PENGARUH PEMBERIAN SAMPAH ORGANIK TERHADAP LAJU INFILTRASI LUBANG RESAPAN BIOPORI DI AREAL PEMUKIMAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGARUH PEMBERIAN SAMPAH ORGANIK TERHADAP LAJU INFILTRASI LUBANG RESAPAN BIOPORI DI AREAL PEMUKIMAN"

Transkripsi

1 PENGARUH PEMBERIAN SAMPAH ORGANIK TERHADAP LAJU INFILTRASI LUBANG RESAPAN BIOPORI DI AREAL PEMUKIMAN MOCHAMAD NIZAR KHOERUDIN A SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 ix SUMMARY MOCHAMAD NIZAR KHOERUDIN. A The Effect of Using Organic Waste to LRB Infiltration Rate in Settlement Area. Supervised by KAMIR RAZIUDIN BRATA and ENNI DWI WAHJUNIE Currently, rain water and organic waste have not been utilized optimally. Biopore Infiltration Hole (Lubang Resapan Biopori (LRB)) was develoved to accelerate water absorption by using organic waste. Some people had known and use the LRB technology. Still, there are some mistakes, people didn t use the organic waste in LRB s technology. Therefore, it is necessary to study the effect of using organic waste to LRB infiltration rate, to convince the public and fix their mistakes. This study used a randomized block design within five treatments with 3 blocks as replicates. The treatments were : (1) LRB without a filled organic waste (S0), (2) LRB filled with kitchen organic waste in the early course (S1), (3) LRB filled with mango leaves in the early course (S2), (4) LRB filled with kitchen organic waste continuously (S3), (5) LRB filled with mango leaves continuously (S4). Observed variable is the rate of LRB infiltration, conducted over 14 weeks by time measuring once per week. The result showed that the infiltration rate in LRB S1 and S2 treatments significantly higher than the S0 treatment at the first measurement and tended to be higher in the next measurentments. Overall infiltration rate in LRB S3 and S4 treatments were highly significantly higher when compared to S0 treatment, even significantly higher than S1 and S2. The treatments filled with organic waste enhanced of infiltration rate in LRB. Kitchen organic wastes produces the infiltration rate higher than mango leaves. Key word : Biopore Infiltration Hole, Organic waste, Infiltration.

3 ix RINGKASAN MOCHAMAD NIZAR KHOERUDIN. A Pengaruh Pemberian Sampah Organik terhadap Laju Infiltrasi Lubang Resapan Biopori di Areal Pemukiman. Dibimbing oleh KAMIR RAZIUDIN BRATA dan ENNI DWI WAHJUNIE Saat ini, sampah dan air hujan belum dimanfaatkan secara optimal. Hal tersebut terlihat dari banyaknya masalah yang ditimbulkan oleh keduanya. Teknologi Lubang Resapan Biopori (LRB) dikembangkan untuk dapat mempercepat peresapan air dengan memanfaatkan sampah organik. Masyarakat telah mengenal dan menggunakan teknologi LRB. Akan tetapi, masih dijumpai kekeliruan-kekeliruan dalam penggunaan teknologi ini, kekeliruan tersebut diantaranya tidak dimanfaatkannya sampah organik. Oleh karena itu perlu dilakukan pengkajian pengaruh dari pemberian sampah organik terhadap laju infiltrasi LRB untuk lebih meyakinkan masyarakat dan merubah kekeliruan tersebut. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok menggunakan lima perlakuan dengan 3 blok sebagai ulangan. Perlakuan tersebut yaitu, (1) LRB tanpa diisi sampah (S0), (2) LRB diisi sampah dapur pada awal penelitian (S1), (3) LRB diisi sampah daun mangga pada awal penelitian (S2), (4) LRB diisi sampah dapur secara kontinyu (S3), (5) LRB diisi sampah daun mangga secara kontinyu (S4). Variabel yang diamati adalah laju infiltrasi LRB, dilakukan selama 14 minggu dengan waktu pengukuran setiap seminggu sekali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju infiltrasi LRB pada perlakuan S1 dan S2 nyata lebih tinggi dibandingkan perlakuan S0 pada pengukuran pertama dan cenderung lebih tinggi pada pengukuran selanjutnya. Secara keseluruhan laju infiltrasi LRB pada perlakuan S3 dan S4 nyata dan sangat nyata lebih tinggi apabila dibandingkan perlakuan S0, bahkan nyata lebih tinggi dibandingkan S1 dan S2. Pemberian sampah organik dapat meningkatkan nilai laju infiltrasi pada LRB. Pemberian sampah organik secara kontinyu, dapat menjaga fungsi LRB dalam meresapkan air. Pemberian sampah dapur pada LRB menghasilkan nilai laju infiltrasi lebih tinggi dibandingkan pemberian sampah daun mangga. Kata kunci : Lubang Resapan Biopori, Sampah Organik, Infiltrasi.

4 ix PENGARUH PEMBERIAN SAMPAH ORGANIK TERHADAP LAJU INFILTRASI LUBANG RESAPAN BIOPORI DI AREAL PEMUKIMAN MOCHAMAD NIZAR KHOERUDIN A Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

5 ix PENGESAHAN SKRIPSI Judul Nama NIM Program Studi : Pengaruh Pemberian Sampah Organik terhadap Laju Infiltrasi Lubang Resapan Biopori di Areal Pemukiman : Mochamad Nizar Khoerudin : A : Manajemen Sumberdaya Lahan Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Ir. Kamir Raziudin Brata, MSc Dr. Ir. Enni Dwi Wahjunie, MSi Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Dr. Ir. Syaiful Anwar, MSc Tanggal lulus :.

6 ix KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobil alamin, puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilakukan selama 8 bulan, judul yang dipilih adalah Pengaruh Pemberian Sampah Organik terhadap Laju Infiltrasi Lubang Resapan Biopori di Areal Pemukiman sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir. Kamir Raziudin Brata, M.Sc dan Dr. Ir. Enni Dwi Wahjunie M.Si selaku pembimbing atas segala saran, kritik, dorongan, dan bimbingannya selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Fahmi, Epul, Rifa I dan Fajri yang telah membantu selama penelitian di lapang sehingga penelitian ini bisa selesai. Tidak lupa ucapan terimakasih kepada Bu Yani yang telah banyak mengajari saya dalam melakukan analisis tekstur di laboratorium. Terimakasih sebesar-besarnya kepada Ayah, Ibu, Reyna Prachmayandini, Nisa Nur asiah, Sani Nur aisah dan Ahmad Kamal F. R. atas doa, dorongan semangatnya, nasehatnya, dan telah bersedia menyediakan tempat untuk dilakukannya penelitian ini, serta kepada semua pihak yang telah membantu sehingga penelitian ini berjalan lancar dan selesai tepat waktu. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi yang berguna bagi berbagai pihak. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih kurang sempurna, oleh karena itu diharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga karya ilmiah ini bisa bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Bogor, Mei 2012 Penulis

7 ix RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Majalengka tanggal 2 Mei 1989 yang merupakan putra pertama dari bapak Kasa dan ibu Eni Sustini. Tahun 2007 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Majalengka dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Penulis memilih Mayor Manajemen Sumberdaya Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian. Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis aktif di beberapa organisasi yaitu UKM Lises Gentra Kaheman IPB sebagai staf divisi rumah tangga periode , OMDA Majalengka sebagai ketua periode dan Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT) sebagai staf divisi kewirausahaan periode dan ketua divisi Hubungan Luar dan Alumni periode Selain itu, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Fisika Tanah (2010/2011) dan Morfologi dan Klasifikasi Tanah (2011/2012). Beberapa prestasi yang pernah diraih oleh penulis selama menjalani masa pendidikannya antara lain Juara II cabang olah raga bulu tangkis dalam Pekan Olah Raga Tanah IPB pada tahun 2010, Juara I cabang olah raga bola basket dan bola voli putra dalam Pekan Olah Raga Tanah IPB pada tahun 2010 dan 2011, dan Juara II cabang olah raga bola basket putra dalam SERI A Faperta Institut Pertanian Bogor Dalam usaha memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian IPB, penulis menyusun skripsi yang berjudul Pengaruh Pemberian Sampah Organik terhadap Laju Infiltrasi Lubang Resapan Biopori di Areal Pemukiman dibawah bimbingan Ir. Kamir Raziudin Brata, MSc. dan Dr. Ir. Enni Dwi Wahjunie, MSi.

8 ix DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x xi xii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan Hipotesis... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Dampak Sampah Terhadap Manusia dan Lingkungan Lubang Resapan Biopori Laju Infiltrasi... 6 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metoda Penelitian Pelaksanaan Percobaan di Lapang Pengumpulan bahan Pembuatan LRB dan pengisian sampah organik Pengukuran laju infiltrasi dan pemanenan kompos Pengamatan profil tanah Pengolahan Data... 9 BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Geografis Kondisi Iklim Permasalahan Sampah BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Tanah... 14

9 ix 5.2. Laju Infiltrasi pada LRB Dekomposisi Sampah Organik pada LRB BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 27

10 x DAFTAR TABEL No Halaman 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian Hasil Analisis Tekstur di Laboratorium Nilai Rata-rata Laju Infiltrasi LRB pada Setiap Perlakuan Selama 14 Minggu Bobot Basah Sampah dan Kompos yang Dihasilkan Selama 14 Minggu... 21

11 xi DAFTAR GAMBAR No Halaman 1. Penampang Profil Tanah di Lokasi Penelitian Grafik Laju Infiltrasi LRB Selama 14 Minggu Foto LRB pada Minggu Kesepuluh Kondisi LRB Sebelum (a) dan Sesudah (b) Hujan... 23

12 xii DAFTAR LAMPIRAN No Halaman 1. Nilai Laju Infiltrasi LRB dengan Ulangan Selama 14 Minggu Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Pertama Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Kedua Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Ketiga Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Keempat Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Kelima Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Keenam Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Ketujuh Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Kedelapan Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Kesembilan Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Kesepuluh Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Kesebelas Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Kedua belas Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Ketiga belas Analisis Sidik Ragam Laju Infiltrasi LRB (liter/jam) pada Pengukuran Minggu Keempat belas Cuaca Sebelum Pengukuran Laju Infiltrasi Pengisian Sampah Selama Penelitian Berlangsung Bobot Kering Sampah yang Dimasukkan... 35

13 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Air hujan dan sampah, saat ini belum dimanfaatkan dengan baik, terlihat dari banyaknya masalah yang masih ditimbulkan oleh keduanya. Masalah yang ditimbulkan karena belum termanfaatkannya air hujan yaitu banjir, longsor, dan kekeringan. Banjir terjadi karena tidak teresapkannya air saat terjadi hujan, sehingga aliran permukaan menjadi sangat tinggi. Aliran permukaan yang tinggi, diperparah dengan adanya penyumbatan pada saluran drainase oleh sampah, sehingga banjir sering mengancam areal pemukiman. Selain penyumbatan saluran drainase, masalah yang ditimbulkan oleh sampah masih banyak lagi, contohnya pencemaran lingkungan, serta gangguan terhadap kenyamanan dan kepuasan warga yang menyenangi keindahan dan kebersihan. Lubang Resapan Biopori atau sering disingkat LRB, merupakan teknologi multiguna yang dikembangkan untuk mempercepat peresapan air dengan memanfaatkan sampah organik. Manfaat dari LRB yaitu untuk memperbaiki ekosistem tanah, meresapkan air dan mencegah banjir, menambah cadangan air tanah, mengatasi kekeringan, mempermudah penanganan sampah dan menjaga kebersihan, mengubah sampah menjadi kompos, mengurangi emisi gas rumah kaca dan metan, serta mengatasi masalah akibat genangan (Brata dan Nelistya, 2009). Dalam penggunaannya, LRB yang merupakan lubang silindris berdiameter 10 cm dengan kedalaman sekitar 100 cm dari permukaan tanah, diisi sampah organik sebagai aktivator terciptanya biopori. LRB telah dikenal dan digunakan oleh masyarakat luas. Beberapa kota besar di Indonesia bahkan mancanegara telah menggunakan teknologi LRB ini. Akan tetapi dalam penggunaannya, masih banyak kekeliruan-kekeliruan yang dilakukan oleh sebagian masyarakat. Kekeliruan tersebut diantaranya, belum adanya pemanfaatan sampah organik dalam penggunaan LRB. Masyarakat hanya mengenal LRB sebagai teknologi untuk meresapkan air, tidak dimanfaatkan untuk pengisian sampah organik. Sebenarnya, pengisian sampah organik tersebut merupakan hal yang penting untuk meningkatkan biodiversitas tanah yang berperan dalam pembentukan biopori. Sampah organik juga penting untuk

14 2 menghindari kerusakan lubang dan penyumbatan pori oleh sedimen halus dan pertumbuhan lumut. Untuk menyikapi hal tersebut, perlu dilakukan pengkajian tentang pengaruh pemberian sampah organik terhadap laju infiltrasi LRB. Kajian tentang LRB ini dirasa penting dilakukan di Majalengka, karena di daerah ini teknologi LRB belum dikenal secara luas. Selain itu, potensi masalah sampah organik di Majalengka sangat tinggi. Masih banyaknya kebun-kebun di sekitar pemukiman menghasilkan sampah organik kebun berupa guguran daun dan menambah volume sampah yang dihasilkan. Hal tersebut dirasa cocok dijadikan bahan kajian tentang fungsi LRB untuk mengatasi masalah sampah. Pertimbangan lainnya yaitu untuk menunjukkan bahwa teknologi LRB tidak hanya diperuntukkan bagi daerah rawan banjir, akan tetapi dapat diterapkan pada seluruh daerah, termasuk daerah dengan curah hujan sedang seperti Majalengka Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji pengaruh pemberian sampah organik terhadap laju infiltrasi Lubang Resapan Biopori di areal pemukiman Hipotesis Penambahan sampah organik ke dalam LRB dapat meningkatkan laju infiltrasi karena dapat menghindari penyumbatan pori dan meningkatkan pembentukan biopori oleh biodiversitas tanah.

15 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan, baik karena telah diambil bagian utamanya, melalui proses pengolahan, atau karena sudah tidak ada manfaatnya. Sampah merupakan bahan buangan yang tidak diperlukan lagi. Pusat Penelitian Pengembangan Permukiman (Puskim) (2001), mengartikan sampah sebagai suatu bahan buangan yang bersifat padat, cair, maupun gas yang sudah tidak memenuhi persyaratan, tidak dikehendaki, dan merupakan hasil sampingan dari kehidupan sehari-hari. Sedangkan menurut Apriadji (2002), sampah atau dalam bahasa inggrisnya waste, adalah zat atau benda-benda yang sudah tidak terpakai lagi, baik berupa bahan buangan yang berasal dari rumah tangga maupun dari pabrik sebagai sisa proses industri. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut pada hakekatnya sampah merupakan bahan yang tidak digunakan lagi. Sampah sangat banyak jenisnya, menurut Syahrul dan Ollich (1985) sampah berdasarkan sumbernya dapat digolongkan kedalam beberapa kategori, yaitu : (1) sampah hasil aktifitas rumah tangga termasuk dari asrama, rumah sakit, hotel-hotel dan kantor; (2) sampah hasil kegiatan industry dan pabrik; (3) sampah hasil kegiatan pertanian meliputi perkebunan, kehutanan, perikanan, dan peternakan yang sering juga disebut sebagai limbah pertanian; (4) sampah hasil kegiatan perdagangan, misalnya pasar dan pertokoan; (5) sampah dari hasil kegiatan pembangunan; dan (6) sampah dari sekitar jalan raya. Akan tetapi masyarakat luas sering mengelompokkan sampah sebagai sampah anorganik dan sampah organik. Seperti diungkapkan Soekarman (1983), menurut jenis sampah dibagi menjadi: sampah organik seperti daun dan lain-lain, sampah plastik, sampah kertas dan kelompok logam serta kayu. Menurut Brata dan Nelistya (2009), sampah organik merupakan sampah yang pada umumnya dapat membusuk seperti sisa-sisa makanan, daun-daunan, dan buah-buahan. Sampah organik ini biasanya merupakan bahan-bahan yang tidak dapat didaur ulang dan dipakai lagi, akan tetapi merupakan bahan yang terdekomposisi relatif cepat dan

16 4 dapat dimanfaatkan dalam bentuk lain seperti kompos. Berdasarkan asalnya, yang termasuk sampah organik adalah bahan-bahan yang berasal dari mahluk hidup seperti sisa-sisa dari tumbuhan, hewan, ataupun manusia. Bila dikelompokkan kedalam asal tersebut, kertas ataupun karton termasuk ke dalam sampah organik, namun dikarenakan kertas ataupun karton masih dapat di daur ulang sehingga sering dikelompokkan ke dalam sampah anorganik (Apriadji, 2002). Sampah organik banyak jenisnya dan sangat beragam. Spesifik untuk sampah organik yang dihasilkan dari pemukiman atau bisa disebut sampah organik rumah tangga, terdiri dari sisa-sisa makanan (kulit buah-buahan, sisa sayuran yang tidak terpakai), serta daun-daun yang berguguran baik di halaman ataupun taman (Brata dan Nelistya, 2009) Dampak Sampah Terhadap Manusia dan Lingkungan Pengelolaan sampah sangat perlu dilakukan dan pengelolaannya haruslah dilakukan dengan baik. Apabila pengelolaannya tidak dilakukan dengan baik maka akan berakibat buruk pada lingkungan ataupun manusia. Sampah secara umum dapat menimbulkan pencemaran baik udara, air, maupun tanah. Pencemaran pada tanah terutama adalah pencemaran terhadap air permukaan dan air bawah tanah yang sangat membahayakan bagi kesehatan manusia. Disamping itu, pencemaran bahan kimia dapat menimbulkan kerusakan tanah sehingga mempengaruhi kegunaan sumberdaya tersebut (Miner et al., 2000). Menurut Astriani (2009) dampak negatif yang ditimbulkan dari sampah yang tidak dikelola dengan baik adalah sebagai berikut: 1. Dampak terhadap kesehatan, dengan potensi terjangkitnya penyakit diare, kolera, tifus, dan demam berdarah dikarenakan lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing untuk dapat menjangkitkan penyakit. 2. Dampak terhadap keadaan sosial dan ekonomi dimana dampaknya akan membentuk lingkungan yang kurang menyenangkan bagi masyarakat, bau yang tidak sedap dan pemandangan yang buruk karena sampah bertebaran dimana-mana.

17 5 3. Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan memberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan, drainase, dan lain-lain. 4. Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang tidak memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk pengolahan air Lubang Resapan Biopori Lubang Resapan Biopori atau sering disebut LRB dikembangkan berdasarkan prinsip ekohidrologis, dengan cara memperbaiki kondisi ekosistem tanah untuk perbaikan fungsi hidrologisnya. LRB merupakan lubang berbentuk silindris berdiameter sekitar 10 cm yang digali di dalam tanah dengan kedalaman kurang lebih cm atau tidak melebihi muka air tanah dengan memanfaatkan sampah organik sebagai aktifator biodiversitas tanah. LRB dapat meningkatkan kemampuan tanah dalam meresapkan air. Air tersebut meresap melalui biopori yang menembus permukaan diding LRB ke dalam tanah di sekitar lubang. Dengan demikian, dapat menambah cadangan air dalam tanah serta menghindari terjadinya aliran air di permukaan tanah (Brata dan Nelistya, 2009). Berdasarkan prinsip kerjanya air yang meresap dalam LRB melalui pori tanah yang diantaranya merupakan biopori, dimana biopori merupakan ruangan atau pori dalam tanah yang dibentuk oleh mahluk hidup, seperti fauna tanah dan akar tanaman. Bentuk biopori menyerupai liang (terowongan kecil) dan bercabang-cabang yang sangat efektif untuk menyalurkan air dan udara ke dan di dalam tanah. Liang-liang tersebut terbentuk oleh adanya pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman di dalam tanah serta meningkatnya aktifitas fauna tanah, seperti cacing tanah, rayap, dan semut yang menggali liang di dalam tanah. Jumlah serta ukuran biopori tersebut akan terus meningkat mengikuti pertumbuhan akar tanaman serta peningkatan populasi dan aktivitas organisme tanah (Brata dan Nelistya, 2009). Struktur biopori yang terbentuk berupa liang memanjang bercabangcabang sehingga air meresap di sekitar LRB dengan lancar. Biopori itu sendiri diperkuat oleh senyawa organik yang berasal dari organisme tanah dalam pembentukannya sehingga cukup mantap dan tidak mudah rusak atau tertutup. Dengan demikian, sirkulasi air dan udara ke dan di dalam tanah akan selalu

18 6 lancar. Di dalam biopori tersedia cukup bahan organik, air, oksigen, dan unsur hara sehingga cocok bagi perkembangan akar tanaman dan organisme tanah, termasuk mikroorganisme yang membantu pelapukan sampah (Brata dan Nelistya, 2009). Dalam penerapannya LRB memanfaatkan sampah organik dengan cara memasukkannya ke dalam lubang. Sampah organik tersebut dapat menghidupi biota dalam tanah sehingga tercipta biodiversitas tanah yang baik. Dengan penerapan LRB didapatkan berbagai macam manfaat yang berkaitan langsung dengan terciptanya lingkungan hidup yang nyaman dan lestari. Brata dan Nelistya (2009), menyebutkan manfaat-manfaat tersebut yaitu, memperbaiki ekosistem tanah, meresapkan air dalam mencegah banjir, menambah cadangan air tanah, mengatasi kekeringan, mempermudah penanganan sampah serta menjaga kebersihan, mengubah sampah menjadi kompos, mengurangi emisi gas rumah kaca, dan mengatasi masalah akibat genangan Laju Infiltrasi Infiltrasi adalah air yang diterima permukaan bumi dan jika permukaannya tidak kedap air, dapat bergerak ke dalam tanah dengan gaya gerak gravitasi dan kapiler dalam suatu aliran (Seyhan, 1977). Pada proses infiltrasi, umumnya air bergerak secara vertikal ke dalam tanah karena adanya gaya gravitasi ataupun karena adanya gaya sedotan matrik tanah (Jury dan Horton, 2004). Akan tetapi air pun bisa bergerak secara horizontal dari samping baik itu melalui jalur retakan ataupun menembus dinding lubang apabila ada lubang. Tanah yang bersifat porus atau memiliki rongga rongga yang dapat diisi udara dan atau air sehingga air yang masuk ke dalam tanah akan mampu disimpan oleh tanah hingga keadaan kapasitas lapang (Arsyad, 2010). Peran infiltrasi di alam dan dalam kehidupan manusia sangatlah penting karena berkaitan dengan ketersediaan air. Peranan tersebut yaitu mampu menyediakan air untuk pertumbuhan tanaman, mampu menyumbangkan air ke dalam air bawah tanah (ground water) sehingga melestarikan aliran air di musim kemarau, dapat menurunkan aliran permukaan, erosi dan pergerakan sedimen dan bahan polutan ke dalam sistem perairan permukaan tanah. Infiltrasi merupakan agen pencucian unsur hara, selain itu juga dapat memberikan informasi yang

19 7 berguna untuk perencanaan penggunaan lahan, perencanaan irigasi dan pemilihan komoditas (Haridjaja, Murtilaksono dan Rachman, 1991). Kapasitas infiltrasi atau laju infiltrasi maksimum adalah kemampuan tanah menyerap air per satuan waktu tertentu (l/menit, cm 3 /menit, m 3 /jam, inci/jam atau cm/menit), sedangkan laju infiltrasi adalah banyaknya air yang masuk ke dalam tanah per satuan waktu tertentu (l/menit, cm 3 /menit, m 3 /jam, inci/jam atau cm/menit). Jika intensitas hujan kecil atau lebih kecil dari kapasitas infiltrasi, maka kapasitas infiltrasi tidak terpenuhi, sehingga laju infiltrasi sama dengan intensitas hujan. Jika intensitas hujan besar atau lebih dari kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan kapasitas infiltrasi (Arsyad, 2010). Kapasitas infiltrasi tanah juga dipengaruhi oleh porositas tanah, semakin besar porositasnya maka semakin besar kapasitas infiltrasi total. Proses infiltrasi akan meningkatkan kadar air pada kondisi kapasitas lapang, dimana kandungan air dalam tanah maksimum yang dapat di tahan oleh partikel tanah terhadap gaya gravitasi. Pada awal infiltrasi, laju infiltrasi sangat tinggi, kemudian menurun hingga akhirnya konstan pada laju minimum. Pada awal infiltrasi gaya yang bekerja adalah gaya gravitasi dan gaya sedotan matrik tanah, semakin basah, gaya matrik semakin berkurang, akhirnya mencapai nilai 0 (nol) pada saat tanah jenuh. Pada kondisi demikian, gaya yang bekerja hanya gaya gravitasi (Arsyad, 2010).

20 8 BAB III METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian lapang dilakukan di Kelurahan Tonjong, Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka Jawa Barat, berlangsung dari bulan April hingga Agustus Kemudian dilanjutkan dengan analisis tekstur tanah dan pengolahan data pada bulan September hingga Desember 2011 di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB Bahan dan Alat Penelitian Sampah organik rumah tangga yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampah dapur berupa sisa-sisa sayuran dan buah-buahan, serta sampah kebun berupa daun mangga. Alat yang digunakan selama penelitian lapang, yaitu bor biopori, golok, gayung, ember, stopwatch, timbangan, kartu deskripsi profil tanah, Munsell Soil Color Chart Metoda Penelitian Penelitian menggunakan rancangan percobaan Acak Kelompok dengan tiga kelompok sebagai ulangan. Perlakuan yang diberikan sebanyak lima perlakuan terdiri dari : a. S0, LRB tanpa diisi sampah. b. S1, LRB diisi sampah dapur sekali pada awal penelitian. c. S2, LRB diisi sampah daun mangga sekali pada awal penelitian. d. S3, LRB diisi sampah dapur secara kontinyu. e. S4, LRB diisi sampah daun mangga secara kontinyu Pelaksanaan Percobaan di Lapang Pengumpulan bahan Bahan yang dikumpulkan merupakan sampah organik rumah tangga yang terdiri dari sampah dapur dan sampah kebun yang diperoleh dari lingkungan sekitar tempat penelitian. Sampah dapur dikumpulkan dari rumah dan warung nasi di sekitar lokasi penelitian. Sampah kebun yang digunakan pada penelitian ini

21 9 merupakan sampah daun yang cukup dominan di wilayah penelitian, yaitu sampah daun mangga Pembuatan LRB dan pengisian sampah organik Pembuatan LRB disesuaikan dengan lokasi penelitian, dengan jarak antar lubang satu meter. Setelah LRB tersedia, kemudian diisi sampah hingga penuh sesuai dengan masing-masing perlakuan. Pada perlakuan S3 dan S4 sampah dimasukkan secara kontinyu, yaitu pengisian sampah dilakukan secara terusmenerus ketika volume sampah di dalam lubang menyusut karena adanya proses dekomposisi dalam LRB. Pengisian sampah untuk perlakuan S3 dan S4 dilakukan selama penelitian berlangsung yaitu 14 minggu. Dilakukan pengukuran bobot sampah setiap kali sampah dimasukkan sehingga didapat data bobot sampah yang dimasukkan ke setiap lubang selama 14 minggu. Data tersebut dapat dilihat pada Tabel Lampiran Pengamatan laju infiltrasi dan pemanenan kompos Pengamatan laju infiltrasi dilakukan seminggu sekali selama 14 minggu. Laju infiltrasi pada LRB diukur dengan menggunakan metode sederhana, dengan mengukur volume air yang dimasukkan ke dalam LRB selama 60 menit. Pemanenan kompos dilakukan 5 hari setelah pengamatan laju infiltrasi minggu terakhir, dengan mengosongkan isi LRB pada perlakuan S3 dan S4, kemudian dipisahkan bahan yang masih kasar dengan bahan yang telah menjadi kompos kemudian ditimbang bobotnya. Bahan kasar diambil menggunakan tangan hingga kedalaman 40 cm, sedangkan pengambilan bahan halus menggunakan bor Pengamatan profil tanah Pengamatan profil dilakukan setelah pengamatan laju infiltrasi berakhir, dengan menggali profil tanah hingga kedalaman 150 cm. Contoh tanah diambil mewakili setiap lapisan (horison) untuk analisis tekstur di laboratorium dengan metode pipet Pengolahan Data Data analisis ragam laju infiltrasi LRB diolah menggunakan Microsoft Excel 2007 untuk melihat pengaruh jenis dan cara pemberian sampah terhadap laju infiltrasi LRB. Penghitungan menggunakan Microsoft Excel 2007

22 10 dimaksudkan untuk mambandingkan nilai laju infiltrasi LRB dari tiap perlakuan dengan perlakuan lainnya. Kemudian perbandingan data laju infiltrasi LRB dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf 5% dan taraf 1% (Steel dan Torrie, 1989).

23 11 BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan geografis Kabupaten Majalengka merupakan bagian dari wilayah administrasi Provinsi Jawa Barat yang memiliki luas wilayah hektar yang terdiri atas 26 kecamatan, 13 kelurahan dan 321 desa. Secara geografis, Kabupaten Majalengka terletak pada koordinat ,39 sampai dengan ,75 Lintang Selatan dan ,87 sampai dengan ,84 Bujur Timur. Tepatnya, lokasi penelitian berada di Kecamatan Majalengka yang terletak pada koordinat sampai dengan Lintang Selatan dan sampai dengan Bujur Timur. Jarak dari Ibukota Kecamatan ke Ibukota Kabupaten berkisar antara 0 37 kilometer, dan jarak dari Ibukota Kabupaten ke Ibukota Provinsi Jawa Barat adalah ± 91 kilometer serta jarak dari Ibukota Kabupaten ke Ibukota Negara adalah ± 200 kilometer. Batas wilayah administrasi, Kabupaten Majalengka sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Indramayu, sebelah Selatan dengan Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Tasikmalaya, sebelah Barat dengan Kabupaten Sumedang, dan Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Cirebon. Berdasarkan klasifikasi kemiringan lahan, Kabupaten Majalengka diklasifikasikan ke dalam 3 (tiga) kelas yaitu landai atau dataran rendah (0 15 persen), berbukit bergelombang (15 40 persen) dan perbukitan terjal (>40 persen). Sebesar 13,21 persen dari luas wilayah Kabupaten Majalengka berada pada kemiringan lahan di atas 40 persen, 18,53 persen berada dalam kelas kemiringan lahan persen, dan 68,26 persen berada pada kelas kemiringan lahan 0-15 persen. Lokasi penelitian itu sendiri tepatnya berada pada kelas kemiringan lahan 0-15 persen. Sedangkan berdasarkan ketinggian, wilayah Kabupaten Majalengka diklasifikasikan dalam 3 (tiga) klasifikasi utama yaitu dataran rendah (0-100 m dpl), dataran sedang (> m dpl) dan dataran tinggi (> 500 m dpl). Dataran rendah sebesar 42,21 persen dari luas wilayah, berada di Wilayah Utara Kabupaten Majalengka, dataran sedang sebesar 20,82 persen dari luas wilayah,

24 12 umumnya berada di Wilayah Tengah, dan dataran tinggi sebesar 36,97 persen dari luas wilayah, mendominasi Wilayah Selatan Kabupaten Majalengka, termasuk di dalamnya wilayah yang berada pada ketinggian di atas m dpl yaitu terletak di sekitar kawasan kaki Gunung Ciremai. Untuk lokasi penelitian termasuk klasifikasi dataran rendah dengan ketinggian m dpl Kondisi Iklim Kabupaten Majalengka beriklim tropis, dengan suhu rata-rata berkisar antara 23 33,1ºC dan kelembaban udara antara persen dengan kecepatan angin rata-rata sebesar 3,75 knot. Data Statistik Meteorologi menunjukkan jumlah hari hujan pada tahun 2010 mencapai 245 hari dengan curah hujan berkisar antara 89 hingga 586 mm, sedangkan pada tahun 2009 turun hujan selama 156 hari dengan curah hujan antara 60 hingga 419 mm. Selama tahun 2010, hujan turun pada setiap bulannya. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret yang mencapai 586 mm dan terendah terjadi pada bulan Juli dengan curah hujan mencapai 89 mm Permasalahan Sampah Berdasarkan data dari Pemerintah Kabupaten Majalengka, di Kabupaten Majalengka terdapat 2 Tempat Pengelolaan Akhir (TPA) yaitu TPA Heuleut dan TPA Talaga. Sampah di Kabupaten Majalengka berasal dari berbagai sumber seperti dari perumahan, pasar, rumah sakit, tempat-tempat umum, dan industri. Sampah organik dan rumah tangga mendominasi komposisi sampah yang dihasilkan di Kabupaten Majalengka. Berdasarkan data tahun 2008, dari 7 kecamatan terlayani meliputi 6 kelurahan dan 22 desa dengan jumlah penduduk jiwa. Rata-rata volume sampah terangkut setiap harinya sebesar 142,00 meter kubik dan dalam sebulan mencapai 4.260,00 meter kubik. Sementara potensi timbunan sampah di seluruh wilayah Kabupaten Majalengka saat ini setiap harinya mencapai 2.995,43 meter kubik, yang berarti hanya 4,20 persen saja sampah di Kabupaten Majalengka yang terangkut. Wilayah yang telah terlayani pelayanan persampahan sampai dengan tahun 2008 yaitu Kecamatan Majalengka, Kecamatan Panyingkiran, Kecamatan

25 13 Kadipaten, Kecamatan Cigasong, Kecamatan Rajagaluh, Kecamatan Cikijing, Kecamatan Talaga, sebagian Kecamatan Dawuan, dan sebagian Kecamatan Jatiwangi. Hal tersebut tentunya menjadi masalah karena baru 7 kecamatan yang telah terlayani dari 26 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Majalengka.

26 14 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Tanah Deskripsi profil dan hasil analisis tekstur tiap kedalaman horison disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian Horison Kedalaman Uraian A 0-15 cm Coklat kekuningan (10YR 3/4); lempung berliat; struktur gumpal bersudut, halus, sedang; agak keras (kering), teguh (lembab), agak lekat, agak plastis (basah); akar sedang, halus; batas jelas, tidak teratur. E cm Coklat sangat gelap (7,5YR 2,5/2); lempung berliat; struktur gumpal bersudut, halus, sedang; teguh (lembab), agak lekat, agak plastis (basah); akar sedang,halus; Batas jelas, tidak teratur. Bt cm Coklat sangat gelap (7,5YR 2,5/2); liat; struktur gumpal bersudut, halus, sedang; teguh (lembab), agak lekat, agak plastis (basah); akar sedikit, halus; batas berangsur, tidak teratur. Bt cm Coklat sangat gelap (7,5YR 2,5/3); liat; struktur gumpal bersudut, sedang, sedang; teguh (lembab), agak lekat, plastis (basah); batas berangsur, tidak teratur. Bt cm Coklat sangat gelap (7,5YR 2,5/3); liat; struktur gumpal bersudut, sedang, sedang; teguh (lembab), lekat, plastis (basah); batas berangsur tidak teratur.

27 15 Tabel 2. Hasil Analisis Tekstur di Laboratorium Kedalaman (cm) % Pasir % Liat % Debu Kelas Tekstur ,80 28,85 28,35 Lempung berliat ,75 36,68 33,56 Lempung berliat ,45 43,69 30,87 Liat ,75 59,07 23,18 Liat ,17 62,76 24,07 Liat Dari deskripsi profil (Tabel 1) dan analisis tekstur (Tabel 2) diperkirakan tanah di lokasi penelitian tergolong ke dalam Ultisol karena tanah tersebut memiliki horison argilik (Bt1-Bt3), ditunjukkan oleh peningkatan liat 1,2 kali (Bt1), 1,6 kali (Bt2), dan 1,7 kali (Bt3) dari horison E. Gambar 1. Penampang Profil Tanah di Lokasi Penelitian Peningkatan kadar liat pada horison argilik secara alami dapat menghambat infiltrasi yang dapat memicu terjadinya aliran permukaan. Tingginya kandungan pasir dan debu pada lapisan atas mengakibatkan agregat tanah mudah hancur dan peka terhadap erosi akibat aliran permukaan. Bouyoucos (1935) dalam Arsyad (2010), mengatakan bahwa tanah yang mempunyai nisbah liat tinggi (% liat rendah) umumnya lebih peka terhadap erosi dari pada yang mempunyai nisbah liat rendah (% liat tinggi). Nisbah liat itu sendiri didapat dengan cara membagi persentase pasir dan debu dengan persentase liat.

28 Laju Infiltrasi Pada LRB Hasil pengamatan laju infiltrasi rata-rata selama 60 menit pada minggu pertama sampai minggu keempat belas disajikan pada Tabel 3, serta pola perubahannya masing-masing digambarkan pada Gambar 2, sedangkan hasil analisis ragam laju infiltrasi LRB pada minggu pertama hingga minggu keempat belas dapat dilihat pada Tabel Lampiran 2 hingga Tabel Lampiran 15. Gambar 2. Grafik Laju Infiltrasi LRB Selama 14 Minggu Gambar 2 menunjukkan bahwa pola laju infiltrasi perlakuan S0, S1, dan S2 terus menurun dari minggu pertama hingga minggu keempat belas. Penurunan laju infiltrasi terjadi akibat terisinya lubang oleh tanah hasil erosi. LRB yang diisi sampah organik di awal saja (S1 dan S2), pada pengukuran pertama nyata lebih tinggi laju infiltrasinya dibandingkan LRB tanpa diisi sampah (S0), dan pada minggu-minggu berikutnya masih cenderung lebih tinggi (Tabel 3). Hal tersebut terjadi karena adanya pengaruh sampah organik organik yang diisikan ke dalam LRB. Pemberian sampah organik pada lubang resapan biopori, mengundang fauna tanah seperti cacing tanah, semut dan rayap untuk datang, karena sampah organik merupakan sumber makanan bagi fauna tanah tersebut. Fauna tanah yang

29 17 ada dalam LRB membentuk lubang kecil yang bercabang dan bersambungan yang dapat dilewati air sehingga laju infiltrasi pada LRB semakin meningkat. Brata dan Nelistya (2009) mengungkapkan bahwa biopori berupa liang (terowongan kecil) dan bercabang-cabang yang sangat efektif untuk menyalurkan air dan udara ke dan di dalam tanah, terbentuk oleh adanya pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman serta meningkatnya aktivitas fauna tanah seperti cacing tanah, rayap dan semut yang menggali liang di dalam tanah. Notohadiprawiro (1999) menyebutkan bahwa cacing tanah, rayap, dan semut membuat terowongan dalam tanah sambung menyambung yang dapat melancarkan daya antar air. Selain itu, laju infiltrasi LRB pada perlakuan S1 cenderung lebih tinggi dibandingkan perlakuan S2 (Tabel 3). Hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan jenis sampah yang diisikan ke dalam LRB. Sampah dapur lebih disukai organisme tanah karena lebih mudah hancur dibandingkan sampah daun mangga. Pola laju infiltrasi yang ditampilkan Gambar 2, menunjukkan bahwa perlakuan S3 dan S4 mula-mula meningkat hingga minggu keenam selanjutnya mengalami penurunan. Peningkatan nilai laju infiltrasi LRB, diakibatkan oleh aktifitas fauna tanah yang semakin meningkat karena sumber makanan (sampah organik) terus tersedia, sehingga biopori yang tercipta semakin banyak. Sedangkan penurunan nilai laju infiltrasi LRB setelah minggu keenam, terjadi karena terbentuknya kompos hasil dekomposisi sampah organik yang menyebabkan penurunan ukuran pori. Aktifitas fauna tanah pun menurun, karena sampah organik segar yang tersedia semakin sedikit volumenya. Walaupun tidak besar pengaruhnya, erosi juga mempengaruhi penurunan laju infiltrasi tersebut. Terjadi penurunan laju infiltrasi pada minggu pertama hingga ketiga untuk perlakuan S4, disebabkan LRB yang terisi tanah erosi sedangkan aktifitas organisme tanah belum meningkat. Selain itu apabila dilihat dari ulangan perlakuan, terdapat perbedaan nilai laju infiltrasi yang cukup tinggi antar ulangan pada perlakuan S4 (Tabel lampiran 1), sehingga nilai laju infiltrasi yang dihasilkan menjadi lebih kecil.

30 18 Tabel 3. Nilai Rata-rata Laju Infiltrasi LRB pada Setiap Perlakuan Selama 14 Minggu Laju Infiltrasi (liter/jam) Perlakuan Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Minggu 6 Minggu 7 Minggu 8 Minggu 9 Minggu 10 Minggu 11 Minggu 12 Minggu 13 Minggu 14 S0 142,0a* 105,4a* 83,8a* 69,9a* 76,1a* 67,2a* 56,5a* 34,3A* 38,5A* 25,3Aa* 17,5a* 10,0A* 12,1A* 9,7Aa* S1 330,7b 298,7a 262,3b 214,3a 221,0ab 218,0ab 184,7a 83,3A 50,7A 49,7Aab 48,7a 10,3A 14,3A 15,3Aa S2 340,0b 282,0a 243,0ab 181,3a 186,0ab 109,2a 69,7a 42,7A 45,0A 31,7Aa 29,0a 15,7A 10,3A 10,8Aa S3 293,7b 294,3a 313,7b 439,0b 248,0b 514,7c 366,7b 311,7B 315,3C 199,0Bc 184,3b 62,3B 186,7B 82,2Bb S4 247,0ab 238,7a 194,7ab 204,7a 292,7b 307,0b 164,0a 166,7AB 131,7B 94,7Ab 84,3ab 62,0B 183,0B 157,0Bc BNT α 5% 151,5 197,3 161,7 185,4 176,0 178,0 153,1 133,7 40,5 61,5 118,4 27,6 65,5 51,6 BNT α 1% 215,5 280,7 230,0 263,7 250,3 253,2 217,8 190,1 57,7 87,5 168,4 39,2 93,1 73,4 *) Angka yang diikuti huruf kecil yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan nyata pada taraf 5% dan angka yang diikuti huruf besar yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan sangat nyata pada taraf 1% berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT).

31 19 Penurunan laju infiltrasi pada minggu kelima untuk perlakuan S3, disebabkan jenis sampah dapur yang diisikan pada minggu tersebut dominan sampah yang berkadar air tinggi seperti mentimun, terung, dan papaya busuk. Hal tersebut mempengaruhi kadar air pada LRB, sehingga LRB menjadi cepat jenuh air. Kondisi tersebut tentunya berpengaruh terhadap aktivitas fauna tanah yang berada dalam LRB. Kadar air yang terlalu tinggi pada bahan organik tidak disukai rayap dan semut. Selain itu kandungan polifenol pada mentimun dan terung mempengaruhi aktifitas cacing tanah. Handayanto dan Hairiah (2007) menyebutkan bahwa cacing tanah akan menunggu agak lama untuk menyerang bahan organik yang mengandung polifenol terlalu tinggi. Peningkatan kembali laju infiltrasi LRB perlakuan S3 dan S4 pada minggu ketiga belas, terjadi karena dilakukan penusukan terhadap LRB menggunakan bambu sehingga secara tidak sengaja terjadi pembalikan sampah organik yang terdapat pada LRB. Sampah organik segar yang masuk ke bagian bawah LRB merangsang organisme tanah sehingga aktifitasnya kembali meningkat. Laju infiltrasi pada perlakuan S3 cenderung lebih tinggi dibandingkan S4, bahkan nyata dan sangat nyata lebih tinggi dibandingkan S4. Hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan jenis sampah yang diisikan ke dalam LRB. Sampah dapur yang memiliki nisbah C/N yang rendah, lebih disukai organisme tanah karena lebih mudah hancur dibandingkan sampah daun mangga. Perlakuan S3 secara nyata lebih tinggi laju infiltrasinya dibandingkan S0 mulai dari minggu pertama, ketiga, hingga kelima dan sangat nyata mulai minggu keenam hingga keempat belas, bahkan nyata terhadap S1 dan S2 dari minggu keempat hingga minggu keempat belas terkecuali pada minggu kelima (Tabel 3). Perlakuan S4 secara nyata lebih tinggi laju infiltrasinya dibandingkan S0 mulai dari minggu kelima hingga minggu keempat belas, bahkan nyata terhadap S1 dan S2 dari minggu kesembilan hingga minggu keempat belas terkecuali minggu kesebelas (Tabel 3). Laju infiltrasi pada perlakuan S3 cenderung lebih tinggi dibandingkan S4, bahkan nyata dan sangat nyata lebih tinggi dibandingkan S4. Dengan pemberian sampah organik secara kontinyu, peningkatan biodiversitas tanah dalam LRB tetap terjaga sehingga pembentukkan biopori terus berlangsung. Selain itu, sampah organik yang selalu memenuhi LRB dapat

32 20 menghindarkan kerusakan lubang dan penyumbatan pori oleh sedimen halus dan pertumbuhan lumut. Brata dan Nelistya (2009) mengungkapkan bahwa permukaan resapan pada LRB tidak akan mengalami kerusakan atau penyumbatan apabila terisi sampah organik. Gambar 3 menampilkan foto kondisi LRB dari setiap perlakuan pada minggu kesepuluh. a). Perlakuan S0 b). Perlakuan S1 c). Perlakuan S2 d). Perlakuan S3 e). Perlakuan S4 Gambar 3. Foto LRB pada Minggu Kesepuluh Gambar 3 menunjukkan bahwa perlakuan S0, S1, dan S2 telah terisi oleh material hasil erosi. Sedangkan perlakuan S3 dan S4, terisi oleh sampah organik sehingga LRB dapat terjaga dari kerusakan akibat erosi.

33 21 Dari data laju infiltrasi LRB yang didapatkan, maka dapat dihitung jumlah LRB yang harus dibuat untuk meresapkan air hujan dalam suatu luasan tertentu. Perhitungan dilakukan dengan membagi hasil perkalian intensitas hujan dan luas area dengan laju infiltrasi per lubang. Menurut Arsyad (2010), apabila lamanya hujan 60 menit, maka bisa disebut hujan lebih apabila intensitas hujan rata-rata mencapai 20 mm/jam. Berdasarkan pernyataan tersebut, diambil contoh intensitas hujan rata-rata 40 mm/jam dengan lamanya hujan 60 menit merupakan hujan lebih. Apabila diambil nilai laju infiltrasi dari perlakuan yang menghasilkan ratarata laju infiltrasi tertinggi selama 14 minggu yaitu pada perlakuan S3, maka didapat nilai laju infiltrasi 272 liter/jam. Dari data tersebut, dapat diketahui jumlah LRB yang harus dibuat pada areal seluas 100 m 2 yaitu sebanyak 15 lubang Dekomposisi Sampah Organik pada LRB Dengan pemberian sampah secara kontinyu, maka didapatkan hasil tambahan berupa kompos. Pada LRB yang diisi sampah dapur secara kontinyu, kompos telah memenuhi ± 70% volume lubang. Sedangkan LRB yang diisi sampah daun mangga secara kontinyu, kompos memenuhi ± 40% volume lubang. Total bobot sampah yang diisikan ke dalam LRB serta bobot kompos yang dihasilkan selama 14 minggu disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Bobot Basah Sampah dan Kompos yang Dihasilkan Selama 14 Minggu Perlakuan Bobot Basah Sampah (gram) Bahan yang Diangkat (gram) Bahan Kasar (gram) S S S Bobot Kompos (gram) S S Bahan yang diangkat dari dalam LRB berupa campuran dari bahan kasar dan kompos. Bahan kasar tersebut merupakan sampah organik yang belum terdekomposisi secara sempurna, sedangkan kompos merupakan sampah organik yang telah terdekomposisi sehingga menyerupai tanah. Untuk perlakuan S1 dan

34 22 S2 tidak didapat data kompos karena sudah terkubur oleh tanah dan sulit untuk membedakan antara kompos dengan tanahnya. Berdasarkan Tabel 4, secara keseluruhan bobot sampah yang diisikan, bahan yang diangkat, serta kompos yang dihasilkan pada perlakuan S3 lebih tinggi dibandingkan dengan S4. Hal tersebut disebabkan sampah dapur yang diisikan pada perlakuan S3 berupa bahan segar seperti kulit buah, potongan sayuran, ampas kelapa, dan lain-lain. Sehingga nisbah C/N sampah dapur lebih kecil bila dibandingkan nisbah C/N daun mangga. Seperti yang diungkapkan oleh Federick dan Michel dalam Aminah, Soedarsono, dan Sastro (2003) bahwa nilai nisbah C/N sisa makanan, sisa buah-buahan, dan dedaunan berturut-turut adalah 15, 35, dan 50. Semakin kecil nisbah C/N suatu bahan maka akan semakin cepat bahan tersebut terdekomposisi. Bobot bahan kasar yang terangkat pada perlakuan S3 lebih rendah dibandingkan perlakuan S4. Semakin sedikit bahan kasar yang tersisa menunjukkan laju dekomposisi yang cepat. Sehingga intensitas pengisian sampah pada LRB untuk perlakuan S3 lebih sering apabila dibandingkan dengan perlakuan S4. Waktu pengisian sampah pada masing-masing perlakuan ditampilkan pada Tabel Lampiran 17. Sementara itu, apabila dilihat berdasarkan bobot kering sampah yang dimasukkan ke dalam LRB ternyata bobot pada perlakuan S4 lebih tinggi dibandingkan perlakuan S3 (Tabel Lampiran 18). Hal tersebut dikarenakan kadar air sampah dapur yang sangat tinggi dibandingkan sampah daun mangga. Berdasarkan Tabel 4, pada perlakuan S4 terlihat bobot bahan yang diangkat lebih tinggi nilainya dibanding bobot sampah yang dimasukkan. Hal tersebut terjadi dikarenakan adanya material tanah yang masuk ke dalam LRB akibat dari erosi, sehingga tanah tersebut menambah bobot bahan yang diangkat. Tanah yang tercampur dengan kompos sulit untuk dipisahkan, karena kompos itu sendiri menyerupai tanah.

35 23 a). LRB sebelum hujan b). LRB sesudah hujan Gambar 4. Kondisi LRB Sebelum (a) dan Sesudah (b) Terjadi Hujan Gambar 4 menunjukkan kondisi LRB pada perlakuan S4 yang mengalami erosi. Gambar 4b menampilkan kondisi LRB sesudah terjadi hujan yang tertutup oleh tanah. Hal tersebut dapat menerangkan penyebab tingginya bobot bahan yang diangkat dibanding bobot sampah yang dimasukkan ke dalam lubang pada perlakuan S4 berdasarkan Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa untuk memenuhi LRB selama 14 minggu, dibutuhkan sebanyak 14,9 kg sampah dapur dan 2,6 kg sampah daun. Sebanyak 14,9 kg dan 2,6 kg sampah yang dapat dimanfaatkan tersebut, merupakan kunci untuk mempertahankan laju resapan.

36 24 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Pengisian sampah organik dapur serta sampah daun mangga di awal saja pada LRB (S1 dan S2) nyata meningkatkan laju infiltrasi LRB pada pengukuran pertama serta cenderung lebih tinggi nilai laju infiltrasinya pada pengukuran selanjutnya dibandingkan tanpa diisi sampah (S0). 2. Pengisian sampah organik secara kontinyu pada LRB (S3 dan S4) secara nyata menjaga keberlanjutan fungsi LRB dalam meresapkan air dibandingkan LRB tanpa diisi sampah dan diisi sampah di awal saja (S0, S1, dan S2). 3. Pengisian sampah dapur pada LRB, menghasilkan nilai laju infiltrasi lebih tinggi dibandingkan pengisian sampah daun mangga Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada jenis tanah yang berbeda dan menggunakan jenis sampah yang berbeda.

37 25 DAFTAR PUSTAKA Aminah, S., G.B. Soedarsono dan Y. Sastro Teknologi Pengomposan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Jakarta. Apriadji, W.H Memproses Sampah. Penebar Swadaya. Jakarta. Arsyad, S Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. Astriani Dampak Negatif Sampah. http: // astriani.wordpress.com/ 2009/01/20/ dampak-negatif- sampah. Diakses tanggal 27 Februari Brata, K. R. dan A. Nelistya Lubang Resapan Biopori. Penebar Swadaya. Jakarta. Hadiwiyoto, S Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Yayasan Idayu. Jakarta. Handayanto, E. dan K. Hairiah Biologi Tanah Landasan Pengelolaan Tanah Sehat. Pustaka Adipura. Yogyakarta. Haridjaja, O., K. Murtilaksono dan L. M. Rachman Hidrologi Pertanian. Jurusan Tanah, Faperta IPB. Bogor. Jury, W. A., and R. Horton Soil Physics. John Willey and Sons. New Jersey. Miner, J. R., F. J. Humerik and M. R. Overcash Managing Livestock Wastes to pressure Environmental Quality. Lowa State University Press. Ames. Notohadiprawiro, T Tanah dan Lingkungan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. [Puskim] Petunjuk Teknis Tata Cara Perencanaan Tempat Pembuangan Akhir sampah (TPA) di Daerah Pasang Surut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman, Bandung. Seyhan, E Dasar-dasar Hidrologi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Soekarman Pemanfaatan Tinja dan Sampah DKI Jakarta untuk Menunjang Pembangunan Nasional. CV Era Swasta. Jakarta. Steel, R. G. D., and J. H. Torrie Prinsip dan Prosedur Statistika. (diterjemahkan oleh : Bambang Sumantri), PT Gramedia. Jakarta.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan,

Lebih terperinci

Tabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian Horison Kedalaman Uraian

Tabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian Horison Kedalaman Uraian 14 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Tanah Deskripsi profil dan hasil analisis tekstur tiap kedalaman horison disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1. Deskripsi Profil di Lokasi Penelitian

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Organik Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan,

Lebih terperinci

BAB II METODOLOGI PENELITIAN

BAB II METODOLOGI PENELITIAN BAB II METODOLOGI PENELITIAN Flow Chart Pengerjaan Tugas Akhir PERMASALAHAN Perlunya kajian mengenai permasalahan terkait dengan perubahan tata guna lahan, berkurangnya volume air tanah dan permasalahan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI Kerangka Pemikiran

III. METODOLOGI Kerangka Pemikiran III. METODOLOGI 11 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2008 sampai Agustus 2009. Penelitian dilakukan di lapang dan di laboratorium konservasi tanah dan air. Pada penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN KEMBALI SAMPAH ORGANIK SETELAH PEMANENAN KOMPOS TERHADAP LAJU INFILTRASI DAN BEBERAPA SIFAT TANAH (C-ORGANIK, N-TOTAL DAN

PENGARUH PEMBERIAN KEMBALI SAMPAH ORGANIK SETELAH PEMANENAN KOMPOS TERHADAP LAJU INFILTRASI DAN BEBERAPA SIFAT TANAH (C-ORGANIK, N-TOTAL DAN i PENGARUH PEMBERIAN KEMBALI SAMPAH ORGANIK SETELAH PEMANENAN KOMPOS TERHADAP LAJU INFILTRASI DAN BEBERAPA SIFAT TANAH (C-ORGANIK, N-TOTAL DAN ph) DI SEKITAR LUBANG RESAPAN BIOPORI DI AREAL PEMUKIMAN PARUBAHAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4.1. Karakteristik Fisik Tanah di Sekitar Lubang Resapan Biopori 4.1.1. Bobot Isi Tanah Hantaran hidrolik merupakan parameter sifat fisik tanah yang berperan dalam pengelolaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi 2 TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi Infiltrasi didefinisikan sebagai proses masuknya air ke dalam tanah melalui permukaan tanah. Umumnya, infiltrasi yang dimaksud adalah infiltrasi vertikal, yaitu gerakan ke

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lubang Resapan Biopori

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lubang Resapan Biopori II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lubang Resapan Biopori LRB adalah lubang silindris yang dibuat secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10 30 cm, kedalaman sekitar 100 cm atau tidak melebihi kedalaman muka

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sifat Umum Latosol Tanah Latosol adalah tipe tanah yang terbentuk melalui proses latosolisasi. Proses latosolisasi memiliki tiga proses utama, yaitu (1) pelapukan intensif yang

Lebih terperinci

BAB II PENERAPAN LUBANG RESAPAN BIOPORI DI KOTA BANDUNG

BAB II PENERAPAN LUBANG RESAPAN BIOPORI DI KOTA BANDUNG BAB II PENERAPAN LUBANG RESAPAN BIOPORI DI KOTA BANDUNG 2.1 Teknologi Lubang Resapan Biopori. Secara alami biopori adalah lubang-lubang kecil atau terowongan kecil di dalam tanah yang terbentuk oleh aktivitas

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS SAMPAH, VARIASI UMUR SAMPAH TERHADAP LAJU INFILTRASI LUBANG RESAPAN BIOPORI (LRB)

PENGARUH JENIS SAMPAH, VARIASI UMUR SAMPAH TERHADAP LAJU INFILTRASI LUBANG RESAPAN BIOPORI (LRB) PENGARUH JENIS SAMPAH, VARIASI UMUR SAMPAH TERHADAP LAJU INFILTRASI LUBANG RESAPAN BIOPORI (LRB) Ananda Wulida Habibiyah 1), Sri Widyastuti 2) Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

PENGUKURAN LAJU INFILTRASI LUBANG RESAPAN BIOPORI DENGAN PEMILIHAN JENIS DAN KOMPOSISI SAMPAH DI KAMPUS I UKRIDA TANJUNG DUREN JAKARTA

PENGUKURAN LAJU INFILTRASI LUBANG RESAPAN BIOPORI DENGAN PEMILIHAN JENIS DAN KOMPOSISI SAMPAH DI KAMPUS I UKRIDA TANJUNG DUREN JAKARTA Jurnal Teknik dan Ilmu Komputer PENGUKURAN LAJU INFILTRASI LUBANG RESAPAN BIOPORI DENGAN PEMILIHAN JENIS DAN KOMPOSISI SAMPAH DI KAMPUS I UKRIDA TANJUNG DUREN JAKARTA MEASURING THE INFILTRATION RATE OF

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hantaran Hidrolik

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hantaran Hidrolik II. TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1. Hantaran Hidrolik Hantaran hidrolik adalah salah satu sifat fisik tanah yang penting untuk diperhatikan dalam penggunaan dan pengelolaan tanah. Hantaran hidrolik berperan penting

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Lubang Resapan Biopori

TINJAUAN PUSTAKA Lubang Resapan Biopori II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lubang Resapan Biopori Lubang Resapan Biopori atau yang biasa disingkat LRB adalah sebuah rekayasa teknologi peresapan air tepat guna berupa lubang silindris berbentuk vertikal

Lebih terperinci

Penelitian Biopori Untuk Menentukan Laju Resap Air Berdasarkan. Variasi Umur Dan Jenis Sampah

Penelitian Biopori Untuk Menentukan Laju Resap Air Berdasarkan. Variasi Umur Dan Jenis Sampah Penelitian Biopori Untuk Menentukan Laju Resap Air Berdasarkan Variasi Umur Dan Jenis Sampah Research Of Biopores To Determine The Rate Of Water Absorption Based On Variation In Age And Types Of Solid

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN SOSIALISASI PEMBUATAN BIOPORI DI BANJAR BUKIAN DAN KIADAN, PLAGA PELAGA AGUSTUS Oleh: I GDE SUARJA Koordinator JANMA

LAPORAN KEGIATAN SOSIALISASI PEMBUATAN BIOPORI DI BANJAR BUKIAN DAN KIADAN, PLAGA PELAGA AGUSTUS Oleh: I GDE SUARJA Koordinator JANMA LAPORAN KEGIATAN SOSIALISASI PEMBUATAN BIOPORI DI BANJAR BUKIAN DAN KIADAN, PLAGA PELAGA 22-23 AGUSTUS 2013 Oleh: I GDE SUARJA Koordinator JANMA @ 2013 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desa Pelaga, salah

Lebih terperinci

Gambar 1. Lahan pertanian intensif

Gambar 1. Lahan pertanian intensif 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Penggunaan Lahan Seluruh tipe penggunaan lahan yang merupakan objek penelitian berada di sekitar Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, IPB - Bogor. Deskripsi

Lebih terperinci

Oleh: Irawan Yulva Dinata*, Erna Juita**, Farida**

Oleh: Irawan Yulva Dinata*, Erna Juita**, Farida** 1 1 Studi Tentang Laju Infiltrasi Lubang Resapan Biopori (LRB) Pada Beberapa Jenis Penggunaan Lahan di Kelurahan Gunung Pangilun Kecamatan Padang Utara Kota Padang Oleh: Irawan Yulva Dinata*, Erna Juita**,

Lebih terperinci

Studi Campuran Tanah dan Kompos sebagai Media Resapan pada Daerah Genangan

Studi Campuran Tanah dan Kompos sebagai Media Resapan pada Daerah Genangan 1 Studi Campuran Tanah dan Kompos sebagai Media Resapan pada Daerah Genangan Sulistiya Nengse, Didik Bambang Supriyadi, dan Mas Agus Mardyanto Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan

TINJAUAN PUSTAKA. Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan TINJAUAN PUSTAKA Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) Ubi kayu merupakan bahan pangan yang mudah rusak (perishable) dan akan menjadi busuk dalam 2-5 hari apabila tanpa mendapat perlakuan pasca panen yang

Lebih terperinci

PERBAIKAN SIFAT FISIKA TANAH PERKEBUNAN KARET (Havea brasiliensis) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK BIOPORI

PERBAIKAN SIFAT FISIKA TANAH PERKEBUNAN KARET (Havea brasiliensis) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK BIOPORI 1 PERBAIKAN SIFAT FISIKA TANAH PERKEBUNAN KARET (Havea brasiliensis) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK BIOPORI Rina Maharany Program Studi Budidaya Perkebunan, STIPAP Medan. Jalan Willem Iskandar, Pancing Medan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2013 di Laboratorium Sentraldan Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa terhadap Bobot Isi Pengamatan bobot isi dilakukan setelah pemanenan tanaman kacang tanah. Pengaruh pemberian mulsa terhadap nilai bobot isi tanah disajikan

Lebih terperinci

KUALITAS LINGKUNGAN MELALUI PEMBUATAN LUBANG RESAPAN BIOPORI

KUALITAS LINGKUNGAN MELALUI PEMBUATAN LUBANG RESAPAN BIOPORI Oleh : Amanda S. Sembel (Staf Pengajar Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi, Manado, amandasembel@gmail.com) Dwight Moody Rondonuwu (Staf Pengajar Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pustekom, 2005 bahwa Indonesia merupakan daerah yang mempunyai curah hujan yang relatif tinggi yaitu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pustekom, 2005 bahwa Indonesia merupakan daerah yang mempunyai curah hujan yang relatif tinggi yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pustekom, 2005 bahwa Indonesia merupakan daerah yang mempunyai curah hujan yang relatif tinggi yaitu 2000 3000 mm/tahun. Namun ironisnya dibeberapa tempat masih

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Bobot isi tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Bobot isi tanah pada berbagai dosis pemberian mulsa. 38 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Mulsa Terhadap Sifat Fisik Tanah 4.1.1. Bobot Isi Pengaruh pemberian sisa tanaman jagung sebagai mulsa terhadap bobot isi tanah adalah seperti tertera pada Tabel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK)

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK) 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanah Ultisol atau dikenal dengan nama Podsolik Merah Kuning (PMK) merupakan bagian yang paling luas dari total keseluruhan lahan kering di Indonesia. Penyebaranya

Lebih terperinci

TEKNOLOGI BIOPORI UNTUK MENGURANGI BANJIR DAN TUMPUKAN SAMPAH ORGANIK

TEKNOLOGI BIOPORI UNTUK MENGURANGI BANJIR DAN TUMPUKAN SAMPAH ORGANIK TEKNOLOGI BIOPORI UNTUK MENGURANGI BANJIR DAN TUMPUKAN SAMPAH ORGANIK Oleh : Ir. Nurhenu Karuniastuti, M.Si. ABSTRAK Permasalahan banjir yang melanda sebagian wilayah di Indonesia dewasa ini, lebih banyak

Lebih terperinci

PENGARUH PERESAPAN AIR HUJAN MENGGUNAKAN LUBANG RESAPAN BIOPORI (LRB)

PENGARUH PERESAPAN AIR HUJAN MENGGUNAKAN LUBANG RESAPAN BIOPORI (LRB) PENGARUH PERESAPAN AIR HUJAN MENGGUNAKAN LUBANG RESAPAN BIOPORI (LRB Ashri Febrina Rahmasari 1, Suripin 2, Sudarno 3 1 Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Lingkungan UNDIP 2 Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB

KARAKTERISTIK TANAH. Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB KARAKTERISTIK TANAH Angga Yuhistira Teknologi dan Manajemen Lingkungan - IPB Pendahuluan Geosfer atau bumi yang padat adalah bagian atau tempat dimana manusia hidup dan mendapatkan makanan,, mineral-mineral

Lebih terperinci

PANDUAN PRAKTIKUM INFILTRASI. Oleh: Dr. Badaruddin,S.Hut,MP

PANDUAN PRAKTIKUM INFILTRASI. Oleh: Dr. Badaruddin,S.Hut,MP PANDUAN PRAKTIKUM INFILTRASI Oleh: Dr. Badaruddin,S.Hut,MP FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2017 PRAKATA Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT. karena dengan rahmat,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan nitrogen tanah bervariasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Variasi kandungan nitrogen dalam tanah terjadi akibat perubahan topografi, di samping pengaruh iklim, jumlah

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH

SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH III. SIFAT-SIFAT FISIK dan MORFOLOGI TANAH Sifat morfologi tanah adalah sifat sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapang. Sebagian dari sifat morfologi tanah merupakan sifat fisik dari tanah

Lebih terperinci

PENGGUNAAN LUBANG RESAPAN BIOPORI UNTUK MINIMALISASI DAMPAK BAHAYA BANJIR PADA KECAMATAN SUKAJADI KELURAHAN SUKAWARNA RW004 BANDUNG (035L)

PENGGUNAAN LUBANG RESAPAN BIOPORI UNTUK MINIMALISASI DAMPAK BAHAYA BANJIR PADA KECAMATAN SUKAJADI KELURAHAN SUKAWARNA RW004 BANDUNG (035L) Lingkungan PENGGUNAAN LUBANG RESAPAN BIOPORI UNTUK MINIMALISASI DAMPAK BAHAYA BANJIR PADA KECAMATAN SUKAJADI KELURAHAN SUKAWARNA RW004 BANDUNG (035L) Maria Christine Sutandi 1, Ginardy Husada 2, Kanjalia

Lebih terperinci

PENENTUAN LAJU RESAPAN BIOPORI (LRB) BERDASARKAN UMUR DAN JENIS SAMPAH YANG DIBENAMKAN DALAM LUBANG RESAPAN BIOPORI

PENENTUAN LAJU RESAPAN BIOPORI (LRB) BERDASARKAN UMUR DAN JENIS SAMPAH YANG DIBENAMKAN DALAM LUBANG RESAPAN BIOPORI PENENTUAN LAJU RESAPAN BIOPORI (LRB) BERDASARKAN UMUR DAN JENIS SAMPAH YANG DIBENAMKAN DALAM LUBANG RESAPAN BIOPORI Oleh : NENNY TRIANA P NIM. 100 500 173 PROGRAM STUDI MANAJEMEN LINGKUNGAN JURUSAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7.

Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7. Modul ini mencakup bahasan tentang sifat fisik tanah yaitu: 1.tekstur, 2. bulk density, 3. porositas, 4. struktur 5. agregat 6. warna tanah 7. Konsistensi Warna merupakan petunjuk untuk beberapa sifat

Lebih terperinci

Bertindak tepat untuk sehat dengan menjaga lingkungan dan kebersihan

Bertindak tepat untuk sehat dengan menjaga lingkungan dan kebersihan Bertindak tepat untuk sehat dengan menjaga lingkungan dan kebersihan Menanam dan merawat pohon Mengelola sampah dengan benar Mulai dari diri sendiri menjaga kebersihan untuk hidup sehat 1 Perubahan Iklim,

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG ) Antonius Hermawan Permana dan Rizki Satria Hirasmawan Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

Mengubah Sampah Organik Menjadi Kompos Melalui Resapan Lubang Biopori Oleh Dwi Sayekti

Mengubah Sampah Organik Menjadi Kompos Melalui Resapan Lubang Biopori Oleh Dwi Sayekti Mengubah Sampah Organik Menjadi Kompos Melalui Resapan Lubang Biopori Oleh Dwi Sayekti Banjir dan sampah tentunya telah menjadi problem yang tidak pernah selesai dan sangat serius di banyak kota besar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tebu Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil gula dan lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman tebu (Sartono, 1995).

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KOMPOS PADA TANAH UNTUK MENGURANGI GENANGAN DI KELURAHAN BULAK, KECAMATAN KENJERAN, KOTA SURABAYA

PENGARUH PENAMBAHAN KOMPOS PADA TANAH UNTUK MENGURANGI GENANGAN DI KELURAHAN BULAK, KECAMATAN KENJERAN, KOTA SURABAYA ISSN : 2460-8815 PENGARUH PENAMBAHAN KOMPOS PADA TANAH UNTUK MENGURANGI GENANGAN DI KELURAHAN BULAK, KECAMATAN KENJERAN, KOTA SURABAYA Sulistiya Nengse Program Studi Teknik Lingkungan, Universitas Islam

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman nanas dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi lebih

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman nanas dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi lebih 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas Comosus) Tanaman nanas dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tinggi lebih kurang 1.200 meter diatas permukaan laut (dpl). Di daerah tropis Indonesia,

Lebih terperinci

Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di

Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Tanah Morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapang. Pengamatan sebaiknya dilakukan pada profil tanah yang baru dibuat. Pengamatan

Lebih terperinci

BIDANG KEGIATAN: PKM PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT. Diusulkan oleh: Rizki Muzammil Asnawati Angga Wiranda Rizqi Via Utami

BIDANG KEGIATAN: PKM PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT. Diusulkan oleh: Rizki Muzammil Asnawati Angga Wiranda Rizqi Via Utami PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM PENERAPAN LUBANG RESAPAN BIOPORI SEBAGAI ALTERNATIF UNTUK MEMINIMALISIR BANJIR DI KAWASAN PERUMAHAN CILEDUG INDAH I BIDANG KEGIATAN: PKM PENGABDIAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Manfaat dalam melakukan kegiatan pembuatan lubang biopori antara lain :

KATA PENGANTAR. Manfaat dalam melakukan kegiatan pembuatan lubang biopori antara lain : PROGRAM KERJA LPM STIMA IMMI DALAM RANGKA MELAKSANAKAN KEGIATAN PEDULI LINGKUNGAN BERSAMA-SAMA DENGAN WARGA SEKITAR BERUPA PEMBUATAN LUBANG BIOPORI DI KOMPLEK PERUMAHAN DEPARTEMEN KEUANGAN RW 05 CILANDAK

Lebih terperinci

Dr. Zulkifli Rangkuti, MM

Dr. Zulkifli Rangkuti, MM SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN IMMI PEMBUATAN LUBANG BIOPORI DI PANTI ASUHAN ANAK PUTRA UTAMA 3 TEBET DISUSUN OLEH : Dr. Zulkifli Rangkuti, MM SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN IMMI TAHUN 2014 1 KATA PENGANTAR Dengan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Letak Geografis. Daerah penelitian terletak pada BT dan KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis Daerah penelitian terletak pada 15 7 55.5 BT - 15 8 2.4 dan 5 17 1.6 LS - 5 17 27.6 LS. Secara administratif lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Desa

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kadar Air Tanah Air merupakan salah satu komponen penting yang dibutuhkan oleh tanaman baik pohon maupun tanaman semusim untuk tumbuh, berkembang dan berproduksi. Air yang

Lebih terperinci

BIOPORI TANAH SEBAGAI RESAPAN AIR DI DESA BUKIT RATA DUSUN MELUR KUALA SIMPANG: ACEH TAMIANG

BIOPORI TANAH SEBAGAI RESAPAN AIR DI DESA BUKIT RATA DUSUN MELUR KUALA SIMPANG: ACEH TAMIANG BIOPORI TANAH SEBAGAI RESAPAN AIR DI DESA BUKIT RATA DUSUN MELUR KUALA SIMPANG: ACEH TAMIANG Tri Mustika Sarjani 1, Elfrida 2, Mawardi 3 1,2,3 Prodi Pendidikan Biologi, FKIP Universitas Samudra E-mail

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN MAJALENGKA

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN MAJALENGKA 25 dimana : (dj + ) = jarak euclidian alternatif ke j kepada solusi ideal positif; (dj - ) = jalak euclidian alternatif ke j ke solusi ideal negatif. (5) Menghitung kedekatan dengan solusi ideal Perhitungan

Lebih terperinci

Kemampuan MOL (Mikroorganisme Lokal) Pada Proses Pengomposan di Dalam Lubang Resapan Biopori ABSTRAK

Kemampuan MOL (Mikroorganisme Lokal) Pada Proses Pengomposan di Dalam Lubang Resapan Biopori ABSTRAK Kemampuan MOL (Mikroorganisme Lokal) Pada Proses Pengomposan di Dalam Lubang Resapan Biopori Dwi Wahyu Purwiningsih 1, Purnama Sidebang 1, Siti Jubaida Lutia 1 1 : Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 11 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penggunaan Lahan Hutan Pinus Penggunaan lahan hutan pinus menempati bagian lahan dengan lereng yang cukup curam. Tumbuhan penutup tanah (basal cover) pada hutan ini

Lebih terperinci

PEMBUATAN LUBANG BIOPORI DI TAMAN PEMBIBITAN TEBET

PEMBUATAN LUBANG BIOPORI DI TAMAN PEMBIBITAN TEBET SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN IMMI PEMBUATAN LUBANG BIOPORI DI TAMAN PEMBIBITAN TEBET DISUSUN OLEH : Ir. Nyayu Siti Rahmaliya, MM SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN IMMI TAHUN 2013 KATA PENGANTAR Dengan mengucapkan syukur

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

PEMANFAATAN KOMPOS KOTORAN SAPI DAN ARA SUNGSANG UNTUK MENURUNKAN KEPADATAN ULTISOL. Heri Junedi, Itang Ahmad Mahbub, Zurhalena

PEMANFAATAN KOMPOS KOTORAN SAPI DAN ARA SUNGSANG UNTUK MENURUNKAN KEPADATAN ULTISOL. Heri Junedi, Itang Ahmad Mahbub, Zurhalena Volume 15, Nomor 1, Hal. 47-52 Januari Juni 2013 ISSN:0852-8349 PEMANFAATAN KOMPOS KOTORAN SAPI DAN ARA SUNGSANG UNTUK MENURUNKAN KEPADATAN ULTISOL Heri Junedi, Itang Ahmad Mahbub, Zurhalena Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian organik merupakan suatu kegiatan budidaya pertanian yang menggunakan bahan-bahan alami serta meminimalisir penggunaan bahan kimia sintetis yang dapat merusak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Vegetasi Hutan Hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh rapat mulai dari jenis tumbuhan yang kecil hingga berukuran

Lebih terperinci

Perbandingan Jenis Sampah Terhadap Lama Waktu Pengomposan Dalam Lubang Resapan Biopori. Oleh : Sri Widyastuti *)

Perbandingan Jenis Sampah Terhadap Lama Waktu Pengomposan Dalam Lubang Resapan Biopori. Oleh : Sri Widyastuti *) Perbandingan Jenis Sampah Terhadap Lama Waktu Pengomposan Dalam Lubang Resapan Oleh : Sri Widyastuti *) Abstrak Lubang resapan biopori "diaktifkan" dengan memberikan sampah organik. Sampah ini akan dijadikan

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN

DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN DISTRIBUSI PORI DAN PERMEABILITAS ULTISOL PADA BEBERAPA UMUR PERTANAMAN Zurhalena dan Yulfita Farni 1 ABSTRACT Type of plant impact on soil pore distribution and permeability variously. The objectives

Lebih terperinci

Gambar 1. Tabung (ring) tembaga dengan tutup Tahapan-tahapan pengambilan contoh tanah tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. =^

Gambar 1. Tabung (ring) tembaga dengan tutup Tahapan-tahapan pengambilan contoh tanah tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. =^ m. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama dua bulan, di mulai pada bulan Mei sampai Juli 2010, meliputi pelaksanaan survei di lapangan dan dilanjutkan dengan analisis tanah di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting karena sebagai bahan baku produksi gula. Produksi gula harus selalu ditingkatkan seiring

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7)

θ t = θ t-1 + P t - (ETa t + Ro t ) (6) sehingga diperoleh (persamaan 7). ETa t + Ro t = θ t-1 - θ t + P t. (7) 7 Persamaan-persamaan tersebut kemudian dikonversi menjadi persamaan volumetrik (Persamaan 5) yang digunakan untuk mendapatkan nilai kadar air tanah dalam % volume. 3.3.5 Pengukuran Curah Hujan dan Tinggi

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP PENGERTIAN TANAH Pedosfer berasal dari bahasa latin yaitu pedos = tanah, dan sphera = lapisan. Pedosfer yaitu lapisan kulit bumi yang tipis yang letaknya

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2011 SIFAT FISIK TANAH AIR UDARA PADATAN Massa Air = M A Volume Air = V A Massa Udara = 0 Volume Udara =

Lebih terperinci

STUDY TENTANG TIGA VARIETAS TERUNG DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN

STUDY TENTANG TIGA VARIETAS TERUNG DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN STUDY TENTANG TIGA VARIETAS TERUNG DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN [STUDY ON THREE EGG PLANT VARIETIES GROWN ON DIFFERENT COMPOSITION OF PLANT MEDIA, ITS EFFECT ON GROWTH

Lebih terperinci

Pencegahan Banjir dengan Penerapan Teknologi Biopori pada SDN 07 dan SDN 13 Pagi Cawang

Pencegahan Banjir dengan Penerapan Teknologi Biopori pada SDN 07 dan SDN 13 Pagi Cawang Pencegahan Banjir dengan Penerapan Teknologi Biopori pada SDN 07 dan SDN 13 Pagi Cawang Posma Sariguna J.K. Hutasoit 1, Suzanna Josephine L.Tobing 2, Rutman L.Toruan 3 1 Jurusan Manajemen, Universitas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Lahan adalah lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, relief, hidrologi dan vegetasi dimana faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaan lahannya (Hardjowigeno et

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

IBM KELOMPOK IBU-IBU PKK : PENERAPAN TEKNOLOGI BIOPORI YANG DIPERKAYA INOKULAN MIKROBA DI PERUMAHAN BANYUMANIK SEMARANG

IBM KELOMPOK IBU-IBU PKK : PENERAPAN TEKNOLOGI BIOPORI YANG DIPERKAYA INOKULAN MIKROBA DI PERUMAHAN BANYUMANIK SEMARANG IBM KELOMPOK IBU-IBU PKK : PENERAPAN TEKNOLOGI BIOPORI YANG DIPERKAYA INOKULAN MIKROBA DI PERUMAHAN BANYUMANIK SEMARANG S. Utami, R. Rahadian, L. K. Perwati Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Data rata-rata volume aliran permukaan pada berbagai perlakuan mulsa vertikal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Data rata-rata volume aliran permukaan pada berbagai perlakuan mulsa vertikal 21 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Aliran permukaan Data hasil pengamatan aliran permukaan pada setiap perlakuan disajikan pada Lampiran 4. Analisis ragam disajikan masing-masing pada Lampiran 11. Analisis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan

II. TINJAUAN PUSTAKA. menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pupuk Organik (Effluent Sapi) Pemakaian pupuk buatan (anorganik) yang berlebihan dan dilakukan secara terus menerus menyebabkan kerusakaan sifat fisik tanah dan selanjutnya akan

Lebih terperinci

IRIGASI dan DRAINASI URAIAN TUGAS TERSTRUKSTUR. Minggu ke-2 : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (1) Semester Genap 2011/2012

IRIGASI dan DRAINASI URAIAN TUGAS TERSTRUKSTUR. Minggu ke-2 : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (1) Semester Genap 2011/2012 Nama : Yudhistira Wharta Wahyudi NIM : 105040204111013 Kelas : J, Jumat 09:15 Dosen : Dr. Ir. Zaenal Kusuma, SU IRIGASI dan DRAINASI URAIAN TUGAS TERSTRUKSTUR Minggu ke-2 : Hubungan Tanah-Air-Tanaman (1)

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH WIJAYA

DASAR-DASAR ILMU TANAH WIJAYA DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 AIR UDARA PADATAN Massa Air = M A Volume Air = V A Massa Udara = 0 Volume Udara = V U Massa Padatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Gorontalo sebagian besar wilayahnya berbentuk dataran, perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian 0 2000 M di atas permukaan laut. Luas

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara jumlah sampah yang dihasilkan dengan sampah yang diolah tidak seimbang. Sampah merupakan

Lebih terperinci

PEMBUATAN LUBANG RESAPAN BIOPORI SEBAGAI ALTERNATIF PENANGGULANGAN BANJIR DI KELURAHAN MAHARATU KECAMATAN MARPOYAN DAMAI PEKANBARU

PEMBUATAN LUBANG RESAPAN BIOPORI SEBAGAI ALTERNATIF PENANGGULANGAN BANJIR DI KELURAHAN MAHARATU KECAMATAN MARPOYAN DAMAI PEKANBARU PEMBUATAN LUBANG RESAPAN BIOPORI SEBAGAI ALTERNATIF PENANGGULANGAN BANJIR DI KELURAHAN MAHARATU KECAMATAN MARPOYAN DAMAI PEKANBARU Elsie*, Israwati Harahap, Nofripa Herlina, Yeeri Badrun, Novia Gesriantuti

Lebih terperinci

geografi Kelas X PEDOSFER I KTSP & K-13 A. PROSES PEMBENTUKAN TANAH

geografi Kelas X PEDOSFER I KTSP & K-13 A. PROSES PEMBENTUKAN TANAH KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami proses dan faktor pembentukan tanah. 2. Memahami profil,

Lebih terperinci

mencapai pinggang orang dewasa, kira-kira 110 cm. Awalnya hanya warga yang

mencapai pinggang orang dewasa, kira-kira 110 cm. Awalnya hanya warga yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir selalu menjadi musuh bagi warga di berbgai daerah. Saat pembangunan pemukiman dan prasarana lainnya sebagian permukaan lahan dipadatkan akibat perataan tanah.

Lebih terperinci

Pemanfaatan Lubang Resapan Biopori (LRB) dan Perhitungan Permeabilitas Untuk Setiap Titik Lubang Resapan di Rawa Makmur Permai Bengkulu

Pemanfaatan Lubang Resapan Biopori (LRB) dan Perhitungan Permeabilitas Untuk Setiap Titik Lubang Resapan di Rawa Makmur Permai Bengkulu Jurnal Gradien Vol. 12 No. 1 Januari 2016: 1149-1152 Pemanfaatan Lubang Resapan Biopori (LRB) dan Perhitungan Permeabilitas Untuk Setiap Titik Lubang Resapan di Rawa Makmur Permai Bengkulu Halauddin *,Suhendra,Refrizon

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Hujan Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu (Arsyad, 2010). Menurut Tjasyono (2004), curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan yang kotor merupakan akibat perbuatan negatif yang harus ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang dihadapi hampir seluruh

Lebih terperinci

MODEL PENANGGULANGAN BANJIR. Oleh: Dede Sugandi*)

MODEL PENANGGULANGAN BANJIR. Oleh: Dede Sugandi*) MODEL PENANGGULANGAN BANJIR Oleh: Dede Sugandi*) ABSTRAK Banjir dan genangan merupakan masalah tahunan dan memberikan pengaruh besar terhadap kondisi masyarakat baik secara social, ekonomi maupun lingkungan.

Lebih terperinci

Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Tasikmalaya. Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Sumedang.

Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Tasikmalaya. Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Sumedang. Letak Kabupaten Majalengka secara geografis di bagian Timur Provinsi Jawa Barat yaitu Sebelah Barat antara 108 0 03-108 0 19 Bujur Timur, Sebelah Timur 108 0 12-108 0 25 Bujur Timur, Sebelah Utara antara

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU TANAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH DASAR-DASAR ILMU TANAH OLEH : WIJAYA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON 2009 SIFAT FISIK TANAH AIR UDARA PADATAN Massa Air = M A Volume Air = V A Massa Udara = 0 Volume Udara =

Lebih terperinci

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa AY 12 TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah ke tempat yang relatif lebih rendah. Longsoran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (merah). Banyaknya vitamin A pada tanaman tomat adalah 2-3 kali. banyaknya vitamin A yang terkandung dalam buah semangka.

BAB I PENDAHULUAN. (merah). Banyaknya vitamin A pada tanaman tomat adalah 2-3 kali. banyaknya vitamin A yang terkandung dalam buah semangka. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) adalah tumbuhan dari familia Solanaceae. Tomat merupakan tanaman semusim, dapat tumbuh setinggi 1-3 meter. Tomat termasuk sayuran

Lebih terperinci

DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA

DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA Imran SL Tobing Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta ABSTRAK Sampah sampai saat ini selalu menjadi masalah; sampah dianggap sebagai sesuatu

Lebih terperinci

Rate Infiltration Evaluation on Several Land Uses Using Infiltration Method of Horton at Sub DAS Coban Rondo Kecamatan Pujon Kabupaten Malang

Rate Infiltration Evaluation on Several Land Uses Using Infiltration Method of Horton at Sub DAS Coban Rondo Kecamatan Pujon Kabupaten Malang Evaluasi Laju Infiltrasi Horton di Sub DAS Coban Rondo (Wirosoedarmo dkk) EVALUASI LAJU INFILTRASI PADA BEBERAPA PENGGUNAAN LAHAN MENGGUNAKAN METODE INFILTRASI HORTON DI SUB DAS COBAN RONDO KECAMATAN PUJON

Lebih terperinci

Seva Darwia, Ichwana, Mustafril Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Seva Darwia, Ichwana, Mustafril Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Syiah Kuala Laju Infiltrasi Lubang Resapan Biopori (LRB) Berdasarkan Jenis Bahan Organik Sebagai Upaya Konservasi Air dan Tanah (Infiltration Rate of Absorption Holes Biopore Based on Type of Organic Material as Water

Lebih terperinci

Kompos Cacing Tanah (CASTING)

Kompos Cacing Tanah (CASTING) Kompos Cacing Tanah (CASTING) Oleh : Warsana, SP.M.Si Ada kecenderungan, selama ini petani hanya bergantung pada pupuk anorganik atau pupuk kimia untuk mendukung usahataninya. Ketergantungan ini disebabkan

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM SIFAT SIFAT FISIK TANAH KELAS A PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI. OLEH I Wayan Narka

PENUNTUN PRAKTIKUM SIFAT SIFAT FISIK TANAH KELAS A PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI. OLEH I Wayan Narka 0 PENUNTUN PRAKTIKUM SIFAT SIFAT FISIK TANAH KELAS A PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI OLEH I Wayan Narka FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016 1 I. PENDAHULUAN Tanah merupakan akumulasi tubuh

Lebih terperinci

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd

TANAH / PEDOSFER. OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd TANAH / PEDOSFER OLEH : SOFIA ZAHRO, S.Pd 1.Definisi Tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horizon, terdiri dari campuran bahan mineral organic, air, udara

Lebih terperinci