BAB I PENDAHULUAN. Sumber : Gapki. 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Sumber : Gapki. 1"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi penghasil devisa non migas di Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak kelapa sawit dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit. Komoditas kelapa sawit menyumbang devisa kepada negara sebesar US$ 16,07 milyar dengan volume ekspor 15,33 juta ton pada tahun 2013 bulan Januari sampai dengan September (Tabel 1.1) dengan negara tujuan ekspor kelapa sawit ke India, China dan negara-negara di Eropa dan Amerika Serikat. Permintaan kelapa sawit untuk kebutuhan konsumsi akan terus mengalami peningkatan karena seiring dengan bertambahnya jumlah populasi manusia,sehingga permintaan akan CPO meningkat. Bagian yang paling utama untuk diolah dari kelapa sawit adalah buahnya. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang dapat diolah menjadi bahan baku minyak goreng dan keperluan lain sebagai biofuel (bahan bakar). Tabel 1.1 Nilai volume ekspor dan produksi CPO Indonesia ke Mancanegara 1 Sumber : Gapki 1

2 Pada Tabel 2 luas tanaman untuk komoditi kelapa sawit untuk lima tahun terakhir mengalami peningkatan. Pada tahun 2013 luas tanaman perkebunan kelapa sawit sebesar 6,17 juta hektar, sedangkan pada tahun 2008 luas tanam perkebunan di Indonesia berkisar 4,5 juta hektar. Luas areal t a n a m a n perkebunan kelapa sawit dari tahun 1995 sampai dengan tahun 2006 menunjukkan perubahan yang sangat signifikan. Perubahannya terutama antara tahun 1995 sampai dengan tahun 2006, dimana untuk total luas areal t an am an p e r k ebunan k el ap a s awi t dari 0,9 juta hektar menjadi 3,7 juta hektar dan akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya minyak nabati dunia. Sementara masih terdapat peluang untuk ketersediaan lahan untuk tanaman perkebunan kelapa sawit disetiap propinsi di Indonesia (Tabel 3). Tabel 1.2. Luas Tanaman Perkebunan Besar Menurut Jenis Tanaman, Indonesia (000 Ha), * 2

3 Peningkatan areal perkebunan kelapa sawit akibat dari menguatnya permintaan CPO sebagai bahan baku bahan bakar nabati (BBN) yang mampu menggantikan komoditi jagung sebagai bahan baku kebutuhan industri, sehingga menyebabkan tingginya permintaan terhadap hasil produksi kelapa sawit. Meningkatnya permintaan akan CPO menyebabkan pemerintah mengadakan kegiatan perluasan dan peremajaan (Revitalisasi) lahan direncanakan pada beberapa daerah, seperti Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Jambi, Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Banten, Bali, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Papua, dan Irian Jaya Barat. Produksi CPO dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2006 mengalami peningkatan (Lampiran 1). Pada tahun 2002 produksi kelapa sawit sebesar 9,62 juta ton dan mengalami peningkatan untuk tahun 2006 yaitu sebesar 17,35 juta ton. Peningkatan produksi kelapa sawit akibat dari areal penanaman sawit yang juga mengalami peningkatan karena para produsen kelapa sawit melihat kebutuhan minyak goreng serta CPO yang meningkat dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Peningkatan produksi kelapa sawit juga akibat dari mahalnya harga CPO di pasar internasional sehingga banyak produsen mengekspor CPO ke luar negeri. Proyeksi produksi kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2010 menjadi 18 juta ton, pada tahun 2015 akan menjadi 21 juta ton dan pada tahun 2015 akan meningkat sebesar 15 persen atau sebesar 24 juta ton. Proyeksi ekspor kelapa sawit Indonesia ke luar negeri diperkirakan pada tahun 2010 sebesar 12,5 juta ton dan akan meningkat sebesar 25 persen atau sebesar 15 juta ton dan pada tahun 2020 sebesar 16 juta ton. Dibandingkan dengan Negara Malaysia, kelapa sawit Indonesia memiliki sejumlah keunggulan komparatif. Keunggulan pertama, Indonesia memiliki lahan dan tenaga kerja melimpah. Pada Saat ini ada lahan 9,2 juta hektar lahan yang bisa diperluas menjadi 18 juta hektar, sedangkan perluasan lahan sawit di Malaysia terbatas. Keunggulan kedua, biaya produksi CPO Indonesia lebih rendah daripada Malaysia. Selain mengekspor CPO, Negara Malaysia mengolahnya menjadi berbagai produk hilir bernilai tinggi. Malaysia unggul untuk produktivitas (3,21 ton CPO per hektar per 3

4 tahun) dibandingkan dengan Indonesia (2,51 ton CPO per hektar per tahun). Malaysia mampu memanfaatkan 87 persen kapasitas pabrik terpasangnya yang mencapai 86 juta ton tandan buah segar (TBS) per tahun, sedangkan Indonesia 65 juta ton TBS per tahun. Dampak kekurangan pabrik pengolahan sawit di Indonesia tidak hanya pada dayasaing yang rendah untuk produksi dan ekspor CPO, tapi juga mengakibatkan berdirinya pabrik-pabrik pengolahan kelapa sawit tanpa memiliki lahan sawit, hal ini menyebabkan jumlah produksi minyak sawit, kualitas produksi, dan harga tidak mampu diprediksi serta dikontrol dengan baik. Kondisi inilah yang mendukung perbedaan produksi dan ekspor kedua negara. Di lain sisi tuntutan pasar konsumen Eropa menginginkan produknya bersumber dari bahan baku yang dalam produksinya tidak ada unsur pelanggaran HAM, kritikan dan protes para aktivis Internasional terhadap dampak negative dari pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit secara besar besaran dan kritikan maupun protes para aktifis Lingkungan Hidup tentang kerusakan lingkungan akibat dari Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit, adalah salah satu alasan dibalik terbentuknya RSPO tersebut. Organisasi Roundtable itu awalnya didasarkan pada suatu kerjasama informal antara sejumlah mitra bisnis dan WWF. RSPO adalah sebuah lembaga non-profit yang anggotamya terdiri dari enam sector yang terkait di dalam industry kelapa sawit, yaiitu produsen kelapa sawit, pemroses atau pedagang kelapa sawit, manufaktur barang barang konsumen, peritel, bank dan investor, LSM Lingkungan maupun LSM sosial. Dalam naungan RSPO tersebut, para pihak yang memiliki kepentingan tersebut, mempunyai andil dalam mengembangkan dan menerapkan suatu standar global untuk minyak sawit yang berkesinambungan (Unilever,2011). Sertifikasi yang diterapkan oleh RSPO tersebut barang tentu juga turut mempengaruhi perusahaan kelapa sawit yang ada di Indonesia. Dengan terbentuknya prinsip dan kriteria tersebut, membuat perusahaan kelapa sawit menaati dan wajib menerapkan prinsip dan kriteria tersebut. Maka semenjak dikeluarkannya suatu kebijakan oleh RSPO tersebut mengenai prinsip dan kriteria penanaman kelapa sawit yang berkelanjutan, perusahaan kelapa sawit di dunia dan tak ketinggalan pula perusahaan kelapa sawit yang ada di Indonesia mulai menerapkan prinsip prinsip dan kriteria penanaman berkelanjutan yang telah 4

5 disepakati oleh RSPO tersebut, maupun berusaha mendapatkan label sertifikasi berupa label Green Palm. Seluruh prinsip RSPO menggambarkan elaborasi harmonis antara Good Corporate Governance (selanjutnya disebut GCG), Corporate Social Responsibility (CSR) dan pembangunan yang berwawasan lingkungan atau pembangunan berkelanjutan. Organisasi Non-Profit ini, menyatukan para pemangku kepentingan dari 7 (tujuh) sektor industri kelapa sawit sampai dengan produsen minyak kelapa sawit, pengolah minyak kelapa sawit atau pedagang, produsen barang konsumen, pengecer, bank dan investor, lingkungan atau LSM Konservasi Alam dan Sosial, untuk mengembangkan dan menerapkan standar global untuk minyak sawit berkelanjutan. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, serta dengan mengingat bahwa kelapa sawit namun, dalam perkembangan dan praktek di lapangan, dikarenakan banyaknya aturan yang terdapat pada prinsip dan kriterianya, sehingga RSPO dianggap hanya mengutamakan konsumen semata, yaitu pasar Eropa, sementara kepentingan produsen tidak diperhatikan sama sekali. Perkembangan lainnya juga terlihat pada timbulnya pemikiran bahwa pengembangan kelapa sawit di Indonesia yang selalu berpedoman pada peraturan luar negeri yang terkadang tidak sesuai dengan kondisi di Indonesia. RSPO dianggap tidak memberikan perlindungan terhadap harga CPO akibat sensitifitas pasar Internasional yang lebih memprioritaskan CPO yang bersertifikat RSPO. 5

6 Tabel 1.3 Prinsip RSPO untuk Perusahaan Minyak Sawit Prinsip 1. Komitmen terhadap transparansi Prinsip 5. Tanggungjawab lingkungan dan konservasi sumberdaya dan keanekaragaman hayati Prinsip 2. Kepatuhan terhadap Hukum dan Prinsip 6. Pertimbangan tanggungjawab atas peraturan yang relevan pekerja serta individu dan komunitas yang terpengaruh oleh kegiatan pengusaha perkebunan dan pabrik minyak sawit Prinsip 3. Komitmen terhadap viabilitas Prinsip 7. Pengembangan penanaman baru keuangan dan ekonomi jangka yang bertanggungjawab panjang Prinsip 4. Prinsip 8. Penerapan praktik praktik terbaik oleh pengusaha perkebunan dan pabrik minyak sawit Komitmen terhadap perbaikan terus menerus dalam area area kegiatan utama Sumber : Salah satu perusahaan minyak sawit yang ada di Indonesia adalah PT. Cipta Usaha Sejati yang berlokasi di Kecamatan Simpang Hilir Kabupaten Kayong Utara Propinsi Kalimantan Barat yang merupakan salah satu anak perusahaan dari PT.Pasifik Agro Sentosa ini juga terdaftar menjadi salah satu anggota RSPO. PT. Cipta Usaha Sejati luas konsesi perkebunan seluas Ha dan memiliki pabrik minyak sawit (PKS) yang telah beroperasi dengan kapasitas olah sebanyak 45 ton/jam. Saat ini PT.Cipta Usaha Sejati menerapkan system Mass balance pada pengolahan minyak sawit yang disertifikasi menggunakan RSPO. Dengan diterapkannya sertifikasi RSPO pada PT.Cipta Usaha Sejati, maka perusahaan dapat meningkatkan daya saingnya utamanya untuk produksi minyak mentahnya untuk dapat bersaing di perdagangan dunia. 6

7 Walau saat ini PT. Cipta Usaha Sejati tidak melakukan perdagangan ekspor sendiri, melainkan dipasok ke perusahaan perusahaan ekportir minyak sawit dunia seperti Wilmar, Sinarmas maupun Musim Mas. Selain peningkatan daya saing, perusahaan juga telah menjadi perusahaan yang ramah lingkungan dan terdapat kepedulian sosial yang diterapkan melalui program Corporate Social Responsibility terhadap komunitas di area sekitar perkebunan sawit. 1.2 Rumusan Masalah Pertumbuhan ekonomi Indonesia dari sub sektor perkebunan merupakan sumberdaya yang terus memberikan peluang untuk terus berkembang dan dapat diandalkan sebagai sumber devisa selain dari sektor Migas yang terus mengalami kemunduran akibat dari sifanya yang tidak dapat diperbarui. Perkebunan masih memberikan peluang yang luas selain masih tersedianya lahan perkebunan baru, juga tersedia tenaga kerja dan konsumen akhir yang terus mengalami perkembangan setiap tahunnya. Negara produsen CPO, termasuk Indonesia berusaha untuk memanfaatkan kelapa sawit sebagai penghasil devisa. Munculnya negara industri baru, perkembangan ekonomi dunia dan pertumbuhan penduduk menyebabkan kelapa sawit akan terus termanfaatkan. Permasalahan peningkatan hasil CPO Indonesia di pasar internasional yaitu disebakan oleh banyak faktor kendala, antara lain adalah ; 1. Produktivitas di bawah potensinya Kelapa sawit Indonesia jika dibandingkan dengan Negara Malaysia dari sisi produktivitas masih rendah. Negara Indonesia mempunyai rata-rata produktivitas kelapa sawit sebesar ton/hektar/tahun sementara Malaysia mempunyai produktivitas sebesar ton/hektar/tahun tandan buah segar sawit. Produktivitas CPO yang dihasilkan Indonesia sebesar 2,51 ton/hektar berbeda dengan Negara Malaysia yang mampu menghasilkan CPO sebesar 3,21 ton/hektar (PPKS, 2006). Rendahnya produktivitas kelapa sawit Indonesia disebabkan oleh penggunaan bibit yang tidak sesuai dengan standar (kualitas rendah dan palsu), perawatan (pemupukan, pembersihan rumput, penyemprotan dan pruning) yang tidak berkesinambungan, hama dan penyakit (ganoderma) yang menggangu tanaman kelapa sawit seperti gajah, babi dan kera, serta faktor alam yang tidak bisa diprediksi. 7

8 2. Industri hilir belum berkembang Industri hilir pengolahan CPO di Indonesia saat ini masih terbatas karena iklim investasi yang belum kondusif. Pengolahan minyak sawit mentah untuk diolah menjadi produk yang lebih mempunyai nilai tambah (value add) salah satunya oleokimia (sabun, detergen, margarin) dan minyak goreng masih terbatas, karena investasi pembangunan pabrik pengolahan yang besar. Selain itu masalah pasokan gas bumi dan listrik yang belum mencukupi kebutuhan pabrik pengolahan kelapa sawit. Peluang besar bagi negara Malaysia untuk mencukupi permintaan pasar dunia akan kebutuhan minyak nabati khususnya dari kelapa sawit, dan merupakan peluang belum termanfaatkan oleh negara Indonesia. 3. Infrastruktur yang terbatas Areal penanaman kelapa sawit biasanya pada daerah yang jauh dari pemukiman penduduk dan lokasi pabrik ( km), kerena sebelum dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit lahan tersebut adalah kawasan hutan. Jarak yang jauh antara kebun kelapa sawit dengan pabrik tersebut tidak didukung dengan fasilitas jalan dan jembatan yang baik. Pembangunan jalan yang belum permanen menyebabkan pengangkutan sering mengalami keterlambatan apabila memasuki musim penghujan yang berdampak terhadap penurunan kualitas buah sawit yang akan diolah. 4. Berbagai kebijakan yang tidak kondusif Langkanya minyak goreng dan diikuti oleh mahalnya minyak goreng dalam negeri diakibatkan naiknya harga CPO di pasar internasional. Naiknya harga CPO di pasar internasional menyebabkan produsen dalam negeri banyak mengekspor CPO dari pada menjual CPO di dalam negeri. Tingginya harga CPO dunia juga dipengaruhi oleh permintaan yang semakin tinggi untuk kebutuhan biodiesel dan pengaruh iklim global seperti kekeringan yang berkepanjangan menyebabkan turunnya hasil pertanian baik untuk keperluan pabrik nabati atau biodiesel seperti yang terjadi di Ukraina, China, USA, dan beberapa Negara di Eropa. 8

9 Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam rangka mengatasi kelangkaan minyak goreng adalah dengan meningkatkan pajak ekspor (PE) berdasarkan keputusan menteri keuangan Nomor 61/PMK 001/2007 mengenai peningkatan pajak ekspor untuk CPO dari 1,5 persen menjadi 6,5 persen dan peningkatan pajak ekspor kelapa sawit segar (TBS) sebesar 10 persen dari sebelumnya hanya 3 persen. Dampak yang ditimbukan oleh kebijakan pemerintah dengan adanya pajak ekspor yaitu ; a) Mengurangi pendapatan produsen perkebunan kelapa sawit b) Memicu penyeludupan CPO c) Menguntungkan negara eksportir lain d) Berdampak kehilangan pasar e) Mengganggu iklim investasi f) Menghambat program pemerintah dalam program pengentasan kemiskinan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 357/Kpts/HK.350/5/2002 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan, mengatur mengenai luas lahan usaha budidaya perkebunan untuk satu perusahaan atau grup perusahaan yang ditetapkan bahwa luas maksimum lahan usaha perkebunan adalah hektar dalam satu Provinsi atau hektar untuk seluruh Indonesia. Dikeluarkanya keputusan ini menyebabkan para investor bepikir untuk menanamkan investasi pada sektor perkebunan, karena keputusan ini membuat pengusaha perkebunan sulit untuk mengontrol operasional perkebunan yang tersebar di beberapa daerah. sub 5. Berkembangnya areal swadaya tanpa pabrik kelapa sawit (PKS) Harga kelapa sawit yang tinggi banyak dimanfaatkan petani kelapa sawit, pihak swasta dan Badan Usaha Milik Negara untuk memperoleh keuntungan dengan mengusahakan kelapa sawit. Areal swadaya yang di tanam oleh masyarakat Indonesia saat ini belum didukung oleh pabrik pengolahan kelapa 9

10 sawit, karena untuk investasi pembangunan pabrik pengolahan membutuhkan modal yang besar yaitu 103 miliar (PPKS, 2006). Akibat yang ditimbulkan oleh kurangnya pabrik pengolahan buah kelapa sawit, menyebabkan buah sawit petani perkebunan swadaya menjadi membusuk dan petani merugi. Integrasi vertikal sangat penting agar antara pabrik dan pemilik kelapa sawit sehingga dapat saling menguntungkan. Dari 22 provinsi yang mengusahakan kelapa sawit di Indonesia, terdapat 420 pabrik pengolahan kelapa sawit yang tersebar di daerah perkebunan kelapa sawit. Akan tetapi ada provinsi yang tidak mempunyai pabrik pengolahan kelapa sawit akan tetapi mempunyai perkebunan sawit, antara lain Kepulauan Riau dan Sulawesi Tenggara. 6. Kampanye negatif terhadap produk kelapa sawit di pasar Internasional Peningkatan produksi kelapa sawit dengan pembukaan lahan untuk areal perkebunan kelapa sawit banyak menuai kritikan dari berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) internasional dan Negara di Eropa terutama Inggris. Menurut mereka dampak yang ditimbulkan dari pembukaan lahan kelapa sawit yaitu rusaknya lingkungan, menyebabkan deforestrasi, berkurangnya satwa langka, dan penyumbang pemanasan global terbesar. Perdagangan global menjanjikan pengurangan hambatan berupa tarif, dan proteksi namun di satu sisi muncul tantangan baru berupa hambatan non tarif atau non tarif barrier melalui ketentuan-ketentuan standard code yang dikenal dengan perjanjian technical barrier to trade (TBT) dan perjanjian sanitary and phytosanitary (SPS). Kedua perjanjian tersebut berkaitan dengan standar produk dan jasa, perlindungan kesehatan, keselamatan masyarakat dan lingkungan hidup. Karena itu dalam merebut peluang pasar yang makin terbuka, penyediaan barang dan jasa harus didukung oleh suatu sistem mutu yang diakui secara internasional. Dari uraian permasalahan di atas maka yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah 10

11 1. Bagaimana pengaruh yang diberikan oleh lembaga RSPO terhadap kebijakan Pemerintah Indonesia di sector perkebunan sawit khususnya untuk PT. Cipta Usaha Sejati. 1.3 Tujuan Penelitian 1. Menganalisis pengaruh RSPO terhadap daya saing CPO non sertifikasi dan sertifikasi khususnya pada PT. Cipta Usaha Sejati. 1.4 Batasan Masalah Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian dengan pengumpulan data sekunder dengan melakukan studi kepustakaan berbagai literature, jurnal jurnal, kliping, koran, makalah, penelusuran situs internet, dan sumber sumber lainnya yang berhubungan dengan masalah tersebut yang dianggap relevan. Dan dalam skripsi ini penulis hanya membahas pada pengaruh penerapan prinsip prinsip RSPO terhadap penjualan CPO pada PT.Cipta Usaha Sejati utamanya penekanan pada harga jual CPO yang tersertifikasi RSPO. 1.5 Sistematika Penulisan Untuk menjelaskan permasalahan dari pengaruh RSPO terhadap pembangunan perkebunan sawit, maka penulis membagi permasalahan dalam beberapa bagian bab. Pada bab pertama penulis akan menguraikan kondisi perkebunan sawit di Indonesia, perihal kondisi luasan maupun dari segi produksi. Pada bab kedua penulis akan menguraikan gambaran umum terkait kelapa sawit dan penelitian serupa terdahulu. Pada bab tiga penulis menguraikan tentang pengambilan dan pengolahan data konsep daya saing dan pengaruhnya terhadap kebijakan kelapa sawit Pemerintah Indonesia. Di bab empat penulis akan menuliskan tentang analisa pengaruh penerapan RSPO pada perusahaan perkebuna sawit di Indonesia. Dan pada bab kelima penulis akan menuliskan analisis perbandingan penerapan sertifikasi RSPO terhadap harga jual CPO dan non sertifikasi RSPO. Pada bab keenam penulis akan menuliskan kesimpulan dan saran dari penelitian. 11

12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Gambaran Umum Kelapa Sawit Sejarah Kelapa Sawit Kelapa sawit pertama kali di tanam secara masal pada tahun 1911 di daerah asalnya Afrika Barat. Kegagalan penanaman tersebut menyebabkan perkebunan dipindahkan ke Kongo. Kelapa sawit masuk ke Indonesia pada tahun 1848 sebagai tanaman hias di Kebun Raya Bogor, tanaman kelapa sawit diusahakan sebagai komersial pada tahun 1912 dan di ekspor minyak kelapa sawit pertama dilakukan pada tahun Industri kelapa sawit Indonesia dan Malaysia berawal ketika empat benih dari Afrika ditanam pada Taman Botani Bogor tahun Benih kelapa sawit dari Bogor ini kemudian di tanam pada tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara pada tahun 1870-an dan di Rantau Panjang, Kuala Selangor, Malaysia pada tahun Karakteristik Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis) termasuk golongan tumbuhan palma. Di Indonesia penyebarannya di daerah Aceh, pantai timur Sumatera, Jawa, dan Sulawesi. Kelapa sawit menjadi populer setelah revolusi industri pada akhir abad ke-19 yang menyebabkan permintaan minyak nabati untuk bahan pangan dan industri sabun menjadi tinggi. Kelapa sawit mempunyai produktivitas lebih tinggi dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya (seperti kacang kedelai, kacang tanah, biji bunga matahari dan tanaman penghasil minyak nabati lainnya), sehingga harga produksi menjadi lebih ringan. Kelapa sawit juga merupakan tanaman yang 12

13 paling tahan hama dan penyakit dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Jika dilihat dari konsumsi per kapita minyak nabati dunia mencapai angka rata-rata 25 kg/th per orang, kebutuhan ini akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan meningkatnya konsumsi per kapita. Klasifikasi Botani tanaman kelapa sawit : Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Magnoliophyta : Liliopsida : Arecales : Arecaceae : Elaeis : Elaeis guineensis Elaeis oleifera Kelapa sawit dapat mencapai tinggi 25 meter. Bunga dan buahnya berupa tandan, bercabang banyak, ukuran buah kecil, bila masak berwarna merah kehitaman dan daging buahnya padat. Pada daging dan kulit buahnya mengandung minyak. Minyak tersebut digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun, dan lilin. Ampasnya dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak, ampas yang disebut bungkil dapat digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan makanan ayam. Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan arang. Kelapa sawit dapat berkembang biak dengan biji (generatif) dan vegetatif. Tanaman ini tumbuh pada daerah tropis, pada ketinggian meter di atas permukaan laut. Kelapa sawit membutuhkan tanah yang subur seperti tanah latosol, ultisol, alluvial dengan drainase yang baik serta solum yang cukup dalam kira-kira 1 meter, dengan kelembaban 80 sampai 90 persen. Kelembaban tinggi itu antara lain ditentukan oleh adanya curah hujan yang tinggi, sekitar mm setahun. 13

14 2.1.3 Bibit Kelapa Sawit di Indonesia Ketersediaan bibit sangat penting dan strategis karena merupakan tumpuan utama untuk mencapai keberhasilan perkebunan. Kelapa sawit yang berkualitas membutuhkan bibit yang berkualitas sesuai dengan standar yang ditentukan. Pengembangan agribisnis kelapa sawit di Indonesia kedepan didukung secara handal oleh tujuh produsen benih dengan kapasitas 141 juta pada tahun Produsen penghasil bibit kelapa sawit yaitu: Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) dengan kapasitas produksi 40 juta ton, PT. Socfindo dengan kapasitas produksi 45 juta ton, PT. Lonsum dengan kapasitas produksi 14 juta ton, PT. Dami Mas dengan kapasitas produksi 15 juta ton, PT. Tunggal Yunus dengan kapasaitas produksi 6 juta ton, PT. Bina Sawit Makmur dengan kapasitas produksi 15 juta ton dan PT Tania Selatan sebesar 1 juta ton. Permasalahan benih palsu diyakini dapat teratasi melalui langkah - langkah sistematis dan strategis yang telah disepakati secara nasional. Impor benih kelapa sawit harus dilakukan secara hati - hati terutama dengan pertimbangan penyebaran penyakit. Bibit yang dihasilkan oleh produsen resmi ini mempunyai kualitas baik karena berasal dari induk yang jelas asal usulnya seperti Delidura, Tenera dan Bapak Pisifera. Adapun ciri dari masing - masing jenis kelapa sawit yaitu : 1. Kelapa sawit jenis dura biasanya di tanam sebagai pohon induk dengan ciri a. Mempunyai ciri daging buah tipis (20-65%) b. Tempurung yang tebal (20-50%) c. Biji tebal (4-20%) 14

15 2. Kelapa sawit jenis pisifera biasanya di tanam sebagai tanaman serbuk dengan ciri : a. Mempunyai ciri daging tebal (92-97%) b. Tidak mempunyai tempurung c. Biji kecil (3-8%) 3. Kelapa sawit jenis tenera biasanya di tanam diperkebunan kelapa sawit dengan ciri : a. Mempunyai ciri daging buah sedang (60-96%) b. Tempurung yang tipis (3-20 %) c. Biji sedang (3-15%) Standar Nasional CPO (Crude Palm Oil) Standar Nasional Indonesia untuk CPO adalah SNI yang merupakan revisi dari SNI Tujuan dari standar ini adalah menyesuaikan standar mutu minyak kelapa sawit mentah Indonesia dengan mutu minyak kelapa sawit yang umum dipakai dalam perdagangan internasional sesuai dengan perkembangan yang terakhir, sehingga minyak kelapa sawit Indonesia dapat bersaing dipasar internasional. Tabel 2.1 Syarat Mutu Minyak Kelapa Sawit Mentah (CPO) Menurut Badan Standarisasi Nasional (BSN) Kriteria uji Satuan Persyaratan Mutu Warna - Jingga kemerahan Kadar air dan kotoran %, fraksi masa 0,5 maks Asam lemak bebas %, fraksi masa 5 maks Bilangan Yodium g yodium/100g Sumber : Badan Standarisasi Nasional 15

16 2.1.5 Konsep Dayasaing Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dalam kamus Bahasa Indonesia tahun 1995 berpendapat bawa dayasaing adalah kemampuan untuk melakukan sesuatu atau bertindak untuk merebut pasar. Sedangkan menurut Brataatmaja (1994) mendefinisikan dayasaing sebagai kekuatan, kemampuan atau kesanggupan untuk bersaing. Pengertian dayasaing juga mengacu pada kemampuan suatu negara untuk memasarkan produk yang dihasilkan negara itu relatif terhadap kemampuan negara lain (Bappenas, 2007). Pengertian dayasaing dapat diterjemahkan dari sisi permintaan (demand side) dan dari sisi penawaran (supply side). Dari sisi permintaan, kemampuan bersaing mengandung arti bahwa produk agribisnis yang dijual haruslah produk yang sesuai dengan atribut yang dituntut konsumen atau produk yang dipersepsikan bernilai tinggi oleh konsumen (Consumer's value perception). Sementara dari sisi penawaran, kemampuan bersaing berkaitan dengan kemampuan merespon perubahan atribut-atribut produk yang dituntut oleh konsumen secara efisien. 16

17 1. Keunggulan Komparatif Suatu negara akan memperoleh keuntungan dari perdagangan dengan negara lain bila negara tersebut berspesialisasi dalam komoditas yang dapat diproduksi dengan lebih efesien (mempunyai keunggulan absolut) dan mengimpor komoditas yang kurang efesien (mengalami kerugian absolut). Konsep keunggulan komparatif (The Law of Comparative Advantage) yang dipopulerkan oleh David Ricado (1823) yang menyatakan bahwa sekalipun suatu negara mengalami kerugian atau ketidakunggulan absolut dalam memproduksi kedua komoditas jika dibandingkan dengan negara lain, namun perdagangan yang saling mengguntungkan masih dapat berlangsung. Negara yang kurang efesien akan berspesialisasi dalam memproduksi komoditas ekspor pada komoditas yang mempunyai kerugian absolut lebih kecil. Dari komoditas ini negara tersebut mempunyai keunggulan komparatif dan akan mengimpor komoditas yang mempunyai kerugian absolut lebih besar. Dari komoditas inilah negara mengalami kerugian komparatif (Salvatore, 1997). Hukum keunggulan komparatif diperkuat oleh keunggulan komparatif berdasarkan Teori Biaya Imbangan (Opportunity Cost Theory), yang dikemukakan oleh Haberler tahun Harberler menyatakan bahwa biaya dari suatu komoditas adalah jumlah komoditas kedua terbaik yang harus dikorbankan untuk memperoleh sumberdaya yang cukup untuk memproduksi satu unit tambahan komoditas pertama (Salvatore, 1997). 17

18 Teori keunggulan komparatif yang lebih modern adalah teori Hecksher- Ohlin (1933), yang pada perbedaan bawaan faktor (produksi) antar negara sebagai determinasi perdagangan yang paling penting. Teori Hecksher-Ohlin menggangap bahwa sebuah negara akan mengekspor komoditas yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi relatif melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu bersamaan negara akan mengimpor komoditas yang produksinya memerlukan sumberdaya yang relatif langka dan mahal di negara itu. Keunggulan komparatif yang dimiliki dalam perdagangan memiliki sifat yang dinamis bukan statis. Sifat yang dinamis tersebut membuat negara memiliki keungglan komparatif di sektor tertentu harus mampu mempertahankan agar tidak tersaingi oleh negara lain atau digantikan komoditas subtitusinya. 2. Keunggulan Kompetitif Keunggulan kompetitif adalah alat untuk mengukur kelayakan suatu aktivitas atau keuntungan privat yang dihitung berdasarkan harga pasar dan nilai tukar resmi yang berlaku (analisis finansial), sehingga konsep keunggulan kompetitif bukan merupakan suatu konsep yang sifatnya menggantikan atau mensubtitusi terhadap konsep keunggulan komparatif, akan tetapi merupakan suatu konsep yang sifatnya saling melengkapi. Analisis keunggulan kompetitif dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur keuntungan privat dengan dasar aktivitas ekonomi diukur pada harga pasar dan nilai tukar resmi yang berlaku. Maka aktivitas ekonomi suatu negara dapat bersaing di pasar internasional dengan kompetitifnya dalam menghasilkan 18

19 suatu komoditas dengan asumsi adanya sistem pemasarannya dan intervensi pemerintah. Keunggulan bersaing negara mencakup tersedianya peran sumberdaya dan melihat lebih jauh pada keadaan negara yang mempengaruhi perusahaan- perusahaan internasional pada industri yang berbeda. Sebagian besar sumberdaya yang penting seperti keahlian tenaga kerja yang tinggi, teknologi dan sistem manajemen yang canggih diciptakan melalui investasi oleh orang - orang dan perusahaan. Atribut yang merupakan faktor penentu keunggulan bersaing industri nasional yaitu kondisi sumberdaya, kondisi permintaan, industri pendukung dan terkait, serta persaingan, struktur dan strategi perusahaan. Keempat atribut tersebut didukung oleh peranan kesempatan dan peranan pemerintah dalam meningkatkan keunggulan dayasaing industri nasional, dan secara bersama-sama membentuk suatu sistem yang dikenal dengan National Diamond System. Kesempatan Strategi perusahaan,struktur dan persaingan Kondisi faktor Kondisi permintaan Industri terkait dan pendukung Pemerintah Gambar 2.1 The National Diamond System Sumber : Porter

20 Setiap atribut yang terdapat dalam Teori Berlian Porter memiliki poin - poin penting yang menjelaskan secara detail atribut yang ada, dengan penjelasnya sebagai berikut ; 1. Kondisi Faktor Sumberdaya Posisi suatu bangsa berdasarkan sumberdaya yang dimilikinya merupakan faktor produksi yang diperlukan untuk bersaing dalam industri tertentu. Faktor produksi tersebut digolongkan pada lima kelompok ; a) Sumberdaya Manusia Sumberdaya manusia yang mempengaruhi daya saing industri nasional terdiri dari jumlah tenaga kerja yang tersedia, kemampuan manajerial dan keterampilan yang dimilikinya, biaya tenaga kerja yang berlaku (tingkat upah) dan etika kerja (termasuk moral). b) Sumberdaya Fisik/Alam Sumberdaya fisik atau sumberdaya alam yang mempengaruhi dayasaing industri nasional mencakup biaya, kualitas, aksesbilitas, ukuran lahan (lokasi), ketersediaan air, mineral dan energi serta sumber daya pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan (termasuk sumberdaya perairan laut lainnya), dan sumber peternakan, serta sumberdaya alam lainnya, baik yang dapat diperbarui maupun yang tidak dapat diperbarui. Begitu juga kondisi cuaca dan iklim, luas wilayah geografis, kondisi topografis dan lain-lain. c) Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Sumberdaya IPTEK mencakup ketersediaan pengetahuan pasar, pengetahuan ilmiah yang menunjang dan diperlukan dalam memproduksi barang dan jasa. Begitu juga ketersediaan sumber-sumber pengetahuan dan teknologi, seperti perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga statistik, literatur bisnis dan ilmiah, 20

21 basis data, laporan penelitian, asosiasi pengusaha, asosiasi perdagangan dan sumber pengetahuan dan teknologi lainnya. d) Sumberdaya Modal Sumberdaya modal yang mempengaruhi dayasaing nasional terdiri dari jumlah dan biaya (suku bunga) yang tersedia, jenis pembiayaan (sumber modal), aksesibilitas terhadap pembiayaan, kondisi lembaga pembiayaan dan perbankan, tingkat tabungan masyarakat, peraturan keuangan, kondisi moneter dan fiskal, serta peraturan moneter dan fiskal. e) Sumberdaya Infrastruktur Sumberdaya infrastruktur yang mempengaruhi dayasaing nasional dapat dilihat dari ketersediaan, jenis, mutu, dan biaya penggunaan infrastruktur yang mempengaruhi persaingan, termasuk sistem transportasi, komunikasi, pembayaran dan transfer dana, air bersih, energi listrik dan lain-lain. 21

22 2. Kondisi Permintaan Kondisi permintaan dalam negeri merupakan faktor penentu dayasaing industri nasional, terutama mutu pemintaan domestik. Mutu permintaan domestik merupakan sarana pembelajaran perusahaan domestik untuk bersaing di pasar global. Mutu permintaan (pesaingan yang ketat) di dalam negeri memberikan tantangan bagi setiap pasar domestik. Ada tiga faktor kondisi permintaan yang mempengaruhi dayasaing nasional ; a. Komposisi Permintaan Domestik Karakteristik permintaan domestik sangat mempengaruhi dayasaing nasional. Karakteristik tersebut meliputi ; 1) Struktur segmen permintaan merupakan faktor penentu dayasaing Industri nasional. Pada sebagian besar industri, permintaan yang ada telah tersegmentasi atau dipersempit menjadi beberapa bagian yang lebih spesifik. Pada umumnya perusahaan lebih mudah memperoleh dayasaing pada struktur segmen permintaan yang lebih luas dibandingkan dengan struktur segmen yang sempit. 2) Pengalaman dan selera pembeli yang tinggi akan meningkatkan tekanan kepada produsen untuk menghasilkan produk yang bermutu dan memenuhi standar yang tinggi, yang mencakup standar mutu produk, fitur- fitur pada produk dan pelayanan. 3) Antisipasi kebutuhan pembeli yang baik dari perusahaan dalam negeri merupakan suatu poin dalam memperoleh keunggulan dayasaing. 22

23 b. Jumlah Permintaan dan Pola Pertumbuhan Jumlah atau besarnya permintaan domestik mempengaruhi tingkat persaingan dalam negeri, terutama disebabkan oleh jumlah pembeli bebas, tingkat pertumbuhan permintaan domestik, timbulnya permintaan baru, dan kejenuhan permintaan lebih awal sebagai akibat perusahaan domestik melakukan penetrasi pasar lebih awal. Pasar domestik yang luas dapat diarahkan untuk mendapatkan keunggulan kompetitif dalam suatu industri. Hal ini terjadi jika industri dilakukan dalam skala ekonomis melalui adanya penanaman modal dengan membangun fasilitas skala besar, pengembangan teknologi dan peningkatan produktifitas. c. Permintaan Luar Negeri Terhadap Nasional Pembeli lokal yang merupakan pembeli dari luar negeri akan mendorong dayasaing industri nasional kerena dapat membawa produk tersebut keluar negeri. Konsumen yang memiliki mobilitas internasional tinggi dan sering mengunjungi suatu negara juga dapat mendorong dan meningkatkan dayasaing produk negeri yang dikunjungi tersebut. 3. Industri Terkait dan Industri Pendukung Keberadaan industri pendukung dan industri terkait yang memiliki dayasaing global juga akan mempengaruhi dayasaing industri utamanya. Industri hulu yang memiliki dayasaing global akan memasok input bagi industri utama dengan harga lebih murah, mutu yang lebih baik, pelayanan yang cepat, pengiriman tepat waktu dan jumah sesuai dengan kebutuhan industri utama, sehingga industri tersebut juga akan memiliki dayasaing global yang tinggi. Begitu juga industri hilir yang menggunakan produk industri utama sebagai bahan baku. Apabila industri hilir memiliki dayasaing global maka industri hilir tersebut dapat menarik industri hulunya untuk memperoleh dayasaing global. 23

24 4. Struktur, Persaingan dan Strategi Perusahaan Tingkat persaingan dalam industri merupakan salah satu pendorong bagi perusahaan-perusahaan yang berkompetisi untuk terus melakukan inovasi. Keberadaan pesaing lokal yang handal dan kuat merupakan faktor penentu dan sebagai motor penggerak untuk memberikan tekanan antar perusahaan untuk berkompetisi dan terus melakukan inovasi. Keberadaan pesaing lokal yang handal dan kuat merupakan faktor penentu sebagai motor penggerak untuk memberikan tekanan pada perusahaan lain untuk meningkatkan dayasaingnya. Perusahaanperusahaan yang telah terbukti bersaing ketat dalam industri nasional akan lebih mudah memenangkan persaingan internasional dibandingkan dengan perusahaanperusahaan yang belum memliki dayasaing nasional atau berada dalam industri yang tingkat persaingannya rendah. 24

25 Strukur industri dan struktur perusahaan juga menentukan dayasaing yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan yang tercakup dalam industri tersebut. Struktur industri yang monopolistik kurang memiliki daya dorong untuk melakukan perbaikan-perbaikan serta inovasi-inovasi baru dibandingkan dengan struktur industri yang bersaing. Di lain pihak, struktur perusahaan yang berada dalam industri sangat berpengaruh terhadap bagaimana perusahaan yang bersangkutan dikelola dan dikembangkan dalam suasana tekanan persaingan, baik domestik maupun internasional. Di samping itu, juga berpengaruh pada strategi perusahaan untuk memenangkan persaingan domestik dan internasional. Dengan demikian secara tidak langsung akan meningkatkan dayasaing global industri yang bersangkutan. 5. Peran Pemerintah Peran pemerintah merupakan variabel pendukung dari Teori Berlian Porter. Pemerintah dapat mempengaruhi keempat variabel utama. Variabel kondisi faktor sumberdaya dipengaruhi melalui subsidi, kebijakan pasar modal, kebijakan pendidikan dan lain sebagainya. Peranan pemerintah dalam membentuk kondisi permintaan domesik seringkali sulit untuk dijelaskan. Pemerintah juga bertugas menetapkan standar produk lokal melalui departemen - departemen yang ada. Pemerintah juga seringkali menjadi pembeli utama, misalnya pembelian alat telekomunikasi atau penerbangan untuk keperluan negara. Bahkan pemerintah dapat juga menjadi penjual utama atau memegang kekuasaan atas produk-produk vital yang menyangkut kepentingan rakyat banyak. Pada bagian industri pendukung dan terkait, pemerintah dapat membentuk polanya, seperti dengan mengkontrol media periklanan dan membuat regulasi dari pelayanan pendukung. Disamping itu, pemerintah juga dapat mempengaruhi persaingan, struktur dan strategi perusahaan 25

26 melalui regulasi pasar modal, kebijakan pajak dan peundang- undangan. 2.2 Penelitian Terdahulu Penelitian Mengenai Kondisi Sertifikasi RSPO Ubolrat (2013) melakukan penelitian terkait dengan kondisi persertfikatan RSPO di Thailand. Dimana terjadi pembu kaan hutan secara besar - besaran untuk digunakan sebagai lahan perkebunan sawit. Produksi minyak sawit di Thailand sebagai bagian dari kebutuhan akan biodiesel, tetapi akibat adan ya pembukaan lahan yan g tanpa memperhatikan lingkungan sekitar terjadi perusa kan hutan ( deforestation ). Untuk itu pada tahun 2004, di Thailand menerapkan RSPO sebagai bagian dari produksi min yak sawit yang berkelanjutan yang tetap menjaga lingkungan dan keanekaragaman hayatinya. Dengan diterpkannya RSPO pada perusahaan minyak sawit tersebut, daya saing CPO yang diproduksi dapat meniingkat dan dapat bersaing di pasar internasional. Claudine dan Reza Azmi (2012) melakukan penelitian mengenai tantangan dan kesempatan yang diperoleh dengan menerapkan sustainability bisnis. Dalam sepuluh tahun terakhir focus pada pengaruh negative akibat pembukaan besar-besaran terhadap sector pertanian yang ada di Malaysia, tidak terkecuali pada perkebunan kelapa sawit yang kemudian meningkatkan upaya keberlanjutan pada rantai pasok sektor agribisnis dan sekalipun dengan adanya sertifikasi RSPO yang masih bersifat sukarela tetapi membawa pengaruh yang cukup penting pada sektor rantai pasok agribisnis. Dimana sebelum adanya RSPO di Malaysia terdapat banyak perkebunan kelapa sawit yang dimiliki oleh petani kecil (small holders) yang jauh dari penerapan akan teknologi dan standart penerapan perkebunan yang terbaik (best practice). Tetapi lambat laun petani kecil dihadapkan pada persaingan yang mengharuskan mereka untuk menerapkan standart sertifikasi tersebut. Sehingga memunculkan suatu dokumen yang mengatur terkait dengan 26

27 penerapan perkebunan yang terbaik dan berkelanjutan. Dengan adanya standart tersebut, petani kecil dapat bersaing di pasar global, mendapatkan alih teknologi yang benar dan memperluas pangsa pasar Penelitian Dayasaing Kelapa sawit Penelitian yang dilakukan oleh Ni Wayan Hermayanti, Zainal Abidin, Hurip Santoso (2012) mengenai prospek kelapa sawit di Indonesia yang relatif baik. Dari sisi permintaan, diperkirakan akan semakin meningkat ditahun mendatang. Hal ini disebabkan preferensi minyak kelapa sawit masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan produk subsitusinya seperti minyak kedelai, minyak jagung dan minyak bunga matahari. Relatif tingginya preferensi minyak kelapa sawit disebabkan karena minyak kelapa sawit memiliki beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan minyak dari produk subsitusinya. Keunggulan tersebut antara lain karena tahan lama, tidak cepat bau, tahan terhadap suhu dan tekanan tinggi, memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, serta bermafaat untuk bahan pangan dan non-pangan. Penelitan yang dilakukan oleh Dicky Armansyah (2011) mengenai Strategi Pengembangan Bisnis Minyak Kelapa Sawit (CPO) pada PT. Socfindo, Sumatera Utara). Penelitian ini menggunakan analisis QSPM yang akan menghasilkan beberapa strategi. Kondisi eksternal yaitu peluang utama PT. Socfindo adalah produk turunan kelapa sawit yang menghasilkan nilai tambah yang tinggi, sedangkan ancaman utama bagi PT. Socfindo adalah adanya pencurian buah sawit. Kekuatan kondisi Internal perusahaan yaitu produk CPO yang dihasilkan berkualitas tinggi, sedangkan faktor kelemahan utama perusahaan adalah areal perkebunan yang dimiliki tergolong kecil. Lima Strategi yang dapat diprioritaskan 27

28 berdasarkan besarnya skor yaitu: 1). Memperluas areal perkebunan dan memberikan nilai tambah bagi produk hilir kelapa sawit, 2) Menjaga kualitas produk CPO dan turunnya dan juga nama baik perusahaan, 3) Memperluas wilayah pemasaran CPO dan turunnya di dalam dan di luar negeri serta mempertahankan pasar yang ada, 4) Meningkatkan pengawasan terhadap proses produksi di kebun dan di pabrik, 5) Meningkatkan pengamanan di perkebunan dan juga mengawasi proses distribusi produk Penelitian CPO (Crude Palm Oil) Penelitian Analisis Integrasi Pasar CPO Dunia dengan Pasar CPO, Minyak Goreng, dan TBS Domestik Serta Pengaruh Tarif Ekspor CPO dan Harga BBM Dunia oleh Yunita (2010). Menggunakan metode pengolahan Vector Auoregression (VAR). Dari hasil penelitian menunjukan bahwa pasar CPO dunia terintegrasi dengan pasar CPO, minyak goreng, dan TBS domestik. Pasar CPO dunia berperan sebagai penentu harga, sedangkan pasar domesik berperan sebagai pengikut harga. Pada pasar domestik, terjadi integrasi pasar antara pasar CPO dengan pasar TBS domestik. Dimana pasar CPO domestik adalah penentu harga bagi pasar TBS domestik. Tarif ekspor CPO yang ditetapkan pemerintah ternyata tidak berpengaruh terhadap integrasi pasar yang terjadi. Dapat dikatakan bahwa tarif ekspor yang berlaku tidak efektif, karena tarif ekspor yang tinggi dapat meminimumkan penghasilan produsen dan eksortir CPO, serta petani, harga BBM dunia berpengaruh terhadap integrasi pasar yang terjadi. 28

29 Penelitian yang dilakukan oleh Fachnany Siregar (2009) mengenai Strategi Pengembangan Biodiesel Berbasis CPO di Indonesia dengan menggunakan analisis SWOT. Dari hasil penelitian terdapat 5 strategi untuk meningkatkan biodiesel. Pertama pengembangan industri biodiesel kerakyatan, kedua pembuatan standar biodiesel yang mendapat pengakuan dari agen tunggal pemegang merek, ketiga promosi dan sosialisasi kepada masyarakat oleh semua pihak terkait atau stakeholder, keempat pembuatan energi plantation atau lahan sawit khusus biodiesel, dan kelima mengadakan kerjasama dengan pihak asing baik dalam permodalan, pengembangan teknologi dan pemasaran. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah alat analisis yang digunakan untuk menganalisis permasalahan yang berkaitan dengan dayasaing industri CPO Indonesia dipasar internasional, dengan menganalisis keunggulan dayasaing CPO Indonesia secara kompetitif dan komparatif. 2.3 Analisis Struktur Industri Herifindahl Index dan Rasio Konsentrasi adalah alat analisis yang digunakan untuk mengetahui struktur pasar yang dihadapi suatu industri. Herfindahl Index merupakan suatu alat untuk mengukur besar kecilnya (ukuran) perusahaan-perusahaan dalam industri dan sebagai indikator jumlah pesaing diantara mereka. Herfindahl Index dan rasio konsentrasi sering digunakan untuk mengukur konsentrasi industri. 29

30 Nilai Herifindahl Index mencerminkan penguasaan pangsa pasar oleh suatu perusahaan dalam suatu industri. Indeks tersebut merupakan hasil penjumlahan kuadrat pangsa pasar tiap-tiap perusahaan dalam suatu industri. Sij = Xij TXj Keterangan : Sij : Pangsa pasar CPO PT CUS i di pasar Indonesia Xij : Nilai jual CPO PT CUS i dipasar Indonesia TXj : Total nilai jual CPO di pasar Indonesia Dalam penelitian ini, alat analisis Herifindahl Index digunakan dengan tujuan mengetahui struktur pasar CPO di pasar internasional sekaligus mengukur penguasaan pangsa pasar masing-masing negara terlibat dalam perdagangan CPO. Pangsa pasar CPO suatu negara dihitung dengan membandingkan ekspor CPO tersebut dengan total ekspor dunia. Formula yang sama kemudian digunakan untuk mengukur struktur pasar dan pangsa pasar suatu negara dalam perdagangan CPO internasional, yaitu sebagai berikut 30

31 HI = S S S S n 2 Keterangan : HI S i n : Herifindahl Index : Pangsa pasar PT CUS ke i dalam perdagangan CPO Indonesia : Jumlah Perusahaan yang terlibat dalam perdagangan CPO Didasarkan pada analisa standar dalam ekonomi industri, bahwa struktur industri dikatakan berbentuk oligopoli bila empat produsen terbesar menguasai minimal 40 persen pangsa pasar penjualan dari industri yang besangkutan (CR 4 =40 persen). Apabila kekuatan keempat produsen tersebut sama, maka pangsa penjualan atau produksi masing-masing produsen adalah 10 persen dari nilai penjualan atau produksi suatu industri. Apabila penguasaan pasar oleh sepuluh produsen atau kurang dalam suatu industri merupakan batas minimum suatu industri berbentuk oligopolistik, maka terdapat kecendrungan peningkatan derajat penguasaan pasar dari tahun ketahun. Sejalan dengan peningkatan derajat penguasaan pasar tersebut, beberapa sub sektor industri beralih kearah persaingan oligopolistik. Nilai Herifindahl Index ini berkisar antara 0 hingga 1 (atau yang merupakan kuadrat dari 100 persen). Jika nilai Herifindahl Index mendekati 0 berarti struktur pasar industri yang bersangkutan cenderung ke pasar persaingan (competitive market), sementara jika indeks bernilai mendekati 1 (atau ) maka struktur pasar industri tersebut cenderung bersifat monopoli. 31

32 Struktur pasar juga dapat diklasifikasikan berdasarkan rasio konsentrasinya, yaitu : 1. Struktur pasar persaingan sempurna (perfect competition) ditunjukan dengan rasio konsetrasi yang sangat rendah. 2. Struktur pasar persaingan monopolistik (monopolistic competicion) ditunjukan dengan nilai rasio konsetrasi untuk empat produsen terbesar (CR 4 ) di bawah 40 persen. 3. Strukur pasar oligopoli ditunjukan dengan nilai rasio konsentrasi empat produsen terbesar (CR 4 ) diatas 40 persen. 4. Struktur pasar monopoli ditunjukan dengan nilai rasio konsentrasi empat produsen (CR 4 ) mendekati 100 persen. Rasio konsentrasi negara penghasil kelapa sawit di formulasikan sebagai berikut: n CRni = Sij i=1 Keterangan Sij : Pangsa pasar PT CUS penghasil CPO CRni : Menunjukan n-rasio konsentrasi pada pasar Indonesia 32

33 Nilai CR yang banyak digunakan adalah CR 4 dan CR 8 menunjukan persentase output pasar yang dihasilkan oleh keempat atau kedalapan produsen terbesar dalam industri. Semakin besar nilai rasio konsentrasi menunjukan bahwa industri tersebut semakin terkonsentrasi dan semakin sedikit jumlah produsen yang berada dipasar, sedangkan semakin rendah rasio konsentrasi menunjukan konsentrasi pasar yang rendah, persaingan yang lebih ketat dikarenakan tidak ada produsen yang secara signifikan menguasai pasar. Dengan mengetahui nilai Herifindahl Index dan Rasio Konsentrasi empat produsen terbesar ini maka secara tidak langsung dapat diketahui konsentrasi dan struktur pasar persaingan di mana Indonesia dan negara-negara produsen CPO lainnya bersaing, serta menyesuiakan strategi kompetitif yang akan digunakan. Tingkat konsentrasi pasar yang dapat dirumuskan dari dua alat yaitu Herifindahl Index dan CR 4 adalah sebagai berikut : 1 Konsentrasi pasar yang tinggi dicirikan dengan nilai CR 4 yang berkisar antara persen, sedangkan kisaran nilai HI yaitu antara struktur pasar untuk tingkat konsentrasi tinggi adalah monopoli atau oligopoli ketat. 2 Konsentrasi pasar yang sedang dicirikan dengan nilai CR 4 yang berkisar antara 50 sampai 80 persen, sedangkan kisaran nilai HI yaitu antara struktur pasar yang mungkin untuk tingkat konsentrasi sedang adalah lebih banyak oligopoli. 3 Konsentrasi pasar yang rendah dicirikan dengan nilai CR 4 yang berkisar 0 sampai dengan 50 persen, sedangkan kisaran nilai HI antara 0 sampai dengan Struktur pasar dengan tingkat konsentrasi rendah adalah struktur pasar persaingan sempurna atau persaingan monopolistik. 33

34 2.4 Reveled Comparative Advantage (RCA) Salah satu cara untuk mengukur keunggulan komparatif adalah dengan menggunakan Revealed Comparative Advantage Index, yang membandingkan pangsa pasar ekspor sektor tertentu suatu negara dengan pangsa pasar sektor tertentu di pasar dunia. Keuntungan dari menggunakan RCA Index adalah bahwa indeks ini mempertimbangkan keuntungan intrinsik komoditas ekspor tertentu dan konsisten dengan perubahan di dalam suatu ekonomi produktifitas dan faktor anugerah alternatif, kerugiannya bagaimanapun juga indeks ini tidak dapat membedakan antara peningkatan didalam faktor sumberdaya dan penerapan kebijakan perdagangan yang sesuai. Tujuan penggunaan indeks RCA dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui posisi komparatif Indonesia diantara negara produsen kelapa sawit lainnya di pasar internasional. Selain itu indeks ini bermanfaat untuk mengukur dayasaing industri suatu negara, apakah industri cukup tangguh bersaing di pasar internasional atau tidak dapat diketahui secara kuantatif dengan menggunakan indeks ini. Rumus menurut Bahasa d a l a m Smyth (2005) untuk mengukur keunggulan komparatif sebuah Negara dengan menggunakan Revealed Comparative Advantage, yaitu : RCAi = ( Xij / Xj ) / (Xiw/Xw) Keterangan RCAi : Revealed Comparative Advantage untuk komditi i Xij : Nilai Ekspor komoditas i dari negara j Xj : Total ekspor negara j Xiw : Ekspor komoditas i seluruh dunia Xw : Total ekspor dunia 34

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Dayasaing Dayasaing merupakan kemampuan usaha suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan kompetitif. Dayasaing dapat diartikan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Analisis Berlian Porter Dayasaing diidentikkan dengan produktivitas atau tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan.

Lebih terperinci

Jurnal PASTI Volume VIII No 2,

Jurnal PASTI Volume VIII No 2, ANALISIS DAYA SAING CRUDE PALM OIL (MINYAK SAWIT MENTAH) PADA PT. CIPTA USAHA SEJATI DENGAN METODE HERIFINDAHL INDEKS DAN ANALISA SWOT DALAM MENGHADAPI PERDAGANGAN CPO DUNIA Ira Usdiana Saputri Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan perusahaan besar adalah kelapa sawit. Industri kelapa sawit telah tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan perusahaan besar adalah kelapa sawit. Industri kelapa sawit telah tumbuh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persaingan antar perusahaan semakin ketat dalam suatu industri termasuk pada agroindustri. Salah satu produk komoditi yang saat ini sangat digemari oleh perusahaan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan antar negara akan menciptakan pasar yang lebih kompetitif dan mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Kondisi sumber daya alam Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor perkebunan memegang peranan penting dalam meningkatkan pertumbuhan Produk Domestik Nasional Bruto (PDNB) sektor Pertanian, salah satunya adalah kelapa sawit.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang didukung oleh sektor pertanian. Salah satu sektor pertanian tersebut adalah perkebunan. Perkebunan memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit, berasal dari daerah tropis di Amerika Barat yang penting sebagai suatu sumber minyak nabati. Kelapa sawit tumbuh sepanjang pantai barat Afrika dari Gambia

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA

ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA ANALISIS DAYA SAING, STRATEGI DAN PROSPEK INDUSTRI JAMU DI INDONESIA Oleh: ERNI DWI LESTARI H14103056 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 DAFTAR ISI Halaman

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 46 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data nilai dan jumlah ekspor teh baik menurut kelompok produk dan negara asal, serta informasi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati yang berasal dari buah kelapa sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. Minyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak nabati merupakan salah satu komoditas penting dalam perdagangan minyak pangan dunia. Tahun 2008 minyak nabati menguasai pangsa 84.8% dari konsumsi minyak pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Oleh karena itu, pembangunan ekonomi nasional abad ke- 21, masih akan tetap berbasis pertanian

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT

5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT 27 5 GAMBARAN UMUM AGRIBISNIS KELAPA SAWIT Perkembangan Luas Areal dan Produksi Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit yang menjadi salah satu tanaman unggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis sektor pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis seperti

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh.

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam GBHN 1993, disebutkan bahwa pembangunan pertanian yang mencakup tanaman pangan, tanaman perkebunan dan tanaman lainnya diarahkan pada berkembangnya pertanian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. memperhatikan kelestarian sumber daya alam (Mubyarto, 1994). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum sektor pertanian dapat memperluas kesempatan kerja, pemerataan kesempatan berusaha, mendukung pembangunan daerah dan tetap memperhatikan kelestarian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tahun terakhir, produk kelapa sawit merupakan produk perkebunan yang. hampir mencakup seluruh daerah tropis (RSPO, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelapa sawit bukan tanaman asli Indonesia, namun keberadaan tanaman ini telah masuk hampir ke semua sektor kehidupan. Kondisi ini telah mendorong semakin meluasnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit

Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit Fitur Pemeringkatan ICRA Indonesia April 2015 Metodologi Pemeringkatan Perusahaan Kelapa Sawit Pendahuluan Sektor perkebunan terutama kelapa sawit memiliki peran penting bagi perekonomian Indonesia karena

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Produksi CPO di Indonesia Menurut Martha Prasetyani dan Ermina Miranti, sejak dikembangkannya tanaman kelapa sawit di Indonesia pada tahun 60-an, luas areal perkebunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada 2020 dan berdasarkan data forecasting World Bank diperlukan lahan seluas

BAB I PENDAHULUAN. pada 2020 dan berdasarkan data forecasting World Bank diperlukan lahan seluas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meskipun dibayangi penurunan harga sejak akhir 2012, Prospek minyak kelapa sawit mentah (CPO) diyakini masih tetap akan cerah dimasa akan datang. Menurut Direktur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pemenuhan kebutuhan pokok dalam hidup adalah salah satu alasan agar setiap individu maupun kelompok melakukan aktivitas bekerja dan mendapatkan hasil sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia CPO Turunan CPO Jumlah. Miliar)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Minyak Sawit Indonesia CPO Turunan CPO Jumlah. Miliar) 1 I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Komoditas kelapa sawit Indonesia merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peranan sangat penting dalam penerimaan devisa negara, pengembangan perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perkebunan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan, adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau

Lebih terperinci

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA PELUANG DAN PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA MUFID NURDIANSYAH (10.12.5170) LINGKUNGAN BISNIS ABSTRACT Prospek bisnis perkebunan kelapa sawit sangat terbuka lebar. Sebab, kelapa sawit adalah komoditas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk 114 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk perekonomian bagi masyarakat Indonesia. Salah satu sektor agroindustri yang cendrung berkembang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perkebunan : Ekofisiologi Kelapa Sawit. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB (tidak dipublikasikan).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perkebunan : Ekofisiologi Kelapa Sawit. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta, IPB (tidak dipublikasikan). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Industri Minyak Sawit dan Turunannya Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tanaman keras (tahunan) berasal dari Afrika yang bisa tumbuh dan berbuah hingga ketinggian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Disamping itu ada pula para ahli yang berpendapat bahwa kelapa sawit terbentuk pada saat

BAB 1 PENDAHULUAN. Disamping itu ada pula para ahli yang berpendapat bahwa kelapa sawit terbentuk pada saat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit (elaeis guineensis) menurut para ahli secara umum berasal dari Afrika. Disamping itu ada pula para ahli yang berpendapat bahwa kelapa sawit terbentuk

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA KELOMPOK I KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA TOPIK : PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO DAN KIMIA MELALUI PENDEKATAN KLASTER KELOMPOK INDUSTRI HASIL HUTAN DAN PERKEBUNAN, KIMIA HULU DAN

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data sekunder dari pihak-pihak yang terkait dengan penelitian, seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Kelautan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Harga Minyak Bumi Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi dunia. Oleh karenanya harga minyak bumi merupakan salah satu faktor penentu kinerja ekonomi global.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai penghasil produk-produk hulu pertanian yang mencakup sektor perkebunan, hortikultura dan perikanan. Potensi alam di Indonesia memungkinkan pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama ini pasokan ikan dunia termasuk Indonesia sebagian besar berasal dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di sejumlah negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia

I. PENDAHULUAN. Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditas kelapa sawit merupakan komoditas penting di Malaysia sehingga industri kelapa sawit diusahakan secara besar-besaran. Pesatnya perkembangan industri kelapa

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada sektor pertanian. Wilayah Indonesia yang luas tersebar diberbagai. meningkatkan perekonomian adalah kelapa sawit. Gambar 1.

BAB I PENDAHULUAN. pada sektor pertanian. Wilayah Indonesia yang luas tersebar diberbagai. meningkatkan perekonomian adalah kelapa sawit. Gambar 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang berpotensi pada sektor pertanian. Wilayah Indonesia yang luas tersebar diberbagai wilayah dan kondisi tanahnya yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor terbesar minyak kelapa sawit di dunia. Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan wilayah di berbagai daerah melalui. melalui program revitalisasi perkebunan mendorong para pengusaha/ pekebun untuk

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan wilayah di berbagai daerah melalui. melalui program revitalisasi perkebunan mendorong para pengusaha/ pekebun untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kelapa sawit merupakan komoditi pertanian strategi yang menjadi salah satu pilar bagi perekonomian Indonesia.Komoditi ini memberikan sumber pendapatan yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Gambar 1 Produksi dan ekspor CPO tahun 2011 (Malaysian Palm Oil Board (MPOB))

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Gambar 1 Produksi dan ekspor CPO tahun 2011 (Malaysian Palm Oil Board (MPOB)) 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Isu perubahan iklim secara global (global climate change) telah mengakibatkan tumbuhnya kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu negara agraris yang beriklim tropis dan di mata dunia internasional memiliki prospek bisnis hortikultura yang sangat cerah. Hortikultura

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan konsumsi yang cukup pesat. Konsumsi minyak nabati dunia antara

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan konsumsi yang cukup pesat. Konsumsi minyak nabati dunia antara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selama lebih dari 3 dasawarsa dalam pasar minyak nabati dunia, terjadi pertumbuhan konsumsi yang cukup pesat. Konsumsi minyak nabati dunia antara tahun 1980 sampai

Lebih terperinci

LINGKUNGAN BISNIS PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

LINGKUNGAN BISNIS PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA LINGKUNGAN BISNIS PROSPEK BISNIS KELAPA SAWIT DI INDONESIA Nama : Budiati Nur Prastiwi NIM : 11.11.4880 Jurusan Kelas : Teknik Informatika : 11-S1TI-04 STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2012 Abstrack Kelapa Sawit

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang penting di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cukup

PENDAHULUAN. yang penting di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cukup 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jack.) merupakan salah satu komoditas yang penting di Indonesia dan memiliki prospek pengembangan yang cukup cerah. Indonesia merupakan produsen

Lebih terperinci

Politik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012

Politik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012 Politik Pangan - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012 Politik Pangan merupakan komitmen pemerintah yang ditujukan untuk mewujudkan ketahanan Pangan nasional yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia, peran tersebut antara lain adalah bahwa sektor pertanian masih menyumbang sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mengandalkan sektor migas dan non migas sebagai penghasil devisa. Salah satu sektor non migas yang mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN UMUM MINYAK NABATI DUNIA DAN MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA

II. TINJAUAN UMUM MINYAK NABATI DUNIA DAN MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA II. TINJAUAN UMUM MINYAK NABATI DUNIA DAN MINYAK KELAPA SAWIT INDONESIA 2.1. Tinjauan Umum Minyak Nabati Dunia Minyak nabati (vegetable oils) dan minyak hewani (oil and fats) merupakan bagian dari minyak

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN Selain sektor pajak, salah satu tulang punggung penerimaan negara

I.PENDAHULUAN Selain sektor pajak, salah satu tulang punggung penerimaan negara I.PENDAHULUAN 1.1 LATARBELAKANG Selain sektor pajak, salah satu tulang punggung penerimaan negara untuk membiayai pembangunan adalah ekspor nonmigas, yang mulai diarahkan untuk menggantikan pemasukan dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Organisasi minyak kelapa sawit di tingkat global atau Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) menyoroti peran Indonesia yang dinilai penting

Lebih terperinci

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel 54 ANALISIS SISTEM Sistem pengembangan agroindustri biodiesel berbasis kelapa seperti halnya agroindustri lainnya memiliki hubungan antar elemen yang relatif kompleks dan saling ketergantungan dalam pengelolaannya.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai posisi dan peranan yang strategis dalam

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai posisi dan peranan yang strategis dalam BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai posisi dan peranan yang strategis dalam pelaksanaan pembangunan nasional, karena didukung oleh ketersediaan potensi sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 38 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel atau unsur-unsur yang akan diteliti untuk memperoleh

Lebih terperinci

IMPLIKASI KEBIJAKAN BAGI PENGEMBANGAN INDUSTRI SAWIT INDONESIA. Indonesia menetapkan kebijakan pada industri kelapa sawit dan

IMPLIKASI KEBIJAKAN BAGI PENGEMBANGAN INDUSTRI SAWIT INDONESIA. Indonesia menetapkan kebijakan pada industri kelapa sawit dan IX. IMPLIKASI KEBIJAKAN BAGI PENGEMBANGAN INDUSTRI SAWIT INDONESIA 9.1. Industri Sawit Indonesia Indonesia menetapkan kebijakan pada industri kelapa sawit dan memberlakukan pajak ekspor dengan ketentuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dimana sektor pertanian merupakan salah satu sektor penggerak utama dalam pembangunan ekonomi. Menurut Soekartawi (2000),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan sumber pembiayaan yang sangat penting adalah devisa. Devisa diperlukan untuk membiayai impor dan membayar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak masa kolonial sampai sekarang Indonesia tidak dapat lepas dari sektor perkebunan. Bahkan sektor ini memiliki arti penting dan menentukan dalam realita ekonomi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Crude palm oil (CPO) merupakan produk olahan dari kelapa sawit dengan cara perebusan dan pemerasan daging buah dari kelapa sawit. Minyak kelapa sawit (CPO)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Agribisnis kelapa sawit mempunyai peranan yang sangat besar dalam perekonomian Indonesia melalui peningkatan nilai tambah, ekspor, pengurangan kemiskinan, dan penciptaan

Lebih terperinci

ANALISIS DAYASAING INDUSTRI CPO INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL. Oleh DENNY DWINATA HERIANTO A

ANALISIS DAYASAING INDUSTRI CPO INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL. Oleh DENNY DWINATA HERIANTO A ANALISIS DAYASAING INDUSTRI CPO INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL Oleh DENNY DWINATA HERIANTO A14105525 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri minyak kelapa sawit (crude palm oil CPO) di Indonesia dan Malaysia telah mampu merubah peta perminyakan nabati dunia dalam waktu singkat. Pada tahun

Lebih terperinci

INDUSTRI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT INDONESIA In House Training Profil Bisnis Industri Kelapa Sawit Indonesia Medan, 30-31 Mei 2011

INDUSTRI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT INDONESIA In House Training Profil Bisnis Industri Kelapa Sawit Indonesia Medan, 30-31 Mei 2011 INDUSTRI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT INDONESIA In House Training Profil Bisnis Industri Kelapa Sawit Indonesia Medan, 30-31 Mei 2011 Ignatius Ery Kurniawan PT. MITRA MEDIA NUSANTARA 2011 KEMENTERIAN KEUANGAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Pengembangan tanaman kelapa sawit di Indonesia diawali pada tahun 1848 sebagai salah satu tanaman koleksi kebun Raya Bogor, dan mulai dikembangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Berbagai studi menunjukkan bahwa sub-sektor perkebunan memang memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia sebagai sumber pertumbuhan ekonomi dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb 13 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Definisi Karet Remah (crumb rubber) Karet remah (crumb rubber) adalah karet alam yang dibuat secara khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya perdagangan antar negara. Sobri (2001) menyatakan bahwa perdagangan internasional adalah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN ANALISIS

BAB V HASIL DAN ANALISIS BAB V HASIL DAN ANALISIS 5.1. Analisis Struktur Pasar CPO di Pasar Internasional Negara-negara penghasil minyak nabati khususnya produsen minyak sawit berusaha untuk menghasilkan kualitas dan kuantitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sawit nasional karena kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan di Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. sawit nasional karena kelapa sawit merupakan salah satu komoditas unggulan di Indonesia dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati yang saat ini sedang marak dikembangkan di Indonesia. Pemerintah terus mendorong pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Selain sebagai sumber utama minyak nabati, kelapa sawit

Lebih terperinci

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model Boks 1 Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model I. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Riau selama beberapa kurun waktu terakhir telah mengalami transformasi.

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan, 2012 Gambar 1 Perkembangan dan produksi kelapa sawit di Indonesia

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan, 2012 Gambar 1 Perkembangan dan produksi kelapa sawit di Indonesia 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kelapa sawit (Guineensis elaeis jacq.) adalah tumbuhan industri penting penghasil minyak goreng, minyak industri, maupun bahan bakar nabati berupa biomasa dan biodiesel.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan salah satu bisnis strategis dan andalan dalam perekonomian Indonesia, bahkan pada masa krisis ekonomi. Agribisnis subsektor ini mempunyai

Lebih terperinci

PT AUSTINDO NUSANTARA JAYA Tbk. TANYA JAWAB PUBLIC EXPOSE Senin, 14 Mei Bagaimana target produksi dan penjualan Perseroan pada tahun 2018?

PT AUSTINDO NUSANTARA JAYA Tbk. TANYA JAWAB PUBLIC EXPOSE Senin, 14 Mei Bagaimana target produksi dan penjualan Perseroan pada tahun 2018? PT AUSTINDO NUSANTARA JAYA Tbk. TANYA JAWAB PUBLIC EXPOSE Senin, 14 Mei 2018 1. Bagaimana target produksi dan penjualan Perseroan pada tahun 2018? Target produksi Perseroan untuk tahun 2018 adalah 219.000

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti buku, block note, buku hard cover, writing letter pad, dan lainnya. Industri

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti buku, block note, buku hard cover, writing letter pad, dan lainnya. Industri BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri produk kertas yang juga termasuk dalam industri stasioneri adalah salah satu industri manufaktur yang mengolah kertas menjadi barang dari kertas seperti buku,

Lebih terperinci

oleh nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan besarnya inflansi.

oleh nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan besarnya inflansi. HMGRIN Harga Margarin (rupiah/kg) 12393.5 13346.3 7.688 VII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Dari hasil pendugaan model pengembangan biodiesel terhadap produk turunan kelapa sawit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 20 tahun yang lalu perkebunan kelapa sawit hanya terdapat pada beberapa provinsi saja yaitu Sumatera

Lebih terperinci

1 UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010.

1 UNIVERSITAS INDONESIA Rancangan strategi..., R. Agung Wijono, FT UI, 2010. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Sebagai Negara penghasil minyak bumi yang cukup besar, masa keemasan ekspor minyak Indonesia telah lewat. Dilihat dari kebutuhan bahan bakar minyak (BBM)

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. kerja seluas-luasnya sekaligus pemerataan pembangunan. Data kontribusi sub

BAB I. PENDAHULUAN. kerja seluas-luasnya sekaligus pemerataan pembangunan. Data kontribusi sub BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agroindustri akan berdampak pada penciptaan kesempatan kerja seluas-luasnya sekaligus pemerataan pembangunan. Data kontribusi sub sektor agroindustri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. nabati yang bermanfaat dan memiliki keunggulan dibanding minyak nabati

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. nabati yang bermanfaat dan memiliki keunggulan dibanding minyak nabati II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Minyak goreng kelapa sawit berasal dari kelapa sawit yaitu sejenis tanaman keras yang digunakan sebagai salah satu sumber penghasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan kemajuan teknologi dan industri telah memacu pertumbuhan konsumsi enerji yang cukup tinggi selama beberapa dasawarsa terakhir di dunia, sehingga mempengaruhi

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendekatan Penelitian Sistem Usaha Pertanian dan Agribisnis Pada awalnya penelitian tentang sistem pertanian hanya terbatas pada tahap budidaya atau pola tanam, tetapi pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat diunggulkan, baik di pasar dalam negeri maupun di pasar ekspor. Kelapa

BAB I PENDAHULUAN. sangat diunggulkan, baik di pasar dalam negeri maupun di pasar ekspor. Kelapa BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu sektor yang cukup berkembang dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan sejak krisis ekonomi dan moneter melanda semua sektor

Lebih terperinci

PT PP London Sumatra Indonesia Tbk

PT PP London Sumatra Indonesia Tbk Jakarta, 02 Desember 2013 A. Tanya Jawab pada saat Presentasi 1. Pertanyaan: - Apakah Lonsum sudah membuat prediksi mengenai kapan akan terjadinya CPO oversupply? - Bagaimana pengelolaan Gulma pada pohon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tandan buah segar (TBS) sampai dihasilkan crude palm oil (CPO). dari beberapa family Arecacea (dahulu disebut Palmae).

BAB I PENDAHULUAN. tandan buah segar (TBS) sampai dihasilkan crude palm oil (CPO). dari beberapa family Arecacea (dahulu disebut Palmae). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman kelapa sawit merupakan sumber minyak nabati yang pada saat ini telah menjadi komoditas pertanian unggulan di negara Indonesia. Tanaman kelapa sawit dewasa ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana pembangunan dibidang pertanian menjadi prioritas utama karena Indonesia merupakan salah satu negara yang memberikan komitmen

Lebih terperinci