BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Sudirman Budiono
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5. 1 Pertumbuhan Dimensi Tanaman Paraserianthes falcataria Hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan tanaman pokok P. falcataria pada 3 (tiga) pola agroforestri menunjukkan rata-rata pertumbuhan yang hampir seragam dan tidak menunjukkan perbedaan yang terlalu signifikan baik dalam hal tinggi total maupun diameter batangnya. Layout kombinasi tanaman pada masingmasing pola agroforestri disajikan pada Lampiran 1. Rata-rata pertumbuhan dimensi tanaman P. falcataria pada 3 (tiga) pola agroforestri disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Rata-rata pertumbuhan tanaman P. falcataria pada 3 (tiga) pola agroforestri dirph Jatirejo No Pola Agroforestri Rata-rata Tinggi (T) Rata-rata diameter Total (m) Bebas cabang (m) (cm) 1 AF1 11,93 8,79 10,07 2 AF2 11,25 8,41 9,78 3 AF3 12,00 8,92 10,63 AF1 = sengon+mindi+cabai+jagung; AF2 = sengon+mindi+jagung+singkong; AF3 = sengon+mindi+cabai+jagung+nanas Dalam penerapan sistem agroforesti terdapat interaksi yang bersifat positif dan negatif. Interaksi positif terjadi apabila terdapat peningkatan produksi suatu jenis tanaman diikuti oleh peningkatan produksi tanaman yang lainnya (Hairiah et al. 2002). Interaksi positif ini ditunjukkan pada pola AF3. Pola ini memiliki kombinasi jumlah tanaman yang paling banyak dibanding pola lain. Pola AF3 memiliki rata-rata pertumbuhan yang paling baik dibandingkan pola lainnya, dengan rata-rata tinggi 12 m dan rata-rata diameter 10,63 m. Pada pola AF3, banyaknya jumlah tanaman tumpang sari tidak menimbulkan dampak negatif pada pertumbuhan tanaman pokok. Kegiatan pemupukan yang lebih intensif menyebabkan tanaman pokok memperoleh masukan nutrisi yang cukup, sehingga keberadaan jumlah tanaman tumpang sari yang lebih banyak justru akan menambah asupan unsur hara bagi tanaman pokok. Hal ini dikarenakan tanaman pokok sengon hanya mengandalkan pemupukan
2 23 yang diberikan pada tanaman semusim. Selain itu, menurut hasil penelitian Priyardashini (2011), populasi makrofauna tanah (cacing tanah) lebih besar pada tegakan yang multistrata. Populasi makrofauna tersebut juga dipengaruhi oleh masukan bahan organik. Serasah merupakan sumber bahan organik dan energi bagi makrofauna tanah, khususnya cacing tanah. Peningkatan aktivitas cacing tanah akan meningkatkan pori makro tanah yang baik bagi proses infiltrasi air. Wolf dan Snyder (2003) diacu dalam Priyardashini (2011) menyatakan, pori makro sangat berguna untuk mempertukarkan udara dan menginfiltrasikan air dengan baik, serta mendrainasekan kelebihan air. Tingginya populasi dan aktivitas makrofauna tanah ini juga dapat menjadi faktor pendukung kesuburan tanah pada pola AF3. Berdasarkan hasil penelitian, pola AF2 menunjukkan interaksi yang negatif dengan rata-rata pertumbuhan yang paling rendah dibandingkan pola agroforestri lainnya. Menurut Mahendra (2009), interaksi negatif yang terjadi pada sistem agroforestri dapat berupa kompetisi yang tidak sehat dalam memperebutkan unsur hara, cahaya matahari, air, serta ruang tumbuh. Akibatnya, salah satu tanaman bisa tertekan bahkan mati karena pengaruh tanaman lainnya. Rendahnya intensitas pemupukan dapat diduga menjadi salah satu faktor penyebab terhambatnya pertumbuhan, karena pada pola ini yang diberi pupuk hanya tanaman jagung saja. Sifat tanaman singkong yang rakus akan unsur hara terutama unsur P dan K dapat mengakibatkan defisiensi unsur hara bagi tanaman pokok. Penggunaan K oleh ubi kayu berfungsi untuk pembentukan gula dan kandungan patinya. 5.2 Persentase Penutupan Tajuk Selain H 2 O, CO 2, unsur hara, dan suhu, cahaya juga merupakan faktor yang mempengaruhi fotosintesis dan juga merupakan salah satu faktor pembatas dalam pertumbuhan. Cahaya merupakan faktor penting terhadap berlangsungnya fotosintesis, sementara fotosintesis merupakan proses yang menjadi kunci dapat berlangsungnya proses metabolisme yang lain di dalam tanaman. Tempat utama terjadinya fotosintesis adalah pada daun atau tajuk. Dalam penerapan sistem agroforestri, cahaya merupakan faktor pembatas utama dalam pertumbuhan dan produktivitas tanaman semusim karena adanya pengaruh naungan.
3 24 Radiasi cahaya rendah mengakibatkan laju fotosintesis rendah sehingga biomassa juga rendah dan akhirnya hasil tanaman rendah (Purnomo 2005). Persentase penutupan tajuk tergantung pada jumlah pohon dan tipe kerapatan tajuk. Kerapatan tajuk sengon tergolong tajuk ringan (jarang). Pohon dengan tajuk jarang sangat baik bila dipadukan dengan tanaman tumpangsari, karena tanaman di strata di bawahnya masih mendapat suplai cahaya (Mahendra 2009). Hasil penelitian terhadap beberapa pola agroforestri menunjukkan adanya perbedaan persentase penutupan tajuk. Rata-rata ukuran tajuk tanaman P. falcataria pada masing-masing pola agroforestri disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Rata-rata ukuran tajuk tanaman P. falcataria pada 3 (tiga) pola agroforestri di RPH Jatirejo Pola Agroforestri Rata-rata panjang tajuk (m) Rata-rata lebar tajuk (m) Persentase penutupan tajuk (%) Live Crown Ratio (%) AF1 4,57 3,38 42,95 26,32 AF2 3,26 2,31 32,83 25,24 AF3 3,30 2,33 34,88 25,67 AF1 = sengon+mindi+cabai+jagung; AF2 = sengon+mindi+jagung+singkong; AF3 = sengon+mindi+cabai+jagung+nanas Produksi tanaman budidaya pada dasarnya tergantung pada efisiensi sistem fotosintesis. Cahaya yang dapat dipergunakan untuk fotosintesis adalah cahaya yang mempunyai panjang gelombang antara nm. Cahaya itu kemudian disebut sebagai radiasi aktif untuk fotosintesis. Tanaman yang memperoleh pencahayaan dibawah optimum, produksi biomassa akan menjadi rendah meskipun faktor pertumbuhan lain optimum. Persentase penutupan tajuk menggambarkan besarnya cahaya yang masuk pada tegakan. Berdasarkan data hasil pengukuran, pola AF1 menunjukkan persentase penutupan tajuk terbesar yaitu 42,95%. Nilai tersebut menunjukkan besarnya cahaya matahari yang tertahan oleh tajuk. Hal ini berarti cahaya matahari yang sampai ke tanah dan yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman tumpang sari adalah sebesar 57,05%. Tajuk pohon yang terlalu lebat menyebabkan cahaya matahari tidak sampai ke strata di bawahnya yang menjadi tempat tumbuh tanaman pertanian (Mahendra 2009). Rata-rata lebar dan panjang tajuk yang paling tinggi, menyebabkan luasan penyerapan cahaya matahari lebih
4 25 banyak pada tanaman pokok di pola ini. Pada keadaan ternaungi spektrum cahaya yang aktif dalam proses fotosintesis ( nm) menurun. Pola agroforestri AF2 memilki persentase penutupan tajuk yang paling rendah, yaitu 32,83%, sehingga cahaya matahari yang sampai ke tanah memiliki persentase yang paling besar, yaitu sebesar 67,17%. Tingginya persentase keterbukaan tajuk pada pola ini juga dipengaruhi oleh tingginya tindakan pemangkasan yang hanya menyisakan 2 3 ranting tiap pohon. Kondisi seperti ini dapat mengoptimalkan pemanfaatan cahaya matahari oleh tanaman semusim dalam berlangsungnya proses fotosintesis. Rata-rata lebar dan panjang tajuk pada pola ini juga menunjukkan nilai yang paling kecil dibandingkan dengan pola lain, sehingga juga dapat mengurangi luasan penyerapan cahaya matahari pada tanaman pokok untuk fotosintesis (Rifa i 2010). Hal ini dapat terjadi sebagai dampak dari terhambatnya pertumbuhan tanaman pokok sengon akibat pemupukan yang kurang intensif dan dengan tingginya persaingan unsur hara yang kebanyakan diserap oleh tanaman singkong. Menurut Gardner et al. (1991), untuk memperoleh laju pertumbuhan tanaman budidaya yang maksimum, harus terdapat cukup banyak daun dalam tajuk untuk menyerap sebagian besar radiasi matahari yang jatuh ke atas tajuk tanaman. 5.3 Suhu dan Kelembaban Menurut Badan Kerjasama Ilmu Tanah BKSPTN (1991), secara langsung suhu mempengaruhi fotosintesis tumbuhan, absorpsi air, serta transpirasi. Persentase penutupan tajuk menggambarkan besarnya cahaya yang masuk, sehingga jika cahaya merupakan pembatas, maka suhu memberikan pengaruh yang kecil terhadap proses fotosintesis. Kondisi ini dapat dialami pada tanaman pertanian di pola AF1 yang memperoleh asupan cahaya paling rendah dibandingkan dengan pola lain. Pengaruh suhu terhadap transpirasi yaitu pada suhu yang rendah maka jumlah transpirasi akan rendah, dan sebaliknya (Badan Kerjasama Ilmu Tanah BKSPTN 1991). Data hasil pengukuran suhu dan kelembaban pada 3 (tiga) pola agroforestri disajikan pada Tabel 4.
5 26 Tabel 4 Rata-rata suhu dan kelembaban pada 3 (tiga) pola agroforestri di RPH Jatirejo Pola Agroforestri Rata-rata Suhu (⁰C) RH (%) AF1 25,13 74 AF2 25,72 75 AF3 25,33 67 AF1 = sengon+mindi+cabai+jagung; AF2 = sengon+mindi+jagung+singkong; AF3 = sengon+mindi+cabai+jagung+nanas Secara umum kondisi suhu dan kelembaban masing-masing tegakan memilki nilai yang tidak jauh berbeda. Menurut Soekotjo (1976) diacu dalam anonim (2011), pertumbuhan diameter batang tergantung pada kelembaban nisbi, permukaan tajuk, iklim dan kondisi tanah. Tingginya suhu udara akan meningkatkan laju transpirasi yang biasanya ditandai dengan turunnya kelembaban udara relatif. Apabila hal seperti ini cukup lama berlangsung, maka dapat menyebabkan keseimbangan air tanaman terganggu dan dapat menurunkan pertumbuhan tanaman termasuk diameter tanaman seperti yang terjadi pada pola AF Parameter Tanah Tanah merupakan kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air, dan udara dan merupakan media tumbuh tanaman (Hardjowigeno 2003). Menurut Hanafiah (2005), tanah sebagai media tumbuh memiliki 4 fungsi utama antara lain: sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran, penyedia kebutuhan primer tanaman (air, udara, unsur hara), penyedia kebutuhan sekunder tanaman (hormon, vitamin, enzim), serta sebagai habitat biota tanah. Sifat fisik tanah berhubungan dengan kesesuaian tanah untuk berbagai penggunaan, yang meliputi: penetrasi akar, sirkulasi air dan udara, dan kemampuan tanah dalam menyimpan air. Peranan sifat fisik tersebut tergantung dari jumlah, ukuran, dan komposisi partikel masing-masing tanah. Hasil analisis sifat fisik tanah pada tiga pola agroforestri disajikan pada Tabel 5.
6 27 Tabel 5 Hasil analisis sifat fisik tanah pada 3 (tiga) pola agroforestridi RPH Jatirejo No Lokasi Tekstur Pasir Debu Liat BD (g/cm 3 ) PR (%) Kadar Air (% Volume) pada Pf Air Tersedia (%)...(%)... Pf Pf 2,54 4,2 1 AF1 84,26 7,35 8,39 1,09 58,77 36,21 22,51 13,70 2 AF2 75,90 17,51 6,59 1,37 48,34 35,96 24,33 11,63 3 AF3 81,69 11,61 6,70 1,40 47,08 33,95 24,49 9,46 AF1 = sengon+mindi+cabai+jagung; AF2 = sengon+mindi+jagung+singkong; AF3 = sengon+mindi+cabai+jagung+nanas Tekstur tanah sangat berpengaruh terhadap kemampuan daya serap air,ketersediaan air di dalam tanah, besar aerasi, infiltrasi dan laju pergerakan air. Dengan demikian secara tidak langsung tekstur tanah jugadapat mempengaruhi perkembangan perakaran dan pertumbuhan tanaman serta efisiensi dalam pemupukan. Tanah dengan kandungan debu tinggi memiliki kombinasi yang baik antara permukaan tanah dan ukuran pori-pori tanah. Secara umum tanah tersebut mengandung unsur hara yang lebih besar karena fraksi debu berasal dari mineral feldspar dan mika yang sifatnya cepat lapuk tergolong lebih cepat dibanding pasir (Foth 1984). Bulk Density (BD) merupakan berat suatu massa tanah per satuan volume tertentu termasuk ruang porinya. BD merupakan petunjuk kepadatan tanah (Hardjowigeno 2003). Semakin tinggi nilai BD, semakin padat suatu tanah. Hal ini ditunjukkan oleh kondisi tanah di pola AF3 yang memiliki nilai BD tertinggi. Pada pola ini dapat diartikan bahwa kemampuan tanah untuk meneruskan air atau ditembus akar tanaman makin sulit. Salah satu faktor yang mempengaruhi tingginya nilai BD pada lokasi ini yaitu adanya pemadatan tanah akibat aktivitas hewan yang mencari makan, sehingga dapat mengakibatkan peningkatan kepadatan tanah walaupun pengaruhnya tidak terlalu besar. Lee (1990) diacu dalam Dirjen Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial menyatakan, kondisi seperti ini dapat mengurangi kemampuan tanah untuk menyerap air dengan tertutupnya pori-pori tanah. Berkurangnya pori-pori tanah yang umumnya disebabkan oleh pemadatan tanah, menyebabkan menurunnya infiltrasi. Tanah
7 28 dengan BD tinggi dapat menurunkan laju pergerakan air di dalam tanah dan aerasi tanah juga menjadi rendah. Nilai porositas tanah tertinggi terdapat pada pola AF1 yaitu 58,77%. Jika nilai porositasnya tinggi maka nilai BD akan semakin rendah. Porositas merupakan proporsi ruang pori (ruang kosong total) dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara (Hanafiah 2005). Tanah yang porositasnya tinggi menunjukkan bahwa tanah tersebut memiliki ruang pori yang cukup untuk pergerakan air dan udara keluar masuk tanah. Kondisi ini didukung dengan tingginya kandungan fraksi pasir, sehingga akar mudah untuk berpenetrasi serta air dan udara untuk bersikulasi. Selain itu, kondisi ini juga dapat mengakibatkan kapasitas infiltrasi yang tinggi sehingga tercipta drainase dan aerasi yang baik. Fraksi liat yang tinggi menyebabkan air tidak mudah hilang, sehingga meningkatkan air tersedia dalam tanah. Hubungan nilai BD dengan porositas dan air tesedia dalam tanah pada tiga pola agroforestri di RPH Jatirejo disajikan pada Gambar 4. Persentase (%) Porositas Air tersedia 1,09 1,37 1,4 Bulk Density (g/cm 3 ) Gambar 4 Hubungan nilai bulk density dengan porositas dan air tesedia dalam tanah pada 3(tiga) pola agroforestri di RPH Jatirejo Pertumbuhan tanaman yang baik memerlukan penyediaan yang cukup dari berbagai unsur-unsur yang penting. Jika setiap unsur berada dalam jumlah yang tidak seimbang maka akan mengakibatkan pertumbuhan yang tidak normal. Rekapitulasi data hasil analisis sifat kimia tanah pada 3 (tiga) pola agroforestri disajikan pada Tabel 6. Sedangkan data lengkap hasil analisis kimia tanah dari laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan terdapat pada Lampiran 2.
8 29 Tabel 6 Hasil analisis sifat kimia tanah pada 3 (tiga) pola agroforestri Parameter Hasil Analisis AF1 AF2 AF3 ph 1:1 H 2 O 4,80 4,70 5,50 KCl 4,00 3,90 5,10 Walkley & Black C-org (%) 1,68 2,15 2,00 Kjeldhal N-Total (%) 0,15 0,19 0,18 C/N Rasio (%) 11,20 11,32 11,11 Bray I P (ppm) 116,60 128,80 139,30 NNH 4 OAc ph 7.0 Ca 1,56 1,24 2,40 Mg 0,32 0,18 1,04 K 0,44 0,30 0,34 KTK 3,96 4,23 4,11 KB (%) 65,15 47,04 98,30 0,05 N HCl Fe 0,36 0,54 4,81 Cu 0, ,06 B (ppm) 1,20 0,65 1,53 AF1 = sengon+mindi+cabai+jagung; AF2 = sengon+mindi+jagung+singkong; AF3 = sengon+mindi+cabai+jagung+nanas Tingkat kemasaman tanah pada masing-masing pola agroforestri tergolong masam. Nilai ph tanah dapat digunakan sebagai indikator kesuburan kiamiawi tanah, karena dapat mencerminkan ketersediaan hara dalam tanah tersebut. Berdasarkan data di atas pola yang memiliki nilai ph terendah adalah pada pola AF2 dan tertinggi pada pola AF3. Menurut Hanafiah (2005), ph yang rendah (<6,5) dapat mengakibatkan terjadinya defisiensi P, Ca, dan Mg, serta terjadi toksisitas unsur mikro seperti Al dan Fe. Pengetahuan mengenai pengaruh ph terhadap pola ketersediaan hara tanah dapat digunakan sebagai acuan dalam pemilihan jenis tanaman yang sesuai pada suatu jenis tanah. Kisaran ph optimum untuk tanaman nanas berkisar antara 4,5 6,5, namun masih mampu bertahan pada ph di bawah 5,0. Jagung akan tumbuh secara optimum pada kisaran ph 5,5 7 dan agak mampu untuk bertahan pada tanah dengan ph di bawah 5,5 (Hanafiah 2005). Dari pernyataan tersebut dapat menunjukkan bahwa tanaman nanas dan jagung masih dapat dijadikan pilihan untuk dikembangkan pada tanah tersebut. ph optimum untuk tanaman cabai terdapat pada kisaran 5,5 6,8. Cabai akan mengalami pertumbuhan kerdil pada tanah yang masam (ph kurang dari 5,5) karena keracunan aluminium Al atau Mn (Suwandi et al. 2007, diacu dalam Yudilastri et al. 2010).
9 30 Unsur hara berfungsi sebagai bahan makanan pada tanaman. Unsur hara makro relatif diperlukan dalam jumlah besar oleh tanaman. Kekurangan unsur hara makro menimbulkan defisiensi yang tidak bisa digantikan oleh unsur hara lain, sedangkan jika kelebihan tidak menimbulkan pengaruh karena akan terlarut ke dalam tanah atau larut oleh air. Unsur hara mikro diperlukan tanaman dalam jumlah sedikit. Kekurangan unsur hara mikro biasanya dapat digantikan oleh unsur-unsur hara mikro yang lainnya, sedangkan kelebihan unsur hara mikro dapat menjadi racun. Kandungan N pada ketiga pola agroforestri tergolong rendah yaitu terdapat pada kisaran 0,10 0,20% (Irawan 2011). Namun pada AF2 menunjukkan kandungan N yang paling tinggi dibanding pola lainnya. Hal ini dikarenakan pemberian pupuk kandang berupa kotoran ayam mengandung N tiga kali lebih besar daripada pupuk kandang yang lain (Hardjowigeno 2003). Nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman, yang pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman seperti batang, cabang, dan daun serta mendorong terbentuknya klorofil sehingga daunnya menjadi lebih hijau, yang berguna bagi proses fotosintesis (Lingga 1986). Selain itu N juga berfungsi mempercepat pertumbuhan tanaman serta berperan dalam pembentukan protein tanaman. Tanaman yang tumbuh harus mengandung N untuk membentuk sel-sel baru. Proses fotosintesis dapat menghasilkan karbohidrat dari CO 2 dan H 2 O, namun proses tersebut tidak dapat berlangsung untuk menghasilkan protein tanpa adanya N. Oleh karena itu, jika terjadi kekurangkan N akan menghambat proses pertumbuhan (Badan Kerjasama Ilmu Tanah BKSPTN 1991). Kandungan N yang lebih tinggi dapat mengasamkan reaksi tanah, menurunkan ph tanah, dan merugikan tanaman, sebab akan mengikat unsur hara lain seperti Mg. Banyaknya kandungan air tersedia pada pola AF1 dapat mengurangi kandungan N. Suplai air yang tinggi dapat mempengaruhi proses dekomposisi melalui penurunan kecepatan dekomposisi. C-organik atau karbon yang terdapat dalam bahan organik merupakan sumber energi bagi mikroorganisme. Dalam proses pencernaan oleh mikroorganisme terjadi reaksi pembakaran antara unsur karbon dan oksigen menjadi kalori dan karbon dioksida (CO 2 ). CO 2 ini dilepas menjadi gas, kemudian
10 31 unsur N yang terurai ditangkap mikroorganisme untuk membangun tubuhnya. Pada waktu mikroorganisme ini mati, unsur N akan tinggal bersama kompos dan menjadi sumber nutrisi bagi tanaman. Selama proses fotosintesis tanaman menggunakan CO 2, kemudian bergabung dengan ekositem melalui serasah tanaman yang jatuh. Sumber utama pemasok C pada tanah yaitu melalui: 1) serasah yang berasal dari tajuk tanaman tahunan(pohon) maupun tanaman musiman, serta dari tanaman sisa panen; 2) akar tanaman, melalui akar-akar yang mati, ujung-ujung akar, dan respirasi akar; 3) biota yang terdapat pada tanah. Proses hilanganya unsur C dalam tanah dapat terjadi melalui respirasi tanah, respirasi tanaman, terangkut panen, dipergunakan oleh biota, serta melalui erosi (Hairiah et al. 2002). Nilai kandungan C-organik pada ketiga pola agroforestri tersebut termasuk ke dalam kategori rendah hingga sedang. Perubahan imbangan C/N menunjukkan kecepatan dekomposisi bahan organik. Nilai C/N antara adalah merupakan nilai tengah, artinya kandungan bahan organiknya cukup baik apabila digunakan sebagai bahan pendukung pertumbuhan tanaman. Nilai kurang dari 11 artinya bahan organiknya sudah sangat melapuk dalam tanah dan sebaiknya ditambahkan bahan yang mengandung organik, seperti kompos atau kotoran ternak. Nilai C/N di atas 15 berarti bahwa bahan organik belum terdekomposisi sehingga perlu waktu untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Faktor yang mempengaruhi penghancuran bahan organik antara lain suhu, kelembaban, tata udara tanah, pengolahan tanah, ph dan jenis bahan organik hancur atau sulit hancur. Nisbah C/N terendah ditunjukkan pada pola AF3. Kandungan C/N yang lebih rendah menunjukkan bahwa tanah tersebut mengandung bahan organik yang lebih tinggi (Sudaryono 2009) dan telah terdekomposisi dengan baik. Kisaran nilai C/N pada ketiga pola agroforestri tersebut tergolong sedang, yaitu C/N berada pada kisaran nilai antara (Irawan 2012). Jumlah kandungan P dalam tanah sangat dipengaruhi oleh sifat dan ciri suatu tanah. Unsur P berperan bagi tanaman dalam hal pembelahan dan pembesaran sel, pembentukan bunga, buah, dan biji, serta merangsang perkembangan akar. Kadar P yang tinggi ditemukan pada top soil atau lapisan
11 32 olah, karena adanya penimbunan bahan organik. Salah satu faktor yang mempengaruhi ketersediaan P adalah ph tanah. Menurut Badan Kerjasama Ilmu Tanah BKSPTN (1991), ketersediaan P maksimum dijumpai pada kisaran ph 5,5 7,0. Hal ini dapat dilihat pada pola AF3 yang menunjukkan kandungan P tertinggi dengan ph 5,5. Pada tanah masam banyak ditemukan unsur Al yang selain bersifat racun juga mengikat P, sehingga unsur P tidak dapat diserap oleh tanaman (Hardjowigeno 2003). Hal ini dapat dijadikan indikator pertumbuhan pada pola AF 2. Walaupun kandungan P lebih tinggi dibanding pola AF1, namun apabila tanahnya lebih masam, maka unsur P tersebut tidak memberikan pengaruh yang positif bagi pertumbuhan karena tanaman tidak bisa menyerapnya. Peningkatan produksi ubi kayu atau singkong diikuti dengan peningkatan pembentukan akar tanaman, dimana dengan adanya pembentukan akar baru ini akan meningkatkan jumlah umbi per tanaman (Ispandi dan Munip 2005). Peningkatan pembentukan akar tanaman tersebut merupakan peran utama dari unsur P, sehingga dalam pola AF2 ini, tanaman pokok sengon kurang mendapat asupan unsur P karena unsur P banyak yang terserap oleh ubi kayu. Menurut data BPS (2005) di dalam Subandi et al. (2006), kebutuhan hara (kg/ha) untuk tanaman ubi kayu lebih besar dibanding tanaman jagung. Ubi kayu membutuhkan 20,7 kg/ha unsur P dan 96,1 kg/ha unsur K, sedangkan jagung hanya membutuhkan 16,0 kg/ha unsur P dan 60,8 kg/ha unsur K. Hal ini berdampak pada pertumbuhan tanaman sengon yang kurang baik dibandingkan dengan pada pola lain karena defisiensi unsur hara terutama P dan K. Oleh karena itu, apabila ubi kayu ditanam pada tanah tanpa pemupukan yang cukup, produktivitas tanah akan menurun karena deplesi kandungan hara baik akibat terangkut hasil penen ataupun erosi (Howeler 2002, diacu dalam Hafif 2011). Hal ini juga dapat menjadi salah satu faktor tertinggalnya pertumbuhan tanaman sengon dibandingkan dengan pola lain. Penambahan P dalam tanah dapat berasal dari berbagai sumber, antara lain: penambahan pupuk fosfat dan dari sisa-sisa hewan dan tanaman. Penambahan P yang berasal dari sisa-sisa tanaman dan hewan tergolong sangat kecil, karena konsumsi fosfat oleh tanaman dan hewan juga sedikit. Oleh karena itu, penambahan P tertinggi adalah berasal dari pemberian pupuk P. Kehilangan
12 33 unsur P dapat terjadi melalui beberapa cara, seperti karena erosi, tercuci (leaching), dan karena terangkut tanaman. Pengaruh nyata dari K adalah dapat meningkatkan sintesis dan translokasi karbohidrat, sehingga mempercepat penebalan dinding sel dan meningkatkan turgor batang, sehingga batang tidak mudah patah atau rebah (Hanafiah 2005). Pengaruh K pada tanaman pokok sengon terlihat pada pola AF1 yang memiliki jumlah pohon terbanyak yaitu 54 pohon dengan kandungan K tertinggi. Selain itu, unsur K berfungsi untuk membentuk pati, mengaktifkan enzim, serta berperan dalam pembukaan stomata. Apabila tanaman kekurangan unsur K, maka dapat menghambat pembukaan stomata oleh tanaman (Hardjowigeno 2003). Hal ini dapat menyebabkan terhambatnya penetrasi cahaya matahari untuk berlangsungnya proses fotosintesis, sehingga pada akhirnya akan menurunkan laju fotosintesis yang akan berdampak pada pertumbuhan tanaman seperti yang terjadi pada pola AF2 yang menunjukkan kandungan K yang terendah. Kalsium (Ca) merupakan komponen struktural dinding sel terutama pada daun dan batang tanaman yang dapat memperkuat bagian-bagian tersebut. Selain itu Ca juga berfungsi dalam pemanjangan sel dan pembelahan sel. Tanaman yang kekurangan Ca pertumbuhannya akan lebih lambat (cenderung kerdil) karena terganggunya pembentukan pucuk atau tunas tanaman, ujung-ujung akar (titik tumbuh), dan jaringan penyimpan (Hanafiah 2005). Kondisi seperti ini dapat dilihat pada pola AF2 yang memiliki kandungan Ca yang lebih rendah dibandingkan pola lain. Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata pertumbuhan tinggi yang lebih rendah dari pola lain. Unsur Mg merupakan satu-satunya molekul anorganik yang menyusun molekul klorofil untuk proses fotosintesis, sehingga kekurangan unsur Mg dapat menghambat proses fotosintesis yang pada akhirnya akan mengganggu pertumbuhan tanaman. Selain unsur Mg dan N, unsur hara mikro seperti Fe dan Cu juga berperan dalam pembentukan klorofil dan penyusunan protein. Rendahnya kandungan unsur B pada pola AF2, dapat mengakibatkan beberapa pohon yang mengalami mati pucuk (die back). Kapasitas Tukar Kation (KTK) merupakan salah satu sifat kimia tanah yang terkait erat dengan ketersediaan hara bagi tanaman dan menjadi indikator
13 34 kesuburan tanah. Pada ketiga pola agroforestri nilai KTK tergolong sangat rendah yaitu kurang dari 5me/100g (Irawan 2012). Nilai KTK yang rendah berarti menunjukkan kemampuan tanah dalam menjerap dan menyediakan unsur hara kurang baik (Hardjowigeno 2003). Pemberian pupuk organik yang lebih banyak berupa pupuk kandang dari kotoran ayam pada pola AF2, secara kimiawi dapat meningkatkan KTK tanah. Namun tanah dengan KTK tinggi jika memiliki kejenuhan basa yang rendah, maka dapat mengurangi kesuburan tanah (Hardjowigeno 2003). Nilai Kejenuhan Basa (KB) tanah merupakan persentase dari total KTK yang diduduki oleh kation-kation basa, yaitu Ca, Mg, Na, dan K. KB berbanding lurus dengan ph tanah, makin rendah ph, maka KB juga makin rendah seperti yang ditunjukkan pola AF2. Nilai KB pada ketiga pola agroforestri tergolong sedang hingga sangat tinggi. Nilai KB tertinggi ditunjukkan pada pola AF3 yang berarti tanah tersebut belum banyak mengalami pencucian dan merupakan tanah yang subur (Hardjowigeno 2003). 5.5 Pengelolaan Lahan dan Pemeliharaan Tanaman Pertumbuhan tanaman pokok sengon juga sangat bergantung pada sistem pengelolaan lahan dan pemeliharaannya. Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan meliputi: penyiangan, pendangiran, pemangkasan, dan pemupukan. Penyiangan gulma pada pola AF1 dan AF2 dilakukan setiap 2 minggu sekali bersamaan dengan kegiatan pendangiran. Pada pola AF3, penyiangan dilakukan setiap 3 minggu sekali bersamaan dengan pendangiran. Menurut Anino (1997) diacu dalam Krisnawati (2011), selama satu tahun pertama pohon harusbersih dari alang-alang paling tidak 2 m di sekitar pohon. Penyiangan dilakukan untuk memberikan ruang tumbuh pada tanaman pokok yang lebih baik dalam upaya meningkatkan pertumbuhan dan persen jadi tanaman, serta untuk memperkecil persaingan dalam hal cahaya, kelembaban tanah dan nutrisi pada tanaman pokok (Hartini dan Anna 2010). Secara umum kegiatan pendangiran sering dilakukan bersamaan dengan kegiatan penyiangan dan pemupukan. Pendangiran merupakan kegiatan penggemburan tanah di sekitar tanaman dalam upaya memperbaiki sifat fisik tanah (aerasi tanah) untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Manfaat utama dari
14 35 pengolahan tanah adalah tersebarnya bahan organik dan pupuk yang lebih merata, sehingga ketersediaan bahan organik bagi mikroorganisme akan meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan aktivitas dan jumlah mikroorganisme (Anas dan Bangun 2010). Selain itu, pengolahan tanah juga dapat meningkatkan akumulasi karbon yang larut dalam air maupun karbon total dan juga meningkatkan senyawa N yang dapat dimineralisasi pada lapisan 0 7,5 cm. Pemangkasan cabang merupakan kegiatan pembuangan cabang bagian bawah untuk memperoleh batang bebas cabang yang panjang yang bebas dari mata kayu (Hartini dan Anna 2010). Kegiatan ini dilakukan untuk memperoleh pasokan cahaya untuk mendukung pertumbuhan tanaman tumpang sari. Pemangkasan cabang umumnya dilakukan pada tanaman masih muda. Menurut Siahaya (2007) untuk setiap kali pemangkasan digunakan intensitas 30%, yaitu tajuk yang dibuang sebesar 30%. Pemangkasan tajuk yang dilakukan pada AF1 yaitu dengan menyisakan 4 5 ranting tiap pohon, untuk AF2 2 3 ranting, dan pola AF3 3 4 ranting per pohon. Pemangkasan tajuk berhubungan dengan nilai Live Crown ratio (LCR). Nilai LCR yang disajikan pada Tabel 3, menggambarkan sisa tajuk yang terdapat pada pohon. Bedasarkan data pola AF2 mempunyai nilai LCR yang terendah. Hal ini dapat dijadikan salah satu faktor pembatas pertumbuhan pada pola AF2, karena proses fotosintesis berjalan kurang optimal. Kegiatan pemupukan yang dilakukan pada masing-masing pola agroforestri umumnya hampir sama, termasuk dalam hal jenis pupuknya, namun untuk frekuensi dan dosisnya ada sedikit perbedaan. Pemupukan hanya dilakukan pada tanaman semusim saja, sedangkan tanaman pokok sengon hanya mengandalkan asupan nutrisi melalui pemupukan yang diberikan pada tanaman semusim. Nutrisi yang diberikan pada tanaman semusim akan mengalami leaching ke bagian bawah dan akan ditampung oleh jaringan di bawahnya, dalam hal ini adalah akar dari tanaman pokok sengon. Pupuk kandang hanya diberikan sekali pada saat penanaman tanaman semusim. Kegiatan pemupukan pada masing-masing pola agroforestri disajikan pada Tabel 7.
15 36 Tabel 7 Kegiatan pemupukan pada 3 (tiga) pola agroforestri di RPH Jatirejo 1 x (awal No Pola Jenis Agroforestri Tanaman Jenis Pupuk Dosis Frekwensi 1 AF1 Jagung Urea 20 kg/1000 m 2 1 x (umur 15 hari) Urea 20 kg/1000 m 2 1 x (umur 40 hari) Kompos 90 kg/1000 m 2 1 x (awal tanam) Cabai ZA+Phonska+Puradam (4 kg + 3 kg + 0,5 kg)/1000 m 2 1 x (umur 20 hari) Burat + ZA + Puradam + Phonska (1kg + 10kg + 1kg + 5 kg)/1000 m 2 1 x (umur 2 bulan) Pupuk daun 1 botol Setiap minggu 2 AF2 Jagung Kompos ayam 180 kg/1000 m 2 1 x (awal tanam) Redumil+Puradam+ZA (2 bungkus+0,5 kg + 2,5 kg)/1000 m 2 tanam) Urea 25 kg/1000 m 2 1 x (umur 15 hari) Urea 30 kg/1000 m 2 1 x (umur 36 hari) 3 AF3 Jagung Kompos ayam 150 kg/1000m 2 1 x (awal tanam) Phonska + ZA 3kg + 4 kg 2 x (umur 25; 30 hari) Phonska ± 5 gr/batang 1 x (umur 45 hari) Cabai Kompos ayam 150 kg/1000 m 2 1 x (awal tanam) ZA + Phonska (4kg+3kg)/1000m 2 3 x (umur 1,5; 2,5; 3 bulan) ZA + TSP + KCl + Pupuk organik 1 : 2 : 1: 1 1 x (di atas umur 3 bulan) Tetes 60 liter/larik 3 x (tiap 1,5 bulan) HNO (Pupuk daun) 1 botol Tiap 2 minggu (mulai umur 20 hari) Nanas Tetes 60 liter/larik 4 x (tiap 3 bulan) Pola AF3 mendapat perlakuan pemupukan yang lebih intensif dibandingkan dengan pola agroforestri lainnya. Adanya penambahan pupuk tetes
16 37 (limbah pengolahan tebu) pada pola ini juga dapat meningkatkan aktivitas mikroba dalam tanah. Tetes tebu merupakan sumber karbon dan nitrogen. Tetes tebu berfungsi untuk menyuburkan mikroba yang ada di dalam tanah, karena dalam tetes tebu terdapat nutrisi bagi mikroba (Martinsari et al. 2010). Selain itu, tetes tebu juga mengandung karbohidrat dalam bentuk gula yang tinggi (64%) disertai berbagai nutrien yang diperlukan jasad renik. Untuk pola ini, penggarap juga memberikan tetes ke tanaman pokok sengon bersamaan dengan nanas. Adanya pemberian bahan organik yang lebih banyak pada pola AF2 berupa pupuk kandang, secara kimiawi dapat meningkatkan KTK tanah. Namun kandungan unsur hara dalam pupuk organik tidak terlalu tinggi, maka memerlukan kapasitas pemberian yang lebih besar, sehingga kurang ekonomis. Selain itu, pupuk organik juga mudah terurai habis di alam dan respon tanaman lebih lambat dibandingkan dengan pupuk buatan. Jenis pupuk organik seperti pupuk kandang, memiliki beberapa kelebihan dalam memperbaiki sifat-sifat fisik tanah antara lain permeabilitas tanah, porositas tanah, struktur tanah, daya menahan air dan lain sebagainya.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang
TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa
1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji
Lebih terperinciVII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN
VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN Ubi kayu menghasilkan biomas yang tinggi sehingga unsur hara yang diserap juga tinggi. Jumlah hara yang diserap untuk setiap ton umbi adalah 4,2 6,5 kg N, 1,6 4,1 kg 0 5 dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kesadaran manusia akan kesehatan menjadi salah satu faktor kebutuhan sayur dan buah semakin meningkat. Di Indonesia tanaman sawi merupakan jenis sayuran
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah diameter pangkal, diameter setinggi dada (dbh), tinggi total, tinggi bebas cabang, tinggi tajuk, panjang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Buah melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman buah yang mempunyai nilai
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Buah melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman buah yang mempunyai nilai komersial tinggi di Indonesia. Hal ini karena buah melon memiliki kandungan vitamin A dan C
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Keluarga ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays
PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays saccharata Sturt) merupakan tanaman pangan yang memiliki masa produksi yang relatif lebih cepat, bernilai ekonomis
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai prospek cerah untuk dapat dikembangkan. Cabai dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kehidupan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena harganya terjangkau dan sangat bermanfaat bagi kesehatan. Pisang adalah buah yang
Lebih terperinciBAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
19 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisik Tanah 5.1.1. Bobot Isi dan Porositas Total Penambahan bahan organik rumput signal pada lahan Kathryn belum menunjukkan pengaruh baik terhadap bobot isi (Tabel
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Karakteristik Latosol Cikabayan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan tanah yang digunakan dalam percobaan pupuk organik granul yang dilaksanakan di rumah kaca University Farm IPB di Cikabayan, diambil
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sebagai sumber daya alam sangat penting dalam meyediakan sebahagian besar kebutuhan hidup manusia, terutama pangan. Pada saat ini kebutuhan akan pangan tidak
Lebih terperincirv. HASIL DAN PEMBAHASAN
17 rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (Lampiran 6 ) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kascing dengan berbagai sumber berbeda nyata terhadap tinggi
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Analisis Tanah Awal Karakteristik Latosol Cimulang yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 2 dengan kriteria ditentukan menurut acuan Pusat Peneltian Tanah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi pupuk Urea dengan kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman dan diameter
Lebih terperinciSYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO
SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menyediakan unsur hara, pada takaran dan kesetimbangan tertentu secara berkesinambung, untuk menunjang pertumbuhan
Lebih terperinciHUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN
HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam terhadap pertumbuhan jagung masing-masing menunjukan perbedaan yang nyata terhadap tinggi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Konidisi Umum Penelitian Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa ph H 2 O tanah termasuk masam
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;
Lebih terperinciPENDAHULUAN BAHAN DAN METODE
PENDAHULUAN Tebu ialah tanaman yang memerlukan hara dalam jumlah yang tinggi untuk dapat tumbuh secara optimum. Di dalam ton hasil panen tebu terdapat,95 kg N; 0,30 0,82 kg P 2 O 5 dan,7 6,0 kg K 2 O yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tingkat konsumsi sayuran rakyat Indonesia saat ini masih rendah, hanya 35 kilogram sayuran per kapita per tahun. Angka itu jauh lebih rendah dari angka konsumsi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi
Lebih terperinciHUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN
HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk
Lebih terperinciTIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH
EKOFISIOLOGI TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN TANAH LINGKUNGAN Pengaruh salinitas pada pertumbuhan semai Eucalyptus sp. Gas-gas atmosfer, debu, CO2, H2O, polutan Suhu udara Intensitas cahaya, lama penyinaran
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis 2.1.1. Botani dan Klasifikasi Tanaman Gandum Tanaman gandum dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kelas : Monokotil Ordo : Graminales Famili : Graminae atau
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
11 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 2 lokasi penelitian yang digunakan yaitu Harapan dan Inalahi yang terbagi menjadi 4 plot pengamatan terdapat 4 jenis tanaman
Lebih terperinciPertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh
45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan hasil analisis tanah di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor, tanah yang digunakan sebagai media tumbuh dikategorikan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman 1. Tinggi tanaman Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang mudah untuk diamati dan sering digunakan sebagai parameter untuk mengukur pengaruh dari lingkungan
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.
I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. Produk tanaman tersebut dapat
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. saat ini adalah pembibitan dua tahap. Yang dimaksud pembibitan dua tahap
TINJAUAN PUSTAKA Pembibitan Kelapa Sawit Pada budidaya kelapa sawit dikenal dua sistem pembibitan, yaitu pembibitan satu tahap dan pembibitan dua tahap, namun yang umum digunakan saat ini adalah pembibitan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai ekonomis, serta harus terus dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat
Lebih terperinciPENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU
PENGUJIAN PUPUK TULANG AYAM SEBAGAI BAHAN AMELIORASI TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN SORGHUM DAN SIFAT- SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING PEKANBARU Oleh : Sri Utami Lestari dan Azwin ABSTRAK Pemilihan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami
8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Ultisol dan Permasalahan Kesuburannya Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami kesuburan tanah marginal tergolong rendah. Hal ini ditunjukan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
25 HASIL DAN PEMBAHASAN Produktivitas Tegakan Berdasarkan Tabel 3 produktivitas masing-masing petak ukur penelitian yaitu luas bidang dasar (LBDS), volume tegakan, riap volume tegakan dan biomassa kayu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu merupakan bahan pangan pokok ketiga setelah beras dan jagung. Daunnya dapat digunakan sebagai
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, cocok ditanam di wilayah bersuhu tinggi. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisik dan Kimia Tanah Berdasarkan hasil analisis fisika dan kimia tempat pelaksanaan penelitian di Desa Dutohe Kecamatan Kabila. pada lapisan olah dengan kedalaman
Lebih terperinciPENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)
PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera) ABSTRAK Noverita S.V. Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Sisingamangaraja-XII Medan Penelitian
Lebih terperinciPUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA
PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA UNSUR HARA MAKRO UTAMA N P K NITROGEN Phosfat Kalium UNSUR HARA MAKRO SEKUNDER Ca Mg S Kalsium Magnesium Sulfur UNSUR
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays saccharata) merupakan salah satu komoditas pertanian
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung manis (Zea mays saccharata) merupakan salah satu komoditas pertanian yang cukup banyak digemari, karena memiliki kandungan gula yang relatif tinggi
Lebih terperinciBAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan
49 BAB VI PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara dosis pupuk kandang sapi dengan varietas kacang tanah tidak berpengaruh nyata terhadap semua variabel pertumbuhan, kompenen hasil
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang Merah Tanaman bawang merah berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15-20 cm di dalam tanah. Jumlah perakaran
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha pengembangan pertanian selayaknya dilakukan secara optimal tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha tersebut, maka produktivitas
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Karakteristik Tanah di Lahan Percobaan Berdasarkan kriteria Staf Pusat Penelitian Tanah (1983), karakteristik Latosol Dramaga yang digunakan dalam percobaan disajikan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari bahan-bahan yang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Jumlah Tandan Pemberian bahan humat dengan carrier zeolit tidak berpengaruh nyata meningkatkan jumlah tandan
Lebih terperinciKULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN
KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN Hubungan air tanah dan Tanaman Fungsi air bagi tanaman Menjaga tekanan sel Menjaga keseimbangan suhu Pelarut unsur hara Bahan fotosintesis
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia.
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik
14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. A. Kompos Limbah Pertanian. menjadi material baru seperti humus yang relatif stabil dan lazim disebut kompos.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kompos Limbah Pertanian Pengomposan merupakan salah satu metode pengelolaan sampah organik menjadi material baru seperti humus yang relatif stabil dan lazim disebut kompos. Pengomposan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.
7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr) Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. Susunan morfologi kedelai terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang
TINJAUAN PUSTAKA Kompos Kulit Buah Kakao Ada empat fungsi media tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang baik yaitu : sebagai tempat unsur hara, harus dapat memegang air yang tersedia bagi tanaman,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar Kompos merupakan bahan organik yang telah menjadi lapuk, seperti daundaunan, jerami, alang-alang, rerumputan, serta kotoran hewan. Di lingkungan alam,
Lebih terperinciPUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA
PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA UNSUR HARA MAKRO UTAMA N P K NITROGEN Phosfat Kalium UNSUR HARA MAKRO SEKUNDER Ca Mg S Kalsium Magnesium Sulfur
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Selama percobaan berlangsung curah hujan rata-rata yaitu sebesar 272.8 mm per bulan dengan jumlah hari hujan rata-rata 21 hari per bulan. Jumlah curah hujan tersebut
Lebih terperinciBAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
19 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Potensi lahan kering di Bali masih cukup luas. Usahatani lahan kering sering kali mendapat berbagai kendala terutama
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Pemberian dosis kotoran kambing pada budidaya secara tumpang sari antara tanaman bawang daun dan wortel dapat memperbaiki
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Unsur Hara Makro pada Serasah Daun Bambu. Unsur Hara Makro C N-total P 2 O 5 K 2 O Organik
digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Unsur Hara Makro Serasah Daun Bambu Analisis unsur hara makro pada kedua sampel menunjukkan bahwa rasio C/N pada serasah daun bambu cukup tinggi yaitu mencapai
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pertumbuhan Tanaman Jarak Pagar Agroforestri jarak pagar di bawah tegakan mahoni di BKPH Babakan Madang berada di dua macam jenis tegakan yaitu mahoni muda dan mahoni tua.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian organik merupakan suatu kegiatan budidaya pertanian yang menggunakan bahan-bahan alami serta meminimalisir penggunaan bahan kimia sintetis yang dapat merusak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya.
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) merupakan tanaman perdu dan berakar tunggang dengan akar samping yang menjalar ketanah sama seperti tanaman dikotil lainnya. Tomat
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Tinggi Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang telah diperoleh terhadap tinggi tanaman cabai setelah dilakukan analisis sidik ragam (lampiran 7.a) menunjukkan bahwa pemberian pupuk
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa terhadap Bobot Isi Pengamatan bobot isi dilakukan setelah pemanenan tanaman kacang tanah. Pengaruh pemberian mulsa terhadap nilai bobot isi tanah disajikan
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
15 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Paremeter pertumbuhan tanaman yang diukur dalam penelitian ini adalah pertambahan tinggi dinyatakan dalam satuan cm dan pertambahan diameter tanaman dinyatakan dalam satuan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Di Indonesia, jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan penting sebagai
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Di Indonesia, jagung (Zea mays L.) merupakan bahan pangan penting sebagai sumber karbohidrat kedua setelah beras, sebagai bahan makanan ternak dan bahan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan berpengaruh terhadap berat spesifik daun (Lampiran 2) dan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Fisika Kimia Abu Terbang Abu terbang adalah bagian dari sisa pembakaran batubara berupa bubuk halus dan ringan yang diambil dari tungku pembakaran yang mempergunakan bahan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman bawang merah (Allium ascalonium L.) merupakan tanaman
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Bawang Merah Tanaman bawang merah (Allium ascalonium L.) merupakan tanaman semusim yang tergolong dalam genus Allium. Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum) merupakan komoditas sayuran yang memiliki nilai
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabai (Capsicum annuum) merupakan komoditas sayuran yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan mempunyai prospek pasar yang unik dan menarik. Selama ini budidaya cabai dilakukan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan nitrogen tanah bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Variasi kandungan nitrogen dalam tanah terjadi akibat perubahan topografi, di samping pengaruh iklim, jumlah
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik
TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan
TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan akan menjadi busuk dalam 2-5 hari apabila tanpa mendapat perlakuan pasca panen yang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang
17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang
Lebih terperinciProsiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:
Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN: 978-602-18962-5-9 PENGARUH JENIS DAN DOSIS BAHAN ORGANIK PADA ENTISOL TERHADAP ph TANAH DAN P-TERSEDIA TANAH Karnilawati 1), Yusnizar 2) dan Zuraida 3) 1) Program
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun belum dibarengi dengan program operasional yang memadai. Melalui program revitalisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu jenis tanaman pangan yang menjadi mata pencaharian masyarakat adalah tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian
Lebih terperinci