BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
|
|
- Harjanti Sasmita
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bogor merupakan kota yang terus berkembang serta mengalami peningkatan jumlah penduduk dan luas lahan terbangun sehingga menyebabkan terjadinya penurunan luas Ruang Terbuka Hijau (RTH). Di sisi lain, RTH memberikan manfaat baik secara ekologi, sosial, ekonomi, maupun estetis. Secara ekologi, RTH berperan penting dalam meningkatkan kualitas lingkungan dengan menyediakan habitat bagi flora dan fauna, mereduksi polusi, menyimpan cadangan air tanah, serta mencegah erosi dan longsor. Fungsi RTH sebagai sarana pelestarian flora dan fauna didukung dengan terdapatnya berbagai jenis tumbuhan yang berfungsi sebagai sumber pakan atau tempat berlindung bagi satwa. Kota Bogor merupakan salah satu kota dalam lingkup pengembangan wilayah Jabodetabek dan berfungsi sebagai penyangga bagi Jakarta. Perkembangan pola tata hijau di Kota Bogor berlandaskan konsepsi dasar Kota dalam Taman, menetapkan Kebun Raya Bogor (KRB) sebagai taman induk dan kantung hijau yang dikelilingi oleh taman-taman lain di sekitarnya yang dihubungkan oleh jalur-jalur hijau, hal ini didasarkan pada Peraturan Daerah No.8 Tahun 2011 yang dijabarkan dalam Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kota Bogor. KRB merupakan salah satu jenis RTH dan merupakan kawasan konservasi ex-situ yang terdapat di Kota Bogor yang didalamnya terdapat berbagai spesies tumbuhan berupa ground cover hingga pohon yang merupakan tanaman asli Indonesia maupun tanaman introduksi. Kupu-kupu merupakan jenis serangga yang memiliki nilai ekologis dan juga estetis. Kupu-kupu memiliki hubungan timbal balik dengan satwa lain dan juga dengan vegetasi. Hubungan kupu-kupu dengan satwa lain meliputi satwa pemangsa, pesaing, dan satwa yang diuntungkan oleh keberadaan kupu-kupu. Hubungan kupu-kupu dengan vegetasi meliputi fungsi vegetasi sebagai sumber pakan dan tempat berlindung kupu-kupu, di sisi lain vegetasi tergantung dengan kupu-kupu untuk melakukan proses penyerbukan. Selain itu, kupu-kupu juga membutuhkan kondisi lingkungan yang baik untuk mendukung kehidupannya
2 2 yaitu dengan terdapatnya sumber air, cahaya matahari serta kondisi suhu dan kelembaban yang sesuai. Berdasarkan hubungan antara kebutuhan kupu-kupu dengan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya dapat disimpulkan bahwa semakin banyak jenis kupu-kupu maka menandakan semakin baik kualitas lingkungan tersebut karena kupu-kupu berperan dalam menjaga keseimbangan ekosistem sehingga dapat digunakan sebagai bioindikator kualitas lingkungan (Suhara 2009). Kehadiran KRB di tengah-tengah Kota Bogor selain berfungsi sebagai sarana rekreasi dan penelitian juga memiliki fungsi ekologis sebagai habitat tumbuhan dan satwa. Kehadiran satwa liar, salah satunya kupu-kupu di KRB merupakan suatu hal yang menarik sehingga menambah keindahan dan dapat juga dijadikan sebagai sarana pendidikan konservasi secara langsung kepada masyarakat perkotaan. Penurunan kualitas lingkungan mengakibatkan penurunan keanekaragaman hayati di perkotaan karena menyebabkan berkurangnya habitat satwa. Salah satu keanekaragaman hayati yang terpengaruh adalah keanekaragaman kupu-kupu. Kerusakan pada RTH yang merupakan habitat dari kupu-kupu akan menyebabkan gangguan pada populasi dan keanekaragaman kupu-kupu karena menyebabkan hilangnya populasi hewan lain, terjadinya fragmentasi habitat, serta terputusnya hubungan antar habitat. Penurunan kualitas habitat tersebut mempengaruhi ketersediaan tanaman inang, tanaman pelindung, dan tanaman pakan yang diperlukan oleh kupu-kupu, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai potensi kawasan RTH yang dilakukan di KRB sebagai taman inti/taman induk dan letaknya yang strategis di pusat Kota Bogor. Dengan mengamati keanekaragaman kupu-kupu pada daerah tersebut dapat diketahui faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi keanekaragaman kupu-kupu. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar acuan manajemen habitat yang baik pada kawasan KRB maupun RTH lain di luar kawasan KRB karena dengan manajemen yang baik akan berpengaruh positif terhadap spesies tumbuhan dan populasi kupu-kupu.
3 3 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis pengaruh faktor-faktor lingkungan yang membentuk suatu karakter habitat terhadap keanekaragaman kupu-kupu. 2. Mengkaji potensi keanekaragaman jenis kupu-kupu di KRB untuk menghasilkan data dan informasi terbaru mengenai keanekaragaman jenis, kemerataan, dan tingkat kesamaan penggunaan habitat pada kawasan tersebut. 3. Mengkaji kaitan antara karakteristik habitat dengan keanekaragaman kupukupu. 1.3 Hipotesis Berdasarkan landasan teori serta disesuaikan dengan latar belakang masalah penelitian, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian yaitu parameter biotik dan abiotik yang membentuk suatu karakteristik habitat mempengaruhi keanekaragaman kupu-kupu di Kebun Raya Bogor. 1.4 Manfaat Manfaat penelitian ini adalah untuk menyediakan informasi mengenai keanekaragaman jenis kupu-kupu di KRB hingga dapat diketahui fungsi dari KRB secara ekologis sebagai habitat satwa khususnya kupu-kupu. Selain itu, data perbandingan antara faktor-faktor lingkungan yang membentuk karakteristik suatu habitat dan pengaruhnya terhadap populasi kupu-kupu dapat dijadikan informasi dasar sebagai acuan dalam pengelolaan tumbuhan dan lingkungan pada berbagai RTH di Kota Bogor yang mendukung usaha konservasi kupu-kupu.
4 4 1.5 Kerangka Pemikiran Kota Bogor merupakan kota yang terus berkembang dan mengalami peningkatan jumlah lahan terbangun, menyebabkan semakin menyusutnya luasan RTH di Kota Bogor. Kebun Raya Bogor (KRB) sebagai salah satu ruang terbuka hijau di Kota Bogor memiliki fungsi sebagai habitat tumbuhan dan satwa, selain itu luasannya yang mencapai 87 ha dan letaknya yang strategis di pusat Kota Bogor menjadikannya sebagai taman induk atau kantung hijau bagi RTH lain di sekitarnya. Hubungan antara KRB dengan RTH lain disekitarnya sesuai dengan konsep The Linked Park System atau Sistem Taman Berkaitan yang diutarakan oleh Olmstead dalam Savitri (1991) yang menyebutkan bahwa RTH di dalam kota berhubungan satu sama lain yang dihubungkan oleh koridor-koridor. Teori ini berlaku pada hubungan antara KRB dengan RTH lain di sekitarnya karena KRB memiliki keanekaragaman hayati yang lebih tinggi dan beragam dibandingkan dengan RTH di sekitarnya sehingga terjadi hubungan ketergantungan antar RTH tersebut baik dari segi penggunaan sumberdaya dan habitat bagi satwa maupun faktor-faktor lingkungan yang saling mempengaruhi. Kerangka pemikiran yang mendasari penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1. Habitat kupu-kupu dipengaruhi oleh hubungan antara populasi kupukupu dengan lingkungannya yang terdiri dari faktor biotik (vegetasi, hewan lain, manusia) dan juga faktor abiotik (suhu,kelembaban,cahaya,sumber air). Faktorfaktor tersebut membentuk suatu karakterstik habitat yang sesuai dengan kebutuhan hidup kupu-kupu. Perbedaan faktor-faktor lingkungan antara satu tipe habitat dengan tipe habitat yang lain menyebabkan terjadinya perbedaan keanekaragaman, pola distribusi, dan juga kelimpahan kupu-kupu. Berdasarkan hubungan antara faktor-faktor lingkungan terhadap populasi kupu-kupu maka dapat ditentukan faktor-faktor lingkungan yang mempempengaruhi tinggi rendahnya keanekaragaman, kelimpahan, serta pola distribusi populasi kupu-kupu sehingga dapat diketahui pola penggunaan habitat oleh kupu-kupu berdasarkan kebutuhannya akan faktor-faktor lingkungan tertentu yang sesuai dengan kebutuhan hidupnya. Dengan diketahuinya karakteristik habitat yang diperlukan oleh kupu-kupu maka dapat dijadikan acuan dalam manajemen habitat kupu-kupu baik di KRB
5 5 maupun pada RTH lainnya. Fungsi RTH sebagai habitat bagi kupu-kupu akan membangun kesadaran bagi masyarakat dan pemerintah Kota Bogor dalam upaya konservasi kupu-kupu dan RTH sehingga dapat menekan laju penurunan luas RTH di Kota Bogor. RTH Kota Bogor Kebun Raya Bogor (KRB) Faktor abiotik : suhu,kelembaban,cahaya, sumber air cahaycahaya,sumber air Faktor biotik: Keanekaragaman vegetasi,struktur vegetasi, hewan lain, manusia Karakteristik habitat Keanekaragaman Pola distribusi Kelimpahan Pola penggunaan habitat oleh kupu-kupu Acuan manajemen habitat Konservasi kupu-kupu Gambar 1 Kerangka pemikiran konseptual.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Meidita Aulia Danus, 2015
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lepidoptera merupakan salah satu ordo dari ClassisInsecta(Hadi et al., 2009). Di alam, lepidoptera terbagi menjadi dua yaitu kupu-kupu (butterfly) dan ngengat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman hutan raya merupakan kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kawasan hutan hujan tropis dengan tingkat keanekaragaman yang tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan kawasan pelestarian alam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daya tarik tinggi baik untuk koleksi maupun objek penelitian adalah serangga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan kekayaan keanekaragaman jenis flora dan fauna yang tinggi. Salah satu kekayaan fauna di Indonesia yang memiliki daya tarik tinggi
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bambu merupakan salah satu taksa yang sangat beragam dan mempunyai potensi ekonomi yang tinggi. Bambu termasuk ke dalam anak suku Bambusoideae dalam suku Poaceae. Terdapat
Lebih terperinciModul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis
ix H Tinjauan Mata Kuliah utan tropis yang menjadi pusat biodiversitas dunia merupakan warisan tak ternilai untuk kehidupan manusia, namun sangat disayangkan terjadi kerusakan dengan kecepatan yang sangat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia tergolong dalam 10 negara megadiversitas dunia yang memiliki keanekaragaman paling tinggi di dunia (Mackinnon dkk dalam Primack dkk, 2007:454). Keanekaragaman
Lebih terperincidisinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman
1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam yang beranekaragam termasuk lahan gambut berkisar antara 16-27 juta hektar, mempresentasikan 70% areal gambut di Asia Tenggara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu kawasan yang mempunyai berbagai macam jenis tumbuhan dan hewan yang saling berinteraksi di dalamnya. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem
Lebih terperinciSMP NEGERI 3 MENGGALA
SMP NEGERI 3 MENGGALA KOMPETENSI DASAR Setelah mengikuti pembelajaran, siswa diharapkan dapat mengidentifikasi pentingnya keanekaragaman makhluk hidup dalam pelestarian ekosistem. Untuk Kalangan Sendiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Herlin Nur Fitri, 2015
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diversitas atau keanekaragaman makhluk hidup termasuk salah satu sumber daya lingkungan dan memberi peranan yang penting dalam kestabilan lingkungan. Semakin tinggi
Lebih terperinciKonservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI
Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati nomor dua di dunia yang memiliki keanekaragaman flora, fauna, dan berbagai kekayaan alam lainnnya yang tersebar
Lebih terperinciSuhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY
Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Sumberdaya Alam Hayati : Unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan sumberdaya alam hewani (satwa) yang bersama dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya hutan dalam dasawarsa terakhir dihadapkan pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan sumberdaya hutan dalam dasawarsa terakhir dihadapkan pada gangguan akibat beragam aktivitas manusia, sehingga mengakibatkan kerusakan ekosistem hutan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropika yang terdiri dari 17.504 buah pulau (28 pulau besar dan 17.476 pulau kecil) dengan panjang garis pantai sekitar
Lebih terperinci2016 PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI MACAM PAKAN ALAMI TERHAD APPERTUMBUHAN D AN PERKEMBANGAN FASE LARVA
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kupu-kupu merupakan satwa liar yang menarik untuk diamati karena keindahan warna dan bentuk sayapnya. Sebagai serangga, kelangsungan hidup kupu-kupu sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pandangan al-qur an, mempelajari dan mengamati fenomena
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pandangan al-qur an, mempelajari dan mengamati fenomena makhluk hidup sangat dianjurkan. Kita semua dianjurkan untuk menjaga kelestarian yang telah diciptakan
Lebih terperinciSTUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR
STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa kekayaan sumber daya alam hayati yang melimpah. Sumber daya alam hayati di Indonesia dan ekosistemnya mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati atau biodiversitas adalah keanekaragaman organisme yang menunjukkan keseluruhan atau totalitas variasi gen, jenis, dan ekosistem pada suatu daerah,
Lebih terperinciBUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN BUPATI LOMBOK TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2013 T E N T A N G
BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN BUPATI LOMBOK TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2013 T E N T A N G PEMBENTUKAN UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS KEBUN RAYA LOMBOK PADA DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN LOMBOK TIMUR
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang dilindungi melalui Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan erat dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan devisa negara, yang pada masa lalu didominasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang sangat produktif dan memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan ini terletak di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. migran. World Conservation Monitoring Centre (1994) menyebutkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Burung adalah salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia. Sukmantoro dkk. (2007) mencatat 1.598 spesies burung yang dapat ditemukan di wilayah Indonesia.
Lebih terperinciRENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN
RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI TAHUN 05-09 Prof. DR. M. Bismark, MS. LATAR BELAKANG Perlindungan biodiversitas flora, fauna dan mikroorganisme menjadi perhatian dunia untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan hutan di Sumatera Utara memiliki luas sekitar 3.742.120 ha atau sekitar 52,20% dari seluruh luas provinsi, luasan kawasan hutan ini sesuai dengan yang termaktub
Lebih terperinciIndividu adalah satu makhluk hidup, misalnya seekor semut, seekor burung dan sebuah pohon.
a.individ u b.popul asi c.komu nitas d.ekosis tem e.bioma Individu adalah satu makhluk hidup, misalnya seekor semut, seekor burung dan sebuah pohon. Populasi adalah kumpulan individu sejenis yang dapat
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem
6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Burung Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem maupun bagi kepentingan kehidupan manusia dan membantu penyebaran Tumbuhan yang ada disuatu kawasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dijumpai disetiap tempat dan mempunyai posisi penting sebagai salah satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Burung merupakan salah satu kekayaan hayati yang dimiliki oleh Indonesia. Keberadaan pakan, tempat bersarang merupakan faktor yang mempengaruhi kekayaan spesies burung
Lebih terperinciKEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU
KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU Cecep Kusmana Guru Besar Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Lampung memiliki keanekaragaman kupu-kupu yang cukup tinggi. Keanekaragaman kupu-kupu ini merupakan potensi sumber daya alam hayati
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lampung memiliki keanekaragaman kupu-kupu yang cukup tinggi. Keanekaragaman kupu-kupu ini merupakan potensi sumber daya alam hayati namun belum dimanfaatkan secara optimal.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hutan dapat diberi batasan sesuai dengan sudut pandang masing-masing pakar. Misalnya dari sisi ekologi dan biologi, bahwa hutan adalah komunitas hidup yang terdiri dari
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mudah dikenali oleh setiap orang. Seperti serangga lainnya, kupu-kupu juga mengalami
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kupu-kupu merupakan serangga yang memiliki keindahan warna dan bentuk sayap sehingga mudah dikenali oleh setiap orang. Seperti serangga lainnya, kupu-kupu juga mengalami
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Lanskap Sekolah
TINJAUAN PUSTAKA 1. Lanskap Sekolah Menurut Eckbo (1964) lanskap adalah ruang di sekeliling manusia mencakup segala hal yang dapat dilihat dan dirasakan. Menurut Hubbard dan Kimball (1917) dalam Laurie
Lebih terperinciRANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KEBUN RAYA KUNINGAN
RANCANGAN (disempurnakan) PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KEBUN RAYA KUNINGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa Kabupaten
Lebih terperinciLanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.
Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki tidak kurang dari 17.500 pulau dengan luasan 4.500 km2 yang terletak antara daratan Asia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan
I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah
Lebih terperinciIV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota
IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli
` I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi. Kawasan ini dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1)
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia terletak di daerah beriklim tropis sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Suhartini (2009, h.1) Indonesia menjadi salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan wilayah perairan yang memiliki luas sekitar 78%, sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang mendominasi. Menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat di sekitar hutan memiliki ketergantungan yang sangat besar dengan keberadaan hutan disekitarnya, pemanfaatan hutan dan hasil hutan oleh masyarakat dilakukan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan utama pengelolaan taman nasional adalah sebagai kekuatan pendorong untuk menjamin kelestarian fungsi ekologi kawasan dan sekitarnya serta kemanfaatannya bagi manusia
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU
MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.14/Menhut-II/2007 TENTANG TATACARA EVALUASI FUNGSI KAWASAN SUAKA ALAM, KAWASAN PELESTARIAN ALAM DAN TAMAN BURU MENTERI KEHUTANAN,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Data Jumlah Spesies dan Endemik Per Pulau
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Indonesia Membutuhkan Lebih Banyak Kawasan Penunjang Konservasi Indonesia merupakan negara yang menyimpan kekayaan keanekaragaman ekosistem yang terbentang dari
Lebih terperinciPERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI
PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI Penilaian perlindungan keanekaragaman hayati dalam peringkat hijau dan emas ini meliputi: 1) Konservasi insitu, meliputi metode dan
Lebih terperinciHutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun. (Reksohadiprodjo dan Brodjonegoro 2000).
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan di Indonesia memiliki peran terhadap aspek ekonomi, sosial maupun budaya. Namun sejalan dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi, tekanan terhadap sumberdaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menyandang predikat mega biodiversity didukung oleh kondisi fisik wilayah yang beragam mulai dari pegunungan hingga dataran rendah serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya. Adapun yang membedakannya dengan hutan yang lainnya yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan kawasan konservasi memiliki korelasi yang kuat. Suatu kawasan konservasi memiliki fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial sedangkan manusia memiliki peran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. luar biasa ini memberikan tanggung jawab yang besar bagi warga Indonesia untuk
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia dan juga memiliki keragaman hayati yang terbesar serta strukturnya yang paling bervariasi. Mangrove dapat tumbuh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ekosistem hutan memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Berbagai jenis tumbuhan dan satwa liar terdapat di hutan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman merupakan wilayah sistem penyangga kehidupan terutama dalam pengaturan tata air, menjaga kesuburan tanah, mencegah erosi, menjaga keseimbangan
Lebih terperinciSUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN Rizka Novi Sesanti KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini disebabkan karena Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kuningan berada di provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kabupaten Kuningan berada di provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam Ilmu Ekologi dikenal dengan istilah habitat. jenis yang membentuk suatu komunitas. Habitat suatu organisme untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap makhluk hidup dalam kehidupannya memiliki lingkungan kehidupan yang asli atau tempat tinggal yang khas untuk dapat hidup, tumbuh dan berkembang dengan baik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat dibutuhkan. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup seperti untuk membangun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman hayati yang terkandung
Lebih terperinciPROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KEBUN RAYA DAERAH
SALINAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KEBUN RAYA DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG TIMUR,
Lebih terperinciVI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA
VI. PERATURAN PERUNDANGAN DALAM PELESTARIAN ELANG JAWA Pencapaian tujuan kelestarian jenis elang Jawa, kelestarian habitatnya serta interaksi keduanya sangat ditentukan oleh adanya peraturan perundangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Gorontalo sebagian besar wilayahnya berbentuk dataran, perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian 0 2000 M di atas permukaan laut. Luas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang semula merupakan ruang tumbuh berbagai jenis tanaman berubah menjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daya tarik kota yang sangat besar bagi penduduk desa mendorong laju urbanisasi semakin cepat. Pertumbuhan penduduk di perkotaan semakin pesat seiring dengan perkembangan
Lebih terperinciPengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang
TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang Studi Kasus: Kota Manado Ingerid L. Moniaga (1), Esli D. Takumansang (2) (1) Laboratorium Bentang Alam, Arsitektur
Lebih terperinciProsiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN:
Prosiding Seminar Nasional Biotik 2017 ISBN: 978-602-60401-3-8 PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP KEBEBASAN FRAGMENTASI HABITAT ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii) DI HUTAN RAWA TRIPA Wardatul Hayuni 1), Samsul
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan. salah satu diantaranya adalah kepentingan ekologis.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman jenis satwa liar yang tinggi,dan tersebar di beberapa tipe habitat. Bermacam-macam jenis satwa liar ini merupakan sumberdaya alam yang
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 108 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Masyarakat Desa Hutan Masyararakat desa hutan dapat didefinisikan sebagai kelompok orang yang bertempat tinggal di desa hutan dan melakukan aktivitas atau kegiatan yang berinteraksi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.I Latar Belakang. Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya
BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Pertambahan penduduk merupakan faktor utama pendorong bagi upaya pemanfaatan sumber daya alam khususnya hutan, disamping intensitas teknologi yang digunakan. Kehutanan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan Negara tropika yang memiliki kawasan hutan yang luas. Berdasarkan luasnya, hutan tropis Indonesia menempati urutan ketiga setelah Negara Brasil dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan fauna yang tersebar diberbagai wilayah di DIY. Banyak tempat tempat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah Istimewa Yogyakarta terkenal dengan kota pelajar dan kota budaya, selain itu Daerah Istimewa Yogyakarta juga dikenal sebagai daerah pariwisata ini dibuktikan
Lebih terperinciPEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR
PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR Oleh : RIAS ASRIATI ASIF L2D 005 394 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki garis pantai terpanjang kedua setelah Kanada, dua per tiga wilayah Indonesia adalah kawasan perairan.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Menyusun sebuah strategimanajemen yang berkelanjutan di wilayah perkotaan mandiri harus mengerti unsur-unsur yang ikut berperan di dalamnya. Untuk lebih memahaminya, unsur-unsur
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional, khususnya pembangunan sektor pertanian. Perkebunan juga berperan dalam membangun perekonomian nasional,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Serangga merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari kepunahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Serangga merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari kepunahan maupun penurunan ragam jenisnya. Serangga memiliki beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kupu-kupu merupakan salah satu kekayaan hayati yang dimiliki Indonesia dan harus dijaga kelestariannya dari kepunahan maupun penurunan keanekaragaman jenisnya.
Lebih terperincisebagai Kawasan Ekosistem Esensial)
UU No 5 tahun 1990 (KSDAE) termasuk konsep revisi UU No 41 tahun 1999 (Kehutanan) UU 32 tahun 2009 (LH) UU 23 tahun 2014 (Otonomi Daerah) PP No 28 tahun 2011 (KSA KPA) PP No. 18 tahun 2016 (Perangkat Daerah)
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004), keanekaragaman hayati (biological
Lebih terperinciBAB X. PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN BERBASIS EKOLOGI
BAB X. PENGELOLAAN EKOSISTEM HUTAN BERBASIS EKOLOGI A. Pendahuluan Daya tarik ekosistem dan lingkungan dunia memberikan isyarat dan tantangan, dan membujuk jiwa yang selalu mau menguasainya tanpa henti,
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA UMUM Pembangunan kota sering dicerminkan oleh adanya perkembangan fisik kota yang lebih banyak ditentukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan Tropis di dunia, walaupun luas daratannya hanya 1.32% dari luas daratan di permukaan bumi, namun demikian
Lebih terperinciNILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR
NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR Oleh: Nadya Tanaya Ardianti A07400018 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh. Pembangunan daerah telah berlangsung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memiliki luas sekitar Ha yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lereng selatan Gunung Merapi meliputi Taman Nasional Gunung Merapi merupakan salah satu kawasan konservasi yang ada di Yogyakarta. Kawasan ini memiliki luas sekitar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konversi hutan di Pulau Sumatera merupakan ancaman terbesar bagi satwa liar di alam, termasuk jenis primata. Antara tahun 1995 sampai dengan tahun 2000, tidak kurang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki 1539 spesies burung atau 17 persen dari jumlah seluruh spesies burung dunia, 381 spesies diantaranya merupakan spesies endemik (Sujatnika, Joseph, Soehartono,
Lebih terperinciBAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan
29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar peranannya dalam Pembangunan Nasional, kurang lebih 70% dari luas daratan berupa hutan. Hutan sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sokokembang bagian dari Hutan Lindung Petungkriyono yang relatif masih
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan kawasan yang terdiri atas komponen biotik maupun abiotik yang dipergunakan sebagai tempat hidup dan berkembangbiak satwa liar. Setiap jenis satwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara disebut Mega Biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Diperkirakan 25% aneka spesies dunia berada di Indonesia (Rahmawaty,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi dengan alam sekelilingnya atau lingkungannya. Seiring dengan perkembangan zaman,
Lebih terperinci