Tabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian Horison Kedalaman Uraian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Tabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian Horison Kedalaman Uraian"

Transkripsi

1 14 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Tanah Deskripsi profil dan hasil analisis tekstur tiap kedalaman horison disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian Horison Kedalaman Uraian A 0-15 cm Coklat kekuningan (10YR 3/4); lempung berliat; struktur gumpal bersudut, halus, sedang; agak keras (kering), teguh (lembab), agak lekat, agak plastis (basah); akar sedang, halus; batas jelas, tidak teratur. E cm Coklat sangat gelap (7,5YR 2,5/2); lempung berliat; struktur gumpal bersudut, halus, sedang; teguh (lembab), agak lekat, agak plastis (basah); akar sedang,halus; Batas jelas, tidak teratur. Bt cm Coklat sangat gelap (7,5YR 2,5/2); liat; struktur gumpal bersudut, halus, sedang; teguh (lembab), agak lekat, agak plastis (basah); akar sedikit, halus; batas berangsur, tidak teratur. Bt cm Coklat sangat gelap (7,5YR 2,5/3); liat; struktur gumpal bersudut, sedang, sedang; teguh (lembab), agak lekat, plastis (basah); batas berangsur, tidak teratur. Bt cm Coklat sangat gelap (7,5YR 2,5/3); liat; struktur gumpal bersudut, sedang, sedang; teguh (lembab), lekat, plastis (basah); batas berangsur tidak teratur.

2 15 Tabel 2. Hasil Analisis Tekstur di Laboratorium Kedalaman (cm) % Pasir % Liat % Debu Kelas Tekstur ,80 28,85 28,35 Lempung berliat ,75 36,68 33,56 Lempung berliat ,45 43,69 30,87 Liat ,75 59,07 23,18 Liat ,17 62,76 24,07 Liat Dari deskripsi profil (Tabel 1) dan analisis tekstur (Tabel 2) diperkirakan tanah di lokasi penelitian tergolong ke dalam Ultisol karena tanah tersebut memiliki horison argilik (Bt1-Bt3), ditunjukkan oleh peningkatan liat 1,2 kali (Bt1), 1,6 kali (Bt2), dan 1,7 kali (Bt3) dari horison E. Gambar 1. Penampang Profil Tanah di Lokasi Penelitian Peningkatan kadar liat pada horison argilik secara alami dapat menghambat infiltrasi yang dapat memicu terjadinya aliran permukaan. Tingginya kandungan pasir dan debu pada lapisan atas mengakibatkan agregat tanah mudah hancur dan peka terhadap erosi akibat aliran permukaan. Bouyoucos (1935) dalam Arsyad (2010), mengatakan bahwa tanah yang mempunyai nisbah liat tinggi (% liat rendah) umumnya lebih peka terhadap erosi dari pada yang mempunyai nisbah liat rendah (% liat tinggi). Nisbah liat itu sendiri didapat dengan cara membagi persentase pasir dan debu dengan persentase liat.

3 Laju Infiltrasi Pada LRB Hasil pengamatan laju infiltrasi rata-rata selama 60 menit pada minggu pertama sampai minggu keempat belas disajikan pada Tabel 3, serta pola perubahannya masing-masing digambarkan pada Gambar 2, sedangkan hasil analisis ragam laju infiltrasi LRB pada minggu pertama hingga minggu keempat belas dapat dilihat pada Tabel Lampiran 2 hingga Tabel Lampiran 15. Gambar 2. Grafik Laju Infiltrasi LRB Selama 14 Gambar 2 menunjukkan bahwa pola laju infiltrasi perlakuan S0, S1, dan S2 terus menurun dari minggu pertama hingga minggu keempat belas. Penurunan laju infiltrasi terjadi akibat terisinya lubang oleh tanah hasil erosi. LRB yang diisi sampah organik di awal saja (S1 dan S2), pada pengukuran pertama nyata lebih tinggi laju infiltrasinya dibandingkan LRB tanpa diisi sampah (S0), dan pada minggu-minggu berikutnya masih cenderung lebih tinggi (Tabel 3). Hal tersebut terjadi karena adanya pengaruh sampah organik organik yang diisikan ke dalam LRB. Pemberian sampah organik pada lubang resapan biopori, mengundang fauna tanah seperti cacing tanah, semut dan rayap untuk datang, karena sampah organik merupakan sumber makanan bagi fauna tanah tersebut. Fauna tanah yang

4 17 ada dalam LRB membentuk lubang kecil yang bercabang dan bersambungan yang dapat dilewati air sehingga laju infiltrasi pada LRB semakin meningkat. Brata dan Nelistya (2009) mengungkapkan bahwa biopori berupa liang (terowongan kecil) dan bercabang-cabang yang sangat efektif untuk menyalurkan air dan udara ke dan di dalam tanah, terbentuk oleh adanya pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman serta meningkatnya aktivitas fauna tanah seperti cacing tanah, rayap dan semut yang menggali liang di dalam tanah. Notohadiprawiro (1999) menyebutkan bahwa cacing tanah, rayap, dan semut membuat terowongan dalam tanah sambung menyambung yang dapat melancarkan daya antar air. Selain itu, laju infiltrasi LRB pada perlakuan S1 cenderung lebih tinggi dibandingkan perlakuan S2 (Tabel 3). Hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan jenis sampah yang diisikan ke dalam LRB. Sampah dapur lebih disukai organisme tanah karena lebih mudah hancur dibandingkan sampah daun mangga. Pola laju infiltrasi yang ditampilkan Gambar 2, menunjukkan bahwa perlakuan S3 dan S4 mula-mula meningkat hingga minggu keenam selanjutnya mengalami penurunan. Peningkatan nilai laju infiltrasi LRB, diakibatkan oleh aktifitas fauna tanah yang semakin meningkat karena sumber makanan (sampah organik) terus tersedia, sehingga biopori yang tercipta semakin banyak. Sedangkan penurunan nilai laju infiltrasi LRB setelah minggu keenam, terjadi karena terbentuknya kompos hasil dekomposisi sampah organik yang menyebabkan penurunan ukuran pori. Aktifitas fauna tanah pun menurun, karena sampah organik segar yang tersedia semakin sedikit volumenya. Walaupun tidak besar pengaruhnya, erosi juga mempengaruhi penurunan laju infiltrasi tersebut. Terjadi penurunan laju infiltrasi pada minggu pertama hingga ketiga untuk perlakuan S4, disebabkan LRB yang terisi tanah erosi sedangkan aktifitas organisme tanah belum meningkat. Selain itu apabila dilihat dari ulangan perlakuan, terdapat perbedaan nilai laju infiltrasi yang cukup tinggi antar ulangan pada perlakuan S4 (Tabel lampiran 1), sehingga nilai laju infiltrasi yang dihasilkan menjadi lebih kecil.

5 18 Tabel 3. Nilai Rata-rata Laju Infiltrasi LRB pada Setiap Perlakuan Selama 14 Laju Infiltrasi (liter/jam) Perlakuan S0 142,0a* 105,4a* 83,8a* 69,9a* 76,1a* 67,2a* 56,5a* 34,3A* 38,5A* 25,3Aa* 17,5a* 10,0A* 12,1A* 9,7Aa* S1 330,7b 298,7a 262,3b 214,3a 221,0ab 218,0ab 184,7a 83,3A 50,7A 49,7Aab 48,7a 10,3A 14,3A 15,3Aa S2 340,0b 282,0a 243,0ab 181,3a 186,0ab 109,2a 69,7a 42,7A 45,0A 31,7Aa 29,0a 15,7A 10,3A 10,8Aa S3 293,7b 294,3a 313,7b 439,0b 248,0b 514,7c 366,7b 311,7B 315,3C 199,0Bc 184,3b 62,3B 186,7B 82,2Bb S4 247,0ab 238,7a 194,7ab 204,7a 292,7b 307,0b 164,0a 166,7AB 131,7B 94,7Ab 84,3ab 62,0B 183,0B 157,0Bc BNT α 5% 151,5 197,3 161,7 185,4 176,0 178,0 153,1 133,7 40,5 61,5 118,4 27,6 65,5 51,6 BNT α 1% 215,5 280,7 230,0 263,7 250,3 253,2 217,8 190,1 57,7 87,5 168,4 39,2 93,1 73,4 *) Angka yang diikuti huruf kecil yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan nyata pada taraf 5% dan angka yang diikuti huruf besar yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan sangat nyata pada taraf 1% berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT).

6 19 Penurunan laju infiltrasi pada minggu kelima untuk perlakuan S3, disebabkan jenis sampah dapur yang diisikan pada minggu tersebut dominan sampah yang berkadar air tinggi seperti mentimun, terung, dan papaya busuk. Hal tersebut mempengaruhi kadar air pada LRB, sehingga LRB menjadi cepat jenuh air. Kondisi tersebut tentunya berpengaruh terhadap aktivitas fauna tanah yang berada dalam LRB. Kadar air yang terlalu tinggi pada bahan organik tidak disukai rayap dan semut. Selain itu kandungan polifenol pada mentimun dan terung mempengaruhi aktifitas cacing tanah. Handayanto dan Hairiah (2007) menyebutkan bahwa cacing tanah akan menunggu agak lama untuk menyerang bahan organik yang mengandung polifenol terlalu tinggi. Peningkatan kembali laju infiltrasi LRB perlakuan S3 dan S4 pada minggu ketiga belas, terjadi karena dilakukan penusukan terhadap LRB menggunakan bambu sehingga secara tidak sengaja terjadi pembalikan sampah organik yang terdapat pada LRB. Sampah organik segar yang masuk ke bagian bawah LRB merangsang organisme tanah sehingga aktifitasnya kembali meningkat. Laju infiltrasi pada perlakuan S3 cenderung lebih tinggi dibandingkan S4, bahkan nyata dan sangat nyata lebih tinggi dibandingkan S4. Hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan jenis sampah yang diisikan ke dalam LRB. Sampah dapur yang memiliki nisbah C/N yang rendah, lebih disukai organisme tanah karena lebih mudah hancur dibandingkan sampah daun mangga. Perlakuan S3 secara nyata lebih tinggi laju infiltrasinya dibandingkan S0 mulai dari minggu pertama, ketiga, hingga kelima dan sangat nyata mulai minggu keenam hingga keempat belas, bahkan nyata terhadap S1 dan S2 dari minggu keempat hingga minggu keempat belas terkecuali pada minggu kelima (Tabel 3). Perlakuan S4 secara nyata lebih tinggi laju infiltrasinya dibandingkan S0 mulai dari minggu kelima hingga minggu keempat belas, bahkan nyata terhadap S1 dan S2 dari minggu kesembilan hingga minggu keempat belas terkecuali minggu kesebelas (Tabel 3). Laju infiltrasi pada perlakuan S3 cenderung lebih tinggi dibandingkan S4, bahkan nyata dan sangat nyata lebih tinggi dibandingkan S4. Dengan pemberian sampah organik secara kontinyu, peningkatan biodiversitas tanah dalam LRB tetap terjaga sehingga pembentukkan biopori terus berlangsung. Selain itu, sampah organik yang selalu memenuhi LRB dapat

7 20 menghindarkan kerusakan lubang dan penyumbatan pori oleh sedimen halus dan pertumbuhan lumut. Brata dan Nelistya (2009) mengungkapkan bahwa permukaan resapan pada LRB tidak akan mengalami kerusakan atau penyumbatan apabila terisi sampah organik. Gambar 3 menampilkan foto kondisi LRB dari setiap perlakuan pada minggu kesepuluh. a). Perlakuan S0 b). Perlakuan S1 c). Perlakuan S2 d). Perlakuan S3 e). Perlakuan S4 Gambar 3. Foto LRB pada Kesepuluh Gambar 3 menunjukkan bahwa perlakuan S0, S1, dan S2 telah terisi oleh material hasil erosi. Sedangkan perlakuan S3 dan S4, terisi oleh sampah organik sehingga LRB dapat terjaga dari kerusakan akibat erosi.

8 21 Dari data laju infiltrasi LRB yang didapatkan, maka dapat dihitung jumlah LRB yang harus dibuat untuk meresapkan air hujan dalam suatu luasan tertentu. Perhitungan dilakukan dengan membagi hasil perkalian intensitas hujan dan luas area dengan laju infiltrasi per lubang. Menurut Arsyad (2010), apabila lamanya hujan 60 menit, maka bisa disebut hujan lebih apabila intensitas hujan rata-rata mencapai 20 mm/jam. Berdasarkan pernyataan tersebut, diambil contoh intensitas hujan rata-rata 40 mm/jam dengan lamanya hujan 60 menit merupakan hujan lebih. Apabila diambil nilai laju infiltrasi dari perlakuan yang menghasilkan ratarata laju infiltrasi tertinggi selama 14 minggu yaitu pada perlakuan S3, maka didapat nilai laju infiltrasi 272 liter/jam. Dari data tersebut, dapat diketahui jumlah LRB yang harus dibuat pada areal seluas 100 m 2 yaitu sebanyak 15 lubang Dekomposisi Sampah Organik pada LRB Dengan pemberian sampah secara kontinyu, maka didapatkan hasil tambahan berupa kompos. Pada LRB yang diisi sampah dapur secara kontinyu, kompos telah memenuhi ± 70% volume lubang. Sedangkan LRB yang diisi sampah daun mangga secara kontinyu, kompos memenuhi ± 40% volume lubang. Total bobot sampah yang diisikan ke dalam LRB serta bobot kompos yang dihasilkan selama 14 minggu disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Bobot Basah Sampah dan Kompos yang Dihasilkan Selama 14 Perlakuan Bobot Basah Sampah (gram) Bahan yang Diangkat (gram) Bahan Kasar (gram) S S S Bobot Kompos (gram) S S Bahan yang diangkat dari dalam LRB berupa campuran dari bahan kasar dan kompos. Bahan kasar tersebut merupakan sampah organik yang belum terdekomposisi secara sempurna, sedangkan kompos merupakan sampah organik yang telah terdekomposisi sehingga menyerupai tanah. Untuk perlakuan S1 dan

9 22 S2 tidak didapat data kompos karena sudah terkubur oleh tanah dan sulit untuk membedakan antara kompos dengan tanahnya. Berdasarkan Tabel 4, secara keseluruhan bobot sampah yang diisikan, bahan yang diangkat, serta kompos yang dihasilkan pada perlakuan S3 lebih tinggi dibandingkan dengan S4. Hal tersebut disebabkan sampah dapur yang diisikan pada perlakuan S3 berupa bahan segar seperti kulit buah, potongan sayuran, ampas kelapa, dan lain-lain. Sehingga nisbah C/N sampah dapur lebih kecil bila dibandingkan nisbah C/N daun mangga. Seperti yang diungkapkan oleh Federick dan Michel dalam Aminah, Soedarsono, dan Sastro (2003) bahwa nilai nisbah C/N sisa makanan, sisa buah-buahan, dan dedaunan berturut-turut adalah 15, 35, dan 50. Semakin kecil nisbah C/N suatu bahan maka akan semakin cepat bahan tersebut terdekomposisi. Bobot bahan kasar yang terangkat pada perlakuan S3 lebih rendah dibandingkan perlakuan S4. Semakin sedikit bahan kasar yang tersisa menunjukkan laju dekomposisi yang cepat. Sehingga intensitas pengisian sampah pada LRB untuk perlakuan S3 lebih sering apabila dibandingkan dengan perlakuan S4. Waktu pengisian sampah pada masing-masing perlakuan ditampilkan pada Tabel Lampiran 17. Sementara itu, apabila dilihat berdasarkan bobot kering sampah yang dimasukkan ke dalam LRB ternyata bobot pada perlakuan S4 lebih tinggi dibandingkan perlakuan S3 (Tabel Lampiran 18). Hal tersebut dikarenakan kadar air sampah dapur yang sangat tinggi dibandingkan sampah daun mangga. Berdasarkan Tabel 4, pada perlakuan S4 terlihat bobot bahan yang diangkat lebih tinggi nilainya dibanding bobot sampah yang dimasukkan. Hal tersebut terjadi dikarenakan adanya material tanah yang masuk ke dalam LRB akibat dari erosi, sehingga tanah tersebut menambah bobot bahan yang diangkat. Tanah yang tercampur dengan kompos sulit untuk dipisahkan, karena kompos itu sendiri menyerupai tanah.

10 23 a). LRB sebelum hujan b). LRB sesudah hujan Gambar 4. Kondisi LRB Sebelum (a) dan Sesudah (b) Terjadi Hujan Gambar 4 menunjukkan kondisi LRB pada perlakuan S4 yang mengalami erosi. Gambar 4b menampilkan kondisi LRB sesudah terjadi hujan yang tertutup oleh tanah. Hal tersebut dapat menerangkan penyebab tingginya bobot bahan yang diangkat dibanding bobot sampah yang dimasukkan ke dalam lubang pada perlakuan S4 berdasarkan Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa untuk memenuhi LRB selama 14 minggu, dibutuhkan sebanyak 14,9 kg sampah dapur dan 2,6 kg sampah daun. Sebanyak 14,9 kg dan 2,6 kg sampah yang dapat dimanfaatkan tersebut, merupakan kunci untuk mempertahankan laju resapan.

PENGARUH PEMBERIAN SAMPAH ORGANIK TERHADAP LAJU INFILTRASI LUBANG RESAPAN BIOPORI DI AREAL PEMUKIMAN

PENGARUH PEMBERIAN SAMPAH ORGANIK TERHADAP LAJU INFILTRASI LUBANG RESAPAN BIOPORI DI AREAL PEMUKIMAN PENGARUH PEMBERIAN SAMPAH ORGANIK TERHADAP LAJU INFILTRASI LUBANG RESAPAN BIOPORI DI AREAL PEMUKIMAN MOCHAMAD NIZAR KHOERUDIN A14070070 SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4.1. Karakteristik Fisik Tanah di Sekitar Lubang Resapan Biopori 4.1.1. Bobot Isi Tanah Hantaran hidrolik merupakan parameter sifat fisik tanah yang berperan dalam pengelolaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hantaran Hidrolik

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hantaran Hidrolik II. TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1. Hantaran Hidrolik Hantaran hidrolik adalah salah satu sifat fisik tanah yang penting untuk diperhatikan dalam penggunaan dan pengelolaan tanah. Hantaran hidrolik berperan penting

Lebih terperinci

III. METODOLOGI Kerangka Pemikiran

III. METODOLOGI Kerangka Pemikiran III. METODOLOGI 11 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2008 sampai Agustus 2009. Penelitian dilakukan di lapang dan di laboratorium konservasi tanah dan air. Pada penelitian

Lebih terperinci

No. Parameter Sifat Fisik Metode Bobot Isi Porositas Total Pori Drainase Indeks Stabilitas Agregat Tekstur

No. Parameter Sifat Fisik Metode Bobot Isi Porositas Total Pori Drainase Indeks Stabilitas Agregat Tekstur No. Parameter Sifat Fisik Metode 1. 2. 3. 4. 5. Bobot Isi Porositas Total Pori Drainase Indeks Stabilitas Agregat Tekstur Gravimetri Gravimetri pf Pengayakan Kering dan Basah Bouyoucus (Hidrometer) 6.

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

BAB II METODOLOGI PENELITIAN BAB II METODOLOGI PENELITIAN Flow Chart Pengerjaan Tugas Akhir PERMASALAHAN Perlunya kajian mengenai permasalahan terkait dengan perubahan tata guna lahan, berkurangnya volume air tanah dan permasalahan

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS SAMPAH, VARIASI UMUR SAMPAH TERHADAP LAJU INFILTRASI LUBANG RESAPAN BIOPORI (LRB)

PENGARUH JENIS SAMPAH, VARIASI UMUR SAMPAH TERHADAP LAJU INFILTRASI LUBANG RESAPAN BIOPORI (LRB) PENGARUH JENIS SAMPAH, VARIASI UMUR SAMPAH TERHADAP LAJU INFILTRASI LUBANG RESAPAN BIOPORI (LRB) Ananda Wulida Habibiyah 1), Sri Widyastuti 2) Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

Kemampuan MOL (Mikroorganisme Lokal) Pada Proses Pengomposan di Dalam Lubang Resapan Biopori ABSTRAK

Kemampuan MOL (Mikroorganisme Lokal) Pada Proses Pengomposan di Dalam Lubang Resapan Biopori ABSTRAK Kemampuan MOL (Mikroorganisme Lokal) Pada Proses Pengomposan di Dalam Lubang Resapan Biopori Dwi Wahyu Purwiningsih 1, Purnama Sidebang 1, Siti Jubaida Lutia 1 1 : Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes

Lebih terperinci

PENENTUAN LAJU RESAPAN BIOPORI (LRB) BERDASARKAN UMUR DAN JENIS SAMPAH YANG DIBENAMKAN DALAM LUBANG RESAPAN BIOPORI

PENENTUAN LAJU RESAPAN BIOPORI (LRB) BERDASARKAN UMUR DAN JENIS SAMPAH YANG DIBENAMKAN DALAM LUBANG RESAPAN BIOPORI PENENTUAN LAJU RESAPAN BIOPORI (LRB) BERDASARKAN UMUR DAN JENIS SAMPAH YANG DIBENAMKAN DALAM LUBANG RESAPAN BIOPORI Oleh : NENNY TRIANA P NIM. 100 500 173 PROGRAM STUDI MANAJEMEN LINGKUNGAN JURUSAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Organik Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan,

Lebih terperinci

geografi Kelas X PEDOSFER I KTSP & K-13 A. PROSES PEMBENTUKAN TANAH

geografi Kelas X PEDOSFER I KTSP & K-13 A. PROSES PEMBENTUKAN TANAH KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami proses dan faktor pembentukan tanah. 2. Memahami profil,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Data rata-rata volume aliran permukaan pada berbagai perlakuan mulsa vertikal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Data rata-rata volume aliran permukaan pada berbagai perlakuan mulsa vertikal 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Aliran permukaan Data hasil pengamatan aliran permukaan pada setiap perlakuan disajikan pada Lampiran 4. Analisis ragam disajikan masing-masing pada Lampiran 11. Analisis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan nitrogen tanah bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Variasi kandungan nitrogen dalam tanah terjadi akibat perubahan topografi, di samping pengaruh iklim, jumlah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol Tanah Latosol adalah tipe tanah yang terbentuk melalui proses latosolisasi. Proses latosolisasi memiliki tiga proses utama, yaitu (1) pelapukan intensif yang

Lebih terperinci

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

Gambar 1. Lahan pertanian intensif 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penggunaan Lahan Seluruh tipe penggunaan lahan yang merupakan objek penelitian berada di sekitar Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB - Bogor. Deskripsi

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. C-organik Tanah Andosol Dusun Arca 4.1.1. Lahan Hutan Hasil pengukuran kadar C-organik tanah total, bebas, terikat liat, dan terikat seskuioksida pada tanah Andosol dari

Lebih terperinci

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 05: Sifat Fisika (1)-Tekstur Tanah

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 05: Sifat Fisika (1)-Tekstur Tanah Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 05: Sifat Fisika (1)-Tekstur Tanah Tektur Tanah = %pasir, debu & liat dalam tanah Tektur tanah adalah sifat fisika tanah yang sangat penting

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH

SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH III. SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH Sifat morfologi tanah adalah sifat sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapang. Sebagian dari sifat morfologi tanah merupakan sifat fisik dari tanah

Lebih terperinci

TUGAS TUTORIAL IRIGASI DAN DRAINASE : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (2)

TUGAS TUTORIAL IRIGASI DAN DRAINASE : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (2) TUGAS TUTORIAL IRIGASI DAN DRAINASE : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (2) Nama : Sonia Tambunan NIM : 105040201111171 Kelas : I UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI MALANG

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Sifat Kimia Tanah di Wilayah Studi Penambangan PT Kaltim Prima Coal

Tabel Lampiran 1. Sifat Kimia Tanah di Wilayah Studi Penambangan PT Kaltim Prima Coal LAMPIRAN 45 46 Tabel Lampiran 1. Sifat Kimia Tanah di Wilayah Studi Penambangan PT Kaltim Prima Coal No Sifat Kimia Tanah Nilai Keterangan 1 ph (H 2 O) 4,59 Masam 2 Bahan Organik C-Organik (%) 1,22 Rendah

Lebih terperinci

Deskripsi Pedon Tanah (lanjutan)

Deskripsi Pedon Tanah (lanjutan) Deskripsi Pedon KB 61 (SPT7) Seri Pucungsatu, Typic Melanudands, berabu di atas berlempung, isotermik Kode Profil : KB 61 Lokasi : 4 km Utara Desa Bulukerto Koordinat : 671496mE; 9137140 mn Klasifikasi

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM SIFAT SIFAT FISIK TANAH KELAS A PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI. OLEH I Wayan Narka

PENUNTUN PRAKTIKUM SIFAT SIFAT FISIK TANAH KELAS A PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI. OLEH I Wayan Narka 0 PENUNTUN PRAKTIKUM SIFAT SIFAT FISIK TANAH KELAS A PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI OLEH I Wayan Narka FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 1 I. PENDAHULUAN Tanah merupakan akumulasi tubuh

Lebih terperinci

Y = mu. Posisi lereng : Lereng atas Bentuk lereng : Cembung Elevasi : 97mdpl Bahan lnduk : Napal. Horizon Kedalaman Keterangan (cm)

Y = mu. Posisi lereng : Lereng atas Bentuk lereng : Cembung Elevasi : 97mdpl Bahan lnduk : Napal. Horizon Kedalaman Keterangan (cm) LAM PIRAN Lampiran 1. Deskripsi profil pada tiap titik pengarnatan a. Area yang tidak terbakar pada lereng -8 % Lokasi : DesaTomo Koordinat : X=18591 mt Y = 925635 mu Posisi lereng : Lereng atas Bentuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Vermikompos adalah pupuk organik yang diperoleh melalui proses yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Vermikompos adalah pupuk organik yang diperoleh melalui proses yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Vermikompos Vermikompos adalah pupuk organik yang diperoleh melalui proses yang melibatkan cacing tanah dalam proses penguraian atau dekomposisi bahan organiknya. Walaupun sebagian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 18 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kepadatan Populasi Fauna Tanah Populasi fauna tanah diamati pada 2 lokasi, yaitu pada lahan yang ditanami padi gogo dengan kemiringan 5% dan lahan dengan kemiringan 15%.

Lebih terperinci

PENGUKURAN LAJU INFILTRASI LUBANG RESAPAN BIOPORI DENGAN PEMILIHAN JENIS DAN KOMPOSISI SAMPAH DI KAMPUS I UKRIDA TANJUNG DUREN JAKARTA

PENGUKURAN LAJU INFILTRASI LUBANG RESAPAN BIOPORI DENGAN PEMILIHAN JENIS DAN KOMPOSISI SAMPAH DI KAMPUS I UKRIDA TANJUNG DUREN JAKARTA Jurnal Teknik dan Ilmu Komputer PENGUKURAN LAJU INFILTRASI LUBANG RESAPAN BIOPORI DENGAN PEMILIHAN JENIS DAN KOMPOSISI SAMPAH DI KAMPUS I UKRIDA TANJUNG DUREN JAKARTA MEASURING THE INFILTRATION RATE OF

Lebih terperinci

URAIAN PENGAMATAN PROFIL TANAH LOKASI BPP SEMBAWA

URAIAN PENGAMATAN PROFIL TANAH LOKASI BPP SEMBAWA URAIAN PENGAMATAN PROFIL TANAH LOKASI BPP SEMBAWA PROFIL I : IV : M Kode Profil : MK Lereng : 3-5 % ; Upper slope (lerang atas) : Batu liat (clay stone ) : Plinthudults 0 12 O Coklat gelap (7,5 YR 4/4),

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB KARAKTERISTIK TANAH Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB Pendahuluan Geosfer atau bumi yang padat adalah bagian atau tempat dimana manusia hidup dan mendapatkan makanan,, mineral-mineral

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Bobot isi tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Bobot isi tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa. 38 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa Terhadap Sifat Fisik Tanah 4.1.1. Bobot Isi Pengaruh pemberian sisa tanaman jagung sebagai mulsa terhadap bobot isi tanah adalah seperti tertera pada Tabel

Lebih terperinci

Penelitian Biopori Untuk Menentukan Laju Resap Air Berdasarkan. Variasi Umur Dan Jenis Sampah

Penelitian Biopori Untuk Menentukan Laju Resap Air Berdasarkan. Variasi Umur Dan Jenis Sampah Penelitian Biopori Untuk Menentukan Laju Resap Air Berdasarkan Variasi Umur Dan Jenis Sampah Research Of Biopores To Determine The Rate Of Water Absorption Based On Variation In Age And Types Of Solid

Lebih terperinci

BAB II PENERAPAN LUBANG RESAPAN BIOPORI DI KOTA BANDUNG

BAB II PENERAPAN LUBANG RESAPAN BIOPORI DI KOTA BANDUNG BAB II PENERAPAN LUBANG RESAPAN BIOPORI DI KOTA BANDUNG 2.1 Teknologi Lubang Resapan Biopori. Secara alami biopori adalah lubang-lubang kecil atau terowongan kecil di dalam tanah yang terbentuk oleh aktivitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Organik (Effluent Sapi) Pemakaian pupuk buatan (anorganik) yang berlebihan dan dilakukan secara terus menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan hasil analisis tanah di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor, tanah yang digunakan sebagai media tumbuh dikategorikan

Lebih terperinci

Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7.

Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7. Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7. Konsistensi Warna merupakan petunjuk untuk beberapa sifat

Lebih terperinci

Studi Campuran Tanah dan Kompos sebagai Media Resapan pada Daerah Genangan

Studi Campuran Tanah dan Kompos sebagai Media Resapan pada Daerah Genangan 1 Studi Campuran Tanah dan Kompos sebagai Media Resapan pada Daerah Genangan Sulistiya Nengse, Didik Bambang Supriyadi, dan Mas Agus Mardyanto Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di lahan kering dengan kondisi lahan sebelum pertanaman adalah tidak ditanami tanaman selama beberapa bulan dengan gulma yang dominan sebelum

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas,

PENDAHULUAN. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR DASAR ILMU TANAH

LAPORAN PRAKTIKUM DASAR DASAR ILMU TANAH LAPORAN PRAKTIKUM DASAR DASAR ILMU TANAH REZI YUNESMI D1B012104 AGRIBISNIS F FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS JAMBI NOVEMBER / 2013 Pengambilan Contoh Tanah Untuk Uji Tanah 1. Tempat dan Waktu Praktikum

Lebih terperinci

Gambar 1. Tabung (ring) tembaga dengan tutup Tahapan-tahapan pengambilan contoh tanah tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. =^

Gambar 1. Tabung (ring) tembaga dengan tutup Tahapan-tahapan pengambilan contoh tanah tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. =^ m. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama dua bulan, di mulai pada bulan Mei sampai Juli 2010, meliputi pelaksanaan survei di lapangan dan dilanjutkan dengan analisis tanah di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah

I. PENDAHULUAN. induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisol merupakan salah satu jenis tanah masam yang terbentuk dari bahan bahan induk batuan sedimen masam (Soil Survey Staff, 2006). Di Indonesia jenis tanah

Lebih terperinci

Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di

Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Tanah Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapang. Pengamatan sebaiknya dilakukan pada profil tanah yang baru dibuat. Pengamatan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Morfologi Lahan Reklamasi Bekas Tambang Batubara Karakterisasi Morfologi Tanah di Lapang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Morfologi Lahan Reklamasi Bekas Tambang Batubara Karakterisasi Morfologi Tanah di Lapang 21 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Morfologi Lahan Reklamasi Bekas Tambang Batubara Kegiatan penambangan menyebabkan perubahan sifat morfologi tanah seperti tekstur, konsistensi, struktur, batas antar lapisan

Lebih terperinci

PERBAIKAN SIFAT FISIKA TANAH PERKEBUNAN KARET (Havea brasiliensis) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK BIOPORI

PERBAIKAN SIFAT FISIKA TANAH PERKEBUNAN KARET (Havea brasiliensis) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK BIOPORI 1 PERBAIKAN SIFAT FISIKA TANAH PERKEBUNAN KARET (Havea brasiliensis) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK BIOPORI Rina Maharany Program Studi Budidaya Perkebunan, STIPAP Medan. Jalan Willem Iskandar, Pancing Medan

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN KEMBALI SAMPAH ORGANIK SETELAH PEMANENAN KOMPOS TERHADAP LAJU INFILTRASI DAN BEBERAPA SIFAT TANAH (C-ORGANIK, N-TOTAL DAN

PENGARUH PEMBERIAN KEMBALI SAMPAH ORGANIK SETELAH PEMANENAN KOMPOS TERHADAP LAJU INFILTRASI DAN BEBERAPA SIFAT TANAH (C-ORGANIK, N-TOTAL DAN i PENGARUH PEMBERIAN KEMBALI SAMPAH ORGANIK SETELAH PEMANENAN KOMPOS TERHADAP LAJU INFILTRASI DAN BEBERAPA SIFAT TANAH (C-ORGANIK, N-TOTAL DAN ph) DI SEKITAR LUBANG RESAPAN BIOPORI DI AREAL PEMUKIMAN PARUBAHAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Perkecambahan benih kopi A. Hasil Untuk mengetahui pengaruh media tanam terhadap perkecambahan benih kopi, dilakukan pengamatan terhadap dua variabel yaitu daya berkecambah

Lebih terperinci

Bab IV. Hasil Pengujian dan Analisis

Bab IV. Hasil Pengujian dan Analisis Bab IV Hasil Pengujian dan Analisis Pada bab ini akan dibahas mengenai pengujian mengenai sistem yang sudah dirancang dan dibuat. Pengujian yang dilakukan adalah pengujian dengan memberikan inputan yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Konidisi Umum Penelitian Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa ph H 2 O tanah termasuk masam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium Sentraldan Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Lebih terperinci

Karakteristik Fisika dan Kimia Tanah. Coklat kehitaman. Specific gravity Bobot isi 0.91

Karakteristik Fisika dan Kimia Tanah. Coklat kehitaman. Specific gravity Bobot isi 0.91 77 BAB V Hasil dan Pembahasan Pada bab ini diuraikan hasil hasil penelitian berupa hasil pengamatan, perhitungan formula limpasan air permukaan, perhitungan formula prediksi erosi dan perhitungan program

Lebih terperinci

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN

HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN MINGGU 2 HUBUNGAN TANAH - AIR - TANAMAN Irigasi dan Drainasi Widianto (2012) TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Memahami sifat dan karakteristik tanah untuk menyediakan air bagi tanaman 2. Memahami proses-proses aliran

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Deskripsi Profil I (Desa Sionggang Selatan) Profil I Horison Kedalaman Keterangan

LAMPIRAN. Deskripsi Profil I (Desa Sionggang Selatan) Profil I Horison Kedalaman Keterangan LAMPIRAN Deskripsi Profil I (Desa Sionggang Selatan) Profil I Horison Kedalaman Keterangan (cm) A 0-7/13 Warna Coklat keabu-abuan sangat gelap (10YR 3/2); tekstur lempung liat berpasir, struktur remah,

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KOMPOS PADA TANAH UNTUK MENGURANGI GENANGAN DI KELURAHAN BULAK, KECAMATAN KENJERAN, KOTA SURABAYA

PENGARUH PENAMBAHAN KOMPOS PADA TANAH UNTUK MENGURANGI GENANGAN DI KELURAHAN BULAK, KECAMATAN KENJERAN, KOTA SURABAYA ISSN : 2460-8815 PENGARUH PENAMBAHAN KOMPOS PADA TANAH UNTUK MENGURANGI GENANGAN DI KELURAHAN BULAK, KECAMATAN KENJERAN, KOTA SURABAYA Sulistiya Nengse Program Studi Teknik Lingkungan, Universitas Islam

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Terdapat 11 profil tanah yang diamati dari lahan reklamasi berumur 0, 5, 9, 13 tahun dan lahan hutan. Pada lahan reklamasi berumur 0 tahun dan lahan hutan, masingmasing hanya dibuat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa terhadap Bobot Isi Pengamatan bobot isi dilakukan setelah pemanenan tanaman kacang tanah. Pengaruh pemberian mulsa terhadap nilai bobot isi tanah disajikan

Lebih terperinci

BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Genangan merupakan dampak dari ketidakmampuan saluran drainase menampung limpasan hujan. Tingginya limpasan hujan sangat dipengaruhi oleh jenis tutupan lahan pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 14 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Mulsa Vertikal terhadap Sifat Fisik Tanah 4.1.1 Infiltrasi Kumulatif Hasil analisis sidik ragam menunjukan pemberian mulsa vertikal tidak berbeda nyata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK)

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK) merupakan bagian yang paling luas dari total keseluruhan lahan kering di Indonesia. Penyebaranya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol 27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol Tanah Latosol tergolong tanah yang subur. Tanah Latosol merupakan tanah yang umum terbentuk di daerah tropika basah sehingga dapat digunakan untuk pertanian

Lebih terperinci

PENGARUH PERESAPAN AIR HUJAN MENGGUNAKAN LUBANG RESAPAN BIOPORI (LRB)

PENGARUH PERESAPAN AIR HUJAN MENGGUNAKAN LUBANG RESAPAN BIOPORI (LRB) PENGARUH PERESAPAN AIR HUJAN MENGGUNAKAN LUBANG RESAPAN BIOPORI (LRB Ashri Febrina Rahmasari 1, Suripin 2, Sudarno 3 1 Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Lingkungan UNDIP 2 Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pustekom, 2005 bahwa Indonesia merupakan daerah yang mempunyai curah hujan yang relatif tinggi yaitu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pustekom, 2005 bahwa Indonesia merupakan daerah yang mempunyai curah hujan yang relatif tinggi yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pustekom, 2005 bahwa Indonesia merupakan daerah yang mempunyai curah hujan yang relatif tinggi yaitu 2000 3000 mm/tahun. Namun ironisnya dibeberapa tempat masih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Selama percobaan berlangsung curah hujan rata-rata yaitu sebesar 272.8 mm per bulan dengan jumlah hari hujan rata-rata 21 hari per bulan. Jumlah curah hujan tersebut

Lebih terperinci

- Volume bak : -Tinggi = 14 cm. - Volume = 14 cm x 30 cm x 40 cm = 16,8 liter

- Volume bak : -Tinggi = 14 cm. - Volume = 14 cm x 30 cm x 40 cm = 16,8 liter LAMPIRAN 50 51 Lampiran 1. Perhitungan Kebutuhan Jerami Padi Pengukuran kapasitas bak - Volume bak : -Tinggi = 14 cm -Lebar -Panjang = cm = 40 cm - Volume = 14 cm cm 40 cm = 16,8 liter Perhitungan kebutuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan akan menjadi busuk dalam 2-5 hari apabila tanpa mendapat perlakuan pasca panen yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisik dan Kimia Tanah Awal Sifat fisik tanah di lokasi penelitian dengan jenis tanah Vertisol menunjukkan tekstur lempung liat berdebu. Fraksi tanah yang dominan

Lebih terperinci

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7)

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7) 7 Persamaan-persamaan tersebut kemudian dikonversi menjadi persamaan volumetrik (Persamaan 5) yang digunakan untuk mendapatkan nilai kadar air tanah dalam % volume. 3.3.5 Pengukuran Curah Hujan dan Tinggi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Lubang Resapan Biopori

TINJAUAN PUSTAKA Lubang Resapan Biopori II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lubang Resapan Biopori Lubang Resapan Biopori atau yang biasa disingkat LRB adalah sebuah rekayasa teknologi peresapan air tepat guna berupa lubang silindris berbentuk vertikal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Vegetasi Hutan Hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh rapat mulai dari jenis tumbuhan yang kecil hingga berukuran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman nanas dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi lebih

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman nanas dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi lebih 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas Comosus) Tanaman nanas dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi lebih kurang 1.200 meter diatas permukaan laut (dpl). Di daerah tropis Indonesia,

Lebih terperinci

mencapai pinggang orang dewasa, kira-kira 110 cm. Awalnya hanya warga yang

mencapai pinggang orang dewasa, kira-kira 110 cm. Awalnya hanya warga yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir selalu menjadi musuh bagi warga di berbgai daerah. Saat pembangunan pemukiman dan prasarana lainnya sebagian permukaan lahan dipadatkan akibat perataan tanah.

Lebih terperinci

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi % liat = [ H,( T 68),] BKM % debu = 1 % liat % pasir 1% Semua analisis sifat fisik tanah dibutuhkan untuk mengetahui karakteristik tanah dalam mempengaruhi infiltrasi. 3. 3... pf pf ialah logaritma dari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN V HSIL DN PEMHSN 5.1 Sebaran entuk Lahan erdasarkan pengamatan di lokasi penelitian dan pengkelasan lereng berdasarkan peta kontur, bentuk lahan di lokasi penelitian sangat bervariasi. entuk lahan diklasifikasikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sistem Peresapan Biopori

TINJAUAN PUSTAKA Sistem Peresapan Biopori TINJAUAN PUSTAKA Sistem Peresapan Biopori Menurut Brata dan Nelistya (2008) biopori (biopore) merupakan ruangan atau pori dalam tanah yang dibentuk oleh makhluk hidup, seperti fauna tanah dan akar tanaman.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penggunaan Lahan Hutan Pinus Penggunaan lahan hutan pinus menempati bagian lahan dengan lereng yang cukup curam. Tumbuhan penutup tanah (basal cover) pada hutan ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Lahan adalah lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi dimana faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaan lahannya (Hardjowigeno et

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan dalam 5 kali periode hujan pada lahan pertanian jagung dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan dalam 5 kali periode hujan pada lahan pertanian jagung dengan 55 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Erosi Permukaan dan Unsur Hara Tanah Hasil pengukuran erosi permukaan dan kandungan unsur hara N, P, K tanah yang ikut terbawa oleh aliran permukaan

Lebih terperinci

Seva Darwia, Ichwana, Mustafril Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Seva Darwia, Ichwana, Mustafril Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala Laju Infiltrasi Lubang Resapan Biopori (LRB) Berdasarkan Jenis Bahan Organik Sebagai Upaya Konservasi Air dan Tanah (Infiltration Rate of Absorption Holes Biopore Based on Type of Organic Material as Water

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Deskripsi profil tanah Andosol dari hutan Dusun Arca Order tanah : Andosol

Tabel Lampiran 1. Deskripsi profil tanah Andosol dari hutan Dusun Arca Order tanah : Andosol LAMPIRAN Tabel Lampiran 1. Deskripsi profil tanah Andosol dari hutan Dusun Arca Order tanah : Andosol Fisiografi : Volkan Bahan Induk : Abu / Pasir volkan intermedier sampai basis Tinggi dpl : 1301 m Kemiringan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Erodibilitas. jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah

TINJAUAN PUSTAKA. Erodibilitas. jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah TINJAUAN PUSTAKA Erodibilitas Indeks kepekaan tanah terhadap erosi atau erodibilitas tanah merupakan jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah hujan pada sebidang tanah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Parameter Infiltrasi Metode Horton Tabel hasil pengukuran laju infiltrasi double ring infiltrometer pada masingmasing lokasi dapat dilihat pada Lampiran A. Grafik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

KADAR AIR TANAH ( Laporan Praktikum Ilmu Tanah Hutan ) Oleh. Ferdy Ardiansyah

KADAR AIR TANAH ( Laporan Praktikum Ilmu Tanah Hutan ) Oleh. Ferdy Ardiansyah KADAR AIR TANAH ( Laporan Praktikum Ilmu Tanah Hutan ) Oleh Ferdy Ardiansyah 1314151022 JURUSAN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG 2014 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Dokuchnev

Lebih terperinci

Perbandingan Jenis Sampah Terhadap Lama Waktu Pengomposan Dalam Lubang Resapan Biopori. Oleh : Sri Widyastuti *)

Perbandingan Jenis Sampah Terhadap Lama Waktu Pengomposan Dalam Lubang Resapan Biopori. Oleh : Sri Widyastuti *) Perbandingan Jenis Sampah Terhadap Lama Waktu Pengomposan Dalam Lubang Resapan Oleh : Sri Widyastuti *) Abstrak Lubang resapan biopori "diaktifkan" dengan memberikan sampah organik. Sampah ini akan dijadikan

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) Antonius Hermawan Permana dan Rizki Satria Hirasmawan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

Lampiran 1 Hasil pengamatan kedalaman tanah dan batuan (bedrock) untuk pemasangan peralatan pengamatan hidrokimia di DAS mikro Cakardipa.

Lampiran 1 Hasil pengamatan kedalaman tanah dan batuan (bedrock) untuk pemasangan peralatan pengamatan hidrokimia di DAS mikro Cakardipa. LAMPIRAN 113 114 115 Lampiran 1 Hasil pengamatan kedalaman tanah dan batuan (bedrock) untuk pemasangan peralatan pengamatan hidrokimia di DAS mikro Cakardipa. Titik Pengamatan ke-1 (L1) No Kedalaman (cm)

Lebih terperinci

BAB II TI JAUA PUSTAKA

BAB II TI JAUA PUSTAKA BAB II TI JAUA PUSTAKA A. TA AH Istilah tanah (soil) berasal dari kata latin solum yang berarti bagian teratas dari kerak bumi yang dipengaruhi oleh proses pembentukan tanah. Tanah dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kompos (Green House ) Fakultas

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kompos (Green House ) Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di rumah kompos (Green House ) Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiiyah Yogyakarta, Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Tinggi tanaman Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan pengolahan tanah berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman kedelai tahapan umur pengamatan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN LUBANG RESAPAN BIOPORI UNTUK MINIMALISASI DAMPAK BAHAYA BANJIR PADA KECAMATAN SUKAJADI KELURAHAN SUKAWARNA RW004 BANDUNG (035L)

PENGGUNAAN LUBANG RESAPAN BIOPORI UNTUK MINIMALISASI DAMPAK BAHAYA BANJIR PADA KECAMATAN SUKAJADI KELURAHAN SUKAWARNA RW004 BANDUNG (035L) Lingkungan PENGGUNAAN LUBANG RESAPAN BIOPORI UNTUK MINIMALISASI DAMPAK BAHAYA BANJIR PADA KECAMATAN SUKAJADI KELURAHAN SUKAWARNA RW004 BANDUNG (035L) Maria Christine Sutandi 1, Ginardy Husada 2, Kanjalia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pertambahan bobot (gram) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pengambilan data pertambahan biomassa cacing tanah dilakukan

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2011 SIFAT FISIK TANAH AIR UDARA PADATAN Massa Air = M A Volume Air = V A Massa Udara = 0 Volume Udara =

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Botani Tanaman Sawi Sendok. Tanaman sawi sendok termasuk family Brassicaceae, berasal dari daerah pantai Mediteranea yang telah dikembangkan di berbagai

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya LEMBAR KERJA SISWA KELOMPOK :. Nama Anggota / No. Abs 1. ALFINA ROSYIDA (01\8.6) 2.. 3. 4. 1. Diskusikan tabel berikut dengan anggota kelompok masing-masing! Petunjuk : a. Isilah kolom dibawah ini dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Dekomposisi Jerami Padi pada Plot dengan Jarak Pematang 4 meter dan 8 meter Laju dekomposisi jerami padi pada plot dengan jarak pematang 4 m dan 8 m disajikan pada Tabel

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... viii xi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah... 1 1.2 Tujuan... 3 1.3 Landasan Teori... 3 1.4 Kerangka Pemikiran... 5 1.5 Hipotesis... 8

Lebih terperinci