BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV ANALISIS HIDROLOGI"

Transkripsi

1 BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 4.1 Tinjauan Umum Dalam merencanakan Waduk Ciniru ini, sebagai langkah awal dilakukan pengumpulan data-data. Data tersebut digunakan sebagai dasar perhitungan stabilitas maupun perencanaan teknis. Dari data curah hujan yang diperoleh, dilakukan analisis hidrologi yang menghasilkan debit banjir rencana, yang kemudian diolah lagi untuk mencari besarnya flood routing yang hasilnya digunakan untuk menetukan elevasi crest spillway. Analisa hidrologi untuk perencanaan waduk, meliputi empat hal, yaitu: a. Aliran masuk (inflow) yang mengisi waduk. b. Banjir rencana untuk menentukan kapasitas dan dimensi bangunan pelimpah (spillway). c. Tampungan waduk. d. Aliran keluar (outflow) untuk menentukan bangunan pengambilan. Adapun langkah-langkah dalam analisis hidrologi adalah sebagai berikut (Sosrodarsono, 1993) : a. Menentukan Daerah Aliran Sungai ( DAS ) beserta luasnya. b. Menentukan luas daerah pengaruh stasiun-stasiun penakar hujan dengan metode Poligon Thiessen. c. Menentukan curah hujan maksimum tiap tahunnya dari data curah hujan yang ada. d. Menganalisis curah hujan rencana dengan periode ulang T tahun. e. Menghitung debit banjir rencana berdasarkan besarnya curah hujan rencana f. Menghitung debit andalan untuk keperluan irigasi dan air baku. g. Menghitung kebutuhan air di sawah yang dibutuhkan untuk tanaman. IV- 1

2 h. Menghitung neraca air yang merupakan perbandingan antara debit air yang tersedia dengan debit air yang dibutuhkan untuk keperluan irigasi dan air baku. 4.2 Penentuan Daerah Aliran Sungai Sebelum menentukan daerah aliran sungai, terlebih dahulu menentukan lokasi bangunan air (Waduk) yang akan direncanakan. Dari lokasi ini ke arah hulu, kemudian ditentukan batas daerah aliran sungai dengan menarik garis imajiner yang menghubungkan titik-titik yang memiliki kontur tertinggi sebelah kiri dan kanan sungai yang ditinjau (Soemarto, 1999). Penetapan Daerah Aliran Sungai (DAS) pada daerah Pembangunan Waduk Ciniru diperoleh dari data di Laboratorium Pengaliran Universitas Diponegoro. 4.3 Penentuan Luas Pengaruh Stasiun Hujan Adapun jumlah stasiun yang masuk di lokasi DAS Sungai Cipedak berjumlah tiga buah stasiun yaitu Sta Ciniru, Sta Waduk darma dan Sta Subang. Penentuan luas pengaruh stasiun hujan dengan metode Thiesen karena kondisi topografi dan jumlah stasiun memenuhi syarat. Dari tiga stasiun tersebut masingmasing dihubungkan untuk memperoleh luas daerah pengaruh dari tiap stasiun. Di mana masing-masing stasiun mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung antara dua stasiun. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.1 sebagai berikut : Tabel 4.1 Luas Pengaruh Stasiun Hujan Terhadap DAS No Nama Stasiun Hujan Poligon Thiessen Faktor Prosentase (%) Luas DAS (km 2 ) 1 Ciniru 93,14 64,557 2 Waduk Darma 6,36 4,410 3 Subang 0,5 0,348 Jumlah ,31 IV- 2

3 waduk darma ciniru II A2 I A1 III A3 subang Keterangan : A1 = Luasan DAS akibat pengaruh Sta Ciniru yaitu sebesar 64,557 km 2 A2 = Luasan DAS akibat pengaruh Sta Wduk Darma yaitu sebesar 4,410 km 2 A3 = Luasan DAS akibat pengaruh Sta Subang yaitu sebesar 0,348 km 2 Gambar 4.1 Luas DAS Akibat Pengaruh Stasiun Hujan Dengan Metode Poligon Thiessen IV- 3

4 4.4 Analisis Curah Hujan Ketersediaan Data Hujan Untuk mendapatkan hasil yang memiliki akurasi tinggi, dibutuhkan ketersediaan data yang secara kualitas dan kuantitas cukup memadai. Data hujan yang digunakan direncanakan selama 12 tahun sejak Januari 1995 hingga Desember Data-data hujan bulanan dan hari hujan bulanan masing-masing stasiun ditampilkan pada Tabel 4.2 s/d Tabel 4.4. Data curah hujan harian maksimum ini didapat dari curah hujan harian dalam satu tahun yang terbesar di ketiga stasiun tersebut. Tahun Tabel 4.2 Data Curah Hujan Harian Maksimum Stasiun Ciniru ( Sumber : Laboratorium Pengaliran UNDIP ) Rh Rh Bulan Dalam Setahun Total Max Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des ( mm ) ( mm ) IV- 4

5 Tahun Tabel 4.3 Data Curah Hujan Harian Maksimum Stasiun Waduk Darma ( Sumber : Laboratorium Pengaliran UNDIP ) Rh Rh Bulan Dalam Setahun Total Max Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des ( mm ) ( mm ) Tahun Tabel 4.4 Data Curah Hujan Harian Maksimum Stasiun Subang ( Sumber : Laboratorium Pengaliran UNDIP ) Rh Rh Bulan Dalam Setahun Total Max Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des ( mm ) ( mm ) IV- 5

6 Tabel 4.5 Curah Hujan Harian Maksimum Tahun Sta Cepogo (mm) Sta W Darma (mm) Sta Subang (mm) Analisis Curah Hujan Area Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui curah hujan rata-rata yang terjadi pada daerah tangkapan (catchment area) tersebut, yaitu dengan menganalisis data-data curah hujan maksimum yang didapat dari tiga stasiun penakar hujan yaitu Sta Ciniru, Sta Waduk Darma dan Sta Subang. Metode yang digunakan dalam analisis ini adalah metode poligon thiessen seperti Persamaan 2.3 Bab II sebagai berikut (Soemarto, 1999). Persamaan : R = di mana : A. R + A. R A. R 1 1 A + A A n n n R = Curah hujan maksimum rata-rata (mm) R 1, R 2,..., R n = Curah hujan pada stasiun 1,2,...,n (mm) A 1, A 2,,A n = Luas daerah pada polygon 1,2,..,n (km 2 ) IV- 6

7 Dari ketiga curah hujan rata rata stasiun dibandingkan, yang nilai curah hujan rata ratanya maksimum diambil sebagai curah hujan areal DAS Sungai Cipedak. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.6 sebagai berikut: Tabel 4.6 Perhitungan Curah Hujan Rencana Dengan Metode Poligon Thiessen Tahun Rh Max Sta Ciniru Rh Max Sta W Darma Rh Max Sta Subang Rh Rencana (A 1 = 64,557 km 2 ) (A 2 = 4,410 km 2 ) (A 3 = 0,348 km 2 ) (dlm mm) Analisis Frekuensi Curah Hujan Rencana Dari hasil perhitungan curah hujan rata-rata maksimum dengan metode polygon thiessen di atas perlu ditentukan kemungkinan terulangnya curah hujan bulanan maksimum guna menentukan debit banjir rencana Parameter Statistik (Pengukuran Dispersi) Suatu kenyataan bahwa tidak semua nilai dari suatu variabel hidrologi terletak atau sama dengan nilai rata-ratanya, tetapi kemungkinan ada nilai yang lebih besar atau lebih kecil dari nilai rata-ratanya (Sosrodarsono dan Takeda, 1993). Besarnya dispersi dapat dilakukan pengukuran dispersi yakni melalui perhitungan parameter statistik untuk (Xi-X), (Xi-X) 2, (Xi-X) 3, (Xi-X) 4 terlebih dahulu. di mana : Xi X = Besarnya curah hujan daerah (mm) = Rata-rata curah hujan maksimum daerah (mm) Perhitungan parameter statistik dapat dilihat pada Tabel 4.7. IV- 7

8 Tabel 4.7 Parameter Statistik No Tahun Rh (Xi) Rh Rata2 ( X ) ( Xi X ) 2 ( Xi X ) 3 ( Xi X ) 4 ( Xi X ) ,416 40, , , , ,416 22, , , , ,416-3,416 11,669-39, , ,416 30, , , , ,416 5,584 31, , , ,416-13, , , , ,416-21, , , , ,416-4,416 19,501-86, , ,416-17, , , , ,416-11, , , , ,416-13, , , , ,416-14, , , ,591 Jumlah 989 0,0 4614, , ,208 Macam pengukuran dispersi antara lain sebagai berikut : 1. Deviasi Standar (Sd) Perhitungan deviasi standar menggunakan Persamaan 2.6 pada Bab II (Soemarto, 1999). Sd = 2 ( X i - X ) n -1 di mana : Sd = Deviasi standar Xi = Nilai variat ke i X = Nilai rata-rata variat n = Jumlah data Sd = 4614, Sd = 20, Koefisien Skewness (CS) Perhitungan koefisien Skewness digunakan Persamaan 2.8 pada Bab II (Soemarto, 1999). IV- 8

9 Cs = n n i= 1 3 {( Xi) - X } 3 ( n -1)( n - 2) Sd 12 *82600,674 Cs = 3 (12-1)(12-2) * 20,482 Cs = 1, Pengukuran Kurtosis (CK) Perhitungan kortosis menggunakan Persamaan 2.9 Bab II (Soemarto,1999). n 1 4 { ( Xi) - X } n i= 1 Ck = 4 Sd Ck = 1 12 * , ,482 Ck = 2, Koefisien Variasi (CV) Perhitungan koefisien variasi menggunakan Persamaan 2.7 pada Bab II (Soemarto, 1999). Sd Cv = X 20,482 Cv = 82,416 Cv = 0, Analisis Jenis Sebaran Metode Gumbel Tipe I Mengitung curah hujan dengan Pers dan Pers Bab II yaitu : S Sn X t = X + ( YT -Yn) IV- 9

10 di mana : X = 82,416 Yn = 0,5035 (lihat Tabel 2.1) S = 20,482 Sn = 0,9833 (lihat Tabel 2.2) Y t = -ln T -1 ln T (lihat Tabel 2.3) Tabel 4.8 Distribusi Sebaran Metode Gumbel I No Periode X Sd Yt Yn Sn Xt ,416 20,482 2,043 0,5035 0, , ,416 20,482 3,022 0,5035 0, , ,416 20,482 4,540 0,5035 0, ,495 Tabel 4.9 Syarat Penggunaan Jenis Sebaran No Jenis Distribusi Syarat Hasil Perhitungan Keterangan 1 Metode Gumbel I CK 5,4002 Ck = 2,025 Memenuhi CS 1,1396 Cs = 1,048 Memenuhi Dari metode yang digunakan di atas adalah sebaran Metode Gumbel dengan nilai Cs = 1,048 memenuhi persyaratan Cs 1,139 dan nilai Ck = 2,025 yang memenuhi persyaratan Ck 5,4002. Dari jenis sebaran yang telah memenuhi syarat tersebut perlu diuji kecocokan sebarannya dengan metode Smirnov Kolmogorov. Hasil uji kecocokan sebaran menunjukan distribusinya dapat diterima atau tidak Pengujian Kecocokan Sebaran Uji Sebaran Smirnov Kolmogorov Uji kecocokan Smirnov Kolmogorov, sering juga uji kecocokan non parametrik (non parametric test), karena pengujian tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu. Hasil perhitungan uji kecocokan sebaran dengan Smirnov Kolmogorov untuk Metode Gumbel dapat dilihat pada Tabel IV- 10

11 Xi Xrt = Curah hujan rencana = Rata-rata curah hujan = 82,416 mm Sd = Standar deviasi = 20,482 n = jumlah data Tabel 4.10 Uji Keselarasan Sebaran Dengan Smirnov Kolmogorov Xi M P(x) =M/(n+1) P(x<) f(t) = (Xi-Xrt)/Sd P'(x) P'(x<) D = nilai = nilai1-6 8 = ,076 0,924-1,405 0,151 0,849 0, ,153 0,847-0,850 0,197 0,803 0, ,230 0,770-0,703 0,225 0,775-0, ,307 0,693-0,655 0,255 0,745-0, ,384 0,616-0,655 0,255 0,745-0, ,461 0,539-0,557 0,290 0,710-0, ,538 0,462-0,215 0,401 0,599-0, ,615 0,385-0,167 0,440 0,560-0, ,692 0,308 0,272 0,600 0,400-0, ,769 0,231 1,102 0,870 0,130-0, ,846 0,154 1,493 0,923 0,077 0, ,923 0,077 1,981 0,974 0,019 0,058 Derajat signifikasi = 0,05 (5%) Dmaks = 0,175 m = 12 Do kritis = 0,354 untuk n = 12 (lihat Tabel 2.8 Bab II) Dilihat dari perbandingan di atas bahwa Dmaks < Do kritis, maka metode sebaran yang diuji dapat diterima. IV- 11

12 4.6 Perhitungan Debit Banjir Rencana Untuk menghitung atau memperkirakan besarnya debit banjir yang akan terjadi dalam berbagai periode ulang dengan hasil yang baik dapat dilakukan dengan analisa data aliran dari sungai yang bersangkutan. Oleh karena data aliran yang bersangkutan tidak tersedia maka dalam perhitungan debit banjir akan digunakan beberapa metode yaitu (Sosrodarsono, 1993) : - Metode Hidrograf Sintetik GAMA I - Dengan Program HEC HMS Perhitungan Debit Banjir Rencana Metode Satuan Sintetik Gama I Perhitungan Hidrograf Satuan Sintetik Gama I menggunakan Persamaan 2.42 s/d Persamaan 2.49 pada Bab II (Soemarto, 1999) dengan langkah-langkah : 1) Menentukan data-data yang digunakan dalam perhitungan Hidrograf Sintetik Gamma I DAS Sungai Cipedak. Luas DAS Sungai Cipedak = 69,31 km 2 Panjang sungai utama (L) = 27 km Panjang sungai semua tingkat = 84,50 km Panjang sungai tingkat satu (1) = 52,80 km Jumlah sungai tingkat satu (1) = 135 Jumlah sungai semua tingkat = 185 Jumlah pertemuan sungai (JN) = 135 Kelandaian sungai = (Elv hulu-elv hilir)/l = ( ) / = 0,0259 Indeks kerapatan sungai = 84,5 / 69,31 =1,219 km/km 2 dengan jumlah panjang sungai semua tingkat SF = 52,8 84,5 = 0,624 km/km² IV- 12

13 Faktor lebar (WF) adalah perbandingan antara lebar DAS yang diukur dari titik berjarak ¾ L dengan lebar DAS yang diukur dari titik yang berjarak ¼ L dari tempat pengukuran (WF). Wu = 4,8 km Wi = 8 km WF = 4,8 8 = 0,6 Perbandingan antara luas DAS yang diukur di hulu garis yang ditarik tegak lurus garis hubung antara stasiun pengukuran dengan titik yang paling dekat dengan titik berat DAS melewati titik tersebut dengan luas DAS total (RUA). Au = 26,961 km² RUA = Au A = 26,961 69,31 = 0,389 km² Faktor simetri ditetapkan sebagai hasil perkalian antara faktor lebar (WF) dengan luas relatif DAS sebelah hulu (RUA) SIM = WF RUA = 0,6 0, 389 = 0,233 Frekuensi sumber (SN) yaitu perbandingan antara jumlah segmen sungaisungai tingkat 1 dengan jumlah segmen sungai semua tingkat. Jml sungai tkt1 SN = Jml sungai semua tkt 135 = = 0, ) Menghitung waktu naik (T R ) dengan menggunakan Persamaan 2.43 Bab II yaitu sebagai berikut : 3 L TR = 0, ,06665 * SIM + 1, * SF IV- 13

14 3 27 TR = 0, ,06665* 0, , * 0,624 = 1,56 jam 3) Menghitung debit puncak (Q P ) dengan menggunakan Persamaan 2.44 Bab II yaitu sebagai berikut : Q p = 0,5886 0,0986 0,2381 0,1836* A * TR * JN Q p = 0,1836* 69,31 0,5886 *1,56 0,0986 * 35 0,2381 = 4,96 m³/dtk 4) Menghitung waktu dasar / TB (time base) dengan menggunakan Persamaan 2.45 Bab II yaitu sebagai berikut : TB = 0,1457 0,0986 0,7344 0, ,4132 TR * S * SN * RUA TB = 27,4132*1,56 0,1457 *0,0259 0,0986 *0,411 0,7344 *0,389 0,2574 = 17,116 jam 5) Menghitung koefisien tampungan k dengan menggunakan Persamaan 2.49 Bab II yaitu sebagai berikut : k = 0,1798 0,1446 1,0897 0,0452 0,5617 * A * S * SF * D k = 0,5617 * 69,31 0,1798 *0,0259 0,1446 *0,624 1,0897 *1,219 0,0452 = 3,443 6) Membuat unit hidrograf dengan menggunakan Persamaan 2.42 Bab II yaitu sebagai berikut : Qt = Qp.e t/k IV- 14

15 t (jam) Qp k e Qt Tabel 4.11 Unit Resesi Hidrograf t (jam) Qp k e Qt t (jam) Qp k e Qt t (jam) Qp k e Qt IV- 15

16 Gambar 4.2 Unit Hidrograf IV- 16

17 7). Perhitungan Tc Tc = x L X S x 27 = ,0259 X = 3,425 jam ). Perhitungan Intensitas Hujan dengan cara Mononobe Tabel 4.12 Intensitas Hujan periode Hujan Areal Max tc Intensitas Intensitas ulang (mm) (jam) (mm/jam) (mm/ 15menit) I = Hj Area Max 24 x 24 tc 2 3 IV- 17

18 Tabel 4.13 Perhitungan Hidrograf Banjir Periode Ulang 25 Tahun t(jam) UH Distribusi Hujan Jam-jaman Qb Q (m³/det) (m³/det) (m³/det) IV- 18

19 IV- 19

20 IV- 20

21 Tabel 4.14 Perhitungan Hidrograf Banjir Periode Ulang 100 Tahun t(jam) UH Distribusi Hujan Jam-jaman Qb Q (m³/det) (m³/det) (m³/det) IV- 21

22 IV- 22

23 IV- 23

24 Tabel 4.15 Perhitungan Hidrograf Banjir Periode Ulang 1000 Tahun t(jam) UH Distribusi Hujan Jam-jaman Qb Q (m³/det) (m³/det) (m³/det) IV- 24

25 IV- 25

26 IV- 26

27 Gambar 4.3 Hidrograf Banjir P25, P100 dan P100 Tabel 4.16 Hasil Perhitungan HSS GAMA I Debit Banjir Rencana HSS GAMA I Periode 25 th Periode 50 th Periode 1000 th 107,268 m³/dtk 125,638 m³/dtk 154,505 m³/dtk Dari hidrograf banjir rancangan di atas, diambil nilai yang maksimum yaitu pada jam ke-2,5. Dari rekapitulasi banjir rancangan di atas, dibuat unit resesi hidrograf banjir dan grafik hidrograf banjir untuk DAS Sungai Cipedak Perhitungan Debit Banjir Dengan Program HEC-HMS Terdapat bermacam-macam program komputer yang digunakan untuk memprediksi besarnya debit banjir suatu DAS. Penggunaan program komputer tersebut berdasarkan pada pemodelan-pemodelan hidrologi yang ada. Dalam hal ini menggunakan pemodelan program HEC-HMS. IV- 27

28 HEC-HMS adalah sebuah program yang dikembangkan oleh US Army Corps of Engineer. Program ini digunakan untuk analisa hidrologi dengan mensimulasikan proses curah hujan dan limpasan langsung (run off) dari sebuah DAS (watershed). (U.S Army Corps of Engineer, 2001) HEC-HMS mengangkat teori klasik hidrograf satuan untuk digunakan dalam pemodelannya, antara lain hidrograf satuan sintetik Snyder, Clark, SCS, ataupun dapat mengembangkan hidrograf satuan lain dengan menggunakan fasilitas user define hydrograph. (U.S Army Corps of Engineer, 2001). Teori klasik unit hidrograf diatas berasal dari hubungan antara hujan efektif dengan limpasan. Hubungan tersebut merupakan salah salah satu komponen model watershed yang umum. (CD.Soemarto, 1997) Pemodelan ini memerlukan data curah hujan yang panjang. Unsur lain adalah tenggang waktu (Time Lag) antara titik berat bidang efektif dengan titik berat hidrograf, atau antara titik berat hujan efektif dengan puncak hidrograf. (CD. Soemarto,1997). INPUT HMS Basin Model (Model Daerah Tangkapan Air) Pada basin model tersusun atas gambaran fisik daerah tangkapan air dan sungai. Elemen-elemen hidrologi berhubungan dengan jaringan yang mensimulasikan proses limpasan permukaan (run off). Permodelan hidrograf satuan memiliki kelemahan pada luas area yang besar, maka perlu dilakukan pemisahan area basin menjadi beberapa sub basin berdasakan percabangan sungai, dan perlu diperhatikan batas-batas luas daerah yang berpengaruh pada DAS tersebut. Pada basin model ini dibutuhkan peta background yang dapat diimport dari CAD (Computer Aided Design) maupun GIS (Geografic Information System). Elemen-elemen yang digunakan untuk mensimulasikan limpasan adalah subbasin dan junction. IV- 28

29 Gambar 4.4 Model Daerah Tangkapan Air Sub Basin Loss Rate Method (Proses Kehilangan Air) Loss rate method adalah pemodelan untuk menghitung kehilangan air yang terjadi karena proses intersepsi dan pengurangan tampungan. Metode yang digunakan pemodelan ini adalah SCS Curve Number. Metode ini terdiri dari parameter Curve Number dan Impervious, yang menggambarkan keadaan fisik DAS seperti tanah, dan tataguna lahan. Sub Basin Transform (Transformasi hidrograf satuan limpasan) Air hujan yang tidak terinfiltrasi atau jatuh secara langsung ke permukaan tanah akan menjadi limpasan. Ketika limpasan terjadi pada cekungan suatu DAS, akan mengalir sesuai dengan gradien kemiringan tanah menjadi aliran permukaan (direct runoff). Transform method (metode transformasi) digunakan untuk menghitung aliran langsung dari limpasan air hujan. Dalam laporan digunakan SCS Unit Hydrograph. Pada pemodelan ini parameter yang dibutuhkan adalah Lag, yaitu tenggang waktu (time lag) antara titik berat hujan efektif dengan titik berat hidrograf. Parameter ini didasarkan pada data dari beberapa daerah tangkapan air pertanian. Parameter tersebut IV- 29

30 dibutuhkan untuk menghitung puncak dan waktu hidrograf, secara otomatis model HEC- HMS akan membentuk ordinat-ordinat untuk puncak hidrograf dan fungsi waktu. Lag (Tp) dapat dicari dengan rumus : Tp = 0,6 x Tc Tc = 0,01947 x L 0,07 x S -0,385 Dimana : L S Tc = Panjang lintasan maksimum = Kemiringan rata-rata = Waktu konsentrasi Meteorologic Model (Model Data Curah Hujan) Meteorologic Model merupakan data curah hujan (presipitation) efektif dapat berupa 15 menitan atau jam-jaman. Perlu diperhatikan bahwa curah hujan kawasan diperoleh dari hujan rerata metode Thiessen dengan memperhatikan pengaruh stasiun curah hujan pada kawasan tersebut. Bila 1 kawasan mendapat pengaruh dua dari tiga stasiun hujan yang digunakan, maka hujan rerata kawasan tersebut dihitung dari hujan rencana dua stasiun hujan tersebut. Pada analisa ini curah hujan rencana diambil pada kondisi maksimum. Dalam hal ini, dipakai curah hujan rencana DAS Ciniru, kemudian dicari data intensitas hujan jamjaman dengan menggunakan Metoda Mononobe. Curah hujan jam-jaman tersebut dapat digambarkan menjadi sebuah stage hyetograph. Running HMS Running HMS dilakukan setelah mengisi semua komponen yang diperlukan, running dapat diproses dengan mengklik tombol run. IV- 30

31 Gambar 4.5 Running HMS Tabel 4.17 Hasil Perhitungan Debit Banjir Rencana HEC-HMS Debit Banjir Rencana HEC-HMS Periode 25 th Periode 50 th Periode 1000 th m³/dtk m³/dtk m³/dtk Tabel 4.18 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Debit Banjir Rencana Periode Ulang Debit Banjir Rencana HEC-HMS HSS GAMA I HEC-HMS 25 tahun 107,268 m³/dtk m³/dtk 100 tahun 125,638 m³/dtk m³/dtk 1000 tahun 154,505 m³/dtk m³/dtk Dari hasil perhitungan debit dengan dua metode yang berbeda, maka dapat diketahui perbedaan antara hasil perhitungan dari kedua metode tersebut. Untuk perencanaan kami menggunakan hasil debit banjir rencana HEC-HMS untuk periode 100 tahun yaitu sebesar 244,4 m³/dtk. IV- 31

32 4.7 Perhitungan Debit Andalan Perhitungan debit andalan bertujuan untuk menentukan areal persawahan yang dapat diairi. Perhitungan ini menggunakan cara analisis water balance dari Dr.F.J. Mock. Metode ini digunakan untuk menghitung harga debit 2 mingguan, evapotranspirasi, kelembaban air tanah, dan tampungan air tanah. Metode ini dihitung berdasarkan data curah hujan bulanan, jumlah hari hujan, evapotranspirasi dan karakteristik hidrologi daerah pengaliran. Perhitungan debit andalan meliputi : 1. Data curah hujan Untuk perhitungan debit andalan digunakan curah hujan tahunan 20 % kering, cara mencari 20 % kering adalah dengan menganalisis jenis sebaran lalu diplotkan pada kertas log dan ditarik garis dari 20%, yang mendekati garis 20% maka tahun tersebut yang dipakai untuk mencari debit andalan. Tabel 4.19 Metode Log Pearson Th x logx logx-logxrat (logx-logxrat)² (logx-logxrat)³ jumlah rata Log x : log( x ) + k( Slog x) Y : log(x ) = log n ( x) = IV- 32

33 S (Standart Deviasi) : S log(x) : log( x) log( x) n 1 2 : : Cs : n 3 (log( x) log( x)) 12* : 3 3 ( n 1) ( n 2) ( Slog x) 11*10* : Tabel 4.20 Perhitungan Garis Log Pearson Periode Peluang S logx log xrt Cs k Y=logx x , Setelah sebaran dihitung maka perlu dilakukan uji sebaran dengan Metode Smirnov Kolmogorov. Tabel 4.21 Uji Sebaran Metode Smirnov Kolmogorov Th x logx m P=m/(n+1) P(x<)=1-P k=(x-xrt)/s P'(x) D=P'(x)-P(x<) Jumlah Rata Derajat signifikasi = 0,05 (5%) Dmaks = 0,136 m = 11 IV- 33

34 Do kritis = 0,354 untuk n = 12 (lihat Tabel 2.8 Bab II) Dilihat dari perbandingan di atas bahwa Dmaks < Do kritis, maka metode sebaran yang diuji dapat diterima. Plot data ke kertas Log Pearson Gambar 4.6 Plot Data Curah Hujan Pada Kertas Log Pearson Dari kertas Log dapat yang mendekati garis 20 % adalah data tahun 2002, maka data yang digunakan untuk debit andalan adalah data tahun IV- 34

35 2. Evapotranspirasi Evapotranspirasi terbatas dihitung dari evapotranspirasi potensial Metode Penman. Perhitungan evapotranspirasi dapat dilihat pada Tabel Tabel 4.22 Nilai Prosentase Lahan m (%) Keterangan 0 Lahan dengan hutan lebat 0 Lahan dengan hutan sekunder pada akhir musim hujan dan bertambah 10 % setiap bulan kering berikutnya Lahan yang tererosi Lahan pertanian yang diolah (misal : sawah dan ladang) Diambil prosentase lahan 30 % karena lahan digunakan untuk pertanian. 3. Keseimbangan air (water balance) Perkiraan kapasitas kelembaban tanah (Soil Moisture Capacity) diperlukan pada saat dimulainya simulasi, dan besarnya tergantung dari kondisi porositas lapisan atas daerah pengaliran. Biasanya diambil 50 s/d 250 mm, yaitu kapasitas kandungan air dalam tanah per m². Jika porositas tanah lapisan atas tersebut makin besar, maka kapasitas kelembaban tanah akan besar pula. Untuk SMC direncana Waduk Ciniru diambil 150 mm. Dengan asumsi di DAS rencana Waduk Ciniru terdapat sedikit kandungan pasir yang tidak begitu porus. Rumus tentang air hujan yang mencapai permukaan tanah seperti pada Persamaan 2.52 s/d Persamaan 2.54 Bab II. 4. Limpasan (run off) dan tampungan air tanah (ground water storage) Di DAS Waduk Ciniru berdasarkan pengamatan kondisi tanahnya tidak begitu porus karena mengandung sedikit pasir dan daerahnya yang cukup terjal, maka untuk harga koefisien infiltrasi (I) untuk DAS Waduk Ciniru ditaksir sebesar 0,15. Di DAS Waduk Ciniru berdasarkan pengamatan untuk kondisi geologi lapisan bawah tidak begitu porus dan dapat tembus air karena masih mengandung pasir, dimana pada musim kemarau hanya ada sedikit air di sungai. Maka untuk permulaan simulasi penyimpanan IV- 35

36 awal V(n-1) di DAS Waduk Ciniru diambil sebesar 400 mm (pada saat mulai perhitungan). 5. Aliran sungai Luas DAS Sungai Cipedak adalah km 2. Aliran dasar / Base flow = Infiltrasi dv(n) Aliran permukaan / D(ro) = WS Infiltrasi Aliran sungai = aliran permukaan + aliran dasar Run Off = D(ro) + aliran dasar Debit = (aliran sungai x luas DAS) / detik dlm sebulan IV- 36

37 Tabel 4.23 Perhitungan Debit Andalan Metode F J. Mock Dasar Unit Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sep 1 Curah Hujan R mm Hari Hujan (n) EvapoTranspirasi Terbatas 3 Evapotranspirasi (Eto) mm/hari Lahan Terbuka (m) % de/eto = (m/20) * (18-5 n) de (3) x (5) Et 1= Eto - de (3) - (6) % Water Balance 8 S = Rs - Et 1 (1) - (7) Run Off Storm (10%* (1)) Soil Storage (IS) (8) - (9) Soil Moisnture = IS + SMC, SMC=150 mmhg Water Surplus (8) - (10) Run Off and Ground Water Storage 13 Infiltrasi ( I ), i = 0,15 (12) * i mmhg ,5 * I *(1+k), k = 0,8 0,5*(13)*1, k * V (n-1) mmhg Storage Vol Vn (14) + (15) dvn = Vn - V (n-1) Base Flow (13) - (17) Direct Run Off (12) - (13) Run Off (18) + (19) mm/2mg Debit ( x10 3 ) (20) * CA m 3 /2mg Debit m 3 /dtk Debit liter/dtk IV- 37

38 Koefisien yang digunakan Koefisien infiltrasi (i) : 0.15 mm Koefisien (k) : 0.8 mm Soil Moinsture Capasity : 100 mm Luas DAS : km² V(n-1)Storage : 700 mm 4.8 Analisis Kebutuhan Air Kebutuhan Air Bagi Tanaman Yaitu banyaknya air yang dibutuhkan tanaman untuk membuat jaring tanaman (batang dan daun) dan untuk diuapkan (evapotranspirasi), perkolasi, curah hujan, pengolahan lahan, dan pertumbuhan tanaman. Rumus seperti Persamaan 2.63 pada Bab II yaitu : Ir = Et + P Re +S 1. Evapotranspirasi Besarnya evapotranspirasi dihitung dengan menggunakan metoda Penman yang dimodifikasi oleh Nedeco/Prosida seperti diuraikan dalam PSA 010. Evapotranspirasi dihitung dengan menggunakan rumus-rumus teoritis empiris dengan memperhatikaan faktor-faktor meteorologi yang terkait seperti suhu udara, kelembaban, kecepatan angin dan penyinaran matahari. Selanjutnya untuk mendapatkan harga evapotaranspirasi harus dikalikan dengan koefisien tanaman tertentu. Sehingga evapotranspirasi sama dengan evapotranspirasi potensial hasil perhitungan Penman x crop factor. Dari harga evapotranspirasi yang diperoleh, kemudian digunakan untuk menghitung kebutuhan air bagi pertumbuhan dengan menyertakan data curah hujan efektif. Data-data klimatologi untuk perhitungan evapotranspirasi Waduk Ciniru disajikan pada Tabel Semua tabel untuk perhitungan Evapotranspirasi dapat dilihat di lampiran. IV- 38

39 Temp. Tabel 4.24 Data Klimatologi 2002 Unit Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Wind direction N N N N E E E E E E E E E E S S Sep S E E E E E E Wind speed knots Air Pressure mbar 1, , , , , , , , , , , , :00: :00: :00: o C Average Maximum Minimum Relative humidity 07:00: :00:00 % :00: Average Evapori meter 07:00: :00:00 mm/day :00: Radiation % Dengan menggunakan rumus evapotranspirasi Penman Persamaan 2.64 Bab II, perhitungan evapotranpirasi Metode Penman dapat dilihat pada Tabel Perkolasi Perkolasi adalah meresapnya air ke dalam tanah dengan arah vertikal ke bawah, dari lapisan tidak jenuh. Besarnya perkolasi dipengaruhi oleh sifat-sifat tanah, kedalaman air tanah dan sistem perakarannya. Koefisien perkolasi adalah sebagai berikut (Gunadarma, 1997) : a. Berdasarkan kemiringan : - lahan datar = 1 mm/hari - lahan miring > 5% = 2 5 mm/hari b. Berdasarkan tekstur : - berat (lempung) = 1 2 mm/hari - sedang (lempung kepasiran) = 2-3 mm/hari - ringan = 3 6 mm/hari Dari pedoman di atas dan berdasarkan pengamatan yang ada, areal lokasi proyek berupa tanah lempung berpasir, dengan demikian perkolasi dipakai 2 mm/hari. IV- 39

40 3. Koefisien tanaman (Kc) Besarnya koefisien tanaman (Kc) tergantung dari jenis tanaman dan fase pertumbuhan. Pada perhitungan ini digunakan koefisien tanaman untuk padi dengan varietas biasa mengikuti ketentuan Nedeco/Prosida. Harga Koefisien Tanaman Untuk Padi dan Palawija menurut Nedeco/Prosida dapat dilihat pada Tabel 2.12 pada Bab II. 4. Kebutuhan air intuk pengolahan lahan a. Pengolahan lahan untuk padi Menurut PSA-010, waktu yang diperlukan untuk pekerjaan penyiapan lahan adalah selama satu bulan (30 hari). Kebutuhan air untuk pengolahan tanah bagi tanaman padi diambil 200 mm, setelah tanam selesai lapisan air di sawah ditambah 50 mm. Jadi kebutuhan air yang diperlukan untuk penyiapan lahan dan untuk lapisan air awal setelah tanam selesai seluruhnya menjadi 250 mm. Sedangkan untuk lahan yang tidak ditanami (sawah bero) dalam jangka waktu 2,5 bulan diambil 300 m (Gunadarma, 1997). Untuk memudahkan perhitungan angka pengolahan tanah digunakan Tabel koefisien Van De Goor dan Zijlstra yang ditunjukkan seperti Tabel 2.15 Bab II, Koefisien Kebutuhan Air Selama Penyiapan Lahan. b. Pengolahan lahan untuk palawija Kebutuhan air untuk penyiapan lahan bagi palawija sebesar 50 mm selama 15 hari yaitu 3,33 mm/hari, yang digunakan untuk menggarap lahan yang ditanami dan untuk menciptakan kondisi lembab yang memadai untuk persemian yang baru tumbuh (Gunadarma,1997). 5. Kebutuhan air untuk pertumbuhan Kebutuhan air untuk pertumbuhan padi dipengaruhi oleh besarnya evapotranspirasi tanaman (Etc), perkolasi tanah (p), penggantian air genangan (W) dan hujan efektif (Re). Sedangkan kebutuhan air untuk pemberian pupuk pada tanaman apabila terjadi pengurangan air (sampai tingkat tertentu) pada petak sawah sebelum pemberian pupuk (Gumadarma,1997). IV- 40

41 Tabel 4.25 Perhitungan Evapotranspirasi Dengan Metode Penman Dasar Unit Jan Peb Maret April Mei Juni Juli Agust Sep Okt Nop Des 1 Suhu Udara C Kelembaban Relatif % Kecepatan Angin U2 m/dt Penyinaran Matahari (12 jam); Q1 % Lintang Derajat LS Perhitungan 6 Tabel 2 dan (1) f(tai) x Tabel 2 dan (1) L-1 x Tabel 2 dan (1) Pzwa.Jsa mmhg Tabel 2 dan (1) = (2) x (8) :100 Pzwa mmhg Tabel 3 dan (10) f(tdp) = (8) - (10) Pzwa. Jsa - Pzwa mmhg Tabel 4 dan (3) x f(u2) = (12) x (13) Tabel 5 dan (5) cahsh x Tabel 6 dan (4) dan (5) ash x f (15) x (16} (6) x (1 - (4)) {(18)/10} (6) x (11) x (19) IV- 41

42 21 (17) - (20) (7) x (21) (14) + (22) (23) / (9) = Eto mm/hr Jumlah Hari Evapotranspirasi ( Eto ) mm/bln Evapotranspirasi ( Eto ) mm/2minggu Tabel 4.26 Kebutuhan Air Untuk Tanaman Padi KebutuhanTanaman Padi Unit Jan Peb Mar April Mei Juni Juli Agust Sep Okt Nop Des Evapotranspirasi (Eto) mm/hr Evaporasi Terbuka (Eo) 1,1 * Eto mm/hr Perkolasi P mm/hr Eo + P (1) + (2) mm/hr Hujan Efektif 20% kering (mm/hr) mm/hr mm/hr C Hujan Efektif mm/hr Tanaman Padi HUJAN mm/hr Golongan EFEKTIF mm/hr Re=Hjn*FH mm/hr IV- 42

43 PENGOLAHAN TANAH mm/hr mm/hr mm/hr mm/hr mm/hr KOEFISIEN Evapotranspirasi mm/hr TANAMAN Etc = Eto * Kt mm/hr Kebutuhan Air 250 mm selama 30 hari (Kt) mm/hr mm/hr mm/hr mm/hr mm/hr minggu ke 1 Lp mm/hr Lp - Re1 mm/hr (Lp Re1)*0.116 lt/det/ha (Lp Re1)*1.25 lt/det/ha (Lp Re1)*1.15 lt/det/ha (Lp Re1)*1.10 lt/det/ha minggu ke 2 Lp mm/hr Lp - Re2 mm/hr (Lp Re2)*0,116 lt/det/ha (Lp Re2)*1,25 lt/det/ha (Lp Re2)*1,15 lt/det/ha (Lp Re2)*1,10 lt/det/ha PERTUMBUHAN Unit Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Oktob Nop Des Kebutuhan Penggantian Air Genangan (W) = 3.33 (mm/hr) 2 minggu ke 1 Etc1 - Re3+P+W mm/hr (Etc1 - Re3+P+W)*0,116 lt/det/ha (Etc1 - lt/det/ha IV- 43

44 Re3+P+W)*1,25 (Etc1 - Re3+P+W)*1,15 lt/det/ha (Etc1 - Re3+P+W)*1,10 lt/det/ha minggu ke 2 Etc2 - Re4+P+W mm/hr (Etc2 - Re4+P+W)*0,116 lt/det/ha (Etc2 - Re4+P+W)*1,25 lt/det/ha (Etc2 - Re4+P+W)*1,15 lt/det/ha (Etc2 - Re4+P+W)*1,10 lt/det/ha minggu ke 3 Etc3 - Re5+P+W mm/hr (Etc3 - Re5+P)*0,116 lt/det/ha (Etc3 - Re5+P)*1,25 lt/det/ha (Etc3 - Re5+P)*1,15 lt/det/ha (Etc3 - Re5+P)*1,10 lt/det/ha minggu ke 4 Etc4 - Re6+P+W mm/hr (Etc4 - Re6+P+W)*0,116 lt/det/ha (Etc4 - Re6+P+W)*1,25 lt/det/ha (Etc4 - Re6+P+W)*1,15 lt/det/ha (Etc4 - Re6+P+W)*1,10 lt/det/ha minggu ke 5 Etc5 - Re7+P+W mm/hr (Etc5 - Re7+P)*0,116 lt/det/ha (Etc5 - Re7+P)*1,25 lt/det/ha (Etc5 - Re7+P)*1,15 lt/det/ha (Etc5 - Re7+P)*1,10 lt/det/ha minggu ke 6 Etc6 - Re8+P mm/hr (Etc6 - Re8+P)*0,116 lt/det/ha (Etc6 - Re8+P)*1,25 lt/det/ha (Etc6 - Re8+P)*1,15 lt/det/ha (Etc6 - Re8+P)*1,10 lt/det/ha IV- 44

45 Keterangan: Angka 0,116 = Angka konversi dari mm/hr menjadi lt/det/ha Angka 1,250 = Efisiensi irigasi (kehilangan air di saluran tersier petak sawah 20%) Angka 1,150 = Efisiensi irigasi (kehilangan air di saluran sekunder petak sawah 13%) Angka 1,100 = Efisiensi irigasi (kehilangan air di saluran primer 10%) (Sumber : PSA 0-10) Sumber : Hasil Perhitungan Tabel 4.27 Kebutuhan Air Tanaman Palawija Dasar Unit Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sep Okt Nop Des Evaporasi Aktual Eto mm/hari Eto Bulanan (1)x(31/30) mm/bulan Hujan 20 % kering R1/5 mm/hr Hujan Efektif bulanan (3)x(31/30) mm/bulan Faktor Tampungan S Hujan Ef Bln Terkoreksi (4)x(5) Perkolasi P mm/hari M = Eo +p (1) + (7) mm/hari Re terkoreksi (6)/(31/30) mm/hari Kc 1/2 bulan ke 0.5 1,00 mm/hari KOEFISIEN TANAMAN ,00 mm/hari Palawija (Kc) 0.96 Etc= 3,00 mm/hari Kc x 1.05 Eto 4,00 mm/hari PENGOLAHAN TANAH Kebutuhan Air 50 mm selama 15 hari ,00 mm/hari ,00 mm/hari IV- 45

46 Lp mm/hr Lp Re mm/hr (Lp - Re)*0.116 lt/det/ha (Lp - Re)*1.25 lt/det/ha (Lp - Re)*1.15 lt/det/ha (Lp - Re)*1.10 lt/det/ha PERTUMBUHAN Unit Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Septe Oktob Nop Des 2 minggu ke 1 Etc1 Re mm/hr (Etc1 - Re)*0,116 lt/det/ha (Etc1 - Re)*1,25 lt/det/ha (Etc1 - Re)*1,15 lt/det/ha (Etc1 - Re)*1,10 lt/det/ha minggu ke 2 Etc2 Re mm/hr (Etc2 - Re)*0,116 lt/det/ha (Etc2 - Re)*1,25 lt/det/ha (Etc2 - Re)*1,15 lt/det/ha (Etc2- Re)*1,10 lt/det/ha minggu ke 3 Etc3 Re mm/hr (Etc3 - Re)*0,116 lt/det/ha (Etc3 - Re)*1,25 lt/det/ha (Etc3 - Re)*1,15 lt/det/ha (Etc3 - Re)*1,10 lt/det/ha minggu ke 4 Etc4 Re mm/hr (Etc4 - Re)*0,116 lt/det/ha IV- 46

47 (Etc4 - Re)*1,25 lt/det/ha (Etc4 - Re)*1,15 lt/det/ha (Etc4 - Re)*1,10 lt/det/ha minggu ke 5 Etc5 Re mm/hr (Etc5 - Re)*0,116 lt/det/ha (Etc5 - Re)*1,25 lt/det/ha (Etc6 - Re)*1,15 lt/det/ha (Etc6 - Re)*1,10 lt/det/ha minggu ke 6 Etc6 Re mm/hr (Etc6 - Re)*0,116 lt/det/ha (Etc6 - Re)*1,25 lt/det/ha (Etc6 - Re)*1,15 lt/det/ha (Etc6 - Re)*1,10 lt/det/ha Keterangan Angka 0,116 = Angka konversi dari mm/hr menjadi lt/det/ha Angka 1,250 = Efisiensi irigasi (kehilangan air di saluran tersier petak sawah 20%) Angka 1,150 = Efisiensi irigasi (kehilangan air di saluran sekunder petak sawah 13%) Angka 1,100 = Efisiensi irigasi (kehilangan air di saluran primer 10%) (Sumber : PSA 0-10) IV- 47

48 4.8.2 Kebutuhan Air Untuk Irigasi Yaitu kebutuhan air yang digunakan untuk menentukan pola tanaman untuk menentukan tingkat efisiensi saluran irigasi sehingga didapat kebutuhan air untuk masing-masing jaringan (Dirjen Pengairan, 1986). Perhitungan kebutuhan air irigasi ini dimaksudkan untuk menentukan besarnya debit yang akan dipakai untuk mengairi daerah irigasi. Kebutuhan air irigasi ditunjukkan pada Tabel Pola tanaman dan perencanaan tata tanam Pola tanam adalah suatu pola penanaman jenis tanaman selama satu tahun yang merupakan kombinasi urutan penanaman. Rencana pola dan tata tanam dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan air, serta menambah intensitas luas tanam. Suatu daerah irigasi pada umumnya mempunyai pola tanam tertentu, tetapi bila tidak ada pola yang bisa pada daerah tersebut direkomendasikan pola tanaman padi-padi-palawija. Setelah diperoleh kebutuhan air untuk pengolahan lahan dan pertumbuhan, kemudian dicari besarnya kebutuhan air untuk irigasi berdasarkan pola tanam dan rencana tata tanam dari daerah yang bersangkutan (Dirjen Pengairan, 1986). 2. Efisiensi irigasi Besarnya efisiensi irigasi tergantung dari besarnya kehilangan air yang terjadi pada saluran pembawa, mulai dari bendung sampai petak sawah. Kehilangan air tersebut disebabkan karena penguapan, perkolasi, kebocoran dan sadap liar. Besarnya angka efisiensi tergantung pada penelitian lapangan pada daerah irigasi (KP-03,1986). Pada perencanaan jaringan irigasi, tingkat efisiensi ditentukan menurut PSA yaitu 0-10 Dirjen Pengairan Tahun 1985 yaitu sebagai berikut : Kehilangan air pada saluran primer adalah 5 10 %, diambil 10% Faktor koefisien 1,10 Kehilangan air pada saluran sekunder adalah %, diambil 13 % Faktor koefisien 1,15 Kehilangan air pada saluran tersier adalah %, diambil 20 % Faktor koefisien 1,25 IV- 48

49 Tabel 4.28 Pola Tanam Secara Teoritis URAIAN BULA OKT NOP DES JAN FEB MRT I II I II I II I II I II I II Padi Golongan I A = 100 ha Keb Air Saluran terseir Saluran sekunder Saluran primer Padi Golongan II A = 100 ha Keb Air Saluran terseir Saluran sekunder Saluran primer Q Keb Total/ha Q Keb Total Q Keb Total IV- 49

50 4.8.3 Kebutuhan Air Baku Kebutuhan air baku meliputi kebutuhan air domestik, non domestik dan industri. Kebutuhan air ini sangat dipengaruhi oleh jumlah dan kategori daerah. Penduduk desa kebutuhan air baku akan lebih kecil dibanding dengan kebutuhan air baku penduduk kota. Kota kecil kebutuhan air baku akan lebih kecil dibanding dengan kebutuhan air baku penduduk kota besar. Sebagai dasar perhitungan kebutuhan air baku adalah : 1. Keputusan Direktur Cipta Karya Nomor :198/KPTS/CK/1990 tentang Petunjuk Teknis Pembangunan Sarana Penyediaan Air Bersih dan Penyehatan Lingkungan Permukiman. 2. Periode perencanaan didasarkan pada proyeksi penduduk sampai tahun 2031 dengan tingkat pertambahan disesuaikan daerah perencanaan tiap tahun. 3. Sumber air yang paling memenuhi syarat ditinjau dari kualitas, kuantitas dan efisiensi. Tabel 4.29 Kriteria Perencanaan Sistem Penyediaan Air Baku No Uraian Kriteria Satuan 1 Cakupan Pelayanan SR:HU 60%:40% 2 Kebutuhan Air Rumah Tangga 60 ltr/org/hari 3 Kebutuhan Air Hidran Umum 30 ltr/org/hari 4 Periode Perencanaan 20 thn 5 Efisiensi 80% Dalam perencanaan kebutuhan air baku hanya menitikberatkan pada sektor domestik dikarenakan jumlah debit andalan yang tidak cukup besar. Analisis sektor domestik merupakan aspek penting dalam menganalisa kebutuhan penyediaan air bersih di masa mendatang. Analisis sektor domestik untuk masa mendatang dilaksanakan dengan dasar analisis pertumbuhan penduduk pada wilayah yang direncanakan. IV- 50

51 1. Analisis pertumbuhan penduduk Data yang digunakan dalam menganalisis pertumbuhan penduduk di sejumlah kecamatan yang akan terlayani kebutuhan air baku dari Waduk Ciniru ini seperti ditunjukkan pada Tabel 4.45 berikut : Tabel 4.30 Jumlah Penduduk Yang Akan Dilayani No Kecamatan Jumlah Penduduk Pertumbuhan Jiwa % 1 Nusaherang Kadugede Hantara Darma Selajambe Ciniru Jumlah Dari data tersebut di atas dilanjutkan dengan analisis pertumbuhan penduduk sehingga didapatkan proyeksi jumlah penduduk (Persamaan 2.62 Bab II) pada 20 tahun mendatang sebagai berikut : 1. Metode Geometrical Increase Pn = Po (1 + r) n Dari data diatas didapat : Po = 4603 jiwa r = 6 % Sehingga didapatkan proyeksi jumlah penduduk sebagai berikut : Pn = 4603 (1 + 0,006) 20 = 5118 jiwa Dari hasil analisis di atas, proyeksi jumlah penduduk 20 tahun mendatang adalah 5118 jiwa, kondisi ini masih perlu dikalikan 0,6 dari jumlah penduduk karena cakupan pelayanan SR sebesar 60 %. Jadi jumlah penduduk yang akan dilayani adalah sebesar 3071 jiwa dan sisa jumlah penduduk lainnya akan dilayani melalui hidran umum (HU). IV- 51

52 2. Analisis kebutuhan air bersih Untuk kebutuhan rumah tangga adalah 100 ltr/orang/hari selama 24 jam dan untuk hidran umum adalah 30 ltr/orang/hari. Kebutuhan air baku yang berdasar hubungan jumlah penduduk yang dilayani (Tabel 4.46) untuk rumah tangga dan hidran umum disajikan pada Tabel Dan total kebutuhan air disajikan pada Tabel Tabel 4.31 Hubungan Jumlah Penduduk Dengan Tingkat Pelayanan Jumlah penduduk (jiwa) Tingkat Pelayanan (liter/orang/hari) > < Tabel 4.32 Kebutuhan Air Baku Fasilitas Jumlah Konsumsi Rata2 Jml Pemakaian Jml Pemakaian ltr/org/hr ltr/hr ltr/dtk Rumah Tangga(SR) Hidran Umum Jumlah Keb Air Baku (ltr/dtk) Jmlh Keb Air Baku Efisiensi 80% (m³/dtk) IV- 52

53 Tabel 4.33 Total Kebutuhan Air Waduk Ciniru Bulan Periode Air Irigasi Air Baku Total m³/dtk m³/dtk m³/detik Januari Jan I Jan II Februari Feb I Feb II Maret Mar I Mar II April Apr I Apr II Mei Mei I Mei II Juni Jun I Jun II Juli Jul I Jul II Agustus Ags I Ags II September Sep I Sep II Oktober Okt I Okt II November Nov I Nov II Desember Des I Des II IV- 53

54 4.9 Neraca Air Bangunan waduk sebagai penyimpan air mempunyai fungsi yang sangat baik dalam mencukupi kebutuhan akan air khususnya pada saat musim kemarau. Air Sungai Cipedak ini direncanakan untuk memenuhi kebutuhan air baku dan juga untuk irigasi bagi masyarakat. Dari alternatif lokasi waduk yang terbaik, dicari debit air yang tersedia dan kebutuhan air yang diperlukan sehingga dapat dibuat neraca air dimana nilai kebutuhan yang dapat dipenuhi dari debit yang tersedia. Neraca air (water balance) diperoleh dengan membandingkan antara ketersediaan air dan kebutuhan air. Apabila terjadi kondisi surplus berarti kebutuhan air lebih kecil dari ketersediaan air, dan sebaliknya apabila defisit berarti kebutuhan air lebih besar dari ketersediaan air. Jika terjadi kekurangan debit, maka ada empat pilihan yang perlu dipertimbangkan sebagai berikut : Luas daerah irigasi dikurangi Luas daerah irigasi tetap tetapi ada suplesi debit dari bendung lain. Melakukan modifikasi pola tanam Rotasi teknis/golongan Ketersediaan dan kebutuhan air dapat dilihat pada Tabel 4.34 di bawah ini : IV- 54

55 Tabel 4.34 Ketersediaan Air dan Kebutuhan Air Air Baku Total Vol Keb Air Q Andalan Vol Debit Andalan Bulan Periode Air Irigasi Selisih Inflowm³/dtk m³/dtk m³/detik m³ m³/detik m³ Outflow Januari Jan I Jan II Februari Feb I Feb II Maret Mar I Mar II April Apr I Apr II Mei Mei I Mei II Juni Jun I Jun II Juli Jul I Jul II Agustus Ags I Ags II September Sep I Sep II Oktober Okt I Okt II November Nov I Nov II Desember Des I Des II IV- 55

56 Dari hasil perhitungan jumlah ketersediaan air dan jumlah kebutuhan air yang ada di lokasi perencanaan sebelum ada embung, kekurangan air maksimum terjadi pada bulan Okteber periode II yaitu sebesar m Volume Waduk Hubungan Elevasi Dengan Volume Waduk Perhitungan ini didasarkan pada data peta topografi dengan skala 1:5000 dan beda tinggi kontur 1m. Cari luas permukaan waduk yang dibatasi garis kontur, kemudian dicari volume yang dibatasi oleh 2 garis kontur yang berurutan dengan menggunakan Persamaan 2.99 pada Bab II sebagai berikut : Vx = 1/3 x Z x (F y + F x + F y x F x ) Perhitungan elevasi,volume, dan luas Waduk Ciniru dapat dilihat pada Tabel Dari perhitungan tersebut di atas, kemudian dibuat grafik hubungan antara elevasi dengan luas genangan dan volume genangan (Gambar 4.7) Elevasi Luas Genangan (m 2 ) Tabel 4.35 Perhitungan Luas dan Volume Waduk Luas Komulatif (m 2 ) Volume Genangan (m 3 ) Volume Komulatif (m 3 ) IV- 56

57 IV- 57

58 Volume (m³) Elevasi Elevasi = Grafik Luas Genangan = Grafik Volume Waduk Luas (m²) Gambar 4.7 Grafik Hubungan Elevasi Dengan Volume Genangan Volume Tampungan Waduk adalah : Kapasitas tampung yang diperlukan untuk sebuah embung (Pers Bab II) Vn = Vu + Ve + Vs di mana : Vn = Volume tampungan total waduk (m 3 ) Vu = Volume untuk melayani berbagai kebutuhan (m 3 ) IV- 58

59 Ve = Volume kehilangan air pada waduk akibat penguapan (m 3 ) Vs = Volume / ruang yang disediakan untuk sedimen (m 3 ) Volume Untuk Melayani Kebutuhan Penentuan volume tampungan waduk dapat digambarkan pada mass curve kapasitas tampungan. Volume tampungan merupakan selisih maksimum yang terjadi antara komulatif kebutuhan terhadap komulatif inflow. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : No Bulan Periode 1 Okt 2 Nop 3 Des 4 Jan 5 Peb 6 Mar 7 Apr 8 Mei 9 Jun 10 Jul 11 Agt 12 Sep Air Irigasi Air Baku Tabel 4.36 Neraca Air Sebelum Ada Embung Volume Kebutuhan Air Debit Andalan (Outflow) (Inflow) Komulatif Outflow Volume Komulatif Komulatif Inflow Selisih Komulatif Inflow - Outflow m 3 /dtk m 3 /dtk m 3 /dtk m 3 m 3 /dtk m 3 m 3 m 3 m 3 I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II IV- 59

60 Gambar 4.8 Hubungan Kebutuhan Air dan Ketersediaan Air Sebelum Ada Embung Dari grafik komulatif inflow dan outflow dapat diketahui puncak kekurangan air terjadi pada bulan Desember periode II sebesar m 3. Nilai ini merupakan volume tampungan efektif waduk untuk melayani berbagai kebutuhan. Berdasarkan perhitungan di atas maka dapat disimpulkan bahwa sebelum adanya embung terjadi kekurangan air sebesar m 3. IV- 60

61 Tabel 4.37 Neraca Air Setelah Ada Embung Air Irigasi Air Baku Vol Keb Air Q Andalan Vol Debit Andalan Vol Tampungan Vol Keterasediaan Air Bulan Periode Total Selisih Inflowm³/dtk m³/dtk m³/detik m³ m³/detik m³ m³ m³ Outflow Januari Jan I Jan II Februari Feb I Feb II Maret Mar I Mar II April Apr I Apr II Mei Mei I Mei II Juni Jun I Jun II Juli Jul I Jul II Agustus Ags I Ags II September Sep I Sep II Oktober Okt I Okt II November Nov I Nov II Desember Des I Des II IV- 61

62 Gambar 4.9 Grafik Hubungan Kebutuhan Air dan Ketersediaan Air Setelah Ada Embung Volume Kehilangan Air Pada Embung Akibat Penguapan (Ve) Untuk mengetahui besarnya volume penguapan yang terjadi pada waduk dapat dihitung dengan rumus seperti pada Persamaan 2.76 dan 2.77 Bab II sebagai berikut : Ve = E x S x Ag x d Untuk memperoleh nilai evaporasi, dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : E = 0,35 (ea ed) x (1 0,01V) Untuk perhitungan volume kehilangan air akibat penguapan dapat dilihat dari evaporimeter pada data klimatologi. IV- 62

63 Tabel 4.38 Perhitungan Kehilangan Air Akibat Penguapan (Ve) evaporimeter Bulan Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov 07:00: :00: :00: rata2 (mm/hr) eva/ 2 minggu (m/hr) evap/2mg evap/thn IV- 63

64 Volume Yang Disediakan Untuk Sedimen (Vs) Perkiraan laju sedimentasi dalam hal ini dimaksudkan untuk memperoleh angka sedimentasi dalam satuan m 3 /tahun, guna memberikan perkiraan angka yang lebih pasti untuk penentuan ruang sedimen. Perhitungan Sedimen Delivery Ratio dengan rumus Boyce SDR = A 0. 3 Dimana SDR : Sediment Delivery Ratio A : Luas DAS (ha) : h a SDR : 0.41 x : 0.03 Vol Sedimen : Ea x A x SDR x 10³ Dimana Ea : Erosi Lahan (mm/th) A : Luas Das (ha) SDR : Sediment Delivery Ratio Vol Sedimen : 4.16 x x 0.03 x 10³ : 8331 m³/th : m³/50 th Volume Total Tampungan Waduk Dari hasil perhitungan volume parameter untuk mengetahui volume total waduk antara lain volume efektif untuk pelayanan kebutuhan (Vu), volume kehilangan air akibat penguapan (Ve) dan volume untuk tampungan sedimen (Vs), maka diperoleh hasil volume total tampungan untuk embung yaitu : Vn = Vu + Vs + Ve = = m³ (Elevasi puncak m) IV- 64

65 4.11 Efektifitas Waduk Dengan RESIM Untuk mengetahui apakah waduk tersebut efektif atau tidak dalam hal tampungan,dan kebutuhan air maka diperlukan perhitungan dengan menggunakan RESIM. Dengan RESIM dapat dilihat apakah tampungan waduk akan habis atau malah melebihi kebutuhan yang diperlukan, sehingga perhitungan efektifitas waduk sangat penting. Perhitungan RESIM ini terdiri dari: 1. Memasukkan data debit andalan pada kolom flow data 2. Memasukkan data persentase kebutuhan irigasi, air baku dan air yang harus tetap mengalir di sungai pada kolom demand 3. Memasukkan data evaporasi pada kolom parameter 4. Memasukkan data Vaktif.Vmin dan Vmax pada kolom interface Gambar 4.10 Data Debit Andalan Pada Kolom Flow Data IV- 65

66 Gambar 4.11 Data Persentase Kebutuhan Irigasi, Air Baku dan Air Sungai Gambar 4.12 Data Evaporasi Pada Kolom Parameter IV- 66

67 Gambar 4.13 Data Vaktif, Vmin dan Vmax Pada Kolom Interface 2.00 Storage Volume in MCM Weeks Gambar 4.14 Operasional Tampungan Waduk Ciniu Dengan RESIM Dari hasil RESIM dapat dilihat bahwa tampungan waduk dapat disimpulkan efektif karena fluktuasi tampungan naik turun, pada waktu naik mencapai Vmax dan sewaktu turun mencapai Vmin 4.12 Penelusuran Banjir (Flood Routing) Untuk menentukan elevasi puncak waduk dari bahan timbunan tanah dan mereduksi banjir sesaat yang terjadi, sehingga dapat memperkecil debit banjir yang lewat Sungai Cipedak sebelah hilir waduk perlu diadakan Flood Routing. Dan salah satu manfaat dari pembangunan bendung adalah untuk pengendalian banjir untuk itu IV- 67

68 perlu dilakukan penelusuran banjir untuk menentukan debit out flow untuk mendesain spillway dan tampungan banjir dalam waduk. Dalam perhitungan Flood Routing menggunakan program HEC-HMS Penelusuran Banjir Dengan HEC-HMS Untuk mencari penelusuran banjir dengan menggunakan HEC-HMS caranya hampir sama dengan mencari debit banjir tetapi menambahkan komponen spillway dalam pengisian dalam Basin Model. Gambar 4.15 Komponen Spillway Dalam Basin Model Setelah menginput komponen spillway yang terdiri dari jenis mercu yang digunakan yaitu Ogee, elevasi puncak mercu : , lebar spillway: 40 m dan lain-lain maka HEC-HMS dapat dirun IV- 68

69 Gambar 4.16 Running HMS Gambar 4.17 Result HMS Dari hasil HEC-HMS didapat hasil elevasi untuk flood routing adalah + 231,2 IV- 69

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 4.1 Tinjauan Umum Dalam merencanakan Embung Pusporenggo ini, sebagai langkah awal dilakukan pengumpulan data. Data tersebut digunakan sebagai dasar perhitungan stabilitas maupun

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI IV-1 BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 4.1. Tinjauan Umum Dalam merencanakan bangunan air, analisis awal yang perlu ditinjau adalah analisis hidrologi. Analisis hidrologi diperlukan untuk menentukan besarnya debit

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 54 BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 4.1 TINJAUAN UMUM Perencanaan bendungan Ketro ini memerlukan data hidrologi yang meliputi data curah hujan. Data tersebut digunakan sebagai dasar perhitungan maupun perencanaan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI BAB IV ANALISIS HIDROLOGI IV - 1 BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 4.1 TINJAUAN UMUM Dalam merencanakan bangunan air, analisis yang penting perlu ditinjau adalah analisis hidrologi. Analisis hidrologi diperlukan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 4.1 Tinjauan Umum Dalam menganalisistinggi muka air sungai, sebagai langkah awal dilakukan pengumpulan data-data. Data tersebut digunakan sebagai dasar perhitungan stabilitas

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HIDROLOGI

BAB IV ANALISA HIDROLOGI 66 BAB IV ANALISA HIDROLOGI 4.1 TINJAUAN UMUM Analisis hidrologi diperlukan untuk mengetahui karakteristik hidrologi daerah pengaliran Sungai Banjir Kanal Timur, terutama di lokasi embung UNDIP, yaitu

Lebih terperinci

4. BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA

4. BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA 4. BAB IV ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA ANALISA DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. TINJAUAN UMUM Dalam rangka perencanaan bangunan dam yang dilengkapi PLTMH di kampus Tembalang ini sebagai langkah awal dilakukan pengumpulan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. menyimpan semua atau sebagian air yang masuk (inflow) yang berasal dari

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. menyimpan semua atau sebagian air yang masuk (inflow) yang berasal dari BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Uraian Umum Bendungan (waduk) mempunyai fungsi yaitu menampung dan menyimpan semua atau sebagian air yang masuk (inflow) yang berasal dari daerah pengaliran sunyainya (DPS).

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISIS ROUTING ALIRAN MELALUI RESERVOIR STUDI KASUS WADUK KEDUNG OMBO

TUGAS AKHIR ANALISIS ROUTING ALIRAN MELALUI RESERVOIR STUDI KASUS WADUK KEDUNG OMBO TUGAS AKHIR ANALISIS ROUTING ALIRAN MELALUI RESERVOIR STUDI KASUS WADUK KEDUNG OMBO Oleh : J. ADITYO IRVIANY P. NIM : O3. 12. 0032 NIM : 03. 12. 0041 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI

BAB V ANALISIS HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI BAB V 5.1 DATA CURAH HUJAN MAKSIMUM Tabel 5.1 Data Hujan Harian Maksimum Sta Karanganyar Wanadadi Karangrejo Tugu AR Kr.Kobar Bukateja Serang No 27b 60 23 35 64 55 23a Thn (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (mm)

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI IV-1 BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 4.1. Tinjauan Umum Untuk menentukan debit rencana, dapat digunakan beberapa metode atau. Metode yang digunakan sangat tergantung dari data yang tersedia, data-data tersebut

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA HIDROLOGI

BAB V ANALISIS DATA HIDROLOGI BAB V ANALISIS DATA HIDROLOGI 5.1 Tinjauan Umum Analisis hidrologi bertujuan untuk mengetahui curah hujan rata-rata yang terjadi pada daerah tangkapan hujan yang berpengaruh pada besarnya debit Sungai

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA CURAH HUJAN

BAB IV ANALISA DATA CURAH HUJAN BAB IV ANALISA DATA CURAH HUJAN 4.1 Tinjauan Umum Dalam menganalisis tinggi muka air sungai, sebagai langkah awal dilakukan pengumpulan data. Data tersebut digunakan sebagai perhitungan stabilitas maupun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. KARAKTERISTIK DAS 4.1.1. Parameter DAS Parameter fisik DAS Binuang adalah sebagai berikut: 1. Luas DAS (A) Perhitungan luas DAS didapatkan dari software Watershed Modelling

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI IV-1 BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 4.1. Tinjauan Umum Dalam merencanakan bangunan air, analisis yang penting perlu ditinjau adalah analisis hidrologi. Analisis hidrologi diperlukan untuk menentukan besarnya

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB 4 digilib.uns.ac.id ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Pengolahan data curah hujan dalam penelitian ini menggunakan data curah hujan harian maksimum tahun 2002-2014 di stasiun curah hujan Eromoko,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Hidrologi Hidrologi didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sistem kejadian air di atas pada permukaan dan di dalam tanah. Definisi tersebut terbatas pada hidrologi

Lebih terperinci

ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN BANGUNAN PENAMPUNG AIR KAYANGAN UNTUK SUPLESI KEBUTUHAN AIR BANDARA KULON PROGO DIY

ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN BANGUNAN PENAMPUNG AIR KAYANGAN UNTUK SUPLESI KEBUTUHAN AIR BANDARA KULON PROGO DIY ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN BANGUNAN PENAMPUNG AIR KAYANGAN UNTUK SUPLESI KEBUTUHAN AIR BANDARA KULON PROGO DIY Edy Sriyono Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Janabadra Jalan Tentara

Lebih terperinci

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi

Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Tabel 4.31 Kebutuhan Air Tanaman Padi Kebutuhan Tanaman Padi UNIT JAN FEB MAR APR MEI JUNI JULI AGST SEPT OKT NOV DES Evapotranspirasi (Eto) mm/hr 3,53 3,42 3,55 3,42 3,46 2,91 2,94 3,33 3,57 3,75 3,51

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. adalah untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hujan Rata-Rata Suatu Daerah Sebelum menuju ke pembahasan tentang hidrograf terlebih dahulu kita harus memahami tentang hujan rata-rata suatu daerah. Analisis data hujan untuk

Lebih terperinci

ANALISIS DEBIT BANJIR SUNGAI TONDANO MENGGUNAKAN METODE HSS GAMA I DAN HSS LIMANTARA

ANALISIS DEBIT BANJIR SUNGAI TONDANO MENGGUNAKAN METODE HSS GAMA I DAN HSS LIMANTARA ANALISIS DEBIT BANJIR SUNGAI TONDANO MENGGUNAKAN METODE HSS GAMA I DAN HSS LIMANTARA Sharon Marthina Esther Rapar Tiny Mananoma, Eveline M. Wuisan, Alex Binilang Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERHITUNGAN DAN ANALISA. Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena

BAB IV HASIL PERHITUNGAN DAN ANALISA. Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena BAB IV HASIL PERHITUNGAN DAN ANALISA 4.1 Ketersediaan Data Hidrologi 4.1.1 Pengumpulan Data Hidrologi Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena hidrologi (hydrologic phenomena).

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Uraian Umum Sesuai dengan program pengembangan sumber daya air di Sulawesi Utara khususnya di Gorontalo, sebuah fasilitas listrik akan dikembangkan di daerah ini. Daerah

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN ANALISIS

BAB IV DATA DAN ANALISIS BAB IV DATA DAN ANALISIS 4.1 Tinjauan Umum Hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena hidrologi (hydrologic phenomena). Data hidrologi merupakan bahan informasi yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN HASIL. Sungai

BAB IV ANALISIS DAN HASIL. Sungai BAB IV ANALISIS DAN HASIL 4.1.Analisis Hidrograf 4.1.1. Daerah Tangkapan dan Panjang Sungai Berdasarkan keadaan kontur pada peta topografi maka dibentuk daerah tangkapan seperti berikut, beserta panjang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI IV-1 BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 4.1. Tinjauan Umum Analisis hidrologi digunakan untuk mengetahui debit aliran sungai dan parameter-parameter lainnya yang diperlukan dalam perencanaan Embung Panohan. Analisis

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 4.1 Tinjauan Umum Data hidrologi adalah kumpulan keterangan atau fakta mengenai fenomena hidrologi (hydrologic phenomena). Data hidrologi merupakan bahan informasi yang sangat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Hidrologi Data hidrologi adalah kumpulan ulan keterangan e atau fakta mengenai fenomenana hidrologi seperti besarnya: curah hujan, temperatur, penguapan, lamanya penyinaran

Lebih terperinci

Tommy Tiny Mananoma, Lambertus Tanudjaja Universitas Sam Ratulangi Fakultas Teknik Jurusan Sipil Manado

Tommy Tiny Mananoma, Lambertus Tanudjaja Universitas Sam Ratulangi Fakultas Teknik Jurusan Sipil Manado Analisis Debit Banjir Di Sungai Tondano Berdasarkan Simulasi Tommy Tiny Mananoma, Lambertus Tanudjaja Universitas Sam Ratulangi Fakultas Teknik Jurusan Sipil Manado Email:tommy11091992@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HIDROLOGI. dalam perancangan bangunan-bangunan pengairan. Untuk maksud tersebut

BAB IV ANALISA HIDROLOGI. dalam perancangan bangunan-bangunan pengairan. Untuk maksud tersebut BAB IV ANALISA HIDROLOGI 4.1 Uraian Umum Secara umum analisis hidrologi merupakan satu bagian analisis awal dalam perancangan bangunan-bangunan pengairan. Untuk maksud tersebut akan diperlukan pengumpulan

Lebih terperinci

PEMODELAN HIDROLOGI DAERAH ALIRAN SUNGAI TUKAD PAKERISAN DENGAN SOFTWARE HEC-HMS TUGAS AKHIR

PEMODELAN HIDROLOGI DAERAH ALIRAN SUNGAI TUKAD PAKERISAN DENGAN SOFTWARE HEC-HMS TUGAS AKHIR PEMODELAN HIDROLOGI DAERAH ALIRAN SUNGAI TUKAD PAKERISAN DENGAN SOFTWARE HEC-HMS TUGAS AKHIR Oleh : Gede Ariahastha Wicaksana NIM : 1104105102 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2015

Lebih terperinci

STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA

STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA STUDI PERBANDINGAN ANTARA HIDROGRAF SCS (SOIL CONSERVATION SERVICE) DAN METODE RASIONAL PADA DAS TIKALA Ronaldo Toar Palar L. Kawet, E.M. Wuisan, H. Tangkudung Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS HIDROLOGI

BAB III ANALISIS HIDROLOGI BAB III ANALISIS HIDROLOGI 3.1 Data Hidrologi Dalam perencanaan pengendalian banjir, perencana memerlukan data-data selengkap mungkin yang berkaitan dengan perencanaan tersebut. Data-data yang tersebut

Lebih terperinci

BAB VI DEBIT BANJIR RENCANA

BAB VI DEBIT BANJIR RENCANA BAB VI DEBIT BANJIR RENCANA 6.1. Umum Debit banjir rencana atau design flood adalah debit maksimum di sungai atau saluran alamiah dengan periode ulang yang sudah ditentukan yang dapat dialirkan tanpa membahayakan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN digilib.uns.ac.id 4.1. Analisis Hidrologi BAB 4 HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1.1. Data Curah Hujan Harian Maksimum Data curah hujan yang digunakan untuk analisis hidrologi DAS Gadangan adalah dari dua

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hidrologi merupakan salah satu cabang ilmu bumi (Geoscience atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hidrologi merupakan salah satu cabang ilmu bumi (Geoscience atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Analisis Hidrologi Hidrologi merupakan salah satu cabang ilmu bumi (Geoscience atau Science de la Terre) yang secara khusus mempelajari tentang siklus hidrologi atau siklus air

Lebih terperinci

PENGGUNAAN CHECK DAM DALAM USAHA MENANGGULANGI EROSI ALUR

PENGGUNAAN CHECK DAM DALAM USAHA MENANGGULANGI EROSI ALUR LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PENGGUNAAN CHECK DAM DALAM USAHA MENANGGULANGI EROSI ALUR Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata I (S1) Jurusan Teknik Sipil

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii MOTTO... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xi ABSTRAK... xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan...1

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR KAJIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAS (STUDI KASUS DAS TEMPE SUNGAI BILA KOTA MAKASSAR)

TUGAS AKHIR KAJIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAS (STUDI KASUS DAS TEMPE SUNGAI BILA KOTA MAKASSAR) TUGAS AKHIR KAJIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAS (STUDI KASUS DAS TEMPE SUNGAI BILA KOTA MAKASSAR) Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Program Studi

Lebih terperinci

SURAT KETERANGAN PEMBIMBING

SURAT KETERANGAN PEMBIMBING ABSTRAK Sungai Ayung adalah sungai utama yang mengalir di wilayah DAS Ayung, berada di sebelah selatan pegunungan yang membatasi Bali utara dan Bali selatan serta berhilir di antai padanggalak (Kota Denpasar).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 PENGOLAHAN DATA HIDROLOGI 4.1.1 Data Curah Hujan Curah hujan merupakan data primer yang digunakan dalam pengolahan data untuk merencanakan debit banjir. Data ini diambil dari

Lebih terperinci

III. FENOMENA ALIRAN SUNGAI

III. FENOMENA ALIRAN SUNGAI III. FENOMENA ALIRAN SUNGAI 3.1. Pengantar Pada bab ini akan ditinjau permasalahan dasar terkait dengan penerapan ilmu hidrologi (analisis hidrologi) untuk perencanaan bangunan di sungai. Penerapan ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) (catchment, basin, watershed) merupakan daerah dimana seluruh airnya mengalir ke dalam suatu sungai yang dimaksudkan. Daerah ini umumnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 Pengolahan Data Hidrologi 4.1.1 Data Curah Hujan Data curah hujan adalah data yang digunakan dalam merencanakan debit banjir. Data curah hujan dapat diambil melalui pengamatan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI BAB IV ANALISIS HIDROLOGI 4. TINJAUAN UMUM Analisis hidrologi diperlukan untuk mengetahui karakteristik hidrologi daerah pengaliran sungai Serayu, terutama di lokasi Bangunan Pengendali Sedimen, yaitu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendahuluan Saluran Kanal Barat yang ada dikota Semarang ini merupakan saluran perpanjangan dari sungai garang dimana sungai garang merupakan saluran yang dilewati air limpasan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR ANALISIS DEBIT BANJIR DAS ASAM DI KOTA JAMBI

TUGAS AKHIR ANALISIS DEBIT BANJIR DAS ASAM DI KOTA JAMBI TUGAS AKHIR ANALISIS DEBIT BANJIR DAS ASAM DI KOTA JAMBI Disusun dalam Rangka Memenuhi Salah Satu Persyaratan Program Sarjana Teknik Sipil oleh: Adhi Wicaksono 10.12.0021 Ardhian E. P. 10.12.0027 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA. membahas langkah untuk menentukan debit banjir rencana. Langkahlangkah

BAB IV ANALISA. membahas langkah untuk menentukan debit banjir rencana. Langkahlangkah BAB IV ANALISA 4.1 Analisa Hidrologi Sebelum melakukan analisis hidrologi, terlebih dahulu menentukan stasiun hujan, data hujan, dan luas daerah tangkapan. Dalam analisis hidrologi akan membahas langkah

Lebih terperinci

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT BANJIR PADA DAS BATANG ARAU PADANG

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT BANJIR PADA DAS BATANG ARAU PADANG Vol. XII Jilid I No.79 Januari 2018 MENARA Ilmu ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK PENDUGAAN DEBIT BANJIR PADA DAS BATANG ARAU PADANG Syofyan. Z, Muhammad Cornal Rifa i * Dosen FTSP ITP, ** Mahasiswa Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA SABO DAM DAN BENDUNG

BAB IV ANALISA DATA SABO DAM DAN BENDUNG BAB IV ANALISA DATA SABO DAM DAN BENDUNG 4.1. ANALISA DATA SABO DAM 4.1.1. Peta Topografi Wilayah Perencanaan 4.1.1.1. Data Peta Topografi Secara garis besar situasi topografi Gunung Merapi terletak ±

Lebih terperinci

ANALISIS DEBIT BANJIR SUNGAI MOLOMPAR KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

ANALISIS DEBIT BANJIR SUNGAI MOLOMPAR KABUPATEN MINAHASA TENGGARA ANALISIS DEBIT BANJIR SUNGAI MOLOMPAR KABUPATEN MINAHASA TENGGARA Dewi Sartika Ka u Soekarno, Isri R. Mangangka Fakultas Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado email : ddweeska@gmail.com

Lebih terperinci

PENGUJIAN METODE HIDROGRAF SATUAN SINTETIK GAMA I DALAM ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN DAS BANGGA

PENGUJIAN METODE HIDROGRAF SATUAN SINTETIK GAMA I DALAM ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN DAS BANGGA PENGUJIAN METODE HIDROGRAF SATUAN SINTETIK GAMA I DALAM ANALISIS DEBIT BANJIR RANCANGAN DAS BANGGA Vera Wim Andiese* * Abstract One of the methods to determine design of flood discharge that had been developed

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 URAIAN UMUM

BAB III METODOLOGI 3.1 URAIAN UMUM BAB III METODOLOGI 3.1 URAIAN UMUM Metodologi adalah suatu cara atau langkah yang ditempuh dalam memecahkan suatu persoalan dengan mempelajari, mengumpulkan, mencatat dan menganalisa semua data-data yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN... iii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iv. KATA PENGANTAR... v. DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PERSETUJUAN... ii. PERNYATAAN... iii. LEMBAR PERSEMBAHAN... iv. KATA PENGANTAR... v. DAFTAR ISI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii PERNYATAAN... iii LEMBAR PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xi DAFTAR LAMPIRAN.... xii INTISARI...

Lebih terperinci

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI RANOYAPO DI DESA LINDANGAN, KEC.TOMPASO BARU, KAB. MINAHASA SELATAN

ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI RANOYAPO DI DESA LINDANGAN, KEC.TOMPASO BARU, KAB. MINAHASA SELATAN ANALISA DEBIT BANJIR SUNGAI RANOYAPO DI DESA LINDANGAN, KEC.TOMPASO BARU, KAB. MINAHASA SELATAN Anugerah A. J. Surentu Isri R. Mangangka, E. M. Wuisan Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. homogeny (Earthfill Dam), timbunan batu dengan lapisan kedap air (Rockfill

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. homogeny (Earthfill Dam), timbunan batu dengan lapisan kedap air (Rockfill BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Tinjauan Umum Bendungan adalah suatu bangunan air yang dibangun khusus untuk membendung (menahan) aliran air yang berfungsi untuk memindahkan aliran air atau menampung sementara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Melengkapi Data Hujan yang Hilang Data yang ideal adalah data yang untuk dan sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Tetapi dalam praktek sangat sering dijumpai data yang tidak lengkap

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI Penentuan Luas DTA (Daerah Tangkapan Air)

BAB II DASAR TEORI Penentuan Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) BAB II DASAR TEORI.1. URAIAN UMUM Dalam suatu perencanaan pekerjaan, diperlukan pemahaman terhadap teori pendukung agar nantinya didapat hasil yang maksimal. Maka dari itu, sebelum melangkah ke perencanaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir III-1 BAB III METODOLOGI 3.1. Tinjauan Umum Metodologi yang digunakan dalam penyusunan Tugas Akhir dapat dilihat pada Gambar 3.1. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir III-2 Metodologi dalam perencanaan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HIDROLOGI DAN HIDROLIKA

BAB V ANALISIS HIDROLOGI DAN HIDROLIKA BAB V ANALISIS HIDROLOGI DAN HIDROLIKA A. Analisis Hidrologi 1. Curah Hujan Rencana Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hidrologi Air di bumi ini mengulangi terus menerus sirkulasi penguapan, presipitasi dan pengaliran keluar (outflow). Air menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut, berubah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Bab Metodologi III TINJAUAN UMUM

BAB III METODOLOGI. Bab Metodologi III TINJAUAN UMUM III 1 BAB III METODOLOGI 3.1 TINJAUAN UMUM Metodologi adalah suatu cara atau langkah yang ditempuh dalam memecahkan suatu persoalan dengan mempelajari, mengumpulkan, mencatat dan menganalisa semua data-data

Lebih terperinci

KAJIAN SENSITIVITAS PARAMETER MODEL HYDROLOGIC ENGINEERING CENTRE (HEC) - HYDROLOGIC MODELING SYSTEM (HMS)

KAJIAN SENSITIVITAS PARAMETER MODEL HYDROLOGIC ENGINEERING CENTRE (HEC) - HYDROLOGIC MODELING SYSTEM (HMS) TUGAS AKHIR KAJIAN SENSITIVITAS PARAMETER MODEL HYDROLOGIC ENGINEERING CENTRE (HEC) - HYDROLOGIC MODELING SYSTEM (HMS) (Studi Kasus : Daerah Aliran Sungai Jragung) Disusun dalam Rangka Memenuhi Salah Satu

Lebih terperinci

DOSEN PENGAMPU : Ir. Nurhayati Aritonang, M.T. TS-A 2015 Kelompok 14

DOSEN PENGAMPU : Ir. Nurhayati Aritonang, M.T. TS-A 2015 Kelompok 14 Perhitungan Debit Maksimum Dengan HSS (Hidrograf Satuan DOSEN PENGAMPU : Ir. Nurhayati Aritonang, M.T. Sintetis) TS-A 2015 Kelompok 14 Sakti Arri Nugroho 15050724011 Salsabilla Putri Nur Hakiem 15050724064

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : Tukad Unda, Hidrgraf Satuan Sintetik (HSS), HSS Nakayasu, HSS Snyder

ABSTRAK. Kata kunci : Tukad Unda, Hidrgraf Satuan Sintetik (HSS), HSS Nakayasu, HSS Snyder ABSTRAK Tukad Unda adalah adalah sungai yang daerah aliran sungainya mencakup wilayah Kabupaten Karangasem di bagian hulunya, Kabupaten Klungkung di bagian hilirnya. Pada Tukad Unda terjadi banjir yang

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Dalam pekerjaan perencanaan suatu waduk diperlukan bidang-bidang ilmu pengetahuan yang saling mendukung demi kesempurnaan hasil perencanaan. Bidang ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

ABSTRAK Faris Afif.O,

ABSTRAK Faris Afif.O, ABSTRAK Faris Afif.O, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, November 2014, Studi Perencanaan Bangunan Utama Embung Guworejo Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Dosen Pembimbing : Ir. Pudyono,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hidrologi dengan panjang data minimal 10 tahun untuk masing-masing lokasi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hidrologi dengan panjang data minimal 10 tahun untuk masing-masing lokasi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Stasiun Pengamat Hujan Untuk melakukan analisa ini digunakan data curah hujan harian maksimum untuk tiap stasiun pengamat hujan yang akan digunakan dalam analisa

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI DAN PERHITUNGANNYA

BAB IV ANALISIS HIDROLOGI DAN PERHITUNGANNYA BAB IV ANALISIS HIDROLOGI DAN PERHITUNGANNYA 4.1 Tinjauan Umum Dalam merencanakan normalisasi sungai, analisis yang penting perlu ditinjau adalah analisis hidrologi. Analisis hidrologi diperlukan untuk

Lebih terperinci

MODUL: Hidrologi II (TS533) BAB II PEMBELAJARAN

MODUL: Hidrologi II (TS533) BAB II PEMBELAJARAN BAB II PEMBELAJARAN A. Rencana Belajar Kompetensi : Setelah mengikuti perkuliah ini mahasiswa mampu memahami dan mengaplikasikan konsep-konsep pengembangan dan pengelolaan sumber daya air. Jenis kegiatan

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI 2.1 Bagan Alir Perencanaan

BAB II METODOLOGI 2.1 Bagan Alir Perencanaan BAB II METODOLOGI 2.1 Bagan Alir Perencanaan Gambar 2.1. Gambar Bagan Alir Perencanaan 2.2 Penentuan Lokasi Embung Langkah awal yang harus dilaksanakan dalam merencanakan embung adalah menentukan lokasi

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DATA. Analisa Data

BAB V ANALISA DATA. Analisa Data BAB V ANALISA DATA 5.1 UMUM Analisa data terhadap perencanaan jaringan drainase sub sistem terdiri dari beberapa tahapan untuk mencapai suatu hasil yang optimal. Sebelum tahapan analisa dilakukan, terlebih

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR KAJIAN HIDROGRAF BANJIR WILAYAH SUNGAI CILIWUNG DI PINTU AIR MANGGARAI, PROVINSI DKI JAKARTA

TUGAS AKHIR KAJIAN HIDROGRAF BANJIR WILAYAH SUNGAI CILIWUNG DI PINTU AIR MANGGARAI, PROVINSI DKI JAKARTA TUGAS AKHIR KAJIAN HIDROGRAF BANJIR WILAYAH SUNGAI CILIWUNG DI PINTU AIR MANGGARAI, PROVINSI DKI JAKARTA Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun oleh : Nama : Loren

Lebih terperinci

Kajian Model Hidrograf Banjir Rencana Pada Daerah Aliran Sungai (DAS)

Kajian Model Hidrograf Banjir Rencana Pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Kajian Model Hidrograf Banjir Rencana Pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Studi Kasus Daerah Aliran Sungai (DAS) Bedadung di Kabupaten Jember Nanang Saiful Rizal, ST. MT. Jl. Karimata 49 Jember - JATIM Tel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pengertian Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh penulis, adalah sebagai berikut :. Hujan adalah butiran yang jatuh dari gumpalan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HIDROLOGI

BAB V ANALISIS HIDROLOGI BAB V ANALISIS HIDROLOGI 5.1 HUJAN RERATA KAWASAN Dalam penelitian ini untuk menghitung hujan rerata kawasan digunakan tiga stasius hujan yang terdekat dari lokasi penelitian yaitu stasiun Prumpung, Brongang,

Lebih terperinci

STUDI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA EMBUNG GUWOREJO DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BAKU DI KABUPATEN KEDIRI

STUDI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA EMBUNG GUWOREJO DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BAKU DI KABUPATEN KEDIRI STUDI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA EMBUNG GUWOREJO DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BAKU DI KABUPATEN KEDIRI Alwafi Pujiraharjo, Suroso, Agus Suharyanto, Faris Afif Octavio Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI Uraian Umum

BAB III METODOLOGI Uraian Umum BAB III METODOLOGI 3.1. Uraian Umum Metodologi adalah suatu cara atau langkah yang ditempuh dalam memecahkan suatu persoalan dengan mempelajari, mengumpulkan, mencatat dan menganalisa semua data-data yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sungai CBL Sungai CBL (Cikarang Bekasi Laut) merupakan sudetan yang direncanakan pada tahun 1973 dan dibangun pada tahun 1980 oleh proyek irigasi Jatiluhur untuk mengalihkan

Lebih terperinci

ANALISIS DEBIT RENCANA DAS PROGO DENGAN PERBANDINGAN METODE HSS. Oleh: AGUSTINUS CALVIN CHRISTIAN NPM

ANALISIS DEBIT RENCANA DAS PROGO DENGAN PERBANDINGAN METODE HSS. Oleh: AGUSTINUS CALVIN CHRISTIAN NPM ANALISIS DEBIT RENCANA DAS PROGO DENGAN PERBANDINGAN METODE HSS Laporan Tugas Akhir sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta Oleh: AGUSTINUS CALVIN

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA Ketersediaan Data

BAB IV ANALISA DATA Ketersediaan Data BAB IV ANALISA DATA 4.1. Ketersediaan Data Sebelum melakukan perhitungan teknis normalisasi terlebih dahulu dihitung besarnya debit banjir rencana. Besarnya debit banjir rencana dapat ditentukan dengan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK DISTRIBUSI HUJAN PADA STASIUN HUJAN DALAM DAS BATANG ANAI KABUPATEN PADANG PARIAMAN SUMATERA BARAT

KARAKTERISTIK DISTRIBUSI HUJAN PADA STASIUN HUJAN DALAM DAS BATANG ANAI KABUPATEN PADANG PARIAMAN SUMATERA BARAT KARAKTERISTIK DISTRIBUSI HUJAN PADA STASIUN HUJAN DALAM DAS BATANG ANAI KABUPATEN PADANG PARIAMAN SUMATERA BARAT Syofyan. Z Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dimulai pada Semester A tahun ajaran dan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dimulai pada Semester A tahun ajaran dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dimulai pada Semester A tahun ajaran 2016-2017 dan penelitian tugas akhir ini dilaksanakan di DAS Sungai Badera yang terletak di Kota

Lebih terperinci

PENGENDALIAN VOLUME LIMPASAN AKIBAT PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DENGAN KONSEP V = 0 DI DAS KALI KEDURUS HULU

PENGENDALIAN VOLUME LIMPASAN AKIBAT PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DENGAN KONSEP V = 0 DI DAS KALI KEDURUS HULU PENGENDALIAN VOLUME LIMPASAN AKIBAT PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DENGAN KONSEP V = 0 DI DAS KALI KEDURUS HULU Ismail Saud Dosen Diploma Teknik Sipil FTSP ITS Email : Ismail@ce.its.ac.id ABSTRAK Pada paper

Lebih terperinci

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK MEMBUAT KURVA INTENSITY-DURATION-FREQUENCY (IDF) DI KAWASAN KOTA LHOKSEUMAWE

ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK MEMBUAT KURVA INTENSITY-DURATION-FREQUENCY (IDF) DI KAWASAN KOTA LHOKSEUMAWE ANALISIS CURAH HUJAN UNTUK MEMBUAT KURVA INTENSITY-DURATION-FREQUENCY (IDF) DI KAWASAN KOTA LHOKSEUMAWE Fasdarsyah Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Malikussaleh Abstrak Rangkaian data hujan sangat

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI DAN ANALISIS HIDROLOGI

BAB IV METODOLOGI DAN ANALISIS HIDROLOGI BAB IV METODOLOGI DAN ANALISIS HIDROLOGI 4.1 Umum Secara umum proses pelaksanaan perencanaan proses pengolahan tailing PT. Freeport Indonesia dapat dilihat pada Gambar 4.1 Gambar 4.1 Bagan alir proses

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Banjaran merupakan anak sungai Logawa yang mengalir dari arah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sungai Banjaran merupakan anak sungai Logawa yang mengalir dari arah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Lokasi Studi Sungai Banjaran merupakan anak sungai Logawa yang mengalir dari arah Utara ke arah Selatan dan bermuara pada sungai Serayu di daerah Patikraja dengan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA HIDROLOGI

BAB IV ANALISA HIDROLOGI BAB IV ANALISA HIDROLOGI 4.1. Diagram Alir M U L A I Data Curah Hujan N = 15 tahun Pemilihan Jenis Sebaran Menentukan Curah Hujan Rencana Uji Kecocokan Data - Chi Kuadrat - Smirnov Kolmogorov Intensitas

Lebih terperinci

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Program Studi Meteorologi PENERBITAN ONLINE AWAL Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

Lebih terperinci

BAB II BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB II BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Dalam suatu penelitian dibutuhkan pustaka yang dijadikan sebagai dasar agar terwujud spesifikasi yang menjadi acuan dalam proses penelitian. Pada bab ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Tangkapan Hujan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan stasiun curah hujan Jalaluddin dan stasiun Pohu Bongomeme. Perhitungan curah hujan rata-rata aljabar. Hasil perhitungan secara lengkap

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DATA. ada. diatas pada periode ulang T tahun. dipakai untuk keperluan irigasi.

BAB V ANALISIS DATA. ada. diatas pada periode ulang T tahun. dipakai untuk keperluan irigasi. ANALISIS DATA V- 1 BAB V ANALISIS DATA 5.1 ANALISIS HIDROLOGI Dalam merencanakan bangunan air, analisis yang perlu ditinjau adalah analisis hidrologi. Analisis hidrologi diperlukan untuk menentukan besarnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. analisis studi seperti teori tentang : pengertian curah hujan (presipitasi), curah hujan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. analisis studi seperti teori tentang : pengertian curah hujan (presipitasi), curah hujan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Teori-teori yang dikemukakan dalam studi ini, adalah teori yang relevan dengan analisis studi seperti teori tentang : pengertian curah hujan (presipitasi), curah hujan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II - 1 BAB II.1 Tinjauan Umum Kajian sistem drainase di daerah Semarang Timur memerlukan tinjauan pustaka untuk mengetahui dasar teori dalam penanggulangan banjir akibat hujan lokal yang terjadi maupun

Lebih terperinci

PERENCANAAN DETAIL EMBUNG UNDIP SEBAGAI PENGENDALI BANJIR PADA BANJIR KANAL TIMUR

PERENCANAAN DETAIL EMBUNG UNDIP SEBAGAI PENGENDALI BANJIR PADA BANJIR KANAL TIMUR LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN DETAIL EMBUNG UNDIP SEBAGAI PENGENDALI BANJIR PADA BANJIR KANAL TIMUR ( DETAIL DESIGN EMBUNG UNDIP AS A FLOOD CONTROL OF EAST FLOOD CHANNEL) Disusun Oleh : Anette

Lebih terperinci

KAJIAN ANALISIS HIDROLOGI UNTUK PERKIRAAN DEBIT BANJIR (Studi Kasus Kota Solo)

KAJIAN ANALISIS HIDROLOGI UNTUK PERKIRAAN DEBIT BANJIR (Studi Kasus Kota Solo) KAJIAN ANALISIS HIDROLOGI UNTUK PERKIRAAN DEBIT BANJIR (Studi Kasus Kota Solo) Ag. Padma Laksitaningtyas Program Studi Teknik Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jl. Babarsari 44 Yogyakarta Email:

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA Bab III Tinjauan Pustaka 16 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Tinjauan Umum Perencanaan PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro) memerlukan bidangbidang ilmu pengetahuan lain yang dapat mendukung untuk

Lebih terperinci

PENGENDALIAN BANJIR SUNGAI DOMBO SAYUNG KABUPATEN DEMAK

PENGENDALIAN BANJIR SUNGAI DOMBO SAYUNG KABUPATEN DEMAK JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 3, Nomor 4, Tahun 2014, Halaman 135 JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015, Halaman 135 144 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkts

Lebih terperinci

Misal dgn andalan 90% diperoleh debit andalan 100 m 3 /det. Berarti akan dihadapi adanya debit-debit yg sama atau lebih besar dari 100 m 3 /det

Misal dgn andalan 90% diperoleh debit andalan 100 m 3 /det. Berarti akan dihadapi adanya debit-debit yg sama atau lebih besar dari 100 m 3 /det DEBIT ANDALAN Debit Andalan (dependable discharge) : debit yang berhubungan dgn probabilitas atau nilai kemungkinan terjadinya. Merupakan debit yg kemungkinan terjadinya sama atau melampaui dari yg diharapkan.

Lebih terperinci