BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Teguh Sugiarto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Regulasi Emosi Definisi Regulasi Emosi Regulasi emosi mempunyai beberapa definisi dari para ahli. Menurut Shaffer, (2005), regulasi emosi ialah kapasitas untuk mengontrol dan menyesuaikan emosi yang timbul pada tingkat intensitas yang tepat untuk mencapai suatu tujuan. Regulasi emosi yang tepat meliputi kemampuan untuk mengatur perasaan, reaksi fisiologis, kognisi yang berhubungan dengan emosi, dan reaksi yang berhubungan dengan emosi (Shaffer, 2005). Menurut Gross (1998) regulasi emosi mengacu pada kemampuan individu untuk mempengaruhi emosi yang dimiliki, kapan emosi dirasakan, dan bagaimana individu mengalami serta mengekspresikan emosinya. Menurut Berk (2004), regulasi emosi didefinisikan sebagai kemampuan seseorang dalam membuat suatu strategi untuk menyelesaikan masalah sesuai intensitas dari reaksi emosional ke tahap yang lebih baik dalam mencapai suatu tujuan. Sedangkan menurut Wilson (1999) regulasi emosi merujuk pada kemampuan untuk menghalangi perilaku tidak tepat akibat kuatnya intensitas emosi positif atau negatif yang dirasakan, dapat menenangkan diri dari pengaruh psikologis yang timbul akibat intensitas yang kuat dari emosi, dapat memusatkan perhatian kembali dan mengorganisir diri sendiri untuk mengatur perilaku yang tepat untuk mencapai suatu tujuan Proses Regulasi Emosi Menurut Gross (2007) yang berdasar pada model modalitas emosi terdapat lima point dimana individu dapat meregulasi emosinya. Lima point tersebut adalah situation selection, situation modification, attentional deployment, cognitive change, dan response modulation. Lima point tersebut mewakili lima kelompok proses regulasi emosi yaitu: 1. Situation Selection merupakan jenis regulasi emosi yang menentukan tindakan yang seharusnya bagaimana kita akan berakhir pada situasi yang kita harapkan, yang bisa menyebabkan emosi yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, 1
2 dengan kata lain menentukan tindakan berdasarkan dampak emosional yang mungkin muncul 2. Situation modification adalah usaha yang langsung dilakukan dalam memodifikasi situasi agar efek emosinya teralihkan. Contoh dari modifikasi ini adalah dengan hadirnya individu lain misalnya teman, orangtua dan tindakan atau intervensi dari individu tersebut 3. Attentional deployment merupakan cara seseorang mengubah perhatiannya dengan mengarahkan ke dalam sebuah situasi untuk mengatur emosinya. Dua strategi attentional yang utama adalah pengalihan perhatian (distraksi) dan konsentrasi. Distraksi memfokuskan perhatian pada aspek berbeda dari sebuah situasi, atau memindahkan perhatian jauh dari sebuah situasi secara bersamaan, misalnya apabila seorang bayi mengalihkan pandangannya dari stimulus yang bisa menimbulkan emosi ke stimulus yang kurang menimbulkan emosi (Rothbart & Sheese, dalam Gross 2007) 4. Cognitive change mengacu pada perubahan cara seseorang dalam menilai situasi yang terjadi untuk mengubah signifikansi emosinya, baik dengan mengubah cara berpikir mengenai situasi tersebut atau mengenai kemampuan untuk mengatur tuntutan-tuntutannya 5. Response modulation terjadi di akhir proses emotion-generative, setelah kecenderungan respon emosi yang telah terjadi. Modulasi respon mempengaruhi respon emosi yang telah muncul berupa aspek fisiologis, eksperiensial, dan perilaku secara langsung. Upaya modulasi respon pada aspek fisiologis misalnya obat-obatan yang digunakan untuk mengobati respon fisiologis seperti ketegangan otot (anxiolytics) atau aktivitas berlebihan syaraf simpatis (beta blockers). Olahraga dan relaksasi juga bisa digunakan untuk mengurangi aspek fisiologis dan eksperiensial dari emosi negatif, alkohol, rokok, narkoba, dan bahkan makanan juga bisa digunakan untuk memodifikasi pengalaman emosi. Menurut Gross (2007) bentuk yang paling baik menggambarkan modulasi respon adalah expressive suppression, mengacu pada upaya seseorang untuk mengurangi perilaku ekspresi emosi yang sedang berlangsung seperti menyembunyikan rasa gugup ketika akan melakukan wawancara pekerjaan. 2
3 Ada dua bentuk strategi regulasi emosi yaitu : antecedent-focused, dan responsefocused. Regulasi emosi antecedent-focused merupakan regulasi dengan memanipulasi input dari sistem emosi, yang mengubah cara seseorang berpikir tentang rangsangan emosional tertentu (dilakukan sebelum respon emosional sepenuhnya muncul), sehingga seseorang mampu mengantisipasi dan meregulasi sebelum emosi itu muncul terdiri dari beberapa bagian yaitu situation selection, situation modification, attentional deployment dan cognitive change. Kemudian regulasi emosi response-focused merupakan cara meregulasi dengan memanipulasi output dari sistem emosi, yang menekan atau mengubah cara seseorang menanggapi situasi emosional (dilakukan setelah respon emosional muncul). Kemudian regulasi emosi response-focused terdiri atas response modulation (Gross, 2007) Strategi Regulasi Emosi Menurut Gross dan John (2003) ada 2 strategi spesifik yang membedakan seseorang dalam meregulasi emosinya yaitu cognitive reappraisal dan expressive suppression. Cognitive Reappraisal adalah bentuk perubahan kognitif yang melibatkan menafsirkan situasi yang berpotensi memunculkan emosi dengan cara yang mengubah dampak emosional (Lazarus & Alfert, dalam Gross & John, 2003). Sedangkan Expressive Suppression adalah bentuk modulasi respon yang melibatkan penghambatan perilaku ekspresi emosi yang sedang berlangsung (Gross, dalam Gross & John, 2003). Sebuah studi penelitian telah menunjukkan bahwa konsekuensi dari cognitive reappraisal dan expressive suppression jelas berbeda (Hofmann dkk, 2009; Memedovic dkk, 2010; Ortner & Koning, 2013, dalam Gong, 2013). Cognitive reappraisal menurunkan perasaan negatif dan ekspresi perilaku yang negatif sedangkan expressive suppression tidak mengubah jumlah emosi negatif yang dirasakan oleh individu, meskipun ekspresi perilaku berkurang. Selain itu, aktivasi fisiologis yang lebih besar ditemukan pada individu-individu yang menggunakan expressive suppression (Gross, 1998). Expressive suppression juga mengakibatkan gangguan memori selama interaksi sosial karena hal itu meningkatkan penggunaan kontrol (Richards & Gross, 1999, 2000, dalam Gong, 2013). Konsekuensi sosial yang timbul dari strategi regulasi emosi yaitu Cognitive reappraisal dan expressive suppression juga berbeda. Cognitive reappraisal adalah 3
4 strategi untuk mengatur emosi seseorang dengan mengalami perasaan yang lebih positif, dimana strategi regulasi emosi ini cenderung berfungsi lebih baik dalam pengaturan sosial. Sedangkan strategi regulasi emosi expressive suppression mengambil banyak sumber daya kognitif, individu yang mengadopsi strategi ini biasanya tidak dapat menyerap informasi dari mitra sosial, sehingga gagal untuk merespon dengan baik dalam situasi sosial, yang mengarah pada masalah komunikasi dan gangguan dalam interaksi sosial (John & Gross, dalam Gong, 2013). Maka dari itu, individu yang menggunakan cognitive reappraisal untuk mengatur emosi mereka, cenderung memiliki kesejahteraan diri yang lebih baik daripada mereka yang mengadopsi expressive suppression (Gross & John, 2003). 2.2 Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan adalah proses memilih suatu alternatif cara bertindak dengan metode yang efisien sesuai situasi. Proses tersebut untuk menemukan dan menyelesaikan masalah organisasi. Menurut Brinckloe (dalam Salusu, 2000) Suatu aturan kunci dalam pengambilan keputusan ialah sekali kerangka yang tepat sudah diselesaikan, keputusan harus dibuat. Janis dan Mann (1977) beranggapan bahwa konflik terjadi ketika seseorang dihadapkan dengan mengambil sebuah keputusan, hal ini menimbulkan tekanan dan ketidakyakinan. Proses dimulai ketika pembuat keputusan menjadi waspada akan ancaman yang ia rasa perlu untuk dipertimbangkan (misal suara alarm kebakaran). Proses ini berlanjut melewati beberapa langkah yang dapat digambarkan dengan runtutan pertanyaan yang jika dijawab dengan benar, memerlukan tindakan yang membawa ke pertanyaan berikutnya dan ketika dijawab dengan salah akan menimbulkan gangguan terhadap proses pengambilan keputusan. Jadi pengambilan keputusan adalah proses mengidentifikasikan alternatif yang ada sehingga dapat dipilih yang paling sesuai dengan nilai dan tujuan individu untuk mendapatkan solusi dari masalah tertentu. Tetapi pada umumnya ketika individu dihadapkan oleh dua pilihan, biasanya timbul konflik dalam mengambil keputusan tersebut. 4
5 2.2.1 Tahapan dalam Pengambilan Keputusan Janis dan Mann (1977) mengemukakan 5 tahapan dalam pengambilan keputusan yaitu: 1. Menilai Masalah Masalah dapat dikatakan sebagai suatu konflik atau permasalahan yang terjadi, antara situasi nyata dengan situasi yang dijadikan tujuan atau yang diharapkan oleh seseorang. Dengan demikian masalah membuat atau memaksa individu untuk mengambil tindakan baru. Pemahan akan maslaah dapat membuat individu melihat masalah dengan kemungkinan resiko yang dapat terjadi. 2. Mencari Alternatif Setelah mendapatkan pemahaman yang baik dari masalah yang dihadapi, individu biasanya memikirkan kembali tindakan yang biasa ia lakukan. Saat individu menyadari kalau tindakannya tersebut dianggap tidak tepat lagi, individu mulai memusatkan perhatian pada beberapa alternatif pilihan. Biasanya dalam mencari alternatif pilihan tersebut, individu akan mencari informasi dari pihak lain yang dianggapnya lebih kompeten dalam mengatasi sebuah masalah yang dihadapinya. Kemudian individu akan mulai tidak menggunakan alternatif pilihan yang tidak tepat, dan pada akhirnya akan membatasi pada alternatif pilihan yang dianggap dapat menjadi solusi yang tepat bagi masalah tersebut. 3. Mempertimbangkan Alternatif Pada tahap ini mulai mempertimbangkan keuntungan dan kerugian pada setiap alternatif pilihan, hinggan pada akhirnya menuju tindakan yang tepat atau yang diinginkan. Tidak jarang individu mengalami kebimbangan pada tahap ini, karena biasanya individu akan memperhatikan informasi lain yang mungkin terlewatkan. 4. Membuat Komitmen Pada tahap membuat komitmen, individu sudah mendapatkan solusi dan tindakan yang tepat bagi masalahnya, dan mulai merealisasikan keputusan dalam kehidupannya. Pada akhirnya, individu sudah dapat termotivasi untuk merealisasikan keputusannya agar tidak mendapat tantangan dari pihak-pihak lain. 5
6 5. Mempersiapkan diri menghadapi umpan balik Keputusan yang diambil sudah ditetapkan dan sudah dianggap tepat, dan individu yakin akan keputusannya. Di tahap ini individu sudah siap ketika menghadapi kemungkinan terjadinya umpan balik yang negatif. Umpan balik negatif disini terjadi apabila resiko yang sebelumnya diperhitungkan terjadi dan keuntungan yang diharapkan tidak terjadi Model Konflik Pengambilan Keputusan Teori conflict model yang diungkapkan oleh Janis dan Mann (1977), pada dasarnya adalah sebuah teori psikologi sosial dalam pengambilan keputusan, dimana ada atau tidak adanya 3 kondisi sebelumnya yang dimilki seseorang untuk menetapkan ketergantungan terhadap pola dalam mengatasi konflik tertentu. Ketiga kondisi tersebut adalah 1) kesadaran yang dimiliki seseorang akan suatu resiko yang serius didalam pilihan alternatif yang dimiliki, 2) harapan untuk menemukan pilihan alternatif yang lebih baik, 3) percaya bahwa ada waktu yang cukuo untuk mencari dan mempertimbangkan sebelum mengambil keputusan Gaya Pengambilan Keputusan Mann dkk (1997) mengidentifikasi sejumlah gaya pengambilan keputusan yaitu: 1. Vigilance Gaya yang paling efektif, dimana individu mempertimbangkan tujuan dan sasaran dari situasi yang membutuhkan solusi, individu mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan tujuan, menguraikan strategi untuk mencapai tujuan tersebut, dan mencapai keputusan yang paling efektif serta mencapai hasil yang diinginkan dengan adanya konsekuensi terburuk yang sangat kecil. 2. Buck-Passing Melibatkan penghindaran dalam pengambilan keputusan, pengambilan keputusan melalui orang lain atau kelompok yang bertanggung jawab atas tindakan dan keputusan diri seseorang. Hal ini juga terkait dengan adanya keragu-raguan dalam mengambil keputusan. 6
7 3. Procrastination Gaya pengambilan keputusan dengan adanya suatu penundaan yang dilakukan secara sengaja dan berulang-ulang, dengan melakukan aktivitas lain yang tidak diperlukan dalam pengambilan keputusan yang penting. Seseorang yang memiliki kesulitan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan batasan waktu yang telah ditentukan, sering mengalami keterlambatan mempersiapkan diri secara berlebihan, maupun gagal dalam menyelesaikan tugas sesuai batas waktu. 4. Hypervigilance Gaya pengambilan keputusan melibatkan pendekatan dengan adanya rasa kecemasan untuk mencari jalan keluar dari masalah. Karena adanya tekanan waktu, pengambilan keputusan secara spontan dan tergesa-gesa dalam mengambil solusi. Hypervigilance dikaitkan dengan gaya pengambilan keputusan yang dipengaruhi oleh stres yang dialami oleh individu. 2.3 Remaja Menurut Santrock (2003) remaja (adolescence) individu yang berada pada rentang 11 sampai 14 tahun yang diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional. Ia melanjutkan masa remaja awal (early adolescence) individu yang berada pada rentang usia 15 sampai 19 tahun, kira-kira sama dengan masa sekolah menengah pertama dan mencakup kebanyakan perubahan pubertas. Papalia dkk (2008), menyatakan bahwa masa remaja dimulai pada usia 11 atau 12 tahun sampai masa remaja akhir atau awal usia dua puluhan, dan masa tersebut membawa perubahan besar saling bertautan dengan semua ranah perkembangan. Selanjutnya menurut Monks (2002), masa remaja berlangsung antar usia 12 sampai 21 tahun dan terbagi menjadi masa remaja awal usia tahun, masa remaja pertengahan usia tahun, dan masa remaja akhir usia tahun. 7
8 2.4 Kerangka Berpikir Fenomena penggunaan Narkoba pada remaja Faktor penyebab remaja menggunakan Narkoba Strategi Regulasi Emosi - Cognitive Reappraisal - Expressive Suppression Gaya Pengambilan Keputusan - Vigilance - Buck Passing - Procrastination - Hypervigilance Hubungan antara strategi regulasi emosi cognitive reappraisal dan expressive suppression dengan kecenderungan gaya pengambilan keputusan. Gambar 2.1 Kerangka Berfikir Penelitian ini dilatar belakangi oleh fenomena meningkatnya kasus penyalahgunaan Narkoba yang dilakukan oleh kalangan remaja, berdasarkan data Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya pada tahun 2014 yang berakhir bulan Agustus, penggunaan Narkoba pada remaja mencapai 158 anak. Salah satu faktor yang menyebabkan remaja menggunakan Narkoba adalah kemampuan regulasi emosi remaja yang buruk, oleh karena itu penting bagi remaja untuk memiliki kemampuan meregulasi emosi dengan baik. Menurut Gross dan John (2003), menjelaskan bahwa ada 2 strategi regulasi emosi yang dapat diterapkan oleh individu untuk mengelola emosinya yaitu pertama cognitive reappraisal merupakan strategi yang melibatkan mengubahan cara berfikir tentang situasi untuk mengatur dampak emosional yang akan muncul dan 8
9 expressive suppression yang melibatkan upaya individu menghambat terbentuknya reaksi emosi individu. Peneliti ingin melihat ada atau tidak adanya hubungan antara kedua strategi regulasi emosi dengan kecenderungan gaya atau cara pengambilan keputusan Andik terpidana Narkoba di Lapas Anak Pria Tangerang. Menurut Mann dkk (1997) gaya pengambilan keputusan diidentifikasi menjadi 4, yang pertama vigilance adalah individu mencari dan mengumpulkan banyak informasi yang berhubungan dengan tujuan sebelum mengambil keputusan, kedua buck passing adalah cara individu untuk menghindari tanggung jawab dengan menyerahkan pengambilan keputusan kepada orang lain, ketiga procrastination adalah gaya pengambilan keputusan dengan adanya penundaan yang dilakukan secara sengaja, dan keempat hypervigilance adalah gaya pengambilan keputusan secara spontan serta tergesa-gesa dengan adanya rasa kecemasan karena tekanan waktu sehingga keputusan yang diambil tidak maksimal. Penelitian ini secara spesifik ingin mengetahui hubungan antara strategi regulasi emosi cognitive reappraisal dan expressive suppression dengan kecenderungan gaya pengambilan keputusan pada anak didik tindak pidana narkoba di Lapas Anak Pria di Tangerang. 2.5 Hipotesis Ho 1 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara strategi regulasi emosi cognitive reappraial dengan kecenderungan gaya pengambilan keputusan vigilance dalam penggunaan narkoba pada anak didik tindak pidana narkoba di lapas anak pria di Tangerang. Ho 2 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara strategi regulasi emosi cognitive reappraial dengan kecenderungan gaya pengambilan keputusan buck passing Ho 3 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara strategi regulasi emosi cognitive reappraial dengan kecenderungan gaya pengambilan keputusan procrastination 9
10 Ho 4 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara strategi regulasi emosi cognitive reappraial dengan kecenderungan gaya pengambilan keputusan hypervigilance Ho 5 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara strategi regulasi emosi expressive supression dengan kecenderungan gaya pengambilan keputusan vigilance dalam penggunaan narkoba pada anak didik tindak pidana narkoba di lapas anak pria di Tangerang. Ho 6 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara strategi regulasi emosi expressive supression dengan kecenderungan gaya pengambilan keputusan buck passing Ho 7 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara strategi regulasi emosi expressive supression dengan kecenderungan gaya pengambilan keputusan procrastination Ho 8 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara strategi regulasi emosi expressive supression dengan kecenderungan gaya pengambilan keputusan hypervigilance Ha 1 : Ada hubungan yang signifikan antara strategi regulasi emosi cognitive reappraial dengan kecenderungan gaya pengambilan keputusan vigilance dalam penggunaan narkoba pada anak didik tindak pidana narkoba di lapas anak pria di Tangerang. Ha 2 : Ada hubungan yang signifikan antara strategi regulasi emosi cognitive reappraial dengan kecenderungan gaya pengambilan keputusan buck passing Ha 3 : Ada hubungan yang signifikan antara strategi regulasi emosi cognitive reappraial dengan kecenderungan gaya pengambilan keputusan procrastination 10
11 Ha 4 : Ada hubungan yang signifikan antara strategi regulasi emosi cognitive reappraial dengan kecenderungan gaya pengambilan keputusan hypervigilance Ha 5 : Ada hubungan yang signifikan antara strategi regulasi emosi expressive supression dengan kecenderungan gaya pengambilan keputusan vigilance dalam penggunaan narkoba pada anak didik tindak pidana narkoba di lapas anak pria di Tangerang. Ha 6 : Ada hubungan yang signifikan antara strategi regulasi emosi expressive supression dengan kecenderungan gaya pengambilan keputusan buck passing Ha 7 : Ada hubungan yang signifikan antara strategi regulasi emosi expressive supression dengan kecenderungan gaya pengambilan keputusan procrastination Ha 8 : Ada hubungan yang signifikan antara strategi regulasi emosi expressive supression dengan kecenderungan gaya pengambilan keputusan hypervigilance 11
BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Dalam bab ini, peneliti akan menjelaskan mengenai kesimpulan dari penelitian yang dilakukan serta diskusi tentang hasil-hasil penelitian yang diperoleh dalam penelitian.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Jenis Kelamin Tahun Agustus Agustus
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan penyalahgunaan Narkoba yang ada saat ini khususnya di kalangan remaja terbilang cukup tinggi. Berdasarkan data yang terhimpun pada Data Direktorat Reserse
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
15 BAB II LANDASAN TEORI A. Emosi 1. Definisi Emosi Emosi berasal dari bahasa latin yaitu emovere yang berarti luar dan movere dengan arti bergerak. Menurut Lahey (2007), emosi merupakan suatu hal yang
Lebih terperinciBab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Pola Asuh Orang Tua dan Persepsi Definisi Menurut Kastutik & Setyowati (2014) orang tua memiliki kecenderungan untuk
Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Pola Asuh Orang Tua dan Persepsi 2.1.1 Definisi Menurut Kastutik & Setyowati (2014) orang tua memiliki kecenderungan untuk membentuk karakteristik-karakteristik tertentu dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hidup manusia dialami dalam berbagai tahapan, yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas mengenai landasan teori variabel yang akan diteliti beserta dimensi, landasan teori mengenai dewasa muda, kerangka berpikir dan asusmsi penelitian. 2.1
Lebih terperinciPSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress
PSIKOLOGI UMUM 2 Stress & Coping Stress Pengertian Stress, Stressor & Coping Stress Istilah stress diperkenalkan oleh Selye pada tahun 1930 dalam bidang psikologi dan kedokteran. Ia mendefinisikan stress
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 12 tahun), usia remaja madya (13-15 tahun) dan usia remaja akhir (16-19 tahun).
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Pengertian Remaja Usia remaja adalah umur individu yang berada dalam usia 10-19 tahun (Sarwono, 2006) dimana usia remaja terbagi atas 3 kategori, yaitu usia remaja
Lebih terperinciREGULASI EMOSI DAN RESILIENSI PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA. Abstract. Keywords: college student, emotion regulation, resilienc.
REGULASI EMOSI DAN RESILIENSI PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA Erlina Listyanti Widuri Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Jalan Kapas No. 9 Yogyakarta erlina_psiuad@yahoo.co.id. Abstract This study
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait
BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini. Variabel-variabel tersebut adalah Ujian Nasional, stres, stressor, coping stres dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. apabila individu dihadapkan pada suatu masalah. Individu akan menghadapi masalah yang lebih
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap masalah yang muncul akan selalu memerlukan penyelesaian, baik penyelesaian dengan segera maupun tidak. Penyelesaian masalah merupakan sesuatu yang harus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Emosi adalah respon yang dirasakan setiap individu dikarenakan rangsangan baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang sering
Lebih terperinciBAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Kasus kenakalan remaja menjadi masalah yang diresahkan oleh banyak masyarakat. Tingginya kasus kenakalan remaja sangat memprihatinkan, terutama yang terjadi di kota
Lebih terperinciDITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A YUNITA KURNIAWATI, S.PSI., M.PSI
DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A YUNITA KURNIAWATI, S.PSI., M.PSI PENGERTIAN Dasar pemikiran: hubungan pikiran/mind dengan tubuh Merupakan bidang kekhususan dalam psikologi klinis yang berfokus pada cara pikiran,
Lebih terperinciKesehatan Mental. Mengatasi Stress / Coping Stress. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi
Modul ke: Kesehatan Mental Mengatasi Stress / Coping Stress Fakultas Psikologi Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Coping Stress Coping Proses untuk menata tuntutan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketersediaan sumber dukungan yang berperan sebagai penahan gejala dan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Dukungan Sosial 2.1.1 Definisi Persepsi dukungan sosial adalah cara individu menafsirkan ketersediaan sumber dukungan yang berperan sebagai penahan gejala dan peristiwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. (Stanley Hall dalam Panuju, 2005). Stres yang dialami remaja berkaitan dengan proses perkembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ela Nurlaela Sari, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja merupakan masa dimana setiap individu mengalami perubahan yang drastis baik secara fisik, psikologis, maupun lingkup sosialnya dari anak usia
Lebih terperinciREGULASI EMOSI PADA PEREMPUAN PEDAGANG PASAR KLEWER
REGULASI EMOSI PADA PEREMPUAN PEDAGANG PASAR KLEWER Muhammad Yusuf; Moordiningsih Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Email: salmansuv@gmail.com Abstrak Sebagai ibu pedagang yang menjalankan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa. Di masa ini, remaja mulai mengenal dan tertarik dengan lawan jenis sehingga remaja
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Uji Coba Alat Ukur Penelitian 4.1.1. Persiapan Uji Coba Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua buah skala berupa skala regulasi emosi yaitu kuesioner AERQ (Academic
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Gross (2007) menyatakan bahwa istilah emotion regulation atau regulasi
BAB II LANDASAN TEORI A. REGULASI EMOSI 1. Pengertian Regulasi Emosi Gross (2007) menyatakan bahwa istilah emotion regulation atau regulasi emosi merupakan istilah yang ambigu karena regulasi emosi bisa
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Normative Social Influence 2.1.1 Definisi Normative Social Influence Pada awalnya, Solomon Asch (1952, dalam Hogg & Vaughan, 2005) meyakini bahwa konformitas merefleksikan sebuah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Music Engagement untuk Meregulasi Emosi 1. Defenisi Music engagement untuk meregulasi emosi adalah keterlibatan individu dengan musik yang bertujuan untuk mengelola dan mengarahkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan setiap anak di dunia ini berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Tidak hanya anak normal saja
Lebih terperinciLAMPIRAN A PEDOMAN WAWANCARA
LAMPIRAN A PEDOMAN WAWANCARA 118 Daftar Pedoman Wawancara a. Pengalaman kehidupan di dalam keluarga 1. Apakah hubungan kamu dekat dengan keluarga? 2. Bagaimana kedekatan kamu dengan ibu? 3. Menurut kamu,
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
10 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. REGULASI EMOSI 1. Pengertian emosi Emosi berasal dari bahasa latin movere yang artinya menggerakkan, sehingga emosi berarti sesuatu yang mendorong terjadinya perubahan suatu
Lebih terperinciPENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN
PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh
Lebih terperinciLAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi
LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. (Santrock,2003). Hall menyebut masa ini sebagai periode Storm and Stress atau
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja ditandai oleh perubahan yang besar diantaranya kebutuhan untuk beradaptasi dengan perubahan fisik dan psikologis, pencarian identitas dan membentuk hubungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat disembuhkan, salah satu jenis penyakit tersebut adalah Diabetes Mellitus (DM). DM adalah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. diwarnai dengan berbagai macam emosi, baik itu emosi positif maupun
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada umumnya pasti tidak akan terlepas dari permasalahan sepanjang masa hidupnya. Hal ini dikarenakan manusia merupakan makhluk sosial yang setiap harinya pasti
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : B. Definisi Operasional
digilib.uns.ac.id 36 BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : Variabel Tergantung Variabel Bebas : Stres Kerja : Pelatihan Regulasi Emosi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perkembangan manusia, masa remaja merupakan salah satu tahapan perkembangan dimana seorang individu mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan
Lebih terperinciBAB 2 Tinjauan Pustaka
BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Problematic Internet Use Problematic Internet use (PIU) didefinisikan sebagai cara penggunaan internet yang menyebabkan penggunanya memiliki gangguan atau masalah secara psikologis,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa kini semakin banyak orang menyadari arti pentingnya pendidikan.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa kini semakin banyak orang menyadari arti pentingnya pendidikan. Orang rela membayar mahal untuk dapat mengecap pendidikan di perguruan tinggi. Salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang permasalahan Setiap manusia tidak dapat hidup sendiri, manusia pasti membutuhkan orang lain disekitarnya mulai dari hal yang sederhana maupun untuk hal-hal besar didalam
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Self Efficacy Konsep mengenai self efficacy ini pada dasarnya melibatkan banyak kemampuan yang terdiri dari aspek kegiatan sosial dan kemampuan untuk bertingkah laku.
Lebih terperinciREGULASI EMOSI PERSONIL BATALYON ARTILERI MEDAN 12 NGAWI OLEH BERNIKE GRASIKA TAMEDYA
REGULASI EMOSI PERSONIL BATALYON ARTILERI MEDAN 12 NGAWI OLEH BERNIKE GRASIKA TAMEDYA 802009108 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Diet 1. Pengertian Perilaku Diet Perilaku diet adalah pengurangan kalori untuk mengurangai berat badan (Kim & Lennon, 2006). Demikian pula Hawks (2008) mengemukakan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Diet 2.1.1 Pengertian Perilaku Diet Perilaku adalah suatu respon atau reaksi organisme terhadap stimulus dari lingkungan sekitar. Lewin (dalam Azwar, 1995) menyatakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Coping Stress pada Perempuan Berstatus Cerai dengan memiliki Anak 1. Pengertian Coping Stress Coping adalah usaha dari individu untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan dari lingkungannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi dimana pada masa itu remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sedang mencari jati diri, emosi labil serta butuh pengarahan,
Lebih terperinciBAB 2 Tinjauan Pustaka
BAB 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Persepsi Mengenai Konflik Orang Tua Pada bagian ini dibahas mengenai definisi persepsi dan definisi konflik orang tua secara singkat, kemudian dibahas secara lebih rinci tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang
15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa, pada dasarnya sebagai generasi penerus. Mereka diharapkan sebagai subyek atau pelaku didalam pergerakan pembaharuan. Sebagai bagian dari masyarakat,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Menurut Salusu (2004), pengambilan keputusan adalah proses memilih
BAB II LANDASAN TEORI A. Pengambilan Keputusan 1. Pengertian pengambilan keputusan Menurut Salusu (2004), pengambilan keputusan adalah proses memilih alternatif-alternatif bagaimana cara bertindak dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasus penggunaan narkoba pada remaja sudah sering dijumpai di berbagai media. Maraknya remaja yang terlibat dalam masalah ini menunjukkan bahwa pada fase ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan semua aspek/fungsi untuk memasuki masa dewasa. Masa remaja
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/fungsi untuk memasuki masa dewasa. Masa remaja berlangsung
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dari variabel-variabel yang terkait
9 BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dari variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini. Variabel-variabel tersebut adalah kemacetan, stressor, stres, penyesuaian diri terhadap
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan Kecemasan atau anxietas adalah status perasaan tidak menyenangkan yang terdiri atas respon-respon patofisiologis terhadap antisipasi bahaya yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Narkoba Narkoba merupakan singkatan dari Narkotika dan obat berbahaya. Adapun istilah lainnya yaitu Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Aditif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya merupakan makhluk hidup yang harus terus berjuang agar dapat mempertahankan hidupnya. Manusia dituntut untuk dapat mengembangkan dirinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu memiliki berbagai macam masalah didalam hidupnya, masalah dalam diri individu hadir bila apa yang telah manusia usahakan jauh atau tidak sesuai dengan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Interaksi manusia dengan lingkungannya sering kali menimbulkan berbagai macam masalah mulai dari standar kebutuhan hidup yang terus meningkat, membuat manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini maraknya peredaran narkoba sudah tak terbendung lagi, bahkan hal tersebut sudah meluas ke seluruh penjuru dunia, terutama di negara Indonesia. Berdasarkan
Lebih terperinciSTRESS DALAM PEKERJAAN. Armaidi Darmawan, dr, M.Epid Bagian Kedokteran Komunitas/Keluarga FKIK Unja
STRESS DALAM PEKERJAAN Armaidi Darmawan, dr, M.Epid Bagian Kedokteran Komunitas/Keluarga FKIK Unja Definisi STRESS?? Tekanan adalah kekuatan atau perangsang yang menekan individu yang menimbulkan tanggapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional (Santrock, 2003).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu masa dalam tahap perkembangan manusia yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. Masa remaja diartikan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecemasan merupakan suatu keadaan tegang dimana kita termotivasi untuk melakukan sesuatu dan memperingatkan individu bahwa adanya ancaman yang membahayakan individu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari penjajahan. Walaupun terbebas dari penjajahan, seluruh warga negara Indonesia harus tetap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. upaya-upaya dalam rangka mendapatkan kebebasan itu. (Abdullah, 2007
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap fase kehidupan manusia pasti mengalami stres pada tiap fase menurut perkembangannya. Stres yang terjadi pada mahasiswa/i masuk dalam kategori stres
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengkonsumsi alkohol dapat berpengaruh langsung pada lingkungan masyarakat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan alkohol bagi remaja sangat mengkhawatirkan dikarenakan mengkonsumsi alkohol dapat berpengaruh langsung pada lingkungan masyarakat dan mempengaruhi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak. mata bersifat jasmani, sosial ataupun kejiwaan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Di era modern masa kini, banyak ditemukannya permasalahan yang disebabkan pekerjaan ataupun kegiatan sehari hari yang tidak sesuai dengan rencana. Segala permasalahan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial
BAB II TINJAUAN TEORI A. Kenakalan Remaja 1. Pengertian Kenakalan Remaja Kenakalan remaja (juvenile delinquency) mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara
Lebih terperinciSS S TS STS SS S TS STS
Fakultas / Universitas : Semester : Angkatan : Skripsi sampai bab : Pedoman Pengisian Skala Pada penelitian ini terdapat dua skala yaitu skala 1 dan skala 2. Pada skala ini ada beberapa pernyataan yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang menghadapi perubahan pertumbuhan dan perkembangan. Masa remaja mengalami perubahan meliputi perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pemasyarakatan ini merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lembaga Pemasyarakatan ini merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Penghuni lapas
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Regulasi Emosi. mengatasi, mengelola dan mengungkapkan emosi yang tepat dalam rangka
BAB II LANDASAN TEORI A. Regulasi Emosi 1. Pengertian Regulasi Emosi Regulasi emosi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menilai, mengatasi, mengelola dan mengungkapkan emosi yang tepat dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk kemajuan pembangunan. Salah satu lembaga pendidikan yang penting adalah perguruan tinggi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stres merupakan sebuah terminologi yang sangat popular dalam percakapan sehari-hari. Stres adalah salah satu dampak perubahan sosial dan akibat dari suatu proses modernisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Valentina, 2013). Menurut Papalia dan Olds (dalam Liem, 2013) yang dimaksud
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan yang terjadi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang melibatkan perubahan-perubahan baik itu secara biologis
Lebih terperinciREGULASI EMOSI PADA PENDERITA HIV/AIDS
REGULASI EMOSI PADA PENDERITA HIV/AIDS Mekar Duwi Indah Sari, Elli Nur Hayati Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan dwiashari572@gmail.com Abstrak Kata Kunci Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan
6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,
Lebih terperinciBABI. kehidupan yang memiliki tugas perkembangan yang berbeda-beda. Tahap-tahap
BABI PENDAHULUAN BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu melewati tahap-tahap perkembangan di sepanjang rentang kehidupan yang memiliki tugas perkembangan yang berbeda-beda. Tahap-tahap
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Strategi Coping. ataupun mengatasi Sarafino (Muta adin, 2002). Perilaku coping merupakan suatu
12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Strategi Coping 1. Pengertian Strategi Coping Coping berasal dari kata cope yang dapat diartikan menghadang, melawan ataupun mengatasi Sarafino (Muta adin, 2002). Perilaku
Lebih terperinciBagi sebagian orang yang baru berangkat dewasa bahkan yang sudah. melewati usia dewasa, remaja adalah waktu yang paling berkesan dalam hidup
BABI PENDAHULUAN 1 BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar BeJakang Masalah Bagi sebagian orang yang baru berangkat dewasa bahkan yang sudah melewati usia dewasa, remaja adalah waktu yang paling berkesan dalam hidup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa kehidupan yang penting dalam rentang hidup manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional (Santrock,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan kesehatan dengan usaha menyeluruh, yaitu usaha promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan otomotif khususnya mobil, akan terus berusaha untuk memproduksi unit-unit mobil dengan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992)
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres 2.1.1 Definisi Stres dan Jenis Stres Menurut WHO (2003) stres adalah reaksi atau respon tubuh terhadap tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORITIK
BAB II LANDASAN TEORITIK 2.1. Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan gabungan dari prestasi belajar dan pengetahuan teknologi informasi dan komunikasi. Prestasi dalam buku Kamus Besar Bahasa Indonesia
Lebih terperinci15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah suatu tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai oleh perubahan-perubahan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Pengertian Self Efficacy Self efficacy berasal dari teori Bandura (1997) yaitu teori kognisi belajar sosial. Teori kognisi belajar sosial mengacu pada kemampuan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Lazarus dan Folkman (dalam Morgan, 1986) menyebutkan bahwa kondisi
BAB II LANDASAN TEORI A. STRES 1. Definisi Stres Lazarus dan Folkman (dalam Morgan, 1986) menyebutkan bahwa kondisi fisik dan lingkungan sosial yang merupakan penyebab dari kondisi stress disebut stressor.
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep koping 1.1. Pengertian mekanisme koping Koping adalah upaya yang dilakukan oleh individu untuk mengatasi situasi yang dinilai sebagai suatu tantangan, ancaman, luka, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai cara yang dilakukan individu untuk bisa menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan tertentu tidaklah sama, begitu pun dengan cara dan kapasitas anak jika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Coakley (dalam Lerner dkk, 1998) kadang menimbulkan terjadinya benturan antara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa terjadinya banyak perubahan. Remaja haus akan kebebasan dalam memutuskan dan menentukan pilihan hidupnya secara mandiri. Erikson (dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan antara tahap anak dan dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbukanya
Lebih terperinciBayi tidak bisa mengungkapkan perasaan mereka, untuk mengungkapkan emosi yang seg mereka alami adalah suatu tantangan. Meskipun vokalisasi gerakan- ge
Bayi tidak bisa mengungkapkan perasaan mereka, untuk mengungkapkan emosi yang seg mereka alami adalah suatu tantangan. Meskipun vokalisasi gerakan- gerakan tubuh menyediakan beberapa informasi, tetapi
Lebih terperinciPengolahan Informasi dan Pengambilan Keputusan. Modul 2 TEORI BELAJAR MOTORIK
Pengolahan Informasi dan Pengambilan Keputusan Modul 2 TEORI BELAJAR MOTORIK Pengolahan Informasi dan Pengambilan Keputusan proses pembelajaran keterampilan gerak mengandaikan bahwa manusia adalah sebuah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan
BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara berkembang, remaja merupakan bagian terbesar dalam populasi. Data demografi menunjukkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kepribadian dan dalam konteks sosial (Santrock, 2003). Menurut Mappiare ( Ali, 2012) mengatakan bahwa masa remaja
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Remaja (adolescense) adalah masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Setiap hari orang-orang menolak dorongan untuk melakukan hal-hal
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Self-Control 2. 1. 1. Definisi Self-Control Setiap hari orang-orang menolak dorongan untuk melakukan hal-hal yang dapat merugikan dirinya sendiri, seperti menghindari makanan
Lebih terperinci