TINJAUAN PUSTAKA. Tiram Mutiara Pinctada maxima (Jameson)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. Tiram Mutiara Pinctada maxima (Jameson)"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Tiram Mutiara Pinctada maxima (Jameson) Tiram mutiara spesies P. maxima termasuk moluska laut, dengan tubuh dilindungi atau ditutupi oleh sepasang cangkang, termasuk kelas Bivalvia dan famili Pteriidae (Cahn 1949). P. maxima merupakan salah satu jenis tiram penghasil mutiara yang mempunyai nilai ekonomis paling tinggi dan ukuran paling besar. Di pasaran internasional, mutiara yang diproduksi sering kali disebut dengan nama South Sea Pearl (Shirai 1981). Spesies ini mempunyai diameter dorso-ventral dan anteriorposterior hampir sama sehingga bentuknya agak bundar. Bagian dorsal berbentuk datar dan panjang serta dihubungkan oleh semacam engsel berwarna hitam (Takemura and Kafuku 1957). Tiram muda atau spat mempunyai warna cangkang bervariasi dengan warna dasar kuning pucat, kuning tua atau kuning kecoklatan, coklat kemerahan, merah anggur dan kehijauan. Pada cangkang bagian luar terdapat garis-garis radier yang menonjol seperti sisik, berwarna lebih terang dari warna dasar cangkang, berjumlah buah dan ukurannya lebih besar dibandingkan pada spesies lain. Umumnya setelah dewasa warna cangkang menjadi kuning tua sampai kuning kecoklatan, warna garis radier biasanya sudah memudar. Cangkang bagian dalam (nacre) berkilau dengan warna putih-keperakan, bagian tepi nacre (nacreous-lip) ada yang berwarna keemasan sehingga sering disebut Gold-lip Pearl Oyster dan yang berwarna perak disebut juga Silver-lip Pearl Oyster. Pada bagian luar nacre (nonnacreous border) berwarna coklat kehitaman. Habitat dan Daerah Penyebaran P. maxima disebut juga Shirocho-gai merupakan spesies tiram mutiara yang ukurannya paling besar (Shirai 1981; Takemura and Kafuku 1957). Tempat hidupnya mulai dari perairan dangkal dengan dasar perairan berpasir, atau pasir berkarang yang ditumbuhi tanaman lamun sampai laut dalam berkarang. Umumnya hidup menempel

2 pada karang hingga kedalaman m. Ditemukan juga di perairan laut dalam dengan substrat bersedimen di daerah yang berdekatan dengan landas kontinen dan paparan pulau, dimana airnya agak keruh. Biasanya dapat ditemukan banyak individu tergeletak di atas substrat tanpa bisus (Gervis and Sims 1992; Tun and Winanto 1987; Yukihira et al. 1999, 2006). Di lokasi sekitar budidaya mutiara sering kali ditemukan hidup menempel pada karang di kedalaman cm (Winanto et al. 1992). Daerah penyebaran P. maxima mulai dari laut Arafuru, Australia bagian Utara, Philipine, Myanmar, Thailand, Papua New Guiniea dan Indonesia. Di perairan Indonesia Pinctada maxima dapat ditemukan mulai dari Kep Aru, Papua, Laut Banda, Kep. Maluku, Kep. Bacaan, Laut Seram, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara, pantai Utara Jawa Barat dan Banten, Kalimantan Barat dan Bangka-Belitung. Namun demikian polulasi terbesar berada di daerah Indonesia bagian Tengah dan Timur (Tun and Winanto 1987; Winanto et al. 1992). Siklus Hidup dan Reproduksi Tiram mutiara mempunyai jenis kelamin terpisah, kecuali pada beberapa kasus tertentu ditemukan sejumlah individu yang hermaprodit. Perubahan kelamin (sex reversal) biasanya terjadi pada sejumlah individu setelah memijah atau pada stadia awal perkembangan gonad. Fenomena sex reversal juga diamati Wada and Wada (1939) dalam Cahn (1949) terhadap tiram P. maxima, hasilnya menunjukkan bahwa jenis kelamin tiram ternyata tidak tetap, sejumlah jantan berubah menjadi betina dan sebaliknya betina bisa menjadi jantan. Bentuk gonad tebal-menggembung, pada kondisi matang penuh gonad menutupi seluruh organ dalam (perut, hati dan yang lain) kecuali bagian kaki. Secara eksternal sulit untuk membedakan antara gonad jantan dan betina, utamanya pada stadia awal, keduanya berwarna krem kekuningan. Tetapi setelah stadia matang penuh, gonad tiram P. maxima jantan berwarna putih krem, sedang yang betina berwarna kuning tua. Sedangkan menurut Chellam (1987); CMFRI (1991) gonad jantan P. fucata berwarna krem pucat keputihan dan betina berwarna krem kekuningan sampai kuning. 9

3 Tingkat kematangan gonad tiram mutiara dikelompokkan menjadi lima stadia (deskripsi perkembangan gonad ini hanya didasarkan pada tiram betina) yaitu : Stadia I : Tahap tidak aktif/salin/ istirahat (inactive/spent/resting); Stadia II: Perkembangan/ pematangan (developing/maturing); Stadia III: Matang (mature); Stadia IV: Matang penuh/memijah sebagian (fully maturation/partially spawned); Stadia V : Salin (spent). Pada stadia awal perkembangan gonad, tiram jantan dan betina menunjukkan perkembangan reproduksi yang sama, oleh karena itu pada stadia II dan III warna gonad krem pucat. Pada stadia gametogonesis yang lain, gonad jantan dan betina nampak sama jika diamati secara ekternal (Chellam 1987; CMFRI 1991; Winanto 2004). Pada berbagai kasus di lapangan, para praktisi (breeder) sering kali menggunakan induk stadia III dan IV untuk pemijahan. Spesifikasi induk betina stadia III adalah gonad tersebar merata hampir di seluruh jaringan organ, biasanya berwarna krem kekuningan. Sebagian besar oocyt berbentuk buah peer, dengan ukuran 68 x 50.μm, ukuran inti 25 μm. Sedangkan induk Stadia IV mempunyai ciriciri gonad menggembung, tersebar merata dan secara konsisten akan keluar dengan sendirinya atau jika ada sedikit trigger. Oocyt bebas dan terdapat di seluruh dinding kantong gonad. Hampir semua oocyt berbentuk bulat dan berinti, dengan ukuran ratarata 51,7.μm. Menurut Wada et al. (1995) pengetahuan tentang biologi reproduksi tiram mutiara sangat dibutuhkan untuk pengembangan industri budidaya mutiara, khususnya memahami perkembangan gonad dan dinamika populasinya di alam. Pengetahuan ini dapat digunakan untuk mengembangkan teknik pembenihan dan perbaikan teknik penempatan inti bulat di dalam gonad pada budidaya mutiara. Hasil pengamatan Winanto et al. (2002) terhadap stadia kematangan gonad dan musim pemijahan P. maxima di Teluk Hurun, Lampung dari tahun menunjukkan, bahwa kematangan gonad terjadi setiap bulan, namun stadia kematangan gonad penuh (TKG IV) hanya terjadi pada bulan Maret, Mei dan Agustus sampai Nopember. Gonad dalam masa istirahat (resting phase) terjadi pada bulan Desember, stadia I dan II terjadi hampir sepanjang tahun. Selama tujuh tahun pengamatan, dicatat stadia perkembangan gonad tertinggi hanya sampai TKG II terutama pada bulan April dan Juni. Sedangkan TKG III terjadi pada bulan Januari Maret dan Juli Desember. 10

4 Chellam (1987); CMFRI (1991) menyatakan bahwa beberapa jenis tiram mutiara dapat dijumpai matang gonad sepanjang tahun. Sedangkan Chacko (1970) dan Rao (1970) melaporkan bahwa musim pemijahan Pinctada spp terjadi setiap bulan sepanjang tahun. Musim puncak kematangan gonad identik dengan musim puncak pemijahan. Pada musim tertentu, induk tiram di alam yang telah dewasa akan bertelur. Telur-telur tersebut kemudian akan dibuahi oleh sel kelamin jantan (sperma) dan pembuahan terjadi secara eksternal di dalam air. Telur yang telah dibuahi akan mengalami perubahan bentuk, mula-mula terjadi penonjolan polar, lalu membentuk polar lobe II yang merupakan awal proses pembelahan sel dan akhirnya menjadi multisel. Tahap berikutnya adalah fase trocofor, dengan bantuan bulu-bulu getar trocofor dapat berenang-renang dan bergerak berputar-putar. Beberapa jam kemudian trocofor akan berkembang menjadi veliger atau larva bentuk D (Gambar 3), dengan ditandai tumbuhnya organ mulut dan pencernaan. Larva mulai makan dan tubuhnya telah ditutupi cangkang tipis. Perkembangan selanjutnya adalah tumbuh velum, pada fase ini biasanya sangat sensitif terhadap cahaya dan sering berenang-renang di permukaan air. Selama stadia planktonis, larva biasanya berenang-renang dengan menggunakan bulu-bulu getar atau menghanyut dalam arus air. Pada saat mencapai stadia umbo (Gambar 3) secara bertahap cangkang juga ikut berkembang. Bentuk sepasang cangkangnya sama dan mantel sudah berfungsi secara permanen. Pada akhir stadia umbo, larva bergerak dengan menggunakan velum. Stadia pediveliger (Gambar 3) ditandai dengan berkembangnya kaki, gerakan-gerakan sederhana dari berenang sampai berputar-putar dilakukan dengan velum dan kaki. Setelah kaki berfungsi dengan baik velum akan menghilang, lembaran-lembaran insang mulai nampak jelas. Proses pencarian tempat atau substrat untuk menempel dan menetap dimulai sejak larva mencapai stadia pediveliger. Pertumbuhan awal cangkang terlihat pada bagian tepi cangkang, bentuknya sangat tipis, transparan, tersusun oleh selaput tipis conchiolin. Pada waktu yang sama kelenjar bisus akan mensekresikan benangbenang bisus untuk menempel. Organ lain yang berkembang yaitu labial palp dan insang. Stadia pertumbuhan setelah pediveliger ini biasanya disebut Plantigrade (Gambar 3). 11

5 Perkembangan akhir larva yaitu perubahan stadia plantigrade menjadi spat (Gambar 3). Bentuk spat menyerupai tiram dewasa, mempunyai engsel, auricula depan dan belakang serta terdapat takik bisus pada bagian anterior. Cangkang sebelah kiri lebih cembung dari pada yang kanan. Spat-spat bisa menempel pada substrat dengan bantuan benang-benang bisus. Laju pertumbuhan dari stadia larva sampai spat pada satu tempat dan tempat yang lain berbeda-beda, tergantung dari faktor lingkungan. Gambar 3. Siklus hidup tiram mutiara Pinctada maxima (modifikasi dari Tun and Winanto 1987; Winanto 1988; Ikenoue and Kafuku 1992). (1) Telur dan sperma. (2) Telur dibuahi. (3) Pembelahan sel. (4) Gastrula. (5) Larva bentuk-d. (6) Stadia umbo. (7) Spat. (8) Dewasa. Sistem Pencernaan Seperti halnya pada jenis kekerangan yang lain, tiram mutiara mampu memanfaatkan phytoplankton yang terdapat secara alamiah di sekitarnya. Tiram mutiara bersifat filter feeder atau mengambil makanan dengan jalan menyaring pakan yang ada di dalam air laut. Getaran silia pada insang menimbulkan arus air yang masuk ke dalam rongga mantel. Gerakan silia akan memindahkan phytoplankton yang berada di sekeliling insang dan dengan bantuan labial palp atau melalui simpul bibir yang bergerak-gerak akan membawa masuk makanan ke dalam mulut (Gosling 2004; Velayudhan and Gandhi 1987). Mulut terletak pada bagian ujung depan saluran pencernaan atau di sebelah atas kaki. Makanan yang ditelan masuk dari mulut kemudian melalui kerongkongan 12

6 yang pendek langsung masuk perut, atau saluran kantong tipis pada perut dengan kulit luar (cuticle) kasar yang berfungsi untuk memisah-misahkan makanan. Dari perut sisa makanan (kotoran) akan dibuang melalui saluran usus yang relatif pendek dan bentuknya seperti huruf S kemudian keluar lewat anus (Velayudhan and Gandhi 1987). Sistem Pernafasan Insang merupakan organ yang mempunyai peran fungsional baik dalam pernafasan maupun osmoregulasi. Sel-sel yang berperan pada proses osmoregulasi adalah sel-sel chlorida yang terletak pada bagian dasar lembaran-lembaran insang. Insang berjumlah empat buah, berbentuk sabit, dua insang berada di sisi kanan dan kiri, menggantung pada pangkal mantel seperti lipatan buku (Velayudhan and Gandhi 1987). Air yang masuk melalui saluran inhalen akan terhenti pada bagian mantel, lalu secara cepat dan kompak bekerjasama dengan insang sehingga dapat memanfaatkan udara yang terangkut dan air dikeluarkan kembali melaui saluran ekshalen. Air serta darah yang tidak berwarna masuk melalui beberapa filamen tunggal lalu mengalir ke luar menuju pinggir insang, kemudian melintas ke atas berputar kembali melalui filamen dan masuk ke branchial atau ctenidial. Dengan bantuan silia-silia pada branchial dapat menimbulkan arus yang masuk ke bilik palial dan melintas keatas, melalui lamela branchial. Jadi selain menjalankan fungsi pernafasan, filamen pada insang dan mantel dapat memperlancar peredaran darah (Gosling 2004; Velayudhan and Gandhi 1987).. Kualitas Air Perkembangan, pertumbuhan dan sintasan tiram mutiara sangat dipengaruhi oleh kualitas air di lingkungan tempat hidupnya. Beberapa parameter kualitas air tersebut antara lain suhu, kecerahan, salinitas, Oksigen terlarut (DO), ph. dan pakan hidup (CMFRI 1991; Gricourth et al. 2006; O Connor and Lawler 2004; Soria et al. 2007; Yokihira et al. 2000; 2006). 13

7 Suhu Perubahan suhu memegang peranan penting dalam aktivitas biofisiologi tiram mutiara di dalam air. Menurut Cahn (1949) suhu yang baik untuk kelangsungan hidup tiram mutiara berkisar antara o C. Sedangkan menurut Suharyanto et al. (1993), suhu air pada kisaran o C dianggap cukup layak untuk kehidupan tiram mutiara P. margaritifera (japing-japing). Menurut Nayar dan Mahadevan (1987); Alagarswami et al. (1983 a), selama pemeliharaan di dalam laboratorium, suhu yang bervariasi dapat mempengaruhi waktu penempelan larva tiram mutiara. Pada suhu 28,2 29,8 o C, larva akan menempatkan diri untuk menetap-melekat pada substrat setelah umur 24 hari. Selanjutnya pada rentang suhu 24,3 27,2 o C larva baru akan melekat setelah 32 hari. Pada suhu yang rendah, sebagian besar waktu tiram mutiara akan dihabiskan untuk melakukan metamorfose secara lengkap dan melekatkan diri untuk menetap. Suhu air sangat berperan dalam mengendalikan proses metabolisme. Perubahan suhu walaupun kecil selama pemeliharaan larva dapat mengakibatkan kematian. Pada suhu antara o C, tiram mutiara P. margaritifera sangat aktif melakukan kegiatan metabolisme, sedangkan pada suhu o C tidak aktif lagi. Suhu air yang baik untuk pemeliharaan larva berkisar antara o C (Hisada dan Komatsu, 1985; Holliday et al. 1993; Shokita et al. 1991). Di Balai Budidaya Laut Lampung, Larva dan spat P maxima menunjukkan pertumbuhan dan kelangsungan hidup yang baik pada kisaran suhu o C (BBL 2001). Kecerahan Kecerahan air berpengaruh terhadap fungsi dan struktur invertebrata dalam air. Lama penyinaran akan berpengaruh terhadap proses pembukaan dan penutupan cangkang. Cangkang tiram akan terbuka sedikit bila ada cahaya, dan terbuka lebar bila suasananya gelap. Oleh sebab itu ruang pemeliharaan larva dan spat biasanya dibuat agak gelap, dengan tujuan agar organisme yang dipelihara merasa nyaman dan cangkang bisa bebas terbuka, sehingga proses filtrasi pakan dapat berlangsung maksimal dan alami (CMFRI 1991; Gosling 2004; Nayar and Mahadevan 1987). 14

8 Kecerahan yang tidak terlalu tinggi dapat melindungi tubuh larva stadia veliger dari radiasi sinar ultra violet. Karena larva masih bersifat fototaksis positif dan umumnya di dalam proses metamorfose menghendaki sinar yang sesuai (CMFRI 1991). Lokasi pemeliharaan induk sebaiknya mempunyai kecerahan antara 4,5 6,5 m. Apabila kecerahan lebih dari kisaran tersebut akan menyulitkan pemeliharaan, karena demi kenyamanan induk harus dipelihara di kedalaman melebihi tingkat kecerahan yang ada (Tun and Winanto 1987). Salinitas Dilihat dari habitatnya tiram mutiara lebih menyukai hidup pada salinitas yang tinggi. Tiram mutiara toleran terhadap kisaran salinitas 24 dan 50 %o, namun hanya untuk jangka waktu yang pendek yaitu sekitar 2 3 hari. Lokasi pembenihan sebaiknya dipilih di lokasi perairan yang memiliki salinitas antara %o, karena baik untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva dan spat. Pada salinitas 14 %o dan 50 %o, dapat mengakibatkan kematian tiram mutiara sampai 100 % (BBL 2001; Tun and Winanto 1987). Oksigen terlarut (DO) Bagi organisme akuatik yang dibudidayakan, oksigen terlarut dapat menjadi faktor pembatas kelangsungan hidup, perkembangan dan pertumbuhan. Menurut Imai (1982), tiram dapat hidup dengan baik pada perairan dengan kandungan oksigen terlarut berkisar antara 5,20 6,60. Pengamatan Darmaraj (1983) di daerah populasi alami tiram P. sugilata menunjukkan bahwa kadungan rata-rata oksigen terlarut di bagian permukaan air 4,22 ml/l dan dasar perairan 4,37 ml/l. Sadangkan pengamatannya di daerah budidaya mencatat kandungan oksigen terlarut di bagian permukaan 5,05 ml/l dan di dasar perairan 4,77 ml/l. Pendapat yang berbeda disampaikan oleh Nayar dan Mahadevan (1987), bahwa tiram mutiara tidak akan mengalami banyak stres pada kisaran konsentrasi oksigen terlarut yang terbatas. Hal ini merupakan fakta, karena metabolisme pada 15

9 kebanyakan moluska tergantung pada batas tekanan oksigen terlarut, sampai mencapai batas tekanan terendah hingga oksigen terlarut akan naik kembali. Hasil penelitian Dharmaraj (1983) tentang kebutuhan oksigen terlarut tiram mutiara P. fucata, menunjukkan bahwa tiram berukuran mm mengkonsumsi oksigen 1,339 μl/l; ukuran mm mengkonsumsi 1,650 μl/l dan ukuran mm mengkonsumsi 1,810 μl/l. Di tempat pemeliharaan yang terkendali seperti hatchery, sebenarnya kebutuhan oksigen terlarut tidak menjadi masalah, karena ketersediaannya dapat diatasi dengan memberikan pengudaraan buatan menggungkan alat blower (CMFRI 1991). ph ph air yang layak untuk kehidupan tiram mutiara P. maxima berkisar antara 7,8 8,6 (Matsui 1960). Sedangkan pada ph 7,9 8,2 tiram mutiara dapat berkembang biak dan tumbuh dengan baik. Menurut Mahadevan and Nayar (1974); Nayar and Mahadevan (1987), pada prinsipnya habitat tiram mutiara berada pada perairan dengan ph lebih tinggi dari 6,75. Tiram tidak akan bereproduksi kembali bila ph lebih tinggi dari 9,00. Aktivitas tiram akan meningkat pada ph 6,75 7,00 dan menurun pada ph 4 6,5., pada kisaran ph tersebut jumlah tiram yang normal hanya sekitar 10 %. Pakan Hidup Pakan merupakan salah satu faktor penentu di dalam keberhasilan kegiatan pembenihan tiram mutiara. Ketersediaan pakan yang tepat waktu, jumlah dan jenis akan sangat mendukung sukses produksi massal spat. Pakan utama yang biasa diberikan pada larva tiram mutiara yaitu jenis flagelata, berukuran kurang dari 10 mikron. Beberapa jenis alga yang umum diberikan untuk pakan antara lain Isochrysis galbana, Pavlova lutheri/monochrysis lutheri, Chromulina sp., Chaetoceros sp., Nannochloropsis sp., dan Dicrateria sp. Untuk fase pertumbuhan sampai menjelang spat dapat diberi variasi berbagai jenis alga tersebut. Namun untuk stadia awal larva, jenis fitoplankton flagelata yang paling penting untuk pakan adalah I. galbana (Klas: 16

10 Haptophyceae) dengan ukuran sekitar 7 μm. Adakalanya digunakan jenis Tetraselmis tetrathele dan Chlorella sp., terutama untuk stadia spat atau sebagai pakan campuran induk (Alagarswami et al. 1987; Dharmaraj et al. 1991; Winanto el al. 2001; Winanto 2004). Menurut Martinez-Fernandez (2004) beberapa jenis mikroalga yang digunakan sebagai pakan larva Pteria sterna antara lain Nannochloris sp, Pavlova lutheri, Isochrysis galbana, Phaeodactilum tricornutum, Chaetoceros meulleri, Chaetoceros calcitran, Thalassiosira weisflogii, Dunaliella salina, Tetraselmis tetrathele, Tetraselmis suecica (Tabel 1). Namun mikroalga yang dapat dicerna oleh larva hanya Nannochloris sp., Pavlova lutheri dan Isochrysis galbana. Tabel 1. Spesies mikroalga yang digunakan sebagai pakan larva Pteria sterna Kelompok (Devisi) Diatom (Bacillariophyta) Kelas Spesies Ukuran (μm) Bacillariophyceae Phaeodactilum 25 x 5 tricornutum (Bohlin) Coscinodiscophyceae Chaetoceros meulleri 4 5 (Paulsen) Takano C. calcitran 5 x 5 (Lemmermann) Thalassiosira weisflogii 11 x 4 (Grun) Karakteristik Sel memanjang, spines besar Dinding sel kaku, spines besar Alga hijau (Chlorophyta) Chlorophyceae Prasinophyceae Dunaliella salina (Teodoresco) Nannochloris sp Tetraselmis tetrathele (G.S. West) T. suecica (Kylin) x Sel besar motile, flagela dua Sangat kecil, dinding sel berserat glikoprotein Sel besar motile, flagela 4 Dinding sel dilindungi bahan organik Flagelata (Haptophyta) Prymnesiophyceae Sumber: Martinez-Fernandez (2004) Isochrysis aff. galbana (Green) Pavlova lutheri (Droop) Flagela dua, bentuk bulat oval. Dinding sel dilapisi polisakarida Preferensi larva terhadap pakan sangat tergantung pada ukuran dan spesies, masing masing jenis tiram mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam memilah dan mengambil makanan yang disukai. Pada prinsipnya, mikro alga yang digunakan sebagai pakan larva tiram atau organisme laut lainnya adalah mempunyai ukuran yang tepat untuk dimakan atau sesuai dengan bukaan mulut larva/spat, mudah dibudidayakan, cepat tumbuh dengan kepadatan tinggi dan tidak menghasilkan substansi racun (Coutteau 1996; Ponis et al. 2006). 17

Gambar 5. Larva P. maxima stadia bentuk-d diantara telur-telur, ditemukan pertama kali antara jam setelah menetas.

Gambar 5. Larva P. maxima stadia bentuk-d diantara telur-telur, ditemukan pertama kali antara jam setelah menetas. Hasil dan Pembahasan Perkembangan Larva Pengamatan terhadap perkembangan larva P. maxima menunjukkan, bahwa akhir perkembangan embriogenesis yaitu stadia trokofore terjadi sekitar 18 2 jam setelah menetas.

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN A.LatarBelakang Sumber Daya Manusia merupakan aspek penting dalam melakukan suatu kegiatan budidaya, karena tanpa sumber daya

BABI PENDAHULUAN A.LatarBelakang Sumber Daya Manusia merupakan aspek penting dalam melakukan suatu kegiatan budidaya, karena tanpa sumber daya BABI PENDAHULUAN A.LatarBelakang Sumber Daya Manusia merupakan aspek penting dalam melakukan suatu kegiatan budidaya, karena tanpa sumber daya manusia mustahil kita bisa melakukan budidaya. SDM yang berkaitan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Perkembangan Larva Aktivitas Makan

PEMBAHASAN UMUM Perkembangan Larva Aktivitas Makan PEMBAHASAN UMUM Perkembangan Larva Larva bentuk-d pertama kali diamati umur 18 20 jam setelah menetas, kemudian pada umur 22 jam ditemukan larva yang bagian lambungnya sudah berwarna, sehingga diduga pada

Lebih terperinci

APLIKASI PERBAIKAN MANAJEMEN DALAM PERBENIHAN TIRAM MUTIARA (Pinctada Maxima)

APLIKASI PERBAIKAN MANAJEMEN DALAM PERBENIHAN TIRAM MUTIARA (Pinctada Maxima) Aplikasi perbaikan manajemen dalam perbenihan tiram mutiara...(ida Komang Wardana) APLIKASI PERBAIKAN MANAJEMEN DALAM PERBENIHAN TIRAM MUTIARA (Pinctada Maxima) Ida Komang Wardana, Sari Budi Moria Sembiring,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

PEMBENIHAN TIRAM MUTIARA Pinctada maxima METODE DONOR SPERMA DAN THERMAL SHOCK DI BALAI BUDIDAYA LAUT LOMBOK, NUSA TENGGARA BARAT

PEMBENIHAN TIRAM MUTIARA Pinctada maxima METODE DONOR SPERMA DAN THERMAL SHOCK DI BALAI BUDIDAYA LAUT LOMBOK, NUSA TENGGARA BARAT PEMBENIHAN TIRAM MUTIARA Pinctada maxima METODE DONOR SPERMA DAN THERMAL SHOCK DI BALAI BUDIDAYA LAUT LOMBOK, NUSA TENGGARA BARAT Astriwana, Bayu Prasetya Wibowo, Gia Marta Novia Departemen Budidaya Perairan-Fakultas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Siput Gonggong (Strombus turturella)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Siput Gonggong (Strombus turturella) BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Siput Gonggong (Strombus turturella) Klasifikasi Siput Gonggong (Strombus turturella) menurut Ruppert dan Barnes (1994); adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

Volume 6, No. 2, Oktober 2013 ISSN:

Volume 6, No. 2, Oktober 2013 ISSN: TINGKAT PENETASAN TELUR DAN KELANGSUNGAN HIDUP LARVA KERANG MUTIARA (Pinctada maxima) PADA SALINITAS YANG BERBEDA Muhammad Awaluddin 1, Salnida Yuniarti L 1, Alis Mukhlis 1 1 Program Studi Budidaya Perairan

Lebih terperinci

PAKAN DAN PEMBERIAN PAKAN

PAKAN DAN PEMBERIAN PAKAN PAKAN DAN PEMBERIAN PAKAN 1. Pendahuluan Pakan alami adalah sejenis pakan ikan yang berupa organisme air. Organism ini secara ekosistem merupakan produsen primer atau level makanan dibawah ikan dalam rantai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada prinsipnya, moluska bercangkang berpeluang menghasilkan mutiara secara alami. Namun tidak semua kerang bisa menghasilkan mutiara yang bagus dan memiliki nilai beli

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jenis Kelamin Belut Belut sawah merupakan hermaprodit protogini, berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa pada ukuran panjang kurang dari 40 cm belut berada pada

Lebih terperinci

KAJIAN FAKTOR LINGKUNGAN HABITAT KERANG MUTIARA (STADIA SPAT ) DI PULAU LOMBOK, NUSA TENGGARA BARAT

KAJIAN FAKTOR LINGKUNGAN HABITAT KERANG MUTIARA (STADIA SPAT ) DI PULAU LOMBOK, NUSA TENGGARA BARAT KAJIAN FAKTOR LINGKUNGAN HABITAT KERANG MUTIARA (STADIA SPAT ) DI PULAU LOMBOK, NUSA TENGGARA BARAT Oleh : H. M. Eric Harramain Y C64102053 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

IKAN LOU HAN (Cichlasoma sp)

IKAN LOU HAN (Cichlasoma sp) IKAN LOU HAN (Cichlasoma sp) MENGENAL IKAN LOUHAN -Nama lain : flower horn, flower louhan dan sungokong. -Tidak mengenal musim kawin. -Memiliki sifat gembira, cerdas dan cepat akrab dengan pemiliknya.

Lebih terperinci

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22 Dikenal sebagai nila merah taiwan atau hibrid antara 0. homorum dengan 0. mossombicus yang diberi nama ikan nila merah florida. Ada yang menduga bahwa nila merah merupakan mutan dari ikan mujair. Ikan

Lebih terperinci

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi 4 2.2. Morfologi Ikan Tambakan (H. temminckii) Ikan tambakan memiliki tubuh berbentuk pipih vertikal. Sirip punggung dan sirip analnya memiliki bentuk dan ukuran yang hampir serupa. Sirip ekornya sendiri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Lukman (2005) Recirculation Aquaculture System merupakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Lukman (2005) Recirculation Aquaculture System merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Resirkulasi Menurut Lukman (2005) Recirculation Aquaculture System merupakan teknik budidaya yang menggunakan teknik akuakultur dengan kepadatan tinggi di dalam ruang tertutup

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR PKPM MUH. ARDIANSYAH 2011

LAPORAN TUGAS AKHIR PKPM MUH. ARDIANSYAH 2011 TEKNIK PEMBENIHAN KERANG MUTIARA (Pinctada maxima) METODE INJEKSI HORMON hcg (human Chorionic Gonadotrophin) DI BALAI BESAR RISET PERIKANAN BUDIDAYA LAUT GONDOL BALI. TUGAS AKHIR Oleh : MUH. ARDIANSYAH

Lebih terperinci

Pengaruh Suhu dan Salinitas Terhadap Sintasan Serta Pertumbuhan Larva dan Spat Tiram Mutiara Pinctada maxima (Jameson) Abstract

Pengaruh Suhu dan Salinitas Terhadap Sintasan Serta Pertumbuhan Larva dan Spat Tiram Mutiara Pinctada maxima (Jameson) Abstract Pengaruh Suhu dan Salinitas Terhadap Sintasan Serta Pertumbuhan Larva dan Spat Tiram Mutiara Pinctada maxima (Jameson) Abstract Energy budget is one of the most sensitive tools available for individual

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

Pengaruh Diameter Tali Polyethilen Sebagai Kolektor. Jumlah dan Ketahanan Penempelan Spat Tiram Mutiara

Pengaruh Diameter Tali Polyethilen Sebagai Kolektor. Jumlah dan Ketahanan Penempelan Spat Tiram Mutiara ISSN 0853-7291 Pengaruh Diameter Tali Polyethilen Sebagai Kolektor Terhadap Jumlah dan Ketahanan Penempelan Spat Tiram Mutiara (Pinctada maxima) Anindya Wirasatriya*, Ita Widowati dan Retno Hartati Jurusan

Lebih terperinci

DINAMIKA EKOSISTEM PERAIRAN BUDIDAYA TIRAM DAN PEMANFAATANNYA. IRMA DEWIYANTI, S.Pi., M.Sc

DINAMIKA EKOSISTEM PERAIRAN BUDIDAYA TIRAM DAN PEMANFAATANNYA. IRMA DEWIYANTI, S.Pi., M.Sc DINAMIKA EKOSISTEM PERAIRAN BUDIDAYA TIRAM DAN PEMANFAATANNYA OLEH: IRMA DEWIYANTI, S.Pi., M.Sc BANDA ACEH NOVEMBER 2015 Kingdom: Phylum: Class: Order: Family: Genus: Species Animalia Mollusca Bivalvia/Pelecypoda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam. perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan.

I. PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam. perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan budidaya perikanan saat ini mengalami kendala dalam perkembangannya, terutama dalam usaha pembenihan ikan. Permasalahan yang sering dihadapi adalah tingginya

Lebih terperinci

Pengenalan Jenis-jenis Kima Di Indonesia. Kima Lubang (Tridacna crosea)

Pengenalan Jenis-jenis Kima Di Indonesia. Kima Lubang (Tridacna crosea) Pengenalan Jenis-jenis Kima Di Indonesia Kima Lubang (Tridacna crosea) Kima ini juga dinamakan kima pembor atau kima lubang karena hidup menancap dalam substrat batu karang. Ukuran cangkang paling kecil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai merupakan suatu perairan yang airnya berasal dari air tanah dan air hujan, yang mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran tersebut dapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Diaphanosoma sp. adalah sebagai berikut:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Diaphanosoma sp. adalah sebagai berikut: II. TINJAUAN PUSTAKA A. Diaphanosoma sp. 1. Klasifikasi Klasifikasi Diaphanosoma sp. adalah sebagai berikut: Fillum Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Arthropoda : Crustacea : Branchiopoda : Cladocera

Lebih terperinci

PEMBENIHAN TERIPANG PUTIH (Holothuria scabra)

PEMBENIHAN TERIPANG PUTIH (Holothuria scabra) PEMBENIHAN TERIPANG PUTIH (Holothuria scabra) 1. PENDAHULUAN Teripang atau juga disebut suaal, merupakan salah satu jenis komoditi laut yang bernilai ekonomi tinggi dan mempunyai prospek yang baik dipasaran

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga TEKNIK PEMBENIHAN TIRAM MUTIARA (Pinctada maxima) DI BALAI PRODUKSI INDUK UDANG UNGGUL DAN KEKERANGAN, DESA SUKADANA, KECAMATAN KUBU, KABUPATEN KARANGASEM, BALI PRAKTEK KERJA LAPANG PROGRAM STUDI BUDIDAYA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Rasio Kelamin Ikan Nilem Penentuan jenis kelamin ikan dapat diperoleh berdasarkan karakter seksual primer dan sekunder. Pemeriksaan gonad ikan dilakukan dengan mengamati

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemeliharaan Induk Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk terlebih dahulu di kolam pemeliharaan induk yang ada di BBII. Induk dipelihara

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga PENDAHULUAN Latar Belakang Udang windu merupakan salah satu komoditas ekspor non migas dalam sektor perikanan. Kegiatan produksi calon induk udang windu merupakan rangkaian proses domestifikasi dan pemuliaan

Lebih terperinci

4. KONDISI HABITAT SIMPING

4. KONDISI HABITAT SIMPING 4. KONDISI HABITAT SIMPING Kualitas habitat merupakan tempat atau keadaan dimana simping dalam melakukan proses-proses metabolisme, pertumbuhan, sampai produksi. Proses biologi tersebut ditentukan oleh

Lebih terperinci

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA APLIKASI METODE KEJUT SUHU DAN DONOR SPERMA DALAM UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PEMBENIHAN TIRAM MUTIARA Pinctada maxima BIDANG KEGIATAN: PKM-AI Diusulkan Oleh: Intan Putriana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. seperti kijing, kaung-kaung, kapal kapalan, kedaung dan kemudi kapal. Menurut

II. TINJAUAN PUSTAKA. seperti kijing, kaung-kaung, kapal kapalan, kedaung dan kemudi kapal. Menurut 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerang Hijau (Perna Viridis ) Kerang hijau (Perna virisis) memiliki nama yang berbeda di Indonesia seperti kijing, kaung-kaung, kapal kapalan, kedaung dan kemudi kapal. Menurut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Brvalvza dan famili Ptendae. Keluarga yang dikenal sebagai penghasil mutiara dengan kualitas tinggi adalah

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Brvalvza dan famili Ptendae. Keluarga yang dikenal sebagai penghasil mutiara dengan kualitas tinggi adalah TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Tiram Mutiara Tiram mutiara termasuk dalam kelas Brvalvza dan famili Ptendae. Menmt Brusca (1990), nama film moluska berasd dari bahasa latin moluscrcs yang beparti

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Umum Teluk Hurun Kabupaten Pesawaran adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung yang diresmikan pada tanggal 2 Nopember 2007 berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun

Lebih terperinci

Induk udang rostris (Litopenaeus stylirostris) kelas induk pokok

Induk udang rostris (Litopenaeus stylirostris) kelas induk pokok Standar Nasional Indonesia Induk udang rostris (Litopenaeus stylirostris) kelas induk pokok ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persiapan Kolam Pemijahan Kolam pemijahan dibuat terpisah dengan kolam penetasan dan perawatan larva. Kolam pemijahan yang digunakan yaitu terbuat dari tembok sehingga mudah

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Gambar 1) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat potensial

Lebih terperinci

TEKNIK BUDIDAYA LAUT TIRAM MUTIARA DI INDONESIA

TEKNIK BUDIDAYA LAUT TIRAM MUTIARA DI INDONESIA TEKNIK BUDIDAYA LAUT TIRAM MUTIARA DI INDONESIA 1. PENDAHULUAN 1) Batu Permata Mutiara Bagi manusia purba, kekuatan-kekuatan alam disekitar mreka telah menimbulkan rasa hormat dan pesona. Matahari dan

Lebih terperinci

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda 116 PEMBAHASAN UMUM Domestikasi adalah merupakan suatu upaya menjinakan hewan (ikan) yang biasa hidup liar menjadi jinak sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Domestikasi ikan perairan umum merupakan

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga. Pendahuluan

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga. Pendahuluan Pendahuluan Pembenihan merupakan suatu tahap kegiatan dalam budidaya yang sangat menentukan kegiatan pemeliharaan selanjutnya dan bertujuan untuk menghasilkan benih. Benih yang dihasilkan dari proses pembenihan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan. Hewan uji yang digunakan tiram mutiara jenis Pteria Penguin sebanyak

BAHAN DAN METODE. Bahan. Hewan uji yang digunakan tiram mutiara jenis Pteria Penguin sebanyak BAHAN DAN METODE Bahan Hewan Uji Hewan uji yang digunakan tiram mutiara jenis Pteria Penguin sebanyak % ekor, dengan rata-rata panjang cangkang 12 an, tinggi cangkang 18 cm dan bobot individu 390 g. Inti

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6138 - 1999 Standar Nasional Indonesia Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Pendahuluan Halaman 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1 3

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6485.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk ikan gurami kelas induk pokok diterbitkan oleh Badan Standardisasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus)

Deskripsi. METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus) 1 Deskripsi METODA PRODUKSI MASSAL BENIH IKAN HIAS MANDARIN (Synchiropus splendidus) Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan produksi massal benih ikan hias mandarin (Synchiropus splendidus),

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.66/MEN/2011 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.66/MEN/2011 TENTANG Menimbang KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.66/MEN/2011 TENTANG PELEPASAN IKAN TORSORO MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa guna lebih memperkaya

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6484.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Prakata... 1 Pendahuluan... 1 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci

STUDI TINGKAT KEMATIAN BENIH TIRAM MUTIARA TERHADAP PERIODE PEMBERIAN PAKAN

STUDI TINGKAT KEMATIAN BENIH TIRAM MUTIARA TERHADAP PERIODE PEMBERIAN PAKAN 727 Studi tingkat kematian benih tiram mutiara... (Apri I. Supii) ABSTRAK STUDI TINGKAT KEMATIAN BENIH TIRAM MUTIARA TERHADAP PERIODE PEMBERIAN PAKAN Apri I. Supii dan Sudewi Balai Besar Riset Perikanan

Lebih terperinci

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan

Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan Teknik pembenihan ikan air laut Keberhasilan suatu pembenihan sangat ditentukan pada ketersedian induk yang cukup baik, jumlah, kualitas dan keseragaman.induk yang baik untuk pemijahan memiliki umur untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN I. Pengaruh Beban (Jumlah dan Diameter Inti) terhadap Tingkat Stress A. Metabolisme Basal

HASIL DAN PEMBAHASAN I. Pengaruh Beban (Jumlah dan Diameter Inti) terhadap Tingkat Stress A. Metabolisme Basal HASIL DAN PEMBAHASAN I. Pengaruh Beban (Jumlah dan Diameter Inti) terhadap Tingkat Stress A. Metabolisme Basal Respons organisme akuatik terhadap jumlah dan diameter inti dapat diketahui melalui tingkat

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.48/MEN/2012 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.48/MEN/2012 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.48/MEN/2012 TENTANG PELEPASAN INDUK IKAN NILA JANTAN PANDU DAN INDUK IKAN NILA BETINA KUNTI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Aziz, 1981). Tubuhnya berbentuk segilima, mempunyai lima pasang garis

II. TINJAUAN PUSTAKA. (Aziz, 1981). Tubuhnya berbentuk segilima, mempunyai lima pasang garis II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bulu Babi Bulu babi merupakan organisme dari divisi Echinodermata yang bersifat omnivora yang memangsa makroalga dan beberapa jenis koloni karang (Aziz, 1981). Tubuhnya berbentuk

Lebih terperinci

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) PROSES DAN INFRASTRUKTUR HATCHERY IKAN KERAPU (Epeinephelus, Cromileptes, dll) Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) IKAN KERAPU Ikan kerapu merupakan komoditas eksport yang bernilai ekonomis tinggi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA

POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA http://7.photobucket.com Oleh: Rizka Widyarini Grace Lucy Secioputri

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, pada bulan Maret 2013 sampai dengan April 2013.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN IKAN KELABAU (OSTEOCHILUS MELANOPLEURUS) HASIL DOMESTIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :

Lebih terperinci

BINGKAI BAMBU PENGGANTI POKET NET DALAM PEMELIHARAAN ANAKAN KERANG MUTIARA, Pinctada maxima. Pitjont Tomatala

BINGKAI BAMBU PENGGANTI POKET NET DALAM PEMELIHARAAN ANAKAN KERANG MUTIARA, Pinctada maxima. Pitjont Tomatala BINGKAI BAMBU PENGGANTI POKET NET DALAM PEMELIHARAAN ANAKAN KERANG MUTIARA, Pinctada maxima Pitjont Tomatala Program studi Teknologi Budidaya Perairan, Politeknik Perikanan Negeri Tual. E-mail : pitjont_82@yahoo.com

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perkawinan. Proses perkawinan biasanya terjadi pada malam hari atau menjelang

II. TINJAUAN PUSTAKA. perkawinan. Proses perkawinan biasanya terjadi pada malam hari atau menjelang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sifat Seksualitas Lobster Air Tawar Pada umumnya lobster air tawar matang gonad pada umur 6 sampai 7 bulan. Setelah mencapai umur tersebut, induk jantan dan betina akan melakukan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 9 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kali Baru mulai dari bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan di

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi 2.1.1. Klasifikasi Tiram merupakan jenis bivalva yang bernilai ekonomis. Tiram mempunyai bentuk, tekstur, ukuran yang berbeda-beda (Gambar 2). Keadaan tersebut

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 02-6730.2-2002 Standar Nasional Indonesia Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk kodok lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok disusun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Letak dan Kondisi Penelitian Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur dan merupakan

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Benih Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskal) kelas benih sebar

SNI : Standar Nasional Indonesia. Benih Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskal) kelas benih sebar SNI : 01-6149 - 1999 Standar Nasional Indonesia (Chanos chanos Forskal) kelas benih sebar Daftar isi Halaman Pendahuluan... ii 1 Ruang Lingkup... 1 2 Acuan... 1 3 Definisi... 1 4 Istilah Dan Singkatan...

Lebih terperinci

Bahan Ajar Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Tarbiyah STAIN Batusangkar TAKSONOMI VERTEBRATA. Pisces: Evolusi Kelas Agnatha

Bahan Ajar Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Tarbiyah STAIN Batusangkar TAKSONOMI VERTEBRATA. Pisces: Evolusi Kelas Agnatha Bahan Ajar Program Studi Pendidikan Biologi Jurusan Tarbiyah STAIN Batusangkar TAKSONOMI VERTEBRATA Pisces: Evolusi Kelas Agnatha Kelas Agnatha Merupakan vertebrata pertama kali muncul Muncul pada 500

Lebih terperinci

Semarang, Telp/Fax , 2) Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro Semarang,

Semarang, Telp/Fax , 2) Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro Semarang, ISSN 0853-7291 Aplikasi Isochrysis galbana dan Chaetoceros amami serta Kombinasinya Terhadap Pertumbuhan dan Kelulushidupan Veliger Spat Tiram Mutiara (Pinctada maxima) Nur Taufiq 1*), Diana Rachmawati

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan

Lebih terperinci

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik ikan nila merah Oreochromis sp. Ikan nila merupakan ikan yang berasal dari Sungai Nil (Mesir) dan danaudanau yang berhubungan dengan aliran sungai itu. Ikan nila

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu Secara umum pola penyebaran spesies di dalam ruang terbagi menjadi tiga pola yaitu acak, mengelompok, dan teratur. Sebagian

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga Tujuan Tujuan dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah mengetahui teknik kultur Chaetoceros sp. dan Skeletonema sp. skala laboratorium dan skala massal serta mengetahui permasalahan yang

Lebih terperinci

APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus)

APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus) APLIKASI PAKAN BUATAN UNTUK PEMIJAHAN INDUK IKAN MANDARIN (Synchiropus splendidus) Oleh Adi Hardiyanto, Marwa dan Narulitta Ely ABSTRAK Induk ikan mandarin memanfaatkan pakan untuk reproduksi. Salah satu

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga

III. METODOLOGI. Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di perairan Way Tulang Bawang, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga September 2013.

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1 Profil Mutiara Karakteristik Mutiara Warna mutiara Lustre mutiara

BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1 Profil Mutiara Karakteristik Mutiara Warna mutiara Lustre mutiara 33 BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1 Profil Mutiara Mutiara adalah sejenis batu permata dalam berbagai bentuk, hasil biomineralisasi kerang anggota moluska (filum Mollusca). Mutiara alami terbentuk karena iritasi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Klasifikasi ikan tembang (Sardinella maderensis Lowe, 1838 in www.fishbase.com) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Suzuki Metode Suzuki adalah suatu metode yang digunakan untuk pemeriksaan telur Soil Transmitted Helmints dalam tanah. Metode ini menggunakan Sulfas Magnesium yang didasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan utama bagi larva ikan yaitu pakan alami. Pakan alami, seperti

I. PENDAHULUAN. Pakan utama bagi larva ikan yaitu pakan alami. Pakan alami, seperti I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha budidaya perikanan sangat dipengaruhi oleh kualitas benih dan pakan. Pakan utama bagi larva ikan yaitu pakan alami. Pakan alami, seperti plankton. Plankton sangat

Lebih terperinci

MODUL: PEMELIHARAAN INDUK

MODUL: PEMELIHARAAN INDUK BDI L/3/3.1 BIDANG BUDIDAYA IKAN PROGRAM KEAHLIAN BUDIDAYA IKAN AIR LAUT PENGELOLAAN INDUK KERAPU: KERAPU BEBEK MODUL: PEMELIHARAAN INDUK DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PPI Muara Angke, Jakarta Utara dari bulan Januaribulan Maret 2010. Analisis aspek reproduksi dilakukan di Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. secara taksonomi termasuk ke dalam kelompok crustacea renik yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. secara taksonomi termasuk ke dalam kelompok crustacea renik yang 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daphnia sp 2.1.1 Klasifikasi Daphnia sp. Daphnia sp. secara taksonomi termasuk ke dalam kelompok crustacea renik yang hidup secara umum di perairan tawar (Pangkey 2009). Beberapa

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Organ reproduksi Jenis kelamin ikan ditentukan berdasarkan pengamatan terhadap gonad ikan dan selanjutnya ditentukan tingkat kematangan gonad pada tiap-tiap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN ABALON (HALIOTIS SQUAMATA) HASIL DOMESTIKASI

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN ABALON (HALIOTIS SQUAMATA) HASIL DOMESTIKASI KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22/KEPMEN-KP/2016 TENTANG PELEPASAN ABALON (HALIOTIS SQUAMATA) HASIL DOMESTIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Lokasi penelitian berada di sungai Brantas di mana pengambilan sampel dilakukan mulai dari bagian hilir di Kota Surabaya hingga ke bagian hulu di Kecamatan

Lebih terperinci

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Migrasi ikan adalah adalah pergerakan perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain yang mempunyai arti penyesuaian terhadap kondisi alam yang menguntungkan

Lebih terperinci

Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi

Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi 1 Udang Galah Genjot Produksi Udang Galah Pembesaran udang galah Macrobrachium rosenbergii kini mengadopsi gaya rumah susun. Setiap 1 m² dapat diberi 30 bibit berukuran 1 cm. Hebatnya kelulusan hidup meningkat

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan selama empat bulan dari Oktober 2011 hingga Januari 2012 di Waduk Ir. H. Djuanda, Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat (Gambar 3). Pengambilan

Lebih terperinci

Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok

Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok Standar Nasional Indonesia SNI 6138:2009 Induk ikan nila hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional SNI 6138:2009 Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii

Lebih terperinci

Cromileptes altivelis

Cromileptes altivelis 2005 Tjahjo Winanto Posted: 29 Mei 2005 Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor Semester 2, Mei 2005 Dosen: Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng, M F (Penanggung

Lebih terperinci