DOK.KTI 721. Proceeding of. Second Added Value Of Energy Resources. 2 nd AvoER Palembang, Juli 2009
|
|
- Yandi Muljana
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 DOK.KTI 721 Proceeding of Second Added Value Of Energy Resources 2 nd AvoER 2009 Palembang, Juli 2009
2 PENINGKATAN EFISIENSI KAPASITAS KAMAR PENGERING SIT ASAP DENGAN PEMANFAATAN SINAR MATAHARI Mili Purbaya 1*, M. Solichin 2, D. Suwardin 3, A. Anwar 4 dan A. Vachlepi 5, 1,2,3,4,5 Pusat Penelitian Karet, Balai Penelitian Sembawa, Jl. Raya Palembang-Sekayu Km.29 * Korespondensi Pembicara : Phone : , Fax : mp_plazoe2000@yahoo.com ABSTRAK Dalam pengolahan Ribbed Smoked Sheet (RSS) secara konvensional (normal), proses pengawetan dan pengeringan sit dengan menggunakan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu karet akan memerlukan waktu lama yaitu 5 6 hari. Setiap ton RSS memerlukan pembakaran kayu karet sebanyak 4 m 3, jadi untuk produksi 1,5 juta ton RSS per tahun di Dunia akan diperlukan 6 juta m 3 kayu karet yang dibakar. Jumlah bahan bakar kayu karet ini dapat dikurangi dengan mempersingkat waktu pengeringan di dalam kamar asap. Waktu pengeringan ini dapat dipersingkat dengan memanfaatkan sinar matahari sebagai pengeringan awal, tetapi untuk menjaga kualitas sit asap maka sit asap digumpalkan dengan asap cair karena asap cair dapat mencegah terjadinya oksidasi oleh sinar matahari langsung. Untuk mempercerah warna sit asap digunakan sodium meta bisulfit. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan lama penjemuran sit optimal di bawah sinar matahari sehingga dapat meningkatkan efisiensi proses pengolahan sit asap. Penelitian ini dilakukan dengan rancangan acak kelompok (RAK) faktorial dengan dua faktor dan tiga kali ulangan. Faktor pertama adalah perlakuan sodium meta bisulfit dengan konsentrasi 0; 0,050; 0,75 dan 1,0%. Faktor kedua adalah lama pengeringan di bawah sinar matahari yaitu 0, 1, 2, dan 3 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama penjemuran sit di bawah sinar matahari yang paling optimal adalah 2 hari karena telah dapat mempercepat waktu pengeringan sit antara 35 sampai 47,5 jam. Mutu spesifikasi teknis karet, kompon karet sit yang optimal adalah pada perlakuan NaHSO 3 0,50% b/b KK dan lama penjemuran 2 hari karena hasilnya setara dengan asam formiat dan yang paling rendah konsentrasinya atau paling murah biayanya. Waktu pengeringan sit yang lebih singkat dapat meningkatkan efisiensi kapasitas kamar pengering sebanyak 66-69%. Keywords : asap-cair, efisiensi, sinar-matahari, sit-asap. 1. PENDAHULUAN Kenaikkan harga bahan minyak (BBM) yang sampai dengan US $ 147 per barrel pada bulan Juli 2008 yang lalu dan tuntutan terhadap teknologi yang ramah lingkungan, telah menimbulkan pemikiran untuk efisiensi dalam pengolahan karet yang akan diproses menjadi sit asap (RSS). Dalam rangkaian pengolahan sit asap (RSS), penggumpalan lateks, pengasapan dan pengeringan sit merupakan proses penting yang menentukan kualitas RSS. Proses penggumpalan lateks memerlukan asam format (semut) yang masih diimpor dan harganya cukup mahal. Proses pengasapan dan pengeringan sit sampai saat ini masih dilakukan secara konvensional yaitu dari pembakaran kayu karet. Perlakuan ini mempunyai kelemahan dalam pengendalian terhadap
3 faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengasapan dan pengeringan yaitu konsentrasi konstituen asap, waktu yang optimal dan suhu pengasapan tidak dapat dipertahankan selalu tetap selama pengolahan berlangsung. Juga tidak praktis karena harus selalu dijaga kayu bakar terus menerus menghasilkan asap dan panas sesuai dengan kebutuhan, kemudian proses pengolahan RSS memerlukan waktu yang lama, dan kemungkinan terjadi bahaya kebakaran, serta yang menjadi isu penting lingkungan saat ini adalah timbulnya pencemaran CO 2 ke udata. Sulitnya pengendalian faktor pengasapan menyebabkan konsentrasi asap dalam tiap lembar RSS tidak seragam, sehingga warna sit tidak seragam yaitu ada yang coklat muda dan coklat tua yang dapat mempengaruhi kualitas RSS. Disamping itu konsentrasi zat anti jamur yang terserap dalam RSS juga tidak seragam yang berakibat kepekaan terhadap jamur berbeda pula. Faktor yang mempengaruhi pengeringan sit adalah suhu udara pengering, yang ditentukan oleh jumlah, jenis dan tingkat kekeringan kayu bakar yang diumpankan ke dalam tungku. Terjadinya fluktuasi suhu udara pengering mengakibatkan pengeringan tidak sempurna yang berakibat terjadinya bintik-bintik putih karena RSS tidak matang sempurna atau terjadinya case hardening karena bagian dalam RSS masih mentah, warna tidak merata dan terjadinya gelembung-gelembung udara. Untuk mengatasi kelemahan yang ada pada pengolahan karet RSS secara konvensional tersebut di atas maka dilakukan penggumpalan lateks dan pengawetan sit dengan menggunakan asap cair yang dibuat dari cangkang sawit. Hasil percobaan sebelumnya menunjukkan bahwa asap cair dapat menggantikan asam format (semu) sebagai penggumpal, dapat menggantikan pembakaran kayu karet sebagai pengawet, tidak perlu pengasapan selama 5-6 hari tetapi hanya 1-2 hari, dan warna RSS lebih seragam untuk setiap lembar sit (Solichin, 2004). Bahkan percobaan selanjutnya menghasilkan tidak diperlukan proses pengasapan lagi dengan pembakaran kayu karet, tetapi dapat langsung dikeringkan dengan menggunakan udara kering (Puslit Karet-BPS, 2005). Sinar matahari belum banyak dimanfaatkan untuk pengeringan awal bokar dalam rangkaian pengolahan karet RSS, karena dikhawatirkan akan menyebabkan oksidasi dan lengket. Padahal sinar matahari merupakan energi gratis dari Tuhan dalam jumlah yang sangat berlimpah. Di dalam asap cair dari cangkang sawit mengandung 18 jenis senyawa-senyawa fenol dan derivatnya yang dapat berfungsi sebagai antioksidan (PSB, 2003). Oleh karena itu diperkirakan jika lateks di bekukan dengan asap cair maka bokar (gumpalan)nya tidak akan teroksidasi oleh sinar matahari baik secara langsung terkena bokar atau melalui atasp di dalam rumah kaca. Fungsi dari sinar matahari adalah untuk mempercepat pengeluaran air dari dalam bokar sehingga KKK nya tinggi, perlakuan ini akan mempercepat pre-drying dan lama pengeringan di dalam alat pengering (dryer). Penelitian ini bertujuan untuk menentukan lama penjemuran sit optimal di bawah sinar matahari sehingga dapat meningkatkan efisiensi proses pengolahan sit asap. 2. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Balai Penelitian Sembawa selama tahun Bahan yang digunakan adalah lateks, asap cair, asam format dan sodium meta bisulfit. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) faktorial yang terdiri dari 2 faktor dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah perlakuan sodium meta bisulfit dengan empat konsentrasi yaitu: 0; 0,50; 0,75 dan 1,0%. Faktor kedua adalah lama pengeringan di bawah sinar matahari yaitu; 0, 1, 2, dan 3 hari.
4 Prosedur Penelitian Lateks digumpalkan di dalam bak penggumpal dengan menggunakan asap cair 75 ml per kg karet kering, ditambahkan/dimasukan sodium metabisulfit dengan konsentrasi 0; 0,50; 0,75 dan 1,0% berat/berat. Kemudian gumpalan yang terjadi digiling menjadi sit dengan ketebalan 0,2-0,3 mm. Selanjutnya sit digantung dan dijemur di bawah sinar matahari secara langsung selama 0, 1, 2 dan 3 hari. Selanjutnya sit dikeringkan di dalam oven sampai kering. Sit asap (RSS) yang telah kering diuji mutunya secara visual dan spesifikasi teknis. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengujian pengaruh lama penambahan sodium metabisulfit dalam lateks dan lama penjemuran sit di bawah sinar matahari terhadap lama pengeringan, mutu spesifikasi teknis dan warna Lovibond dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2. Tabel 1 Perlakuan Lama penjemuran (hari) Lama Pengeringan sit (hari) Asap cair + NaHSO 3 (0.00% b/b KK) *) 1 79,5 0 85,5 2 50,5 3 40,5 Asap cair + NaHSO 3 (0.50% b/b KK) Asap cair + NaHSO 3 (0.75% b/b KK) Asap cair + NaHSO 3 (1.00% b/b KK) 0 108,0 1 80,5 2 60,5 3 43, ,5 1 84,0 2 67,5 3 60, ,0 1 97,5 2 82,5 3 68,0 Kontrol Normal Proses (Asam format + asap kayu) *) NaHSO 3 = sodium metabisulfit - b/b KK = berat/berat karet kering Dari Tabel 1 terlihat bahwa semakin lama penjemuran sit di bawah sinar matahari maka akan semakin cepat waktu pengeringan, karena semakin lama sit dijemur semakin banyak penguapan air sehingga akan meningkatkan kadar karet kering sit dan mempercepat waktu pengeringan sit di dalam kamar pengering. Lama penjemuran sit di bawah sinar matahari yang paling optimal adalah 2 hari karena paling banyak pengurangan waktu pengeringan dan pada 3 hari sudah tidak banyak lagi. Penjemuran sit dengan sinar matahari selama 2 hari telah dapat mempercepat waktu pengeringan sit antara 6 sampai 28,5 jam. Sodium metabisulfit (NaHSO 3 ) berpengaruh menghambat penguapan air dari sit yaitu semakin tinggi konsentrasi sodium metabisulfit (NaHSO 3 ) maka akan semakin lama waktu yang diperlukan untuk pengeringan sit.
5 Sinar matahari berpengaruh nyata terhadap lama pengeringan sit di dalam oven yaitu berkurang 52% dari 85,5 jam pada 0 hari (kontrol) menjadi 40,5 jam setelah sit dijemur di bawah sinar matahari selama 3 hari. Tetapi setelah ditambah dengan NaHSO 3, lama pengeringan menjadi 108 jam pada 0 hari konsentrasi NaHSO 3 0,05% dan 43,5 jam setelah sit dijemur di bawah sinar matahari selama 3 hari. Bila dibandingkan dengan kontrol normal proses maka lama pengeringan sit yang digumpalkan dengan asap cair hanya memerlukan waktu selama 40,5 117 jam sedangkan secara proses normal diperlukan waktu pengeringan selama jam (5 6 hari) dibandingkan dengan penggumpalan asam format (semut) (Tabel 1). Hal ini diduga disebabkan di dalam asap cair mengandung senyawa-senyawa yang mudah menguap (volatile compounds) yang menarik air dari dalam koagulum pada saat menguap sehingga akan mempercepat waktu pengeringan sit. Penggumpalan dengan asap cair sebanyak 30 ml/kg KK dan penjemuran sit di bawah sinar matahari selama 1-3 hari akan mempercepat waktu pengeringan karet sit selama jam (efisiensi 66 69%) dibandingkan dengan normal proses RSS. Tabel 2 Pengaruh konsentrasi sodium metabisulfit dalam lateks dan lama penjemuran sit di bawah sinar matahari terhadap mutu spesifikasi teknis Perlakuan Asap cair + NaHSO 3 (0.00% b/b KK) *) Asap cair + NaHSO 3 (0.50% b/b KK) Asap cair + NaHSO 3 (0.75% b/b KK) Asap cair + NaHSO 3 (1.00% b/b KK) Kontrol Normal Proses (Asam format + asap kayu) *) NaHSO 3 = sodium metabisulfit - b/b KK = berat/berat karet kering Lama penjemuran sit (hari) Po PRI VR Warna Lovibond Penambahan NaHSO 3 akan menurunkan nilai Po bila dibandingkan dengan kontrol (NaHSO 3 0% b/b KK) (Tabel 2), hal ini diduga karena sinar matahari mempunyai dampak oksidasi yang akan memutuskan rantai molekul karet yang ditujukkan dengan nilai Po yang lebih rendah. Po menunjukkan panjangnya rantai molekul karet atau berat molekul karet, semakin tinggi nilai Po akan semakin panjang rantai molekulnya dan sebaliknya. Diduga bahwa
6 penjemuran sit akan menyebabkan terjadinya proses storage harden-ing yaitu ikan silang antara gugus aldehida pada rantai poliisoprena, yang menyebabkan bertambah panjangnya rantai polimer sehingga berat molekul (BM) semakin tinggi, dan kenaikan BM inilah yang menyebabkan kenaikan nilai Po (Gregory & Tan, 1975). Terdapat kecenderungan bahwa nilai Po tertinggi pada penjemuran selama 2 hari, hal ini diduga pada awal penjemuran terjadi reaksi ikatan silang gugus aldehid yang terdapat di dalam molekul karet (intramolecular rubber), tetapi setelah 2 hari terjadi reaksi ikatan silang yang sudah jenuh dan malahan terjadi pemecahan rantai molekul karet sehingga nilai Po nya menjadi lebih rendah. Semakin tinggi konsentrasi penambahan NaHSO 3 tidak menunjukkan akan semakin tinggi nilai Po nya, hal ini menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi NaHSO 3 tidak berpengaruh terhadap ikatan silang gugus aldehid di antara molekul karet. Demikian juga untuk nilai VR (Viskositas Mooney), penjelasannya mirip dengan nilai Po karena nilai Po dan VR mempunyai korelasi yaitu kenaikan atau penurunan nilai Po akan berpengaruh terhadap kenaikkan atau penurunan nilai VR. Viskositas Mooney karet alam (Hevea brasiliensis) menunjukkan panjangnya rantai molekul karet atau berat molekul serta derajat pengikatan silang rantai molekulnya (Roberts, A.D. ed. 1988). Untuk nilai PRI, terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi konsentrasi sodium metabisulfit (NaHSO 3 ) maka akan semakin tinggi nilai PRI nya dan semakin lama penjemuran sit di bawah sinar matahari maka akan semakin rendah nilai PRI nya. Hal ini kemungkinan disebabkan NaHSO 3 berfungsi sebagai pencegah warna dan antioksidan yang akan melindungi molekul karet dari oksidasi suhu tinggi, padahal nilai PRI menunjukkan ketahanan karet terhadap oksidasi pada suhu tinggi sehingga semakin tinggi konsentrasi NaHSO 3 maka akan semakin tinggi nilai PRI nya. Sedangkan sinar matahari menyebabkan oksidasi karet sehingga semakin lama sit dijemur di bawah sinar matahari maka akan semakin rendah nilai PRI nya. Bila dibandingkan dengan kontrol normal proses maka semua nilai Po, PRI dan VR dengan penggumpal asap cair memenuhi standar karena nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan penggumpal asam format (semut) (Tabel 2). Tabel 2 menunjukkan bahwa konsentrasi NaHSO 3 berpengaruh terhadap penurunan angka warna Lovibond, semakin tinggi konsentrasi NaHSO 3 maka akan semakin rendah angka warna Lovibondnya yaitu dari 16 menjadi 6 artinya watna sit yang dihasilkan semakin cerah. Tetapi sebaliknya semakin lama sit dijemur di bawah sinar matahari maka akan semakin tinggi warna Lovibondnya yaitu dari 6 menjadi 12 artinya warna sitnya semakin gelap. Kedua hasil tersebut menunjukkan bahwa NaHSO 3 dapat berfungsi sebagai antioksidan yang melindungi warna sit terhadap reaksi pencokelatan (browning reaction) oleh oksigen, suhu dan sinar matahari. Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa hanya pada konsentrasi NaHSO 3 sebanyak 1% b/b KK dan dijemur matahari selama 1 hari yang dapat memenuhi angka Lovibond sebanyak 7 sesuai dengan kontrol proses normal. 4. KESIMPULAN 1. Lama penjemuran sit di bawah sinar matahari yang paling optimal adalah 2 hari karena telah dapat mempercepat waktu pengeringan sit antara 35 sampai 47,5 jam. Sodium metabisulfit (NaHSO 3 ) memperlambat waktu pengeringan sit sebanyak 22,5 (konsentrasi 0,5% b/b KK) sampai 31,5 jam (konsentrasi 1,0% b/b KK). 2. Nilai Po (46-59) dan VR (72-88) tertinggi pada penjemuran sit selama 2 hari, dan untuk nilai PRI semakin tinggi konsentrasi sodium metabisulfit (NaHSO 3 ) maka akan semakin
7 tinggi nilai PRI nya dan semakin lama penjemuran sit di bawah sinar matahari maka akan semakin rendah nilai PRI nya. 3. Konsentrasi NaHSO 3 sebanyak 1% b/b KK dan sit dijemur matahari selama 1 hari yang dapat memenuhi angka Lovibond sebanyak 7 sesuai dengan kontrol proses normal. Semakin tinggi konsentrasi NaHSO 3 maka akan semakin rendah angka warna Lovibondnya (semakin cerah) tetapi semakin lama sit dijemur di bawah sinar matahari maka akan semakin tinggi warna Lovibondnya (semakin gelap). 4. Effisiensi kapasitas kamar pengering dalam pengolahan karet sit asap menjadi 66-69%. 5. REFERENSI GAPKINDO (2005). Ekspor karet Indonesia berdasarkan mutu, dalam List of Members Gregg, E.C. JR. and Macey, J.H (1975). The relationship of properties of synthetic polyisoprene and natural rubber in the factory. The effect of non-rubber constituents of natural rubber. Rubb. Chen. Technol., Hamm Reiner (1977). Analysis of smoke and smoked foods. Pure and Applied Chemistry, 49, Pergamon Press, Britain. IRSG (2002). Rubber Statistical Bulletin. Vol. 56 No. 8, Table 10. International Rubber Study Group, London PSB (2003). Test Report Chemical Analysis for Liquid Smoke Sample. PSB corp Singapore. Purnama Darmadji dan Sri Rahardjo (2002). Production and purification of Liquid smoke from waste of coconut shell and its potential as antimicrobial, antioxidant, browning and coagulation agent. Proceeding of the International Conference on Innovations in Food Processing Technology and Engineering December Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand. Pusat Penelitian karet-balai penelitian Sembawa (2005). Penggunaan Deorub untuk pengolahan Ribbed Smoked Sheet (RSS). laporan Akhir Kerjasama Penelitian Balai Penelitian Sembawa dengan PT Pinago Utama. Roberts, A.D. ed (1988). Rheology of raw rubber.in: Natural Rubber Science and Technology Oxford Univ. Press, Oxford, New York, kuala Lumpur, ). Solichin, M dan A. Anwar (2003). Pengaruh penggumpalan lateks, perendaman dan penyemprotan BOKAR dengan asap cair terhadap bau BOKAR, sifat teknis, dan sifat fisik vulkanisat. Jurnal Penelitian Karet, Vol. 21, No. 1-3, 2003, ISSN X Solichin (2004). Pemanfaatan dan formulasi asap cair untuk pengolahan Ribbed Smoked Sheet (RSS). Laporan Akhir Hasil Penelitian. Balai Penelitian Sembawa.
Aplikasi Energi Surya Dalam Pengolahan Ribbed Smoke Sit (RSS) Dengan Menggunakan Asap Cair Sebagai Pengumpulan dan Pengawet Karet SIT di Palembang
logo lembaga PKPP-54 (F.78) Aplikasi Energi Surya Dalam Pengolahan Ribbed Smoke Sit (RSS) Dengan Menggunakan Asap Cair Sebagai Pengumpulan dan Pengawet Karet SIT di Palembang Koordinator/ PU Sutopo BALAI
Lebih terperinciKARAKTERISASI KONDISI PENGGUMPALAN DAN MUTU KARET YANG DIGUMPALKAN DENGAN KOAGULAN DEORUB FORMULA BARU
Jurnal Penelitian Karet, 2015, 33 (2) : 175-182 Indonesian J. Nat. Rubb. Res. 2015, 33 (2) : 175-182 KARAKTERISASI KONDISI PENGGUMPALAN DAN MUTU KARET YANG DIGUMPALKAN DENGAN KOAGULAN DEORUB FORMULA BARU
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Karet alam (natural rubber, Hevea braziliensis), merupakan komoditas perkebunan tradisional sekaligus komoditas ekspor yang berperan penting sebagai penghasil devisa negara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang keberadaannya sangat penting dan dibutuhkan di Indonesia. Tanaman karet sangat
Lebih terperinciPEMANFAATAN ASAP CAIR SERBUK KAYU SEBAGAI KOAGULAN BOKAR THE UTILIZATION OF LIQUID SMOKE FROM SAWDUST AS BOKAR COAGULANT. Abstrak
PEMANFAATAN ASAP CAIR SERBUK KAYU SEBAGAI KOAGULAN BOKAR THE UTILIZATION OF LIQUID SMOKE FROM SAWDUST AS BOKAR COAGULANT Eli Yulita (1), (2), (2) Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang (1) Fakultas
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penanganan Pasca Panen Lateks Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang masih segar 35 jam setelah penyadapan. Getah yang dihasilkan dari proses
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar di Indonesia. Lampung adalah salah satu sentra perkebunan karet di Indonesia. Luas areal
Lebih terperinciPENENTUAN PLASTISITAS AWAL DAN PLASTISITAS RETENSI INDEKS KARET. Rudi Munzirwan Siregar
PENENTUAN PLASTISITAS AWAL DAN PLASTISITAS RETENSI INDEKS KARET Rudi Munzirwan Siregar Abstrak Penelitian tentang Penentuan Plastisitas Awal dan Plastisitas Retensi Indeks karet telah dilakukan. Kedalam
Lebih terperinciPENERAPAN IPTEKS PERBANDINGAN ASAM ASETAT DENGAN ASAM FORMIAT SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL LATEKS. Oleh Rudi Munzirwan Siregar
PERBANDINGAN ASAM ASETAT DENGAN ASAM FORMIAT SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL LATEKS Oleh Rudi Munzirwan Siregar Abstrak Penelitian tentang perbandingan asam asetat dengan asam formiat sebagai bahan penggumpal
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Produksi Ribbed Smoked Sheet dan Estate Brown Crepe Lateks hasil sadapan dari kebun diangkut ke tiap afdeling. Lateks dikumpulkan disebuah bak yang ada tiap afdeling yang
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet termasuk tanaman tahunan yang tergolong dalam famili Euphorbiaceae, tumbuh baik di dataran
Lebih terperinciOPTIMASI PROSES PIROLISIS ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA DAN APLIKASINYA SEBAGAI KOAGULAN LATEKS
JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.1 ; Juni 2015 OPTIMASI PROSES PIROLISIS ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA DAN APLIKASINYA SEBAGAI KOAGULAN LATEKS JAKA DARMA JAYA 1, NURYATI 1, BADRI 2 1 Staff Pengajar
Lebih terperinciPEMANFAATAN ASAP CAIR SERBUK KAYU SEBAGAI KOAGULAN BOKAR THE UTILIZATION OF LIQUID SMOKE FROM SAWDUST AS BOKAR COAQULANT
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 22 No. 1 Tahun 2011 Hal. 35-40 PEMANFAATAN ASAP CAIR SERBUK KAYU SEBAGAI KOAGULAN BOKAR THE UTILIZATION OF LIQUID SMOKE FROM SAWDUST AS BOKAR COAQULANT Eli Yulita
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perdagangan Internasional Suatu Negara membutuhkan negara lain dan saling menjalin hubungan perdagangan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup bagi masyarakat. Hubungan
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN. Adapun alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
30 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat Adapun alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Beaker glass 250 ml Blender Cawan platina Gelas ukur 200 ml Gunting Kertas saring
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Produksi Karet Indonesia Berdasarkan Kepemilikan Lahan pada Tahun Produksi (Ton)
A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Tanaman karet merupakan tanaman tahunan dengan bentuk pohon batang lurus. Bagian yang dipanen dari tanaman karet adalah getah atau lateks. Lateks tanaman karet banyak digunakan
Lebih terperinciPengeringan Untuk Pengawetan
TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan
Lebih terperinciKARAKTERISTIK MUTU KARET ALAM SIR 20CV MENGGUNAKAN BAHAN PEMANTAP HIDRAZINE PADA SUHU PENYIMPANAN 60 C
Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 26 No.2 Tahun 2015. Hal. 85-93 KARAKTERISTIK MUTU KARET ALAM SIR 20CV MENGGUNAKAN BAHAN PEMANTAP HIDRAZINE PADA SUHU PENYIMPANAN 60 C Quality Characteristics of
Lebih terperinciBAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Asap cair merupakan suatu hasil kondensasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran secara langsung maupun tidak langsung dari bahan-bahan yang banyak mengandung lignin, selulosa,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia modern saat ini banyak peralatan peralatan yang menggunakan bahan yang sifatnya elastis tidak mudah pecah bila jatuh dari suatu tempat. Peningkatan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. KARET ALAM DAN KARET ALAM PADAT (SIR 20) Karet alam adalah senyawa hidrokarbon yang dihasilkan melalui penggumpalan getah dari hasil penyadapan tanaman tertentu. Getah tersebut
Lebih terperinciPENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN
PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM
Lebih terperinciPENGGUNAAN GARAM AMMONIUM DALAM PRODUKSI KARET VISKOSITAS RENDAH DARI LATEKS
Jurnal Penelitian Karet, 2015, 33 (2) : 193-202 Indonesian J. Nat. Rubb. Res. 2015, 33 (2) : 193-202 PENGGUNAAN GARAM AMMONIUM DALAM PRODUKSI KARET VISKOSITAS RENDAH DARI LATEKS The Use of Ammonium Salt
Lebih terperinciPEMANFAATAN ASAP CAIR DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT PADA PENGOLAHAN KARET MENTAH
PEMANFAATAN ASAP CAIR DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT PADA PENGOLAHAN KARET MENTAH (Utilization of Liquid Smoke from Oil Palm Empty Fruit Bunches on Raw Rubber Processing) Asmawit, Hidayati dan Nana Supriyatna
Lebih terperinciPeningkatan mutu blanket karet alam melalui proses predrying dan penyemprotan asap cair
Majalah Kulit, Karet, dan Plastik, 33(1), 01-10, 2017 Author(s); https://doi.org/10.20543/mkkp.v33i1.1702 Peningkatan mutu blanket karet alam melalui proses predrying dan penyemprotan asap cair The quality
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan pengekspor karet spesifikasi teknis terbesar ke
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan pengekspor karet spesifikasi teknis terbesar ke tiga di dunia setelah Thailand dan Malaysia. Karet spesifikasi teknis (Technically Specified Rubber)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada proses pengeringan pada umumnya dilakukan dengan cara penjemuran. Tujuan dari penjemuran adalah untuk mengurangi kadar air. Pengeringan dengan cara penjemuran
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA. Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk
48 IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA 4.1. Gambaran Umum Karet Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk dari emulsi kesusuan yang dikenal sebagai
Lebih terperinciPENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING
PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING Bambang Setyoko, Seno Darmanto, Rahmat Program Studi Diploma III Teknik Mesin Fakultas Teknik UNDIP Jl. Prof H. Sudharto, SH, Tembalang,
Lebih terperinciPENGARUH BEBERAPA JENIS BAHAN PENGGUMPAL LATEKS DAN HUBUNGANNYA DENGAN SUSUT BOBOT, KADAR KARET KERING DAN PLASTISITAS
M-2 PENGARUH BEBERAPA JENIS BAHAN PENGGUMPAL LATEKS DAN HUBUNGANNYA DENGAN SUSUT BOBOT, KADAR KARET KERING DAN PLASTISITAS Mili Purbaya 1), Tuti Indah Sari 2), Chessa Ayu Saputri 2), Mutia Tama Fajriaty
Lebih terperinciMulai. Studi pustaka. Pengumpulan d. Penyusunan control chart Xbar-R dengan Minitab. - Po - PRI. Apakah control chart. terkendali?
Lampiran 1. Bagan alir penelitian Mulai Studi pustaka Pengumpulan d Penyusunan control chart Xbar-R dengan Minitab - Po - PRI Ya Apakah control chart terkendali? Tidak Menetapkan spesifikasi konsumen Penelusuran
Lebih terperinciBAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan Kebun Batang Serangan dibuka pada tahun 1910 yang dikelola oleh pemerintahan Belanda dengan nama perusahaan NV.BDM (Breningde Deli Maatscappinjen).
Lebih terperinciTabel 3. Hasil uji karakteristik SIR 20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK BAHAN BAKU 1. Karakteristik SIR 20 Karet spesifikasi teknis yang digunakan dalam penelitian ini adalah SIR 20 (Standard Indonesian Rubber 20). Penggunaan SIR 20
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. nabati yang penting di Indonesia. Kelapa minyak sawit mengandung kurang lebih
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Cangkang Kelapa Sawit Kelapa Sawit (Elleis Guinensis) merupakan salah satu sumber minyak nabati yang penting di Indonesia. Kelapa minyak sawit mengandung kurang lebih 80% pericarp
Lebih terperinciPENGUJIAN MUTU KRITEX SP SEBAGAI PENGGUMPAL LATEKS
Jurnal Penelitian Karet, 2012, 30 (2) : 108-116 Indonesian J. Nat. Rubb. Res. 2012, 30 (2) : 108-116 PENGUJIAN MUTU KRITEX SP SEBAGAI PENGGUMPAL LATEKS Quality Test of Kritex SP as a Latex Coagulant Mauritz
Lebih terperinciTeknologi Pengolahan Bokar Bersih
Teknologi Pengolahan Bokar Bersih Afrizal Vachlepi disampaikan pada Bimbingan Teknis Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan Berbasis GMP Direktorat Jenderal Perkebunan Pusat Penelitian Karet 23-27 Mei 2016
Lebih terperinciBUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG PENINGKATAN MUTU BAHAN OLAH KARET MELALUI PENATAAN DAN PENGUATAN KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI DENGAN
Lebih terperinciPENGARUH WAKTU TERHADAP KESTABILAN INTENSITAS BERKAS CAHAYA PADA LATEKS
Prosiding Seminar Nasional Kulit, Karet dan Plastik Ke-5 ISSN : 2477-3298 PENGARUH WAKTU TERHADAP KESTABILAN INTENSITAS BERKAS CAHAYA PADA LATEKS Januar Arif Fatkhurrahman 1 dan Ikha Rasti Julia Sari 1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biji nangka merupakan salah satu limbah organik yang belum dimanfaatkan secara optimal, padahal biji nangka memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yaitu karbohidrat
Lebih terperinciPemanfaatan Limbah Sekam Padi Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Non-Karbonisasi
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Non-Karbonisasi
Lebih terperinciPengawetan pangan dengan pengeringan
Pengawetan pangan dengan pengeringan Kompetensi Mahasiswa memahami teknologi pengeringan sederhana dan mutakhir, prinsip dan perubahan yang terjadi selama pengeringan serta dampak pengeringan terhadap
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. terjadinya prakoagulasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
II. TINJAUAN PUSTAKA Lateks kebun yang bermutu baik merupakan syarat utama mendapatkan hasil olah karet yang baik. Penurunan mutu biasanya disebab terjadinya prakoagulasi. Prakoagulasi akan menjadi masalah
Lebih terperinciMANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN
MANISAN KERING JAHE 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 30 %, dan kadar gula tinggi (>60%). Kondisi ini memungkinkan manisan
Lebih terperinciDEPOLIMERISASI KARET ALAM SECARA MEKANIS UNTUK BAHAN ADITIF ASPAL
Jurnal Penelitian Karet, 214, 32 (1) : 81-87 Indonesian J. Nat. Rubb. Res. 214, 32 (1) : 81-87 DEPOLIMERISASI KARET ALAM SECARA MEKANIS UNTUK BAHAN ADITIF ASPAL Mechanically Depolimerization of Natural
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pengawet pada produk makanan atau minuman sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan di dalam industri makanan. Apalagi perkembangan zaman menuntut produk makanan
Lebih terperinciperkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Dalam industri kimia sering sekali bahan-bahan padat harus dipisahkan dari suspensi, misalnya secara mekanis dengan penjernihan atau filtrasi. Dalam hal ini pemisahan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lateks adalah cairan koloid yang berwarna putih susu yang diperoleh dari pohon karet (Havea Brasiliensis) dengan partikel-partikel karet terdispersi air. Lateks dikenal
Lebih terperinciPETANI DI BABEL MASIH MENGGUNAKAN TAWAS SEBAGAI KOAGULAN LATEKS
Anjloknya harga karet Indonesia akhir-akhir ini berkaitan erat dengan kualitas bokar (bahan olah karet) yang diproduksi oleh petani, dimana dalam pengolahan bokar-nya masih banyak petani karet yang mempergunakan
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM KARET INDONESIA. Di tengah masih berlangsungnya ketidakpastian perekonomian dunia dan
59 IV. GAMBARAN UMUM KARET INDONESIA A. Perekonomian Karet Indonesia Di tengah masih berlangsungnya ketidakpastian perekonomian dunia dan memburuknya kinerja neraca perdagangan nasional, kondisi perekonomian
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biomassa Biomassa diartikan sebagai material tanaman, tumbuh-tumbuhan, atau sisa hasil pertanian yang digunakan sebagai bahan bakar atau sumber bahan bakar. Secara umum sumber-sumber
Lebih terperinciMANISAN KERING BENGKUANG
MANISAN KERING BENGKUANG 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 25%,dankadar gula di atas 60%). Kondisi ini memungkinkan manisan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2015, bertempat di
III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2015, bertempat di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian dan Laboratorium Rekayasa Bioproses
Lebih terperinciPERKEMBANGAN KARET ALAM DI MYANMAR
Warta Perkaretan 2013, 32(1), 38-45 PERKEMBANGAN KARET ALAM DI MYANMAR Natural Rubber Development in Myanmar Afrizal Vachlepi dan Thomas Wijaya Balai Penelitian Sembawa, Jl. Raya Palembang-Betung Km 29.
Lebih terperinciPEMBUATAN TEPUNG BENGKUANG DENGAN KAJIAN KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na 2 S 2 O 5 ) DAN LAMA PERENDAMAN SKRIPSI
PEMBUATAN TEPUNG BENGKUANG DENGAN KAJIAN KONSENTRASI NATRIUM METABISULFIT (Na 2 S 2 O 5 ) DAN LAMA PERENDAMAN SKRIPSI Oleh : Keny Damayanti NPM.0533010023 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI
Lebih terperinciLAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI
LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI OLEH : ANDY CHRISTIAN 0731010003 PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
Lebih terperinci1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat
1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian
Lebih terperinciRamadhan Nur Sasmita
PENGERINGAN LEMBARAN KARET (SHEET) DENGAN CARA PENJEMURAN, PENGERINGAN RUMAH KACA, DAN PENGASAPAN (Skripsi) Oleh Ramadhan Nur Sasmita FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016 ABSTRACT
Lebih terperinciSNI Standar Nasional Indonesia. Bahan olah karet ICS. Badan Standardisasi Nasional
Standar Nasional Indonesia Bahan olah karet ICS Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Standar Nasional Indonesia...i No...4 Parameter...4 No...5 Parameter...5 i Prakata Standar Nasional Indonesia (SNI)
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat 3.1.1 Bahan Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah spent bleaching earth dari proses pemurnian CPO yang diperoleh dari PT. Panca Nabati Prakarsa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kandungan isoprene yang berikatan dengan konfigurasi cis 1,4. Isoprene tersusun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet alam Hevea brasiliensis merupakan suatu polimer alam yang memiliki kandungan isoprene yang berikatan dengan konfigurasi cis 1,4. Isoprene tersusun oleh banyak
Lebih terperinciI. METODOLOGI PENELITIAN
I. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mutu Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan di Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Aagrobisnis Perkebunan
Lebih terperinciPENGGUNAAN ARANG CANGKANG KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN PENGISI DALAM PEMBUATAN KOMPON SELANG KARET
Nuyah Penggunaan Arang Cangkang Kelapa Sawit PENGGUNAAN ARANG CANGKANG KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN PENGISI DALAM PEMBUATAN KOMPON SELANG KARET THE USE OF PALM SHELL CHARCOAL AS FILLER FOR COMPOUND OF RUBBER
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman karet merupakan tanaman yang memiliki peran penting di bidang industri terutama sebagai bahan baku di bidang industri ban dan otomotif (Sinaga, 2011). Indonesia
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. fisika dan daya tahan karet dipakai untuk produksi-produksi pabrik yang
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karet Alam Karet alam adalah komoditi homogen yang cukup baik. Karet mempunyai daya lentur yang sangat tinggi, kekuatan tarik dan dapat dibentuk dengan panas yang rendah, daya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Beras adalah buah padi, berasal dari tumbuh-tumbuhan golongan rumputrumputan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beras adalah buah padi, berasal dari tumbuh-tumbuhan golongan rumputrumputan (gramineae) yang sudah banyak dibudidayakan di Indonesia sejak lama. Beras merupakan kebutuhan
Lebih terperinciPENGARUH BERBAGAI JENIS PENGGUMPAL PADAT TERHADAP MUTU KOAGULUM DAN VULKANISAT KARET ALAM
Jurnal Penelitian Karet, 2014, 32 (1) : 74-80 Indonesian J. Nat. Rubb. Res. 2014, 32 (1) : 74-80 PENGARUH BERBAGAI JENIS PENGGUMPAL PADAT TERHADAP MUTU KOAGULUM DAN VULKANISAT KARET ALAM Effect of Various
Lebih terperinciKAJIAN RUMAH PLASTIK PENGERING KOPRA KASUS DESA SIAW TANJUNG JABUNG TIMUR. Kiki Suheiti, Nur Asni, Endrizal
KAJIAN RUMAH PLASTIK PENGERING KOPRA KASUS DESA SIAW TANJUNG JABUNG TIMUR Kiki Suheiti, Nur Asni, Endrizal Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jambi Jl. Samarinda Paal Lima Kota Baru Jambi 30128
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sejumlah kecil bagian bukan karet, seperti lemak, glikolipid, fosfolid, protein,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lateks alam adalah subtansi yang diperoleh dari getah karet (Hevea Brasilliensis). Lateks alam tersusun dari hidrokarbon dan mengandung sejumlah kecil bagian bukan
Lebih terperinciProduksi Bersih. Proses: Dampak: Peningkatan efisiensi Peningkatan kinerja lingkungan Peningkatan keunggulan kompetitif
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Produksi Bersih dan Penerapannya Produksi bersih didefinisikan sebagai penerapan secara kontinyu dari strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif pada proses produksi,
Lebih terperinciDAUR ULANG KERTAS PEMBUNGKUS ROKOK SEBAGAI BAHAN BAKAR BRIKET DALAM MENJAGA KESEHATAN
DAUR ULANG KERTAS PEMBUNGKUS ROKOK SEBAGAI BAHAN BAKAR BRIKET DALAM MENJAGA KESEHATAN Candra Dwiratna Wulandari Erni Junita Sinaga Teknik Lingkungan FTSP ITN Malang ABSTRAKSI Dengan teknologi tepat guna
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengasapan Ikan Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan untuk mempertahankan daya awet ikan dengan mempergunakan bahan bakar kayu sebagai penghasil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Lateks karet alam didapat dari pohon Hevea Brasiliensis yang berasal dari famili Euphorbia ceae ditemukan dikawasan tropikal Amazon, Amerika Selatan. Lateks karet
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM KARET ALAM INDONESIA
IV. GAMBARAN UMUM KARET ALAM INDONESIA 4.1 Sejarah Singkat Karet Alam Tahun 1943 Michele de Cuneo melakukan pelayaran ekspedisi ke Benua Amerika. Dalam perjalanan ini ditemukan sejenis pohon yang mengandung
Lebih terperinciPENGAWETAN KAYU KARET MENGGUNAKAN BAHAN ORGANIK DENGAN TEKNIK PERENDAMAN PANAS
Jurnal Penelitian Karet, 2015, 33 (1) : 57-64 Indonesian J. Nat. Rubb. Res. 2015, 33 (1) : 57-64 PENGAWETAN KAYU KARET MENGGUNAKAN BAHAN ORGANIK DENGAN TEKNIK PERENDAMAN PANAS Preserving of Rubber Wood
Lebih terperinciMANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN 2. BAHAN
MANISAN BASAH JAHE 1. PENDAHULUAN Manisan biasanya dibuat dari buah. Produk ini merupakan bahan setengah kering dengan kadar air sekitar 30 %, dan kadar gula tinggi (>60%). Kondisi ini memungkinkan manisan
Lebih terperinciBAB IV ANALISA. Gambar 4.1. Fenomena case hardening yang terjadi pada sampel.
BAB IV ANALISA 4.1 FENOMENA DAN PENYEBAB KERUSAKAN KUALITAS PRODUK 4.1.1 Fenomena dan penyebab terjadinya case hardening Pada proses pengeringan yang dilakukan oleh penulis khususnya pada pengambilan data
Lebih terperinciPERANCANGAN DAN APLIKASI ALAT PIROLISIS UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR
JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 2 No.1 ; Juni 2015 PERANCANGAN DAN APLIKASI ALAT PIROLISIS UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR NURYATI, JAKA DARMA JAYA, MELDAYANOOR Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Politeknik
Lebih terperinciIDENTIFIKASI DAN ANALISIS MUTU MINYAK KELAPA DI TINGKAT PETANI PROVINSI JAMBI
IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MUTU MINYAK KELAPA DI TINGKAT PETANI PROVINSI JAMBI Nur Asni dan Linda Yanti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi ABSTRAK Pengkajian pengolahan minyak kelapa telah dilakukan
Lebih terperinciPENGARUH ASAP CAIR SERBUK KAYU LIMBAH INDUSTRI TERHADAP MUTU BOKAR
Jurnal Riset Industri Vol. VI No. 1, 2012, Hal. 13-22 PENGARUH ASAP CAIR SERBUK KAYU LIMBAH INDUSTRI TERHADAP MUTU BOKAR (THE EFFECT FROM LIQUID SMOKE OF INDUSTRIAL WASTE WOOD ON BOKAR QUALITY) Eli Yulita
Lebih terperinciPIROLISIS CANGKANG SAWIT MENJADI ASAP CAIR (LIQUID SMOKE)
PIROLISIS CANGKANG SAWIT MENJADI ASAP CAIR (LIQUID SMOKE) Padil, Sunarno. Tri Andriyasih Palm Industry and Energy Research Group (PIEReG) Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau Kampus Bina
Lebih terperinciPabrik Asam Oksalat dari Kulit Pisang dengan Proses Oksidasi Asam Nitrat X - 1. BAB X Kesimpulan BAB X KESIMPULAN
X - 1 BAB X Kesimpulan BAB X KESIMPULAN Asam oksalat merupakan salah satu anggota dari golongan asam karboksilat yang mempunyai rumus molekul C 2 H 2 O 4.Nama lain asam oksalat adalah asam etanedioic.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. ditingkatkan dengan penerapan teknik pasca panen mulai dari saat jagung dipanen
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman jagung ( Zea mays L) sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan hewan. Jagung merupakan komoditi tanaman pangan kedua terpenting setelah padi. Berdasarkan urutan
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 38/Permentan/OT.140/8/2008 TENTANG PEDOMAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN BAHAN OLAH KARET (BOKAR)
PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 38/Permentan/OT.140/8/2008 TENTANG PEDOMAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN BAHAN OLAH KARET (BOKAR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN. Menimbang Mengingat :
Lebih terperinciPENGARUH TEKNIK PENGERINGAN TERHADAP KADAR GIZI DAN MUTU ORGANOLEPTIK SALE PISANG (Musa paradisiaca L.) Fery Indradewi A
PENGARUH TEKNIK PENGERINGAN TERHADAP KADAR GIZI DAN MUTU ORGANOLEPTIK SALE PISANG (Musa paradisiaca L.) Fakultas Farmasi, Universitas Halu Oleo Fery Indradewi A ABSTRAK Pisang merupakan salah satu komoditas
Lebih terperinciIII. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari
28 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari 2010 yang bertempat di Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca
Lebih terperinciUji Pembedaan Ikan Teri Kering pada Lama Pengeringan Berbeda dengan Ikan Teri Komersial dari Desa Tolotio Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo
Uji Pembedaan Ikan Teri Kering pada Lama Pengeringan Berbeda dengan Ikan Teri Komersial dari Desa Tolotio Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo 1.2 Rimin Lasimpala, 2 Asri Silvana aiu 2 Lukman Mile
Lebih terperinciKARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER
KARAKTERISTIK PENGERINGAN BIJI KOPI BERDASARKAN VARIASI KECEPATAN ALIRAN UDARA PADA SOLAR DRYER Endri Yani* & Suryadi Fajrin Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Andalas Kampus Limau Manis
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan.
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia masih menjadi primadona untuk membangun perekonomian negara. Kinerja ekspor komoditas pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik
Lebih terperinciPENGERINGAN. Teti Estiasih - PS ITP - THP - FTP - UB
PENGERINGAN 1 DEFINISI Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan sehingga daya simpan dapat diperpanjang Perpanjangan daya simpan terjadi karena aktivitas m.o.
Lebih terperinciRANCANG BANGUN ALAT PENCETAK BRIKET ARANG PADA PEMANFAATAN LIMBAH CANGKANG BIJI BUAH KARET
RANCANG BANGUN ALAT PENCETAK BRIKET ARANG PADA PEMANFAATAN LIMBAH CANGKANG BIJI BUAH KARET Muhammad Taufik 1), Adi Syakdani 2), Rusdianasari 3), Yohandri Bow 1),2),3 ), 4) Teknik Kimia, Politeknik Negeri
Lebih terperinciBawang daun adalah salah satu sayuran yang diminati
Sri Mulia Astuti: Pengaturan suhu dan waktu pengeringan beku bawang daun 17 Buletin Teknik Pertanian Vol. 14 No. 1, 2009: 17-22 TEKNIK PENGATURAN SUHU DAN WAKTU PENGERINGAN BEKU BAWANG DAUN (Allium fistulosum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lateks pekat sebagai bahan utama pada penelitian ini tetap berada dalam bentuk emulsi sebelum diolah menjadi bahan baku pada industri. Biasanya lateks pekat banyak
Lebih terperinciKARAKTERISASI ASAP CAIR HASIL PIROLISIS AMPAS TEBU SERTA PENGUJIANNYA UNTUK PENGAWETAN DAGING AYAM
KARAKTERISASI ASAP CAIR HASIL PIROLISIS AMPAS TEBU SERTA PENGUJIANNYA UNTUK PENGAWETAN DAGING AYAM Ayu Saputri *, dan Setiadi Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Depok 16424,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Indonesia merupakan produsen karet nomor dua terbesar di dunia dengan produksi sebesar 2,55 juta ton pada tahun 2007 setelah Thailand (2,97 juta ton).
Lebih terperinci4. PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Pendahuluan Penentuan Konsentrasi Mikroenkapsulan
4. PEMBAHASAN Pada penelitian ini, dilakukan pembuatan minuman serbuk instan campuran sari buah jambu biji merah dan wortel dengan menggunakan alat pengering semprot/ spary dryer. Komponen-komponen nutrisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kelapa (Cocos Nucifera Linn.) merupakan tanaman yang tumbuh di negara yang beriklim tropis. Indonesia merupakan produsen kelapa terbesar di dunia. Menurut Kementerian
Lebih terperinciSIH Standar Industri Hijau
SIH Standar Industri Hijau INDUSTRI PENGASAPAN KARET (RIBBED SMOKED SHEET RUBBER) Daftar isi Daftar isi... 1 Prakata... 2 1 Ruang Lingkup... 3 2 Acuan... 3 3 Definisi... 3 4 Simbol dan Singkatan Istilah...
Lebih terperinciPENINGKATAN KUALITAS PRODUK DAN EFISIENSI ENERGI PADA ALAT PENGERINGAN DAUN SELEDRI BERBASIS KONTROL SUHU DAN HUMIDITY UDARA
PENINGKATAN KUALITAS PRODUK DAN EFISIENSI ENERGI PADA ALAT PENGERINGAN DAUN SELEDRI BERBASIS KONTROL SUHU DAN HUMIDITY UDARA Jurusan Teknik Elektro, Fakultas. Teknik, Universitas Negeri Semarang Email:ulfaharief@yahoo.com,
Lebih terperinci