalaman emosi dan strategi regulasi emosi yang secara subjektif dialami oleh para partisipan.. Penelitian kualitatif melibatkan setting penelitian natural dan pengumpulan materi empiris yang mendeskripsikan peristiwa rutin dan problematis serta makna-makna dalam hidup individu (Denzin & Lincoln, 2004, dalam Wahyuni, 2012). Partisipan Penentuan partisipan dalam penelitian ini diawali dengan telaah dokumen data demografis prajurit Yon Armed 12 Ngawi serta dokumen deskripsi peran dan jabatan prajurit dalam kesatuan, kemudian menggunakan teknik snowball sampling dengan meminta informasi mengenai subjek yang tepat melalui Koordinator Sesi Anggota dan Organisasi Yon Armed 12 Ngawi. Partisipan penelitian ini berjumlah 3 orang laki-laki, personil aktif Yon Armed 12 Ngawi yang minimal satu kali pernah diikutsertakan dalam penugasan pengamanan daerah rawan (pamrahwan). Berikut ini merupakan deskripsi partisipan secara umum: Pangkat Usia PARTISIPAN 1 (P1) Sersan Mayor (Serma) PARTISIPAN 2 (P2) Prajurit Satu (Pratu) PARTISIPAN 3 (P3) Kopral Kepala (Kopka) 42 tahun 26 tahun 48 tahun Pendidikan terakhir sebelum menjadi prajurit SMK SMA SMP

20 11 Status marital 18 tahun menikah dengan seorang istri dan memiliki 2 orang anak, lakilaki dan perempuan. Belum menikah, anak bungsu dari 2 bersaudara, kakak subjek dan beberapa anggota keluarga besar berprofesi sebagai tentara. 24 tahun menikah dengan seorang istri dan memiliki 3 anak, 2 anak perempuan dan satu anak lakilaki, menjalani long distance relationship sejak masa pranikah. Lama menjadi prajurit 23 tahun 4 tahun 30 tahun Jabatan dalam kesatuan Seksi Administrasi Markas (mengemban beban kerja Pembantu Letnan Satu, dua tingkat pangkat lebih tinggi) Pembantu Penembak Senjata Manual Regu Keamanan Lapangan Tanggung jawab harian khusus dalam kesatuan Pengalaman diikutsertakan dalam tugas pamrahwan Menyelenggarakan kegiatan administratif terkait perkembangan karir dan kesejahteraan personil dalam kesatuan Pamrahwan perbatasan Atambua, NTT dengan Timor Leste selama 16 bulan, berlokasi di pos Komando Utama wilayah Kota Kabupaten Kefamenano Merawat dan membersihkan meriam Pamrahwan Maluku Utara selama 6 bulan, berlokasi di pos Dumdum, Ternate Tabel 1. Gambaran Umum Partisipan Penelitian Pengemudi Bengkel Seksi Harian Markas (mengemban beban kerja Prajurit Kepala, tiga tingkat pangkat lebih rendah) Merawat dan memperbaiki kendaraan-kendaraan kesatuan serta memastikan kesiagaan tiap-tiap kendaraan Pamrahwan Maluku selama 13 bulan, berlokasi di pos Kota Masohi dan mengalami beberapa perpindahan Pamrahwan perbatasan Atambua, NTT dengan Timor Leste selama 16 bulan, berlokasi di pos Komando Utama wilayah Kota Kabupaten Kefamenano

21 12 Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan 4 metode yang diusulkan oleh Yin (2003, dalam Wahyuni, 2012) yaitu partisipasi peneliti dalam lingkungan penelitian secara langsung, observasi langsung, wawancara mendalam dan analisis dokumen atau materi yang relevan. Pedoman wawancara dan observasi disusun berdasarkan teori proses pembentukan emosi serta jenis regulasi emosi yang dikemukakan oleh Gross dan Thompson (2007) sehingga penelitian ini akan berfokus pada situasi-situasi yang mendapatkan atensi subjek, proses appraisal, gambaran emosi serta kualitas dan intensitas yang muncul, serta bagaimana subjek memodulasi respons emosi. Pengumpulan data akan berfokus pada situasi dalam penugasan yang meliputi faktor-faktor risiko yang berpotensi menimbulkan pengalaman emosional seperti pengalaman perang, risiko cidera perang, lamanya penugasan dan berada jauh dari rumah, adanya multi penugasan dan hubungan rekan kerja dalam tim (Mental Health Advisory Team 5, 2008; Bliese & Castro, 2003, dalam Harms et al., 2013). Fokus penelitian juga meliputi situasi-situasi yang dihadapi partisipan dalam kehidupan sehari-hari seperti hubungan dengan keluarga, kehidupan pernikahan, hubungan dengan pemimpin dan rekan kerja. Berdasarkan teori dan hasil-hasil penelitian terdahulu tersebut, berikut pedoman wawancara yang disusun: FAKTOR STRES Pengalaman perang Risiko cidera perang Lama penugasan dan berada jauh dari rumah Multi penugasan GAMBARAN RESPONS YANG INGIN DIKETAHUI Mengenai peristiwa dan pengalaman yang dialami partisipan ketika diikutsertakan dalam penugasan operasi militer atau perang Mengenai pengalaman terluka atau cidera saat menjalankan penugasan operasi militer atau perang Mengenai lamanya partisipan menjalankan penugasan operasi militer, meliputi pengamanan daerah rawan (pamrahwan) dan latihan tempur, serta pengalaman emosional yang dialami selama berada di lokasi penugasan yang membuat mereka terpisah dari keluarga dalam kurun waktu tertentu Mengenai frekuensi pengalaman bertugas dalam operasi militer serta peran dan tanggung jawab partisipan dalam penugasan tersebut

22 13 Hubungan dengan rekan kerja dalam tim Bahaya fisik Tuntutan fisik Menjadi sorotan masyarakat Bertanggungjawab atas keselamatan orang lain Kondisi penugasan Mengenai hubungan dan pengalaman interspersonal partisipan dengan rekan kerja sesama prajurit, baik dalam lingkup penugasan maupun di luar kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan Mengenai peristiwa yang menurut partisipan mengancam keselamatan atau kesehatan fisik serta pengalaman emosioal ketika menghadapi peristiwa tersebut Mengenai tuntutan untuk tetap dalam keadaan prima secara fisik sehingga dapat melaksanakan tugas dengan optimal Mengenai respons masyarakat di daerah penugasan pamrahwan dan latihan tempur serta di lingkungan sosial partisipan terhadap kehadiran partisipan sebagai personil militer Mengenai pengalaman subjek ketika dituntut untuk bertanggungjawab menentukan kondisi atau keselamatan rekan kerja atau orang lain, terutama dalam situasi bahaya atau mendesak Mengenai deskripsi daerah penugasan pamrahwan atau latihan tempur, meliputi deskripsi geografis maupun demografis masyarakat yang tinggal di daerah tersebut Tabel 2. Pedoman Wawancara Seluruh prosedur pengumpulan data dilakukan oleh peneliti di markas kesatuan Yon Armed 12 Ngawi sejak 14 Februari 2014 hingga 22 April Prosedur pengumpulan data meliputi wawancara dan observasi partisipan, serta melakukan telaah beberapa dokumen terkait data demografis, deskripsi peran dan jabatan, serta data keikutsertaan partisipan dalam penugasan pamrahwan. Teknik Analisis Data Analisis data dilakukan dengan prosedur yang dikemukakan Miles dan Huberman (1984, dalam Sugiyono, 2008) yaitu dengan melakukan reduksi data, pemetaan data dan melakukan verifikasi atau penarikan kesimpulan. Berikut ini merupakan tabel indikator strategi regulasi emosi berdasarkan paparan teori Gross dan Thompson (2007) untuk menganalisis strategi regulasi emosi yang dikembangkan partisipan ketika merespons situasi-situasi stressful yang dihadapi sebagai prajurit: STRATEGI Seleksi situasi, melibatkan beberapa tindakan dengan tujuan sampai pada situasi yang sekiranya menimbulkan emosi yang kita BENTUK PERILAKU Menghindari situasi yang dapat memicu munculnya emosi negatif Menciptakan suatu situasi yang

23 14 inginkan atau yang tidak kita inginkan Modifikasi situasi, melibatkan serangkaian tindakan untuk memodifikasi atau mengubah suatu situasi stressful menjadi suatu situasi dengan intensitas stres yang lebih kecil maupun yang lebih besar sehingga mencapai suatu kondisi emosi yang diinginkan. Penyebaran atensi distraksi, memperhatikan aspek selain emosi dalam situasi atau mengalihkan perhatian dari situasi tersebut ke situasi yang lain. Penyebaran atensi konsentrasi, mengarahkan atau memusatkan atensi pada aspek emosi dalam suatu situasi dengan tujuan mencapai suatu kondisi emosi tertentu. Perubahan kognitif, tindakan individu mengubah cara menilai situasi dengan tujuan mengubah tingkat pengaruh aspek emosionalnya. berpotensi menimbulkan emosi positif Menyarankan atau mengondisikan orang lain berada pada situasi dengan tingkat stres tidak intens Mengubah suatu situasi eksternal atau lingkungan fisik yang stressful Mengekspresikan emosi yang sedang dialami Memperhatikan aspek lain dalam situasi Mengalihkan perhatian dari situasi stressful kepada situasi yang lain yang tidak memicu emosi yang tidak diinginkan Memanggil memori yang tidak konsisten dengan kondisi emosi yang tidak diinginkan Mengarahkan perhatian pada aspek emosi dalam suatu situasi Melakukan penarikan atensi secara fisik Mengikuti pengalihan yang dilakukan orang lain Mengubah penilaian terhadap lingkungan Mengubah persepsi terhadap kemampuan menghadapi lingkungan Downward social comparison Mempersepsikan situasi sebagai hal yang dapat meningkatkan kualitas individu Modulasi respons, serangkaian tindakan Penggunaan obat-obatan, olahraga, menyesuaikan respons fisiologis, pengalaman, relaksasi, merokok, mengonsumsi serta perilaku seefektif dan seefisien mungkin makanan tertentu sesuai dengan situasi setelah munculnya Menghalangi atau menunda munculnya tendensi emosi ekspresi emosi yang dialami (suppression) Tabel 3. Indikator Strategi Regulasi Emosi HASIL PENELITIAN Penelitian mengenai regulasi emosi personil Yon Armed 12 Ngawi menghasilkan data yang meliputi situasi-situasi stressful dan pengalaman emosional yang dihadapi para partisipan sepanjang karirnya sebagai personil militer serta strategi dan bentuk tindakan

24 15 atau perilaku regulasi emosi yang dikembangkan para partisipan ketika menghadapi situasi tersebut. SITUASI STRESSFUL YANG DIALAMI STRATEGI REGULASI EMOSI YANG DIKEMBANGKAN A. KETIKA BERTUGAS DALAM PAMRAHWAN A.1. Menerima P1 : tidak melaporkan pengalaman emosi terhadap situasi pemberitahuan bahwa subjek akan diikutsertakan dalam pengamanan tersebut P2 & P3 : Penyebaran atensi konsentrasi terhadap perasaan bersemangat (excited) dan perasaan ingin tahu (curiosity) dengan membangun pemikiran bahwa dengan diikutsertakan dalam pamrahwan membuat pengalamannya sebagai tentara menjadi lengkap daerah rawan (pamrahwan) A.2. A.3. A.4. Dituntut untuk selalu siap tempur dalam keadaan apapun Latihan tempur pra penugasan pamrahwan Perjalanan selama beberapa hari dari markas kesatuan menuju lokasi penugasan pamrahwan P1 : tidak melaporkan pengalaman emosi terhadap situasi tersebut P2 & P3 : Modulasi respons suppression dan penyebaran atensi distraksi terhadap emosi jengkel dan cemas dengan menghambat atau menahan ekspresi emosi tersebut. Penyebaran atensi konsentrasi terhadap pengalaman submission (kepatuhan terhadap pihak otoritas) P1 : tidak melaporkan pengalaman emosi terhadap situasi tersebut P2 : Penyebaran atensi konsentrasi terhadap kecemasan dengan memikirkan kemungkinan terjadinya kontak senjata selama pamrahwan berlangsung. P3 : tidak melaporkan pengalaman emosi terhadap situasi tersebut P1 : Penyebaran atensi distraksi terhadap kecemasan dan kejenuhan, tindakan regulasinya berupa bepergian dan mengenal daerah penugasan. P2 : Penyebaran atensi distraksi terhadap kondisi fisik yang tidak nyaman dan kejenuhan karena perjalanan berhari-hari dengan kapal laut, tindakan regulasinya berupa tidur dan bergurau bersama rekan-rekan sesama prajurit. P3 : Modifikasi situasi terhadap emosi cemas dan antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya kecelakaan dalam perjalanan, tindakan regulasinya berupa melakukan serangkaian pengaturan pada situasi pekerjaan untuk mengurangi potensi terjadinya kecelakaan. Penyebaran atensi distraksi terhadap emosi tersebut dengan mengalihkan fokus dari kecemasan terhadap keyakinan religiusnya.

25 16 A.5. A.6. A.7. Masa awal berada di lokasi penugasan pamrahwan Kejenuhan selama berada di lokasi penugasan pamrahwan Menghadapi kerusuhan, kekacauan atau konflik bersenjata P1 : Penyebaran atensi distraksi terhadap kecemasan, tindakan regulasinya berupa bepergian dan mengenal daerah penugasan. P2 : Penyebaran atensi distraksi terhadap kejenuhan, tindakan regulasinya berupa bepergian dan mengenal daerah penugasan. P3 : tidak melaporkan pengalaman emosi terhadap situasi tersebut P1 : Modifikasi situasi dengan mengupayakan hal-hal yang dapat diakses seperti komunikasi acak dengan penduduk sekitar menggunakan radio HT. Regulasi emosi ekstrinsik dengan mengarahkan rekan-rekan satu kelompok pasukan untuk melakukan hal-hal menyenangkan. P2 : Cognitive reappraisal dengan mempertimbangkan banyak hal positif yang ia dapatkan selama berada di lokasi penugasan. P3 : Penyebaran atensi distraksi dengan mengalihkan atensi dari kejenuhan kepada kegiatan lain yang berpotensi meredakan intensitas kejenuhan dengan beraktivitas bersama penduduk sekitar. Seleksi situasi dengan membantu penduduk sekitar menyeberangkan kapal ikan ke pulau lain di luar lokasi penugasan. P1 : Seleksi situasi terhadap emosi antisipasi dan kecemasan dengan tindakan tetap tinggal di pos komando yang letaknya jauh dari titik terjadinya kerusuhan. Modifikasi situasi dengan membangun hubungan baik dengan masyarakat sekitar untuk meregulasi kekecewaan yang disebabkan penolakan dari penduduk sekitar terhadap kehadiran personil militer. P2 : Cognitive reappraisal dengan membangun pemikiran bahwa ia mampu menemukan solusi untuk mengatasi situasi konflik yang mengancam keselamatannya sebagai regulasi terhadap perasaan bingung, terkejut, panik dan cemas. Mengembangkan strategi problem-focused coping. P3 : Modulasi respons suppression untuk menahan munculnya ekspresi emosi marah sehinggga tidak muncul dalam perilaku agresif. Modifikasi situasi dengan mengekspresikan kemarahan dalam bentuk perilaku agresif kepada pihak yang dianggap sebagai provokator.

26 17 A.8. A.9. Mengalami kecelakaan dalam perjalanan dinas Berada jauh dari keluarga dan akses komunikasi yang sangat terbatas selama penugasan pamrahwan P1 & P2 : tidak melaporkan pengalaman emosi terhadap situasi tersebut P3 : Penyebaran atensi distraksi dari pengalaman emosi panik dan cemas terhadap konsep keyakinan religius yang dimiliki, mencirikan adanya strategi emotion-focused coping. Modifikasi situasi dengan segera melakukan perbaikan kendaraan yang mengalami kecelakaan, mencirikan problem-focused coping. P1 : Modulasi respons suppression dengan menghambat ekspresi emosi sedih dan menahan dorongan untuk berkomunikasi via telepon. Penyebaran atensi distraksi dengan bepergian dan beraktivitas bersama masyarakat sekitar lokasi. Reappraisal terhadap emosi cemas dengan berpikir bahwa ada banyak pihak yang merawat keluarganya selama ia bertugas. Modifikasi situasi untuk mempertahankan emosi positif yang muncul karena adanya kesempatan berkomunikasi dengan keluarga melalui tindakan beberapa kali suratmenyurat dan berkirim foto. P2 : Penyebaran atensi distraksi dengan beraktivitas bersama masyarakat sekitar lokasi penugasan. Reappraisal dengan mempertimbangkan kondisi di lokasi penugasan yang lebih senggang dibandingkan dengan rutinitas di markas kesatuan, status maritalnya yang belum menikah, dan respons keluarga yang tidak terlalu mencemaskan kepergiannya bertugas di daerah rawan, serta interaksi dengan masyarakat di lokasi penugasan yang semakin membaik. P3 : Penyebaran atensi distraksi dari pengalaman emosi sedih, takut dan cemas kepada emosi submission. Penyebaran atensi distraksi dengan berdansa dan minum minuman beralkohol di diskotik yang tersedia di lokasi penugasan, kemudian tidur. Modifikasi situasi dengan mengekspresikan kecemasan dan ketakutan melalui percakapan via telepon kepada istrinya. Penyebaran atensi konsentrasi terhadap tendensi emosi antisipasi yang muncul karena kecemasan dengan selalu berhati-hati dan waspada dalam menjalankan setiap pekerjaan dan aktivitas selama penugasan.

27 18 A.10. Jadwal meninggalkan lokasi penugasan yang simpang siur A.11. Meninggalkan lokasi penugasan dan berpisah dengan penduduk sekitar yang sudah akrab membangun interaksi A.12 Berada kembali di dalam markas kesatuan B.1. P1 : Penyebaran atensi distraksi terhadap perasaan kecewa, frustrasi dan jenuh, dengan bepergian dan beraktivitas bersama rekan-rekan sesama prajurit dan penduduk sekitar. Regulasi emosi ekstrinsik dengan mengondisikan rekanrekannya terlibat dalam kegiatan yang berpotensi menimbulkan emosi positif karena subjek menyadari bahwa rekan-rekannya juga mengalami emosi negatif yang cenderung sama dengannya. P2 & P3 : tidak melaporkan pengalaman emosi terhadap situasi tersebut P1 : Reappraisal terhadap tendensi emosi sedih dan perasaan berat hati dengan mengubah makna perjalanan pulang yang tadinya dipersepsi sebagai perpisahan menjadi situasi yang dimaknai sebagai pertemuan yang lebih cepat dengan keluarga yang sudah ditinggalkan. P2 : Modifikasi situasi dengan mengungkapkan secara verbal kesedihan yang dirasakan kepada rekan-rekan sesama prajurit yang juga menceritakan perasaan serupa selama perjalanan pulang ke markas kesatuan. P3 : Penyebaran atensi konsentrasi terhadap emosi lega dan antusias yang muncul karena akan segera bertemu dengan keluarga. Modulasi respons terhadap emosi lega dan antusias dengan berulang kali membicarakan tentang kepulangannya baik kepada keluarga yang akan ditemuinya maupun terhadap keluarga di lokasi penugasan yang sudah akrab dengannya selama penugasan berlangsung. P1 : Modulasi respons pada aspek fisik dengan mengistirahatkan tubuh sehingga intensitas emosi positif tetap dipertahankan dan menjadi lebih tinggi. Penyebaran atensi konsentrasi terhadap pengalaman emosi positif yang dialami selama penugasan pamrahwan untuk meregulasi perasaan asing dan kebingungan ketika beradaptasi kembali dengan suasana markas kesatuan. P2 : Seleksi situasi untuk meningkatkan intensitas emosi lega dan senang yang dirasakan dengan bertemu dengan orang tua dan menceritakan pengalaman yang menyenangkan selama ikut serta dalam penugasan. P3 : tidak melaporkan pengalaman emosi terhadap situasi tersebut KETIKA BERTUGAS DALAM LATIHAN TEMPUR Menerima pemberitahuan bahwa subjek akan diikutsertakan P1, P2 & P3: Modulasi respons untuk mempertahankan intensitas emosi excited dan gembira

28 19 B.2. B.3. B.4. dalam latihan tempur Menempuh perjalanan dari markas kesatuan menuju lokasi latihan tempur melalui laut dan/atau darat Mengikuti latihan tempur yang melibatkan pengoperasian senjata militer dengan setting situasi yang sangat mirip dengan pertempuran yang nyata, termasuk penggunaan peluru yang sebenarnya Kelelahan fisik selama menjalankan tugas dan tuntutan untuk selalu waspada Seleksi situasi dengan mempersiapkan segala perlengkapan latihan tempur dengan sebaik mungkin P1 & P2 : Penyebaran atensi distraksi dengan tidur, bercanda dengan rekan-rekan sesama prajurit dan memperhatikan pemandangan selama perjalanan untuk mengurangi intensitas kejenuhan. P3 : Modulasi respons suppression untuk menahan munculnya ekspresi kemarahan terhadap rekan kerja yang dinilainya kurang bertanggungjawab sehingga tidak bisa menangani masalah pada kendaraan dinas. Modifikasi situasi dengan mengekspresikan kemarahan melalui tindakan memukul maupun memaki rekan kerja yang dinilainya kurang bertanggungjawab, ketika subjek tidak mampu menahan emosi yang sangat intens. P1 : Perubahan kognitif reappraisal terhadap kecemasan akan kegagalan yang dialami dalam membidik dengan membangun pemikiran bahwa kecemasan yang ia alami dapat menurunkan ketelitiannya dan mempertimbangkan bahwa ia mampu menyelesaikan tugasnya dan terdapat rekan-rekannya yang dapat dengan baik mendukung penyelesaian tugasnya. P2 : Modulasi respons suppression dengan menunda munculnya ekspresi emosi delight yang muncul dari keterkejutan dan kesenangan ketika berhasil menyelesaikan tugas. Penyebaran atensi distraksi dari pengalaman delight terhadap penyelesaian tugas yang diharapkan. P3 : Modulasi respons suppression dengan menahan ekspresi cemas Penyebaran atensi distraksi pengalaman cemas terhadap kesadaran mengenai nilai-nilai kesiapan dan kesiagaan seorang prajurit. Penyebaran atensi konsentrasi dengan tujuan memperbesar intensitas pengalaman emosi bangga akan kemampuannya dan excited terhadap jalannya prosesi menembak. P1 & P2 : Penyebaran atensi distraksi dari tendensi kemarahan yang sangat intens terhadap situasi penugasan yang baru dan jarang mereka peroleh dan terhadap kesempatan untuk bergurau dengan rekan-rekan yang mengaku mengalami emosi yang sama. P3 : Modifikasi situasi dengan menyelesaikan tugas-tugas yang jika segera diselesaikan dapat mengurangi intensitas emosi negatif yang dialami.

29 20 C.1. C.2. C.3. C.4. C. KETIKA MENJALANKAN RUTINITAS HARIAN Menjalankan P1 : rutinitas tugas Penyebaran atensi distraksi terhadap pengalaman jenuh yang harian internal disebabkan oleh pekerjaan dengan sejenak berjalan-jalan di markas sekitar kantor atau berinteraksi dengan rekan-rekan sesama kesatuan prajurit yang bekerja di seksi lain. Seleksi situasi terhadap kecemasan yang disebabkan oleh peran subjek untuk bertanggungjawab terhadap pemenuhan kesejahteraan para personil kesatuan. P2 : Modulasi respons suppression terhadap pengalaman jenuh dan burnout dengan menghambat munculnya ekspresi emosi tersebut. Modifikasi situasi dengan mempersiapkan kondisi tubuh agar selalu siap menghadapi rutinitas harian. P3 : Modulasi respons suppression terhadap emosi negatif yang disebabkan oleh beban kerja yang berlebih dari yang seharusnya. Penyebaran atensi distraksi terhadap emosi negatif karena pengalaman overload sehingga memungkinkan subjek lebih berfokus pada tugas yang harus ia selesaikan. Modifikasi situasi dengan mengekspresikan kemarahannya melalui tindakan memaki atau membentak terhadap rekan atau atasan yang dianggapnya menghambat atau mencela hasil kerja kerasnya. Perubahan kognitif reappraisal terhadap pengalaman cemas ketika melaksanakan tugas dengan kondisi kendaraan cacat dengan membangun pemikiran bahwa ia tidak perlu mencemaskan persoalan hidup dan mati karena semua sudah diatur oleh Tuhan. Berolahraga secara teratur bersama dengan rekanrekan sesama prajurit Kemampuan fisik mulai menurun Relasi interpersonal dengan rekan- P1, P2 & P3: Penyebaran atensi konsentrasi terhadap pengalaman emosi senang, excited dan tertantang dengan terus menerus melakukan pengulangan aktivitas tersebut dan memusatkan perhatian terhadap pengalaman emosi yang diperoleh. P1 & P2 : tidak melaporkan pengalaman emosi terhadap situasi tersebut P3 : Penyebaran atensi distraksi dari emosi sedih, kecewa dan frustrasi terhadap menurunnya kemampuan fisiknya, mengalihkannya kepada pengalaman bangga dan excited terhadap kemampuannya menembak yang dinilainya masih sangat baik dibanding dengan rekan-rekan seusianya. P1 : Seleksi situasi dengan mengupayakan adanya interaksi yang jarang diperoleh dengan rekan-rekan kerja karena banyaknya

30 21 C.5. rekan kerja Penghasilan yang diterima sebagai prajurit C.6. Menilai P1 : pekerjaan yang harus diselesaikan selama berada di markas. Modifikasi situasi dengan mengarahkan rekan-rekan yang dipimpinnya agar dapat menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik mungkin. P2 : Modulasi respons suppression dengan menunda munculnya ekspresi emosi jengkel ketika bekerja bersama rekan satu tim dalam kondisi yang tegang dan penuh tekanan. Penyebaran atensi konsentrasi dengan memusatkan perhatian sebesar-besarnya terhadap pengalaman emosi nyaman dan gembira yang diperoleh dari interaksi dengan rekan-rekan. P3 : Modifikasi situasi dengan mengekspresikan kemarahan jika rekan-rekannya tidak bekerja dengan baik dan mengarahkan mereka agar dapat menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik mungkin. Perubahan kognitif reappraisal untuk meregulasi perasaan lelah baik fisik maupun emosional ketika ia banyak dimintai bantuan oleh rekan-rekan sesama prajurit dengan mengembangkan pemikiran bahwa ia memang bertanggungjawab untuk menolong rekannya dan mampu melakukan hal itu. P1 : Modulasi respons suppression dengan mengembangkan sikap legowo, menerima dengan ikhlas tanpa mengajukan protes ketika mengalami emosi kecewa terhadap penghasilan yang belum cukup mengapresiasi beban kerja yang dilaksanakan selama ini. Perubahan kognitif reappraisal dengan bentuk downward social comparison yang muncul dalam tindakan menilai kondisi keuangan keluarga yang sudah jauh lebih baik jika dibandingkan dengan kondisi ekonomi yang serba berkekurangan pada masa awal pernikahan. Seleksi situasi dengan pengelolaan keuangan sebaik-baiknya dan mengupayakan sejumlah usaha untuk menambah penghasilan. P2 : tidak melaporkan pengalaman emosi terhadap situasi tersebut P3 : Perubahan kognitif reappraisal dengan bentuk downward social comparison yang muncul dalam tindakan menilai kondisi keuangan keluarga yang sudah jauh lebih baik jika dibandingkan dengan kondisi ekonomi yang serba berkekurangan pada masa awal pernikahan. Seleksi situasi dengan pengelolaan keuangan sebaik-baiknya dan mengupayakan sejumlah usaha untuk menambah penghasilan.

31 22 C.7. perjalanan karir sebagai tentara Relasi interpersoal dengan anggota keluarga Modulasi respons terhadap tuntutan, beban pekerjaan dan tanggung jawab yang dirasanya semakin lama semakin berat dengan terus-menerus mengasah dan meningkatkan kemampuan sesuai dengan tuntutan pekerjaan tersebut. Mempertahankan intensitas emosi bangga terhadap profesinya sebagai tentara yang juga mendapat penilaian positif dan apresiasi dari lingkungan sosialnya. P2 : Modulasi respons suppression dengan menghambat ekspresi kejengkelan, kekecewaan, dan kejenuhan yang muncul bersamaan dengan pengalaman submission yang disebabkan oleh kewajibannya untuk selalu berada di bawah aturan yang bersifat sangat mengikat dan kekuasaan pihak senior. Penyebaran atensi distraksi dengan mengalihkan perhatian dari emosi jengkel, kecewa dan jenuh kepada penyelesaian tugas yang harus dicapai. P3 : Penyebaran atensi konsentrasi dengan memfokuskan perhatian kepada emosi bangga, senang, excited, termotivasi pada keberhasilan dan bangga terhadap profesinya sebagai tentara kemudian mengarahkan emosi tersebut sebagai dorongan untuk mencapai suatu keberhasilan tugas. Seleksi situasi dengan tidak mengikuti ujian kenaikan pangkat karena pangkat sebagai Kopral dinilainya dapat memberikan kekuasaan yang lebih besar. Modulasi respons suppression dengan menghambat ekspresi kesedihan yang sangat intens yang timbul ketika subjek menyadari bahwa selama ia menjalani profesinya sebagai prajurit, sangat sedikit kesempatan yang ia miliki untuk bersama keluarga. P1 : Perubahan kognitif reappraisal untuk meredam kekhawatirannya terhadap perubahan perilaku anaknya dengan memahami kondisi psikologis anaknya yang memasuki masa remaja dan mengevaluasi berbagai cara untuk mengarahkan anaknya melakukan hal-hal yang dianggap baik Seleksi situasi dan penyebaran atensi konsentrasi dengan berada dalam lingkungan keluarga yang menimbulkan perasaan nyaman, bangga dan gembira. P2 : tidak melaporkan pengalaman emosi terhadap situasi tersebut P3 : Modifikasi situasi dengan mengekspresikan emosi senang, gembira dan penuh harapan melalui perilaku yang penuh kasih sayang kepada istri dan anak-anaknya setiap kali memiliki kesempatan untuk berinteraksi. Modulasi respons suppression terhadap tendensi melakukan

32 23 PEMBAHASAN tindakan agresif dan ekspresi kemarahan ketika menghadapi konflik dengan anggota keluarga. Seleksi situasi ketika menghadapi konflik, dengan meninggalkan rumah sejenak, merokok dan meminum kopi di tempat lain kemudian kembali ke rumah untuk membicarakan masalah dengan tenang. Tabel 4. Deskripsi Strategi Regulasi Emosi Partisipan Ketiga partisipan dalam penelitian ini, Serma, Pratu dan Kopka, menghadapi situasisituasi stressful dalam penugasan daerah rawan (pamrahwan), latihan tempur, dan rutinitas kerja harian dalam markas kesatuan. Dalam Peran, Fungsi, dan Tugas (t.t) dipaparkan bahwa personil militer dituntut untuk bertanggungjawab penuh dalam lingkup penugasan yang meliputi operasi militer perang maupun operasi militer selain perang untuk mengatasi ancaman keamanan dalam negeri. Didukung dengan pemaparan Harms et al. (2013) dan Kensing (2014) mengenai faktor-faktor penyebab stres personil militer, dapat disimpulkan bahwa berada dalam situasi penugasan pamrahwan merupakan domain paling stressful yang dialami oleh para partisipan. Setiap situasi stressful memunculkan respons emosional masing-masing partisipan. Gross dan Thompson (2007) mengemukakan bahwa emosi muncul ketika individu berada dalam situasi yang dimaknai relevan dengan tujuannya. Gross dan Thompson menambahkan bahwa emosi yang terlalu intens dapat menginterupsi individu dalam pencapaian tujuan, oleh sebab itu individu melakukan serangkaian strategi regulasi emosi sehingga dapat mengatasi kondisi emosional yang muncul sebagai respons situasi stressful sehingga mereka dapat mencapai tujuan keberhasilan melaksanakan tugas. Tabel 4 memaparkan perilaku atau tindakan yang dilakukan oleh para partisipan sebagai bentuk strategi atau proses regulasi terhadap emosi yang dialami pada masing-masing situasi stressful. Dalam pemaparan tersebut juga dapat diketahui bahwa beberapa

33 24 partisipan tidak melaporkan adanya pengalaman emosi pada situasi tertentu. Ketika menerima pemberitahuan mengenai keikutsertaannya dalam pamrahwan (A.1) dan terhadap tuntutan untuk selalu siap tempur (A.2.), Serma (P1) tidak melaporkan adanya pengalaman emosi. Serma tidak memandang kedua situasi tersebut stressful karena kedudukannya pada seksi administrasi dalam situasi penugasan tersebut yang memperkecil kemungkinannya akan mengalami kontak senjata di lapangan. Pada situasi stressful ketiga dalam domain penugasan pamrahwan (A.3.), ketika partisipan mengikuti latihan tempur pra-penugasan yang memberikan gambaran kepada para prajurit akan adanya kontak senjata antar-orang di lokasi pamrahwan, hanya Pratu (P2) yang memaparkan kecemasan yang kemudian diregulasi dengan strategi konsentrasi agar ia menjadi fokus mempersiapkan diri untuk menghadapi kemungkinan terjadinya kontak senjata di lokasi penugasan. Ellsworth dan Scherer (2003) menjelaskan bahwa kecemasan dapat muncul sebagai hasil persepsi situasi yang dibayangkan. Borkovec et al. (1995, dalam Gross & Thompson, 2007) mengemukakan bahwa ketika atensi difokuskan pada kemungkinan adanya hambatan yang akan dialami individu pada masa mendatang, kecemasan dengan intensitas rendah akan meningkat, tetapi akan menurunkan intensitas respons emosional negatif. Terhadap situasi stressful ini, Serma dan Kopka (P3) tidak melaporkan pengalaman emosi terhadap situasi stressful dalam latihan pra-penugasan karena mengaku sudah tidak mengingat kondisi latihan tersebut. Kopka juga tidak melaporkan pengalaman emosi ketika masa awal berada di lokasi penugasan (A.5.) sehingga tidak muncul pula strategi regulasi emosi pada situasi ini. Kopka tidak menilai situasi tersebut stressful karena tidak lagi mengingat pengalaman tersebut dan mengaku merasa sudah terbiasa karena frekuensi penugasan pamrahwan yang diikutinya lebih sering serta masa tugas sebagai prajurit yang lebih lama yang membuat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Regulasi Emosi 2.1.1 Definisi Regulasi Emosi Regulasi emosi mempunyai beberapa definisi dari para ahli. Menurut Shaffer, (2005), regulasi emosi ialah kapasitas untuk mengontrol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari penjajahan. Walaupun terbebas dari penjajahan, seluruh warga negara Indonesia harus tetap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hidup manusia dialami dalam berbagai tahapan, yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan otomotif khususnya mobil, akan terus berusaha untuk memproduksi unit-unit mobil dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam zaman pembangunan di Indonesia dan globalisasi dunia yang menuntut kinerja yang tinggi dan persaingan semakin ketat, semakin dibutuhkan sumber daya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 15 BAB II LANDASAN TEORI A. Emosi 1. Definisi Emosi Emosi berasal dari bahasa latin yaitu emovere yang berarti luar dan movere dengan arti bergerak. Menurut Lahey (2007), emosi merupakan suatu hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah organisasi atau perusahaan yang maju tentunya tidak lain didukung pula oleh sumber daya manusia yang berkualitas, baik dari segi mental, spritual maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu memiliki berbagai macam masalah didalam hidupnya, masalah dalam diri individu hadir bila apa yang telah manusia usahakan jauh atau tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, kedaulatan Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, kedaulatan Negara Republik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, kedaulatan Negara Republik Indonesia seringkali mendapat ancaman baik dari luar maupun dari dalam seperti adanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan unit sosial terkecil di dalam lingkungan masyarakat. Bagi anak, keluarga merupakan tempat pertama mereka untuk berinteraksi. Keluarga yang

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Pola Asuh Orang Tua dan Persepsi Definisi Menurut Kastutik & Setyowati (2014) orang tua memiliki kecenderungan untuk

Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Pola Asuh Orang Tua dan Persepsi Definisi Menurut Kastutik & Setyowati (2014) orang tua memiliki kecenderungan untuk Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Pola Asuh Orang Tua dan Persepsi 2.1.1 Definisi Menurut Kastutik & Setyowati (2014) orang tua memiliki kecenderungan untuk membentuk karakteristik-karakteristik tertentu dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah dambaan dalam setiap keluarga dan setiap orang tua pasti memiliki keinginan untuk mempunyai anak yang sempurna, tanpa cacat. Bagi ibu yang sedang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan mengalami masa transisi peran sosial, individu dewasa awal akan menindaklanjuti hubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I. Indonesia terdiri dari beberapa pulau yang tersebar begitu luas dimana

BAB I. Indonesia terdiri dari beberapa pulau yang tersebar begitu luas dimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri dari beberapa pulau yang tersebar begitu luas dimana pada setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda. Belakangan ini tak jarang dari beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok, bersamasama, saling berhubungan atau berkomunikasi, dan saling mempengaruhi. Hidupnya selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga menimbulkan beberapa macam penyakit dari mulai penyakit dengan kategori ringan sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan kesehatan dengan usaha menyeluruh, yaitu usaha promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga kesehatan yang sangat vital dan secara terus-menerus selama 24 jam berinteraksi dan berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap pasangan. Saling setia dan tidak terpisahkan merupakan salah satu syarat agar tercipta keluarga

Lebih terperinci

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress PSIKOLOGI UMUM 2 Stress & Coping Stress Pengertian Stress, Stressor & Coping Stress Istilah stress diperkenalkan oleh Selye pada tahun 1930 dalam bidang psikologi dan kedokteran. Ia mendefinisikan stress

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu

Lebih terperinci

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang RI Nomor 34 tahun 2004, Tentara Nasional Indonesia sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia, bertugas melaksanakan kebijakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN. A. Rangkuman Penelitian Seluruh Subjek. dibuat table sebagai berikut :

BAB V HASIL PENELITIAN. A. Rangkuman Penelitian Seluruh Subjek. dibuat table sebagai berikut : BAB V HASIL PENELITIAN A. Rangkuman Penelitian Seluruh Subjek 1. Intensitas Tema dan Matriks Antar Tema Berdasarkan data yang didapat dari ketiga subjek yang telah diseleksi, maka tema yang muncul dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Rumah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Rumah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang memberikan pelayanan rawat inap,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya. Beberapa anak dihadapkan pada pilihan bahwa anak harus berpisah dari keluarganya karena sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun eksternal. Secara internal, kedaulatan NKRI dinyatakan dengan keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. maupun eksternal. Secara internal, kedaulatan NKRI dinyatakan dengan keberadaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 adalah sebuah negara berdaulat yang telah diakui secara internal maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya merupakan makhluk hidup yang harus terus berjuang agar dapat mempertahankan hidupnya. Manusia dituntut untuk dapat mengembangkan dirinya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya seluruh subjek mengalami stres. Reaksi stres yang muncul pada subjek penelitian antara lain berupa reaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasus penggunaan narkoba pada remaja sudah sering dijumpai di berbagai media. Maraknya remaja yang terlibat dalam masalah ini menunjukkan bahwa pada fase ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. Manusia dapat menjalankan berbagai macam aktivitas hidup dengan baik bila memiliki kondisi kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena perceraian merupakan hal yang sudah umum terjadi di masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk, yang terjadi apabila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 pasal 2 ayat 1 menetapkan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Hal tersebut mengandung

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN A. Rangkuman Hasil Penelitian Ketiga subjek merupakan pasangan yang menikah remaja. Subjek 1 menikah pada usia 19 tahun dan 18 tahun. Subjek 2 dan 3 menikah di usia 21 tahun dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi kodrat alam bahwa dengan bertambahnya usia, setiap wanita dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi dalam beberapa fase,

Lebih terperinci

o Ketika hasil pekerjaan saya yang saya harapkan tidak tercapai, saya malas untuk berusaha lebih keras lagi

o Ketika hasil pekerjaan saya yang saya harapkan tidak tercapai, saya malas untuk berusaha lebih keras lagi Skala 1 Skala Kecerdasan Emosional 1. UNFAVORABLE Kesadaran Diri o Saya merasa tidak mengerti perasaan saya sendiri o Saya kurang tahu penyebab kekecewaan yang saya rasakan o Saya malas bergaul dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengajaran di perguruan tinggi maupun akademi. Tidak hanya sekedar gelar,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengajaran di perguruan tinggi maupun akademi. Tidak hanya sekedar gelar, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa merupakan sebutan bagi individu yang belajar atau mengikuti pengajaran di perguruan tinggi maupun akademi. Tidak hanya sekedar gelar,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini. Variabel-variabel tersebut adalah Ujian Nasional, stres, stressor, coping stres dan

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal HARGA DIRI PADA WANITA DEWASA AWAL MENIKAH YANG BERSELINGKUH KARTIKA SARI Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran harga diri

Lebih terperinci

Edukasi Kesehatan Mental Intensif 15. Lampiran A. Informed consent (Persetujuan dalam keadaan sadar) yang digunakan dalam studi ini

Edukasi Kesehatan Mental Intensif 15. Lampiran A. Informed consent (Persetujuan dalam keadaan sadar) yang digunakan dalam studi ini Edukasi Kesehatan Mental Intensif 15 Lampiran A. Informed consent (Persetujuan dalam keadaan sadar) yang digunakan dalam studi ini PERSETUJUAN DALAM KEADAAN SADAR UNTUK BERPARTISIPASI SEBAGAI SUBJEK RISET

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit yang dapat mempengaruhi setiap bagian dari tubuh (WHO, 2015). Menurut National

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga

BAB I PENDAHULUAN. pemenuhan hasrat seksual, dan menjadi lebih matang. Pernikahan juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan merupakan ikatan yang terbentuk antara pria dan wanita yang di dalamnya terdapat unsur keintiman, pertemanan, persahabatan, kasih sayang, pemenuhan hasrat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perceraian merupakan kata yang umum dan tidak asing lagi di telinga masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi trend, karena untuk menemukan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis. Oleh karena itu, pemeliharaan kesehatan merupakan suatu upaya. pemeriksaan, pengobatan atau perawatan di rumah sakit.

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis. Oleh karena itu, pemeliharaan kesehatan merupakan suatu upaya. pemeriksaan, pengobatan atau perawatan di rumah sakit. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan sesuatu hal yang sangat penting bagi setiap individu. Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia Pengertian kecemasan Menghadapi Kematian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia Pengertian kecemasan Menghadapi Kematian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecemasan Menghadapi Kematian Pada Lansia 2.1.1. Pengertian kecemasan Menghadapi Kematian Kecemasan menghadapi kematian (Thanatophobia) mengacu pada rasa takut dan kekhawatiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian setiap orang. Ketika menikah, tentunya orang berkeinginan untuk mempunyai sebuah keluarga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DKI Jakarta adalah ibu kota negara Indonesia yang memiliki luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. DKI Jakarta adalah ibu kota negara Indonesia yang memiliki luas wilayah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah DKI Jakarta adalah ibu kota negara Indonesia yang memiliki luas wilayah 664,01 Km² (www.kemendagri.go.id, diakses 20 Oktober 2013) dengan jumlah penduduk yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap pasangan menikah pasti menginginkan agar perkawinannya langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan akan kelanggengan perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan setiap anak di dunia ini berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Tidak hanya anak normal saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi masyarakat, karena banyakdari kaum laki-laki maupun perempuan, tua

BAB I PENDAHULUAN. bagi masyarakat, karena banyakdari kaum laki-laki maupun perempuan, tua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang ini banyak sekali ditemui dimasyarakat Indonesia kebiasaan merokok. Rokok bukanlah suatu hal yang asing lagi bagi masyarakat, karena banyakdari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting oleh setiap individu. Melalui pendidikan setiap individu akan memperoleh ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti (Rini, 2008). Masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti (Rini, 2008). Masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masanya tiba sebagian orang sudah merasa cemas karena tidak tahu kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan mengalami perkembangan sepanjang hidupnya, mulai dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, dewasa menengah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kontrol..., Agam, Fakultas Psikologi 2016

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kontrol..., Agam, Fakultas Psikologi 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, kasus tindak kekerasan semakin marak terjadi. Hal tersebut tidak hanya terjadi di tempat yang rawan kriminalitas saja tetapi juga banyak terjadi di berbagai

Lebih terperinci

Implementasi PFA pada Anak dan Remaja di Satuan Pendidikan

Implementasi PFA pada Anak dan Remaja di Satuan Pendidikan Implementasi PFA pada Anak dan Remaja di Satuan Pendidikan Yogyakarta, 11 Februari 2017 Wahyu Cahyono hanyasatukata@yahoo.com Pusat Krisis Fakultas Psikologi UI Diskusi Jika kita mengalami situasi sulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup senantiasa barada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan berakhir ketika individu memasuki masa dewasa awal, tetapi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia merupakan suatu proses berkelanjutan dalam kehidupan yang ditandai dengan berbagai perubahan ke arah penurunan. Problematika yang harus dihadapi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Setiap individu memiliki harapan untuk bahagia dalam kehidupan perkawinannya. Karena tujuan perkawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik maupun emosional. Semakin bertambahnya usia, individu akan mengalami berbagai macam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Music Engagement untuk Meregulasi Emosi 1. Defenisi Music engagement untuk meregulasi emosi adalah keterlibatan individu dengan musik yang bertujuan untuk mengelola dan mengarahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia jumlah anak berkebutuhan khusus semakin mengalami peningkatan, beberapa tahun belakangan ini istilah anak berkebutuhan khusus semakin sering terdengar

Lebih terperinci

PENGARUH BRAIN GYM TERHADAP PENURUNAN TINGKAT STRES PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D IV FISIOTERAPI TINGKAT AKHIR

PENGARUH BRAIN GYM TERHADAP PENURUNAN TINGKAT STRES PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D IV FISIOTERAPI TINGKAT AKHIR PENGARUH BRAIN GYM TERHADAP PENURUNAN TINGKAT STRES PADA MAHASISWA PROGRAM STUDI D IV FISIOTERAPI TINGKAT AKHIR Skripsi Ini Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Mendapatkan Gelar Sarjana Sains Terapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas hidup manusia, serta merupakan sarana untuk mengangkat harkat dan martabat suatu bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu hal penting yang perlu didapatkan oleh setiap manusia. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. satu hal penting yang perlu didapatkan oleh setiap manusia. Manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zaman yang penuh persaingan ini, pendidikan merupakan salah satu hal penting yang perlu didapatkan oleh setiap manusia. Manusia dengan pendidikan dapat menggali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perkembangan yang mengakibatkan ketidakmampuan mengatur perilaku, khususnya untuk mengantisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk memproduksi barang atau jasa, serta bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Tujuan organisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Weiten & Lloyd (2006) menyebutkan bahwa personal adjustment adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Weiten & Lloyd (2006) menyebutkan bahwa personal adjustment adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Personal Adjustment 1. Definisi Personal Adjustment Weiten & Lloyd (2006) menyebutkan bahwa personal adjustment adalah sebuah proses psikologis yang dijalani seseorang yang mengakibatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya penyakit Lupus. Penyakit ini merupakan sebutan umum dari suatu kelainan yang disebut sebagai

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1

HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Tiara Noviani F 100 030 135 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh individu. Siapapun bisa terkena stres baik anak-anak, remaja, maupun

BAB I PENDAHULUAN. oleh individu. Siapapun bisa terkena stres baik anak-anak, remaja, maupun BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Stres dan ketidakpuasan merupakan aspek yang tidak dapat dihindari oleh individu. Siapapun bisa terkena stres baik anak-anak, remaja, maupun dewasa. Mahasiswa merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat disembuhkan, salah satu jenis penyakit tersebut adalah Diabetes Mellitus (DM). DM adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang berbeda-beda, diantaranya faktor genetik, biologis, psikis dan sosial. Pada setiap pertumbuhan dan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dari variabel-variabel yang terkait

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dari variabel-variabel yang terkait 9 BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dari variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini. Variabel-variabel tersebut adalah kemacetan, stressor, stres, penyesuaian diri terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. (Stanley Hall dalam Panuju, 2005). Stres yang dialami remaja berkaitan dengan proses perkembangan

Lebih terperinci

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

2016 HUBUNGAN SENSE OF HUMOR DENGAN STRES REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Stres merupakan fenomena umum yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, terdapat beberapa tuntutan dan tekanan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS (CMHN)

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS (CMHN) ASUHAN KEPERAWATAN JIWA KOMUNITAS (CMHN) NAMA KELOMPOK 6 A4E : 1. Made Udayati (10.321.0864) 2. Kadek Ayu Kesuma W. (10.321.0858) 3. Kadek Ninik Purniawati (10.321.0859) 4. Luh Gede Wedawati (10.321.0867)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan Kecemasan atau anxietas adalah status perasaan tidak menyenangkan yang terdiri atas respon-respon patofisiologis terhadap antisipasi bahaya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang mulai diberlakukan 31 Desember 2015 merupakan bentuk integrasi ekonomi regional. Dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap individu menginginkan sebuah pemenuhan dan kecukupan atas

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap individu menginginkan sebuah pemenuhan dan kecukupan atas 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap individu menginginkan sebuah pemenuhan dan kecukupan atas segala kebutuhan yang diperlukan dalam kehidupannya. Seringkali hal ini yang mendasari berbagai macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap anak berhak memperoleh pendidikan yang layak bagi kehidupan mereka,

BAB I PENDAHULUAN. setiap anak berhak memperoleh pendidikan yang layak bagi kehidupan mereka, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan bertanggung jawab untuk mengembangkan kepribadian anak sehingga menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu, setiap anak berhak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam. Tak seorang pun bisa terhindarkan dari stres.

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam. Tak seorang pun bisa terhindarkan dari stres. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres merupakan hal yang melekat pada kehidupan. Siapa saja dalam bentuk tertentu, dalam kadar berat ringan yang berbeda dan dalam jangka panjang pendek yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak 1. Pengertian Coping Stress Coping adalah usaha dari individu untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan dari lingkungannya

Lebih terperinci

******* Dedicated for God,pap,mum,brother and sister..

******* Dedicated for God,pap,mum,brother and sister.. Untuk mengetahui nilai Satu Tahun, Tanyakan seorang siswa yang gagal dalam ujian kenaikannya Untuk mengetahui nilai Satu Bulan, Tanyakan seorang Ibu yang melahirkan bayi prematur Untuk mengetahui nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Bab I merupakan bab perkenalan, di dalamnya dipaparkan mengenai; latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu pasti melewati segala peristiwa dalam kehidupan mereka. Peristiwa-peristiwa yang dialami oleh setiap individu dapat beragam, dapat berupa peristiwa yang menyenangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu kemampuan memahami

Lebih terperinci

GAMBARAN KECEMASAN ORANG TUA TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN ANAK TUNARUNGU DITINJAU DARI TUGAS PERKEMBANGAN MASA DEWASA AWAL

GAMBARAN KECEMASAN ORANG TUA TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN ANAK TUNARUNGU DITINJAU DARI TUGAS PERKEMBANGAN MASA DEWASA AWAL GAMBARAN KECEMASAN ORANG TUA TERHADAP ORIENTASI MASA DEPAN ANAK TUNARUNGU DITINJAU DARI TUGAS PERKEMBANGAN MASA DEWASA AWAL Oleh: HALDILA LINTANG PALUPI 802008039 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Fakultas Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu dan teknologi yang diikuti dengan meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu dan teknologi yang diikuti dengan meningkatnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu dan teknologi yang diikuti dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat menyebabkan perubahan gaya hidup pada masyarakat. Perubahan gaya hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Khulaimata Zalfa, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Khulaimata Zalfa, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja dikatakan sebagai masa transisi, yakni peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Menurut Santrock (2003:24) transisi pada remaja terlihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebahagiaan adalah hal yang sangat diinginkan oleh semua orang. Setiap orang memiliki harapan-harapan yang ingin dicapai guna memenuhi kepuasan dalam kehidupannya. Kebahagiaan

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 109 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran harapan dan konsep Tuhan pada anak yang mengalami kanker, serta bagaimana mereka mengaplikasikan

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PEDOMAN OBSERVASI DAN WAWANCARA

LAMPIRAN A PEDOMAN OBSERVASI DAN WAWANCARA LAMPIRAN 193 194 LAMPIRAN A PEDOMAN OBSERVASI DAN WAWANCARA 195 LAMPIRAN A PEDOMAN OBSERVASI d. Kesan umum, meliputi keadaan fisik dan penampilan subyek e. Keadaan emosi, meliputi ekspresi, bahasa tubuh,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan adalah karyawan yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan adalah karyawan yang berkualitas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi seperti sekarang ini satu hal yang dijadikan tolak ukur keberhasilan perusahaan adalah kualitas manusia dalam bekerja, hal ini didukung oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan menyiptakan laki-laki dan perempuan sebagai makhluk yang

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan menyiptakan laki-laki dan perempuan sebagai makhluk yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuhan menyiptakan laki-laki dan perempuan sebagai makhluk yang berbeda mulai dari gender hingga tuntutan sosial yang masing-masing diemban. Meskipun memiliki

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : B. Definisi Operasional

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : B. Definisi Operasional digilib.uns.ac.id 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : Variabel Tergantung Variabel Bebas : Stres Kerja : Pelatihan Regulasi Emosi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa yang memasuki lingkungan sekolah baru, memiliki harapan dan tuntutan untuk mencapai kesuksesan akademik serta dapat mengatasi hambatan yang ada. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pernikahan merupakan komitmen yang disetujui oleh dua pihak secara resmi yang dimana kedua pihak tersebut bersedia untuk berbagi keitiman emosional & fisik, bersedia

Lebih terperinci