BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Kemajuan teknologi saat ini, menuntut para pemberi pelayanan kesehatan agar memberikan pelayanan yang bermutu. Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, peningkatan mutu kualitas layanan merupakan salah satu aspek yang sangat penting. Rumah sakit sebagai salah satu penyedia pelayanan kesehatan yang mempunyai fungsi rujukan harus dapat memberikan pelayanan yang profesional dan berkualitas. Sejalan dengan upaya tersebut, agar para tenaga kesehatan di rumah sakit dapat memberikan pelayanan prima bagi para pasiennya, diperlukan adanya suatu pedoman pelayanan kesehatan yang dapat digunakan sebagai acuan dalam setiap tindakan yang dilakukan. Pelayanan anestesia pada hakekatnya harus bisa memberikan tindakan medis yang aman, efektif, berperikemanusiaan, berdasarkan ilmu kedokteran mutakhir dan teknologi tepat guna dengan mendayagunakan sumber daya manusia yang berkompeten dan profesional dalam menggunakan peralatan dan obat-obatan yang sesuai standar, pedoman dan petunjuk profesi Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia. Pelayanan anestesia di rumah sakit antara lain meliputi pelayanan anestesia/analgesia di kamar bedah dan di luar kamar bedah, pelayanan kedokteran perioperatif, penanggulangan nyeri akut dan kronis, resusitasi jantung paru dan otak, pelayanan kegawatdaruratan dan terapi intensif. Jenis pelayanan yang diberikan oleh setiap rumah sakit akan berbeda, tergantung dari fasilitas, sarana, dan sumber daya yang dimiliki oleh rumah sakit tersebut. Oleh sebab itu, dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan anestesia di Rumah Sakit, disusunlah Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan Terapi intensif di RSUD Dr. H. Slamet Martodirdjo Pamekasan. II. Tujuan 1. Memberikan pelayanan anestesia, analgesia dan sedasi secara berperikemanusiaan dan memuaskan bagi pasien yang menjalani 1

2 pembedahan, prosedur medis atau trauma yang menyebabkan rasa nyeri, kecemasan dan stress psikis lain. 2. Menunjang fungsi vital tubuh terutama jalan nafas, pernafasan, kardiovaskular dan kesadaran pasien yang mengalami gangguan atau ancaman nyawa karena menjalani pembedahan, prosedur medis, trauma, atau penyakit lain. 3. Melakukan reanimasi/resusitasi (basic, advanced, prolonged life support), pada kegawatan mengancam nyawa di manapun pasien berada (Ruang gawat darurat, kamar bedah, ruang pulih, ruang terapi intensif / ICU, dan lain-lain). 4. Menjaga keseimbangan cairan, elektrolit, asam basa dan metabolisme tubuh pasien yang mengalami gangguan atau ancaman nyawa pada pembedahan, prosedur medis, trauma atau penyakit lain. 5. Menanggulangi masalah nyeri akut di rumah sakit (nyeri akibat pembedahan, trauma, maupun nyeri persalinan). 6. Menanggulangi masalah nyeri kronik dan nyeri membandel (nyeri kanker dan penyakit kronik). 7. Memberikan bantuan terapi pernafasan. BAB II PENGERTIAN Dalam pedoman ini yang dimaksud dengan: 2

3 1. Pelayanan anestesiologi dan terapi intensif adalah tindakan medis yang dilakukan oleh dokter spesialis Anestesiologi dalam kerja sama tim meliputi penilaian pra operatif (pra anestesia), intra anestesia dan pasca anestesia serta pelayanan lain sesuai bidang Anestesiologi antara lain terapi intensif, gawat darurat dan penatalaksanaan nyeri. 2. Tim pengelola pelayanan anestesiologi dan terapi intensif adalah tim yang dipimpin oleh dokter spesialis Anestesiologi dengan anggota dokter lain dan perawat anestesia dan/atau perawat. 3. Dokter spesialis Anestesiologi adalah dokter yang telah menyelesaikan pendidikan program studi dokter spesialis Anestesiologi di institusi pendidikan yang diakui atau lulusan luar negeri dan yang telah mendapat Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktek (SIP). 4. Kolaborasi adalah tindakan yang dilakukan perawat anestesi dan perawat dalam ruang lingkup medis dalam melaksanakan instruksi dokter. 5. Kewenangan klinik adalah proses kredensial pada tenaga kesehatan yang dilakukan di dalam rumah sakit untuk dapat memberikan pelayanan medis tertentu sesuai dengan peraturan internal rumah sakit. 6. Standar prosedur operasional adalah suatu perangkat instruksi/langkahlangkah yang di bakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu, berdasarkan standar kompetensi, standar pelayanan kedokteran dan pedoman nasional yang disusun, ditetapkan oleh rumah sakit sesuai kemampuan rumah sakit dengan memperhatikan sumber daya manusia, sarana, prasarana dan peralatan yang tersedia. 7. Pelayanan pra-anestesia adalah penilaian untuk menentukan status medis pra anestesia dan pemberian informasi serta persetujuan bagi pasien yang memperoleh tindakan anestesia. 8. Pelayanan intra anestesia adalah pelayanan anestesia yang dilakukan selama tindakan anestesia meliputi pemantauan fungsi vital pasien secara kontinu. 9. Pelayanan pasca-anestesia adalah pelayanan pada pasien pasca anestesia sampai pasien pulih dari tindakan anestesia. BAB III STRUKTUR ORGANISASI DAN PENGATURAN MANAJEMEN A. STRUKTUR ORGANISASI DIREKTUR 3

4 KEPALA BAGIAN dr.h.marthunus Judin,SpAn KETUA SMF dr. Sugeng Budi S, SpAn.KMN KETUA PROGRAM STUDI dr.mh. Sudjito,SpAn.KNA SEKRETARIS dr. Purwoko, SpAn.KAKV SEKRETARIS PROGRAM STUDI dr. Sugeng Budi S,SpAn.KMN PELAYANAN, PENGABDIAN MASYARAKAT & KERJA SAMA dr. H. Marthunus Judin, SpAn PENDIDIKAN dr. MH. Sudjito,SpAn.KNA LITBANG dr.purwoko,span.kakv O K dr. Sugeng Budi,SpAn ICU dr. Eko S,SpAn.KIC POLI dr.suprapto mo MAHASISW A COAS dr.suprapto PERAWAT dr Eko S,SpAn PENELITIANPENGEMBANGAN dr.fitri Hapsari dr.ardana Tri D,SpAn A,SpAn IGD dr. Ardana Tri A IBS dr.heri Dwi P,SpAn PACU dr.bamban g N.P,SpAn PREOP dr.suprapto mo NYERI dr.sugeng Budi,SpAn.K MN SEDASI dr.muh. Husni Thamrin,Sp PELAKSANA DSAn jaga PELAKSANA Semua DSAn SMF Anestesiologi bernaung dibawah Wadir Pelayanan Medik dalam hal fungsi pelayanan dan dibawah Komite Medik dalam hal prosedur pelayanan dan etika pelayanan medi : Garis Komando B. PENGATURAN MANAJEMEN Kebijakan Layanan Anestesia dan Sedasi (sedang dan dalam) meliputi: Layanan anestesia dan sedasi di RSUD Dr. H. Slamet Martodirdjo Pamekasan, berdasarkan standar dan pedoman pelayanan anestesiologi indonesia tahun 2008, dan PERMENKES RI no. 519/MENKES/PER/III/2011 tentang pedoman penyelenggaraan pelayanan anestesiologi dan terapi intensif di Rumah Sakit. 4

5 1. Ketua SMF a. Tugas : - Mengkoordinir dan memantau kegiatan pelayanan medis sesuai dengan standar pelayanan profesi - Melaksanakan tugas administrasi b. Tanggung Jawab : - Mengembangkan, menerapkan dan menjaga kebijakan serta prosedur - Melakukan pengawasan administratif - Menjalankan program pengendalian mutu dan keselamatan pelayanan Anestesi yang dilakukan - Merekomendasikan sumber dari luar untuk layanan anestesi - Memantau dan mengkaji semua layanan anestesi - Menetapkan kompetensi, pelatihan dan pendidikan bagi staf medis Anestesi untuk pengembangan dan peningkatan kualitas pelayanan Anestesi 2. Koordinator Pelayanan Anestesi Instalasi Bedah Sentral a. Tugas : - Sebagai koordinator dalam melaksanakan pelayanan Anestesi dan Terapi Intensif di Instalasi Bedah Sentral sesuai dengan protap dan kaidah waspada dasa netra - Sebagai koordinator dalam mengevaluasi setiap pelayanan Anestesi dan Terapi Intensif di Instalasi Bedah Sentral yang telah dilakukan, kendala yang timbul, kesesuaian antara rencana dengan kenyataan b. Tanggung Jawab : - Sebagai koordinator dalam memberikan informasi (informed consent) kepada pasien dan keluarga sebelum dilakukan prosedur Anestesi. - Sebagai koordinator dalam melakukan prosedur pelayanan Anestesi pada pasien di Instalasi Bedah Sentral RSUD Dr. H. Slamet Martodirdjo. - Sebagai koordinator dalam melaporkan dan mempertanggung jawabkan pelayanan Anestesi yang dilakukan di Instalasi Bedah Sentral. - Sebagai koordinator dalam pengisian formulir dokumen medis sesuai petunjuk pengisian yang berlaku di RSUD Dr. H. Slamet Martodirdjo secara jelas, lengkap dan benar; sehingga dapat dipertanggungjawabkan sebagai bukti otentik dari pelayanan medis yang dilakukan terhadap pasien di Instalasi Bedah Sentral. - Mengajukan usul dan saran untuk kemajuan SMF kepada Direktur lewat Ketua SMF. 3. Koordinator Pelayanan ICU a. Tugas : 5

6 - Sebagai koordinator dalam melaksanakan pelayanan Intensive Care Unit RSU Dr. H. Slamet Martodirdjo sesuai dengan protap dan kaidah waspada dasa netra. - Sebagai koordinator dalam mengevaluasi setiap pelayanan Intensive Care Unit yang telah dilakukan, kendala yang timbul, kesesuaian antara rencana dengan kenyataan. b. Tanggung Jawab : - Sebagai koordinator dalam memberikan informasi (informed consent) kepada pasien dan keluarga sebelum dilakukan prosedur Intensive Care Unit. - Sebagai koordinator dalam melakukan prosedur pelayanan Intensive Care Unit RSUD Dr. H. Slamet Martodirdjo. - Sebagai koordinator dalam melaporkan dan mempertanggung jawabkan pelayanan yang dilakukan di Intensive Care Unit RSUD Dr. H. Slamet Martodirdjo. - Sebagai koordinator dalam pengisian formulir dokumen medis sesuai petunjuk pengisian yang berlaku di RSUD Dr. H. Slamet Martodirdjo secara jelas, lengkap dan benar; sehingga dapat dipertanggungjawabkan sebagai bukti otentik dari pelayanan medis yang dilakukan terhadap pasien di Instalasi Bedah Sentral. - Mengajukan usul dan saran untuk kemajuan SMF kepada Direktur lewat Ketua SMF. BAB IV PELAYANAN SEDASI A. Kebijakan Sedasi meliputi : 1 Layanan sedasi sedang dan dalam dilakukan oleh dokter anestesiologi mengacu pada SK Direktur No /19.312/2012 tentang pelayanan sedasi sedang dan dalam di RSUD Dr. H. Slamet Martodirdjo Surakarta. 2 Definisi layanan sedasi sedang dan dalam Layanan sedasi sedang adalah pemberian obat-obatan yang menyebabkan penurunan kesadaran tetapi masih berespon terhadap rangsangan verbal dan rangsangan taktil ringan, jalan nafas ventilasi masih terjaga dengan baik dan fungsi kardiovaskular masih terjaga dengan baik. Obat-obatan yang dipakai adalah obat-obatan yang berefek sedatif. Layanan sedasi dalam adalah pemberian obat-obatan yang menyebabkan penurunan kesadaran dimana 6

7 pasien sulit dibangunkan tetapi masih bisa berespon terhadap rangsangan nyeri berulang, jalan nafas dan fungsi ventilasi spontan mungkin terganggu, sehingga memerlukan bantuan untuk mempertahankan kelapangan jalan nafas dan mempertahanlkan ventilasi yang adekuat, fungsi kardiovaskular biasanya masih terjaga dengan baik. Obat-obatan yang dipakai adalah obat-obatan yang berefek sedatif. 3 Layanan sedasi diberikan pada pasien paediatrik dan pasien dewasa pada kasus-kasus : endoskopi, kurretage, radiodiagnostik, radioterapi, colonoskopi, bronkhoskopi jika diperlukan dan tindakan kedokteran lain yang memerlukan tindakan sedasi. 4 Pelaksana pemberi layanan sedasi, yaitu : Dokter spesialis Anestesiologi sebagai DPJP dan peserta didik yang berada dibawah pengawasan DPJP. 5 Layanan sedasi yang diberikan harus dapat memenuhi kebutuhan layanan sedasi dan disiplin terkait serta sesuai dengan bentuk layanan sedasi yang dimiliki oleh bagian / SMF anestesiologi dan terapi intensif RSUD Dr. H. Slamet Martodirdjo Surakarta. 6 Setiap layanan sedasi sedang dan dalam harus melalui proses penerimaan, penilaian, perencanaan, dan persiapan. 7 Setiap layanan sedasi sedang dan dalam yang dilakukan oleh spesialis anestesi sebagai DPJP dan peserta didik harus melalui proses komunikasi dan pemberian informasi serta mendapat persetujuan sedasi dari pasien atau keluarga pasien. 8 Layanan sedasi harus dilakukan pemantauan selama pra sedasi, durante sedasi dan pasca sedasi Pada saat Prasedasi dilakukan pemantauan terhadap tensi, nadi, RR, saturasi dan dilakukan penilaian nyeri ( direkam sebelum sedasi pada catatan sedasi). Pada durante sedasi dilakukan pemantauan terhadap tensi, nadi, RR dan saturasi setiap 5 menit, dilakukan penilaian nyeri serta dilakukan penilaian kedalaman sedasi (direkam dalam catatan sedasi). 7

8 Pada pasca sedasi dilakukan pemantauan terhadap tensi, nadi, RR dan saturasi setiap 15 menit sampai stabil dan kembali ke kondisi awal, dilakukan penilaian nyeri serta dilakukan penilaian kedalaman sedasi (direkam dalam catatan sedasi). 9 Setiap memberikan pelayanan sedasi harus dipastikan alat : Ada Monitor EKG, oksimetri, tabung oksigen dan perlengkapannya, suction dan perlengkapannya, troley emergensi, ada obat nalokson. 10 Penatalaksanaan jika pasien mengalami syok karena pemberian sedasi dilakukan penatalaksanaan sesuai dengan langkah-langkah pengelolaan pasien syok. 11 Setiap layanan sedasi harus didokumentasikan didalam rekam medis, dicatat dalam catatan sedasi. 12 Kepala bidang pelayanan medik agar memantau pelaksanaan layanan dan melaporkan hasil kegiatannya kepada Direktur Medik dan Keperawatan RSUD Dr. H. Slamet Martodirdjo Surakarta. B. Pedoman pra sedasi Kebijakan : Persiapan pra sedasi harus dikerjakan oleh dokter spesialis anestesi anestesi atau residen anestesi yang telah memenuhi syarat secara profesional dan sesuai dengan standar pelayanan medis segera setelah ada permintaan dari dokter spesialis terkait Prosedur : 1. Dokter operator membuat konsulan/ permintaan ke dokter spesialis anestesi. 2. Dokter spesialis anestesi atau residen anestesi yang telah memenuhi syarat melakukan kunjungan ruangan dan pemeriksaan fisik, darah rutin dan pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan (laboratorium, foto thoraks, EKG, dan lain lain) dan konsultasi ke dokter spesialis lain atas indikasi. 8

9 3. Membuat kesimpulan berupa diagnosis anestesi yang meliputi : identitas pasien, jenis tindakan, indikasi tindakan dan tehnik sedasi yang akan diberikan serta status fisik berdasarkan ASA. 4. Melakukan informed consent. 5. Memerintahkan kepada perawat diruang rawat inap agar : a. Memuasakan pasien 4-6 jam pre sedasi sesuai status pasien. b. Memasang infus pemeliharaan semenjak pasien dipuasakan. c. Menghapus kosmetik serta melepas semua protese dan perhiasan pasien. d. Memberikan obat-obat premedikasi sesuai perintah menit sebelum tindakan, pasien diantar ke kamar tindakan, serah terima dari perawat ruangan kepada perawat kamar tindakan disertai dengan status pasien, usaha keperawatan yang sedang dikerjakan obat dan perlengkapan sedasi. Persiapan di kamar tindakan meliputi monitor, alat dan obat yang akan dipakai, alat dan obat emergensi. 7. Persiapan di kamar tindakan meliputi monitor, alat dan obat yang akan dipakai, alat dan obat emergensi. C. Pedoman sedasi sedang dan dalam Kebijakan : Persiapan pra anestesi harus dikerjakan oleh dokter spesialis anestesi secara profesional dan sesuai dengan standar pelayanan medis segera setelah ada permintaan dari dokter spesialis terkait. Prosedur : 1. Dokter yang berkepentingan membuat konsulan/ permintaan ke bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif. 2. Dokter spesialis anestesi atau residen anestesi yang ditunjuk melakukan pemeriksaan terhadap pasien dan menentukan persiapan yang diperlukan untuk sedasi 9

10 sedang seperti pemeriksaan penunjang dan peralatan monitoring dan mempersiapkan obat obatan dan alat. 3. Dokter spesialis Anestesi membuat kesimpulan berupa diagnosis anestesi yang meliputi : identitas pasien, jenis operasi, indikasi operasi dan tehnik anestesi yang akan diberikan serta status fisik berdasarkan ASA. 4. Melakukan informed consent. 5. Menginstruksikan kepada perawat di bagian terkait agar : a. Memuasakan pasien pre sedasi dengan ketentuan sebagai berikut : Cair : air putih, jus buah tanpa bulir, minuman berkarbonasi, teh, kopi hitam puasa minimal 2 jam ASI puasa minimal 4 jam Susu formula puasa minimal 6 jam Susu non-human, karena susu non-human mirip dengan makanan padat dalam waktu pengosongan lambung; jumlah yang dikonsumsi harus dipertimbangkan saat menentukan jangka waktu puasa yang sesuai Memasang infus pemeliharaan semenjak pasien dipuasakan. Puasa minimal 6 jam Makanan ringan terdiri dari roti panggang dan air putih. Makanan yang termasuk dalam makanan gorengan / berlemak / daging dapat memperpanjang waktu pengosongan lambung; baik jumlah maupun jenis makanan yang dikonsumsi, keduanya harus dipertimbangkan saat menentukan jangka waktu puasa yang sesuai. Puasa minimal 6 jam b. Menghapus kosmetik serta melepas semua protese dan perhiasan pasien. c. Memasang label. d. Memberikan obat-obat premedikasi sesuai perintah menit sebelum operasi, pasien diantar ke ruang tindakan, serah terima dari perawat ruangan kepada perawat ruang tindakan disertai dengan status pasien, usaha keperawatan yang sedang dikerjakan, obat dan perlengkapan anestesi. 10

11 7. Persiapan di ruang tindakan meliputi persiapan alat, monitor, dan obat yang akan dipakai serta obat emergensi. D. Pedoman pasca sedasi Kebijakan : Ruang pulih sadar dikelola oleh dokter spesialis anestesi atau residen anestesi yang memenuhi syarat dan perawat yang telah mendapat pelatihan khusus. Prosedur : 1. Serah terima pasien pasca tindakan sedasi disertai laporan sedasi lengkap dengan instruksi dari dokter spesialis anestesi, obat, cairan infus / darah dan lain-lain. 2. Pasien diposisikan miring / terlentang / lateral sesuai instruksi. 3. Pasang monitor, ukur tanda vital tiap 5-10 menit, catat produksi urine bila terpasang kateter. 4. Pertahankan jalan napas. 5. Beri O 2 : 2 lt / menit sesuai instruksi dokter spesialis anestesi. 6. Pastikan infus/transfusi berfungsi dengan baik. 7. Lakukan penilaian dengan standar Aldrette Score untuk pasien pasca sedasi. 8. Bila Aldrette Score > 8, pasien dikembalikan ke ruang rawat inap. 9. Nilai Aldrette < 8, pasien dirujuk ke ruang intensif. 10.Sebelum merujuk ke ruang intensif atau mengembalikan pasien ke ruang rawat inap, perawat ruang pulih sadar harus memberi tahu perawat ruang intensif / ruangan lewat telepon. Serah terima pasien dari petugas ruang pulih sadar ke perawat ruang intensif / ruangan disertai dengan rekam medik beserta instruksi dokter spesialis anestesi dan dokter bedah; obat-obat, infus/darah, dan hal-hal lain yang perlu diinformasikan. BAB V PELAYANAN PRA ANESTESI, PRA INDUKSI, LABORAT DAN PENUNJANG LAIN 11

12 A. Pedoman pelayanan Pra Anestesi Kebijakan : Persiapan pra anestesi harus dikerjakan oleh dokter spesialis Anestesi atau dokter residen Anestesi yang telah memenuhi syarat secara profesional dan sesuai dengan standar pelayanan medis segera setelah ada permintaan dari dokter spesialis terkait. Prosedur : 1. Dokter operator membuat konsulan/ permintaan ke dokter spesialis Anestesi. 2. Dokter spesialis Anestesi atau dokter residen Anestesi yang telah memenuhi syarat melakukan kunjungan ruangan dan pemeriksaan fisik, darah rutin dan pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan (laboratorium, foto thoraks, EKG, dan lain lain) dan konsultasi ke dokter spesialis lain atas indikasi. 3. Membuat kesimpulan berupa diagnosis anestesi yang meliputi : identitas pasien, jenis operasi, indikasi operasi dan tehnik anestesi yang akan diberikan serta status fisik berdasarkan ASA. 4. Melakukan informed consent. 5. Memerintahkan kepada perawat diruang rawat inap agar : a. Memuasakan pasien 4-6 jam pre anestesi sesuai status pasien. b. Memasang infus pemeliharaan semenjak pasien dipuasakan. c. Menghapus kosmetik serta melepas semua protese dan perhiasan pasien d. Memberikan obat-obat premedikasi sesuai perintah menit sebelum operasi, pasien diantar ke kamar operasi, serah terima dari perawat ruangan kepada perawat kamar operasi disertai dengan status pasien, usaha keperawatan yang sedang dikerjakan, obat dan perlengkapan anestesi. 12

13 7. Persiapan di kamar operasi meliputi persiapan mesin anestesi, monitor, alat dan obat yang akan dipakai, alat dan obat emergensi. B. Pedoman pelayanan Pra Induksi Kebijakan : 1) Setiap pasien yang akan dilakukan tindakan anestesia dan sedasi harus melalui proses penilaian pra induksi. 2) DPJP anestesiologi dan peserta didik yang sudah dinyatakan kompeten melakukan penilaian pra induksi. 3) Penilaian pra induksi dilakukan sesaat sebelum dilakukan induksi di kamar bedah. 4) Penilaian pra induksi berfokus pada stabilisasi kondisi fisiologis pasien dan kesiapan menjalani anestesia. 5) Pada pembedahan kedaruratan, kunjungan pra anestesia, dan penilaian pra induksi dapat dilakukan bersamaan dengan persiapan pembedahan pasien. 6) Penilaian pra induksi harus tercatat didalam status anestesia. Prosedur : 1) Penilaian pra induksi dilakukan dikamar operasi atau ruang tindakan. 2) Penilaian pra induksi dilakukan oleh DPJP Anestesiologi dan peserta didik (PPDS) sesuai kompentensi. 3) Penilaian pra induksi dilakukan sesaat sebelum induksi. 4) Sebelum melakukan penilaian pra induksi bersamaan dengan proses sign in DPJP Anestesiologi dan peserta didik (PPDS) meninjau kembali data-data yang dianggap penting. 5) Pengecekan persiapan anestesia sesuai daftar tilik kesiapan anestesia. 6) Dilakukan penilaian tanda vital pra induksi seperti : a. Tingkat kesadaran pasien b. Tekanan darah c. Frekuensi nadi d. Frekuensi pernafasan e. Patensi jalan nafas f. Suhu 7) Pemberian pre-medikasi. 8) Diberikan oksigenasi melalui sungkup muka. 13

14 9) Evaluasi kembali efek dari pemberian obat premedikasi terhadap fisiologi, respon dan jalan nafas pasien. 10) Dilakukan proses dokumentasi terhadap seluruh proses penilaian pra induksi ke dalam status anestesia. 11) Hasil penilaian pra induksi menjadi dasar bagi pengelolaan anestesia selanjutnya. C. Pedoman pemeriksaan Laborat dan penunjang lainnya Pedoman untuk pemeriksaan rutin penunjang pra-anestesia dapat dilihat pada tabel berikut; Pemeriksaan Anak (0-18 tahun) Rekomendasi Penjelasan Darah Tepi YA Pemeriksaan darah tepi lengkap rutin (Hb, Ht, Leukosit, hitung jenis, Trombosit) dilakukan pada anak usia < 5 tahun, sedangkan untuk anak > 5 tahun dilakukan atas indikasi, yaitu pada pasien yang diduga menderita anemia, pasien dengan penyakit jantung, ginjal, saluran nafas atau infeksi, serta tergantung jenis dan derajat prosedur operasi. Kimia Darah TIDAK Pemeriksaan kimia darah dilakukan bila terdapat risiko kelainan ginjal, hati, endokrin, terapi perioperatif dan pemakaian obat alternatif. Hemostasis YA Pemeriksaan hemostasis dilakukan pada pasien dengan riwayat atau kondisi klinis mengarah pada kelainan koagulasi, akan menjalani operasi yang dapat menimbulkan kelainan koagulasi (seperti cardiopulmonary by pass), ketika dibutuhkan hemostasis yang adekuat (seperti tonsilektomi) dan kemungkinan perdarahan pasca bedah (seperti operasi saraf) Urinalisis TIDAK Pemeriksaan rutin dilakukan pada operasi yang melibatkan manipulasi saluran kemih dan pasien dengan gejala infeksi saluran kemih Foto Thoraks TIDAK Hanya dilakukan atas indikasi EKG TIDAK Hanya dilakukan atas indikasi Fungsi Paru TIDAK Hanya dilakukan atas indikasi Pemeriksaan Dewasa (>18 tahun) Rekomendasi Penjelasan Darah Tepi TIDAK Pemeriksaan darah tepi lengkap dilakukan pada pasien dengan penyakit hati, diduga menderita anemia karena sebab apapun (perdarahan, defisiensi, dll) dan kelainan darah lainnya, serta tergantung jenis dan derajat prosedur operasi 14

15 Kimia Darah TIDAK Pemeriksaan kimia darah hanya dilakukan pada pasien usia lanjut, adanya kelainan endokrin, kelainan fungsi hati dan ginjal, pemakaian obat tertentu atau pengobatan alternatif Hemostasis TIDAK Pemeriksaan hemostasis dilakukan pada pasien dengan riwayat kelainan koagulasi, atau riwayat terbaru yang mengarah pada kelainan koagulasi, atau sedang memakai obat antikoagulan, pasien yang memerlukan antikoagulan pasca bedah, pasien yang memiliki kelainan hati dan ginjal Urinalisis TIDAK Pemeriksaan rutin dilakukan pada operasi yang melibatkan manipulasi saluran kemih dan pasien dengan gejala infeksi saluran kemih Foto Thoraks TIDAK Pemeriksaan foto thoraks dilakukan pada pasien usia>60 tahun, pasien dengan tanda dan gejala penyakit kardiopulmonal, infeksi saluran nafas, riwayat merokok EKG TIDAK Pemeriksaan EKG dilakukan pada pasien dengan Diabetes Melitus, hipertensi, riwayat nyeri dada, gagal jantung kongestif, riwayat merokok, penyakit vaskuler perifer, dan obesitas, yang tidak memiliki hasil EKG dalam 1 tahun terakhir tanpa memperhatikan usia. Selain itu EKG juga dilakukan pada pasien dengan gejala kardiovaskuler periodik atau tanda dan gejala penyakit jantung tidak stabil, dan semua pasien dengan usia >40 tahun. Fungsi Paru TIDAK Pemeriksaan spirometri dilakukan pada pasien dengan riwayat merokok atau dispneu yang akan menjalani operasi by pass koroner atau abdomen bagian atas; pasien dengan dispneu tanpa sebab atau gejala paru yang akan menjalani operasi leher dan kepala, orthopaedi, atau abdomen bawah; semua pasien yang akan menjalani reseksi paru dan semua pasien usia lanjut. D. Pedoman Puasa Sebelum Menjalani Prosedur Anestesi Jenis Makanan Cairan bening / jernih Air susu ibu (ASI) Susu formula untuk bayi Susu sapi Makanan ringan Periode Puasa Minimal 2 jam 4 jam 6 jam 6 jam 6 jam 15

16 BAB VI PELAYANAN INTRA ANESTESI A. PEDOMAN GENERAL ANESTESI Kebijakan : Penatalaksanaan anestesi umum harus dikerjakan oleh dokter spesialis Anestesi dibantu dokter residen Anestesi yang memenuhi syarat dan penata anestesi secara legeartis dan profesional sesuai dengan Standar Pelayanan Medis Prosedur : 1. Persiapan diruang rawat inap sesuai protap, ditambah dengan pemeriksaan spesifik lain serta konsultasi ke dokter spesialis tertentu bila ada indikasi. 16

17 2. Serah terima pasien dari perawat R.rawat inap ke perawat OK disertai dengan catatan medik / asuhan keperawatan (Askep), informed consent, obat/infus dan lainnya. 3. Persiapan mesin anestesi, alat monitor, laryngoscope, tang magill, pipa endotrakea, orofaringeal/nasofaringeal airway, mesin pengisap lendir, obat-obat anestesi dan obat-obat emergensi. 4. Terlentangkan pasien di meja operasi, pasang monitor-ukur tanda vital, lakukan pemeriksaan fisik ulang dan ajak pasien berdoa. 5. Lakukan pre oksigenasi dengan O l/menit lewat sungkup muka 6. Induksi dengan obat intravena atau agen inhalasi yang sesuai dosis dan kondisi klinis pasien. 7. Intubasi oro/nasotrakeal dengan atau tanpa fasilitas pelumpuh otot sesuai dosis dan kondisi klinis pasien. 8. Pemeliharaan anestesi dengan O 2 dengan atau tanpa N 2 O disertai agen intravena atau agen inhalasi terpilih. Napas spontan atau napas kendali dengan fasilitas pelumpuh otot. 9. Monitor tanda vital tiap 5 menit, cek posisi ET dan kedalaman anestesi secara berkala, monitor balans cairan. 10.Menjelang akhir operasi usahakan pasien napas spontan dengan atau tanpa obat penawar, matikan N 2 O dan agent inhalasi, beri O 2 100%. 11.Napas adekuat, yakin patensi jalan napas yang baik, bisa dilakukan ekstubasi pipa endotrakea baik pasien sadar penuh ataupun pasien masih teranestesi dalam, tergantung kondisi klinis pasien. 12.Beri ventilasi dengan O l/menit lewat sungkup muka. Transfer pasien ke ruang pulih sadar dalam posisi mantap. 13.Pencatatan dan pelaporan. 14.Di ruang pulih sadar pasien dirawat dengan posisi mantap, diselimuti hangat, beri O 2 sesuai instruksi, monitor kesadaran dan tanda vital tiap 5-10 menit dengan menggunakan kriteria Aldrette score. 15.Untuk pasien dewasa bila Aldrette score > 8 atau pada pasien anak bila Steward score > 5 dengan nilai respirasi tidak 0, pasien dikembalikan ke ruang rawat inap. 16.Bila Aldrette score tetap < 8 atau Steward score <5, pasien dirujuk ke ruang intensif B. PEDOMAN REGIONAL ANESTESI 1. Pedoman Anestesi Spinal Kebijakan : Anestesi regional hanya boleh dikerjakan oleh dokter spesialis Anestesi yang memenuhi standar profesional atau dokter residen Anestesi yang memenuhi syarat sesuai 17

18 dengan Standar Pelayanan Medis, pengerjaannya harus mengacu asas septik / aseptik. Prosedur : 1. Persiapan di ruang rawat inap seperti halnya persiapan untuk anestesi umum. 2. Serah terima pasien dari perawat R.rawat inap ke perawat kamar operasi disertai dengan catatan medik, askep, informed consent, obat/cairan infus dan lainnya. 3. Persiapan alat dan obat anestesi umum, mesin anestesi, monitor serta alat/obat emergensi. 4. Persiapan kit anestesi spinal yang berisi : doek steril, kassa steril, sarung tangan steril, betadin, alkohol 70%, jarum spinal sesuai ukuran, spuit injeksi, obat anestesi lokal terpilih. 5. Terlentangkan pasien di meja operasi, pasang monitor-ukur tanda vital, lakukan pemeriksaan fisik ulang. 6. Berikan preload cairan RL 15 cc/kg BB cepat bila perlu. 7. Atur posisi pasien duduk atau miring ke kiri atau kanan. 8. Disinfeksi daerah lumbo sakral dengan betadinealkohol. 9. Pasang doek steril. 10. Insersi jarum spinal pada daerah lumbal yang diinginkan. 11. Setelah terasa masuk ke ruang sub arachnoid, lepas mandrin yakinkan LCS keluar dengan lancar. 12. Masukkan obat anestesi local terpilih dengan atau tanpa ajuvan. 13. Selama penyuntikan, sesekali lakukan aspirasi untuk memastikan bahwa posisi jarum masih di ruang sub arachnoid. 14. Terlentangkan pasien, atur posisi semi fowler dengan bantal. 15. Beri O 2 : 2 l/menit. 16. Lakukan tes ketingggian level blok. 17. Monitor tanda vital tiap 2 menit untuk 20 menit pertama, lalu tiap 5 menit untuk selanjutnya. 18. Antisipasi efek samping yang timbul. 19. Pencatatan dan pelaporan.di ruang pulih sadar pasien dirawat dengan posisi fowler, beri O L/menit monitor tanda vital tiap 5 menit, monitor blok syaraf dengan bromage score. 20. Tanda vital stabil bromage score < 2, tak ada efek samping lain pasien dipindah ke ruang rawat inap, kondisi sebaliknya pasien dirujuk ke ruang intensif. 2. Pedoman Anestesi Epidural 18

19 Kebijakan : Anestesi regional hanya boleh dikerjakan oleh dokter spesialis Anestesi yang memenuhi standar profesional atau dokterr residen Anestesi yang memenuhi syarat sesuai dengan Standar Pelayanan Medis, pengerjaannya harus mengacu asas septik / aseptik. Prosedur : 1. Persiapan di ruang rawat inap seperti halnya persiapan untuk anestesi umum. 2. Serah terima pasien dari perawat R.rawat inap ke perawat kamar operasi disertai dengan catatan medik, askep, informed consent, obat/cairan infus dan lainnya. 3. Persiapan alat dan obat anestesi umum, mesin anestesi, monitor serta alat/obat emergensi. 4. Persiapan kit anestesi epidural yang berisi : doek steril, kassa steril, sarung tangan steril, betadin, alkohol 70%, epidural set sesuai ukuran, spuit injeksi, obat anestesi lokal terpilih. 5. Terlentangkan pasien di meja operasi, pasang monitor-ukur tanda vital, lakukan pemeriksaan fisik ulang. 6. Berikan preload cairan RL 15 cc/kg BB cepat bila perlu. 7. Atur posisi pasien duduk atau miring ke kiri atau kanan. 8. Disinfeksi daerah lumbo sakral dengan betadinealkohol. 9. Pasang doek steril. 10. Insersi jarum epidural pada daerah vertebrae yang diinginkan. 11. Setelah terasa masuk ke rongga epidural (ditandai dengan loss of resistance ). 12. Insersi cateter (jika ingin menggunakan kontinous epidural), dilakukan tes dengan lidocaine + adrenalin sesuai dosis. Jika tidak menggunakan kateter, maka obat anestesi local langsung dimasukkan. 13. Lakukan fiksasi kateter epidural dengan plester yang sesuai. 14. Masukkan obat anestesi lokal terpilih dengan atau tanpa ajuvan. 15. Terlentangkan pasien, atur posisi semi fowler dengan bantal. 16. Beri O 2 : 2 L/menit. 17. Lakukan tes ketingggian level blok. 18. Monitor tanda vital tiap 2 menit untuk 20 menit pertama, lalu tiap 5 menit untuk selanjutnya. 19. Antisipasi efek samping yang timbul 19

20 20. Pencatatan dan pelaporan. 21. Di ruang pulih sadar pasien dirawat dengan posisi fowler, beri O L/menit monitor tanda vital tiap 5 menit, monitor blok syaraf dengan bromage score. 22. Tanda vital stabil bromage score < 2, tak ada efek samping lain pasien dipindah ke ruang rawat inap, kondisi sebaliknya pasien dirujuk ke ruang intensif. 23. Penggunaan kontinous epidural dapat dilakukan dengan berbagai cara (Syringe pump, Syringe injector, Penyuntikan intemiten) sesuai kondisi pasien, selama waktu yang diperlukan. Disertai pemantauan tanda tanda vital secara berkala. 24. Setelah penggunaan analgetik epidural dianggap cukup, kateter epidural dicabut dengan peralatan steril, maksimal 1 minggu setelah pemasangan. C. PEDOMAN BLOK SARAF TEPI Kebijakan : Anestesi regional (blok anestesi) hanya boleh dikerjakan oleh dokter spesialis Anestesi yang memenuhi standar profesional atau dokter residen Anestesi yang memenuhi syarat sesuai dengan Standar Pelayanan Medis, pengerjaannya harus mengacu asas septik / aseptik. Prosedur : 1. Persiapan di ruang rawat inap seperti halnya persiapan untuk anestesi umum. 2. Serah terima pasien dari perawat R.rawat inap ke perawat kamar operasi disertai dengan catatan medik, askep, informed consent, obat/cairan infus dan lainnya. 3. Persiapan alat dan obat anestesi umum, mesin anestesi, monitor serta alat/obat emergensi. 4. Persiapan kit blok anestesi yang berisi : doek steril, kassa steril, sarung tangan steril, betadin, alkohol 70%, nerve stimulator, spuit injeksi, obat anestesi lokal terpilih. 5. Terlentangkan pasien di meja operasi, pasang monitorukur tanda vital, lakukan pemeriksaan fisik ulang. 6. Beri O 2 : 2 L/menit. 7. Berikan sedasi bila perlu. 8. Atur posisi pasien sesuai blok yang akan dilakukan. 9. Disinfeksi daerah yang akan dengan betadine-alkohol. 10. Pasang doek steril 11. Tentukan marker dari regio yang akan diblok. 12. Insersi nerve stimulator sampai mendapat kedutan yang diinginkan. 13. Pastikan tidak masuk intravena. Masukkan obat anestesi lokal terpilih dengan atau tanpa ajuvan sesuai dosis. 14. Lakukan tes motorik dan sensorik region yang diinginkan 20

21 15. Monitor tanda vital tiap 2 menit untuk 20 menit pertama, lalu tiap 5 menit untuk selanjutnya. 16. Antisipasi efek samping yang timbul. 17. Pencatatan dan pelaporan. 18. Di ruang pulih sadar pasien dirawat dengan posisi supine, beri O 2 2 L/menit monitor tanda vital tiap 5 menit Tanda vital stabil, tak ada efek samping lain pasien dipindah ke ruang rawat inap, kondisi sebaliknya pasien dirujuk ke ruang intensif. 21

22 BAB VII PELAYANAN PASCA ANESTESI Kebijakan : Ruang pulih sadar dikelola oleh dokter spesialis Anestesi atau dokter residen Anestesi yang memenuhi syarat dan perawat yang telah mendapat pelatihan khusus Prosedur : 1. Serah terima pasien pasca bedah-anestesi disertai laporan anestesi lengkap dengan instruksi dari dokter spesialis anestesi, obat, cairan infus / darah dan lain-lain 2. Pasien diposisikan miring / terlentang / lateral sesuai instruksi. 3. Pasang monitor, ukur tanda vital tiap 5-10 menit, catat produksi urine. 4. Pertahankan jalan napas. 5. Beri O 2 : 2 lt / menit sesuai instruksi dokter spesialis anestesi. 6. Pastikan infus/transfusi, DC, drain, NGT dll berfungsi dengan baik. 7. Lakukan penilaian dengan standar Aldrette Score untuk pasien pasca anestesi umum dan Bromage Score untuk pasien pasca anestesi regional. 8. Bila Aldrette Score > 8, Steward score > 5 atau Bromage Score < 2 pasien dikembalikan ke ruang rawat inap. 9. Nilai Aldrette < 8 nilai atau Steward score < 5 atau tetap respirasi 0, pasien dirujuk ke ruang intensif. 10.Sebelum merujuk ke ruang intensif atau mengembalikan pasien ke ruang rawat inap, perawat ruang pulih sadar harus memberi tahu perawat ruang intensif / ruangan lewat telepon. 11.Serah terima pasien dari petugas ruang pulih sadar ke perawat ruang intensif/ruangan disertai dengan rekam medik beserta instruksi dokter spesialis Anestesi dan dokter spesialis Bedah; obat-obat, infus/darah, dan hal-hal lain yang perlu diinformasikan 22

23 Kriteria Pemulihan Pasca Anestesia : A. Aldrete Score ( Dewasa ) Sirkulasi Tekanan sistolik 20% dari praanestesi Skor 2 Tekanan sistolik 20-50% dari praanestesi Skor 1 Tekanan sistolik >50% dari praanestesi Skor 0 Kesadaran Sadar penuh Skor 2 Bangun jika dipanggil Skor 1 Belum respon Skor 0 Respirasi Mampu bernafas dan batuk Skor 2 Sesak atau bernafas dengan periode Skor 1 apnoe Apnoe Skor 0 Warna kulit Hangat, kulit kering, warna merah muda Skor 2 Pucat, dingin Skor 1 Sianosis Skor 0 Ekstremitas Mampu menggerakan 4 ekstremitas Skor 2 Mampu menggerakan 2 ekstremitas Skor 1 Mampu menggerakan 0 ekstremitas Skor 0 Bila score 8 tanpa nilai 0, dapat pindah ke ruangan B. Steward Score ( Anak anak ) Kesadaran Sadar penuh Skor 2 Bangun jikja dipanggil Skor 1 Belum respon Skor 0 Respirasi Batuk/menangis Skor 2 Berusaha bernafas Skor 1 Perlu bantuan bernafas Skor 0 Aktivitas motorik Gerakan beraturan Skor 2 Gerakan tanpa tujuan Skor 1 Tidak bergerak Skor 0 Bila score 5, dapat pindah ke ruangan C. Bromage Score ( blok perifer ) Aktivitas motorik Gerakan penuh tungkai Skor 0 Tak mampu ektensi tungkai Skor 1 Tak mampu fleksi lutut Skor 2 Tak mampu fleksi pergelangan kaki Skor 3 Bila score 2, dapat pindah ke ruangan BAB VIII PENUTUP Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif di Rumah Sakit ini hendaknya dijadikan acuan bagi rumah sakit dalam pengelolaan penyelenggaraan dan penyusunan standar prosedur 23

24 operasional pelayanan anestesiologi dan terapi intensif di masing-masing rumah sakit. Dibutuhkan dukungan dari semua pihak terutama pimpinan rumah sakit agar mutu pelayanan anestesiologi dan keselamatan pasien dapat senantiasa ditingkatkan dan dipertahankan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang anestesiologi. 24

PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI

PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI STANDAR, MAKSUD DAN TUJUAN, ELEMEN PENILAIAN ORGANISASI DAN MANAJEMEN Standar PAB.1. Tersedia pelayanan anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam) untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI (PAB)

PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI (PAB) PELAYANAN BEDAH DAN ANESTESI (PAB) STANDAR, MAKSUD DAN TUJUAN, ELEMEN PENILAIAN ORGANISASI DAN MANAJEMEN >/= 8% Terpenuhi 2-79% Terpenuhi sebagian < 2% Tidak terpenuhi Standar PAB.1. Tersedia pelayanan

Lebih terperinci

BAB II PELAYANAN BEDAH OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

BAB II PELAYANAN BEDAH OBSTETRI DAN GINEKOLOGI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan bedah atau tindakan di bidang obstetri dan ginekologi merupakan suatu tindakan kedokteran yang dibutuhkan untuk memungkinkan suatu tindakan operasi oleh dokter

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN CHIEF EXECUTIVE OFFICER NOMOR : TANGGAL : 12 FEBRUARI 2014 TENTANG : KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN ANESTESIOLOGI DAN SEDASI 1

LAMPIRAN PERATURAN CHIEF EXECUTIVE OFFICER NOMOR : TANGGAL : 12 FEBRUARI 2014 TENTANG : KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN ANESTESIOLOGI DAN SEDASI 1 SURAT KEPUTUSAN DIREKSI NO : TENTANG KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN ANESTESIOLOGI DAN SEDASI Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan RS Sehat Sejahtera, maka diperlukan pengelolaan

Lebih terperinci

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI

Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Dr. Ade Susanti, SpAn Bagian anestesiologi RSD Raden Mattaher JAMBI Mempunyai kekhususan karena : Keadaan umum pasien sangat bervariasi (normal sehat menderita penyakit dasar berat) Kelainan bedah yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PENATA ANESTESI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PENATA ANESTESI PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PENATA ANESTESI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.673, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Perawat Anestesi. Penyelenggaraan. Pekerjaan. Pengawasan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

Anestesi Persiapan Pra Bedah

Anestesi Persiapan Pra Bedah Anestesi Persiapan Pra Bedah Persiapan Diri Anestetis Perawat anestesi harus sehat fisik dan psikis, memiliki pengetahuan dan keterampilan anestesi yang memadai serta memiliki kemauan yang kuat untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Pedoman Pelayanan Anastesi

Pedoman Pelayanan Anastesi Pedoman Pelayanan Anastesi RSUD UMBU RARA MEHA WAINGAPU PEMERINTAH KABUPATEN SUMBA TIMUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UMBU RARA MEHA Jln. Adam Malik No. 54 Telp. (0387) 61302 Fax. 62551 W A I N G A P U 8 7

Lebih terperinci

Prosedur Penilaian Pasca Sedasi

Prosedur Penilaian Pasca Sedasi Prosedur Penilaian Pasca Sedasi Revisi STANDART Kepala Rumah Sakit Bhayangkara Lumajang PENGERTIAN : Penilaian kondisi pasien yang sudah tidak terpengaruh obat anastesi. TUJUAN : Memberikan pelayanan dan

Lebih terperinci

BAB 5 PELAYANAN ANESTESI DAN BEDAH (PAB)

BAB 5 PELAYANAN ANESTESI DAN BEDAH (PAB) BAB 5 PELAYANAN ANESTESI DAN BEDAH (PAB) Gambaran Umum Tindakan anestesi, sedasi, dan intervensi bedah merupakan proses yang kompleks dan sering dilaksanakan di rumah sakit. Hal tersebut memerlukan 1)

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN PERAWAT ANESTESI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN PERAWAT ANESTESI PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PEKERJAAN PERAWAT ANESTESI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PENENTUAN KEMATIAN DAN PEMANFAATAN ORGAN DONOR

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PENENTUAN KEMATIAN DAN PEMANFAATAN ORGAN DONOR PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PENENTUAN KEMATIAN DAN PEMANFAATAN ORGAN DONOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Perawat instrument (Scrub Nurse) dan perawat sirkuler di kamar operasi.

Perawat instrument (Scrub Nurse) dan perawat sirkuler di kamar operasi. Perawat instrument (Scrub Nurse) dan perawat sirkuler di kamar operasi Ditulis pada Senin, 15 Februari 2016 03:14 WIB oleh fatima dalam katergori Kamar Bedah tag Kamar Bedah, Oka, Perawat Instrument, Perawat

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PRIMA HUSADA NOMOR : 224/RSPH/I-PER/DIR/VI/2017 TENTANG PEDOMAN REKAM MEDIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PRIMA HUSADA NOMOR : 224/RSPH/I-PER/DIR/VI/2017 TENTANG PEDOMAN REKAM MEDIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PRIMA HUSADA NOMOR : 224/RSPH/I-PER/DIR/VI/2017 TENTANG PEDOMAN REKAM MEDIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR RUMAH SAKIT PRIMA HUSADA, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

PANDUAN PELAYANAN ANESTESI BAB I DEFINISI

PANDUAN PELAYANAN ANESTESI BAB I DEFINISI LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM AULIA NOMOR : TENTANG PANDUAN PELAYANAN ANESTESI PANDUAN PELAYANAN ANESTESI BAB I DEFINISI A. PENGERTIAN ANESTESI Anestesia merupakan suatu keadaan yang ditandai

Lebih terperinci

Digunakan untuk mengukur suhu tubuh. Digunakan untuk memeriksa suara dari dalam tubuh seperti detak jantung, usus, denyut nadi dan lain-lain

Digunakan untuk mengukur suhu tubuh. Digunakan untuk memeriksa suara dari dalam tubuh seperti detak jantung, usus, denyut nadi dan lain-lain BEBERAPA PERALATAN DI RUANG ICU 1. Termometer 2. Stethoscope Digunakan untuk mengukur suhu tubuh 3. Tensimeter Digunakan untuk memeriksa suara dari dalam tubuh seperti detak jantung, usus, denyut nadi

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 188/ /KEP/408.49/2015 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 188/ /KEP/408.49/2015 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN PACITAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Jl. Jend. A. Yani No. 51 (0357) 881410 Fax. 883818 Pacitan 63511 Website : http://rsud.pacitankab.go.id, Email : rsud@pacitankab.go.id KEPUTUSAN DIREKTUR

Lebih terperinci

KONSEP DASAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

KONSEP DASAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT KONSEP DASAR KEPERAWATAN GAWAT DARURAT Pengertian Keperawatan Gawat Darurat (Emergency Nursing) merupakan pelayanan keperawatan yang komprehensif diberikan kepada pasien dengan injuri akut atau sakit yang

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Nomor 5607); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Re

2017, No Indonesia Nomor 5607); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Re No.530, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENPAN-RB. Asisten Penata Anestesi. Jabatan Fungsional. PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM TEUNGKU PEUKAN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA

SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM TEUNGKU PEUKAN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM TEUNGKU PEUKAN KABUPATEN ACEH BARAT DAYA Nomor : / /RSUTP/SK/../2015 TENTANG SURAT PENUGASAN KLINIS DAN RINCIAN KEWENANGAN KLINIS dr. DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM

Lebih terperinci

CHECKLIST KELENGKAPAN DOKUMEN AKREDITASI POKJA PELAYANAN ANESTESI DAN BEDAH (PAB) NO. MATERI DOKUMEN NILAI KETERANGAN Elemen Penilaian PAB 1.

CHECKLIST KELENGKAPAN DOKUMEN AKREDITASI POKJA PELAYANAN ANESTESI DAN BEDAH (PAB) NO. MATERI DOKUMEN NILAI KETERANGAN Elemen Penilaian PAB 1. CHECKLIST KELENGKAPAN DOKUMEN AKREDITASI POKJA PELAYANAN ANESTESI DAN BEDAH (PAB) NO. MATERI DOKUMEN NILAI KETERANGAN Elemen Penilaian PAB 1. 1. Pelayanan anestesi termasuk sedasi UU/Pedoman/Standar Nasional

Lebih terperinci

dalam yang memenuhi standar profesi serta peraturan perundang- undangan. (R) Pedoman Pelayanan

dalam yang memenuhi standar profesi serta peraturan perundang- undangan. (R) Pedoman Pelayanan PEMAHAMAN POKJA SNARS 2018 NO STANDART ELEMEN PENILAIAN YANG DIBUTUHKAN KETERANGAN Rumah sakit menyediakan 1. regulasi pelayanan anestesi, serta sedasi moderat dan REGULASI 1 pelayanan anestesi (termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap pembedahan, dilakukan suatu tindakan yang bertujuan untuk baik menghilangkan rasa nyeri yang kemudian disebut dengan anestesi. Dan keadaan hilangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anestesi yang dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status

BAB I PENDAHULUAN. anestesi yang dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Evaluasi pra anestesi adalah langkah awal dari rangkaian tindakan anestesi yang dilakukan terhadap pasien bertujuan untuk mengetahui status fisik (ASA) pasien pra operatif,

Lebih terperinci

TRANSFER PASIEN KE RUMAH SAKIT LAIN UNTUK PINDAH PERAWATAN

TRANSFER PASIEN KE RUMAH SAKIT LAIN UNTUK PINDAH PERAWATAN Pengertian Tujuan Kebijakan Transfer pasien pindah perawatan ke rumah sakit lain adalah memindahkan pasien dari RSIA NUN ke RS lain untuk pindah perawatan karena tidak tersedianya fasilitas pelayanan yang

Lebih terperinci

Ditetapkan Tanggal Terbit

Ditetapkan Tanggal Terbit ASSESMEN ULANG PASIEN TERMINAL STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL Pengertian Tujuan Kebijakan Prosedur O1 dari 04 Ditetapkan Tanggal Terbit dr. Radhi Bakarman, Sp.B, FICS Direktur medis Asesmen ulang pasien

Lebih terperinci

FORMULIR PERMINTAAN PELAYANAN SPIRITUAL BERDASARKAN AGAMA DAN KEPERCAYAAN PASIEN

FORMULIR PERMINTAAN PELAYANAN SPIRITUAL BERDASARKAN AGAMA DAN KEPERCAYAAN PASIEN FORMULIR PENGKAJIAN SPIRITUAL PASIEN Nama: L No. Register: Umur: Ruang: No. Rekam Medik: P 1. Keyakinan pasien terhadap Tuhan yang memotivasi kesembuhan:......... 2. Nilai-nilai hidup pasien:............

Lebih terperinci

PEMINDAHAN PASIEN. Halaman. Nomor Dokumen Revisi RS ASTRINI KABUPATEN WONOGIRI 1/1. Ditetapkan, DIREKTUR RS ASTRINI WONOGIRI.

PEMINDAHAN PASIEN. Halaman. Nomor Dokumen Revisi RS ASTRINI KABUPATEN WONOGIRI 1/1. Ditetapkan, DIREKTUR RS ASTRINI WONOGIRI. PEMINDAHAN PASIEN Adalah pemindahan pasien dari IGD ke ruang rawat inap yang dilaksanakan atas perintah dokter jaga di IGD, yang ditulis dalam surat perintah mondok/ dirawat, setelah mendapatkan persetujuan

Lebih terperinci

PANDUAN TEKNIS PESERTA DIDIK KEDOKTERAN DALAM PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN

PANDUAN TEKNIS PESERTA DIDIK KEDOKTERAN DALAM PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN PANDUAN TEKNIS PESERTA DIDIK KEDOKTERAN DALAM PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN KOMITE MEDIK RSUD DR. SAIFUL ANWAR KESALAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT BAKORDIK RSSA/FKUB MALANG 2015 BILA BERHADAPAN DENGAN PASIEN,

Lebih terperinci

RSUD KOTA DUMAI PELAYANAN GAWAT DARURAT

RSUD KOTA DUMAI PELAYANAN GAWAT DARURAT URAIAN TUGAS PETUGAS ADMINISTRASI DI INSTALASI RAWAT DARURAT Jl. Tanjung Jati No. 4 Dumai URAIAN TUGAS PETUGAS ADMINISTRASI DI INSTALASI RAWAT DARURAT I. Tanggung jawab Secara administrasi bertanggung

Lebih terperinci

Rakor Bidang Keperawatan, PP dan PA. Kirana, 9 Agustus 2016

Rakor Bidang Keperawatan, PP dan PA. Kirana, 9 Agustus 2016 Rakor Bidang Keperawatan, PP dan PA Kirana, 9 Agustus 2016 Semester I Tahun 2016 Tingkat Kepuasan Pasien Triwulan 1 dan 2, Tahun 2016 100,00% 98,55% 98,19% 95,00% 90,00% 85,00% 80,00% 75,00% TW I Capaian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menentukan waktu tanggap di sebuah Rumah Sakit. Faktor-faktor tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menentukan waktu tanggap di sebuah Rumah Sakit. Faktor-faktor tersebut BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.Landasan Teori 1.Ketersediaan perawat dan dokter jaga IGD Hendrik et al. (2006) menyatkan bahwa ada beberapa faktor yang menentukan waktu tanggap di sebuah Rumah Sakit. Faktor-faktor

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN 162 KUESIONER PENELITIAN PENGARUH KOMPETENSI TERHADAP KINERJA PERAWAT DALAM KESIAPSIAGAAN TRIASE DAN KEGAWATDARURATAN PADA KORBAN BENCANA MASSAL DI PUSKESMAS LANGSA BARO TAHUN 2013 NO. RESPONDEN : I. PETUNJUK

Lebih terperinci

PANDUAN PELAYANAN PASIEN DENGAN ALAT PENGIKAT (RESTRAINT) RUMAH SAKIT UMUM BUNDA THAMRIN MEDAN

PANDUAN PELAYANAN PASIEN DENGAN ALAT PENGIKAT (RESTRAINT) RUMAH SAKIT UMUM BUNDA THAMRIN MEDAN PANDUAN PELAYANAN PASIEN DENGAN ALAT PENGIKAT (RESTRAINT) RUMAH SAKIT UMUM BUNDA THAMRIN MEDAN I. DEFINISI Pelayanan pasien adalah penyediaan jasa oleh Rumah Sakit kepada orang sakit yang dirawat di Rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Pengertian Transfer C. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Pengertian Transfer C. Tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan di rumah sakit, tidak selamanya pasien bisa mendapatkan pelayanan yang dibutuhkan yang sesuai dengan kondisi pasien sehingga

Lebih terperinci

Panduan Penetapan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan ( DPJP )

Panduan Penetapan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan ( DPJP ) SK Direktur Nomor 036.1/DIR/RSIA-PPA/I/2015 Panduan Penetapan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan ( DPJP ) BAB I Pendahuluan 1. Latar belakang Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) adalah seorang dokter

Lebih terperinci

Pengertian : Tata cara serah terima pasien yang akan dioperasi antara perawat ruangan/ bangsal dan staf kamar operasi.

Pengertian : Tata cara serah terima pasien yang akan dioperasi antara perawat ruangan/ bangsal dan staf kamar operasi. R U M A H S A K I T D K DADI Tata cara serah terima pasien yang akan dioperasi antara perawat ruangan/ bangsal dan staf kamar operasi. Diketahui program pengobatan dan pelaksanaan operasi oleh petugas

Lebih terperinci

GANGGUAN NAPAS PADA BAYI

GANGGUAN NAPAS PADA BAYI GANGGUAN NAPAS PADA BAYI Dr R Soerjo Hadijono SpOG(K), DTRM&B(Ch) Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi BATASAN Frekuensi napas bayi lebih 60 kali/menit, mungkin menunjukkan satu atau

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Nomor 5607); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Re

2017, No Indonesia Nomor 5607); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Re BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.530, 2017 KEMENPAN-RB. Penata Anestesi. Jabatan Fungsional. PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN

Lebih terperinci

NEONATUS BERESIKO TINGGI

NEONATUS BERESIKO TINGGI NEONATUS BERESIKO TINGGI Asfiksia dan Resusitasi BBL Mengenali dan mengatasi penyebab utama kematian pada bayi baru lahir Asfiksia Asfiksia adalah kesulitan atau kegagalan untuk memulai dan melanjutkan

Lebih terperinci

PANDUAN PENOLAKAN RESUSITASI (DNR)

PANDUAN PENOLAKAN RESUSITASI (DNR) PANDUAN PENOLAKAN RESUSITASI (DNR) A. PENGERTIAN Resusitasi merupakansegala bentuk usaha medis, yang dilakukan terhadap mereka yang berada dalam keadaan darurat atau kritis, untuk mencegah kematian. Do

Lebih terperinci

maupun sebagai masyarakat profesional (Nursalam, 2013).

maupun sebagai masyarakat profesional (Nursalam, 2013). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan, menuntut perawat bekerja secara profesional yang didasarkan pada standar praktik keperawatan dan

Lebih terperinci

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG TARIF PELAYANAN KESEHATAN KELAS III PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANDAN ARANG KABUPATEN BOYOLALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA BAB I

PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA BAB I Lampiran Surat Keputusan Direktur RSPP No. Kpts /B00000/2013-S0 Tanggal 01 Juli 2013 PANDUAN PELAYANAN RESUSITASI RUMAH SAKIT PUSAT PERTAMINA 2 0 1 3 BAB I 0 DEFINISI Beberapa definisi Resusitasi Jantung

Lebih terperinci

Panduan Identifikasi Pasien

Panduan Identifikasi Pasien Panduan Identifikasi Pasien IDENTIFIKASI PASIEN 1. Tujuan Mendeskripsikan prosedur untuk memastikan tidak terjadinya kesalahan dalam identifikasi pasien selama perawatan di rumah sakit. Mengurangi kejadian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Asia saat ini terjadi perkembangan ekonomi secara cepat, kemajuan industri, urbanisasi dan perubahan gaya hidup seperti peningkatan konsumsi kalori, lemak, garam;

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor : 30 Tahun 2001 Seri D ---------------------------------------------------------------- PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (PERDA KOTA

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR RS ROYAL PROGRESS NOMOR /2012 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN RUMAH SAKIT ROYAL PROGRESS

PERATURAN DIREKTUR RS ROYAL PROGRESS NOMOR /2012 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN RUMAH SAKIT ROYAL PROGRESS PERATURAN DIREKTUR RS ROYAL PROGRESS NOMOR /2012 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN RUMAH SAKIT ROYAL PROGRESS Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Royal Progress, maka diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive

BAB I PENDAHULUAN. pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pasien kritis adalah pasien dengan penyakit atau kondisi yang mengancam jiwa pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive Care

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ICU atau Intensive Care Unit merupakan pelayanan keperawatan khusus yang dikelola untuk merawat pasien sakit berat dan kritis, cidera dengan penyulit yang mengancam

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BUPATI PURBALINGGA PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

2. STRUKTUR ORGANISASI RSUD INDRASARI RENGAT, KAB.INDRAGIRI HULU

2. STRUKTUR ORGANISASI RSUD INDRASARI RENGAT, KAB.INDRAGIRI HULU 2. STRUKTUR ORGANISASI RSUD INDRASARI RENGAT, KAB.INDRAGIRI HULU A. DESAIN STRUKTUR ORGANISIASI Struktur organisasi RSUD Indrasari Rengat adalah Organisasi Staf B. URAIAN TUGAS DAN FUNGSI 1) Direktur Sebagai

Lebih terperinci

PAB: Maksud Anestesi, sedasi, dan intervensi bedah adalah sering dilakukan dan kompleks Hal-hal tersebut membutuhkan: Pengkajian yang lengkap dan meny

PAB: Maksud Anestesi, sedasi, dan intervensi bedah adalah sering dilakukan dan kompleks Hal-hal tersebut membutuhkan: Pengkajian yang lengkap dan meny Perawatan Anestesi dan Bedah (PAB) PAB: Maksud Anestesi, sedasi, dan intervensi bedah adalah sering dilakukan dan kompleks Hal-hal tersebut membutuhkan: Pengkajian yang lengkap dan menyeluruh Perencanaan

Lebih terperinci

20 STANDAR, 70 ELEMEN PENILAIAN. dr. Nico A. Lumenta, K.Nefro, MM, MHKes Komisi Akreditasi Rumah Sakit

20 STANDAR, 70 ELEMEN PENILAIAN. dr. Nico A. Lumenta, K.Nefro, MM, MHKes Komisi Akreditasi Rumah Sakit 20 STANDAR, 70 ELEMEN PENILAIAN dr. Nico A. Lumenta, K.Nefro, MM, MHKes Komisi Akreditasi Rumah Sakit Bab. 5 Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB) No Standar EP 1 PAB.1 3 2 PAB.2 4 3 PAB.2.1 6 4 PAB.3 4 5

Lebih terperinci

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN PERIODE BULAN JANUARI-MARET 2018

PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN PERIODE BULAN JANUARI-MARET 2018 LAPORAN PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN PERIODE BULAN JANUARI-MARET 2018 RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA INDIKATOR AREA KLINIS 1. Assesmen awal medis lengkap dalam 24

Lebih terperinci

Bismillaahirrahmaanirrahiim PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PROF. DR. TABRANI NOMOR : 092/RSTAB/PER-DIR/III/2015

Bismillaahirrahmaanirrahiim PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PROF. DR. TABRANI NOMOR : 092/RSTAB/PER-DIR/III/2015 Bismillaahirrahmaanirrahiim PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PROF. DR. TABRANI NOMOR : 092/RSTAB/PER-DIR/III/2015 Menimbang : TENTANG KEBIJAKAN ASESMEN PASIEN DIREKTUR RUMAH SAKIT PROF. DR. TABRANI a. Bahwa

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT. Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt.

RUMAH SAKIT. Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt. RUMAH SAKIT Oleh: Diana Holidah, M.Farm., Apt. DASAR HUKUM RUMAH SAKIT UU No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. PerMenKes RI Nomor 1045/menkes/per/XI/2006 Tentang Pedoman organisasi rumah sakit di lingkungan

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

Pelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 7 Gizi Buruk

Pelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 7 Gizi Buruk Pelayanan Kesehatan bagi Anak Bab 7 Gizi Buruk Catatan untuk fasilitator Ringkasan kasus Joshua adalah seorang anak laki-laki berusia 12 bulan yang dibawa ke rumah sakit kabupaten dari rumah yang berlokasi

Lebih terperinci

PERAWAT KLINIK I KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DI SETUJUI KEMAMPUAN KLINIS N O ASUHAN KEPERAWATAN

PERAWAT KLINIK I KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DI SETUJUI KEMAMPUAN KLINIS N O ASUHAN KEPERAWATAN PERAWAT KLIIK I KEPERAWATA GAWAT DARURAT Pemenuhan kebutuhan dasar: a. Kebutuhan oksigenasi dengan berbagai metode b. Kebutuhan makan dan minum seimbang enteral maupun parenteral c. Kebutuhan eliminasi

Lebih terperinci

PANDUAN PELAYANAN DOTS TB RSU DADI KELUARGA TAHUN 2016

PANDUAN PELAYANAN DOTS TB RSU DADI KELUARGA TAHUN 2016 PANDUAN PELAYANAN DOTS TB RSU DADI KELUARGA TAHUN 2016 RUMAH SAKIT UMUM DADI KELUARGA Jl. Sultan Agung No.8A Purwokerto Tahun 2016 BAB I DEFINISI Sampai saat ini, Rumah Sakit di luar negeri termasuk di

Lebih terperinci

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II. Catatan Fasilitator. Rangkuman Kasus:

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II. Catatan Fasilitator. Rangkuman Kasus: Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit Bab 4 Batuk dan Kesulitan Bernapas Kasus II Catatan Fasilitator Rangkuman Kasus: Agus, bayi laki-laki berusia 16 bulan dibawa ke Rumah Sakit Kabupaten dari sebuah

Lebih terperinci

PANDUANTRIASE RUMAH SAKIT

PANDUANTRIASE RUMAH SAKIT PANDUANTRIASE RUMAH SAKIT BAB I PENDAHULUAN... Definisi Triase adalah cara pemilahan penderita untuk menentukan prioritas penanganan pasien berdasarkan tingkat kegawatanya dan masalah yang terjadi pada

Lebih terperinci

CODE BLUE SYSTEM No. Dokumen No. Revisi Halaman 1/4 Disusun oleh Tim Code Blue Rumah Sakit Wakil Direktur Pelayanan dan Pendidikan

CODE BLUE SYSTEM No. Dokumen No. Revisi Halaman 1/4 Disusun oleh Tim Code Blue Rumah Sakit Wakil Direktur Pelayanan dan Pendidikan Standar Prosedur Operasional (SPO) PENGERTIAN TUJUAN KEBIJAKAN PROSEDUR CODE BLUE SYSTEM No. Dokumen No. Revisi Halaman 1/4 Disusun oleh Diperiksa Oleh Tim Code Blue Rumah Sakit Wakil Direktur Pelayanan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 34 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN LANDAK

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 34 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN LANDAK PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 34 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II RUANG LINGKUP

BAB II RUANG LINGKUP BAB I DEFINISI A. Latar Belakang Bahwa dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan masyarakat perlu melakukan penataan penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang berjenjang dan berkesinambungan melalui

Lebih terperinci

SURAT PERNYATAAN JANGAN DILAKUKAN RESUSITASI ( DO NOT RESUCITATE )

SURAT PERNYATAAN JANGAN DILAKUKAN RESUSITASI ( DO NOT RESUCITATE ) Jl.K.H. ZainalMustofa No. 310 Tasikmalaya Telp. ( 0265 ) 322333, Fax. ( 0265 ) 326767, E-Mail : rumahsakit.tmc@gmail.com www.rstmc.co.id SURAT PERNYATAAN JANGAN DILAKUKAN RESUSITASI ( DO NOT RESUCITATE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemulihan pascaoperasi mastektomi dengan anestesi umum adalah waktu yang penuh dengan stres fisiologi bagi banyak pasien. Dalam fase ini dapat terjadi kegawatan sehingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM RSUD INDRASARI RENGAT

GAMBARAN UMUM RSUD INDRASARI RENGAT GAMBARAN UMUM RSUD INDRASARI RENGAT A. SEJARAH DAN KEDUDUKAN RUMAH SAKIT Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Rengat Kabupaten Indragiri Hulu pada awalnya berlokasi di Kota Rengat Kecamatan Rengat (sekarang

Lebih terperinci

- 1 - KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD TAMAN HUSADA BONTANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN RSUD TAMAN HUSADA BONTANG

- 1 - KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD TAMAN HUSADA BONTANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN RSUD TAMAN HUSADA BONTANG - 1 - KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD TAMAN HUSADA BONTANG NOMOR TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN RSUD TAMAN HUSADA BONTANG DIREKTUR RSUD TAMAN HUSADA BONTANG, Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktif dalam mewujudkan derajat kesehatanyang optimal, dalam hal bidang

BAB I PENDAHULUAN. aktif dalam mewujudkan derajat kesehatanyang optimal, dalam hal bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit adalah suatu institusi pelayanan kesehatan yang sangat kompleks, padat informasi, padat profesi dan padat modal. Rumah sakit berperan aktif dalam mewujudkan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KETENAGAAN PERAWAT DI KAMAR BEDAH

PENGELOLAAN KETENAGAAN PERAWAT DI KAMAR BEDAH PENGELOLAAN KETENAGAAN PERAWAT DI KAMAR BEDAH OLEH BAMBANG APARYANTO, S.KEP, NS NIP 19790611 200112 1 004 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN NUNUKAN 2015 1 KEBUTUHAN PERAWAT KAMAR BEDAH Sesuai kebijakan

Lebih terperinci

DO NOT RESUSCITATE BAB I DEFINISI

DO NOT RESUSCITATE BAB I DEFINISI BAB I DEFINISI I. DEFINISI II. 1. Tindakan Do Not Resucitate ( DNR ) adalah suatu tindakan dimana apabila pasien mengalami henti jantung dan atau henti napas para medis tidak akan dipanggil dan tidak akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Salah satu sarana untuk penyelenggaraan pembangunan kesehatan adalah rumah sakit. Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 519/MENKES/PER/III/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 519/MENKES/PER/III/2011 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 519/MENKES/PER/III/2011 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF DI RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGORGANISASIAN UNIT RAWAT JALAN RUMAH SAKIT ELIZABETH

PEDOMAN PENGORGANISASIAN UNIT RAWAT JALAN RUMAH SAKIT ELIZABETH PEDOMAN PENGORGANISASIAN UNIT RAWAT JALAN RUMAH SAKIT ELIZABETH PT NUSANTARA SEBELAS MEDIKA RUMAH SAKIT ELIZABETH SITUBONDO 2015 DAFTAR ISI BAB 1 PENDAHULUAN Tujuan Umum... 2 Tujuan Khusus... 2 BAB II

Lebih terperinci

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita

PMR WIRA UNIT SMA NEGERI 1 BONDOWOSO Materi 3 Penilaian Penderita Saat menemukan penderita ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk menentukan tindakan selanjutnya, baik itu untuk mengatasi situasi maupun untuk mengatasi korbannya. Langkah langkah penilaian pada penderita

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR UTAMA RS. xxx NOMOR : 17/PER/2013 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN MEDIS. DIREKTUR UTAMA RS. xxx

PERATURAN DIREKTUR UTAMA RS. xxx NOMOR : 17/PER/2013 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN MEDIS. DIREKTUR UTAMA RS. xxx PERATURAN DIREKTUR UTAMA RS. xxx NOMOR : 17/PER/2013 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN MEDIS DIREKTUR UTAMA RS. xxx Menimbang : a. bahwa salah satu pilar pelayanan rumah sakit adalah pelayanan medis yang dilakukan

Lebih terperinci

DOKUMEN DAN REKAMAN BAB. VII.

DOKUMEN DAN REKAMAN BAB. VII. DOKUMEN DAN REKAMAN BAB. VII. Kriteria.7.1.1. EP 1. SOP Pendaftaran Bagan Alur Pendaftaran Bukti petugas mengetahui dan mengikuti prosedur Bukti pelanggan mengetahui dan mengikuti alur yang ditetapkan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. 1. Hasil wawancara dengan pihak RSUD untuk pengumpulan data Narasumber : Dr. Herlina Jabatan : Dokter Umum. No Pertanyaan Jawaban

LAMPIRAN. 1. Hasil wawancara dengan pihak RSUD untuk pengumpulan data Narasumber : Dr. Herlina Jabatan : Dokter Umum. No Pertanyaan Jawaban LAMPIRAN 1. Hasil wawancara dengan pihak RSUD untuk pengumpulan data Narasumber : Dr. Herlina Jabatan : Dokter Umum 1. Bagaimana prosedur pelayanan rumah sakit dimulai dari pasien datang? Untuk pasien

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

Langkah-langkah Implementasi Bab - KPS KARS

Langkah-langkah Implementasi Bab - KPS KARS Langkah-langkah Implementasi Bab - KPS KARS Konsep-pokok KPS Rumah sakit membutuhkan berbagai ketrampilan dan kualifikasi staf untuk melaksanakan misi rumah sakit dan memenuhi kebutuhan pasien RS harus

Lebih terperinci

Artikel Komunikasi Efektif SBAR

Artikel Komunikasi Efektif SBAR Artikel Komunikasi Efektif SBAR MAKALAH IMPLEMENTASI SASARAN KESELAMATAN PASIEN : KOMUNIKASI EFEKTIF DI INSTALASI RAWAT INAP Disusun Oleh : Nama : Noer Rochmat NIP : 19800604 200701 1 007 Pangkat/ Gol.

Lebih terperinci

PANDUAN PENANGANAN, PENGGUNAAN DAN PEMBERIAN DARAH DAN PRODUK DARAH RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN LAMPUNG

PANDUAN PENANGANAN, PENGGUNAAN DAN PEMBERIAN DARAH DAN PRODUK DARAH RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN LAMPUNG PANDUAN PENANGANAN, PENGGUNAAN DAN PEMBERIAN DARAH DAN PRODUK DARAH RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN LAMPUNG 2 0 1 5 BAB I DEFINISI Transfusi darah adalah pemindahan darah dari donor ke dalam peredaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur,

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur, BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur, tempat pencegahan dan penyembuhan

Lebih terperinci

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI MALANG BUPATI MALANG, BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LAWANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya

Lebih terperinci

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN

LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN LAMPIRAN 1 LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN Bapak/Ibu/Saudara/i Yth, Saya, dr Ariati Isabella Siahaan, saat ini menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif

Lebih terperinci

2016, No. -2- c. bahwa Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui Surat Nomor: B/2143/IV/2015/Pusdokkes tanggal 29 April 2015, telah menyampa

2016, No. -2- c. bahwa Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui Surat Nomor: B/2143/IV/2015/Pusdokkes tanggal 29 April 2015, telah menyampa No. 755, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. BLU. RS Bhayangkara Tingkat III Bengkulu. Tarif. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR 81 /PMK.05/2016 TENTANG TARIF LAYANAN BADAN

Lebih terperinci

PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA

PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA Dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) Dept. Obstetri dan ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RS. Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta PREEKLAMPSIA - EKLAMPSIA GEJALA DAN TANDA

Lebih terperinci

KOMUNIKASI TENTANG PASIEN KEPADA DPJP DENGAN METODE SBAR SITUATION BACKGROUND ASSESSMENT RECOMMEDATION

KOMUNIKASI TENTANG PASIEN KEPADA DPJP DENGAN METODE SBAR SITUATION BACKGROUND ASSESSMENT RECOMMEDATION KOMUNIKASI EFEKTIF KOMUNIKASI TENTANG PASIEN KEPADA DPJP DENGAN METODE SBAR SITUATION BACKGROUND ASSESSMENT RECOMMEDATION No 1. 2. 3. 4. Jenis kegiatan Situation Mengidentifikasi diri, unit/ ruangan, Menyebutkan

Lebih terperinci

PANDUAN PENUNDAAN PELAYANAN DI RUMAH SAKIT PUPUK KALTIM BONTANG

PANDUAN PENUNDAAN PELAYANAN DI RUMAH SAKIT PUPUK KALTIM BONTANG PANDUAN PENUNDAAN PELAYANAN DI RUMAH SAKIT PUPUK KALTIM BONTANG KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr.Wb. Penundaan pelayanan kepada pasien terjadi apabila pasien harus menunggu terlayani dalam waktu yang

Lebih terperinci

SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN

SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN RM 02.05.04.0114 Dokter Pelaksana Tindakan Penerima Informasi Penerima Informasi / Pemberi Penolakan * SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN PEMBERIAN INFORMASI JENIS INFORMASI ISI INFORMASI TANDA ( ) 1

Lebih terperinci

Susunan Peneliti. a. Nama Lengkap : Dr. Samson Sembiring. d. Fakultas : Kedokteran. e. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Susunan Peneliti. a. Nama Lengkap : Dr. Samson Sembiring. d. Fakultas : Kedokteran. e. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 Susunan Peneliti Peneliti a. Nama Lengkap : Dr. Samson Sembiring b. Pangkat/Gol/NIP : --------------- c. Jabatan Fungsional : ----- d. Fakultas : Kedokteran e. Perguruan Tinggi : Pembimbing

Lebih terperinci

Perbedaan jenis pelayanan pada:

Perbedaan jenis pelayanan pada: APLIKASI MANAJEMEN DI RUMAH SAKIT OLEH : LELI F. MAHARANI S. 081121039 MARINADIAH 081121015 MURNIATY 081121037 MELDA 081121044 MASDARIAH 081121031 SARMA JULITA 071101116 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Lebih terperinci

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain Demam berdarah dengue 1. Klinis Gejala klinis harus ada yaitu : a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlagsung terus menerus selama 2-7 hari b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan

Lebih terperinci

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9 Kanker Paru-Paru Kanker paru-paru merupakan kanker pembunuh nomor satu di Hong Kong. Ada lebih dari 4.000 kasus baru kanker paru-paru dan sekitar 3.600 kematian yang diakibatkan oleh penyakit ini setiap

Lebih terperinci