PENENTUAN KONSENTRASI BAHAN PENYAMAK ALDEHIDA DAN MINYAK BIJI KARET UNTUK PENYAMAKAN KULIT SAMOA PADA SKALA PILOT PLANT SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENENTUAN KONSENTRASI BAHAN PENYAMAK ALDEHIDA DAN MINYAK BIJI KARET UNTUK PENYAMAKAN KULIT SAMOA PADA SKALA PILOT PLANT SKRIPSI"

Transkripsi

1 PENENTUAN KONSENTRASI BAHAN PENYAMAK ALDEHIDA DAN MINYAK BIJI KARET UNTUK PENYAMAKAN KULIT SAMOA PADA SKALA PILOT PLANT SKRIPSI MUHAMMAD JAYANINGRAT SETYO PRAYOGA F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2 MUHAMMAD JAYANINGRAT SETYO PRAYOGA. F Penentuan konsentrasi bahan penyamak aldehida dan minyak biji karet untuk penyamakan kulit samoa pada skala pilot plant. Dibawah bimbingan Ono Suparno RINGKASAN Penelitian tentang penyamakan kulit samoa menggunakan minyak biji karet pada skala laboratorium telah mencapai hasil yang optimum. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya diarahkan menuju skala pilot plant sebelum memasuki produksi secara massal untuk komersialisasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi glutaraldehida (3% dan 5%) dan minyak biji karet (20% dan 30%) serta menentukan kombinasi perlakuan terbaik. Penelitian ini menunjukkan bahwa konsentrasi minyak biji karet berpengaruh nyata terhadap kadar minyak dan kuat tarik kulit samoa. Konsentrasi glutaraldehida memiliki pengaruh yang nyata terhadap kuat sobek dan kuat tarik kulit samoa. Interaksi kedua faktor berpengaruh nyata terhadap kuat tarik. Kombinasi perlakuan konsentrasi minyak biji karet 20% dan konsentrasi glutaraldehida 3% memberikan hasil terbaik. Sifat fisik kulit samoa yang dihasilkan adalah kuat tarik 30,1 N/mm 2, perpanjangan putus 112,6%, kuat sobek 81,57 N/mm, daya serap air 2 jam 345%, daya serap air 24 jam 409,9%. Sifat kimianya adalah kadar minyak 5,9%, kadar abu 1,2%, dan ph 6,7. Nilai sifat organoleptiknya adalah kehalusan 8 (baik), warna 8-9 (sangat baik), dan bau 8-9 (sangat baik). Hasil terbaik penelitian ini juga tidak jauh berbeda atau dapat dikatakan sama baiknya dengan hasil penelitian optimum skala laboratorium. Dengan demikian, secara teknologi proses produksi kulit samoa dari minyak biji karet siap untuk diproduksi pada skala lebih besar untuk tujuan komersialisasi dengan mempertimbangkan nilai ekonomi. Kata kunci: kulit samoa, minyak biji karet, glutaraldehida, laboratorium, pilot plant

3 DETERMINATION OF CONCENTRATIONS OF ALDEHYDE TANNAGE AND RUBBER SEED OIL FOR CHAMOIS TANNING IN THE PILOT PLANT SCALE Muhammad Jayaningrat Setyo Prayoga and Ono Suparno Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Engineering and Technology, Bogor Agricultural University (IPB) Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java, Indonesia. Phone: , ABSTRACT Research on chamois tanning using rubber seed oil on a laboratory scale has achieved optimum results. Therefore,further research is directed toward the pilot plant scale before entering mass production for the commercialization. This study aimed to determine the effects of glutaraldehyde concentrations (3% and 5%) and rubber seed oil concentrations (20% and 30%) and also to determine the best combination of treatments. This study shows that the concentration of rubber seed oil significantly affected oil content and tensile strength. The concentration of glutaraldehyde had a significant effect on tear strength and tensile strength. Interaction of these two factors significantly affected the tensile strength of chamois leather. Combination treatment of rubber seed oil concentration of 20% and 3% glutaraldehyde concentration gave the best results. The physical properties were tensile strength of 30.1 N/mm 2, elongation of 112.6%, tear strength of N/mm, 2 hours water absorption of 345%, 24-hour water absorption of 409.9%. The chemical properties were oil content of 5.9%, ash content of 1.2%, and ph of 6.7. The organoleptic properties were softness 8 (good), colours 8-9 (very good), and odour 8-9 (very good). This best result was similar with or may be as good as the best result on laboratory scale. Therefore, chamois leather production process technology of rubber seed oil is ready to be produced on a larger scale for the purpose of commercialization by considering economic value. Keyword: chamois leather, rubber seed oil, glutaraldehyde, laboratory, pilot plant

4 PENENTUAN KONSENTRASI BAHAN PENYAMAK ALDEHIDA DAN MINYAK BIJI KARET UNTUK PENYAMAKAN KULIT SAMOA PADA SKALA PILOT PLANT SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Oleh MUHAMMAD JAYANINGRAT SETYO PRAYOGA F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

5 Judul Skripsi Nama NIM : Penentuan Konsentrasi Bahan Penyamak Aldehida dan Minyak Biji Karet untuk Penyamakan Kulit Samoa pada Skala Pilot Plant : Muhammad Jayaningrat Setyo Prayoga : F Menyetujui, Pembimbing, ( Dr. Ono Suparno, S.TP., M.T. ) NIP Mengetahui : Ketua Departemen, ( Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti ) NIP Tanggal Lulus : April 2013

6 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Penentuan Konsentrasi Bahan Penyamak Aldehida dan Minyak Biji Karet untuk Penyamakan Kulit Samoa pada Skala Pilot Plant adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, April 2013 Yang membuat pernyataan Muhammad Jayaningrat Setyo Prayoga F

7 BIODATA PENULIS Muhammad Jayaningrat Setyo Prayoga. Lahir di Blitar, dari ayah Setyono Soemardjo S.Pd. dan ibu Lilik Yuliatiningsih, sebagai putra keempat dari empat bersaudara. Penulis menamatkan SMA dari SMAN 1 Blitar dan pada tahun 2007 diterima di IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan termasuk menjadi asisten praktikum mata kuliah Penerapan Komputer pada tahun akademik 2009/2010 dan mata kuliah Teknologi Serat, Karet, Gum, dan Resin pada tahun akademik 2011/2012. Selain menjadi asisten praktikum, penulis juga aktif dalam kegiatan kemahasiswaan dan kepanitiaan kegiatan mahasiswa. Organisasi yang pernah diikuti antara lain Komunitas Pengabdian dan Pemberdayaan Masyarakat (KPPM) sebagai Bendahara dan Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri IPB (Himalogin IPB) sebagai Ketua Departemen Pengabdian Masyarakat. Penulis menerima beasiswa beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik) sejak tahun 2008 hingga Pada tahun 2010 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di PT. Condong Garut dengan judul Mempelajari Aspek Proses Produksi Crude Palm Oil di PT. Condong Garut. Selanjutnya penulis melakukan penelitian di Laboratorium Penyamakan Kulit, Laboratorium Pengawasan Mutu, Laboratotium Teknik Kimia, dan Laboratorium Dasar Ilmu Terapan Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB dengan topik Penentuan Konsentrasi Bahan Penyamak Aldehida dan Minyak Biji Karet untuk Penyamakan Kulit Samoa pada Skala Pilot Plant di bawah bimbingan Dr. Ono Suparno, S.TP., M.T..

8 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT atas karunia-nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Penentuan Konsentrasi Bahan Penyamak Aldehida dan Minyak Biji Karet untuk Penyamakan Kulit Samoa pada Skala Pilot Plant dilaksanakan di Laboratorium Penyamakan Kulit, Laboratorium Pengawasan Mutu, Laboratotium Teknik Kimia, dan Laboratorium Dasar Ilmu Terapan Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB, dan Balai Besar Penelitian Hasil Hutan Bogor dari bulan Februari sampai dengan Oktober Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Ono Suparno, S.TP., M.T. sebagai dosen pembimbing yang telah membimbing, memberikan kritik, saran, dan motivasi dalam penyusunan skripsi. 2. Dr. Ir. Muslich, M.Si. dan Prof. Dr. Ir. Erliza Noor sebagai dosen penguji pada ujian skripsi yang telah berkenan memberikan kritik, saran, dan pemahaman. 3. Kedua orang tua dan seluruh keluarga yang telah memberikan doa, kasih sayang, dan dukungan kepada penulis. 4. Egnawati Sari, Sri Mulyasih, Rini Purnawati, Sugiardi, dan Gunawan selaku laboran di Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, yang telah memberikan bantuan, kritik, dan saran selama penelitian. 5. Teman-teman seperjuangan TIN 44, TIN 45, Kawah Kelud atas semangat dan kebersamaan kita selama ini. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Teknologi Industri Pertanian Indonesia. Bogor, April 2013 Muhammad Jayaningrat Setyo Prayoga

9 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA Minyak Biji Karet Penyamakan Penyamakan Aldehida Penyamakan Minyak Kulit Samak Minyak... 7 III. METODE PENELITIAN Bahan dan Alat Waktu dan Tempat Penelitian Tatalaksana Penelitian Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan Penelitian Utama Penyamakan Aldehida Penyamakan Minyak Analisis Karakteristik Kulit Samoa Rancangan Percobaan dan Analisis Data IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian Utama Sifat-sifat Kimia Kadar Abu ph Kadar Minyak Sifat-sifat Fisik Suhu Kerut (T s ) Kuat Sobek Kuat Tarik Perpanjangan Putus Daya Serap Air Ketebalan ii

10 Halaman Sifat-sifat Organoleptik Penentuan Perlakuan Terbaik dan Perbandingan Mutu dengan Hasil Terbaik Skala Laboratorium V. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iii

11 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Sifat Fisiko-Kimia Minyak Biji Karet dan Minyak Ikan... 3 Tabel 2. Komposisi Asam-asam Lemak di dalam Minyak Biji Karet... 3 Tabel 3. Volume Kerja Maksimum dan Kebutuhan Tenaga Beberapa Ukuran Drum... 4 Tabel 4. Daftar Ukuran, Isi, Kapasistas, HP dan RPM dari Drum Penyamakan Kulit... 4 Tabel 5. Persyaratan Mutu Kulit Samoa (SNI )... 7 Tabel 6. Proses Penyamakan Aldehida... 9 Tabel 7. Proses Penyamakan Minyak Tabel 8. Sifat fisiko-kimia minyak biji karet Tabel 9. Sifat-sifat organoleptik kulit samoa Tabel 10. Perbandingan mutu kulit samoa hasil terbaik skala pilot plant dengan skala laboratorium iv

12 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Polimerisasi glutaraldehida... 5 Gambar 2. Reaksi antara glutaraldehida dan protein... 6 Gambar 3. Hubungan antara konsentrasi minyak biji karet terhadap kadar minyak kulit samoa Gambar 4. Perbandingan suhu kerut kulit pikel, kulit samak aldehida, dan kulit samoa Gambar 5. Hubungan antara konsentrasi minyak biji karet, konsentrasi glutaraldehida terhadap suhu kerut (T s ) kulit samoa Gambar 6. Hubungan antara arah serat dan posisi pengambilan sampel kuat sobek Gambar 7. Hubungan antara konsentrasi glutaraldehida terhadap kuat sobek tegak lurus kulit samoa Gambar 8. Hubungan antara konsentrasi glutaraldehida terhadap kuat sobek rata-rata kulit samoa Gambar 9. Hubungan antara konsentrasi minyak biji karet, konsentrasi glutaraldehida terhadap kuat tarik sejajar kulit samoa Gambar 10. Hubungan antara konsentrasi minyak biji karet, konsentrasi glutaraldehida terhadap kuat tarik tegak lurus kulit samoa Gambar 11. Hubungan antara konsentrasi minyak biji karet, konsentrasi glutaraldehida terhadap kuat tarik rata-rata kulit samoa v

13 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Prosedur Analisis dan Uji Minyak Biji Karet Lampiran 2. Prosedur Analisis dan Uji Sifat Fisik Kulit Lampiran 3. Prosedur Analisis dan Uji Sifat Kimia dan Organoleptik Kulit Lampiran 4. Hasil Pengukuran Ketebalan Kulit Lampiran 5. Hasil Pengukuran dan Analisis Kadar Abu Lampiran 6. Hasil Pengukuran dan Analisis ph Lampiran 7. Hasil Pengukuran dan Analisis Kadar Minyak Lampiran 8. Hasil Pengukuran dan Analisis Suhu Kerut Lampiran 9. Hasil Pengukuran dan Analisis Kuat Sobek Sejajar Lampiran 10. Hasil Pengukuran dan Analisis Kuat Sobek Tegak Lurus Lampiran 11. Hasil Pengukuran dan Analisis Kuat Sobek Rata-rata Lampiran 12. Hasil Pengukuran dan Analisis Kuat Tarik Sejajar Lampiran 13. Hasil Pengukuran dan Analisis Kuat Tarik Tegak Lurus Lampiran 14. Hasil Pengukuran dan Analisis Kuat Tarik Rata-rata Lampiran 15. Hasil Pengukuran dan Analisis Perpanjangan Putus Sejajar Lampiran 16. Hasil Pengukuran dan Analisis Perpanjangan Putus Tegak Lurus Lampiran 17. Hasil Pengukuran dan Analisis Perpanjangan Putus Rata-rata Lampiran 18. Hasil Pengukuran dan Analisis Daya Serap Air 2 Jam Lampiran 19. Hasil Pengukuran dan Analisis Daya Serap Air 24 Jam Lampiran 20. Hasil Pengukuran Sifat Organoleptik Lampiran 21. Foto-foto Peralatan yang Digunakan vi

14 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki nilai jual yang tinggi ketika telah diolah. Kulit samoa atau kulit samak minyak merupakan salah satu produk penyamakan dengan menggunakan minyak sebagai bahan penyamak. Kulit samoa sangat popular di dunia perdagangan dan permintaannya terus meningkat (Khrishnan et al. 2005). Penggunaaan kulit samoa sangat beragam dan luas. Kulit samoa memiliki penggunaan khusus, misalnya dalam penyaringan bensin bermutu tinggi, pembersihan dan pengeringan alat-alat optik (kaca mata, kaca jendela, dan kendaraan bermotor), serta dalam produksi garmen dan orthopaedic leather (Suparno et al. 2009). Kulit samoa diproduksi dari kulit domba maupun kambing yang telah mengalami proses prapenyamakan. Proses produksi kulit samoa menggunakan dua bahan penyamak utama yaitu glutaraldehida dan minyak. Penyamakan menggunakan glutaraldehida menghasilkan kulit samak yang tahan terhadap suhu tinggi, halus, kuat, dan tahan cuci. Kombinasi dengan penyamakan minyak menghasilkan kulit yang lebih halus dan berdaya serap air yang tinggi. Mutu kulit samoa yang baik dapat dilihat dari tingginya daya serap air, kehalusan, dan kekuatannya. Pada umumnya, penyamakan minyak kulit samoa menggunakan minyak hati ikan cod sebagai bahan penyamak. Penyamakan minyak dengan menggunakan minyak hati ikan cod memiliki kekurangan, yaitu bau minyak ikan yang masih dijumpai pada kulit samoa yang menimbulkan masalah estetika. Salah satu upaya untuk mengatasi masalah bau ini adalah dengan mensubstitusi minyak hati ikan cod dengan minyak nabati, seperti minyak biji karet. Suparno et al. (2008) melakukan penelitian pada skala laboratorium tentang penggunaan minyak biji karet sebagai bahan penyamak kulit samoa. Penelitian tersebut menghasilkan kulit samoa yang bermutu baik, dan tidak kalah dengan kulit samoa dari minyak hati ikan cod, serta telah memenuhi standar SNI. Penelitian tentang penyamakan kulit samoa menggunakan minyak biji karet pada skala laboratorium terus dikembangkan. Penelitian terakhir dilakukan oleh Febianti (2011). Pada penelitian tersebut teknologi proses pembuatan kulit samoa sudah baik karena telah menggunakan oksidator berupa natrium hipoklorit untuk mempercepat proses oksidasi menjadi hanya 3 hari yang sebelumnya bisa mencapai 9 hari. Selain itu, dengan penggunaan glutaraldehida sebesar 3% dan minyak biji karet sebesar 30% kulit samoa yang dihasilkan juga bermutu baik dan telah memenuhi standar SNI. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya diarahkan menuju skala pilot plant dalam upaya untuk mendapatkan perlakuan terbaik pada skala yang lebih besar sebelum memasuki produksi massal untuk komersialisasi. Tahap pilot plant merupakan tahap pertengahan penelitian atau pembuatan produk sebelum masuk ke dalam produksi lebih besar. Tahap pilot plant ini merupakan jembatan yang dapat membantu produksi skala besar karena skala produksi besar terlalu sulit dilakukan apabila mendesain proses mulai dari skala laboratorium. Tahap pilot plant dapat mengevaluasi hasil dari laboratorium dalam pembuatan produk, mengkoreksi dan mengembangkan proses. Selain itu, tahap pilot plant juga dapat menyediakan informasi yang digunakan untuk mengambil keputusan dalam pengembangan proses skala besar (Harper 2007). Peningkatan skala merupakan salah satu target penelitian yang mempunyai arah industri, disamping itu juga merupakan kunci penghubung antara laboratorium dan industri. Peningkatan skala dilalui dengan tiga tahap, yaitu : (1) skala laboratorium, (2) skala pilot plant, (3) skala industri. Skala pilot plant merupakan skala untuk mendapatkan operasi optimal dan kontrol yang tepat sebelum menuju ke produksi secara komersial atau industrialisasi (Valentas et al. 1991). 1

15 Konsentrasi glutaraldehida dan minyak biji karet perlu diverifikasi karena merupakan bahan penyamak utama yang menentukan mutu kulit samoa. Selain itu, dengan konsentrasi bahan penyamak utama yang tepat diharapkan dapat menghasilkan mutu kulit samoa yang terbaik, sekaligus untuk mengefisienkan biaya produksi. Faktor-faktor lain seperti jenis oksidator, jumlah air pelarut oksidator, dan waktu oksidasi tidak diverifikasi dalam penelitian ini karena tidak berhubungan langsung dengan mutu kulit samoa. Penggunaan oksidator lebih ditujukan untuk mempercepat proses produksi. Selain itu, penelitian pada skala laboratorium sudah terbukti bahwa penggunaan oksidator berupa natrium hipoklorit sebesar 2 % dan jumlah air pelarut sebesar 70% mampu mempercepat proses oksidasi menjadi 3 hari, dan menghasilkan mutu kulit samoa yang baik sesuai standar SNI. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui pengaruh konsentrasi glutaraldehida dan minyak biji karet terhadap mutu kulit samoa yang dihasilkan pada skala pilot plant. 2. Menentukan kombinasi konsentrasi glutaraldehida dan minyak biji karet yang terbaik dalam penyamakan kulit samoa pada skala pilot plant dan membandingkan mutunya dengan kulit samoa hasil kombinasi perlakuan terbaik pada skala laboratorium. 3. Mengetahui sifat-sifat kulit samoa yang dihasilkan. 2

16 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Biji Karet Minyak biji karet merupakan salah satu jenis minyak mengering (drying oil), yaitu minyak yang mempunyai sifat dapat mengering jika terkena oksidasi dan akan berubah menjadi lapisan tebal, bersifat kental dan membentuk sejenis selaput jika dibiarkan di udara terbuka. Penggolongan minyak biji karet ke dalam kelompok minyak mengering berdasarkan bilangan iod yang dimiliki yaitu lebih dari 130 gram I/100 gram minyak (Ketaren 1986). Kandungan minyak dalam daging biji karet atau inti biji karet persen dengan komposisi persen asam lemak jenuh yang terdiri atas asam palmitat, stearat, arakhidat, serta asam lemak tidak jenuh sebesar persen yang terdiri atas asam oleat, linoleat, dan linolenat (Hardjosuwito dan Hoesnan 1976). Minyak biji karet sangat potensial sebagai bahan penyamak untuk memproduksi kulit samak minyak. Hal ini disebabkan karena tingginya bilangan iod yang dimiliki minyak biji karet, yaitu >120 g/110 g minyak. Bilangan iod merupakan parameter utama dari minyak untuk penyamakan kulit (Suparno 2006). Perbandingan sifat fisiko minyak biji karet dengan minyak ikan dapat dilihat pada Tabel 1, sedangkan komposisi asam lemak penyusun minyak biji karet dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 1. Sifat Fisiko Minyak Biji Karet dan Minyak Ikan No Sifat Fisiko Kimia Minyak Biji Karet Minyak Ikan 1. Warna (PtCo) Densitas (g/cm 3 ) Bilangan iod (g I/100 g minyak) Bilangan asam (mg KOH/g minyak) Kadar asam lemak bebas (%) Bilangan peroksida (meq/kg) Bilangan penyabunan (mg KOH/g minyak) Sumber : Suparno et al. (2009a) Tabel 2. Komposisi asam-asam lemak di dalam minyak biji karet Komponen Asam Palmitat Asam Stearat Asam Oleat Asam Linoleat Asam Linolenat Sumber : Ramadhas et al. (2005) Persentase Penyamakan Penyamakan adalah suatu rangkaian pengerjaan terhadap kulit mentah dengan zat penyamak, sehingga kulit yang semula labil terhadap pengaruh kimia dan biologis menjadi stabil pada tingkat 3

17 tertentu (Judoamidjojo 1974). Menurut Suparno et al. (2005), penyamakan merupakan proses memodifikasi struktur kolagen, komponen utama kulit dengan mereaksikannya dengan berbagai bahan kimia (tanin atau bahan penyamak) yang pada umumnya meningkatkan stabilitas hidrotermal kulit tersebut dan kulit tersebut menjadi tahan terhadap mikroorganisme. Ketika hewan hidup, kulitnya sangat lembut, fleksibel, dan sangat kuat. Kulit tersebut memiliki kemampuan untuk terjadinya penguapan air keluar kulit, sebaliknya air tidak dapat masuk ke dalamnya. Ketika hewan mati, maka kulitnya akan kehilangan karakteristik tersebut. Ketika basah, kulit hewan akan busuk, sebaliknya ketika kering kulit tersebut akan mengeras dan rapuh. Tujuan dari proses penyamakan adalah untuk mempertahankan karakteristik alami kulit, mempertahankan kestabilan dan juga mencegah terjadinya pembusukan (Mann dan McMillan 2000). Bahan penyamak yang ada di pasaran dan digunakan untuk menyamak asalnya beragam, yakni yang berasal dari tumbuhan, mineral (aluminium, khromium, dan zirkonium), minyak, dan ada yang dibuat oleh pabrik (Syntan). Bahan penyamak ini bila bereaksi dengan serat kulit akan menghasilkan kulit yang beragam sifat fisik dan kimianya (Purnomo 1992). Selama proses penyamakan alat yang paling sering digunakan adalah drum putar. Drum berfungsi sebagai media pencucian, pencampuran bahan, dan juga media mereaksikan bahan kimia dengan kulit yang akan disamak. Drum memiliki banyak ukuran. Setiap ukuran membutuhkan jumlah tenaga masing-masing (Sucipto 1989). Ukuran, volume kerja maksimum dan tenaga yang dibutuhkan setiap drum, serta kecepatan putar yang dibutuhkan dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4. Tabel 3. Volume kerja maksimum dan kebutuhan tenaga beberapa ukuran drum (Sarkar 1995) Diameter (m) Panjang (m) Volume kerja maksimum (m 3 ) Horse Power (HP) Tabel 4. Daftar ukuran, isi, kapasistas, Horse Power (HP) dan Rotation per Minute (RPM) dari drum penyamakan kulit (Sucipto 1989) Diameter x Lebar (m) Isi (Liter) Perendaman & Pengapuran Kapasitas (kg) HP RPM Kapasitas (kg) Penyamakan HP RPM Kapasitas (kg) Peminyakan dan Pengecatan Dasar 2 x x x x x HP RPM 2.3 Penyamakan Aldehida Dewasa ini, glutaraldehida (glutardialdehyde, CHO-CH 2 -CH 2 -CH 2 -CHO) menjadi populer sebagai bahan penyamak, baik sendiri maupun dikombinasikan dengan bahan penyamak lain. Sama 4

18 seperti formaldehida, glutaraldehida membentuk ikatan kovalen dengan group amino dari molekul kolagen dan di bawah kondisi alkali group-group aldehida berpolimerisasi untuk membentuk ikatan dengan protein kulit. Penyamakan glutaraldehida menghasilkan mutu kulit samak yang baik dan berisi. Penyamakan glutaraldehida dapat digunakan pada berbagai macam penyamakan kombinasi yang dibutuhkan oleh berbagai pabrik penyamakan kulit yang membutuhkan kualitas kulit yang lebih tahan terhadap alkali, dan pencucian (Sarkar 1995). Sebagai akibat dari peningkatan permintaan untuk kulit yang lembut, glutaraldehida menguntungkan jika digunakan dalam penyamakan atau penyamakan ulang. Kulit hasil penyamakan glutaraldehida memiliki warna kekuningan dan suhu kerut berkisar antara o C. Penyamakan glutaraldehida sebagian besar digunakan untuk membuat berbagai macam tipe kulit halus dan lembut seperti sarung tangan, pakaian, nappa upper dan suede, upholstory atau bahkan kulit lembut hasil penyamakan nabati (Sarkar 1995). Seperti formaldehida, kulit yang disamak dengan glutaraldehida adalah tahan cuci dan hidrofilik. Suhu kerutnya mirip. Namun, warnanya berbeda, glutaraldehida menghasilkan warna kuning. Turunan glutaraldehida telah ditawarkan ke industri, yakni Relugan GT, turunan tambahan bisulfit. Bahan tersebut menghasilkan kulit samak lebih pucat, tetapi tetap menghasilkan warna kuning. Produk lainnya adalah Relugan GT50, yang merupakan larutan 50 persen dari glutaraldehida yang digunakan sebagai pretanning, selftanning, dan retanning agents untuk seluruh jenis kulit samak (Suparno 2009). Menurut Damink et al. (1995), dalam suatu skema komplek reaksi, glutaraldehida membentuk basa Schiff dengan protein dan distabilisasi oleh molekul-molekul glutaraldehida lain. Tidak ada bukti bahwa crosslink terbentuk. Tiga molekul glutaraldehida difiksasi per grup amino lisyne, tidak ada bukti untuk sebuah matriks terpolimerisasi. Basa Schiff terbentuk karena adanya hubungan antara ikatan antara gugus aldehida dan gugus amino. Basa Schiff yang dihasilkan dari proses ikatan antara kedua gugus tersebut yang menghasilkan aldehida sedikitnya satu atom hidrogen terikat pada karbon dalam gugus karbonil. Gugus fungsi dalam senyawa ini adalah gugus karbonil, C=O. Keberadaan atom hidrogen tersebut menjadikan aldehida sangat mudah teroksidasi. Atau dengan kata lain, aldehida adalah agen pereduksi yang kuat. Aldehida dapat dioksidasi dengan mudah menggunakan semua jenis agen pengoksidasi (Arsyad 2001). Menurut Pudjaatmaka (2002), basa Schiff merupakan senyawa yang dibentuk karena kondensasi amina dan aldehida. : RCHO + H 2 NC 6 N 5 RCH=NC 6 H 5 + H 2 O Glutaraldehida (OCH-(CH2)3-CHO) adalah dialdehida yang dapat digunakan sebagai bahan penyamak kulit. Karena penggunaan formaldehida dalam penyamakan kulit menurun, penggunaan glutaraldehida sebagai bahan pengganti meningkat. Gambar 1 menunjukkan struktur dialdehida alifatik tersebut dalam larutan. Struktur tersebut merupakan sebuah struktur penghubung antara dua molekul glutaraldehida yang bereaksi. Gambar 2 menunjukkan reaksi yang terjadi antara glutaraldehida dengan protein (Covington 2009). Gambar 1. Polimerisasi glutaraldehida (Covington 2009) 5

19 Gambar 2. Reaksi antara glutaraldehida dan protein (Covington 2009) 2.4 Penyamakan Minyak Penyamakan minyak adalah metode penyamakan kulit menggunakan minyak, biasanya minyak ikan, untuk menghasilkan kulit samak minyak atau kulit samoa (chamois leather). Umumnya penyamakan minyak dilakukan dengan oksidasi in situ minyak tidak jenuh, misalnya minyak hati ikan cod. Penyamakan minyak merupakan salah satu contoh proses leathering, karena walaupun kulit samak minyak tahan serangan mikroorganisme, tetapi suhu pengerutannya (shrinkage temperature) tidak meningkat secara signifikan dibandingkan kulit tersebut sebelum disamak. Proses tersebut melibatkan pengisian kulit basah dengan minyak tak jenuh, kemudian polimerisasi minyak in situ dengan oksidasi (Suparno 2009). Dasar penyamakan minyak modern adalah mengoksidasi minyak ikan yang sudah diaplikasikan pada kulit setelah penghilangan kapur (delimed pelt) dengan bantuan oksigen atmosfir pada kondisi terkendali. Bahan penyamak trigliserida tak jenuh yang biasa digunakan adalah minyak cod dan minyak sardine. Asam-asam lemak tersebut memiliki sampai enam ikatan ganda dalam rantai alifatiknya yang memberikan efek penyamakan minyak pada kondisi penyamakan normal (Sharpouse 1995). Metode tradisional pembuatan kulit samoa adalah mengimpregnasi kulit domba split basah dengan minyak ikan dalam fulling stocks dan kemudian menggantungnya dalam stoves hangat untuk oksidasi minyak. Minyak yang teroksidasi tersebut memiliki kemampuan untuk menyamak kulit. Kedua proses tersebut dapat diulang sampai kulit tersamak dengan memadai. Kelebihan minyak dari kulit dihilangkan dengan pengepresan hidrolik dilanjutkan dengan pencucian akhir dalam air alkalin hangat. Kulit tersebut kemudian digantung untuk pengeringan dan kemudian dilanjutkan ke finishing (Sharpouse 1981). Minyak yang dibutuhkan dalam penyamakan tergantung dari jumlah bahan (kulit) yang akan disamak. Minyak tersebut akan melakukan cross link dengan protein yang ada di kulit untuk membentuk kulit samak (Suparno 2006). Penyamakan minyak berlangsung dalam dua fase, mula-mula minyak diambil oleh kulit secara mekanis, kemudian dilanjutkan dengan proses oksidasi. Dalam proses pengikatan yang penting adalah terdapatnya paling sedikit dua ikatan rangkap dalam molekul. Pada proses oksidasi, ikatan rangkap mengambil dua atom oksigen dan membentuk peroksida. Sebagian dari peroksida dapat bereaksi dengan gugus amino dari kolagen (Judoamidjojo 1981). Selama proses oksidasi, minyak akan mengalami beberapa perubahan kimia dan beberapa hasil dari oksidasi tersebut memiliki kemampuan untuk berikatan dengan serat kulit (kolagen) sehingga akan memberikan efek penyamakan pada kulit. Sangat penting untuk mengusahakan agar proses oksidasi terjadi secara in situ pada serat kulit. Dalam proses oksidasi, mula-mula akan terbentuk 6

20 peroksida dan hidroperoksida, dan reaksinya dengan protein kulit akan memberikan karakteristik penyamakan full oil. Selanjutnya, minyak yang tidak terikat dapat teroksidasi lebih lanjut menjadi aldehida yang menguap atau aldehida tidak menguap, kemudian akan mengalami perubahan kimia seperti polimerisasi, membentuk produk yang lebih kental. Produk ini juga dapat berikatan dengan serat kulit selama pembentukannya (Sharphouse 1995). Menurut Covington (2009), reaksi dalam proses penyamakan minyak adalah belum jelas. Bahan aktifnya adalah minyak tak jenuh yang dapat dimodelkan dengan asam linoleat, yaitu CH 3 (CH 2 ) 4 CH=CHCH 2 CH=CH(CH 2 ) 7 CO 2 OH, yang diketahui dapat berpolimerisasi. Lebih jauh dijelaskan bahwa penyamakan minyak merupakan fiksasi produk-produk oto oksidasi resin atau minyak terhadap serat protein dalam bentuk seperti pembungkus. Hal ini mungkin dalam bentuk polimer dan tahan terhadap air pencuci basa serta pelarut-pelarut umum. Hal tersebut yang membedakan antara penyamakan aldehida dan penyamak samoa full oil. Hasil dari penyamakan tersebut sebagai sebuah matrik polimer dalam matrik kolagen. Tidak ada kepastian reaksi antara polimer tersebut dengan kolagen, tidak seperti hasil dari penyamak aldehida. Dengan demikian, sistem tersebut dapat digambarkan sebagai suatu matriks dari ikatanikatan hidrokarbon terpolimerisasi, menahan struktur serat kolagen berjauhan, sebagai bentuk lubrikasi ekstrim untuk mencegah struktur serat tersebut bersatu dan lengket (Covington 2009). 2.5 Kulit Samak Minyak Kulit samoa (chamois leather) merupakan artikel kulit yang popular dalam perdagangan (Sharpouse 1995). Permintaan akan kulit samoa di pasaran global terus meningkat (Krishnan et al. 2005). Kulit chamois memiliki sifat-sifat yang istimewa, yakni memiliki berat jenis yang sangat rendah, absorpsi air yang tinggi, kelembutan, dan kenyamanan (Wachsmann 1999). Penggunaan utama kulit samak minyak adalah sebagai alat pencuci yang memiliki kelebihan diantaranya adalah kapasitas mengabsorpsi air yang tinggi, pengeluaran air yang mudah, dan sebagaian besar kotoran mudah dicuci dari kulit tersebut. Penggunaan lainnya adalah untuk pembuatan sarung tangan, untuk penyaringan air dari minyak bumi, dan orthopaedic leather (Sharpouse 1995). Persyaratan mutu kulit samoa menurut SNI dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Persyaratan Mutu Kulit Chamois (BSN 1990) No. Uraian Satuan 1. Kimiawi Min. Persyaratan Maks Kadar minyak % 10 Keterangan 1.2. Kadar abu % 5 Sesudah disarikan minyaknya 1.3 ph 8 2. Fisik 2.1. Tebal Mm Kekuatan tarik N/mm Kemuluran % Kekuatan jahit N/mm Kekuatan sobek N/mm Penyerapan air - 2 jam - 24 jam 3. Organoleptik % %

21 III. METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Bahan baku utama yang digunakan adalah kulit kambing pikel sebanyak 10 lembar setiap perlakuan yang dibeli dari pabrik kulit Ali Ahmad di daerah Cibuluh, Bogor. Bahan penyamak yang digunakan adalah Relugan GT50 dan minyak mentah biji karet. Relugan GT50 merupakan sebuah merek produk dengan kandungan larutan 50% glutaraldehida yang dilarutkan di dalam air. Minyak mentah biji karet diproduksi dari proses pengepresan biji tanaman karet (Hevea brasiliensis) yang didapat dari perkebunan karet milik PTPN VIII Cikumpay, Purwakarta, Jawa Barat dan tanpa melalui proses pemurnian. Bahan kimia yang digunakan adalah air, natrium karbonat, NaCl, natrium formiat, natrium hipoklorit (NaClO) sebagai oksidator, asam formiat, dan degreaser sebagai bahan pencuci kulit. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah molen (drum putar), sammying machine, shaving machine, alat stacking, kuda-kuda, toggle, buffing machine, oven, hammer mill, ph meter, baumemeter, thickness gauge, tensile strength tester (Instron), dan mesin pres hidrolik. 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama tujuh bulan, yaitu dari bulan Februari sampai dengan Oktober Tempat yang digunakan untuk pelaksanaan penelitian ini adalah Laboratorium Penyamakan Kulit, Laboratorium Pengawasan Mutu, Laboratotium Teknik Kimia, dan Laboratorium Dasar Ilmu Terapan Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB, dan Balai Besar Penelitian Hasil Hutan Bogor. 3.3 Tatalaksana Penelitian Penelitian ini terdiri dari 2 tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan yaitu analisis sifat fisiko kimia minyak biji karet. Penelitian utama meliputi penyamakan kulit, analisis sifat-sifat kulit samoa yang dihasilkan yang meliputi sifat fisik, kimia dan organoleptik, dan pengolahan data. 3.4 Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan Karakterisasi minyak biji karet yang dilakukan adalah analisis sifat fisiko kimia yang mencakup warna, bilangan iod, bilangan asam, dan bilangan peroksida. Metode analisis yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran Penelitian Utama Penyamakan Aldehida Penyamakan awal dimulai dengan pencucian kulit pikel kambing dalam drum berputar (molen). Sebelum dicuci, kulit ditimbang untuk menentukan jumlah bahan pencuci yang akan digunakan sesuai dengan persentase yang sudah ditetapkan. Persentase bahan pencuci yang digunakan berbasis bobot total bahan (kulit pikel). Kulit pikel dicuci dengan menggunakan NaCl sebanyak 8% dan air sebanyak 200%. Selanjutnya kulit pikel yang telah bercampur dengan bahan pencuci dalam 8

22 molen berputar selama 20 menit. Kecepatan putaran drum pada proses penyamakan awal dan penyamakan minyak adalah sebesar 10 rpm. Proses selanjutnya adalah mengeluarkan air cucian yang telah dipakai dan menggantinya dengan bahan pencuci baru yaitu 10% NaCl dan 100% air. Molen kemudian diputar kembali selama 10 menit. Setelah itu dilakukan pengecekan ph bahan, dengan standar nilai ph 3. Proses selanjutnya adalah penambahan bahan pretanning yaitu Relugan GT50 dengan taraf uji sebanyak 3% dan 5% dari bobot bahan. Relugan yang ditambahkan sebelumnya diencerkan dengan air 3 kali bobot Relugan GT50 dan dimasukkan ke dalam molen dengan tiga kali pemasukan setiap 15 menit. Pemutaran molen dilanjutkan selama 60 menit dengan kecepatan putar yang sama yaitu 10 rpm. Penambahan bahan berikutnya yaitu natrium formiat sebanyak 1% yang telah diencerkan menggunakan air dengan perbandingan 1 : 10. Penambahan tersebut dilakukan dengan empat tahap pemasukan dengan selang waktu 10 menit. Pemutaran drum dilanjutkan selama 20 menit. Setelah pemutaran selesai, dilakukan penambahan natrium karbonat sebanyak 2% dan air sebanyak 10%. Penambahan dilakukan dengan tiga kali tahap pemasukan setiap selang waktu 15 menit. Setelah itu, air sebanyak 10% ditambahkan ke dalam molen dan pemutaran molen dilanjutkan selama 60 menit. Setelah semua selesai, maka selanjutnya dilakukan pengecekan ph dengan nilai standar sebesar 8. Jika ph yang terukur kurang dari 8 maka perlu ditambahkan dengan natrium karbonat kembali. Kemudian kulit dikeluarkan dari molen dan larutan di dalam molen dibuang. Proses penyamakan aldehida secara lebih jelas tersaji pada Tabel 6. Tabel 6. Proses Penyamakan Aldehida (modifikasi dari Suparno et al. 2009) Proses Bahan Kimia Jumlah (% kulit pikel) (b/b) Penimbangan Pencucian 1 NaCl 8-10 Air 200 Pencucian 2 NaCl 8-10 Air 100 Pre-Tanning Relugan GT50 3 dan 5 Air 9 dan 15 Natrium formiat 1 Air 10 Natrium karbonat 2 Air 10 Air 10 Waktu 20 menit 10 menit 3 x menit 4 x menit 3 x 15 menit 1 jam Catatan Diukur min.8 derajat baume, jika kurang dari 8 ditambahkan NaCl Air pencucian dibuang Diukur min. 8 derajat baume, jika kurang dari 8 tambahkan NaCl Dicek ph mak. 3, jika kurang tambahkan asam formiat Relugan GT50 diencerkan dengan air, perbandingan 1:3 Natrium formiat diencerkan dengan air, perbandingan 1:10 ph min. 8, jika kurang ditambahkan natrium karbonat Shaving 24 jam Ketebalan mm 9

23 Penyamakan Minyak Prosedur penyamakan minyak merujuk pada prosedur di dalam jurnal yang dilaporkan oleh Suparno dan Wahyudi (2012) dan telah dimodifikasi berdasar hasil terbaik penelitian skala laboratorium Febianti (2011) dengan penggunaan natrium hipoklorit (NaClO) sebagai oksidator dan dengan waktu oksidasi di dalam dan di luar molen sebanyak 4 jam dan 3 hari. Sebelum disamak minyak, kulit hasil penyamakan glutaraldehida terlebih dahulu di-shaving menggunakan mesin shaving. Shaving bertujuan untuk mengurangi ketebalan kulit ( mm) dan menghilangkan lapisan grain. Kulit yang telah di-shaving selanjutnya ditimbang untuk diketahui bobotnya. Bobot ini digunakan untuk mengetahui dan menentukan kebutuhan bahan-bahan penyamak minyak berdasarkan persentase terhadap kulit shaving. Kulit yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam molen (drum putar) dan ditambahkan air 200% (bobot kulit shaving) dengan tiga tahap penambahan setiap 10 menit. Setelah selesai, air cucian dibuang. Selanjutnya, sebanyak 0.5% natrium karbonat yang telah dilarutkan dalam air 10% (bobot kulit shaving) ditambahkan ke dalam molen dan diputar selama 10 menit, kemudian kulit di-setting out. Kulit yang telah di-setting out selanjutnya dioles dengan minyak biji karet dengan taraf uji sebanyak 20% dan 30% bobot kulit shaving yang sebelumnya telah dicampur dengan natrium karbonat 0.5% bobot kulit shaving dalam 300% air (bobot natrium karbonat). Kulit yang telah dioles minyak selanjutnya dilakukan penetrasi dengan cara diperam selama satu malam. Selanjutnya kulit diputar dalam molen dengan waktu 8 jam. Selanjutnya natrium hipoklorit 2% (bobot minyak biji karet) dan air 70% (bobot minyak biji karet) ditambahkan ke dalam molen dan diputar selama 4 jam. Setelah dioksidasi di dalam molen dengan bantuan oksidator, kulit diangkat dari molen dan digantung pada toggle untuk oksidasi lanjut di suhu ruang selama 3 hari. Proses selanjutnya adalah pencucian. Kulit yang telah dioksidasi pada toggle selanjutnya dimasukkan kembali ke dalam molen dan ditambahkan air hangat (suhu 40 o C) sebanyak 300% bobot kulit shaving, natrium karbonat 4% bobot kulit shaving dan degreaser 2% bobot kulit shaving. Molen kemudian diputar selama 60 menit. Selanjutnya, air cucian dibuang dan diganti dengan air hangat 1000% bobot kulit shaving. Molen kembali diputar selama 15 menit. Selanjutnya air cucian dibuang dan kulit diangkat dari molen untuk di-setting out. Proses selanjutnya yaitu pencucian lanjut di dalam molen putar. Sebanyak 1000% air hangat, 2% natrium karbonat, dan degreaser 1% ditambahkan dan molen diputar selama 60 menit. Selanjutnya air cucian dibuang dan diganti dengan air hangat 1000%. Molen kembali diputar selama 15 menit. Kulit kemudian diangkat dari molen dan di-setting out. Tahap selanjutnya yaitu pengeringan pada toggle minimal selama 2x24 jam. Kulit yang telah kering kemudian diketun dengan alat stacking hingga lemas dan lentur. Tahap terakhir adalah proses buffing yang bertujuan menghaluskan permukaan kulit dan mengatur ketebalan produk akhir. Proses penyamakan minyak secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 7. 10

24 Tabel 7. Proses Penyamakan Minyak (modifikasi dari Suparno dan Wahyudi 2012; Febianti 2011) Proses Bahan Kimia Jumlah (% kulit shaving) (b/b) Waktu Catatan Penimbangan Pencucian 1 Air x 10 menit Air cucian dibuang Prapenyamakan Ulang Penirisan Setting Out Natrium karbonat menit Air 100 ph larutan jam Penyamakan minyak Minyak biji karet 20 dan 30 Bahan dioleskan pada Natrium karbonat 0.5 kulit Air 1.5 Pemeraman Semalam Disimpan dan didiamkan Penetrasi minyak Oksidasi dalam molen Oksidasi di togel Pencucian 2 NaClO Air 2% dari minyak biji karet 70% dari minyak biji karet Air 300 Natrium karbonat 4 Degreaser 2 8 jam Kulit diputar di dalam molen 4 jam Kulit diputar di dalam molen 3 hari Dibentang pada togel 60 menit Digunakan air hangat (40 o C). Air sisa cucian dibuang Pencucian 3 Air menit Digunakan air hangat (40 o C). Air sisa cucian dibuang Setting Out Pencucian 4 Air 1000 Natrium karbonat 2 Degreaser 1 60 menit Digunakan air hangat (40 o C). Air sisa cucian dibuang Pencucian 5 Air menit Digunakan air hangat (40 o C). Air sisa cucian dibuang Setting Out Pengeringan 2 x 24 jam Stacking Buffing Ketebalan mm (SNI) 11

25 Analisis Karakteristik Kulit Samoa Sifat-sifat fisik kulit seperti kuat tarik dan perpanjangan putus diuji dengan prosedur SLP 6, suhu kerut (T s ) dengan prosedur SLP 18, ketebalan dengan prosedur SLP 4, kuat sobek dengan prosedur SLP 7 dan daya serap air dengan prosedur SLP 19. Sifat kimia yang diuji adalah kadar minyak dengan prosedur AOAC 1984, ph sesuai prosedur SLC 13, dan kadar abu sesuai prosedur AOAC Sifat organoleptik yang diuji berupa warna, bau, dan kehalusan dan diuji oleh dua orang panelis yang berpengalaman dalam hal kulit samoa (Suparno dan Wahyudi 2012) Rancangan Percobaan dan Analisis Data Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan faktorial acak lengkap dengan dua kali ulangan. Faktor-faktor yang terlibat adalah faktor A sebagai faktor konsentrasi minyak biji karet dan faktor B sebagai faktor konsentrasi glutaraldehida. Model linear aditif dari rancangan percobaan faktorial acak lengkap yaitu: Y k(ij) = µ + A i + B j + AB ij + ε k(ij) dengan: Y k(ij) = peubah yang diukur µ = rata-rata yang sebenarnya A i = konsentrasi minyak biji karet (20% dan 30%) B j = konsentrasi glutaraldehida (3% dan 5%) AB ij = pengaruh interaksi dari faktor A pada taraf ke-i dan faktor B pada taraf ke-j ε k(ij) = galat dari faktor A ke-i, faktor B ke-j dan ulangan ke-k Selanjutnya, data yang diperoleh dari hasil penelitian diolah menggunakan analisis ragam dengan alat bantu software SAS versi 9.1 dengan perhitungan mengacu pada rancangan percobaan yang digunakan. Apabila terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan, maka dilakukan uji perbandingan berganda Duncan. Uji tersebut bertujuan untuk melihat perbedaan pengaruh tiap faktor maupun kombinasi perlakuan. 12

26 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Karakterisasi minyak biji karet dilakukan untuk mengetahui sifat fisiko-kimia minyak biji karet. Sifat fisiko-kimia merupakan parameter yang penting untuk menentukan mutu minyak. Sifatsifat fisiko-kimia minyak yang diamati meliputi warna, bilangan iod, bilangan asam, dan bilangan peroksida. Data hasil karakterisasi minyak biji karet disajikan dalam Tabel 8. Table 8. Sifat fisiko-kimia minyak biji karet No Sifat-sifat fisiko-kimia Nilai 1. Warna (PtCo) Bilangan iod (g I/100 g minyak) Bilangan asam (mg KOH/g minyak) Bilangan peroksida (meq/kg) Bilangan iod merupakan parameter utama dalam menentukan mutu minyak sebagai bahan penyamak dalam proses pembuatan kulit samoa. Minyak yang dapat digunakan sebagai bahan penyamak adalah minyak yang termasuk minyak mengering yaitu minyak yang memiliki bilangan iod diatas 110 g I/100 g minyak. Berdasarkan hasil karakterisasi minyak biji karet yang telah dilakukan, minyak biji karet yang digunakan sebagai bahan penyamak memiliki mutu yang baik, walaupun minyak biji karet memiliki bilangan asam yang cukup tinggi yang mengidentifikasi terjadinya kerusakan pada minyak. Minyak biji karet yang digunakan memenuhi syarat sebagai bahan penyamak. Hal ini ditunjukkan oleh bilangan iod yang cukup tinggi yaitu g I/100 g minyak yang menunjukkan minyak biji karet termasuk minyak mengering. 4.2 Penelitian Utama Sifat-sifat Kimia Kadar Abu Uji kadar abu dilakukan untuk mengetahui kandungan mineral yang terdapat di dalam kulit samoa. Kulit samoa dalam penelitian ini memiliki nilai kadar abu berkisar antara 1.07%-1.29% yang dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil analisis ragam (Lampiran 5) dengan nilai α (0.05) menunjukkan bahwa faktor konsentrasi minyak biji karet (20% dan 30%) dan glutaraldehida (3% dan 5%), serta interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai kadar abu kulit samoa. Uji kadar abu mengukur kandungan mineral yang terdapat di dalam suatu bahan. Kandungan mineral yang terdapat di dalam kulit samoa berasal dari bahan kulit yang digunakan, dan tidak berasal dari minyak biji karet maupun glutaraldehida yang digunakan sebagai bahan penyamak utama. Dengan demikian, konsentrasi minyak biji karet dan glutaraldehida tidak mempengaruhi nilai kadar abu kulit samoa. Suparno (2010) menyatakan bahwa kadar abu dalam kulit samoa dipengaruhi oleh kandungan mineral di dalam kulit seperti potassium, kalsium, besi, fosfor, dan biasanya mineral tersebut di dalam kulit sebagai garam klorida, sulfat, karbonat, atau garam fosfat. 13

27 Kadar Minyak (%) ph Hasil uji ph untuk kulit samoa pada penelitian ini menunjukkan nilai antara yang dapat dilihat pada Lampiran 6. Hasil analisis ragam (Lampiran 6) dengan nilai α (0.05) menunjukkan bahwa faktor konsentrasi minyak biji karet (20% dan 30%) dan glutaraldehida (3% dan 5%), serta interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai ph kulit samoa. Nilai ph kulit samoa dipengaruhi oleh proses pencucian. Pencucian yang baik akan menghasilkan kulit samoa dengan ph yang sesuai (Suparno 2010) Kadar Minyak Pengujian kadar minyak dilakukan untuk mengetahui kandungan minyak atau lemak yang terdapat pada kulit samoa, terutama sisa minyak dari penyamakan minyak yang masih terkandung di dalam kulit samoa. Hasil pengujian kadar minyak kulit samoa menunjukkan nilai kadar minyak antara % seperti yang tertera pada Lampiran 7. Hasil analisis ragam (Lampiran 7) dengan nilai α (0.05) menunjukkan bahwa faktor konsentrasi minyak biji karet (20% dan 30%) berpengaruh nyata terhadap kadar minyak kulit samoa, sedangkan faktor konsentrasi glutaraldehida (3% dan 5%) dan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar minyak kulit samoa. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa nilai kadar minyak dengan perlakuan konsentrasi minyak biji karet 20% berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi minyak biji karet 30%. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan konsentrasi minyak biji karet 30% memberikan nilai kadar minyak tertinggi dengan nilai rata-rata 7.86%, sedangkan nilai rata-rata terendah sebesar 6.27% didapat dari perlakuan konsentrasi minyak biji karet 20%. Hubungan antara konsentrasi minyak biji karet terhadap kadar minyak kulit samoa dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar Konsentrasi Minyak Biji Karet (%) Hubungan antara konsentrasi minyak biji karet terhadap kadar minyak kulit samoa Berdasarkan hasil pengujian dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi minyak biji karet yang diberikan maka nilai kadar minyak kulit samoa akan semakin besar pula. Suparno dan Wahyudi (2012) menyatakan bahwa kadar minyak dipengaruhi oleh beberapa faktor. Minyak yang berlebih pada proses penyamakan minyak dapat dihilangkan pada proses pencucian dengan menggunakan air alkali hangat. Dengan demikian, kandungan minyak yang masih tertinggal dalam kulit hasil penyamakan minyak sangat tergantung kepada proses pencucian yang dilakukan. Selain itu, kadar minyak pada kulit juga dipengaruhi oleh proses prapenyamakan, misalnya tahap pengapuran kulit (liming). Proses pengapuran kulit bertujuan untuk melarutkan epidermis dan menghidrolisis lemak serta zat-zat yang tidak diperlukan pada proses penyamakan, sehingga sewaktu proses pengapuran 14

28 Suhu Kerut ( o C) sebagian lemak pada kulit tersebut akan terbuang. Suparno et al. (2011) menyatakan bahwa kulit samoa dengan kadar minyak yang tinggi akan menyebabkan bau yang tidak sedap, lengket, dan tidak nyaman saat digunakan Sifat-sifat Fisik Suhu Kerut (T s ) Kulit ketika dipanaskan akan mengalami pengerutan seiring dengan berjalannya waktu. Suhu kerut (T s ) merupakan suhu pada saat kulit mengalami pengerutan paling besar akibat pengaruh panas atau pada saat kulit mengerut 0.3% dari panjang awalnya. Pengujian suhu kerut dilakukan pada sampel kulit kambing pikel, kulit samak glutaraldehida, dan kulit samoa. Perbandingan suhu kerut kulit pikel, kulit samak aldehida, dan kulit samoa dapat dilihat pada Gambar Kulit Pikel Kulit Samak Aldehida Kulit Samoa Gambar 4. Perbandingan suhu kerut kulit pikel, kulit samak aldehida, dan kulit samoa Hasil pengujian kulit kambing pikel mempunyai nilai suhu kerut sebesar 42 o C. Setelah kulit kambing pikel tersebut disamak, nilai suhu kerutnya meningkat menjadi o C. Hal ini berarti kulit setelah disamak dengan glutaraldehida akan lebih tahan terhadap peningkatan suhu. Suparno et al. (2011) menyatakan bahwa hal ini berkaitan dengan penggunaan glutaraldehida selama proses penyamakan awal mampu membentuk ikatan silang dengan gugus amina pada kulit, sehingga struktur kulit yang awalnya terpisah menjadi bergabung bersama menjadi struktur yang lebih kuat. Hasil uji suhu kerut untuk kulit samoa menunjukkan nilai rata-rata o C. Jika dibandingkan dengan nilai suhu kerut kulit hasil penyamakan glutaraldehida nilainya justru menurun. Suparno et al. (2011) menyatakan bahwa hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya efek penyamakan glutaraldehida akibat dari proses pencucian menggunakan soaking agent. Selain itu, minyak yang terdifusi dan mengisi rongga di dalam jaringan serat kulit yang menyebabkan struktur serat kulit saling berjauhan juga dapat menyebabkan nilai suhu kerut berkurang. Hasil pengujian suhu kerut kulit samoa untuk berbagai macam kombinasi perlakuan menunjukkan nilai berkisar antara o C yang dapat dilihat pada Gambar 5. Hasil analisis ragam (Lampiran 8) dengan nilai α (0.05) menunjukkan bahwa faktor konsentrasi minyak biji karet (20% dan 30%) dan glutaraldehida (3% dan 5%), serta interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai suhu kerut kulit samoa. Akan tetapi, jika dilihat dari grafik di bawah maka nilai suhu kerut akan semakin meningkat seiring dengan semakin banyaknya konsentrasi glutaraldehida yang ditambahkan, meskipun perbedaannya tidak signifikan. Hal ini dapat disebabkan oleh semakin banyaknya ikatan yang terbentuk antara glutaraldehida dengan serat kolagen kulit seiring dengan bertambahnya konsentrasi glutaraldehida yang diberikan. Dengan demikian, serat kolagen kulit semakin kuat dan tersusun dengan kompak, sehingga nilai suhu kerut pun meningkat. 15

29 Suhu Kerut Kulit Samoa ( o C) Konsentrasi Minyak Biji Karet (%) Konsentrasi Glutaraldehida (%) 3 5 Gambar 5. Hubungan antara konsentrasi minyak biji karet, konsentrasi glutaraldehida terhadap suhu kerut (T s ) kulit samoa Kuat Sobek Kuat sobek menunjukkan seberapa besar gaya yang dibutuhkan untuk dapat merobek kulit tiap mm ketebalan kulit. Pengujian kuat sobek dilakukan pada dua jenis sampel, yaitu sampel yang arah panjangnya tegak lurus tulang belakang (perpendicular) dan sampel dengan arah panjangnya sejajar tulang belakang (parallel). Dua jenis sampel ini juga berkaitan dengan arah serat kulit yang dapat dilihat pada Gambar 6. Sampel Parallel Sampel Perpendicullar Gambar 6. Hubungan antara arah serat dan posisi pengambilan sampel kuat sobek Berdasarkan pengujian diperoleh hasil bahwa nilai kuat sobek untuk sampel sejajar (parallel) memiliki rentang nilai antara N/mm dan dapat dilihat pada Lampiran 9. Hasil analisis ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa faktor konsentrasi minyak biji karet (20% dan 30%) dan glutaraldehida (3% dan 5%) juga interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kuat sobek sampel sejajar kulit samoa. Pengujian pada sampel tegak lurus (perpendicular) menunjukkan nilai kuat sobek berkisar antara N/mm dan dapat dilihat pada Lampiran 10. Hasil analisis ragam (Lampiran 10) memberikan hasil bahwa kuat sobek sampel tegak lurus dipengaruhi oleh faktor konsentrasi glutaraldehida (3% dan 5%), sedangkan faktor konsentrasi minyak biji karet (20% dan 30%) dan interaksi kedua faktor tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kuat sobek sampel tegak lurus kulit samoa. 16

30 Kuat Sobek Tegak Lurus (N/mm) Gambar Konsentrasi Glutaraldehida (%) Hubungan antara konsentrasi glutaraldehida terhadap kuat sobek tegak lurus kulit samoa Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa nilai kuat sobek tegak lurus dengan perlakuan konsentrasi glutaraldehida 3% berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi glutaraldehida 5%. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan konsentrasi glutaraldehida 3% memberikan nilai kuat sobek sampel tegak lurus tertinggi dengan nilai rata-rata N/mm, sedangkan nilai rata-rata terendah sebesar N/mm didapat dari perlakuan konsentrasi glutaraldehida 5%. Hubungan antara konsentrasi glutaraldehida terhadap kuat sobek tegak lurus kulit samoa dapat dilihat pada Gambar 7. Hasil ini menunjukkan bahwa kuat sobek sampel tegak lurus dan memiliki nilai kuat sobek yang semakin menurun seiring dengan bertambahnya konsentrasi glutaraldehida yang diberikan. Hal ini diduga konsentrasi glutaraldehida 3% merupakan konsentrasi optimum pada penyamakan kulit samoa. Sarkar (1995) juga menyebutkan bahwa konsentrasi glutaraldehida (50%) yang disarankan untuk digunakan dalam penyamakan awal produk clothing leather adalah sebesar 1.5-3% dari bobot kulit pikel. Selain itu, diduga sampel kulit pada konsentrasi glutaraldehida 5% mempunyai komposisi serat yang lebih sedikit atau longgar daripada sampel kulit konsentrasi glutaraldehida 3%, sehingga nilai kuat tarik lebih rendah. Faktor lain yang kemungkinan besar dapat mempengaruhi nilai kuat sobek adalah proses prapenyamakan, khususnya proses liming dan bating. Hasil uji kuat sobek kedua sampel jika dibandingkan akan memberikan hasil bahwa nilai kuat sobek tegak lurus lebih besar daripada nilai kuat sobek sejajar. Menurut Amwaliya (2011), hal ini dikarenakan pada sampel perpendicular, arah serat kulit sejajar dengan arah gaya sobekan sehingga gaya yang dibutuhkan untuk melepaskan jalinan serat menjadi lebih besar. Sebaliknya, pada sampel parallel, arah serat tegak lurus terhadap arah gaya sobekan sehingga gaya yang dibutuhkan untuk merobek atau membuka tenunan serat menjadi lebih kecil. Selain dipengaruhi oleh faktor mutu kulit dan arah serat, kuat sobek juga dipengaruhi oleh susunan atau jalinan serat kolagen. Selain itu, Febianti (2011) menyebutkan bahwa nilai kuat sobek yang dihasilkan dipengaruhi oleh ketebalan kulit, arah serat kolagen, sudut antar serat dengan lapisan grain dan lokasi sampel pada kulit. Ketebalan kulit mempengaruhi nilai kuat sobek karena kulit yang tebal memiliki tenunan seratserat kolagen yang berikatan lebih banyak. Selain itu, kulit pada bagian-bagian tertentu memiliki komposisi protein serat yang berbeda, sehingga nilai kuat sobek yang dihasilkan pun akan berbeda. Hal yang serupa juga disampaikan oleh Haines dan Barlow (1975) di dalam Fahroji (2010), sudut yang kecil antara jalinan serat-serat kolagen terhadap permukaan grain kulit memungkinkan gaya tarik dapat didistribusikan lebih menyebar ke seluruh sumbu jalinan serat, sehingga kuat sobek menjadi semakin besar. Hasil dari pengujian kuat sobek sampel sejajar dan tegak lurus dirata-ratakan untuk mendapatkan nilai kuat sobek rata-rata kedua jenis sampel. Nilai kuat sobek rata-rata sampel parallel 17

31 Kuat Sobek Rata-rata (N/mm) dan perpendicular berkisar antara N/mm seperti yang tertera pada Lampiran 11. Hasil analisis ragam (Lampiran 11) dengan nilai α (0.05) menunjukkan bahwa kuat sobek rata-rata dipengaruhi oleh faktor konsentrasi glutaraldehida (3% dan 5%), namun tidak dipengaruhi oleh faktor konsentrasi minyak biji karet (20% dan 30%) dan interaksi kedua faktor tersebut. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa nilai kuat sobek rata-rata dengan perlakuan konsentrasi glutaraldehida 3% berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi glutaraldehida 5%. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan konsentrasi glutaraldehida 3% memberikan nilai kuat sobek ratarata tertinggi dengan nilai rata-rata N/mm, sedangkan nilai rata-rata terendah sebesar N/mm didapat dari perlakuan konsentrasi glutaraldehida 5%. rata-rata terendah sebesar N/mm didapat dari perlakuan konsentrasi glutaraldehida 5%. Hubungan antara konsentrasi glutaraldehida terhadap kuat sobek rata-rata kulit samoa dapat dilihat pada Gambar Konsentrasi Glutaraldehida (%) Gambar 8. Hubungan antara konsentrasi glutaraldehida terhadap kuat sobek rata-rata kulit samoa Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kuat sobek sampel tegak lurus dan kuat sobek rata-rata memiliki nilai kuat sobek yang semakin menurun seiring dengan bertambahnya konsentrasi glutaraldehida yang diberikan. Hal ini diduga konsentrasi glutaraldehida 3% merupakan konsentrasi optimum pada penyamakan kulit samoa. Sarkar (1995) juga menyebutkan bahwa konsentrasi glutaraldehida (50%) yang disarankan untuk digunakan dalam penyamakan awal produk clothing leather adalah sebesar 1.5-3% dari bobot kulit pikel. Selain itu, diduga sampel kulit pada konsentrasi glutaraldehida 5% mempunyai komposisi serat yang lebih sedikit atau longgar daripada sampel kulit konsentrasi glutaraldehida 3%, sehingga nilai kuat tarik lebih rendah. Faktor lain yang kemungkinan besar dapat mempengaruhi nilai kuat sobek adalah proses prapenyamakan, khususnya proses liming dan bating. Proses pengapuran (liming) bertujuan untuk melepaskan epidermis dan bulu kulit. Selain itu, proses liming juga dapat membuka tenunan kulit yang akan menentukan tingkat kelemasan, kelembutan kulit, serta kemampuan penetrasi bahan penyamak. Tenunan kulit juga akan lebih sempurna terbuka pada proses pelumatan (bating) dengan menggunakan enzim sebagai agen pelumat. Proses liming dan bating yang berlebihan akan membuat tenunan kulit terlalu terbuka atau terurai, sehingga kekuatan kulit berkurang. Sebaliknya, jika proses liming dan bating kurang sempurna akan berakibat tenunan kulit kurang terbuka. Tenunan kulit yang kurang terbuka berpengaruh terhadap berkurangnya daya penetrasi bahan penyamak, sehingga kulit yang dihasilkan kurang tersamak dengan baik. Selain dipengaruhi oleh faktor-faktor di atas, menurut Suparno dan Wahyudi (2012) kuat sobek sangat dipengaruhi oleh ketebalan, arah serat kolagen, dan sudut serat kolagen terhadap lapisan grain. 18

32 Kuat Tarik Kuat tarik menunjukkan besar gaya yang dibutuhkan untuk menarik kulit hingga kulit tersebut putus. Selain dipengaruhi oleh ketebalan, kuat tarik juga dipengaruhi oleh arah serat kulit terhadap tulang belakang serta lokasi pengambilan sampel. Pengujian kuat tarik pada penelitian ini dilakukan pada arah sejajar (parallel) dan tegak lurus tulang belakang (perpendicular) dan hasilnya dirata-rata. Berdasarkan pengujian diperoleh hasil bahwa nilai kuat tarik untuk sampel sejajar (parallel) memiliki rentang nilai antara N/mm 2 dan dapat dilihat pada Gambar 9. Hasil analisis ragam (Lampiran 12) menunjukkan bahwa faktor konsentrasi minyak biji karet (20% dan 30%) dan glutaraldehida (3% dan 5%) juga interaksi keduanya memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kuat tarik sejajar kulit samoa. Hasil uji lanjut Duncan untuk faktor konsentrasi glutaraldehida menunjukkan bahwa nilai kuat tarik sejajar dengan perlakuan konsentrasi glutaraldehida 3% berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi glutaraldehida 5%. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan konsentrasi glutaraldehida 3% memberikan nilai kuat tarik sejajar tertinggi dengan nilai rata-rata N/mm 2, sedangkan nilai rata-rata terendah sebesar N/mm 2 didapat dari perlakuan konsentrasi glutaraldehida 5%. Hal ini diduga konsentrasi glutaraldehida 3% merupakan konsentrasi optimum pada penyamakan kulit samoa. Sarkar (1995) juga menyebutkan bahwa konsentrasi glutaraldehida (50%) yang disarankan untuk digunakan dalam penyamakan awal produk clothing leather adalah sebesar 1.5-3% dari bobot kulit pikel. Faktor lain yang kemungkinan besar dapat mempengaruhi nilai kuat tarik sejajar adalah proses prapenyamakan, khususnya proses liming dan bating. Proses pengapuran (liming) bertujuan untuk melepaskan epidermis dan bulu kulit. Selain itu, proses liming juga dapat membuka tenunan kulit yang akan menentukan tingkat kelemasan, kelembutan kulit, serta kemampuan penetrasi bahan penyamak. Tenunan kulit juga akan lebih sempurna terbuka pada proses pelumatan (bating) dengan menggunakan enzim sebagai agen pelumat. Proses liming dan bating yang berlebihan akan membuat tenunan kulit terlalu terbuka atau terurai, sehingga kekuatan kulit berkurang. Sebaliknya, jika proses liming dan bating kurang sempurna akan berakibat tenunan kulit kurang terbuka. Tenunan kulit yang kurang terbuka berpengaruh terhadap berkurangnya daya penetrasi bahan penyamak, sehingga kulit yang dihasilkan kurang tersamak dengan baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi kuat sobek tegak lurus dan rata-rata juga dapat mempengaruhi kuat tarik sejajar. Hasil uji lanjut Duncan untuk faktor konsentrasi minyak biji karet menunjukkan bahwa nilai kuat tarik sejajar dengan perlakuan konsentrasi minyak biji karet 30% berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi minyak biji karet 20%. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan konsentrasi minyak biji karet 30% memberikan nilai kuat tarik sejajar tertinggi dengan nilai rata-rata N/mm 2, sedangkan nilai rata-rata terendah sebesar N/mm 2 didapat dari perlakuan konsentrasi minyak biji karet 20%. Tingginya kuat tarik kulit samoa pada sampel dengan konsentrasi minyak biji karet 30% dibandingkan 20% diduga disebabkan oleh semakin banyaknya ikatan yang terbentuk pada saat proses oksidasi berlangsung. Semakin banyak ikatan yang terbentuk maka kulit akan semakin kuat dan nilai kuat tarik pun akan semakin tinggi. Selain itu, karakteristik minyak biji karet yang termasuk golongan drying oil diduga turut menyebabkan peningkatan nilai kuat tarik. Menurut Ketaren (1986) minyak biji karet merupakan salah satu jenis minyak mengering (drying oil), yaitu minyak yang mempunyai sifat dapat mengering jika terkena oksidasi dan akan berubah menjadi lapisan tebal, bersifat kental dan membentuk sejenis selaput jika dibiarkan di udara terbuka. Perubahan sifat menjadi tebal, kental, dan lengket inilah yang diduga berperan dalam peningkatan nilai kuat tarik seiring dengan peningkatan konsentrasi minyak biji karet. 19

33 Kuat Tarik Sejajar (N/mm2) Proses terbentuknya ikatan tersebut dijelaskan oleh Sharphouse (1995) sebagai berikut, selama proses oksidasi, minyak akan mengalami beberapa perubahan kimia dan beberapa hasil dari oksidasi tersebut memiliki kemampuan untuk berikatan dengan serat kulit (kolagen) sehingga akan memberikan efek penyamakan pada kulit. Sangat penting untuk mengusahakan agar proses oksidasi terjadi secara in situ pada serat kulit. Dalam proses oksidasi, mula-mula akan terbentuk peroksida dan hidroperoksida, dan reaksinya dengan protein kulit akan memberikan karakteristik penyamakan full oil. Selanjutnya, minyak yang tidak terikat dapat teroksidasi lebih lanjut menjadi aldehida yang menguap atau aldehida tidak menguap, kemudian akan mengalami perubahan kimia seperti polimerisasi, membentuk produk yang lebih kental. Produk ini juga dapat berikatan dengan serat kulit selama pembentukannya. Interaksi kedua faktor juga menunjukkan hasil uji lanjut Duncan yang berbeda nyata untuk semua kombinasi perlakuan. Kombinasi perlakuan konsentrasi minyak biji karet 30% dan glutaraldehida 3% memberikan nilai rata-rata kuat tarik sejajar tertinggi sebesar N/mm 2. Nilai rata-rata kuat tarik sejajar terendah sebesar N/mm 2 didapat dari kombinasi perlakuan konsentrasi minyak biji karet 20% dan glutaraldehida 5% Konsentrasi Minyak Biji Karet (%) Konsentrasi Glutaraldehida (%) 3 5 Gambar 9. Hubungan antara konsentrasi minyak biji karet, konsentrasi glutaraldehida terhadap kuat tarik sejajar kulit samoa Pengujian pada sampel tegak lurus (perpendicular) menunjukkan nilai kuat tarik berkisar antara N/mm 2 dan dapat dilihat pada Gambar 10. Hasil analisis ragam (Lampiran 13) memberikan hasil bahwa faktor konsentrasi minyak biji karet (20% dan 30%) dan glutaraldehida (3% dan 5%) juga interaksi keduanya memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kuat tarik tegak lurus kulit samoa. Hasil uji lanjut Duncan untuk faktor konsentrasi glutaraldehida menunjukkan bahwa nilai kuat tarik tegak lurus dengan perlakuan konsentrasi glutaraldehida 3% berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi glutaraldehida 5%. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan konsentrasi glutaraldehida 3% memberikan nilai kuat tarik tegak lurus tertinggi dengan nilai rata-rata N/mm 2, sedangkan nilai rata-rata terendah sebesar N/mm 2 didapat dari perlakuan konsentrasi glutaraldehida 5%. Sama halnya dengan kuat tarik sejajar, hal ini diduga konsentrasi glutaraldehida 3% merupakan konsentrasi optimum pada penyamakan kulit samoa. Selain itu, diduga sampel kulit pada konsentrasi glutaraldehida 5% mempunyai komposisi serat yang lebih sedikit atau longgar daripada sampel kulit konsentrasi glutaraldehida 3%, sehingga nilai kuat tarik lebih rendah. Faktor lain yang kemungkinan besar dapat mempengaruhi nilai kuat tarik sejajar adalah proses prapenyamakan, khususnya proses liming dan bating. Hasil uji lanjut Duncan untuk faktor konsentrasi minyak biji karet menunjukkan bahwa nilai kuat tarik tegak lurus dengan perlakuan konsentrasi minyak biji karet 30% berbeda nyata dengan 20

34 Kuat Tarik Tegak Lurus (N/mm2) perlakuan konsentrasi minyak biji karet 20%. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan konsentrasi minyak biji karet 20% memberikan nilai kuat tarik tegak lurus tertinggi dengan nilai rata-rata N/mm 2, sedangkan nilai rata-rata terendah sebesar N/mm 2 didapat dari perlakuan konsentrasi minyak biji karet 30%. Hasil ini berbanding terbalik dengan hasil uji kuat tarik sejajar. Selain itu, hasil penelitian Setiawan (2009) menyebutkan bahwa konsentrasi minyak biji karet tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kuat tarik sejajar, tegak lurus, dan rata-rata kulit samoa. Perbedaan ini diduga diakibatkan oleh proses liming dan bating dari masing-masing kulit yang digunakan. Selain itu, kuat tarik juga sangat dipengaruhi oleh ketebalan, arah serat kolagen, dan sudut serat kolagen terhadap lapisan grain. Interaksi kedua faktor juga menunjukkan hasil uji lanjut Duncan yang berbeda nyata untuk semua kombinasi perlakuan. Kombinasi perlakuan konsentrasi minyak biji karet 20% dan glutaraldehida 3% memberikan nilai rata-rata kuat tarik tegak lurus tertinggi sebesar N/mm 2. Nilai rata-rata kuat tarik tegak lurus terendah sebesar N/mm 2 didapat dari kombinasi perlakuan konsentrasi minyak biji karet 20% dan glutaraldehida 5% Konsentrasi Minyak Biji Karet (%) Konsentrasi Glutaraldehida (%) 3 5 Gambar 10. Hubungan antara konsentrasi minyak biji karet, konsentrasi glutaraldehida terhadap kuat tarik tegak lurus kulit samoa Perbandingan hasil kuat tarik dari kedua jenis sampel menunjukkan bahwa nilai kuat tarik sampel sejajar (parallel) lebih besar daripada nilai kuat tarik sampel tegak lurus (perpendicular). Amwaliya (2011) berpendapat bahwa hal ini dikarenakan pada sampel perpendicular, arah serat kulit sejajar dengan arah gaya tarikan sehingga kulit menjadi lebih mudah ditarik yang mengakibatkan gaya tariknya pun menjadi lebih kecil. Sebaliknya, pada sampel parallel, arah serat tegak lurus terhadap arah gaya tarikan sehingga gaya yang dibutuhkan untuk menarik dan memutuskan kulit menjadi lebih besar. Hasil dari pengujian kuat tarik sampel sejajar dan tegak lurus dirata-ratakan untuk mendapatkan nilai kuat tarik rata-rata kedua jenis sampel. Berdasarkan hasil pengujian didapatkan nilai kuat tarik rata-rata kulit samoa berkisar antara N/mm N/mm 2 seperti yang disajikan pada Gambar 11. Hasil analisis ragam (Lampiran 14) dengan nilai α (0.05) menunjukkan bahwa faktor konsentrasi minyak biji karet (20% dan 30%) dan glutaraldehida (3% dan 5%) juga interaksi keduanya memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai kuat tarik rata-rata kulit samoa. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa nilai kuat tarik rata-rata dengan perlakuan konsentrasi glutaraldehida 3% berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi glutaraldehida 5%. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan konsentrasi glutaraldehida 3% memberikan nilai kuat tarik rata-rata tertinggi dengan nilai rata-rata N/mm 2, sedangkan nilai rata-rata terendah sebesar N/mm 2 didapat dari 21

35 Kuat Tarik Rata-rata (N/mm2) perlakuan konsentrasi glutaraldehida 5%. Sama halnya dengan kuat tarik sejajar, hal ini diduga konsentrasi glutaraldehida 3% merupakan konsentrasi optimum pada penyamakan kulit samoa. Selain itu, diduga sampel kulit pada konsentrasi glutaraldehida 5% mempunyai komposisi serat yang lebih sedikit atau longgar daripada sampel kulit konsentrasi glutaraldehida 3%, sehingga nilai kuat tarik lebih rendah. Faktor lain yang kemungkinan besar dapat mempengaruhi nilai kuat tarik sejajar adalah proses prapenyamakan, khususnya proses liming dan bating Konsentrasi Minyak Biji Karet (%) Konsentrasi Glutaraldehida (%) 3 5 Gambar 11. Hubungan antara konsentrasi minyak biji karet, konsentrasi glutaraldehida terhadap kuat tarik rata-rata kulit samoa Hasil uji lanjut Duncan untuk faktor konsentrasi minyak biji karet memberikan hasil bahwa nilai kuat tarik rata-rata dengan perlakuan konsentrasi minyak biji karet 30% berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi minyak biji karet 20%. Berdasarkan hasil uji lanjut Duncan konsentrasi minyak biji karet 30% memberikan nilai kuat tarik rata-rata tertinggi dengan nilai rata-rata N/mm 2, sedangkan nilai rata-rata terendah sebesar N/mm 2 didapat dari perlakuan konsentrasi minyak biji karet 20%. Alasan yang serupa dengan hasil uji kuat tarik sejajar adalah faktor-faktor atau alasan yang diduga menyebabkan sampel dengan konsentrasi minyak biji karet 30% memiliki nilai kuat tarik rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan sampel konsentrasi minyak biji karet 20%. Interaksi kedua faktor juga menunjukkan hasil uji lanjut Duncan yang berbeda nyata untuk semua kombinasi perlakuan. Kombinasi perlakuan konsentrasi minyak biji karet 30% dan glutaraldehida 3% memberikan nilai rata-rata kuat tarik rata-rata tertinggi sebesar N/mm 2. Nilai rata-rata kuat tarik terendah sebesar N/mm 2 didapat dari kombinasi perlakuan konsentrasi minyak biji karet 20% dan glutaraldehida 5%. Selain dipengaruhi oleh arah serat kulit, kuat tarik menurut Suparno et al. (2011) juga dipengaruhi oleh ketebalan dan lokasi pengambilan sampel. Menurut Kanagy (1977) di dalam Amwaliya (2011), tingginya nilai kuat tarik kulit dipengaruhi oleh tingginya komposisi protein serat di dalam kulit. Komposisi protein serat terkait dengan lokasi pengambilan sampel. Kulit yang diambil pada bagian krupon akan memiliki kuat tarik yang lebih baik bila dibandingkan dengan kulit yang diambil pada bagian bahu dan perut karena kulit pada bagian krupon memiliki jaringan kolagen yang lebih kuat, rapat, dan kompak. Nilai kuat tarik juga dipengaruhi oleh ketebalan kulit. Kulit yang tipis mempunyai serat kolagen yang longgar sehingga mempunyai daya regang dan kuat tarik yang lebih rendah jika dibandingkan dengan kulit yang lebih tebal (O Flaherty dan Lollar, 1960). Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kuat sobek juga dapat mempengaruhi nilai kuat tarik, begitu juga dengan sebaliknya. Selain itu, Suparno (2010) menyatakan bahwa selain penyamakan, kuat tarik juga dipengaruhi oleh komposisi serat di dalam kulit. Kuat tarik pada bagian krupon yang lebih kuat dan jaringan kolagen yang lebih kompak akan lebih tinggi daripada kulit bagian bahu atau perut. Kuat tarik kulit juga dipengaruhi ketebalan. Kulit yang tipis memiliki jaringan kolagen yang longgar, sehingga memiliki kuat tarik dan elongasi yang rendah. 22

36 Penelitian pada skala pilot plant menunjukkan bahwa nilai kuat tarik akan semakin meningkat dengan semakin bertambahnya konsentrasi minyak biji karet yang ditambahkan. Selain itu, nilai kuat tarik kulit samoa juga semakin bertambah dengan semakin berkurangnya konsentrasi glutaraldehida yang diberikan. Hasil yang berbeda terdapat pada penelitian kulit samoa pada skala laboratorium. Fahroji (2010) melakukan penelitian produksi kulit samoa pada skala laboratorium. Perlakuan yang diberikan yaitu konsentrasi minyak biji karet (10%, 20%, dan 30%) dan konsentrasi glutaraldehida (1.5%, 3%, dan 4.5%). Penelitian tersebut menunjukkan bahwa kuat tarik tidak dipengaruhi oleh konsentrasi glutaraldehida dan konsentrasi minyak biji karet, serta interaksi keduanya. Oleh karena itu, disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut produksi kulit samoa dengan jumlah taraf perlakuan konsentrasi glutaraldehida dan minyak biji karet yang lebih banyak. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi glutaraldehida dan minyak biji karet yang tepat karena jika dilihat dari dua penelitian di atas menunjukkan hasil yang berbeda. Selain itu, diharapkan didapat konsentrasi glutaraldehida dan minyak biji karet yang optimum Perpanjangan Putus Perpanjangan putus menunjukkan nilai keelastisan kulit. Nilai perpanjangan putus yang tinggi berarti kulit tersebut bermutu baik dan tidak mudah sobek, tidak kaku, maupun putus saat digunakan. Pengujian perpanjangan putus dilakukan dengan dua arah yaitu paralel dan tegak lurus tulang belakang. Hasil pengujian perpanjangan putus dari kedua arah dirata-ratakan untuk mendapatkan nilai perpanjangan putus rata-rata dari kedua arah. Berdasarkan pengujian diperoleh hasil bahwa nilai perpanjangan putus untuk sampel sejajar (parallel) memiliki rentang nilai antara % dan dapat dilihat pada Lampiran 15. Pengujian pada sampel tegak lurus (perpendicular) menunjukkan nilai perpanjangan putus tegak lurus berkisar antara % dan dapat dilihat pada Lampiran 16. Hasil analisis ragam (Lampiran 15 dan Lampiran 16) menunjukkan bahwa faktor konsentrasi minyak biji karet (20% dan 30%) dan glutaraldehida (3% dan 5%) juga interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai perpanjangan putus sejajar dan perpanjangan putus tegak lurus kulit samoa. Hasil pengujian perpanjangan putus kulit samoa dari kedua arah dirata-ratakan dan didapat hasil berkisar antara % % dan dapat dilihat pada Lampiran 17. Hasil analisis ragam (Lampiran 17) dengan nilai α (0.05) menunjukkan bahwa faktor konsentrasi minyak biji karet (20% dan 30%) dan glutaraldehida (3% dan 5%) juga interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai perpanjangan putus rata-rata kulit samoa. Nilai perpanjangan putus sampel tegak lurus (perpendicular) lebih besar daripada sampel sejajar (parallel). Hal ini berbanding terbalik dengan kuat sobek dimana sampel sejajar lebih besar daripada sampel tegak lurus. Menurut Febianti (2011), bagian kulit dengan arah serat sejajar terhadap arah tarikan pada pengujian mempunyai nilai perpanjangan putus yang lebih tinggi diakibatkan pada bagian tersebut (kearah perut) lebih sering digunakan hewan untuk berkontraksi menahan beban perut dan makanan semasa hidupnya sehingga elastisitasnya lebih tinggi. Amwaliya (2011) berpendapat bahwa tingginya perpanjangan putus sampel perpendicular dikarenakan pada sampel ini, arah serat kulit sejajar dengan arah gaya tarikan sehingga kulit menjadi lebih mudah mengalami perpanjangan atau perpanjangan dan pada akhirnya kulit akan putus. Sebaliknya, pada sampel parallel, arah serat tegak lurus terhadap arah gaya tarikan sehingga pada saat ditarik, kulit menjadi sulit mengalami perpanjangan karena kurang elastis atau lentur. Hal ini yang menyebabkan pada sampel parallel dibutuhkan gaya tarik (kuat tarik) yang lebih besar. Kemuluran (perpanjangan putus) kulit berkaitan dengan kelemasan atau elastisitas kulit yang dihasilkan. Kulit samak menjadi lemas karena terjadi reduksi elastin pada proses pengapuran dan 23

37 pengikisan protein kulit. Judoamidjojo (1974) menyatakan elastin merupakan protein fibrous yang membentuk serat-serat yang sangat elastis karena mempunyai rantai asam amino yang membentuk sudut. Sudut-sudut tersebut menjadi lurus pada saat mendapat tegangan dan akan kembali seperti semula apabila tegangan tersebut dilepaskan. Hilangnya elastin pada protein kulit dapat mengurangi elastisitas kulit. Kemuluran kulit juga dipengaruhi oleh tingginya komposisi protein serat. Derajat kemuluran serta kelemasan juga dipengaruhi oleh proses penyelesaiannya seperti pementangan, pelemasan dan penghamplasan (Purnomo 1985) Daya Serap Air Daya serap air menjadi salah satu parameter utama dari penentuan mutu kulit samoa. Mutu kulit samoa yang baik atau tinggi didapatkan jika memiliki nilai daya serap air yang tinggi. Hal ini mengingat fungsi utama kulit samoa sebagai bahan lap atau media pembersih dan pengering berbagai macam barang seperti kendaraan bermotor, bahan optik, dan perhiasan. Pengujian daya serap air dilakukan dengan dua macam waktu, yaitu selama 2 jam dan 24 jam perendaman dalam air. Kulit samoa memiliki kemampuan daya serap yang baik. Menurut Suparno et al. (2011), penyamakan kulit samoa adalah sebuah reaksi pengikatan minyak yang teroksidasi dengan bagian serat protein pada kulit. Hal ini memberikan efek penjagaan struktur serat kulit saling berjauhan. Oleh sebab itu, kolagen kulit mampu menahan air yang berlebih ke dalam matrik minyak terpolimerisasi yang bersifat hidrofobia. Hasil uji daya serap air selama 2 jam menunjukkan bahwa nilai daya serap air antara 313.8% % dan dapat dilihat pada Lampiran 18. Hasil analisis ragam (Lampiran 18) dengan nilai α (0.05) menunjukkan bahwa faktor konsentrasi minyak biji karet (20% dan 30%) dan glutaraldehida (3% dan 5%) juga interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap hasil uji daya serap air 2 jam kulit samoa. Setelah sampel diuji daya serap air selama 2 jam, sampel dilakukan pengujian daya serap air dengan lama perendaman 24 jam. Nilai daya serap air 24 jam mengalami peningkatan dari sebelumnya 2 jam yaitu berkisar antara 357%-409% dan dapat dilihat pada Lampiran 19. Suparno dan Wahyudi (2012) menyatakan bahwa semakin lama waktu penyerapan air, maka semakin banyak air yang terserap oleh kulit dan pada suatu saat daya serap air akan tetap ketika titik jenuh sudah tercapai. Namun sama halnya dengan daya serap air 2 jam, hasil analisis ragam (Lampiran 19) untuk kedua faktor dan interaksinya tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap daya serap air 24 jam kulit samoa Ketebalan Kulit samoa pada penelitian ini memiliki ketebalan berkisar antara mm. Keragaman ketebalan kulit diakibatkan oleh proses shaving dan buffing. Selama proses shaving ketebalan kulit diatur antara mm untuk menghilangkan lapisan grain. Selama proses buffing kulit diamplas menggunakan mesin sampai halus. Selain itu, keragaman ketebalan juga dapat disebabkan oleh ketebalan awal kulit yang berbeda-beda, meskipun sudah diupayakan hanya kulit dengan ketebalan rata-rata 1 mm yang dijadikan sebagai bahan penelitian Sifat-sifat Organoleptik Sifat organoleptik menjadi salah satu parameter utama penentu mutu kulit samoa terutama kehalusannya. Hal ini terkait dengan fungsi utama kulit samoa sebagai media pembersih, pengering, dan penyaring. Jika dilihat dari hasil pengujian seperti yang disajikan pada Tabel 9, kulit samoa hasil penelitian mempunyai mutu yang sangat baik dari segi kehalusan, warna, dan bau, karena mampu 24

38 memiliki nilai uji yang tinggi yaitu 8-9. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor konsentrasi minyak biji karet dan glutaraldehida, serta interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap kehalusan, warna, dan bau kulit samoa. Tabel 9. Sifat-sifat organoleptik kulit samoa Minyak Biji Karet (%) Glutaraldehida (%) Kehalusan Warna Bau Keterangan : 1-2 = sangat buruk, 2-3 = buruk, 3-4 = sangat kurang, 4-5 = kurang, 5-6 = cukup, 6-7 = sangat cukup, 7-8 = baik, 8-9 = sangat baik, 9-10 = sempurna Penentuan Perlakuan Terbaik dan Perbandingan Mutu dengan Hasil Terbaik Skala Laboratorium Penentuan perlakuan terbaik didasarkan pada mutu kulit Samoa yang dihasilkan. Sifat organoleptik dan sifat fisik menjadi faktor penentu mutu kulit samoa. Sifat organoleptik terutama kehalusan dan sifat fisik daya serap air menjadi faktor penting penentu mutu karena berhubungan langsung dengan fungsi utama kulit samoa sebagai media pembersih, penyerap, dan penyaring. Selain itu, nilai kuat tarik, kuat sobek, dan perpanjangan putus yang tinggi berarti umur pakai kulit samoa dapat lebih lama karena kulit tidak mudah sobek maupun putus. Kulit samoa hasil kombinasi perlakuan konsentrasi minyak biji karet 20% dan konsentrasi glutaraldehida 3% dipilih sebagai hasil terbaik pada penelitian ini. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji organoleptik, dan uji sifat fisik yang memiliki nilai yang tinggi. Perbandingan mutu kulit samoa terbaik dari penelitian ini dengan hasil terbaik penelitian skala laboratorium dapat dilihat pada Tabel 12. Penelitian skala laboratorium yang menjadi perbandingan adalah penelitian yang dilakukan oleh Setiawan (2009), Fahroji (2010), dan Febianti (2011). Setiawan (2009) melakukan penelitian pembuatan kulit samoa pada skala laboratorium dengan jumlah kulit pikel kambing sebesar setengah lembar setiap perlakuan. Perlakuan yang diberikan yaitu konsentrasi minyak biji karet (10%, 20%, dan 30%) dan waktu oksidasi di luar molen (3 hari, 6 hari, dan 9 hari). Penelitian ini menghasilkan kombinasi perlakuan terbaik yaitu konsentrasi minyak biji karet sebesar 20% dengan waktu oksidasi di luar molen 9 hari. Mutu kulit samoa hasil perlakuan terbaik dapat dilihat pada Tabel 12. Fahroji (2010) melakukan penelitian pembuatan kulit samoa pada skala laboratorium dengan jumlah kulit pikel kambing sebesar setengah lembar setiap perlakuan. Perlakuan yang diberikan yaitu konsentrasi minyak biji karet (10%, 20%, dan 30%) dan konsentrasi glutaraldehida (1.5%, 3%, dan 4.5%). Waktu oksidasi di luar molen menggunakan hasil penelitian Setiawan (2009) yaitu sebesar 9 hari. Penelitian ini menghasilkan kombinasi perlakuan terbaik yaitu konsentrasi minyak biji karet sebesar 10% dan konsentrasi glutaraldehida sebesar 3%. Mutu kulit samoa hasil perlakuan terbaik dapat dilihat pada Tabel 12. Febianti (2011) melakukan penelitian pembuatan kulit samoa pada skala laboratorium dengan jumlah kulit pikel kambing sebesar setengah lembar setiap perlakuan. Perlakuan yang diberikan yaitu waktu oksidasi di dalam molen (4 jam, 6 jam, dan 8 jam) dan waktu oksidasi di luar molen (1 hari, 2 hari, dan 3 hari). Waktu oksidasi di luar molen menggunakan hasil penelitian Setiawan (2009) yaitu selama 9 hari. Penelitian ini menghasilkan kombinasi perlakuan terbaik yaitu waktu oksidasi di dalam 25

39 molen selama 4 jam dan waktu oksidasi di luar molen selama 3 hari. Penelitian ini juga sudah menggunakan oksidator berupa NaClO sebanyak 2% yang dilarutkan dalam air sebanyak 70% dari jumlah minyak biji karet yang digunakan. Penggunaan oksidator ini bertujuan untuk mempercepat waktu oksidasi di luar molen yang pada awalnya membutuhkan waktu sampai 9 hari. Konsentrasi minyak biji karet yang digunakan sebesar 30% dan konsentrasi glutaraldehida yang digunakan sebesar 3%. Mutu kulit samoa hasil perlakuan terbaik dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Perbandingan mutu kulit samoa hasil terbaik skala pilot plant dengan skala laboratorium Parameter Sifat Kimia: Kadar minyak Kadar Abu ph Satuan % % Kulit samoa hasil terbaik penelitian penulis (skala pilot plant) Nilai Kulit samoa hasil terbaik penelitian skala laboratorium a b c SNI (BSN 1990) Maks. 10 Maks. 5 Maks. 8 Sifat Fisis: Tebal Kuat tarik Perpanjangan putus Kuat sobek Penyerapan air 2 jam 24 jam mm N/mm 2 % N/mm (%) Min. 7.5 Min. 50 Min. 15 Min. 100 Min. 200 Organoleptis: Kehalusan Warna Bau Halus Kuning muda - Keterangan : a = Febianti (2011) c = Setiawan (2009) b = Fahroji (2010) Perbandingan hasil terbaik dari kedua skala penelitian menunjukkan bahwa kulit samoa yang diproduksi skala pilot plant memiliki mutu yang sama baiknya dengan kulit samoa hasil produksi skala laboratorium. Bahkan untuk beberapa kriteria seperti daya serap air, kuat sobek, dan sifat organoleptik warna dan bau, kulit samoa hasil produksi skala pilot plant lebih unggul. Perbedaan nilai warna dan bau bisa diakibatkan selama proses pencucian dan setting out kulit samoa berlangsung. Pencucian yang baik akan mengeluarkan sisa minyak biji karet yang tidak berikatan dengan kulit selama proses penyamakan. Sisa minyak yang terlalu banyak tertinggal di dalam kulit samoa akan menyebabkan timbul warna bercak coklat tua dan bau minyak yang cukup menyengat. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan kulit samoa yang disamak dengan kulit ikan, kulit samoa dengan minyak biji karet memiliki bau yang lebih baik. Secara keseluruhan, mutu kulit samoa hasil terbaik penelitian skala laboratorium maupun skala pilot plant sudah memenuhi standar SNI. 26

40 V. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Faktor konsentrasi minyak biji karet berpengaruh nyata terhadap kadar minyak, dan kuat tarik kulit samoa. Faktor konsentrasi glutaraldehida memiliki pengaruh yang nyata terhadap kuat sobek dan kuat tarik kulit samoa. Interaksi antara faktor konsentrasi minyak biji karet dan glutaraldehid berpengaruh nyata terhadap kuat tarik kulit samoa. Kombinasi perlakuan konsentrasi minyak biji karet 20% dan konsentrasi glutaraldehida 3% memberikan hasil terbaik pada penelitian ini. Sifat-sifat fisik kulit samoa yang dihasilkan adalah ketebalan 0.6 mm, kuat tarik 30.1 N/mm 2, perpanjangan putus 112.6%, kuat sobek N/mm, daya serap air 2 jam 345%, daya serap air 24 jam 409.9%. Sifat-sifat kimianya adalah kadar minyak 5.9%, kadar abu 1.2%, dan ph 6.7. Nilai sifat-sifat organoleptiknya adalah kehalusan 8 (baik), warna 8-9 (sangat baik), dan bau 8-9 (sangat baik). Hasil terbaik ini juga tidak jauh berbeda atau dapat dikatakan sama baiknya dengan hasil penelitian terbaik skala laboratorium. 5.2 Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut produksi kulit samoa dengan jumlah taraf perlakuan konsentrasi glutaraldehida dan minyak biji karet yang lebih banyak. 27

41 DAFTAR PUSTAKA Amwaliya S Pengaruh Waktu Oksidasi Terhadap Mutu Kulit Samoa pada Proses Penyamakan Minyak yang Dipercepat dengan Hidrogen Peroksida. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. AOAC Official methods of analysis. Washington DC (US): Association of Analytical Chemistry. Arsyad Kamus Kimia. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka. [BSN] Badan Standarisasi Nasional Standar Nasional Indonesia. Kulit Samoa (chamois). SNI Jakarta(ID): BSN. Covington AD Tanning Chemistry, The Science of Leather. Cambridge (UK): The Royal Society of Chemistry. Damink LHHO, Dijkstra PJ, Van Luyn MJA, Van Wachem PB, Nieuwenhuis P, Feijen J Glutaraldehyde as a crosslinking agent for collagen-based biomaterials. J. Mat. Sci.; Mats. In Medicine 6: Fahroji Z Pengaruh Jumlah Bahan Pretanning dan Minyak Biji Karet (Hevea brasiliensis) terhadap Mutu Kulit Samoa. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Febianti I Penentuan Waktu Oksidasi Terbaik untuk Proses Penyamakan Kulit Samoa Menggunakan Minyak Biji Karet dengan Oksidator Natrium Hipoklorit. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Haines BM, Barlow JR The anatomy of leather. British Leather Manufacturer s Research Association, Militon Park, Egham, Surrey, UK. Journal of Material Science 10 (1975) Hardjosuwito B, Hoesnan A Minyak Biji Karet, Analisis dan Kemungkinan Penggunaannya. Menara Pertkebunan, 44 (55) : 225. Harper J Food Processing Scale-Up. Diakses dari [26 Maret 2011]. Judoamidjojo RM Dasar Teknologi dan Kimia Kulit. Departemen Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Mekanisasi Pertanian. IPB, Bogor. Kanagy RJ Physical and Performance Properties of Leather. New York (US): Robert E. Krieger Publishing So. Hunting. Ketaren S Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta (ID): Indonesia Univ Pr. Krishnan SH, Sundar VJ, Rangasamy T, Muralidharan C, Sadullla S Studies on chamois leather tanning using plant oil. Journal of the Society of Leather Tecnologists and Chemists, 89 : Mann BR, McMillan MM The Chemistry of Leader Industry. New Zealand: G.L.Brown & Co. Ltd. O Flaherty F, Roddy WT, Lollar RM The Chemistry and Technology of Leather. New York (US): Reinhold Publishing Co. Pudjaatmaka AH Kamus Kimia. [Online]. id=7zzluf927wuc&pg=pr3&dq=basa+schiff&source=gbs_selected_pages&cad=3#v=onepa ge&q=basa%20schiff&f=false. [9 Desember 2012]. 28

42 Purnomo E Pengetahuan Dasar Teknologi Penyamakan Kulit. Akademi Teknologi Kulit. Departemen Perindustrian. Yogyakarta. Purnomo E Penyamakan Kulit Kaki Ayam. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius. Ramadhas AS, Muraleedharan C, Jayaraj S Performance and emission evaluation of a diesel engine fueled with methyl esters of rubber seed oil. Renewable Energy 30: Sarkar KT Theory and Practice of Leather Manufacture. India: The C. L. S. Press, Madras-7. Setiawan F Pengaruh Konsentrasi Minyak Biji Karet (Hevea brasiliensis) dan Waktu Oksidasi dalam Penyamakan Minyak terhadap Mutu Kulit Samoa. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sharpouse JH Chamois Leather and Oil Tannages : Gloving, Clothing, and Special Leather. Tropical Product Institute, Desember Sharpouse JH Leather Technician s Handbook. Northampton (UK): Leather Producer s Association. [SLTC] Society of Leather Technologists and Chemists Official methods of Analysis. Northampton (UK): SLTC. Sucipto Alat dan Mesin Penyamakan Kulit. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius. Suparno O Potensi Pemanfaatan Biji Karet di Indonesia [karya ilmiah]. Tidak dipublikasikan. Suparno O Penyamakan kulit samoa (chamois leather). Bogor: Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Suparno O Optimization of chamois leather tanning using rubber seed oil. Journal of The Society of Leather Technologists and Chemists 105(6): Suparno O, Covington AD, Evans CS Kraft lignin degradation products for tanning and dyeing of leather. Journal of Chemical Technology and Boitechnology 80 (1) : Suparno O, Gumbira-Sa id E, Kartika IA, Muslich, Mubarak S An Innovative New Application of Oxidizing Agents to Accelerate Chamois Leather Tanning. Journal of the American Leather Chemists Association 106(12): Suparno O, Kartika IA, dan Muslich Rekayasa Proses Penyamakan Kulit Menggunakan Minyak Biji Karet. [Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing]. Bogor: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Institiut Pertanian Bogor. Suparno O, Kartika IA, Muslich Chamois leather tanning using rubber seed oil. Journal of The Society of Leather Technologists and Chemists Vol 93. P Suparno O, Wahyudi E Pengaruh konsentrasi natrium perkarbonat dan jumlah air pada penyamakan kulit samoa terhadap mutu kulit samoa. Jurnal Teknologi Industri Pertanian 22 (1): 1-9. Valentas JK, Levine L, Clark JP Food Processing Operation and Scale-Up. New York (US): Marcel Deker Inc., Madison. Wachsmann HM Chamois Leather Traditional and Today. World Leather, Oktober

43 LAMPIRAN 30

44 Lampiran 1. Prosedur Analisis dan Uji Minyak Biji Karet 1. Bilangan Asam (AOAC 1995) Contoh minyak yang akan diuji ditimbang sebanyak gram. kemudian ke dalam contoh tersebut ditambahkan 50 ml alkohol 95 persen, lalu dipanaskan pada penangas air sambil diaduk sampai semua minyak larut (sekitar 10 menit). Larutan ini kemudian dititrasi dengan KOH 0.1 N dengan indikator phenolpthalein (pp) (sampai terbentuk warna merah jambu yang tidak hilang selama 10 detik. Bilangan asam dapat dihitung dengan persamaan berikut: 2. Kadar Asam Lemak Bebas /persen FFA Bilangan asam sering juga dinyatakan sebagai kadar asam lemak bebas persen FFA. Hubungan kadar asam lemak bebas dengan bilangan asam menurut Sudarmadji et al. (1989) dapat dtituliskan sebagai berikut: Dimana : Faktor konversi untuk oleat = 1.99 Faktor konversi untuk palmitat = 2.19 Faktor konversi untuk laurat = 2.80 Faktor konversi untuk linoleat = Bilangan Iod Cara Wijs (AOCS 1951) Contoh minyak yang telah disaring ditimbang sebanyak 0.25 gram dalam labu erlenmeyer 500 ml yang bertutup. Sebanyak 20 ml khloroform dan 25 larutan Wijs ditambahkan ke dalam contoh dengan hati-hati (menggunakan pipet). Labu elenmeyer kemudian disimpan pada tempat gelap selama 30 menit, dan akhirnya ditambahkan 20 ml KI 15 persen dan 100 ml aquades. Kemudian erlenmeyer ditutup dan dikocok dengan hati-hati. Titrasi dilakukan dengan larutan natrium tiosulfat 0.1 N dengan indikator pati, sampai warna biru berubah menjadi putih jernih. Dengan cara yang sama dilakukan pula titrasi blanko. Bilangan iod dihitung dengan rumus berikut: A = ml Na-tio untuk titrasi contoh B = ml Na-tio untuk titasi blanko = sepersepuluh dari BM atom iodium 4. Bilangan Peroksida (AOAC 1995) Sebanyak 5 gram minyak ditimbang dalam erlenmeyer 300 ml, kemudian dilarutkan dengan pelarut yang merupakan campuran dari 60 persen asam asetat glasial dan 40 persen kloroform, lalu ditambahkan 0.5 ml KI jenuh sambil dikocok. Dua menit setelah penambahan KI, ditambahkan aquades sebanyak 30 ml. Larutan kemudian dititrasi dengan indikator pati. 31

45 Dengan cara yang sama dibuat pula titrasi blanko tanpa minyak. Bilangan peroksida dinyatakan dalam mili-equivalen dari peroksida setiap 100 gram contoh. 5. Warna (Suparno et al. 2008) Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan alat DR (Direct Read) Sebelum dilakukan pengukuran, contoh minyak yang akan digunakan diencerkan terlebih dahulu dengan menggunakan pelarut n-heksan. Perbandingan antara minyak dan pelarut adalah 1 : 9. Kemudian panjang gelombang cahaya yang akan digunakan adalah 455 nm. Setelah siap, cuvet yang berisi aquades dimasukan ke dalam alat, kemudian skala dinolkan. Kuvet yang berisi aquades diganti dengan kuvet yang berisi contoh minyak dan nilai warna dapat dibaca setelah menekan tanda read pada alat tersebut. Pengukuran dilakukan minimal sebanyak tiga kali untuk setiap contoh minyak. Rataan dari nilai tersebut dikalikan dengan faktor pengenceran ditetapkan sebagai warna dari contoh. 32

46 Lampiran 2. Prosedur Analisis dan Uji Sifat Fisik Kulit Pengkondisian sampel (SLTC 2006) Sebelum diuji fisik dan mekanis sampel harus dikondisikan terlebih dahulu pada kondisi standar atmosfer. Ini dapat dipakai untuk semua jenis kulit kering. Berikut ini standar atmosfer dan toleransinya. Penandaan Suhu Kelembaban relati (RH) 20/65 20±2 65±5 Kondisi di bawah adalah alternatif, namun tidak ekuivalen, kondisi ini mungkin bisa digunakan. 23/50 23±2 50±5 Pengkondisian Sampel dikondisikan sesuai dengan standar atmosfer seperti tabel di atas. Udara bebas diusahakan dapat mengenai kedua sisi permukaan sampel. Pengkondisian sampel dilakukan minimal selama 48 jam sebelum pengujian. Sampel diambil pada bagian berikut ini : Lokasi pengambilan sampel uji fisik dan kimia 1. Ketebalan (SLTC 2006) Ketebalan kulit diukur dengan cara mengukur ketebalan pada tiga titik permukaan kulit dan dihitung rata-rata dari hasil pengukuran. Pengukuran ketebalan menggunakan alat thickness gauge. Alat diletakkan di atas bidang horizontal dengan permukaan yang rata kemudian sampel diletakkan di antara tatakan dan penekan dengan sisi grain berada di atas (jika dapat diidentifikasi). Jika sisi grain-nya tidak dapat diidentifikasi, maka sampel diletakkan dengan salah satu sisi ke atas. Penekan dilepas, ditunggu sekitar 5 detik ±1 detik, kemudian angka yang terbaca pada meteran dicatat.sebagai ketebalan. Hasil ketebalan yang terbaca kemudian dirataratakan. 2. Kekuatan tarik (SLTC 2006) Pengujian kekutan tarik dilakukan dengan menggunakan alat tensile strength tester. Sampel dipasang pada alat penguji dengan cara menjepitkan kedua ujung sampel pada alat penjepit. 33

47 Jarak antar jepitan adalah 5 cm. Setelah sampel terpasang, mesin dinyalakan dan dimatikan ketika sampel terputus. Nilai kekuatan tarik dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: F = nilai yang terbaca pada alat (kgf) l = lebar kulit yang diuji (mm) t = ketebalan kulit (mm) Berikut ini adalah bentuk sampel untuk uji kekuatan tarik Dimensi (mm): L l1 l2 b b1 A Perpanjangan putus (SLTC 2006) Pengujian perpanjangan (elongasi) adalah pengukuran perpanjangan kulit yang ditarik mulai dari kondisi awal sampai dengan akhir yaitu terputusnya kulit pada saat pengujian kekuatan tarik. Perpanjangan dihitung dengan membandingkan perpanjangan kulit ketika terputus pada saat pengujian kekuatan tarik dengan panjang kulit diawal pengukuran. Penghitungan perpanjangan putus dilakukan dengan menggunakan rumus sebagi berikut: L 1 = Panjang pada waktu putus (mm) L 0 = Panjang mula mula (mm) 4. Kekuatan sobek (SLTC 2006) Pengujian kekuatan sobek menggunakan alat yang sama dengan uji kekuatan tarik, yang berbeda hanya pada bentuk sampel dan penggunaan alat tambahan pada alat tensile strength tester. Alat tambahan yang digunakan yaitu pengait yang berfungsi untuk menarik sampel uji kekuatan sobek. Sampel dipasang dengan cara mengaitkan bagian tengah sampel pada alat pengait. Alat pengait akan menarik sampel dengan arah yang berlawanan sehingga sampel akan tersobek. Nilai kekuatan sobek yang terbaca pada alat dilihat ketika sampel mulai 34

48 tersobek dan jarum penunjuk nilai kekuatan sobek pada alat pengujian berhenti. Nilai kekuatan sobek dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : F = Nilai yang terbaca pada alat ( kgf) t = Ketebalan kulit (mm) Keterangan : A. Penampang alat uji kekeuatan sobek. B. Bentuk dan ukuran sampel C. Posisi sampel untuk pengujian kekuatan sobek. 5. Daya serap air (SLTC 2006) Pengujian daya serap air dilakukan dengan cara merendam sampel kulit pada alat uji daya serap air selama 2 jam pertama dan 24 jam berikutnya. Sampel kulit yang diuji memiliki bentuk lingkaran dengan diameter 6 cm. Bulb Silind 35

49 Keterangan : A. Penampang alat uji kekuatan sobek. B. Bentuk dan ukuran sampel. 6. Suhu pengerutan (SLTC 2006) Prosedur pengujian : 1. Sampel dikaitkan pada pengait D dan J 2. Sampel dimasukkan ke dalam gelas A yang telah berisi 350±50 ml air destilasi. Kecuali sampel diduga mempunyai suhu pengerutan di bawah 60 o C, sampel dimasukkan ke dalam air dengan suhu 50±5 o C. Air dipanaskan dengan menjaga kenaikan suhu sebisa mungkin sebesar 2 o C per menit. 3. Setiap interval setengah menit, suhu yang terbaca pada termometer M dan derajat yang terbaca pada pointer G dicatat. Kegiatan ini diteruskan sampai sampel mengalami pegerutan. Kegiatan ini dapat diakhiri setelah sampel tidak lagi mengalami pengerutan seiring dengan kenaikan suhunya. Dengan membaca hubungan antara suhu dan besarnya derajat pergerakan pointer atau dengan menggunakan grafik hubungan antara pembacaan pointer dengan suhu maka dapat ditentukan derajat pengerutan dari sampel tersebut. Suhu pengerutan adalah suhu dimana terjadi pengerutan sampel dengan derajat paling besar. Keterangan : A. Penampang alat uji suhu pengerutan. B. Posisi sampel untuk pengujian suhu pengerutan. 36

50 Lampiran 3. Prosedur Analisis dan Uji Sifat Kimia dan Organoleptik Kulit 1. Kadar lemak (AOAC 1984) Sampel yang telah dikeringkan dalam oven, ditimbang sebanyak 2-3 gram. Sampel kemudian dibungkus dengan kertas saring dan dibentuk silinder sesuai dengan jumlah dan ukuran sampel. Selanjutnya, sampel dimasukkan kedalam soxhlet yang telah berisi pelarut (heksan) dan dihubungkan dengan pendingin tegak, labu lemak, dan pemanas. Labu lemak yang digunakan sebelumnya harus sudah diketahui bobotnya. Setelah semua alat terpasang, pemanas dinyalalakan. Selama pemanasan, pelarut akan mengalir melewati bahan (refluks). Setelah refluks sebanyak 60 kali maka pemanasan dihentikan. Minyak yang telah bercampur dengan pelarut dalam labu lemak kemudian dipisahkan dengan menggunakan alat rotary evaporator sampai semua pelarut terpisah dari minyak. Kadar minyak pada sampel adalah jumlah minyak yang terdapat pada labu lemak. Penghitungan kadar minyak dibuat dengan persamaan sebagai berikut: 2. Kadar abu (AOAC 1984) Contoh sebanyak 3 gram ditimbang pada cawan porselin yang telah diketahui bobotnya. Cawan porselin yang berisi sampel kemudian dibakar dengan menggunakan pemanas listrik di ruang destruksi sampai tidak ada lagi asap yang keluar dari sampel. Selanjutnya, sampel pada cawan poselin dimasukkan kedalam tanur pada suhu 750 o C selama 4 jam. Sampel kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: B = Berat contoh akhir (g) A = Berat contoh awal (g) 3. ph (SLTC 2006) Contoh sebanyak 5 gram dihancurkan sampai halus, kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan 100 ml aquades. Selanjutnya Erlenmeyer yang berisi contoh dan aquades tersebut di-shaker selama 24 jam. Sampel kemudian dilakukan pengujian ph menggunakan ph meter. 4. Uji Organoleptik (Suparno et al. 2008) Uji organoleptik dilakukan dengan cara mengindentifikasi beberapa parameter mutu kulit samak minyak (samoa) diantaranya yaitu: kehalusan, warna, dan bau. Indentifikasi dilakukan oleh panelis ahli yang mengetahui standar mutu kulit samoa. Selang nilai yang diberikan adalah 1 10 dengan skala nilai 1 adalah sangat kurang dan 10 adalah sangat baik. 37

51 Lampiran 4. Hasil Pengukuran Ketebalan Kulit Sampel Ketebalan (mm) Rata-rata Ulangan 1 Ulangan 2 (mm) A1B A1B A2B A2B Keterangan : A1B1 : Konsentrasi minyak biji karet 20% dan konsentrasi glutaraldehida 3% A1B2 : Konsentrasi minyak biji karet 20% dan konsentrasi glutaraldehida 5% A2B1 : Konsentrasi minyak biji karet 30% dan konsentrasi glutaraldehida 3% A2B2 : Konsentrasi minyak biji karet 30% dan konsentrasi glutaraldehida 5% 38

52 Lampiran 5. Hasil Pengukuran dan Analisis Kadar Abu Sampel Kadar Abu (%) Rata-rata Ulangan 1 Ulangan 2 (%) A1B A1B A2B A2B Hasil analisis ragam kadar abu Sumber Db KT F Hitung Pr > F keragaman A B A*B Galat

53 Lampiran 6. Hasil Pengukuran dan Analisis ph Sampel ph Rata-rata Ulangan 1 Ulangan 2 A1B A1B A2B A2B Hasil analisis ragam ph Sumber Db KT F Hitung Pr > F keragaman A B A*B Galat

54 Lampiran 7. Hasil Pengukuran dan Analisis Kadar Minyak Sampel Kadar Minyak (%) Rata-rata Ulangan 1 Ulangan 2 (%) A1B A1B A2B A2B Hasil analisis ragam kadar minyak Sumber Db KT F Hitung Pr > F keragaman A * B A*B Galat Ket : * = berpengaruh nyata Uji lanjut Duncan faktor konsentrasi minyak biji karet Minyak biji karet Kadar Minyak (%) Berganda Duncan α=0.05 (%) A B 41

55 Lampiran 8. Hasil Pengukuran dan Analisis Suhu Kerut Sampel Suhu Kerut ( o C) Rata-rata Ulangan 1 Ulangan 2 ( o C) A1B A1B A2B A2B Hasil analisis ragam suhu kerut Sumber Db KT F Hitung Pr > F keragaman A B A*B Galat

56 Lampiran 9. Hasil Pengukuran dan Analisis Kuat Sobek Sejajar Sampel Kuat Sobek Sejajar (N/mm) Rata-rata Ulangan 1 Ulangan 2 (N/mm) A1B A1B A2B A2B Hasil analisis ragam kuat sobek sejajar Sumber Db KT F Hitung Pr > F keragaman A B A*B Galat

57 Lampiran 10. Hasil Pengukuran dan Analisis Kuat Sobek Tegak Lurus Sampel Kuat Sobek Tegak Lurus (N/mm) Rata-rata Ulangan 1 Ulangan 2 (N/mm) A1B A1B A2B A2B Hasil analisis ragam kuat sobek tegak lurus Sumber Db KT F Hitung Pr > F keragaman A B * A*B Galat Ket : * = berpengaruh nyata Uji lanjut Duncan faktor konsentrasi glutaraldehida Minyak biji karet Kuat Sobek Tegak Lurus Berganda Duncan α=0.05 (%) (%) A B 44

58 Lampiran 11. Hasil Pengukuran dan Analisis Kuat Sobek Rata-rata Sampel Kuat Sobek Rata-rata (N/mm) Rata-rata Ulangan 1 Ulangan 2 (N/mm) A1B A1B A2B A2B Hasil analisis ragam kuat sobek rata-rata Sumber Db KT F Hitung Pr > F keragaman A B * A*B Galat Ket : * = berpengaruh nyata Uji lanjut Duncan faktor konsentrasi glutaraldehida Glutaraldehida (%) Kuat Sobek Rata-rata Berganda Duncan α=0.05 (N/mm) A B 45

59 Lampiran 12. Hasil Pengukuran dan Analisis Kuat Tarik Sejajar Sampel Kuat Tarik Sejajar (N/mm 2 ) Rata-rata Ulangan 1 Ulangan 2 (N/mm 2 ) A1B A1B A2B A2B Hasil analisis ragam kuat tarik sejajar Sumber Db KT F Hitung Pr > F keragaman A * B <.0001* A*B * Galat Ket : * = berpengaruh nyata Uji lanjut Duncan faktor konsentrasi minyak biji karet Minyak Biji Karet Kuat Tarik Sejajar (N/mm 2 ) Berganda Duncan α=0.05 (%) A B Uji lanjut Duncan faktor konsentrasi glutaraldehida Glutaraldehida (%) Kuat Tarik Sejajar (N/mm 2 ) Berganda Duncan α= A B Uji lanjut Duncan interaksi faktor konsentrasi minyak biji karet dan glutaraldehida Interaksi Faktor Kuat Tarik Sejajar (N/mm 2 ) Berganda Duncan α=0.05 A2B A A1B B A2B C A1B D 46

60 Lampiran 13. Hasil Pengukuran dan Analisis Kuat Tarik Tegak Lurus Sampel Kuat Tarik Tegak Lurus (N/mm 2 ) Rata-rata Ulangan 1 Ulangan 2 (N/mm 2 ) A1B A1B A2B A2B Hasil analisis ragam kuat tarik tegak lurus Sumber Db KT F Hitung Pr > F keragaman A * B * A*B * Galat Ket : * = berpengaruh nyata Uji lanjut Duncan faktor konsentrasi minyak biji karet Minyak Biji Karet Kuat Tarik Tegak Lurus Berganda Duncan α=0.05 (%) (N/mm 2 ) A B Uji lanjut Duncan faktor konsentrasi glutaraldehida Glutaraldehida (%) Kuat Tarik Tegak Lurus Berganda Duncan α=0.05 (N/mm 2 ) A B Uji lanjut Duncan interaksi faktor konsentrasi minyak biji karet dan glutaraldehida Interaksi Faktor Kuat Tarik Tegak Lurus Berganda Duncan α=0.05 (N/mm 2 ) A1B A A2B B A2B C A1B D 47

61 Lampiran 14. Hasil Pengukuran dan Analisis Kuat Tarik Rata-rata Sampel Kuat Tarik Rata-rata (N/mm 2 ) Rata-rata Ulangan 1 Ulangan 2 (N/mm 2 ) A1B A1B A2B A2B Hasil analisis ragam kuat tarik rata-rata Sumber Db KT F Hitung Pr > F keragaman A * B <.0001* A*B * Galat Ket : * = berpengaruh nyata Uji lanjut Duncan faktor konsentrasi minyak biji karet Minyak Biji Karet Kuat Tarik Rata-rata Berganda Duncan α=0.05 (%) (N/mm 2 ) A B Uji lanjut Duncan faktor konsentrasi glutaraldehida Glutaraldehida (%) Kuat Tarik Rata-rata Berganda Duncan α=0.05 (N/mm 2 ) A B Uji lanjut Duncan interaksi faktor konsentrasi minyak biji karet dan glutaraldehida Interaksi Faktor Kuat Tarik Rata-rata (N/mm 2 ) Berganda Duncan α=0.05 A2B A A1B B A2B C A1B D 48

62 Lampiran 15. Hasil Pengukuran dan Analisis Perpanjangan Putus Sejajar Sampel Perpanjangan Putus Sejajar (%) Rata-rata Ulangan 1 Ulangan 2 (%) A1B A1B A2B A2B Hasil analisis ragam perpanjangan putus sejajar Sumber Db KT F Hitung Pr > F keragaman A B A*B Galat

63 Lampiran 16. Hasil Pengukuran dan Analisis Perpanjangan Putus Tegak Lurus Sampel Perpanjangan Putus Tegak Lurus (%) Rata-rata Ulangan 1 Ulangan 2 (%) A1B A1B A2B A2B Hasil analisis ragam perpanjangan putus tegak lurus Sumber Db KT F Hitung Pr > F keragaman A B A*B Galat

64 Lampiran 17. Hasil Pengukuran dan Analisis Perpanjangan Putus Rata-rata Sampel Perpanjangan Putus Rata-rata (%) Rata-rata Ulangan 1 Ulangan 2 (%) A1B A1B A2B A2B Hasil analisis ragam perpanjangan putus Sumber Db KT F Hitung Pr > F keragaman A B A*B Galat

65 Lampiran 18. Hasil Pengukuran dan Analisis Daya Serap Air 2 Jam Sampel Daya Serap Air 2 Jam (%) Rata-rata Ulangan 1 Ulangan 2 (%) A1B A1B A2B A2B Hasil analisis ragam daya serap air 2 jam Sumber Db KT F Hitung Pr > F keragaman A B A*B Galat

66 Lampiran 19. Hasil Pengukuran dan Analisis Daya Serap Air 24 Jam Sampel Daya Serap Air 24 Jam (%) Rata-rata Ulangan 1 Ulangan 2 (%) A1B A1B A2B A2B Hasil analisis ragam daya serap air 24 jam Sumber Db KT F Hitung Pr > F keragaman A B A*B Galat

67 Lampiran 20. Hasil Pengukuran Sifat Organoleptik Sampel Kehalusan Warna Bau 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata 1 2 Rata-rata A1B A1B A2B A2B

68 Lampiran 21. Foto-foto Peralatan yang Digunakan Mesin sammying Mesin shaving Kuda- kuda Drum Putar (molen) Toggle dryer & oksidasi Hasil Kulit Samoa UTM Instron Mesin buffing 55

69 Thickness gauge Timbangan Alat stacking Shaker 56

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas bahan baku utama dan bahan pembantu. Bahan baku utama yang digunakan adalah kulit kambing pikel dan

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM PERKARBONAT DAN JUMLAH AIR PADA PENYAMAKAN KULIT SAMOA TERHADAP MUTU KULIT SAMOA

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM PERKARBONAT DAN JUMLAH AIR PADA PENYAMAKAN KULIT SAMOA TERHADAP MUTU KULIT SAMOA Jurnal Teknologi Industri Pertanian (1):1-9 (1) Ono Suparno dan Eko Wahyudi PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM PERKARBONAT DAN JUMLAH AIR PADA PENYAMAKAN KULIT SAMOA TERHADAP MUTU KULIT SAMOA THE EFFECTS OF

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Relugan GT 50, minyak biji karet dan kulit domba pikel. Relugan GT adalah nama produk BASF yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan baku utama dan bahan baku pembantu. Bahan baku utama yang digunakan adalah kulit kambing pikel

Lebih terperinci

PENENTUAN WAKTU OKSIDASI UNTUK PROSES PENYAMAKAN KULIT SAMOA DENGAN MINYAK BIJI KARET DAN OKSIDATOR NATRIUM HIPOKLORIT*

PENENTUAN WAKTU OKSIDASI UNTUK PROSES PENYAMAKAN KULIT SAMOA DENGAN MINYAK BIJI KARET DAN OKSIDATOR NATRIUM HIPOKLORIT* PENENTUAN WAKTU OKSIDASI UNTUK PROSES PENYAMAKAN KULIT SAMOA DENGAN MINYAK BIJI KARET DAN OKSIDATOR NATRIUM HIPOKLORIT* Ono Suparno*, Irfina Febianti Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KULIT Kulit adalah bagian terluar dari struktur manusia, hewan atau tumbuhan. Pada hewan atau manusia, kulit adalah lapisan luar tubuh yang merupakan suatu kerangka luar, tempat

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU OKSIDASI TERHADAP MUTU KULIT SAMOA PADA PROSES PENYAMAKAN MINYAK YANG DIPERCEPAT DENGAN HIDROGEN PEROKSIDA SKRIPSI

PENGARUH WAKTU OKSIDASI TERHADAP MUTU KULIT SAMOA PADA PROSES PENYAMAKAN MINYAK YANG DIPERCEPAT DENGAN HIDROGEN PEROKSIDA SKRIPSI PENGARUH WAKTU OKSIDASI TERHADAP MUTU KULIT SAMOA PADA PROSES PENYAMAKAN MINYAK YANG DIPERCEPAT DENGAN HIDROGEN PEROKSIDA SKRIPSI SHIVA AMWALIYA F34070084 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kulit Kulit adalah bagian terluar dari struktur manusia, hewan atau tumbuhan. Pada hewan atau manusia kulit adalah lapisan luar tubuh yang merupakan suatu kerangka luar, tempat

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM PERKARBONAT DAN JUMLAH AIR TERHADAP MUTU KULIT SAMOA PADA PENYAMAKAN KULIT DENGAN MINYAK BIJI KARET.

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM PERKARBONAT DAN JUMLAH AIR TERHADAP MUTU KULIT SAMOA PADA PENYAMAKAN KULIT DENGAN MINYAK BIJI KARET. PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM PERKARBONAT DAN JUMLAH AIR TERHADAP MUTU KULIT SAMOA PADA PENYAMAKAN KULIT DENGAN MINYAK BIJI KARET Oleh: EKO WAHYUDI F 34104024 2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

Gambar 1. Struktur kulit secara makroskopis (Suardana et al., 2008)

Gambar 1. Struktur kulit secara makroskopis (Suardana et al., 2008) II. TINJAUAN PUSTAKA A. KULIT Kulit adalah bagian terluar dari struktur manusia, hewan atau tumbuhan. Pada hewan atau manusia kulit adalah lapisan luar tubuh yang merupakan suatu kerangka luar, tempat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KULIT

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KULIT II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KULIT Kulit hewan merupakan bahan mentah kulit samak. Cara pembuatan kulit samak diantaranya adalah dengan mengeluarkan tenunan yang tidak dapat disamak, kemudian menyamak tenunan

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH BAHAN PRETANNING DAN MINYAK BIJI KARET (Hevea brasiliensis) TERHADAP MUTU KULIT SAMOA. Oleh: ZAINI FAHROJI F

PENGARUH JUMLAH BAHAN PRETANNING DAN MINYAK BIJI KARET (Hevea brasiliensis) TERHADAP MUTU KULIT SAMOA. Oleh: ZAINI FAHROJI F PENGARUH JUMLAH BAHAN PRETANNING DAN MINYAK BIJI KARET (Hevea brasiliensis) TERHADAP MUTU KULIT SAMOA Oleh: ZAINI FAHROJI F34104097 2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Judul

Lebih terperinci

BAHAN PENYAMAK BARU DAN PERCEPATAN PROSES UNTUK PRODUKSI KULIT SAMOA (CHAMOIS LEATHER)*

BAHAN PENYAMAK BARU DAN PERCEPATAN PROSES UNTUK PRODUKSI KULIT SAMOA (CHAMOIS LEATHER)* BAHAN PENYAMAK BARU DAN PERCEPATAN PROSES UNTUK PRODUKSI KULIT SAMOA (CHAMOIS LEATHER)* Ono Suparno Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Kampus

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METDE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sebagian besar sumber bahan bakar yang digunakan saat ini adalah bahan bakar fosil. Persediaan sumber bahan bakar fosil semakin menurun dari waktu ke waktu. Hal ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan pada produk sabun transparan yang dihasilkan berasal dari

Lebih terperinci

PENENTUAN KONSENTRASI KROM DAN GAMBIR PADA PENYAMAKAN KULIT IKAN TUNA (Thunnus albacore) JONATHAN PURBA

PENENTUAN KONSENTRASI KROM DAN GAMBIR PADA PENYAMAKAN KULIT IKAN TUNA (Thunnus albacore) JONATHAN PURBA PENENTUAN KONSENTRASI KROM DAN GAMBIR PADA PENYAMAKAN KULIT IKAN TUNA (Thunnus albacore) JONATHAN PURBA DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN LEMAK AYAM RAS PEDAGING DAN MINYAK KELAPA SEBAGAI BAHAN PERMINYAKAN KULIT SAMAK KAMBING

KAJIAN PEMANFAATAN LEMAK AYAM RAS PEDAGING DAN MINYAK KELAPA SEBAGAI BAHAN PERMINYAKAN KULIT SAMAK KAMBING KAJIAN PEMANFAATAN LEMAK AYAM RAS PEDAGING DAN MINYAK KELAPA SEBAGAI BAHAN PERMINYAKAN KULIT SAMAK KAMBING (Study of broiler fat and coconut oil as material fatliquoring the quality of goat tanning leather)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah cairan kental yang diambil atau diekstrak dari tumbuhtumbuhan. Komponen utama penyusun minyak nabati adalah trigliserida asam lemak, yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pada penelitian yang telah dilakukan, katalis yang digunakan dalam proses metanolisis minyak jarak pagar adalah abu tandan kosong sawit yang telah dipijarkan pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI MINYAK Sabun merupakan hasil reaksi penyabunan antara asam lemak dan NaOH. Asam lemak yang digunakan untuk membuat sabun transparan berasal dari tiga jenis minyak,

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI MINYAK NABATI TERHADAP MUTU MENTEGA KACANG (PEANUT BUTTER)

PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI MINYAK NABATI TERHADAP MUTU MENTEGA KACANG (PEANUT BUTTER) PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI MINYAK NABATI TERHADAP MUTU MENTEGA KACANG (PEANUT BUTTER) HASRINA SIJABAT 060305007/TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PROSES PRODUKSI INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT

PROSES PRODUKSI INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT BAB III PROSES PRODUKSI INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT 3.1. Industri Penyamakan Kulit Industri penyamakan kulit adalah industri yang mengolah berbagai macam kulit mentah, kulit setengah jadi (kulit pikel, kulit

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Minyak Jarak Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakteristik minyak jarak yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan faktis gelap. Karakterisasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR Gliserol hasil samping produksi biodiesel jarak pagar dengan katalis KOH merupakan satu fase yang mengandung banyak pengotor.

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR GALUH CHYNINTYA R.P. NIM

LAPORAN TUGAS AKHIR GALUH CHYNINTYA R.P. NIM LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH TEMPERATUR, KECEPATAN PUTAR ULIR DAN WAKTU PEMANASAN AWAL TERHADAP PEROLEHAN MINYAK KEMIRI DARI BIJI KEMIRI DENGAN METODE PENEKANAN MEKANIS (SCREW PRESS) (Effects of Temperature,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KOMPOSISI SAMPEL PENGUJIAN Pada penelitian ini, komposisi sampel pengujian dibagi dalam 5 grup. Pada Tabel 4.1 di bawah ini tertera kode sampel pengujian untuk tiap grup

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KIMIA DAN FUNGSIONAL TEPUNG BIJI DURIAN TERMODIFIKASI (Durio zibethinus Murr)

KARAKTERISTIK KIMIA DAN FUNGSIONAL TEPUNG BIJI DURIAN TERMODIFIKASI (Durio zibethinus Murr) KARAKTERISTIK KIMIA DAN FUNGSIONAL TEPUNG BIJI DURIAN TERMODIFIKASI (Durio zibethinus Murr) SKRIPSI Oleh: M. AZMI AL ZUHRI 080305001/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PEMBUATAN MIE INSTAN DARI TEPUNG KOMPOSIT BIJI-BIJIAN

PEMBUATAN MIE INSTAN DARI TEPUNG KOMPOSIT BIJI-BIJIAN PEMBUATAN MIE INSTAN DARI TEPUNG KOMPOSIT BIJI-BIJIAN SKRIPSI Oleh : ISTIANDA SARI 060305017 DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2010 PEMBUATAN MIE INSTAN DARI

Lebih terperinci

PENGARUH METODE PERLAKUAN AWAL (PRE-TREATMENT) DAN SUHU PENGERINGAN TERHADAP MUTU FISIK, KIMIA, DAN FUNGSIONAL TEPUNG UBI JALAR UNGU

PENGARUH METODE PERLAKUAN AWAL (PRE-TREATMENT) DAN SUHU PENGERINGAN TERHADAP MUTU FISIK, KIMIA, DAN FUNGSIONAL TEPUNG UBI JALAR UNGU PENGARUH METODE PERLAKUAN AWAL (PRE-TREATMENT) DAN SUHU PENGERINGAN TERHADAP MUTU FISIK, KIMIA, DAN FUNGSIONAL TEPUNG UBI JALAR UNGU SKRIPSI Oleh: SYAHDIAN LESTARI 110305018 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

Lebih terperinci

PENYAMAKAN KULIT IKAN TUNA (Thunnus sp.) DENGAN MENGGUNAKAN PENYAMAKAN KOMBINASI ALDEHIDA DAN NABATI DOLLY ROBBY SAHPUTRA HASIBUAN

PENYAMAKAN KULIT IKAN TUNA (Thunnus sp.) DENGAN MENGGUNAKAN PENYAMAKAN KOMBINASI ALDEHIDA DAN NABATI DOLLY ROBBY SAHPUTRA HASIBUAN PENYAMAKAN KULIT IKAN TUNA (Thunnus sp.) DENGAN MENGGUNAKAN PENYAMAKAN KOMBINASI ALDEHIDA DAN NABATI DOLLY ROBBY SAHPUTRA HASIBUAN DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dimulai pada bulan Mei hingga Desember 2010. Penelitian dilakukan di laboratorium di Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (Surfactant

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sabun mandi padat sangat akrab dalam kehidupan sehari-hari. Sebagian besar masyarakat menggunakan sabun mandi padat untuk membersihkan badan. Hal ini karena sabun mandi

Lebih terperinci

SIFAT FISIS-MEKANIS PAPAN PARTIKEL DARI KOMBINASI LIMBAH SHAVING KULIT SAMAK DAN SERAT KELAPA SAWIT DENGAN PERLAKUAN TEKANAN BERBEDA

SIFAT FISIS-MEKANIS PAPAN PARTIKEL DARI KOMBINASI LIMBAH SHAVING KULIT SAMAK DAN SERAT KELAPA SAWIT DENGAN PERLAKUAN TEKANAN BERBEDA SIFAT FISIS-MEKANIS PAPAN PARTIKEL DARI KOMBINASI LIMBAH SHAVING KULIT SAMAK DAN SERAT KELAPA SAWIT DENGAN PERLAKUAN TEKANAN BERBEDA SKRIPSI MARIA YUNITA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SIFAT FISIKO-KIMIA BIJI DAN MINYAK JARAK PAGAR Biji jarak pagar (Jatropha curcas L.) yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari PT. Rajawali Nusantara Indonesia di daerah

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRASI TAHU DAN BAKING SODA TERHADAP PEMBUATAN KERUPUK TAHU

PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRASI TAHU DAN BAKING SODA TERHADAP PEMBUATAN KERUPUK TAHU PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRASI TAHU DAN BAKING SODA TERHADAP PEMBUATAN KERUPUK TAHU SKRIPSI OLEH JOSUA M. SILITONGA 070305016 DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

PROSES PEMINYAKAN (FATLIQUORING) PADA PROSES PENYAMAKAN KULIT IKAN TUNA (Thunnus sp) UNTUK BAHAN BAGIAN ATAS SEPATU ANDRIAN SAPUTRA

PROSES PEMINYAKAN (FATLIQUORING) PADA PROSES PENYAMAKAN KULIT IKAN TUNA (Thunnus sp) UNTUK BAHAN BAGIAN ATAS SEPATU ANDRIAN SAPUTRA PROSES PEMINYAKAN (FATLIQUORING) PADA PROSES PENYAMAKAN KULIT IKAN TUNA (Thunnus sp) UNTUK BAHAN BAGIAN ATAS SEPATU ANDRIAN SAPUTRA DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

Lebih terperinci

MEMPELAJARI PENGARUH KONSENTRASI RAGI DALAM FORMULASI INOKULUM FERMENTASI DAN LAMA PENYANGRAIAN TERHADAP MUTU KOPI BUBUK

MEMPELAJARI PENGARUH KONSENTRASI RAGI DALAM FORMULASI INOKULUM FERMENTASI DAN LAMA PENYANGRAIAN TERHADAP MUTU KOPI BUBUK MEMPELAJARI PENGARUH KONSENTRASI RAGI DALAM FORMULASI INOKULUM FERMENTASI DAN LAMA PENYANGRAIAN TERHADAP MUTU KOPI BUBUK SIKTIEN SEPTIA 060305008 DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENGARUH PERBANDINGAN GULA PUTIH DENGAN GULA MERAH DAN PENAMBAHAN SANTAN TERHADAP MUTU ABON JAMUR TIRAM

PENGARUH PERBANDINGAN GULA PUTIH DENGAN GULA MERAH DAN PENAMBAHAN SANTAN TERHADAP MUTU ABON JAMUR TIRAM PENGARUH PERBANDINGAN GULA PUTIH DENGAN GULA MERAH DAN PENAMBAHAN SANTAN TERHADAP MUTU ABON JAMUR TIRAM SKRIPSI OLEH : WINDA WIDYASTUTI 120305028 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI

PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PENGARUH

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI ANTIOKSIDAN TERHADAP KETAHANAN OKSIDASI BIODIESEL DARI JARAK PAGAR (Jatropha Curcas, L.) Oleh ARUM ANGGRAINI F

PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI ANTIOKSIDAN TERHADAP KETAHANAN OKSIDASI BIODIESEL DARI JARAK PAGAR (Jatropha Curcas, L.) Oleh ARUM ANGGRAINI F PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI ANTIOKSIDAN TERHADAP KETAHANAN OKSIDASI BIODIESEL DARI JARAK PAGAR (Jatropha Curcas, L.) Oleh ARUM ANGGRAINI F34103057 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

UJI SUHU PENGGORENGAN KERIPIK UBI JALAR PADA ALAT PENGGORENG VAKUM (VACUUM FRYING) TIPE VACUUM PUMP SKRIPSI OLEH DEWI SARTIKA T

UJI SUHU PENGGORENGAN KERIPIK UBI JALAR PADA ALAT PENGGORENG VAKUM (VACUUM FRYING) TIPE VACUUM PUMP SKRIPSI OLEH DEWI SARTIKA T UJI SUHU PENGGORENGAN KERIPIK UBI JALAR PADA ALAT PENGGORENG VAKUM (VACUUM FRYING) TIPE VACUUM PUMP SKRIPSI OLEH DEWI SARTIKA T PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia PENGARUH PEMANASAN TERHADAP PROFIL ASAM LEMAK TAK JENUH MINYAK BEKATUL Oleh: Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia Email:

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan september 2011 hingga desember 2011, yang bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Departemen

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI CARBOXY METHYL CELLULOSE DAN KONSENTRASI GULA TERHADAP MUTU SELAI JAGUNG

PENGARUH KONSENTRASI CARBOXY METHYL CELLULOSE DAN KONSENTRASI GULA TERHADAP MUTU SELAI JAGUNG PENGARUH KONSENTRASI CARBOXY METHYL CELLULOSE DAN KONSENTRASI GULA TERHADAP MUTU SELAI JAGUNG SKRIPSI OLEH : DANIEL 100305029 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENGERINGAN KENTANG DAN PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG KENTANG TERHADAP MUTU COOKIES KENTANG

PENGARUH LAMA PENGERINGAN KENTANG DAN PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG KENTANG TERHADAP MUTU COOKIES KENTANG PENGARUH LAMA PENGERINGAN KENTANG DAN PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG KENTANG TERHADAP MUTU COOKIES KENTANG APRILIA S.K.Y. SIMAMORA 080305018 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH BAHAN AKTIVATOR PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TEMPURUNG KELAPA

PENGARUH BAHAN AKTIVATOR PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TEMPURUNG KELAPA Jurnal Riset Industri Hasil Hutan Vol.2, No.1, Juni 2010 : 21 26 PENGARUH BAHAN AKTIVATOR PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TEMPURUNG KELAPA EFFECT OF ACTIVATOR IN THE MAKING OF ACTIVATED CARBON FROM COCONUT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah sejenis minyak yang terbuat dari tumbuhan. Digunakan dalam makanan dan memasak. Beberapa jenis minyak nabati yang biasa digunakan ialah minyak

Lebih terperinci

Rekayasa Proses Produksi Biodiesel

Rekayasa Proses Produksi Biodiesel Institut Pertanian Bogor (IPB) Rekayasa Proses Produksi Biodiesel Berbasis Jarak (Jatropha curcas) Melalui Transesterifikasi In Situ Dr.Ir. Ika Amalia Kartika, MT Dr.Ir. Sri Yuliani, MT Dr.Ir. Danu Ariono

Lebih terperinci

FISIKO- KIMIA MINYAK BIJI KARET

FISIKO- KIMIA MINYAK BIJI KARET OPTIMASI PENGEMPAAN BIJI KARET dan SIFAT FISIKO- UNTUK PENYAMAKAN KULIT KIMIA MINYAK BIJI KARET (Hevea brasiliensis) Muhammad Idham Aliem DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH TEPUNG KOMPOSIT BIJI-BIJIAN DAN KONSENTRASI PENSTABIL TERHADAP MUTU MAKANAN PENDAMPING ASI-BISKUIT SKRIPSI. Oleh :

STUDI PENGARUH TEPUNG KOMPOSIT BIJI-BIJIAN DAN KONSENTRASI PENSTABIL TERHADAP MUTU MAKANAN PENDAMPING ASI-BISKUIT SKRIPSI. Oleh : STUDI PENGARUH TEPUNG KOMPOSIT BIJI-BIJIAN DAN KONSENTRASI PENSTABIL TERHADAP MUTU MAKANAN PENDAMPING ASI-BISKUIT SKRIPSI Oleh : DIAN YODANA SITUNGKIR 060305005 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Bahan dan Alat 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian 3.3 Metode Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Bahan dan Alat 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian 3.3 Metode Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lateks pekat, lateks karbohidrat rendah (Double Centrifuge latex/lds), lateks DPNR (Deproteinized Natural Rubber),

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian dilaksanakan mulai 1 Agustus 2009 sampai dengan 18 Januari 2010 di Laboratorium SBRC (Surfactant and Bioenergy Research Center) LPPM IPB dan Laboratorium

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN GARAM DAN SUHU FERMENTASI TERHADAP MUTU KIMCHI LOBAK

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN GARAM DAN SUHU FERMENTASI TERHADAP MUTU KIMCHI LOBAK PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN GARAM DAN SUHU FERMENTASI TERHADAP MUTU KIMCHI LOBAK SKRIPSI Oleh: CHERIA LESTARI 090305017/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN 1. Ekstraksi Biji kesambi dikeringkan terlebih dahulu kemudian digiling dengan penggiling mekanis. Tujuan pengeringan untuk mengurangi kandungan air dalam biji,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2013 di Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian, Medan. Bahan Penelitian Bahan utama yang

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MUTU MINYAK KELAPA DI TINGKAT PETANI PROVINSI JAMBI

IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MUTU MINYAK KELAPA DI TINGKAT PETANI PROVINSI JAMBI IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MUTU MINYAK KELAPA DI TINGKAT PETANI PROVINSI JAMBI Nur Asni dan Linda Yanti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi ABSTRAK Pengkajian pengolahan minyak kelapa telah dilakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Minyak Kelapa Sawit Sumber minyak dari kelapa sawit ada dua, yaitu daging buah dan inti buah kelapa sawit. Minyak yang diperoleh dari daging buah disebut dengan minyak kelapa

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

PRESENTASI TUGAS AKHIR FINAL PROJECT TK Dosen Pembimbing : Ir. Sri Murwanti, M.T. NIP

PRESENTASI TUGAS AKHIR FINAL PROJECT TK Dosen Pembimbing : Ir. Sri Murwanti, M.T. NIP PRESENTASI TUGAS AKHIR FINAL PROJECT TK 090324 Dosen Pembimbing : Ir. Sri Murwanti, M.T. NIP. 19530226 198502 2 001 INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2011 I.1. Latar Belakang Bab I Pendahuluan

Lebih terperinci

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin

Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam terhadap Rendemen Gelatin 4. PEMBAHASAN Dalam penelitian ini dilakukan proses ekstraksi gelatin dari bahan dasar berupa cakar ayam broiler. Kandungan protein dalam cakar ayam broiler dapat mencapai 22,98% (Purnomo, 1992 dalam Siregar

Lebih terperinci

: INDYA EKA YULIASARI

: INDYA EKA YULIASARI TUGAS AKHIR Pengaruh Tekanan Press dan Temperatur Pemanasan Awal Terhadap Perolehan Minyak Biji Mete dengan Metode Pengepresan Hidrolik (Hydraulic Pressing) (Effect of Pressure Press and Preheating Temperature

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

PEMURNIAN MINYAK JELANTAH DENGAN MENGGUNAKAN ZEOLIT AKTIF DAN ARANG AKTIF SKRIPSI FRANSISWA GINTING /TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

PEMURNIAN MINYAK JELANTAH DENGAN MENGGUNAKAN ZEOLIT AKTIF DAN ARANG AKTIF SKRIPSI FRANSISWA GINTING /TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN PEMURNIAN MINYAK JELANTAH DENGAN MENGGUNAKAN ZEOLIT AKTIF DAN ARANG AKTIF SKRIPSI Oleh : FRANSISWA GINTING 070305035/TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit Komoditas kulit digolongkan menjadi dua golongan yaitu : (1) kulit yang berasal dari binatang besar (hide) seperti kulit sapi, kulit kerbau, kulit kuda, kulit banteng, kulit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci

UJI VARIASI SUHU PENGERINGAN BIJI KAKAO DENGAN ALAT PENGERING TIPE KABINET TERHADAP MUTU BUBUK KAKAO SKRIPSI

UJI VARIASI SUHU PENGERINGAN BIJI KAKAO DENGAN ALAT PENGERING TIPE KABINET TERHADAP MUTU BUBUK KAKAO SKRIPSI UJI VARIASI SUHU PENGERINGAN BIJI KAKAO DENGAN ALAT PENGERING TIPE KABINET TERHADAP MUTU BUBUK KAKAO SKRIPSI OLEH : NOURMAN WILSON SIDABARIBA PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan Test Specification SNI

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan Test Specification SNI BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan bahan baku, pembuatan dan pengujian sifat fisis papan partikel dilaksanakan di Laboratorium Bio-Komposit sedangkan untuk pengujian sifat mekanis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN Bahan baku pada penelitian ini adalah buah kelapa segar yang masih utuh, buah kelapa terdiri dari serabut, tempurung, daging buah kelapa dan air kelapa. Sabut

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN GAMBIR SEBAGAI BAHAN PENYAMAK NABATI TERHADAP MUTU KIMIAWI KULIT KAMBING SKRIPSI. Oleh : JASRI HELSON

PENGARUH PEMBERIAN GAMBIR SEBAGAI BAHAN PENYAMAK NABATI TERHADAP MUTU KIMIAWI KULIT KAMBING SKRIPSI. Oleh : JASRI HELSON PENGARUH PEMBERIAN GAMBIR SEBAGAI BAHAN PENYAMAK NABATI TERHADAP MUTU KIMIAWI KULIT KAMBING SKRIPSI Oleh : JASRI HELSON 07 163 003 FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS ANDALAS 2011 KATA PENGANTAR Puji dan syukur

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM BIKARBONAT DAN KONSENTRASI MANITOL TERHADAP MUTU TABLET EFFERVESCENT ROSELA

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM BIKARBONAT DAN KONSENTRASI MANITOL TERHADAP MUTU TABLET EFFERVESCENT ROSELA PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM BIKARBONAT DAN KONSENTRASI MANITOL TERHADAP MUTU TABLET EFFERVESCENT ROSELA RAHMAT DANI PANJAITAN 070305013 DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016 PENGARUH PERBANDINGAN ZAT PENSTABIL DAN KONSENTRASI KUNING TELUR TERHADAP MUTU REDUCED FAT MAYONNAISE SKRIPSI OLEH : CHRISTIAN ADITYA HUTAPEA 110305051/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN PROGRAM STUDI ILMU DAN

Lebih terperinci

sidang tugas akhir kondisi penggorengan terbaik pada proses deep frying Oleh : 1. Septin Ayu Hapsari Arina Nurlaili R

sidang tugas akhir kondisi penggorengan terbaik pada proses deep frying Oleh : 1. Septin Ayu Hapsari Arina Nurlaili R sidang tugas akhir kondisi penggorengan terbaik pada proses deep frying Oleh : 1. Septin Ayu Hapsari 2310 030 003 2. Arina Nurlaili R 2310 030 081 24 juni 2013 Latar Belakang Penggunaan minyak goreng secara

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 7 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biokomposit dan pengujian sifat fisis dan mekanis dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa dan Desain

Lebih terperinci

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN

III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN III. METODOLOGI F. ALAT DAN BAHAN 1. Alat Alat-alat yang dipergunakan dalam penelitian ini merupakan rangkaian peralatan proses pembuatan faktis yang terdiri dari kompor listrik,panci, termometer, gelas

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PENGERINGAN DAN SUHU PEMBEKUAN TERHADAP MUTU KEMIRI YANG DIPECAH SECARA MEKANIS

PENGARUH SUHU PENGERINGAN DAN SUHU PEMBEKUAN TERHADAP MUTU KEMIRI YANG DIPECAH SECARA MEKANIS PENGARUH SUHU PENGERINGAN DAN SUHU PEMBEKUAN TERHADAP MUTU KEMIRI YANG DIPECAH SECARA MEKANIS SKRIPSI Oleh: FATIMAH SINAGA 060308039 DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI DEKSTRIN DAN PERBANDINGAN SARI MENGKUDU DAN SIRSAK TERHADAP MUTU TABLET EFFERVESCENT

PENGARUH KONSENTRASI DEKSTRIN DAN PERBANDINGAN SARI MENGKUDU DAN SIRSAK TERHADAP MUTU TABLET EFFERVESCENT PENGARUH KONSENTRASI DEKSTRIN DAN PERBANDINGAN SARI MENGKUDU DAN SIRSAK TERHADAP MUTU TABLET EFFERVESCENT SKRIPSI Oleh : DIAN ARYANI 070305023 DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN 2012 1 PENGARUH

Lebih terperinci

PEMBUATAN SPONGE CAKE BEBAS GLUTEN DARI TEPUNG KOMPOSIT BERAS KETAN, UBI KAYU, PATI KENTANG, DAN KEDELAI DENGAN PENAMBAHAN HIDROKOLOID

PEMBUATAN SPONGE CAKE BEBAS GLUTEN DARI TEPUNG KOMPOSIT BERAS KETAN, UBI KAYU, PATI KENTANG, DAN KEDELAI DENGAN PENAMBAHAN HIDROKOLOID PEMBUATAN SPONGE CAKE BEBAS GLUTEN DARI TEPUNG KOMPOSIT BERAS KETAN, UBI KAYU, PATI KENTANG, DAN KEDELAI DENGAN PENAMBAHAN HIDROKOLOID SKRIPSI Oleh: RIRIS MARITO SIMATUPANG 100305017/ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

UJI PENGARUH SUHU PEMANASAN BIJI KEMIRI DENGAN MENGGUNAKAN OIL PRESS TIPE ULIR TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU MINYAK YANG DIHASILKAN

UJI PENGARUH SUHU PEMANASAN BIJI KEMIRI DENGAN MENGGUNAKAN OIL PRESS TIPE ULIR TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU MINYAK YANG DIHASILKAN UJI PENGARUH SUHU PEMANASAN BIJI KEMIRI DENGAN MENGGUNAKAN OIL PRESS TIPE ULIR TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU MINYAK YANG DIHASILKAN SKRIPSI DINA LUMBANTORUAN 090308015 PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI ZAT PENSTABIL TERHADAP MUTU SELAI ROSELLA

PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI ZAT PENSTABIL TERHADAP MUTU SELAI ROSELLA PENGARUH JENIS DAN KONSENTRASI ZAT PENSTABIL TERHADAP MUTU SELAI ROSELLA SKRIPSI OLEH : DAHNIAR HASIBUAN 050305015/THP DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET Dwi Ardiana Setyawardhani*), Sperisa Distantina, Hayyu Henfiana, Anita Saktika Dewi Jurusan Teknik Kimia Universitas Sebelas Maret Surakarta

Lebih terperinci

STUDI PENGARUH JUMLAH FORMULASI RAGI INOKULUM DAN WAKTU FERMENTASI TERHADAP MUTU BIJI KOPI

STUDI PENGARUH JUMLAH FORMULASI RAGI INOKULUM DAN WAKTU FERMENTASI TERHADAP MUTU BIJI KOPI STUDI PENGARUH JUMLAH FORMULASI RAGI INOKULUM DAN WAKTU FERMENTASI TERHADAP MUTU BIJI KOPI SKRIPSI FAHLEVI AKBAR 060305003 DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2010

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN ASAM SULFAT (H 2 SO 4 ) DAN ASAM FORMIAT (HCOOH) PADA PROSES PIKEL TERHADAP KUALITAS KULIT CRUST DOMBA PRIANGAN

PENGARUH PENGGUNAAN ASAM SULFAT (H 2 SO 4 ) DAN ASAM FORMIAT (HCOOH) PADA PROSES PIKEL TERHADAP KUALITAS KULIT CRUST DOMBA PRIANGAN PENGARUH PENGGUNAAN ASAM SULFAT (H 2 SO 4 ) DAN ASAM FORMIAT (HCOOH) PADA PROSES PIKEL TERHADAP KUALITAS KULIT CRUST DOMBA PRIANGAN Jajang Gumilar, Wendri S. Putranto, Eka Wulandari Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

PENYAMAKAN KULIT BULU DOMBA DENGAN METODE KHROM DALAM UPAYA PEMANFAATAN HASIL SAMPING PEMOTONGAN TERNAK

PENYAMAKAN KULIT BULU DOMBA DENGAN METODE KHROM DALAM UPAYA PEMANFAATAN HASIL SAMPING PEMOTONGAN TERNAK PENYAMAKAN KULIT BULU DOMBA DENGAN METODE KHROM DALAM UPAYA PEMANFAATAN HASIL SAMPING PEMOTONGAN TERNAK ZULQOYAH LAYLA DAN SITI AMINAH Balai Penelitian Ternak, PO Box 221 Bogor RINGKASAN Kulit mentah diantaranya

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 21 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Ubi kayu merupakan salah satu hasil pertanian dengan kandungan karbohidrat yang cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai bahan baku pembuatan etanol. Penggunaan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN AIR PADA INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT Sumber Air Yang Digunakan Pada Industri Penyamakan Kulit

PENGGUNAAN AIR PADA INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT Sumber Air Yang Digunakan Pada Industri Penyamakan Kulit BAB IV PENGGUNAAN AIR PADA INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT 4.1. Sumber Air Yang Digunakan Pada Industri Penyamakan Kulit Air yang digunakan pada industri penyamakan kulit biasanya didapat dari sumber : air sungai,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN PERBANDINGAN MASSA ALUMINIUM SILIKAT DAN MAGNESIUM SILIKAT Tahapan ini merupakan tahap pendahuluan dari penelitian ini, diawali dengan menentukan perbandingan massa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

Jajang Gumilar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

Jajang Gumilar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran JURNAL ILMU TERNAK, DESEMBER 2005, VOLUME 5 NOMOR 2, (70 74) Pengaruh Penggunaan Berbagai Tingkat Asam Sulfat (H 2 SO 4 ) pada Proses Pikel terhadap Kualitas Kulit (The Effects of Sulfuric Acid (H 2 SO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Lateks karet alam didapat dari pohon Hevea Brasiliensis yang berasal dari famili Euphorbia ceae ditemukan dikawasan tropikal Amazon, Amerika Selatan. Lateks karet

Lebih terperinci

PENGARUH PERBANDINGAN BUBUR BUAH BELIMBING DENGAN BUBUR LABU KUNING DAN KONSENTRASI NATRIUM BENZOAT TERHADAP MUTU SAUS BELIMBING SKRIPSI

PENGARUH PERBANDINGAN BUBUR BUAH BELIMBING DENGAN BUBUR LABU KUNING DAN KONSENTRASI NATRIUM BENZOAT TERHADAP MUTU SAUS BELIMBING SKRIPSI PENGARUH PERBANDINGAN BUBUR BUAH BELIMBING DENGAN BUBUR LABU KUNING DAN KONSENTRASI NATRIUM BENZOAT TERHADAP MUTU SAUS BELIMBING SKRIPSI KHASYA RAHMI SITOMPUL 100305013 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN PROGRAM

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI BUBUK BAWANG PUTIH DAN GARAM DAPUR (NaCl) TERHADAP MUTU TAHU SELAMA PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR

PENGARUH KONSENTRASI BUBUK BAWANG PUTIH DAN GARAM DAPUR (NaCl) TERHADAP MUTU TAHU SELAMA PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR PENGARUH KONSENTRASI BUBUK BAWANG PUTIH DAN GARAM DAPUR (NaCl) TERHADAP MUTU TAHU SELAMA PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR SKRIPSI Oleh: PRITA LESTARI NINGRUM 080305021/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. TEMPAT DAN WAKTU Proses penggorengan keripik durian dengan mesin penggorengan vakum dilakukan di UKM Mekar Sari di Dusun Boleleu No. 18 Desa Sido Makmur Kecamatan Sipora Utara

Lebih terperinci