ANALISIS PENINGKATAN INTENSITAS CUACA EKSTRIM DI JABOTA (JAKARTA, BOGOR, TANGERANG) PERIODE KUKUH RIBUDIYANTO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PENINGKATAN INTENSITAS CUACA EKSTRIM DI JABOTA (JAKARTA, BOGOR, TANGERANG) PERIODE KUKUH RIBUDIYANTO"

Transkripsi

1 i ANALISIS PENINGKATAN INTENSITAS CUACA EKSTRIM DI JABOTA (JAKARTA, BOGOR, TANGERANG) PERIODE KUKUH RIBUDIYANTO PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 211

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini menyatakan bahwa Tesis Analisis Peningkatan Intensitas Cuaca Ekstrim Di JABOTA (Jakarta, Bogor, Tangerang) Periode adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini Bogor, Juni 21 Kukuh Ribudiyanto NRP G ii

3 ABSTRACT KUKUH RIBUDIYANTO. Analysis of increasing ext reme weather intensity in Jabota (Jakarta, Bogor, Tangerang) Period Under direction of YONNY KOESMARYONO and SOBRI EFFENDY Population growth induces land use, particularly in reducing the green open spaces. This changes causes rising of air temperatures and hence increasing frequent events of extreme weather. Based on research in Taiwan, China and Japan, its have been proven that the existence of rising temper ature and frequent extreme weather were caused by land use changes. Daily observed data from Meteorological Stations around urban area of Jabota during the period was used to determine the increase of air temperature and the frequency of extreme weather events. Besides the surface air temperature, the upper air temperature data period was also analysed data to examine the increase of air temperature at particular layer. Further, hourly weather data of from Meteorological Stasion Curug has been used as an example to analyze the time shifts of maximum air temperature and the time of thunderstorms occurrence. The analysis resulted an increase in average temperature in the latest period; increasing frequency of temperatures above 34 C, the increasing frequency of extreme precipitation at some months, especially in the rainy and transition seasons; the increasing frequency of thunderstorms occurrence, the increase of average upper air temperature, especially at surface layer up to 5 mb layer. The results also showed that the maximum temperature occurrence at certain months in dry and transition season to 2: pm and the mostly hour of thunderstorms occurrence was 3: to 5: and from 7: to 8: pm. Keywords: land us e changes, increase temperature, extreme weather iii

4 ABSTRAK KUKUH RIBUDIYANTO. Analisis Peningkatan Intensitas Cuaca Ekstrim Di JABOTA (Jakarta, Bogor, Tangerang) Periode Dibimbing oleh YONNY KOESMARYONO dan SOBRI EFFENDY Pertumbuhan penduduk mempengaruhi perubahan penggunaan lahan terutama berkurang ruang terbuka hijau. Hal ini mempengaruhi naiknya suhu udara dan meningkatnya cuaca ekstrim. Penelitian di beberapa negara sudah terbukti adanya kenaikan suhu dan cuaca ekstrim sebagai akibat dari perubahan penggunaan lahan seperti Taiwan, Cina dan Jepang. Data yang di gunakan pengamatan cuaca harian stasiun Meteorologi sekitar Jabota kurun waktu antara tahun dibagi menjadi dua periode (periode dan ) dan dibandingkan untuk mengetahui peningkatan suhu dan cuaca ekstrim. Data pengamatan udara atas periode tahun dibagi menjadi dua periode dan dibandingkan untuk mengetahui peningkatan suhu udara atas pada lapisan tertentu. Data cuaca setiap jam antara tahun 23-28, stasiun Curug sebagai contoh untuk menganalisis pergeseran waktu kejadian suhu maksimum dan waktu terjadinya badai petir. Hasil analisis menunjukkan adanya peningkatan suhu rata-rata pada periode kedua, meningkatnya frekuensi suhu di atas 34 C, meningkatnya frekuensi curah hujan ekstrim pada bulanbulan tertentu terutama pada bulan di musim hujan dan transisi, meningkatnya frekuensi kejadian badai petir, meningkatnya rata-rata suhu udara atas terutama pada lapisan permukaan hingga 5mb, terjadi pergeseran waktu suhu maksimum pada bulan-bulan tertentu di musim kemarau dan transisi pada dari pukul 13. mejadi pukul 14. wib dan waktu kejadian badai petir tertinggi antara pukul wib dan pukul wib Kata kunci: cuaca ekstrim, korelasi, perubahan penggunaan lahan iv

5 RINGKASAN KUKUH RIBUDIYANTO. Analisis Peningkatan Intensitas Cuaca Ekstrim Di JABOTA (Jakarta, Bogor, Tangerang) Periode Dibimbing oleh YONNY KOESMARYONO dan SOBRI EFFENDY. Pemanasan global merupakan isu dunia, penggunaan bahan bakar yang berasal dari fosil penggunaan lahan terbuka hijau dan pemanasan lokal dari Urban Heat Island menjadi penyebab naiknya suhu. Kenaikan suhu terjadi di Sanjiang, China selama 3 tahun dari tahun telah menunjukkan pengaruh dari perkembangan penggunaan lahan dengan berkurangnya la han terbuka hijau sebesar 1,6 C. Kenaikan suhu dan intensitas badai petir sebagai akibat pertumbuhan penduduk yang mempengaruhi perubahan ruang terbuka hijau terjadi di Taipei. Hujan badai petir di musim panas sering terjadi di daerah gunung Kyushu Jepang pada pukul 13. hingga 15. LT. Rata-rata profil suhu vertikal termodinamik menunjukkan pada hujan badai yang kuat dengan petir adalah lebih tinggi di bawah 85 hpa dan menurunkan di atas 7 hpa. Adapun tujuan penelitian ini adalah menganalisis pola kenaikan suhu terhadap perubahan penggunaan lahan. Menganalisis kenaikan intensitas cuaca ekstrim baik curah hujan, suhu ma ksimum dan kejadian badai petir. Wilayah penelitian di Jakarta, Bogor dan Tangerang. Menggunakan data sekunder dari BMKG, yaitu data harian curah hujan, suhu udara dan cuaca khusus (FKLIM 71) stasiun meteorologi sekitar Jabota tahun , data udara atas stasiun meteorologi Cengkareng periode tahu dan data setiap jam suhu udara dan cuaca khusus dari BMG tahun Serta data perubahan Ruang Terbuka Hijau dalam persen tahun 1983,1992, 2 dan 25. Metode yang digunakan adalah statistik deskriptif. Pertama melihat hubungan antara perubahan ruang terbuka hijau dengan suhu tahunan. Kedua membuat dua periode pengamatan dari data suhu udara rata -rata, suhu udara minimum, suhu udara diatar 34 C, jumlah curah hujan, suhu udara atas. Periode pertama tahun dan periode kedua tahun 24 28, kemudian membandingkan kedua periode tersebut. Ketiga inventarisasi suhu maksimum harian untuk melihat pergeseran jam terjadinya suhu maksimum dan inventarisasi kejadian badai petir harian untuk melihat kejadian badai petir. Pola kenaikan suhu udara maksimum pada periode kedua terjadi sebagian besar stasiun pengamatan antara lain stasiun meteorologi Citeko, Cengkareng, Tangerang, Darmaga, Halim Perdanakusuma, Jakarta 745 dan Pondok Betung. Besaran selisih antara suhu udara minimum dan suhu udara maksimum antara tahun 198 hingga tahun 28 pada musim hujan berkisar antara 7 8 C, musim transisi MAM berkisar antara 7 9 C, musim kemarau berkisar antara 8 1 C dan musim transisi SO N berkisar antara 8 11 C. Kenaikan frekuensi suhu di atas 34 C paling besar terjadi di meteorologi Cengkareng, Jakarta 745, Tangerang, Halim Perdanakusuma, Pondok Betung dan Dermaga pada bulan September dan Oktober. Secara umum semua stasiun pengamatan mengalami penurunan curah hujan dan hari hujan antara lain stasiun meteorologi Cengkareng, Tangerang, Jakarta 745, Tanjung Priok, Pondok Betung, dan Dermaga. Frekuensi kenaikan kejadian hujan di atas 5 mm terjadi pada puncak musim hujan di bulan Februari. Peningkatan frekuensi hari petir hampir terjadi di semua stasiun pengamatan. Frekuensi terbesar terjadi pada musim transisi bulan Maret, April dan Nopember dan musim hujan di bulan Februari. v

6 Kurun waktu tahun berkurangnya lahan terbuka hijau wilayah Jakarta sekitar 17% menaikkan suhu sebesar.9 C, berkurangnya lahan terbuka hijau wilayah Tangerang sekitar 25% menaikkan suhu sebesar.8 C dan berkurangnya lahan terbuka hijau wilayah Bogor sekitar 28% menaikkan suhu sebesar.8 C. Pola kenaikan suhu profil udara atas terjadi bulan Januari, Pebruari, Maret, April, Mei, Juli, Oktober, Nopember, Desember dan terjadi penurunan suhu pada bulan Juni, Agustus, September dan pada umumnya pada lapisan permukaan hingga lapisan 5 mb. Terjadi pergeseran suhu maksimum yang biasanya pukul 13. wib menjadi 14. wib, antara lain pada bulan Januari, Juni, Agustus dan Nopember. Namun terjadi pergeseran suhu maksimum menjadi lebih awal pada pukul 12. wib pada bulan Desember. Kejadian badai petir maksimum terjadi antara pukul 15. wib 17. wib dan pukul 19. wib 2. wib. Kejadian tertinggi pada bulan April pada pukul 19. wib. Kata kunci: cuaca ekstrim, korelasi, perubahan penggunaan lahan vi

7 Hak Cipta IPB, tahun 21 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis bentuk apapun tanpa izin IPB vii

8 ANALISIS PENINGKATAN INTENSITAS CUACA EKSTRIM DI JABOTA (JAKARTA, BOGOR, TANGERANG) PERIODE KUKUH RIBUDIYANTO Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Klimatologi Terapan PROGRAM PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 211 viii

9 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Yon Sugiarto, S.Si, M.Sc ix

10 Judul : Analisis Peningkatan Intensitas Cuaca Ekstrim Di JABOTA (Jakarta, Bogor, Tangerang) Periode Nama : Kukuh Ribudiyanto NRP : G Disetujui : Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S Ketua Dr. Ir. Sobri Effendy, M.Si Anggota Diketahui: Ketua Program Studi Klimatologi Terapan Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. Handoko, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr Tanggal Ujian: Tanggal Lulus: x

11 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah Analisis Peningkatan Intensitas Cuaca Ekstrim Di JABOTA (Jakarta, Bogor, Tangerang) Periode Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir Yonny Koesmaryono, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Sobri Effendy, M.Si selaku anggota pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada para pimpinan di lingkungan Badan Mete orologi Klimatologi dan Geofísika atas ijin yang diberikan mengikuti pendidikan Pasca Sarjana IPB, pimpinan dan staf di Balai Besar Wilayah II BMKG Ciputat yang telah membantu dalam pengumpulan data, teman satu angkatan Pasca Sarjana yang selalu memberi dukungan moril selama penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, istri dan anak-anakku atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juni 211 Kukuh Ribudiyanto xi

12 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Demak pada tanggal 21 Mei 197 oleh Ibu yang bernama Kasminah dan Ayah Waridjan. Penulis merupakan anak ke empat dari lima bersaudara. Menyelesaikan pendidikan dasar pada SDN 1 Mangunrejo Kecamatan Dempet Kabupaten Demak, pendidikan menengah pertama di SMPN 1 Godong Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan dan pendidikan menengah atas di STMN 2 Surakarta semuanya propinsi Jawa Tengah. Pendidikan diploma tiga melalui jalur ikatan dinas di Akademi Meteorologi dan Geofisika Jakarta pada tahun Diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil pada tahun 1995 di kantor Badan Meteorologi dan Geofisika Pusat di Jakarta hingga sekarang. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia Jurusan Geografi lulus pada tahun 22 Pada tahun 27 penulis diterima di Sekolah Pasca sarjana Institut Pertanian Bogor di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam pada program studi Klimatologi Terapan (KLI). Mengambil topik tesis dengan judul: Analisis Peningkatan Intensitas Cuaca Ekstrim Di JABOTA (Jakarta, Bogor, Tangerang) Periode dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir Yonny Koesmaryono, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Dr. Ir. Sobri Effendy, M.Si sebagai anggota pembimbing. xii

13 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... xii DAFTAR ISI... xiii DAFTAR TABEL...xv DAFTAR GAMBAR...xvi DAFTAR LAMPIRAN... xxii 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Neraca energi Urban Heat Island Suhu Awan Konvektif Presipitasi Ruang Terbuka Hijau Perubahan Ruang Terbuka Hijau Penyebab perubahan iklim menurut IPCC Perubahan Lingkungan Dan Perilaku Cuaca Dampak El Nino Terhadap Perubahan Iklim di Indonesia Cuaca Ekstrim BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Metodologi HASIL DAN PEMBAHASAN Perbandingan Suhu Udara Maksimum dan Minimum Musiman Pada Periode Tahun Dengan Periode Tahun Perbandingan Frekuensi Suhu Udara Di Atas 34 C Musiman Pada Periode Dengan Periode Tahun Perbandingan Jumlah Curah Hujan Musiman Pada Periode Dengan Periode Tahun xiii

14 4.4 Perbandingan Rata-rata Hari Hujan Musiman Pada Periode Dengan Periode Tahun Perbandingan Rata -Rata Frekuensi Hujan Di Atas 5 mm Musiman Pada Periode Dengan Periode Tahun Perbandingan Rata-rata Frekuensi Hari Petir Musiman Pada Periode Dengan Periode Tahun Hubungan Antara Kenaikan Suhu Udara Dengan Pengurangan Ruang Terbuka Hijau Perbandingan Rata-rata Suhu Udara Atas Bulanan Pada Periode Dengan Periode Tahun Analisis kejadian suhu maksimum pada tahun 23 sampai dengan tahun Analisis kejadian badai petir pada tahun 23 sampai dengan tahun KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran...82 DAFTAR PUSTAKA...83 xiv

15 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Keadaan curah hujan dan intensitas curah hujan... 8 Tabel 2.2 Dinamika Proporsi Penutupan Lahan Kawasan Jabodetabek... 9 Tabel 2.3 Dinamika Proporsi RTH Kawasan Jabodetabek... 9 Tabel 2.4 Dinamika Proporsi Ruang Terbangun Kawasan Jabodetabek... 1 xv

16 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1. Urban Heat Island (UHI) atau Pulau Panas Perkotaan...4 Gambar 2.2 Pembentukan awan konvektif...7 Gambar 2.3 Perubahan penutupan lahan di Jabodetabek tahun Gambar 2.4 Perubahan penutupan lahan di Jabodetabek tahun Gambar 2.5 Perubahan penutupan lahan di Jabodetabek tahun Gambar 2.6 Perubahan penutupan lahan di Jabodetabek tahun Gambar 2.7 Kenaikan Suhu Permukaan (T) seiring bertambahnya populasi penduduk Taipei...13 Gambar 2.8 Kenaikan Suhu Udara Atas (T) lebih besar di permukaan dibanding lapisan di atasnya antara periode ta hun dengan periode Gambar 2.9 a) Profil Kenaikan Suhu Permukaan (T) di Jakarta b) Grafik perbandingan suhu di BMG Jakarta, Halim P.K. dan Cengkareng...14 Gambar 2.1 a)osilasi selatan merupakan timbangan antara wilayah Indonesia dan Pasifik ekuator tumur b) Bagian dunia yang dipengaruhi ENSO...17 Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian...2 Gambar 4.1 Grafik perbandingan suhu maksimum dan minimum bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan tahun stasiun Cengkareng...28 Gambar 4.2 Grafik perbandingan suhu maksimum dan minimum bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan tahun stasiun Jakarta Gambar 4.3 Grafik perbandingan suhu maksimum dan minimum bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan tahun stasiun Tangerang...3 Gambar 4.4 Grafik perbandingan suhu maksimum dan minimum bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan tahun stasiun Tanjung Priok...3 Gambar 4.5 Grafik perbandingan suhu maksimum dan minimum bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan tahun stasiun Halim Perdanakusuma...31 Gambar 4.6 Grafik perbandingan suhu maksimum dan minimum bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan tahun stasiun Pondok Betung...32 xvi

17 Gambar 4.7 Grafik perbandingan suhu maksimum dan minimum bula nan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan tahun stasiun Curug...32 Gambar 4.8 Grafik perbandingan suhu maksimum dan minimum bulanan (a) dan musiman (b) antara perio de tahun dengan tahun stasiun Dermaga...33 Gambar 4.9 Grafik perbandingan suhu maksimum dan minimum bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan tahun stasiun Citeko...34 Gambar 4.1 Grafik selisih antara suhu maksimum dan minimum bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun Gambar 4.11 Grafik perbandingan frekuensi suhu udara di atas 34 C bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Cengkareng...36 Gambar 4.12 Grafik perbandingan frekuensi suhu udara di atas 34 C bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Jakarta Gambar 4.13 Grafik perbandingan frekuensi suhu udara di atas 34 C bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Tangerang...38 Gambar 4.14 Grafik perbandingan frekuensi suhu udara di atas 34 C bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Tanjung Priok...38 Gambar 4.15 Grafik perbandingan frekuensi suhu udara di atas 34 C bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Halim Perdanakusuma...39 Gambar 4.16 Grafik perbandingan frekuensi suhu udara di atas 34 C bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Pondok Betung...4 Gambar 4.17 Grafik perbandingan frekuensi suhu udara di atas 34 C bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Curug...4 Gambar 4.18 Grafik perbandingan frekuensi suhu udara di atas 34 C bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Demaga...41 Gambar 4.19 Grafik perbandingan jumlah curah hujan bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Cengkareng...42 xvii

18 Gambar 4.2 Grafik perbandingan jumlah curah hujan bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Jakarta Gambar 4.21 Grafik perbandingan jumlah curah hujan bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Tangerang...43 Gambar 4.22 Grafik perbandingan jumlah curah hujan bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Tanjung Priok...44 Gambar 4.23 Grafik perbandingan jumlah curah hujan bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Halim Perdanakusuma...45 Gambar 4.24 Grafik perbandingan jumlah curah hujan bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Pondok Betung...45 Gambar 4.25 Grafik perbandingan jumlah curah hujan bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Curug...46 Gambar 4.26 Grafik perbandingan jumlah curah hujan bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Dermaga...47 Gambar 4.27 Grafik perbandingan jumlah curah hujan bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Citeko...47 Gambar 4.28 Grafik perbandingan jumlah hari hujan bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Cengkareng...49 Gambar 4.29 Grafik perbandingan jumlah hari hujan bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Jakarta Gambar 4.3 Grafik perbandingan jumlah hari hujan bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Tangerang...5 Gambar 4.31 Grafik perbandingan jumlah hari hujan bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Tanjung Priok...51 Gambar 4.32 Grafik perbandingan jumlah hari hujan bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Halim Perdanakusuma...51 Gambar 4.33 Grafik perbandingan jumlah hari hujan bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Pondok Betung...52 xviii

19 Gambar 4.34 Grafik perbandingan jumlah hari hujan bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Curug...53 Gambar 4.35 Grafik perbandingan jumlah hari hujan bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Dermaga...53 Gambar 4.36 Grafik perbandingan jumlah hari hujan bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Citeko...54 Gambar 4.37 Grafik perbandingan frekuensi hujan di atas 5mm bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Cengkareng...55 Gambar 4.38 Grafik perbandingan frekuensi hujan di atas 5mm bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Jakarta Gambar 4.39 Grafik perbandingan frekuensi hujan di atas 5mm bulanan (a) dan musiman (b) antara periode ta hun dengan periode tahun stasiun Tangerang...57 Gambar 4.4 Grafik perbandingan frekuensi hujan di atas 5mm bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Tanjung Priok...57 Gambar 4.41 Grafik perbandingan frekuensi hujan di atas 5mm bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Halim Perdanakusuma...58 Gambar 4.42 Grafik perbandingan frekuensi hujan di atas 5mm bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Pondok Betung...59 Gambar 4.43 Grafik perbandingan frekuensi hujan di atas 5mm bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Curug...59 Gambar 4.44 Grafik perbandingan frekuensi hujan di atas 5mm bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Dermaga...6 Gambar 4.45 Grafik perbandingan frekuensi hujan di atas 5mm bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Citeko...61 Gambar 4.46 Grafik perbandingan frekuensi hari petir bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Cengkareng...62 Gambar 4.47 Grafik perbandingan frekuensi hari petir bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Jakarta xix

20 Gambar 4.48 Grafik perbandingan frekuensi hari petir bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Tanjung Priok...63 Gambar 4.49 Grafik perbandingan frekuensi hari pe tir bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Halim Perdanakusuma...64 Gambar 4.5 Grafik perbandingan frekuensi hari petir bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Dermaga...65 Gambar 4.51 Grafik perbandingan frekuensi hari petir bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Pondok Betung...65 Gambar 4.52 Grafik perbandingan frekuensi hari petir bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Curug...66 Gambar 4.53 Grafik antara kenaikan suhu dengan pengurangan lahan terbuka hijau pada kurun waktu tahun 25, 2, dan 1992 di wilayah Bogor...67 Gambar 4.54 Grafik antara kenaikan suhu dengan pengurangan lahan terbuka hijau pada kurun waktu tahun 25, 2, dan 1992 di wilayah Tangerang...67 Gambar 4.55 Grafik antara kenaikan suhu dengan pengurangan lahan terbuka hijau pada kurun waktu tahun 25, 2, dan 1992 di wilayah DKI Jakarta...68 Gambar 4.56 Grafik perbandinga n profil udara atas (lapisan permukaan hingga 5 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan Januari...69 Gambar 4.57 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 5 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan Pebruari...7 Gambar 4.58 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 5 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan Maret...7 Gambar 4.59 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 5 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan April...71 Gambar 4.6 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 5 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan Mei...71 Gambar 4.61 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 5 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan Juni...72 xx

21 Gambar 4.62 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 5 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan Juli...72 Gambar 4.63 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 5 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan Agustus...73 Gambar 4.64 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 5 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan September...73 Gambar 4.65 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 5 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan Oktober...74 Gambar 4.66 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 5 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan Nopember...74 Gambar 4.67 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 5 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan Desember...75 Gambar 4.68 Grafik waktu kejadian suhu maksimum Stasiun Meteorologi Curug periode tahun untuk bulan DJF (a), MAM (b), JJA (c) dan SON (d)...76 Gambar 4.69 Grafik waktu kejadian badai petir Stasiun Meteorologi Curug periode tahun untuk bulan DJF (a), MAM (b), JJA (c) dan SON (d)...79 xxi

22 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 2 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan Januari Lampiran 2 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 2 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan Pebruari Lampiran 3 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 2 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan Maret Lampiran 4 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 2 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan April Lampiran 5 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 2 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan Mei Lampiran 6 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 2 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan Juni Lampiran 7 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 2 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan Juli Lampiran 8 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 2 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan Agustus Lampiran 9 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 2 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan September Lampiran 1 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 2 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan Oktober Lampiran 11 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 2 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan Nopember... 9 Lampiran. 12 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 2 mb)antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan Desember... 9 Lampiran 13 Normal suhu udara maksimum wilayah Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat bulan Januari xxii

23 Lampiran 14 Normal suhu udara maksimum wilayah Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat bulan Pebruari Lampiran 15 Normal suhu udara maksimum wilayah Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat bulan Maret Lampiran 16 Normal suhu udara maksimum wilayah Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat bulan April Lampiran 17 Normal suhu udara maksimum wilayah Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat bulan Mei Lampiran 18 Normal suhu udara maksimum wilayah Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat bulan Juni Lampiran 19 Normal suhu udara maksimum wilayah Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat bulan Juli Lampiran 2 Normal suhu udara maksimum wilayah Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat bulan Agustus Lampiran 21 Normal suhu udara maksimum wilayah Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat bulan Septembe r Lampiran 22 Normal suhu udara maksimum wilayah Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat bulan Oktober Lampiran 23 Normal suhu udara maksimum wilayah Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat bulan Nopember Lampiran 24 Normal suhu udara maksimum wilayah Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat bulan Desember xxiii

24 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang IPCC (Intergovernmental Panel Climate Change) tahun 27 mempublikasikan penggunaan lahan terbuka hijau dan penggunaan bahan bakar fosil menjadi penyebab naiknya suhu udara. Kecenderungan temperatur global terbentuk dari pemanasan lokal dari Urban Heat Island (UHI). Climatic Research Unit (CRU) UK Met. dan IPCC menyatakan atmosfer mengalami pemanasan sebesar.6 sampai.8 derajat Celsius sejak era abad 19. Kenaikkan suhu sebesar 1,6 C di Sanjiang, China selama 3 tahun antara tahun akibat penggunaan lahan dengan berkurangnya lahan terbuka hijau (Wang et al. 25). Penelitian sama terjadi di kota Bandung dengan meningkatnya lahan pemukiman dari Ha di Tahun 1991 menjadi Ha di Tahun 21 menyebabkan kenaikan suhu udara pada kisaran 23 C 33 C. Hal ini mengindikasikan UHI yang terbentuk di pusat Kota Bandung semakin meluas ke daerah sekelilingnya dengan bertambahnya kisaran suhu tersebut (Hermawan, 25). Kenaikan suhu dan intensitas badai petir sebagai akibat pertumbuhan penduduk yang mempengaruhi perubahan ruang terbuka hijau terjadi di Taipei (Chen et al, 26). Hujan badai petir di musim panas sering terjadi di daerah gunung Kyushu Jepang pada pukul 13. hingga 15. LT. Rata-rata hujan badai petir lebih tinggi terjadi pada profil suhu udara atas di bawah 85 hpa dan menurunkan di atas 7 hpa (Kawano dan Watanabe, 25). Perubahan ruang terbuka hijau juga mempengaruhi kejadian cuaca ektrim diantaranya kejadian angin kencang atau puting beliung dan curah hujan yang sangat besar dalam waktu hitungan jam. Seperti yang dilangsir media massa telah terjadi angin kencang yang merusak, tanah longsor dan banjir di wilayah Indonesia akhir-akhir ini. Banjir lokal di sekitar Kelapa Gading dan Pulo Mas pada tanggal 18 Januari 29 yang mempunyai curah hujan di atas 2 mm/hari. Jakarta sebuah kota metropolitan dan Tangerang, Depok, Bogor yang merupakan daerah penyangga sangat pesat perkembangan pembangunan seiring dengan laju urbanisasi dan perkem bangan penduduk. Perubahan terhadap penggunaan lahan terbuka hijau juga tinggi. Penelitian mengenai peningkatan intensitas cuaca ekstrim belum banyak dilakukan. Kejadian di Taipei membuktikan adanya perubahan peningkatan intensitas

25 2 badai petir dan perubahan pola udara atas selang waktu lima tahunan seiring perubahan penggunaan lahan di wilayah tersebut. Untuk itu perlu adanya kajian yang mendalam sehingga penataan tata guna lahan tidak terlalu mengganggu lingkungan. 1.2 Tujuan Adapun tujuan penelitian ini adalah: Menganalisis kenaikan intensitas cuaca ekstrim baik curah hujan, suhu maksimum dan kejadian badai petir di Jabota (Jakarta, Bogor, Tangerang). Menganalisis pola kenaikan suhu sebagai akibat perubahan penutupan lahan di Jabota (Jakarta, Bogor, Tangerang).

26 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Neraca energi Radiasi Neto Energi yang sampai pada suatu permukaan harus sama dengan energi yang meninggalkan permukaan pada waktu yang sama, semua fluks energi harus dipertimbangkan ketika persamaan keseimbangan energi ditentukan (Allen, et al, 1998 diacu dalam Hermawan, 25). Persamaan dari Neraca Energi permukaan dapat dituliskan sebagai : di mana : 2 Rn = Radiasi Netto ( Wm ) 2 G = Fluks Pemanasan Tanah ( Wm ) 2 H = Fluks Pemanasan Udara ( Wm ) 2?E = Fluks Pemanasan Uap Air ( Wm ) Rn=G+H+?E...(1) Radiasi netto (Rn) merupakan selisih antara gelombang pendek matahari dan gelombang panjang yang datang ke permukaan dengan gelombang pendek dan gelombang panjang yang keluar (hilang). di mana : = RS RS + RL RL Rn...(2) 2 Rn = Radiasi netto ( Wm ) s 2 R = Radiasi pendek yang datang ( Wm ) s 2 R = Radiasi pendek yang keluar ( Wm ) L 2 R = Radiasi panjang yang datang ( Wm ) 2 R = Radiasi panjang yang keluar ( Wm ) L Energi radiasi gelombang pendek yang dipantulkan oleh suatu permukaan ( R S ), dapat diduga dari sensor satelit yang menerima kisaran panjang gekombang pendek. Pada citra satelit Landsat kisaran panjang gelombang pendek diterima oleh kanal visible (1,2 dan 3).

27 Albedo Albedo ( a ) merupakan suatu perbandinga n dari radiasi gelombang pendek yang dipantulkan oleh suatu permukaan dengan radiasi gelombang pendek yang datang pada permukaan tersebut. di mana : a = Albedo permukaan R α =...(3) R S S s 2 R = Radiasi pendek yang keluar ( Wm ) s 2 R = Radiasi pendek yang datang ( Wm ) 2.2 Urban Heat Island Urban Heat Island (UHI) atau Pulau Panas Perkotaan merupakan sebuah fenomena di mana suhu udara daerah perkotaan (urban ) yang padat bangunan, lebih tinggi 1-6 C dibandingkan daerah daerah sekitarnya daerah pinggiran/rural (Howard, diacu dalam Tursilowati 28). PULAU PANAS PERPERKOTAAN Desa Komersil Perumahan Perumahan Perumahan dalam kota daerah pinggir Daerah pinggir Pusat kota Taman Sumber: Howard (dalam Tursilowati 24) Gambar 2.1. Urban Heat Island (UHI) atau Pulau Panas Perkotaan Menurut Landsberg (1981), pulau panas ini disebabkan karena adanya perbedaan dalam pemakaian energi, penyerapan, penukaran bahang laten dan turbulen. Givoni (1989) menyatakan suhu yang tertinggi akan terdapat di pusat kota, dan akan menurun secara bertahap ke arah pinggir kota sampai ke desa. Hal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor berbeda yang tidak terikat satu sama lain sehingga menyebabkan pulau panas tersebut, antara lain ;

28 5 1. Perbedaan keseimbangan seluruh radiasi netto antara daerah perkotaan dengan daerah terbuka di sekitarnya. 2. Penyimpanan energi matahari pada gedung-gedung di kota selama siang hari dan dilepaskan pada malam hari. 3. Konsentrasi panas yang dihasilkan oleh aktivitas sepanjang tahun di kota (transportasi, industri dan sebagainya). 4. Evaporasi dari permukaan dan vegetasi yang lebih rendah di daerah kota dibandingkan dengan daerah desa yang permukaanya lebih terbuka. Pulau panas perkotaan terbentuk jika permukaan vegetasi digantikan oleh aspal dan beton untuk jalan, bangunan, dan struktur lain yang diperlukan untuk mengakomodasi pertumbuhan populasi manusia. Perubahan tersebut lebih banyak menyerap panas matahari dan juga lebih banyak memantulkannya, sehingga menyebabkan temperatur permukaan dan suhu lingkungan naik. (Wypych, et al., 23 diacu dalam Hermawan, 25) mengungkapkan bahwa perubahan penutupan lahan di wilayah perkotaan mempengaruhi jumlah transfer panas (heat flux) dan jumlah energi radiasi yang dipantulkan dan energi radiasi yang diterima oleh suatu permukaan (neraca energi), penerimaan air di permukaan (neraca air) dan kesehatan terhadap manusia. Salah satu yang menyebabkan peningkatan suhu udara adalah transfer energi panas (heat flux). Dalam wilaya h perkotaan transfer panas ini, selain dipengaruhi oleh suhu permukaan juga dipengaruhi oleh adanya efek gedung yang tinggi, transfer panas dari transportasi dan transfer panas dari daerah industri. 2.3 Suhu Fluktuasi Suhu Harian Fluktuasi suhu harian sebagai akibat adanya neraca antara radiasi matahari yang diterima dan yang dilepaskan oleh Bumi. Sejak matahari terbit sampai kira-kira satu atau dua jam setelah tengah hari jumlah energi yang diterima oleh bumi lebih besar daripada yang hilang. Oleh karena itu, kurva suhu terus-menerus naik. Sebaliknya kira-kira pukul 13. sampai matahari terbit jumlah energi yang dilepaskan bumi lebih besar daripada yang diterima. Oleh karena itu, kurva temperatur harian turun. Perlu diingat temperatur maksimum selama sehari tidak bertepatan insolasi maksimum. Ketidaktepatan ini terjadi karena temperatur terus naik selama radiasi yang diterima bumi lebih besar daripada yang hilang. Kenyataannya

29 6 meskipun penerimaan energi matahari setelah tengah hari berkurang tetapi masih lebih besar daripada yang hilang. Penerimaan lebih kecil daripada yang hilang baru terjadi kira-kira pukul 13.. Kadang-kadang hubungan antara naik-turunnya temperatur dengan isolasi itu kurang nampak. Hal ini karena beberapa faktor yang berpengaruh. Misalnya saja adanya awan yang menyebabkan gangguan terhadap radiasi yang diterima dan hilang dari permukaan bumi. Fluktuasi Temperatur Tahunan Fluktuasi temperatur tahunan berubah-rubah dari tempat yang satu ke tempat yang lain. Fluktuasi tersebut berhubungan erat dengan lintang bumi. Di katulistiwa fluktuasi ini kecil dan makin jauh dari katulistiwa makin besar untuk mempermudah pengertian fluktuasi temperatur ini, dapat dibedakan menjadi tiga pola fluktuasi: 1. Pola katulistiwa Pola katulistiwa ini fluktuasi temperatur tahunan kecil. Lebih kecil daripada fluktuasi temperatur harian. Pola katulistiwa ini mempunyai dua maksimum dan dua minimum yang terjadi berturut-turut pada saat matahari berada di daerah itu dan pada saat berada di garis balik 2. Pola daerah sedang Dalam pola ini menunjukkan fluktuasi temperatur yang besar. Fluktuasi ini akan diperbesar jika suatu daerah terletak di tengah benua, dan akan lebih kecil jika berdekatan dengan laut. Fluktuasi tahunan untuk pola sedang ini lebih besar daripada fluktuasi harian, untuk pola ini hanya ada satu maksimum dan satu minimum. 3. Pola daerah kutub Pola ini menunjukkan fluktuasi sangat besar. Dalam hal ini besarnya juga tergantung pada letaknya. Di tengah benua atau di dekat laut. Pola ini hanya mempunyai satu maksimum dan satu minimum. BMKG pada tahun 29 menerbitkan Atlas Normal Iklim Di Indonesia Periode meliputi Suhu Udara Maksimum, Suhu Udara Minimum dan Suhu Udara Maksimum Absolut. Wilayah Jabodetabek mempunyai normal suhu udara maksimum berkisar antara C. Distribusi suhu udara maksimum bervariasi dimana suhu udara maksimum terendah terjadi disekitar wilayah Bogor yang

30 7 mempunyai dataran lebih tinggi dan suhu udara maksimum terbesar di wilayah Jakarta, Tangerang dan Bekasi. 2.4 Awan Konvektif Awan konvektif jenis cumulus sering dijumpai di Indonesia. Beberapa jenis awan ini tumbuh menjadi badai petir yang dapat menyebabkan petir dan kilat. Badai petir konvektif disebabkan oleh pemanasan permukaan akibat radiasi matahari. Badai ini ditandai oleh pertumbuhan vertikal yang cepat dan dapat menghasilkan hujan lebat lokal (shower), kadang-kadang menghasilkan hujan es. Indonesia merupakan benua maritim yang menerima radiasi matahari dalam jumlah besar, dan melepaskan panas laten kondensasi dalam jumlah yang besar pada saat pembentukan awan cumulus atau awan petir (Cumulonimbus). Proses yang menyebabkan formasi awan konvektif adalah konveksi gaya apung yang menyatakan konversi energi potensial menjadi energi kinetik (Tjasyono, 28) Gambar 2.2 Pembentukan awan konvektif 2.5 Presipitasi Presipitasi adalah nama umum dari uap yang mengkondensasi dan jatuh ke tanah dalam rangkaian proses siklus hidrologi, jumlah presipitasi selalu dinyatakan dalam (mm). Derajat curah hujan biasanya dinyatakan oleh jumlah curah hujan dalam suatu satuan waktu dan disebut intensitas curah hujan. Biasanya satuan yang digunakan adalah mm/jam. Jadi intensitas curah hujan berarti jumlah presipitasi/curah hujan dalam waktu relatif singkat, biasanya dalam waktu 2 jam (Takeda, 1976).

31 8 Tabel 2.1 Keadaan curah hujan dan intensitas curah hujan Keadaan curah hujan Intensitas curah hujan (mm) 1 jam 24 jam Hujan sangat ringan Hujan ringan Hujan sedang Hujan lebat Hujan sangat lebat < >2 Sumber: Takeda (1976) < >1 2.6 Ruang Terbuka Hijau Dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 27 tantang Penataan Ruang, yang dimaksud Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka untuk tumbuh tanaman baik yang tumbuh secara alami maupun yang sengaja ditanam. Peranan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan sangat besar yaitu sebagai penyumbang ruang bernafas, keindahan visual, sebagai paru-paru kota, sumber air dalam tanah, mencegah erosi, keindahan dan kehidupan satwa, dan sebagai unsur pendidikan (Simons diacu dalam Agrissantika 27). Keberadaan RTH di perkotaan juga memiliki pengaruh dalam meningkatkan kualitas suhu udara, dalam hal ini menurunkan suhu udara akibat efek rumah kaca yang mengakibatkan suhu udara naik, dimana terjadi pemanasan permukaan bumi oleh radiasi matahari yang sebagian diserap oleh atmosfer yang mengandung molekul CO2 dan sebagian lagi dipantulkan kembali ke Bumi sehingga menyebabkan naiknya suhu permukaan bumi secara global Tanaman sebagai elemen utama RTH, mempunyai peran yang sangat pentingdalam kelangsungan hidup dari makluk hidup di dunia dan membantu mengurangi pengaruh dari efek rumah kaca di permukaan Bumi, dimana tanaman mengalami proses kimia yang penting bagi lingkungan sekitarnya (Prawinata et al, 1995 diacu dalam Agrissantika 27) 2.7 Perubahan Ruang Terbuka Hijau Berkurangnya Ruang Terbuka Hijau di Jabodetabek sangat mencolok sejak Tahun 1991 hingga 24 seperti penelitian Effendy (27) akibat penggunaan lahan menjadi permukiman dan fasilitas lainnya. Terpantau tahun 1991 sebesar 61%, pada

32 9 tahun 1997 turun sebesar 4% menjadi 57% dan pada tahun 24 kembali berkurang menjadi 5%. Dan bertambahnya Ruang Terbangun (RTB) di wilayah Jabodetabek yang diwakili pada Gambar 2. 3 yang merupakan perkembangan RTB pada tahun 1983, 1992, 2 dan tahun 25. Dan pada Tabel 2. 2 menunjukkan dinamika proporsi penutupan lahan kawasan Jabodetabek, dimana Ruang Terbangun meningkat dari 2% ditahun 1972 hingga 29% ditahun 25 dan RTH menurun dari 74% ditahun 1972 menjadi 63% ditahun 25. Lebih rinci dinamika proporsi RTH kawasan Jabodetabek setiap wilayah administrasi ditunjukkan pada Tabel Tabel 2.2 Dinamika Proporsi Penutupan Lahan Kawasan Jabodetabek Proporsi Penutupan Lahan Kelas Penutupan Lahan Ruang Terbangun 2% 9% 11% 23% 29% RTH 74% 73% 75% 62% 63% Ladang/upland/bareland 23% 17% 11% 13% 6% Badan Air % % % % 1% Tambak 1% 2% 2% 2% 2% Sumber: Agrissantika (27) Tabel 2.3 Dinamika Proporsi RTH Kawasan Jabodetabek Proporsi Ruang Terbuka Hijau KABUPATEN / KOTA Kab. Bogor 96% 95% 93% 82% 84% Kota Bogor 92% 87% 71% 49% 43% Kab. Bekasi 53% 49% 66% 57% 61% Kota Bekasi 72% 7% 64% 4% 32% Kota Depok 84% 9% 88% 65% 49% Kab. Tangerang 55% 69% 73% 54% 59% Kota Tangerang 54% 44% 46% 27% 21% DKI Jakarta 51% 31% 28% 16% 11% Sumber: Analisa Citra Lansat TM, Agrissantika (27)

33 1 Tabel 2. 4 Dinamika Proporsi Ruang Terbangun Kawasan Jabodetabek Proporsi Ruang Terbangun KABUPATEN / KOTA Kab. Bogor % 1% 2% 1% 12% Kota Bogor 3% 11% 26% 49% 55% Kab. Bekasi % 8% 2% 11% 11% Kota Bekasi 1% 13% 24% 55% 65% Kota Depok % 3% 1% 34% 49% Kab. Tangerang % 6% 6% 21% 28% Kota Tanger ang 3% 16% 36% 64% 74% DKI Jakarta 2% 5% 64% 8% 86% Sumber: Analisa Citra Lansat TM, Agrissantika (27) Stasiun Meteorologi Sumber: Agrissantika 27 Gambar 2.3 Perubahan penutupan lahan di Jabodetabek tahun 1983

34 11 Stasiun Meteorologi Sumber: Agrissantika 27 Gambar 2.4 Perubahan penutupan lahan di Jabodetabek tahun 1992 Stasiun Meteorologi Sumber: Agrissantika 27 Gambar 2.5 Perubahan penutupan lahan di Jabodetabek tahun 2

35 12 Stasiun Meteorologi Sumber: Agrissantika 27 Gambar 2.6 Perubahan penutupan lahan di Jabodetabek tahun Penyebab perubahan iklim menurut IPCC IPCC (21) menyatakan : jika kita ingin mengerti, mendeteksi dan akhirnya memprediksi pengaruh manusia terhadap iklim, kita harus mengerti system yang menentukan iklim bumi dan proses yang memicu perubahan iklim. Iklim bumi secara keseluruhan bergantung pada faktor -faktor yang mempengaruhi keseimbangan radiasi, misalnya, komposisi atmosfer, radiasi matahari dan erupsi gunung api. Juga ditekankan bahwa iklim ditentukan oleh sirkulasi atmosfer dan interaksinya dengan arus laut skala besar, dan karakteristik daratan seperti albedo, vegetasi dan kelembapan tanah. Perubahan iklim sangat dikendalikan oleh aktivitas manusia. Hampir sebagian besar perhatian tertuju pada identifikasi pengaruh manusia pada perubahan iklim. Pengaruh manusia ini meliputi pembakaran bahan bakar, pembakaran biomassa, dan produksi gas-gas rumah kaca dan aerosol yang berdampak pada gaya radiasi. Perubahan tata guna lahan (pertanian, irigasi, pembukaan hutan, dan reforestasi) mempengaruhi property fisika dan biologi dari permukaan bumi, dan perkembangan kota-kota besar memicu pembentukan heat island dengan dampak yang sangat lokal.

36 13 Uap air ada lah gas rumah kaca yang terkuat, uap air adalah pusat iklim, variabilitasnya dan perubahannya. Jangan lupa juga bahwa variasi konsentrasi uap air tidak hanya bergantung pada peningkatan CO2, bisa juga bergantung pada banyak faktor, khususnya dinamika transfer (yang tidak disebutkan) Leroux M. (25). 2.9 Perubahan Lingkungan Dan Perilaku Cuaca Meningkatnya populasi penduduk di Taipei setiap tahunnya merubah ruang terbuka hijau menjadi berkurang sehingga kenaikan suhu permukaan kota tersebut tidak bisa dielakkan sejak tahun 196 hingga 25 seperti terlihat pada Gambar 3. serta mempengaruhi perilaku cuaca dengan peningkatan kejadian Thunderstorm dan juga perubahan profil suhu udara keatas menjadi meningkat. Sumber: Chen. et al 27 Gambar 2.7 Kenaikan Suhu Permukaan (T) seiring bertambahnya populasi penduduk Taipei

37 14 Sumber: Chen. et al 27 Gambar 2.8 Kenaikan Suhu Udara Atas (T) lebih besar di permukaan dibanding lapisan di atasnya antara periode tahun dengan periode Berkembangnya wilayah Jakarta dan sekitarnya mempunyai andil yang sangat besar berkurangnya ruang terbuka hijau sehingga dalam penelitia nnya Mas at tahun 28 menunjukan menaikan suhu rata-rata tahunan. Dalam 23 tahun terakhir secara rata-rata suhu udara di perkotaan mengalami laju kenaikan sebesar.17 C. Suhu perkotaan lebih besar kenaikannya dari pada di wilayah pinggiran (Cengkareng da n Halim Perdana Kusuma) yaitu sebesar ±.8 C. Sumber: Mas at A. 28 a) b) Gambar 2.9 a) Profil Kenaikan Suhu Permukaan (T) di Jakarta b) Grafik perbandingan suhu di BMG Jakarta, Halim P.K. dan Cengkareng

38 Dampak El Nino Terhadap Perubahan Iklim di Indonesia Dalam tulisannya Mulyono dan Nicholls (22) EI Nino dari bahasa Spanyol yang artinya anak laki-laki' - karena dekat dengan perayaan natal bagi umat kristen di bulan Desember setiap tahun, perairan lepas pantai Peru agak menghangat. Ketika, setiap tiga hingga enam tahun, perairan tersebut menjadi hangat tidak seperti biasanya, EI Nino memberikan dua pertanda kepada penduduk disekitarnya; yaitu, turunnya hujan di daerah yang biasanya merupakan daerah agak gersang/kering sehingga menimbulkan kebanjiran yang meluas dan sangat menurunnya hasil tangkapan ikan anchovy. Air laut dalam yang naik kepermukaan (upwelling) yang kaya nutrisi merupakan makanan bagi populasi ikan; dan ketika upwelling terhenti mengakibatkan ikan-ikan mati. EI Nino sekarang merupakan sebagai istilah yang dipergunakan lebih luas dalam kaitannya dengan penghangatan suhu muka lautyangtidak wajar yang berakibat pada cuaca. EI Nino sering dipasangkan dengan 'Southern Oscillation/Osilasi Selatan' dengan singkatan ENSO. La Nina sekarang lebih terkenal untuk menyebut lawannya El Nino yang terjadi pada saat perairan di Pasifik bagian timur dingin secara tidak wajar. Episodaepisoda La Nina diasosiasikan dengan curah hujan yang lebih banyak di Indonesia bagian timur dan kemar au berkepanjangan di Peru. Sebagai indikator lemah kuatnya El Nino dilihat dari Indek Osilasi Selatan. Dimana Osilasi Selatan merupakan suatu 'sistim timbangan' tekanan udara antara wilayah Pasifik ekuator bagian timur dan wilayah Indonesia; yaitu, ketika tekanan udara permukaan di salah satu wilayah tersebut tinggi secara tidak wajar biasanya akan diimbangi dengan tekanan udara permukaan yang rendah secara tidak wajar di wilayah satunya. Osilasi tekanan udara yang bergerak lamban dan berskala besar ini mempengaruhi curah hujan di wilayah Indonesia bagian timur yang secara umum dipengaruhi oleh monsun austral. Namun demikian pengaruhnya akan dapat berbedabeda di suatu kepulauan dan pada waktu yang berbeda. Osilasi ini juga mempengaruhi bagian dunia lainnya (lihat Gambar 4). Secara umum, Osilasi Selatan dapat menyebabkan kekeringan di Indonesia, Aus tralia, India

39 16 dan beberapa bagian Afrika dan pada saat yang bersamaan menyebabkan banjir di Amerika Utara dan Selatan dan dikepulauan-keulauan Pasifik Tengah. Osilasi Selatan Timbul sebagai akibat dari hasil interaksi antara lautan dan atmosfer diwilayah Pasifik ekuator. Setiap kejadian El Nino tidak berdampak langsung terhadap wilayah Indonesia. Suhu perairan wilayah Indonesia berfungsi sebagai pengendali dari kekuatan El Ñino dalam menarik massa uap air dari wilayah Indonesia. Ketika El Nino aktif dan suhu muka laut diwilayah Indonesia masih hangat pengaruh berkurangnya curah hujan tidak besar. Dan sebaliknya ketika El Nino aktif di dukung suhu muka laut wilaya h perairan Indonesia dingin dampak kekeringan di Indonesia sangat besar seperti pada Tabel 2.5 dampak El Nino yang sangat kuat pada tahun 1997 dimana suhu muka laut di Pasifik Tengah cukup hangat (anomalinya +2,7-3,2 C) dan suhu muka laut di wilayah Indonesia dingin (anomalinya -,2 C) Tabel Kejadian El Nino dalam kurun waktu Sumber: BMKG (29)

40 17 a) b) Sumber: Mulyono dan Nicholls (22) Gambar 2. 1 a)osilasi selatan merupakan timbangan antara wilayah Indonesia dan Pasifik ekuator tumur b) Bagian dunia yang dipengaruhi ENSO 2.11 Cuaca Ekstrim Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika dalam Peraturan KBMKG Nomor: Kep. 9 Tahun 21 tentang Prosedur Standar Operasional Pelaksanaan Peringatan Dini, Pelaporan, Dan Diseminasi Inf ormasi Cuaca Ekstrim. Menetukan unsur-unsur cuaca yang dianggap ekstrim kejadian cuaca yang tidak normal, tidak lazim yang dapat mengakibatkan kerugian terutama keselamatan jiwa dan harta antara lain: Angin Kencang adalah angin dengan kecepatan diatas 25 (dua puluh lima) knots atau 45 (empat puluh lima) km/jam. Angin Puting Beliung adalah angin kencang yang berputar yang keluar dari awan Cumulonimbus dengan kecepatan lebih dari 34,8 (tiga puluh empat koma delapan) knots atau 64,4 (enam puluh empat koma empat) kilometer (km)/jam dan terjadi dalam waktu singkat. Hujan Lebat adalah hujan dengan intensitas paling rendah 5 (lima puluh) milimeter (mm)/24 (dua puluh empat) jam dan/atau 2 (dua puluh) milimeter (mm)/jam. Hujan es adalah hujan yang berbentuk but iran es yang mempunyai garis tengah paling rendah 5 (lima) milimeter (mm) dan berasal dari awan Cumulonimbus.

41 18 Jarak Pandang Mendatar Ekstrim adalah jarak pandang mendatar kurang dari 1 (seribu) meter. Suhu Udara Ekstrim adalah kondisi suhu udara yang mencapai 3º C (tiga drajat celcius) atau lebih di atas nilai normal setempat. Siklon tropis adalah sistem tekanan rendah dengan angin berputar siklonik yang terbentuk di lautan wilayah tropis dengan kecepatan angin minimal 34,8 (tiga puluh empat koma delapan) knots atau 64,4 (enam puluh empat koma empat) kilometer (km)/jam disekitar pusat pusaran. Angin Puting Beliung di Lautan yang selanjutnya disebut Waterspout adalah angin kencang yang berputar yang keluar dari awan Cumulonimbus dengan kecepatan lebih dari 34,8 (tiga puluh empat koma delapan) knots atau 64,4 (enam puluh empat koma empat) kilometer (km)/jam dan terjadi di laut dalam waktu singkat. Gelombang Laut Ekstrem adalah gelombang laut signifikan dengan ketinggian lebih besar dari atau sama dengan (=) 2 (dua) meter. Gelombang Pasang (storm surge) adalah kenaikan permukaan air laut diatas normal akibat pengaruh angin kencang dan/atau penurunan tekanan atmosfer.

42 19 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Te mpat Penelitian Waktu penelitian tahun , tempat di Badan Meteorologi Klimatotologi dan Geofisika) BMKG dan Laboratorium Meteorologi dan Pencemaran Udara Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA IPB. 3.2 Bahan dan Alat Penelitian Wilayah penelitian di Jakarta, Bogor, dan Tangerang yang terletak di koordinat BT dan LS Bahan yang digunakan adalah data sekunder antara lain: Data bersumber dari BMKG, yaitu data harian curah hujan, suhu udara dan cuaca khusus (FKLIM 71) stasiun meteorologi sekitar Jabodetabek tahun , data udara atas stasiun meteorologi Cengkareng periode tahu dan data setiap jam suhu udara dan cuaca khusus dari BMG tahun Data perubahan Ruang Terbuka Hijau dalam persen tahun 1983,1992, 2 dan 25 ( Agrissantika, 27) Komputer Alat yang digunakan adalah: Software: Microsoft Exel 3.3 Metodologi Pengolahan data Pengolahan data cuaca dengan cara membuat dua periode tahun dengan tahun Periode kedua tahun 1997 merupakan tahun kejadian El Nino yang sangat kuat dan berdampak kekeringan di Indonesia. Periode kedua diasumsikan mewakili perubahan kondisi cuaca di wilayah penelitian. Kedua periode tersebut dikelompokkan berdasarkan bulanan dan musim. Musim hujan diwakili bulan Desember, Januari dan Februari yang kemudian disebut DJF. Musim transisi pertama diwakili bulan Maret, April dan Mei yang kemudian disebut MAM. Musim kemarau diwakili bulan Juni, Juli dan Agustus yang kemudian disebut JJA. Musim transisi kedua diwakili bulan September, Oktober dan Nopember kemudian disebut SON.

43 2 DATA FKLIM 71 (TH ) DUA PERIODE THN THN SUHU (T) CURAH HUJAN (CH) BADAI PETIR (TS) T MAKS T MIN T >34 C JUMLAH HUJAN HARI HUJAN CH > 5 mm POLA PERBANDINGAN T MAKS, T MIN, T >34 C POLA PERBANDINGAN CURAH HUJAN, HARI HUJAN & HUJAN > 5MM POLA PERBANDINGAN BADAI PETIR Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian Unsur-unsur meteorologi yang di analisis antara lain: Suhu Udara Maksimum Merata-rata suhu maksimum musiman dan di buat dalam dua periode. Dimana: n b n t T T T mxbi = 1 Tmx...(4) n b i 1 mxb i = T...(5) (' 8 '96) mxbi nt i 1 mx = T...(6) B(' 97 '8) i mxbi nt i = jumlah data harian dalam sebulan = jumlah data musiman selama lima tahunan

44 21 T mx = Suhu udara maksimum harian i = bulan (1,2,3,...,12) T = Rata-rata suhu udara maksimum musiman mxbi T mxb 8 '96 ) i (' = Rata-rata suhu udara maksimum musiman tahun T mxb 97 '8 ) i (' = Rata-rata suhu udara maksimum musiman tahun Suhu Udara Minimum Merata-rata suhu minimum musiman dan di buat dalam dua periode. Dimana: n b n t T T T mnbi = 1 Tmn...(7) n b i 1 mnb i = T...(8) (' 8 '96) mnbi nt i 1 mnb i = T...(9) (' 97 '8) mnbi nt i = jumlah data harian dalam sebulan = jumlah data musiman selama lima tahunan T mn = Suhu udara minimum harian i = bulan (1,2,3,...,12) T = Rata-rata suhu udara minimum musiman mnbi T mnb 8 '96 ) i (' = Rata-rata suhu udara minimum musiman tahun T mnb 97 '8 ) i (' = Rata-rata suhu udara minimum musiman tahun Suhu Udara Ekstrim Inventarisasi data suhu udara selama 28 tahun dan memilah data suhu udara yang mempunyai kreteria suhu udara di atas 34 C. T T T T = T 34 C...(1) x n Bi = T...(11) i = x T B(' 8 '96) i Bi...(12) i B i = T...(13) (' 97 '8) Bi i

45 22 Dimana: T n = Suhu udara harian T x = Suhu udara sama atau di atas 34 C i = bulan (1,2,3,...,12) T Bi T B 8 '96) i = Jumlah suhu udara musiman yang mempunyai nilai suhu udara sama atau di atas 34 C (' = Jumlah suhu udara musiman mempunyai nilai suhu udara sama atau T B 97 '8) i di atas 34 C tahun (' = Jumlah suhu udara musiman mempunyai nilai suhu udara sama atau Jumlah Curah Hujan dua periode. di atas 34 C tahun Inventarisasi data hujan selama 28 tahun dan menjumlah data hujan musiman Dimana: R n R R R Ji = R...(14) i n J i = R...(15) (' 8 '96) Ji i = J i R...(16) (' 97 '8) ji i = curah hujan harian i = bulan (1,2,3,...,12) R Ji R J 8 '96) i = Jumlah curah hujan musiman (' =Jumlah curah hujan musiman tahun R J 97 '8) i (' =Jumlah curah hujan musiman tahun Jumlah Hari Hujan Inventarisasi data hujan selama 28 tahun dan memilah data hari hujan musiman dijadikan rata-rata hari hujan musiman dua periode. R Ni = 1 Rn...(17) n b i

46 23 R 1 N i = R...(18) (' 8 '96) Ni nt i Dimana: n b n t R n R 1 N = R...(19) (' 97 '8) i N i nt i = jumlah data harian dalam sebulan = jumlah data musiman selama lima tahunan = Curah hujan harian i = bulan (1,2,3,...,12) R Ni R N 8 '96) i = Rata-rata hari hujan musiman (' = Rata-rata hari hujan musiman tahun R N 97 '8) i (' = Rata-rata hari hujan musiman tahun Curah Hujan Di atas 5 mm Inventarisasi data hujan selama 28 tahun dan memilah data hujan yang mempunyai kreteria hujan lebat dan sangat lebat. Dimana: R n Rx = Rn 5mm...(2) R R R Bi = R...(21) i x = B i R...(22) (' 8 '96) Bi i = R B(' 97 '8) i Bi...(23) i = curah hujan harian R x = curah hujan sama atau di atas 5 mm i = bulan (1,2,3,...,12) R Bi = Jumlah curah hujan musiman yang mempunyai nilai curah hujan R B 8 '96) i sama atau di atas 5 mm (' =Jumlah curah hujan musiman mempunyai nilai curah hujan sama atau di atas 5 mm tahun

47 24 R B 97 '8) i (' =Jumlah curah hujan musiman mempunyai nilai curah hujan sama atau di atas 5 mm tahun Badai Petir atau Hari Petir Melakukan inventarisasi data cuaca khusus dan menghitung intensitas musiman kejadian cuaca khusus antara lain TS (Thunder Storm/badai petir), dan RA TS (Rain Thunder Storm atau hujan disertai kilat/petir) yang mempunyai arti kondisi cuaca pada hari tersebut terjadi badai petir baik terjadi hujan maupun tidak. Dimana: TS n TS TS TS Bi = TS...(24) i = n TS B(' 8 '96) i Bi...(25) i B i = TS...(26) (' 97 '8) Bi i = Kejadian badai petir harian i = bulan (1,2,3,...,12) TS Bi = Jumlah kejadian badai petir musiman TS B(' 8 '96) i = Jumlah kejadian badai petir musiman tahun TS ) B(' 97 '8 i = Jumlah kejadian badai petir musiman tahun Badai Petir atau Hari Petir Teknik korelasi untuk mencari hubungan antara dua variabel antara ruang terbuka hijau dengan kenaikan suhu menggunakan rumus seperti dibawah apabila data kedua variabel berbentuk interval atau rasio, dan sumber data dari dua varuabel atau lebih tersebut sama (Sugiyono, 29) r xy = xy x 2 y 2 Suhu Udara Atas (Upper Air Temperature)..( 27) Merata -rata suhu udara atas musiman dan di buat dalam dua periode. T T a Bi = 1 Ta...(28) n b i 1 a B i = Ta...(29) (' 8 '96) Bi nt i

48 25 Dimana: n b n t T a T 1 a B i = Ta...(3) (' 97 '8) Bi nt i = jumlah data harian dalam sebulan = jumlah data musiman selama lima tahunan = Suhu udara atas harian i = bulan (1,2,3,...,12) T a = Rata-rata suhu udara atas musiman Bi T a B 8 '96 ) i (' = Rata-rata Suhu udara atas musiman tahun T a B 97 '8 ) i (' = Rata-rata Suhu udara atas musiman tahun Kejadian Suhu Udara Maksimum Infentarisasi suhu maksimum harian dan menjumlah suhu maksimum musiman pada jam-jam yang sama. Dimana: T =...(31) B ln T max i T max = Suhu udara maksimum i = jam (1,2,3,...,24) T = Frekuensi suhu udara maksimum musiman pada jam ke-i Bln Kejadian badai petir Infentarisasi badai pe tir harian dan menjumlah badai petir musiman pada jamjam yang sama. TS B ln = TS...(32) Dimana: TS i = Suhu udara maksimum i = jam (1,2,3,...,24) TS = Frekuensi suhu udara maksimum musiman pada jam ke-i Bln

49 Analisis. a. Membuat grafik suhu udara musiman antara suhu udara minimum dengan suhu udara maksimum. b. Analisis musiman rentang nilai antara suhu udara minimum dan suhu udara maksimum. c. Membuat grafik intensitas curah hujan ekstrim (lebat dan sangat lebat) musiman d. Membuaat grafik intensitas suhu udara di atas 34 C musiman. e. Membuat grafik intensitas kejadian badai petir musiman. f. Analisis hubungan antara perubahan Ruang Terbuka Hijau dengan kenaikan suhu tahunan. g. Membuat grafik udara atas (Aerologi) musiman. h. Analisis waktu kejadian suhu maksimum i. Analisis waktu kejadian badai petir Luaran hasil analisis Luaran hasil analisis per upa: a. Pola perkembangan suhu udara dan intensitas suhu ekstrim bulanan dan musiman. b. Pola bulanan dan musiman rentang nilai antara suhu udara minimum dengan suhu udara maksimum. c. Pola perkembangan curah hujan dan intensitas kejadian hujan ekstrim bulanan dan musiman. d. Pola perkembangan intensitas kejadian badai petir bulanan dan musiman e. Perubahan pola udara atas. f. Waktu kejadian suhu maksimum g. Waktu kejadian badai petir

50 27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perbandingan Suhu Udara Maksimum dan Minimum Bulanan dan Musiman Pada Periode Tahun Dengan Periode Tahun Dinamika atmosfer setiap musim akan berbeda khususnya suhu udara. Besaran energi dari matahari yang diterima permukaan bumi mempengaruhi naik turunya suhu udara. Faktor Utama yang mempengaruhi naik turunya suhu udara adalah sudut pancaran matahari terhadap bumi yang dipengaruhi pergerakan semu matahari. Faktor lain yang mepengarui kenaikan suhu udara pada waktu yang sama adalah perubahan albedo energi di suatu tempat. Hasil analisis dua periode suhu udara maksimum dan minimum terlihat pada Gambar 4. 1 hingga Gambar 4. 9 menunjukan bahwa pada periode kedua sebagian besar stasiun pengamatan mengalami kenaikan diantaranya stasiun meteorologi Citeko, Cengkareng, Tangerang, Darmaga, Halim Perdanakusuma, Ja karta 745 dan Pondok Betung. Kenaikan terbesar terjadi di stasiun meteorologi Pondok Betung sebesar hingga 1.4 C. Gambar 4. 7 menunjukan stasiun Curug relatif sama pada musim DJF dan cenderung turun pada musim JJA dan kedua musim transisi sekitar C. Bila dilihat dari Tabel 2.3 hal ini disebabkan kenaikan ruang terbuka hijau. Tahun 2 besarnya ruang terbuka hijau sekitar 54% dan pada tahun 25 naik sekitar 59%. Hal ini radiasi yang sampai permukaan sekitar Curug akan di serap dahulu oleh tanaman sehingga albedo yang terjadi lebih besar pada periode pertama. Berbeda dengan stasiun meteorologi Tanjung Priok hanya pada musim JJA yang mengalami penurunan sebesar.1 C. Walaupun tidak signifikan dilihat pada Gambar 2.3, Gambar 2.4, Gambar 2.5 dan Gambar 2.6 Tanjung Priok merupakan daerah terbangun dari tahun 1983 hingga tahun 25 dan juga pengaruh global yaitu El Nino (lihat Tabel 2.5) sehingga terjadi musim kemarau panjang. Kemarau panjang menyebabkan penyerapan dan pelepasan energi lebih cepat sehingga akan cepat panas pada siang hari karena tutupan awan sangat sedikit dan lebih cepat dingin pada dini hari. Penurunan suhu udara dipengaruhi juga oleh dan kondisi lokal yaitu lautan karena stasiun pengamatan Tanjung Priok terletak dekat pantai. Perbandingan dua periode suhu udara minimum hampir seluruh stasiun pengamatan mengalami kenaikan suhu udara minimum antara lain stasiun

51 28 meteorologi Cengkareng, Tangerang, Darmaga, Halim Perdanakusuma, Jakarta 745 dan Pondok Betung. Kenaikan terbesar terjadi di stasiun meteorologi Halim Perdanakusuma sebesar hingga 1.1 C. Stasiun meteorologi Citeko mengalami kenaikan yang tidak signifikan di musim DJF sebesar.1 C dan musim transisi MAM sebesar.2 C akan tetapi terjadi penurunan suhu udara minimum sebesar.1 C. Dilihat dari peta perubahan penutupan lahan letak stasiun Citeko di wilayah ruang terbuka hijau yang permanen dari tahun 1983 sampai dengan 25 dan juga di pengaruhi kondisi global El Nino dan lokal ketinggian SUHU ( C) JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOP DES MAKS (8-96) MAKS (97-8) MIN (8-96) MIN (97-8) a) SUHU ( C) DJF MAM JJA SON MUSIM MAKS (TH '8-'96) MAKS (TH '97-'8) MIN (TH '8-'96) MIN (TH '97-'8) b) Gambar 4.1 Grafik perbandingan suhu maksimum dan minimum bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan tahun stasiun Cengkareng

52 SUHU ( C) JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC 35 MAKS (8-96) MAKS (97-8) MIN (8-96) MIN (97-8) a) SUHU ( C) DJF MAM JJA SON MUSIM MAKS (TH '8-'96) MAKS (TH '97-'8) MIN (TH '8-'96) MIN (TH '97-'8) b) Gambar 4.2 Grafik perbandingan suhu maksimum dan minimum bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun deng an tahun stasiun Jakarta SUHU ( C) JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOP DES MAKS (8-96) MAKS (97-8) MIN (8-96) MIN (97-8) a)

53 SUHU ( C) DJF MAM JJA SON MUSIM MAKS (TH '8-'96) MAKS (TH '97-'8) MIN (TH '8-'96) MIN (TH '97-'8) b) Gambar 4.3 Grafik perbandingan suhu maksimum dan minimum bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan tahun stasiun Tangerang SUHU ( C) JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOP DES MAKS (8-96) MAKS (97-8) MIN (8-96) MIN (97-8) a) SUHU ( C) DJF MAM JJA SON MUSIM MAKS (TH '8-'96) MAKS (TH '97-'8) MIN (TH '8-'96) MIN (TH '97-'8) b) Gambar 4.4 Grafik perbandingan suhu maksimum dan minimum bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan tahun stasiun Tanjung Priok

54 SUHU ( C) JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC 35 MAKS (8-96) MAKS (97-8) MIN (8-96) MIN (97-8) a) SUHU ( C) DJF MAM JJA SON MUSIM MAKS (TH '8-'96) MAKS (TH '97-'8) MIN (TH '8-'96) MIN (TH '97-'8) b) Gambar 4.5 Grafik perbandingan suhu maksimum dan minimum bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun deng an tahun stasiun Halim Perdanakusuma SUHU ( C) JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC MAKS (8-96) MAKS (97-8) MIN (8-96) MIN (97-8) a)

55 SUHU ( C) DJF MAM JJA SON MUSIM MAKS (TH '8-'96) MAKS (TH '97-'8) MIN (TH '8-'96) MIN (TH '97-'8) b) Gambar 4.6 Grafik perbandingan suhu maksimum dan minimum bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan tahun stasiun Pondok Betung SUHU ( C) JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC MAKS (8-96) MAKS (97-8) MIN (8-96) MIN (97-8) a) SUHU ( C) DJF MAM JJA SON MUSIM MAKS (TH '8-'96) MAKS (TH '97-'8) MIN (TH '8-'96) MIN (TH '97-'8) b) Gambar 4.7 Grafik perbandingan suhu maksimum dan minimum bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan tahun stasiun Curug

56 SUHU ( C) JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC MAKS (8-96) MAKS (97-8) MIN (8-96) MIN (97-8) a) SUHU ( C) DJF MAM JJA SON MUSIM MAKS (TH '8-'96) MAKS (TH '97-'8) MIN (TH '8-'96) MIN (TH '97-'8) b) Gambar 4.8 Grafik perbandingan suhu maksimum dan minimum bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan tahun stasiun Dermaga SUHU ( C) JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC MAKS (8-96) MAKS (97-8) MIN (8-96) MIN (97-8) a)

57 SUHU ( C) DJF MAM JJA SON MUSIM MAKS (TH '8-'96) MAKS (TH '97-'8) MIN (TH '8-'96) MIN (TH '97-'8) b) Gambar 4.9 Grafik perbandingan suhu maksimum dan minimum bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan tahun stasiun Citeko Untuk melihat kisaran antara suhu udara minimum dan suhu udara maksimum dilakukan rata -rata selisih bulanan dan musiman antara tahun 198 hingga tahun 28 pada Gambar 4.1. Nilai selisih antar suhu udara maksimum dan suhu udara minimum bervariasi tergantung musim. Selisih suhu udara maksimum dengan suhu udara minimum stasiun pengamatan di jabodetabek pada musim DJF berkisar antara 7 8 C, musim transisi MA M berkisar antara 7 9 C, musim JJA berkisar antara 8 1 C dan musim transisi SON berkisar antara 8 11 C. Besaran selisih antara suhu udara minimum dan maksimum dapat menjelaskan kodisi penutupan lahan di sekitar stasiun pengamatan terutama pada musim JJA dan misim transisi SON. Pada musim JJA dan musim transisi SO N karena kelembaban kecil sehingga jarang terjadi terbentuknya awan. Awan yang sedikit menyebabkan radiasi matahari sangat maksimal sampai ke permukaan bumi. Dengan banyaknya radiasi matahari yang masuk ke bumi akan mempercepat panas di siang hari. Hal yang sama pada malam hari akan cepat mengeluarkan energi/padas dan cepat menjadi dingin bila tidak ada awan yang memantulkan kembali ke permukaan bumi. Ruang terbuka hijau yang minim akan menambah dampak diatas yaitu daerah terbangun atau benda padat apabila terkena radiasi matahari akan cepat menyerap dan mengeluarkan energi/panas sehingga pa da siang hari akan cepat bertambah panas dan pada malam hari akan cepat dingin. Berbeda pada musim DJF yang banyak awan atau hujan radiasi matahari akan berkurang masuk ke permukaan bumi.

58 SELISIH SUHU ( C) JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC CENGKRNG CITEKO CURUG DERMAGA HALIM JAK_OBS PDK_BETUNG TANGERANG TJ_PRIOK 11 a) 1 SELISIH SUHU ( C) DJF MAM JJA SON MUSIM CENGKRNG CITEKO CURUG DERMAGA HALIM JAK_OBS PDK_BETUNG TANGERANG TJ_PRIOK b) Gambar 4.1 Grafik selisih antara suhu maksimum dan minimum bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun Perbandingan Frekuensi Suhu Udara Di Atas 34 C Bulanan dan Musiman Pada Periode Dengan Periode Tahun Frekuensi suhu udara di atas 34 C sebagian besar stasiun pengamatan menunjukkan kenaikan pada periode kedua diantaranya stasiun meteorologi Cengkareng, Jakarta 745, Tangerang, Halim Perdanakusuma, Pondok Betung dan Dermaga. Sementara stasiun Tanjung Priok pada musim kemarau bulan Mei Juni, Juli dan Agustus mengalami penurunan frekuensi di periode kedua sedangkan musim lain tidak. Berbeda dengan stasiun meteorologi Curug periode ke dua lebih kecil frekuensi terjadinya suhu udara di atas 34 C. Bertambahnya ruang terbangun akan menaikan suhu lihat Gambar 2.1. Khusus stasiun meteorologi Curug bisa dilihat dari Tabel 2.3

59 36 hal ini disebabkan kenaikan ruang terbuka hijau di kabupaten Tangerang. Tahun 2 besarnya ruang terbuka hijau sekitar 54% dan pada tahun 25 naik sekitar 59%. Hal ini radiasi yang sampai permukaan sekitar Curug akan di serap dahulu oleh tanaman sehingga albedo yang terjadi lebih besar pada periode pertama. Stasiun meteor ologi Tanjung Priok pada musim kemarau pada periode kedua lebih rendah disebabkan kemarau panjang akibat El Nino dan letak stasiun pengamat di sekitar pantai. Kenaikan frekuensi suhu udara di atas 34 C terbesar terjadi pada musim transisi kedua yaitu September dan Oktober sebesar 3-1 kejadian JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOP DES TH 8-96 TH 97-8 a) DJF MAM JJA SON MUSIM TH '8-'96 TH '97-'8 b) Gambar 4.11 Grafik perbandingan frekuensi suhu udara di atas 34 C bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Cengkareng

60 JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC TH 8-96 TH 97-8 a) DJF MAM JJA SON MUSIM TH '8-'96 TH '97-'8 b) Gambar 4.12 Grafik perbandingan frekuensi suhu udara di atas 34 C bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiu n Jakarta JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOP DES TH 8-96 TH 97-8 a)

61 DJF MAM JJA SON MUSIM TH '8-'96 TH '97-'8 b) Gambar 4.13 Grafik perbandingan frekuensi suhu udara di atas 34 C bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Tangerang JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOP DES TH 8-96 TH 97-8 a) DJF MAM JJA SON MUSIM TH '8-'96 TH '97-'8 b) Gambar 4.14 Grafik perbandingan frekuensi suhu udara di atas 34 C bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Tanjung Priok

62 JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC TH 8-96 TH 97-8 a) DJF MAM JJA SON MUSIM TH '8-'96 TH '97-'8 b) Gambar 4.15 Grafik perbandingan frekuensi suhu udara di atas 34 C bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Halim Perdanakusuma JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC TH 8-96 TH 97-8 a)

63 DJF MAM JJA SON MUSIM TH '8-'96 TH '97-'8 b) Gambar 4.16 Grafik perbandingan frekuensi suhu udara di atas 34 C bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Pondok Betung JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC TH 8-96 TH 97-8 a) DJF MAM JJA SON MUSIM TH '8-'96 TH '97-'8 b) Gambar 4.17 Grafik perbandingan frekuensi suhu udara di atas 34 C bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Curug

64 JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC TH 8-96 TH DJF MAM JJA SON MUSIM TH '8-'96 TH '97-'8 Gambar 4.18 Grafik perbandingan frekuensi suhu udara di atas 34 C bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Demaga 4.3 Perbandingan Jumlah Curah Hujan Bulanan dan musiman Pada Periode Dengan Periode Tahun Analisis perbandingan curah hujan bulanan dan musiman menunjukkan terjadi penurunan jumlah curah hujan di sebagian besar stasiun pengamatan antara lain stasiun meteorologi Cengkareng, Tangerang, Jakarta 745, Tanjung Priok, Pondok Betung, dan Dermaga. Kenaikan jumlah curah hujan terjadi di stasiun meteorologi Curug (Gambar 4.25) pada bulan Februari, Mei, Juni, Juli dan stasiun Citeko (Gambar 4.27) hampir sepanjang tahun naik kecuali bulan September. Fenomena El Nino sangat mempengaruhi berkurangnya distribusi curah hujan di Jabodetabek. Stasiun yang yang mengalami kenaikan curah hujan dipengaruhi kondisi lokal yaitu ruang terbuka hijau sebagai penyimpan sumber air untuk diuapkan menjadi hujan. Naiknya ruang terbuka hijau di kabupaten Tangerang pada tahun 2 sebesar 54% dan tahun 25 naik sebesar 59%.

65 CURAH HUJAN (mm) JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOP DES TH 8-96 TH 97-8 a) 6 5 CURAH HUJAN (mm) DJF MAM JJA SON TH '8-'96 b) TH '97-'8 Gambar 4.19 Grafik perbandingan jumlah curah hujan bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Cengkareng 6 5 CURAH HUJAN (mm) JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC TH 8-96 TH 97-8 a)

66 CURAH HUJAN (mm) DJF MAM JJA SON TH '8-'96 TH '97-'8 b) Gambar 4.2 Grafik perbandingan jumlah curah hujan bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Jakarta CURAH HUJAN (mm) JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOP DES TH 8-96 TH 97-8 a) CURAH HUJAN (mm) DJF MAM JJA SON TH '8-'96 TH '97-'8 b) Gambar 4.21 Grafik perbandingan jumlah curah hujan bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Tangerang

67 CURAH HUJAN (mm) JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOP DES TH 8-96 TH 97-8 a) 6 5 CURAH HUJAN (mm) DJF MAM JJA SON TH '8-'96 TH '97-'8 b) Gambar 4.22 Grafik perbandingan jumlah curah hujan bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Tanjung Priok 6 5 CURAH HUJAN (mm) JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC TH 8-96 TH 97-8 a)

68 CURAH HUJAN (mm) DJF MAM JJA SON TH '8-'96 TH '97-'8 b) Gambar 4.23 Grafik perbandingan jumlah curah hujan bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Halim Perdanakusuma 6 5 CURAH HUJAN (mm) JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC TH 8-96 TH 97-8 a) 6 5 CURAH HUJAN (mm) DJF MAM JJA SON TH '8-'96 TH '97-'8 b) Gambar 4.24 Grafik perbandingan jumlah curah hujan bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Pondok Betung

69 CURAH HUJAN (mm) JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC TH 8-96 TH 97-8 TH '8-'96 TH '97-'8 a) 6 5 CURAH HUJAN (mm) DJF MAM JJA SON TH '8-'96 TH '97-'8 b) Gambar 4.25 Grafik perbandingan jumlah curah hujan bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Curug 6 5 CURAH HUJAN (mm) JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC TH 8-96 TH 97-8 a)

70 CURAH HUJAN (mm) DJF MAM JJA SON TH '8-'96 TH '97-'8 b) Gambar 4.26 Grafik perbandingan jumlah curah hujan bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Dermaga 6 5 CURAH HUJAN (mm) JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC TH 8-96 TH 97-8 a) 6 5 CURAH HUJAN (mm) DJF MAM JJA SON TH '8-'96 TH '97-'8 b) Gambar 4.27 Grafik perbandingan jumlah curah hujan bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Citeko

71 Perbandingan Rata-rata Hari Hujan Bulanan dan musiman Pada Periode Dengan Periode Tahun Pola yang sama ditunjukkan pada perbandingan rata -rata hari hujan bulanan dan musiman pada kedua periode. Sebagian besar stasiun pengamatan mengalami penurunan hari hujan di periode kedua antara lain stasiun meteorologi Cengkareng, Tangerang, Pondok Betung, Tanjung Priok, Darmaga dan Jakarta 745. Sementara terjadi kenaikan hari hujan pada periode kedua di stasiun mete orologi Citeko, Halim Perdanakusuma dan Curug. Stasiun meteorologi Halim Perdanakusuma (Gambar 4.32) terjadi peningkatan hari hujan periode kedua pada bulan Februari, Maret, April, Mei, Juni dan Oktober. Stasiun meteorologi Curug (gambar 4.34) peningkatan hari hujan periode kedua pada bulan Februari, Maret, April, Mei, Juli, Novenber dan Desember. Stasiun meteorologi Citeko (Gambar 4.36) terjadi peningkatan hari hujan periode kedua sepanjang tahun kecuali bulan September. Peningkatan hari hujan pada ketiga stasiun lebih dipengaruhi kondisi Ruang terbuka hijau pada peta penutupan lahan (Gambar 2.3 sampai dengan Gambar 2.6). Dari ketiga stasiun tersebut penutupan lahan disekitar lokasi pengamatan khususnya ruang terbuka hijau tidak telalu berubahan dari tahun ke tahun JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOP DES TH 8-96 TH 97-8 a)

72 DJF MAM JJA SON TH '8-'96 TH '97-'8 b) Gambar 4.28 Grafik perbandingan jumlah hari hujan bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Cengkareng JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC TH 8-96 TH 97-8 a) DJF MAM JJA SON TH '8-'96 TH '97-'8 b) Gambar 4.29 Grafik perbandingan jumlah hari hujan bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Jakarta 745

73 JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOP DES TH 8-96 TH 97-8 a) DJF MAM JJA SON TH '8-'96 TH '97-'8 b) Gambar 4.3 Grafik perbandingan jumlah hari hujan bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Tangerang JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOP DES TH 8-96 TH 97-8 a)

74 DJF MAM JJA SON TH '8-'96 TH '97-'8 b) Gambar 4.31 Grafik perbandingan jumlah hari hujan bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Tanjung Priok JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC TH 8-96 TH 97-8 a) DJF MAM JJA SON TH '8-'96 TH '97-'8 b) Gambar 4.32 Grafik perbandingan jumlah hari hujan bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Halim Perdanakusuma

75 JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC TH 8-96 TH 97-8 a) DJF MAM JJA SON TH '8-'96 TH '97-'8 b) Gambar 4.33 Grafik perbandingan jumlah hari hujan bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Pondok Betung JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC TH 8-96 TH 97-8 a)

76 DJF MAM JJA SON TH '8-'96 TH '97-'8 b) Gambar 4.34 Grafik perbandingan jumlah hari hujan bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Curug JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC TH 8-96 TH 97-8 a) DJF MAM JJA SON TH '8-'96 TH '97-'8 b) Gambar 4.35 Grafik perbandingan jumlah hari hujan bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Dermaga

77 JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC TH 8-96 TH 97-8 a) DJF MAM JJA SON TH '8-'96 TH '97-'8 b) Gambar 4.36 Grafik perbandingan jumlah hari hujan bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Citeko 4.5 Perbandingan Rata-Rata Frekuensi Hujan Di Atas 5 mm Bulanan dan musiman Pada Periode Dengan Periode Tahun Frekuensi kejadian hujan di atas 5 mm kedua periode terjadi pada musim hujan dan musim transisi Maret, A pr il dan Mei faktor musim dan ketersediaan uap air. Perbandingan kedua periode kejadian hujan diatas 5 mm yang mengalami kenaikan pada periode kedua adalah Stasiun meteorologi Cengkareng dan Citeko hal ini masih dipengaruhi faktor lokal adanya ketesediaan uap air oleh tanaman. Stasiun pengamatan di periode kedua naik di musim hujan dan musim transisi MA M dan turun pada musim musim kemarau dan musim transisi SON antara lain stasiun meteorologi Jakarta 745, Tanjung Priok dan Pondok Betung. Kenaikan yang nyata di seluruh stasiun pengamatan terjadi pada bulan Februari. Jadi pada saat puncak musim hujan terjadi peningkatan hujan-hujan ekstrim Stasiun meteorologi Dermaga dan Halim Perdanakusuma mengalami penurunan di periode kedua. Penurunan frekuensi

78 55 kejadian hujan di atas 5 mm pada periode kedua di musim kemarau dan musim transisi SON masih di pengaruhi oleh El Nino Frekuensi JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOP DES TH 8-96 TH 97-8 a) DJF MAM JJA SON MUSIM TH '8-'96 TH '97-'8 b) Gambar 4.37 Grafik perbandingan frekuensi hujan di atas 5mm bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Cengkareng

79 Frekuensi JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC TH 8-96 TH 97-8 a) DJF MAM JJA SON MUSIM TH '8-'96 TH '97-'8 b) Gambar 4.38 Grafik perbandingan frekuensi hujan di atas 5mm bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Jakarta Frekuensi JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOP DES TH 8-96 TH 97-8 a)

80 DJF MAM JJA SON MUSIM TH '8-'96 TH '97-'8 b) Gambar 4.39 Grafik perbandingan frekuensi hujan di atas 5mm bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Tangerang Frekuensi JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOP DES TH 8-96 TH 97-8 a) DJF MAM JJA SON MUSIM TH '8-'96 TH '97-'8 b) Gambar 4.4 Grafik perbandingan frekuensi hujan di atas 5mm bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Tanjung Priok

81 Frekuensi JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC TH 8-96 TH 97-8 a) DJF MAM JJA SON MUSIM TH '8-'96 TH '97-'8 b) Gambar 4.41 Grafik perbandingan frekuensi hujan di atas 5mm bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Halim Perdanakusuma Frekuensi JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC TH 8-96 TH 97-8 a)

82 DJF MAM JJA SON MUSIM TH '8-'96 TH '97-'8 b) Gambar 4.42 Grafik perbandingan frekuensi hujan di atas 5mm bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Pondok Betung Frekuensi JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC TH 8-96 TH 97-8 a) DJF MAM JJA SON MUSIM TH '8-'96 TH '97-'8 b) Gambar 4.43 Grafik perbandingan frekuensi hujan di atas 5mm bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Curug

83 Frekuensi JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC TH 8-96 TH 97-8 a) DJF MAM JJA SON MUSIM TH '8-'96 TH '97-'8 b) Gambar 4.44 Grafik perbandingan frekuensi hujan di atas 5mm bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Dermaga Frekuensi JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC TH 8-96 TH 97-8 a)

84 DJF MAM JJA SON MUSIM TH '8-'96 TH '97-'8 a) Gambar 4.45 Grafik perbandingan frekuensi hujan di atas 5mm bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Citeko 4.6 Perbandingan Rata-rata Frekuensi Hari Petir Bulanan dan musiman Pada Periode Dengan Periode Tahun Fenomena petir terkait dengan pertumbuhan awan Cumulonimbus atau awan lokal sering terjadi hujan deras, angin kencang dan terjadinya petir sendiri. Awan ini tumbuh akibat pemanasan disuatu wilayah (kovektif) yang disebabkan oleh ruang terbangun sementara di sekitar masih terdapat sumber uap air seperti dari tanaman dan kelembaban yang cukup tinggi di wilayah tersebut. Hasil perbandingan frekuensi hari petir bulanan dan musiman secara umum periode kedua terjadi kenaikan dibanding periode pertama antara lain stasiun meteorologi Jakarta 745, Tanjung Priok, Dermaga dan Halim Perdanakusuma. Stasiun meteorologi Cengkareng mengalami kenaikan periode kedua pada musim hujan dan musim transisi MA M. Terjadi penurunan pada periode kedua di stasiun meteorologi Pondok Betung. Frekuensi terbesar terjadi pada musim transisi bulan Maret, April dan Nopember dan musim hujan di bulan Februari. Faktor ketesediaan uap air dari lokasi sekitarnya dan adanya radiasi matahari yang cukup tinggi pada pada musim transisi bulan Maret April dan Nopember dan musim hujan di bulan Februari menyebabkan pertumbuhan awan-awan rendah berjenis Cumulus dan berkembang menjadi awan Cumulonimbus yang menyebabkan petir

85 JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOP DES TH 8-96 TH 97-8 a) DJF MAM JJA SON MUSIM TH '8-'96 TH '97-'8 b) Gambar 4.46 Grafik perbandingan frekuensi hari petir bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Cengkareng JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC TH 8-96 TH 97-8 a)

86 DJF MAM JJA SON MUSIM TH '8-'96 TH '97-'8 b) Gambar 4.47 Grafik perbandingan frekuensi hari petir bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Jakarta JAN FEB MAR APR MEI JUN JUL AGST SEP OKT NOP DES TH 8-96 TH 97-8 a) DJF MAM JJA SON MUSIM TH '8-'96 TH '97-'8 b) Gambar 4.48 Grafik perbandingan frekuensi hari petir bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Tanjung Priok

87 JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC TH 8-96 TH 97-8 a) DJF MAM JJA SON MUSIM TH '8-'96 TH '97-'8 b) Gambar 4.49 Grafik perbandingan frekuensi hari petir bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Halim Perdanakusuma JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC TH 8-96 TH 97-8 a)

88 DJF MAM JJA SON MUSIM TH '8-'96 TH '97-'8 b) Gambar 4.5 Grafik perbandingan frekuensi hari petir bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Dermaga JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC TH 8-96 TH 97-8 a) DJF MAM JJA SON MUSIM TH '8-'96 TH '97-'8 b) Gambar 4.51 Grafik perbandingan frekuensi hari petir bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Pondok Betung

89 JAN FEB MAR APR MAY JUN JUL AUG SEP OCT NOV DEC TH 8-96 TH 97-8 a) DJF MAM JJA SON MUSIM TH '8-'96 TH '97-'8 b) Gambar 4.52 Grafik perbandingan frekuensi hari petir bulanan (a) dan musiman (b) antara periode tahun dengan periode tahun stasiun Curug 4.7 Hubungan Antara Kenaikan Suhu Udara Dengan Penguran gan Ruang Terbuka Hijau Ruang tebuka hijau mempunyai hubungan sangat kuat dengan kenaikan suhu udara. Wilayah Bogor mempunyai hubungan yang cukup bagus antara pengurangan ruang terbuka hijau dengan kenaikan suhu udara. Tahun 1992 wilayah Bogor mempunyai ruang terbuka hijau sebesar 71% dengan suhu rata-rata tahunan 23.2 C, tahun 2 mempunyai ruang terbuka hijau sebesar 49% dengan suhu rata-rata tahunan 23.5 C dan tahun 25 mempunyai ruang terbuka hijau sebesar 43% dengan suhu rata -rata ta hunan 24. C (Gambar 4. 53). Wilayah Tangerang pada tahun 1992 mempunyai ruang terbuka hijau sebesar 46% dengan suhu rata-rata tahunan 26.7 C,

90 67 tahun 2 mempunyai ruang terbuka hijau sebesar 27% dengan suhu rata-rata tahunan 27.3 C dan tahun 25 mempunyai ruang terbuka hijau sebesar 21% dengan suhu rata -rata tahunan 27.5 C (Gambar 4. 54). Wilayah DKI Jakarta pada tahun 1992 mempunyai ruang terbuka hijau sebesar 28% dengan suhu rata-rata tahunan 27.1 C, tahun 2 mempunyai ruang terbuka hijau sebesar 16% dengan suhu rata-rata tahunan 27.5 C dan tahun 25 mempunyai ruang terbuka hijau sebesar 11% dengan suhu rata -rata tahunan 28. C (Gambar 4. 55) Tahun 25 SUHU ( C) Tahun Tahun LUAS WILAYAH (%) Gambar 4.53 Grafik antara kenaikan suhu dengan pengurangan lahan terbuka hijau pada kurun waktu tahun 25, 2, dan 1992 di wilayah Bogor 27.6 Tahun Tahun 2 SUHU ( C) Tahun LUAS WILAYAH (%) Gambar 4.54 Grafik antara kenaikan suhu dengan pengurangan lahan terbuka hijau pada kurun waktu tahun 25, 2, dan 1992 di wilayah Tangerang

91 Tahun SUHU ( C) Tahun Tahun LUAS WILAYAH (%) Gambar 4.55 Grafik antara kenaikan suhu dengan pengurangan lahan terbuka hijau pada kurun waktu tahun 25, 2, dan 1992 di wilayah DKI Jakarta 4.8 Perbandingan Rata-rata Suhu Udara Atas Bulanan Pada Periode Dengan Periode Tahun Analisis perbandingan profil suhu udara atas bulanan pada periode tahun dengan periode tahun secara umum pada lapisan 5 mb menunjukkan adanya kenaikan. Pada bulan Januari terjadi kenaikan pada lapisan permukaan hingga lapiasan 15 mb dan terjadi penurunan dilapisan atasnya. Bulan Pebruari menunjukkan kenaikan hingga lapisan 7 mb. Pada bulan Maret terjadi ke naikan suhu sampai lapisan 4 mb dan turun pada lapisan 3-2 mb serta terjadi kenaikan lagi lapisan di atasnya. Terjadi kenaikan hampir semua lapisan dibulan April, hanya pada lapisan 925 dan 25 mb terjadi penurunan. Pada bulan Mei terjadi kenaikan dilapisan permukaan hingga lapisan 7 mb dan penurunan dilapisan atasnya hingga lapisan 5 mb. Terjadi penurunan suhu udara atas hampir di semua lapisan di bulan Juni kecuali di lapisan 1, 7 dan 2 mb. Pada bulan Juli terja di kenaikan di lapisan permukaan hingga lapisan 85mb dan berseling ke lapisan 4 mb hingga lapisan 7 mb sedangkan penurunan suhu terjadi pada lapisan 7,5, dan 5 hingga 2 mb. Terjadi kenaikan pada lapisan permukaan di bulan Agustus dan penurunan suhu di lapisan 925 mb hingga lapisan 2 mb dan kembali naik pada lapisan di atasnya. Sebagian besar terjadi penurunan di bulan September kecuali di lapisan permukaan dan lapisan 7 mb keatas. Terjadi kenikan sebagian besar suhu udara atas di bulan Oktober ini kecuali lapisan permukaan dan lapisan 1 mb keatas. Pada bulan Nopember dari lapisan permukaan hingga lapisan 15 mb terjadi kenaikan

92 69 sdangkan di atasnya terjadi penurunan suhu. Terjadi kenaikan suhu di bulan Desember ini kecuali di lapisan 5 mb keatas. Perbandingan kedua periode profil suhu udara atas ini dapat dilihat bahwa secara umum terjadi kenaikan pada bulan Januari, Februari, Maret, April, Mei, Juli, Oktober, Nopember, Desember dan terjadi penurunan suhu pada bulan Juni, Agustus, September dan pada umumnya pada lapisan permukaan hingga lapisan 5 mb. 5 6 '97-'8 '88-'96 LAPISAN ATMOSFER (mb / Km) SUHU ( C) Gambar 4.56 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 5 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan Januar i

93 7 5 6 '97-'8 '88-'96 LAPISAN ATMOSFER (mb / Km) SUHU ( C) Gambar 4.57 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 5 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan Pebruari 5 6 '97-'8 '88-'96 LAPISAN ATMOSFER (mb / Km) SUHU ( C) Gambar 4.58 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 5 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan Maret

94 '97-'8 '88-'96 LAPISAN ATMOSFER (mb / Km) SUHU ( C) Gambar 4.59 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 5 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan April 5 6 '97-'8 '88-'96 LAPISAN ATMOSFER (mb / Km) SUHU ( C) Gambar 4.6 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 5 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan Mei

95 '97-'8 '88-'96 LAPISAN ATMOSFER (mb / Km) SUHU ( C) Gambar 4.61 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 5 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan Juni 5 '97-'8 '88-'96 6 LAPISAN ATMOSFER (mb / Km) SUHU ( C) Gam bar 4.62 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 5 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan Juli

96 73 5 '97-'8 '88-'96 6 LAPISAN ATMOSFER (mb / Km) SUHU (C) Gambar 4.63 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 5 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan Agustus 5 6 '97-'8 '88-'96 LAPISAN ATMOSFER (mb / Km) SUHU ( C) Gambar 4.64 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 5 mb ) antara periode tahun deng an periode tahun pada bulan September

97 74 5 '97-'8 '88-'96 6 LAPISAN ATMOSFER (mb / Km) SUHU ( C) Gambar 4.65 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 5 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan Oktober 5 '97-'8 '88-'96 6 LAPISAN ATMOSFER (mb / Km) SUHU ( C) Gambar 4.66 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 5 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan Nopember

98 75 5 '97-'8 '88-'96 6 LAPISAN ATMOSFER (mb / Km) SUHU ( C) Gambar 4.67 Grafik perbanding an profil udara atas (lapisan permukaan hingga 5 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan Desember 4.9 Analisis kejadian suhu maksimum pada tahun 23 sampai dengan tahun 28 Suhu maksimum pada periode tahun di Stasiun Meteorologi Curug seperti pada Gambar Suhu maksimum bulan Januari bergeser pada pukul 14. wib. Suhu maksimum bulan Pebruari tetap pada pukul 13. wib. Suhu maksimum bulan Maret tetap pada pukul 13. wib. Suhu maksimum bulan April tetap pada pukul 13. wib. Suhu maksimum bulan Mei tetap pada pukul 13. wib. Suhu maksimum bulan Juni bergeser pada pukul 14. wib. Suhu maksimum bulan Juli tetap pada pukul 13. wib. Suhu maksimum bulan Agustus bergeser pada pukul 14. wib. Suhu maksimum bulan September tetap pada pukul 13. wib. Suhu maksimum bulan Oktober tetap pada pukul 13. wib. Suhu maksimum bulan Nopember bergeser pada pukul 14. wib. Suhu maksimum bulan Desember bergeser pada pukul 12. wib.

99 FREKUENS WAKTU (WIB) 6 DES JAN FEB a) WAKTU (WIB) MAR APR MEI 6 b) WAKTU (WIB) JUN JUL AGST 6 c) WAKTU (WIB) SEP OKT NOV d) Gambar 4.68 Grafik waktu kejadian suhu maksimum Stasiun Meteorologi Curug periode tahun untuk bulan DJF (a), MAM (b), JJA (c) dan SON (d)

100 77 Secara umum frekuensi terbesar masih pada pukul 13. wib dan ada bulanbulan tertentu menunjukkan kejadian suhu maksimum bergeser pada pukul 14. wib pada bulan Januari, Juni, Agustus dan Nopember. Terjadi pergeseran suhu maksimum pada pukul 12. wib pada bulan Desember. Puncak suhu harian faktor utama adalah rotasi bumi. Radiasi matahari maksimum yang sampai ke permukaan bumi terjadi saat posisi matahari tepat di atas wilayah pengamatan dan albedo. Albedo radiasi matahari di pengaruhi oleh tataguna lahan diantaranya ruang terbuka hijau yang bisa menyerap radiasi matahari. Faktor lain yang mempengaruhi suhu maksimum adalah awan. 4.1 Analisis kejadian badai petir pada tahun 23 sampai dengan tahun 28 Kejadian badai petir pada periode tahun di Stasiun Meteorologi Curug seperti Gambar Bulan Januari kejadian badai petir meningkat pada pukul 14. wib hingga pukul 17. wib, cenderung turun pada pukul 18. wib kemudian naik lagi pada pukul 19. wib ini merupakan kejadian tertinggi pada bulan Januari dan cenderung turun hingga dini hari. Bulan Pebruari kejadian badai petir meningkat pada pukul 12. wib hingga pukul 15. wib, cenderung turun pada pukul 18. wib kemudian naik lagi pada pukul 19. wib sebagai kejadian tertinggi pada bulan ini dan cenderung turun hingga dini hari. Bulan Maret kejadian badai petir meningkat pada pukul 13. wib hingga pukul 15. wib, cenderung turun pada pukul 18. wib kemudian naik lagi pada pukul 19. wib sebagai kejadian tertinggi pada bulan ini dan cenderung turun hingga dini hari. Bulan April kejadian badai petir meningkat pada pukul 13. wib hingga pukul 17. wib, cenderung turun pada pukul 18. wib kemudian naik lagi pada pukul 19. wib sebagai kejadian tertinggi pada bulan ini dan cenderung turun hingga dini hari. Bulan Mei kejadian badai petir meningkat pada pukul 14. wib hingga pukul 17. wib, cenderung turun pada pukul 18. wib kemudian naik lagi pada pukul 2. wib sebagai kejadian tertinggi pada bulan ini dan cenderung turun hingga dini hari. Bulan Juni kejadian badai petir meningkat pada pukul 14. wib hingga pukul 15. wib sebagai kejadian tertinggi pada bulan ini, cenderung turun pada pukul 18. wib kemudian naik lagi pada pukul 19. wib dan cenderung turun hingga dini hari. Bulan Juli kejadian badai petir meningkat pada pukul 14. wib hingga pukul 17. wib sebagai kejadian tertinggi pada bulan ini, cenderung turun pada pukul 18. wib kemudian naik lagi pada pukul 19. wib dan

101 78 cenderung turun hingga dini hari. Bulan Agustus kejadian badai petir meningkat pada pukul 15. wib hingga pukul 17. wib, cenderung turun pada pukul 18. wib kemudian naik lagi pada pukul 19. wib sebagai kejadian tertinggi pada bulan ini dan cenderung turun hingga dini hari. Bulan September kejadian badai petir meningkat pada pukul 14. wib cenderung naik hingga pukul 19. wib sebagai kejadian tertinggi pada bulan in i dan cenderung turun hingga dini hari. Bulan Oktober kejadian badai petir meningkat pada pukul 13. wib hingga pukul 15. wib, cenderung turun pada pukul 18. wib kemudian naik lagi pada pukul 19. wib sebagai kejadian tertinggi pada bulan ini dan cenderung turun hingga dini hari. Bulan Nopember kejadian badai petir meningkat pada pukul 13. wib hingga pukul 15. wib, cenderung turun pada pukul 16. wib kemudian naik lagi pada pukul 19. wib sebagai kejadian tertinggi pada bulan ini dan cenderung turun hingga dini hari. Bulan Desember kejadian badai petir meningkat pada pukul 12. wib hingga pukul 16. wib sebagai kejadian tertinggi pada bulan ini, cenderung turun pada pukul 18. wib kemudian naik lagi pada pukul 2. wib dan cenderung turun hin gga dini hari. Pertumbuhan awan Cumulonimbus pada siang hari sebagai sumber badai petir di pengaruhi oleh kondisi monsoon yang lemah dan diperkuat oleh kondisi lokal yaitu penguapan diwilayah tertentu diakibatkan oleh radiasi matahari yang cukup tinggi sehingga terjadi penguapan yang sangat cepat. Pertumbuhan awan yang sangat cepat menyebabkan gesekan antar butiran uap air yang menjadikan adanya beda potensial antara ion positif dan negatif. Perbedaan ion ini bila menetralkan diri akan melompat dari awan yang bermuatan negatif ke awan yang bermuatan positif diantarnya bumi sehingga terjadi petir di sore hari. Kejadian petir di malam hari akibat pertumbuhan Cumulonimbus yang terlambat. Keterlambatan pertumbuhan diakibatkan radiasi mataha ri di pagi hari tertutup oleh awan-awan tinggi dan menengah. Suplai uap air dari lautan mendukung pertumbuhan awan pada menjelang malam dan malam. Dimana pada menjelang malam air laut menjadi hangat karena daya serap radiasi matahari yang cukup lamban dan akan dikeluarkan pada malam hari.

102 WAKTU (WIB) DES JAN FEB a) WAKTU (WIB) MAR APR MEI b) WAKTU (WIB) JUN JUL AGST c) WAKTU (WIB) SEP OKT NOV d) Gambar 4.69 Grafik waktu kejadian badai petir Stasiun Meteorologi Curug periode tahun untuk bulan DJF (a), MAM (b), JJA (c) dan SON (d)

103 8 Secara umum mulai terjadi badai petir pada pukul 13. wib kemudian naik rata-rata tertinggi pada 15. wib 17. wib dan cenderung turun pada pukul 18. wib, kemudian naik kembali dan kejadian tertinggi pada pukul 19. wib 2. wib kemudian cenderung turun hingga dini hari. Kejadian tertinggi pada bulan April pada pukul 19. wib.

104 81 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pola kenaikan suhu udara maksimum pada periode kedua terjadi sebagian besar stasiun pengamatan antara lain stasiun meteorologi Citeko, Cengkareng, Tangerang, Darmaga, Halim Perdanakusuma, Jakarta 745 dan Pondok Betung. Besaran selisih antara suhu udara minimum dan suhu udara maksimum antara tahun 198 hingga tahun 28 pada musim hujan berkisar antara 7 8 C, musim transisi MAM berkisar antara 7 9 C, musim kemarau berkisar antara 8 1 C dan musim transisi SO N berkisar antara 8 11 C. Kenaikan frekuensi suhu di atas 34 C paling besar terjadi di meteorologi Cengkareng, Jakarta 745, Tangerang, Halim Perdanakusuma, Pondok Betung dan Dermaga pada bulan September dan Oktober. Secara umum semua stasiun pengamatan mengalami penurunan curah hujan dan hari hujan antara lain stasiun meteorologi Cengkareng, Tangerang, Jakarta 745, Tanjung Priok, Pondok Betung, dan Dermaga. Frekuensi kenaikan kejadian hujan di atas 5 mm terjadi pada puncak musim hujan di bulan Februari. Peningkatan frekuensi hari petir hampir terjadi di semua stasiun pengamatan. Frekuensi terbesar terjadi pada musim transisi bulan Maret, April dan Nopember dan musim hujan di bulan Februari. Kurun waktu tahun berkurangnya lahan terbuka hijau wilayah Jakarta sekitar 17% menaikkan suhu sebesar.9 C, berkurangnya lahan terbuka hijau wilayah Tangerang sekitar 25% menaikkan suhu sebesar.8 C dan berkurangnya lahan terbuka hijau wilayah Bogor sekitar 28% menaikka n suhu sebesar.8 C. Pola kenaikan suhu profil udara atas terjadi bulan Januari, Pebruari, Maret, April, Mei, Juli, Oktober, Nopember, Desember dan terjadi penurunan suhu pada bulan Juni, Agustus, September dan pada umumnya pada lapisan permukaan hingga lapisan 5 mb. Terjadi pergeseran suhu maksimum yang biasanya pukul 13. wib menjadi 14. wib, antara lain pada bulan Januari, Juni, Agustus dan Nopember. Namun terjadi pergeseran suhu maksimum menjadi lebih awal pada pukul 12. wib pada bulan Desember. Kejadian badai petir maksimum terjadi antara pukul 15. wib 17. wib dan pukul 19. wib 2. wib. Kejadian tertinggi pada bulan April pada pukul 19. wib.

105 Saran a) Kaji ulang dengan data yang lebih panjang sehingga mendapatkan hasil yang lebih baik. b) Penggantian alat pengamatan perlu di informasikan untuk mendapatkan koreksi data. c) Pembangkitan data untuk data yang hilang. d) Penambahan unsur-unsur cuaca yang lainnya agar dapat menggambarkan kondisi perubahan iklim yang lebih lengkap.

106 83 DAFTAR PUSTAKA Agrissantika T. 27. Model dinamika spasial ruang terbangun dan ruang terbuka hijau (studi kasus kawasan Jabodetabek). IPB. Bogor. Chen, TC, Wang SY, Yen MC. 27. Enhancement of Afternoon Thunderstorm Activity by Urbanization in a Valley: Taipei. Journal of Applied Meteorology and climatology. 46: [BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi Dan Geofisika. 29. Atlas Normal Iklim Di Indonesia Periode Suhu Udara. Jakarta [BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi Dan Geofisika. 21. Peraturan KBMKG Nomor: Kep. 9 Tahun 21 Tentang Prosedur Standar Operasional Pelaksanaan Peringatan Dini, Pelaporan, Dan Diseminasi Informasi Cuaca Ekstrim. Jakarta Effendy S. 27. Keterkaitan Ruang Terbuka Hijau dengan Urban Heat Island Wilaya h Jabotabek. IPB. Bogor Effendy S., Santosa I. 28. Kajian Kontribusi Ruang Terbuka Hijau (RTH), Kepadatan Polusi, Ruang Terbangun (RTB) dan Kepadatan kendaraan Terhadap Urban Heat Island Jabotabek. Proceedings Agriculture Meteorology Symposium VII, PERHIMPI. Bogor Hermawan. 25. Analisa perubahan Komponen Neraca Energi Permukaan. Distribusi Urban Heat Island Dan THI akibat perubahan Penurunan Lahan. IPB. Bogor Intergovernmental Panel Climate Change (IPCC). 21 Intergovernmental Panel Climate Change (IPCC). 27 Kawano T, Watanabe H. 25. A Study of the Generation of Summer Thunderstorms over the Kyushu Area. Jurnal Agriculture Meteorologi. 6 (5): Leroux M. 25. Global Warming-Myth or Reality? The Erring Ways of Climatology. 6: Praxis Publishing Ltd. Chichester. UK Mas at A. 28. Perubahan Suhu Udara DKI Jakarta Sebagai Efek Perkembangan Kota. Buletin Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Vol. 4. No.4 Desember 28: Mulyono P., Nicholls N. 22. Osilasi Selatan. Di dalam: Partridge L J dan Ma shum M, Editor. Kapan Hujan Turun? Dampak Osilasi Selatan dan El Nino di Indonesia. Departement of Primary Industries. The State of Queensland. 2:12-17 Sugiyono. 29. Statistik Untuk Penelitian. Alfabeta. Bandung Takeda Hidrologi Untuk Pengairan. Pradya Paramita. Jakarta Tjasyono. 28. Meteorologi Terapan. ITB. Bandung Trenberth KE, Jones PD. 27. Observations: Surface and Atmospheric. Hoskins BJ, Karl TR, Jallow B. Editor. The Physical Science Basis Change Climat Change 27. IPPC. 3:

107 84 Tursilowati. 28. Urban Heat Island dan kontribusinya pada perubahan iklim dan Hubungannya dengan perubahan lahan. LAPAN. Jakarta Wang X, Doi K, Xu X. 25. Land-use and Climate Change in Sanjiang Plain China Using S.atellite Data. J. Agric. Meteorol. 6(5): Wisnubroto S., Aminah S., Nitisapto M Asas-asas Meteorologi Pertanian. Ghalia Indonesia. Jakarta Timur

108 85 Lampiran 1 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 2 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan Januari -1 '97-'8 '88-'96 1 LAPISAN ATMOSFER (mb) Lampiran 2 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 2 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan Pebruari -1 1 '97-'8 '88-'96 LAPISAN ATMOSFER (mb) SUHU ( C)

109 86 Lampiran 3 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 2 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan Maret -1 1 '97-'8 '88-'96 LAPISAN ATMOSFER (mb) SUHU ( C) Lampiran 4 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 2 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan April -1 '97-'8 '88-'96 1 LAPISAN ATMOSFER (mb) SUHU ( C)

110 87 Lampiran 5 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 2 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan Mei -1 1 '97-'8 '88-'96 LAPISAN ATMOSFER (mb) SUHU ( C) 2 4 Lampiran 6 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 2 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan Juni -1 '97-'8 '88-'96 1 LAPISAN ATMOSFER (mb) SUHU ( C)

111 88 Lampiran 7 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 2 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan Juli -1 '97-'8 '88-'96 1 LAPISAN ATMOSFER (mb) SUHU ( C) Lampiran 8 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 2 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan Agustus -1 1 '97-'8 '88-'96 3 LAPISAN ATMOSFER SUHU (C) 2 4

112 89 Lampiran 9 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 2 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan September -1 1 '97-'8 '88-'96 LAPISAN ATMOSFER (mb) SUHU ( C) Lampiran 1 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 2 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan Oktober -1 1 '97-'8 '88-'96 LAPISAN ATMOSFER (mb) SUHU ( C)

113 9 Lampiran 11 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 2 mb ) antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan Nopember -1 1 '97-'8 '88-'96 LAPISAN ATMOSFER (mb) SUHU ( C) Lampiran. 12 Grafik perbandingan profil udara atas (lapisan permukaan hingga 2 mb)antara periode tahun dengan periode tahun pada bulan Desember -1 1 '97-'8 '88-'96 LAPISAN ATMOSFER (mb) SUHU ( C)

114 91 Lampiran 13 Normal suhu udara maksimum wilayah Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat bulan Januari Lampiran 14 Normal suhu udara maksimum wilayah Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat bulan Pebruari

115 92 Lampiran 15 Normal suhu udara maksimum wilayah Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat bulan Maret Lampiran 16 Normal suhu udara maksimum wilayah Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat bulan April

2. TINJAUAN PUSTAKA. Energi radiasi gelombang pendek yang dipantulkan oleh suatu permukaan (

2. TINJAUAN PUSTAKA. Energi radiasi gelombang pendek yang dipantulkan oleh suatu permukaan ( 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Neraca energi 2.1.1 Radiasi Neto Energi yang sampai pada suatu permukaan harus sama dengan energi yang meninggalkan permukaan pada waktu yang sama, semua fluks energi harus dipertimbangkan

Lebih terperinci

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN MEI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN JULI, AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP PROPINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas berkat dan rahmat Nya kami dapat menyusun laporan dan laporan Prakiraan Musim Kemarau 2016 di wilayah Propinsi Banten

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN PEBRUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN APRIL, MEI DAN JUNI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN JUNI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN AGUSTUS, SEPTEMBER DAN OKTOBER 2011 PROVINSI DKI JAKARTA 1. TINJAUAN UMUM 1.1. Curah Hujan Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang jatuh

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

Propinsi Banten dan DKI Jakarta

Propinsi Banten dan DKI Jakarta BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG ANALISIS MUSIM KEMARAU 2013 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2013/2014 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp. (021) 7353018, Fax: (021) 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS HUJAN BULAN JANUARI 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN MARET, APRIL, DAN MEI 2011 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

Lebih terperinci

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA

EVALUASI MUSIM HUJAN 2007/2008 DAN PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2008 PROVINSI BANTEN DAN DKI JAKARTA BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262, Tromol Pos. 7019 / Jks KL, E-mail

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2015 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2015/2016 B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Tangerang Selatan Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1.

ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1. ANALISIS HUJAN BULAN OKTOBER 2011 DAN PRAKIRAAN HUJAN BULAN DESEMBER 2011, JANUARI DAN FEBRUARI 2012 PROVINSI DKI JAKARTA 1. TINJAUAN UMUM 1.1. Curah Hujan Curah hujan merupakan ketinggian air hujan yang

Lebih terperinci

Luas Luas. Luas (Ha) (Ha) Luas. (Ha) (Ha) Kalimantan Barat

Luas Luas. Luas (Ha) (Ha) Luas. (Ha) (Ha) Kalimantan Barat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Hujan Tropis Hujan hujan tropis adalah daerah yang ditandai oleh tumbuh-tumbuhan subur dan rimbun serta curah hujan dan suhu yang tinggi sepanjang tahun. Hutan hujan tropis

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262 Website : http://www.staklimpondoketung.net Jln. Raya Kodam Bintaro No.

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI ANGIN

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI KLAS II PONDOK BETUNG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan (12070) Telp. (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com,

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA DINAMIKA STASIUN ATMOSFER METEOROLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kalimantan Selatan sebagai salah satu wilayah Indonesia yang memiliki letak geografis di daerah ekuator memiliki pola cuaca yang sangat dipengaruhi oleh aktifitas monsoon,

Lebih terperinci

ANALISIS FENOMENA PERUBAHAN IKLIM DAN KARAKTERISTIK CURAH HUJAN EKSTRIM DI KOTA MAKASSAR

ANALISIS FENOMENA PERUBAHAN IKLIM DAN KARAKTERISTIK CURAH HUJAN EKSTRIM DI KOTA MAKASSAR JURNAL SAINS DAN PENDIDIKAN FISIKA (JSPF) Jilid 11 Nomor 1, April 2015 ISSN 1858-330X ANALISIS FENOMENA PERUBAHAN IKLIM DAN KARAKTERISTIK CURAH HUJAN EKSTRIM DI KOTA MAKASSAR 1) Intan Pabalik, Nasrul Ihsan,

Lebih terperinci

LAPORAN ANALISIS HUJAN DI WILAYAH DKI JAKARTA TANGGAL 04 OKTOBER 2009

LAPORAN ANALISIS HUJAN DI WILAYAH DKI JAKARTA TANGGAL 04 OKTOBER 2009 LAPORAN ANALISIS HUJAN DI WILAYAH DKI JAKARTA TANGGAL 4 OKTOBER 29 Oleh : Stasiun Klimatologi Pondok Betung Tangerang 1 PENDAHULUAN Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah mengeluarkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

Perubahan iklim dunia: apa dan bagaimana?

Perubahan iklim dunia: apa dan bagaimana? Perubahan iklim dunia: apa dan bagaimana? Oleh : Imam Hambali Pusat Kajian Kemitraan & Pelayanan Jasa Transportasi Kementerian Perhubungan Pada awal Februari 2007 yang lalu Intergovernmental Panel on Climate

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.1.1 Historis Banjir Jakarta

BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.1.1 Historis Banjir Jakarta BAB I Pendahuluan I.1 Latar Belakang I.1.1 Historis Banjir Jakarta Menurut Caljouw et al. (2004) secara morfologi Jakarta didirikan di atas dataran aluvial pantai dan sungai. Bentang alamnya didominasi

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262 Website : http://www.staklimpondoketung.net Jln. Raya Kodam Bintaro No.

Lebih terperinci

Analisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten

Analisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten Analisis Variasi Cuaca di Daerah Jawa Barat dan Banten Ankiq Taofiqurohman S Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Bandung 40600 ABSTRACT A research on climate variation

Lebih terperinci

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI

ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI ESTIMASI NILAI TPW (TOTAL PRECIPITABLE WATER) DI ATAS DAERAH PADANG DAN BIAK BERDASARKAN HASIL ANALISIS DATA RADIOSONDE IRE PRATIWI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI HUJAN

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI ANGIN

Lebih terperinci

Hidrometeorologi. Pertemuan ke I

Hidrometeorologi. Pertemuan ke I Hidrometeorologi Pertemuan ke I Pengertian Pengertian HIDROMETEOROLOGI Adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara unsur unsur meteorologi dengan siklus hidrologi, tekanannya pada hubungan timbal balik

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262 Website : http://www.staklimpondoketung.net Jln. Raya Kodam Bintaro No.

Lebih terperinci

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA

ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA ANALISIS MUSIM KEMARAU 2011 DAN PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PROVINSI DKI JAKARTA Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG 1. TINJAUAN UMUM 1.1.

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISIS STASIUN CUACA METEOROLOGI TERKAIT HUJAN

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Segala kritik dan saran sangat kami harapkan guna peningkatan kualitas publikasi ini. Semoga bermanfaat.

KATA PENGANTAR. Segala kritik dan saran sangat kami harapkan guna peningkatan kualitas publikasi ini. Semoga bermanfaat. KATA PENGANTAR Laporan rutin kali ini berisi informasi analisa hujan yang terjadi pada bulan Mei 2011 di wilayah Banten dan DKI Jakarta. Serta informasi prakiraan hujan untuk bulan Juli, Agustus, dan September

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 IDENTIFIKASI CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama

Lebih terperinci

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Pengertian 2 Global warming atau pemanasan global adalah proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi. Suhu rata-rata global permukaan bumi telah 0,74 ± 0,18 C (1,33 ±

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISIS CUACA STASIUN EKSTRIM METEOROLOGI TERKAIT

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNGTANGERANG Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262 Website : http://www.staklimpondoketung.net Jln. Raya Kodam Bintaro No.

Lebih terperinci

Analisis Hujan Bulan Juni 2012 Iklim Mikro Bulan Juni 2012 Prakiraan Hujan Bulan Agustus, September dan Oktober 2012

Analisis Hujan Bulan Juni 2012 Iklim Mikro Bulan Juni 2012 Prakiraan Hujan Bulan Agustus, September dan Oktober 2012 Analisis Hujan Bulan Juni 2012 Iklim Mikro Bulan Juni 2012 Stasiun Klimatologi Pondok Betung Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya

PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya PEMANASAN GLOBAL Dampak terhadap Kehidupan Manusia dan Usaha Penanggulangannya Oleh : Prof. Dr., Ir. Moch. Sodiq Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Lebih terperinci

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu Arif Ismul Hadi, Suwarsono dan Herliana Abstrak: Penelitian bertujuan untuk memperoleh gambaran siklus bulanan dan tahunan curah hujan maksimum

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP 1 KATA PENGANTAR Publikasi Prakiraan Awal Musim Hujan 2015/2016 di Propinsi Bali merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Klimatologi Negara Bali. Prakiraan Awal

Lebih terperinci

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA I. PENDAHULUAN Wilayah Indonesia berada pada posisi strategis, terletak di daerah

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262 Website : http://www.staklimpondoketung.net Jln. Raya Kodam Bintaro No.

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI KEJADIAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012

KATA PENGANTAR. Banjarbaru, Oktober 2012 Kepala Stasiun Klimatologi Banjarbaru. Ir. PURWANTO NIP Buletin Edisi Oktober 2012 KATA PENGANTAR i Analisis Hujan Bulan Agustus 2012, Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2012, dan Januari 2013 Kalimantan Timur disusun berdasarkan hasil pantauan kondisi fisis atmosfer dan data yang

Lebih terperinci

ANALISA CUACA TERKAIT KEJADIAN HUJAN EKSTREM SURABAYA DI SURABAYA TANGGAL 24 NOVEMBER 2017

ANALISA CUACA TERKAIT KEJADIAN HUJAN EKSTREM SURABAYA DI SURABAYA TANGGAL 24 NOVEMBER 2017 B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS I JUANDA SURABAYA Alamat : Bandar Udara Juanda Surabaya, Telp. 031 8668989, Fax. 031 8675342, 8673119 E-mail : meteojud@gmail.com,

Lebih terperinci

Analisis Hujan Bulan Mei 2013 Iklim Mikro Bulan Mei 2013 Prakiraan Hujan Bulan Juli, Agustus dan September 2013

Analisis Hujan Bulan Mei 2013 Iklim Mikro Bulan Mei 2013 Prakiraan Hujan Bulan Juli, Agustus dan September 2013 Analisis Hujan Bulan Mei 2013 Iklim Mikro Bulan Mei 2013 Stasiun Klimatologi Pondok Betung Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI HUJAN

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262, Tromol Pos. 7019 / Jks KL, E-mail

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI HUJAN

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI NABIRE

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI NABIRE BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISIS CUACA EKSTRIM ANGIN KENCANG (22 Knot)

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI BMKG Alamat : Bandar Udara Mali Kalabahi Alor (85819) Telp. Fax. : (0386) 2222820 : (0386) 2222820 Email : stamet.mali@gmail.com

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISIS HUJAN STASIUN SEDANG METEOROLOGI &

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 2 (2013), Hal ISSN : Analisis Tingkat Kekeringan Menggunakan Parameter Cuaca di Kota Pontianak dan Sekitarnya Susi Susanti 1), Andi Ihwan 1), M. Ishak Jumarangi 1) 1Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Tanjungpura, Pontianak

Lebih terperinci

seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan.

seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan. Global Warming Pemanasan global adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 C (1.33 ± 0.32 F)

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air (Haile et al., 2009).

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan dan pengelolaan sumber daya air (Haile et al., 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hujan merupakan salah satu sumber ketersedian air untuk kehidupan di permukaan Bumi (Shoji dan Kitaura, 2006) dan dapat dijadikan sebagai dasar dalam penilaian, perencanaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Parameter Curah Hujan model REMO Data curah hujan dalam keluaran model REMO terdiri dari 2 jenis, yaitu curah hujan stratiform dengan kode C42 dan curah hujan konvektif dengan

Lebih terperinci

DAMPAK EL NINO DAN LA NINA TERHADAP PELAYARAN DI INDONESIA M. CHAERAN. Staf Pengajar Stimart AMNI Semarang. Abstrak

DAMPAK EL NINO DAN LA NINA TERHADAP PELAYARAN DI INDONESIA M. CHAERAN. Staf Pengajar Stimart AMNI Semarang. Abstrak DAMPAK EL NINO DAN LA NINA TERHADAP PELAYARAN DI INDONESIA M. CHAERAN Staf Pengajar Stimart AMNI Semarang Abstrak Cuaca akhir-akhir ini sulit diprediksi dan tidak menentu, sering terjadi cuaca ekstrem

Lebih terperinci

ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI HUJAN LEBAT DAN ANGIN KENCANG DI ALUN-ALUN KOTA BANJARNEGARA (Studi Kasus Tanggal 08 Nopember 2017)

ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI HUJAN LEBAT DAN ANGIN KENCANG DI ALUN-ALUN KOTA BANJARNEGARA (Studi Kasus Tanggal 08 Nopember 2017) ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI HUJAN LEBAT DAN ANGIN KENCANG DI ALUN-ALUN KOTA BANJARNEGARA (Studi Kasus Tanggal 08 Nopember 2017) Adi Saputra 1, Fahrizal 2 Stasiun Meteorologi Klas I Radin Inten

Lebih terperinci

FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL. Erwin Hermawan.

FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL. Erwin Hermawan. FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL Erwin Hermawan Abstrak Secara umum, UHI mengacu pada peningkatan suhu udara,

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR

DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR DAMPAK PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP KETERSEDIAAN SUMBER DAYA AIR DI KOTA TANGERANG OLEH : DADAN SUHENDAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 ABSTRAK DADAN SUHENDAR. Dampak Perubahan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262 Website : http://www.staklimpondoketung.net Jln. Raya Kodam Bintaro No.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 7 d) phase spectrum, dengan persamaan matematis: e) coherency, dengan persamaan matematis: f) gain spektrum, dengan persamaan matematis: IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Geografis dan Cuaca Kototabang

Lebih terperinci

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas Pemanasan Bumi Meteorologi Suhu dan Perpindahan Panas Suhu merupakan besaran rata- rata energi kine4k yang dimiliki seluruh molekul dan atom- atom di udara. Udara yang dipanaskan akan memiliki energi kine4k

Lebih terperinci

POTENSI PEMANFAATAN INFORMASI PRAKIRAAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG SISTEM USAHA TAMBAK UDANG DAN GARAM DI KABUPATEN INDRAMAYU KIKI KARTIKASARI

POTENSI PEMANFAATAN INFORMASI PRAKIRAAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG SISTEM USAHA TAMBAK UDANG DAN GARAM DI KABUPATEN INDRAMAYU KIKI KARTIKASARI POTENSI PEMANFAATAN INFORMASI PRAKIRAAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG SISTEM USAHA TAMBAK UDANG DAN GARAM DI KABUPATEN INDRAMAYU KIKI KARTIKASARI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA OLEH : ANDRIE WIJAYA, A.Md FENOMENA GLOBAL 1. ENSO (El Nino Southern Oscillation) Secara Ilmiah ENSO atau El Nino dapat di jelaskan

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

ANALISIS KLIMATOLOGI HUJAN EKSTRIM BULAN JUNI DI NEGARA-BALI (Studi Khasus 26 Juni 2017) https://www.balipost.com

ANALISIS KLIMATOLOGI HUJAN EKSTRIM BULAN JUNI DI NEGARA-BALI (Studi Khasus 26 Juni 2017) https://www.balipost.com ANALISIS KLIMATOLOGI HUJAN EKSTRIM BULAN JUNI DI NEGARA-BALI (Studi Khasus 26 Juni 2017) https://www.balipost.com www.news.detik.com STASIUN KLIMATOLOGI KELAS II JEMBRANA - BALI JUNI 2017 ANALISIS KLIMATOLOGI

Lebih terperinci

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi

Skema proses penerimaan radiasi matahari oleh bumi Besarnya radiasi yang diserap atau dipantulkan, baik oleh permukaan bumi atau awan berubah-ubah tergantung pada ketebalan awan, kandungan uap air, atau jumlah partikel debu Radiasi datang (100%) Radiasi

Lebih terperinci

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan September 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2013 dan Januari 2014 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP

KATA PENGANTAR KUPANG, MARET 2016 PH. KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI LASIANA KUPANG CAROLINA D. ROMMER, S.IP NIP KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG B M K G BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262 Website : http://www.staklimpondoketung.net Jln. Raya Kodam Bintaro No.

Lebih terperinci

ANALISIS KONDISI ATMOSFER PADA KEJADIAN BANJIR DI WILAYAH JAKARTA SELATAN (Studi kasus banjir, 27 dan 28 Agustus 2016) Abstrak

ANALISIS KONDISI ATMOSFER PADA KEJADIAN BANJIR DI WILAYAH JAKARTA SELATAN (Studi kasus banjir, 27 dan 28 Agustus 2016) Abstrak ANALISIS KONDISI ATMOSFER PADA KEJADIAN BANJIR DI WILAYAH JAKARTA SELATAN (Studi kasus banjir, 27 dan 28 Agustus 2016) Levi Ratnasari 1, Arditho Bramandika Putra 2 Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi

Lebih terperinci

STASIUN METEOROLOGI PATTIMURA AMBON

STASIUN METEOROLOGI PATTIMURA AMBON BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI PATTIMURA AMBON Alamat : Bandar Udara Pattimura Ambon 97236, ext: 274 Telp : (0911) 3300340,341172 Telp / Fax: (0911) 311751,341172 Analisis

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL. 1. Pengertian Pemanasan Global

PEMANASAN GLOBAL. 1. Pengertian Pemanasan Global PEMANASAN GLOBAL Secara umum pemanasan global didefinisikan dengan meningkatkan suhu permukaan bumi oleh gas rumah kaca akibat aktivitas manusia. Meski suhu lokal berubah-ubah secara alami, dalam kurun

Lebih terperinci

Stasiun Klimatologi Pondok Betung

Stasiun Klimatologi Pondok Betung Stasiun Klimatologi Pondok Betung Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262 E-mail: staklim.pondok.betung@gmail.com Website: www.staklimpondokbetung.net

Lebih terperinci

EKSPLANASI ILMIAH DAMPAK EL NINO LA. Rosmiati STKIP Bima

EKSPLANASI ILMIAH DAMPAK EL NINO LA. Rosmiati STKIP Bima ABSTRAK EKSPLANASI ILMIAH DAMPAK EL NINO LA Rosmiati STKIP Bima Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki pulau pulau besar dan kecil berada di daerah tropis, menerima radiasi matahari paling banyak

Lebih terperinci

Variasi Iklim Musiman dan Non Musiman di Indonesia *)

Variasi Iklim Musiman dan Non Musiman di Indonesia *) Musiman dan Non Musiman di Indonesia *) oleh : Bayong Tjasyono HK. Kelompok Keahlian Sains Atmosfer Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung Abstrak Beda pemanasan musiman antara

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP

KATA PENGANTAR PANGKALPINANG, APRIL 2016 KEPALA STASIUN METEOROLOGI KLAS I PANGKALPINANG MOHAMMAD NURHUDA, S.T. NIP Buletin Prakiraan Musim Kemarau 2016 i KATA PENGANTAR Penyajian prakiraan musim kemarau 2016 di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diterbitkan untuk memberikan informasi kepada masyarakat disamping publikasi

Lebih terperinci

Analisis Hujan Bulan Oktober 2012 Iklim Mikro Bulan Oktober 2012

Analisis Hujan Bulan Oktober 2012 Iklim Mikro Bulan Oktober 2012 Analisis Hujan Bulan Oktober 2012 Iklim Mikro Bulan Oktober 2012 Prakiraan Hujan Stasiun Klimatologi Pondok Betung Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG KATA PENGANTAR Stasiun Klimatologi Semarang setiap tahun menerbitkan buku Prakiraan Musim Hujan dan Prakiraan Musim Kemarau daerah Propinsi Jawa Tengah. Buku Prakiraan Musim Hujan diterbitkan setiap bulan

Lebih terperinci

Analisis Kondisi Atmosfer Pada Saat Kejadian Banjir Bandang Tanggal 2 Mei 2015 Di Wilayah Kediri Nusa Tenggara Barat

Analisis Kondisi Atmosfer Pada Saat Kejadian Banjir Bandang Tanggal 2 Mei 2015 Di Wilayah Kediri Nusa Tenggara Barat Analisis Kondisi Atmosfer Pada Saat Kejadian Banjir Bandang Tanggal 2 Mei 2015 Di Wilayah Kediri Nusa Tenggara Barat Oleh: Drs. Achmad Sasmito dan Rahayu Sapta Sri S, S.Kel Perekayasa dan Peneliti di Pusat

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Februari 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan di

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG

BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG Jln. Raya Kodam Bintaro No. 82 Jakarta Selatan ( 12070 ) Telp: (021) 7353018 / Fax: 7355262, Tromol Pos. 7019 / Jks KL Website:

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISA CUACA STASIUN TERKAIT METEOROLOGI HUJAN

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Press Release BMKG Jakarta, 12 Oktober 2010 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA 2 BMKG A F R I C A A S I A 3 Proses EL NINO, DIPOLE MODE 2 1 1963 1972 1982 1997 1 2 3 EL NINO / LA NINA SUHU PERAIRAN

Lebih terperinci

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA BMKG Jl. Sisingamangaraja BADAN METEOROLOGI No. 1 Nabire Telp. (0984) DAN GEOFISIKA 22559,26169 Fax (0984) 22559 ANALISIS CUACA EKSTRIM STASIUN TERKAIT METEOROLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak sekali dampak yang ditimbulkan oleh pemanasan global ini.

BAB I PENDAHULUAN. banyak sekali dampak yang ditimbulkan oleh pemanasan global ini. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bumi merupakan satu-satunya tempat tinggal bagi makhluk hidup. Pelestarian lingkungan dilapisan bumi sangat mempengaruhi kelangsungan hidup semua makhluk hidup. Suhu

Lebih terperinci

ANALISIS CUACA TERKAIT BANJIR DI KELURAHAN WOLOMARANG, KECAMATAN ALOK, WILAYAH KABUPATEN SIKKA, NTT (7 JANUARI 2017)

ANALISIS CUACA TERKAIT BANJIR DI KELURAHAN WOLOMARANG, KECAMATAN ALOK, WILAYAH KABUPATEN SIKKA, NTT (7 JANUARI 2017) BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI WAI OTI MAUMERE Jln. Angkasa Maumere Flores Telp : ( 0382 ) 21349 B M K G Fax: ( 0382 ) 22967 PO. BOX 100 Kode Pos 86111 e-mail : met_mof@yahoo.com

Lebih terperinci