BAB V RANCANGAN PENELITIAN HISTORIS FAKTUAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V RANCANGAN PENELITIAN HISTORIS FAKTUAL"

Transkripsi

1 BAB V RANCANGAN PENELITIAN HISTORIS FAKTUAL 5.1 PENDAHULUAN Bab V ini menjelaskan contoh rancangan penelitian historis, tentang pandangannya terhadap suatu masalah yang dihadapi oleh manusia dan masa ke masa yaitu kekerasan. Kancangan penelitian historis faktual mi terdiri dan 1)tentang tokoh, 2)naskah atau buku, 3)teks naskah. Dalam bab V ini contoh rancangan penelitian akan ditampilkan pemikiran seorang filsuf mengenai sesuatu hal yang menarik perhatian dan karya siswa Program Pasca Sarjana, Ilmu Filsafat UGM tahun 1998 oleh Krisni. Bab V ini memberikan masukan bagi mahasiswa tentang bagaimana penelitian filsafat harus dirnulai dengan mengenal dan merumuskan sesuatu persoalan yang termasuk dalam lingkupan dan bidang filsafat. Menurut filsuf Amerika Serikat yang juga menjadi pimpinan dan Institute for Philosophical Research (Chicago) bernama Mortimer J. Adler ( ) filsafat bersangkut paut dengan common expeience of mankind (pengalaman umum dan umat manusia). Kekerasan adalah salah satu bentuk kehidupan manusia yang terjadi dan masa ke masa termasuk Indonesia. Bagaimana pemikiran filsuf tentang ini berikut contoh rancangan penelitian filsafat tentang hal tersebut. Tujuan Instruksional Khusus 1. Dapat menjelaskan rancangan penelitian model historis faktual khususnya pandangan seorang tokoh tentang suatu masalah dalam masyarakat. 2. Dapat membuat dan melaksanakan rancangan model penelitian historis faktual. 3. Dapat mengevaluasi rancangan penelitian historis faktual. 5.2 CONTOH RANCANGAN PENELITIAN HISTORIS FAKTUAL I. Judul : Tinjauan Kritis Tentang Pembatasan Kekerasan Bagi Penguasa Negara menurut Bertrand Russell, Oleh Krisni. II. Latar Belakang Masalah Dalam penelitian filsafat sebagai titik tolak adalah menemukan objek material dan objek formal persoalan yang akan diteliti. Menurut Bakker dan Charris (1990) Objek material penelitian filsafat adalah pikiran salah seorang

2 filsuf, entah seluruh karyanya, entah hanya satu topik dalam karyanya. (Dengan modifikasi seperlunya dapat juga diselidiki salah satu kelompok atau suatu mazhab. Lebih kompleks lagi, kalau meneliti filsafat alam salah satu periode atau zaman) dan objek formal adalah pikiran tokoh itu diselidiki sebagai filsafat. Jadi tidak dipandang menurut arti sosiologis atau budaya atau politis, tetapi sejauh memberikan visi mengenai menurut hakikatnya. Dengan perkataan lain, dipelajari filsafatnya mengenai manusia, atau mengenai dunia, filsafat ketuhanan, etika, filsafat nilai, dsb. Contoh: Dari pengalaman hidup sehari-hari kekerasan memang bukanlah hal yang asing, kita jumpai dalam kehidupan manusia sepanjang masa. Masalah kekerasan selalu menjadi topik yang hangat dari abad ke abad, sebab kekerasan terjadi dimana pun dan kapan pun. Dari segi metalitas, kita melihat kecenderungan bahwa kekerasan di dunia telah membudaya. Masyarakat dunia dibesarkan dengan keyakinan bahwa kekerasan adalah salah satu cara yang paling efektif untuk mencapai tujuan. Hal tersebut senada dengan pendapat Bertrand Russell, bahwa dorongan seseorang berbuat adalah dorongan untuk mendapatkan/ memegang kekuasaan. Adanya hasrat untuk berkuasa itulah yang menyebabkan seseorang berusaha untuk mewujudkannya, meski dengan jalan apapun termasuk dengan jalan kekerasan. Pendapat Russell itu mirip dengan pendapat Machiaveli, bahwa kekerasan dapat dilakukan oleh penguasa, untuk mengamankan kekuasaan yang ada di tangannya. Machiaveli memandang kekerasan yang dilakukan oleh penguasa negara sebagai suatu hal yang dapat dibenarkan, sedangkan Bertrand Russel justru menolak adanya kekerasan tersebut. Pada dasarnya ada 2 jenis kategori kekerasan yaitu kekerasan fisik dan kekerasan psikis. Kekerasan fisik nampak jelas pada peristiwa perang, pembunuhan, pemerkosaan, dan lain-lain. Sedang kekerasan psikis misalnya dengan mengintimidasi. Yang jelas keduanya bermaksud untuk membuat orang menjadi takut dan akhirnya rnau menuruti kehendak peneror. Menurut Bertrand Russell, kekuatan yang paling pokok dari hukum adalah kekuasaan negara yang sifatnya memaksa. Dengan demikian wewenang untuk melakukan paksaan fisik langsung merupakan hak istimewa penguasa negara. Agar kekuasaan yang dimiliki suatu oleh penguasa tersebut tidak menyengsarakan, maka perlu seperangkat peraturan mengenai cara penguasa

3 negara dalam mempergunakan hak istimewanya itu terhadap warga negaranya. Dalarn hal ini Russell melihat bahwa jalan keluar yang ditawarkan itu baru dapat dicapai dalam sistem pemerintahan yang demokratis Perumusan Masalah Bagaimanakah pembatasan kekerasan yang ditawarkan oleh Bertrand Russell bagi penguasa negara di dalam melaksanakan pemerintahannya? Keaslian Penelitian Penelitian ini menitikberatkan pada pembatasan kekerasan bagi penguasa negara menurut Bertrand Russell. Dengan demikian memiliki ciri yang khusus dan belurn dikaji/ diteliti secara khusus dalam berbagai hasil penelitian yang telah dipelajari melalui studi kepustakaan. Diakui bahwa kajian telaah filosofis tentang Bertrand Russell telah dilakukan, namun menitik beratkan pada aspek lain, yaitu tentang kekuasaannya. Seperti penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti untuk tugas akhir S- 1, yang berjudul Makna Kekuasaan Dalam Filsafat Politik Bertrand Russell, dan penelitian yang dilakukan oleh Agus Subagyo dengan judul Sumbangan Pemikiran Bertrand Russell terhadap Filsafat Ilmu Faedah yang Dapat Diharapkan Secara akademis penelitian akan bermanfaat dalam rangka: 1. Menambah dan memperkaya bahan bacaan, tentang perlindungan hak-hak dan kewajiban warga negara, sehingga kekerasan yang dilakukan oleh penguasa negara dapat diminimalkan. 2. Menyajikan model pemerintahan demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang memungkinkan manusia mencapai kehidupan yang lebih baik. 3. Secara pribadi penelitian ini akan sangat bermanfaat dalam rangka rneningkatkan pengetahuan penelitian dan untuk memperdalam metodologi penelitian filsafat. 5.3 TUJUAN PENELITIAN Menurut Bakker dan Charris 1990 dalam mengadakan penelitian dapat ada beberapa sasaran : 1. Inventarisasi

4 Mempelajari karya tokoh itu sendiri, agar dapat diuraikan dengan tepat dan sejelas mungkin. Mengumpulkan juga bahan yang tersebar dalam kepustakaan mengenai tokoh, filsafatnya, dan karya-karyanya. Dengan persis meneliti apa yang dikatakan oleh ngarang-pengarang mengenai tokoh itu. Menunjukkan dengan tepat kesamaan dan perbedaan dalam uraian mereka. Menjelaskan masalah-masalah yang mereka ajukan, dan usaha pemecahan yang mereka berikan. 2. Evaluasi Kritis Maju satu langkah. Berdasarkan studi langsung mengenai pikiran tokoh yang bersangkutan, peneliti membuat perbandingan antara uraian-uraian ahli-ahli mengenai tokoh itu. Memperlihatkan kekuatan dan kelemahan mereka, ketepatan pemecahan atau kesalahan yang mereka buat. Namun tanpa mengajukan suatu pemecahan sendiri. 3. Sintesis Berdasarkan data tersebut nomor 1 dan 2, melengkapi penelitian-penelitian yang telah diperbuat orang lain. Dengan menentukan pendapat mana yang memperkaya dan mana yang menyeleweng, disusun sintesis yang menyimpan semua unsur baik, dan menyisihkan segala unsur yang tidak sesuai. Namun sintesis ini tetap berdasarkan bahan yang telah dikumpulkan. 4. Pemahaman Baru Dengan bertitik tolak dari segala perbedaan pendapat di antara para ahli, dan dari evaluasi kritis terhadap mereka, dan setelah meneliti kembali dengan seksama karya tokoh filsuf yang bersangkutan, membuat suatu dobrakan pikiran. Ditemukan bahan baru, atau dibuat pendekatan baru, yang membawa ke suatu pemahaman serba baru, yang berisi lebih daripada hanya sintesis semua bahan yang telah tersedia, dan mengatasi semua pemecahan. Contoh: 1. Melakukan penelitian tentang penolakan Bertrand Russell terhadap kekerasan yang dilakukan oleh penguasa negara terhadap warga negaranya. 2. Melakukan analisis kritis tentang pembatasan kekerasan yang dilakukan oleh penguasa negara menurut Russell sebagai bahan kajian untuk melihat pembatasan kekerasan di Indonesia.

5 5.4 TINJAUAN PUSTAKA Semua informasi yang mendukung penelitian supaya ditelusuri ke sumber aslinya, Encyclopedia, literatur, jurnal, internet, dan kliping majalah, koran, disertasi, skripsi yang belum diterbitkan. Contoh: Tinjauan Pustaka Bertrand Russell adalah seorang filsuf dan penulis yang produktif, sehingga ia niendapat julukan orang yang paling bijak di Inggris. Beliau turut meletakkan dasar bagi perkembangan khasanah ilmu pengetahuan di dunia dan dikenal sebagai seorang moralis dan humanis sejati yang memperjuangkan politiknya. Perjuangan beliau berupa sikap anti kekerasan, anti peperangan, dan anti bentukbentuk kekuasaan yang dilandasi angkara murka yang dapat menyengsarakan kehidupan manusia. Menurut Bertrand Russell dorongan seseorang berbuat adaiah dorongan untuk mendapatkanlmemegang kekuasaan. Adanya hasrat/ keinginan untuk berkuasa itulah yang menyebabkan seseorang berusaha untuk mewujudkannya, meskipun dengan jalan apapun, termasuk dengan jalan kekerasan. Kekerasan memang bukan hal baru bagi umat manusia dan telah ada sejak awal kehidupan manusia. Kekerasan ini dipakai manusia untuk mencari pengaruh atas kepentingan pribadi atau kelompoknya terhadap manusia atau kelompok lainnya yang tidak sepaham dalam suatu negara atau dengan negara lainnya. Sehingga sejak perang Dunia II sampai sekarang telah terjadi berbagai macam bentuk kekerasan yang dilakukan oleh manusia terhadap manusia lainnya, melalui hasil penciptaan alat-alat pembunuh yang semakin modern dan efektif (Dahier dan Candra, 1976, p. 150). Seorang pemikir besar dari Itali, Niccolo Machiavelli ( ) melihat bahwa kondisi kehidupan politik ditandai oleh adanya semacam anarki kekuasaan (bahwa rakyat tidak mengakui sepenuhnya kepemirnpinan sang penguasa) dan adanya kemerosotan moral dalam hubungan pemerintahan suatu negara. Machiavelli (tidak menekankan tentang legitimasi moral, tetapi bagaimana kekuasaan yang tidak stabil itu menjadi stabil. Sehingga tugas pemerintah adalah mempertahankan, mengembangkan dan mengekspansikan kekuatan. Oleh karena itu ia mengatakan bahwa seorang penguasa itu bukanlah personifikasi dan keutamaan-keutamaan moral. Dalam mengambil tindakan penguasa tidak bertolak dan kemauan rakyat (apakah tindakan yang diambil itu akan dinilai baik atau buruk oleh masyarakat) tetapi bertolak dan segi efisiensi secara politis.

6 Kekerasan dapat dimanfaatkan dan dipraktekkan oleh penguasa atas desakan keadaan dan tuntutan situasi (yang khas). Dengan demikian tujuan utama berpolitik bagi penguasa adalah mengamankan kekuasaan yang ada di tangannya. Segala usaha untuk meraih tujuan itu dibenarkan (Machiavelli, 1987, p.xxix xxxii). Pemikiran Machiavelli tersebut tentu saja tidak dapat dilepaskan dari latar belakang kehidupannya, karena ajarannya merupakan pencerminan dan apa yang dikenalnya dalam praktek. Ia menomorsatukan kepentingan negara. Tujuannya adalah untuk mempersatukan kembali negara Itali yang pada waktu itu mengalami kekacauan dan perpecahan. Pandangan dari Machiavelli tentang pengunaan kekerasan dalam sistem politik berbeda dengan pandangan Thomas Hobbes ( ) dan J.J. Rousseau ( ) tentang keberadaan kekerasan dalam diri manusia. Mereka mempunyai pandangan tentang kekerasan yang bertolak belakang (Suseno, 1987: ). Menurut Hobbes, kekerasan merupakan keadaan alamiah manusia (state of nature) dan hanya suatu pemerintah negara yang mempergunakan kekerasan terpusat dan memiliki kekuasaanlah yang dapat mengatasi keadaan ini. Pendapatnya tersebut berdasarkan pandangannya tentang manusia sebagai homo homini lupus manusia adalah manusia serigala bagi yang lain, dan akibatnya perang semua melawan semua (belu omnium contra omnes). Untuk terselenggaranya perdamaian, manusia kemudian mengadakan suatu perjanjian, yang disebut sebagai perjanjian masyarakat. Sehingga muncul apa yang disebut negara. Dengan demikian menurut Hobbes, kekuasaan penguasa adalah absolut. Sebaliknya Rousseau, berpandangan bahwa manusia dalam keadaan alamiahnya sebagai ciptaan yang polos, tidak egois dan tidak altruis. Tetapi karena peradabanlah yang telah membuat manusia menjadi binatang yang memiliki sifat menyerang seperti keadaan sekarang. Dengan demikian Hobbes berpandangan bahwa kekerasan sejak semula sudah ada pada diri manusia, sedangkan Rousseau menolaknya bahkan beranggapan peradabanlah yang membuat manusia melakukan tindakan kekerasan. Dan ia beranggapan bahwa penguasa itu berkuasa hanya sebagai wakil rakyat. Apabila penguasa tidak melakukan kemauan rakyat, maka ia dapat diganti. Jadi Rousseau justru ingin mengubah sistem pemerintahan yang absolut. Pandangan lain tentang kekerasan disampaikan juga oleh Arthur Schopenhauer, seorang filsuf Jerman yang hidup pada tahun , yang mengemukakan bahwa segala sesuatu merupakan manifestasi dari kehendak

7 termasuk kemungkinan-kemungkinan untuk berkuasa. Kehendak itu tidak terhingga, tetapi kemungkinan-kemungkinan untuk memuaskannya terbatas. Hal itulah yang menyebabkan hidup manusia penuh frustasi, yang pada akhirnya menimbulkan berbagai macam bentuk kekerasan di muka bumi ini (Delfgaauw, p.146). Disamping segi kehendak, faktor lain yang mendukung adanya kekerasan adalah segi mertalitas. Kita melihat kecenderungan bahwa kekerasan di dunia telah membudaya. Masyarakat dunia khususnya generasi muda dibesarkan dengan keyakinan bahwa kekerasan adalah satu cara yang paling efektif untuk mencapai tujuan. Sayangnya pola suatu perbuatan kekerasan dalam kehidupan masyarakat sering tidak terdeteksi. Banyak faktor yang mempengaruhi, baik struktural maupun non-struktural yang melatarbelakangi terjadiiya suatu tindakan kekerasan (Dahler dan Chandra, 1976:151). Bertrand Russell berpendapat, sejarah telah menunjukkan bahwa setiap kelompok manusia yang diberi kekuasaan untuk memerintah kelompol manusia lainnya akan menyalahgunakan kekuasaannya itu, jika mereka tidak diawasi dengan sanksi. Dcmokrasi dimaksudkan untuk membatasi kekuasaan yang dilakukan oleh penguasa negara, sehingga penguasa negara tidak berbuat sewenang-wenang terhadap rakyatnya (Russell, l991,p.218). Sejalan dengan itu Bertrand Russell berusaha mengupayakan agar kekerasan yang dilakukan oleh penguasa negara dapat dibatasi. Bertrand Russell mengatakan bahwa untuk terselenggaranya perdamaian harus melihat para penguasa negara, karena terjadinya negara dimaksudkan untuk memelihara perdamaian (rasa tentram). Hal itu mengingatkan kita dengan ilustrasi yang dikemukakan oleh Bertrand Russell sebagai berikut: Ketika melalui sisi Gunung Thai, Konfusius melihat seorang wanita sedang menangis di dekat sebuah kuburan. Konfusius membelokkan kendaraannya dan mendekati perempun tadi. Konfusius menyuruh Tze Lu (muridnya) untuk menanyai perempuan itu. Anda meratap seperti orang yang sedang tertimpa kemalangan bertubi-tubi!. Memang benar, jawab perempuan itu, Suatu ketika ayah suami saya dibunuh oleh seekor hariamau di sini. Suami saya juga dibunuh, dan sekarang anak laki-laki saya telah mati dengan cara yang sama. Sang guru (Konfusius) kemudian bertanya, mengapa anda tidak meninggalkan tempat ini? Lalu perempuan itu menjawab, Disini tidak ada pemerintah yang menindas. Lalu

8 Sang Guru berkata, Camkan hai anak-anakku, pemerintah yang menindas jauh lebih mengerikan daripada harimau. Dari ilustrasi di atas kita dapat melihat betapa besar pentingnya peran penguasa negara untuk terciptanya perdimaian. 5.5 LANDASAN TEORI Penolakan Bertrand Russell tentang kekerasan dilatar belakangi oleh keprihatinannya tentang perlakuan sewenang-wenang yang dilakukan oleh penguasa negara terhadap rakyatnya. Padahal seorang penguasa negara justru harus melindungi hak dan kepentingan rakyat, karena terjadinya negara dimaksudkan untuk memelihara perdamaian (rasa aman dan tenteram). Kekerasan yang dilakukan oleh seorang penguasa negara terhadap rakyatnya ini akan sangat mengerikan, karena seorang penguasa negara mempunyai kekuasaan yang begitu besar terhadap kelangsungan hidup rakyatnya. Disamping itu Bertrand Russell juga menyadari bahwa kekerasan yang dilakukan oleh penguasa negara itu tidak dapat dihilangkan sama sekali, karena biasanya dalam suatu negara ada individu-individu yang menyimpang dari norma-norma hukum. Dengan demikian kekerasan itu tidak dapat dihindarkan, tetapi adanya kekerasan itu dapat dibatasi. Disinilah Bertrand Russell menawarkan suatu jalan keluar untuk membatasi terjadinya kekerasan yang dilakukan oleh penguasa negara terhadap rakyatnya, yaitu dengan model pemerintahan demokrasi. Demokrasi merupakan faktor yang sangat penting untuk tercapainya kesejahteraan rakyat. Meskipun demikian, demokrasi bukan suatu pemecahan yang tuntas, karena pemecahan yang tuntas tidak akan tercapai apabila kita hanya membatasi diri pada masalah-masalah yang lain, seperti ekonomi, propaganda dan kondisi psikologis serta pendidikan. Walaupun bukan suatu pemecahan yang tuntas, demokrasi tetap menjadi bagian yang pokok dan pemecahan yang tuntas tersebut. 5.6 HIPOTESIS Menurut Bakker dan Charris 1990 dirumuskan asumsi pokok yang mendasari seluruh penelitian, atau jawaban/pemecahan untuk masalah atau untuk teori, yang diperkirakan atau diharapkan oleh peneliti akan dihasilkan oleh penyelidikan ini. Hipotesis tersebut tidak boleh hanya umum saja (misalnya ada nilai filosofi ada

9 perbedaan ), tetapi harus membuat pernyataan persis dan kongkrit, senada (engan apa yang telah diterangkan sebagai tujuan penelitian lebih dulu. Contoh; hipotesis yang diajukan oleh Krisni adalah: Kekerasan yang dilakukan oleh penguasa negara harus dibatasi dengan berbagai macam pelembagaan negara, dari dalam suatu sistem pemerintahan demokrasi. 5.7 METODOLOGI PENELITIAN 1. Diterangkan model penelitian filosolis yang mana, dipergunakan, atau diterangkan kombinasi beberapa model. 2. Diperinci pelaksanaan metode tersebut a. Bahan atau materi penelitian Penelitian mengenai pembatasan kekerasan bagi penguasa menurut Bertrand Russell ini dilakukan dengan penelitian pustaka. Difokuskan pada karya Russell kekuasaan, sebuah Analisis Sosial baru, ditambah dengan karya-karya Russell lain yang mendukung, dan juga karya Franz Dahler tentang Asal dan Tujuan Manusia, karya Franz magnis Suseno tentang Etika Politik, serta buku-buku lain yang merupakan buku penunjang yang penting dalam penelitian ini. b. Cara menjalankan penelitian 1) Mengumpulkan dan mendata karya-karya pokok Bertrand Russell mengenai kekerasan, 2) Mengumpulkan dan mendata karya-karya sekunder Bertrand Russell yang berhubungan dengan kekerasan, 3) Mengumpulkan dan mendata karya-karya fisuf lain yang berhubungan dengan kekerasan, 4) Mengidentifikasi dan mendeskripsikan unsur unsur pemikran filosofis yang berhubungan dengan pembatasan kekerasan menurut Bertrand Russell. c. Analisis Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan mempergunakan model penelitian historis faktual mengenai tokoh (Bakker dan Charris, 1990:61) dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Interpretasi Peneliti menyelami karya Bertrand Russell untuk menangkap dan memahami arti yang dimaksudkan dalam pembatasan kekerasannya.

10 Kemudian atas dasar pemahaman itu peneliti memberikan analisis kritis terhadap pemikiran Russell. 2. Induksi dan deduksi Semua karya Russell dipelajari sebagai suatu case study dalam menganalisis mengenai konsep kekerasannya agar dapat dibangun suatu sintesis. 3. Koherensi Pembatasan kekerasan menurut koherensi ini diperlukan dalam rangka membuat interpretasi yang tepat mengenai pemikiran Bertrand Russell, sehingga semua unsurunsur pemikirannya dilihat menurut secara logis sistematis. 4. Refleksi peneliti pribadi Diberikan dalam rangka untuk melihat relevansi Russell dengan konsep pembatasan kekeràsan di negara kita. Jadwal Penelitian a. Persiapan... 1 bulan b. Pelaksanaan... 3,5 bulan c. Penyelesaian... 1,5 bulan Jumlah waktu yang diperlukan 6 bulan Personalia Penelitian Peneliti Utama a. Nama lengkap dengan gelar : Krisni Noor Patrianti, dra b. Pangkat/golongan : Penata Muda Tk I/lila c. Jabatan : Asisten ahli madya d. Alamat : Perumahan Duta Wacana, Wonosalam, Sukoharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta. Pengalaman Publikasi Publikasi 2-3 tahun terakhir Kekerasan Suatu Tinjauan Filosofis, dalam jurnal Teologi Gema Duta Wacana, No

11 Latihan 1. Sebutkan berbagai macam judul yang menarik untuk diteliti secara historis faktual rnengenai tokoh. 2. Mengapa penelitian historis faktual mengenai tokoh menjadi pilihan untuk diteliti. 3. Berikan contoh objek material dan objek formal penelitian historis mengenai.1tokoh. 4. Berikan contoh perumusan masalah, landasan teori dan hipotesis. 5.8 PENUTUP Rangkuman Objek material penelitian historis faktual mengenai tokoh adalah pikiran seorang filsuf, seluruh karyanya, atau satu topik karyanya. Dalam hal ini pemikiran Bertrand Russell. Sedang objek formal adalah pikiran filsuf yang diselidiki secara filsafat bukan secara arti sosiologis, budaya atau politis. Dalam hal ini tinjauan filsafat tentang pembatasan kekerasan bagi penguasa negara. Untuk keperluan tersebut dilakukan inventarisasi, evaluas kritis, sintesis serta pemahaman baru atas karyakarya Bertrand Russell. Dengan metodologi penelitian kepustakaan dengan menggunakan sepuluh unsur metodis dalam penelitian filsafat. Persoalan yang ingin dijawab oleh Krisni adalah bagaimana pembatasan kekuasaan bagi penguasa negara menurut Bertrand Russell. Soal Test Formatif 1. Sebutkan perbedaan antara objek material dan objek formal dalam penelitian historis faktual mengenai tokoh. 2. Sebutkan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam penelitian histroris faktual mengenai tokoh. 3. Buatlah contoh persoalan-persoalan yang menarik untuk diteliti yang relevan dengan masa sekarang. 4. Bagaimana metode pengumpulan untuk penelitian historis faktual mengenai tokoh. Tokoh adalah pikiran. Umpan Balik Petunjuk: Untuk menilai jawaban atas test formatif di atas sehingga dapat diketahui tingkat penguasaan materi bab V tentang penelitian historis faktual mengenai tokoh

12 tersebut adalah bila mahasiswa dapat menjelaskan dan memberikan contoh persoalan-persoalan yang menarik yang dapat diteliti secara filsafat menurut pandangan seorang filsuf secara cermat dia dapat dikualifikasi baik. Kunci Jawaban 1. Objek material penelitian historis faktual mengenai seorang filsuf sedang objek formal adalah pikiran filsuf itu diselidiki sebagai filsafat tidak dipandang menurut arti lain. 2. Kejujuran dan objektifitas merupakan syarat mutlak dalam penelitian ini, peneliti tidak diperkenankan untuk memasukkan pikirannya ke dalam karya filsuf yang sedag diteliti. 3. Pandangan Plato tentang Cinta sejati dalam dunia Ide dan Realitas Kehidupan. 4. Cara mengumpulkan data dalam penelitian historis faktual adalah dengan studi kepustakaan dengan menggunakan kartu catatan studi. Daftar Pustaka Bakker, Anton dan Zubair, Achmad Charris 1990 Metodologi Penelitian Filsafat, Kanisius Yogyakarta. Patrianti, Krisni Noor 1998 Usulan Proposal Penelitian Mata Kuliah Metodologi Penelitian Filsafat, Program Pasca Sarjana UGM.

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan aliran utama pemikiran Abad ke-18 di Eropa dan Amerika. Pada

BAB I PENDAHULUAN. menggambarkan aliran utama pemikiran Abad ke-18 di Eropa dan Amerika. Pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa pencerahan (Aufklärung) merupakan istilah yang digunakaan untuk menggambarkan aliran utama pemikiran Abad ke-18 di Eropa dan Amerika. Pada masa pencerahan,

Lebih terperinci

BAB VI RANCANGAN PENELITIAN KONSEP SEPANJANG SEJARAH

BAB VI RANCANGAN PENELITIAN KONSEP SEPANJANG SEJARAH BAB VI RANCANGAN PENELITIAN KONSEP SEPANJANG SEJARAH 6.1. PENDAHULUAN Bab VI ini menguraikan rancangan penelitian mengenai suatu konsep sepanjang sejarah, dan pikiran-pikiran para filsuf tersebut banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum merupakan suatu sarana untuk memilih orang agar dapat mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut sistem demokrasi,

Lebih terperinci

BAB IV MODEL PENELITIAN FILSAFAT

BAB IV MODEL PENELITIAN FILSAFAT BAB IV MODEL PENELITIAN FILSAFAT 4.1 PENDAHULUAN Bab IV ini menjelaskan tentang model-model penelitian filsafat. Mengapa penelitian filsafat memerlukan model? Bab IV ini memerlukan wawasan mahasiswa tentang

Lebih terperinci

FIF 2315: FILSAFAT POLITIK SEMESTER GENAP 2014/2015 (18 Februari-18 Mei 2015) Kelas A: Senin. R.: B101, Waktu:

FIF 2315: FILSAFAT POLITIK SEMESTER GENAP 2014/2015 (18 Februari-18 Mei 2015) Kelas A: Senin. R.: B101, Waktu: FIF 2315: FILSAFAT POLITIK SEMESTER GENAP 2014/2015 (18 Februari-18 Mei 2015) Kelas A: Senin. R.: B101, Waktu: 07.30-09.10 Agus Wahyudi Kantor : R. 508, FISIPOL UGM Telepun : 901198 Email : awahyudi@ugm.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia pasti memiliki tujuan hidup. Tujuan tersebut menjadi salah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia pasti memiliki tujuan hidup. Tujuan tersebut menjadi salah BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Setiap manusia pasti memiliki tujuan hidup. Tujuan tersebut menjadi salah satu patokan untuk pengambilan keputusan-keputusan serta tindakan-tindakan dalam hidupnya.

Lebih terperinci

Para Filsuf [sebahagian kecil contoh] Oleh Benny Ridwan

Para Filsuf [sebahagian kecil contoh] Oleh Benny Ridwan Para Filsuf [sebahagian kecil contoh] Oleh Benny Ridwan 1 Socrates adalah filsuf Yunani. Ia sangat berpengaruh dan mengubah jalan pikiran filosofis barat melalui muridnya yang paling terkenal, Plato. Socrates

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. Jika melihat negara Cina sekarang, kita akan melihat negara yang maju.

BAB I PEDAHULUAN. Jika melihat negara Cina sekarang, kita akan melihat negara yang maju. BAB I PEDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Jika melihat negara Cina sekarang, kita akan melihat negara yang maju. Kemajuan negara Cina tentu tidak terjadi begitu saja, ada suatu proses yang cukup panjang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk sosial karena merupakan bagian dari masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami kecelakaan lalu lintaspun pasti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk yang istimewa. Sudah semestinya ia. kebebasannya dan menguasai orang lain. Keinginan yang demikian itu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk yang istimewa. Sudah semestinya ia. kebebasannya dan menguasai orang lain. Keinginan yang demikian itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang istimewa. Sudah semestinya ia menunjukkan eksistensinya di muka bumi ini terhadap makhluk lainnya. Secara fitrah manusia itu

Lebih terperinci

TEORI ASAL MULA DAN TERJADINYA NEGARA. Pokok Bahasan : Asal mula Negara Terjadinya Negara

TEORI ASAL MULA DAN TERJADINYA NEGARA. Pokok Bahasan : Asal mula Negara Terjadinya Negara TEORI ASAL MULA DAN TERJADINYA NEGARA Pokok Bahasan : Asal mula Negara Terjadinya Negara Asal mula Negara Secara garis besar teori tentang asal mula negara dapat dikelompokkan dalam dua kelompok : Teori

Lebih terperinci

sebelumnya, yaitu Zaman Pertengahan. Walau demikian, pemikiran-pemikiran yang muncul di Zaman Pencerahan tidaklah semuanya baru.

sebelumnya, yaitu Zaman Pertengahan. Walau demikian, pemikiran-pemikiran yang muncul di Zaman Pencerahan tidaklah semuanya baru. Ada beberapa teori-teori demokrasi yaitu : 1. Teori Demokrasi Klasik Demokrasi, dalam pengertian klasik, pertama kali muncul pada abad ke-5 SM tepatnya di Yunani. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke-

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada abad pencerahan (Aufklarung) telah membawa sikap kritis atas metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- 19) di Jerman,

Lebih terperinci

RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi MANAJEMEN.

RANI PURWANTI KEMALASARI SH.MH. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi MANAJEMEN. Modul ke: MATA KULIAH : KEWARGANEGARAAN MODUL 2 NEGARA DAN SISTEM PEMERINTAHAN SUMBER : BUKU ETIKA BERWARGANEGARA, PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI PERGURUAN TINGGI. ( DITERBITKAN OLEH UMB GRAHA ILMU ) Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nasionalisme adalah suatu konsep dimana suatu bangsa merasa memiliki suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes (Chavan,

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) METODE PENELITIAN FILSAFAT

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) METODE PENELITIAN FILSAFAT RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) METODE PENELITIAN FILSAFAT Oleh: NUSYIRWAN FAKULTAS FILSAFAT UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2003 HALAMAN PERSEMBAHAN Mengenang Sembilan Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah pengetahuan. Kemudian Plato, menurutnya baik itu apabila ia dikuasai oleh

BAB I PENDAHULUAN. adalah pengetahuan. Kemudian Plato, menurutnya baik itu apabila ia dikuasai oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika di mulai pada abad ke lima sebelum masehi. Berbagai mazhab di yunani yang ditandai dengan kehadiran Socrates, yang mengatakan bahwa kebaikan itu adalah

Lebih terperinci

Kesalahan Umum Penulisan Disertasi. (Sebuah Pengalaman Empirik)

Kesalahan Umum Penulisan Disertasi. (Sebuah Pengalaman Empirik) Kesalahan Umum Penulisan Disertasi (Sebuah Pengalaman Empirik) Setelah membimbing dan menguji disertasi di sejumlah perguruan tinggi selama ini, saya memperoleh kesan dan pengalaman menarik berupa kesalahan-kesalahan

Lebih terperinci

2015 KAJIAN PEMIKIRAN IR. SUKARNO TENTANG SOSIO-NASIONALISME & SOSIO-DEMOKRASI INDONESIA

2015 KAJIAN PEMIKIRAN IR. SUKARNO TENTANG SOSIO-NASIONALISME & SOSIO-DEMOKRASI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nasionalisme atau rasa kebangsaan tidak dapat dipisahkan dari sistem pemerintahan yang berlaku di sebuah negara. Nasionalisme akan tumbuh dari kesamaan cita-cita

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN 35 BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN Metode Penelitian yang digunakan oleh penulis dalam mengkaji skripsi yang berjudul Peranan Oda Nobunaga dalam proses Unifikasi Jepang ini, yaitu metode historis

Lebih terperinci

ASAL MULA & PERKEMBANGAN SOSIOLOGI. Fitri Dwi Lestari

ASAL MULA & PERKEMBANGAN SOSIOLOGI. Fitri Dwi Lestari ASAL MULA & PERKEMBANGAN SOSIOLOGI Fitri Dwi Lestari ASAL USUL SOSIOLOGI Dari bukti peninggalan bersejarah, manusia prasejarah hidup secara berkelompok. ASAL USUL SOSIOLOGI Aristoteles mengatakan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah kehidupan beragama di dunia banyak diwarnai konflik antar

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah kehidupan beragama di dunia banyak diwarnai konflik antar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah kehidupan beragama di dunia banyak diwarnai konflik antar pemeluk agama, misalnya Hindu, Islam, dan Sikh di India, Islam, Kristen dan Yahudi di Palestina,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak

BAB I PENDAHULUAN. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bertambahnya jumlah pejabat umum yang bernama Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) saat ini, membuat masyarakat tidak asing lagi dengan keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana tercantum di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana tercantum di dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang mendukung kemajuan bangsa dan Negara sebagaimana tercantum di

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif berfokus pada norma hukum positif seperti peraturan perundangundangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sebuah kesatuan wilayah dari unsur-unsur negara, 1 yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sebuah kesatuan wilayah dari unsur-unsur negara, 1 yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara merupakan sebuah kesatuan wilayah dari unsur-unsur negara, 1 yang didalamnya terdapat berbagai hubungan dari sebuah masyarakat tertentu yang berlangsung

Lebih terperinci

Pertemuan 1. Pembahasan. 1. Norma 2. Budaya 3. Etika 4. Moral 5. Struktur Etika

Pertemuan 1. Pembahasan. 1. Norma 2. Budaya 3. Etika 4. Moral 5. Struktur Etika Pertemuan 1 Pembahasan 1. Norma 2. Budaya 3. Etika 4. Moral 5. Struktur Etika 1 1.1. Norma Manusia adalah makhluk ciptaan Allah Manusia mempunyai berbagai macam kebutuhan diantaranya adalah kebutuhan untuk

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Modul ke: DEMOKRASI ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA Fakultas TEKNIK Martolis, MT Program Studi Teknik Mesin TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS 1. MENYEBUTKAN PENGERTIAN, MAKNA DAN MANFAAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra, dalam hal ini novel, ditulis berdasarkan kekayaan pengalaman pengarang mengamati realitas. Pernyataan ini pernah diungkapkan oleh Teeuw (1981:

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. harus mengacu pada metode-metode yang relevan dengan objek yang diteliti. Hal ini

BAB III METODE PENELITIAN. harus mengacu pada metode-metode yang relevan dengan objek yang diteliti. Hal ini BAB III METODE PENELITIAN Untuk mencapai hasil yang memuaskan, maka kerangka kerja setiap penelitian harus mengacu pada metode-metode yang relevan dengan objek yang diteliti. Hal ini dilakukan agar dalam

Lebih terperinci

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA 1. BPUPKI dalam sidangnya pada 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 membicarakan. a. rancangan UUD b. persiapan kemerdekaan c. konstitusi Republik Indonesia Serikat

Lebih terperinci

FILSAFAT PENGANTAR TERMINOLOGI

FILSAFAT PENGANTAR TERMINOLOGI FILSAFAT PENGANTAR Kata-kata filsafat, filosofi, filosofis, filsuf, falsafi bertebaran di sekeliling kita. Apakah pemakaiannya dalam kalimat-kalimat sudah tepat atau sesuai dengan arti yang dimilikinya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Hal ini disebabkan masing-masing pengarang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat ide, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. dan di kritisi dalam menganalisis isu-isu pendidikan kontemporer. Berdasarkan

BAB VII PENUTUP. dan di kritisi dalam menganalisis isu-isu pendidikan kontemporer. Berdasarkan BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan Pemikiran Filsafat Pendidikan Rekonstruksionisme menarik untuk dicermati dan di kritisi dalam menganalisis isu-isu pendidikan kontemporer. Berdasarkan hasil penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat. Mitchell (dalam Nurgiyantoro, 2005 : 163) yakni,

BAB I PENDAHULUAN. berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat. Mitchell (dalam Nurgiyantoro, 2005 : 163) yakni, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra daerah merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat dikatakan masih

Lebih terperinci

Teori Asal Mula Negara Andrie Irawan, SH., MH

Teori Asal Mula Negara Andrie Irawan, SH., MH Teori Asal Mula Negara Andrie Irawan, SH., MH Teori Perjanjian Masyarakat Dalam ilmu politik dikenal 2 jenis perjanjian masyarakat yaitu perjanjian masyarakat sebenarnya (pactum unionis atau social contract

Lebih terperinci

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN Pada umumnya manusia dilahirkan seorang diri. Namun demikian, mengapa manusia harus hidup bermasyarakat. Manusia tanpa manusia lainnya pasti akan mati. Bayi misalnya,

Lebih terperinci

Teori Kedaulatan. Makna Kedaulatan MACAM MACAM TEORI KEDAULATAN. Secara Sempit. Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi suatu Negara.

Teori Kedaulatan. Makna Kedaulatan MACAM MACAM TEORI KEDAULATAN. Secara Sempit. Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi suatu Negara. Teori Kedaulatan Makna Kedaulatan Secara Sempit Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi suatu Negara Secara Luas Kedaulatan adalah hak khusus untuk menajalankan kewenangan tertingi atas suatu wilayah atau

Lebih terperinci

2

2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Hukum adalah pembatasan kebebasan setiap orang demi kebebasan semua orang... Kaidah hukum mengarahkan diri hanya pada perbuatanperbuatan lahiriah. Jadi. saya berbuat sesuai dengan

Lebih terperinci

TUGAS FILSAFAT ILMU ILMU PENGETAHUAN, FILSAFAT, AGAMA MENEMUKAN LANDASAN UNTUK KE DEPAN DI SUSUN OLEH: 1. FRIDZ EZZA ABIGAIL KETUA

TUGAS FILSAFAT ILMU ILMU PENGETAHUAN, FILSAFAT, AGAMA MENEMUKAN LANDASAN UNTUK KE DEPAN DI SUSUN OLEH: 1. FRIDZ EZZA ABIGAIL KETUA TUGAS FILSAFAT ILMU ILMU PENGETAHUAN, FILSAFAT, AGAMA MENEMUKAN LANDASAN UNTUK KE DEPAN DI SUSUN OLEH: 1. FRIDZ EZZA ABIGAIL 071211133053 KETUA 2. MAS ULA 071211132008 SEKRETARIS 3. VINANDA KARINA D. P

Lebih terperinci

Sek Se i k las tentang te filsafat Hendri Koeswara

Sek Se i k las tentang te filsafat Hendri Koeswara Sekilas tentang filsafat Hendri Koeswara Pengertian ilmu filsafat 1. Etimologi Falsafah (arab),philosophy (inggris), berasal dari bahasa yunani philo-sophia, philein:cinta(love) dan sophia: kebijaksanaan(wisdom)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh segala aspek kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh segala aspek kehidupan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh segala aspek kehidupan yang ada di sekitarmya, seperti aspek ekonomi, sosial, politik, budaya, bahkan juga faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang bermartabat. Sebagai makhluk yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang bermartabat. Sebagai makhluk yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang bermartabat. Sebagai makhluk yang bermartabat, manusia memiliki di dalam dirinya akal budi, rasa, hati dan kehendak. Manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat tergantung pada budaya politik yang berkembang dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. politik sangat tergantung pada budaya politik yang berkembang dalam masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan politik suatu negara, negara tidak lepas dari corak budaya yang ada dalam masyarakatnya. Peran masyarakat dalam kehidupan politik sangat tergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. atau benar-tidaknya tingkah laku dan tindakan manusia dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. atau benar-tidaknya tingkah laku dan tindakan manusia dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Permasalahan Etika merupakan pengetahuan yang membahas tentang baik-buruk atau benar-tidaknya tingkah laku dan tindakan manusia dalam kehidupan (Haris, 2007:

Lebih terperinci

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh :

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh : PERKAWINAN ADAT (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan Provinsi Jawa Timur) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1994: 136 ) mengatakan tujuan dari welfere state ( negara kesejahteraan ) pada hakikatnya

BAB I PENDAHULUAN. 1994: 136 ) mengatakan tujuan dari welfere state ( negara kesejahteraan ) pada hakikatnya BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Sebagai negara berkembang, indonesia sedang giat- giatnya melakukan pembangunan baik dikota maupun di pedesaan. Pembangunan yang dilakukan merupakan rangkaian gerakan

Lebih terperinci

KIRNILAI MORAL DALAM NOVEL PELANGI DI ATAS CINTA KARYA CHAERUL AL-ATTAR DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DI KELAS XI SMA

KIRNILAI MORAL DALAM NOVEL PELANGI DI ATAS CINTA KARYA CHAERUL AL-ATTAR DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DI KELAS XI SMA KIRNILAI MORAL DALAM NOVEL PELANGI DI ATAS CINTA KARYA CHAERUL AL-ATTAR DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN DI KELAS XI SMA Oleh: Anifah Restyana Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas

Lebih terperinci

Pengembangan Pembelajaran PKN di SD. Wuri Wuryandani, M.Pd. Universitas Negeri Yogyakarta 12 November 2009

Pengembangan Pembelajaran PKN di SD. Wuri Wuryandani, M.Pd. Universitas Negeri Yogyakarta 12 November 2009 Pengembangan Pembelajaran PKN di SD Wuri Wuryandani, M.Pd. Universitas Negeri Yogyakarta 12 November 2009 PARADIGMA BARU PKn CIVIC KNOWLEDGE (Pengetahuan Kewarganegaraan) CIVIC SKILLS (Keterampilan Kewarganegaraan)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karya sastra. Di zaman modern seperti sekarang ini, karya sastra sudah berkembang

BAB 1 PENDAHULUAN. karya sastra. Di zaman modern seperti sekarang ini, karya sastra sudah berkembang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra adalah suatu hal yang yang tidak bisa lepas dari diri seorang manusia, dalam pribadi setiap manusia pasti memiliki rasa cinta atau rasa ingin tahu terhadap

Lebih terperinci

TINJAUAN MATA KULIAH...

TINJAUAN MATA KULIAH... iii Daftar Isi TINJAUAN MATA KULIAH... xi MODUL 1: KONSEP DASAR FILSAFAT PEMERINTAHAN 1.1 Pengertian Filsafat Pemerintahan... 1.2 Latihan... 1.4 Rangkuman.... 1.5 Tes Formatif 1... 1.5 Menelusuri Jejak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, dengan tipe penelitian Kualitatif Fenomenologi. Penelitian fenomena ini pertama

Lebih terperinci

BAB I. Dalam kehidupan bernegara yang semakin komplek baik mengenai. masalah ekonomi, budaya, politik, keamanan dan terlebih lagi masalah

BAB I. Dalam kehidupan bernegara yang semakin komplek baik mengenai. masalah ekonomi, budaya, politik, keamanan dan terlebih lagi masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bernegara yang semakin komplek baik mengenai masalah ekonomi, budaya, politik, keamanan dan terlebih lagi masalah persamaan di hadapan hukum (equality

Lebih terperinci

Pendidikan Pancasila Kode Mata Kuliah: UM0092/2 sks Program Studi: S 1 Sistem Informasi

Pendidikan Pancasila Kode Mata Kuliah: UM0092/2 sks Program Studi: S 1 Sistem Informasi SATUAN ACARA PERKULIAHAN Pendidikan Pancasila Kode Mata Kuliah: UM0092/2 sks Program Studi: S 1 Sistem Informasi INSTITUT KEUANGAN PERBANKAN INFORMATIKA ASIA PERBANAS Jl. Perbanas, Karet Kuningan, Setiabudi,

Lebih terperinci

MENDEFINISIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL. Oleh. Sudrajat. Mahasiswa Prodi Pendidikan IPS PPS Universitas Negeri Yogyakarta

MENDEFINISIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL. Oleh. Sudrajat. Mahasiswa Prodi Pendidikan IPS PPS Universitas Negeri Yogyakarta MENDEFINISIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL Oleh Sudrajat Mahasiswa Prodi Pendidikan IPS PPS Universitas Negeri Yogyakarta A. Muqadimah Bagi kebanyakan siswa IPS merupakan mata pelajaran yang membosankan. Mereka

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMU DAN PENDAHULUAN. Dr. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 01Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

FILSAFAT ILMU DAN PENDAHULUAN. Dr. H. SyahrialSyarbaini, MA. Modul ke: 01Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA Modul ke: 01Fakultas PSIKOLOGI PENDAHULUAN Dr. H. SyahrialSyarbaini, MA. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pengertian Filsafat Secara Etimologis : kata filsafat berasal

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Bentuk dan Strategi Penelitian Mengacu pada permasalahan yang dirumuskan, maka skripsi yang berjudul Revitalisasi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara Untuk Pendidikan Karakter

Lebih terperinci

PENANAMAN KARAKTER CINTA TANAH AIR PADA SISWA KELAS VII SMP KASATRIYAN 1 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2012/2013

PENANAMAN KARAKTER CINTA TANAH AIR PADA SISWA KELAS VII SMP KASATRIYAN 1 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2012/2013 PENANAMAN KARAKTER CINTA TANAH AIR PADA SISWA KELAS VII SMP KASATRIYAN 1 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2012/2013 NASKAH PUBLIKASI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si

Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si Konsep (pengertian) ilmu pengetahuan Memahami dan menjelaskan konsep (pengertian) ilmu pengetahuan secara umum Hubungan sosiologi dengan ilmu-ilmu sosial lainnya Memahami

Lebih terperinci

Peranan Filsafat Bahasa Dalam Pengembangan Ilmu Bahasa

Peranan Filsafat Bahasa Dalam Pengembangan Ilmu Bahasa Peranan Filsafat Bahasa Dalam Pengembangan Ilmu Bahasa Salliyanti Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Tulisan ini membicarakan peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mengenang sejarah Jerman akan selalu tertuju pada Perang Dunia II dan sosok pemimpinnya yaitu Adolf Hitler. Adolf Hitler menjabat sebagai kanselir Jerman di usia

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitiaan yang digunakan dalam penelitiaan Nasionalisme

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitiaan yang digunakan dalam penelitiaan Nasionalisme 123 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitiaan yang digunakan dalam penelitiaan Nasionalisme Generasi Muda dalam Era Otonomi Khusus Papua ini adalah metode kualitatif. Digunakannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, karena keberhasilan dunia pendidikan sebagai faktor penentu tercapainya

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM BAB IV NEGARA DAN POLITIK HUKUM. OLEH: PROF.DR.GUNARTO,SH.SE.A,kt.MH

POLITIK HUKUM BAB IV NEGARA DAN POLITIK HUKUM. OLEH: PROF.DR.GUNARTO,SH.SE.A,kt.MH POLITIK HUKUM BAB IV NEGARA DAN POLITIK HUKUM. OLEH: PROF.DR.GUNARTO,SH.SE.A,kt.MH BAGI POLITIK HUKUM. Negara perlu disatu sisi karena Negara merupakan institusi pelembagaan kepentingan umum dan di lain

Lebih terperinci

FILSAFAT????? Irnin Agustina D.A, M.Pd

FILSAFAT????? Irnin Agustina D.A, M.Pd FILSAFAT????? am_nien@yahoo.co.id PENGERTIAN FILSAFAT SECARA ETIMOLOGI Istilah filsafat yang merupakan terjemahan dari philolophy (bahasa Inggris) berasal dari bahasa Yunani philo (love of ) dan sophia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari, seperti halnya puisi karya Nita Widiati Efsa yang berisi tentang

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari, seperti halnya puisi karya Nita Widiati Efsa yang berisi tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini karya sastra banyak berisi tentang realitas kehidupan sehari-hari, seperti halnya puisi karya Nita Widiati Efsa yang berisi tentang percintaan yang

Lebih terperinci

MATERI KULIAH ILMU NEGARA MATCH DAY 2 PERKEMBANGAN ILMU NEGARA DARI MASA KE MASA

MATERI KULIAH ILMU NEGARA MATCH DAY 2 PERKEMBANGAN ILMU NEGARA DARI MASA KE MASA MATERI KULIAH ILMU NEGARA MATCH DAY 2 PERKEMBANGAN ILMU NEGARA DARI MASA KE MASA Kapan timbulnya ilmu negara (pemikiran tentang negara dan hukum)?. Teori-teori pemahaman tentang negara atau ilmu-ilmu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada zaman modern sekarang ini, pertumbuhan dan perkembangan manusia seakan tidak mengenal batas ruang dan waktu karena didukung oleh derasnya arus informasi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. Bab ini menyajikan sejumlah kesimpulan yang meliputi kesimpulan

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. Bab ini menyajikan sejumlah kesimpulan yang meliputi kesimpulan BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI Bab ini menyajikan sejumlah kesimpulan yang meliputi kesimpulan umum dan khusus, implikasi, dan rekomendasi penelitian. Kesimpulan, implikasi, dan rekomendasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode berasal dari kata methodos, bahasa Latin, sedangkan methodos itu sendiri berasal dari akar kata meta dan hodos. Meta berarti menuju, melalui, mengikuti, sesudah, sedangkan

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT MAKALAH TUGAS MATA KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA Oleh : FEBI GELAR RAMADHAN UNIVERSITAS WIDYATAMA FAKULTAS TEKNIK INFORMATIKA 2015 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... 2 BAB 1. PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan berdasarkan imajinasi dan berlandaskan pada bahasa yang digunakan untuk memperoleh efek makna tertentu guna mencapai efek estetik. Sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 William Chang, Berkaitan Dengan Konflik Etnis-Agama dalam Konflik Komunal Di Indonesia Saat Ini, Jakarta, INIS, 2002, hlm 27.

BAB I PENDAHULUAN. 1 William Chang, Berkaitan Dengan Konflik Etnis-Agama dalam Konflik Komunal Di Indonesia Saat Ini, Jakarta, INIS, 2002, hlm 27. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Konflik merupakan bagian dari kehidupan umat manusia yang akan selalu ada sepanjang sejarah umat manusia. Sepanjang seseorang masih hidup hampir mustahil

Lebih terperinci

KATALOG PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

KATALOG PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH KATALOG PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI MALANG 2014 KATA PENGANTAR Penerbitan Katalog Pascasarjana dimaksudkan untuk memberikan panduan pelaksanaan proses belajar mengajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bebas mengungkapkan semua ide dan ktreatifitasnya agar pembaca dapat menangkap

BAB I PENDAHULUAN. yang bebas mengungkapkan semua ide dan ktreatifitasnya agar pembaca dapat menangkap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sastra adalah sebuah media bagi pengarang untuk menuangkan ide kreatif dan imajinasinya. Dalam menciptakan sebuah karya kreatif, seorang pengarang menjadi

Lebih terperinci

MATA KULIAH CIRI UNIVERSITAS (MKCU)

MATA KULIAH CIRI UNIVERSITAS (MKCU) MATA KULIAH CIRI UNIVERSITAS (MKCU) MATA KULIAH ETIKA BERWARGA NEGARA BAGIAN 1 NEGARA DAN SISTEM PEMERINTAHAN Oleh: DADAN ANUGRAH, M.Si. UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2008 BAGIAN 1 NEGARA DAN SISTEM

Lebih terperinci

FUNGSI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN BANGSA INDONESIA.

FUNGSI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN BANGSA INDONESIA. FUNGSI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN BANGSA INDONESIA. DI SUSUN OLEH : KELOMPOK III 1. ANISA ( 144012011006) 2. ANANG ROSADI ( 144012011005) 3. ANDRIAN. M ( 14401201007) 4. EDI PRAWOTO ( 144012011016) 5. HESTI

Lebih terperinci

Pembahasan 1. Norma 2. Etika 3. Moral 4. Pengertian Etika Profesi 5. Fungsi Kode Etik Profesi

Pembahasan 1. Norma 2. Etika 3. Moral 4. Pengertian Etika Profesi 5. Fungsi Kode Etik Profesi Pertemuan 1 Pembahasan 1. Norma 2. Etika 3. Moral 4. Pengertian Etika Profesi 5. Fungsi Kode Etik Profesi 1.1. Norma Norma (dalam sosiologi) adalah seluruh kaidah dan peraturan yang diterapkan melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru di Indonesia, namun selama ini selalu dirahasiakan atau ditutup-tutupi oleh keluarga maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, sebagian masyarakat di Indonesia sudah tidak lagi menghiraukan budaya antre yang berlaku di dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari anak-anak hingga

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, suatu metode analisis dengan penguraian secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di dunia memungkinkan manusia untuk terarah pada kebenaran. Usahausaha

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di dunia memungkinkan manusia untuk terarah pada kebenaran. Usahausaha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kebenaran selalu aktual di zaman yang dipengaruhi perkembangan Ilmu pengetahuan dan Teknologi. Berbagai perkembangan yang terjadi di dunia memungkinkan manusia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati dan. sistematis untuk mewujudkan kebenaran.

BAB III METODE PENELITIAN. memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati dan. sistematis untuk mewujudkan kebenaran. BAB III METODE PENELITIAN Metode di sini diartikan sebagai suatu cara atau teknis yang akan dilakukan dalam proses penelitian, sedangkan penelitian itu sendiri diartikan sebagai upaya dalam bidang ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok masyarakat, rumah tangga juga merupakan sendi dasar dalam membina dan terwujudnya suatu negara. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN

BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN BAB I PENGERTIAN FILSAFAT INDONESIA PRA MODERN A. Objek Bahasan 1. Objek materi Filsafat Indonesia ialah kebudayaan bangsa. Menurut penjelasan UUD 1945 pasal 32, kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra merupakan hasil imajinasi pengarang yang didasarkan oleh realitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sastra merupakan hasil imajinasi pengarang yang didasarkan oleh realitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil imajinasi pengarang yang didasarkan oleh realitas sosial. Dalam pengertian ini, keterlibatan pengarang dalam menciptakan karya sastra

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. diabstrakkan dari peristiwa konkret; gambaran mental dari objek atau apapun

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. diabstrakkan dari peristiwa konkret; gambaran mental dari objek atau apapun BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Landasan Teori 2.1.1 Konsep Konsep adalah rancangan atau buram surat; ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret; gambaran

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN MOTIVASI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI ASSESSMENT FOR LEARNING (AFL) DENGAN PENDEKATAN UMPAN BALIK

PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN MOTIVASI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI ASSESSMENT FOR LEARNING (AFL) DENGAN PENDEKATAN UMPAN BALIK 0 PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN MOTIVASI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI ASSESSMENT FOR LEARNING (AFL) DENGAN PENDEKATAN UMPAN BALIK ( PTK Di SMP Muhammadiyah 4 Sambi kelas VII Tahun Ajaran 2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siswa SMA berada pada usia remaja yaitu masa peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis. Dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian

BAB I PENDAHULUAN. Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian bahwa Islam tidak hanya tentang sistem nilai, tetapi juga memuat sistem politik. Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang demokratis, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. yang demokratis, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Negara Republik Indonesia adalah Negara yang berdasarkan hukum yang demokratis, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berperan penting bagi pembangunan suatu bangsa, untuk itu diperlukan suatu

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berperan penting bagi pembangunan suatu bangsa, untuk itu diperlukan suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan Indonesia merupakan inti utama untuk menunjang pengembangan sumber daya manusia yang berperan penting bagi pembangunan suatu bangsa, untuk itu diperlukan

Lebih terperinci

PANDUAN UMUM PENYUSUNAN PROPOSAL PENELITIAN PENGEMBANGAN (untuk contoh)

PANDUAN UMUM PENYUSUNAN PROPOSAL PENELITIAN PENGEMBANGAN (untuk contoh) PANDUAN UMUM PENYUSUNAN PROPOSAL PENELITIAN PENGEMBANGAN (untuk contoh) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Latar belakang masalah mengungkapkan konteks pengembangan projek dalam masalah yang hendak

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA Modul ke: PANCASILA PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA Fakultas 10FEB Melisa Arisanty. S.I.Kom, M.Si Program Studi MANAJEMEN PANCASILA SEBAGAI ETIKA BERNEGARA Standar Kompetensi : Pancasila sebagai Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat, hampir semua manusia hidup terikat dalam sebuah jaringan dimana seorang manusia membutuhkan manusia lainnya untuk dapat hidup

Lebih terperinci

The Elements of Philosophy of Science and Its Christian Response (Realism-Anti-Realism Debate) Rudi Zalukhu, M.Th

The Elements of Philosophy of Science and Its Christian Response (Realism-Anti-Realism Debate) Rudi Zalukhu, M.Th The Elements of Philosophy of Science and Its Christian Response (Realism-Anti-Realism Debate) Rudi Zalukhu, M.Th BGA : Kel. 14:15-31 Ke: 1 2 3 APA YANG KUBACA? (Observasi: Tokoh, Peristiwa) APA YANG KUDAPAT?

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN SIFATNYA DALAM PEMIKIRAN MICHEL FOUCAULT

STRUKTUR DAN SIFATNYA DALAM PEMIKIRAN MICHEL FOUCAULT STRUKTUR DAN SIFATNYA DALAM PEMIKIRAN MICHEL FOUCAULT oleh Suma Riella Rusdiarti 1 Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Pendahuluan Michel Foucault adalah salah satu filsuf penting abad ke-20 yang pemikirannya

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE 6 POKOK BAHASAN

PERTEMUAN KE 6 POKOK BAHASAN PERTEMUAN KE 6 POKOK BAHASAN A. TUJUAN PEMBELAJARAN Adapun tujuan pembelajaran yang akan dicapai sebagai berikut: 1. Mahasiswa dapat menjelaskan perbedaan pengertian nilai dengan nilai social. 2. Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastrawan itu sendiri adalah anggota masyarakat, ia terikat

Lebih terperinci