BAB 3 STUDI KASUS. Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Cetakan untuk wax pattern START. Pemodelan runner turbin Francis dengan Pro/Engineer Wildfire 3.
|
|
- Susanti Oesman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 3 STUDI KASUS Seperti telah dijelaskan pada tinjauan pustaka, salah satu tahap dalam investment casting adalah pembuatan wax pattern. Wax ini akan diijeksikan ke sebuah cetakan, dimana pembuatan cetakan ini merupakan topik dari tugas akhir ini. Bab 3 ini akan membahas proses dalam pembuatan cetakan untuk wax pattern tersebut. Gambar 3.1 akan menggambarkan diagram alir kegiatan yang dilakukan pada pembuatan cetakan untuk wax pattern ini. START A Pemodelan runner turbin Francis dengan Pro/Engineer Wildfire 3.0 Mendapatkan model sudu turbin yang akan dibuat (dalam bentuk file iges) Pemodelan cetakan untuk wax pattern dari sudu turbin dengan Space-E/Modeler Version 4.2 Pembuatan G-Code dengan Space-E/CAM Version 4.2 Transfer G-Code ke mesin CNC Produksi cetakan Perencanaan proses pemesinan untuk cetakan tersebut dengan Space-E/CAM Version 4.2 FINISH Simulasi proses dengan Space-E/CAM Version 4.2 Tidak Apakah bagus? Ya A Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Cetakan untuk wax pattern 26
2 3.1 Pemodelan Runner Turbin dengan Pro/Engineer Wildfire 3.0 Runner turbin ini akan digunakan pada PLTA Sawi Dago Unit 2 yang terletak di Poso, Sulawesi Tengah. Runner turbin dibuat dengan menggunakan gabungan prinsip reverse dan forward engineering. Sebagaimana telah dibahas dalam tinjauan pustaka, di dalam reverse engineering, sumber dari pemodelan (dalam kasus ini pemodelan runner turbin Francis) adalah model runner turbin Francis yang serupa (yang sama kecepatan spesifiknya) yang pernah ada. Dari model tersebut dapat dicontoh bentuk runner dan bentuk airfoil sudunya (reverse engineering). Selanjutnya dibuat perubahan terhadap model runner tersebut agar sesuai dengan rancangan runner yang baru (forward engineering). Langkah pertama dalam pemodelan ini adalah memanggil model runner turbin Francis serupa (yang sama kecepatan spesifiknya). Gambar 3.2 berikut memperlihatkan runner turbin Francis tersebut. Runner ini selanjutnya akan diubah berdasar rancangan runner yang baru, meliputi diameter cone, diameter ring, tinggi cone, tinggi runner dan sebagainya. Gambar 3.2 Model runner turbin Francis yang serupa Untuk kasus kali ini, runner yang akan dibuat di PLTA Sawi Dago memiliki ukuran sekitar 80% dari runner turbin serupa tersebut. Maka dari itu, runner ini diskalakan sebesar 0,8. Selanjutnya, cone pada runner tersebut diubah 27
3 sesuai dengan rancangan runner ini. Tabel 3.1 berikut memperlihatkan urutan pembuatan model cone. 1. Tabel 3.1 Cuplikan peristiwa pembuatan model cone Sebelum Sesudah Cone diberi bentuk awal berdasarkan sketsa di samping (garis-garis kuning), lalu direvolve (menambah material). 2. Cone diberi bentuk berdasarkan sketsa di samping (garis-garis kuning), lalu direvolve-cut (membuang material). 28
4 3. Tabel 3.1 Cuplikan peristiwa perubahan bentuk cone (Lanjutan) Sebelum Sesudah Cone diberi lubang berdasarkan sketsa di samping (garis-garis kuning), lalu direvolve-cut (membuang material). Selanjutnya, dibuat model ring pada runner sesuai dengan rancangan. Tabel 3.2 berikut memperlihatkan urutan pembuatan model ring. 1. Tabel 3.2 Cuplikan peristiwa pembuatan model ring Sebelum Sesudah Bagian atas ring ditinggikan berdasarkan sketsa di samping (garis-garis kuning), lalu direvolve (menambah material). 29
5 2. Tabel 3.2 Cuplikan peristiwa perubahan bentuk ring (Lanjutan) Sebelum Sesudah Bagian pinggir ring dibentuk (dirampingkan) berdasarkan sketsa di samping (garis-garis kuning), lalu direvolve-cut (membuang material). Tahap terakhir adalah menangani bentuk sudunya. Sudu-sudu tersebut harus dibuat agar tepat menyentuh permukaan cone dan ring sesuai dengan rancangan. Proses ini dilakukan dengan perintah restyle, selanjutnya dalam mode restyle ini dapat dibentuk kurva yang menyatakan: Perpotongan antara sudu dengan ring. Perpotongan antara sudu dengan cone. Kelengkungan sudu. Selanjutnya kurva-kurva ini dibuat ulang sehingga mencapai posisi yang diinginkan. Selanjutnya sudu yang lama dibuang dengan perintah revolve-cut, lalu berdasarkan kurva-kurva yang telah dibuat dengan restyle, dibuat model sudu baru dengan perintah variable section sweep. Setelah tercipta sebuah sudu, sudu tersebut di-copy secara memutar. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel
6 Tabel 3.3 Cuplikan peristiwa pembentukan sudu Tindakan Hasil 1. Menghapus sudu yang lama dengan perintah revolve-cut (membuang material) berdasar sketsa di bawah ini. 2. Dengan menggunakan perintah restyle, terbentuk kurva-kurva. Lalu dengan perintah variable section sweep tercipta sebuah sudu lalu sudu tersebut di-copy secara memutar. Selanjutnya dari model runner yang sudah jadi tersebut, diambil sebuah sudu untuk selanjutnya disimpan dalam bentuk iges file sehingga dapat digunakan dalam pemodelan cetakan dengan menggunakan software Space-E/Modeler. Gambar 3.3 memperlihatkan gambar sudu yang akan diproduksi dengan investment casting. Langkah selanjutnya adalah pemodelan cetakannya Gambar 3.3 Sudu turbin Francis yang akan diproduksi dengan investment casting. 31
7 3.2 Pemodelan Cetakan dengan Space-E/Modeler Version 4.2 Setelah didapat model sudu yang akan diproduksi dengan investment casting (dari langkah pada bab 3.1), langkah selanjutnya adalah pemodelan cetakan sudu tersebut untuk pembuatan wax pattern. Pemodelan cetakan menggunakan software Space-E Modeler Version 4.2. Di dalam cetakan terdapat rongga cetak yaitu rongga tempat pembentukan cairan yang dituang dalam cetakan (dalam kasus ini adalah wax) menjadi produk (dalam kasus ini menjadi wax pattern). Rongga cetak dibentuk oleh: Bagian berongga (cekungan) yang disebut juga cavity. Bagian yang menonjol (inti) yang disebut core Pemosisian Sudu dalam Cetakan Model sudu yang sudah ada (dalam bentuk iges file) dipanggil ke dalam Space-E/Modeler. Gambar 3.4 menunjukkan model sudu yang sudah dipanggil. a b Gambar 3.4 Model sudu yang dipanggil ke dalam Space-E/Modeler a. Model sudu tampak atas (top view) b. Model sudu tampak bawah (bottom view) Dalam Space-E/Modeler dikenal istilah class. Class menyatakan lokasi dari sebuah item dalam Space-E. Item-item yang terdapat dalam sebuah class akan dinyatakan dengan warna tertentu. Sebagai contoh, ketika model sudu dipanggil ke dalam Space-E, maka Space-E akan menyatakan sudu tersebut sebagai item dan item tersebut ditempatkan di class 1. Item di class 1 ini akan digambarkan dengan warna merah, maka sudu ini akan berwarna merah. Selanjutnya sudu harus diatur posisinya sedemikian rupa sehingga posisinya nanti di dalam cetakan harus: 32
8 Tidak menimbulkan undercut. Memungkinkan penggunaan material benda kerja yang paling minimal. Untuk memposisikan sudu ini, langkah pertama adalah membuat garisgaris sumbu koordinat dengan perintah Center Lines, seperti dapat dilihat pada Gambar 3.5. Lakukan hal ini di class yang baru, yakni class 2 (item di class ini akan berwarna hijau). Terbentuk 3 sumbu yaitu X,Y dan Z. Arah bukaan dari cetakan ini nantinya adalah sumbu Z. Untuk memposisikan sudu agar tidak terjadi undercut dan untuk mencari posisi yang membutuhkan material benda kerja yang paling minimum, putarputarlah sudu tersebut terhadap sumbu-sumbunya dengan perintah rotate hingga dirasa cukup. Gambar 3.6 memperlihatkan sudu yang sudah diputar-putar dengan harapan tidak terjadi undercut.. Gambar 3.5 Gambar 3.6 Pemberian center lines pada model sudu Sudu yang sudah diputar Untuk mengecek terjadi tidaknya undercut dapat digunakan perintah Info/Measure-Check Taper Angle of Face. Lihat Gambar 3.7. Perintah ini akan mengukur sudut dari sebuah permukaan terhadap arah bukaan cetakan, yaitu arah sumbu Z (diberi lingkaran kuning). Pilih permukaan sudu yang akan dihitung taper anglenya. Klik di beberapa tempat pada permukaan tersebut dan akan keluar nilai sudutnya. Pembahasan lebih lanjut mengenai hal ini dapat dilihat pada subbab Nilai positif berarti permukaan tersebut tidak undercut terhadap arah bukaan cetakan. 33
9 Gambar 3.7 Check Taper Angle of Face Pengaplikasian Shrinkage pada Sudu Sudu ini akan diberi shrinkage sebesar 2,9%. Cara mengaplikasikan shrinkage adalah dengan menekan perintah Scale. Untuk kasus shrinkage, dipilih scale jenis uniform dengan rasio Masih tetap bekerja di class 2, pilih item-item yang akan diskala yakni seluruh permukaan sudu tersebut. Hasilnya adalah yang berwarna hijau seperti Gambar 3.8. Selanjutnya kita akan memakai sudu yang sudah diskala ini, maka non-aktifkan class 1 agar sudu awal tak tampak lagi. a b Gambar 3.8 Shrinkage pada sudu a. Sudu yang sudah diskala di class 2 berwarna hijau b. Perbandingan dengan sudu awal (warna merah) Pembuatan Model Benda Kerja Mula-mula buatlah garis-garis konstruksi dengan mengoffset garis-garis sumbu dengan perintah parallel, seperti Gambar 3.9a. Lalu garis-garis tersebut 34
10 ditrim dengan perintah Trim Corner, seperti Gambar 3.9b. Selanjutnya kotak konstruksi tersebut disatukan dengan perintah Set-Chain. Untuk kali ini, penulis membuat kotak dengan ukuran 360 mm x 250 mm. a b Gambar 3.9 Pembuatan konstruksi benda kerja a. Garis-garis konstruksi pembuat benda kerja b. Kotak konstruksi pembuat benda kerja Buat blok benda kerja dengan perintah sweep, kali ini tingginya dibuat 150 mm, seperti dapat dilihat pada Gambar 3.10a. Selanjutnya blok benda kerja ini bisa digeser secara vertikal dengan perintah move untuk lebih menepatkan posisi blok benda kerja pada arah sumbu Z, seperti dapat dilihat pada Gambar 3.10b. a Gambar 3.10 Pembuatan blok benda kerja a. Blok benda kerja b. Blok benda kerja yang sudah digeser b Selanjutnya benda kerja tersebut dipecah menjadi permukaan (surface) dengan perintah Resolve Faces. Lalu buang permukaan atas dan permukaan bawah blok benda kerja dengan perintah delete, sehingga didapat 4 permukaan samping saja seperti Gambar
11 Gambar 3.11 Blok benda kerja siap pakai Pembuatan Model Core Selanjutnya adalah pemodelan core (inti) cetakan. Mula-mula bagi 2 model sudu berdasarkan taper anglenya (lihat pembahasan subbab ). Permukaan bagian atas sudu yang akan menjadi permukaan cavity dikirimkan ke class 3 (item akan berwarna hijau tosca) sedangkan permukaan bagian bawah sudu yang akan menjadi permukaan core dikirimkan ke class 4 (item berwarna biru). Hal ini dapat dilakukan dengan perintah change class. Masing-masing dapat dilihat pada Gambar 3.12a dan Gambar 3.12b. a Gambar 3.12 Pemecahan model sudu a. Permukaan cavity (di class 3) b. Permukaan core (di class 4) b Selanjutnya dibuat terlebih dahulu model core. Aktifkan class 2 (kotak benda kerja) dan class 4 (permukaan core). Untuk sementara non-aktifkan class 3. Selanjutnya ujung-ujung permukaan core diproyeksikan ke kotak benda kerja sehingga terbentuk permukaan pemisah (parting surface). Hal ini dapat dilakukan dengan perintah taper faces. Mulailah dengan satu permukaan, lihat Gambar 36
12 3.13a. Lalu lanjutkan dengan 3 permukaan lainnya, sehingga terbentuk parting surface seperti Gambar 3.13b. a Gambar 3.13 Pembuatan parting surface a. Taper face pada sebuah sisi sudu b. Parting surface untuk sudu b Selanjutnya parting surface ini dikirimkan ke class 5 (item akan berwarna ungu). Lalu kotak benda kerja kita pisah menjadi 2 berdasarkan kurva parting surface (lihat Gambar 3.14) dengan menggunakan perintah trim. Gambar 3.14 Kurva pada parting surface untuk mentrim kotak benda kerja Kotak tersebut akan terbelah menjadi 2 item berdasarkan kurva tersebut. Selanjutnya kirim bagian bawah kotak benda kerja ke class 6 (item akan berwarna abu-abu) sehingga akan didapat kotak benda kerja untuk core, lihat Gambar 3.15a. Akibatnya di class 2 hanya akan tersisa kotak benda kerja untuk cavity, lihat Gambar 3.15b. 37
13 a b Gambar 3.15 Pemecahan kotak benda kerja a. Kotak benda kerja untuk core di class 6 b. Kotak benda kerja bagian cavity di class 2 Aktifkan class 6 yang berisi kotak benda kerja untuk core, class 5 yang berisi parting surface dan class 4 yang berisi permukaan core. Akan tampil model core yang seutuhnya seperti dapat dilihat pada Gambar Simpan kondisi ini sebagai file core. Gambar 3.16 Core Pembuatan Model Cavity Aktifkan class 2 yang berisi kotak benda kerja untuk cavity, class 5 yang berisi parting surface dan class 3 yang berisi permukaan cavity. Akan tampil model cavity yang seutuhnya seperti dapat dilihat pada Gambar 3.17a. Putar model cavity tersebut sebesar terhadap sumbu X sehingga didapat model seperti Gambar 3.17b. Simpan kondisi ini sebagai file cavity. 38
14 a Gambar 3.17 Cavity a. Posisi awal b. Sudah diputar dan siap menjadi cavity b 3.3 Perencanaan Proses Pemesinan dengan Space-E/CAM Version 4.2 Setelah didapat model cetakan yang terdiri dari model core dan cavity, langkah selanjutnya adalah merencanakan proses pemesinan untuk core dan cavity tersebut. Perencanaan proses pemesinan menggunakan Space-E/CAM Version 4.2. Langkah-langkah dalam merencanakan proses pemesinan core dan cavity ini akan dibahas dalam subbab-subbab berikut Perencanaan Proses Pemesinan untuk Core Pendefinisian Awal pada Space-E/CAM untuk Core Pendefinisian awal pada Space-E/CAM meliputi pendefinisian model, material, mesin dan koordinat sistem basis pemotongan. Berikut akan dijelaskan satu persatu (dapat dilihat juga pada Lampiran A-1) Pendefinisian Model Akan muncul dialog box seperti Gambar Masukkan model utama dan sub-model (bisa sampai sebanyak 32 buah). Sub-model berfungsi untuk memodelkan bagian tertentu dari model utama untuk proses tertentu. Untuk kasus ini, cukup mendefinisikan model utama saja, karena proses pemesinan dilakukan pada seluruh bagian model utama. Tolerance berisi nilai toleransi pendekatan model terhadap polygon. 39
15 Gambar 3.18 Dialog box Model Pendefinisian Material Akan muncul dialog box seperti Gambar Pilih tipe benda kerja dari pilihan berikut, apakah berupa balok (block), hasil coran (cast work) atau bentuk bebas (free shape). Untuk kasus ini, material benda kerja berbentuk balok. Gambar 3.19 Dialog box Material Base point menyatakan koordinat sistem benda kerja. Size menyatakan ukuran benda kerja. Untuk kasus ini, pemilihan base point dan size menggunakan opsi Reference Model sehingga sumbu koordinat dan ukuran benda kerja diatur secara otomatis berdasarkan ukuran maksimum dan minimum dari model yang ter-preview. Terakhir tentukan jenis material benda kerja dalam kolom material. Untuk kasus ini benda kerja akan dibuat dari aluminium, maka masukkan dural. 40
16 Pendefinisian Mesin Akan muncul dialog box seperti Gambar Gambar 3.20 Dialog box Machine Home position menyatakan posisi awal pemesinan. Untuk kasus ini dipilih yang umum dipakai yaitu X=0, Y=0 dan Z = 100 mm. Rate of rapid feed menyatakan kecepatan makan pada gerak cepat, besarnya disesuaikan dengan spesifikasi kemampuan mesin, untuk kasus ini mesin dibatasi agar kecepatan makannya tidak melebihi mm/min. Maximum feed rate menyatakan kecepatan makan maksimum yang diperbolehkan pada arah X, Y dan Z, besarnya disesuaikan dengan spesifikasi kemampuan mesin, untuk kasus ini mesin dibatasi agar kecepatan makannya tidak melebihi mm/min. Acceleration of rapid feed menyatakan percepatan gerak cepat, besarnya disesuaikan dengan spesifikasi mesin, untuk kasus ini sebesar 0,3. Acceleration of cut feed menyatakan percepatan gerak makan, besarnya disesuaikan dengan spesifikasi mesin, untuk kasus ini sebesar 0, Pendefinisian Koordinat Sistem Basis Pemotongan Pendefinisian koordinat sistem basis pemotongan sudah dilakukan secara otomatis oleh Space-E/CAM sehingga tidak perlu didefinisikan lagi. 41
17 Pendefinisian Proses-Proses Pemesinan Core Dalam proses pemesinan untuk core ini terdapat 8 proses pemesinan yang digolongkan dalam 3 operasi yaitu operasi roughing, operasi semi finishing dan operasi finishing. Alasan penentuan jumlah proses ini dapat dilihat lebih jelas pada subbab Berikut adalah langkah-langkah dari masing-masing proses tersebut Operasi Roughing pada Core Roughing adalah proses pemesinan dengan kondisi pemesinan yang diatur sedemikian rupa sehingga memiliki laju penghasilan geram yang besar [13]. Operasi roughing kali ini hanya terdiri dari satu proses saja yaitu proses contour roughing, yaitu proses pemakanan cepat untuk membentuk kontur. Pendefinisian yang harus dilakukan pada sebuah proses adalah parameter proses, pahat yang digunakan, area pemesinan dan post processor yang digunakan. Berikut dijelaskan satu persatu (dapat dilihat juga pada Lampiran A-2) Parameter Proses Contour Roughing pada Core Terdapat 5 dialog box yang harus diisi, yaitu dialog box untuk function, cutting pattern, approach, clearance dan option. Berikut akan dijelaskan satu persatu Dialog box Function Akan muncul tampilan seperti Gambar Pada kolom cutting direction, pilih salah satu dari opsi berikut: Climb: pada mode ini gerak pemakanan searah dengan gerak pemotongan. Conventional: pada mode ini gerak pemakanan berlawanan arah dengan gerak pemotongan. Untuk kasus ini dipilih climb milling. Kolom Z pitch yang menyatakan kedalaman potong per langkah, pilih salah satu dari opsi berikut: Pitch: pada mode ini kedalaman potong besarnya sesuai dengan nilai stepover yang dimasukkan. Stepover disini adalah jarak pemesinan dalam arah sumbu Z dari satu langkah ke langkah berikutnya. 42
18 Gambar 3.21 Dialog box Function Contour Roughing pada Core Cusp: pada mode ini kedalaman potong besarnya ditentukan oleh nilai cusp height yang dimasukkan. Cusp height adalah tinggi dari sisa material yang tidak dapat dimakan oleh pahat pada suatu kedalaman potong tertentu selama proses pemotongan. Jadi pitch (kedalaman potong per langkah/kontur) akan disesuaikan besarnya sesuai dengan cusp heigt yang dipilih. Untuk kasus ini Z pitch dipilih dengan opsi pitch dengan stepover sebesar = 1mm. Untuk lebih jelasnya, ilustrasi mengenai Z pitch (kedalaman potong) ini dapat dilihat pada Gambar Selanjutnya pada kolom XY pitch yaitu jarak pemesinan (lebar pemesinan) dalam arah X-Y, terdapat 2 opsi yang bisa dipilih yaitu: Pitch: pada mode ini besar XY pitch sesuai dengan nilai stepover yang dimasukkan. Dalam kasus ini stepover adalah jarak pemesinan dalam arah sumbu X dan/atau sumbu Y dari satu langkah ke langkahberikutnya. Cusp: pada mode ini besar XY pitch ditentukan oleh nilai cusp height yang dimasukkan. Cusp height adalah ketinggian sisa material yang tidak termakan oleh pahat (biasanya pahat ball end mill) dalam suatu proses pemesinan dalam sebuah kontur. 43
19 Untuk kasus ini XY pitch dipilih dengan opsi pitch dengan stepover = 15 mm. Ilustrasi mengenai XY pitch ini dapat dilihat pada Gambar Gambar 3.22 Ilustrasi Z-pitch [12] Gambar 3.23 Ilustrasi XY pitch [12] Selanjutnya pilih XY cutting pattern yang menggambarkan pola pemotongan di bidang XY. Opsinya adalah sebagai berikut: Rotary: lintasan pahat akan membentuk lintasan berputar. Parallel one way: lintasan pahat parallel dengan pemakanan pada satu arah, terjadi gerak cepat (gerak tanpa memakan untuk memposisikan pahat) Parallel reciprocate: lintasan pahat parallel dengan arah pemakanan bolak-balik. Ilustrasi mengenai XY cutting pattern dapat dilihat pada Gambar Untuk kasus ini dipilih XY cutting pattern dengan opsi parallel reciprocate. Rotary Parallel one way Parallel reciprocate Gambar 3.24 Ilustrasi XY cutting pattern [12] Dialog box Cutting pattern Akan muncul tampilan seperti Gambar Tidak ada yang bisa dipilih pada dialog box ini karena proses contour roughing tidak bisa melakukan mode penipisan (thinning) ataupun mode pemotongan batas (boundary cutting cutting). 44
20 Dialog box Approach Akan muncul tampilan seperti Gambar Tidak ada yang bisa dipilih pada dialog box ini karena contour roughing hanya bisa memotong dalam arah vertikal sepanjang sumbu Z. Gambar 3.25 Gambar 3.26 Dialog box cutting pattern Contour Roughing Dialog box Approach Contour Roughing Dialog box Clearance Akan muncul dialog box seperti Gambar Untuk baris clearance height isikan tinggi clearance yang diinginkan. Clearance adalah besaran yang menyatakan jarak vertikal pahat terhadap permukaan material yang akan dipotong. Untuk kasus ini clearance height sebesar 5 mm. Pada kolom clearance mode (down) menyatakan perilaku pahat ketika pahat bergerak turun dari clearance height ke permukaan material. Terdapat 3 pilihan yaitu: None: tidak ada air cut. Berarti pahat turun sepanjang clearance height dengan diam. Air cut only: ketika pahat turun dan sudah mencapai ketinggian tertentu yang disebut air cut height, pahat akan melakukan gerak makan dengan kecepatan makan sebesar air cut speed. 45
21 Gambar 3.27 Dialog box Clearance Contour Roughing Air cut and sub air cut: ketika pahat turun dan mencapai ketinggian air cut height + sub air cut height, pahat akan melakukan gerak makan dengan kecepatan makan sebesar sub air cut speed sampai mencapai ketinggian air cut height, lalu pahat turun dengan kecepatan makan sebesar air cut speed. Untuk ilustrasi clearance mode (down) ini dapat dilihat pada Gambar Untuk kasus ini clearance mode (down) dipilih air cut only dengan air cut height sebesar 3 mm. Gambar 3.28 Ilustrasi clearance mode (down) [12] Untuk air cut type, pilihlah lintasan gerak makan pahat ketika melakukan air cut speed. Ada 3 pilihan yaitu: 46
22 Directly: lintasan gerak makan ketika air cut mengikuti garis lurus. Zigzag: lintasan gerak makan ketika air cut mengikuti pola zigzag. Sloping on one direction: lintasan gerak makan ketika air cut mengikuti garis miring dengan sudut tertentu. Ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar Untuk kasus ini air cut type dipilih sloping on one direction dengan angle sebesar 4 0. Gambar 3.29 Ilustrasi air cut type [12] Untuk kolom clearance mode (up) sama seperti kolom clearance mode (down) hanya saja untuk kondisi ini pahat bergerak naik. Untuk kasus ini clearance mode (up) dipilih none Dialog box Option Akan muncul tampilan seperti Gambar Gambar 3.30 Dialog box Option Contour Roughing 47
23 Kolom feed rate diisi sesuai permintaan masing-masing baris. Ordinary cutting speed menyatakan kecepatan makan normal (pahat memakan material). Pick speed menyatakan kecepatan makan sesaat setelah pahat memakan material (pahat sesaat akan diangkat). Retract speed merupakan kebalikan dari pick speed yaitu menyatakan kecepatan makan sesaat sebelum pahat memakan material (pahat sesaat akan mencapai permukaan material yang dipotong). Air cut speed menyatakan kecepatan makan pahat ketika berada dalam batasan air cut height. Sub air cut speed menyatakan kecepatan makan pahat ketika berada dalam batasan sub air cut height. Untuk kasus ini ordinary cutting speed dipilih 1000 mm/min, pick speed = 0 mm/min, retract speed = 0 mm/min, air cut speed = 500 mm/min dan sub air cut speed = 0 mm/min. Tidak perlu memilih kolom recognize flat area untuk proses contour roughing ini. Kolom cutting order menyatakan arah prioritas hasil akhir pemotongan, terdapat 2 pilihan, yaitu: Z priority: pemotongan diprioritaskan pada bagian yang memiliki lembah dan gunung. Kontur tersebut akan dibentuk terlebih dahulu, baru berpindah ke bagian lainnya. XY priority: pemotongan dilakukan berdasarkan kedalaman potong. Walaupun terdapat lembah dan gunung, pemotongan terhadap bagian tersebut sesuai dengan urutan kedalaman potong. Untuk lebih jelasnya lihat Gambar 3.31 untuk melihat ilustrasi cutting priority. Untuk kasus kali ini, cutting priority dipilih XY direction. Gambar 3.31 Ilustrasi cutting priority [12] Pilihan kolom optimize for circle tip tool tidak perlu dipilih karena pahat yang digunakan pada contour roughing ujungnya tidak membulat. Kolom incorner R menyatakan pilihan untuk mengaplikasikan radius pada sudut yang terdapat di dalam material. Gambar 3.32 mengilustrasikan sudut dalam material yang diberi incorner R dan yang tidak diberi incorner R. 48
24 Gambar 3.32 Ilustrasi incorner R [12] Jika pilihan insert incorner R dipilih, maka perlu dinyatakan besar radiusnya. Pemberian radius ini bisa dengan 2 cara yaitu Tool diameter ratio: dengan cara ini besar radius dinyatakan dengan sebuah rasio terhadap diameter pahat yang digunakan. Radius: dengan cara ini besar radius dinyatakan besarnya secara langsung. Untuk kasus ini, incorner R tidak bisa dipilih karena pada proses contour roughing, hal seperti ini tidak mempengaruhi hasil akhir. Pada kolom option, pilihan delete area menyatakan dibuat atau tidaknya path (lintasan pahat) untuk ukuran kontur tertentu. Lintasan pahat tidak akan dibuat jika ukuran cross section kontur tersebut lebih kecil daripada ukuran cross section pahat dikalikan nilai delete area. Pilihan delete length menyatakan dibuat atau tidaknya path (lintasan pahat) untuk panjang kontur tertentu. Lintasan pahat tidak akan dibuat jika pajang kontur tersebut lebih kecil daripada diameter pahat dikalikan nilai delete length. Biasanya besar nilai ini disesuaikan dengan default setting. Maka untuk kasus ini dipilih pula default setting, yaitu 0,1 untuk delete area dan 0,1 untuk delete length. Pada kolom tolerance, terdapat 2 baris yang harus diisi yaitu: Tolerance: menyatakan besar toleransi perbedaan kontur antara permukaan model dengan permukaan hasil proses pemesinan ini. Lebih jelasnya lihat ilustrasi pada Gambar Gambar 3.33 Ilustrasi tolerance [12] 49
25 Thickness: menyatakan besar toleransi kedalaman material yang boleh disisakan antara permukaan akhir pemesinan dengan permukaan model. Ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar Gambar 3.34 Ilustrasi thickness [12] Untuk kasus ini tolerance diisi 0,1 sedangkan thickness diisi 0,5. Kolom pick menyatakan menyatakan mode lintasan pahat untuk berpindah dari satu kontur ke kontur lainnya. Terdapat 3 pilihan yaitu: Line: lintasan pahat berbentuk garis. Curve: lintasan pahat berbentuk lengkungan. S-curve: lintasan pahat berbentuk kurva S. Ilustrasinya dapat dilihat pada Gambar Gambar 3.35 Ilustrasi pick [12] Untuk kasus ini, pick dipilih line. Pada kolom target model for calculation, pilih model mana yang akan digunakan sebagai pembanding. Karena hanya ada main model, maka dipilihlah main model Pahat pada Proses Contour Roughing Terdapat 3 dialog box yang harus diisi, yaitu dialog box tool setup, holder setup dan tool property. Berikut akan dijelaskan satu persatu. 50
26 Dialog box Tool Setup Gambar 3.36 Dialog box Tool Setup Tampilan dari dialog box ini seperti pada Gambar Hal-hal yang perlu didefinisikan adalah sebagai berikut, dengan dilengkapi ilustrasi Gambar Gambar 3.37 Ilustrasi pahat [12] Tool type dipilih tipe pahat yang sesuai, dalam hal ini pahat mill. Diameter diisi dengan diameter pahat. Corner radius diisi dengan dengan radius ujung pada pahat (untuk pahat jenis ball end mill dan bull end mill). Length diisi dengan panjang pahat yang memiliki mata potong. Under head length diisi dengan panjang pahat dari ujung pahat sampai batas shank. Shank diameter diisi dengan diameter shank. 51
27 Taper shank angle diisi dengan besar sudut taper shank level satu. Taper shank diisi dengan sudut taper shank level dua, jika taper shank diisi, maka perlu diisi pula length di sebelah kanan taper shank angle yang menyatakan panjang taper shank level satu. Effective length diisi dengan panjang efektif dari pahat. Untuk kasus ini pemilihan ukuran-ukuran pahat seperti disajikan pada Gambar Dialog box Holder Setup Akan muncul tampilan seperti Gambar Gambar 3.38 Dialog box Holder Setup Baris-baris yang perlu diisikan adalah: Number of holder diisi dengan jumlah holder. Holder 1 diameter diisi dengan diameter holder pertama. Holder 1 length diisi dengan panjang holder pertama. Holder 1 taper dipilih jika holder 1 ditaper, dan seterusnya. Untuk kasus ini pemilihan ukuran-ukuran holder seperti yang disajikan pada Gambar 3.38 juga Dialog box Tool property Akan muncul tampilan seperti Gambar 3.39 berikut: 52
28 Gambar 3.39 Dialog box Tool Property Masing-masing baris tersebut menyatakan: T code: nomor pahat (pahat dipegang oleh automatic tool changer). D code: kompensasi diameter pahat. H code: kompensasi panjang pahat. Edge number: jumlah mata potong pahat, Feed rate: kecepatan makan dari pahat. Spindle value: putaran pahat. Material: material pahat. Life-time: umur pahat. Comments: komentar tentang pahat. Tool property ini sangat bergantung pada spesifikasi mesin NC milling yang akan digunakan. Untuk kasus ini, dialog box tool property diisi seperti Gambar Beberapa kode seperti T code, D code dan H code dapat diisikan oleh operator Area Pemesinan pada Proses Contour Roughing Akan muncul tampilan seperti Gambar Dialog box ini menyatakan daerah kerja pemesinan yang akan dilakukan oleh pahat. Cutting area bisa berupa: area tertutup yang berbentuk persegi. area tertutup yang tidak berbentuk persegi. 53
29 area terbuka. Gambar 3.40 Dialog box Cutting Area Cutting area ini dapat dibuat langsung di area XY range dengan menekan tombol (untuk area persegi) atau (untuk area bukan persegi). Jika cutting area sudah dibuat di dalam Space-E modeler maka dapat dipanggil dengan perintah id Untuk kasus ini, cutting area dibuat seperti Gambar Post processor pada Proses Contour Roughing Akan muncul tampilan seperti Gambar Gambar 3.41 Dialog box Post Proseccor Baris XMP File diisi dengan jenis post processor yang akan digunakan. Start number biasanya diisi nol. Base file name diisi dengan nama file tempat penyimpanan NC Data (G-Code) nantinya. 54
30 Operasi Semi Finishing Semi finishing adalah proses pemesinan diantara proses roughing dan finishing [13]. Operasi semi finishing kali ini terdiri dari empat proses yaitu proses contour finishing tahap satu dan dua, lalu dilanjutkan dengan parallel finishing tahap satu dan dua Contour Finishing Tahap Satu Hasil dari proses roughing adalah benda kerja yang sudah memiliki profil permukaan. Namun, profil bentuk permukaannya masih kurang benar, maka langkah selanjutnya adalah proses contour finishing. Pendefinisian yang harus dilakukan pada proses contour finishing tahap satu ini adalah parameter proses, pahat yang digunakan, area pemesinan serta post processor yang digunakan (dapat dilihat pada Lampiran A-3). Perbedaaan dengan proses roughing, selain pada strategi pemakanannya yang memang berbeda, juga terletak pada parameter option bagian tolerance. Toleransi kontur dan toleransi ketebalannya diperkecil sehingga akan didapat permukaan yang makin mendekati model. Jejak pemakanan kontur juga harus diperhalus dengan memperkecil parameter function-z pitch. Tentu saja hal ini dicapai dengan ukuran diameter pahat yang lebih kecil Contour Finishing Tahap Dua Hasil dari proses contour finishing tahap satu akan menghasilkan benda kerja yang memiliki profil permukaan dengan bentuk yang benar. Namun, untuk menghaluskan profil bentuk permukaaannya dilakukan lagi proses contour finishing tahap dua. Pendefinisian yang harus dilakukan pada proses contour finishing tahap dua ini dapat dilihat pada Lampiran A-4. Perbedaaan dengan proses contour finishing tahap satu hanya terletak pada parameter function bagian Z-pitch. Untuk memperhalus kontur arah Z, nilai stepover kembali diperkecil. Tentu saja hal ini dicapai dengan ukuran diameter pahat yang lebih kecil Parallel Finishing Tahap Satu Hasil dari proses contour finishing tahap satu dan dua akan menghasilkan benda kerja yang memiliki profil permukaan dengan bentuk yang benar. Namun, 55
31 kekasaran profil permukaannya masih jauh dari kekasaran profil permukaan model yang diinginkan sehingga dilakukan proses parallel finishing. Pendefinisian yang harus dilakukan pada proses parallel finishing tahap satu ini dapat dilihat pada Lampiran A-5. Perbedaaan dengan proses contour finishing selain terletak pada strategi pemakanannya yang memang berbeda, juga pada parameter option bagian tolerance dimana toleransi kontur diperkecil lagi. Untuk meningkatkan kehalusan jejak pemesinan bidang XY, parameter function-xy pitch juga harus diperkecil. Tentu saja untuk mencapai hal ini digunakan pahat dengan diameter yang lebih kecil dan berbentuk ball end mill untuk menghaluskan jejak pemesinan tersebut Parallel Finishing Tahap Dua Hasil dari proses parallel finishing tahap satu akan menghasilkan benda kerja dengan kekasaran profil permukaan yang cukup mendekati model. Namun, diinginkan permukaan yang lebih halus agar lebih mendekati kekasaran profil permukaan model dengan proses parallel finishing tahap dua. Pendefinisian yang harus dilakukan pada proses parallel finishing tahap dua ini dapat dilihat pada Lampiran A-6. Perbedaaan dengan proses parallel finishing tahap satu terletak pada parameter function bagian XY pitch dimana nilai XY pitch diperkecil dan pada parameter option bagian tolerance dimana toleransi ketebalan diperkecil. Tentu saja untuk mencapai hal ini digunakan pahat dengan diameter yang lebih kecil Operasi Finishing Finishing adalah proses pemesinan yang menghasilkan permukaan terakhir yang sesuai dengan persyaratan. Proses ini bertujuan untuk mendapatkan permukaan yang halus [13]. Operasi finishing kali ini terdiri dari tiga proses yaitu proses parallel finishing tahap tiga yang dilanjutkan dengan proses rest cutting tahap satu dan dua. Berikut penjelasannya satu persatu Parallel Finishing Tahap Tiga Hasil dari proses parallel finishing tahap dua menghasilkan benda kerja dengan kekasaran profil permukaan yang lebih mendekati model. Namun, diinginkan 56
32 untuk menyempurnakan kekasaran profil permukaan agar lebih mendekati kekasaran profil permukaan model dengan proses parallel finishing tahap tiga. Pendefinisian yang harus dilakukan pada proses parallel finishing tahap tiga ini dapat dilihat pada Lampiran A-7. Perbedaaan dengan proses parallel finishing tahap dua terletak pada parameter option bagian tolerance dimana toleransi ketebalan diperkecil lagi. Perbedaan lainnya adalah parameter function bagian XY pitch dimana nilai pitch pemotongan pada bidang XY diperkecil lagi. Tentu saja untuk mencapai hal ini digunakan pahat dengan diameter yang lebih kecil Rest Cutting Tahap Satu Hasil dari proses parallel finishing tahap tiga akan menghasilkan benda kerja dengan kekasaran profil permukaan yang lebih mendekati model. Namun, masih ada bagian-bagian yang kurang mendekati profil bentuk permukaan karena tidak terjangkau oleh pahat sebelumnya. Untuk itu langkah selanjutnya adalah proses rest cutting. Pendefinisian yang harus dilakukan pada proses rest cutting tahap pertama ini dapat dilihat pada Lampiran A-8. Perbedaan dengan proses parallel finishing tahap tiga selain terletak pada strategi pemakanannya juga terletak pada area pemesinannya. Area untuk rest cutting ini dibatasi pada bagian-bagian tertentu yang belum terjangkau oleh pahat sebelumnya Rest Cutting Tahap Dua Hasil dari rest cutting tahap satu ternyata masih menyisakan bagian-bagian yang masih tidak termakan oleh pahat. Untuk itu langkah selanjutnya dilakukan lagi proses rest cutting tahap dua. Pendefinisian yang harus dilakukan pada proses rest cutting tahap dua ini dapat dilihat pada Lampiran A-9. Perbedaan dengan proses rest cutting tahap satu terletak pada diameter pahat yang digunakan Perencanaan Proses Pemesinan untuk Cavity Pendefinisian Awal pada Space-E/CAM Pendefinisian awal pada Space-E/CAM meliputi pendefinisian model, material, mesin dan koordinat sistem basis pemotongan. Pendefinisian ini dapat dilihat pada Lampiran B-1. 57
33 Pendefinisian Proses-Proses Pemesinan Cavity Dalam proses pemesinan untuk cavity ini terdapat 4 proses pemesinan yang digolongkan dalam 3 operasi yaitu operasi roughing, operasi semi finishing dan operasi finishing. Alasan penentuan jumlah proses ini dapat dilihat lebih jelas pada subbab Berikut akan dijelaskan masing-masing proses pemesinan tersebut Operasi Roughing Roughing adalah proses pemesinan dengan kondisi pemesinan yang diatur sedemikian rupa sehingga memiliki laju penghasilan geram yang besar. Operasi roughing kali ini hanya terdiri dari satu proses saja yaitu proses contour roughing, yaitu proses pemakanan cepat untuk membentuk kontur. Pendefinisian yang harus dilakukan pada proses ini adalah parameter proses, pahat yang digunakan, area pemesinan dan post processor yang digunakan. Pendefinisian ini dapat dilihat pada Lampiran B Operasi Semi finishing Semi finishing adalah proses pemesinan diantara proses roughing dan finishing. Karena kontur permukaan cavity ini tidak terlalu rumit, maka dari proses roughing didapat profil bentuk permukaan yang sudah mendekati profil bentuk permukaan model. Namun demikian, perlu diproses semi finishing terlebih dahulu sebelum diproses finishing agar material yang harus dibuang tidak terlalu banyak. Operasi semi finishing kali ini terdiri dari satu proses saja yaitu proses contour finishing. Pendefinisian yang harus dilakukan pada proses ini dapat dilihat pada Lampiran B-3. Perbedaaan dengan proses roughing, selain pada strategi pemakanannya yang memang berbeda, juga terletak pada parameter option bagian tolerance. Toleransi kontur dan toleransi ketebalannya diperkecil sehingga akan didapat permukaan yang makin mendekati model. Tentu saja hal ini dicapai dengan ukuran diameter pahat yang lebih kecil Operasi Finishing Finishing adalah proses pemesinan yang menghasilkan permukaan terakhir yang sesuai dengan persyaratan. Proses ini bertujuan untuk mendapatkan 58
34 permukaan yang halus. Karena kontur permukaan cavity tidak begitu rumit, hasil dari proses contour finishing adalah profil bentuk permukaan yang hampir mendekati profil bentuk permukaan model. Oleh karena itu, proses bisa langsung dilanjutkan dengan proses finishing. Operasi finishing kali ini terdiri dari dua proses yaitu proses parallel finishing tahap satu dan dua. Berikut penjelasannya satu persatu Parallel Finishing Tahap Satu Hasil dari proses contour finishing seperti telah disebutkan di atas menghasilkan benda kerja yang memiliki profil permukaan dengan bentuk yang cukup benar. Namun, profil bentuk permukaannya masih tetap harus disempurnakan. Untuk itu langkah selanjutnya adalah proses parallel finishing. Parallel finishing adalah proses pemesinan untuk memotong seluruh permukaan sehingga didapat permukaan yang halus. Sama seperti proses-proses sebelumnya, pendefinisian yang harus dilakukan pada proses parallel finishing tahap satu ini adalah parameter proses, pahat yang digunakan, area pemesinan dan post processor yang digunakan. Pendefinisianpendefinisian ini dapat dilihat pada Lampiran B-4. Perbedaaan dengan proses contour finishing selain terletak pada strategi pemakanannya yang memang berbeda, juga pada parameter option bagian tolerance dimana toleransi kontur dan toleransi ketebalan diperkecil. Dan untuk meningkatkan kehalusan jejak pemesinan bidang XY, parameter function-xy pitch juga harus diperkecil. Untuk mencapai hal ini digunakan pahat dengan diameter yang lebih kecil dan berbentuk ball end mill Parallel Finishing Tahap Dua Hasil dari proses parallel finishing tahap satu akan menghasilkan benda kerja dengan profil permukaan yang cukup mendekati model. Namun, diinginkan permukaan yang lebih halus agar lebih mendekati kekasaran profil permukaan model. Untuk itu langkah selanjutnya adalah proses parallel finishing tahap dua. Pendefinisian yang harus dilakukan pada proses parallel finishing tahap dua ini dapat dilihat pada Lampiran B-5. Perbedaaan dengan proses parallel finishing tahap satu terletak pada parameter option bagian tolerance dimana toleransi ketebalan diperkecil. Untuk mencapai hal ini digunakan pahat dengan diameter yang lebih kecil lagi. 59
BAB 4 PEMBAHASAN. Bab 4 ini akan membahas setiap pengambilan keputusan yang dilakukan di Bab 3 disertai dengan alasan dan logika berpikirnya.
BAB 4 PEMBAHASAN Bab 4 ini akan membahas setiap pengambilan keputusan yang dilakukan di Bab 3 disertai dengan alasan dan logika berpikirnya. 4.1 Pembahasan Pemodelan Runner Turbin 4.1.1 Penggunaan Pro/Engineer
Lebih terperinciPEMBUATAN CETAKAN UNTUK WAX PATTERN PADA INVESTMENT CASTING SUDU RUNNER TURBIN FRANCIS. Koko Suherman
PEMBUATAN CETAKAN UNTUK WAX PATTERN PADA INVESTMENT CASTING SUDU RUNNER TURBIN FRANCIS TUGAS SARJANA Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Oleh Koko Suherman 13103035
Lebih terperinciMODUL PRAKTIKUM CNC II MASTERCAM LATHE MILLING
UNIVERSITAS RIAU MODUL PRAKTIKUM CNC II MASTERCAM LATHE MILLING LABORATORIUM CAD/CAM/CNC JURUSAN TEKNIK MESIN Disusun oleh: Tim Praktikum CNC II (Dedy Masnur, M. Eng., Edi Fitra,) JOB LATHE I. Gambar Kerja
Lebih terperincitiap-tiap garis potong, dan mempermudah proses pengeditan. Pembuatan layer dapat
BAB IV PEMBAHASAN Setelah melalui beberapa percobaan untuk mendapatkan metode yang efektif dalam merancang replika tulang patella dengan ketelitian bentuk yang mendekati tulang patella aslinya maka diantara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Proses Pemesinan Milling dengan Menggunakan Mesin Milling 3-axis
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan penemuan-penemuan proses serta teknik pemotongan logam (metal cutting) terus mendorong industri manufaktur semakin maju. Ini terlihat
Lebih terperinciBAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Metodologi merupakan tahapan-tahapan penelitian yang dilakukan oleh penulis untuk penyusunan karya ilmiah. Tahapan tersebut diperlukan agar penulisan dapat secara urut, sistematis
Lebih terperinciBAB IV SIMULASI PROSES PERMESINAN
BAB IV SIMULASI PROSES PERMESINAN Setelah dilakukan penentuan dimesin cetakan, maka selanjutnya dilakukan proses permesinannya. Untuk mensimulasikan proses permesinan cetakan botol digunakan perangkat
Lebih terperinciMateri 3. Seting Alat potong, Benda Kerja, dan Zero Offset pada Mesin Frais CNC
Materi 3 Seting Alat potong, Benda Kerja, dan Zero Offset pada Mesin Frais CNC Tujuan : Setelah mempelajari materi 3 ini mahasiswa memiliki kompetensi: Memasang benda kerja di mesin frais CNC Memilih alat
Lebih terperinciBAB 3 RANCANGAN DAN PELAKSANAAN PERCOBAAN
BAB 3 RANCANGAN DAN PELAKSANAAN PERCOBAAN 3.1 Instalasi Alat Percobaan Alat yang digunakan untuk melakukan percobaan adalah mesin CNC 5 axis buatan Deckel Maho, Jerman dengan seri DMU 50 evolution. Dalam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Industri manufaktur sudah semakin maju seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan penemuan penemuan proses dan teknik pemotongan logam (metal cutting). Ini terlihat
Lebih terperinciMODUL MESIN CNC-3. Oleh: Dwi Rahdiyanta FT-UNY
MODUL MESIN CNC-3 Oleh: Dwi Rahdiyanta FT-UNY KEGIATAN BELAJAR : Seting Benda Kerja, Pahat, dan Zero Offset Mesin Bubut CNC A. Tujuan Umum Setelah mempelajari materi ke tiga ini siswa diharapkan mampu
Lebih terperinciMateri 3 Seting Benda Kerja, Pahat, dan Zero Offset Mesin Bubut CNC Tujuan :
Materi 3 Seting Benda Kerja, Pahat, dan Zero Offset Mesin Bubut CNC Tujuan : Setelah mempelajari materi 3 ini mahasiswa memilki kompetensi melakukan seting benda kerja, pahat dan zerro offset mesin bubut
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian pemesinan dilaksanakan di PT.T2C Asia. Adapun waktu penelitiannya mulai dari Mei 2015. 3.2 Metode Penelitian Metode awal yang digunakan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Pemesinan Untuk membuat suatu alat atau produk dengan bahan dasar logam haruslah di lakukan dengan memotong bahan dasarnya. Proses pemotongan ini dapat dilakukan dengan
Lebih terperinciBAB 4 PEMBAHASAN DAN ANALISA DATA HASIL PERCOBAAN
BAB 4 PEMBAHASAN DAN ANALISA DATA HASIL PERCOBAAN 4.1 Data Hasil Percobaan Pada bab ini akan dibahas secara sistematis parameter-parameter yang ditentukan sehingga menghasilkan data dari proses percobaan
Lebih terperinciPembuatan benda kerja poros beralur dan ulir dengan Mastercam Lathe 9
Pembuatan benda kerja poros beralur dan ulir dengan Mastercam Lathe 9 A. Membuat gambar 1. Lakukan seting awal seperti pada modul sebelumnya 2. Gambar benda kerja sebagai berikut : 3. Langkah menggambar
Lebih terperinciBAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN
26 BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN 4.1. ALUR PROSES PENGERJAAN Pada waktu pelaksanaan Kerja Praktik, penulis ditugaskan untuk membantu proses Membuat komponen Dies Guard RL Hanger K25A, Adapun diagram
Lebih terperinciBab II Teori Dasar Gambar 2.1 Jenis konstruksi dasar mesin freis yang biasa terdapat di industri manufaktur.
Bab II Teori Dasar Proses freis adalah proses penghasilan geram yang menggunakan pahat bermata potong jamak (multipoint cutter) yang berotasi. Pada proses freis terdapat kombinasi gerak potong (cutting
Lebih terperinciPENGARUH TEKNIK PENYAYATAN PAHAT MILLING PADA CNC MILLING 3 AXIS TERHADAP TINGKAT KEKASARAN PERMUKAAN BENDA BERKONTUR
81 JTM Vol. 05, No. 2, Juni 2016 PENGARUH TEKNIK PENYAYATAN PAHAT MILLING PADA CNC MILLING 3 AXIS TERHADAP TINGKAT KEKASARAN PERMUKAAN BENDA BERKONTUR Irawan Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik,
Lebih terperinciDasar Pemrograman Mesin Bubut CNC Type GSK 928 TE
MATERI KULIAH CNC Dasar Pemrograman Mesin Bubut CNC Type GSK 928 TE Dwi Rahdiyanta Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta A. Struktur Program 1. Karakter Karakter adalah unit dasar untuk menyusun
Lebih terperinciAPLIKASI NEW HIGH SPEED MACHINING ROUGHING STRATEGY PADA MESIN CNC YCM EV1020A
APLIKASI NEW HIGH SPEED MACHINING ROUGHING STRATEGY PADA MESIN CNC YCM EV1020A TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Teknik Industri Edwin Bagus Yuwono 09 06
Lebih terperinciBAB 2 FASILITAS BANTU GAMBAR
BAB 2 FASILITAS BANTU GAMBAR 2.1 Quick Properties Quick Properties adalah fasilitas untuk menampilkan informasi properties yang terdapat pada tiap-tiap objek secara umum, sehingga bisa mempermudah untuk
Lebih terperinciANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING)
ANALISIS PEMOTONGAN RODA GILA (FLY WHEEL) PADA PROSES PEMESINAN CNC BUBUT VERTIKAL 2 AXIS MENGGUNAKAN METODE PEMESINAN KERING (DRY MACHINING) IRVAN YURI SETIANTO NIM: 41312120037 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
Lebih terperinci- tab kedua : mengatur polar tracking, dengan tujuan membantu menentukan sudut secara otomatis sesuai dengan sudut yang ditentukan.
BAB. 3 PERINTAH-PERINTAH GAMBAR Sebelum memulai penggambaran, sebaiknya kita lakukan drafting setting. Melalui drafting setting kita dapat mengatur environment AutoCAD, seperti : onjek snap, polar, mengatur
Lebih terperinciBAB 3 PROSES FRAIS (MILLING)
BAB 3 PROSES FRAIS (MILLING) 66 Proses pemesinan frais adalah proses penyayatan benda kerja dengan alat potong dengan mata potong jamak yang berputar. Proses penyayatan dengan gigi potong yang banyak yang
Lebih terperinciTUTORIAL-BUKU-PELATIHAN. solidworks tutorial
TUTORIAL-BUKU-PELATIHAN solidworks tutorial connecting rod head www.tutorialdesaincadgratis.wordpress.com CONNECTING ROD HEAD Pada bab ini kita akan memodelkan part pertama dengan nama Connecting Rod
Lebih terperinciBUKU 3 PROSES FRAIS (MILLING) Dr. Dwi Rahdiyanta
BUKU 3 PROSES FRAIS (MILLING) Dr. Dwi Rahdiyanta JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2010 1 Proses pemesinan frais adalah proses penyayatan benda kerja dengan
Lebih terperinciPengembangan laser..., Ahmad Kholil, FT UI, 2008
i. Membuat lintasan untuk setiap layer. Lintasan dibuat dengan terlebih dahulu menentukan titik x sesuai dengan hatch space yang telah ditentukan sebelumnya. j. Mengurutkan titik potong berdasarkan arah
Lebih terperinciBAB III KONVERSI FILE STEP-NC KE G CODE
BAB III KONVERSI FILE STEP-NC KE G CODE 3.1 PEMETAAN (MAPPING) Langkah awal untuk melakukan proses konversi file STEP-NC ke G Code adalah dengan proses mapping. Proses mapping adalah proses memetakan hubungan
Lebih terperinciUntuk dapat menggunakan buku ini sebaiknya Anda mempelajari perintah dasar yang sering digunakan pada AutoCAD. PERINTAH MENGGAMBAR AUTOCAD
PERSIAPAN LATIHAN Untuk dapat menggunakan buku ini sebaiknya Anda mempelajari perintah dasar yang sering digunakan pada AutoCAD. PERINTAH MENGGAMBAR AUTOCAD Pada dasarnya ada dua perintah menggambar dalam
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN ANALISIS
BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 HASIL SOFTWARE Tampilan untuk program konversi khusus untuk kasus general_revolution dapat dilihat pada gambar dibawah ini : Gambar 4.1 Tampilan program konversi Pada jendela
Lebih terperinciMesin Milling CNC 8.1. Proses Pemotongan pada Mesin Milling
Mesin Milling CNC Pada prinsipnya, cara kerja mesin CNC ini adalah benda kerja dipotong oleh sebuah pahat yang berputar dan kontrol gerakannya diatur oleh komputer melalui program yang disebut G-Code.
Lebih terperinciMateri 4. Menulis Program CNC di Mesin Frais CNC (membuka, menulis, dan mengedit program CNC)
Materi 4 Menulis Program CNC di Mesin Frais CNC (membuka, menulis, dan mengedit program CNC) Tujuan Setelah mempelajari materi 4 ini mahasiswa memiliki kompetensi : Menjelaskan dasar-dasar program CNC
Lebih terperinciMODUL PRAKTIKUM PROSES DAN SISTEM PRODUKSI. CNC- Computer Numerical Control Oleh : Arief Darmawan
MODUL PRAKTIKUM PROSES DAN SISTEM PRODUKSI CNC- Computer Numerical Control Oleh : Arief Darmawan LABORATORIUM PROSES DAN SISTEM PRODUKSI DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN INDUSTRI UNIVERSITAS GADJAH MADA 2017/2018
Lebih terperinciLAPORAN TUGAS COMPUTER NUMERICAL CONTROL
LAPORAN TUGAS COMPUTER NUMERICAL CONTROL Disusun Oleh : Kelompok : (Satu) Nama / NPM :. Arif Wibowo / 349. Musafak / 35464 3. Neneng Suryani / 35483 Kelas : 3ID08 Hari : Senin Mata Kuliah : Computer Numerical
Lebih terperinciBAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Gambar 3.1 Baja AISI 4340
26 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan 3.1.1 Benda Kerja Benda kerja yang digunakan untuk penelitian ini adalah baja AISI 4340 yang telah dilakukan proses pengerasan (hardening process). Pengerasan dilakukan
Lebih terperinciBAB 6 EDITING. Mengedit kesalahan dengan fasilitas Advance Editing
BAB 6 EDITING 6.1 Kesalahan pada digitasi garis 1. Over Shoot Kesalahan ini terjadi apabila terdapat dua garis yang tidak terhubung tetapi saling berpotongan 2. Under Shoot Kesalahan ini terjadi apabila
Lebih terperinciPROSES FREIS ( (MILLING) Paryanto, M.Pd.
PROSES FREIS ( (MILLING) Paryanto, M.Pd. Jur.. PT. Mesin FT UNY Proses pemesinan freis (milling) adalah penyayatan benda kerja menggunakan alat dengan mata potong jamak yang berputar. proses potong Mesin
Lebih terperinciBerita Teknologi Bahan & Barang Teknik ISSN : Balai Besar Bahan dan Barang Teknik Departemen Perindustrian RI No. 22/2008 Hal.
METODE PEMBUATAN PROGRAM CNC (CNC Machine) Dalmasius Ganjar Subagio*) INTISARI METODE PEMBUATAN PROGRAM CNC. Telah dilaksanakan kajian penggunaan tentang kinerja mesin CNC yang biasa digunakan untuk proses
Lebih terperinciTI-2121: Proses Manufaktur
TI-2121: Proses Manufaktur Operasi Pemesinan & Mesin Perkakas Laboratorium Sistem Produksi www.lspitb.org 2003 1. Hasil Pembelajaran Umum: Memberikan mahasiswa pengetahuan yang komprehensif tentang dasar-dasar
Lebih terperinciBAB lll PROSES PEMBUATAN BOSS FRONT FOOT REST. Pada bab ini penulis menjelaskan tentang langkah kerja pembuatan benda
BAB lll PROSES PEMBUATAN BOSS FRONT FOOT REST 3.1 Langkah Proses Pembuatan Pada bab ini penulis menjelaskan tentang langkah kerja pembuatan benda kerja yang sebagian besar digambarkan dalam diagram alir,
Lebih terperinciMomentum, Vol. 12, No. 1, April 2016, Hal. 1-8 ISSN , e-issn
Momentum, Vol. 12, No. 1, April 2016, Hal. 1-8 ISSN 0216-7395, e-issn 2406-9329 PENGARUH ARAH PEMAKANAN DAN SUDUT PERMUKAAN BIDANG KERJA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN MATERIAL S45C PADA MESIN FRAIS CNC
Lebih terperinciBAB 4 PERANGKAT EDITING ELEMEN KONSTRUKSI
BAB 4 PERANGKAT EDITING ELEMEN KONSTRUKSI Untuk tujuan mempermudah dalam mengakses dan aplikasinya, maka jenis-jenis perangkat editing elemen konstruksi yang tersedia pada ArchiCAD 10, peletakannya disusun
Lebih terperinciPROSES BUBUT (Membubut Tirus, Ulir dan Alur)
MATERI PPM MATERI BIMBINGAN TEKNIS SERTIFIKASI KEAHLIAN KEJURUAN BAGI GURU SMK PROSES BUBUT (Membubut Tirus, Ulir dan Alur) Oleh: Dr. Dwi Rahdiyanta, M.Pd. Dosen Jurusan PT. Mesin FT-UNY 1. Proses membubut
Lebih terperinciPROSES PEMBUBUTAN LOGAM. PARYANTO, M.Pd.
PROSES PEMBUBUTAN LOGAM PARYANTO, M.Pd. Jur.. PT. Mesin FT UNY Proses bubut adalah proses pemesinan untuk menghasilkan bagian-bagian mesin (komponen) berbentuk silindris yang dikerjakan dengan menggunakan
Lebih terperinciBAB III PROSES PERANCANGAN PANEL MCC
BAB III PROSES PERANCANGAN PANEL MCC DENGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE SOLIDWORKS 3.1 Data yang diperlukan Dalam SOP (Standart Operational Prosedur) yang berlaku di PT. Industira, sebelum membuat atau mendesain
Lebih terperinciFAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA LAB SHEET PRAKTIK MEDIA DIGITAL
A. Kompetensi FAKULTAS TEKNIK No. LST/EKA/PTI 236/05 Revisi: 01 Maret 2011 Hal 1 dari 18 Setelah mengikuti mata kuliah ini, mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan mengkreasikan bentuk objek dan warna,
Lebih terperinciPEMROGRAMAN CNC DENGAN SOFTWARE MASTER CAM
PEMROGRAMAN CNC DENGAN SOFTWARE MASTER CAM Menu pada software ini dibedakan atas dua bagian yaitu menu CAD dan menu CAM yang masing masing mempunyai fungsi untuk menggambar dan proses permesinan/manufactur,
Lebih terperinciBAB 4. Memodifikasikan Objek pada CorelDRAW X Memodifikasi Objek dengan Weld
Memodifikasi Objek 106 107 BAB 4 Memodifikasikan Objek pada CorelDRAW X4 M engubah suatu objek hingga objek tersebut menjadi lebih sempurna atau baik bisa disebut dengan memodifikasi objek. Untuk memodifikasikan
Lebih terperinciTutorial Inventor : Feature Coil
Tutorial Inventor : Feature Coil Agus Fikri Rosjadi agus.fikri@gmail.com http://agus-fikri.blogspot.com Lisensi Dokumen: Seluruh dokumen di agus-fikri.blogspot.com dapat digunakan, dan disebarkan secara
Lebih terperinciMateri 1. Mengenal Bagian-bagian Utama Mesin Bubut CNC, Panel Kontrol Sinumerik 802 S/C base line, dan tata nama sumbu koordinat
Materi 1 Mengenal Bagian-bagian Utama Mesin Bubut CNC, Panel Kontrol Sinumerik 802 S/C base line, dan tata nama sumbu koordinat Tujuan Setelah mempelajari Materi 1 ini mahasiswa memiliki kompetensi: Dapat
Lebih terperinciBAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan dalam 4 bulan yaitu dari bulan Oktober 2014
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan dalam 4 bulan yaitu dari bulan Oktober 2014 sampai dengan Januari 2014. Penelitian akan dilakukan di Laboratorium
Lebih terperinciMODUL PRAKTIKUM DESAIN GRAFIS MODUL
MODUL PRAKTIKUM DESAIN GRAFIS MODUL 1 MEMULAI CORELDRAW 1. Klik tombol Start > Program > Corel Graphic Suite > Corel Draw. c g b e a f j d h i k l m Keterangan: a. Title bar b. Menu bar c. Standard tool
Lebih terperinciDAFTAR ISI TOOLBAR SOLID TOOLBAR SHADE TOOLBAR 3D ORBIT TOOLBAR SURFACE TOOLBAR SOLIDS EDITING TOOLBAR MODIFY II TOOLBAR VIEW TOOLBAR TOOLBAR UCS
DAFTAR ISI TOOLBAR SOLID TOOLBAR SHADE TOOLBAR 3D ORBIT TOOLBAR SURFACE TOOLBAR SOLIDS EDITING TOOLBAR MODIFY II TOOLBAR VIEW TOOLBAR TOOLBAR UCS TOOLBAR RANDER TOOLBAR SOLIDS Box. Fungsi : untuk membuat
Lebih terperinci- Fungsi : untuk membangun kembali sebuah part, assembly atau drawing 8. File Properties
Menu Toolbar Sebelum kita belajar contoh kita di haruskan mengerti terlebih dahulu tentang menu Toolbar pada DDS SolidWorks. Banyak sekali menu Toolbar pada DDS SolidWorks, di halaman ini kita akan belajar
Lebih terperinciBAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian di PT. Kreasindo Jayatama Sukses Bekasi maka dapat ditarik beberapa kesimpulan: a. Tabel 6.1 di bawah ini menunjukkan strategi toolpath
Lebih terperinci5.1 Membuat Garis Bantu Dasar
MENDESAIN GELAS Dalam bab ini akan dibahas bagaimana mendesain gelas menggunakan perintah-perintah AutoCAD dan trik pemecahan masalah desain guna mencapai desain yang sempurna. Dalam mendesain gelas, pertama-tama
Lebih terperinciANALISIS SURFACE CORNER FINISHING PADA MATERIAL S45C MODEL 3D BOTTOM CORE VELG MOBIL DAIHATSU SIGRA
ANALISIS SURFACE CORNER FINISHING PADA MATERIAL S45C MODEL 3D BOTTOM CORE VELG MOBIL DAIHATSU SIGRA TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana Teknik Industri FIFIN
Lebih terperinciMembuat Sketch 2D Sederhana dalam Autodesk Inventor
Membuat Sketch 2D Sederhana dalam Autodesk Inventor Gede Andrian Widya Perwira gede.andrian@raharja.info Abstrak Sketch memiliki peranan penting karena merupakan rangka dalam membuat gambar 3D Model atau
Lebih terperinciMODUL CNC MILLING DENGAN SWANSOFT CNC SIMULATOR
MODUL CNC MILLING DENGAN SWANSOFT CNC SIMULATOR OLEH Sarwanto,S.Pd.T 085643165633 1 P a g e MESIN CNC MILLING Mesin Frais CNC (Computer Numerical Control) adalah sebuah perangkat mesin perkakas jenis frais/milling
Lebih terperinciPanduan Instalasi Program (Setup) Mesin CNC Virtual/Simulator
Materi Tambahan Panduan Instalasi Program (Setup) Mesin CNC Virtual/Simulator Tujuan : Setelah mempelajari materi tambahan ini mahasiswa memiliki kompetensi : Dapat melakukan instalasi progam mesin frais
Lebih terperinciKEGIATAN BELAJAR : Membuat Program di Mesin Bubut CNC
MODUL CNC- 4 Oleh: Dwi Rahdiyanta FT-UNY KEGIATAN BELAJAR : Membuat Program di Mesin Bubut CNC A. Tujuan umum pembelajaran Setelah mempelajari materi ini peserta didik diharapkan akan mampu melakukan pemrograman
Lebih terperinciTUTORIAL DESAIN DRILL BERTINGKAT MENGGUNAKAN SOFTWARE MASTERCAM X5 & SWANSOFT CNC SIMULATOR
TUTORIAL DESAIN DRILL BERTINGKAT MENGGUNAKAN SOFTWARE MASTERCAM X5 & SWANSOFT CNC SIMULATOR Oleh : Agus Priyanto 15518241016 Pendidikan Teknik Mekatronika JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK
Lebih terperinciALGORITMA PEMILIHAN DIAMETER PAHAT PROSES PEMESINAN POCKET 2-1/2D DENGAN METODA HIGH SPEED MACHINING
ALGORITMA PEMILIHAN DIAMETER PAHAT PROSES PEMESINAN POCKET 2-1/2D DENGAN METODA HIGH SPEED MACHINING TUGAS AKHIR Oleh: Denny Nurkertamanda 23400006 BIDANG KHUSUS SISTEM MANUFAKTUR PROGRAM STUDI TEKNIK
Lebih terperinciBAB III METODE PERANCANGAN. base gantungan baju multifungsi adalah sebagai berikut :
BAB III METODE PERANCANGAN Metode perancangan merupakan langkah-langkah yang dijadikan pedoman dalam melakukan perancangan agar memperoleh hasil yang lebih baik dan memperkecil kesalahan kesalahan yang
Lebih terperinciBAB III 3 PEMODELAN SISTEM
BAB III 3 PEMODELAN SISTEM Adapun kecerdasan-kecerdasan utama yang diinginkan wajib dimiliki oleh model mesin bubut cerdas ini adalah: 1. Memiliki fungsi pengelolaan data pendukung seperti penambahan,
Lebih terperinciTutorial Pro/ENGINEER : Merakit Mesin Torak (seri 3)
Tutorial Pro/ENGINEER : Merakit Mesin Torak (seri 3) Agus Fikri Rosjadi agus.fikri@gmail.com http://agus-fikri.blogspot.com Lisensi Dokumen: Seluruh dokumen di agus-fikri.blogspot.com dapat digunakan,
Lebih terperinciLAYOUT OBYEK MODUL 3 MENYUSUN, MENATA, MENGATUR, MENGUBAH OBYEK
LAYOUT OBYEK MODUL 3 MENYUSUN, MENATA, MENGATUR, MENGUBAH OBYEK Pada bab sebelumnya kita sudah membicarakan tentang editing obyek dasar. Pada pembahasan tersebut adalah cara mudah dan cepat untuk melakukan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Studi Pustaka. Persiapan Spesimen dan Peralatan. Permesinan dengan Kondisi Permesinan Kering dan Basah
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Mulai Studi Pustaka Persiapan Spesimen dan Peralatan Permesinan dengan Kondisi Permesinan Kering dan Basah Permesinan dengan Pemakaian Jenis Pahat
Lebih terperinciSUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 TEKNIK PEMESINAN
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 TEKNIK PEMESINAN BAB III PEMESINAN FRAIS B. SENTOT WIJANARKA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 BAB 3 PROSES
Lebih terperinciMATERI KULIAH PROSES PEMESINAN KERJA BUBUT KOMPLEKS Ulir, Tirus, Eksentrik dan Benda Panjang
Kegiatan Belajar MATERI KULIAH PROSES PEMESINAN KERJA BUBUT KOMPLEKS Ulir, Tirus, Eksentrik dan Benda Panjang Dwi Rahdiyanta FT-UNY Membubut Komplek : Ulir, Tirus, Eksentrik, dan Membubut Benda a. Tujuan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI. Pembongkaran mesin dilakukan untuk melakukan pengukuran dan. Selain itu juga kita dapat menentukan komponen komponen mana yang
BAB III METODOLOGI 3.1 Pembongkaran Mesin Pembongkaran mesin dilakukan untuk melakukan pengukuran dan mengganti atau memperbaiki komponen yang mengalami kerusakan. Adapun tahapannya adalah membongkar mesin
Lebih terperinciStyle Icon PENDAHULUAN Cara Mengatur Depan Belakang Objek pada CorelDraw Order Arrange > Order
Style Icon PENDAHULUAN Cara Mengatur Depan Belakang Objek pada CorelDraw Buat dulu objeknya. Objek pertama menggunakan rectangle tool, tekan tombol keyboard CTRL agar berbentuk persegi saat Anda membuatnya.
Lebih terperinciBUBUT CNC. Tol. Jumlah Bahan No Dokumen JST/MES/MES322/01 ± 0,05 1 Al = 28x120 Edisi 02 Berlaku Efektif 02 KONTUR LURUS. Skala 1.5 : 1 Digambar oleh
8 7 4 1 4 1 36 Petunjuk Praktik pada Mesin CNC TU-A 1) Masukkan contoh program NC tersebut pada unit kontrol mesin secara manual ) Lakukan tes uji jalan program 3) Lakukan uji lintasan pahat dengan plotter,
Lebih terperinciBAB IV PENGUJIAN DAN EVALUASI SISTEM
BAB IV PENGUJIAN DAN EVALUASI SISTEM 4.1. Gambaran Umum Pengujian software simulasi ini akan dijelaskan meliputi tiga tahap yaitu : input, proses dan output. Pada proses input pertama kali yang dilakukan
Lebih terperincidiantaranya mempelajari tentang struktur dan bentuk tulang khususnya anatomi tulang manusia. Salah satu metode pembelajarannya yaitu mengamati dan
BAB III METODOLOGIPERANCANGAN 3.1 Materi Perancangan Osteologi merupakan ilmu anatomi dalam bidang kedokteran yang diantaranya mempelajari tentang struktur dan bentuk tulang khususnya anatomi tulang manusia.
Lebih terperinciTutorial CATIA : Membuat model Allen Screw
Tutorial CATIA : Membuat model Allen Screw Agus Fikri Rosjadi agus.fikri@gmail.com http://agus-fikri.blogspot.com Lisensi Dokumen: Seluruh dokumen di agus-fikri.blogspot.com dapat digunakan, dan disebarkan
Lebih terperinciBAB IIIPROSES PEMBUATAN MOLD GRAB RAIL K15A PROSES PEMBUATAN MOLD GRAB RAIL K15A
BAB IIIPROSES PEMBUATAN MOLD GRAB RAIL K15A PROSES PEMBUATAN MOLD GRAB RAIL K15A 3.1 Deskripsi Molding Injection Mold (cetakan) terdiri dari dua bagian pelat bergerak (core plate) dan pelat diam (cavity
Lebih terperinciMateri 5. Mengoperasikan mesin bubut CNC untuk membuat benda kerja
Materi 5 Mengoperasikan mesin bubut CNC untuk membuat benda kerja Tujuan : Setelah mempelajari materi 5 ini mahasiswa memiliki kompetensi membuat benda kerja (produk) sesuai dengan gambar kerja dengan
Lebih terperinciA. Tujuan Mengenal fasilitas dasar untuk membuat bentuk bebas dengan CorelDraw dan menerapkannya dalam pembuatan logotype.
MODUL #3 Membuat Bentuk Bebas dengan CorelDraw A. Tujuan Mengenal fasilitas dasar untuk membuat bentuk bebas dengan CorelDraw dan menerapkannya dalam pembuatan logotype. B. Langkah-langkah/ Contoh kasus
Lebih terperinciMICROSOFT POWERPOINT. Pendahuluan
MICROSOFT POWERPOINT Pendahuluan Microsoft Power Point adalah suatu software yang akan membantu dalam menyusun sebuah presentasi yang efektif, professional, dan juga mudah. Microsoft Power Point akan membantu
Lebih terperinciEFEK MODUL 4. Special Effect
EFEK MODUL 4 Special Effect Pada bab bab sebelumnya kita sudah membahas dan berlatih bagaimana membuat obyek dasar dan memanipulasi serta memberikan pengaturan tertentu. Pada bab ini akan dibahas mengenai
Lebih terperinciPROSES SEKRAP ( (SHAPING) Paryanto, M.Pd. Jur. PT Mesin FT UNY
PROSES SEKRAP ( (SHAPING) Paryanto, M.Pd. Jur. PT Mesin FT UNY Mesin sekrap (shap machine) disebut pula mesin ketam atau serut. Mesin ini digunakan untuk mengerjakan bidang-bidang yang rata, cembung, cekung,
Lebih terperinciBAB III ANALISIS. Gambar 3.1 Process Sheet & NCOD.
BAB III ANALISIS 3.1 Tahap Persiapan Pada Tahap Persiapan Ini ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan untuk memulai proses pembuatan part Connecting Lever dengan Part No. 35-94575-0203 untuk bagian ACS.
Lebih terperinciMateri 4. Menulis Program di Mesin Bubut CNC (membuka, menulis, dan mengedit program CNC)
Materi 4 Menulis Program di Mesin Bubut CNC (membuka, menulis, dan mengedit program CNC) Tujuan Setelah mempelajari materi 4 ini mahasiswa memiliki kompetensi : Memahami dasar-dasar program CNC untuk mesin
Lebih terperinciBAB 3 PERANCANGAN PROSES PENGERJAAN KOMPONEN PROTOTYPE V PISTON MAGNETIK
BAB 3 PERANCANGAN PROSES PENGERJAAN KOMPONEN PROTOTYPE V PISTON MAGNETIK 3.1 Perancangan dan Tahap-tahap Perancangan Perancangan adalah tahap terpenting dari seluruh proses pembuat alat. Tahap pertama
Lebih terperinciProses no 1. Penjelasan: Pembuatan layer baru, klik tombol layers seperti terlihat pada gambar. di atas.
110 Proses no 1 Penjelasan: Pembuatan layer baru, klik tombol layers seperti terlihat pada gambar di atas. 111 Proses no 1 Penjelasan: Pada Layer Properties Manager tulis layer baru yang akan dibuat, sebelumnya
Lebih terperinciGambar 4.1 Macam-macam Komponen dengan Bentuk Kompleks
BAB 4 HASIL DA A ALISA Banyak komponen mesin yang memiliki bentuk yang cukup kompleks. Setiap komponen tersebut bisa jadi memiliki CBV, permukaan yang berkontur dan fitur-fitur lainnya. Untuk bagian implementasi
Lebih terperinciTeori & Praktek Komputer II Revolve Features,
Teori & Praktek Komputer II Revolve Features, Shelling & Ribs Rivai W, ST., MSc Mechanical Engineering Department Faculty of Industrial Eng. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Learning Objectives
Lebih terperinciDisusun Oleh : BAIYIN SHOLIKHI DIPLOMA III TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA JUNI 2012
Disusun Oleh : BAIYIN SHOLIKHI 2108 030 044 DIPLOMA III TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA JUNI 2012 Latar Belakang Kebutuhan penggunaan suatu mesin perkakas
Lebih terperinciA. Tujuan Mengenal fasilitas dasar untuk membuat bentuk bebas dengan CorelDraw dan menerapkannya dalam pembuatan logotype.
MODUL #3 Membuat Bentuk Bebas dengan CorelDraw A. Tujuan Mengenal fasilitas dasar untuk membuat bentuk bebas dengan CorelDraw dan menerapkannya dalam pembuatan logotype. B. Langkah-langkah/ Contoh kasus
Lebih terperinciBAB 3 FASILITAS PENGGAMBARAN OBJEK GEOMETRI
BAB 3 FASILITAS PENGGAMBARAN OBJEK GEOMETRI 3.1 Menggambar Objek Linear 3.1.1 Line Line merupakan jenis perintah gambar untuk membuat garis tunggal lurus. Apabila digunakan untuk membuat garis yang bersegmen,
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Model tabung gas LPG dibuat berdasarkan tabung gas LPG yang digunakan oleh
III. METODE PENELITIAN Model tabung gas LPG dibuat berdasarkan tabung gas LPG yang digunakan oleh rumah tangga yaitu tabung gas 3 kg, dengan data: Tabung 3 kg 1. Temperature -40 sd 60 o C 2. Volume 7.3
Lebih terperinciNuryadin Eko Raharjo M.Pd.
TAMAN T. CUCI R. TIDUR UTAMA R. TIDUR R. KELUARGA DAPUR & R. MAKAN R. TAMU R. TIDUR TAMAN CARPORT TAMAN Nuryadin Eko Raharjo M.Pd. Email:nuryadin_er@uny.ac.id JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi yang sangat pesat mendorong terciptanya suatu produk baru dengan kualitas yang baik. Dalam dunia industri manufaktur, terdapat banyak kendala
Lebih terperinciTORSI ISSN : Jurnal Teknik Mesin Universitas Pendidikan Indonesia Vol. IV No. 1 Januari 2006 Hal
PENGARUH PROSES PEMOTONGAN END MILL TERHADAP HASIL POTONG Dalmasius Ganjar Subagio*) INTISARI PENGARUH PROSES PEMOTONGAN END MILL TERHADAP HASIL POTONG. Telah dilaksanakan penelitian terhadap perbedaan
Lebih terperinciBAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Data Data yang diperlukan dalam penelitian Aplikasi New High Speed Machining Roughing Strategy Pada Mesin CNC YCM EV1020A antara lain: 1. Jurnal dan penelitian yang berkaitan
Lebih terperinciPENGARUH TEBAL PEMAKANAN DAN KECEPATAN POTONG PADA PEMBUBUTAN KERING MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN MATERIAL ST-60
PENGARUH TEBAL PEMAKANAN DAN KECEPATAN POTONG PADA PEMBUBUTAN KERING MENGGUNAKAN PAHAT KARBIDA TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN MATERIAL ST-60 Hasrin Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl.Banda
Lebih terperinciBAB V PENGUJIAN DAN ANALISA. Tempat Melakukan Pengujian : Peralatan Yang Dibutuhkan :
5.1. Pengujian Alat BAB V PENGUJIAN DAN ANALISA Pengujian alat dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah alat tersebut dapat bekerja dengan baik atau tidak. 5.1.1. Tempat dan Peralatan Tempat Melakukan
Lebih terperinciSISTEM OPERASI DAN PEMROGRAMAN SINUMERIK 802 C BASE LINE CNC MILLING
SISTEM OPERASI DAN PEMROGRAMAN SINUMERIK 802 C BASE LINE CNC MILLING Daftar isi 1. PENGENALAN MESIN 2. MENGHIDUPKAN DAN REFERENSI MESIN 3. SETUP DATA 4. MODE OPERASI MANUAL 5. MODE OTOMATIS 1. PENGENALAN
Lebih terperinci