PENDAHULUAN. dipengaruhi, dan bertambahnya kemampuan berfikir secara objektif (Mu tadin,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENDAHULUAN. dipengaruhi, dan bertambahnya kemampuan berfikir secara objektif (Mu tadin,"

Transkripsi

1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pada era persaingan global sekarang ini, masalah ketenagakerjaan di Indonesia salah satunya ditentukan oleh keberadaan remaja atau generasi muda yang berperan sebagai penerus cita-cita bangsa. Remaja yang dibutuhkan adalah remaja yang berkualitas salah satunya memiliki kemandirian. Karena dengan demikian banyak hal positif yang bisa diperoleh oleh para remaja tersebut, yaitu tumbuhnya rasa percaya diri, tidak tergantung pada orang lain, tidak mudah dipengaruhi, dan bertambahnya kemampuan berfikir secara objektif (Mu tadin, 2002). Pada masa remaja, individu sudah mulai ingin melepaskan diri dari ikatan orangtua, mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan untuk berdiri sendiri, terbentuknya remaja yang mandiri dapat dicapai melalui banyaknya proses belajar yang dijalani, serta didukung dengan bimbingan dan didikan orang tua yang diperoleh selama proses perkembangan. Sebab keluarga sebagai unit terkecil merupakan entitas pertama dan utama dimana anak tersebut tumbuh, dibesarkan, dibimbing dan diajarkan nilai-nilai kehidupan sesuai dengan harapan sosial (social expectacy) dimana keluarga tersebut tinggal. Hingga nantinya sang anak atau remaja siap menghadapi tantangan dalam kehidupannya dan mampu mengemban amanat besar sebagai penerus estafet perjuangan Bangsa (Aspin, 2007). Selama masa remaja, tuntunan terhadap kemandirian ini sangat besar dan jika tidak direspon secara cepat dapat saja menimbulkan dampak yang tidak menguntungkan bagi perkembangan psikologis remaja di masa mendatang,

2 2 misalnya anak menjadi anak yang bergantung pada orangtua atau mengalami dependensi. Banyak dijumpai dalam rubrik konsultasi pada majalah-majalah remaja yang dipenuhi oleh kebingungan dan keluh kesah yang dialami remaja karena banyak aspek kehidupan mereka yang masih diatur oleh orangtua. Salah satunya contohnya adalah dalam hal pemilihan jurusan atau fakultas ketika masuk sekolah atau perguruan tinggi. Dalam hal ini masih banyak ditemui orangtua yang sangat menginginkan untuk memasukkan anaknya ke sekolah atau jurusan yang mereka kehendaki meskipun anaknya sama sekali tidak berminat. Akibatnya remaja tersebut tidak memiliki motivasi belajar, kehilangan gairah belajar (Musdalifah, 2007). Melihat kenyataan tersebut, orangtua disini tidak seharusnya menentukan kehidupan anak melainkan memberi arah, memantau, mengawasi dan membimbing untuk pembentukan kemandirian remaja. Orangtua memberikan kesempatan pada anak mereka agar dapat mengembangkan kemampuan yang dimilikinya, belajar mengambil inisiatif, mengambil keputusan mengenai apa yang ingin dilakukan dan belajar mempertanggung-jawabkan segala perbuatannya. Dengan demikian anak akan dapat mengalami perubahan dari keadaan yang sepenuhnya tergantung pada orangtua (Steinberg, 1993). Kajian terhadap isu perkembangan kemandirian pada remaja akan sangat menarik karena fenomena perkembangan kemandirian di masyarakat, terutama kultur masyarakat timur seperti Indonesia, sering disalahtafsirkan. Misalnya, perilaku kemandirian terkadang ditafsirkan sebagai pemberontakan (rebellion) karena pada kenyataannya remaja yang memulai mengembangkan kemandirian sering kali diawali dengan memunculkan perilaku yang tidak sesuai

3 3 dengan aturan keluarga. Akibatnya orangtua kurang toleran terhadap proses perolehan kemandirian yang dilakukan remaja. Tetapi dalam situasi lain orangtua ternyata menginginkan remaja memiliki kemandirian, bahkan mereka berharap saat dewasa nanti tidak lagi bergantung kepada orangtua (Steinberg, 1995). Kemandirian sebagai salah satu aspek kepribadian sangat penting untuk dimiliki, khususnya oleh remaja. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Masrun (1986), bahwa kemandirian merupakan modal dasar bagi manusia dalam menentukan sikap dan perbuatannya terhadap lingkungan. Dengan kata lain kemandirian bisa mendorong individu untuk berprestasi, berkreasi sehingga menjadi manusia yang produktif dan mampu membawa diri ke arah kemajuan. Namun, bila kemandirian tersebut tidak dapat terwujud seperti yang diharapkan maka bukan hanya kerugian bagi individu itu sendiri melainkan sudah merupakan kerugian bagi bangsa. Noom, Dekovic dan Meeus, (2001) menyatakan bahwa kemandirian adalah sebuah konsep dengan latar belakang teoritis sangat beragam. Beberapa teori dalam perspektif psikologis yang berbeda menggambarkan proses pemisahan bertahap dari pengaruh orangtua. Kemandirian pada remaja melibatkan tiga aspek yaitu kemandirian sikap yaitu, kemampuan untuk berpikir sebelum bertindak. Kemandirian emosional yaitu, yakin dan percaya diri dalam menentukan tujuan tanpa pengaruh orang tua dan teman sebaya. Kemandirian fungsional yaitu, mampu mengembangkan strategi pribadi untuk mencapai tujuan. Hal ini berkaitan erat dengan kemampuan untuk melakukan kegiatan tertentu.

4 4 Kemandirian remaja akan terlihat ketika remaja mulai berusaha untuk melepaskan diri dari pengaruh orang tuanya, melepaskan diri dalam arti mengurangi ketergantungannya terhadap orang tua dan orang-orang di sekitarnya. Perilaku mandiri merupakan kekuatan internal individu yang diperoleh melalui proses individualisasi, yaitu proses realisasi kemandirian dan proses menuju ke kesempurnaan. Hal ini di dukung oleh pendapat Steinberg (1993) yang menyatakan bahwa dalam beberapa hal masa puber mendorong remaja untuk keluar dari ketergantungannya pada keluarga sepenuhnya. Banyak faktor yang baik secara langsung ataupun tidak secara langsung ikut andil dalam perkembangan kemandirian individu. Menurut Allen, Hauser, Bell, dan O Connor (dalam Kulbok, 2004) terdapat beberapa hal yang mempengaruhi kemandirian yaitu: jenis kelamin, usia, struktur keluarga, budaya, lingkungan, keinginan individu untuk bebas. Penelitian yang dilakukan Benson dan Johnson (2009), menunjukkan bahwa keluarga memberikan peranan penting dalam transisi anak-anak menuju dewasa. Penelitian ini memberikan kontribusi untuk pemahaman tentang sisi subjektif dari transisi dewasa dengan menyediakan wawasan tentang bagaimana konteks keluarga remaja mempengaruhi kepribadian remaja di masa depan. Sama dengan halnya teori identitas (Stryker & Serpe, 1994; Erikson, 1968), berhubungan dengan usia identitas yang dikembangkan dalam konteks sosial, dimana keluarga adalah salah satu aspek yang paling mendasarbagi remaja dalam pembangunan kemandirian untuk menuju dewasa. Hasil penelitian tersebut

5 5 menunjukkan bahwa salah satunya adalah struktur keluarga yang mempengaruhi pembentukan kemandirian. Berdasarkan kelengkapan anggota keluarga ada dua bentuk struktur keluarga menurut Gerungan (2004) yaitu : orangtua lengkap (keluarga utuh), dimana peran ayah dan ibu dalam keluarga menunjukkan bahwa kehadiran ayah dan ibu bukan hanya normal, tapi juga esensial. Keluarga yang mempunyai orangtua lengkap akan dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Orangtua tunggal (keluarga single parent), dimana keluarga yang orang tuanya cerai sangat mempengaruhi perkembangan remaja, terutama dari segi emosi atau kejiwaannya. Bagi remaja, perceraian orang tua dapat menimbulkan masalah dengan munculnya rasa kurang aman, rendah diri, dan perasaan-perasaan serta pikiran-pikiran negatif lainnya, sedangkan kematian salah satu orangtua dapat mempengaruhi emosi remaja dan menimbulkan konflik mental, sebab sebagai individu yang sedang berkembang mereka memerlukan suasana aman. Perasaan aman merupakan kebutuhan dasar bagi setiap individu untuk dapat hidup tenang (Gunarsa, 1995). Fenomena orang tua tunggal telah banyak ditemui di berbagai negara. Data Census Bureau tahun 2007 menunjukan terdapat 14 juta keluarga single parent di Amerika Serikat. Di Indonesia sendiri pada tahun 2002 terdapat 13,4% single parent dari jumlah total rumah tangga. Hal ini patut menjadi sorotan karena angka-angka tersebut cenderung bertambah setiap tahunnya (Fajhrianthi, 2012). Hasil observasi dan wawancara yang telah dilaksanakan oleh penulis pada tanggal 23 September 2013 terhadap beberapa remaja di Salatiga yang

6 6 digolongkan atas 2 remaja dari keluarga single parent dan 3 remaja dari keluarga utuh (memiliki ayah dan ibu kandung), dimana remaja dari keluarga single parent, lebih memilih untuk tidak menjadi lebih menonjol dibandingkan para temantemannya dalam bidang apapun meskipun sebenarnya mereka mampu, remaja dari keluarga single parent lebih memilih menjadi bagian dari anggota kelompok, lebih berhati-hati dalam melakukan sebuah tindakan karena terdapat rasa takut dalam menanggung resiko dari perbuatannya. Sedangkan remaja dari keluarga utuh lebih cenderung melakukan tindakan seperti yang mereka inginkan, selalu memaksimalkan kesempatan yang diberikan agar dapat terlihat lebih menonjol dibandingkan teman-temannya, sebagian besar ingin menjadi yang pertama dan menjadi pemimpin disetiap kelompok agar dapat mengutarakan gagasan ataupun ide yang mereka miliki, mereka berhati-hati dalam melakukan sebuah tindakan, namun mereka tahu resiko apa yang akan mereka tanggung nanti dari perbuatannya, sehingga mereka lebih memilih melakukan semua tindakan dengan semaksimal mungkin agar resiko yang didapat meskipun buruk, dapat dihadapi dengan lebih mudah. Penelitian sebelumnya dilakukan Astuti (2002), meneliti tentang perbedaan kemandirian siswa yang berasal dari keluarga lengkap dengan siswa yang berasal dari keluarga tidak lengkap (single parent). Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa terdapat perbedaan antara kemandirian siswa yang berasal dari keluarga lengkap dengan siswa yang berasal dari keluarga tidak lengkap (single parent), dimana siswa yang berasal dari keluarga lengkap memiliki kemandirian yang lebih tinggi dibandingkan siswa yang berasal dari

7 7 keluarga tidak lengkap (single parent). Perbedaan yang terjadi pada kemandirian siswa tersebut disebabkan karena salah satu fungsi dari keluarga tidak ada, baik ayah ataupun ibu dimana keduanya sangat menentukan dalam proses pembentukan anak. DeGenova (2008) juga mengatakan bahwa single parent biasanya lebih merasa tertekan daripada orangtua utuh dalam perannya sebagai orangtua. Peran orangtua ini nantinya dapat berpengaruh pada bagaimana orangtua mengasuh anaknya. Orangtua single parent yang tidak mempunyai pasangan untuk tempat berbagi dalam mendidik dan membesarkan anak akan berpengaruh dalam perkembangan psikologis anak. Misalnya anak dari orangtua single parent kurang mendapat perhatian karena orangtua terlalu sibuk bekerja. Orangtua single parent tersebut menjadi tidak ada kesempatan untuk mempelajari dan memahami tugas perkembangan anaknya. Kurangnya pemahaman orangtua untuk menguasai tugas perkembangan tersebut dapat berdampak pada kemandirian anak. Ketika orangtua kurang mengenali anaknya dan menyesuaikan sesuai dengan perkembangan sesuai umur anak maka orangtua tersebut pun akan kesulitan dalam menentukan apa yang terbaik bagi anaknya (Musdalifah, 2007). Berbeda halnya dengan Gringlas dan Weinraub (dalam DeGenova, 2008) yang mengemukakan bahwa anak single parent tidak akan berbeda dengan anak yang mempunyai orangtua utuh ketika tingkat stresnya yang mereka alami tidak berbeda. Misalnya ketika menghadapi suatu permasalahan, jika orang tua yang single parent maupun yang utuh mempunyai penyelesaian yang baik dalam menghadapi masalah tersebut, maka anak yang memiliki orangtua single parent

8 8 maupun yang memiliki orangtua utuh akan dapat menyelesaikan masalah yang mereka hadapi sehingga tidak akan mengganggu terhadap perkembangan anak. Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, bahwa struktur keluarga akan memberi pengaruh terhadap perkembangan mandiri individu (dalam hal ini adalah remaja). Anak yang diasuh oleh orangtua tunggal akan kehilangan figur ayah ataupun figur ibu yang dibutuhkan untuk masa perkembangan anak khususnya masa remaja. Jika figur salah satu hilang, tokoh tempat anak belajar bertingkah laku menjadi berkurang (Retnowati, 2008). Karena pada masa remaja, adalah masa dimana anak membentuk karakternya. Rasa dilindungi, aman, dan mendapatkan kasih sayang yang sepenuhnya dari orangtua sangat mempengaruhi anak dalam perkembangannya. Orangtua dapat mendorong anak untuk mandiri dengan mengajar dan membimbing mereka melakukan rutinitas kecil sehari-hari. Dengan demikian mereka merasa diberi kepercayaan segingga menumbuhkan rasa percaya diri dan mengurangi ketergantungannya Kemandirian yang dihasilkan dari kehadiran dan bimbingan orangtua utuh, akan menghasilkan kemandirian yang utuh pula. Ketidakhadiran orangtua dalam membimbing anaknya, dapat membuat anak menjadi anak yang tidak mandiri yang selalu bimbang dalam mengambil keputusan dan tidak dapat menentukan apa yang diinginkan dengan bertanggung jawab. Untuk dapat mandiri, anak membutuhkan kesempatan, dukungan dan dorongan dari keluarga terutama orangtua (Sinaga, 2010).

9 9 Definisi Kemandirian Kemandirian adalah sebuah konsep dengan latar belakang teoritis sangat beragam. Beberapa teori dalam perspektif psikologis yang berbeda menggambarkan proses pemisahan bertahap dari pengaruh orangtua (Noom, Dekovic & Meeus, 2001). Hal yang sama juga dikemukakan oleh Steinberg (dalam Newman, 2006) dimana kemandirian itu adalah kemampuan untuk mengatur perilaku sendiri untuk memilih dan memutuskan keputusan sendiri serta mampu melakukannya tanpa terlalu tergantung pada orangtua. Memberikan kemandirian pada remaja bukan berarti orangtua menolak, mengabaikan atau memisahan fisik dari anak mereka, melainkan lebih pada kebebasan psikologis dimana orangtua dan remaja menerima perbedaan masing-masing namun remaja dan orangtua tetap merasakan cinta kasih sayang, saling pengertian dan tetap menjalin hubungan dan komunikasi yang baik. Rice dan Dolgin (2008) menyatakan bahwa kemandirian itu adalah sebagai independence atau freedom. Salah satu tujuan setiap remaja adalah ingin diterima seperti orang dewasa yang mandiri. Remaja tetap menjadi seorang yang individu dan juga tetap yang berhubungan dengan orangtua pada waktu yang sama (Grotevant & Cooper dalam Rice, 2008). Remaja tetap menjalin hubungan dengan orangtuanya. Anak mengembangkan dirinya tetapi tetap berkomunikasi dengan orangtuanya sehingga orangtua mengerti apa yang dirasakan anaknya dan memberikan rasa percaya pada anak untuk bertindak (Quintana & Lapsley dalam

10 10 Rice & Dolgin, 2008). Sebagai contoh, mereka mengembangkan minat baru, nilai dan tujuan yang berbeda dari orangtua, tetapi remaja tersebut tetap bagian dari keluarga. Menurut LaFreniere (2000), kemandirian pada remaja adalah kemampuan meningkatkan self reliance, inisiatif, bertahan pada tekanan kelompok dan bertanggung jawab pada keputusan dan tindakan yang diambil. Menurut Nashori (1999) kemandirian merupakan modal dasar bagi manusia untuk menentukan sikap dan perbuatan terhadap lingkungannya. Kemandirian mendorong orang untuk berkreasi dan berprestasi karena kemandirian mengantarkan seseorang menjadi makhluk yang produktif dan efisien serta membawa dirinya kearah kemajuan. Hetherington (dalam Afiatin, 1993) mengatakan bahwa kemandirian ditunjukkan dengan adanya kemampuan untuk mengambil inisiatif, kemampuan menyelesaikan masalah, penuh ketekunan, memperoleh kepuasan dari usahanya serta berkeinginan mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain. Berdasarkan uraian di atas maka penulis menyimpulkan kemandirian berdasarkan teori Noom, Dekovic dan Meeus (2001) yang memiliki arti bahwa kemandirian yaitu sebuah konsep dengan latar belakang teoritis sangat beragam. Beberapa teori dalam perspektif psikologis yang berbeda menggambarkan proses pemisahan bertahap dari pengaruh orangtua.

11 11 Aspek-aspek Kemandirian Noom, Dekovic dan Meeus (2001) telah berhasil mengajukan dalam penelitiannya terdapat tiga buah aspek yang membentuk kemandirian remaja yaitu kemandirian sikap, kemandirian emosional, dan kemandirian fungsional. Berikut adalah penjelasan dari ketiga aspek tersebut : a. Kemandirian sikap Didefinisikan sebagai kemampuan untuk menentukan beberapa pilihan, untuk membuat keputusan dan menentukan tujuan. Dimensi ini melibatkan persepsi remaja mengenai apa yang akan dilakukan dalam hidupnya. Kemandirian sikap tercapai apabila seorang remaja telah mampu menentukan tujuan dalam hidupnya. Dimensi ini berkaitan dengan konsep Dworkin (1988 dalam Noom, Dekovic & Meeus, 2001) yaitu refleksi dari pilihan-pilihan dan keinginan. Intinya adalah kemampuan untuk berpikir sebelum bertindak. b. Kemandirian emosional Didefinisikan sebagai rasa percaya diri dalam menentukan pilihan dan tujuan sendiri. Dimensi ini melibatkan persepsi kemandirian emosi dari orang tua dan teman sebaya. Keduanya memberikan pengaruh yang sangat besar pada diri remaja. Oleh karena itu, remaja harus memiliki kepercayaan diri untuk mencapai tujuannya dan juga menghargai tujuan orang lain. Pada masa ini, remaja akan lebih mandiri secara emosional dari orang tua jika dibandingkan dengan ketika mereka masih anak-anak. Remaja dikatakan telah

12 12 mencapai kemandirian emosional ketika mereka merasa yakin dan percaya diri dalam menentukan tujuan tanpa pengaruh orang tua dan teman sebaya. c. Kemandirian fungsional Didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengembangkan strategi untuk mencapai tujuan. Dimensi ini melibatkan persepsi akan kompetensi dan persepsi akan kontrol. Persepsi akan kompetensi berarti mampu menggunakan strategi-strategi untuk mencapai tujuan. Persepsi akan kontrol berarti mampu memilih strategi yang spesifik dan efektif untuk mencapai tujuan. Selain itu, aspek penting yang juga dapat memotivasi tingkah laku remaja adalah persepsi akan tanggung jawab. Remaja dikatakan telah mencapai kemandirian fungsional ketika mereka mampu mengembangkan strategi pribadi untuk mencapai tujuan. Hal ini berkaitan erat dengan kemampuan untuk melakukan kegiatan tertentu. Faktor-Faktor Yang Dapat Memengaruhi Kemandirian Menurut (Allen, Hauser, Bell, & O Connor, 1994) terdapat beberapa hal yang mempengaruhi kemandirian yaitu : a. Jenis Kelamin Anak laki-laki lebih berperan aktif dalam membentuk kemandirian dan dituntut untuk lebih mandiri, sedangkan anak perempuan mempunyai ketergantungan yang lebih stabil karena memang dimungkinkan untuk bergantung lebih lama.

13 13 b. Usia Pada setiap tahap perkembangan mempengaruhi kemandirian seseorang. Beberapa sifat yang ada pada remaja awal menunjukkan masih ada pengaruh dari masa kanak-kanaknya, misalnya emosional, belum mandiri, belum memiliki pendirian sendiri. Sedangkan pada remaja akhir sudah diharapkan lebih menunjukkan kedewasaan seperti menerima keadaan fisiknya, bertanggung jawab. c. Struktur keluarga Keluarga sekarang sangat bervariasi, tidak hanya keluarga tradisional seperti dulu lagi. Perubahan dalam perkawinan ini membawa dampak pada perkembangan kemandirian anak. Banyak keluarga yang sekarang menjadi single parent dan hal ini mempunyai dampak pada perkembangan kemandirian anak. d. Budaya Setiap daerah, setiap negara mempunyai adat istiadat dan cara tertentu dalam mendidik anak. Pada budaya barat, anak sangat dituntut lebih cepat mandiri. Anak pada budaya barat banyak yang kerja part time dan banyak yang sudah mulai tinggal sendiri tidak bersama orangtua lagi. e. Lingkungan Manusia sebagai makhluk sosial memang tidak akan pernah dapat dipisahkan dengan manusia lain dan juga lingkungan tempat tinggal individu tersebut. Lingkungan yang baik, dapat mendukung anak untuk mandiri.

14 14 f. Keinginan individu untuk bebas Setiap individu berbeda, ada individu yang memang ingin melakukan sesuatu dengan bebas dan tanpa harus dikekang oleh orang lain. Perbedaan setiap individu ini juga mempengaruhi keinginan setiap orang untuk mandiri. Struktur keluarga Struktur keluarga adalah susunan keluarga yang terdiri dari orangtua (ayah dan ibu) serta anak yang menjadi anggota keluarga (Frank & Chingman, 2001; David & Lucile, 2004). Struktur keluarga sebagai lingkaran sistem keluarga yang terdapat subsistem yang terdiri ayah, ibu, dan subsistem yang terdiri dari anak-anak (David Field, 1992). Variasi struktur keluarga seperti di atas menentukan bagaimana orangtua berpartisipasi melalui keberadaannya terutama di rumah tetapi juga di sekolah. Selain itu juga peranannya sebagai model bagi anak, bukankah jika keluarga dengan orangtua lengkap terdapat model dari ayah tetapi juga sekaligus dari ibu yang diharapkan saling melengkapi dalam berpartisipasi, sehingga sangat menentukan atas terbentuknya kepribadian anak yang di dalamnya juga terdapat kemandirian bagi pribadi anak. Peranan ayah seperti pencari nafkah, pelindung dan pemberi rasa aman, kepala keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya, serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya dan peranan ibu mengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu anggota kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai

15 15 anggota masyarakat dari lingkungannya, serta bisa berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarga. Menurut Gerungan (2004), struktur atau susunan keluarga dijelaskan sebagai kelengkapan anggota keluarga: a. Orangtua lengkap (Keluarga utuh) Peran ayah dan ibu dalam keluarga menunjukkan bahwa kehadiran ayah dan ibu bukan hanya normal, tapi juga esensial. Keluarga yang mempunyai orangtua lengkap akan dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Fungsi dasar keluarga adalah memberikan ras aman, rasa memiliki, dan rasa kasih sayang antara anggota keluarga. Horton (dalam Manurung, 1995) menjelaskan keluarga dapat diartikan sebagai suatu kelompok pertalian nasip keluarga yang dapat dijadikan tempat untuk membimbing anak-anak dan untuk pemenuhan kebutuhan hidup lainnya. Manurung (1995) mengungkapkan keluarga merupakan suatu tempat untuk membimbing anak-anak dan untuk memenuhi kebutuhan hidup baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan psikis. Lebih lanjut Ahmadi (1999) menambahkan keluarga sebagai suatu kesatuan sosial yang terkecil yang terdiri atas suami dan istri dan jika ada anak didahului oleh perkawinan. Keluarga sebagai unit terkecil masyarakat dengan individu-individu yang terdapat di dalamnya sebagai anggota-anggota keluarga merupakan bagian dari suatu sistem artinya, antara satu individu dengan individu yang lain terdapat satu keterkaitan, saling hubungan, saling memerlukan, serta saling

16 16 melengkapi (Yatim, 1996). Salah satu faktor utama yang mempengaruhi perkembangan sosial anak adalah faktor keutuhan keluarga. Keutuhan dalam hal ini adalah keutuhan dalam struktur keluarga, yaitu bahwa keluarga terdiri atas ayah, ibu, anak-anak (Gerungan, 2004). Pada keluarga dengan orang tua lengkap yaitu ayah dan ibu, seorang anak akan tumbuh dan mengidentifikasikan banyak hal dari kedua orang tuanya. Selain itu, orang tua adalah figur yang bertanggung jawab dalam proses pembentukan kepribadian remaja, sehingga diharapkan akan selalu memberikan arah, memantau, mengawasi dan membimbing perkembangan remaja ke arah yang memadai (Yatim, 1996). Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan keluarga utuh adalah keutuhan dalam struktur keluarga, yaitu bahwa keluarga terdiri atas ayah, ibu, dan anak-anak. a. Orangtua tunggal (Keluarga single parent) Keluarga yang orang tuanya cerai sangat mempengaruhi perkembangan remaja, terutama dari segi emosi atau kejiwaannya. Bagi remaja, perceraian orang tua dapat menimbulkan masalah dengan munculnya rasa kurang aman, rendah diri, dan perasaan-perasaan serta pikiran-pikiran negatif lainnya. Kematian salah satu orangtua dapat mempengaruhi emosi remaja dan menimbulkan konflik mental, sebab sebagai individu yang sedang berkembang mereka memerlukan suasana aman. Perasaan aman merupakan

17 17 kebutuhan dasar bagi setiap individu untuk dapat hidup tenang (Gunarsa, 1995). DeGenova (2008) mengatakan single parent family adalah keluarga yang terdiri atas satu orangtua baik menikah maupun tidak menikah dengan memiliki anak. Menurut Sager dkk (dalam Setiawati, 2007) single parent adalah orangtua yang memelihara dan membesarkan anaknya tanpa kehadiran dan dukungan dari pasangannya. Manurung (1995) menyebutkan keluarga yang pecah yaitu keluarga yang tidak lengkap strukturnya karena: a) Orang tua bercerai b) Kematian salah satu orang tua atau kedua-duanya c) Ketidakhadiran dalam tenggang waktu yang lama secara terus-menerus dari salah satu atau kedua orang tua Di dalam suatu keluarga yang tidak utuh, hanya terdapat satu orang tua dalam menjalankan kehidupan yang dikenal dengan sebutan keluarga dengan single parent. Hoffman (dalam Murdaningrum, 2006) menjelaskan bahwa single parent adalah orang tua yang merangkap ayah sekaligus merangkap ibu atau sebaliknya di dalam membesarkan dan mendidik anak-anaknya serta mengatur kehidupan keluarga karena perubahan dalam struktur keluarga akibat perceraian, ditinggal pasangan hidup, atau kematian.

18 18 Remaja Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adolescere (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Hurlock, 1980). Masa remaja adalah masa transisi dalam periode masa kanak-kanak ke periode masa dewasa, yang mana periode ini dianggap sebagai masa yang sangat penting dalam kehidupan seseorang khususnya dalam pembentukan kepribadian individu. Menurut Monks, Knoers dan Haditono (2002), bahwa perkembangan dalam masa remaja berlangsung antara umur tahun, dengan pembagian usia tahun adalah masa remaja awal, tahun adalah masa remaja pertengahan, tahun adalah masa remaja akhir. Dalam penelitian ini subjek yang di pilih adalah remaja tengah yang berkisar tahun, karena pada usia ini anak sekolah di tingkat SMA. Mereka sedang mempersiapkan diri menuju proses pendewasaan diri. Setelah melewati masa pendidikan dasar dan menengahnya mereka akan melangkah menuju dunia Perguruan Tinggi atau meniti karier, atau justru menikah. Banyak sekali pilihan bagi mereka. Dan pada masa ini mereka diharapkan dapat membuat sendiri pilihan yang sesuai baginya tanpa terlalu tergantung pada orangtuanya. Pada masa ini orangtua hanya perlu mengarahkan dan membimbing anak untuk mempersiapkan diri dalam meniti perjalanan menuju masa depan, berani membuat keputusan sendiri dan memperoleh kebebasan perilaku sesuai dengan keinginannya, tentunya dengan disertai tanggung jawab (Lie & Prasasti, 2004).

19 19 Perbedaan kemandirian antara remaja yang memiliki keluarga utuh dan keluarga single parent Dilihat dari struktur kelengkapan keluarga, ada keluarga yang utuh dan yang tidak utuh. Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, bahwa struktur keluarga akan memberi pengaruh terhadap perkembangan kemandirian remaja. DeGenova (2008) mengatakan bahwa single parent biasanya lebih merasa tertekan daripada orangtua utuh dalam perannya sebagai orangtua. Peran orangtua ini nantinya dapat berpengaruh pada bagaimana orangtua mengasuh anaknya. Orangtua single parent yang tidak mempunyai pasangan untuk tempat berbagi dalam mendidik dan membesarkan anak akan berpengaruh dalam perkembangan psikologis anak. Ada orangtua single parent yang mengasuh anaknya terlalu over protective mengakibatkan anak akan menjadi kurang mandiri karena segala kebutuhan anak sudah ditentukan oleh orangtua sendiri. Akan tetapi ada juga anak dari orangtua single parent kurang mendapat perhatian karena terlalu sibuk. Orangtua single parent tersebut menjadi tidak ada kesempatan untuk mempelajari dan memahami tugas perkembangan anaknya (Musdalifah, 2007). Penelitian yang dilakukan Astuti (2002), penelitian tersebut diketahui bahwa terdapat perbedaan antara keluarga lengkap dengan keluarga tidak lengkap (single parent). Peran dalam mendidik keluarga tersebut berdampak pada perkembangan siswa dalam kemandirian, dimana siswa yang berasal dari keluarga lengkap memiliki kemandirian yang lebih tinggi dibandingkan siswa yang berasal dari keluarga tidak lengkap (single parent). Perbedaan yang terjadi pada kemandirian siswa tersebut disebabkan karena salah satu fungsi dari keluarga

20 20 tidak ada, baik ayah ataupun ibu dimana keduanya sangat menentukan dalam proses pembentukan kemandirian anak. Namun berbeda halnya dengan Gringlas dan Weinraub dalam DeGenova (2008) yang mengemukakan bahwa anak single parent tidak akan berbeda dengan anak yang mempunyai orangtua utuh ketika tingkat stresnya yang mereka alami tidak berbeda. Misalnya ketika menghadapi suatu permasalahan, jika orang tua yang single parent maupun yang utuh mempunyai penyelesaian yang baik dalam menghadapi masalah tersebut, maka anak yang memiliki orangtua single parent maupun yang memiliki orangtua utuh akan dapat menyelesaikan masalah yang mereka hadapi sehingga tidak akan mengganggu terhadap perkembangan anak. Hipotesis Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengajukan hipotesis bahwa ada perbedaan kemandirian antara remaja yang signifikan antara remaja yang memiliki keluarga utuh dengan remaja yang memiliki keluarga single parent. Kemandirian remaja yang memiliki keluarga utuh lebih tinggi daripada kemandirian remaja yang memiliki keluarga single parent. METODE PENELITIAN Partisipan Partisipan dalam penelitian ini adalah remaja berumur tahun berjumlah 80 orang yang berada di Salatiga diantaranya 40 remaja yang memiliki keluarga utuh dan 40 keluarga yang memiliki keluarga single parent.

21 21 Prosedur pengumpulan data Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif dan pengumpulan data dimulai pada tanggal 11 Juni 2014 sampai 28 Juni Peneliti menyiapkan 30 item dalam skala psikologi yang akan digunakan dalam penelitian. Teknik dalam pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling yaitu unit sampel yang dihubungi disesuaikan dengan kriteria-kriteria tertentu yang diterapkan berdasarkan tujuan penelitian. Pengukuran Pada penelitian kali ini, penulis menggunakan Skala Kemandirian dari Noom, Dekovic dan Meeus (2001). Skala Kemandirian terdiri dari tiga dimensi yaitu kemandirian sikap, kemandirian emosional, dan kemandirian fungsional. Skala ini tersusun dari 30 aitem yang telah dimodifikasi oleh penulis sesuai dengan keperluan yang ada dalam penelitian, yang terbagi menjadi 2 jenis, yaitu 14 item favourable dan 16 item unfavourable. Skoring pada skala ini mengacu pada alternatif jawaban model skala Likert, dengan 5 kategori jawaban yang disediakan yaitu, Sangat Tidak Sesuai (STS), Tidak Sesuai (TS), N (Netral/Tidak dapat menentukan dengan pasti), Sesuai (S), dan Sangat Sesuai (SS). Untuk skoring bergerak dari 0 4 untuk pertanyaan yang favourable. Sedangkan 4 0 untuk pertanyaan unfavourable. Semakin tinggi skor yang didapat menunjukkan semakin tinggi kemandirian yang ada pada diri subjek dan sebaliknya semakin rendah skor maka semakin rendah juga kemandirian yang ada pada diri subjek.

22 22 Berdasarkan seleksi aitem dan uji reliabilitas pada Skala Kemandirian dengan menggunakan metode try out terpakai. Item dikatakan baik apabila memiliki koefisien korelasi lebih besar dari 0,30 (Azwar, 2012). Dalam seleksi item didapatkan 27 yang dianggap baik dan 3 aitem yang dinyatakan gugur. Skala ini memiliki reliabilitas sebesar 0,872 dengan indeks daya diskriminan aitem bergerak antara 0,300 sampai dengan 0,700. HASIL PENELITIAN Analisis Deskriptif Kemandirian Berdasarkan skor skala kemandirian dengan jumlah aitem = 27 aitem, maka skor tertinggi yang mungkin diperoleh adalah 27 4 = 108 dan terendah 27 0 = 0. Dengan menggunakan 5 kategori, diperoleh internal = 21, 6. Tabel 1. Kategori skor kemandirian remaja yang memiliki keluarga utuh No Interval Kategori Frekuensi remaja yang memiliki keluarga utuh % Mean 1 86,4 x < 108 Sangat Tinggi 1 2,5 2 64,8 x < 86,4 Tinggi 21 52,5 3 43,2 x < 64,8 Sedang 15 37,5 4 21,6 x < 43,2 Rendah x < 21,6 Sangat Rendah 1 2,5 Std. Deviasi 63,47 13,47

23 23 Tabel 2. Kategori skor kemandirian remaja yang memiliki keluarga single parent No Interval Kategori Frekuensi remaja yang memiliki keluarga single parent % Mean 1 86,4 x < 108 Sangat Tinggi ,8 x < 86,4 Tinggi 9 22,5 3 43,2 x < 64,8 Sedang ,6 x < 43,2 Rendah 1 2,5 5 0 x < 21,6 Sangat Rendah 0 0 Std. Deviasi 61,15 11,86 Data tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 1 (2,5%) remaja yang memiliki keluarga utuh tergolong dalam kategori kemandirian sangat rendah, 2 (5%) remaja yang memiliki keluarga utuh berada pada kategori kemandirian rendah, 15 (37,5%) remaja yang memiliki keluarga utuh berada pada kategori kemandirian sedang, 21 (52,5%) remaja yang memiliki keluarga utuh berada pada kategori kemandirian tinggi dan 1 (2,5%) remaja yang memiliki keluarga utuh berada pada kategori kemandirian sangat tinggi. Sedangkan 1 (2,5%) remaja yang memiliki keluarga single parent tergolong dalam kategori kemandirian rendah, 28 (70%) remaja yang memiliki keluarga single parent tergolong pada kategori kemandirian sedang, 9 (22,5%) remaja yang memiliki keluarga single parent berada pada kategori kemandirian tinggi dan 2 (5%) remaja yang memiliki keluarga single parent berada pada kategori kemandirian sangat tinggi. Kategori kemandirian sangat rendah memiliki presentase 0% (tidak ada remaja yang memiliki keluarga single parent yang tergolong dalam kategori kemandirian tersebut).

24 24 Uji Asumsi 1. Uji Normalitas Uji normalitas menggunakan Kolmogorov-Smirnov Test pada program SPSS Data dikatakan normal bila memiliki nilai signifikasi lebih dari 0,05 (p > 0,05). Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa : a. Variabel kemandirian pada remaja yang memiliki keluarga utuh memiliki koefisien Kolmogorov-Smirnov Test sebesar 0,152 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,313. Dengan demikian variabel kemandirian remaja yang memiliki keluarga utuh tersebut memiliki distribusi data yang normal yaitu p > 0,05. b. Variabel kemandirian pada remaja yang memiliki keluarga single parent memiliki koefisien Kolmogorov-Smirnov Test sebesar 0,130 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,508. Dengan demikian variabel kemandirian remaja yang memiliki keluarga single parent tersebut memiliki distribusi data yang normal yaitu p > 0, Uji homogenitas Levene test dengan bantuan program SPSS 16.0 for windows menunjukan bahwa nilai koefisien Levene Test sebesar 0,036 dengan signifikansi sebesar 0,850 (p > 0,05). Oleh karena nilai signifikansi diatas dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut homogen.

25 25 Uji-t Perhitungan analisis ini dilakukan dengan SPSS 16.0 for windows. Hasil perhitungan Independent Sample Test dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 3. Independent Samples Test Kemandirian Remaja Equal variances assumed Equal variances not assumed Levene' s Test for Equalit y of Varianc es F.10 4 Sig. t df.74 7 t-test for Equality of Means Sig. (2- taile d) Mean Differ ence Std. Error Differ ence % Confidence Interval of the Difference Lower Upper Berdasarkan hasil perhitungan Independent Sample Test diperoleh nilai t-test sebesar 0,819 dengan signifikansi 0,415 atau p > 0,05 yang berarti tidak adanya perbedaan kemandirian antara remaja yang memiliki keluarga utuh dan keluarga single parent. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisa data penelitian mengenai perbedaan kemandirian antara remaja yang memiliki keluarga utuh dan keluarga single

26 26 parent diperoleh nilai t hitung adalah sebesar 0,819 (p > 0,05), maka dengan demikian hipotesis penelitian ditolak, yang artinya tidak ada perbedaan tingkat kemandirian antara remaja yang memiliki keluarga utuh dan keluarga single parent. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya tingkat kemandirian pada remaja yang memiliki keluarga utuh dan keluarga single parent adalah tidak berbeda secara signifikan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Gringlas dan Weinraub dalam DeGenova (2008) yang mengemukakan bahwa kemandirian anak single parent tidak akan berbeda dengan anak yang mempunyai orangtua utuh. Ketika tingkat stresnya yang dialami orangtua utuh dan orangtua single parent tidak berbeda. Misalnya ketika menghadapi suatu permasalahan, jika orang tua yang single parent maupun yang utuh mempunyai penyelesaian yang baik dalam menghadapi masalah tersebut, maka anak yang memiliki orangtua single parent maupun yang memiliki orangtua utuh akan dapat menyelesaikan masalah yang mereka hadapi sehingga tidak akan mengganggu terhadap perkembangan kemandirian remaja. Menjadi orangtua single parent bukan hal yang mudah menjalankan dua peran tersebut sekaligus dalam membentuk anak yang berkualitas. Oleh sebab itu dibutuhkan manajemen keluarga khusus dan matang agar anak yang dibesarkan pada kondisi keluarga single parent pun sama berkualitasnya dengan anak yang dibesarkan pada keluarga utuh (Alvita, 2008). Pola asuh yang diberikan orang tua single parent kepada anak bergantung pada sejauh mana pemahaman orang tua itu sendiri. Ketika tidak ada pasangan untuk berbagi fungsi, orang tua tunggal

27 27 cenderung membentuk sikap kemandirian kepada anak (Suryasoemirat, 2007), yang memungkinkan kemandirian anak single parent tidak kalah dari kemandirian dari anak dari keluarga utuh. Remaja yang memiliki keluarga single parent memiliki kemandirian yang sama halnya dengan remaja yang memiliki keluarga yang utuh. Bahwa ketika keluarga memang memberikan peranan yang penting bagi remaja namun bukan penentu bagi remaja untuk mandiri. Kemandirian pada remaja tersebut bisa dipengaruhi dari beberapa aspek selain struktur keluarga seperti pengaruh oleh dukungan lingkungan sekitarnya ataupun lingkungan di sekolah, karena pada masa remaja adalah masa dimana anak lebih dekat dengan dengan teman-teman sebayanya dan ingin melepaskan dirinya untuk tidak bergantung pada orangtuanya. Seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa kemandirian dapat dipengaruhi oleh lingkungannya seperti di sekolah (Allen, Hauser, Bell, & O Connor, 1994). Tidak terdapatnya perbedaan kemandirian remaja antara dua remaja yang memiliki struktur keluarga yang berbeda yaitu utuh dan tidaknya keluarga mungkin juga disebabkan oleh usia mereka, subjek dalam penelitian ini adalah remaja tengah yang berumur tahun. Pada tahap ini, remaja sangat membutuhkan teman-teman. Ada kecenderungan narsistik yaitu mencintai dirinya sendiri dengan cara menyukai teman-teman yang mempunyai sifat sama dengan dirinya. Pada tahap ini remaja berada dalam kondisi kebingungan karena masih ragu harus memilih yang mana, peka atau peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis dan sebagainya.

28 28 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan uraian yang telah disampaikan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Tidak ada perbedaan kemandirian antara remaja yang memiliki keluarga utuh dan keluarga single parent. 2. Sebagian besar (52,5%) remaja dari keluarga utuh mempunyai kemandirian pada kategori tinggi dan sebagian besar (70%) remaja dari keluarga single parent mempunyai kemandirian pada kategori sedang. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah diketahui, maka penulis mengajukan saran ke beberapa pihak yaitu : 1. Pada Remaja Diharapkan remaja dari keluarga single parent maupun dari keluarga utuh, lebih menyadari bahwa kemandirian itu penting untuk masa depannya, karena banyak hal positif yang bisa diperoleh, meskipun pada masa remaja lebih cenderung dekat dengan teman-temannya namun komunikasi dan interaksi dengan orangtua juga harus tetap terjalin dengan baik. 2. Pada Orangtua Diharapkan orangtua lebih membimbing anak belajar mandiri dengan memberikan kebebasan psikologis dimana orangtua dan remaja menerima perbedaan maing-masing, bukan berarti mengabaikan. Namun

29 29 orangtua dan remaja tetap merasakan kasih sayang, saling pengertian dan tetap berhubungan/berkomunikasi dengan baik 3. Saran bagi peneliti selanjutnya Melihat masih banyaknya keterbatasan dalam penelitian ini, maka peneliti selanjutnya disarankan untuk: a. Diharapkan bagi peneliti selanjutnya, untuk lebih memperhatikan faktor lain yang dapat mempengaruhi kemandirian tersebut seperti usia, pola asuh orangtua, lingkungan, dan sebagainya. Sehingga peneliti tersebut dapat lebih mengontrol faktor tersebut. b. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat memperbesar jumlah subjek penelitian dimana jumlah subjek penelitian dapat mempengaruhi hasil penelitian. Semakin banyak jumlah subjek penelitian, maka hasil penelitian juga akan semakin baik.

30 30 DAFTAR PUSTAKA Afiatin, T. (1993). Persepsi pria dan wanita terhadap kemandirian. Jurnal Psikologi, 1, Ahmadi, H. A. (1999). Psikologi sosial. Jakarta: Rineka Cipta. Allen, J. P., Hauser, S. T., Bell, K., & O Connor, T. G. (1994). Longitudinal assessment of autonomy and relatedness in adolescent-family interactions as predictors of adolescent ego-development and selfesteem. Child Development, 65, Alvita, N.O. (2008). Wanita sebagai single parent dalam membentuk anak yang berkualitas. press.com/html Aspin. (2007). Hubungan gaya pengasuhan orang tua authoritarian dengan kemandirian emosional remaja (studi remaja madya dalam perspektif psikologi perkembangan pada siswa SMA Negeri 1 punggaluku kabupaten konawe selatan sulawesi tenggara (Tesis). Bandung: Program Pasca Sarjana, Universitas Padjajaran.Retrieved from Astuti, I. P. (2002). Perbedaan kemandirian antara siswa yang berasal dari keluarga lengkap dengan siswa yang berasal dari keluarga yang tidak lengkap (Skripsi tidak diterbitkan). Malang: Program S-1 UIN Malang Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psikologi, 2 nd Pelajar. ed. Yogyakarta: Pustaka Benson, J. E, & Johnson, M. K. (2009). Adolescent family context and adult identity formation. Institutes Health of National DeGenova. (2008). Intimate relationships, marriages & families. McGraw-Hill: United State. Fajrianthi, F. A. F. (2012). Konflik pekerjaan-keluarga dan coping pada single mothers. Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya. Jurnal Psikologi Industri Organisasi, Frank, T. W. & Ching Man, L. (2001, November 22-23). Community parentship for family empowerment: the Hongkong model. A Paper presented at the 51 th National parenting Coference University of Melbourne. Gerungan, W. A. (2004). Psikologi sosial. Bandung: PT Rafika Aditama. Gunarsa, S. D. (1995). Psikologi untuk membimbing, Yogyakarta: BPK Gunung Mulia.

31 31 Hurlock, E. B. (1980). Developmental psychology: A life span approach, 5 th ed. Boston: McGraw Hill. Kartono, K. (1995). Psikologi anak (Psikologi perkembangan). Bandung: Mandar Maju. Kulbok, Pamela. (2004). Autonomy and Adolescence: A Concept Analysis. Public Health Nursing LaFreniere, P. J. (2000). Emotional development (A biosocial perspective). USA: Wadsworth. Lie, A. & Prasasti, S. (2004). 101 cara membina kemandirian dan tanggung jawab Manurung, M. R. (1995). Manajemen keluarga. Bandung: Indonesia Publishing House. Masrun, Martono, Haryanto, F. P., Hardjito, P., Sofiati, M., Bawani, A., Aritonang, I., & Soetjipto, H. P. (1986). Studi mengenai kemandirian pada penduduk di tiga suku bangsa (Jawa, Batak, Bugis). Laporan Penelitian tidak diterbitkan. Yogyakarta: Kantor Menteri Negara dan Lingkungan Hidup Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Monks, F.J., Knoers, A. M. P., Haditono, S.R. (2001). Psikologi perkembangan: pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Mu tadin, Z. (2002). Kemandirian Sebagai Kebutuhan Psikologis pada Remaja. Murdaningrum, F. (2006). Strategi coping pada single parent mother. Skripsi. Semarang: Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata. Musdalifah. (2007). Perkembangan sosial remaja dalam kemandirian (Studi kasus hambatan psikologis dependensi terhadap orangtua). Jurnal Psikologi, 4, 47. Nashori, F. (1999). Hubungan antara religiusitas dengan kemandirian pada siswa SMU. Jurnal Psikologi, 8, Noom, M. J., Deković, M.,& Meeus, W. (2001). Conceptual analysis and measurement of adolescent autonomy. Journal of Youth and Adolescents, 30, Retnowati, Y. (2008). Pola komunikasi orangtua tunggal dalam membentuk kemandirian anak (kasus di kota yogyakarta). Jurnal Ilmu Komunikasi, 6, 200.

32 32 Rice, F. P., & Dolgin, K. G. (n. d.). (2008). The adolescent development, relationship, and culture. 12 th ed. USA: Pearson Education Inc. Setiawati, I., Zulkaida, A. (2007). Sibling rivalry pada anak sulung yang diasuh oleh single father. Auditorium Kampus Gunadarma, 2. Steinberg, L. (1993). Adolescence-third rdition. New York: McGraw-Hill, Inc. 80 Stryker, S, & Serpe, R.T. (1994). Identity salience and psychological centrality: Equivalent, overlapping, or complementary concepts?. Social Psychology Quarterly Suryasoemirat, A. (2007). Wanita single parent yang berhasil. Jakarta: EDSA Mahkota. Yatim, D. I. I. (1996). Kepribadian, keluarga, dan narkotika. Jakarta: Arcan.

KEMANDIRIAN DITINJAU DARI URUTAN KELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN

KEMANDIRIAN DITINJAU DARI URUTAN KELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN KEMANDIRIAN DITINJAU DARI URUTAN KELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang masih lengkap keduanya sedangkan keluarga tidak utuh atau yang sering

BAB I PENDAHULUAN. yang masih lengkap keduanya sedangkan keluarga tidak utuh atau yang sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang, kehidupan dalam keluarga sangat penuh dengan variasi. Ada keluarga yang disebut dengan keluarga besar yang terdiri atas ayah, ibu, anak dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Orientasi Kancah Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 7 Salatiga, SMP Negeri 7 adalah salah satu Sekolah Menengah Pertama di Kota Salatiga yang terletak dijalan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 27 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 02 Tengaran sebagai SMP Regular dan SMP Terbuka Tengaran yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Idealnya, di dalam sebuah keluarga yang lengkap haruslah ada ayah, ibu dan juga anak. Namun, pada kenyataannya, saat ini banyak sekali orang tua yang menjadi orangtua

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TIPE POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU REMAJA AKHIR. Dr. Poeti Joefiani, M.Si

HUBUNGAN ANTARA TIPE POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU REMAJA AKHIR. Dr. Poeti Joefiani, M.Si HUBUNGAN ANTARA TIPE POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KEMANDIRIAN PERILAKU REMAJA AKHIR DYAH NURUL HAPSARI Dr. Poeti Joefiani, M.Si Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran Pada dasarnya setiap individu memerlukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional 1. Identitas Variabel Variabel merupakan suatu yang dapat berubah-ubah dan mempunyai nilai yang berbeda-beda, menurut (Sugioyo, 2001), variabel

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN. Analisis Deskriptif

HASIL PENELITIAN. Analisis Deskriptif HASIL PENELITIAN Analisis Deskriptif Berdasarkan data item yang valid yang ada, maka selanjutnya akan dibuat kategorisasi untuk menentukan tinggi rendahnya harga diri dalam penelitian ini akan dibuat 5

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Subjek Penelitian Pada penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas 4 SDN Harjosari I dan SDN Harjosari II tahun pelajaran 2011/2012.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tergantung pada orangtua dan orang-orang disekitarnya hingga waktu tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tergantung pada orangtua dan orang-orang disekitarnya hingga waktu tertentu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya, ia akan tergantung pada orangtua dan orang-orang disekitarnya hingga waktu tertentu. Seiring dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini dibahas hasil penelitian dengan analisis data yang diperoleh, perbedaan kemampuan berpikir kreatif siswa pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan itu juga telah dipelajari secara mendalam. terjadi pada manusia, dan pada fase-fase perkembangan itu fase yang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan itu juga telah dipelajari secara mendalam. terjadi pada manusia, dan pada fase-fase perkembangan itu fase yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam menghadapi zaman yang semakin modern seperti sekarang ini, banyak yang harus dipersiapkan oleh bangsa. Tidak hanya dengan memperhatikan kuantitas individunya,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian Dalam mengadakan suatu penelitian langkah awal yang perlu dilakukan adalah persiapan penelitian terlebih

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 67 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Tuntang, Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang yang beralamat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas III semester II SD Kristen Satya Wacana. Kelas III dibagi menjadi dua kelas paralel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan suatu kelompok primer yang sangat erat. Yang dibentuk karena kebutuhan akan kasih sayang antara suami dan istri. (Khairuddin, 1985: 104).Secara historis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Dan Identifikasi Variabel Pendekatan penelitian ini menganalisa data dengan menggunakan angka-angka, rumus atau model matematis, atau biasa disebut pendekaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Persiapan Penelitian 1. Orientasi Kancah Penelitian Penelitian ini melakukan kajian tentang perbedaan tingkat learned helplessness siswa yang memiliki prestasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMA Kristen 1 Salatiga. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Kristen 1 Salatiga Tahun Ajaran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian yang digunakan Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Metode kuantitatif adalah metode yang menekankan analisisnya pada datadata numerical (angka)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hipotesis yang telah disusun. Dalam penelitian yang bersifat kuantitatif ini, maka

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hipotesis yang telah disusun. Dalam penelitian yang bersifat kuantitatif ini, maka BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dalam usaha menguji hipotesis yang telah disusun. Dalam penelitian yang bersifat kuantitatif ini,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Subyek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua sekolahan yaitu SD Negeri 02 Salatiga dan SD Negeri Dukuh 01. SD Negeri 02 Salatiga beralamatkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mahasiswa fakultas psikologi dan kesehatan yang sedang mengambil program

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mahasiswa fakultas psikologi dan kesehatan yang sedang mengambil program BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subyek Responden dalam penelitian ini diambil dari jumlah populasi mahasiswa fakultas psikologi dan kesehatan yang sedang mengambil program dan mengerjakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 46 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif, yang suatu penelitian dituntut menggunakan angka mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional. Metode korelasional yaitu suatu cara untuk menemukan hubungan antara variabel-variabel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif komparatif, yakni jenis

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif komparatif, yakni jenis 19 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Menurut Arikunto (2002) desain penelitian merupakan serangkaian proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Unit Penelitian Penelitian ini dilaksanakan 2 kali pertemuan pada semester 2 tahun ajaran 2011/2012, bertempat di SD Negeri 1 Somogede Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. metode deskriptif kuantitatif. Maka pendekatan penelitian ini adalah

BAB III METODE PENELITIAN. metode deskriptif kuantitatif. Maka pendekatan penelitian ini adalah BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Kegiatan teoritis dan empiris pada penelitian ini diklasifikasikan dalam metode deskriptif kuantitatif. Maka pendekatan penelitian ini adalah observasi,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Hasil Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization) Deskripsi dari pelaksanaan pembelajaran menggunakan model

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSAHABATAN DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA BARU

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSAHABATAN DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA BARU 1 NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA PERSAHABATAN DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA MAHASISWA BARU Oleh : Chinta Pradhika H. Fuad Nashori PRODI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1 SDN Mangunsari 07 Salatiga Eksperimen % 2 SDN 03 Karangrejo Kontrol

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1 SDN Mangunsari 07 Salatiga Eksperimen % 2 SDN 03 Karangrejo Kontrol BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Subyek Penelitian Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas III SDN Mangunsari 07 Salatiga, yang dijadikan sebagai kelompok eksperimen dan siswa

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek Penelitian Penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas X SMA Bhinneka Karya 2 Boyolali Tahun Ajaran 2012/2013. Siswa yang menjadi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Sidorejo Lor 2 dan SD Negeri Sidorejo Lor 6. Kelas yang digunakan untuk penelitian yaitu

Lebih terperinci

Kata Kunci : Emotional Intelligence, remaja, berpacaran

Kata Kunci : Emotional Intelligence, remaja, berpacaran Studi Deskriptif Mengenai Emotional Intelligence Pada Siswa dan Siswi SMA Negeri X yang Berpacaran Muhamad Chandika Andintyas Dibimbing oleh : Esti Wungu S.Psi., M.Ed ABSTRAK Emotional Intelligence adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Negeri 01 Sumogawe Kecamatan Getasan yang berjumlah 38 siswa yang dibagi menjadi 2 kelompok,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian Penelitian diadakan di SD Negeri Candirejo 02, dengan alamat di jalan Mertokusumo No 32 Desa Candirejo dan SD Negeri Sraten 01,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data nilai tes kemampuan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data nilai tes kemampuan 6162 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data nilai tes kemampuan komunikasi matematis siswa dan data hasil skala sikap. Selanjutnya,

Lebih terperinci

Prosiding SNaPP2015 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN Dwi Hurriyati

Prosiding SNaPP2015 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN Dwi Hurriyati Prosiding SNaPP2015 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN 2089-3590 EISSN 2303-2472 GAYA PENGASUHAN CONSTRAINING DENGAN KOMITMEN DALAM BIDANG PENDIDIKAN (STUDI KORELASI PADA MAHASISWA PSIKOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Metode kuantitatif yaitu menekankan analisisnya pada data data numerical (angka) yang diolah dengan metode

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1 Bahasan

BAB V PENUTUP 5.1 Bahasan BAB V PENUTUP 5.1 Bahasan Penelitian dengan judul Motivasi Berprestasi dan Peran Orangtua pada siswa SMP yang mengalami perceraian orangtua melalui perhitungan statistik parametric product moment menghasilkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Uji Asumsi Uji asumsi harus terlebih dahulu dilakukan sebelum melakukan uji hipotesis. Uji asumsi ini terdiri dari uji normalitas, uji linieritas, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga itu adalah yang terdiri dari orang tua (suami-istri) dan anak. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga itu adalah yang terdiri dari orang tua (suami-istri) dan anak. Hubungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengasuh anak merupakan tugas orang tua dalam sebuah keluarga yang berada di lingkungan masyarakat. Di dalam keluarga merupakan tempat utama, dimana anak berkembang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Salatiga yang berjumlah 52 siswa dengan terdiri dari dua kelompok, yaitu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil dan Temuan Penelitian Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data nilai tes kemampuan pemahaman matematis siswa dan data hasil skala sikap.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SMP Negeri 3 Camba Kabupaten Maros. Data-data yang dianalisis adalah data

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SMP Negeri 3 Camba Kabupaten Maros. Data-data yang dianalisis adalah data 54 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pada bab ini disajikan data secara rinci hasil penelitian tentang keefektifan model imajinasi dalam pembelajaran menulis puisi siswa kelas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian yang Digunakan Pada penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode kuantitatif, yaitu metode yang menekankan analisis pada data-data numerikal (angka)

Lebih terperinci

Tabel 18 Deskripsi Data Tes Awal

Tabel 18 Deskripsi Data Tes Awal BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 1 Pamona Utara yang terletak di Jalan Jenderal Sudirman no 21 Tentena, Kecamatan Pamona Puselemba, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. variabel-variabel yang diambil dalam penelitian ini.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. variabel-variabel yang diambil dalam penelitian ini. BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Untuk menguji hipotesis penelitian, sebelumnya akan dilakukan

Lebih terperinci

kata kunci : kemandirian, penyesuaian diri, social adjustment, mahasiswa

kata kunci : kemandirian, penyesuaian diri, social adjustment, mahasiswa HUBUNGAN ANTARA KEMANDIRIAN DENGAN PENYESUAIAN DIRI DALAM LINGKUNGAN KAMPUS PADA MAHASISWA AMANDA RIZKI NUR Dosen Pembimbing : Drs. Aris Budi Utomo, M.Si ABSTRAK Mahasiswa tentunya memiliki tugas perkembangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas V di SD Negeri Sumberejo 01 yang berjumlah 21 orang dengan rincian 12 orang putra

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian eksperimen dengan membandingkan antara kelas eksperimen yaitu yang menggunakan metode pembelajaran make a match dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas IV SD Negeri Mangunsari 04 dan SD Negeri Mangunsari 07 tahun ajaran 2015/2016. Pemilihan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode kuantitatif, yaitu metode yang menekankan analisis pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika

Lebih terperinci

HUBUNGAN ATTACHMENT DAN SIBLING RIVALRY PADA REMAJA AWAL

HUBUNGAN ATTACHMENT DAN SIBLING RIVALRY PADA REMAJA AWAL HUBUNGAN ATTACHMENT DAN SIBLING RIVALRY PADA REMAJA AWAL Shabrina Khairunnisa 16511716 3PA01 LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan masa dimana individu mulai berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelas Laki-Laki Perempuan Jumlah. Jumlah Seluruhnya 60. Tabel 10.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kelas Laki-Laki Perempuan Jumlah. Jumlah Seluruhnya 60. Tabel 10. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Subyek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP N 3 Tuntang, suatu sekolah yang berlokasi di kampung Beran, Kelurahan Karang Tengah, Kecamatan

Lebih terperinci

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA 1 BAB I PENDAHULUAN 1.2 Latar Belakang Masalah Pada tahun 1980-an di Amerika setidaknya 50 persen individu yang lahir menghabiskan sebagian masa remajanya pada keluarga dengan orangtua tunggal dengan pengaruh

Lebih terperinci

Piaget (dalam Hurlock, 2000) mengemukakan bahwa masa remaja merupakan masa mencari identitas diri. Oleh karena itu, remaja berusaha mengenali dirinya

Piaget (dalam Hurlock, 2000) mengemukakan bahwa masa remaja merupakan masa mencari identitas diri. Oleh karena itu, remaja berusaha mengenali dirinya PERANAN INTENSITAS MENULIS DI BUKU HARIAN TERHADAP KONSEP DIRI POSITIF PADA REMAJA Erny Novitasari ABSTRAKSI Universitas Gunadarma Masa remaja merupakan masa mencari identitas diri, dimana remaja berusaha

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Subyek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Bergas Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang yang berlokasi di Desa Karangjati. Kelas

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 ANGKET FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PROKRASTINASI AKADEMIK SEBELUM UJI COBA

LAMPIRAN 1 ANGKET FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PROKRASTINASI AKADEMIK SEBELUM UJI COBA LAMPIRAN 92 LAMPIRAN 1 ANGKET FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PROKRASTINASI AKADEMIK SEBELUM UJI COBA 93 PENGANTAR Kepada : Yth. Siswa SMP Negeri 1 Mungkid Dengan hormat, Pada kesempatan ini perkenankanlah saya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIIIA dan VIIIB di SMP Muhammadiyah Salatiga tahun ajaran 2013/2014. Kelas VIIIA sebagai kelas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah :

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah : 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Penelitian Untuk membuktikan secara empiris hipotesis pada Bab II tersebut, maka variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel Tergantung

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bagian Corrected item-total correlation semua angka diatas 0,300, karena

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bagian Corrected item-total correlation semua angka diatas 0,300, karena BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengolahan Data 4.1.A Validitas Pada bagian Corrected item-total correlation semua angka diatas 0,300, karena menurut Azwar (1996), suatu item dikatakan valid apabila

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Berdasarkan permasalahan dan tujuan penelitian yang telah dijelaskan di atas, maka penelitian ini dapat diklasifikasikan ke dalam penelitian kuantitatif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kekayaan sumber daya alam di masa depan. Karakter positif seperti mandiri,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kekayaan sumber daya alam di masa depan. Karakter positif seperti mandiri, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia membutuhkan manusia berkompeten untuk mengolah kekayaan sumber daya alam di masa depan. Karakter positif seperti mandiri, disiplin, jujur, berani,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Dan Definisi Operasional

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Dan Definisi Operasional BAB III METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Dan Definisi Operasional 1. Identifikasi Variabel Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Untuk menguji hipotesis penelitian, sebelumnya akan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 56 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang banyak menggunakan angkaangka, mulai dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Deskripsi Data Penelitian ini dilaksanakan pada siswa XI IPS 2 dan XI IPS 3 SMA Negeri I Pabelan semester 1. SMA Negeri I Pabelan merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Subjek Penelitian Penilitian ini diadakan di SD Negeri Mangunsari 03 yang terletak di Kelurahan Mangunsari Kecamatan Sidomukti Kota Madya Salatiga Jawa

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 19 METODE PENELITIAN Disain, Lokasi dan Waktu Penelitian Disain penelitian adalah cross sectional study, yakni data dikumpulkan pada satu waktu (Singarimbun & Effendi 1995. Penelitian berlokasi di Kota

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA OLEH: RITA SINTHIA ABSTRACT

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA OLEH: RITA SINTHIA ABSTRACT HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN SOSIAL KELOMPOK KELAS DENGAN KEPERCAYAAN DIRI PADA SISWA KELAS I SLTP XXX JAKARTA OLEH: RITA SINTHIA ABSTRACT This study was aimed to investigate the relationship between social

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. numerik dan diolah dengan metode statistika serta dilakukan pada

BAB III METODE PENELITIAN. numerik dan diolah dengan metode statistika serta dilakukan pada BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang merupakan penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Menurut Babbie (Prasetyo, 2005) rancangan penelitian adalah mencatat perencanaan dari cara berfikir dan merancang suatu strategi untuk menemukan sesuatu.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Nasution dan Usman (2007, h.2) mengatakan penelitian adalah sebuah proses untuk mendapatkan solusi dari permasalahan setelah melakukan studi dan analisis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif. Yakni penelitian dengan pendekatan kuantitatif menekankan analisisnya pada pola-pola numerikal (angka)

Lebih terperinci

Tabel 6 Hasil Uji Coba validitas Butir Soal Posttest

Tabel 6 Hasil Uji Coba validitas Butir Soal Posttest BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subyek Penelitian Subyek penelitian pada penelitian ini adalah siswa kelas X-A dan X- C SMA Katholik St Yoseph Kalabahi Kabupaten Alor Provinsi Nusa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pada bab ini akan dipaparkan mengenai hasil penelitian dan pembahasan dari penelitian yang telah dilaksanakan. Hasil penelitian akan menjawab

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. hanya pada ranah kognitif. Tes hasil belajar sebelum diperlakukan diberi

BAB IV HASIL PENELITIAN. hanya pada ranah kognitif. Tes hasil belajar sebelum diperlakukan diberi 63 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data Hasil Penelitian Data hasil belajar siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol diukur dengan instrumen berupa tes soal pilihan ganda, untuk mengetahui seberapa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Perbandingan Fear of Success dengan Jenis Kelamin. Gender

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Perbandingan Fear of Success dengan Jenis Kelamin. Gender BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Subjek Peneliti akan menguraikan tentang gambaran umum subjek berdasarkan jenis kelamin. Kemudian menjelaskan secara deskriptif dengan di sertai

Lebih terperinci

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Orientasi Kancah dan Persiapan Penelitian

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Orientasi Kancah dan Persiapan Penelitian 37 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN A. Orientasi Kancah dan Persiapan Penelitian 1. Orientasi Kancah Penelitian ini dilakukan di dua lokasi yaitu di kampus program studi Teknik Sipil Universitas

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KEMATANGAN EMOSIONAL SISWA KELAS XI SMA NEGERI PUNUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015

HUBUNGAN KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KEMATANGAN EMOSIONAL SISWA KELAS XI SMA NEGERI PUNUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Artikel Skripsi HUBUNGAN KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN KEMATANGAN EMOSIONAL SISWA KELAS XI SMA NEGERI PUNUNG TAHUN PELAJARAN 2014/2015 ARTIKEL SKRIPSI Jurusan Bimbingan Konseling FKIP UNP Kediri Oleh: SUCI

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Desain Penelitian. penelitian antara dua kelompok penelitian.adapun yang dibandingkan adalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Desain Penelitian. penelitian antara dua kelompok penelitian.adapun yang dibandingkan adalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian komparasi atau perbedaan, yaitu jenis penelitian yang bertujuan untuk membedakan atau membandingkan hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini dilakukan melalui empat tahap prosedur penelitian, yaitu tahap persiapan penelitian, tahap

Lebih terperinci

Tabel 4 Non Equivalent Control Group Design Kelompok Pretest Perlakuan Posttest Eksperimen 1 X 1.2 X 1.1 Y 1 Eksperimen 2 X 2.2 X 2.

Tabel 4 Non Equivalent Control Group Design Kelompok Pretest Perlakuan Posttest Eksperimen 1 X 1.2 X 1.1 Y 1 Eksperimen 2 X 2.2 X 2. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian, Desain dan Lokasi Penelitian 3.1.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen semu (quasi exsperimen). Dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya

BAB I PENDAHULUAN. akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Individu akan tergantung pada orangtua dan orang-orang yang berada di lingkungannya dan ketergantungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. analisis variabel (data) untuk mengetahui perbedaan di antara dua kelompok data

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. analisis variabel (data) untuk mengetahui perbedaan di antara dua kelompok data BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian komparatif. Penelitian ini menggunakan analisis komparatif atau analisis perbedaan yang artinya bentuk analisis variabel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jumlah Siswa Laki-laki Perempuan Eksperimen Kontrol Jumlah Seluruhnya 59

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Jumlah Siswa Laki-laki Perempuan Eksperimen Kontrol Jumlah Seluruhnya 59 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Subyek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 4 Mulyoharjo dan SD Negeri 5 Mulyoharjo Jepara Kecamatan Jepara Semester 2 Tahun Ajaran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. No Rombel Jumlah siswa Persentase 1 Kelas IVa 33 50% 2 Kelas IVb 33 50% Jumlah %

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. No Rombel Jumlah siswa Persentase 1 Kelas IVa 33 50% 2 Kelas IVb 33 50% Jumlah % 46 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Subyek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Todanan 01 Blora yang menjadi subjek penelitian ini adalah 1 SD paralel. Terdapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SDN Kumpulrejo 01 Salatiga

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SDN Kumpulrejo 01 Salatiga BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Kumpulrejo 01 Salatiga yang beralamatkan di di jalan Amarta nomor 03 Randuares Kecamatan Argomulyo Kota

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Gambaran Subyek Penelitian Penelitian adalah jenis penelitian quasi eksperimen atau eksperimen semu dimana ada dua kelompok yang dijadikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan membahas mengenai analisis data dari hasil pengolahan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini akan membahas mengenai analisis data dari hasil pengolahan 43 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan membahas mengenai analisis data dari hasil pengolahan data-data yang diperoleh dari hasil penelitian. Hasil analisis data yang diperoleh merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. panelitian kami adalah kemandirian dalam belajar. Sedangkan variabel

BAB III METODE PENELITIAN. panelitian kami adalah kemandirian dalam belajar. Sedangkan variabel 50 BAB III METODE PENELITIAN A. Identivikasi Variabel dan Definisi Operasional 1. Identifikasi Variabel Variabel bebas (independent variable) merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang sebab perubahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. ada tidaknya hubungan antara dua atau beberapa variabel. Alat ukur yang

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. ada tidaknya hubungan antara dua atau beberapa variabel. Alat ukur yang BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan menggunakan teknik korelasional. Penelitian korelasional merupakan penelitian yang dimaksud untuk mengetahui ada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Data dari metode penelitian kuantitatif ini berupa angka-angka dan. analisisnya mengunakan statistik (Sugiyono,2010:7).

BAB III METODE PENELITIAN. Data dari metode penelitian kuantitatif ini berupa angka-angka dan. analisisnya mengunakan statistik (Sugiyono,2010:7). 48 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian studi komparasi atau perbandingan yang bermaksud untuk mengadakan perbandingan kondisi yang ada di dua tempat, apakah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kemampuan pemahaman matematik siswa dan data hasil skala sikap.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. kemampuan pemahaman matematik siswa dan data hasil skala sikap. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil dan Temuan Penelitian Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data nilai tes kemampuan pemahaman matematik siswa dan data hasil skala sikap. Selanjutnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi hampir bersamaan antara individu satu dengan yang lain, dan

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi hampir bersamaan antara individu satu dengan yang lain, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia selalu mengalami perubahan sepanjang kehidupan yakni sejak dalam kandungan sampai meninggal. Fase-fase perkembangan yang terjadi hampir bersamaan

Lebih terperinci

LAMPIRAN A: TRY OUT SKALA REGULASI DIRI DALAM MENGERJAKAN SKRIPSI

LAMPIRAN A: TRY OUT SKALA REGULASI DIRI DALAM MENGERJAKAN SKRIPSI LAMPIRAN A: TRY OUT SKALA REGULASI DIRI DALAM MENGERJAKAN SKRIPSI A. IDENTITAS RESPONDEN Nama : Jenis kelamin : Fakultas : Status : Laki-laki/Perempuan (coret yang salah) B. PETUNJUK PENGISIAN 1. Jawablah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah adalah bagian dari ibadah, karena itu tidak ada sifat memperberat kepada orang yang akan melaksanakannya. Perkawinan atau pernikahan menurut Reiss (dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif (komperatif). Desain

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif (komperatif). Desain BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian kuantitatif (komperatif). Desain komparasional menurut Arikunto (2010:310) menyebutkan bahwa penelitian membandingkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SD Kristen 01 dan SD Kristen 03 Kabupaten Woosobo. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

Lebih terperinci