BAB 4 TINJAUAN TERHADAP KONSEP DAN BENTUK PENYAJIAN PADA MUSEUM TAMAN PRASASTI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 4 TINJAUAN TERHADAP KONSEP DAN BENTUK PENYAJIAN PADA MUSEUM TAMAN PRASASTI"

Transkripsi

1 70 BAB 4 TINJAUAN TERHADAP KONSEP DAN BENTUK PENYAJIAN PADA MUSEUM TAMAN PRASASTI 4.1. Konsep Pengelolaan Museum Taman Prasasti Setiap museum harus memiliki konsep yang melatarbelakangi kinerjanya. Konsep museum merupakan dasar (jati diri museum) dan pedoman museum untuk mencapai tujuannya. Mengacu pada definisi museum menurut ICOM, suatu museum harus memenuhi beberapa kriteria utama. Pertama, museum harus berupa lembaga yang bersifat tetap dan tidak mencari keuntungan. Artinya, keberadaannya diakui dan sah secara hukum, bersifat permanen, dan non-komersil. Kedua, museum bertujuan untuk melayani masyarakat dan terbuka untuk umum. Berdasarkan hal tersebut, maka suatu museum berorientasi pada kebutuhan masyarakat (public oriented) dan dapat diakses oleh siapa saja. Ketiga, museum memperoleh, merawat, menghubungkan, dan memamerkan koleksi-koleksi yang dimilikinya. Pernyataan itu menjelaskan batasan kerja museum secara umum berkenaan dengan koleksinya. Keempat, museum adalah lembaga yang mendidik dan menyenangkan (edutainment). Artinya, museum harus memiliki muatan edukasi dan rekreasi, sehingga pengunjung dapat memperoleh pengetahuan sekaligus hiburan dalam kunjungannya ke museum. Konsep museum tentunya berkaitan erat dengan tipe museum yang bersangkutan. Oleh karena itu, perlu diketahui terlebih dahulu bahwa Museum Taman Prasasti dikategorikan ke dalam tipe museum khusus (specialized museum). Adapun yang dimaksud dengan tipe museum khusus adalah museum yang terfokus pada satu kajian ilmu saja. Di dalam tipe museum khusus, Museum Taman Prasasti dimasukkan ke dalam jenis museum arkeologi dan sejarah. Hal tersebut disesuaikan dengan kajian ilmu dan ranah pengetahuan yang terdapat di dalamnya. Kawasan Museum Taman Prasasti merupakan situs arkeologi yang berasal dari akhir abad ke-18, yakni tahun Koleksi-koleksi yang dimilikinya adalah data-data arkeologi 70

2 71 dari periode kolonial di Batavia, baik berupa artefak, fitur, dan lansekap. Selain aspek arkeologis, Museum Taman Prasasti juga memiliki aspek historis (sejarah) yang sangat penting. Museum Taman Prasasti merupakan taman pemakaman umum modern tertua di Batavia, dan bahkan di dunia. Pada kawasan itu, banyak dimakamkan tokoh sejarah yang mewarnai dinamika kehidupan Batavia pada abad ke-18 hingga 20. Keberadaannya memegang peranan penting di dalam sejarah perkembangan kota Batavia dari masa ke masa. Tipe museum khusus dapat dibagi lagi ke dalam subtipe tertentu, sesuai dengan koleksi-koleksi yang dimilikinya. Sebagian besar koleksi Museum Taman Prasasti adalah artefak dan fitur yang berasal dari periode kolonial, seperti nisan, patung, monumen, dan kereta jenazah. Koleksi yang berasal dari periode kolonial sangat dominan dan jumlahnya mencapai 95%. Adapun koleksi-koleksi yang berasal dari periode lain sangat sedikit jumlahnya, seperti prasasti klasik (periode Hindu-Buddha) dan maket makam 27 propinsi. Berdasarkan hal tersebut, maka Museum Taman Prasasti dapat dimasukkan ke dalam subtipe museum arkeologi dan sejarah periode kolonial. Museum Taman Prasasti digolongkan ke dalam open air museum. Hal tersebut dikarenakan Museum Taman Prasasti memamerkan koleksinya di ruang terbuka. Open air museum memiliki berbagai cakupan kerja, yaitu memilih, menyediakan, memindahkan, merekonstruksi, dan merawat situs dengan segala kelengkapannya yang otentik, baik berupa kelompok atau sebagian karya arsitektural, yang menggambarkan karakteristik cara hidup, tempat tinggal, aktivitas perkebunan, kerajinan tangan, dan lain sebagainya dari kebudayaan yang telah hilang (Laenen, TT:127). Dalam hal ini, situs yang berkaitan adalah pemakaman dari periode kolonial di Batavia. Open air museum memiliki beberapa prinsip utama yang harus diperhatikan. Pertama, Open air museum harus berlokasi di suatu situs arkeologi (Laenen, TT:126). Tujuannya adalah untuk merekonstruksi peninggalan bersejarah tersebut, baik berupa bangunan atau lansekap di ruang pameran (Laenen, TT:126). Dengan demikian, otentisitas situs, fitur, dan artefak menjadi sangat penting.

3 72 Kedua, pelestarian merupakan motivasi utama bagi open air museum (Chappell, 1999:336). Oleh karena itu, Museum Taman Prasasti harus mengedepankan aspek pelestarian di dalam kinerjanya. Pemanfaatan koleksikoleksi museum sebagai sarana edukasi dan rekreasi harus berbasis kepada pelestarian koleksi. Sebagai situs pemakaman kolonial, Museum Taman Prasasti menyimpan ribuan data arkeologi baik berupa artefak, fitur (nisan insitu), dan lansekap yang harus dijaga kelestariannya. Ketiga, open air museum bertujuan untuk menciptakan suatu gambaran mengenai kehidupan masyarakat masa lalu dengan cara merekonstruksi kembali lingkungan dan kehidupan mereka (Laenen, TT:129). Museum jenis ini menghidupkan kembali kehidupan masyarakat lampau yang telah punah (Laenen, TT:129). Dengan demikian, pengunjung dapat merasakan dan memahami kehidupan masyarakat pada saat itu (Laenen, TT:132). Dalam hal ini, Museum Taman Prasasti diharapkan dapat memberikan suatu gambaran mengenai kehidupan masyarakat Batavia pada abad ke-18 hingga 20 melalui nisan-nisan yang ditinggalkannya. Nisan-nisan tersebut, yang memuat berbagai informasi mengenai status sosial, agama, bangsa, jenis kelamin, dan usia, dapat menjelaskan dinamika masyarakat Batavia pada masa kolonial. Museum juga dapat memberikan gambaran mengenai prosesi pemakaman dan suasana duka apabila seseorang meninggal ketika itu. Selain itu, masih banyak informasi yang dapat disampaikan museum, antara lain perkembangan aksara pada periode kolonial, gaya seni nisan dan patung kolonial, serta penggambaran lambang heraldik. Setelah mengetahui tipe dan jenis museum, maka museum dapat merumuskan konsep yang melandasinya. Konsep tersebut harus didasari oleh prinsip museum secara umum, tipe museum, dan jenis museum. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, maka dapat diketahui bahwa Museum Taman Prasasti adalah suatu open air museum yang menyajikan koleksi-koleksi berupa peninggalan arkeologi dan sejarah yang berkenaan dengan pemakaman pada periode kolonial. Hal tersebut merupakan landasan penting di dalam merumuskan konsep museum. Konsep museum merupakan dasar bagi penyelenggaraan museum yang tertuang ke dalam visi dan misi museum. Visi dan misi museum menjadi panduan

4 73 museum dalam mengembangkan strategi kebijakan dan program (Arbi, 2007:3). Adapun saat ini, visi dan misi Museum Taman Prasasti adalah sebagai berikut: Visi Terwujudnya Museum Sejarah Jakarta (dan Museum Taman Prasasti) sebagai objek wisata unggulan. Misi 4. Mengadakan, meneliti, merawat dan melestarikan, menata, serta memamerkan koleksi sebagai sumber informasi dan daya tarik wisata. 5. Memberikan pelayanan jasa informasi tentang sejarah Kota Jakarta. 6. Melaksanakan pengelolaan retribusi masuk museum dan pemanfaatan aset kekayaan daerah. Dalam pembahasan ini, akan ditinjau kembali apakah visi dan misi tersebut telah merefleksikan konsep museum yang dimaksud. Dalam merumuskan konsep pengelolaan Museum Taman Prasasti, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dan dapat digunakan sebagai masukan penting. Hal tersebut antara lain adalah sejarah awal Kebon Jahe Kober sampai kepada timbulnya gagasan pendirian museum, visi dan misi museum saat ini, evaluasi secara umum pelaksanaan museum hingga sekarang, hasil Seminar Pengembangan Museum Taman Prasasti tahun 2005, serta rencana pengembangan Museum Taman Prasasti menurut Nirwono Joga dkk. (Jurusan Arsitektur Lansekap Trisakti). Adapun hal-hal tersebut telah diuraikan secara lengkap di dalam Bab 2. Analisis yang dilakukan terhadap materi-materi tersebut dapat menghasilkan rumusan konsep pengelolaan yang ideal bagi Museum Taman Prasasti Visi Museum Taman Prasasti Visi museum adalah harapan dan tujuan (goal) museum secara umum. Visi tersebut menjadi titik penentu kesuksesan museum. Visi Museum Taman Prasasti saat ini digabung dengan visi Museum Sejarah Jakarta. Hal tersebut dikarenakan kedua museum berada di bawah satu unit pengelola yang sama. Suatu museum

5 74 sebaiknya mempunyai visi tersendiri, jangan disatukan dengan visi museum lain, karena kedua museum yang bersangkutan tentunya memiliki harapan dan tujuan yang berbeda. Selain itu, visi Museum Taman Prasasti saat ini cenderung berpihak kepada kepentingan museum sebagai instansi pemerintah, yaitu menjadikan Museum Taman Prasasti sebagai objek wisata unggulan. Padahal menurut definisi ICOM, museum harus berorientasi kepada pelayanan masyarakat. Setiap museum tentunya ingin menjadi tujuan wisata yang diminati oleh banyak pengunjung, namun perlu diperhatikan bagaimana cara kerja museum dalam menarik minat pengunjung. Hal yang harus diingat, bahwa museum bukanlah lembaga yang mencari keuntungan, sehingga tata kerja penyelenggaraan museum harus berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip permuseuman. Visi yang mengemukakan bahwa Museum Taman Prasasti bertujuan sebagai objek wisata unggulan, tanpa menggambarkan secara umum bagaimana kinerjanya, dikhawatirkan dapat menjadikan museum tersebut bersifat komersil dan mengabaikan prinsip-prinsip utama di dalam tata pelaksanaan permuseuman. Visi Museum Taman Prasasti yang diuraikan oleh Nirwono Joga dkk. bersifat terlalu meluas, sehingga tidak fokus pada harapan dan tujuan utama museum secara umum. Visi tersebut dituangkan ke dalam lima butir kalimat. Butir-butir yang dipaparkan sangat baik dan ideal, namun masih bersifat meluas dan tidak memberikan gambaran langsung mengenai Museum Taman Prasasti. Misalnya saja, pada butir pertama dikatakan bahwa Museum Taman Prasasti bertujuan untuk membantu mencerdaskan kehidupan bangsa melalui informasi bukti sejarah yang disajikan museum. Pada pernyataan tersebut tidak dijelaskan secara khusus bentuk informasi apa yang disajikan. Bentuk informasi yang disajikan museum harus dimunculkan sedikit di dalam visi sebagai gambaran mengenai koleksi yang dimiliki museum. Selain itu, visi museum sebaiknya dituliskan dalam satu kalimat yang merangkum harapan dan tujuan museum secara umum. Berdasarkan materi-materi yang telah dikumpulkan dan dianalisis, maka dapat dihasilkan suatu rumusan mengenai visi Museum Taman Prasasti, yaitu:

6 75 Terwujudnya Museum Taman Prasasti sebagai lembaga penyelamatan dan pelestarian situs pemakaman kolonial di Jakarta, yang dimanfaatkan untuk tujuan edukasi dan rekreasi bagi masyarakat. Visi tersebut memberikan gambaran umum mengenai harapan dan tujuan yang ingin dicapai oleh Museum Taman Prasasti. Museum Taman Prasasti merupakan situs pemakaman kolonial di Batavia yang berasal dari abad ke-18, dan masih bertahan hingga saat ini. Sebagai open air museum, Museum Taman Prasasti menjadikan aspek penyelamatan dan pelestarian situs beserta isinya sebagai motivasi utama. Berdasarkan hasil kesimpulan Seminar Pengembangan Museum Taman Prasasti, terdapat pernyataan bahwa situs tersebut masih terjaga dengan baik dan sudah berstatus sebagai cagar budaya (SK Gubernur no. 475, tahun 1993), namun sangat membutuhkan penanganan serius untuk mempertahankan eksistensinya di masa mendatang. Oleh karena itu, penyelamatan dan pelestarian situs menjadi hal penting yang harus dilaksanakan oleh museum. Selain aspek penyelamatan dan pelestarian, aspek lain yang ditampilkan pada visi tersebut adalah aspek koleksi. Visi museum harus memberikan gambaran sekilas mengenai koleksi utama yang dimiliki museum. Dalam hal ini, koleksi utama Museum Taman Prasasti adalah koleksi yang berkenaan dengan pemakaman kolonial di Jakarta. Kemudian, visi tersebut menguraikan pula pernyataan mengenai pemanfaatan situs sebagai sarana edukasi dan rekreasi bagi masyarakat. Pemanfaatan merupakan ruang lingkup kerja museum dalam menangani koleksi yang dimilikinya, antara lain mengumpulkan, merawat, menghubungkan dan memamerkan koleksi-koleksi museum kepada masyarakat. Namun, bentukbentuk pemanfaatan itu tidak perlu dijelaskan secara terperinci di dalam visi museum. Bentuk-bentuk pemanfaatan yang dilakukan museum akan dijelaskan di dalam misi museum. Pemanfaatan koleksi-koleksi museum dilakukan guna memenuhi kebutuhan masyarakat akan edukasi dan rekreasi. Edukasi tersebut, tentunya yang

7 76 berkenaan dengan pengetahuan dan informasi mengenai perkembangan kota Batavia secara umum, serta bentuk pemakaman kolonial di Batavia secara khusus. Program-program interaktif museum yang berkaitan dengan rekonstruksi kehidupan masyarakat Batavia pada masa lampau dapat menjadi sarana rekreasi bagi masyarakat. Selain itu, masyarakat dapat menjadikan Museum Taman Prasasti sebagai tujuan rekreasi di alam terbuka, mengingat saat ini sudah jarang ditemui ruang terbuka (paru-paru kota) di tengah Kota Jakarta. Dalam merumuskan visi tersebut, terdapat dua hal yang diambil dari hasil rekomendasi Seminar Pengembangan Museum Taman Prasasti. Hal yang pertama adalah mempertahankan status museum sebagai situs makam bersejarah, beserta nilai-nilai yang melekat padanya. Kemudian, hal yang kedua adalah museum perlu dirancang pengembangannya sebagai suatu lembaga informasi dan konservasi, serta sebagai tempat rekreasi-edukatif Misi Museum Taman Prasasti Misi museum merupakan uraian mengenai langkah-langkah yang dilakukan museum guna mencapai visi yang dituju. Misi museum dituliskan secara singkat, padat, dan jelas. Penjelasan secara terperinci mengenai pelaksanaan misi dimuat di dalam kebijakan dan peraturan museum. Misi Museum Taman Prasasti saat ini digabung dengan misi Museum Sejarah Jakarta. Hal tersebut dikarenakan kedua museum berada di bawah satu unit pengelola yang sama. Sebaiknya, misi museum dibuat secara terpisah, mengingat keadaan museum serta koleksinya yang berbeda. Perumusan misi museum tentunya harus didasari oleh visi yang ingin dicapai. Berdasarkan visi Museum Taman Prasasti yang telah dirumuskan, yaitu terwujudnya Museum Taman Prasasti sebagai lembaga penyelamatan dan pelestarian situs pemakaman kolonial di Jakarta, yang dimanfaatkan untuk tujuan edukasi dan rekreasi bagi masyarakat, maka misi museum yang dihasilkan adalah sebagai berikut:

8 77 1. Menyelamatkan dan melestarikan situs pemakaman kolonial di Jakarta (Kebon Jahe Kober), beserta kandungan informasi yang terdapat di dalamnya, baik berupa artefak dan fitur, maupun nilai-nilai budaya yang melekat di dalamnya. 2. Memperoleh, mengumpulkan, merawat, meneliti, dan memamerkan koleksi-koleksi utama berupa nisan periode kolonial di Batavia, beserta koleksi penunjang lainnya. 3. Menyampaikan pengetahuan dan informasi mengenai sejarah perkembangan Kota Jakarta secara umum, bentuk pemakaman kolonial secara khusus, dan informasi lainnya, seperti perkembangan prasasti kolonial, aksara kolonial, gaya seni nisan dan patung kolonial, serta lambang heraldik. 4. Menyediakan program-program edukatif yang berkaitan dengan koleksi utama museum, yaitu nisan-nisan periode kolonial, kepada masyarakat. 5. Menjadikan kawasan museum sebagai sarana rekreasi di alam terbuka, melalui penataan lansekap dan penyajian pameran yang menarik, serta program-program interaktif yang menghibur masyarakat. 6. Menyediakan ruang terbuka yang berfungsi sebagai paru-paru Kota Jakarta. Misi tersebut merupakan langkah-langkah yang harus ditempuh guna mencapai visi yang dituju. Misi museum harus sesuai dengan definisi dan prinsipprinsip yang terdapat di dalam ilmu museologi. Sebagai bahan masukan di dalam merumuskan misi museum, data-data yang digunakan adalah visi dan misi museum saat ini, hasil Seminar Pengembangan Museum Taman Prasasti, dan rencana pengembangan Museum Taman Prasasti menurut Nirwono Joga dkk Pernyataan misi (mission statement) Selain dituangkan ke dalam visi dan misi, konsep museum harus dirangkum dan dituliskan ke dalam pernyataan misi. Pernyataan misi adalah uraian secara tertulis yang memberikan gambaran umum mengenai eksistensi suatu museum, fungsi, dan ruang lingkup aktivitasnya (Edson dan Dean,

9 :28). Pernyataan itu akan memberikan batasan terhadap koleksi-koleksi yang dikumpulkan museum dan menjelaskan peranan museum dalam masyarakat. Berdasarkan contoh pernyataan misi Museo de Oro yang telah diuraikan pada Bab 3 (halaman 53), maka dapat diketahui bahwa pernyataan misi yang baik harus meliputi beberapa hal, yaitu: 1. Menjelaskan institusi/status 2. Menjelaskan ruang lingkup pekerjaan 3. Menjelaskan ruang lingkup koleksi 4. Menjelaskan batas wilayah/periode koleksi 5. Menjelaskan tujuan 6. Menjelaskan sasaran pengunjung 7. Menjelaskan peranannya bagi komunitas/regional/nasional Setelah mengetahui komponen-komponen yang dibutuhkan untuk merumuskan pernyataan misi, maka tahap selanjutnya adalah menerapkan komponen tersebut pada pengelolaan Museum Taman Prasasti. Adapun penerapan komponen tersebut adalah sebagai berikut: 1. Museum Taman Prasasti adalah museum milik Pemerintah Daerah (Pemprov DKI Jakarta). Pengelolaan Museum Taman Prasasti digabung menjadi satu dengan Museum Sejarah Jakarta, di bawah manajemen Museum Sejarah Jakarta. Dengan demikian, Museum Taman Prasati bukanlah merupakan satu UPT tersendiri, melainkan hanya seksi yang lingkupnya berada di bawah Museum Sejarah Jakarta (Seksi Prasasti). 2. Berdasarkan visi dan misi museum yang telah dirumuskan kembali, ruang lingkup kerja Museum Taman Prasasti adalah memperoleh, mengumpulkan, merawat, meneliti, dan memamerkan koleksi-koleksi utama berupa nisan periode kolonial di Batavia beserta koleksi penunjang lainnya. 3. Ruang lingkup koleksi Museum Taman Prasasti adalah artefak, fitur, dan lansekap yang berkenaan dengan situs pemakaman kolonial Kebon Jahe Kober sebagai koleksi utama, serta koleksi penunjang lainnya yang mendukung koleksi utama.

10 79 4. Koleksi Museum Taman Prasasti pada umumnya berasal dari periode kolonial, yaitu abad ke-18 hingga 20, di wilayah Batavia. 5. Tujuan Museum Taman Prasasti adalah menyelamatkan dan melestarikan situs pemakaman kolonial di Jakarta, menyampaikan informasi mengenai sejarah perkembangan Kota Jakarta secara umum dan bentuk pemakaman kolonial secara khusus, memanfaatkannya sebagai sarana edukasi dan rekreasi, serta menyediakan ruang terbuka yang berfungsi sebagai paruparu Kota Jakarta. 6. Sasaran pengunjung Museum Taman Prasasti adalah masyarakat Jakarta secara khusus dan masyarakat Indonesia secara umum. Selain itu, terlebih khusus lagi, museum juga menjadikan masyarakat manca negara sebagai sasarannya. Masyarakat manca negara yang dimaksud adalah warga negara Belanda atau warga negara asing lainnya yang memiliki hubungan kekerabatan dengan orang yang dimakamkan di Museum Taman Prasasti (tujuan ziarah). 7. Museum Taman Prasasti berperan sebagai kawasan cagar budaya yang terdapat di Kota Jakarta. Pemanfaatannya ditujukan untuk melayani masyarakat Jakarta pada khususnya, serta masyarakat Indonesia dan manca negara pada umumnya. Butir-butir tersebut merupakan komponen yang akan menyusun pernyataan misi Museum Taman Prasasti. Pernyataan misi sebaiknya dibuat sederhana, namun teruraikan secara jelas dan terperinci. Penulisan pernyataan misi sangat penting untuk diperhatikan agar tidak memiliki celah yang dapat menyebabkan masuknya interpretasi yang salah (Edson dan Dean, 1994:29). Berdasarkan komponen-komponen yang telah dipaparkan, maka dapat dihasilkan pernyataan misi sebagai berikut: Museum Taman Prasasti adalah museum milik Pemerintah DKI Jakarta yang memperoleh, mengumpulkan, merawat, meneliti, dan memamerkan koleksi-koleksi berupa artefak, fitur, dan lansekap yang berkenaan dengan situs pemakaman kolonial Kebon Jahe Kober pada umumnya. Museum bertujuan untuk menyelamatkan

11 80 dan melestarikan situs yang berasal dari abad ke-18 di Batavia, serta menyampaikan informasi kepada masyarakat mengenai sejarah perkembangan Kota Jakarta pada umumnya dan bentuk pemakaman kolonial pada khususnya melalui pameran dan program edukatif-rekreatif. Museum berperan sebagai kawasan cagar budaya dan paru-paru kota yang melayani masyarakat Jakarta pada khususnya, serta masyarakat Indonesia dan manca negara pada umumnya. Untuk mengetahui apakah pernyataan misi yang telah dirumuskan sudah sesuai dengan keadaan Museum Taman Prasasti, pernyataan misi tersebut perlu diujikan dengan pertanyaan-pertanyaan berikut: 7. Who is the museum? (apa nama museum tersebut dan siapa pendukungnya). Nama museum adalah Museum Taman Prasasti, dan pendukungnya adalah Pemerintah DKI Jakarta. 8. What it collects? (objek apa saja yang termasuk di dalam koleksi museum). Koleksi-koleksi museum berupa artefak, fitur, dan lansekap yang berkenaan dengan situs pemakaman kolonial Kebon Jahe Kober pada umumnya. 9. How was it formed? (apakah museum tersebut merupakan museum milik pribadi, swasta, atau pemerintah). Museum merupakan milik pemerintah daerah. 10. When it collects? (periode apa atau kisah bersejarah apa yang akan disajikan dalam koleksi museum). Melalui koleksi-koleksi yang berasal dari abad ke-18 hingga 20, museum bermaksud menyampaikan informasi mengenai sejarah perkembangan Kota Jakarta secara umum dan bentuk pemakaman kolonial secara khusus.

12 Where it collects? (apakah koleksi museum mencakup wilayah komunitas, regional, nasional, atau internasional). Koleksi museum mencakup wilayah regional, yaitu pemakaman kolonial di Batavia (Jakarta). 12. Why it collects? (apa yang akan dilakukan museum terhadap koleksinya) Museum menyelamatkan, melestarikan, menyampaikan informasi kepada masyarakat melalui pameran dan program edukatif-rekreatif. Setelah merumuskan pernyataan misi Museum Taman Prasasti, maka tahapan selanjutnya adalah menyebarluaskan misi tersebut ke berbagai pihak, yaitu pihak internal dan eksternal museum. Pihak internal museum adalah seluruh pegawai Museum Taman Prasasti, sedangkan pihak eksternal museum adalah lembaga-lembaga pendukung Museum Taman Prasasti, seperti Pemerintah DKI Jakarta dan sponsor. Penyampaian informasi tersebut dilakukan guna menyamakan pemahaman bagi semua pihak mengenai konsep Museum Taman Prasasti Faktor Pendukung Konsep Pengelolaan Museum Taman Prasasti Visi dan misi museum, beserta pernyataan misi, merupakan konsep yang melandasi pengelolaan museum. Keberadaannya tidak dapat berdiri sendiri, melainkan harus didukung oleh serangkaian dokumen yang menjelaskan metode penerapan konsep tersebut. Dokumen-dokumen itu berupa kebijakan dan peraturan permuseuman yang digunakan untuk menerapkan konsep museum dalam kegiatan operasionalnya. Faktor pendukung lainnya adalah penamaan museum itu sendiri. Sumadio (1997) mengemukakan bahwa seringkali pengunjung merasa tidak tertarik untuk mengunjungi museum karena nama museum tidak memberikan gambaran yang jelas mengenai isi dan fungsinya. Nama itu tidak sejelas kebun binatang, yang dari namanya saja sudah dapat memberikan gambaran mengenai isi dan fungsinya. Seseorang yang berkunjung ke kebun binatang sudah dapat membayangkan bahwa ia akan melihat berbagai binatang yang menarik, yang tidak setiap hari dapat dilihatnya. Oleh karena itu, pengelola museum harus

13 82 berusaha untuk memberikan penjelasan mengenai konsep dan manfaat museum tersebut kepada masyarakat. Namun demikian, para pengelola museum harus terlebih dahulu menghayati hakekat dan konsep dari museum yang bersangkutan. Khususnya hakekat museum dalam perkembangannya di masa modern ini. Jika pengelola museum tidak dapat menghayati hal tersebut, maka penjelasan museum kepada masyarakat tidak akan dapat terealisasi dengan baik dan benar. Museum Taman Prasasti adalah salah satu contoh dari museum-museum yang tidak memberikan gambaran langsung mengenai isinya melalui penamaan yang sesuai. Kerapkali pengunjung mengira akan menemui koleksi berupa prasasti-prasasti klasik masa Hindu-Buddha yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia. Sedangkan pada kenyataannya, di Museum Taman Prasasti hanya terdapat dua koleksi replika prasasti dari masa Tarumanegara. Hal itu pun sebenarnya terkesan memaksa mengingat hampir 95% koleksi merupakan nisan makam dari masa kolonial. Seminar Pengembangan Museum Taman Prasasti merekomendasikan penggantian nama Museum Taman Prasasti menjadi Museum Kerkhof Kebon Jahe (Kebon Jahe Memorial Museum), mengingat sebenarnya situs yang digunakan sebagai museum adalah sebuah makam (kerkhof) Belanda yang didirikan pada akhir abad ke-18. Nama tersebut dirasakan lebih tepat karena memberikan gambaran langsung mengenai isi museum. Faktor pendukung berikutnya adalah struktur organisasi yang tepat dan lengkap. Saat ini, Museum Taman Prasasti dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang bertanggung jawab kepada Kepala Museum Sejarah Jakarta. Kepala Seksi mempunyai staf yang membantu pekerjaannya. Bersama para staf, ia melaksanakan pengelolaan museum secara menyeluruh (memiliki tugas kerja yang merangkap). Pekerjaan tersebut meliputi perencanaan, pengawasan, pengelolaan tata usaha, penyelenggaraan pameran, serta pelayanan edukasi. Struktur organisasi museum yang ideal, harus meliputi tiga komponen utama, yaitu bagian administrasi, bagian kuratorial, dan bagian operasional (Edson dan Dean, 1994:15). Setiap bagian dapat dijalankan oleh satu orang atau lebih (Edson dan Dean, 1994:15). Tiap-tiap bagian tersebut membawahi beberapa staf atau lingkup pekerjaan.

14 83 Walaupun Museum Taman Prasasti merupakan seksi yang berada di bawah Museum Sejarah Jakarta, struktur organisasi yang dimilikinya harus lengkap. Kepala seksi berperan sebagai penanggung jawab pelaksanaan Museum Taman Prasasti. Kepala Seksi membawahi tiga komponen yang meliputi bagian administrasi, bagian kuratorial, dan bagian operasional. Pembagian kerja tiap-tiap bagian dilakukan secara jelas dan sistematis. Tidak boleh ada pekerjaan yang dilakukan secara merangkap sebagaimana yang dilakukan Museum Taman Prasasti saat ini. Adanya rangkap pekerjaan mengakibatkan pengelolaan yang tidak sistematis sehingga hasil yang dicapai tidak optimal. Apabila Museum Taman Prasasti telah memiliki konsep dan manajemen yang baik, maka tujuan (goal) museum dapat tercapai. Museum Taman Prasasti dapat mengembangkan strategi-strategi kebijakan dan pelaksanaan operasional permuseuman, khususnya yang berhubungan dengan pelayanan museum kepada masyarakat. Bentuk pelayanan tersebut dapat berupa program-program bimbingan dan penyajian koleksi yang menarik Bentuk Penyajian pada Museum Taman Prasasti Museum Taman Prasasti adalah media komunikasi yang menghubungkan berbagai informasi di balik koleksi museum kepada masyarakat. Adapun informasi tersebut adalah hal-hal yang berkenaan dengan sejarah perkembangan Kota Jakarta pada umumnya, bentuk pemakaman kolonial pada khususnya, dan informasi lainnya, seperti perkembangan prasasti kolonial, aksara kolonial, gaya seni nisan dan patung kolonial, serta lambang heraldik. Museum Taman Prasasti harus memberikan pelayanan terbaik kepada setiap pengunjungnya. Penyajian informasi sebaiknya disampaikan secara sederhana, mudah, dan menarik. Tujuannya adalah untuk memudahkan pengunjung dalam memahami informasi yang mereka terima. Hal itu berkenaan dengan latar belakang pengunjung yang bervariasi (perbedaan latar belakang budaya, pendidikan, usia, dan bahkan bangsa). Penyajian informasi dapat dilaksanakan melalui lima metode atau cara penyampaian, yaitu pameran permanen dan permanen temporal, acara audio

15 84 visual, program edukatif-rekreatif, seminar dan diskusi, serta publikasi dan penerbitan (Asiarto, 2007:5-6). Pameran permanen atau biasa disebut pameran tetap, merupakan unsur utama Museum Taman Prasasti. Pameran tetap adalah inti dari pengalaman yang ditawarkan Museum Taman Prasasti kepada masyarakat. Selain itu, pameran tetap juga merupakan media yang menyampaikan misi (tujuan) museum melalui koleksi-koleksi yang dimilikinya (Edson dan Dean, 1994:150). Tujuannya adalah untuk memberikan pengetahuan dan pengalaman yang positif, serta menumbuhkan kepercayaan pada masyarakat (Edson dan Dean, 1994:150). Penataan pameran tetap pada Museum Taman Prasasti akan dibahas pada subbab berikutnya. Berbeda dengan pameran tetap, pameran temporal adalah pameran yang diadakan pada waktu tertentu (jangka pendek). Biasanya tema yang diangkat bersifat lebih khusus. Pameran temporal tidak selalu harus diadakan di museum, melainkan dapat diselenggarakan di tempat lain. Acara audio visual dapat berupa pemutaran film atau video. Penayangan tersebut tentunya berkaitan dengan koleksi-koleksi Museum Taman Prasasti. Tujuannya adalah untuk memberikan pemahaman kepada pengunjung mengenai informasi yang ingin disampaikan. Biasanya pengunjung lebih tertarik untuk menonton suatu tayangan yang bergerak dan bercerita dibandingkan harus membaca panel dan label koleksi. Program edukatif-rekreatif telah beberapa kali dilaksanakan oleh Museum Taman Prasasti, antara lain adalah Prosesi Pemakaman Batavia 1820: Sebuah Rekonstruksi Sejarah, Pertunjukan Sound and Light di Museum Taman Prasasti, dan Wisata Jelajah Malam. Sebagai open air museum, Museum Taman Prasasti harus terus mengembangkan program edukatif-rekreatif lainnya yang bertujuan untuk merekonstruksi cara-cara hidup masyarakat Batavia masa lampau, khususnya yang berkaitan dengan pemakaman dan kematian. Dalam hal ini, perencana program harus memiliki kreativitas yang tinggi. Program edukatifrekreatif merupakan program interaktif yang berorientasi kepada pengunjung. Melalui program yang menarik dan menghibur, diharapkan pengunjung dapat dengan mudah memahami informasi yang disampaikan museum.

16 85 Seminar dan diskusi merupakan penyajian informasi yang bersifat ilmiah. Salah satu seminar yang diselenggarakan Museum Taman Prasasti adalah Seminar Pengembangan Museum Taman Prasasti. Tujuan seminar tersebut adalah untuk merumuskan rekomendasi yang dapat digunakan sebagai arahan pengembangan Museum Taman Prasasti di masa mendatang. Dalam pengadaan seminar dan diskusi, topik yang diangkat tidak harus selalu mengenai pengelolaan Museum Taman Prasasti. Topik seminar dan diskusi dapat berkaitan dengan koleksi-koleksi Museum Taman Prasasti, baik secara kebendaan ataupun nilainilai budaya yang melekat di dalamnya. Publikasi dan penerbitan merupakan suatu bentuk penyajian museum yang tidak kalah pentingnya. Misalnya saja, saat ini Museum Taman Prasasti telah memproduksi VCD mengenai profil Museum Taman Prasasti. Tujuan publikasi tersebut adalah memberikan informasi mengenai Museum Taman Prasasti kepada masyarakat, sehingga dapat menumbuhkan minat mereka untuk berkunjung ke museum tersebut. Publikasi dan penerbitan dapat dilakukan dalam bentuk lain, misalnya pencetakan katalog koleksi, brosur, pamflet, dan poster. Selain itu, museum dapat juga menerbitkan artikel yang berkaitan dengan koleksi museum di dalam jurnal-jurnal ilmiah atau buku yang menuliskan kisah tokoh-tokoh yang dimakamkan di museum tersebut Pameran Tetap pada Museum Taman Prasasti Keberhasilan suatu museum sangat ditentukan oleh kemampuan museum tersebut menyajikan pameran tetapnya. Pada umumnya, pameran tetap diselenggarakan untuk jangka waktu yang lama. Oleh karena itu, pameran tetap harus diisi oleh berbagai macam koleksi menarik yang dapat terus menciptakan pengalaman-pengalaman baru bagi pengunjung (McLean, 1993:31). Sebelum merencanakan pengadaan pameran tetap, Museum Taman Prasasti harus terlebih dahulu mengenali karakteristik pengunjungnya. Hal tersebut ditujukan untuk memberikan pelayanan terbaik bagi setiap pengunjung yang datang. Museum Taman Prasati dapat menggunakan nilai-nilai filosofis Mickey s Ten Commandments di dalam melakukan pendekatan terhadap

17 86 pengunjung (telah dipaparkan dalam Bab 3, halaman 58-60). Melalui pendekatan tersebut, pengunjung dapat memperoleh kepuasan dalam menikmati sajian yang diberikan museum. Pembuatan pameran tetap harus melalui tahapan kerja yang bertingkattingkat (telah dipaparkan dalam Bab 3 halaman, 64-68). Tahapan kerja itu harus dilakukan oleh Museum Taman Prasasti apabila ingin menghasilkan pameran yang ideal. Pada tahapan kerja tersebut, terdapat beberapa butir yang akan dibahas secara mendalam, yaitu penentuan gagasan pameran, pernyataan tujuan, dan alur cerita. Pembahasan dilakukan terhadap hal-hal yang bersifat konseptual, sedangkan hal yang bersifat teknis tidak dibahas. Dalam menentukan gagasan pameran, Museum Taman Prasasti mengacu pada visi, misi, dan pernyataan misi museum. Adapun gagasan yang timbul adalah situs pemakaman kolonial Kebon Jahe Kober sebagai data arkeologi yang mengungkapkan berbagai informasi di masa lampau. Gagasan tersebut diharapkan dapat mengembangkan suatu pameran yang menarik dan dinamis. Museum Taman Prasasti pada awalnya merupakan situs pemakaman kolonial yang disebut Kebon Jahe Kober. Keberadaannya memberikan banyak pengetahuan dan informasi mengenai kehidupan masyarakat Batavia pada abad ke-18 hingga 20. Informasi tersebut antara lain mengenai sejarah perkembangan Kota Jakarta secara umum, bentuk pemakaman kolonial secara khusus, dan informasi lainnya, seperti perkembangan prasasti kolonial, aksara kolonial, gaya seni nisan dan patung kolonial, serta lambang heraldik. Tema tersebut memenuhi berbagai kriteria yang harus ada, antara lain mendukung konsep dan tujuan museum, relevan, tepat, dapat diteliti, multi-visual, menghibur, didukung oleh pihak museum, mendukung koleksi-koleksi yang ada, mandiri, dan berhubungan dengan program museum. Pernyataan tujuan merupakan penjelasan secara mendetail mengenai fungsi, administrasi, tujuan edukasi, sasaran pengunjung, dan ruang lingkup pameran (McLean, 1993:54). Dalam pembahasan ini, penjelasan akan dilakukan secara umum. Materi administrasi tidak dibahas karena bersifat terlalu teknis. Fungsi pameran adalah menyajikan koleksi-koleksi museum yang berkenaan dengan pemakaman kolonial Kebon Jahe Kober secara umum. Adapun

18 87 tujuan edukasi pengadaan pameran tersebut adalah menyampaikan pengetahuan dan informasi mengenai sejarah perkembangan Kota Jakarta secara umum, bentuk pemakaman kolonial secara khusus, dan informasi lainnya, seperti perkembangan prasasti kolonial, aksara kolonial, gaya seni nisan dan patung kolonial, serta lambang heraldik. Pameran ditujukan untuk masyarakat Jakarta pada khususnya, serta masyarakat Indonesia dan manca negara pada umumnya. Ruang lingkup pameran adalah hal-hal yang berkenaan dengan situs pemakaman kolonial Kebon Jahe Kober. Nisan-nisan kolonial merupakan koleksi utama yang dipamerkan, sedangkan koleksi yang berasal dari periode lain merupakan koleksi penunjang yang mendukung koleksi utama tersebut. Museum Taman Prasasti harus menyusun alur cerita yang akan disampaikan kepada pengunjung. Alur cerita tersebut dapat membagi suatu tema besar ke dalam beberapa subtema. Tiap-tiap subtema ditampilkan dalam ruang pameran yang berbeda. Pada umumnya, penyajian alur cerita diawali dengan informasi pendahuluan atau pengantar sebelum memasuki pameran. Kemudian, bagian berikutnya adalah penyajian informasi yang bersifat khusus. Pada Museum Taman Prasasti, yang menjadi informasi pendahuluan adalah sejarah berdirinya Kebon Jahe Kober. Secara singkat, informasi tersebut menjelaskan situasi Batavia yang tidak sehat dan menyebabkan angka kematian yang sangat tinggi. Banyak orang yang meninggal dan jumlah pemakaman sudah tidak cukup. Oleh karena itu, didirikanlah Kebon Jahe Kober sebagai pemakaman yang berada jauh di luar Kasteel Batavia. Informasi pendahuluan tersebut disajikan di dalam suatu ruangan yang disebut introduction room. Introduction room adalah ruangan yang memberikan pengantar kepada pengunjung sebelum memasuki pameran. Tujuannya adalah memberikan persiapan dan menyatukan pemikiran (mind set) pengunjung terhadap informasi yang akan mereka peroleh di dalam pameran. Introduction room terletak di bagian awal pameran, sebelum pengunjung memasuki area utama pameran. Saat ini, Museum Taman Prasasti tidak memiliki introduction room. Salah satu faktor penyebab tidak adanya ruangan tersebut adalah lahan museum yang sangat terbatas. Bangunan yang ada sudah difungsikan untuk kantor dan ruang

19 88 serba guna. Melihat kondisi museum, tempat yang paling memungkinkan untuk dibangun introduction room adalah lahan di sebelah barat ruang serba guna (kavling J, lihat halaman 100). Penempatan introduction room pada lahan tersebut dirasakan tepat karena lokasinya yang berada di dekat pintu masuk sehingga sesuai dengan alur pengunjung. Selain itu, pada kavling J tidak terdapat makam insitu. Koleksi-koleksi yang terdapat pada kavling J dapat dipindahkan dan ditempatkan di lokasi yang sesuai. Kemudian, alur cerita di bagi ke dalam beberapa subtema, sesuai dengan koleksi yang dimiliki museum. Museum Taman Prasasti mempunyai banyak informasi yang ingin disampaikan kepada pengunjung. Informasi tersebut secara garis besar di bagi ke dalam dua bentuk. Bentuk yang pertama adalah informasi mengenai keadaan pemakaman kolonial di masa lampau. Informasi itu dapat disampaikan melalui penyajian lansekap dan penataan nisan yang disesuaikan dengan bentuk pemakaman kolonial di masa lampau. Suasana tersebut dapat memberikan gambaran umum mengenai bentuk pemakaman kolonial yang sesungguhnya kepada pengunjung. Dalam hal ini, nisan insitu menjadi aspek yang sangat penting untuk diperhatikan karena keletakannya belum mengalami perubahan. Pengaturan nisan lainnya harus disesuaikan dengan keletakan nisan insitu. Bentuk informasi kedua adalah pengetahuan-pengetahuan yang bersifat khusus mengenai pemakaman kolonial. Misalnya saja, pengetahuan mengenai komposisi penduduk Batavia dari masa ke masa. Komposisi tersebut dapat diketahui melalui identitas yang tertera pada nisan-nisan. Nisan-nisan itu dapat diklasifikasi sesuai dengan tema-tema tertentu, misalnya asal nisan, periode, status sosial, agama, bangsa, dan usia kematian. Klasifikasi tersebut ditentukan sesuai dengan informasi yang ingin disampaikan museum kepada pengunjung. Selain itu, pengetahuan khusus lainnya adalah mengenai tokoh-tokoh bersejarah yang dimakamkan di Kebon Jahe Kober, perkembangan aksara kolonial, perkembangan gaya seni dan patung kolonial, serta lambang heraldik. Penataan pameran pada bentuk informasi kedua ini harus disesuaikan dengan penataan pameran pada bentuk informasi pertama.

20 Penataan Pameran Tetap pada Museum Taman Prasasti Setelah merumuskan konsep-konsep yang melandasi pameran tetap pada Museum Taman Prasasti, langkah berikutnya adalah menerapkan konsep tersebut ke dalam kondisi lapangan Museum Taman Prasasti saat ini. Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi bentuk suatu pameran, seperti kondisi dan denah bangunan museum, serta jenis koleksi yang beragam. Metode penyajian yang digunakan dalam pameran tetap Museum Taman Prasasti adalah metode gabungan dari berbagai pendekatan. Museum tidak hanya terpaku pada satu metode saja, melainkan mengambil nilai-nilai positif yang terdapat pada tiap-tiap pendekatan, yaitu estetis, romantika, intelektual, dan kontesktual. Pameran Museum Taman Prasasti mengedepankan aspek estetis yang mengutamakan penataan lansekap beserta koleksi-koleksi yang terdapat di dalamnya. Museum juga memperhatikan aspek romantika yang bertujuan untuk memunculkan suasana tertentu yang berhubungan dengan benda-benda yang dipamerkan. Adapun suasana yang dimaksud adalah suasana damai dan tentram, bukan suasana angker dan seram. Selain itu, pameran juga memuat aspek intelektual yang bertujuan untuk menyampaikan berbagai informasi yang berkaitan dengan koleksi museum. Pendekatan yang terakhir adalah pendekatan kontekstual yang merupakan prinsip Museum Taman Prasasti sebagai open air museum. Pendekatan tersebut menyajikan koleksi yang ditunjang aspek kontekstualnya, dalam hal ini adalah situs dan hubungan antar koleksi. Pembuatan tahapan ruang pada Museum taman Prasasti dilakukan mengikuti rencana pengembangan Museum Taman Prasasti menurut Nirwono Joga dkk. Pembuatan tahapan ruang tersebut dibuat berdasarkan ilmu arsitektur lansekap, sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Nirwono Joga dkk. membagi tahapan ruang menjadi area kedatangan, penerima, penghantar, utama, pendukung, dan pelayanan (telah dipaparkan dalam Bab 2, halaman 41-42). Namun, pada area pendukung terdapat perbedaan pemahaman. Area pendukung tidak hanya ditentukan oleh makam insitu, melainkan juga ditentukan oleh makam tokoh bersejarah dan makam masif bergaya seni tinggi. Ketiga jenis makam tersebut tidak mengalami perubahan. Selain itu, penataan ulang nisan eksitu tidak dapat dilakukan dengan membuat pilar-pilar persegi empat, karena

21 90 bentuk penataan tersebut menyalahi prinsip rekonstruksi bentuk pemakaman di masa lampau. Hal yang perlu ditekankan adalah tidak semua nisan yang dimiliki museum harus dipamerkan. Nisan yang terlalu padat akan membuat suasana museum menjadi tidak fokus dan tidak nyaman. Sebelum merancang suatu pameran, hal yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah merumuskan tema yang akan diangkat dalam pameran tersebut. Dalam tahap penentuan gagasan, telah dihasilkan tema pameran, yaitu situs pemakaman kolonial Kebon Jahe Kober sebagai data arkeologi yang mengungkapkan berbagai informasi di masa lampau. Setelah menentukan tema, langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi setiap jenis koleksi yang dimiliki Museum Taman Prasasti. Berdasarkan data yang tersaji di dalam buku inventarisasi museum, maka dapat diketahui jenis-jenis koleksi yang dapat diklasifikasi ke dalam beberapa kelompok, yaitu nisan kolonial, Cina, Islam Cina, Jepang, maket makam 27 propinsi, tugu, monumen, kereta jenazah, vas bunga, pot bunga, pot besi, pot marmer, pilar, piala/trophi, salib, patung bidadari, patung salib, patung wanita menangis, dan patung lainnya. Koleksi utama Museum Taman Prasasti adalah nisan-nisan kolonial yang jumlahnya mencapai 95% dari keseluruhan koleksi museum. Nisan-nisan tersebut perlu diidentifikasi berdasarkannya kondisinya yang berupa nisan insitu dan eksitu. Identifikasi terhadap nisan insitu bertujuan untuk menyelamatkan dan melindungi nisan tersebut dari pengangkatan atau pemindahan dalam kegiatan penataan pameran. Nisan insitu harus dijaga kelestariannya sebagai data arkeologi yang sangat penting. Menurut Nirwono Joga dkk., Museum Taman Prasasti memiliki 32 makam insitu. Daftar nisan insitu tersebut telah dipaparkan dalam Bab 2 (halaman 31-33). Adapun identifikasi nisan insitu dan persebarannya dapat dilihat pada gambar berikut.

22 91 U b a Gambar 2. Identifikasi dan persebaran makam insitu (Dinas Pertamanan DKI Jakarta, telah diolah kembali)

23 92 Keterangan gambar: 1 : makam Anthony Mikken 2 : makam Adriaan Osstwalt 3 : makam van de familie van Riemsdijk 4 : makam Jan Baptista 5 : makam Philip Skelton 6 : makam James Shrapnell 7 : makam Abriton Zacara 8 : makam John Davidson 9 : makam HK no : makam Steed Evan Cornelis van Loon 11 : makam Johannes Loetzrich 12 : makam no : makam Edaniel Six 14 : makam J. Louise J.A.E. Schulein 15 : makam Elizabeth Fransisca Krug 16 : makam Jantje Schrader 18 : makam Willem Johan Otto Wasch 19 : makam A. Schultheiss dan H. Lastdrager 22 : makam E.A. Roseboom 23 : makam Olivia Mariamne Raffles 24 : makam Kapitan Jas 25 : makam familie A.J.W. van Delden 26 : makam H.F. Roll 27 : makam Bianca Estella Kroet 28 : makam Carolli Claessens 29 : makam Carolus Jan Matthijs 30 : makam Johan Willem van Mansvelt 31 : makam J.H.R. Kohler 32a : makam Gerardus Henricus 32b: makam H.P.I. Simon Identifikasi berhasil dilakukan terhadap 29 makam insitu. Makam Charlotte Geertruida (No. 17) tidak ditemukan keberadaannya, sedangkan dua makam lagi belum diketahui identitasnya. Hal penting yang perlu dicatat adalah tidak semua makam insitu tersebut benar-benar intact. Lilie Suratminto dalam disertasinya mengemukakan bahwa batu nisan yang dipindahkan bersama kerangkanya dimasukkan ke dalam kelompok makam insitu, karena kerangka masih ditutupi oleh batu nisan yang sama (Suratminto, 2006:125). Pada gambar 3, terdapat makam-makam berwarna hijau yang merupakan makam insitu yang dimaksud. Makam hijau tersebut merupakan makam pindahan dari Hollandsche Kerk yang ditandai dengan huruf HK. Mengenai adanya dua definisi makam insitu, pihak museum harus memberikan penjelasan kepada pengunjung agar tidak terjadi kesalahan informasi.

24 93 Selain nisan insitu, nisan-nisan lainnya yang berupa nisan eksitu akan ditata kembali guna menghasilkan pameran yang informatif dan menarik. Penataan tersebut harus disesuaikan dengan bentuk Kebon Jahe Kober di masa lampau. Hal tersebut berkaitan dengan prinsip open air museum yang bertujuan merekonstruksi lingkungan dan cara hidup manusia di masa lalu. Walaupun kawasannya sudah mengalami penyempitan dari 5,9 hektar menjadi 1,3 hektar, museum masih bisa berupaya menciptakan suasana pemakaman selayaknya pemakaman pada masa kolonial. Melalui upaya rekonstruksi yang dilakukan museum, maka pengunjung dapat melihat gambaran langsung dan menghayati suasana pemakaman kolonial di masa lalu. Gambar 3. Lukisan karya J.C. Rappard, 1888 (Heuken, 2007:295)

25 94 Gambar 4. Pemakaman Tanah Abang pada pertengahan abad ke-19, karya C.F. Deeleman, 1859 (Heukuen, 2007:290) Foto 15. Tampak depan Museum Taman Prasasti tahun 1930-an (Heuken, 2007: 288)

26 95 Foto 16. Situasi Kebon Jahe Kober tahun 1940 (Museum Taman Prasasti) Nisan-nisan eksitu yang dipamerkan tidak boleh terlalu padat. Museum tidak harus mengeluarkan seluruh koleksi yang dimilikinya untuk disajikan di dalam ruang pameran. Nisan eksitu yang layak dipamerkan adalah nisan yang memiliki nilai informasi tertentu, sedangkan nisan yang sudah umum disimpan di dalam gudang. Pemilihan nisan tersebut bertujuan untuk memfokuskan bentukbentuk informasi yang ingin disampaikan kepada pengunjung. Selain itu, penentuan nisan-nisan yang akan dipamerkan juga berkaitan dengan pengaturan ruang pameran. Ruang pameran tidak boleh terlalu padat agar menghindari pengunjung yang berdesak-desakan dan suasana yang tidak nyaman. Dalam penataannya, nisan-nisan eksitu dikelompokkan sesuai dengan tema-tema tertentu, berkaitan dengan informasi yang ingin disampaikan. Nisannisan tersebut dapat diklasifikasikan berdasarkan periode, status sosial, agama, dan suku bangsa. Berdasarkan periode, nisan kolonial dapat dibagi ke dalam dua periode, yaitu periode VOC dan Hindia Belanda. Periode VOC berlangsung dari tahun dan periode Hindia Belanda berlangsung dari tahun Nisan pada periode VOC memiliki ciri khas tersendiri, yaitu bentuknya persegi

27 96 panjang, terbuat dari batu gunung biru atau batu pantai biru yang keras 14. Pada umumnya, panjang batu nisan 2,2 meter dan lebar 1 meter. Pada keempat sudut batu nisan terdapat empat gelang besi (tidak selalu ada). Batu nisan dipahat dalam bentuk lambang heraldik dan bentuk inskripsi. Sistem makam VOC adalah sistem kelder atau ruang bawah tanah. Satu makam bisa berisi lebih dari satu orang jenazah yang tahun meninggalnya berlainan. Jumlah gelang pada batu nisan bervariasi antara 2, 4, atau 6 gelang, tergantung ukuran batu nisan. Dengan sistem pemakaman berbentuk ruang bawah tanah, maka keberadaan gelang dimaksudkan untuk memudahkan pengangkatan kembali batu nisan apabila di kemudian hari terdapat anggota keluarga yang meninggal dan akan dimakamkan pada liang kubur yang sama. Nisan pada periode Hindia Belanda tidak memiliki ciri khas tertentu. Ketika itu, bentuk nisan VOC sudah ditinggalkan. Pada periode Hindia Belanda, berkembang berbagai macam nisan dengan gaya seni yang berbeda-beda. Bentuk nisan yang beragam menunjukkan selera estetis yang berkembang pada masa itu. Adanya keragaman tersebut dapat memberikan informasi mengenai perkembangan gaya seni di dalam pembuatan batu nisan. Foto 17. Contoh nisan VOC Foto 18 dan 19. Contoh nisan Hindia Belanda (Atina Winaya, 2008) (Atina Winaya, 2008) 14 Batu nisan tersebut terbuat dari batu gunung yang sangat keras yang disebut blauwe arduin batu gunung biru atau blauwe kuststeen batu pantai biru (Suratminto, 2006:5).

28 97 Selain nisan kolonial, terdapat pula nisan yang berasal dari periode lain, yaitu periode pasca kemerdekaan Indonesia. Kelompok selanjutnya adalah nisan-nisan yang diklasifikasi berdasarkan status sosial. Pada umumnya, nisan yang dapat menunjukkan status sosial seseorang adalah nisan-nisan yang memiliki lambang heraldik. Lambang heraldik merupakan lambang identitas suatu keluarga. Lambang heraldik sangat kaya akan berbagai informasi, yaitu identitas orang yang bersangkutan dan lingkungan budaya tempat mereka tinggal. Di samping itu, lambang heraldik dapat juga dipergunakan sebagai alat untuk menelusuri sejarah keluarga dan asal-usul nenek moyang atau genealogi. Setiap individu, keluarga, kelompok masyarakat, telah bebas mengadopsi lambang-lambang sesuai dengan pilihan mereka. Nisan-nisan yang diketahui status sosialnya, sebaiknya diklasifikasi dalam satu kelompok tersendiri. Tujuannya adalah untuk memberikan gambaran umum mengenai komposisi penduduk Batavia pada masa kolonial. Berdasarkan penelitian disertasi yang dilakukan Lilie Suratminto, dapat diketahui beberapa orang yang dikenali status sosialnya. Adapun orang-orang tersebut nisannya digunakan sebagai sampel penelitian. Jumlah tersebut dianggap cukup representatif dalam memberikan gambaran mengenai komposisi penduduk Batavia yang terdiri dari berbagai macam status sosial. Adapun nisan-nisan yang dikenali status sosialnya adalah sebagai berikut: Kelompok Jabatan 1 Kelompok 1 Gubernur dan Direktur Jenderal Hindia Belanda Rogier de Lavere Michiel Westpalm Adriaan Oostwalt 2 Kelompok 2 Keluarga Anggota Dewan Hindia Belanda Catharina van Doorn Joan Cornelis d Ableing 3 Kelompok 3 Anggota Dewan Kota Batavia Pieter Janse van Hoorn Jacques de Bollan Jacobus Frederik Ribalt

29 98 4 Kelompok 4 Anggota Dewan Gereja/Pendeta Cornelis Lindius Eewout Verhagen Johanis Caaf 5 Kelompok 5 Keluarga Saudagar/Syahbandar/Kepala Wilayah Juffrouw Sara Pedel Alexander van s Gravenbroeck Jacob van Almonde 6 Kelompok 6 Angkatan Perang/Keamanan/Perlengkapan Cornelis Breekpot Christoffel Moll Jan Baptista de Looff 7 Kelompok 7 Mardjikers (Keamanan, Kepala Warga, Saudagar) Jonatan Michiels Adam Andries 8 Kelompok 8 Tidak ada jabatan (status) Nisan anonim (tanpa nama) Tabel 3. Nisan-nisan yang menunjukkan status sosial (Suratminto, 2006: ) Klasifikasi berikutnya adalah berdasarkan agama yang berkembang pada masa kolonial. Masyarakat Belanda pada saat itu memeluk agama Kristen yang merupakan agama negara. Terdapat pula masyarakat yang menganut agama Katolik, namun jumlahnya sedikit karena penyebaran agama tersebut dilarang oleh negara. Klasifikasi nisan berdasarkan agama tentunya akan memperlihatkan perbedaan gaya pengungkapan dan pemaknaan masing-masing agama tersebut akan kematian.

30 99 Foto 20. Contoh nisan Katolik (Atina Winaya, 2008) Foto 21. Contoh nisan Kristen (Atina Winaya, 2008) Klasifikasi yang tidak kalah penting adalah klasifikasi nisan eksitu berdasarkan suku bangsa. Pada kelompok ini akan dikumpulkan nisan-nisan yang berasal dari wilayah (bangsa) yang berbeda-beda. Tujuannya adalah untuk melihat ada tidaknya perbedaan pada nisan-nisan tersebut. Selain itu, dapat diketahui pula komposisi penduduk Batavia masa itu yang terdiri dari berbagai etnis dan suku bangsa, seperti Belanda, Inggris, Armenia, Cina, dan Jepang. Foto 22. Contoh nisan Cina (Atina Winaya, 2008) Foto 23. Contoh nisan Inggris (Atina Winaya, 2008) Nisan-nisan eksitu yang telah dikelompokkan berdasarkan tema-tema yang telah ditentukan kemudian ditempatkan sesuai dengan kavling museum yang sudah ada. Apabila pada satu kavling terdapat makam insitu, maka makam insitu itulah menjadi koleksi utama pada ruang tersebut. Makam insitu tersebut harus dapat bercerita banyak mengenai dirinya, baik itu berupa sejarah orang yang bersangkutan ataupun gaya seni yang terdapat pada nisan itu. Penyampaian cerita

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 103 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Museum Taman Prasasti adalah salah satu museum di Jakarta yang mempunyai daya tarik dan keunikan tersendiri. Daya tarik tersebut berupa lokasi museum yang

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. Pariwisata merupakan sebuah industri yang menjanjikan. Posisi pariwisata

BAB I Pendahuluan. Pariwisata merupakan sebuah industri yang menjanjikan. Posisi pariwisata 1.1 Latar Belakang BAB I Pendahuluan Pariwisata merupakan sebuah industri yang menjanjikan. Posisi pariwisata saat ini menjadi sebuah kebutuhan bagi berbagai elemen masyarakat. Pariwisata dalam UU NOMOR

Lebih terperinci

1.5 Ruang lingkup dan Batasan Masalah

1.5 Ruang lingkup dan Batasan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gua Pawon dengan segala bentuk temuan prasejarah yang terkandung di dalamnya, begitu juga dengan lingkungannya bila di kaitkan dengan Undang- Undang Nomor 11 Tahun

Lebih terperinci

PERTEMUAN 4. Bahan Ajar 4. Jenis-Jenis Museum di Indonesia. penyelenggara dan kedudukan museum. Museum memiliki beragam tipe, dari institusi yang

PERTEMUAN 4. Bahan Ajar 4. Jenis-Jenis Museum di Indonesia. penyelenggara dan kedudukan museum. Museum memiliki beragam tipe, dari institusi yang PERTEMUAN 4 Bahan Ajar 4. Jenis-Jenis Museum di Indonesia A. Pendahuluan Jenis museum bermacam-macam dan dapat ditinjau dari berbagai segi. Yang paling sering ditinjau yaitu dari segi koleksi. Jenis museum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata budaya diyakini memiliki manfaat positif secara ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata budaya diyakini memiliki manfaat positif secara ekonomi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata budaya diyakini memiliki manfaat positif secara ekonomi dan sosial budaya. Jenis pariwisata ini dapat memberikan keuntungan ekonomi kepada masyarakat lokal,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bandung adalah salah satu kota besar di Indonesia dan merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat yang banyak menyimpan berbagai sejarah serta memiliki kekayaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Museum Sejarah Jakarta merupakan museum sejarah yang diresmikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Museum Sejarah Jakarta merupakan museum sejarah yang diresmikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Museum Sejarah Jakarta merupakan museum sejarah yang diresmikan pada tanggal 4 April 1974. Nama lain dari museum ini adalah Museum Fatahillah. Sesuai dengan nama resminya,

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB 2 DATA DAN ANALISA BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber data Data data dan informasi yang digunakan untuk mendukung proyek tugas akhir ini akan diambil dari berbagai sumber, diantaranya: 1. Literatur: artikel dari media elektronik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki keragaman budaya, alam dan sejarah peninggalan dari nenek moyang sejak zaman dahulu, terbukti dengan banyaknya ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merawat, meneliti, dan memamerkan benda-benda yang bermakna penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. merawat, meneliti, dan memamerkan benda-benda yang bermakna penting bagi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Museum merupakan lembaga yang bertugas untuk mengumpulkan, merawat, meneliti, dan memamerkan benda-benda yang bermakna penting bagi kebudayaan dan ilmu

Lebih terperinci

BAB II METODE PERANCANGAN. Adapun maksud dan tujuan perancangan Multimedia Interaktif ini

BAB II METODE PERANCANGAN. Adapun maksud dan tujuan perancangan Multimedia Interaktif ini BAB II METODE PERANCANGAN A. Maksud dan Tujuan Perancangan Adapun maksud dan tujuan perancangan Multimedia Interaktif ini adalah: 1. Membuat media promosi Museum Seni Rupa dan Keramik berbasis multimedia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seperti kita ketahui, Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman budaya dan kesenian. Keberagaman budaya inilah yang membuat Indonesia dikenal oleh negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Kasus Proyek Perkembangan globalisasi telah memberikan dampak kesegala bidang, tidak terkecuali pengembangan potensi pariwisata suatu kawasan maupun kota. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah merupakan hal penting dalam berbangsa karena sejarah adalah bagian dari kehidupan yang dapat dijadikan sebuah pelajaran untuk menjadi bangsa yang lebih baik.

Lebih terperinci

- 4 - MEMUTUSKAN: Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Daerah Provinsi adalah Pemerintah Daerah

- 4 - MEMUTUSKAN: Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Daerah Provinsi adalah Pemerintah Daerah - 2-4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah

Lebih terperinci

I.1 LATAR BELAKANG I.1.1

I.1 LATAR BELAKANG I.1.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG I.1.1 Latar Belakang Pemilihan Kasus Kebudayaan memiliki unsur budi dan akal yang digunakan dalam penciptaan sekaligus pelestariannya. Keluhuran dan kemajuan suatu

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA P LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA PENEKANAN DESAIN TIPOLOGI PADA ARSITEKTUR BANGUNAN SETEMPAT Diajukan

Lebih terperinci

2015 PENGEMBANGAN RUMAH BERSEJARAH INGGIT GARNASIH SEBAGAI ATRAKSI WISATA BUDAYA DI KOTA BANDUNG

2015 PENGEMBANGAN RUMAH BERSEJARAH INGGIT GARNASIH SEBAGAI ATRAKSI WISATA BUDAYA DI KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa yang besar adalah bangsa yang yang menghargai sejarah. Mempelajari sejarah berarti belajar dari pengalaman tentang hal yang telah terjadi di masa lalu. Keberhasilan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS MENGENAI MUSEUM

BAB II URAIAN TEORITIS MENGENAI MUSEUM BAB II URAIAN TEORITIS MENGENAI MUSEUM 2.1 Pengertian dan Sejarah Museum Dalam era pembangunan teknologi yang cepat berkembang dewasa ini, peranan museum sangat diharapkan untuk mengumpulkan, merawat,

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 101 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 101 TAHUN 2011 TENTANG GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 101 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN RINCIAN TUGAS POKOK UNIT PELAKSANA TEKNIS DI LINGKUNGAN DINAS KEBUDAYAAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Tengah berasal dari sebuah kota kecil yang banyak menyimpan peninggalan. situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan-bangunan candi pada masa

Tengah berasal dari sebuah kota kecil yang banyak menyimpan peninggalan. situs-situs kepurbakalaan dalam bentuk bangunan-bangunan candi pada masa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Propinsi Jawa Tengah yang merupakan salah satu Daerah Tujuan Wisata ( DTW ) Propinsi di Indonesia, memiliki keanekaragaman daya tarik wisata baik

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 112 TAHUN 2016 TENTANG NOMENKLATUR, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentang luas lautan yang merupakan pesisir utara pulau Jawa. Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. membentang luas lautan yang merupakan pesisir utara pulau Jawa. Kabupaten BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Tuban provinsi Jawa Timur merupakan wilayah yang berada di Jalur Pantai Utara (Pantura) Pulau Jawa. Sebelah utara Kabupaten Tuban membentang luas lautan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berwisata ke museum selain bertujuan untuk berlibur juga dapat menambah ilmu pengetahuan sekaligus ikut menjaga pelestarian kekayaan budaya bangsa. Menurut situs kebudayaan.kemdikbud.go.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Museum adalah suatu tempat yang menyimpan benda-benda bersejarah yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pembelajaran dan pariwisata. Menurut KBBI edisi IV, Museum

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI MUSEUM GUNUNG API MERAPI (MGM)

BAB II DESKRIPSI MUSEUM GUNUNG API MERAPI (MGM) 45 BAB II DESKRIPSI MUSEUM GUNUNG API MERAPI (MGM) A. Sekilas tentang Museum Gunung Api Merapi Indonesia merupakan negara yang terletak di jalur pertemuan lempengan bumi sehingga menjadi negara yang rawan

Lebih terperinci

INPUT PROSES OUTPUT PERENCANAAN ARSITEKTUR FENOMENA. Originalitas: Kawasan Perkampungan Budaya Betawi, terletak di srengseng

INPUT PROSES OUTPUT PERENCANAAN ARSITEKTUR FENOMENA. Originalitas: Kawasan Perkampungan Budaya Betawi, terletak di srengseng INPUT PROSES OUTPUT PERENCANAAN ARSITEKTUR FENOMENA PROBLEMATIKA Aktualita: Originalitas: Kawasan Perkampungan Budaya Betawi, terletak di srengseng Pembangunan wisata budaya betawi yang mengharuskan Perencanaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dari aspek pariwisata, Kebun Binatang Ragunan belum memiliki kelas yang berkualitas.

BAB 1 PENDAHULUAN. dari aspek pariwisata, Kebun Binatang Ragunan belum memiliki kelas yang berkualitas. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu objek wisata di Jakarta yang banyak mendapat perhatian pengunjung adalah Kebun Binatang Ragunan. Kebun Binatang Ragunan didirikan pada tahun 1864 di Cikini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. GambarI.1 Teknik pembuatan batik Sumber: <www.expat.or.id/infi/info.html#culture>

BAB I PENDAHULUAN. GambarI.1 Teknik pembuatan batik Sumber: <www.expat.or.id/infi/info.html#culture> BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberadaan museum tidak hanya sekedar untuk menyimpan berbagai bendabenda bersejarah saja. Namun dari museum dapat diuraikan sebuah perjalanan kehidupan serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara. Perkembangan suatu kota dari waktu ke waktu selalu memiliki daya tarik untuk dikunjungi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 P e n d a h u l u a n

BAB I PENDAHULUAN. 1 P e n d a h u l u a n BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Astronomi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan murni yang melibatkan pengamatan dan penjelasan tentang kejadian yang terjadi di luar bumi dan atmosfernya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Museum adalah lembaga permanen dan tempat terbuka yang bersifat umum. Museum memiliki fungsi sebagai tempat atau sarana untuk merawat, menyajikan, menyimpan, melestarikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah dalam bahasa Indonesia merupakan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau atau asal-usul (keturunan) silsilah, terutama bagi rajaraja yang memerintah.

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 85 TAHUN 2008

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 85 TAHUN 2008 GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 85 TAHUN 2008 TENTANG URAIAN TUGAS SEKRETARIAT, BIDANG, SUB BAGIAN DAN SEKSI DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR

Lebih terperinci

I. 1. Latar Belakang I Latar Belakang Pengadaan Proyek

I. 1. Latar Belakang I Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang I. 1. 1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Batik merupakan gabungan dari dua kata dalam bahasa Jawa yaitu amba yang berarti menulis dan tik yang berarti titik. Batik

Lebih terperinci

BAB II DATA DAN ANALISA. Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh. 3. Pengamatan langsung / observasi

BAB II DATA DAN ANALISA. Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh. 3. Pengamatan langsung / observasi BAB II DATA DAN ANALISA 2. 1 Data dan Literatur Sumber data-data untuk menunjang studi Desain Komunikasi Visual diperoleh dari: 1. Media elektronik: Internet 2. Literatur: Koran, Buku 3. Pengamatan langsung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PROYEK

BAB II TINJAUAN UMUM PROYEK BAB II TINJAUAN UMUM PROYEK II.1 Tinjauan Umum Proyek II.1.1 Tinjauan Proyek Judul : Pusat Pendidikan Budaya Betawi Tema : Arsitektur Betawi Lokasi : Jalan Bulungan Raya, Jakarta Selatan Luas Lahan : ±

Lebih terperinci

4. Pelaksanaan kebijakan nasional/provinsi dan penetapan kebijakan daerah mengenai kerja sama luar negeri di bidang kebudayaan skala daerah.

4. Pelaksanaan kebijakan nasional/provinsi dan penetapan kebijakan daerah mengenai kerja sama luar negeri di bidang kebudayaan skala daerah. W. BIDANG KEBUDAYAAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Kebijakan Bidang 1. 1. Rencana induk pengembangan kebudayaan skala 2. Pelaksanaan kebijakan nasional/provinsi dan penetapan kebijakan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan seni dan budayanya. Hal itu telihat dari keberagaman suku yang dimiliki Bangsa Indonesia, mulai dari cara hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan yang dilakukan untuk melestarikan dan merawat Benda Cagar

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan yang dilakukan untuk melestarikan dan merawat Benda Cagar BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Benda Cagar Budaya merupakan benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum Transportasi Darat di Bali 1

BAB I PENDAHULUAN. Museum Transportasi Darat di Bali 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini akan dibahas mengenai pandangan awal tentang judul yang diambil yaitu Museum Transportasi Darat di Bali. Adapun hal yang dibahas dalam bab ini yaitu latar belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri pada akhir dekade pertama abad ke-19, diresmikan tanggal 25 September 1810. Bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LAPORAN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LAPORAN TUGAS AKHIR BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beragam budaya dan tradisi Indonesia membuat banyaknya kerajinan tradisional di Indonesia. Contohnya yang saat ini lagi disukai masyarakat Indonesia yaitu kerajinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan ujung tombak bagi kemajuan perekonomian negara. Pariwisata juga bertanggung jawab untuk membawa citra bangsa ke dunia Internasional. Semakin tinggi

Lebih terperinci

BAB II MUSEUM NEGERI PROVINSI JAMBI. perjalanan panjang sejarah Jambi yang telah meninggalkan banyak benda yang mempunyai nilai

BAB II MUSEUM NEGERI PROVINSI JAMBI. perjalanan panjang sejarah Jambi yang telah meninggalkan banyak benda yang mempunyai nilai BAB II MUSEUM NEGERI PROVINSI JAMBI 2.1 Latar Belakang Berdirinya Museum Pembangunan Museum Negeri Provinsi Jambi pada hakekatnya merupakan perwujudan nyata dari gagasan sebuah museum diwilayah Propinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1

BAB I PENDAHULUAN. Museum Budaya Dayak Di Kota Palangka Raya Page 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG EKSISTENSI PROYEK Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat

Lebih terperinci

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR Oleh : SABRINA SABILA L2D 005 400 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN GUA SUNYARAGI SEBAGAI TAMAN WISATA BUDAYA DI CIREBON

PENGEMBANGAN KAWASAN GUA SUNYARAGI SEBAGAI TAMAN WISATA BUDAYA DI CIREBON LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR (LP3A) PENGEMBANGAN KAWASAN GUA SUNYARAGI SEBAGAI TAMAN WISATA BUDAYA DI CIREBON Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh Gelar

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. A. Kerangka Berpikir Studi

II. METODOLOGI. A. Kerangka Berpikir Studi II. METODOLOGI A. Kerangka Berpikir Studi Kerangka berpikir studi diatas merupakan tahap dari konsep berpikir penulis, berikut penjelasan secara singkat: 1. Passing note Judul dari film pendek yang diangkat

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Yogyakarta merupakan kota dengan lintasan sejarah yang cukup panjang, dimulai pada tanggal 13 Februari 1755 dengan dilatari oleh Perjanjian Giyanti yang membagi

Lebih terperinci

BAB 7 PENUTUP. Visi Museum La Galigo belum menyiratkan peran museum sebagai pembentuk identitas Sulawesi Selatan sedangkan misi

BAB 7 PENUTUP. Visi Museum La Galigo belum menyiratkan peran museum sebagai pembentuk identitas Sulawesi Selatan sedangkan misi BAB 7 PENUTUP 7.1 Kesimpulan I La Galigo merupakan intangible heritage yang menjadi identitas masyarakat Sulawesi Selatan dan saat ini masih bertahan di tengah arus globalisasi. Salah satu cara untuk melestarikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah mahluk yang tidak lepas dari masa lampau dalam menjalani masa kini dan masa yang akan datang dan tidak mungkin lepas dari budayanya sendiri. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar merupakan kegiatan mencari informasi, pengetahuan, pemahaman, dan wawasan tentang suatu hal yang tidak diketahui oleh manusia. Pada dasarnya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai Ciliwung merupakan salah satu sungai yang terdapat di Pulau Jawa. Sungai Ciliwung ini dibentuk dari penyatuan aliran puluhan sungai kecil di kawasan Taman Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia memiliki keanekaragaman budaya dan adat istiadat yang sangat unik dan berbeda-beda, selain itu banyak sekali objek wisata yang menarik untuk dikunjungi

Lebih terperinci

pokok arti atau hakekat arti Art Gallery, yaitu : merupakan

pokok arti atau hakekat arti Art Gallery, yaitu : merupakan BAB III GALERI SENI LUKIS DI YOGYAKARTA 3.1. Pengertian Ada beberapa pengertian Galeri Seni (Art Gallery) yang antara lain : a. Menurut Amri Yahya.10 Galeri Seni adalah suatu tempat pemajangan benda-benda

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 54 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KEBUDAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proyek Di Indonesia seni dan budaya merupakan salah satu media bagi masyarakat maupun perseorangan untuk saling berinteraksi satu sama lain. Dengan adanya arus globalisasi

Lebih terperinci

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS PARIWISATA KOTA BATU DENGAN

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN PERANCANGAN

BAB 2 LANDASAN PERANCANGAN BAB 2 LANDASAN PERANCANGAN 2.1 Tinjauan Umum Penulis akan membuat sebuah buku yang berisi tentang museum sejarah jakarta. Buku tersebut akan membahas mengenasi sejarah bangunan, fungsi bangunan pada saat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Jakarta merupakan kota metropolitan di Indonesia yang sedang maju pesat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Jakarta merupakan kota metropolitan di Indonesia yang sedang maju pesat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Jakarta merupakan kota metropolitan di Indonesia yang sedang maju pesat dengan banyaknya perkembangan bisnis industri dan pembangunannya. Namun dimata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Ketentuan dalam pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Ketentuan dalam pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketentuan dalam pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Museum merupakan tempat yang sangat bernilai dalam perjalanan

BAB I PENDAHULUAN. Museum merupakan tempat yang sangat bernilai dalam perjalanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Museum merupakan tempat yang sangat bernilai dalam perjalanan hidup sebuah bangsa dan menyimpan berbagai karya luhur nenek moyang kita yang mencerminkan kekayaan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK YANG DIRENCANAKAN DAN KONSEP PERENCANAAN

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK YANG DIRENCANAKAN DAN KONSEP PERENCANAAN BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK YANG DIRENCANAKAN DAN KONSEP PERENCANAAN Bagian ini akan menganalisis gambaran umum objek yang direncanakan dari kajian pustaka pada Bab II dengan data dan informasi pada Bab

Lebih terperinci

- 458 - 2. Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di bidang kebudayaan.

- 458 - 2. Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di bidang kebudayaan. - 458 - Q. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA 1. Kebijakan Bidang Kebudayaan 1. Kebudayaan 1. Rencana induk pengembangan kebudayaan 1. Rencana induk pengembangan kebudayaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1993 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1992 TENTANG BENDA CAGAR BUDAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seni dan budaya yang dimiliki merupakan ciri kepribadian bangsa. Salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. seni dan budaya yang dimiliki merupakan ciri kepribadian bangsa. Salah satu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki warisan dari nenek moyang berupa keanekaragaman seni dan budaya yang harus dilestarikan. Hal ini karena keanekaragaman seni dan budaya yang

Lebih terperinci

BAB V A. KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk penyusunan karya

BAB V A. KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk penyusunan karya BAB V A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan untuk penyusunan karya ilmiah ini, diperoleh beberapa kesimpulan yang dapat memberikan jawaban terhadap pertanyaan penelitian, akan diuraikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG 1.1 MUSEUM Dalam suatu lingkaran kehidupan tentu ada yang mati dan ada yang lahir, bertahan hidup dan mati meninggalkan dunia. Seni dan budaya yang tumbuh bersama manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor perdagangan, sektor perekonomian, dan sektor transportasi. Dari segi. transportasi, sebelum ditemukannya mesin, manusia

BAB I PENDAHULUAN. sektor perdagangan, sektor perekonomian, dan sektor transportasi. Dari segi. transportasi, sebelum ditemukannya mesin, manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kereta Kuda dalam perkembangannya telah ada ketika manusia mulai melakukan aktivitas produksi yang tidak dapat dipenuhi dari hasil produksinya sendiri. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kota Jakarta pada akhirnya menuntut tersedianya wadah fisik untuk menampung

BAB I PENDAHULUAN. kota Jakarta pada akhirnya menuntut tersedianya wadah fisik untuk menampung BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Latar Belakang Proyek Jakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang pertumbuhan kotanya cenderung pesat. Sebagai ibukota negara, Jakarta menjadi pusat dari berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Judul Penelitian ini tentang Analisis Patung Figur Manusia Karya Nyoman Nuarta di Galeri NuArtSculpture Park. Pengambilan judul penelitian ini didasari oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan dari pendidikan Nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, tertulis dalam Pembukaan UUD 1945 Republik Indonesia, salah satunya adalah dengan sistem

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 88 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan dari seluruh uraian bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal terkait dengan hasil penelitian ini sebagai berikut : 1. Dari segi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, era pembangunan teknologi sudah sangat cepat berkembang di mana suatu produk dari hari ke hari akan memberikan suatu perkembangan yang mana perkembangan tersebut

Lebih terperinci

BAGAIMANA MENDIRIKAN SEBUAH MUSEUM

BAGAIMANA MENDIRIKAN SEBUAH MUSEUM BAGAIMANA MENDIRIKAN SEBUAH MUSEUM Wawan Yogaswara A. Apakah itu museum? Museum menurut International Council of Museums (ICOM) adalah sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani

Lebih terperinci

Propinsi Jawa Barat dengan Propinsi DKI Jakarta. Dengan letak yang berdekatan

Propinsi Jawa Barat dengan Propinsi DKI Jakarta. Dengan letak yang berdekatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kebutuhan Fasilitas Pariwisata Kota Kota Depok adalah sebuah kota yang terletak di perbatasan antara wilayah Propinsi Jawa Barat dengan Propinsi DKI Jakarta.

Lebih terperinci

Menilik Sisi Lain Ibukota di Kota Tua Fatahillah

Menilik Sisi Lain Ibukota di Kota Tua Fatahillah Menilik Sisi Lain Ibukota di Kota Tua Fatahillah Wajah Jakarta sering digambarkan dengan ratusan gedung tinggi yang menjulang di tengah kota, hutan modern yang riuh dengan gedung perkantoran dan pemukiman.

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. wilayah III (Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan) serta dikenal dengan

BAB. I PENDAHULUAN. wilayah III (Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan) serta dikenal dengan BAB. I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Cirebon adalah salah satu kota yang terletak di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota ini berada dipesisir utara Jawa Barat dan termasuk ke dalam wilayah III (Cirebon,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 4 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang berbhinneka tunggal ika. Terdapat banyak suku di Indonesia yang memiliki ciri khas dan keunikan yang berbedabeda. Selain memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. TABEL 1.1 JUMLAH WISATAWAN MANCANEGARA DAN NUSANTARA KE OBJEK WISATA KOTA BANDUNG Jumlah. Jumlah Tahun.

BAB I PENDAHULUAN. TABEL 1.1 JUMLAH WISATAWAN MANCANEGARA DAN NUSANTARA KE OBJEK WISATA KOTA BANDUNG Jumlah. Jumlah Tahun. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pemerintah sudah mencanangkan bahwa pariwisata harus menjadi andalan pembangunan Indonesia. Keputusan Presiden (Keppres) No. 38 Tahun 2005, mengamanatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pulau Jawa kaya akan peninggalan-peninggalan purbakala, di antaranya ialah bangunan-bangunan purbakala yang biasa disebut candi. Candi-candi ini tersebar di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Bangsa Eropa sudah berada di kepulauan Nusantara sejak abad ke-16

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Bangsa Eropa sudah berada di kepulauan Nusantara sejak abad ke-16 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bangsa Eropa sudah berada di kepulauan Nusantara sejak abad ke-16 Masehi, diawali dengan kedatangan orang-orang Portugis di Sumatra pada tahun 1510 di bawah pimpinan

Lebih terperinci

BAB 2 GAMBARAN UMUM MUSEUM TAMAN PRASASTI

BAB 2 GAMBARAN UMUM MUSEUM TAMAN PRASASTI 15 BAB 2 GAMBARAN UMUM MUSEUM TAMAN PRASASTI 2.1. Sejarah Museum Taman Prasasti Pada awalnya, tahun 1795, Museum Taman Prasasti digunakan sebagai pemakaman khusus orang asing di Batavia, terutama yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan dalam segala bidang. Pesatnya laju pembangunan di Indonesia menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadaan Museum di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadaan Museum di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Keadaan Museum di Indonesia Keberadaan museum di dunia dari zaman ke zaman telah melalui banyak perubahan. Hal ini disebabkan oleh berubahnya fungsi dan tugas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Komunikasi dan edukasi..., Kukuh Pamuji, FIB UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Komunikasi dan edukasi..., Kukuh Pamuji, FIB UI, 2010. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas permuseuman kini makin berkembang sebagai akibat dari terjadinya perubahan paradigma. Apabila pada awalnya aktivitas permuseuman berpusat pada koleksi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Identitas kota merupakan salah satu unsur penting yang dapat menggambarkan jati diri dari suatu kota. Namun globalisasi turut memberikan dampak pada perkembangan kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perancangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perancangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan Pesatnya perkembangan zaman kearah yang lebih modern dan diikuti dengan perkembangan teknologi serta ilmu pengetahuan, kian menuntut masyarakat memenuhi

Lebih terperinci

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AGROWISATA BELIMBING DAN JAMBU DELIMA KABUPATEN DEMAK

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AGROWISATA BELIMBING DAN JAMBU DELIMA KABUPATEN DEMAK LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR AGROWISATA BELIMBING DAN JAMBU DELIMA KABUPATEN DEMAK Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik diajukan

Lebih terperinci

DINAS KEBUDAYAAN. Tugas Pokok dan Fungsi :

DINAS KEBUDAYAAN. Tugas Pokok dan Fungsi : DINAS KEBUDAYAAN Tugas Pokok dan Fungsi : KEPALA DINAS Kepala Dinas mempunyai tugas: 1. menyusun rencana dan program kerja Dinas; 2. mengkoordinasikan penyusunan rencana dan program kerja Dinas; 3. merumuskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut

BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE A. Latar Belakang Indonesia adalah Negara kepulauan yang berada di garis khatulistiwa dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Zaman sekarang ini, media elektronik merupakan salah satu pemberi informasi tercepat, namun walaupun media elektronik dapat cukup memberi informasi yang menjanjikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada abad ini gerak perubahan zaman terasa semakin cepat sekaligus semakin padat. Perubahan demi perubahan terus-menerus terjadi seiring gejolak globalisasi yang kian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu

BAB I PENDAHULUAN. Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu tempat ke tempat yang lain. Selain itu tinggal secara tidak menetap. Semenjak itu pula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Winda Inayah W L2B

BAB I PENDAHULUAN. Winda Inayah W L2B BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia disamping sebagai pusat kegiatan Pemerintahan, perdagangan dan jasa, pariwisata dan kebudayaan juga sekaligus merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL Proyek yang direncanakan dalam Studio Konsep Perancangan Arsitektur (SKPA) berjudul Boyolali Historical Park sebagai Pengembangan Taman Sonokridanggo. Maksud dari

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 19 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 19 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN : 2013 NOMOR : 19 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN DAN PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci