ESTIMASI NILAI EKONOMI RUANG TERBUKA HIJAU PADA PERMUKIMAN DI KOTA BOGOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ESTIMASI NILAI EKONOMI RUANG TERBUKA HIJAU PADA PERMUKIMAN DI KOTA BOGOR"

Transkripsi

1 ESTIMASI NILAI EKONOMI RUANG TERBUKA HIJAU PADA PERMUKIMAN DI KOTA BOGOR (Studi Kasus: Harga Rumah pada Perumahan Bogor Raya Permai, Kelurahan Curug, Kecamatan Bogor Barat, Kotamadya Bogor) MUHAMAD IMAN DAMARA H DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 ESTIMASI NILAI EKONOMI RUANG TERBUKA HIJAU PADA PERMUKIMAN DI KOTA BOGOR (Studi Kasus: Harga Rumah pada Perumahan Bogor Raya Permai, Kelurahan Curug, Kecamatan Bogor Barat, Kotamadya Bogor) MUHAMAD IMAN DAMARA H Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

3 RINGKASAN MUHAMAD IMAN DAMARA. Estimasi Nilai Ekonomi Ruang Terbuka Hijau pada Permukiman di Kota Bogor (Studi Kasus Harga Rumah pada Perumahan Bogor Raya Permai, Kelurahan Curug, Kecamatan Bogor Barat, Kotamadya Bogor). Dibimbing Oleh NINDYANTORO Pertumbuhan penduduk di kota-kota besar semakin besar. Hal ini menyebabkan permintaan akan tempat tinggal meningkat. Jumlah permintaan tempat tinggal yang meningkat harus diimbangi dengan sarana dan prasarana yang memadai, salah satunya adalah perumahan. Pembangunan perumahan membutuhkan lahan yang besar, karena lahan di Kota Bogor terbatas maka untuk memenuhi kebutuhan lahan dengan cara mengonversi lahan dari ruang terbuka hijau (RTH). Agar kualitas lingkungan tetap terjaga walaupun harus mengonversi lahan RTH, maka memasukan konsep RTH ke dalam pembangunan perumahan. Penelitian ini dilakukan untuk mengestimasi nilai lingkungan pada salah satu perumahan dalam Kota Bogor. Hal ini dilakukan karena belum ada penelitian ekonomi lingkungan yang berusaha mengestimasi nilai RTH yang berada di perumahan. Tujuan dari penelitian ini, yaitu: 1) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat memilih tempat tinggal di perumahan, 2) mengestimasi nilai ekonomi dari ruang terbuka hijau di daerah perumahan, dan 3) menganalisis kebijakan pengelolaan dan perawatan ruang terbuka hijau di daerah perumahan. Hasil dari tujuan penelitian nomor dua dapat digunakan untuk membantu menetapkan harga rumah yang sesuai dengan kualitas lingkungan. Pengambilan data penelitian dilaksanakan di Perumahan Bogor Raya Permai, Kelurahan Curug, Kecamatan Bogor Barat, Kotamadya Bogor. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) karena letak perumahan tersebut yang mengonversi lahan dari ruang terbuka hijau di Kecamatan Bogor Barat. Kegiatan tersebut dilakukan pada bulan September sampai November Hasil penelitian ini menunjukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat memilih tinggal di perumahan adalah infrastruktur yang tersedia, kondisi lingkungan, dan lokasi yang strategis. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap nilai rumah dari sisi lingkungan adalah kepemilikan pekarangan, jumlah jenis tanaman dalam rumah, dan jarak antara rumah ke taman sedangkan faktor lainnya tidak berpengaruh nyata. Hasil analisis didapat dengan melakukan regresi melalui software SPSS 17. Model yang didapatkan bersifat semi-log, yang koefisien pada variabel menjelaskan persentase perubahan variabel bebas terhadap persentase perubahan variabel tak bebas. Kualitas lingkungan dapat digambarkan melalui faktor jumlah jenis tanaman yang mempunyai nilai positif 0,133. Artinya bahwa kenaikan satu persen jumlah tanaman di rumah, maka harga rumah akan meningkat 0,133 persen. Semakin banyak jumlah tanaman yang dimiliki maka harga rumah akan semakin meningkat.

4 Judul Skripsi : Estimasi Nilai Ekonomi Ruang Terbuka Hijau Pada Permukiman di Kota Bogor (Studi Kasus: Harga Rumah pada Perumahan Bogor Raya Permai, Kelurahan Curug, Kecamatan Bogor Barat, Kotamadya Bogor) Nama : Muhamad Iman Damara NIM : H Menyetujui Pembimbing, Ir. Nindyantoro, MSP NIP: Mengetahui, Ketua Departemen, Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP: Tanggal Lulus:

5 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ESTIMASI NILAI EKONOMI RUANG TERBUKA HIJAU PADA PERMUKIMAN DI KOTA BOGOR (Studi Kasus: Harga Rumah pada Perumahan Bogor Raya Permai, Kelurahan Curug, Kecamatan Bogor Barat, Kotamadya Bogor) BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH. Bogor, Maret 2011 Muhamad Iman Damara H

6 RIWAYAT HIDUP Muhamad Iman Damara adalah putra pertama dari tiga bersaudara pasangan Karmawan Matalon (alm) dan Budi Wadjiati yang lahir di Depok, 25 November Penulis memulai jenjang pendidikannya di SDN 1 Pajeleran dan ditamatkan pada SDN Semawung Kecamatan Bagelen, Purworejo. Kemudian melanjutkan ke SMPN 17 Purworejo dan SMAN 1 Purworejo hingga lulus. Penulis kemudian berkesempatan melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi dengan memasuki Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) tahun Selama satu tahun awal di IPB penulis masuk dalam program TPB (Tingkat Persiapan Bersama), baru kemudian pada tahun 2007 penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan (ESL). Selama menjadi mahasiswa IPB penulis mendapatkan beasiswa dari KSE (Karya Salemba Empat). Selama kuliah penulis aktif dalam berbagai organisasi dan kegiatan mahasiswa. Diantaranya pada tahun pertama penulis aktif dalam lembaga Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM TPB 43) komisi III yang bergerak dalam bidang komunikasi dan informasi. Tahun kedua penulis aktif dalam kegiatan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen (BEM FEM) Departemen Sosial Lingkungan dan Masyarakat. Tingkat ketiga dan keempat penulis aktif dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB (BEM KM IPB) pada Kementerian Kebijakan Pertanian. Penulis juga aktif dalam lembaga dakwah fakultas (LDF) dengan mengikuti kepengurusan LDF Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) FORMASI. Prestasi yang diperoleh penulis selama kuliah adalah lolos dan didanai dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang pengabdian masyarakat tahun 2008.

7 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, petunjuk dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ESTIMASI NILAI RUANG TERBUKA HIJAU PADA PERMUKIMAN DI KOTA BOGOR (Studi Kasus: Harga Rumah pada Perumahan Bogor Raya Permai. Kelurahan Curug, Kecamatan Bogor Barat, Kotamadya Bogor). Skripsi ini merupakan suatu karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis berupaya untuk mengestimasi nilai lingkungan yang diwakili melalui keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) dari suatu permukiman masyarakat Kota Bogor dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi harga rumah dengan menggunakan teknik hedonic price method (HPM). Penulis juga mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang menyebabkan masyarakat lebih memilih bermukim di perumahan dibandingkan di perkampungan ataupun tempat lainnya. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dijadikan referensi penulisan selanjutnya. Semoga Allah SWT selalu memberikan petunjuknya pada kita semua. Amin. Bogor, Maret 2011 Muhamad Iman Damara

8 UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillah, puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah berkenan melimpahkan karunianya, berupa kesehatan dan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan karya kecil ini. Salawat dan salam semoga senantiasa terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW, sosok yang menjadi pangkal dari segala bentuk keteladanan dalam Islam. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, maka dari itu pada kesempatan ini izinkanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus dan sebesar-besarnya kepada: 1. Ayahanda (Karmawan Matalon), ibunda (Budi Wadjiati), dan adik-adik (Rahmat dan Tika) yang senantiasa mengingatkan serta memberikan limpahan doa, materi dan kasih sayang. 2. Ir. Nindyantoro, MSP sebagai dosen pembimbing yang dengan sabar memberikan arahan, bimbingan, perhatian, masukan dan nasehat serta meluangkan waktunya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. 3. Adi Hadianto, SP, M.Si sebagai Dosen penguji utama atas kritik dan saran yang membangun dalam proses penyelesaian skripsi ini. 4. Novindra, SP, M.Si sebagai Dosen Komisi Pendidikan atas kritik dan saran yang membangun dalam proses penyelesaian skripsi ini. 5. Segenap perangkat Desa Curug dan Kecamatan Bogor Barat yang telah berkenan memberikan data-datanya kepada penulis. 6. Teman-teman ESL 43 yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Mohon maaf jika selama ini belum dapat memberikan yang terbaik. 7. Seluruh tim Agrojackers periode dan yang telah memberikan pengabdian yang terbaik. 8. Teman-teman DPM TPB 43 Dewan Pemersatu, BEM FEM Kabinet FEM Bersatu, BEM KM Kabinet Gemilang, dan BEM KM Kabinet Generasi Inspirasi yang telah mengajarkan arti perjuangan dan pengorbanan

9 DAFTAR ISI RINGKASAN... LEMBAR PENGESAHAN... PERNYATAAN... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian... 6 II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Lingkungan Pengertian Permukiman Konsep Ruang Terbuka Hijau (RTH) Definisi dan pengertian RTH Fungsi dan manfaat RTH Pola dan struktur RTH Elemen pengisi RTH Teknis perencanaan RTH Konsep Nilai Sumber Daya Alam dan Lingkungan Konsep Nilai Ekonomi Total Metode Penilaian dan Teknik Penilaian Hedonic Price Model (HPM) Estimasi Kurva Permintaan Penelitian Terdahulu Estimasi nilai ekonomi lingkungan pemukiman mahasiswa Institut Pertanian Bogor III. KERANGKA PEMIKIRAN IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Jenis dan Sumber Data Metode Pengambilan Sempel iii iv v vi vii viii xii xiii

10 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data Deskripsi Variabel Pengidentifikasian Faktor yang Mempengaruhi Memilih Perumahan Analisis Penilaian Ekonomi RTH di Perumahan Asumsi dan Hipotesis Penelitian Pengujian Parameter Uji Statistik T Uji Statistik F Uji Multicollinearity Uji Heteroskedastisitas Pendekatan Nilai Ekonomi Ruang Terbuka Hijau di Perumahan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Kecamatan Bogor Barat Gambaran Umum Kelurahan Curug Batas wilayah Kelurahan Curug Kondisi fisik wilayah Tata guna lahan Kependudukan Mata pencaharian penduduk VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Jenis kelamin Usia Status pernikahan Tingkat pendidikan Jumlah tanggungan keluarga Pekerjaan Tingkat Pendapatan Status kependudukan Faktor Pemilih Tempat Tinggal Infrastruktur yang tersedia dan tertata dengan baik Lingkungan Letak strategis Kebijakan Pengelolaan dan Perawatan RTH Di Perumahan Estimasi Nilai Lingkungan RTH Di Perumahan Uji-F dan uji-t pada model Semi-Log Asumsi pada persamaan regresi berganda Model Semi-Log Estimasi nilai ekonomi ruang terbuka hijau VII. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran x

11 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

12 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1 Matriks Metode Analisis Data Matriks Deskripsi Variabel Matriks Fungsi Model Hedonic Price Luas Wilayah Kelurahan Se-Kecamatan Bogor Barat Luas dan Jenis Pemanfaatan Lahan di Kelurahan Curug Jumlah Penduduk Kelurahan Curug Estimasi Model Hedonic Price Nilai Variance Inflation Factor Nilai Variance Inflation Factor Estimasi Model Hedonic Price Fungsi Semi-log Pengaruh Marginal dan Elastisitas dari Berbagai Bentuk Fungsi Model xii

13 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Peta Klasifikasi Ruang Terbuka Hijau Komponen-Komponen Nilai Ekonomi Total Bagan Nilai Ekonomi Total Klasifikasi Valuasi Non-Market Kurva Harga Implisit Marjinal Lingkungan Skema Kerangka Pemikiran Sebaran Responden Perumahan Bogor Raya Permai Menurut Usia Sebaran Responden Perumahan Bogor Raya Permai Menurut Status Kependudukan Probability Plot of RESI Residual Plots Test for Equal Variance for RESI xiii

14 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang disebabkan oleh konversi lahan. Menurut Budiman (2009), konversi lahan disebabkan oleh alasan ekonomi yaitu setiap orang ingin memperbaiki taraf hidup dan mempunyai akses yang mudah terhadap sumberdaya yang ada di sekitar mereka. Masyarakat lebih senang memanfaatkan lahan untuk memperoleh keuntungan yang lebih cepat, maka itu banyak sekali pemanfaatan lahan sebagai perumahan, usaha jasa maupun pabrik yang memiliki keuntungan lebih cepat dan berdampak buruk terhadap kondisi lingkungan. Fenomena di atas menyebabkan kondisi lingkungan saat ini menjadi tidak seimbang. Dampak dari hal ini adalah terjadi berbagai kerusakan alam yang pada akhirnya mengakibatkan banyak bencana alam seperti banjir, kekeringan, kebakaran hutan, dan tanah longsor. Kerusakan alam disebabkan oleh berbagai tindakan manusia yang tidak bertanggung jawab seperti penebangan hutan secara liar tanpa disertai reboisasi, pendangkalan sungai, pembuangan sampah yang sembarangan ke aliran sungai, pembuatan saluran air yang tidak memenuhi syarat, dan pembuatan tanggul yang kurang baik. Hal tersebut menyebabkan setiap musim penghujan akan terjadi banjir dan musim kemarau terjadi kekeringan. Fenomena ini merupakan hal kontras yang selalu terjadi tiap musim akibat kerusakan lingkungan. Kondisi lingkungan Kota Bogor juga harus menjadi perhatian yang serius. Terkait dengan letak geografis Kota Bogor yang berada di kawasan lebih tinggi dibandingkan Jakarta dan daerah sekitarnya, sehingga arus air mengalir dari Kota

15 Bogor menuju daerah yang lebih rendah. Jika arus air ini tidak terhambat maka dapat dibayangkan pada musim hujan, air akan langsung mengalir ke daerahdaerah di bawah Bogor yang dapat menyebabkan kebanjiran. Sedangkan pada musim kemarau akan terjadi kekeringan akibat di dalam tanah tidak terdapat cadangan air lagi. Upaya pemerintah dalam mengatasi hal ini adalah dengan menerapkan kebijakan-kebijakan yang dapat mengakomodasi seluruh pihak dalam berpartisipasi menyelesaikan masalah tersebut, menurut Nuraeni (2010). Salah satunya adalah menerapkan konsep ruang terbuka hijau (RTH). Ruang terbuka hijau memiliki potensi manfaat yang banyak selain fungsi lingkungan. Departemen Pekerjaan Umum (2005), RTH memiliki dua fungsi. Fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis, dan fungsi tambahan (eksterinsik) yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan fungsi ekonomi. Status kepemilikan RTH itu sendiri diklasifikasikan menjadi dua antara lain, RTH publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan publik atau lahan yang dimiliki oleh pemerintah (pusat,daerah), dan RTH privat/non publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahanlahan milik privat. Kondisi lingkungan di Kota Bogor saat ini dapat dilihat melalui keadaan ruang terbuka hijau (RTH). Saat ini ketersedian ruang terbuka hijau di Kota Bogor masih sangat kurang, menurut Nuraeni (2010). Menurut Undang-Undang No. 26 Tahun 2007, Kota Bogor membutuhkan 30 persen RTH dari total luas total wilayah yang sebesar 21,56 km². Saat ini jumlah RTH di wilayah Bogor baru sekitar 10 persen atau sekitar 2,156 km², maka diperlukan 20 persen lagi atau 2

16 sekitar 4,312 km² untuk mencapai kondisi yang ideal. Melihat kondisi seperti itu harus ada upaya yang besar untuk menambah luas lahan ruang terbuka hijau. Perumahan saat ini banyak disukai masyarakat sebagai pilihan tempat tinggal, dapat dijadikan alternatif untuk menambah lahan RTH. Penyediaan taman umum dan penanaman pohon pada jalur-jalur jalan perumahan merupakan contoh penambahan luas RTH di perumahan. Namun, diperlukan estimasi nilai ekonomi terhadap RTH dalam perumahan agar pihak pengembang perumahan bersedia menyediakan akses RTH yang memadai bagi para penghuni. Penghitungan ekonomi dilakukan untuk menyinkronkan harga rumah dengan fasilitas tambahan seperti taman. 1.2 Perumusan Masalah Kota Bogor memiliki luas lahan yang tertentu dan terbatas. Permintaan akan lahan tersebut terkait dengan perkembangan pembangunan berbagai fasilitas perkotaan, kemajuan teknologi, industri, transportasi, permukiman dan lain-lain. Kondisi ini semakin menyudutkan keberadaan ruang terbuka hijau yang sering dianggap sebagai lahan cadangan dan tidak ekonomis. Perkembangan pembangunan di atas telah menambah tingkat pencemaran dan ketidaknyamanan di lingkungan perkotaan. Bentuk ketidaknyamanan dalam masyarakat antara lain, ketersediaan air tanah yang semakin menurun, peningkatan suhu di Kota Bogor yang semakin panas, rendahnya tingkat keamanan kota, dan menurunnya kesehatan masyarakat secara fisik dan psikis. Permukiman saat ini merupakan bagian dari faktor yang menyebabkan konversi lahan. Peta lahan hijau Kota Bogor di bawah ini menunjukan bahwa 3

17 bagian warna merah adalah daerah yang telah terbangun. Daerah yang terbangun ini sebagian besar digunakan untuk permukiman/perumahan. Daerah permukiman terletak di tengah dan di daerah pinggiran Kota Bogor yang banyak menggunakan lahan hijau. Faktor tersebut menyebabkan lahan fungsi untuk ruang terbuka hijau semakin berkurang. Sumber: Dinas Pertamanan dan Tata Kota Pemerintah Kotamadya Bogor (2004) Gambar 1.1 Peta Klasifikasi Ruang Terbuka Hijau Kotamadya Bogor 4

18 Ruang terbuka hijau juga diterapkan dalam perumahan sebagai pengganti lahan hijau yang dikonversi. Contoh dengan disediakan taman umum atau penanaman pohon tiap rumah, namun banyak masyarakat yang belum memanfaatkan secara maksimal keberadaan ruang terbuka hijau di sekitar mereka. Hal tersebut terjadi karena masyarakat belum mengetahui nilai ekonomi dari ruang terbuka hijau, yang secara tidak langsung mereka bayarkan melalui harga rumah (Nuraeni, 2010). Kebijakan dalam pengelolaan dan perawatan ruang terbuka hijau diperlukan dari pihak pengelola sehingga stakeholders yang terkait dapat bersama-sama melakukan pengelolaan dan perawatan secara bersama-sama. Masyarakat yang bertempat tinggal di perumahan juga harus mengetahui kebijakan mengenai pengelolaan RTH. Pengetahuan akan pengelolaan dan perawatan RTH bertujuan untuk menjaga kualitas RTH di sekitar perumahan sehingga manfaat RTH dapat dirasakan secara maksimal dan keberadaannya berkelanjutan. Selain itu, penelitian mengenai penghitungan ekonomi lingkungan tentang ruang terbuka hijau di kawasan perumahan yang belum pernah dilakukan sehingga sangat menarik jika dijadikan sebuah penelitian. Berdasarkan uraian di atas, beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini diantaranya: 1) Apa saja faktor yang menyebabkan masyarakat memilih tempat tinggal di perumahan? 2) Berapa estimasi nilai ekonomi dari ruang terbuka hijau yang berada di perumahan? 5

19 3) Bagaimana kebijakan pengelolaan dan perawatan ruang terbuka hijau di perumahan? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini memiliki beberapa tujuan, yaitu: 1) Mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi masyarakat memilih tempat tinggal di perumahan (baik secara akses dan lingkungan). 2) Mengestimasi nilai ekonomi dari ruang terbuka hijau di daerah perumahan. 3) Menganalisis kebijakan pengelolaan dan perawatan ruang terbuka hijau di daerah perumahan. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1) Bagi peneliti, sebagai media pembelajaran dan penerapan ilmu ekonomi sumberdaya dan lingkungan. 2) Bagi pemerintah dan pengembang perumahan, sebagai bahan masukan dalam melakukan pengelolaan dan perawatan ruang terbuka hijau di perumahan Kota Bogor. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Melakukan estimasi penilaian ekonomi terhadap ruang terbuka hijau yang ada di daerah perumahan dengan menggunakan teknik hedonic price method 6

20 (HPM). Penelitian ini juga melakukan pengidentifikasian faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat memilih tempat tinggal di perumahan. Penelitian ini akan melakukan penilaian terhadap rumah yang memiliki akses terhadap ruang terbuka hijau dan rumah dengan akses ruang terbuka hijau rendah. Perbandingan ini akan dilakukan pada rumah yang memiliki kondisi tipe dan ukuran sama, sehingga dapat diperkirakan nilai ruang terbuka hijau. 7

21 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Lingkungan Hidup Lingkungan hidup adalah suatu kesatuan hidup antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumberdaya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut (Deateytomawin, 2010). Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun tidak langsung. Lingkungan bisa dibedakan menjadi lingkungan biotik dan abiotik. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda dan kesatuan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya (UU No. 23 Tahun 1997). 2.2 Pengertian Permukiman Ada beberapa padanan kata yang menjelaskan makna dari kata tempat tinggal. Kata housing dalam bahasa Inggris berarti perumahan dalam bahasa Indonesia. Sedangkan kata human settlement berarti permukiman. Permukiman merupakan kumpulan pemukim beserta sikap dan perilakunya di dalam lingkungan. Permukiman menitik beratkan pada suatu yang bukan bersifat fisik atau benda mati, yaitu manusia (Kurniasih, 2009). Lingkungan permukiman adalah suatu area yang di dalamnya terdapat susunan ketetanggaan atau kumpulan tempat tinggal dan sarana perkantoran, niaga, pendidikan, budaya, kesehatan, dan

22 fasilitas administrasi penting lainnya di sekitar area tersebut (Eckbo dalam Rahayu, 2008). Permukiman dinyatakan sebagai kelompok-kelompok rumah yang memiliki ruang terbuka secara bersama dan merupakan kelompok yang cukup kecil untuk melibatkan semua anggota keluarga dalam suatu aktifitas, tetapi cukup besar untuk menampung fasilitas umum seperti tempat berbelanja, lapangan bermain dan daerah penyangga (Simond dalam Rahayu, 2008). Pengertian permukiman menurut UU No. 4/1992 tentang permukiman yaitu bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Lebih lanjut dinyatakan bahwa satuan lingkungan permukiman adalah kawasan perumahan dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana lingkungan yang terstruktur. Rumah adalah bangunan yang dijadikan tempat tinggal selama jangka waktu tertentu. Rumah bisa menjadi tempat tinggal manusia maupun hewan, namun tempat tinggal yang khusus bagi hewan biasanya sangkar, sarang, atau kandang, Leonardlansyah (2010). Adanya penataan jalur hijau dalam kawasan permukiman memungkinkan pencapaian kenyamanan dan keamanan bagi penghuninya. Sebagai contoh penanaman jalur hijau sepanjang berm dan median jalan yang bersifat sederhana dalam pelaksanaannya dengan berpedoman pada kebutuhan, kecocokan penampilan ditiap musim, penampilan ditiap tahapan pertumbuhan, kecocokan antara tanaman dan bangunan serta lingkungan sekitar dan keefisienan dalam pemeliharaan (Simond dalam Rahayu, 2008). 9

23 2.3 Konsep Ruang Terbuka Hijau (RTH) Definisi dan Pengertian RTH Ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana di dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan. Ruang terbuka hijau (RTH) pemanfaatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian pertamanan, perkebunan dan sebagainya (Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988). Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf a terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat. Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit tiga puluh persen dari luas wilayah kota. Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit dua puluh persen dari luas wilayah kota (Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007). Ruang terbuka hijau berdasarkan bobot kealamiannya bentuk dapat diklasifikasi menjadi RTH alami, misalnya habitat liar/alam, kawasan lindung dan RTH non alami atau RTH binaan, contohnya pertanian kota, pertamanan kota, lapangan olah raga, dan pemakaman. Ruang terbuka hijau berdasarkan karakter dan sifat ekologisnya diklasifikasikan menjadi, RTH kawasan dan RTH bentuk jalur. Ruang terbuka hijau berdasarkan penggunaan lahan atau kawasan fungsionalnya diklasifikasikan menjadi, RTH kawasan perdagangan, RTH 10

24 kawasan perindustrian, RTH kawasan permukiman, RTH kawasan pertanian, RTH kawasan-kawasan khusus, seperti pemakaman, hankam, olag raga, alamiah. Ruang terbuka hijau berdasarkan status kepemilikannya diklasifikasikan menjadi RTH publik dan RTH privat atau non publik. Ruang terbuka hijau publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan publik atau lahan yang dimiliki oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Ruang terbuka hijau privat adalah RTH yang berlokasi pada lahan-lahan milik privat (Departemen Pekerjaan Umum, 2005) Fungsi dan Manfaat RTH Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 Ruang terbuka hijau kota mempunyai fungsi: a) Sebagai areal perlindungan berlangsungnya fungsi ekosistem dan penyangga kehidupan. b) Sebagai sarana untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian, dan kehidupan lingkungan. c) Sebagai sarana rekreasi. d) Sebagai pengaman lingkungan hidup perkotaan terhadap berbagai macam pencemaran baik di darat, perairan maupun udara. e) Sebagai sarana penelitian dan pendidikan serta penyuluhan bagi masyarakat untuk membentuk kesadaran lingkungan. f) Sebagai sarana perlindungan plasma nutfah. g) Sebagai sarana untuk mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro. h) Sebagai pengatur tata air. 11

25 Manfaat yang dapat diperoleh dari ruang terbuka hijau kota berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 antara lain: a) Memberikan kesegaran, kenyamanan dan keindahan lingkungan; b) Memberikan lingkungan yang bersih dan sehat bagi penduduk kota; c) Memberikan hasil produksi berupa kayu, daun, bunga dan buah. Ruang terbuka hijau memiliki fungsi utama (intrinsik) meliputi fungsi ekologis, dan fungsi tambahan (ekstrinsik) meliputi fungsi arsitektural, sosial, dan fungsi ekonomi. Ruang terbuka hijau juga berfungsi ekologis seperti RTH untuk perlindungan sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan untuk membangun jejaring habitat kehidupan liar. Ruang terbuka hijau untuk fungsi-fungsi lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural) merupakan RTH pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut, sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur kota (Departemen Pekerjaan Umum, 2005). Ruang terbuka hijau berdasarkan manfaatnya dibagi atas dua hal. Ruang terbuka hijau yang memiliki manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible) seperti mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga) dan kenyamanan fisik (teduh, segar). Ruang terbuka hijau dengan manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible) seperti perlindungan tata air dan konservasi hayati atau keanekaragaman hayati (Departemen Pekerjaan Umum, 2005) Pola dan Struktur Fungsional RTH Pola ruang terbuka hijau (RTH) kota merupakan struktur yang ditentukan oleh hubungan fungsional (ekologis, sosial, ekonomi, arsitektural) antara 12

26 komponen pembentuknya. Pola RTH terdiri dari, RTH struktural dan RTH non struktural. RTH struktural merupakan pola RTH yang dibangun oleh hubungan fungsional antara komponen pembentuknya yang mempunyai pola hierarki planologis yang bersifat antroposentris. RTH non struktural merupakan pola RTH yang dibangun oleh hubungan fungsional antara komponen pembentuknya yang umumnya tidak mengikuti pola hierarki planologis karena bersifat ekosentris Elemen Pengisi RTH Departemen Pekerjaan Umum (2005), mengatakan RTH dibangun dari kumpulan tumbuhan dan tanaman atau vegetasi yang telah diseleksi dan disesuaikan dengan lokasi serta rencana dan rancangan peruntukannya. Keberhasilan rancangan, penanaman dan kelestariannya maka sifat dan ciri serta kriteria arsitektural dan hortikultura tanaman dan vegetasi penyusun RTH harus menjadi bahan pertimbangan dalam menyeleksi jenis-jenis yang akan ditanam. Persyaratan umum tanaman untuk ditanam di wilayah perkotaan: a) Disenangi dan tidak berbahaya bagi warga kota. b) Mampu tumbuh pada lingkungan yang marjinal (tanah tidak subur, udara dan air yang tercemar). c) Tahan terhadap gangguan fisik (vandalism). d) Perakaran dalam sehingga tidak mudah tumbang. e) Tidak gugur daun, cepat tumbuh, bernilai hias dan arsitektural. f) Dapat menghasilkan O 2 dan meningkatkan kualitas lingkungan kota. g) Bibit/benih mudah didapatkan dengan harga yang murah/terjangkau oleh masyarakat. h) Prioritas menggunakan vegetasi endemik/lokal. 13

27 i) Keanekaragaman hayati Teknis Perencanaan RTH Rencana pembangunan dan pengembangan RTH yang fungsional suatu wilayah perkotaan, ada empat hal utama yang harus diperhatikan, yaitu: a) Luas RTH minimum yang diperlukan dalam suatu wilayah perkotaan ditentukan secara komposit oleh tiga komponen berikut ini, yaitu: i) Kapasitas atau daya dukung alami wilayah. ii) Kebutuhan per kapita (kenyamanan, kesehatan, dan bentuk pelayanan lainnya). iii) Arah dan tujuan pembangunan kota. RTH berluas minimum merupakan RTH berfungsi ekologis yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti, yang melingkup RTH publik dan RTH privat. Suatu wilayah perkotaan maka RTH publik harus berukuran sama atau lebih luas dari RTH luas minimal, dan RTH privat merupakan RTH pendukung dan penambah nilai rasio terutama dalam meningkatkan nilai dan kualitas lingkungan dan kultural kota. b) Lokasi lahan kota yang potensial dan tersedia untuk RTH. c) Struktur dan pola RTH yang akan dikembangkan (bentuk, konfigurasi, dan distribusi). d) Seleksi tanaman sesuai kepentingan dan tujuan pembangunan kota. 14

28 2.4 Konsep Nilai Sumberdaya Alam dan Lingkungan Menurut Fauzi (2006), sumber daya didefinisikan sebagai sesuatu yang dipandang memiliki nilai ekonomi. Sumber daya itu sendiri memiliki dua aspek yakni aspek teknis yang memungkinkan bagaimana sumber daya dimanfaatkan dan aspek kelembagaan yang menentukan siapa yang mengendalikan sumber daya dan bagaimana teknologi digunakan. Dapat juga dikatakan bahwa sumber daya adalah komponen dari ekosistem yang menyediakan barang dan jasa yang bermanfaat bagi kebutuhan manusia. Menurut Easterlin dalam Alikodra (2006), nilai (value) adalah sebagai kerangka untuk mengidentifikasi sifat-sifat positif atau negatif dalam berbagai peristiwa, benda (objects), atau situasi. Sedangkan menurut Fauzi (2006), pengertian nilai atau value, khususnya yang menyangkut barang dan jasa yang dihasilkan oleh SDAL, memang bisa berbeda jika dipandang dari berbagai disiplin ilmu. Diperlukan suatu persepsi yang sama untuk penilaian ekosistem tersebut. Salah satu tolak ukur yang relatif mudah dan bisa dijadikan persepsi bersama berbagai disiplin ilmu tersebut adalah pemberian price tag (harga) pada barang dan jasa yang dihasilkan SDAL. Lebih lanjut menurut Fauzi (2006), penilaian barang dan jasa yang dihasilkan dari sumber daya alam dan lingkungan dapat dinilai secara moneter. Barang dan jasa yang dihasilkan tersebut seperti ikan, kayu, air bahkan pencemaran sekalipun dapat dihitung nilai rupiah atau nilai ekonominya karena diasumsikan bahwa pasar itu eksis (market based), sehingga transaksi barang dari sumber daya alam tersebut dapat dilakukan. Selain menghasilkan barang dan jasa yang dapat dikonsumsi baik langsung maupun tidak langsung, sumber daya alam juga menghasilkan jasa 15

29 dalam bentuk lain, misalnya manfaat amenity seperti keindahan, ketenangan, dan sebagainya. Manfaat ini lebih terasa dalam jangka panjang. Manfaat fungsi ekologis (ecological function) tersebut sering tidak terkuantifikasi dalam perhitungan menyeluruh terhadap nilai dari sumber daya. Demikian pula, meskipun diketahui kerusakan lingkungan akibat aktivitas ekonomi. Pengambil kebijakan sering tidak mampu mengkuantifikasikan kerusakan tersebut dengan metode ekonomi yang konvensional. Permasalahanpermasalahan di atas kemudian menjadi dasar pemikiran lahirnya konsep valuasi ekonomi, khususnya valuasi non-pasar (non-market valuation). 2.5 Konsep Nilai Ekonomi Total Menurut Askary (2001), ilmu ekonomi lingkungan telah mengembangkan apa yang dikenal sebagai Nilai Ekonomi Total (NET/TEV: Total Economic Value) untuk memahami nilai sumberdaya alam dan fungsi lingkungan, walaupun tidak mencakup seluruh nilai yang dimliki oleh suatu lingkungan. Nilai Ekonomi Total dibentuk dari dua bagian, yaitu nilai guna dan non-guna. NET merupakan konsep yang sesuai untuk memperhitungkan manfaat dari peningkatan kualitas sumber daya alam yang merupakan barang publik/public goods (misalnya, upaya peningkatan kualitas air sungai) atau kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan oleh proyek pembangunan sebagai dampak lingkungan (seperti, penurunan atau kerusakan ekosistem terumbu karang). 16

30 Penjelasan rinci Nilai Ekonomi Total (NET) NET= F (NGL, NGTL, NP + NW, NK) Dimana: NGL, NGTL, NP = Nilai Guna NW, NK = Nilai non-guna atau pasif NET = Nilai Ekonomi Total (Total Economic Value) NGL = Nilai Guna Langsung (Direct Use Value) NGTL = Nilai Guna Tidak Langsung (Indirect Use Value) NP = Nilai Pilihan (Option Value) NW = Nilai Warisan (Bequest Value) Sumber: The United University & The World Bank, 1995 Gambar 2.1 Komponen-komponen Nilai Ekonomi Total Nilai Ekonomi Total Nilai Guna Nilai Non-guna Nilai Guna Langsung Nilai Guna Tidak Nilai Pilihan Nilai Warisan Nilai Keberadaan Langsung Hasil yang dapat dikonsumsi langsung Manfaatmanfaat fungsional Nilai Guna Langsung & tidak langsung di masa mendatang Nilai karena membiarkan Nilai Guna & non-guna untuk anak cucu Nilai dari pengetahuan terhadap keberadaan yang tetap Makanan Biomassa Rekresasi Fungsi ekologi Pengendalian banjir Keanekaragam an hayati Habitat terkonservasi Habitat Perubahan yang tidak dapat diperbaiki Habitat Fauna/flora langka Berkurangnya sifat nyata (tangibility) suatu nilai terhadap individu Sumber: The United University & The World Bank, 1995 Gambar 2.2 Bagan Nilai Ekonomi Total 17

31 Nilai guna dari sumber daya alam dapat diperkirakan langsung dari konsumsi atau produksi, yaitu penentuan harga dalam transaksi pasar. Nilai guna ini dibayar oleh orang yang secara langsung menggunakan dan mendapatkan manfaat. Nilai guna tidak langsung adalah nilai guna fungsi pendukung terhadap nilai guna langsung dari sumber daya alam yang berkaitan, seperti fungsi plasma nutfah dan fungsi asimilasi terhadap buangan manusia. Nilai pilihan (masa datang) adalah nilai dari barang publik sebagai manfaat potensial yang dapat diambil. Hal ini merupakan preferensi untuk melindungi barang publik dari kemungkinan pemanfaatannya untuk masa yang akan datang. Apabila terdapat ketidakpastian yang berhubungan dengan pemanfaatan yang akan datang berkaitan dengan ketersediaan akan adanya pasokan barang tersebut, maka nilai pilihan akan positif. Salah satu nilai pilihan spesifik berhubungan dengan nilai dari informasi mengenai masa yang akan datang. Nilai warisan, diperoleh dari dorongan untuk menjaga keberadaan sumber daya alam agar dapat dimanfaatkan oleh generasi yang berikutnya. Nilai warisan diperkirakan dari kepuasan memberikan sesuatu pada orang lain, dan harapan agar generasi mendatang dapat menggunakan sumber daya alam yang diwariskan. Nilai disini sangat berkaitan dengan konsep penggunaan masa datang dan/atau pilihan agar orang lain yang menggunakan. Nilai keberadaan adalah bagian dari nilai guna yang sebetulnya tidak berhubungan dengan penggunaan sumber daya alam oleh manusia, baik untuk masa kini maupun mendatang. Nilai ini termasuk kepedulian akan keberadaan suatu objek sebagai makhluk. Salah satu contohnya adalah nilai yang diberikan 18

32 terhadap keberadaan paus biru. Pada umumnya orang tidak akan memberi nilai/harga terhadap paus ini dengan harapan akan melihat atau memanfaatkannya (walaupun mereka mengetahui keberadaannya tersebut melalui foto atau film), namun lebih karena keunikan keberadaannya. Barton (1994) mengklasifikasi nilai sumber daya alam atas nilai kegunaannya (use value) dan nilai tanpa kegunaannya (non use value). Nilai kegunaan adalah nilai SDAL yang berasal dari manfaat yang dapat diambil dari SDAL tersebut. Nilai ini terbagi dua, yaitu manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. Menurut Barton (1994) nilai langsung merupakan manfaat penggunaan dan pengambilan barang sumber daya alam (extractive use) seperti pemanfaatan kayu dari hutan, ikan dari laut, air dari sungai/danau dan sebagainya, maupun penggunaan barang sumber daya alam secara langsung (non-extarctive) seperti rekreasi. Manfaat tidak langsung merupakan manfaat jasa lingkungan yang tidak harus diekstraksi secara langsung namun memberikan manfaat seperti hutan sebagai pengatur iklim, danau sebagai pengendali banjir, dan sebagainya (KLH, 2007). Sedangkan manfaat pilihan adalah suatu nilai yang dapat diinterpretasikan sebagai manfaat sumber daya alam yang potensial dimasa depan, baik manfaat langsung maupun tidak langsung (Barton, 1994). Nilai tanpa guna adalah nilai SDAL tanpa melihat ada atau tidaknya manfaat. Nilai dari SDAL ini dapat dilihat dari manfaat keberadaannya (existence value), manfaat pilihan (option value), dan manfaat pewarisannya (bequest value). Manfaat keberadaan menurut Barton (1994) adalah manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dari keberadaan ekosistem atau spesies yang ada, terlepas dari apakah sumber daya tersebut digunakan atau tidak. Sedangkan manfaat pewarisan adalah 19

33 suatu manfaat yang dapat diwariskan untuk generasi yang akan datang (Barton, 1994). 2.6 Metode Penilaian dan Teknik Penilaian Kemas (2004), kita perlu membedakan antara moteda penilaian dan teknik penilaian. Metoda penilaian atau kerangka penilaian diperlukan untuk menaksir/menilai manfaat ekonomi untuk berbagai alternatif penggunaan dari suatu ataupun daerah konservasi yang diperlukan sebagai bahan pertimbangan bagi pembuat keputusan. Suatu keputusan dibuat dengan melihat berapa besar manfaat yang didapat jika dibandingkan dengan biaya yang timbul. Teknik penilaian adalah suatu teknik yang dipakai untuk menilai berapa besar nilai ekonomi suatu daerah lahan basah atau daerah konservasi dengan menggunakan satuan moneter dengan cara membandingkan nilai guna (use value) dan tanpa nilai guna (non-use value) terhadap nilai pasar. Menurut Fauzi (2004), secara umum teknik valuasi sumber daya yang tidak dapat dipasarkan (non market valuation) dapat digolongkan ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah teknik valuasi yang mengandalkan harga implisit dimana willingness to pay (WTP) terungkap melalui model yang dikembangkan. Teknik ini disebut teknik yang mengandalkan revealed WTP (keinginan untuk membayar yang terungkap). Beberapa teknik yang masuk kelompok ini adalah travel cost method, hedonic pricing, dan teknik yang relatif baru disebut random utility model. Kelompok kedua adalah teknik valuasi yang didasarkan pada survei dimana keinginan membayar atau WTP diperoleh langsung dari responden, yang 20

34 langsung diungkapkan secara lisan maupun tertulis. Salah satu teknik yang cukup popular adalah Contingent Valuation Method (CVM) dan Discrete Choice Model. Secara skematis teknik valuasi non-market tersebut dapat dilihat pada gambar berikut: Valuasi Non-market Tidak Langsung (Revealed WTP) Hedonic Pricing Travel Cost Random Utility Model Sumber : Fauzi (2004) Langsung/Survei (expressed WTP) Contingent Valuation Discrete Choice Model Contingent Choice Gambar 2.3 Klasifikasi Valuasi Non-Market Hedonic Price Model (HPM) Nauli (2007) model ekonometrika hedonic adalah model dimana variabel independen berhubungan dengan kualitas, misal kualitas dari suatu produk yang ingin dibeli. Metode hedonic price banyak diterapkan dalam studi ekonomi lingkungan, karena dalam ekonomi lingkungan banyak barang-barang yang harganya tidak nyata (implisit) namun melekat pada barang tersebut. Hedonic adalah regresi dari pengeluaran (sewa atau nilai) karakteristik rumah. Variabel independen mempresentasikan karakteristik individual rumah, dan koefisien regresi dapat dijadikan estimasi harga implisit karakter-karakteristik tersebut (Malpezzi, 2002). Fungsi hedonic price, dapat dijelaskan mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi harga sebuah rumah (P h ) dapat dipengaruhi oleh pertama karakteristik lokasi/karateristik internal dari lahan (S i ), contohnya adalah luas taman, ketersediaan garasi kendaraan, dan jumlah kamar. Kedua, karakteristik lingkungan sekitar/karakteristik eksternal lahan (N j ), contohnya suku/etnis, tingkat kriminalitas, dan jumlah sekolah di area tersebut. Ketiga, kualitas lingkungan 21

35 (Q k ), hal ini ditunjukan pada dengan kualitas udara dan tingkat kebisingan. Fungsi hedonic price ini dapat dihitung dengan menggunakan ordinary least squares (OLS) atau persamaan regesi P h = P (S i,n j,q k ). Jika ditulis dalam bentuk matematis P h =β 0 + β 1 S i + β 2 N j + βq k + ε, β adalah intersep/koefisien, S i adalah karakteristik rumah itu sendiri, N j adalah karakteristik lingkungan, Q k adalah kualitas lingkungan dan ε (eror) yang menunjukkan faktor lain yang turut menentukan harga rumah. Model yang telah ditentukan, maka dapat ditentukan nilai implisit dari karakteristik lingkungan. Pengaruh faktor lingkungan terhadap harga suatu tempat tinggal dapat ditunjukkan oleh nilai implisit tersebut. Nilai tersebut digunakan untuk menunjukkan besarnya pengaruh faktor lingkungan terhadap harga suatu tempat tinggal. δp h /δq k = P (S i,n j,q k ) Atau δp h /δq k = δ (β 0 + β 1 S 1 + β 2 N j + β 3 Q k + ε) / δq k δp h /δq k biasa disebut net differential, r, dan dihitung nilai berubahan marjinal pada kualitas lingkungan variabel Q k pada persamaan di atas. Harga implisit marjinal dapat diturunkan dari kurva harga implisit lingkungan di atas, seperti pada gambar berikut 22

36 P s P h = P(Q k ) = harga implisit Harga implisit marginal lingkungan Sumber : Hanley dan Splash (1993) 3 Q k = kualitas lingkungan tertentu Gambar 2.4 Kurva Harga Implisit Marjinal Lingkungan Keseimbangan individu didalam housing market terjadi ketika harga implisit marjinal sama dengan biaya marjinal. Keseimbangan ini menunjukan bahwa tambahan kepuasaan yang diterima sebagai akibat peningkatan kualitas lingkungan (Marginal Value = Harga Implisit Marjinal) sama dengan tambahan biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan peningkatan kualitas lingkungan (Marginal Cost). 2.7 Estimasi Kurva Permintaan Estimasi kurva permintaan untuk kualitas lingkungan menggunakan informasi tambahan dari estimasi HPM. Persamaan δp h /δq k = P (S i,n j,q k ) akan menjadi inverse kurva permintaan untuk Q i jika seandainya semua individu dipengaruhi oleh polusi kebisingan yang sama. Prosedur untuk menghitung kurva permintaan untuk Q tergantung pada asumsi tentang sisi supply pada pasar. Pembeli rumah harus menawar untuk penawaran yang tetap ini pada unit yang heterogen. Jika kurva permintaan implisit untuk kurva Q dapat diperoleh dengan regresi harga implist r pada Q, variabel sosial-ekonomi diduga relevan seperti 23

37 pendapatan (Y) dan usia (A), dan beberapa perwakilan variabel mampu mempresentasikan pilihan. Perhitungan pada kurva permintaan untuk area kota, dengan wilayah-wilayah ini ditandai dengan i, r i = P (Q i,y i,a i ) Jika persamaan di atas dihitung, kemudian nilai non-marginal increase pada Q i dapat dihitung oleh perhitungan secara tepat, menggunakan rata-rata untuk Y i dan A i. Agregrat manfaat dan ditemukan dengan menjumlahkan penjumlahan penguraian semua wilayah. 2.8 Penelitian Terdahulu Estimasi Nilai Ekonomi Lingkungan Pemukiman Mahasiswa IPB Avianto (2005) melakukan penelitian mengenai estimasi nilai ekonomi lingkungan pemukiman mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) dalam prespektif regresi hedonis. Dari penelitian tersebut dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesukaan mahasiswa terhadap tempat tinggal antara lain luas halaman, tingkat keamanan, dan kondisi udara. Nilai ekonomi lingkungan pemukiman mahasiswa sebesar Rp ,31. Hanum dalam Awwali (2010) melakukan penelitian mengenai kebisingan permukiman pinggiran rel kereta api (Kasus Desa Cilebut Timur Kabupaten Bogor Jawa Barat): analisis preferensi, persepsi dan willingness to accept. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengkaji kesediaan masyarakat Cilebut Timur dalam menerima kompensasi dan besar nilainya dengan menggunakan hedonic price method. Variabel yang secara nyata mempengaruhi nilai willingness to accept (WTA) responden adalah jumlah tanggungan, harga tanah, pendidikan, 24

38 jenis pekerjaan, luas tanah, jarak ke sumber bising, dan sumber pendapatan. Nilai WTA masyarakat adalah Rp ,25 sampai dengan Rp ,25 per meter persegi, sehingga bid curve yang terbentuk adalah supply curve antara nilai WTA (Rp/m 2 ) yang diperoleh dengan luas tanah (m 2 ) responden. Astrini (2009) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang akan mempengaruhi harga lahan permukiman di Kecamatan Bogor Utara dan Bogor Selatan Kota Bogor jawa Barat. Penelitian ini menggunakan model persamaan regresi berganda double-log. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata berdasarkan model double log adalah luas lahan, akses terhadap angkutan kota, kepadatan penduduk, jarak pasar terdekat, status lahan, prasarana jalan, akses ke fasilitas umum, dan kebersihan lingkungan. Awwali (2010) melakukan penelitian mengenai estimasi nilai lingkungan di permukiman pinggiran jalan tol Jagorawi (Kasus Perumahan Bumi Cimahpar Kecamatan Bogor Utara Kota Bogor Jawa Barat). Penelitian ini menggunakan hedonic price method untuk mengestimasi nilai lingkungan melalui nilai rumah. Variabel yang mempengaruhi nilai rumah adalah umur rumah, luas tanah, luas bangunan, dan jarak antara rumah dengan jalan tol (sumber bising). Esimasi nilai rumah berdasarkan penelitian ini memiliki persamaan sebagai berikut: Hr = -1,27 0,183 UR + 0,421 LT + 0,218 LB + 0,245 JT + e HR = Harga Rumah (Rp) UR = Umur Rumah (Tahun) LT = Luas Tanah (m 2 ) LB = Luas Bangunan (m 2 ) JT = Jarak Rumah ke Taman (m) 25

39 III. KERANGKA PEMIKIRAN Meningkatnya angka bencana alam yang terjadi saat ini tidak lepas dari kerusakan alam yang diakibatkan oleh ulah manusia. Degradasi lingkungan berdampak negatif bagi manfaat ekonomi maupun ekologi. Contoh manfaat ekonomi yang menurun diakibatkan oleh kerusakan lingkungan adalah berkurangnya jumlah produksi kayu berasal dari hutan ataupun biaya yang dikeluarkan untuk perbaikan akibat bencana banjir, sedangkan contoh manfaat ekologi yang semakin menurun dapat dirasakan melalui kondisi udara saat ini yang semakin tidak segar maupun pemandangan lingkungan yang tidak menarik. Banjir merupakan gambaran bencana alam yang sering terjadi di daerah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek). Daerah bantaran sungai di kota-kota besar saat ini sudah menjadi kawasan pemukiman, pembuangan limbah pabrik dan lain-lain, terutama jika melihat di sepanjang bantaran sungai Ciliwung. Kondisi masyarakat saat ini belum dapat memahami dengan baik betapa besarnya nilai lingkungan alam, sehingga masih banyak orang yang memanfaatkan bantaran sungai sebagai tempat tinggal maupun tempat pembuangan sampah. Perilaku seperti inilah yang dapat mengakibatkan kerugian ekonomi maupun ekologi dalam masyarakat. Salah satu solusi dari kondisi degradasi lingkungan saat ini adalah dengan cara memperbanyak lahan untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH). Hal ini pun harus dibarengi dengan pengelolaan dan perawatan yang baik terhadap ruang terbuka hijau. Penelitian ini akan memiliki fokus yang lebih besar terhadap estimasi penilaian ruang terbuka hijau pada perumahan masyarakat. Pelaksanaan penelitian di lapangan akan menggunakan cara perbandingan antara nilai harga rumah yang

40 memiliki akses terhadap ruang terbuka hijau dengan nilai rumah yang akses terhadap ruang terbuka hijau rendah. Estimasi penilaian ruang terbuka hijau akan menggunakan pendekatan hedonic price method (HPM). Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengadaptasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi harga sebuah rumah ke dalam penilaian harga lahan. Adaptasinya antara lain karakter lokasi/karakter internal rumah (S i ), contohnya adalah luas rumah. Kedua, karakteristik lingkungan sekitar/karakter eksternal rumah (N j ), contohnya apakah masih banyak taman yang berada di sekitar tempat tinggal. Ketiga, kualitas lingkungan (Q k ), hal ini ditunjukan oleh kualitas udara dan keindahan lingkungan di sekitar tempat tinggal. Pendekatan HPM menggunakan fungsi persamaan regresi berganda (P = X+ + n X). Setelah melakukan penilaian terhadap faktor-faktor tersebut, maka akan diperoleh gambaran mengenai nilai harga rumah yang dapat digunakan sebagai gambaran nilai ruang terbuka hijau. Nilai rumah inilah yang akan mempengaruhi kebijakan pengelolaan lingkungan bagi pemerintah ataupun masyarakat. Nilai rumah juga akan digunakan sebagai acuan terciptanya keseimbangan antara pemanfaatan dan perlindungan lingkungan. Nilai lingkungan berasal dari selisih antara harga rumah rata-rata dengan harga rumah yang berakses ruang terbuka hijau. 27

41 Kerangka pemikiran operasional tersebut ditampilkan dalam skema berikut ini: Kebijakan pengelolaan RTH Kota Bogor Pengelolaan RTH di perumahan Peningkatan kualitas RTH di perumahan Analisis deskriptif Kuantitatif dan Kualitattif Identifikasi akses RTH di perumahan Rumah dengan akses RTH Rumah dengan akses RTH rendah Faktor lain yang menentukan harga tanah Karakteristik internal rumah Karakteristik eksternal rumah Kualitas lingkungan Hedonic Price Method (Harga rumah) Persamaan regresi berganda (P = X+ + n X) Sumber: Peneliti (2010) Estimasi nilai RTH di perumahan (selisih antara harga rumah) Gambar 3.1 Skema Kerangka Pemikiran 28

42 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Perumahan Kota Bogor tepatnya di perumahan Bogor Raya Permai, Kelurahan Curug, Kecamatan Bogor Barat, Kotamadya Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive) karena letaknya masih dalam kawasan Kota Bogor. Kawasan ini telah mengonversi lahan hijau menjadi permukiman. Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih tiga bulan, yaitu dari bulan September-November Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara pengamatan dan wawancara terhadap pejabat pemerintahan yang terkait dengan kebi jakan pengelolaan ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Bogor, pakar atau ahli terkait pengelolaan SDAL dalam hal ini RTH, serta masyarakat pemilik rumah di daerah penelitian. Sedangkan data sekunder yang diperlukan meliputi data keadaan umum ruang terbuka hijau (pengertian, fungsi dan manfaat) serta data yang terkait dengan kondisi ruang terbuka hijau secara khusus di Kota Bogor. Data sekunder diperoleh dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, Departemen Pekerjaan Umum, Kementrian Lingkungan Hidup, buku, internet, dan literatur-literatur lain yang mendukung.

43 4.3 Metode Pengambilan Sample Pengambilan sample (responden) dilakukan berdasarkan teknik judgement/purposive sampling. Teknik ini adalah prosedur yang biasa dilakukan peneliti berpengalaman dalam memilih contoh berdasarkan pertimbangannya tentang beberapa karakteristik yang cocok berkaitan dengan anggota contoh yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian. Penelitian ini akan mengambil jumlah responden sebanyak 50 orang, yang dipilih sesuai dengan keadaaan yang dikehendaki. Pertimbangan responden yang diambil merupakan pejabat pemerintahan yang terkait mengenai kebijakan pengelolaan dan perawatan Ruang Terbuka Hijau, para pakar atau ahli yang terkait dengan pengelolaan dan penilaian ekonomi kerusakan serta masyarakat yang memiliki rumah di perumahan tempat penelitian. 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang telah dikumpulkan diolah secara kualitatif dan kuantitatif. Metode analisis data yang akan dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 4.1 di bawah ini : 30

44 Tabel 4.1 Matriks Metode Analisis Data No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data Jenis Data 1 Identifikasi Wawancara Analisis Komponen faktor yang dan data deskriptif karakteristik lokasi, mempengaruhi sekunder kualitatif dan lingkungan, dan masyarakat kuantitatif kualitas lingkungan memilih tempat dengan di sekitar tempat tinggal di area Microsoft Office tinggal. perumahan. Word dan Excel 2 Estimasi nilai ekonomi dari ruang terbuka hijau di area perumahan Kota Bogor. Data sekunder dan data primer (kuesioner) Hedonic price method dengan persamaan regresi P h = P(S i,n j,q k ) dalam persamaan Nilai karakteristik lokasi lahan itu sendiri, nilai karakteristik lingkungan, kualitas lingkungan dan faktor lain yang matematis P h =β 0 + β 1 S i + β 2 N j + βq k + ε, β software Microsoft Office Excel, Minitab 15 dan SPSS 17. menentukan harga rumah. Data diperoleh dengan cara wawancara dan data peneltian sebelumnya yang terkait dengan 3 Analisis kebijakan pengelolaan dan perawatan ruang Wawancara dan data sekunder Analisis deskriptif kualitatif dan penilaian lahan. Pihak dan dana dalam melakukan pengelolaan dan 31

45 terbuka hijau di perumahan Kota Bogor. Sumber: Peneliti (2010) kuantitatif dengan Microsoft Office Word dan Excel perawatan ruang terbuka hijau, kebijakan pengelolaan dan perawatan ruang terbuka hijau di perumahan Kota Bogor. 4.5 Deskripsi Variabel Menurut Hanley dan Spash dalam Awwali (2010), variabel dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu site characteristics/karakteristik rumah (contoh: luas tanah, luas bangunan, umur rumah, jumlah kamar, kepemilikan taman/pekarangan); neighbourhood characteristics/karakteristik lingkungan (contoh: jarak rumah dengan sekolah, jarak rumah dengan kantor, jarak rumah dengan pasar, jarak rumah dengan taman umum dan lain-lain); dan environmental quality/kualitas lingkungan (contoh: kualitas udara, kualitas air, kebisingan). Jaliani dalam Awwali (2010), penelitiannya mengenai faktor-faktor penentu harga rumah menggunakan metode hedonic price, memasukan variabel bebas yakni jarak tempuh dari pusat kota ke rumah, luas bangunan, jumlah kamar tidur, jumlah kamar mandi, kapasitas garasi pada rumah dan luas ruang keluarga. Penelitian Astrini (2009), menggunakan harga lahan sebagai variabel tak bebas (dependent variable). Varibel lain yang dimasukan ke dalam model persamaan regresi adalah variabel bebas (independent variable) seperti: luas lahan, akses ke sarana angkutan umum terdekat, kepadatan penduduk, jarak pasar terdekat, 32

46 fasilitas air yang utama, status lahan, keamanan lingkungan, prasarana jalan, akses ke fasilitas umum dan kebersihan lingkungan. Penelitian Awwali (2010), menggunakan harga rumah sebagai variabel tak bebas; sedangkan umur rumah, luas tanah, luas bangunan, jumlah kamar, jumlah lantai, jarak menuju tempat kerja, jarak menuju tempat sekolah, jarak menuju pintu tol terdekat, jarak menuju pasar swalayan terdekat, jarak antara rumah dengan jalan tol, dan tingkat kebisingan sebagai variabel bebas. Berdasarkan berbagai macam literatur yang ada, dalam penelitian ini menggunakan harga rumah sebagai variabel tak bebas (dependent variable); sedangkan kepemilikan pekarangan, jumlah jenis tanaman, jarak rumah ke taman umum, kepemilikan rumah, persepsi kualitas udara di rumah, dan persepsi kualitas air yang digunakan di rumah sebagai variabel bebas (independent variable). Tabel 4.2 Matriks Deskripsi Variabel Variabel Definisi Parameter Variabel Tak Bebas Harga Rumah (HR) Harga setiap rumah Variabel Bebas Karakteristik Rumah Kepemilikan Rumah (KR) Status kepemilikan rumah (pribadi/sewa) Harga rumah pada tempat penelitian (Perumahan Bogor Raya Permai) Ya= 1; Tidak= 0 (dummy) Kepemilikan Pekarangan (KP) Jumlah Jenis Tanaman (JJT) Karakteristik Lingkungan Jarak rumah ke taman umum (JRT) Persepsi Kualitas Ada/tidaknya pekarangan di rumah Macam-macam jenis tanaman yang berada di rumah Jarak antara rumah dengan taman umum terdekat Ya= 1; Tidak= 0 (dummy) Terbagi menjadi empat jenis (tanaman hias, tanaman buah, tanaman/pohon keras dan tanaman obat) Meter 33

47 Lingkungan Tingkat kualitas udara Tingkat kualitas air Kualitas udara yang ada di rumah berdasarkan persepsi penghuni rumah. Kualitas air yang ada di rumah berdasarkan persepsi penghuni rumah. Sangat Buruk = 1; Buruk = 2; Cukup = 3; Baik = 4; Sangat Baik = 5. Sangat Buruk = 1; Buruk = 2; Cukup = 3; Baik = 4; Sangat Baik = 5. Sumber: Peneliti (2010) 4.6 Pengidentifikasian Faktor yang Mempengaruhi Memilih Perumahan Proses pengidentifikasian faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat memilih tempat tinggal di perumahan menggunakan analisis deskriptif. Menurut Nazir (1999), Analisis deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuannya adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, aktual dan akurat, mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Analisis deskriptif digunakan dalam penelitian ini untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam memilih tempat tinggal di perumahan Kota Bogor. Hal ini terkait dengan kondisi lapangan yang ada di Kota Bogor. Beberapa karakteristik yang dapat mempengaruhi pemilihan tempat tinggal seperti, karakteristik lokasi, karakteristik lingkungan, dan kualitas lingkungan. Melalui analisis deskriptif ini peneliti ingin melihat apakah ruang terbuka hijau juga menjadi pertimbangan masyarakat dalam memilih tempat tinggal di perumahan. 34

48 Analisis ini juga digunakan untuk menjawab tujuan penelitian nomor tiga, yaitu untuk menyusun kebijakan pengelolaan dan perawatan ruang terbuka hijau di Kota Bogor. Analisis ini bermaksud untuk mengetahui kondisi pengelolaan ruang terbuka hijau sebelum diadakan perbaikan. Sehingga dapat memberikan masukan yang efisien dalam standarisasi pengelolaan dan perawatan ruang terbuka hijau perumahan. 4.7 Analisis Penilaian Ekonomi RTH di Perumahan Penilaian ekonomi terhadap ruang terbuka hijau di daerah perumahan dapat menggunakan pendekatan harga rumah. Penelitian ini akan membandingkan harga rumah yang memiliki akses ruang terbuka hijau besar dengan harga rumah yang akses ruang terbuka rendah atau tidak ada sama sekali. Perbandingan ini akan dilakukan pada tipe dan ukuran rumah yang sama. Berdasarkan hal tersebut maka analisis penilaian penelitian ini menggunakan pendekatan hedonic price method (HPM). Alasan digunakannya teknik ini karena dapat memasukan unsur-unsur karakteristik rumah dalam penilaian ekonomi pada lahan. Misalnya memasukan karakteristik lokasi, karakteristik lingkungan sekitar, ataupun kualitas lingkungan tempat tinggal. Perlu adanya pemetaan dalam penilaian ekonomi ruang terbuka hijau, hal ini disebabkan jenis rumah antar tipe berbeda-beda. 35

49 Model fungsi hedonic price yang digunakan adalah model regresi berganda. Model regresi berganda adalah persamaan regresi dengan satu peubah tak bebas/dependent variable (P) dengan lebih satu peubah bebas/independent variable (X 1,X 2,,X n ), Mattjik et al (2002). Fungsi persamaannya dapat dituliskan: P = f(kr,ka,kl) Keteraangan: KR = Karakteristik Rumah KA = Karakteristik Lingkungan KL = Kualitas Lingkungan Terdapat sifat-sifat dalam model hedonic price seperti linear, semi-log, inverse semi-log, dan double-log (Kim et al dalam Awwali, 2010). Kemudian dari masing-masing model tersebut dilakukan estimasi dan memilih satu model yang paling tepat berdasarkan uji ekonometrika: R-squared, adjusted R-squared uji F, uji t, dan variance inflation factors (VIP) untuk melihat ada tidaknya multicollinearity. Uji tersebut dapat dilakukan melalui sebaran plot pada SPSS 17. a) Linear Model linear adalah persamaan regresi yang menggambarkan hubungan antara variabel tak bebas dengan variabel bebas dimana hubungan keduanya dapat digambarkan sebagai garis lurus (Mattjik et al, 2002). Koefisien ( ) yang diperoleh dari fungsi linear menunjukan gradien atau kemiringan kurva dari fungsi tersebut yang berarti bahwa setiap perubahan 1 (satu) satuan variabel bebas (X) akan merubah 1 (satu) satuan variabel tak bebas (P). 36

50 Persamaan linear dapat dituliskan sebagai berikut: Keterangan: P = X P= Variabel tak bebas X= Variabel bebas = Koefisien b) Semi-log Model semi-log adalah model yang variabel tak bebasnya dalam bentuk log. Koefisien menunjukan kemiringan yang mengukur perubahan relatif atau proporsional dalam variabel tak bebas untuk perubahan mutlak tertentu dalam variabel bebas (Gujarati, 1978). Berikut ini adalah persamaan semi-log: Keterangan: ln P= X P = Variabel tak bebas X = Varibael bebas = koefisien Tabel 4.3 Matriks Fungsi Model Hedonic Price Linear Semi-log P = X ln P= X 1 = dp/dx 1 =dlnp/dx Sumber: Juanda (2010) 37

51 4.8 Asumsi dan Hipotesis Penelitian Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Lingkungan Perumahan Bogor Raya Permai bersifat tetap. Sehingga lingkungan yang digunakan berdasarkan kondisi lingkungan yang ada saat penelitian dilakukan. 2) Faktor-faktor yang terdapat pada model hedonic price method adalah harga rumah, kepemilikan pekarangan, jumlah jenis tanaman, jarak rumah ke taman umum, kepemilikan rumah, persepsi kualitas udara di rumah, dan persepsi kualitas air yang digunakan di rumah. Keberadaan faktor lain dianggap tetap (cateris paribus). 3) Persepsi masyarakat dalam kualitas lingkungan tempat tinggal yang nyaman dianggap sama, yaitu nyaman dan berudara segar. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Kepemilikan pekarangan dengan harga suatu rumah berkorelasi secara positif, sehingga akan meningkatkan nilai harga dari suatu rumah. 2) Jumlah jenis tanaman memiliki korelasi positif dengan harga rumah. Semakin beragam jumlah jenis tanaman yang terdapat dalam suatu rumah maka akan meningkatkan nilai dari harga rumah. 3) Hubungan antara jarak taman umum dengan nilai harga rumah adalah berbanding terbalik. Semakin besar jarak antara rumah dengan taman umum maka harga rumah akan semakin turun. Sehingga masyarakat yang tinggal dekat dengan taman umum akan menilai harga rumah lebih tinggi karena mendapatkan pemandangan dan kualitas udara yang lebih baik. 38

52 4) Persepsi masyarakat terhadap kualitas udara dan air mempengaruhi perilaku masyarakat dalam memilih tempat tinggal dan harga rumah. 4.9 Pengujian Parameter Uji Statistik t Penggunaan uji statistik t adalah untuk mengetahui pengaruh dari masingmasing peubah bebas (X i ) kepada peubah tak bebas (P i ) dalam persamaan regresi. t hit = i S i H 0 : 1 = 0 artinya (X i ) tidak berpengaruh nyata terhadap (P i ) H 1 : 1 0 artinya (X i ) berpengaruh nyata terhadap (P i ) Jika t hitung(n-k) < t tabel, maka H 0 diterima, artinya (X i ) tidak berpengaruh nyata terhadap (P i ). Uji t dapat dilakukan dengan cara melihat output perhitungan komputer dengan melihat P-value dari uji t, pada masing-masing variabel independen. Apabila P-value dari uji t pada masing-masing variabel < α maka tolak H 0. Tolak H 0 memiliki arti bahwa variabel-variabel independen dalam fungsi persamaan tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen Uji Statistik F Uji statistik F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel (X i ) secara bersama-sama terhadap varibel tidak bebasnya (P i ) yaitu harga rumah. H 0 : 1 = 2 =.. = n = 0 H 1 : minimal ada salah satu nilai n yang tidak sama dengan nol F hit = KTR KTG 39

53 KTR = Kuadrat Tengah Regresi KTG = Kuadrat Tengah Galat Jika F hit < F tabel maka H 0 diterima, artinya (X i ) secara serentak tidak berpengaruh nyata terhadap (P i ). Uji F dapat dilakukan dengan cara melihat output perhitungan komputer dengan melihat P-value dari statistic F < α. Apabila P- value < α maka tolak H 0. Tolak H 0 memiliki arti bahwa gabungan variabel independen dalam fungsi persamaan tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen Uji Multicollinearity Uji multicollinearity digunakan ketika model banyak melibatkan peubah bebas, yang biasanya terdapat korelasi yang kuat antar variabel bebas. Pencarian informasi tentang adanya multicollinearity pada sebuah model dapat dilakukan dengan membandingkan nilai koefisien determinansi (R 2 ) dengan koefisien determinasi parsial antar dua peubah bebas. Multicollinearity dapat dianggap tidak masalah apabila koefisien determinasi parsial antara dua peubah bebas tidak melebihi nilai koefisien determinasi atau koefisien korelasi berganda antar semua peubah secara simultan Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas terjadi bila varian Y berubah, karena variabel X berubah sehingga timbul perbedaan karena adanya gangguan (ei) yang timbul dalam fungsi regresi mempunyai varian yang berbeda. Heteroskedastisitas akan mengakibatkan penaksiran koefisien-koefisien regresi menjadi tidak efisien. Hasil penaksiran akan menjadi kurang dari semestinya. Heteroskedastisitas bertentangan dengan salah satu asumsi dasar regresi linear, yaitu bahwa variasi 40

54 residual sama untuk semua pengamatan atau disebut homoskedastisitas (Gujarati, 2003). Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat digunakan uji rank corelation spearman, yaitu dengan mengkorelasikan antara variabel bebas dengan absolute residual. Bila signifikansi hasil korelasi lebih besar dari 0,05 (lima persen), maka tidak terjadi heteroskedastisitas (Gujarati, 2003) Pendekatan Nilai Ekonomi RTH di Perumahan Setelah dilakukan penghitungan harga rumah yang dengan akses RTH dengan menggunakan persamaan regresi tersebut. Tahapan selanjutnya adalah melakukan perbandingan harga kedua rumah. Nilai lingkungan dari ruang terbuka hijau ditunjukan melalui perbandingan harga kedua rumah tersebut. 41

55 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kecamatan Bogor Barat Wilayah administrasi Kecamatan Bogor Barat hingga akhir Desember 2008 yaitu terdiri dari 16 kelurahan dengan luas wilayah 3.174,00 Ha. Saat ini Kecamatan Bogor Barat memiliki 765 RT (Rukun Tetangga) dan 190 RW (Rukun Warga). Luas wilayah terbesar terdapat pada Kelurahan Sindangbarang yakni seluas 370 Ha dan luas terkecil terletak pada Kelurahan Semplak dengan luas wilayah 90,00 Ha. TABEL 5.1 LUAS WILAYAH KELURAHAN SE-KECAMATAN BOGOR BARAT KELURAHAN LUAS (Ha) Menteng 209,00 Pasirkuda 225,00 Pasirjaya 290,00 Pasirmulya 100,00 Gunungbatu 220,00 Sindangbarang 370,00 Bubulak 157,00 Situgede 273,00 Margajaya 255,00 Balumbangjaya 145,00 Semplak 90,00 Cilendek Timur 105,00 Cilendek Barat 174,00 Curugmekar 104,00 Curug 195,00 Loji 253,00 JUMLAH Sumber : Arsip Kecamatan Bogor Barat 3.174,00 Kondisi fisik Kecamatan Bogor Barat secara topografi mempunyai kemiringan/slove 0-2 persen dan 3-15 persen yang merupakan lahan yang baik untuk mendukung kegiatan perkotaan seperti permukiman, perdagangan, industri, pariwisata, pertanian dan lain-lain.

56 berikut: Adapun batas-batas wilayah dari Kecamatan Bogor Barat adalah sebagai Sebelah utara : Berbatasan dengan Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor; Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Bogor Tengah dan Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor; Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Bogor Selatan dan Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor; Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. 5.2 Gambaran Umum Kelurahan Curug Kelurahan Curug adalah salah satu wilayah administrasi yang berada di daerah Kecamatan Bogor Barat. Luas wilayah Kelurahan Curug sampai dengan bulan Desember 2010 terbagi menjadi 14 RW dan 49 RT dengan luas wilayah 195 Ha. Adapun jarak antara Kelurahan Curug dengan letak pusat-pusat pemerintahan, yaitu: Jarak dari pusat pemerintahan kecamatan Jarak dari pusat pemerintahan kota Jarak dari pusat pemerintahan provinsi Jarak dari Ibu Kota Negara : 2 km; : 10 km; : 130 km; : 60 km Batas Wilayah Kelurahan Curug Batas wilayah Kelurahan Curug adalah: Utara : Kelurahan Pasirjaya; 43

57 Selatan Barat Timur : Kelurahan Curugmekar; : Kelurahan Semplak; : Kelurahan Cibadak Kondisi Fisik Wilayah Kelurahan Curug memiliki ketinggian wilayah 550 m di atas permukaan air laut. Rata-rata curah hujan yang berada di wilayah Kelurahan Curug berkisar antara mm per tahun. Kelurahan Curug memiliki suhu rata-rata C, dengan kondisi topografi termasuk kedalam kelompok dataran rendah. Melihat kondisi Kelurahan Curug yang termasuk dalam wilayah dataran rendah maka lahan di Kelurahan Curug sangat mendukung kegiatan perkotaan seperti permukiman, perdagangan, industri, pariwisata, pertanian dan lain-lain Tata Guna Lahan Lahan yang berada di Kelurahan Curug berdasarkan peruntukannya dapat dikategorikan menjadi lahan untuk jalan, sawah, ladang, bangunan umum, empang, permukiman atau perumahan, jalur hijau, pekuburan dan lain-lain. Penggunaan lahan terbesar dimanfaatkan untuk permukiman, yaitu sebesar 83,7436 persen atau seluas 163,3 Ha. Penggunaan lahan untuk jalur hijau menempati posisi terkecil, yaitu sebesar persen atau seluas 0,13 Ha dari total wilayah Kelurahan Curug. Berdasarkan kondisi jalur hijau yang terdapat pada Kelurahan Curug maka luas lahan yang diperuntukan untuk lingkungan harus ditingkatkan. Hal tersebut dilakukan agar terjadi keseimbangan antara fungsi lingkungan dan kerusakannya. Tata guna lahan Kelurahan Curug dapat dilihat pada tabel

58 Tabel 5.2 Luas dan Jenis Pemanfaatan Lahan di Kelurahan Curug Tahun 2010 Pemaanfaatan Lahan Luas (Ha) Persentase (%) a Jalan b Sawah c Ladang d Bangunan umum e Empang f Permukiman/perumahan g Jalur hijau h Pekuburan i Lain-lain Jumlah Sumber : Monografi Kelurahan Curug Kependudukan Jumlah penduduk Kelurahan Curug hingga Desember 2010 menurut tabel monografi Kelurahan Curug adalah 9613 jiwa. Spesifikasinya adalah jumlah lakilaki sebanyak 4888 jiwa dan perempuan sebanyak 4725 jiwa. Melalui data monografi Kelurahan Curug maka kita dapat mengetahui bahwa kepadatan penduduk di Kelurahan Curug adalah 48,97 jiwa per Ha. Jumlah kepala keluarga di Kelurahan Curug sebanyak 2700 kepala keluarga. Keluraan Curug memiliki 14 RW dan 49 RT Mata Pencaharian Penduduk Sebagian besar penduduk Kelurahan Curug bekerja sebagai pegawai. Baik pegawai negeri, TNI, Polri, maupun swasta. Jumlah penduduk yang bekerja sebagai pegawai negeri adalah 513 orang, TNI sebanyak 342 orang, Polri sebanyak 30 orang. Adapun dari pegawai swasta sebanyak 245 orang. Sehingga jika ditotal jumlah penduduk yang bermata pencaharian sebagai pegawai adalah 1130 jiwa. Sedangkan tingkat mata pencaharian terendah adalah para petani dan 45

59 buruh tani, yaitu sebanyak 28 orang. Keterangan lebih lengkap dapat dilihat pada tabel 5.3. Tabel 5.3 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kelurahan Curug Tahun 2010 Mata Pencaharian Jumlah Penduduk (jiwa) PNS 513 TNI 342 POLRI 30 Swasta 245 Wiraswasta 740 Tani 3 Pertukangan 210 Buruh tani 25 Pensiunan 421 Jasa/lain-lain 171 Sumber : Monografi Kelurahan Curug

60 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Responden Jumlah responden di Perumahan Bogor Raya Permai adalah sebanyak 50 responden. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat yang sedang bertempat tinggal di dalam wilayah Perumahan Bogor Raya Permai. Adapun karakteristik yang digunakan adalah jenis kelamin, usia, status pernikahan, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, pekerjaan, tingkat pendapatan dan status kependudukan Jenis Kelamin Perbandingan jenis kelamin masyarakat yang menjadi responden dalam penelitian ini cukup berimbang. Jumlah responden masyarakat Perumahan Bogor Raya Permai yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 27 orang atau sekitar 54 persen dari total responden. Responden yang berjenis kelamin perempuan sekitar 46 persen atau sebanyak 23 orang. Waktu dalam mewawancarai responden juga mempengaruhi dalam perbandingan jenis kelamin. Hal ini terjadi karena jika mewawancarai responden pada hari-hari kerja maka akan lebih sering mendapatkan responden perempuan, sedangkan responden laki-laki diwawancarai ketika akhir pekan atau hari libur Usia Responden dalam penelitian ini memiliki usia bermacam-macam, untuk mempermudahnya maka dibuatkan interval jarak usia. Usia responden berkisar antara 20 hingga 66 tahun. Responden terbanyak berasal dari kelompok umur 20 hingga 30 tahun dengan persentase sebesar 24 persen. Kelompok umur yang

61 memiliki persentase terendah adalah usia yang diatas 45 tahun. Hasil lengkapnya dapat dilihat pada gambar % 12% tahun 24% tahun tahun 20% tahun 22% > 45 tahun Sumber: data setelah diolah (2010) Gambar 6.1 Sebaran Responden Perumahan Bogor Raya Permai Menurut Usia, Status Pernikahan Jumlah responden yang sudah menikah mencapai 98 persen atau sebanyak 49 orang, sedangkan yang belum menikah hanya 2 persen. Hal tersebut terjadi karena sebagian besar masyarakat yang tinggal di daerah Perumahan Bogor Raya Permai adalah orang yang telah berkeluarga. Untuk pencilan sebesar 2 persen itu diakibatkan responden yang diwawancarai adalah anak dari pemilik rumah, masih bersekolah dan belum menikah Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan para responden dapat dilihat dalam tiga kelompok, antara lain yang berpendidikan SMA, sarjana, dan pasca sarjana. Masyarakat yang merupakan lulusan sarjana menempati posisi terbesar jumlahnya, yaitu sebanyak 37 orang atau sekitar 74 persen. Pasca sarjana menjadi tingkat pendidikan yang paling sedikit dari jumlah responden yaitu sebanyak 5 orang atau sekitar 10 persen. Banyaknya masyarakat berpendidikan tinggi yang tinggal dalam perumahan ini berasal dari banyaknya alumni salah satu perguruan negeri yang 48

62 ada di daerah Bogor yang memilih bertempat tinggal di Perumahan Bogor Raya Permai Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah rata-rata tanggungan keluarga dari responden yang terbesar adalah sebanyak 2 orang, ini terlihat dari jumlah responden sebanyak 19 orang atau sekitar 38 persen. Ada juga responden yang belum memiliki tanggungan yaitu sebesar 4 persen atau sebanyak 2 orang responden. Belum memiliki tanggungan terjadi karena yang pertama terdapat responden yang belum menikah dan yang kedua adalah responden yang baru menikah memliki jenis kelamin perempuan dan belum memiliki anak. Selain responden yang belum memiliki tanggungan, terdapat kelompok responden lain yang memiliki persentase yang sama besarnya yakni 2 persen. Kelompok responden ini adalah responden yang memliki tanggungan sebanyak 7 orang Pekerjaan Mayoritas pekerjaan masyarakat pada Perumahan Bogor Raya Permai menurut penelitian ini adalah sebagai pegawai swasta yaitu sebesar 44 persen. Terbesar kedua ditempati oleh masyarakat yang bekerja sebagai PNS yaitu sebesar 24 persen. Perumahan ini banyak diminati oleh para pekerja karena lokasinya yang strategis sehingga memudahkan para penghuni saat menuju tempat kerja Tingkat Pendapatan Tingkat pendapatan responden berkisar antara Rp ,00 hingga Rp ,00. Sebagian besar responden memiliki pendapatan ditingkat Rp ,00 hingga Rp ,00 dengan jumlah orang sebanyak 15 orang. 49

63 Pendapatan diatas Rp ,00 menjadi pendapatan mayoritas responden penelitian ini, yaitu sebanyak 36 persen atau sekitar 18 orang. Warga Perumahan Bogor Raya Permai termasuk masyarakat yang memiliki pendapatan menengah keatas Status Kependudukan Berdasarkan hasil wawancara kepada seluruh responden bahwa mayoritas masyarakat yang tinggal pada perumahan tersebut bukan penduduk asli Bogor. Ada sekitar 84 persen atau sekitar 42 responden yang tidak berasal dari Bogor. Hal ini dapat terjadi karena Perumahan Bogor Raya Permai dihuni oleh masyarakat pendatang dari luar Bogor yang telah lama bekerja ataupun bersekolah di Bogor. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada gambar % Pendatang Penduduk Asli 84% Sumber: data setelah diolah (2010) Gambar 6.2 Sebaran Responden Perumahan Bogor Raya Permai menurut Status Kependudukan 50

64 6.2 Faktor Pemilih Tempat Tinggal Penelitian yang dilakukan di Perumahan Bogor Raya Permai ini menghasilkan berbagai macam alasan masyarakat untuk tinggal di perumahan. Alasan dari masyarakat yang diperoleh melalui proses survey terhadap pemilihan tempat tinggal, yaitu: ketersediaan infrastruktur dari pengembang perumahan yang telah tertata dengan baik; lingkungan perumahan yang nyaman bagi masyarakat untuk bertempat tinggal; dan letak perumahan yang berada pada lokasi strategis. Berikut ini adalah beberapa penjelasan mengapa masyarakat lebih memilih bertempat tinggal di Perumahan Bogor Raya Permai dibandingkan di perumahan lain maupun di perkampungan Infrastruktur yang Tersedia dan Tertata dengan Baik Pengembang dari perumahan telah menyediakan berbagai infrastruktur yang cukup baik untuk menunjang warganya dalam memenuhi kebutuhan dalam bertempat tinggal. Infrastruktur tersebut antara lain taman umum, mini market, masjid, lapangan olah raga, dan saluran pembuangan. Taman umum yang terdapat dalam perumahan digunakan oleh keluarga muda sebagai tempat bermain anakanak. Hal inilah yang memudahkan orang tua untuk memantau anak-anaknya ketika bermain. Pihak pengembang juga menyediakan mini market dalam perumahan. Keberadaan mini market ini juga mempermudah penghuni perumahan dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari, sehingga mereka tidak perlu pergi terlalu jauh untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak. Harga barang yang terdapat di mini market ini pun tidak terlalu mahal dan dapat bersaing dengan harga yang ada di luar perumahan. 51

65 Keberadaan sarana masjid juga sangat membantu masyarakat yang tinggal di perumahan. Proses ibadah bagi mayoritas masyarakat perumahan dapat dilaksanakan dengan mudah dan tenang karena lokasi masjid dekat dengan rumah warga yang ada di perumahan. Alasan beribadah inilah yang menyebabkan masyarakat memilih untuk tinggal di perumahan ini, karena menurut persepsi mereka kondisi yang agamis menunjukan lingkungan yang baik. Selain sarana yang telah disebutkan, pengembang juga menyediakan sarana olah raga bagi masyarakat yang tinggal di perumahan. Sarana olah raga tersebut meliputi lapangan bulu tangkis dan lapangan futsal. Ketersediaan ini memudahkan warga untuk melakukan aktivitas olah raga, selain itu sarana tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk berkumpul bersama antar warga yang tinggal dalam perumahan tersebut. Keberadaan saluran pembuangan yang baik sangat penting dalam menunjang kenyamanan bertempat tinggal. Hal inilah yang menyebabkan pihak pengembang mempersiapkan saluran pembuangan yang baik bagi masyarakat yang tinggal di perumahan tersebut. Saluran pembuangan tersebut meliputi saluran pembuangan limbah rumah tangga dan saluran limbah kakus. Kelancaran dan keberadaan dari pembuangan limbah ini menambah tingkat kenyamanan masyarakat dalam bertempat tinggal. Keberadaan infrastruktur yang telah disediakan oleh pihak pengembang sangat memudahkan masyarakat yang bertempat tinggal di Perumahan Bogor Raya Permai. Masyarakat tidak perlu lagi bersusah payah untuk membangun infrastruktur dalam menunjang keberlangsungan tempat tinggalnya. Faktor infrastruktur inilah yang merupakan salah satu alasan bagi masyarakat yang 52

66 tinggal di Perumahan Bogor Raya Permai memilih untuk bertempat tinggal di perumahan Lingkungan Faktor kedua yang dapat dikategorikan sebagai alasan masyarakat bertempat tinggal di perumahan adalah kondisi lingkungan. Masyarakat akan cenderung memilih bertempat tinggal di daerah yang memilki lingkungan yang nyaman. Berikut ini terdapat beberapa penjelasan terkait alasan masyarakat yang lebih memilih tinggal di perumahan dengan alasan kenyamanan lingkungan. Kondisi sosial dalam masyarakat yang baik mempengaruhi kenyamanan lingkungan tempat tinggal. Bagi masyarakat yang bertempat tinggal di perumahan, mereka tidak perlu dengan susah membuat struktur bermasyarakat yang baru seperti rukun tangga (RT) dan rukun warga (RW). Hal tersebut dikarenakan dalam membangun perumahan, pihak pengembang telah bekerja sama dengan pihak pemerintah Kelurahan Curug untuk memasukan komplek perumahan dalam struktur RT dan RW kelurahan setempat. Faktor berikutnya adalah keterjaminan keamanan disekitar tempat tinggal. Masyarakat yang memilih perumahan ini beranggapan bahwa lingkungan yang aman pastinya akan membuat hidup mereka tenang. Masyarakat tidak perlu khawatir kecurian jika mereka tidak berada di rumah. Hal ini disebabkan setiap blok telah disediakan satuan pengamanan (satpam) untuk menjaga keamanan lingkungan di perumahan. Selain itu, kebersamaan masyarakat yang telah terbangun, menjadikan lingkungan lebih aman karena mereka saling memperhatikan dan menjaga terkait keamanan lingkungannya. 53

67 Alasan kondisi udara yang segar menyebabkan lingkungan tempat tinggal semakin nyaman. Sebagian masyarakat yang tinggal di Perumahan Bogor Raya Permai adalah pendatang dari luar Kota Bogor maupun Kabupaten Bogor dan alasan mereka memilih bertempat tinggal di Kota Bogor ini adalah kualitas udara Bogor yang masih sejuk dan segar. Mereka beranggapan bahwa kondisi yang nyaman juga berfungsi sebagai tempat yang baik untuk masa pertumbuhan anakanak, sehingga banyak keluarga muda yang memilih bertempat tinggal di perumahan ini Letak Strategis Lokasi merupakan faktor penting bagi seseorang untuk memilih tempat tinggal. Hal ini terkait dengan akses dan mobilitas seseorang dalam beraktivitas. Perumahan Bogor Raya Permai memiliki akses yang cukup baik bagi para penghuninya. Perumahan ini memiliki jarak yang cukup dekat ke pasar maupun swalayan terdekat, yakni sekitar satu kilometer. Hal ini tentunya memudahkan masyarakat yang tinggal di perumahan tersebut untuk memenuhi konsumsinya dan menjadikan lokasi sebagai alasan para penghuni atas kelebihan bertempat tinggal di Perumahan Bogor Raya Permai. Lokasi perumahan yang terletak di pinggir jalan Bogor Outer Ring Road (BORR) menambah kemudahan para penghuni untuk beraktivitas. Mayoritas pekerjaan masyarakat yang tinggal di perumahan tersebut adalah pegawai, sehingga mereka membutuhkan akses yang mudah dan cepat untuk berpergian. Faktor lokasi inilah yang menjadi alasan masyarakat memilih tinggal di Perumahan Bogor Raya Permai, keunggulan lainnya saat ini adalah di ujung 54

68 BORR telah dibangun akses jalan tol baru yang menghubungkan ke jalan tol Jagorawi. 6.3 Kebijakan Pengelolaan dan Perawatan RTH di Perumahan Kondisi ruang terbuka hijau yang ada di perumahan atau permukiman memiliki kriteria yang berbeda dengan tipe ruang terbuka hijau di daerah lain. Hutan kota atau ruang terbuka hijau di daerah permukiman dapat berupa taman dengan komposisi tanaman pepohonan yang tinggi dikombinasikan dengan semak dan rerumputan (Samsoedin, 2007). Proses pengelolaan dan perawatan ruang terbuka hijau yang dilakukan di daerah perumahan mengikuti instruksi yang diberikan oleh pemerintah sehingga pengembang hanya melakukan pengelolaan sesuai dengan yang telah diarahkan. Berikut ini arahan penyediaan ruang terbuka hijau (RTH) di daerah permukiman. a) RTH Taman Rukun Tetangga Taman rukun tetangga (RT) adalah taman yang ditujukan untuk melayani penduduk dalam lingkup satu RT, khususnya untuk melayani kegiatan sosial di lingkungan RT tersebut. Luas taman ini adalah minimal 1 m 2 per penduduk RT, dengan luas minimal 250 m 2. Lokasi taman berada pada radius kurang dari 300 m dari rumah-rumah penduduk yang dilayani. Luas area yang ditanami tanaman minimal seluas 70 persen hingga 80 persen dari luas taman. Pada taman ini selain ditanami dengan berbagai tanaman, juga terdapat minimal tiga pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang. 55

69 b) RTH Taman Rukun Warga Ruang terbuka hijau taman rukun warga (RW) dapat disediakan dalam bentuk taman yang ditujukan untuk melayani penduduk satu RW, khususnya kegiatan remaja, kegiatan olah raga masyarakat, serta kegiatan masyarakat lainnya di lingkungan RW tersebut. Luas lahan taman ini minimal 0,5 m 2 per penduduk RW, dengan luas total minimal m 2. Lokasi taman berada pada radius kurang dari 1000 m dari rumah-rumah penduduk yang dilayaninya. Luas area yang ditanami tanaman minimal seluas 70 persen hingga 80 persen dari luas taman, sisanya dapat berupa pelataran yang diperkeras sebagai tempat melakukan berbagai aktivitas. Pada taman ini selain ditanami dengan berbagai tanaman sesuai keperluan, juga terdapat minimal 10 pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang. Perawatan ruang terbuka hijau ada yang sebagian dilakukan oleh masyarakat dan ada juga yang dilakukan oleh pihak pengembang dan pemerintah. Perawatan yang dilakukan oleh masyarakat dilakukan untuk taman-taman yang dekat dengan tempat tinggal mereka dan dilakukan ketika kegiatan kerja bakti. Taman-taman yang lebih luas perawatannya dilakukan oleh pengembang dan pemerintah. Perawatan yang dilakukan oleh pemerintah dan pengembang ini biasanya dilakukan secara terjadwal, menggunakan peralatan berat dan pada ruang terbuka hijau yang pemanfaatannya lebih luas. 6.4 Estimasi Nilai Lingkungan Ruang Terbuka Hijau di Perumahan Perkiraan fungsi hedonic price rumah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan analisis regresi berganda. Pendekatan analisis regresi berganda 56

70 menggunakan dua variabel, yaitu variabel tak bebas dan variabel bebas. Variabel tak bebas yang digunakan dalam persamaan ini adalah harga rumah. Variabel bebas yang digunakan adalah kepemilikan rumah, kepemilikan pekarangan, jumlah jenis tanaman, jarak rumah ke taman umum, persepsi masyarakat terhadap kualitas udara, dan persepsi masyarakat terhadap kualitas air. Terdapat beberapa variabel yang terambil ketika kegiatan survei seperti jumlah jendela, luas bangunan, luas tanah, jarak rumah ke pasar, dan jarak rumah ke tempat kerja akan tetapi tidak dimasukan dalam model persamaan. Data tentang luas bangunan dan luas tanah setiap rumah tentunya akan sangat mempengaruhi harga rumah, akan tetapi hal ini akan mengecilkan peran lingkungan di dalam persamaan harga rumah. Berdasarkan hal tersebut maka luas tanah dan luas bangunan tidak dimasukan dalam model persamaan. Jarak pasar ke rumah dan jarak kantor ke rumah juga tidak dimasukan dalam model persamaan karena pengukurannya tidak menggunakan alat yang valid. Proses pengukuran jarak hanya berdasarkan perkiraan responden saja sehingga nilai yang dihasilkan kurang valid. Variabel yang dimasukan dalam estimasi model adalah harga rumah sebagai variabel tak bebas; kepemilikan pekarangan, jumlah jenis tanaman di rumah, status kepemilikan rumah, jarak dari taman umum ke rumah, persepsi masyarakat kualitas udara dan persepsi masyarakat kualitas air yang digunakan menjadi variabel bebas. Data-data tersebut diolah dengan menggunakan software SPSS 17 dijabarkan dalam dua model yang berbeda, yaitu linear dan semi-log. Estimasi dari kedua model tersebut dapat dilihat pada tabel 6.1. Uji F statistik pada setiap model tersebut menunjukan taraf nyata pada 5 (lima) persen atau 57

71 selang kepercayaan 95 persen. Berdasarkan pengolahan data menggunakan software SPSS 17, model fungsi semi-log dipilih karena memiliki nilai R-squared yang paling tinggi yaitu 58,6 persen. Tabel 6.1 Estimasi Model Hedonic Price variabel konstanta Pekarangan (PK) bentuk fungsi Linear P= 0+ 1X 1+ 2X 2+ 3X 3+ 4X 4+ 5X 5+ 6X 6 Koefisien t-value (0.415) Semi-log lnp= 0+ 1X 1+ 2X 2+ 3X 3+ 4X 4+ 5X 5+ 6X 6 koefisien t-value (0.642) Jumlah jenis tanaman (JJT) (0.018) (0.001) Status rumah (SR) Jarak rumah ke taman umum (JRT) (0.481) (0.275) (0.443) (0.121) Persepsi kualitas udara (PKU) (0.628) (0.29) Persepsi kualitas air (PKA) (0.029) (0.022 F R-Sq R-Sq (adj) 4.09 (0.002) 36.3% 27.4% Sumber: Data setelah diolah (2010) (0.000) 58.6% 52.8% Uji F dan Uji t pada Model Semi-Log Nilai R-squared yang dihasilkan oleh model semi-log menjelaskan bahwa 58,6 persen keragaman harga rumah dapat dijelaskan melalui variabel-variabel bebas yang termasuk dalam model persamaan. Nilai adjusted R-squared lebih kecil dibandingkan oleh nilai R-squared yaitu sebesar 52,8 persen. Hal ini dapat terjadi karena dalam R-squared kemampuan model untuk menjelaskan variabel dependen melalui variabel independent belum bersih dari pengaruh jumlah variabel bebas, sedangkan pada adjusted R-squared kemampuan menjelaskan variabel dependen melalui variabel independent setelah bersih dari faktor jumlah 58

72 variabel. F value pada model semi-log adalah 10,149 dengan signifikansi sebesar 0,000 hal ini menunjukan bahwa variabel bebas berpengaruh nyata di dalam model. Uji t pada masing-masing variabel menjelaskan pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel tak bebas dengan melihat nilai signifikansinya. Variabel-variabel bebas yang berpengaruh nyata pada taraf 5 persen adalah jumlah jenis tanaman. Variabel bebas lainnya seperti status kepemilikan pekarangan, kepemilikan rumah, jarak rumah ke taman umum, persepsi tingkat kualitas udara dan air tidak berpengaruh nyata pada taraf 5 persen, terjadi karena nilai signifikansinya lebih besar dari 0, Asumsi pada Persamaan Regresi Berganda Persamaan regresi berganda memiliki beberapa asumsi agar hasil pengolahan data dapat digunakan. Asumsi-asumsi tersebut antara lain heteroskedastisitas, multikollinearitas, autokorelasi dan kenormalan data. Penelitian ini hanya akan menggunakan dua uji asumsi, yaitu uji heteroskedastisitas dan uji multikolinearitas, uji autokorelasi tidak digunakan karena data yang diolah bukan merupakan data time series. Setelah ketiga asumsi tersebut terpenuhi maka data dapat digunakan. Ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilihat melalui grafik 6.4. Grafik yang kedua, yaitu residuals vs fitted valued. Jika lebar Y-nya tidak sama maka variansnya juga tidak sama. Grafik tersebut memperlihatkan bahwa lebar Y- nya tidak sama berarti terjadi heteroskedastisitas. 59

73 Percent Probability Plot of RESI1 Normal Mean E-15 StDev N 50 KS P-Value < RESI Sumber: data setelah diolah (2011) Gambar 6.3 Probability Plot of RESI1 Tabel 6.2 Nilai Variance Inflation Factor Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant pkrangan tnaman milik tman_rmh kualitas Udara kualitas air Sumber: data setelah diolah (2011) Asumsi berikutnya yang harus dipenuhi oleh persamaan regresi berganda adalah uji ada tidaknya multikollinearitas. Berdasarkan pengolahan data menggunakan software Minitab 15, uji multikollinearitas dapat ditunjukan melalui nilai Variance Inflation Factor (VIF). Model regresi double-log memiliki nilai VIF yang kurang dari 10 pada tiap-tiap variabel bebas. Hal ini menunjukan bahwa antar variabel bebas tidak terjadi multicollinearity artinya antara variabel bebas tidak ada korelasi sehingga masing-masing variabel tidak salah menduga. Nilainilai VIF dapat dilihat pada tabel

74 Frequency Residual Percent Residual Residual Plots for Perkiraan harga_rmh Saat ini Normal Probability Plot 1.0 Versus Fits Residual Fitted Value Histogram 1.0 Versus Order Residual Observation Order Sumber: data setelah diolah (2011) Gambar 6.4 Residual Plots Heteroskedastisitas tidak merusak sifat ketidakbiasan dan konsistensi dari penaksir OLS, tetapi penaksiran tadi tidak lagi efisien, bahkan tidak lagi asimtotik (yaitu, untuk sampel yang besar). Ketidakadaan efisiensi ini membuat prosedur pengujian hipotesis yang biasa, nilainya diragukan. Oleh karena itu, tindakan 2 perbaikan jelas-jelas diperlukan. Ada dua pendekatan untuk perbaikan, jika σ i diketahui dan jika σ 2 i tidak diketahui (Gujarati, 1978). 2 Hasil pengolahan data pertama, nilai σ i tidak diketahui maka pendekatan yang digunakan untuk menghilangkan heteroskedastisitas adalah pendekatan dengan σ 2 i tidak diketahui. Asumsi-asumsi jika σ 2 i tidak diketahui adalah: 2 a) Asumsi 1 (E u i = σ 2 X 2 i ) Membagi model asli seluruhnya dengan X i, maka model yang asli dapat ditransformasikan sebagai berikut: 61

75 Yi = βo + β Xi Xi 1 + ui Xi 1 = β 0 + β Xi 1 + v i (Gujarati, 1978). b) Asumsi 2 (E u i 2 = σ 2 X i ) Jika dipercaya bahwa varians dari u i bukannya proporsional terhadap X i kuadrat tetapi proporsional terhadap X i itu sendiri, maka model yang asli dapat ditransformasikan sebagai berikut: Yi = βo + β1 Xi + ui Xi Xi Xi = β0 1 + β1 Xi + vi (Gujarati, 1978). Xi c) Asumsi 3 (E u i 2 = σ 2 [E Y i ] 2 ) Persamaan di atas mendalilkan bahwa varians u i proporsional terhadap nilai yang diharapkan dari Y, sehingga persamaannya menjadi E Y i = β 0 + β 1 Oleh karena itu, jika kita mentransformasikan persamaan asli sebagai berikut: Y i E Y i = β 0 E Y i + β 1 = β 0 1 E Y i X i E Y i + + β i Xi E Y i u i E Y i d) Asumsi 4 (Transformasi Log) + v i (Gujarati, 1978). Persamaan regresi yanga awalnya ln Y i = X 1 + u i, menjadi ln Y i = ln X 1 + u i (Gujarati, 1978). Berdasarkan empat asumsi tersebut ternyata heteroskedastisitas tetap terjadi dalam penelitian ini. Asumsi satu hingga tiga tidak dapat menghilangkan heteroskedastisitas karena pencilan yang terdapat pada data penelitian tidak dapat dihilangkan. Asumsi keempat tidak dapat digunakan karena terdapat variabel dummy yang termasuk dalam variabel bebas. Cara terakhir untuk menghilangkan 62

76 heteroskedastisitas adalah dengan menghilangkan satu data yang menjadi pencilan, maka data nomor lima yang menjadi pencilan dihilangkan. Data yang digunakan menjadi 49 sampel yang awalnya adalah 50 sampel. Data-data baru ini kemudian diolah dengan menggunakan Minitab 15. Hasil pengolahan data terbaru adalah sebagai berikut: Tabel 6.3 Nilai Variance Inflation Factor 2 Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant pkrangan jmltnaman milik tman_rmh kualitas Udara kualitas air Sumber: data setelah diolah (2011) Tabel 6.4 Estimasi Model Hedonic Price Fungsi Semi-log variabel bentuk fungsi Semi-log lnp= 0+ 1X 1+ 2X 2+ 3X 3+ 4X 4+ 5X 5+ 6X 6 Semi-log Baru (setelah menghilangkan data pencilan) konstanta Pekarangan (PK) koefisien t-value (0.642) koefisien t-value (0.801) Jumlah jenis tanaman (JJT) (0.001) (0.004) Status rumah (SR) Jarak rumah ke taman umum (JRT) (0.443) (0.121) (0.528) (0.273) Persepsi kualitas udara (PKU) (0.29) (0.006) Persepsi kualitas air (PKA) (0.022) (0.228) F R-Sq R-Sq (adj) (0.000) 58.6% 52.8% Sumber: data setelah diolah (2011) (0.000) 64.8% 59.8% Nilai uji f mengalami peningkatan menjadi 12.88, nilai R-squared dan adjusted R-squared mengalami peningkatan menjadi 64.8 persen dan 59.8 persen. 63

77 Perkiraan harga_rmh Saat ini Variabel bebas yang berpengaruh nyata dalam fungsi persamaan pada taraf lima persen adalah jumlah jenis tanaman. Jumlah jenis tanaman berpengaruh nyata karena nilai signifikansinya lebih kecil dari pada 0,005 yaitu, 0,004. Variabel bebas lainnya tidak berpengaruh nyata dalam fungsi persamaan karena nilai signifikansinya lebih dari 0,005. Keterangan lebih lengkap dapat dilihat pada tabel 6.4. Test for Equal Variances for RESI % Bonferroni Confidence Intervals for StDevs Bartlett's Test Test Statistic P-Value Levene's Test Test Statistic 1.66 P-Value Sumber: data setelah diolah (2011) Gambar 6.5 Test for Equal Variance for RESI1 Uji asumsi pertama untuk model persamaan regresi berganda adalah melihat ada atau tidaknya heteroskedastisitas. Berdasarkan pengolahan data yang baru, diperoleh nilai p-value sebesar 0,135. Hal ini berarti p-value memiliki nilai yang lebih besar dari 0,005 artinya data tersebut bersifat homoskedastisitas sehingga tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji asumsi yang kedua adalah melihat ada tidaknya multikolinearitas. Berdasarkan pengolahan data yang baru 64

78 menggunakan software Minitab 15, nilai variance inflation factor-nya tidak lebih dari sepuluh. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel Model Semi-Log Gujarati (1978), koefisien ( ) model semi-log menunjukan elastisitas (E) variabel tak bebas terhadap variabel bebas. Fungsi persamaan yang dapat dibentuk dari model semi-log dapat dituliskan sebagai berikut: Ln HR=18,32-0,022Pk+0,087JJT 0,087SR 0,001JRT+0,133PKU+0,054PKA Keterangan: HR PK JJT SR JRT = Harga rumah (Rp) = Pekarangan (dummy) = Jumlah jenis tanaman (jenis) = Status rumah (dummy) = Jarak rumah ke taman umum (m) PKU = Persepsi kondisi udara PKA = Persepsi kondisi air Mengkaji relatif pentingnya masing-masing peubah bebas, dapat menggunakan koefisien baku (standardized coefficient), elastisitas atau korelasi parsial. Elastisitas mengukur pengaruh satu persen perubahan dalam peubah bebas X terhadap persentase perubahan peubah respons Y. Secara umum untuk model regresi linear, nilai elastisitas tidak konstan tapi berubah jika diukur pada titik yang berbeda sepanjang garis regresi. Elastisitas kadangkala dikeluarkan oleh paket program komputer yang dihitung pada titik rata-rata masing-masing peubah. Untuk koefisienan ke-j, elastisitas dihitung sebagai: E j = η j = Y Y X X = Y Y. X Y β j X j Y 65

79 Nilai-nilai elastisitas tak terbatas dan dapat positif atau negatif. Elastisitas sering digunakan untuk mengevaluasi relatif pentingnya masing-masing peubah bebas karena bebas satuan (Juanda, 2009). Tabel 6.5 Pengaruh Marginal (Parsial) dan Elastisitas dari berbagai Bentuk Fungsi Model Name Function form Marginal Effect atau Elasticity [(X/Y)(dY/dX)] korelasi parsial (dy/dx) Semi-log Ln Y = X X I X j i Y X i Sumber: Juanda (2010) Estimasi Nilai Ekonomi Ruang Terbuka Hijau Setelah menetapkan fungsi persamaan yang akan digunakan, maka tahap selanjutnya adalah melakukan estimasi nilai ekonomi. Metode penghitungan nilai ekonomi RTH adalah dengan mencari selisih antara nilai harga rumah yang memiliki akses ruang terbuka hijau dengan harga rumah rata-rata. Berikut ini adalah sistematika penghitungan estimasi nilai ekonomi RTH. Fungsi persamaan yang digunakan: Ln HR=18,32-0,022Pk+0,087JJT 0,087SR 0,001JRT+0,133PKU+0,054PKA Estimasi nilai ekonomi RTH = Membandingkan nilai harga rumah yang berasal dari fungsi persamaan regresi berganda semi-log, setelah dikalikan dengan mean masing-masing variabel dengan nilai harga rumah rata-rata. Estimasi nilai ekonomi RTH = {[19,16] [(18,32)+(-0,022X1)+(0,087X1,94)+(- 0,087X1)+(-0,001X48,9)+(0.133X4,33)+(0,054X3,88)]} Estimasi nilai ekonomi RTH = {(19,159) (19,116} (Dalam Ln) Untuk mengubahnya ke dalam rupiah maka diperlukan proses eksponensial, berikut ini prosesnya: 66

80 e estimasi nilai ekonomi RTH = e e Estimasi nilai ekonomi RTH = = Jadi nilai estimasi RTH yang berada pada Perumahan Bogor Raya Permai sebesar = Rp Nilai tersebut memiliki arti bahwa keinginan dan kemampuan masyarakat untuk berkorban mendapatkan manfaat ruang terbuka hijau yang terwakili dalam harga rumah adalah sebesar Rp Interpretasi dari model persamaan di atas akan menggunakan elastisitas. E PK = -0,022 diinterpretasikan bahwa jika memiliki pekarangan akan menurunkan harga rumah sebesar 0,022 persen. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian diawal karena dalam masyarakat terdapat asumsi bahwa rumah yang tanahnya berisi bangunan memiliki harga lebih mahal dibandingkan rumah yang lahan kosongnya dibiarkan begitu saja. Status kepemilikan pekarangan digunakan karena variabel bebas PK menggunakan peubah dummy dengan skala nominal sehingga peubahnya dinamakan peubah nominal. Nilai E JJT adalah 0,087 diinterpretasikan bahwa secara rata-rata kenaikan satu persen dalam jumlah tanaman di rumah akan menyebabkan kenaikan 0,087 persen dalam harga rumah. Nilai elastisitas dari jarak rumah ke taman umum, (E JRT ) adalah - 0,001. Berarti rata-rata kenaikan satu persen jarak rumah ke taman umum akan menurunkan harga rumah sebesar 0,001 persen. Nilai elastisitas dari status kepemilikan rumah (E SR ) adalah - 0,087 berarti diinterpretasikan bahwa jika memiliki rumah akan menurunkan harga rumah sebesar 0,087 persen. Variabel kepemilikan rumah memiliki hipotesis yang tidak sesuai dengan hipotesis diawal penelitian. Hipotesis awal menyebutkan bahwa kepemilikan rumah secara pribadi akan meningkatkan harga rumah, akan tetapi 67

81 berdasarkan penelitian ini kepemilikan rumah secara pribadi menjadikan harga rumah lebih rendah. Hal tersebut terjadi karena proses penjualan rumah secara pribadi memiliki biaya lebih rendah dibandingkan jika melalui perantara atau makelar. Status kepemilikan rumah digunakan karena variabel bebas SR menggunakan peubah dummy dengan skala nominal sehingga peubahnya dinamakan peubah nominal. Nilai elastisitas persepsi masyarakat terhadap kualitas udara (E PKU ) adalah 0,133 menunjukan bahwa setiap peningkatan persepsi masyarakat terhadap kualitas udara akan meningkatkan harga rumah sebesar 0,133 persen. Nilai elastisitas dari persepsi masyarakat terhadap kualitas air adalah 0,054 yang menunjukan bahwa setiap peningkatan persepsi masyarakat terhadap kualitas air akan meningkatkan harga rumah sebesar 0,054 persen. Nilai persepsi masyarakat terhadap kualitas udara dan air menggunakan peubah dummy dengan skala ordinal sehingga peubahnya dinamakan peubah ordinal. 68

82 VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan,maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1) Faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat memilih bertempat tinggal di perumahan dapat dikelompokan dalam tiga kategori. Kategori itu antara lain ketersedian infrastruktur, kondisi lingkungan dan lokasi keberadaan perumahan. Beberapa alasan masyarakat untuk memilih bertempat tinggal di perumahan adalah ketersediaan infrastruktur mencakup segala sarana dan prasarana bermanfaat bagi kehidupan penghuni yang telah disediakan oleh pihak pengembang. Kondisi lingkungan adalah kondisi sosial dan kualitas lingkungan disekitar kehidupan masyarakat yang dapat memberikan kenyamanan. Faktor lokasi dipilih karena terkait dengan mobilitas, para penghuni lebih memilih bertempat tinggal di lokasi yang strategis. 2) Ruang terbuka hijau (RTH) di daerah perumahan atau permukiman dapat berupa taman dengan komposisi tanaman pepohonan yang tinggi dikombinasikan dengan semak dan rerumputan. Proses pengelolaan dan perawatan ruang terbuka hijau yang dilakukan di daerah perumahan mengikuti instruksi yang diberikan oleh pemerintah sehingga pengembang hanya melakukan pengelolaan sesuai dengan yang telah diarahkan. Pengelolaan RTH dalam perumahan hanya dilakukan dari cakupan rukun tetangga hingga rukun warga saja. Perawatan ruang terbuka hijau ada yang sebagian dilakukan oleh masyarakat dan ada juga yang dilakukan oleh pihak pengembang dan pemerintah. Perawatan yang dilakukan oleh masyarakat dilakukan untuk

83 taman-taman yang dekat dengan tempat tinggal mereka dan dilakukan ketika kegiatan kerja bakti. Taman-taman yang lebih luas perawatannya dilakukan oleh pengembang dan pemerintah. Perawatan yang dilakukan oleh pemerintah dan pengembang ini biasanya dilakukan secara terjadwal, menggunakan peralatan berat dan pada ruang terbuka hijau yang pemanfaatannya bagi masyarakat yang lebih luas. 3) Model hedonic price yang digunakan adalah model semi-log karena memiliki nilai R-squared dan adjusted R-squared tertinggi dengan F-value sebesar 10,149. Pengolahan data pertama memperlihatkan bahwa masih terdapat heteroskedastisitas, sehingga diperlukan asumsi-asumsi untuk menghilangkannya. Asumsi-asumsi yang digunakan adalah melalui pendekatan dengan σ 2 i tidak diketahui, yaitu membagi model asli dengan X i dan mentransformasikan model awal ke dalam bentuk logaritma normal. Asumsi-asumsi tersebut tetap tidak dapat menghilangkan sifat heteroskedastisitas, maka cara terakhir adalah mengeluarkan data yang menjadi pencilan sehingga total data yang digunakan dalam penelitian adalah 49 sampel. Variabel bebas yang berpengaruh nyata pada taraf 5 persen adalah jumlah jenis tanaman di rumah artinya nilai signifikansi dari variabelvariabel tersebut lebih kecil dibandingkan 0,005. Nilai implisit masing-masing variabel ditunjukan melalui nilai koefisien masing-masing variabel dalam model persamaan. Interpretasi dari model persamaan semi-log akan menggunakan elastisitas. Nilai elastisitas dari variabel kepemilikan pekarangan adalah E PK = -0,022. Diinterpretasikan bahwa jika memiliki pekarangan akan menurunkan harga rumah sebesar 0,022 persen. Nilai 70

84 elastisitas dari variabel jumlah jenis tanaman adalah E JJT 0,087 diinterpretasikan bahwa secara rata-rata kenaikan satu persen dalam jumlah tanaman di rumah akan menyebabkan kenaikan 0,087 persen dalam harga rumah. Nilai elastisitas dari variabel dari jarak rumah ke taman umum adalah (E JRT ) -0,001 berarti rata-rata kenaikan satu persen jarak rumah ke taman umum akan menurunkan harga rumah sebesar 0,001 persen. Nilai elastisitas dari variabel kepemilikan rumah adalah E SR = -0,087. Diinterpretasikan bahwa jika rumah dimiliki secara pribadi akan menurunkan harga rumah sebesar 0,087 persen. Nilai elastisitas dari variabel persepsi kualitas udara adalah E PKU 0,133 diinterpretasikan bahwa secara rata-rata kenaikan satu tingkat dalam persepsi kualitas udara di rumah akan menyebabkan kenaikan 0,133 persen dalam harga rumah. Nilai elastisitas dari variabel persepsi kualitas air adalah E PKA 0,054 diinterpretasikan bahwa secara rata-rata kenaikan satu tingkat dalam persepsi kualitas air di rumah akan menyebabkan kenaikan 0,054 persen dalam harga rumah. 4) Estimasi nilai ekonomi ruang terbuka hijau di Perumahan Bogor Raya Permai adalah sebesar Rp Nilai ini cukup kecil jika dibandingkan dengan nilai pemanfaatan lahan jika digunakan selain fungsi RTH yang nilainya lebih besar dari Rp Hal inilah yang memicu sering terjadinya konversi lahan, karena pemanfaatan lahan untuk RTH sering dikatakan tidak ekonomis, sehingga fungsi lahan bagi peruntukan lingkungan semakin berkurang. 7.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disarankan: 71

85 1) Bagi pemerintah, kebijakan dalam pengaturan pembangunan perumahan juga harus memperhatikan aspek lingkungan selain aspek ekonomi dan sosial. Menindak pengembang perumahan yang kurang memperhatikan bahkan melanggar peraturan terkait aspek lingkungan, seperti ruang terbuka hijau di kawasan permukiman dengan sanksi yang tegas dan berat. 72

86 DAFTAR PUSTAKA Alikodra, H Neraca sumberdaya dalam Audit Lingkungan. Pelatihan Audit Lingkungan, Departemen Biologi FMIPA IPB bekerja sama dengan Bagian PKSDM Ditjen DIKTI DEPDIKNAS pada tanggal September Hal. 11 Anonim. Bogor Kurang Ruang Terbuka Hijau. 12/artikel.php?id= Diakses pada tanggal 10 Juli Kerusakan Lingkungan. lingkungan. Diakses pada tanggal 1 Maret Pengertian Bencana. bencana-alam-bersiklus-di-indonesia/. Diakses pada tanggal 10 Juli Astrini, Danti Analisis Faktor-faktor Lingkungan yang Mempengaruhi harga Lahan Pemukiman (Studi Kasus Kecamatan Bogor Utara dan Bogor Selatan Kota Bogor). Skripsi. Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Avianto, N Estimasi Nilai Ekonomi Lingkungan Pemukiman Mahasiswa IPB: Prespektif Regresi Hedonis. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. [BAKOSURTANAL] Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional Peta Klasifikasi Ruang Terbuka Hijau. Bogor: Dinas Pertamanan dan Tata Kota Pemerintah Kotamadya Bogor Barton, D. N Economic Factors and Valuation of Tropical Coastal Resources. SMR-Report 14/94. University of Bergen. Norway Budiman, Y Konversi Lahan Pertanian Sebagai Strategi Adaptasi Petani (Kasus di RW 02 Desa Gunung Picung, Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor). Skripsi. Program Studi Komunikasi Dan Pengembangan Masyarakat. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. [Dep PU] Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum Ruang Terbuka Hijau (RTH) Wilayah Perkotaan. Bogor: Departemen Pekerjaan Umum. Fachruddin, K Pendekatan Analisis Cost Benefit Sebagai Alat Pengambilan Keputusan Dalam Menentukan Konservasi Daerah Lahan Basah.

87 Fauzi, A Ekonomi Sumberdaya Daya Alam dan Lingkungan: Teori dan Aplikasi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Gujarati, Damodar Ekonometrika Dasar. PT Gelora Aksara Pratama. Jakarta Hashri, Miqdam Awwali Estimasi Nilai Lingkungan Pemukiman Pinggiran Jalan Tol JAGORAWI (Studi Kasus: Faktor Lingkungan pada Perumahan Bumi Cimahpar Asri, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor). Skripsi. Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun Penataan Ruang Terbuka Hijau Di Wilayah Perkotaan. Juanda, Bambang Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. IPB Press. Bogor. Juanda, Bambang Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. IPB Press. Bogor. [KEMENLH] Kementrian Negara Lingkungan Hidup RI Panduan Penghitungan Ganti Kerugian Akibat Pencemaran dan atau Perusakan Lingkungan. Kementrian Negara Lingkungan Hidup RI. Jakarta. Nazir, M Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta Nauli, Bilang Harahap Analisis Kesedian Membayar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketersediaan Fasilitas Air Minum Dan Sanitasi Di Indonesia Aplikasi Model Hedonic Price Dan Model Logistik. Radin, Lestari Rahayu Pengelolaan Pemeliharaan Lanskap Permukiman Kota Baru Parahyangan Padalarang, Bandung. Skripsi. Program Studi Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor Renstrada Provinsi DKI Jakarta Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup. renstrada/renstrada_bab11.pdf. Diakses pada tanggal 8 Januari UU No. 26 Tahun Penataan Ruang. Undang-Undang Republik Indonesia. UU No. 4 Tahun Perumahan dan Permukiman. Undang-Undang Repubik Indonesia 74

88 Lampiran 1 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN Jl. Kamper Level 5 Wing 5 Kampus IPB Dramaga Bogor Telp. (0251) , Telp./Fax (0251) KUESIONER PENELITIAN Nomor Responden :. NamaResponden :. Alamat :. Tanggal :. Kuisioner ini digunakan sebagai bahan skripsi mengenai Nilai Ruang Terbuka Hijau di Perumahan Bogor Raya Permai. Saya mohon partisipasi saudara untuk mengisi kuisioner ini dengan teliti dan lengkap sehingga dapat memberikan data yang objektif. Informasi yang saudara berikan akan dijamin kerahasiaannya, tidak untuk dipublikasikan dan tidak digunakan untuk epentingan politis. Atas perhatian Saudara, Saya ucapkan terima kasih. A. Karakteristik Responden 1. Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 2. Usia <18 Th Th Th Th >55 Th 3. Status Menikah Belum menikah 4. Pendidikan formal terakhir SD SMP/sederajat SMA/sederajat Sarjana Pasca sarjana 5. Jumlah tanggungan :. Orang 6. Memiliki anak kecil (balita)? Ya Tidak Berapa orang?...anak 7. Pekerjaan PNS TNI/Polisi Wiraswasta Pegawai swasta Pelajar/mahasiswa Lainnya 8. Berapa rata-rata pendapatan Saudara per bulan? <Rp Rp Rp Rp Rp Rp >Rp Asal penduduk Penduduk asli Pendatang

89 B. Karakteristik Lokasi 10.Kapan rumah ini dibangun? Th 2005 Th 2006 Th 2007 Th 2008 Th 2009 Lainnya 11.Berapakah luas bangunan tampat tinggal saudara?...m 2 12.Berapakah luas tanah tempat tinggal saudara?...m 2 13.Sudah berapa lama Saudara tinggal di tempat tinggal Saudara saat ini?...tahun 14.Berapakah jumlah jendela di rumah Saudara?...buah 15.Apakah tempat tinggal Saudara memiliki taman/pekarangan? Ya Tidak Jika ya, ada berapa jenis tanaman dalam taman/pekarangan Saudara buah 16.Bagaimana status tempat tinggal Saudara? Pribadi Sewa C. Karakteristik Lingkungan Sekitar 17.Apakah terdapat taman umum disekitar tempat tinggal Saudara? Ya Tidak Jika ya, berapa jarak antara taman umum dengan rumah Saudara?...meter Jika ya, berapa jumlah pohon yang ada di taman umum dekat rumah Saudara buah Jenis tanaman apa yang ada di dalam pekarangan anda 18.Berapa jarak tempat tinggal Saudara dengan tempat kerja Saudara?...meter 19.Berapa jarak tempat tinggal Saudara dengan pasar/swalayan terdekat?...meter D. Karakteristik Lingkungan 20. Bagaiman kondisi udara di lingkungan rumah Saudara? Sangat buruk Buruk Cukup Baik Sangat Baik Mengapa Anda memilih jawaban tersebut. 21. Bagaiman kondisi air tanah di lingkungan rumah Saudara (jika mempergunakan air tanah)? Sangat buruk Buruk Cukup Baik Sangat Baik Mengapa Anda memilih jawaban tersebut. 76

90 Percent Frequency Residual Percent Residual Lampiran 2 Output pengolahan persamaan regresi berganda model semi-log menggunakan software Minitab 15. Residual Plots for Y Residual Plots for Perkiraan harga_rmh Saat ini Normal Probability Plot Versus Fits Residual Fitted Value Histogram 1.0 Versus Order Residual Observation Order Probability Plot of RESI1 Normal Mean E-15 StDev N 50 KS P-Value < RESI

91 Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant pkrangan tnaman milik tman_rmh kualitas Udara kualitas air

92 Lampiran 3 1. Output pengolahan persamaan regresi berganda model linear menggunakan software SPSS 17. Descriptives H_Rumah Tanaman Taman_rumah K_udara K_air Valid N (listwise) N Minimum Maximum Mean Std. Deviation E8 1.00E E E REGRESSION /MISSING LISTWISE /STATISTICS COEFF OUTS R ANOVA /CRITERIA=PIN(.05) POUT(.10) /NOORIGIN /DEPENDENT H_Rumah /METHOD=ENTER Pekarangan Tanaman Milik Taman_rumah K_udara K_air. Regression Variables Entered/Removed Model Variables Entered Variables Removed 1. K_air, Taman_rumah, Milik, Pekarangan, Tanaman, K_udara a Method Enter Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate a E8 a. Predictors: (Constant), K_air, Taman_rumah, Milik, Pekarangan, Tanaman, K_udara ANOVA b Model Sum of df Mean F Sig. Squares Square Regression Residual Total 2.936E E E E E a a. Predictors: (Constant), K_air, Taman_rumah, Milik, Pekarangan, Tanaman, K_udara b. Dependent Variable: H_Rumah 79

93 Model (Constant) Pekarangan Tanaman Milik Taman_rumah K_udara K_air a. Dependent Variable: H_Rumah Coefficients a Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta t Sig E E E E E E E E E E E E Output pengolahan persamaan regresi berganda model semi-log menggunakan software SPSS 17. Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Deviation H_Rumah Tanaman Taman_rumah K_udara K_air Valid N (listwise) Regression Variables Entered/Removed Model Variables Entered Variables Removed 1. K_air, Taman_rumah, Milik, Pekarangan, Tanaman, K_udara a Method Enter Model Summary Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate a a. Predictors: (Constant), KLTS_AIR, TMN_RMH, MLIK, PKRNGN, TNMN, KLTS_UDR ANOVA b Model Sum of df Mean F Sig. Squares Square Regression a Residual Total a. Predictors: (Constant), KLTS_AIR, TMN_RMH, MLIK, PKRNGN, TNMN, KLTS_UDR b. Dependent Variable: H_RMH 80

94 Model (Constant) Pekarangan Tanaman Milik Taman_rumah K_udara K_air Coefficients a Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta t Sig a. Dependent Variable: H_RMH 3. Output pengolahan persamaan regresi berganda model semi-log menggunakan software SPSS 17 dan Minitab 15 (setelah data pencilan dikeluarkan). Descriptives N Minimum Maximum Mean Std. Deviation H_Rumah Tanaman Taman_rumah K_udara K_air Valid N (listwise) Predictor Coef SE Coef T P VIF Constant pkrangan tnaman milik tman_rmh kualitas Udara kualitas air S = R-Sq = 64.8% R-Sq(adj) = 59.8% Analysis of Variance Source DF SS MS F P Regression Residual Error Total Source DF Seq SS pkrangan tnaman milik tman_rmh kualitas Udara kualitas air

95 Percent Frequency Residual Percent Residual Unusual Observations Perkiraan harga_rmh Obs pkrangan Saat ini Fit SE Fit Residual St Resid R X R X R Test for Equal Variances: RESI1 versus Perkiraan harga_rmh Saat ini Bartlett's Test (Normal Distribution) Test statistic = 13.05, p-value = Levene's Test (Any Continuous Distribution) Test statistic = 1.66, p-value = Residual Plots for Perkiraan harga_rmh Saat ini Normal Probability Plot Versus Fits Residual Fitted Value 19.4 Histogram Versus Order Residual Observation Order Probability Plot of RESI1 Normal Mean E-15 StDev N 49 KS P-Value > RESI

96 Perkiraan harga_rmh Saat ini Test for Equal Variances for RESI % Bonferroni Confidence Intervals for StDevs Bartlett's Test Test Statistic P-Value Levene's Test Test Statistic 1.66 P-Value

97 Lampiran 4 Perkiraan harga_rmh Saat ini Kumpulan data-data yang diolah dalam penelitian. Pekarangan tanaman Kemilikan rumah Jarak Taman ke rumah kualitas Udara kualitas air

98 Lampiran 5 Ln HR=18,32-0,022Pk+0,087JJT 0,087SR 0,001JRT+0,133PKU+0,054PKA Estimasi nilai ekonomi RTH = Membandingkan nilai harga rumah yang berasal dari fungsi persamaan regresi berganda semi-log, setelah dikalikan dengan mean masing-masing variabel dengan nilai harga rumah rata-rata. Estimasi nilai ekonomi RTH = {[19,16] [(18,32)+(-0,022X1)+(0,087X1,94)+ (-0,087X1)+(-0,001X48,9)+(0.133X4,33)+(0,054X3,88)]} Estimasi nilai ekonomi RTH = {(19,159) (19,116} (Dalam Ln) Untuk mengubahnya ke dalam rupiah maka diperlukan proses eksponensial, berikut ini prosesnya: e estimasi nilai ekonomi RTH = e e Estimasi nilai ekonomi RTH = = Jadi nilai estimasi RTH yang berada pada Perumahan Bogor Raya Permai sebesar = Rp Nilai tersebut memiliki arti bahwa keinginan dan kemampuan masyarakat untuk berkorban mendapatkan manfaat ruang terbuka hijau yang terwakili dalam harga rumah adalah sebesar Rp

99 Lampiran 6 Foto Dokumentasi lokasi penelitian. Masjid Perumahan Bogor Raya Permai Lapangan Olah Raga Taman di lingkungan Rukun Tangga Taman di lingkungan Rukun Warga 86

I. PENDAHULUAN. Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang

I. PENDAHULUAN. Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang disebabkan oleh konversi lahan. Menurut Budiman (2009), konversi lahan disebabkan oleh alasan ekonomi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Perumahan Kota Bogor tepatnya di

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Perumahan Kota Bogor tepatnya di IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Perumahan Kota Bogor tepatnya di perumahan Bogor Raya Permai, Kelurahan Curug, Kecamatan Bogor Barat, Kotamadya Bogor,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

ESTIMASI NILAI PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN TERHADAP HARGA LAHAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT

ESTIMASI NILAI PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN TERHADAP HARGA LAHAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ESTIMASI NILAI PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN TERHADAP HARGA LAHAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT GARNA YUANA SUHAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka adalah ruang yang bisa diakses oleh masyarakat baik secara langsung dalam kurun waktu terbatas maupun secara tidak langsung dalam kurun waktu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah

TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah TINJAUAN PUSTAKA 1. Lanskap Sekolah Menurut Eckbo (1964) lanskap adalah ruang di sekeliling manusia mencakup segala hal yang dapat dilihat dan dirasakan. Menurut Hubbard dan Kimball (1917) dalam Laurie

Lebih terperinci

RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) WILAYAH PERKOTAAN

RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) WILAYAH PERKOTAAN Makalah Lokakarya PENGEMBANGAN SISTEM RTH DI PERKOTAAN Dalam rangkaian acara Hari Bakti Pekerjaan Umum ke 60 Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) WILAYAH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI MANFAAT REKREASI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN TRAVEL COST METHOD MUTIARA INDAH SUSILOWATI

VALUASI EKONOMI MANFAAT REKREASI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN TRAVEL COST METHOD MUTIARA INDAH SUSILOWATI VALUASI EKONOMI MANFAAT REKREASI TAMAN HUTAN RAYA IR. H. DJUANDA DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN TRAVEL COST METHOD MUTIARA INDAH SUSILOWATI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI

Lebih terperinci

ANALISIS KESEDIAAN MENERIMA DANA KOMPENSASI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ADHITA RAMADHAN

ANALISIS KESEDIAAN MENERIMA DANA KOMPENSASI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ADHITA RAMADHAN ANALISIS KESEDIAAN MENERIMA DANA KOMPENSASI DI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH CIPAYUNG KOTA DEPOK JAWA BARAT ADHITA RAMADHAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN PERUBAHAN FAKTOR LAIN TERHADAP PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA: ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN

DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN PERUBAHAN FAKTOR LAIN TERHADAP PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA: ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN DAMPAK KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN PERUBAHAN FAKTOR LAIN TERHADAP PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA: ANALISIS SIMULASI KEBIJAKAN LYZA WIDYA RUATININGRUM DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN

ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM SALINAN WALIKOTA LANGSA PROVINSI ACEH QANUN KOTA LANGSA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi. Dapat juga dikatakan bahwa sumberdaya adalah komponen dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. ekonomi. Dapat juga dikatakan bahwa sumberdaya adalah komponen dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sumberdaya didefinisikan sebagai sesuatu yang dipandang memiliki nilai ekonomi. Dapat juga dikatakan bahwa sumberdaya adalah komponen dari ekosistem

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis meliputi konsep ekonomi pencemaran, Contingent Valuation Method (CVM), eksternalitas, biaya produksi dan metode valuasi

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM SUNGAI (Studi Kasus : Sungai Siak, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau) JUNITA NADITIA

VALUASI EKONOMI EKOSISTEM SUNGAI (Studi Kasus : Sungai Siak, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau) JUNITA NADITIA VALUASI EKONOMI EKOSISTEM SUNGAI (Studi Kasus : Sungai Siak, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau) JUNITA NADITIA DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN MELAWI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MELAWI, Menimbang : a. bahwa dalam upaya menciptakan wilayah

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO Sri Sutarni Arifin 1 Intisari Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau khususnya pada wilayah perkotaan sangat penting mengingat besarnya

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan perekonomian di kota-kota besar dan metropolitan seperti DKI Jakarta diikuti pula dengan berkembangnya kegiatan atau aktivitas masyarakat perkotaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 7 TAHUN 2000 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KOTA KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan

Lebih terperinci

PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat)

PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat) PENGARUH PENERAPAN METODE SRI DAN METODE KONVENSIONAL TERHADAP PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat) ERY FEBRURIANI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN DAERAH SAMPANG NOMOR : 11 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : bahwa dalam rangka pelaksanaan

Lebih terperinci

Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA

Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA Contoh Makalah Penelitian Geografi MAKALAH PENELITIAN GEOGRAFI TENTANG LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA Disusun oleh: Mirza Zalfandy X IPA G SMAN 78 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas

Lebih terperinci

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW 09-1303) RUANG TERBUKA HIJAU 7 Oleh Dr.Ir.Rimadewi S,MIP J P Wil h d K t Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PENGUNJUNG TERHADAP UPAYA PELESTARIAN KAWASAN SITU BABAKAN, SRENGSENG SAWAH, JAKARTA SELATAN

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PENGUNJUNG TERHADAP UPAYA PELESTARIAN KAWASAN SITU BABAKAN, SRENGSENG SAWAH, JAKARTA SELATAN ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PENGUNJUNG TERHADAP UPAYA PELESTARIAN KAWASAN SITU BABAKAN, SRENGSENG SAWAH, JAKARTA SELATAN Oleh : Ratri Hanindha Majid A14303031 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor 19 Tahun 2013 SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENGHIJAUAN KOTA SAMARINDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Penjelasan PP Nomor 63 Tahun 2002 Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-undang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 06 TAHUN 2009 SERI E NOMOR 02 PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 06 TAHUN 2009 TENTANG HUTAN KOTA Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, : a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi setiap tahun dan cenderung meningkat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan kebakaran hutan dan lahan terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh. Pembangunan daerah telah berlangsung

Lebih terperinci

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP PERBAIKAN LINGKUNGAN PERUMAHAN (Kasus Perumahan Bukit Cimanggu City RW 10) GITA HERDIANI

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP PERBAIKAN LINGKUNGAN PERUMAHAN (Kasus Perumahan Bukit Cimanggu City RW 10) GITA HERDIANI ANALISIS WILLINGNESS TO PAY MASYARAKAT TERHADAP PERBAIKAN LINGKUNGAN PERUMAHAN (Kasus Perumahan Bukit Cimanggu City RW 10) GITA HERDIANI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup manusia karena lahan merupakan input penting yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. kelangsungan hidup manusia karena lahan merupakan input penting yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sumberdaya Lahan Lahan merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena lahan merupakan input penting yang diperlukan untuk mendukung

Lebih terperinci

TUJUAN, TAHAPAN PELAKSANAAN DAN PENDEKATAN VALUASI

TUJUAN, TAHAPAN PELAKSANAAN DAN PENDEKATAN VALUASI TUJUAN, TAHAPAN PELAKSANAAN DAN PENDEKATAN VALUASI VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN (ESL 434) DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN FONDASI VALUASI EKONOMI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di berbagai kota di Indonesia, baik kota besar maupun kota kecil dan sekitarnya pembangunan fisik berlangsung dengan pesat. Hal ini di dorong oleh adanya pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

ANALISIS PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH GALUGA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT LISANATUL HIFDZIYAH

ANALISIS PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH GALUGA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT LISANATUL HIFDZIYAH ANALISIS PENURUNAN KUALITAS LINGKUNGAN DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH GALUGA KABUPATEN BOGOR JAWA BARAT LISANATUL HIFDZIYAH DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI Saat ini banyak kota besar yang kekurangan ruang terbuka hijau atau yang sering disingkat sebagai RTH. Padahal, RTH ini memiliki beberapa manfaat penting

Lebih terperinci

PENILAIAN EKONOMI DAN JASA LINGKUNGAN PUSAT KONSERVASI TUMBUHAN KEBUN RAYA BOGOR RINDRA RI KI WIJAYANTI

PENILAIAN EKONOMI DAN JASA LINGKUNGAN PUSAT KONSERVASI TUMBUHAN KEBUN RAYA BOGOR RINDRA RI KI WIJAYANTI PENILAIAN EKONOMI DAN JASA LINGKUNGAN PUSAT KONSERVASI TUMBUHAN KEBUN RAYA BOGOR RINDRA RI KI WIJAYANTI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban space) dengan unsur vegetasi yang dominan. Perancangan ruang hijau kota harus memperhatikan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR Oleh : RIAS ASRIATI ASIF L2D 005 394 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Nilai Sumberdaya Hutan Nilai merupakan persepsi manusia tentang makna suatu objek (sumberdaya hutan) bagi individu tertentu pada tempat dan waktu tertentu. Oleh karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila

I. PENDAHULUAN. manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya Alam dan Lingkungan (SDAL) sangat diperlukan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan tersebut apabila dilakukan secara berlebihan dan tidak

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU

KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU Cecep Kusmana Guru Besar Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada TINJAUAN PUSTAKA Ekowisata Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada juga yang menterjemahkan sebagai ekowisata atau wisata-ekologi. Menurut Pendit (1999) ekowisata terdiri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pariwisata Menurut Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990, yang dimaksud pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bogor merupakan kota yang terus berkembang serta mengalami peningkatan jumlah penduduk dan luas lahan terbangun sehingga menyebabkan terjadinya penurunan luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, kawasan industri, jaringan transportasi, serta sarana dan prasarana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, pembangunan perkotaan cenderung meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan terbuka hijau dialih fungsikan menjadi kawasan pemukiman, perdagangan, kawasan industri,

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A34201023 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YULIANANTO

Lebih terperinci

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 5 TAHUN 2010 Menimbang : PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN BUNDARAN MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Mangrove 1. Pengertian Hutan Mangrove Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan sub tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove mampu tumbuh

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà - 1 - jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN P 1 0 Q 1. Kurva Opportunity Cost, Consumers Surplus dan Producers Surplus Sumber : Kahn (1998)

KERANGKA PEMIKIRAN P 1 0 Q 1. Kurva Opportunity Cost, Consumers Surplus dan Producers Surplus Sumber : Kahn (1998) III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Penelitian ini mengambil kerangka pemikiran teoritis dari berbagai penelusuran teori-teori yang relevan dengan permasalahan penelitian. Adapun kerangka

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Wisata dan Willingness To Pay Bermacam-macam teknik penilaian dapat digunakan untuk mengkuantifikasikan konsep dari nilai. Konsep dasar

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA BANJARMASIN 2013-2032 APA ITU RTRW...? Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan Pola Ruang Wilayah Kota DEFINISI : Ruang : wadah yg meliputi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu

I. PENDAHULUAN. heterogen serta coraknya yang materialistis (Bintarto,1983:27). Kota akan selalu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota adalah sebuah sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomis yang heterogen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

TENTANG BUPATI NGANJUK, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi t'r - PEMERINTAH KABUPATEN NGANJUK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 09 TAHUN 2OO5 TENTANG PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah.

I. PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. mengembangkan otonomi daerah kepada pemerintah daerah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka landasan administrasi dan keuangan diarahkan untuk mengembangkan otonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL

ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL ANALISIS KEMAUAN MEMBAYAR MASYARAKAT PERKOTAAN UNTUK JASA PERBAIKAN LINGKUNGAN, LAHAN DAN AIR ( Studi Kasus DAS Citarum Hulu) ANHAR DRAKEL SEKOLAH PASCSARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER MATA KULIAH ILMU HUTAN KOTA LANJUTAN

JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER MATA KULIAH ILMU HUTAN KOTA LANJUTAN JAWABAN UJIAN TENGAH SEMESTER MATA KULIAH ILMU HUTAN KOTA LANJUTAN REVIEW : PP NO. 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA UU NO. 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG PERMENDAGRI NO. 1 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN

Lebih terperinci

VII. ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT RUMAHTANGGA MENERIMA GANTI RUGI PEMUKIMAN Analisis Kesediaan Rumahtangga Menerima Ganti Rugi Pemukiman

VII. ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT RUMAHTANGGA MENERIMA GANTI RUGI PEMUKIMAN Analisis Kesediaan Rumahtangga Menerima Ganti Rugi Pemukiman VII. ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT RUMAHTANGGA MENERIMA GANTI RUGI PEMUKIMAN 7.1. Analisis Kesediaan Rumahtangga Menerima Ganti Rugi Pemukiman Variabel terikat dalam analisis kesediaan rumahtangga menerima

Lebih terperinci

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000).

Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun budaya. Namun sejalan dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi, tekanan terhadap sumberdaya

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Banjir adalah peristiwa meluapnya air yang menggenangi permukaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Banjir adalah peristiwa meluapnya air yang menggenangi permukaan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Banjir Banjir adalah peristiwa meluapnya air yang menggenangi permukaan tanah, dengan ketinggian melebihi batas normal. Banjir umumnya terjadi pada saat aliran air melebihi volume

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA,

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang : a. bahwa guna menciptakan kesinambungan dan keserasian lingkungan

Lebih terperinci

Contingent Valuation Method (CVM)

Contingent Valuation Method (CVM) Contingent Valuation Method (CVM) Kuliah Valuasi ESDAL Pertemuan Ke-8 2015/2016 Urgensi CVM (1) Contingent Valuation Methods (CVM) merupakan metode yang dianggap dapat digunakan untuk menghitung jasa-jasa

Lebih terperinci

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PENGUNJUNG OBYEK WISATA DANAU SITUGEDE DALAM UPAYA PELESTARIAN LINGKUNGAN SYLVIA AMANDA

ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PENGUNJUNG OBYEK WISATA DANAU SITUGEDE DALAM UPAYA PELESTARIAN LINGKUNGAN SYLVIA AMANDA ANALISIS WILLINGNESS TO PAY PENGUNJUNG OBYEK WISATA DANAU SITUGEDE DALAM UPAYA PELESTARIAN LINGKUNGAN SYLVIA AMANDA DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor.

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. IV METODE PENELITIAN 4. 1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PROBOLINGGO NOMOR 10 TAHUN 2005 TENTANG HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencegah

Lebih terperinci

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR TABEL Daftar Tabel... i BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan. l 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah

Lebih terperinci

ESTIMASI MANFAAT AGROEKOLOGI TERHADAP LINGKUNGAN DAN KESEJAHTERAAN PETANI DI KABUPATEN BOGOR PROVINSI JAWA BARAT DWI MARYATI

ESTIMASI MANFAAT AGROEKOLOGI TERHADAP LINGKUNGAN DAN KESEJAHTERAAN PETANI DI KABUPATEN BOGOR PROVINSI JAWA BARAT DWI MARYATI ESTIMASI MANFAAT AGROEKOLOGI TERHADAP LINGKUNGAN DAN KESEJAHTERAAN PETANI DI KABUPATEN BOGOR PROVINSI JAWA BARAT DWI MARYATI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH ELEMEN LANSKAP TERHADAP KUALITAS ESTETIKA LANSKAP KOTA DEPOK. Oleh: Medyuni Ruswan A

ANALISIS PENGARUH ELEMEN LANSKAP TERHADAP KUALITAS ESTETIKA LANSKAP KOTA DEPOK. Oleh: Medyuni Ruswan A ANALISIS PENGARUH ELEMEN LANSKAP TERHADAP KUALITAS ESTETIKA LANSKAP KOTA DEPOK Oleh: Medyuni Ruswan A34201045 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK KEMACETAN LALU LINTAS TERHADAP SOSIAL EKONOMI PENGGUNA JALAN DENGAN CONTINGENT VALUATION METHOD (CVM) Kasus: Kota Bogor, Jawa Barat)

ANALISIS DAMPAK KEMACETAN LALU LINTAS TERHADAP SOSIAL EKONOMI PENGGUNA JALAN DENGAN CONTINGENT VALUATION METHOD (CVM) Kasus: Kota Bogor, Jawa Barat) ANALISIS DAMPAK KEMACETAN LALU LINTAS TERHADAP SOSIAL EKONOMI PENGGUNA JALAN DENGAN CONTINGENT VALUATION METHOD (CVM) (Studi Kasus: Kota Bogor, Jawa Barat) RENDY DWI SAPTA DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013 LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA Nomor 21 Tahun 2013 SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SAMARINDA, Menimbang

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA)

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA) ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA POSO (STUDI KASUS : KECAMATAN POSO KOTA) Juliana Maria Tontou 1, Ingerid L. Moniaga ST. M.Si 2, Michael M.Rengkung, ST. MT 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG PENATAAN RUANG TERBUKA HIJAU KAWASAN PERKOTAAN KABUPATEN PURWOREJO BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa perkembangan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

STUDI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN WISATA PANTAI (KASUS PANTAI TELENG RIA KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR)

STUDI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN WISATA PANTAI (KASUS PANTAI TELENG RIA KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR) STUDI PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR UNTUK KEGIATAN WISATA PANTAI (KASUS PANTAI TELENG RIA KABUPATEN PACITAN, JAWA TIMUR) ANI RAHMAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN NILAI EKONOMI WISATA PULAU SITU GINTUNG-3 DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN TRI FIRANDARI

ANALISIS PERMINTAAN DAN NILAI EKONOMI WISATA PULAU SITU GINTUNG-3 DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN TRI FIRANDARI ANALISIS PERMINTAAN DAN NILAI EKONOMI WISATA PULAU SITU GINTUNG-3 DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN TRI FIRANDARI DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 9 2011 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PERIZINAN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI,

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya alam seperti air, udara, lahan, minyak, ikan, hutan dan lain - lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Penurunan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGATURAN INTENSITAS PEMANFAATAN RUANG KORIDOR JALAN LETJEND S. PARMAN - JALAN BRAWIJAYA DAN KAWASAN SEKITAR TAMAN BLAMBANGAN

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2 1. Berikut ini yang tidak termasuk kegiatan yang menyebabkan gundulnya hutan adalah Kebakaran hutan karena puntung

Lebih terperinci

Sekretariat : BAPPEDA KOTA BOGOR, Lantai 3 Jl. Kapten Muslihat No Bogor

Sekretariat : BAPPEDA KOTA BOGOR, Lantai 3 Jl. Kapten Muslihat No Bogor Sekretariat : BAPPEDA KOTA BOGOR, Lantai 3 Jl. Kapten Muslihat No. 21 - Bogor GAMBARAN UMUM P2KH merupakan inisiatif untuk mewujudkan Kota Hijau secara inklusif dan komprehensif yang difokuskan pada 3

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dahuri (1996) dalam Syakya (2005) menyatakan garis besar konsep pembangunan berkelanjutan mempunyai empat dimensi: 1. Dimensi ekologis yaitu bagaimana mengelola kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang menyimpan kekayaan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam lain yang terdapat di atas maupun di bawah tanah. Definisi hutan

Lebih terperinci

ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT. 7.1 Analisis Willingness To Accept dengan Pendekatan Metode Contingent Valuation Method

ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT. 7.1 Analisis Willingness To Accept dengan Pendekatan Metode Contingent Valuation Method VII. ANALISIS WILLINGNESS TO ACCEPT 7.1 Analisis Willingness To Accept dengan Pendekatan Metode Contingent Valuation Method Teknik CVM didasarkan pada asumsi hak kepemilikan, jika individu yang ditanya

Lebih terperinci