PERUBAHAN IMUNOLOGIS PADA ENDOMETRIOSIS PERITONEAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERUBAHAN IMUNOLOGIS PADA ENDOMETRIOSIS PERITONEAL"

Transkripsi

1 REFERAT IV PERUBAHAN IMUNOLOGIS PADA ENDOMETRIOSIS PERITONEAL Penyaji : Dr. Januar Simatupang Pembimbing : Dr. Rizani Amran, SpOG, K-FER Pemandu : Dr. K. Yusuf. Effendi, SpOG BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA RSU. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG Dipresentasikan, Sabtu 22 Februari 2003 Pukul WIB

2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... i ii iii I. PENDAHULUAN... 1 II.POLA UMUM PERKEMBANGAN ENDOMETRIOSIS... 2 A. ANGKA KEJADIAN... 2 B. PATOGENESIS Teori transplatasi dan regurgitas Teori metaplasia Teori induksi Teori hormonal Teori lingkungan (racun) Teori genetik Teori imunologi... 5 III. PERKEMBANGAN ENDOMETRIOSIS PERTONEAL DAN GAMBARAN LESI ENDOSKOPIK Lesi mikroskopik Lesi dini aktif Lesi aktif lanjut Lesi penyembuhan IV. PERUBAHAN IMUNOLOGIS PADA ENDOMETRIOSIS PERITONEAL Makrofag Sel B peritoneal dan imunoglobulin Sel Natural Killer (NK) Sel T Sitokin V. RINGKASAN VI. RUJUKAN... 24

3 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Skema teori transplantasi... 3 Gambar 2. Skema teori metaplasia... 4 Gambar 3. Skema teori induksi... 4 Gambar 4. Patogenesis endometriosis peritoneal... 8 Gambar 5. Tipe lesi-lesi endometriosis... 9 Gambar 6. Reaksi peritoneum terhadap susukan endometriosis... 9 Gambar 7. Skema interaksi sel-sel imun dan jaringan endometriosis pada rongga tubuh... 23

4 DAFTAR TABEL Tabel 1. Macam-macam lesi endometriosis menurut umur Tabel 2. Perubahan makrofag, sel B dan sel T pada wanita dengan Endometriosis Tabel 3. Sitokinin dan fungsinya Tabel 4. Kadar sitokinin pada wanita dengan endometriosis... 20

5 PERUBAHAN IMUNOLOGIS PADA ENDOMETRIOSIS PERITONEAL PENDAHULUAN Endometriosis merupakan satu masalah penting di bidang Ginekologi, berkenaan dengan timbulnya dampak dan progresifitasnya yang berjalan terus sepanjang kehidupan seorang wanita.endometriosis adalah susunan mirip endometrium yang menampilkan perubahan klinis seperti endometrium normal kavum uteri yang dapat tumbuh di hampir semua organ tubuh 1. Jika endometrium tumbuh dii peritoneum disebut endometriosis peritoneal 1,2,3. Secara epidemiologis dari semua kasus operasi pelvik pada wanita ditemukan hampir 15% kasus endometriosis 4. Kajian epidemiologik tentang endometriosis secara luas di Indonesia belum banyak dilakukan. Pada pasangan infertil dijumpai 25% diakibatkan oleh endometriosis, sedangkan pada kasus infertilitas idiopatik penyakit ini dijumpai 80% 5. Di bagian Obstetri dan Ginekologi FK-UI RSCM selama tahun 1990 tercatat 15,7% kasus endometriosis di Poliklinik Imunoendokrinologi 4. Telah banyak hipotesa diajukan untuk menerangkan patogenesis endometriosis, tapi hingga kini belum ada satupun teori yang dapat menjelaskan secara keseluruhan kejadian endometriosis. Walaupun etiologinya belum diketahui secara pasti, tetapi perjalanan dan patogenesis penyakit ini telah banyak diteliti secara mendalam dan diungkapkan dalam beragam teori. Mulai dari teori klinik hingga biomolekuler. Secara klinik endometrosis tampil dengan keadaan gejala yang berat 5. Hingga kini pengobatan yang digunakan adalah sama meskipun dengan perbedaan patogenesis yaitu pengobatan medik dengan hormon atau gabungan tindakan pembedahan dan hormonal. Tujuan pembedahan baik konvensional maupun pembedahan laparoskopik adalah menghilangkan lesi endometrosis peritoneal sebanyak mungkin dengan melakukan dekstruksi lesi-lesi yang ada, dilanjutkan dengan pengobatan hormonal.

6 Permasalahan yang timbul kemudian adalah masih tingginya angka kekambuhan endometriosis pasca pengobatan pembedahan dan hormonal yaitu: 33% 6, James M Wheller 7 menemukan kekambuhan 40,3%. Menurut penelitian yang dilakukan Alex dkk 8 di RSCM pada tahun kekambuhan ditemukan sebesar 9,09%. Hal ini terjadi antara lain karena proses autoinum pada penyakit ini dan karena kurang adekuatnya pengenalan ragam tampilan endometriosis peritoneal pada saat pembedahan atau laparoskopi. Penggunaan laparoskopi untuk diagnostik endometriosis peritoneal mempunyai akurasi mencapai 93% 9, jika pemeriksa dilakukan secara benar dan sistematik dan mampu mengenali jenis lokasi, luas dan derajat dari lesi endometriosis. Pemahaman dan pengenalan patogenesis endometriosis dan tampilan lesi endometriosis secara baik akan mempengaruhi diagnosis dan pengobatan yang adekuat, karena tertingginya lesi endometriosis saat dilakukan destruksi pada laparotomi operatif atau pembedahan akan memudahkan terjadinya kekambuhan. Pada sari pustaka ini akan diuraikan perubahan imunologis endometriosis peritoneal. Diharapkan dari pustaka ini dapat meningkatkan pemahaman perubahan imunologi yang terjadi pada endometriosis peritoneal dan pengenalan ragam gambaran lesi endometriosis. I. POLA UMUM PERKEMBANGAN ENDOMETRIOSIS A. ANGKA KEJADIAN Kejadian endometriosis ditemukan pada 15 % dari semua operasi pelvik 4, bahkan Berger 10 menemukan angka yang lebih tinggi yaitu 53%, Evers 5 menemukan 85% wanita dengan infertilitas idiopatik ternyata menderita endometriosis. Sedangkan wanita infertilitas pada pemeriksaan laparoskopiknya dijumpai 80%. Di klinik kelainan ini tampil dengan beragam gejalanya : dismenorea (80%) nyeri pelvis (50%), infertilitas (40%), gangguan haid (20%) dan keluhan-keluhan lainnya 5. Kekambuhan penyakit ini setelah dilakukan pengobatan pembedahan dan medikasi ditemukan oleh Candiani sebesar 33%, James M Wheller sebesar

7 40,3%, sedangkan di Indonesia Alex dkk di RSCM tahun menemukan kekambuhan sebesar 9,09%. B. PATOGENESIS Sampai saat ini belum ada satupun teori yang dapat menjelaskan terjadinya endometriosis yang dapat diterima oleh semua pihak. Beberapa teori yang menerangkan hal ini yaitu: teori transplantasi dan regurgitasi, teori metaplasia, teori induksi, teori hormonal, teori lingkungan (racun), teori genetik, teori imunologi. 1. Teori transplantasi dan regurgitasi Teori ini dikemukakan oleh Sampson pada tahun 1927, dijelaskan bahwa endometriosis terjadi karena darah haid mengalir balik melalui tuba ke dalam rongga pelvik (retrograde). Sel-sel endometriosis yang masih hidup (viable) ini kemudian mengadakan implantasi di peritonium 11,12,13,14,15. Tetapi teori ini tidak dapat menerangkan kasus endometriosis di luar pelvis, terjadi endometriosis di mata dan endometriosis yang terjadi pada tuba yang non paten.

8 2. Teori metaplasia Teori metaplasia ini dikemukakan oleh Robert Meyer yang menyatakan bahwa endometriosis terjadi karena rangsangan pada sel-sel epitel yang berasal dari sel epitel selomik pluripoten dapat mempertahankan hidupnya di daerah pelvik, sehingga terbentuk jaringan endometriosis. Teori ini didukung oleh penelitianpenelitian yang mutakhir 11,13. Teori ini dapat menerangkan terjadinya pertumbuhan endometriosis di toraks, umbilikus dan vulva. Dikutip dari Baziad Teori induksi Merupakan perluasan dari teori metaplasia. Terdapat faktor biokimia endogen yang dapat menginduksi sel yang tak terbedakan (undifferentiated) di peritoneum dan berkembang menjadi jaringan endometrium 12,13. Studi eksperimental juga membuktikan endometriosis dapat diinduksi dengan pemaparan pelvik terhadap peningkatan jumlah regurgitasi dari darah haid. Implantasi dari jaringan endometrium secara eksperimental juga menginduksi terjadinya endometriosis pada kelinci 1. Dikutip dari Patrono C 1

9 4. Teori hormonal Disamping itu terdapat faktor-faktor lain yang juga berperan dalam patogenesis terjadinya endometriosis, yaitu faktor endokrin. Teori ini menyatakan bahwa kehamilan telah lama diketahui dapat meredam endometriosis, hal ini disebabkan rendahnya kadar FSH, LH dan E2 juga dapat menghentikan endometriosis. Disamping itu pemberian hormon steroid seks dapat menekan sekresi FSH, dan LH. Diperkirakan aktivitas endometriosis sebagian besar dipengaruhi oleh hormon steroid seks. Diketahui bahwa estrogen, khususnya estradiol (E2) merangsang dan progesteron (P) menghambat sekresi lgg dan IgA. Tetapi menurut Jacoeb pengaruh imunosupresif itu tidak diperlihatkan oleh P, sedangkan E2 masih memperlihatkan khasiat perangsang imun ringan terhadap lgg. Menurut Jacoeb, memberatnya endometriosis bukanlah mumi bergantung estrogen saja. Dengan demikian dalam perkembangan endometriosis tidak hanya terbatas pada peran steroid seks saja melainkan juga karena faktor imunologis Teori lingkungan (racun) Penelitian Rier dkk menyebutkan faktor lingkungan juga memberikan pengaruh pada perkembangan endometriosis 17, khususnya berhubungan dengan racun yang mempunyai efek pada hormon reproduksi dan respon pada sistem imun. Pada percobaan ini 79% dari kera-kera yang terpapar dioksin didapatkan endometriosis pada tubuhnya. 6. Teori genetik Penelitian lain menyebutkan bahwa endometriosis merupakan penyakit turunan. Hal ini didapatkan dari laporan bahwa wanita dengan endometriosis seringkali berasal dari keluarga dengan insiden endometriosis yang tinggi. 7. Teori imunologi J.A. Hill, mendapatkan adanya gangguan pada imunitas pada wanita endometriosis 18. Dmowski dkk mendapatkan adanya kegagalan dalam sistem pengumpulan dan pembuangan sampah haid oleh makrofag dan fungsi sel NK yang menurun pada endometriosis.

10 Sementara penelitian lain seperti Weed & Arquembourg 15. Bartosik 19 dan Mathur 20 dan Jacoeb berpendapat bahwa endometriosis adalah suatu penyakit autoimun, karena memenuhi kriteria :cenderung lebih bayak wanita,bersifat familial,menimbulkan gejala klinik,melibatkan multi organ,menunjukkan aktivitas sel B-poliklonal. Disamping itu Gleicher mengemukakan bahwa danazol yang semula dipakai untuk pengobatan endometriosis, sekarang dipakai juga untuk mengobati penyakit autoinum. Danazol menurunkan tempat ikatan reseptor IgG (reseptor Fc) pada monosit sehingga mempengaruhi aktivitas fagositik dari selsel ini. Beberapa penelitian telah menemukan peningkatan IgA, IgG dan IgM dalam serum dan zalir peritoneal. Kadar C 3 juga berfluktuasi, tetapi meningkat di dalam serum pada endometriosis yang lebih berat. Meskipun dalam batas normal, pada endometriosis berat kadarnya dalam zalir peritoneal meningkat. C 3 merupakan komplemen yang memegang kunci penting yang berawalnya kaskade (riam) proses imunologis tubuh. Komplemen ini dipakai oleh antibodi (imunoglobulin) untuk proses penghancuran dinding sel sehingga merusak sel 16. Bila kadar C 3 ditemukan tinggi di dalam serum, maka ini berarti komplemen tersebut tidak dikonsumsi dalam proses imunologi tersebut dan proses sitolisis pun tidak berlangsung, tetapi keadaan ini tidak terlihat pada penelitian Jacoeb 18. Proses autoimun biasanya dapat dihambat oleh kortikosteroid, sehingga diperlukan kadar kortisol yang tinggi dalam serum dan zalir peritoneal tetapi pada penelitian Jacoeb dijumpai keadaan sebaliknya. Kadar kortisol serum yang tinggi terdapat pada endometriosis sedang dan berat, tetapi rendah pada endometriosis minimal dan ringan. Hal ini memperlihatkan endometriosis bukan merupakan proses yang akut. Dari ke 7 teori tersebut ternyata yang paling mendekati patogenesis endometriosis dan dapat menjelaskan semua penyebaran adalah teori metaplasia, tetapi teori tersebut harus didukung oleh faktor-faktor imunologik sehingga banyak peneliti berpendapat bahwa endometriosis merupakan suatu

11 penyakit imunologik 1,13. Sementara untuk penyebaran endometriosis ada yang berpendapat melalui pembuluh limpa. Shaw berpendapat bahwa pemicuan metaplasia mengubah sel-sel selomik pluripoten menjadi endometriosis 21. Pengubahan ini berlangsung akibat iritasi yang berulang pada epitel selomik yang menjadi faktor pencetus proses metaplasia. Belum diketahui secara pasti apakah susukan endometriosis merupakan turunan dari sel-sel pluripoten insitu atau dihasilkan oleh bibit metastasis. Selain itu juga faktor genetik, endokrin, racun dan imunologi merangsang pertumbuhan dan penyebaran pada pelvis dan organ-organ didekatnya. Patogenesis ini juga terjadi pada endometriosis peritoneal. III. PERKEMBANGAN ENDOMETRIOSIS PERITONEAL Dalam ragam tampilan morfologi dari endometriosis peritoneal tidak dapat kita pisahkan dari patogenesisnya. Hal ini disebabkan karena masing-masing tampilan berhubungan dengan tahap-tahap perkembangan dari endometriosis peritoneal. Sesuai dengan kesepakatan Brosens, lesi merah terjadi pada awal endometriosis dan lesi hitam pada endometriosis lanjut, sedangkan lesi putih merupakan endometriosis yang mulai sembuh atau tidak bergerak atau lesi laten. Hipotesis yang diajukan oleh Redwine dan Golstein dkk, menyatakan bahwa lesi merah mendahului lesi yang lain dan kemudian kehadirannya digantikan dengan lesi hitam dan lesi putih. Berdasarkan perkembangannya endometriosis peritoneal dapat kita bagi menjadi 4 stadium, yaitu : 1. Lesi mikroskopik 2. Lesi dini yang aktif 3. Lesi aktif lanjut (klasik) 4. Lesi penyembuhan

12 Dikutip dari Jacob TZ16

13 Gambaran potongan penampang secara histologik dapat dilihat dibawah ini: 1. Lesi mikroskopi : - Intra mesotelial - Sub-mesotelial 2. Lesi dini aktif : - Papula vaskularisasi - Vesikel merah 3. Lesi aktif lanjut : - Kerutan hitam 4. Lesi Penyembuhan 1. Lesi mikroskopik Gambar 5. Tipe lesi-lesi endometriosis Dikutip dari Brosens et al 22 Dari adanya pertumbuhan jaringan endometriosis maka terdapat reaksi dari peritoneal yang dapat digambarkan sebagai berikut. Gambar 6. Reaksi peritonium terhadap adanya susukan endometriosis Dikutip dari Evers 23

14 Pertumbuhan endometriosis banyak dipengaruhi oleh hormon streroid seks dan faktor-faktor dari luar lainnya. Pada jaringan, hormon steroid seks mempengaruhi terjadinya proliferasi sel-sel, pergerakan/motilitas sel, pembelahan dan mempertahankan hidup. Pemeriksaan mikroskop elektron dan studi histologik peritoneum diketahui mempunyai 2 tipe lesi mikroskopik yaitu daerah epitel torak tinggi dan bersilia yang diganti oleh mesotel. Hal ini ditemukan pada pasien dengan endometriosis baik yang terlihat atau tidak terlihat. Dan lesi ini mengandung kelenjar atau stroma yang ditutupi mesotel. Lesi ini merupakan perkembangan dari proses metaplasia 2 2. Lesi dini aktif Setelah tumbuhnya jaringan endometriosis tersebut, maka sel-sel makrofag akan memberikan reaksi perlekatan. Sejumlah besar dari protein pelekat dan proteoglikan telah dapat ditentukan secara biokimia selama dekade terakhir ini. Laminin dan fibronektin adalah dua glikoprotein pelekat yang utama yang memainkan peranan sebagai kunci pengaturan penempatan sel-sel epitel pada membrana basalis dan sel-sel stroma pada matriks interstitial. Penelitian lain terjadinya perkembangan dan progresivitas dari endometriosis pada baboon yang mendapatkan imunosupresi 24. Integrin adalah sel glikoprotein permukaan yang bekerja sebagai reseptor dari protein matriks ekstra sellular (ECM). Ekspresi dari beberapa integrin telah dapat didiskripsikan pada endometrium yang normal. Hal ini penting dalam interaksi antara kelenjar dan elemen-elemen dari stroma. Deskripsi pertama dari glikoprotein-glikoprotein ini pada jaringan endometriosis diberikan oleh Beliarg dkk pada tahun Penyerbuan fragmen-fragmen jaringan endometrium ke dalam peritoneum dapat diterangkan dengan mendeteksi selsel molekul perlekatan 2. Bridges dkk menerangkan perubahan yang siklik, ekspresi intergrin, tidak terdapat perbedaan antara jaringan endometrium dan endometriosis. Beliard dkk tidak menemukan perbedaan ekspresi dari laminin dan fibronektin pada kedua jaringan, tetapi pada studi mereka, ekspresi integrin ditemukan disekitar

15 jaringan endometriosis ketika dibandingkan dengan jaringan endometrium. Banyak perbedaan pada ekspresi dari reseptor-reseptor fibronektin antara jaringan endometriosis dan endometrium tidak ditemukan pada studi Bridges dkk dan Van der Linden dkk 2. Perlekatan dari sel-sel endometrium yang viabel kemungkinan difasilitasi oleh produk sekresi dan makrofag antara lain fibronektin epidermal growth factor (EGF), transforming growth factor (TGF)α, TGFβ dan insulin like growth factor (IGF) Setelah terjadi pelekatan dan penyelamatan jaringan endometriosis tersebut maka reaksi dari makrofag tersebut ada melakukan perusakan jaringan untuk memulai terjadinya invasi jaringan dengan mengadakan proses proteolitik. Pada proses ini dibutuhkan degerasi lokal dariecm. Akhir-akhir ini, Marbaik dkk dan Kokorine dkk mengamati bahwa penurunan konsentrasi P pada akhir dari siklus menstruasi akan mengawali sintesis dan aktivasi dari matriks metalloproteinase (MMPs) yang menyebabkan kerusakan ECM, jaringan menjadi kolaps dan menstruasi. Kehadiran kolagenase dapat dibuktikan selama periode menstruasi dan kemungkinan terdapat pada cairan peritoneum, bersama dengan regurgitasi dari sel-sel endometrium, dapat menjadi salah satu elemen pada degenerasi lokal dari ECM peritoneum. Adapula yang menyatakan adanya estrogen atau progresteron dibutuhkan untuk implantasi atau pertumbuhan dini dari sel endometrium 2. Baru-baru ini, Kokorine dkk mendeteksi keberadaan dari MMPs pada lesi merah di peritoneum dan pada endometrioma pada ovarium yang tidak tergantung pada siklus menstruasi, diperkirakan banyaknya lesi dapat mewakili MMPs tersebut tidak tergantung pada penurunan konsentrasi P. Hipotesis ini didasari dengan mentasah propeptid aminoterminal tipe III prokolagen pada cairan peritoneal yang merupakan tanda dari peningkatan metabolisme dari ECM. Setelah terjadinya kerusakan pada membrana basalis maka terjadilah proses migrasi pada organ pejamunya. Studi secara in vitro menunjukkan

16 kemampuan invasi dari sel endometriosis mempunyai bagian dalam patogenesis pada endometriosis pada rongga pelvik yang didiskripsikan oleh Jenkin dkk dan berkorelasi dengan prinsip transplantasi dari sel-sel eksfoliatif. Data-data ini memberi kesan bahwa pemaparan peritoneum pelvik dengan refluks dari darah haid dan menghasilkan peningkatan resiko terjadinya endometriosis. Sebab regurgitasi darah haid dipertimbangkan merupakan fisiologik yang muncul pada wanita dengan tuba yang paten, tetapi tidak semua wanita mengalami endometriosis. Pada tahap ini didapatkan jaringan kelenjar muncul dibawah mesotel sebagai kista (papul yang berekskresi) atau sebagai polip (vesikel). Kelenjar berupa papul ini menonjol dari permukaan mesotel dengan lesi yang dapat dengan vaskularisasi yang halus. Vesikel endometriosis tampak sebagai lepuhan atau sekelompok lepuhan pada mesotelium. Pada lesi ini pada gambaran endoskopik mulai tampak pengisian cairan-cairan serosa, Cairan hemoragik atau merah mudah yang dikelilingi oleh vaskularisasi yang berbentuk sentripetal. Pada lesi-lesi ini jaringan endometriosis polipoid muncul dari kelenjar yang robek dan pada tahap awal lesi papul dan vesikel ini banyak mengandung pembuluh darah dan belum terdapat jaringan fibrotik. Lesi merah seperti api dan lesi kelenjar berekskresi merupakan stadium awal dari implantasi dini kelenjar dan stroma endometrium. Pada studi ini vivo diperlihatkan lesi merah hemoragik sangat aktif memproduksi prostoglandin. Pada tampilan 3 dimensi tampak bentuk kelenjar tersebut merupakan struktur yang bercabang di bawah mesotel dan dapat terlihat karena adanya sekresi, perdarahan atau terjadi diskuamasi. Akhir-akhir ini lesi papul atau vesikel merah ini ditemukan hilang timbul seperti jamur pada permukaan peritoneal. Sehingga hilangnya tampilan pada saat dilakukan laparoskopi setelah pengobatan hormonal tidak menjadi lesi hilang dan pemberian terapi hormonal dalam waktu lama dapat memberikan kedok pada lesi tersebut.

17 3. Lesi aktif lanjut (klasik) Pada tahap ini terjadi proses angiogenesis. Vaskularisasi susukan endometriosis kemungkinan adalah salah satu dari faktor yang terpenting pada pertumbuhan dan invasi ke jaringan lain oleh kelenjar endometriosis. Tampilan 3 dimensi dari lokasi jaringan vaskuler yang berada antara lesi merah dan peritoneum menunjukkan adanya peran angiogenesis di dalamnya. Vaskularisasi yang tinggi pada stroma memberi kesan adanya induksi angiogenesis oleh implantasi melalui growth factor atau sitokin. Salah satu dari growth factor angiogenesis ini adalah growth factor endotelial, yang akhir-akhir ini dideteksi terdapat pada cairan peritoneum pada pasien endometriosis. Studi imunohistokimia telah memperlihatkan adanya faktor-faktor angiogenesis pada endometrium eutopik dan ektopik. Pada tahun 1993, Ferriani dkk mendeteksi imunoreaktifitas dari growth factor fibroblas normal dan jaringan endometrium dan endometrium ektopik. Pada penelitian lain ditemukan kadar antigen CA 125 meningkat pada endometriosis 22,26. Pada lesi ini terdapat proses inflamasi, fibrosis, perdarahan dan pigmentasi sehingga sering disebut sebagai lesi klasik. Lesi-lesi ini sangat mudah dikenali sebagai endometriosis. Dengan terjadi fibrosis maka respon hormonal pada lesilesi ini menjadi berkurang. Redwine mendapatkan lesi-lesi papul dan vesikel merah muncul lebih dahulu dari lesi gelap atau lesi hitam. Bermacam-macam gambaran lesi tampak pada semua sebaran usia reproduksi seperti dibawah ini (tabel 1). Tabel 1. Gambaran macam-macam lesi endometriosis menurut umur Dikutip dari Evers 23

18 4. Lesi penyembuhan Selama kehidupan reproduksi lesi tanpa fibrosis dan dengan fibrosis terdapat bersama-sama, tetapi lesi fibrotik timbul setelah lesi kelenjar atau lesi merah menghilang dari peritoneum. Lesi-lesi aktif awal akan menghilang secara spontan atau menjadi lesi fibrotik. Dengan meningkatnya jaringan fibrotik respon terhadap hormonpun menjadi berkurang. IV. PERUBAHAN IMUNOLOGIS PADA ENDOMETRIOSIS PERITONEAL Untuk mempertahankan kehidupannya manusia memerlukan sistem kekebalan yang digunakan untuk melindungi tubuhnya dari bahaya yang akan ditimbulkan oleh berbagai bahan disekitarnya. Sistem pertahanan tubuh tersebut terdiri dari : a. Sistem imun non spesifik (alamiah) b. Sistem imun spesifik (didapat) Pertahanan non spesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme. Komponen-komponen sistem imun non spesifik itu terdiri dari pertahanan fisik dan mekanik, petahanan biokimiawi, pertahanan humoral dan pertahanan selular. Sedangkan pertahanan spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Sistem pertahanan spesifik ini dibagi atas : a. Sistem imun spesifik humoral yang berupa limfosit B dan sel B b. Sistem imun spesifik selular berupa limfosit T. Pada endometriosis didapatkan adanya perubahan dari sistem imun tersebut berupa defisiensi dari sistem imun. Dari studi penderita endometriosis didapatkan perubahan beberapa komponen imunologi pada zalir peritoneal antara lain makrofag fagosit, monosit sel NK, limsosit Tc, sel B, mediator inflamasi seperti komplemen dan sitokin, dan sel-sel perusak sel endometriosis yang memungkinkan terjadinya perlekatan, migrasi dan angiogenesis. Sesuai dengan teori Meyer yang disebutkan bahwa endometriosis terjadi akibat rangsangan pada sel-sel epitel selom yang terjadi masih bersifat pluripoten yang berdiferensiasi tinggi sehingga terbentuk jaringan endometriosis. Adapun bentuk rangsangan yang terjadi pada endometriosis

19 peritoneal adalah terjadinya reaksi inflamasi yang terus menerus terjadi akibat adanya regurgitasi darah haid yang terjadi pada % wanita normal dengan tuba paten. Kejadian ini akan berulang secara siklik setiap bulannya. Darah haid tersebut terdiri dari cairan ekstraselular, darah, jaringan endometrium yang lepas yang mengandung sel-sel endometrium baik yang mati maupun yang masih hidup (viable). Regurgitasi ini terjadi akibat kontraksi uterus yang ritmik atas pengaruh prostaglandin F 2 pada saat haid dan terjadi pula hipotoni relatif dari sambungan uterotuba (uterotubal junction). Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya sel-sel endometrium dalam cairan peritoneal mencapai 90 % pada wanita normal 25,26. Jumlah darah haid yang terkumpul berbeda-beda dari satu individu dengan individu lain, demikian pula dengan lamanya paparan regurgitasi yang terjadi 12. Crainer menghubungkan periode siklik yang cepat dan jumlah darah yang banyak merupakan salah satu risiko yang memperberat keadaan tersebut 27. Dari analisis biokimiawi sel-sel endometrium yang berada pada debris darah haid ternyata mengandung PGF 2α dan pengaruh hormon seks steroid terhadap sel ini menunjukkan kemampuan mitosis yang lebih tinggi di banding sel endometrium 27. Setelah terjadinya regurgitasi tersebut, debris haid yang masuk ke rongga peritoneum mengandung sel darah, jaringan-jaringan yang mati dan sel-sel endometrium yang mati maupun yang masih hidup. Ini semua dibersihkan oleh satu sistem pembersih dan penghancuran sebagai respon dari rongga peritoneum. Sistem ini disebut sebagai sistem pengumpulan dan pembuangan sampah haid (Garbage Collection and Disposal System) 28. Sistem pembersih ini mempunyai kemampuan terbatas baik kuantitas maupun kualitas dari sampah haid yang ada atau biasanya disebut sebagai buang yang tidak mencukupi (disposal insufficien) 28. Sistem ini berlangsung berulang-ulang sesuai siklik haid yang terjadi, oleh sebab itu faktor imunitas berperan sangat penting 29. SPPSH atau GCDS ini diperankan oleh sistem imun humoral atau selular.

20 Pada sistem SPPSH yang dimediakan oleh imunitas selular dilakukan oleh sel limfosit T baik itu T cytoxic, T helper, T suppresor, monosit dan makrofag pada sel NK dan sel K. Makrofag Makrofag merupakan tipe sel yang paling banyak ditemukan pada zalir peritoneal dan memegang peranan dalam patogenesis endometriosis. Pada pasien endometriosis dengan infertilitas didapatkan makrofag aktif dan sekresi produksi makrofag seperti enzim proteolitik, sitokin dan faktor pertumbuhan (growth factor) lebih banyak dibandingkan dengan wanita tanpa endometriosis 30. Adapun makrofag penghuni (resident) peritoneum ini mempunyai aktivitas 31 : 1. Memproses antigen dan mempresentasikan kepada limfosit. 2. Memproduksi IL-1 dan mengaktivasi limfosit. 3. Memproduksi sitokin dan mengaktivasi respon makrofag-makrofag. 4. Menstimulasi produksi promonosit dan monosit dan mengaktivasi makrofag pada rongga peritoneum. 5. Memproduksi TNF, prostaglandin dan faktor-faktor komplemen. 6. Memfagositosis sel Target dan mengaktifasi sitotoksik. 7. Perusakan jaringan. 8. Pembentukan perlekatan dan penyelamatan jaringan. 9. Perbaikan jaringan (fibroblast stimulating factor, fibronectin, elastase, kolagenase). Pada cairan peritoneal penderita endometriosis didapatkan banyak mengandung makrofag. Makrofag ini kemudian memproduksi hormon pertumbuhan (growth hormon). Growth hormon tersebut berhubungan dengan proses susukan pada endometriosis dan memelihara pertumbuhan endometriosis tersebut. Adapun growth hormon tersebut antara lain : 1. Platelet derived growth factor. Hormon ini bertanggung jawab atas terjadinya inflamasi dan proses mitogen untuk fibroblas dan sel angiogenik.

21 2. Transforming growth factor. Faktor pertumbuhan ini mempunyai aktivitas sebagai mitogen pada sel endometriosis yang berperan dalam inflamasi dan memelihara kehidupan endometriosis. 3. Transforming growth factor α (TGF -α) Hormon ini mengikat reseptor EGF, menstimulasi proliferasi pada sel-sel stroma. Hormon ini juga menginduksi terjadinya endometriosis, bersifat menginduksi terjadinya fibrosis, proses angiogenesis, juga dapat menghambat fungsi limfosit T, limfosit B dan NK. 4. Epidermal growth factor (EGF) EGF ini menginduksi proliferasi dari sel endometrium. 5. Sel U 937 Sel dengan aktifitas mitogen untuk fibroblas dan sel otot-otot polos. 6. Vaskular endothelial growth factor. Merupakan glikoprotein yang mempromosikan sel endometrium tumbuh pada invivo dan menginduksi terjadinya angiogenesis. Faktor-faktor tersebut juga besifat kemotatik dan mengumpulkan sel-sel inflamasi. Salah satu yang diproduksi oleh makrofag peritoneal adalah fibronektin yang mempunyai kemampuan sebagai pelekat, fibronektin ini berupa protein molekul besar. Setelah terjadi migrasi dari jaringan endometriosis ini kemudian makrofag tersebut memberikan reaksi perbaikan jaringan dengan terbentuknya jaringan parut dengan bantuan proses kolagenase, tetapi lesi-lesi dalam keadaan ini dapat aktif kembali bila terdapat penurunan imunitas dari pejamunya. Sel B peritoneal dan imunoglobulin Sejak 10 tahun yang lalu telah diperkirakan pasien-pasien dengan endometriosis mempunyai autoantibodi dan IgG yang utama. Kosentrasi autoantibodi ini berbanding terbalik dengan luasnya penyakit. Pada pasien endometirosis dapat kita

22 dapatkan antibodi antiendometrial yang titernya berkolerasi dengan derajat beratnya penyakit. Gleicher dkk menyatakan bahwa sindroma autoimun ini disebabkan oleh sel B poliklonal teraktifkan. Pada analisis immunophenityping didapatkan sel mononuklear di zalir peritoneal tetapi tidak memperhatikan perubahan kuantitatif pada populasi sel B. Proporsi sel B pada zalir peritoneal tidak berhubungan dengan beratnya endometriosis 31. Sel Natural Killer (NK) Oosterlynck dkk melaporkan tidak efektifnya aktivitas sel NK pada pasien endometriosis menyebabkan gangguan pembersihan debris darah haid dan jaringan endometriosis 32. Hirata dkk berpendapat terdapat faktor imunosupresi yang dihasilkan oleh jaringan endometriosis yang menyebabkan penurunan aktifitas sel NK. Weed dkk, menemukan tidak terdapat cacat secara kuantitatif dari penurunan aktifitas NK pada zalir peritoneal atau pada darah tepi. Bahkan Hill dkk 19 melaporkan populasi sel NK peritoneal meningkat pada endometriosis. Fungsi sel NK kemungkinan diatur oleh sekret dari makrofag dan limfosit T. Sel T Karena sel T terlibat dalam sistem imun untuk menolak transplantasi homologous, terdapat beberapa perubahan fungsi sel T terjadi pada wanita dengan endometriosis. Perubahan tersebut bukan karena jumlah yang menurun melainkan fungsinya berkurang. Beberapa studi menyatakan rasio Th/Ts (CD4/CD8) meningkat pada darah perifer dan zalir peritoneal pada penderita endometriosis. Sel T dapat mempengaruhi sel B, makrofag-makrofag, sel NK dan sel T sendiri. Pada endometriosis terjadi penurunan CD 25 pada zalir peritoneal dan darah perifer dan penuruanan CD 69. Penurunan aktivitas sel T ini berhubungan dengan penurunan produksi IL-2. Di bawah pengaruh makrofag melalui sitokin, bagian dari sel T (Th 1 dan Th 2) dapat berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel yang aktif, tetapi adanya pengaruh dari IL-10 yang banyak terjadi penekanan pada Th 1.

23 SEL PERITONEAL PERUBAHAN RUJUKAN Makrofag teraktifkan Meningkat Halme 38 Tidak berubah Oosterlynck 39 Sel B Sel B rosettes Sel B (CD22/CD19) Ig G, Ig A, Ig M Meningkat Tidak berubah Meningkat Tidak berubah Menurun Badawy 40 Wu MY 41 Badawy 40 Olive 42 Cofino E 43 Sel T Sel T rosettes Sel T (CD3) Meningkat Meningkat Tidak berubah Badawy 40 Khorram 44 Oosterlynck 39 CD 25 CD3 Sel T proliferasi CTL CD4/CD8 Menurun Menurun Menurun Meningkat Menurun Tidak berubah Wy MY 41 Ho HN 45 Stelle RW 46 Badawy 40 Oqsterlynck 39 Wu MY 41 Tabel 2. Perubahan makrofag, sel B dan sel T pada wanita dengan endometriosis Dikutip dari Ho Hong 33 Sitokin Pada para penderita endometriosis didapatkan pula perubahan sitokin pada zalir peritonealnya 32. Seperti diketahui sitokin tersebut disekresi oleh makrofag. Adapun macam-macam sitokin tersebut antara lain dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

24 Sitokin Interleukin-1 (IL-1) Interleukin-2 (IL-2) Interleukin-6 (IL-6) Interleukin-10 (IL-10) tumor Necrosis Factor-α (TNF-α) Interferon y (INF y ) TGFβ Fungsinya Mengaktivasi sel T, menginduksi demam, meningkatkan pertumbuhan, merangsang produksi limfokin diantaranya IL-2, B cell growth factor, IFN y dan faktor kemotaktik T cell growth factro (TCGF), mengaktivasi sel NK sitotoksik dan sel Ts Merangsang produksi IgM dalam sel B Menghambat produksi sitokin dan pertumbuhan mastosit meningkatkan ekspresi reseptor terhadap IL-2, IFN y dari sel T. menjadi sitotoksin langsung pada sel tumor tertentu, merangsang tidur, demam Meningkatkan MHC kelas II dari makrofag, meningkatkan produksi IL-1 atas pengaruh endotoksin Kemoreakton makrofag, menghambat sel T, sel B dan sel NK Tabel 3. Sitokin dan fungsinya. Dikutip dari Petrono 1 Macam-macam sitokin yang mengalami perubahan pada penderita endometriosis dapat dilihat pada tabel berikut ini : Sitokin Kadar IL-1 Meningkat IL-5 Meningkat IL-6 Meningkat IL-10 Meningkat TGF β Meningkat IL-2 Menurun INF y Menurun TNF α Meningkat Tabel 4. Kadar sitokin pada wanita dengan endometriosis Dikutip-dari-Bartosik 19

25 Dari fungsi makrofag penghuni (resident) sebagai pengumpulan dan penyaluran kotoran debris dari darah haid, makrofag tersebut memproses antigen dan mempresentasikan kepada limfosit. Selain itu makrofag memproduksi sitokin berupa IL-1 yang mengaktivasi dan meningkatkan proliferasi limfosit. IL-1 secara umum terjadi akibat adanya inflasi, IL-1 juga terlibat dalam sintesa prostaglandin sintesa protein dan memainkan peranan dalam fungsi imunitas. IL-1 aktif pada makrofag. IL-1 juga mengaktivasi sel T dalam memproduksi IL-2 dan ekspresi dari IL-2 reseptor. Pada studi lain subpopulasi limfosit CD25CD3 ditekan pada pasien endometriosis, sehingga diduga bahwa peningkatan IL-1, IL-6 dan TNF-α menghasilkan reaksi inflasi pada jaringan endometrium ektopik pada rongga peritoneum dan mengkontribusi progresivitas dari lesi endometrium. 31 Makrofag terlibat pada fagositosis dan produksi sekresi pada reaksi inflasi. Makrofag terlibat pada inisiasi dari respon inflamasi sebagai antigen keberadaan sel dan pada fase aktif sebagai tumorisida dan mikrobisida sel. Dibawah stimulasi, residen makrofag peritoneal memproduksi faktor-faktor yang menstimulasi proliferasi dari monosit pada susunan darah. Halme dkk menemukan peningkatan aktivitas makrofag peritoneum pada wanita infertil dengan endometriosis ringan. Enzim proteolik, lisosim, Y interferon, interleukin 1dan 2, tumor necrosis factor (TNF) dan growth factor adalah produk dari aktifitas makrofag. 2,31,33 Menurut Dunselman dkk memperlihatkan makrofag yang aktif meningkat secara in vivo, akan memfagositosis sel darah merah tetapi kerjanya tidak efektif. Steel dkk menemukan penurunan sel T sitotoksik sedangkan Oosterlynck dkk melaporkan aktifitas sel Nk yang tidak efektif pada pasien edometriosis dan didapatkan penurunan imunitas sellular. 34. Kadar kemotaktik makrofag teraktifkan yang tinggi dan faktor-faktor yang berperan dalam pengambilan dan pengaktifan makrofag, ditemukan pada cairan peritoneum dikontribusi oleh patogenesis endometrium melalui sekresi sitokin dan growth factor. Akoum, dkk mendemontrasikan fibrinoid dan sel epitel dari endometrium ektopik dapat mensekresi kemotaktik spesifik dan faktor aktifitas yaitu monosit MPC-1

26 (Monocyte Chemotactic Protein-1) 34, setelah menstimulasi dengan IL-1β dan TNFα. Peningkatan IL-1β dan TNFα pada cairan peritoneum pasien dengan endometriosis kemungkinan dihasilkan dari sekresi jaringan endometrium yang mampu memproduksi aktifitas atau faktor kemotaktik untuk marofag peritoneum. IL-6 dan INF y yang dikenal mengatur respon imun. IL-6 mempermudah proliferasi dari sel dan INF Y menghambat proliferasi pada epitel. Pada penderita endometriosis didapatkan IL6 yang meningkat dan IFN Y yang rendah. Pada tahun 1991, Oosterlynck dkk 32 melaporkan kerusakan aktifitas sel NK, pada pasien-pasien dengan endometriosis, juga terjadi penurunan imunitas selular. Temuan ini dapat memberi kesan bahwa pada pasien dengan endometriosis, makrofag tidak mempunyai kapasitas yang cukup untuk membersihkan rongga pelvik dari debris regurgitasi. Rana dkk melaporkan stimulasi pada in vitro meningkatkan secara bermakna produksi makrofag seperti :tumor Necrosis factro-α (TNF-α), IL-8 dan IL-10 pada cairan peritoneum pasien dengan endometriosis 29 TNF-α dan IL-8 adalah proinflamator sitokin dan terlibat pada proses angiogenesis. Lebih lanjut TNF-α dapat memfasilitasi proses perlekatan dari sel-sel stroma pada mesotel secara in vitro. Penurunan konsentrasi IFN Y merupakan sebab atau hasil dari supresi sel NK. Pada studi terakhir diperlihatkan bahwa terdapat peningkatan ekspresi aktivitas dari sel T pada endometriosis dan menunjukkan bahwa sitokin mengaktivasi sel T dan terlibat dalam pengaturan proses selular dari jaringan endometriosis. Sitokin ini memodulasi jaringan endometrium dan faktor imunosupresi juga terlibat pada perkembangan dari endometriosis ini. Pada cairan peritoneal pasien endometriosis terdapat peningkatan sitokin dan sitokin tersebut mempengaruhi imunitas selular dan mengatur regulasi proliferasi sel endomentriosis pada rongga tubuh dapat digambarkan sebagai berikut :

27 Gambar 7. Skema interaksi sel-sel imun dan jaringan endometriosis pada rongga tubuh 31 Dikutip dari Ho Hong 31 Sesuai aturan pada trauma atau inflamasi Van der Linder dkk melakukan kultur dari sel-sel endometriosis pada membran amnion. Perlekatan pada sel-sel endometrium pada permukaan epitel belum pernah didapatkan ketika epitel masih utuh. Pada penelitian ini didapatkan bahwa pada epitel yang utuh mekanisme pertahanan merupakan hal yang penting dalam mencegah perlekatan dari fragmen endometrium pada peritoneum 31. V. RINGKASAN 1. Patogenesis endometriosis dapat diterangkan dengan teori metaplasia. 2. Adanya gangguan sistem imun merupakan salah satu dasar terjadinya endometriosis. 3. Pada penderita endometriosis terjadi penekanan aktivitas sel NK dan limfosit T. 4. Endometriosis peritoneal dengan ragam tampilannya berbeda-beda sesuai tahap evolusinya. 5. Lesi merah merupakan lesi yang teraktif dan paling banyak mengandung pembuluh darah. 6. Penggunaan istilah kekambuhan pada penyakit ini kurang tepat mengingat penyakit ini didasari oleh penyakit autoimun.

28 VI. RUJUKAN 1. Patrono C. Arachdoic acid metabolin in the ovary: biochemistry, metology and physiologi. In Serra B. (ed). Comprehensive Endocronology: The ovary. New York: Raven Press, 1983: Nisolle M, Donnez J. Peritoneal endometriosis, ovarian endometriosis and adenomyotic nodules of rectovaginal septum are three different entities. Fertil Steril 1997; 68: Nisolle. M. et.al. Histogenesis of peritoneal endometriosis; in: Endometriosis advanced management and surgical techniques. New York. Springer-Verlag. 1995: Baziad A, dkk. Endometriosis. Dalam endokrinologi. KSERI. Jakarta Evers J. L. H. Do all women have endometriosis? Reflection on pathogenesis. In: Endometriosis today advances in reseach and practice. England. The Parthenon Publishing Group : 1997; Candiani G, et. Al. Recurent endometriosis. In : Endometriosis advanced management and surgical techniques. New York. Springer-Verlag. 1994: Wheeler James M, Malinak L.R. Recurrent endometriosis: incidence, management and prognosis. Am. J. Obset. Gynecol 1983; Chandra A, K Yanto, Jacoeb T.Z. Rekurensi endometriosis pasca terapi operatif dan hormonal. Bagian Obstetri dan Ginekologi KFUI/RSCM Martin DC, et.al. Laparoscopic appearances of peritoneal endometriosis. Fertil Steril. 1989; 51; Berger G. S. Epidemiology of endometriosis. In: Endometriosis advanced management and surgical techniques. New York. Springer-Verlag Baziad A, Affandi B. Paduan penanganan endometriosis. BP FKUI. Jakarta Hooghe T M, Hill Joseph A. Endometriosis. In; Novak s Gynecology. 12 th ed. Williams & Wilkins. Baltimore, Maryland Kitchin IH. J.D, Nunley W.C. Endometriosis. Clinical Gynecology. 1998; 20; Harada T, et al. Inscreased interleukin-6 levels in pertoneal fluid of infertile patients with active endometriosis. Am J Obstet Gynecol 1997; 176; Weed JC, Arquemborg PC. Endometriosis: Can it produce an autoimmune response resulting in infertility? Clin Obstet Gynecol 1980;23; Jacoeb T.Z, Faktor imunneondokrinologis dan seluler lingkungan mikro zalir pertioneal yang berperan pada infertilitas idiopatik wanita. Disertai. FKUI. Jakarta Rier S E, et al. Endometriosis in rhesus monkeys following chronic exposure to 2,3,7,8- tetrachlorodibenzo-dioxin. Fundamental and Applied Toxicology : Hill. J.A, et al. Characterization of leukocyte subpopulations in the peritoneal fluid of women with endometriosis. Fertil Steril 1988; 50: Bartosik D. Immunologic aspects of endometriosis. Seminars in reproductive Endocrinology 1985: Mathur, et al. Target antigen(s) in endometrial autoimmunity of endometriosis. Autoimmunity 1995; 20; Shaw R.W. Endometriosis: London. Blackwell Science Ltd Brosens Ivo, et al. Pathogenesis of endometriosis. In: Endometriosis advanced management and surgical techniques. New York. Springer Verlag. 1995; Evers J.L.H. The immune system in endometriosis. Introduction. In: endometriosis today advances in research and practice. England. The Parthenon Publising Group. 1993; D Hooge T M, et al. The effects of immunosuppression on development and progression endometriosis in baboons (Papio anubis). Fertil Steril. 1995; 64: Harada T, et al. Increased interleukin-6 levels in peritoneal fluid of infertile patients with active endometriosis. Am J Obstet Gynecol 1997;176; Ho Hong N, et al. Decrease in interferon gamma production and impairment of T lymphocyte proliferation in peritoneal fluid of women with endometriosis. Am J Obstet Gynecol 1996; 175: Crainer D A. Incedence and causes of pelvic adhesions. In: infertility and reproductive medicine. Clinic of North America. 1994; 5: Vernon M.W. Biochemical activity: Differential responsivencess of endometriotic implants. In: The current status of endometriosis research and management. New York. Pathenon Publising Group. 1993;

29 29. Metzger D.A. Cyclic changes in endometriosis implant. In: The current status of endometriosis reasearch and management. New York. Parthenon Publising Group. 1993; Punnonen J, et al. Increased level of interleukin-6 and interleukin-10 in the peritoneal fluid of patients with endometriosis. Am J Obstet Gynecol 1996; 174: Ho Hong N, et al. Peritoneal cellular immunity and endometriosis. AJRI. 1997; 38; Rana N, et al. Basal and stimulated secretion of cytokines by peritoneal macrofages in women with endometriosis. Fertil Steril. 1996: Ho Hong N, et al. Decrease in interferon gamma production and impairment of T lymphocyte proliferation in peritoneal fluid of woment with endometriosis. Am J Obstet Gynecol. 1996; 175:

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FATMAWATI MADYA SP2FER S ENDOMETRIOSIS Telah banyak hipotesa diajukan untuk menerangkan patogenesis endometriosis, tapi hingga kini belum ada satupun teori yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Endometriosis adalah pertumbuhan jaringan (sel-sel kelenjar dan stroma) abnormal mirip endometrium (endometrium like tissue) diluar kavum uterus. Terutama pada

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. yang berasal dari implantasi endometriosis dan pertumbuhan jaringan. endometrium yang mencapai rongga peritoneal.

BAB I. Pendahuluan. yang berasal dari implantasi endometriosis dan pertumbuhan jaringan. endometrium yang mencapai rongga peritoneal. BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Penelitian. Endometriosis merupakan penyakit yang timbul pada 10% wanita reproduktif dan memiliki gejala nyeri pelvis, dismenorea, dan infertilitas. 1 Endometriosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di. negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di. negara-negara maju maupun berkembang, telah banyak penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit jinak ginekologi yang dewasa ini paling banyak mendapat perhatian para ahli. Di negara-negara maju maupun berkembang,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER BAB 8 IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER 8.1. PENDAHULUAN Ada dua cabang imunitas perolehan (acquired immunity) yang mempunyai pendukung dan maksud yang berbeda, tetapi dengan tujuan umum yang sama, yaitu mengeliminasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.000 wanita didiagnosa dengan kanker ovarium di seluruh dunia dan 125.000

Lebih terperinci

PENGARUH DIOXIN TERHADAP ENDOMETRIOSIS Oleh : Dr Hj. Putri Sri Lasmini, SpOG(K)

PENGARUH DIOXIN TERHADAP ENDOMETRIOSIS Oleh : Dr Hj. Putri Sri Lasmini, SpOG(K) PENGARUH DIOXIN TERHADAP ENDOMETRIOSIS Oleh : Dr Hj. Putri Sri Lasmini, SpOG(K) Abstrak Endometriosis adalah masalah ginekologi yang sering ditemui, namun penyebab pastinya belum diketahui. Penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur immunitas, inflamasi dan hematopoesis. 1 Sitokin adalah salah satu dari sejumlah zat yang disekresikan oleh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 4 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Endometriosis Endometriosis merupakan penyakit yang terjadi pada masa belasan tahun sampai mencapai usia menopause, yang berarti dapat diderita sepanjang

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

II. ANAMNESIS Anamnesis tanggal : 10 November 2015 Keluhan utama : Nyeri perut kanan bawah saat menstruasi

II. ANAMNESIS Anamnesis tanggal : 10 November 2015 Keluhan utama : Nyeri perut kanan bawah saat menstruasi FAKULTAS KEDOKTERAN UKDW UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo 5-5 Yogyakarta 55 Kepaniteraan Klinik Ilmu Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Bethesda Yogayakarta Nama : Andre reynaldo

Lebih terperinci

7.2 CIRI UMUM SITOKIN

7.2 CIRI UMUM SITOKIN BAB 7 SITOKIN 7.1 PENDAHULUAN Defnisi: Sitokin adalah senyawa protein, dengan berat molekul kira-kira 8-80 kda, yang merupakan mediator larut fase efektor imun natural dan adaptif. Nama dari sitokin bermacam-macam

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan endometriosis dengan

BAB V PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan endometriosis dengan BAB V PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan endometriosis dengan infertilitas. Sampel merupakan pasien rawat inap yang telah menjalani perawatan pada Januari 2012-Juli 2013. Data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ditandai dengan tumbuhnya jaringan endometrium (stroma dan kelenjar) di luar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ditandai dengan tumbuhnya jaringan endometrium (stroma dan kelenjar) di luar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Endometriosis merupakan kelainan ginekologi yang umum terjadi yang ditandai dengan tumbuhnya jaringan endometrium (stroma dan kelenjar) di luar rongga uterus dan penyakit

Lebih terperinci

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006

SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006 SOAL UTS IMUNOLOGI 1 MARET 2008 FARMASI BAHAN ALAM ANGKATAN 2006 1. Imunitas natural :? Jawab : non spesifik, makrofag paling berperan, tidak terbentuk sel memori 2. Antigen : a. Non spesifik maupun spesifik,

Lebih terperinci

Tugas Biologi Reproduksi

Tugas Biologi Reproduksi Tugas Biologi Reproduksi Nama :Anggun Citra Jayanti Nim :09004 Soal : No.01 Mengkritisi tugas dari: Nama :Marina Nim :09035 Soal: No.05 factor yang memepengaruhi pematangan serviks Sebelum persalinan dimulai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondiloma akuminata (KA) merupakan infeksi menular seksual yang disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa fibroepitelioma pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Selama kehamilan, wanita dihadapkan pada berbagai komplikasi yang mungkin terjadi, salah satunya adalah abortus. Abortus adalah kejadian berakhirnya kehamilan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara menempati urutan pertama pada wanita setelah kanker leher

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara menempati urutan pertama pada wanita setelah kanker leher BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Kanker payudara menempati urutan pertama pada wanita setelah kanker leher rahim. Di Indonesia 96% tumor payudara justru dikenali oleh penderita itu sendiri sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi yang kompleks terhadap agen penyebab jejas, seperti mikroba dan kerusakan sel. Respon inflamasi berhubungan erat dengan proses penyembuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seksama, prevalensi mioma uteri meningkat lebih dari 70%, karena mioma

BAB I PENDAHULUAN. seksama, prevalensi mioma uteri meningkat lebih dari 70%, karena mioma BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mioma uteri merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot polos uterus dan bersifat monoklonal. 1,2 Prevalensi mioma uteri di Amerika serikat sekitar 35-50%. 1

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

Tumor jinak pelvik. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

Tumor jinak pelvik. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Tumor jinak pelvik Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi Definisi Massa pelvik merupakan kelainan tumor pada organ pelvic yang dapat bersifat jinak maupun ganas Tumor jinak pelvik

Lebih terperinci

FIRST LINE DEFENCE MECHANISM

FIRST LINE DEFENCE MECHANISM Pengertian Sistem Pertahanan Tubuh Pertahanan tubuh adalah seluruh sistem/ mekanisme untuk mencegah dan melawan gangguan tubuh (fisik, kimia, mikroorg) Imunitas Daya tahan tubuh terhadap penyakit dan infeksi

Lebih terperinci

SEL SISTEM IMUN SPESIFIK

SEL SISTEM IMUN SPESIFIK SEL SISTEM IMUN SPESIFIK Diana Holidah Bagian Farmasi Klinik dan Komunitas Fakultas Farmasi Universitas Jember Components of the Immune System Nonspecific Specific Humoral Cellular Humoral Cellular complement,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Endometriosis adalah kelainan ginekologi dengan karakteristik. adanya implantasi jaringan endometrium di lokasi ektopik, misal:

BAB I PENDAHULUAN. Endometriosis adalah kelainan ginekologi dengan karakteristik. adanya implantasi jaringan endometrium di lokasi ektopik, misal: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Endometriosis adalah kelainan ginekologi dengan karakteristik adanya implantasi jaringan endometrium di lokasi ektopik, misal: peritoneum panggul, ovarium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagian besar meningioma berlokasi di kavitas intra kranial, diikuti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagian besar meningioma berlokasi di kavitas intra kranial, diikuti 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar meningioma berlokasi di kavitas intra kranial, diikuti spinal dan intra orbita, dan meskipun tidak mengivasi jaringan otak, meningioma menyebabkan penekanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kematian ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk mengukur status kesehatan ibu disuatu negara. Dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan Dasar Indonesia

Lebih terperinci

Sistem Imun. Leukosit mrpkn sel imun utama (disamping sel plasma, 3. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal

Sistem Imun. Leukosit mrpkn sel imun utama (disamping sel plasma, 3. Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal Kuntarti, SKp Sistem Imun Fungsi: 1. Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan virus, serta tumor)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Endometriosis sudah diketahui sejak masa lampau yaitu 1600 SM. Publikasi lengkap yang pertama dibuat oleh Sampson pada tahun 1921. Namun demikian hingga kini etiologi

Lebih terperinci

MEKANISME RESPON IMUN TERHADAP KANKER PAYUDARA

MEKANISME RESPON IMUN TERHADAP KANKER PAYUDARA MEKANISME RESPON IMUN TERHADAP KANKER PAYUDARA Penyusun : 1. Tiara Fenny Santika (1500023251) 2. Weidia Candra Kirana (1500023253) 3. Ratih Lianadewi (1500023255) 4. Muna Marzuqoh (1500023259) 5. Luay

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal adalah kondisi patologis yang ditandai adanya kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen periodontal

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi,

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi, PENGETAHUAN DASAR IMUNOLOGI KULIT Dr. Ariyati Yosi, SpKK PENDAHULUAN Kulit: end organ banyak kelainan yang diperantarai oleh proses imun kulit berperan secara aktif sel-sel imun (limfoid dan sel langerhans)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras. 7 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak rongga mulut dilindungi oleh mukosa yang merupakan lapisan terluar rongga mulut. Mukosa melindungi jaringan dibawahnya dari kerusakan dan masuknya mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepsis merupakan kondisi yang masih menjadi masalah kesehatan dunia karena pengobatannya yang sulit sehingga angka kematiannya cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tiga jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker Ovarium merupakan penyebab utama kematian dari kanker ginekologi. Selama tahun 2012 terdapat 239.000 kasus baru di seluruh dunia dengan insiden yang bervariasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidens dan prevalensi diabetes melitus (DM) tipe 2 di berbagai penjuru dunia. WHO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum (UD) adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat

BAB I PENDAHULUAN. Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang. abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker ovarium adalah suatu massa atau jaringan baru yang abnormal yang terbentuk pada jaringan ovarium serta mempunyai sifat dan bentuk berbeda dari sel asalnya.

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. cedera abrasi menyerupai dengan cedera peritoneum saat operasi abdomen..

BAB VI PEMBAHASAN. cedera abrasi menyerupai dengan cedera peritoneum saat operasi abdomen.. BAB VI PEMBAHASAN Pembentukan adhesi intraperitoneum secara eksperimental dapat dilakukan melalui berbagai cara, yaitu model iskemia, model perlukaan peritoneum, model cedera termal, dengan benda asing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Infeksi dengue masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Infeksi dengue disebabkan oleh virus DEN 1,

Lebih terperinci

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Dr. Nia Kurniati, SpA (K) Manusia mempunyai sistem pertahanan tubuh yang kompleks terhadap benda asing. Berbagai barrier diciptakan oleh

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. Preeklampsia-eklampsia sampai saat ini masih merupakan the disease of

Bab 1 PENDAHULUAN. Preeklampsia-eklampsia sampai saat ini masih merupakan the disease of Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Preeklampsia-eklampsia sampai saat ini masih merupakan the disease of theories, penelitian telah begitu banyak dilakukan namun angka kejadian Preeklampsia-eklampsia

Lebih terperinci

SYARAT-SYARAT PEMERIKSAAN INFERTIL

SYARAT-SYARAT PEMERIKSAAN INFERTIL SYARAT-SYARAT PEMERIKSAAN INFERTIL Setiap pasangan infertil harus diperlakukan sebagai satu kesatuan yang berarti apabila istri saja sedangkan suaminya tidak mau diperiksa, maka pasangan ini tidak diperiksa.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum HIV/AIDS HIV merupakan virus yang menyebabkan infeksi HIV (AIDSinfo, 2012). HIV termasuk famili Retroviridae dan memiliki genome single stranded RNA. Sejauh ini

Lebih terperinci

BAB 2 DAMPAK MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM. penyakit periodontal. Zat dalam asap rokok seperti; nikotin, tar, karbon monoksida

BAB 2 DAMPAK MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM. penyakit periodontal. Zat dalam asap rokok seperti; nikotin, tar, karbon monoksida BAB 2 DAMPAK MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM Kebiasaan merokok sejak lama telah diasosiasikan sebagai penyebab berbagai macam perubahan dalam rongga mulut, seperti kaitannya dengan kanker mulut dan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Istilah atopik pertama kali diperkenalkan oleh Coca (1923), yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat alergi/hipersensitivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Asma merupakan penyakit kronik yang sering ditemukan dan merupakan salah satu penyebab angka kesakitan pada anak di seluruh dunia. Di negara maju dan negara berkembang

Lebih terperinci

KONSEP DASAR IMUNOLOGI

KONSEP DASAR IMUNOLOGI KONSEP DASAR IMUNOLOGI Oleh : DR. I Ketut Sudiana,MS Staf Pengajar : Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Program Pascasarjana Universitas Airlangga TUJUAN DARI PENULISAN INI ADALAH UNTUK MEMBANTU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara

BAB I PENDAHULUAN. sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Akne vulgaris merupakan kelainan yang sering dijumpai pada struktur kelenjar sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons,

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan pembedahan ekstremitas bawah,dapat menimbulkan respons, mencangkup beberapa komponen inflamasi, berpengaruh terhadap penyembuhan dan nyeri pascabedah.sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. endometrium diluar lokasi normalnya dikavum uteri. kelainan ini

BAB I PENDAHULUAN. endometrium diluar lokasi normalnya dikavum uteri. kelainan ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Endometriosis merupakan suatu keadaaan ditemukannya jaringan endometrium diluar lokasi normalnya dikavum uteri. kelainan ini dideskripsikan sejak 1860 dan menjadi salah

Lebih terperinci

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR PENDAHULUAN Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah penyakit yg disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) HIV : HIV-1 : penyebab

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. kehamilan ektopik yang berakhir dengan keadaan ruptur atau abortus. 12 Kehamilan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. kehamilan ektopik yang berakhir dengan keadaan ruptur atau abortus. 12 Kehamilan 24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Definisi Kehamilan Ektopik Terganggu Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang terjadi diluar rongga uteri. Lokasi tersering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kandungan bahan tertentu. Faktor intrinsik diantaranya adalah penurunan

BAB I PENDAHULUAN. kandungan bahan tertentu. Faktor intrinsik diantaranya adalah penurunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan atau aging process merupakan proses alami yang akan dialami oleh setiap makhluk hidup di dunia ini, tetapi proses penuaan setiap orang tidaklah sama, ada beberapa

Lebih terperinci

Migrasi Lekosit dan Inflamasi

Migrasi Lekosit dan Inflamasi Migrasi Lekosit dan Inflamasi Sistem kekebalan bergantung pada sirkulasi terusmenerus leukosit melalui tubuh Untuk Respon kekebalan bawaan - berbagai limfosit, granulosit, dan monosit dapat merespon Untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker telah menjadi masalah kesehatan di dunia, termasuk di Indonesia. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2014 menunjukkan kanker merupakan penyebab kematian

Lebih terperinci

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed 1 PENDAHULUAN Sistem imun melindungi tubuh dari sel asing & abnormal dan membersihkan debris sel. Bakteri dan virus patogenik adalah sasaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat

Lebih terperinci

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi LOGO Pendahuluan Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi Kasus baru didunia : 8,6 juta & Angka kematian : 1,3 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kematian maternal (maternal mortality). Menurut World Health

BAB I PENDAHULUAN. kematian maternal (maternal mortality). Menurut World Health BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya ukuran yang dipakai untuk menilai baik atau buruknya pelayanan kebidanan (maternity care) dalam suatu negara atau daerah ialah kematian maternal (maternal

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas sistem imun sangat diperlukan sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap ancaman,

Lebih terperinci

PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS. Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si

PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS. Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si PATOGENESIS INFEKSI VIRUS Port d entree Siklus replikasi virus Penyebaran virus didalam tubuh Respon sel terhadap infeksi Virus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan. Sistem Imunitas

Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan. Sistem Imunitas Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh adalah suatu sistem dalam tubuh yang terdiri dari sel-sel serta

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Kanker serviks merupakan penyebab kematian terbanyak akibat penyakit kanker di negara berkembang. Setiap tahun sekitar 500.000 penderita kanker serviks baru di

Lebih terperinci

2 Sebutkan macam-macam klas sel limfosit dan apa fungsi dasar masingmasing limfosit tersebut

2 Sebutkan macam-macam klas sel limfosit dan apa fungsi dasar masingmasing limfosit tersebut TUGAS IMUNOLOGI DASAR TUGAS I : CELLS AND TISSUE IN THE IMMUNE SYSTEM 1 Sebutkan jaringan dan sel yang terlibat dalam system imun Jaringan yang terlibat dalam system imun adalah : a. Primer Bone Marrow

Lebih terperinci

Pengertian. Endometriosis

Pengertian. Endometriosis Endometriosis Pengertian Endometriosis Suatu penyakit jinak yang didefinisikan dengan adanya kelenjar endometrium atau pun stroma ektopik (diluar uterus) yang sering dihubungkan dengan nyeri panggul dan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Menstruasi Remaja Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang utuh dari hipotalamus-hipofise-ovarium. Struktur alat reproduksi, status nutrisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Insidensi di negara berkembang sekitar 5-9 % (Goldenberg, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Insidensi di negara berkembang sekitar 5-9 % (Goldenberg, 2008). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Persalinan preterm adalah kelahiran sebelum usia kehamilan 37 minggu. Angka kejadian persalinan preterm secara global sekitar 9,6%. Insidensi di negara berkembang

Lebih terperinci

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN Sel yang terlibat dalam sistem imun normalnya berupa sel yang bersirkulasi dalam darah juga pada cairan lymph. Sel-sel tersebut dapat dijumpai dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang diperantarai IgE yang terjadi setelah mukosa hidung terpapar alergen. 1,2,3 Penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis alergika merupakan suatu penyakit yang sering kita jumpai di masyarakat yang dikenal juga sebagai dermatitis atopik (DA), yang mempunyai prevalensi 0,69%,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lupus Eritematosus Sistemik (LES) merupakan penyakit multisistem yang disebabkan kerusakan jaringan akibat deposisi kompleks imun berupa ikatan antibodi dengan komplemen.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi kronik memiliki peranan penting dalam patogenesis terjadinya kanker. Salah satu penyakit inflamasi kronik adalah Inflammatory Bowel Disease (IBD) yang dipicu

Lebih terperinci

Respon imun adaptif : Respon humoral

Respon imun adaptif : Respon humoral Respon imun adaptif : Respon humoral Respon humoral dimediasi oleh antibodi yang disekresikan oleh sel plasma 3 cara antibodi untuk memproteksi tubuh : Netralisasi Opsonisasi Aktivasi komplemen 1 Dua cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gamba. r 1. Beberapa Penyebab Infertilitas pada pasangan suami-istri. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Gamba. r 1. Beberapa Penyebab Infertilitas pada pasangan suami-istri. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Infertilitas dalam arti klinis didefinisikan sebagai Ketidakmampuan seseorang atau pasangan untuk menghasilkan konsepsi setelah satu tahun melakukan hubungan seksual

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anemia hemolitik otoimun (autoimmune hemolytic anemia /AIHA)

BAB I PENDAHULUAN. Anemia hemolitik otoimun (autoimmune hemolytic anemia /AIHA) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Anemia hemolitik otoimun (autoimmune hemolytic anemia /AIHA) merupakan salah satu penyakit otoimun di bagian hematologi. AIHA tergolong penyakit yang jarang, akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37 per 1000 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka angka kematian bayi (AKB) pada saat ini masih menjadi persoalan di Indonesia. Menurut World Health Organization (WHO) ditingkat dunia AKB berkisar sekitar 37

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Akne vulgaris adalah suatu peradangan yang bersifat menahun pada unit pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan predileksi di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi penyakit endemis di beberapa daerah tropis dan subtropis dunia. Pada tahun 2006, terjadi 247 juta kasus malaria,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu formula yang diberikan kepada bayi sebagai pengganti ASI, kerap kali memberikan efek samping yang mengganggu kesehatan bayi seperti alergi. Susu formula secara

Lebih terperinci

Tahapan Respon Sistem Imun Respon Imune Innate Respon Imunitas Spesifik

Tahapan Respon Sistem Imun Respon Imune Innate Respon Imunitas Spesifik Tahapan Respon Sistem Imun 1. Deteksi dan mengenali benda asing 2. Komunikasi dengan sel lain untuk merespon 3. Rekruitmen bantuan dan koordinasi respon 4. Destruksi atau supresi penginvasi Respon Imune

Lebih terperinci

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tubuh manusia, sistem imun sangat memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap berbagai antigen (benda asing) dengan memberantas benda asing tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dan AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. AIDS didefinisikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 5 15% wanita usia reproduktif pada populasi umum. rumah sakit pemerintah adalah sebagai berikut : di RSUD dr.

BAB 1 PENDAHULUAN. 5 15% wanita usia reproduktif pada populasi umum. rumah sakit pemerintah adalah sebagai berikut : di RSUD dr. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kista coklat ovarium adalah salah satu entitas atau jenis kista ovarium yang paling sering ditemukan para klinisi dalam bidang obstetri dan ginekologi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal adalah peradangan yang terjadi pada jaringan pendukung gigi akibat akumulasi bakteri plak. Gingivitis dan periodontitis merupakan dua jenis penyakit

Lebih terperinci