I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai penghasil produk-produk hulu pertanian yang mencakup sektor perkebunan, hortikultura dan perikanan. Potensi alam di Indonesia memungkinkan pengembangan ke semua sektor tersebut. Khusus pada sektor perkebunan banyak komoditas tanaman yang sangat dikenal seperti karet alam, lada, kopi robusta, teh, kakao, jambu mete dan kelapa sawit sebagai komoditas ekspor andalan Indonesia. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan, dari beberapa komoditas unggulan perkebunan, kelapa sawit menempati urutan pertama dalam ekspor di tahun 2011 sebesar 53,57% dengan nilai 17,23 miliar dolar AS.Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memberikan kontribusi paling besar untuk devisa Indonesia, karena tanaman perkebunan ini memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi dan merupakan salah satu tanaman penghasil minyak nabati (Aprina, 2014). Minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) mempunyai kontribusi penting terhadap ekspor nonmigas Indonesia. Pada tahun 2008, nilai ekspor CPO Indonesia mencapai US$12,4 miliar atau mampu memenuhi 42% dari total permintaan dunia dan memberikan kontribusi 11,5% terhadap total nilai ekspor nonmigas. Pada tahun 2009, nilai ekspor CPO Indonesia mencapai US$10,4 miliar atau mampu memenuhi 49% dari total permintaan dunia dan memberikan kontribusi 10,6% terhadap total nilai ekspor nonmigas. Periode Januari-Mei 2010, nilai ekspor CPO Indonesia mencapai US$3,8 miliar (Agustira dan Jatmika, 2010). Perkembangan luas areal kelapa sawit di Indonesia pada kurun waktu cenderung meningkat. Jika pada tahun 1980 luas areal kelapa sawit Indonesia sebesar 294,56 ribu hektar, maka pada tahun 2013 telah mencapai 10,01 juta hektar. Pertumbuhan rata-rata selama periode tersebut sebesar 11,51% per tahun. Berdasarkan status pengusahaannya, perkebunan kelapa sawit dibedakan menjadi perkebunan rakyat (PR), perkebunan besar negara (PBN) dan perkebunan besar swasta (PBS). Dari ketiga jenis pengusahaan tersebut, PBS menguasai 1

2 50,08% luas areal kelapa sawit Indonesia, PR 36,71%, sedangkan PBN hanya 13,20% (Pusdatin, 2014). Indonesia merupakan produsen CPO terbesar di dunia dengan luas perkebunan kelapa sawit terbesar pula. Namun, hingga saat ini Indonesia belum dapat berperan banyak dalam sisi pemasaran, terutama sebagai referensi untuk mematok harga komoditas tersebut. Pasar CPO global masih mengacu pada pasar fisik Rotterdam dan pasar berjangka/derivatif Malaysian Derivative Exchange (MDEX) di Kuala Lumpur sebagai harga pasar CPO dunia. Dengan kelebihannya, Indonesia seharusnya dapat menjadi pengimbang dalam penentuan harga CPO internasional, namun yang terjadi harga justru ditentukan pasar (Agustira dan Jatmika, 2010). Sentra produksi minyak sawit Indonesia terutama berasal dari 6 (enam) provinsi yang memberikan kontribusi sebesar 75,26% terhadap total produksi minyak sawit Indonesia. Provinsi Riau dan Sumatera Utara merupakan provinsi sentra produksi CPO terbesar di Indonesia dengan kontribusi sebesar 26,31% dan 16,05%. Peringkat berikutnya berturut-turut adalah Provinsi Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, Jambi dan Kalimantan Barat dengan kontribusi masingmasing sebesar 10,02%, 10,00%, 7,12%, dan 5,77% (Pusdatin, 2014). Menurut penelitian Almadis (2014) aktivitas perkebunan kelapa sawit di Provinsi Riau didukung oleh pabrik kelapa sawit (PKS) sebanyak 146 unit yang tersebar diberbagi kota. Tetapi PKS tersebut tidak tersebar secara merata. Petani swadaya dengan lahannya yang terletak jauh dari PKS menyebabkan rendahnya mutu TBS (Tandan Buah Segar) karena waktu pengangkutan yang relatif lama dan jauh. Perkembangan perkebunan kelapa sawit di Riau tidak diimbangi dengan pembangunan industri pengolahannya sehingga menyebabkan terjadi penumpukan TBS di lokasi perkebunan. Hal ini berdampak langsung terhadap mutu dari minyak yang dihasilkan. Menurut Bangun (2014) kualitas CPO Indonesia masih kalah dengan Malaysia bahkan negara negara Uni-Eropa enggan membeli CPO dalam negeri karena dianggap mengandung kolesterol yang tinggi. Kandungan beta karoten CPO Indonesia hanya 450 ppm sedangkan CPO Malaysia sebesar 502 ppm. Menurut penelitian Herianto (2008) Indonesia memiliki keunggulan komparatif 2

3 pada komoditi CPO namun daya saingnya masih rendah jika dibandingkan dengan negara Malaysia dan Papua Nugini. Hasil analisis keunggulan kompetitif industri CPO Indonesia menghasilkan bahwa secara keseluruhan atribut seperti sumberdaya dan kondisi permintaan domestik memiliki keunggulan kompetitif. Dukungan dari pemerintah dan faktor peluang juga membantu terbentuknya keunggulan kompetitif Indonesia. Kendala masih terdapat dalam pembangunan perkebunan kelapa sawit yaitu masih minimnya sarana dan prasarana penunjang industri CPO Indonesia, rendahnya penggunaan bibit unggul, dan kurangnya peranan dari penyuluh pertanian lapangan. Harga minyak sawit (CPO) berfluktuatif. Ada tiga faktor penyebab kondisi tersebut. Pertama, para pembeli (buyer) dari berbagai negara di Eropa dan Amerika Serikat mengalami krisis keuangan sehingga daya beli mereka menurun. Kedua, produksi minyak nabati lain seperti kedelai dan bunga matahari sedang melimpah. Ketiga, sejumlah negara sengaja menahan order pembelian sawit, terutama China dan India meski kebutuhan mereka cukup besar (Pahan, 2010cit. Arifin dkk, 2012). Tren pergerakan harga CPO (crude palm oil) sepanjang pekan pertama September 2015, terlihat dalam bergerak menguat. Harga CPO pada awal pekan pertama naik di bursa berjangka Rotterdam sebagai acuan harga CPO dalam negeri yaitu berada pada level US$ 515 per ton. Akhir pekan berada pada posisi US$ 520,00 per ton untuk kontrak penyerahan Oktober Sementara di pasar spot Medan, harga juga bergerak menguat dari awal pekan berada pada posisi Rp6.097 per kg menjadi Rp6.202 per kg. Sementara itu pada awal pekan pertama, Kementerian Perdagangan RI mengumumkan harga referensi minyak kelapa sawit mentah (CPO) yang ditetapkan untuk periode September 2015 dicatat turun US$ 54,90/MT(-8,23%) dari bulan sebelumnya menjadi US$ 610,65/MT. Tercatat bahwa penetapan itu tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 65/M-DAG/PER/8/2015 tentang Penetapan Harga Patokan Ekspor (HPE) atas Produk Pertanian dan Kehutanan yang Dikenakan Bea Keluar. Menurut Kemendag RI, bahwa rendahnya harga referensi CPO saat ini akibat terjadinya oversupply pasar internasional minyak nabati dunia, terutama oleh minyak nabati dari sumber lain sebagai kompetitor CPO, termasuk akibat rendahnya harga 3

4 minyak bumi dunia dan devaluasi Yuan. Selain itu, penurunan harga referensi untuk produk CPO disebabkan oleh semakin melemahnya harga internasional untuk komoditas tersebut (Bappeti, 2015) Sementara harga CPO di bursa MDEX, pada perdagangan tampak mengalami peningkatan yang terbatas. Harga CPO di bursa Malaysia untuk kontrak paling aktif berhasil mengalami kenaikan yang mantap didorong oleh pelemahan nilai tukar ringgit terhadap kurs US$. Selanjutnya, melemahnya ringgit membuat harga komoditas yang diperdagangkan dalam mata uang tersebut menjadi relatif lebih murah bagi para pembeli luar negeri. Dampaknya permintaan terhadap komoditas tersebut meningkat. PT. SMART Tbk adalah salah satu perusahaan terbesar, emiten, berbasis kelapa sawit terintegrasi di Indonesia yang berkomitmen untuk produksi minyak sawit berkelanjutan.kegiatan utama PT. SMART Tbk adalah penanaman dan pemanenan kelapa sawit, pengolahan tandan buah segar menjadi minyak sawit mentah (CPO) dan palm kernel, serta pemurnian CPO menjadi produk dengan nilai tambah seperti minyak goreng, margarin dan shortening.selain minyak curah dan industrial, produk rafinasi PT. SMART Tbk juga dipasarkan dengan beberapa merek dagang seperti Filma dan Kunci Mas. Saat ini, merek ini telah diakui memiliki kualitas tinggi dan menguasai pangsa pasar yang signifikan di segmen masing-masing di Indonesia. Sebagai salah satu perusahaan perkebunan terbesar di Indonesia PT. SMART Tbk bercita-cita menghasilkan kualitas agribisnis dan konsumen produk yang berkelanjutan serta unggul. Solusi dan layanan untuk menciptakan nilai bagi seluruh stakeholder. 2. Rumusan Masalah Perkembangan harga CPO dunia selama ini cukup fluktuatif dengan kecenderungan terus meningkat. Peningkatan harga tersebut terkait dengan tingginya permintaan dunia yang tidak dapat diimbangi oleh terbatasnya peningkatan pasokan CPO. Sampai saat ini CIF (Cost, Insurance, Freight) Rotterdam dan Malaysia Derivatives Exchange (MDEX) masih menjadi referensi harga CPO dunia. Besaran harga CIF Rotterdam terbentuk dari harga transaksi 4

5 rata-rata 12 pembeli besar CPO dunia yang bermarkas di kota pelabuhan Rotterdam tersebut. Khusus untuk CPO asal Indonesia, eksportir harus menanggung biaya asuransi danletter of credit (LC) yang lebih mahal dari CPO dari negara lain seperti Malaysia. Hal tersebut lazim dalam perdagangan komoditas yang masuk dalam perdagangan forward yang memperhitungkan faktor risiko menyangkut kepercayaan dan keamanan suatu negara asal komoditas (Bachtiar, 2010). PT. SMART Tbk saat ini menjadi salah satu perusahaan mengelola perkebunan sawit di Indonesia dengan luas total lahan sekitar hektar, termasuk Plasma dengan yield lebih tinggi dari buah-industri rata-rata 22,9 ton per hektar. Dengan kapasitas 4,2 juta ton per tahun, pabrik mengekstrak CPO dan PK (Palm Kernel) dari TBS (Tandan Buah Segar). Bagian dari CPO diproses lebih lanjut menjadi nilai tambah produk bermerek dan curah melalui kilang, yang memiliki kapasitas total ton per tahun. Tanaman kernel crushing kami memiliki kapasitas 480 ribu ton per tahun. PT. SMART Tbk saat ini juga sebagai pengekspor produk hasil olahan CPO antara lain minyak goreng, mentega, shortening dll. Perubahan harga CPO di tingkat internasional sangat berpengaruh terhadap harga minyak goreng dan hasil olahan lainnya yang diproduksi oleh PT. SMART Tbk. Bedasarkan uraian tersebut, maka timbul beberapa pertanyaan yang akan dikaji dalam penelitian ini, antara lain : 1. Bagaimana estimasi perilaku harga CPO CIF Rotterdam, FOB Belawan dan PT. SMART Tbk? 2. Bagaimana peramalan harga CPO CIF Rotterdam, FOB Belawan dan PT. SMART Tbk? 3. Bagaimana volatilitas harga CPO di PT. SMART Tbk? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut diadakan penelitian Fluktuasidan Volatilitas Harga Crude Palm Oildi PT. SMART Tbk 5

6 4. Tujuan Penelitian 1. Mengestimasi perilaku harga CPO di CIF Rotterdam, FOB Belawan dan PT. SMART Tbk. 2. Mengetahui peramalan harga CPO di CIF Rotterdam, FOB Belawan dan PT. SMART Tbk di tahun Mengetahui volatilitas harga CPO di PT. SMART Tbk 5. Manfaat Penelitian 1. Bagi masyarakat akademik, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan untuk dianalisis lebih lanjut. 2. Bagi perusahaan mitra penelitian ini dapat dijadikan bahan evaluasi mengenai kebijakan agar semakin saling menguntungkan. 3. Bagi petani hasil peneletian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat untuk kesejahteraan petani sawit khususnya. 6