BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan adalah bagian dari sumberdaya alam dan merupakan salah satu komponen utama penyusun kehidupan di Bumi. Komponen utama lainnya adalah air, oksigen, karbon, nitrogen dan sinar Matahari. Seluruh komponen memiliki peranan yang sama penting dalam menjaga kelangsungan kehidupan di muka Bumi. Kehilangan salah satu komponen tersebut akan menyebabkan terganggu atau bahkan hilangnya kehidupan di Bumi (Platt, 2004). Istilah lahan setidaknya memiliki empat pengertian (Platt, 2004). Pengertian pertama, lahan adalah material fisik dari kulit Bumi (physical material of Earth s crust) yang mendukung segala bentuk kehidupan. Pengertian kedua, lahan adalah tanah dan semua benda yang menyatu dengannya yang menjadi objek kepemilikan dan mempunyai status hukum (real property or real estate). Menurut pengertian yang kedua, lahan terbagi menjadi satuan tertentu yang disebut persil (parcel). Setiap persil memiliki batas dan status kepemilikan yang terdefinisikan dengan jelas. Pemilik persil dapat berupa perorangan, kelompok, korporasi atau lembaga pemerintah. Pengertian ketiga, lahan adalah objek yang memiliki nilai ekonomi (an object of capital value). Implikasi dari pengertian ketiga adalah lahan merupakan sesuatu yang dapat dimiliki dan digunakan oleh pemiliknya untuk memperoleh keuntungan ekonomi yang maksimal. Pengertian keempat, lahan adalah sesuatu yang dapat mempunyai nilai nonekonomi. Manusia memanfaatkan sumberdaya lahan dengan berbagai cara dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Bentuk dan cara pemanfaatan sumberdaya lahan sangat beragam. Keragaman cara pemanfaatan sumberdaya lahan berkembang sejalan dengan berkembangnya peradaban manusia. Segala bentuk dan cara pemanfaatan sumberdaya lahan oleh manusia disebut penggunaan lahan (Aspinal dan Hill, 2008) 1

2 Penggunaan lahan merefleksikan interaksi antara manusia dengan lingkungannya. Interaksi terjadi mulai dari skala lokal hingga skala global. Pada tingkat lokal, penggunaan lahan merupakan hasil interaksi antara individu atau kelompok individu dengan kondisi lingkungannya. Setiap individu merupakan pengambil keputusan tentang apa bentuk dan atau bagaimana cara memanfaatkan sumberdaya lahan yang dimilikinya. Pada tingkatan yang lebih makro, regional hingga global, penggunaan lahan merupakan interaksi antara korporasi atau lembaga pemerintah (Aspinal dan Hill, 2008). Sumberdaya lahan termasuk dalam kategori sumberdaya yang kuantitasnya terbatas. Manusia, sebagai pengguna utama sumberdaya lahan, cenderung meningkat populasinya dari waktu ke waktu. Meningkatnya populasi juga diikuti dengan meningkatnya kebutuhan, baik kualitas maupun kuantitasnya. Konsekuensi dari meningkatnya kebutuhan manusia, terhadap sumberdaya lahan, adalah berubahnya bentuk dan cara pemanfaatan sumberdaya lahan. Fenomena ini disebut sebagai dinamika penggunaan lahan. Dinamika penggunaan lahan adalah perubahan penggunaan lahan menurut ruang dan waktu (Aspinal, 2008). Geografi adalah ilmu yang mengkaji fenomena dan proses yang terjadi di permukaan Bumi. Kajian meliputi fenomena dan proses alamiah maupun yang berkaitan dengan manusia. Lingkup kajian mulai skala lokal hingga skala global (Matthews and Herbert, 2008). Menurut White (2002; dalam Herbet, 2008) proses di permukaan Bumi yang dikaji dalam geografi meliputi proses lingkungan dan proses sosial. Fokus kajian ilmu geografi adalah pada dimensi keruangan (spatial dimension) dari proses lingkungan dan sosial tersebut. Menurut Gaile dan Willmot (2003; dalam Herbet, 2008) Geografi adalah ilmu yang mengkaji dinamika lingkungan dan sosial (environmental and societal dynamics) dan mengkaji interaksi sosial dan lingkungan (society-environment interactions). Ilmu geografi mengkaji fenomena dan proses dipermukaan Bumi berlandaskan pada tiga konsep inti. Konsep tersebut adalah ruang (space), tempat (place) dan lingkungan (environment). Geografi dipandang sebagai nexus, yaitu pertampalan antara konsep ruang, tempat dan lingkungan seperti ditunjukkan pada 2

3 Gambar 1.1. Inti dari kajian geografi, berdasarkan gambar tersebut, adalah suatu integrasi antara variasi keruangan (spatial variation) yang ada di permukaan Bumi dengan perbedaan atau keunikan antar tempat (distinctiveness of places) dan interaksi antara manusia dengan lingkungannya Gambar 1.1. Tiga Konsep Inti dalam Ilmu Geografi (Matthews and Herbert, 2008) Penggunaan lahan dan dinamikanya merupakan hasil interaksi manusia dengan lingkungannya. Interaksi terjadi pada tempat-tempat atau lokasi-lokasi tertentu di permukaan Bumi. Bentuk dan intensitas interaksi tersebut bervariasi disetiap tempat. Tempat kedudukan suatu fenomena, termasuk fenomena interaksi antara manusia dan lingkungannya, dalam perspektif ilmu geografi disebut sebagai ruang. Ruang dalam hal ini merupakan wadah (container) tempat berlangsungnya proses interaksi. Dimensi keruangan adalah salah satu fokus kajian dan sekaligus menjadi ciri dari ilmu geografi. Ruang digunakan sebagai dasar untuk mengkaji ada tidaknya hubungan antarfenomena. Dua atau lebih fenomena yang menempati atau berada pada ruang yang sama mengindikasikan adanya hubungan antarfenomena tersebut. Hubungan ini disebut sebagai hubungan keruangan. Pemodelan spasial merupakan metodologi penelitian yang berakar pada paradigma atau kerangka teoretis yang disebut sebagai ilmu keruangan (spatial science). Paradigma tersebut merupakan satu di antara empat paradigma penting 3

4 yang digunakan dalam kajian geografi dewasa ini. Paradigma yang dimaksud adalah spatial science, humanism, critical realism dan poststructuralism (Gomez dan Jones, 2010). Berdasarkan uraian tersebut, pemodelan spasial merupakan salah satu pilar penting dari metodologi penelitian dalam ilmu geografi. Pemodelan spasial dinamika penggunaan lahan pada hakikatnya bertujuan untuk memahami dan menjelaskan mekanisme keruangan terjadinya dinamika penggunaan lahan. Mekanisme keruangan yang sesungguhnya, di dunia nyata, sangat kompleks dan tidak dapat diketahui secara pasti. Melalui pemodelan, mekanisme tersebut akan disederhanakan agar lebih mudah dipahami. Penyederhanaan, dalam rangka menghasilkan model spasial, terdiri dari dua proses utama. Proses yang pertama adalah konseptualisasi mekanisme dinamika penggunaan. Proses yang kedua adalah implementasi atau operasionalisasi model konseptual pada domain spasial Konseptualisasi mekanisme dinamika penggunaan akan menghasilkan apa yang disebut sebagai model konseptual. Model ini menggambarkan ide, gagasan atau pemikiran tentang mekanisme terjadinya dinamika penggunaan lahan. Umumnya, pendekatan yang digunakan sebagai dasar penyusunan model konseptual adalah teori atau hasil penelitian. Model yang disusun semata mendasarkan pada teori disebut sebagai model teoretis. Syarat utama penyusunan model teoretis adalah adanya teori yang mapan atau definitif mengenai fenomena atau objek yang dimodelkan. Teori definitif tentang mekanisme keruangan terjadinya dinamika penggunaan lahan belum ada (Aspinal, 2008; Aspinal dan Hill, 2008). Dinamika penggunaan lahan bukan semata proses alamiah yang dapat dijelaskan dengan menggunakan teori ilmu alam atau ilmu pasti. Dinamika penggunaan lahan adalah fenomena kompleks yang melibatkan aspek sosial, budaya, ekonomi dan juga kebijakan. Konseptualisasi dinamika penggunaan lahan memerlukan integrasi atau kombinasi (overarching) berbagai teori (Aspinal, 2008) Belum adanya teori definitif tentang mekanisme keruangan dinamika penggunaan lahan merupakan permasalahan sekaligus celah pengetahuan (gap of 4

5 knowledge) yang harus diisi melalui penelitian. Model konseptual dinamika penggunaan lahan tidak dapat disusun semata mendasarkan teori. Dinamika penggunaan lahan adalah fenomena yang bervariasi menurut ruang dan waktu. Teori yang sesuai diterapkan pada tempat dan waktu tertentu tidak dapat serta merta dideduksi untuk tempat lain. Pendekatan teoretis harus selalu dikombinasi dengan pendekatan empiris. Kajian secara empiris berlandasakan pada fakta tentang adanya perubahan penggunaan lahan. Melalui suatu analisis, yang umumnya dilakukan dengan teknik analisis statistik, dapat diketahui faktor yang berhubungan dengan perubahan penggunaan lahan. Hasil analisis dapat dikombinasikan dengan teori yang relevan untuk menyusun model konseptual dinamika penggunaan lahan. Model konseptual adalah tahap awal dalam penyusunan model spasial dinamika penggunaan lahan. Konsep tersebut harus dapat diimplementasikan dalam bentuk yang lebih nyata. Komponen model konseptual perlu dijabarkan menjadi komponen pemodelan spasial. Pemodelan spasial terdiri atas tiga komponen utama yaitu input pemodelan, algoritma pemodelan dan output pemodelan. Ciri yang membedakan model spasial dari model nonspasial adalah bagaimana dimensi keruangan direpresentasikan pada setiap komponen modelnya. Model spasial merepresentasikan dimensi keruangan secara jelas atau eksplisit, sehingga disebut disebut dengan istilah spatially explicit model. Input pemodelan disebut sebagai variabel pemodelan, yaitu representasi dari faktor-faktor yang mempunyai hubungan signifikan dengan terjadinya perubahan penggunaan lahan. Variabel dalam pemodelan spasial adalah data spasial atau disebut sebagai peta variabel. Peta tersebut diperoleh melalui proses yang disebut spasialiasi. Makna spasialisasi dalam hal ini kurang lebih sama dengan pemetaan. Peta variabel diperoleh melalui pemetaan atau spasialisasi terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan dinamika penggunaan lahan. Faktor-faktor tersebut dipetakan menggunakan entitas spasial tertentu. Entitas spasial dalam konteks pemetaan disebut sebagai unit pemetaan. 5

6 Spasialisasi data adalah proses penting dalam pemodelan spasial. Metode dan teknik spasialisasi seharusnya menjadi kajian fundamental dalam pemodelan spasial namun sering diabaikan. Setidaknya terdapat dua hal mengapa metode dan atau teknik spasialisasi sangat penting dalam pemodelan spasial dinamika penggunaan lahan. Pertama, faktor yang berhubungan dengan perubahan penggunaan lahan sangat beragam antara lain faktor fisik lahan, faktor sosialekonomi, faktor kebijakan pemerintah dan persepsi individu. Konsekunsesi dari beragamnya faktor tersebut adalah beragam pula jenis datanya. Kedua, faktorfaktor yang berhubungan dengan perubahan penggunaan lahan tidak selalu mempunyai dimensi keruangan yang jelas atau eksplisit. Faktor-faktor yang demikian disebut sebagai a multivariate pseudo spatial sphere of influence (Hill dan Aspinal, 2006). Data mengenai faktor-faktor tersebut tidak berada pada domain spasial. Konsekuensinya, diperlukan proses transformasi untuk mengubah domain data dari domain asli menjadi domain spasial. Algoritma secara harfiah berarti suatu prosedur untuk menyelesaikan suatu masalah atau prosedur untuk mencapai suatu tujuan. Prosedur tersebut berisi seperangkat aturan yang jelas (unambiguous rules) mengenai tahapan operasional yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan (Longley, 2005). Algoritma, dalam konteks pemodelan spasial, diperlukan untuk mengimplementasikan model konseptual menjadi model yang lebih kongkrit dan memiliki karakter keruangan eksplisit yaitu simulasi spasial (spatial simulation). Simulasi spasial adalah replika mekanisme keruangan atau proses terjadinya perubahan penggunaan lahan. Hasil konkret yang diperoleh dari simulasi spasial adalah data spasial atau peta prediksi perubahan penggunaan lahan. Peta tersebut memberikan gambaran tentang lokasi-lokasi yang diperkirakan mengalami perubahan penggunaan lahan. Data spasial atau peta prediksi perubahan penggunaan lahan memiliki manfaat penting dalam kegiatan perencanaan dan pengelolaan lingkungan (Wainwright and Mulligan, 2004; Aspinal and Hill, 2007). Kegiatan perencanaan, wilayah maupun kota (regional or urban planning), selalu membutuhkan beragam data masukan. Prediksi keruangan perubahan penggunaan lahan menjadi masukan 6

7 yang berharga dalam perencanaan karena dapat memberikan gambaran tentang konfigurasi penggunaan lahan di masa yang akan datang (Koomen and Stillwell, 2007). Peta prediksi perubahan penggunaan sangat dibutuhkan namun ketersediannya relatif terbatas. Pemodelan spasial dapat memberikan kontribusi yaitu mengisi atau menyediakan data tersebut (fill gaps in data availability). Uraian tentang dinamika penggunaan lahan dan hakikat model atau pemodelan, menunjukkan arti penting dan keterkaitan antar keduanya. Dinamika penggunaan lahan sangat penting dikaji karena berkaitan dengan beragam aspek mendasar dalam kehidupan manusia. Dinamika penggunaan lahan, di sisi lain, merupakan fenomena keruangan kompleks yang tidak mungkin dikaji secara langsung. Pemodelan spasial adalah salah satu metode yang tepat untuk mengkaji fenomena tersebut. Pemodelan spasial berfungsi sebagai alat bantu untuk memahami dan menjelaskan terjadinya dinamika penggunaan lahan. Hal ini sejalan dengan fungsi didactic dan heuristic dari model seperti yang dikemukakan oleh Sanders (2007). Pemodelan spasial dinamika penggunaan lahan mempunyai fungsi didactic dan heuristic. Fungsi didactic berarti memahami terjadinya dinamika penggunaan lahan. Fungsi heuristic berarti menjelaskan proses terjadinya dinamika penggunaan lahan. Berdasarkan pada dua fungsi model tersebut, hal penting dan mendasar dalam penelitian tentang pemodelan adalah cara atau proses penyusunan model. Hal-hal yang berkaitan dengan proses penyusunan model adalah fokus dari penelitian tentang pemodelan. Merujuk pada fungsi didactic dan heuristic dari model, penelitian tentang pemodelan dinamika penggunaan lahan pada hakikatnya dapat dilakukan dimanapun (any area). Fokus penelitian adalah pada cara menyusun model dalam rangka memahami dan menjelaskan proses terjadinya dinamika penggunaan lahan pada daerah yang dipilih. Cara penyusunan model berhubungan dengan pendekatan dan metode yang digunakan dalam menyusun model. Terdapat dua pendekatan utama dalam hal ini yaitu deduktif atau teoretis dan induktif atau empiris. Mengingat bahwa belum ada teori definitif tentang dinamika penggunaan 7

8 lahan, maka pendekatan teoretis harus selalu digabungkan dengan pendekatan empiris. Data adalah elemen fundamental dalam pemodelan empiris. Ketersediaan data, terutama data spasial multitemporal, menjadi hal penting yang harus dipertimbangkan dalam penelitian tentang pemodelan spasial. Konsekuensinya, pertimbangan tersebut juga harus digunakan dalam pemilihan atau penentuan daerah penelitian. Lokasi atau area yang datanya relatif lengkap menjadi prioritas untuk dijadikan sebagai daerah penelitian. Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan daerah penelitian adalah adanya fenomena perubahan penggunaan lahan yang cukup signifikan. Kota Yogyakarta adalah kota yang dikenal dengan beberapa sebutan atau predikat. Sebutan tersebut antara lain kota perjuangan, kota kebudayaan, kota wisata dan kota pelajar. Kota pelajar adalah predikat yang paling dikenal oleh masyarakat. Sebutan sebagai kota pelajar berkaitan dengan sejarah dan perannya dalam dunia pendidikan. Kondisi tersebut didukung oleh tersedianya tempat pendidikan dari berbagai jenjang. Khusus pada jenjang perguruan tinggi, jumlah maupun ragam tempat pendidikan yang tersedia sangat memadai. Berdasar data dari Dinas Pendidikan dan Olah Raga Daerah Istimewa Yogyakarta, terdapat kurang lebih 144 perguruan tinggi di Kota Yogyakarta dan sekitarnya. Keberadaan fasilitas pendidikan tersebut menjadi faktor yang menarik minat orang untuk datang ke Yogakarta. Berbagai predikat yang melekat pada Kota Yogyakarta menjadikannya sebagai daerah dengan karakteristik yang khas yang berbeda dengan daerah lainnya. Kondisi tersebut secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi dinamika perkembangan Kota Yogyakarta dan daerah sekitarnya. Kota Yogyakarta berkembang menjadi pusat kegiatan bisnis, terutama di sektor pendidikan dan sektor yang terkait, yang dinamis bagi daerah di sekitarnya. Perkembangan kota ke daerah di sekitarnya merupakan konsekuensi logis akibat meningkatnya kegiatan perekonomian dan terbatasnya lahan yang tersedia. 8

9 Perubahan penggunaan lahan di daerah sekitar kota adalah dampak yang tidak dapat dihindari. Fakta perkembangan daerah pinggiran Kota Yogyakarta dapat dirunut berdasarkan data dari BPS seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Selama kurun waktu 25 tahun ( ) di daerah pinggiran Kota Yogyakarta terjadi perubahan penggunaan lahan yang cukup signifikan. Persentase lahan pertanian yang berubah menjadi lahan nonpertanian berkisar antara 17,5% sampai dengan 27 %. Persentase perubahan lahan pertanian terbesar terdapat di Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul yaitu 27 %. Persentase perubahan lahan pertanian terkecil yaitu 17,5% terdapat di dua kecamatan yaitu Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman dan Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul. Persentase perubahan lahan pertanian tersebut mengindikasikan adanya dinamika penggunaan lahan yang cukup tinggi di daerah penelitian. Tabel 1.1. Luas Lahan Pertanian di Daerah Pinggiran Kota Yogyakarta Th Tahun Kabupaten Sleman (ha) Kabupaten Bantul (ha) Gamping Mlati Depok Banguntapan Sewon Kasihan Sumber : Sleman dalam Angka ( ) dan Bantul dalam Angka ( ) Karakteristik Kota Yogyakarta dan daerah sekitarnya, serta hakikat penelitian tentang pemodelan dinamika penggunaan lahan, merupakan pertimbangan yang digunakan sebagai dasar pemilihan daerah penelitian. Lokasi penelitian adalah Kota dan daerah pinggiran Kota Yogyakarta. Secara administratif, daerah penelitian meliputi seluruh wilayah Kota Yogyakart, sebagian wilayah Kabupaten Sleman dan sebagian wilayah Kabupaten Bantul. Daerah penelitian yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Bantul meliputi tiga kecamatan yaitu Kecamatan Banguntapan, Kecamatan Sewon dan Kecamatan Kasihan. Daerah penelitian yang termasuk dalam wilayah Kabupaten Sleman 9

10 meliputi tiga kecamatan yaitu Kecamatan Depok, Kecamatan Mlati dan Kecamatan Gamping. Daerah penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.2. Gambar 1.2. Lokasi Daerah Kajian secara keruangan mengenai perubahan penggunaan lahan di Kota Yogyakarta dan daerah pinggirannya dapat dilakukan melalui analisis peta dan atau data penginderaan jauh multitemporal. Peta penggunaan lahan multitemporal adalah data yang ideal untuk keperluan tersebut. Permasalahannya, peta penggunaan lahan multitemporal tidak selalu tersedia. Ketersediaan data penginderaan jauh multitemporal, di sisi lain, jauh lebih baik dibandingkan peta. Perkembangan teknologi penginderaan jauh saat ini juga mendukung ketersedian data spasial pada berbagai tingkat kerincian (resolusi spasial). Kelebihan tersebut 10

11 menyebabkan data penginderaan jauh semakin banyak digunakan sebagai basis dalam berbagai kajian fenomena secara keruangan. Data penginderaan jauh sangat sesuai digunakan sebagai basis pemodelan spasial dinamika penggunaan lahan Perumusan Masalah dan Pertanyaan Uraian tentang latar belakang penelitian menyiratkan beberapa masalah berkaitan dengan dinamika penggunaan lahan dan cara mengkajinya melalui pemodelan. Permasalahan yang dimaksud dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Teori yang menjelaskan penyebab terjadinya dinamika penggunaan lahan belum bersifat definitif. Dinamika penggunaan lahan adalah fenomena keruangan kompleks. Faktor penyebabnya sangat beragam dan hampir sulit diidentifikasi secara pasti. Kompleksitas dari faktor tersebut semakin bertambah karena intensitas atau peran dari setiap faktor juga bervariasi menurut ruang dan waktu. Identifikasi faktor penyebab dinamika penggunaan lahan tidak dapat dilakukan semata-mata secara deduktif berlandasakan teori atau hasil penelitian terdahulu. Metode deduktif harus selalu dikombinasikan dengan metode induktif yang berlandasakan pada analisis terhadap fakta empiris. Dimensi keruangan merupakan aspek penting yang harus dipertimbangkan dalam analisis, karena dinamika penggunaan lahan adalah fenomena keruangan. Sebagai konsekuensinya, faktor-faktor penyebab terjadinya dinamika penggunaan lahan di daerah penelitian perlu dikaji secara empiris melalui analisis secara keruangan (analisis spasial). Kajian perlu dilakukan dengan mempertimbangkan aspek penting dalam analisis spasial yaitu pengaruh skala terhadap hasil analisis. Permasalahan ini dikenal dengan sebutan MAUP (Modifiable Area Unit Problem) 2. Belum ada teori spesifik yang menjelaskan tentang mekanisme keruangan terjadinya dinamika penggunaan lahan. Dinamika penggunaan lahan merupakan hasil interaksi keruangan kompleks dari berbagai faktor. Mekanisme interaksi yaitu kapan dan bagaimana cara 11

12 berinteraksinya faktor-faktor tersebut tidak atau belum diketahui secara pasti. Konsep tentang mekanisme dinamika penggunaan lahan perlu dirumuskan dalam suatu model konseptual. terdahulu belum ada yang merumuskan dengan jelas mekanisme keruangan terjadinya dinamika penggunaan lahan. 3. Model konseptual adalah model yang berada pada domain konsep atau gagasan. Konsep tentang dinamika penggunaan lahan perlu dikonversi menjadi model dengan domain yang sesuai. Dinamika penggunaan lahan adalah fenomena keruangan. Domain pemodelan yang sesuai untuk fenomena keruangan adalah domain spasial. Model yang dihasilkan disebut sebagai model spasial. Konversi model konseptual menjadi model spasial, memunculkan masalah transformasi domain. Transformasi dari domain konsep atau nonspasial menjadi domain spasial pada hakikatnya adalah spasialisasi data. Spasialisasi data memerlukan metode dan teknik. Metode dan teknik spasialisasi data adalah bagian penting dalam penyusunan model spasial namun belum banyak dikaji. 4. Model spasial dinamika penggunaan lahan perlu diimplementasikan dalam bentuk yang lebih konkret. Simulasi spasial atau simulasi keruangan adalah salah satu bentuk konkret dari model spasial dinamika penggunaan lahan. Mekanisme perubahan penggunaan lahan perlu dimodelkan dalam suatu bentuk simulasi, sehingga diperoleh prediksi perubahan penggunaan lahan dalam bentuk peta atau data spasial. Data spasial ini selanjutnya dapat digunakan sebagai masukan dalam berbagai kegiatan perencanaan. Permasalahan terkait dengan implementasi model, dalam bentuk simulasi spasial, adalah perlunya algoritma yang tepat atau sesuai. Algoritma yang diperlukan adalah yang dapat mereplika mekanisme keruangan dinamika penggunaan lahan, mengacu pada model konseptual dan model spasial yang telah disusun. Algoritma simulasi keruangan yang dapat memenuhi kriteria tersebut perlu dikaji. 12

13 ini pada hakikatnya adalah proses untuk menemukan solusi atas permasalahan yang telah dirumuskan. Penemuan solusi atau jawaban akan diperoleh dengan mengajukan sejumlah pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apa saja yang secara secara keruangan memiliki hubungan signifikan dengan perubahan penggunaan lahan di daerah penelitian dan bagaimana cara mengkajinya? 2. Teori atau konsep apa yang relevan dengan hasil kajian empiris tentang determinan perubahan penggunaan lahan di daerah penelitian? Bagaimana mekanisme perubahan penggunaan lahan dikonseptualisasikan, ke dalam suatu model, berdasarkan kombinasi teori dan hasil kajian empiris? 3. Metode dan atau teknik apa yang dapat digunakan untuk melakukan spasialisasi data dalam rangka mengubah model konseptual menjadi model spasial? 4. Bagaimana mengimplementasikan model konseptual ke dalam domain pemodelan spasial eksplisit? 1.3. Tujuan 1. Mengkaji faktor-faktor yang mempunyai hubungan signifikan dengan perubahan penggunaan lahan di daerah penelitian 2. Merumuskan model konseptual sebagai kerangka teoretis penyusunan model spasial dinamika penggunaan lahan 3. Mengkaji metode dan teknik spasialisasi data untuk untuk mengkonversi model konseptual menjadi model spasial dinamika penggunaan lahan. 4. Mengaplikasikan model spasial dalam suatu bentuk simulasi keruangan (spatial simulation) dinamika penggunaan lahan. 13

14 1.4. Manfaat Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu baik pada tataran teoretis maupun praktis. Manfaat pada tataran teoretis dalam rangka pengembangan ilmu Geografi pada umumnya dan secara khusus di bidang Kartografi adalah: 1. Mengembangkan teori, metode dan teknik untuk mengkaji dinamika penggunaan lahan secara keruangan. Penggunaan lahan dan dinamikanya adalah bagian dari objek kajian ilmu geografi. ini dapat mempertegas arti dan makna pemodelan spasial sebagai salah satu metodologi penelitian dalam ilmu geografi. Pemodelan spasial bukan sekedar teknik atau metode tetapi merupakan metodologi penelitian. Suatu metodologi harus mempunyai landasan konseptual atau teoretis yang jelas. Pemodelan spasial adalah metodologi penelitian yang berakar pada paradigma ilmu keruangan (spatial science). Setiap fenomena, yang menjadi objek kajian ilmu Geografi, mempunyai tiga dimensi yaitu tematik, spasial dan temporal. Pemodelan disebut sebagai pemodelan spasial jika dimensi ruang direpresentasikan secara jelas dan menjadi bagian penting dalam analisis. 2. Mengembangkan metode pemetaan berbasis pemodelan (modeling based mapping) sebagai bagian dari kajian Kartografi Analitik (Analytical Cartography). Peta dapat dihasilkan melalui bermacam proses, salah satunya adalah penggabungan atau sintesis dari beberapa peta yang telah ada. Model statistik regresi, regresi logistik biner (binary logistic regression) dan algoritma kecerdasan buatan (artificial intelligent) yaitu cellular automata, yang digunakan untuk menyusun peta prediksi perubahan penggunaan lahan dalam penelitian ini, adalah bentuk pengembangan metode dan teknik sintesis peta. Manfaat praktis yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah: 1. Model yang dihasilkan dalam penelitian ini, baik model konseptual maupun model spasial yang berupa peta dan simulasi spasial, dapat digunakan sebagai 14

15 alat bantu (tools) untuk memahami dan menjelaskan faktor-faktor dan mekanisme yang menyebabkan terjadinya dinamika penggunaan lahan. 2. Hasil pemodelan spasial yang berupa peta prediksi perubahan penggunaan lahan dapat memberikan gambaran secara keruangan eksplisit (spatially explicit) tentang kemungkinan terjadinya perubahan penggunaan lahan di daerah penelitian di masa yang akan datang. Pemerintah melalui instansi yang kompeten dengan perencanan pembangunan dapat memanfaatkan peta prediksi perubahan penggunaan lahan sebagai masukan dalam proses perencanaan. Lokasi-lokasi yang diprediksikan mengalami perubahan, namun dipandang berpotensi menimbulkan permasalahan dikemudian hari, dapat diidentifikasi lebih awal Keaslian tentang penggunaan lahan, dinamika penggunaan lahan dan pemodelan spasial telah dilakukan oleh sejumlah peneliti. Uraian berikut ini menjelaskan tentang penelitian-penelitian tersebut untuk menentukan keaslian penelitian ini. 1) Anwar (2002) meneliti dinamika perubahan penggunaan lahan melalui suatu simulasi keruangan (spatial simulation). dilakukan di sebagian daerah Nong Chok, sub urban Kota Bangkok, Thailand. Luas daerah penelitian kurang lebih 10 km 2. Fokus penelitian adalah simulasi perubahan penggunaan lahan sawah (paddy field) menjadi tambak atau kolam ikan air tawar (fish pond). Periode perubahan yang dikaji adalah 19 tahun ( ). Sumber data yang digunakan adalah foto udara Tahun 1981, 1990, 1995 dan Skala foto udara tersebut bervariasi yaitu skala 1: , 1: dan yang terbesar 1: Penggunaan lahan di daerah penelitian dibedakan menjadi 5 kelas yaitu : paddy field, fish pond, resident and orchard dan waterbody. Validasi hasil pemodelan dilakukan menggunakan sejumlah indeks pola bentanglahan (landscape pattern indices). Indeks yang digunakan 15

16 adalah : luas, patch density, edge density, mean patch size dan mean nearest neighborhood. a. Daerah penelitian relatif kecil, tidak ada variasi bentanglahan b. Pemilihan variabel pemodelan hanya berdasarkan studi pustaka, tidak ada kajian (uji statistik) hubungan antara perubahan dengan variabel c. Variabel demografi dan sosial ekonomi lebih dominan 2) Singh (2003) dengan judul penelitian Modelling Land Use and Land cover Changes Using Cellular Automata in Geo-Spatial Environment. berlokasi di Kota Simla, Himarachal Pradesh India. Tujuan penelitan adalah menyusun model cellular automata untuk memprediksikan perubahan penutup dan penggunaan lahan. Fokus penelitian adalah pemodelan perubahan penggunaan lahan dari pertanian ke nonpertanian. Model yang digunakan adalah cellular automata yang diintegrasikan dengan SIG. Sumber data yang digunakan adalah citra Landsat tahun 1987 dan citra IRS (Indian Remote Sensing) 1 D tahun Citra tersebut digunakan untuk membuat peta penggunaan lahan tahun 1987 dan Interpretasi citra dilakukan secara visual. Penggunaan lahan di daerah penelitian dibedakan menjadi empat kategori (kelas) yaitu permukiman, pertanian, lahan kosong (termasuk padang rumput), semak belukar dan hutan. Cellular automa digunakan untuk mengetahui dinamika perubahan lahan permukiman dan pertanian dengan mengintegrasikan faktor fisik dan sosial-ekonomi ke dalam model. Faktor yang digunakan sebagai input pemodelan terdiri dari delapan faktor yang dikelompokkan menjadi dua kategori. Kategori pertama disebut faktor fisik, yang terdiri dari curah hujan, lereng, aspect dan ketinggian. Kategori kedua disebut faktor kedekatan (proximity), yang terdiri dari jarak terhadap jalan, jarak terhadap kota, jarak terhadap pusat wisata dan jarak terhadap industri. Setiap faktor diberi bobot, yaitu bobot kesesuaian untuk pertanian dan bobot kesesuaian untuk permukiman. Penentuan bobot berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber yang dianggap kompeten. 16

17 a. Kategori perubahan penggunaan lahan yang dimodelkan terdiri dari dua kategori yaitu perubahan menjadi lahan pertanian dan perubahan menjadi permukiman b. Simulasi dan prediksi perubahan penggunaan lahan didasarkan pada dua faktor yaitu kesesuaian (suitability) dan ketetanggan (neighborhood). Faktor kesesuaian diperoleh dengan menggabungkan bobot dan skor delapan faktor. Metode penggabungan yang digunakan adalah penjumlahan 3) Aguayo et al (2007) dengan judul penelitian Revealing the Driving Forces of Mid-Cities Urban Growth Patterns Using Spatial Modeling: A Case Study of Los Ángeles, Chile. dilakukan menggunakan pemodelan spasial berbasis sistem informasi geografis (SIG). Tujuan dari penelitian ini adalah mengkuantifikasikan hubungan antara perkembangan kota dengan sejumlah faktor yang diduga sebagai pemicu (driving force) dan memprediksikan pola perkembangan kota. Faktor-faktor yang diduga sebagai pemicu perubahan dipilih secara a priori menggunakan hipotesis yang disusun berdasarkan pengetahuan lokal mengenai proses urbanisasi di kota tersebut. Faktor-faktor yang telah dipilih selanjutnya digunakan sebagai variabel dalam pemodelan. Variabel tersebut dibedakan menjadi tiga kategori yaitu: variabel jarak, variabel ketetanggaan dan variabel lingkungan. Variabel jarak terdiri dari: jarak terhadap jalan, jarak terhadap batas kota, jarak terhadap pusat kota, jarak terhadap fasilitas umum dan jarak terhadap sungai. Variabel ketetanggan terdiri dari: kepadatan jaringan jalan, kepadatan daerah perkotaan, kepadatan industri dan kepadatan fasilitas. Variabel lingkungan terdiri dari : elevasi, lereng dan jenis tanah. Model yang digunakan adalah regresi logistik biner (binary logistic regression) dengan dua kategori variabel respon yaitu growth dan nongrowth. a. Model yang digunakan untuk prediksi perubahan penggunaan lahan bersifat statis. Hasil pemodelan tidak mencantumkan secara eksplisit kapan (periode waktu) perubahan penggunaan yang 17

18 dipredisikan akan terjadi. Hasil pemodelan hanya berupa probabilitas terjadinya perubahan penggunaan lahan pada setiap lokasi di daerah penelitian. b. Variabel yang digunakan dalam pemodelan lebih dominan faktor fisik. Variabel nonfisik direpresentasikan menggunakan fungsi jarak dan kepadatan, sehingga lebih bersifat fisik. 4) Braimoh dan Onisi (2007) dengan judul penelitian Spatial Determinants of Urban Land Use Change in Lagos, Nigeria. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji faktor determinan perubahan penggunaan lahan permukiman dan industri. Faktor determinan selanjutnya digunakan untuk menyusun peta probabilitas perubahan penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan berlaku sebagai variabel terpengaruh atau terikat. Sejumlah faktor atau kondisi yang diduga berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan berlaku sebagai variabel pengaruh atau variabel bebas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap perubahan penggunaan adalah aksesibilitas, dampak interaksi keruangan dan faktor kebijakan. a. difokuskan pada perubahan penggunaan lahan permukiman dan industri dan faktor yang mempengaruhinya b. Perubahan penggunaan lahan diprediksikan menggunakan model regresi logistik. Prediksi diwujudkan dalam bentuk peta probabilitas perubahan penggunaan lahan 5) Susilo (2008) dengan judul penelitian Model SIG-Binary Logistic Regression untuk Prediksi Perubahan Penggunaan Lahan di Daerah Pinggiran Kota Yogyakarta. bertujuan untuk menyusun pediksi perubahan penggunaan lahan secara spasial dengan mengintegrasikan model statistik dengan SIG. Probabilitas perubahan penggunaan lahan dihitung berdasarkan sejumlah variabel prediktor menggunakan model regresi logistik biner. Variabel potensial diidentifikasi berdasarkan studi literatur dan dipilih menggunakan analisis statistik Man Whitney dan Spearman. Model regresi logistik biner yang dihasilkan diintegrasikan dengan SIG untuk menghasilkan 18

19 peta probabilitas perubahan. Peta prediksi perubahan dihasilkan dengan mengkonversi probabilitas perubahan menjadi kategori perubahan menggunakan treshold atau cut value tertentu. Pemilihan treshold didasarkan pada analisis ROC (Relatif Operating Characterictic) antara prediksi dengan kondisi aktual. Analisis ROC dikombinasikan dengan perhitungan koefisien statistik Kappa. 6) Almeida et al (2008) dengan penelitian berjudul Using Neural Networks and Cellular Automata for Modelling Intra-Urban Land-Use Dynamics. Tujuan penelitian adalah menyusun simulasi keruangan dinamika penggunaan lahan menggunakan integrasi neural network dan cellular automata. berlokasi di Kota Piracicaba, sebelah barat Sao Paulo, Brazil. Sumberdata yang digunakan adalah citra Landsat 5 TM tahun 1985 dan Neural network digunakan untuk memproses sejumlah variabel guna menghasilkan peta probabilitas transisi. Peta probabilitas transisi tersebut selanjutnya dipakai sebagai input dalam simulasi perubahan penggunaan lahan menggunakan cellular automata. Simulasi menghasilkan peta penggunaan lahan tahun Peta hasil simulasi di validasi menggunakan peta penggunaan lahan aktual tahun Hasil validasi menunjukkan peta hasil simulasi mempunyai ketelitian rata-rata 84,5%. 7) Arsanjani et al (2013) dengan judul penelitian Integration of Logistic Regression, Markov Chain and Cellular Automata Models to Simulate Urban Expansion. Tujuan penelitian ini adalah menyusun simulasi keruangan dan memprediksikan perkembangan Kota Tehran tahun 2016 dan tahun Sumber data yang digunakan adalah citra Landsat tahun 1986, 1996 dan Metode yang digunakan adalah integrasi antara regresi logistik, Markov chain dan cellular automata. Perubahan penggunaan lahan tahun digunakan sebagai dasar untuk menyusun simulasi perubahan tahun Peta penggunaan lahan tahun 2006 hasil simulasi di uji akurasi atau ketelitiannya menggunakan peta penggunaan lahan aktual tahun Ketelitian atau kesamaan antara peta hasil simulasi dengan peta 19

20 aktual adalah 89 %. Berdasarkan ketelitian tersebut, simulasi digunakan untuk memprediksi perkembangan Kota Tehran tahun 2016 dan tahun ) Boundeth et al (2013), dengan judul penelitian Land Use Change and Its Determinant Factors in Northern Laos: Spatial and Socio-economic Analysis. ini bertujuan untuk mengkaji pola perubahan pengguaan lahan dan faktor yang mempengaruhinya atau faktor determinan. berlokasi di HouayXai District, Bokeo Province, Laos. Perubahan penggunaan lahan di daerah penelitian dipetakan menggunakan sumber data berupa citra Landsat 5-TM tahun 2001, 2004, 2007 dan Hasil pemetaan menunjukkan perubahan penggunaan lahan yang dominan adalah hutan menjadi perkebunan. Analisis statistik dengan teknik regresi logistik digunakan untuk mengidentifikasi faktor mempengaruhi perubahan penggunaan lahan tersebut. Unit yang digunakan dalam analisis adalah responden yaitu petani yang berjumlah 75 orang. Lokasi dari responden dicatat koordinatnya dengan bantuan GPS. Seluruh penelitian terdahulu yang dikaji dalam rangka menentukan keaslian penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 2.1. Berdasarkan tabel tersebut dan penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat dibuat kesimpulan tentang persamaan dan perbedaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian ini. ini memiliki beberapa persamaan sekaligus perbedaan dengan peneliti terdahulu. Persamaan utamanya adalah tema kajian yaitu tentang pemodelan spasial dinamika penggunaan lahan. Persamaan yang lain bersifat minor atau parsial, karena hanya bagian tertentu yang sama tetapi tidak ada yang sepenuhnya sama. Persamaan yang dimaksud antara lain teknik analisis statistik, teknik simulasi spasial dan teknik validasi hasil simulasi. Perbedaan dengan peneliti terdahulu ada yang bersifat minor dan ada yang bersifat mayor atau mendasar. Perbedaan minor antara lain daerah penelitian, waktu penelitian, sumberdata dan variabel pemodelan. Perbedaan yang bersifat mendasar, dan paling penting dinyatakan dalam rangka menunjukkan keaslian penelitian ini adalah: 20

21 a) Peneliti terdahulu tidak membuat rumusan model konseptual dinamika penggunaan lahan. Model konseptual adalah representasi dari konsep dan teori yang diacu oleh peneliti dan digunakan sebagai kerangka teoretis dalam penyusunan model. Teori tentang aspek fundamental dan mekanisme keruangan dibalik terjadinya dinamika penggunaan lahan tidak dikaji dan dirumuskan secara eksplisit oleh peneliti terdahulu. ini secara eksplisit merumuskan model konseptual, dan menggunakannya sebagai kerangka teoretis untuk menyusun model spasial dinamika penggunaan lahan. Model konseptual, dalam penelitian ini, dirumuskan berdasarkan telaah teoretis yang dikombinasikan dengan kajian empiris. b) Peneliti terdahulu tidak mengkaji masalah transformasi domain spasial. Model spasial pada hakikatnya adalah hasil transformasi dari domain konsep (model konseptual) ke domain spasial eksplisit (model spasial eksplisit). Elemen model konseptual harus ditransformasi menjadi elemen model spasial eksplisit yaitu peta atau data spasial. Transformasi domain spasial, secara sederhana dapat dimaknai sebagai pendekatan, metode dan teknik untuk mengubah konsep menjadi peta. Istilah lain yang maknanya sama atau hampir sama adalah spasialisasi data. Transformasi domain atau spasialisasi data adalah aspek penting dan bersifat mendasar dalam pemodelan spasial, yang menjadi bagian kajian dalam penelitian ini, dan tidak dikaji oleh peneliti terdahulu. 21

22 Tabel 1.2. Telaah Sebelumnya No Peneliti Judul Tujuan Lokasi Metode Hasil 1 Morshed Anwar (2002) Land Use Change Dynamics: A Dynamic Spatial Simulation 1. Mengkaji faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan Nong Chok, Suburban Area of Bangkok. Thailand Sumber Data: Foto udara skala 1: , 1: dan 1: Simulasi perubahan penggunaan lahan tahun Melakukan simulasi perubahan penggunaan lahan Data sekunder Model: Simulasi spasial dengan Cellular Automata 2. Deskripsi tentang akurasi hasil simulasi perubahan penggunaan lahan, yaitu 69% Variabel pemodelan Variabel demografi dan sosial ekonomi 2 Anujh Kumar Singh (2003) Modelling Land Use and Land cover Changes Using Cellular Automata in Geo- Spatial Environment Memprediksi perubahan penutup dan penggunaan lahan menggunakan model cellular automata Kota Simla, Himarachal Pradesh, India Sumber Data: Citra Landsat 1987, citra IRS 1999, data sekunder Model: Simulasi spasial dengan Cellular Automata Peta prediksi perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi non pertanian tahun 1999 dan 2011 Variabel pemodelan Variabel fisik: curah hujan, lereng, aspect dan ketinggian Variabel kedekatan: jarakjalan, jarak-kota, jarakwisata dan jarak - lokasi industri. 22

23 No Peneliti Judul Tujuan Lokasi Metode Hasil 3 Mauricio I. Aguayo, Thorsten Wiegand, Gerardo D. Azócar, Kerstin Wiegand and Claudia E. Vega (2007) Revealing the Driving Forces of Mid-Cities Urban Growth Patterns Using Spatial Modeling 1. Mengkaji faktor pemicu (driving force) perkembangan kota 2. Memprediksi perkembangan kota Kota Los Angeles, Chile. Sumber Data: Foto udara tahun 1972, 1992 dan Skala tidak dicatumkan Model: Regresi Logistik Biner Variabel model: Variabel jarak, variabel ketetanggaan dan variabel lingkungan. 1. Faktor pemicu perkembangan kota yaiu aksesibilitas. Variabel prediktor yang paling signifikan adalah: jarak terhadap jalan lokal, kepadatan jaringan jalan dan jenis tanah 2. Prediksi perkembangan kota antara tahun Ketelitian prediksi 90% 4 Ademola K. Braimoh and Takashi Onishi (2007) Spatial Determinants of Urban Land Use Change in Lagos, Nigeria Mengaji faktor determinan perubahan penggunaan lahan, khususnya perubahan penggunaan lahan permukiman dan industri Lagos City-State Nigeria Sumber Data: Citra Landsat TM tahun 1984 dan tahun 2000 Model: Regresi Logistik Biner Variabel model: Kondisi topografi ; elevasi dan lereng Variabel aksesibilitas Variabel kebijakan: ketersediaan air bersih, perlindungan hutan 1. Peta perubahan penggunaan lahan permukiman dan industri 2. Peta probabilitas perubahan penggunaaan lahan berdasarkan model regresi logistik 5 Bowo Susilo (2008) Model SIG-Binary Logistic Regression untuk Prediksi 1. Memetakan perubahan penggunaan lahan 2. Menyusun pediksi perubahan Pinggiran Kota Yogyakarta Sumber Data: Foto Udara tahun 1981 dan tahun Model Statistik Perubahan Penggunaan Lahan 2. Peta Probabilitas 23

24 No Peneliti Judul Tujuan Lokasi Metode Hasil Perubahan Penggunaan Lahan penggunaan lahan secara spasial dengan mengintegrasikan model statistik dengan SIG Peta RBI skala 1: Edisi Tahun 2000 Model Spasial Regresi Logistik Biner Perubahan Penggunaan Lahan Variabel : Kondisi fisik lahan yaitu lereng dan aksesibilitas 6 C. M. Almeida., J. M. Gleriani, E. F. Castejon, and B. S. Soares Filho (2008) Using Neural Networks and Cellular Automata For Modelling Intra-Urban Land- Use Dynamics 1. Memetakan perubahan penggunaan lahan 2. Menyusun simulasi keruangan dinamika penggunaan lahan menggunakan neural network dan cellular automata Kota Piracicaba, Barat Sao Paulo Brazil Sumber Data: Citra Landsat 5-TM tahun 1985 dan 1999 Model Simulasi spasial dengan neural network, Markov dan Cellular Automata 1. Peta perubahan penggunaan lahan Simulasi perubahan penggunaan lahan tahun Ketelitian hasil simulasi 85,5% Variabel : Variabel biofisik dan infrastruktur 7 Jamal Jokar Arsanjani;Marco Helbichb, Wolfgang Kainza dan Ali Darvishi Boloorani (2013) Integration of Logistic Regression, Markov Chain and Cellular Automata Models to Simulate Urban Expansion 1. Menyusun simulasi keruangan perkembangan Kota Tehran 2. Menyusun prediksi perkembangan Kota Tehran tahun 2016 dan 2026 Kota Tehran, Iran Sumber Data: Citra Landsat tahun 1986, 1996, 2006 Model Integrasi Logistik Biner Markov Chain dan Cellular Automata 1. Simulasi Perkembangan Kota Tehran, Iran periode dan Prediksi Perkembangan Kota Tehran. Ketelitian hasil prediksi 89% 24

25 No Peneliti Judul Tujuan Lokasi Metode Hasil 8 Southavilay Boundeth, Teruaki Nanseki, Shigeyoshi Takeuchi and Tetsuo Satho (2013) Land Use Change and Its Determinant Factors in Northern Laos: Spatial and Socio-economic Analysis 1. Mengkaji pola dan perubahan penggunaan lahan 2. Mengkaji faktor yang menentukan perubahan penggunaan lahan (determinant factors) HouayXai District, Bokeo Province, Laos. Sumber Data: Citra Landsat 5-TM tahun 2001, 2004, 2007 dan 2010 Model Regresi Logistik Variabel : Luas lahan pertanian dan variabel demografi (jumlah anggota rumah tangga, tingkat pendidikan) 1. Peta perubahan penggunaan lahan Perubahan penggunaan lahan yang dominan adalah hutan menjadi perkebunan karet 2. Faktor yang menentukan perubahan penggunaan lahan 9 Bowo Susilo Pemodelan Spasial Dinamika Penggunaan Lahan di Daerah Perkotaan Yogyakarta 1. Mengkaji faktor determinan perubahan penggunaan lahan 2. Merumuskan model konseptual sebagai kerangka teoretis penyusunan model spasial dinamika penggunaan lahan 3. Mengkaji metode dan teknik spasialisasi data untuk mengkonversi model konseptual menjadi model spasial. 4. Mengaplikasikan model spasial dalam bentuk simulasi keruangan Daerah Perkotaan Yogyakarta (Kota dan Pinggiran Kota Yogyakarta) Sumber Data Peta Rupabumi Indonesia skala 1: Foto Udara skala 1: tahun 2000, Citra QuickBird tahun 2007, 2014 Model Model Konseptual: teoretis dan empiris Model Spasial: transformasi domain konsep ke domain spasial Simulasi Spasial 1. Faktor Determinan Perubahan Penggunaan Lahan 2. Model Konseptual Dinamika Penggunaan Lahan 3. Model Spasial Dinamika Penggunaan Lahan : 4. Simulasi Keruangan Dinamika Penggunaan Lahan dan Peta Prediksi Perubahan Penggunaan Lahan 25

INTEGRASI MODEL SPASIAL CELLULAR AUTOMATA

INTEGRASI MODEL SPASIAL CELLULAR AUTOMATA INTEGRASI MODEL SPASIAL CELLULAR AUTOMATA DAN REGRESI LOGISTIK BINER UNTUK PEMODELAN DINAMIKA PERKEMBANGAN LAHAN TERBANGUN ( Studi Kasus Kota Salatiga) Muhammad Sufwandika Wijaya sufwandika.geo@gmail.com

Lebih terperinci

MODEL SIG-BINARY LOGISTIC REGRESSION UNTUK PREDIKSI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN (STUDI KASUS DI DAERAH PINGGIRAN KOTA YOGYAKARTA) TESIS

MODEL SIG-BINARY LOGISTIC REGRESSION UNTUK PREDIKSI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN (STUDI KASUS DI DAERAH PINGGIRAN KOTA YOGYAKARTA) TESIS MODEL SIG-BINARY LOGISTIC REGRESSION UNTUK PREDIKSI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN (STUDI KASUS DI DAERAH PINGGIRAN KOTA YOGYAKARTA) TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan lahan merupakan hasil kegiatan manusia baik yang berlangsung secara siklus atau permanen pada sumberdaya lahan alami maupun buatan guna terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

ANALISIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STATISTIK LOGISTIK BINER DALAM UPAYA PENGENDALIAN EKSPANSI LAHAN TERBANGUN KOTA YOGYAKARTA

ANALISIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STATISTIK LOGISTIK BINER DALAM UPAYA PENGENDALIAN EKSPANSI LAHAN TERBANGUN KOTA YOGYAKARTA ANALISIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STATISTIK LOGISTIK BINER DALAM UPAYA PENGENDALIAN EKSPANSI LAHAN TERBANGUN KOTA YOGYAKARTA Robiatul Udkhiyah 1), Gerry Kristian 2), Chaidir Arsyan Adlan 3) 1,2,3) Program

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PEMODELAN

BAB IV ANALISIS HASIL PEMODELAN BAB IV ANALISIS HASIL PEMODELAN BAB IV ANALISIS HASIL PEMODELAN Perubahan penggunaan lahan di daerah pinggiran Kota Yogyakarta dalam penelitian ini dikaji menggunakan integrasi SIG dan binary logistic

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian dan Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian dan Perumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian dan Perumusan Masalah Dinamika perubahan penggunaan lahan merupakan obyek kajian yang penting dan selalu menarik untuk diteliti karena

Lebih terperinci

PEMODELAN SPASIAL PERKEMBANGAN FISIK KOTA YOGYAKARTA MENGGUNAKAN CELLULAR AUTOMATA DAN MULTI LAYER PERCEPTRON NEURAL NETWORK

PEMODELAN SPASIAL PERKEMBANGAN FISIK KOTA YOGYAKARTA MENGGUNAKAN CELLULAR AUTOMATA DAN MULTI LAYER PERCEPTRON NEURAL NETWORK PEMODELAN SPASIAL PERKEMBANGAN FISIK KOTA YOGYAKARTA MENGGUNAKAN CELLULAR AUTOMATA DAN MULTI LAYER PERCEPTRON NEURAL NETWORK Nuril Umam nurilgeo@gmail.com Bowo Susilo bowos@gmail.com Abstrak Perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Perkembangan fisik kota merupakan konsekuensi dari peningkatan jumlah

BAB I PENGANTAR. Perkembangan fisik kota merupakan konsekuensi dari peningkatan jumlah 1 BAB I PENGANTAR I.1 Latar Belakang Perkembangan fisik kota merupakan konsekuensi dari peningkatan jumlah penduduk dan segala aktivitasnya di suatu wilayah kota. Peningkatan jumlah penduduk tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan penutup lahan adalah suatu fenomena yang sangat kompleks berdasarkan pada, pertama karena hubungan yang kompleks, interaksi antara kelas penutup lahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan akan lahan semakin meningkat. Interaksi antara manusia yang selalu bertambah jumlahnya dengan lingkungannya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan Definisi lahan menurut Sitorus (2004) merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk

Lebih terperinci

Komparasi Akurasi Model Cellular Automata untuk Simulasi Perkembangan Lahan Terbangun dari Berbagai Variasi Matriks Probabilitas Transisi

Komparasi Akurasi Model Cellular Automata untuk Simulasi Perkembangan Lahan Terbangun dari Berbagai Variasi Matriks Probabilitas Transisi Komparasi Akurasi Model Cellular Automata untuk Simulasi Perkembangan Lahan Terbangun dari Berbagai Variasi Matriks Probabilitas Transisi Kasus: Bagian Timur Kota Yogyakarta Muhammad Mangku Parasdyo mangku.parasdyo@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hasil sensus jumlah penduduk di Indonesia, dengan luas wilayah kurang lebih 1.904.569 km 2 menunjukkan adanya peningkatan jumlah penduduk, dari tahun 2010 jumlah penduduknya

Lebih terperinci

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 8 3 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah Kabupaten Bogor Jawa Barat yang secara geografis terletak pada 6º18 6º47 10 LS dan 106º23 45-107º 13 30 BT. Lokasi ini dipilih karena Kabupaten

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan kota yang ditunjukkan oleh pertumbuhan penduduk dan aktivitas kota menuntut pula kebutuhan lahan yang semakin besar. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya tingkat

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD NASKAH PUBLIKASI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana

Lebih terperinci

PREDIKSI PERUBAHAN LAHAN PERTANIAN SAWAH SEBAGIAN KABUPATEN KLATEN DAN SEKITARNYA MENGGUNAKAN CELLULAR AUTOMATA DAN DATA PENGINDERAAN JAUH

PREDIKSI PERUBAHAN LAHAN PERTANIAN SAWAH SEBAGIAN KABUPATEN KLATEN DAN SEKITARNYA MENGGUNAKAN CELLULAR AUTOMATA DAN DATA PENGINDERAAN JAUH PREDIKSI PERUBAHAN LAHAN PERTANIAN SAWAH SEBAGIAN KABUPATEN KLATEN DAN SEKITARNYA MENGGUNAKAN CELLULAR AUTOMATA DAN DATA PENGINDERAAN JAUH Dicky Setiady dicky.setiady.geo@gmail.com Fakultas Geografi, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia terus bertambah setiap tahun. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia tidak menunjukkan peningkatan, justru sebaliknya laju pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

MODELING SPATIAL INTEGRATION PROBABILISTIC MARKOV CHAIN AND CELLULAR AUTOMATA FOR THE STUDY OF LAND USE CHANGES REGIONAL SCALE IN DIY YOGYAKARTA

MODELING SPATIAL INTEGRATION PROBABILISTIC MARKOV CHAIN AND CELLULAR AUTOMATA FOR THE STUDY OF LAND USE CHANGES REGIONAL SCALE IN DIY YOGYAKARTA MODELING SPATIAL INTEGRATION PROBABILISTIC MARKOV CHAIN AND CELLULAR AUTOMATA FOR THE STUDY OF LAND USE CHANGES REGIONAL SCALE IN DIY YOGYAKARTA PEMODELAN SPASIAL PROBABILISTIK INTEGRASI MARKOV CHAIN DAN

Lebih terperinci

ANALISIS HARGA DAN NILAI LAHAN DI KECAMATAN SEWON DENGAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS.

ANALISIS HARGA DAN NILAI LAHAN DI KECAMATAN SEWON DENGAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. ANALISIS HARGA DAN NILAI LAHAN DI KECAMATAN SEWON DENGAN MENGGUNAKAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. ANALYSIS PRICE AND VALUE OF LAND IN SEWON DISTRICT, USING REMOTE SENSING AND GEOGRAPHIC

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya lahan yang terdapat pada suatu wilayah, pada dasarnya merupakan modal dasar pembangunan yang perlu digali dan dimanfaatkan dengan memperhatikan karakteristiknya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kota merupakan obyek geografis yang sangat popular di semua kalangan masyarakat, sehingga menjadikan kota sebagai objek kajian yang menarik untuk dikaji baik itu bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. lahan terbangun yang secara ekonomi lebih memiliki nilai. yang bermanfaat untuk kesehatan (Joga dan Ismaun, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan bagian dari perkembangan suatu kota. Pembangunan yang tidak dikendalikan dengan baik akan membawa dampak negatif bagi lingkungan kota. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Kawasan perkotaan cenderung mengalami pertumbuhan yang dinamis (Muta ali, 2011). Pertumbuhan populasi selalu diikuti dengan pertumbuhan lahan terbangun sebagai tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Jumlah penduduk Indonesia dalam beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada tahun 1990 jumlah penduduk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada daerah kajian Provinsi Kalimantan Barat. Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Fisik Remote Sensing dan Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lahan merupakan salah satu faktor penunjang kehidupan di muka bumi baik bagi hewan, tumbuhan hingga manusia. Lahan berperan penting sebagai ruang kehidupan,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkalis

METODE PENELITIAN. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkalis III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2011 sampai Januari 2012 dengan memilih Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau sebagai studi kasus penelitian.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Diresmikannya Kota Tasikmalaya sebagai daerah otonom pada tanggal 17 Oktober 2001 mengandung konsekuensi adanya tuntutan peningkatan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota

BAB I PENDAHULUAN. sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan lahan berhubungan erat dengan dengan aktivitas manusia dan sumberdaya lahan (Sitorus, 2011). Pertumbuhan dan perkembangan kota dipengaruhi oleh adanya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Landsat 1 tahun , Landsat 2 tahun , Landsat 3 tahun 1978-

BAB 1 PENDAHULUAN. Landsat 1 tahun , Landsat 2 tahun , Landsat 3 tahun 1978- 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pengamatan bumi (earth observation) melalui data penginderaan jauh seperti satelit dan foto udara merupakan salah satu ilmu pengetahuan modern (modern science) (Bhatta,

Lebih terperinci

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tempat tinggal merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan karena merupakan salah satu kebutuhan primer manusia. Tempat tinggal menjadi sarana untuk berkumpul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mempunyai permasalahan dalam mengelola tata ruang. Permasalahan-permasalahan tata ruang tersebut juga timbul karena penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY ZONASI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI DESEMBER, 2012

EXECUTIVE SUMMARY ZONASI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI DESEMBER, 2012 EXECUTIVE SUMMARY ZONASI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI DESEMBER, 2012 K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M B A D A N P E N E L I T I A N D A N P E N G E M B A N G A N P U S A T P E N E L I T

Lebih terperinci

EVALUASI PEMANFAATAN RUANG DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

EVALUASI PEMANFAATAN RUANG DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR EVALUASI PEMANFAATAN RUANG DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR Oleh: YUSUF SYARIFUDIN L2D 002 446 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2007

Lebih terperinci

PEMODELAN SPASIAL PERKEMBANGAN FISIK PERKOTAAN YOGYAKARTA MENGGUNAKAN MODEL CELLULAR AUTOMATA DAN REGRESI LOGISTIK BINER

PEMODELAN SPASIAL PERKEMBANGAN FISIK PERKOTAAN YOGYAKARTA MENGGUNAKAN MODEL CELLULAR AUTOMATA DAN REGRESI LOGISTIK BINER Pemodelan Spasial Perkembangn Fisik Perkotaan...(Wijaya & Umam) PEMODELAN SPASIAL PERKEMBANGAN FISIK PERKOTAAN YOGYAKARTA MENGGUNAKAN MODEL CELLULAR AUTOMATA DAN REGRESI LOGISTIK BINER (Spatial Modeling

Lebih terperinci

Jurnal Bumi Lestari, Volume 13 No. 2, Agustus 2013, hlm

Jurnal Bumi Lestari, Volume 13 No. 2, Agustus 2013, hlm Jurnal Bumi Lestari, Volume 13 No. 2, Agustus 2013, hlm. 327-340 SIMULASI SPASIAL BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DAN CELLULAR AUTOMATA UNTUK PEMODELAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI DAERAH PINGGIRAN

Lebih terperinci

APLIKASI CITRA LANDSAT UNTUK PEMODELAN PREDIKSI SPASIAL PERKEMBANGAN LAHAN TERBANGUN ( STUDI KASUS : KOTA MUNTILAN)

APLIKASI CITRA LANDSAT UNTUK PEMODELAN PREDIKSI SPASIAL PERKEMBANGAN LAHAN TERBANGUN ( STUDI KASUS : KOTA MUNTILAN) APLIKASI CITRA LANDSAT UNTUK PEMODELAN PREDIKSI SPASIAL PERKEMBANGAN LAHAN TERBANGUN ( STUDI KASUS : KOTA MUNTILAN) Hernandea Frieda Forestriko Jurusan Sains Informasi Geografis dan Pengembangan Wilayah

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Aplikasi teknologi penginderaan jauh dan sistem informasi geografis semakin meluas sejak dikembangkan di era tahun 1960-an. Sejak itu teknologi penginderaan jauh dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan (Brundtland, 1987).

BAB I PENDAHULUAN. mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan (Brundtland, 1987). BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat) yang berprinsip memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui potensi terjadinya banjir di suatu wilayah dengan memanfaatkan sistem informasi geografi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta

Lebih terperinci

PREDIKSI SPASIAL DINAMIKA AREAL TERBANGUN KOTA SEMARANG DENGAN MENGGUNAKAN MODEL REGRESI LOGISTIK

PREDIKSI SPASIAL DINAMIKA AREAL TERBANGUN KOTA SEMARANG DENGAN MENGGUNAKAN MODEL REGRESI LOGISTIK Prediksi Spasial Dinamika Areal Terbangun Kota Semarang... (Nahib) PREDIKSI SPASIAL DINAMIKA AREAL TERBANGUN KOTA SEMARANG DENGAN MENGGUNAKAN MODEL REGRESI LOGISTIK (Spatial Dynamics Prediction of Built-Up

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Laju dan Pola Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Tangerang 5.1.1. Laju Konversi Lahan di Kabupaten Tangerang Penggunaan lahan di Kabupaten Tangerang dikelompokkan menjadi

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta)

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta) BAB III METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai lanskap kawasan ekowisata karst ini dilakukan di Lembah Mulo, Desa Mulo, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan banyak digunakan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, selain itu lahan

Lebih terperinci

3/17/2011. Sistem Informasi Geografis

3/17/2011. Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis Pendahuluan Data yang mengendalikan SIG adalah data spasial. Setiap fungsionalitasyang g membuat SIG dibedakan dari lingkungan analisis lainnya adalah karena berakar pada keaslian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan.

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan sangat diperlukan untuk kelanjutan hidup manusia. Kemajuan pembangunan di suatu wilayah sejalan dengan peningkatan jumlah pertumbuhan penduduk yang diiringi

Lebih terperinci

Tujuan. Model Data pada SIG. Arna fariza. Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 4/7/2016

Tujuan. Model Data pada SIG. Arna fariza. Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 4/7/2016 Model Data pada SIG Arna fariza Politeknik elektronika negeri surabaya Tujuan Mengerti sumber data dan model data spasial Mengerti perbedaan data Raster dan Vektor 1 Materi Sumber data spasial Klasifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Perwilayahan adalah usaha untuk membagi bagi permukaan bumi atau bagian permukaan bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu pula (Hadi Sabari Yunus, 1977).

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 8 KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menguraikan kesimpulan dan saran sebagai hasil pengolahan data penelitian dan pembahasan terhadap hasil analisis yang telah disajikan dalam beberapa bab sebelumnya.

Lebih terperinci

Modeling Land Use/Cover Change Using Artificial Neural Network and Logistic Regression Approach (Case Study: Citarum Watershed, West Jawa)

Modeling Land Use/Cover Change Using Artificial Neural Network and Logistic Regression Approach (Case Study: Citarum Watershed, West Jawa) Buletin Tanah dan Lahan, 1 (1) Januari 2017: 30-36 PEMODELAN PERUBAHAN PENUTUPAN/PENGGUNAAN LAHAN DENGAN PENDEKATAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK DAN LOGISTIC REGRESSION (STUDI KASUS: DAS CITARUM, JAWA BARAT)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil 4 TINJAUAN PUSTAKA Makin banyak informasi yang dipergunakan dalam klasifikasi penutup lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil klasifikasinya. Menggunakan informasi multi

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan Penginderaan Jauh dalam Penutupan Lahan

2 TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan Penginderaan Jauh dalam Penutupan Lahan 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Penggunaan Lahan dan Penutupan Lahan Landuse (penggunaan lahan) dan landcover (penutupan lahan) sering digunakan secara bersama-sama, namun kedua terminologi tersebut berbeda. Menurut

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perkembangan Kawasan Perkotaan Yogyakarta (KPY) baik dari segi jumlah penduduk dan infrastrukturnya membuat Kawasan Perkotaan Yogyakarta menjadi magnet yang menarik

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan penduduk kota kota di Indonesia baik sebagai akibat pertumbuhan penduduk maupun akibat urbanisasi telah memberikan indikasi adanya masalah perkotaan yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 12 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi yang diteliti adalah wilayah pesisir Kabupaten Karawang (Gambar 3), yang secara administratif berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan 2.1.1 Pengertian Lahan Pengertian lahan tidak sama dengan tanah, tanah adalah benda alami yang heterogen dan dinamis, merupakan interaksi hasil kerja

Lebih terperinci

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erosi merupakan salah satu permasalahan lingkungan yang harus ditanggulangi. Fenomena alam ini menjadi penyebab utama terbentuknya lahan kritis, terutama jika didukung

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SIG (Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta)

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SIG (Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta) ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SIG (Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta) TUGAS AKHIR Oleh: SUPRIYANTO L2D 002 435 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

Dinamika dan Proyeksi Perubahan Penggunaan Lahan di Kawasan Peri-Urban Kota Makassar (Kawasan Mamminasata)

Dinamika dan Proyeksi Perubahan Penggunaan Lahan di Kawasan Peri-Urban Kota Makassar (Kawasan Mamminasata) Dinamika dan Proyeksi Perubahan Penggunaan Lahan di Kawasan Peri-Urban Kota Makassar (Kawasan Mamminasata) Andi Ramlan 1, Muchtar S Solle 1, Seniarwan 2 1 JurusanIlmu Tanah FakultasPertanian, UniversitasHasanuddin

Lebih terperinci

Statistik Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XII Tanjungpinang Tahun Halaman 34 VI. PERPETAAN HUTAN

Statistik Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah XII Tanjungpinang Tahun Halaman 34 VI. PERPETAAN HUTAN VI. PERPETAAN HUTAN Perpetaan Kehutanan adalah pengurusan segala sesuatu yang berkaitan dengan peta kehutanan yang mempunyai tujuan menyediakan data dan informasi kehutanan terutama dalam bentuk peta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan seluruh satuan lahan yang menunjang kelompok vegetasi yang didominasi oleh pohon segala ukuran, dieksploitasi maupun tidak, dapat menghasilkan kayu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Waduk (reservoir) merupakan bangunan penampung air pada suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) yang dimanfaatkan untuk mengairi lahan pertanian, perikanan, regulator air

Lebih terperinci

Pengertian Sistem Informasi Geografis

Pengertian Sistem Informasi Geografis Pengertian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh didefinisikan sebagai proses perolehan informasi tentang suatu obyek tanpa adanya kontak fisik secara langsung dengan obyek tersebut (Rees, 2001;

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5292 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI I. UMUM Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di daerah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Jawa Barat (Gambar 1). DAS Cipunagara berada dibawah pengelolaan

Lebih terperinci

PEMODELAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN - CELLULAR AUTOMATA DI KECAMATAN ASEMROWO, KOTA SURABAYA

PEMODELAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN - CELLULAR AUTOMATA DI KECAMATAN ASEMROWO, KOTA SURABAYA Jurnal Planoearth PWK FT UMMat ISSN 2615-4226 Vol. 3 No. 1, Februari 2018, hal. 12-16 PEMODELAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN - CELLULAR AUTOMATA DI KECAMATAN ASEMROWO, KOTA SURABAYA Widiyanto Hari Subagyo

Lebih terperinci

KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KECAMATAN UMBULHARJO, KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KECAMATAN UMBULHARJO, KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KECAMATAN UMBULHARJO, KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR Oleh : YUSUP SETIADI L2D 002 447 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan manusia untuk memenuhi hajat hidupnya semakin meningkat dari waktu ke waktu. Hal ini erat berkaitan dengan keinginan manusia untuk meningkatan mutu kehidupannya

Lebih terperinci

Gambar 1. Peta DAS penelitian

Gambar 1. Peta DAS penelitian Gambar 1. Peta DAS penelitian 1 1.1. Proses Penentuan Model Kemiringan Lereng Kemiringan lereng ditentukan berdasarkan informasi ketinggian dan jarak pada data DEM yang berbasis raster (piksel). Besarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan fisik penggunaan lahan terutama di daerah perkotaan relatif cepat dibandingkan dengan daerah perdesaan. Maksud perkembangan fisik adalah penggunaan

Lebih terperinci

LOGO Potens i Guna Lahan

LOGO Potens i Guna Lahan LOGO Potensi Guna Lahan AY 11 Contents 1 Land Capability 2 Land Suitability 3 4 Ukuran Guna Lahan Pengantar Proses Perencanaan Guna Lahan Land Capability Pemanfaatan Suatu lahan untuk suatu peruntukan

Lebih terperinci

POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAERAH PERI-URBAN DENGAN PENDEKATAN MODEL DINAMIS (Studi Kasus : Kecamatan Umbulharjo Yogyakarta)

POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAERAH PERI-URBAN DENGAN PENDEKATAN MODEL DINAMIS (Studi Kasus : Kecamatan Umbulharjo Yogyakarta) POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAERAH PERI-URBAN DENGAN PENDEKATAN MODEL DINAMIS (Studi Kasus : Kecamatan Umbulharjo Yogyakarta) TUGAS AKHIR Oleh: PANGI L2D 002 426 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

A. Pendahuluan Sistem Informasi Geografis/GIS (Geographic Information System) merupakan bentuk cara penyajian informasi terkait dengan objek berupa

A. Pendahuluan Sistem Informasi Geografis/GIS (Geographic Information System) merupakan bentuk cara penyajian informasi terkait dengan objek berupa A. Pendahuluan Sistem Informasi Geografis/GIS (Geographic Information System) merupakan bentuk cara penyajian informasi terkait dengan objek berupa wilayah dalam bentuk informasi spatial (keruangan). GIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Realitas dinamika kehidupan pada masa lalu, telah meninggalkan jejak dalam bentuk nama tempat yang menggambarkan tentang kondisi tempat berdasarkan sudut filosofi,

Lebih terperinci

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN

INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN INFORMASI GEOGRAFIS DAN INFORMASI KERUANGAN Informasi geografis merupakan informasi kenampakan permukaan bumi. Sehingga informasi tersebut mengandung unsur posisi geografis, hubungan keruangan, atribut

Lebih terperinci

dalam ilmu Geographic Information (Geomatics) menjadi dua teknologi yang

dalam ilmu Geographic Information (Geomatics) menjadi dua teknologi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai aktivitas manusia memungkinkan terjadinya perubahan kondisi serta menurunnya kualitas serta daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) yang merupakan rumah berbagai

Lebih terperinci

STUDI KOMPARASI METODE STOKASTIK DAN DETERMINISTIK DALAM PEMODELAN SPASIAL PERUBAHAN PENUTUP LAHAN MENGGUNAKAN CELLULAR AUTOMATA

STUDI KOMPARASI METODE STOKASTIK DAN DETERMINISTIK DALAM PEMODELAN SPASIAL PERUBAHAN PENUTUP LAHAN MENGGUNAKAN CELLULAR AUTOMATA STUDI KOMPARASI METODE STOKASTIK DAN DETERMINISTIK DALAM PEMODELAN SPASIAL PERUBAHAN PENUTUP LAHAN MENGGUNAKAN CELLULAR AUTOMATA Widya Rahmawati rahmawati.widya@gmail.com Bowo Susilo bowo.susilo@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang begitu cepat, serta aktivitas pembangunan dalam berbagai bidang tentu saja akan menyebabkan ikut meningkatnya permintaan akan lahan dalam hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah memiliki peranan penting dalam menunjang pembangunan nasional. Pada masa Orde baru pembangunan nasional dikendalikan oleh pemerintah pusat, sedangkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan Pengertian masyarakat adat berdasarkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal usul leluhur (secara turun temurun)

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 33 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Studi ini dilakukan di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Secara administrasi pemerintahan Kota Padang Panjang terletak di Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Deskripsi Daerah Daerah hulu dan hilir dalam penelitian ini adalah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Secara geografis Kabupaten Sleman terletak pada 110 33 00

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah beserta dengan perangkat kelengkapannya sejak penerbitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan organik merupakan komponen tanah yang terbentuk dari jasad hidup (flora dan fauna) di tanah, perakaran tanaman hidup maupun mati yang sebagian terdekomposisi

Lebih terperinci

Manfaat METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

Manfaat METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 2 Manfaat Penelitian ini diharapkan menjadi sumber data dan informasi untuk menentukan langkah-langkah perencanaan dan pengelolaan kawasan dalam hal pemanfaatan bagi masyarakat sekitar. METODE Lokasi dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya menerangkan semua tanda pengenal biosfer, atsmosfer, tanah geologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk akan berdampak secara spasial (keruangan). Menurut Yunus (2005),

BAB I PENDAHULUAN. penduduk akan berdampak secara spasial (keruangan). Menurut Yunus (2005), BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan jumlah penduduk yang disertai dengan peningkatan kegiatan penduduk akan berdampak secara spasial (keruangan). Menurut Yunus (2005), konsekuensi keruangan

Lebih terperinci