PENINGKATAN KINERJA PERTUMBUHAN DAN DAYA TAHAN TUBUH IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) MELALUI PENAMBAHAN SELENIUM DALAM PAKAN MUHAIMIN HAMZAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENINGKATAN KINERJA PERTUMBUHAN DAN DAYA TAHAN TUBUH IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) MELALUI PENAMBAHAN SELENIUM DALAM PAKAN MUHAIMIN HAMZAH"

Transkripsi

1 PENINGKATAN KINERJA PERTUMBUHAN DAN DAYA TAHAN TUBUH IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) MELALUI PENAMBAHAN SELENIUM DALAM PAKAN MUHAIMIN HAMZAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

2

3 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Peningkatan Kinerja Pertumbuhan dan Daya Tahan Tubuh Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) melalui Penambahan Selenium dalam Pakan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Februari 2013 Muhaimin Hamzah NRP. C

4

5 ABSTRACT MUHAIMIN HAMZAH. The Growth Performance and Viability Enhancement of Humpback Grouper (Cromileptes altivelis) Fed on Selenium Supplementation. Under direction of M. AGUS SUPRAYUDI, NUR BAMBANG PRIYO UTOMO, and WASMEN MANALU. This study was conducted to evaluate the effects of different levels and sources of selenium (Se) on the growth performance and viability of juvenile humpback grouper (Cromileptes altivelis). The experiments were arranged and conducted in four stages. The first experiment was conducted to compare the digestibility of dietary Se from sodium selenite and selenometionin. Two groups of grouper were given the experimental diets for 14 days. The result of this experiment showed that selenometionin was more digestible (68,68%) than sodium selenite (60,36%). In experiment 2, two different sources of Se at varying concentrations were added to the basal diet (sodium selenite at 0,5; 1; 2; and 4 mg Se/kg diet, and selenometionin at 1; 2; and 4 mg Se/kg diet, respectively). Another treatment was unsupplemented Se. Of the treatments, selenometionin supplementation with dose of 4 mg Se/kg diet showed a better performance than other diets. The addition of sodium selenite with dose of 0,5 mg Se/kg diet showed a toxic effects. In experiment 3, pelleted diets with 0; 0,025; 0,05; 0,1; 0,2; and 0,4 mg Se/kg diet from sodium selenite were used to fed triplicate groups of fish twice a day at satiation (mean initial length and weight: 5,83+0,28 cm and 3,47+0,43 g, respectively) in a 90x40x35 cm aquaria. The experimental fish were reared for 42 days at a density of 15 ind./aquarium. At the end of the experiment, fish were dipped in fresh water for 10 minutes and no aeration was added. The addition of sodium selenite with dose of 0,05 mg Se/kg diet enhanced growth performance and viability of juvenile humpback grouper. The last experiment was conducted to evaluate the effects of different levels of selenometionin on the growth and viability of juvenile humpback grouper. In this experiment, pelleted diets with 0; 4; and 16 mg Se/kg diet from selenometionin were used to fed triplicate groups of fish twice a day at satiation. The experimental fish were reared for 42 days at a density of 15 ind./aquarium. At the end of the rearing period, fish were transported for 13 hours and then reared again for 20 days. At the second week of the continued rearing period, fish were dipped in fresh water for 10 minutes and no aeration was added. The studies showed that the addition of selenometionin at a concentration of 4 mg Se/kg diet enhanced growth performance and viability of juvenile humpback grouper. Keywords: selenium, growth, viability, Cromileptes altivelis, grouper

6

7 RINGKASAN MUHAIMIN HAMZAH. Peningkatan Kinerja Pertumbuhan dan Daya Tahan Tubuh Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) melalui Penambahan Selenium dalam Pakan. Dibimbing oleh M. AGUS SUPRAYUDI, NUR BAMBANG PRIYO UTOMO, dan WASMEN MANALU. Ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) merupakan spesies ikan laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan berpotensi untuk dikembangkan. Namun, budi daya kerapu bebek masih menyisakan masalah, di antaranya pertumbuhannya yang lebih lambat dibandingkan dengan jenis kerapu lain. Selain itu, dalam pemeliharaan di karamba jaring apung, ikan mudah mengalami stres akibat perubahan kondisi lingkungan dan penanganan yang kurang baik, yang berakibat pada rentannya ikan terserang penyakit, bahkan mengalami kematian. Lambatnya pertumbuhan dan rendahnya kelangsungan hidup ikan dapat disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan nutrisi ataupun ketidakmampuan ikan untuk memanfaatkan materi dan energi yang ada dalam pakan. Komponen pakan yang secara langsung maupun tidak langsung berkontribusi pada pertumbuhan adalah protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral. Kajian tentang kebutuhan nutrisi ikan kerapu bebek saat ini masih terbatas pada makronutrien, sedangkan informasi tentang kebutuhan mikronutrien, terutama mineral, masih sangat terbatas. Mineral, termasuk di dalamnya trace element, merupakan bahan-bahan anorganik yang mempunyai fungsi fisiologis penting bagi tubuh. Selenium (Se) adalah salah satu mikromineral penting bagi pertumbuhan dan kesehatan organisme. Selenium ditemukan menjadi bagian integral dari enzim glutation peroksidase. Glutation peroksidase (GPx) mengkatalisis reaksi-reaksi penting untuk konversi hidrogen peroksida dan asam lemak hidroperoksida menjadi air dan asam lemak alkohol dengan menggunakan glutation tereduksi, yang dengan demikian melindungi membran sel dari kerusakan oksidatif. Fungsi penting lain mineral Se adalah peran sertanya dalam metabolisme hormon tiroid. Iodotironin deiodinase (ID) adalah suatu selenoenzim yang mengkatalisis produksi bentuk aktif hormon tiroid (3,5,3 -triiodtironin, T3) dari tiroksin (T4). Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jumlah penambahan Se optimal yang mampu meningkatkan kinerja pertumbuhan dan daya tahan tubuh, serta membandingkan penggunaan Se anorganik (sodium selenite) dan Se organik (selenometionin) dalam pakan juvenil ikan kerapu bebek. Penelitian didesain dalam 4 seri percobaan yaitu : (1) Uji kecernaan Se; (2) Penentuan dosis optimal dan sumber Se terbaik; (3) Kinerja pertumbuhan dan daya tahan tubuh ikan yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda; dan (4) Uji ketahanan tubuh terhadap berbagai stressor lingkungan. Percobaan I bertujuan untuk membandingkan kecernaan Se dari dua sumber yang berbeda, yaitu Se anorganik (sodium selenite) dan Se organik (selenometionin). Hewan uji yang digunakan adalah juvenil berapu bebek yang dipelihara pada akuarium berukuran 90x40x35 cm dengan sistem resirkulasi. Media percobaan adalah air laut bersalinitas ppt dan suhu o C. Pakan uji adalah pakan buatan berbentuk pelet yang ditambahkan dengan indikator

8 (Cr 2 O 3 ) sebanyak 0,5%. Pemeliharaan ikan dilakukan selama 14 hari dengan pemberian pakan 2 kali sehari. Pengumpulan feses dilakukan pada pagi dan sore hari selama percobaan. Feses yang terkumpul kemudian dikeringkan dan diukur kadar Cr 2 O 3 dan Se-nya. Hal yang sama dilakukan pada pakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecernaan dan penyerapan Se yang berasal dari selenometionin lebih tinggi dibandingkan dengan sodium selenite. Pada percobaan II, hewan uji yang digunakan adalah juvenil kerapu bebek berukuran panjang rata-rata 6,39+0,41 cm dan bobot rata-rata 4,49+0,65 g. Ikan berjumlah 12 ekor dipelihara di akuarium berukuran 90x40x35 cm dengan sistem resirkulasi. Media percobaan adalah air laut bersalinitas ppt dan suhu o C. Percobaan didesain menggunakan rancangan acak lengkap dengan delapan perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan yang diujikan adalah tanpa penambahan Se, 4 tingkatan dosis sodium selenite (0,5, 1, 2, dan 4 mg Se/kg pakan), dan 3 tingkatan dosis selenometionin (1, 2, dan 4 mg Se/kg pakan). Selama pemeliharaan, ikan diberi pakan secara at satiation frekuensi dua kali sehari (pagi dan sore). Pemeliharaan ikan dilakukan selama 40 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian selenometionin lebih baik dibandingkan dengan sodium selenite. Pada penambahan sodium selenite, tingkat kelangsungan hidup makin menurun dengan makin meningkatnya kadar Se di pakan, dan penambahan 0,5 mg Se/kg pakan adalah dosis yang sudah menyebabkan keracunan. Hasil pengujian histopatologi menunjukkan adanya kerusakan pada organ hati, ginjal, dan usus pada ikan yang diberi sodium selenite dosis 0,5 4 mg Se/kg pakan. Sebaliknya, penambahan selenometionin sampai dengan 4 mg Se/kg pakan belum menunjukkan tanda-tanda keracunan pada ikan, dengan tingkat kelangsungan hidup 86,11 97,22%. Berdasarkan nilai efisiensi pakan, retensi protein, retensi lemak, dan retensi Se terlihat bahwa penambahan selenometionin dosis 4 mg Se/kg pakan adalah perlakuan terbaik. Percobaan III bertujuan untuk menentukan jumlah penambahan Se anorganik (sodium selenite) yang mampu meningkatkan kinerja pertumbuhan dan daya tahan tubuh juvenil kerapu bebek pada cekaman kondisi lingkungan. Percobaan didesain menggunakan rancangan acak lengkap dengan enam perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan yang diujikan adalah penambahan sodium selenite pada berbagai tingkat dosis (0, 0,025, 0,05, 0,1, 0,2, dan 0,4 mg Se/kg pakan). Juvenil kerapu bebek berukuran panjang rata-rata 5,83+0,28 cm dan bobot rata-rata 3,47+0,43 g dipelihara dalam akuarium berukuran 90x40x35 cm dan diberi pakan buatan berbentuk pellet frekuensi dua kali sehari (pagi dan sore) secara at satiation. Media percobaan adalah air laut bersalinitas ppt dan suhu o C. Ikan dipelihara selama 42 hari dengan kepadatan 15 ekor setiap akuarium. Pada akhir pemeliharaan, ikan direndam di dalam air tawar selama 10 menit tanpa aerasi untuk mengetahui respons stres. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan harian, konsumsi pakan, efisiensi pakan, retensi protein, aktivitas enzim GPx hati, dan semua parameter gambaran darah tidak dipengaruhi oleh pakan uji. Sebaliknya, penambahan Se memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada retensi lemak, rasio RNA/DNA, aktivitas enzim GPx plasma, dan rasio T3/T4. Penambahan sodium selenite dosis 0,05 mg Se/kg pakan mampu meningkatkan kinerja pertumbuhan dan daya tahan tubuh juvenil kerapu bebek.

9 Percobaan IV bertujuan untuk menguji ketahanan tubuh juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda. Stressor yang digunakan adalah uji transportasi (simulasi) dan uji perendaman di air tawar. Percobaan didesain menggunakan rancangan acak lengkap dengan tiga perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan yang diujikan adalah tanpa penambahan Se, penambahan selenometionin dosis 4 mg Se/kg pakan (Se optimal), dan penambahan 16 mg Se/kg pakan (Se berlebih). Hewan uji yang digunakan adalah juvenil kerapu bebek berukuran panjang rata-rata 5,68+0,73 cm dan bobot ratarata 3,43+0,46 g. Ikan uji dipelihara selama 42 hari pada akuarium berukuran 90x40x35 cm dengan kepadatan 15 ekor/wadah. Media percobaan adalah air laut bersalinitas ppt dan suhu o C. Selama pemeliharaan, ikan diberi pakan buatan berbentuk pellet sesuai perlakuan dengan frekuensi dua kali sehari (pagi dan sore) secara at satiation. Pada akhir pemeliharaan, ikan uji ditransportasikan selama 13 jam dan kemudian dipelihara kembali selama 20 hari. Pada minggu kedua pemeliharaan lanjutan, dilakukan uji perendaman di air tawar selama 10 menit tanpa aerasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan yang diberi selenometionin dosis 4 dan 16 mg Se/kg pakan memiliki stres yang lebih rendah ketika uji transportasi dan uji perendaman di air tawar dibandingkan dengan kelompok ikan tanpa penambahan Se. Pertumbuhan ikan juga menunjukkan hal yang sama pada saat pemeliharaan lanjutan. Secara umum terlihat bahwa penambahan selenometionin dosis 4 mg Se/kg pakan meningkatkan kinerja pertumbuhan dan daya tahan tubuh juvenil ikan kerapu bebek. Kata kunci: selenium, pertumbuhan, daya tahan tubuh, Cromileptes altivelis, kerapu

10

11 @ Hak Cipta milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa seizin IPB.

12

13 PENINGKATAN KINERJA PERTUMBUHAN DAN DAYA TAHAN TUBUH IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) MELALUI PENAMBAHAN SELENIUM DALAM PAKAN MUHAIMIN HAMZAH Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Akuakultur SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

14 Penguji pada Ujian Tertutup: 1. Dr.Ir. Mia Setiawati, M.Si. Staf Pengajar Departemen Budi Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB 2. Dr.Ir. Zafril Imran Azwar, M.Sc. Peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Budi Daya, Kementerian Kelautan dan Perikanan RI Penguji pada Ujian Terbuka: 1. Prof.Dr.Ir. M. Zairin Junior, M.Sc. Guru Besar Departemen Budi Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB 2. Dr.Ir. Ophirtus Sumule, DEA. Kabid Pengembangan Jaringan IPTEK Pusat dan Daerah Kementerian Riset dan Teknologi RI

15 Judul Disertasi Nama NRP : Peningkatan Kinerja Pertumbuhan dan Daya Tahan Tubuh Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) melalui Penambahan Selenium dalam Pakan : Muhaimin Hamzah : C Disetujui Komisi Pembimbing Dr.Ir. M. Agus Suprayudi, M.Si. Ketua Dr.Ir. Nur Bambang Priyo Utomo, M.Si. Anggota Prof. Wasmen Manalu, Ph.D. Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Akuakultur Dekan Sekolah Pascasarjana Prof.Dr.Ir. Enang Harris, M.S. Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr. Tanggal Ujian: 14 Januari 2013 Tanggal lulus:

16

17 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2011 ini adalah nutrisi ikan, dengan judul Peningkatan Kinerja Pertumbuhan dan Daya Tahan Tubuh Ikan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis) melalui Penambahan Selenium dalam Pakan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa disertasi ini tidak dapat selesai dengan baik tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu diucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. M. Agus Suprayudi, Bapak Dr. Nur Bambang Priyo Utomo, dan Bapak Prof. Wasmen Manalu, Ph.D selaku Komisi Pembimbing atas segala arahan dan ilmu yang telah diberikan selama penelitian dan penulisan disertasi. 2. Bapak Prof. Dr. M. Zairin Junior dan Bapak Dr. Ophirtus Sumule selaku penguji luar komisi pada Ujian Terbuka, atas segala saran dan masukan yang diberikan demi penyempurnaan disertasi. 3. Ibu Dr. Mia Setiawati dan Bapak Dr. Zafril Imran Azwar selaku penguji luar komisi pada Ujian Tertutup, atas segala saran dan masukan yang diberikan demi penyempurnaan disertasi. 4. Bapak Prof. Dr. Enang Harris selaku Ketua Program Studi Ilmu Akuakultur, Sekolah Pascasarjana IPB. 5. Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Dekan FPIK IPB, dan Ketua Departemen BDP FPIK IPB serta semua staf pengajar dan administrasi atas berkenannya saya diterima sebagai mahasiswa IPB, mendapatkan pelayanan, fasilitas pendidikan, pengajaran, dan kegiatan penelitian yang baik. 6. Rektor Universitas Haluoleo dan Dekan FPIK Universitas Haluoleo yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program Doktor di IPB.

18 7. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia atas beasiswa BPPS yang telah diberikan. 8. Program Mitra Bahari Coremap II Tahun Anggaran 2011 atas beasiswa bantuan penulisan Tesis/Disertasi. 9. PT Aneka Tambang Tbk. atas beasiswa pascasarjana Tahun Kepala Balai Besar Pengembangan Budi Daya Laut Lampung atas bantuan benih kerapu bebek yang diberikan. 11. Kepala Pusat Studi Ilmu Kelautan (PSIK) Institut Pertanian Bogor yang telah memberi izin penggunaan fasilitas laboratorium. 12. Bapak Sumardi selaku teknisi lapangan di PSIK IPB di Ancol atas bantuan yang diberikan selama pemeliharaan ikan. 13. Para teknisi dan laboran yang telah membantu dalam analisis sampel. 14. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Ilmu Akuakultur, Sekolah Pascasarjana IPB, khususnya Program Doktor angkatan 2009, atas kebersamaan, diskusi, dan masukannya. 15. Rekan-rekan anggota forum WACANA Sulawesi Tenggara IPB atas kebersamaan dan bantuan yang selalu diberikan. 16. Seluruh keluarga besar Hamzah Sanifu dan Drs. La Usa, terutama istri saya tercinta Sari Dewi, SE, M.Si atas segala pengertian, kasih sayang, dan doanya yang selalu diberikan. Akhirnya penulis berharap semoga disertasi ini bermanfaat bagi para pembaca. Bogor, Februari 2013 Muhaimin Hamzah

19 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Raha, Kabupaten Muna, Provinsi Sulawesi Tenggara pada tanggal 15 Agustus 1975 sebagai anak kedua dari enam bersaudara pasangan Hamzah Sanifu (alm.) dan Hanifa Batoa. Penulis menikah dengan Sari Dewi, SE, M.Si pada tahun Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, pada tahun 1994 dan lulus pada tahun Pada tahun 2001, penulis melanjutkan pendidikan magister di Program Studi Ilmu Perairan, Program Pascasarjana IPB dan lulus pada tahun Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi Ilmu Akuakultur, Sekolah Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari BPPS Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Haluoleo sejak tahun Karya ilmiah berjudul Pertumbuhan dan daya tahan tubuh juvenil ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) yang diberi pakan dengan penambahan selenium dari sumber berbeda telah disajikan pada Simposium Nasional Bioteknologi Akuakultur IV Departemen Budidaya Perairan FPIK IPB pada tanggal 18 Oktober Artikel dengan judul Pertumbuhan dan daya tahan tubuh juvenil ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) yang diberi suplemen selenium anorganik dan organik telah diterima untuk diterbitkan pada Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 11 (2) Juli Artikel lain berjudul Pertumbuhan dan daya tahan tubuh juvenil ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin telah disetujui dan sementara dalam proses penerbitan di Majalah Ilmiah Agriplus Vol. 22(3) September Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari disertasi penulis.

20

21 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL. xxv DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN xxvi xxix I. PENDAHULUAN Latar belakang Perumusan masalah Kerangka pemikiran Tujuan dan manfaat Hipotesis Kebaruan. 5 II. TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan nutrisi ikan kerapu bebek (C. altivelis) Mineral selenium (Se) dan kebutuhannya Metabolisme Se Fungsi Se Pertumbuhan Imunitas dan status Se Pengaruh Se pada pertumbuhan dan daya tahan tubuh Stres 18 III. BAHAN DAN METODE Uji kecernaan Se Penentuan dosis optimal dan sumber Se terbaik Kinerja pertumbuhan dan daya tahan tubuh juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda Uji ketahanan tubuh terhadap berbagai stressor lingkungan Peubah yang diukur Analisis data Percobaan I Percobaan II Percobaan III Percobaan IV IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Percobaan I: Uji kecernaan Se Pembahasan Percobaan I: Uji kecernaan Se Hasil Percobaan II: Penentuan dosis optimal dan sumber Se terbaik Kinerja pertumbuhan Aktivitas enzim dan kadar hormon. 38

22 4.3.3 Gambaran darah Retensi Se Pembahasan Percobaan II: Penentuan dosis optimal dan sumber Se terbaik Kinerja pertumbuhan Aktivitas enzim dan kadar hormon Gambaran darah Retensi Se Hasil Percobaan III: Kinerja pertumbuhan dan daya tahan tubuh juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda Kinerja pertumbuhan Aktivitas enzim dan kadar hormon Gambaran darah Retensi Se dan distribusi Se di beberapa organ Daya tahan tubuh ikan terhadap perubahan kondisi lingkungan Pembahasan percobaan III: Kinerja pertumbuhan dan daya tahan tubuh juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda Kinerja pertumbuhan Aktivitas enzim dan kadar hormon Gambaran darah Retensi Se dan distribusi Se di beberapa organ Daya tahan tubuh ikan terhadap perubahan kondisi lingkungan Hasil Percobaaan IV: Uji ketahanan tubuh terhadap berbagai stressor lingkungan Kinerja pertumbuhan Aktivitas enzim dan kadar hormon Gambaran darah Retensi Se dan distribusi Se di beberapa organ Daya tahan tubuh ikan terhadap perubahan kondisi lingkungan Pembahasan Percobaan IV: Uji ketahanan tubuh terhadap berbagai stressor lingkungan Kinerja pertumbuhan Aktivitas enzim dan kadar hormon Gambaran darah Retensi Se dan distribusi Se di beberapa organ Daya tahan tubuh ikan terhadap perubahan kondisi lingkungan Pembahasan umum

23 V. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

24

25 DAFTAR TABEL Halaman 1. Komposisi pakan uji, hasil analisis proksimat, dan kadar Se pakan pada uji kecernaan Se Komposisi pakan uji, hasil analisis proksimat, dan kadar Se pakan dengan penambahan dosis dan sumber Se berbeda Komposisi pakan uji, hasil analisis proksimat, dan kadar Se pakan dengan penambahan Se dalam bentuk sodium selenite dosis berbeda Komposisi pakan uji, hasil analisis proksimat, dan kadar Se pakan dengan penambahan Se dalam bentuk selenometionin dosis berbeda Nilai koefisien kecernaan (Nda) dan kadar Se di darah pada dua sumber Se yang berbeda Tingkat kelangsungan hidup (TKH), laju pertumbuhan harian (LPH), konsumsi pakan (KP), efisiensi pakan (EP), retensi protein (RP), dan retensi lemak (RL) juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan dosis dan sumber Se berbeda Kadar glikogen hati, glikogen otot, dan rasio RNA/DNA juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan dosis dan sumber Se berbeda Aktivitas enzim GPx hati dan aktivitas enzim SOD hati juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan dosis dan sumber Se berbeda Total eritrosit (TE), kadar hemoglobin (Hb), dan kadar hematokrit (Ht) juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan dosis dan sumber Se berbeda Jumlah limfosit, monosit, neutrofil, dan indeks fagositik (IP) juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan dosis dan sumber Se berbeda Tingkat kelangsungan hidup (TKH), laju pertumbuhan harian (LPH), konsumsi pakan (KP), efisiensi pakan (EP), retensi protein (RP), retensi lemak (RL), dan rasio RNA/DNA juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda Total eritrosit (TE), kadar hemoglobin (Hb), dan kadar hematokrit (Ht) juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda

26 13. Jumlah limfosit, monosit, neutrofil, dan indeks fagositik (IP) juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda Tingkat kelangsungan hidup (TKH), laju pertumbuhan harian (LPH), konsumsi pakan (KP), dan efisiensi pakan (EP) juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda pada pemeliharaan awal Tingkat kelangsungan hidup (TKH), laju pertumbuhan harian (LPH), konsumsi pakan (KP), efisiensi pakan (EP), retensi protein (RP), dan retensi lemak (RL) juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda pada pemeliharaan lanjutan Aktivitas enzim GPx plasma dan SOD hati juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda Total eritrosit (TE), kadar hemoglobin (Hb), dan kadar hematokrit (Ht) juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda Jumlah limfosit, monosit, neutrofil, dan indeks fagositik (IP) juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda... 74

27 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Kerangka pemikiran peningkatan daya tahan tubuh dan pertumbuhan juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan Se Metabolisme selenium (Anonim 2010b) Pengaruh selenium pada pertumbuhan melalui jalur hormon tiroid (Susanto 2000) Aktivitas enzim GPx plasma juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan dosis dan sumber Se berbeda Aktivitas enzim SOD plasma juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan dosis dan sumber Se berbeda Rasio T3/T4 juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan dosis dan sumber Se berbeda Rataan nilai retensi Se juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan dosis dan sumber Se berbeda Beberapa contoh organ juvenil kerapu bebek yang mengalami kerusakan Kadar glikogen hati dan glikogen otot juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda Aktivitas enzim GPx plasma dan GPx hati juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda Rasio T3/T4 juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda Rataan nilai retensi Se juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda Kadar Se pada beberapa organ juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda Kadar glukosa darah juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda pada uji perendaman di air tawar

28 15. Kadar kortisol juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda pada uji perendaman di air tawar Rasio RNA/DNA juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda Aktivitas enzim GPx plasma juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda Rasio T3/T4 juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda Rataan nilai retensi Se juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda Kadar Se pada beberapa organ juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda Tingkat kelangsungan hidup (TKH) juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda sesaat setelah uji transportasi Kadar glukosa darah juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda pada saat awal, sesaat setelah transportasi, dan hari ke-7 pascatransportasi Kadar kortisol juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda pada saat awal, sesaat setelah transportasi, dan hari ke-7 pascatransportasi Kadar glukosa darah juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda pada uji perendaman di air tawar Kadar kortisol juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda pada uji perendaman di air tawar

29 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Prosedur analisis proksimat bahan (Takeuchi 1988) Komposisi vitamin mix dan mineral mix pakan uji Prosedur preparasi sampel untuk analisis kadar Se Prosedur pengukuran glikogen hati dan otot Prosedur analisis RNA dan DNA Prosedur analisis gambaran darah pada ikan Prosedur analisis glukosa darah Prosedur pengukuran aktivitas enzim GPx Prosedur pengukuran aktivitas enzim SOD Prosedur pengujian konsentrasi T3 dan T4 dengan metode RIA Prosedur pengujian konsentrasi kortisol dengan metode RIA Nilai koefisien kecernaan Se juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan Se dari dua sumber yang berbeda Kinerja pertumbuhan juvenil kerapu bebek pada percobaan penentuan dosis optimal dan sumber Se terbaik Kadar gikogen hati dan glikogen otot juvenil kerapu bebek pada percobaan penentuan dosis optimal dan sumber Se terbaik Aktivitas enzim GPx plasma, GPx hati, SOD plasma, dan SOD hati juvenil kerapu bebek pada percobaan penentuan dosis optimal dan sumber Se terbaik Nilai rasio T3/T4 dan rasio RNA/DNA juvenil kerapu bebek pada percobaan penentuan dosis optimal dan sumber Se terbaik Total eritrosit, kadar hemoglobin, dan persentase hematokrit juvenil kerapu bebek pada percobaan penentuan dosis optimal dan sumber Se terbaik Jumlah limfosit, monosit, neutrofil, dan indeks fagositik juvenil kerapu bebek pada percobaan penentuan dosis optimal dan sumber Se terbaik.. 133

30 19. Retensi Se juvenil kerapu bebek pada percobaan penentuan dosis optimal dan sumber Se terbaik Kinerja pertumbuhan juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda Kadar gikogen hati dan glikogen otot juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda Aktivitas enzim GPx plasma dan GPx hati juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda Nilai rasio T3/T4 dan rasio RNA/DNA juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda Total eritrosit, kadar hemoglobin, dan persentase hematokrit juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda Jumlah limfosit, monosit, neutrofil, dan indeks fagositik juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda Retensi Se dan distribusi Se di beberapa organ tubuh juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda Kadar glukosa darah dan kortisol juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda pada uji perendaman di air tawar Kinerja pertumbuhan juvenil kerapu bebek pada percobaan uji ketahanan tubuh terhadap berbagai stressor lingkungan Aktivitas enzim GPx plasma, GPx hati, dan SOD hati juvenil kerapu bebek pada percobaan uji ketahanan tubuh terhadap berbagai stressor lingkungan Nilai rasio T3/T4 dan rasio RNA/DNA juvenil kerapu bebek pada percobaan uji ketahanan tubuh terhadap berbagai stressor lingkungan Total eritrosit, kadar hemoglobin, dan persentase hematokrit juvenil kerapu bebek pada percobaan uji ketahanan tubuh terhadap berbagai stressor lingkungan Jumlah limfosit, monosit, neutrofil, dan indeks fagositik juvenil kerapu bebek pada percobaan uji ketahanan tubuh terhadap berbagai stressor lingkungan

31 33. Retensi Se dan distribusi Se di beberapa organ tubuh juvenil kerapu bebek pada percobaan uji ketahanan tubuh terhadap berbagai stressor lingkungan Kadar glukosa darah dan kortisol juvenil kerapu bebek pada percobaan uji ketahanan tubuh terhadap berbagai stressor lingkungan (uji transportasi) Kadar glukosa darah dan kortisol juvenil kerapu bebek pada percobaan uji ketahanan tubuh terhadap berbagai stressor lingkungan (uji perendaman di air tawar)

32

33 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) merupakan salah satu spesies ikan laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Harga jualnya, dalam kondisi hidup, di Indonesia yang mencapai Rp ,- sampai Rp ,- per kg (Anonim 2010a) dan teknologi pembenihan yang sudah mulai dikuasai (Giri et al. 2006) merupakan peluang untuk membudidayakan ikan ini. Dalam upaya peningkatan produksi ikan kerapu bebek, pakan merupakan salah satu faktor yang sangat penting karena menjadi input produksi dengan biaya terbesar, yaitu berkisar 25-88% (Suprayudi 2010). Dewasa ini, petani budi daya masih mengandalkan ikan rucah sebagai pakan ikan kerapu. Ketersediaannya yang bersifat musiman, harga yang selalu berfluktuasi, dapat menjadi carrier penyakit, dan bersaing dengan kebutuhan konsumsi manusia, merupakan kelemahan penggunaan pakan ikan rucah. Penggunaan pakan buatan dapat menjadi solusi karena mempunyai keunggulan, di antaranya penanganannya lebih mudah, ketersediaannya dapat berlanjut, dan pakan dapat diformulasikan sesuai kebutuhan ikan budi daya. Namun, penggunaan pakan buatan dalam budi daya kerapu bebek masih menyisakan masalah, di antaranya pertumbuhan ikan masih lebih lambat dibandingkan dengan yang diberi pakan ikan rucah (Fauzi et al. 2008). Selain itu, dalam pemeliharaan di karamba jaring apung (KJA), ikan mudah mengalami stres akibat perubahan kondisi lingkungan dan penanganan yang kurang baik. Sebagai contoh, pada musim penghujan, atau peralihan musim terjadi penurunan kualitas air yang menyebabkan ikan mengalami stres. Stres yang berlangsung terus menerus akan berdampak pada penurunan nafsu makan sehingga dapat menyebabkan ikan terserang parasit dan/atau bakteri patogen yang berujung pada kematian. Studi lapangan menunjukkan bahwa kelangsungan hidup kerapu bebek tidak lebih dari 60% (Setiawati 2010). Lambatnya pertumbuhan dan rendahnya kelangsungan hidup ikan dapat disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan nutrisi ataupun ketidakmampuan ikan tersebut untuk memanfaatkan materi dan energi yang ada dalam pakan.

34 2 Komponen pakan yang secara langsung maupun tidak langsung berkontribusi pada pertumbuhan adalah protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral. Kajian tentang kebutuhan nutrisi ikan kerapu bebek saat ini masih terbatas pada makronutrien (protein, karbohidrat, dan lemak). Salah satunya adalah hasil riset unggulan strategis nasional (RUSNAS) tahun 2007 yang menunjukkan bahwa kebutuhan juvenil kerapu bebek adalah protein 48%, lemak 12%, BETN 6%, dan abu 13% (Mokoginta et al. 2007). Sementara itu, informasi tentang kebutuhan mikronutrien (vitamin dan mineral) masih sangat terbatas. Mineral, termasuk di dalamnya trace element, merupakan bahan-bahan anorganik yang mempunyai fungsi fisiologis penting bagi tubuh (Strain & Cashman 2002). Selenium (Se) adalah salah satu mikromineral esensial yang ditemukan menjadi bagian integral dari enzim glutation peroksidase (GPx) (Rotruck et al. 1973). Fungsi enzim GPx adalah membantu mencegah kerusakan sel yang disebabkan oleh radikal bebas dengan cara mengkatalisis hidrogen peroksida dan asam lemak hidroperoksida menjadi air dan asam lemak alkohol (Anonim 2010b). Berdasarkan organ tempatnya bekerja, enzim GPx terbagi dalam empat tipe, yaitu glutation peroksidase seluler (cgpx), glutation peroksidase ekstraseluler (egpx), glutation peroksidase gastrointestinal (GPx-GI), dan glutation peroksidase fosfolipid (PhGPx). Fungsi penting lain mineral Se adalah peran sertanya dalam metabolisme hormon tiroid. Iodotironin deiodinase (ID) adalah suatu selenoprotein (enzim yang mengandung Se) yang mengkatalisis produksi bentuk aktif hormon tiroid (3,5,3 -triiodtironin, T3) dari tiroksin (T4) (Brown & Arthur 2001). Berdasarkan bentuk atau sumbernya, Se terbagi menjadi Se anorganik (selenite dan selenate) dan Se organik (selenometionin, selenosistein, dan selenosistine) (Anonim 2010b). Selenium bentuk organik, terutama selenometionin lebih mudah diserap oleh tubuh daripada bentuk anorganik. Hal ini disebabkan karena Se bentuk organik mengandung asam amino sehingga dapat bergabung dengan protein tubuh dan memungkinkan untuk disimpan dan dilepaskan kembali jika diperlukan. Sebaliknya, Se anorganik (selenite) langsung didegradasi sehingga tidak dapat disimpan. Penggunaan Se yang berlebihan dapat

35 3 menyebabkan keracunan pada organisme; dan Se anorganik (sodium selenite, Na 2 SeO 3 ) daya racunnya lebih tinggi daripada selenometionin. Selenium dibutuhkan dalam pakan untuk pertumbuhan normal dan fungsi fisiologis ikan (Wang & Lovell 1997). Kebutuhan Se telah didapatkan pada beberapa spesies ikan di antaranya rainbow trout, Salmo gairdneri (0,15 0,38 mg Se/kg pakan, dalam bentuk sodium selenite) (Hilton et al. 1980), channel catfish, Ictalurus punctatus (0,25 mg Se/kg pakan, dalam bentuk sodium selenite) (Gatlin & Wilson 1984), kerapu malabar, Epinephelus malabaricus (0,7 mg Se/kg pakan, dalam bentuk selenometionin) (Lin & Shiau 2005), dan juvenil abalon, Haliotis discus hannai Ino (1,408 mg Se/kg pakan, dalam bentuk sodium selenite) (Wang et al. 2012). Secara umum, hasil-hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa kekurangan Se menyebabkan berkurangnya pertambahan bobot, efisiensi pakan, aktivitas enzim GPx, dan respons imun ikan. Hasil yang sama juga didapatkan jika mineral Se diberikan dalam jumlah yang melebihi kebutuhan ikan. Oleh karena itu, dibutuhkan Se dalam jumlah optimal untuk meningkatkan pertumbuhan dan daya tahan tubuhnya. 1.2 Perumusan masalah Masalah yang dihadapi dalam budi daya kerapu bebek adalah rendahnya tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan. Dalam pemeliharaannya, ikan ini mudah mengalami stres yang diakibatkan oleh perubahan kondisi lingkungan maupun penanganan yang kurang baik. Hal ini dapat menyebabkan menurunnya konsumsi pakan. Stres yang berkepanjangan dapat pula menurunkan daya tahan tubuh ikan. Rendahnya pertumbuhan dan daya tahan tubuh ikan antara lain diduga bersumber dari jumlah Se yang tidak mencukupi dalam pakan. Sebagai mikromineral, Se yang berfungsi sebagai komponen dari sejumlah enzim (selenoprotein) dibutuhkan dalam jumlah tertentu yang dapat berbeda antarspesies. Pemberian Se yang optimal dalam pakan buatan diharapkan dapat meningkatkan jumlah Se dalam organ/jaringan tubuh ikan.

36 4 1.3 Kerangka pemikiran Pakan merupakan sumber energi dan bahan pembangun tubuh. Secara teoretis, energi tersebut baru akan digunakan untuk pertumbuhan setelah semua kebutuhan dasar terpenuhi. Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan fungsi pakan maka pemberian pakan harus sesuai kebutuhan ikan serta ditunjang media hidup yang optimum. Secara umum, kebutuhan nutrisi pakan bagi ikan adalah protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Selenium adalah mikromineral yang berfungsi sebagai komponen dari sejumlah enzim. Enzim yang mengandung selenium disebut selenoprotein. Terdapat lebih dari 30 selenoprotein yang telah diidentifikasi, tetapi belum semuanya diketahui fungsinya. Tiga di antaranya yang telah diketahui dengan jelas fungsinya adalah glutation peroksidase (GPx), iodotironin deiodinase (ID), dan tioredoksin reduktase (TR). Fungsi-fungsi tersebut menyebabkan Se menjadi penting bagi kesehatan dan merupakan komponen beberapa jalur metabolisme utama, termasuk metabolisme normal tiroid, sistem pertahanan antioksidan, dan fungsi imun. Glutation peroksidase merupakan enzim antioksidan yang berfungsi untuk mencegah kerusakan sel yang disebabkan oleh radikal bebas dengan cara mengkatalisis berbagai hidroperoksida. Glutation peroksidase mengubah hidrogen peroksida dan lipid peroksida menjadi H 2 O dan alkohol yang tidak berbahaya. Iodotironin deiodinase adalah selenoprotein yang berperan dalam metabolisme hormon tiroid, yaitu menjadi katalisator dalam pembentukan T3 (bentuk aktif) dari T4. Berkurangnya intake Se akan mengurangi jumlah yang diserap dan selanjutnya akan mengurangi pula jumlah ID yang terbentuk. Berkurangnya jumlah enzim ini akan mengurangi kecepatan reaksi pembentukan T3 tadi, sedangkan kecepatan suatu reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi enzimnya. Sementara itu, hormon tiroid mempunyai fungsi khusus dalam mengatur pertumbuhan. Hormon tiroid merangsang pembentukan hormon pertumbuhan (HP) yang juga disertai peningkatan aktivitas metabolisme yang lain. Tioredoksin reduktase (TR) mempunyai beberapa fungsi, di antaranya menghilangkan peroksidasi, mengurangi tioredoksin (mengontrol pertumbuhan

37 5 sel), dan mempertahankan bentuk redoks dari faktor-faktor transkripsi. Selain itu, TR mempunyai peran penting dalam mencegah beberapa bentuk kanker. Selain GPx dan TR, selenoprotein lain yang berhubungan dengan sistem imun adalah selenoprotein P, selenoprotein W, dan 15 kda selenoprotein (teridentifikasi di dalam sel-sel T), walaupun fungsi yang tepat belum diketahui. Terkait ketiga fungsi di atas, terlihat bahwa mineral Se dapat digunakan dalam pakan untuk upaya meningkatkan pertumbuhan dan ketahanan tubuh ikan. 1.4 Tujuan dan manfaat Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jumlah penambahan Se optimal yang mampu meningkatkan pertumbuhan dan daya tahan tubuh, serta membandingkan penggunaan Se anorganik dan organik dalam pakan juvenil ikan kerapu bebek. Hasil penelitian diharapkan dapat menambah informasi tentang kebutuhan mineral bagi ikan kerapu bebek, khususnya Se, sehingga dapat menjadi acuan bagi industri dalam pembuatan formulasi pakan. 1.5 Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah apabila jenis dan kadar mineral Se dalam pakan mampu meningkatkan ketersediaan Se dalam organ/jaringan tubuh, maka pertumbuhan dan daya tahan tubuh juvenil kerapu bebek menjadi meningkat. 1.6 Kebaruan Kebaruan penelitian adalah mengkaji suplementasi mineral Se dalam pakan buatan pada pertumbuhan dan daya tahan tubuh juvenil kerapu bebek, dan melihat distribusi Se dalam berbagai organ/jaringan tubuh ikan.

38 6 6 Pakan dengan suplementasi Se Ikan Manaj. pakan Manaj. KA Kadar Se opt? Kadar Se organ Iodotironin deiodinase Glutation peroksidase Thioredoksin reduktase Selenoprotein P, W 15 kda-selenoprotein Pembe ntukan T3 dari T4? Respon s imun? Pertumbuhan Viabilitas TKH P r o d u k s i Kualitas air Gambar 1. Kerangka pemikiran peningkatan daya tahan tubuh dan pertumbuhan juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan Se

39 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebutuhan nutrisi ikan kerapu bebek (C. altivelis) Pakan merupakan komponen utama yang dibutuhkan oleh ikan untuk menjaga kelangsungan hidup dan pertumbuhannya. Kelengkapan nutrisi dalam pakan mutlak diperlukan untuk menjaga agar pertumbuhan ikan dapat berlangsung secara normal. Kebutuhan nutrisi yang meliputi protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral pada ikan berbeda menurut jenis dan ukurannya (Gatlin 2002). Protein adalah bahan organik utama dalam tubuh ikan, dan kandungannya dapat mencapai 65-70% dari bobot total tubuh (Wilson 2002). Protein berperan dalam pembentukan jaringan baru pada masa pertumbuhan dan reproduksi, mengganti jaringan yang rusak dan memelihara jaringan yang telah ada, pembentukan enzim dan hormon, pengatur berbagai metabolisme dalam tubuh, dan sebagai sumber energi. Kebutuhan ikan akan protein dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain ukuran ikan, suhu air, kandungan energi dalam pakan yang dapat dicerna, dan kualitas protein. Kerapu bebek yang merupakan ikan karnivor membutuhkan kandungan protein pakan yang lebih tinggi daripada ikan omnivor dan herbivor, dan kebutuhannya menurun dengan meningkatnya ukuran ikan. Kebutuhan protein ikan karnivor berkisar 40-55%, sedangkan ikan herbivor dan omnivor berkisar 25-40%. Shiau dan Lan (1996) melaporkan bahwa kebutuhan protein pada pembesaran ikan kerapu malabar (Epinephelus malabaricus) adalah 44%, sedangkan juvenil kerapu Epinephelus coloides membutuhkan protein optimal 48% (Luo et al. 2004). Lemak merupakan sumber energi yang nilainya paling tinggi dan sangat efektif untuk ikan dibandingkan dengan karbohidrat (Williams et al. 2006). Selain sebagai sumber energi, lemak juga mempunyai fungsi sebagai sumber asam lemak. Kebutuhan ikan akan asam lemak esensial berbeda untuk setiap spesies. Perbedaan kebutuhan terutama dihubungkan dengan habitat ikan. Ikan laut membutuhkan asam lemak omega-3 HUFA yang terdiri dari asam eikosapentanoat (EPA, 20:5n-3) dan asam dokosaheksanoat (DHA, 22:6n-3)

40 8 (Sargent et al. 2002), sedangkan ikan air tawar membutuhkan asam lemak linoleat 18:2n-6 atau linolenat 18:3n-3 atau kombinasi keduanya. Pada umumnya ikan tidak mampu mensintesis asam-asam lemak linoleat dan linolenat sehingga keberadaannya dalam pakan mutlak diperlukan. Fungsi penting lain lemak adalah sebagai media transpor senyawa-senyawa yang larut dalam lemak, sebagai bagian dari struktur membran sel, dan sebagai prekursor senyawa-senyawa penting, misalnya hormon dan pigmen (Jobling 1994). Kebutuhan lemak ikan kerapu bebek berkisar 15-30% bergantung pada komposisi asam lemaknya (Williams et al. 2004). Karbohidrat merupakan salah satu sumber energi yang murah bagi ikan, tetapi kemampuan untuk memanfaatkannya berbeda antarspesies. Meskipun ikan karnivor yang hidup di air laut tidak mampu memanfaatkan dengan baik karbohidrat dalam pakan dibandingkan dengan ikan herbivor dan omnivor yang disebabkan saluran pencernaannya yang relatif pendek, berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa keberadaan karbohidrat dalam pakan mutlak diperlukan (Usman 2002). Kebutuhan karbohidrat pada ikan karnivor berkisar 10-20% (Watanabe 1988), sedangkan ikan herbivor dan omnivor dapat memanfaatkan karbohidrat secara optimal pada kisaran 30-40% (Furuichi 1988). Giri et al. (1999) melaporkan bahwa kebutuhan karbohidrat ikan kerapu tikus berbobot 5-10 g adalah 10-14%. Beberapa mikronutrien, seperti vitamin dan mineral, dapat ditambahkan dalam pakan ikan dengan kadar tertentu sebagai dasar pemenuhan kebutuhan ikan untuk tumbuh dan menjaga kesehatan (peningkat daya tahan tubuh). Vitamin adalah senyawa organik yang sangat kompleks dan diperlukan dalam jumlah yang sangat kecil untuk pertumbuhan normal, reproduksi, kesehatan, dan metabolisme pada umumnya. Vitamin C, misalnya, dibutuhkan oleh juvenil kerapu bebek (bobot rata-rata 13,5 g) sebanyak 3 mg/100 g pakan dalam bentuk askorbil magnesium fosfat (AMP) (Giri et al. 1999). Hasil penelitian Subyakto (2000) menunjukkan bahwa pakan yang ditambahkan vitamin C dalam bentuk L- ascorbyl-2-phosphate-magnesium (APM) sebesar 25 mg/kg pakan merupakan perlakuan terbaik bagi pertumbuhan juvenil kerapu tikus.

41 9 Mineral diperlukan dalam pakan ikan, meskipun dalam jumlah yang relatif sedikit, tetapi sangat penting untuk mempertahankan kondisi tubuh yang normal, untuk proses respirasi, osmoregulasi, mekanisme homeostasis, dan pembentukan kerangka tulang. Dari 15 unsur yang dibutuhkan dalam jumlah kecil dan dianggap penting bagi hewan, termasuk ikan, peran fisiologi dari kekurangan unsur-unsur kromium, kobalt, tembaga, iodine, besi, mangan, molibdenum, selenium, zinc, dan fluorin telah diketahui dengan baik (Lall 2002). Namun, kebutuhan mineralmineral tersebut untuk ikan kerapu bebek belum banyak diteliti. Salah satu yang telah diteliti adalah kebutuhan juvenil kerapu bebek atas mineral Fe oleh Setiawati (2010) dan diperoleh hasil bahwa suplementasi Fe dalam pakan mampu memperbaiki vitalitas dan imunitas ikan; dan kadar Fe 100 ppm dalam pakan memberikan potensi tumbuh dan peningkat daya tahan tubuh ikan lebih baik pada paparan perubahan kondisi lingkungan. 2.2 Mineral selenium (Se) dan kebutuhannya Tidak seperti kebanyakan hewan-hewan terestrial, ikan mempunyai kemampuan untuk menyerap beberapa unsur-unsur anorganik tidak hanya dari pakan, tetapi juga dari lingkungan eksternalnya, baik pada air tawar maupun air laut (Lall 2002). Namun, mineral melalui pakan lebih efektif dan sangat dibutuhkan untuk kehidupan ikan (Andersen et al. 1996). Seperti disebutkan sebelumnya, salah satu mineral yang dibutuhkan oleh ikan adalah Se. Peran biokimia Se masih menjadi tanda tanya sampai ditemukan bahwa Se menjadi bagian integral dari enzim glutation peroksidase (Rotruck et al. 1973). Enzim ini mengkatalis reaksi-reaksi penting untuk konversi hidrogen peroksida dan lipid peroksida menjadi air dan asam lemak alkohol dengan menggunakan glutation tereduksi, yang dengan demikian melindungi membran sel dari kerusakan oksidatif. Pengaruh protektif Se dan senyawa-senyawa yang mengandung Se melawan toksisitas logam-logam berat, seperti cadmium dan merkuri telah juga dilaporkan. Berdasarkan bentuk atau sumbernya, Se terbagi menjadi Se anorganik (selenite dan selenate) dan Se organik (selenometionin, selenosistein, dan selenosistine) (Anonim 2010b). Kebutuhan Se menentukan pertumbuhan optimum

42 10 dan aktivitas glutation peroksidase plasma. Kebutuhan Se optimal berkisar 0,15-0,38 mg Se/kg pakan, dalam bentuk sodium selenite, untuk rainbow trout (Hilton et al. 1980), 0,25 mg Se/kg pakan, dalam bentuk sodium selenite, untuk channel catfish (Gatlin & Wilson 1984), 0,7 mg Se/kg pakan, dalam bentuk selenometionin, untuk ikan kerapu malabar (Epinephelus malabaricus) (Lin & Shiau 2005), dan 1,408 mg Se/kg pakan, dalam bentuk sodium selenite, pada juvenil abalon (Holiotis discus hannai Ino) (Wang et al. 2012). Selenium tersebar secara luas dengan konsentrasi yang kecil, baik di dalam air tawar maupun air laut. Selenium juga terdapat secara alami dalam pakan dan bahan-bahan pakan dalam kompleks organik, utamanya dalam bentuk selenometionin, selenium-metil selenometionin, selenosistine, dan selenosistein. Kandungan Se bahan pakan yang berasal dari tumbuhan bervariasi berdasarkan tingkat dan biological availability Se dalam tanah pada berbagai lokasi geografis (Lall 2002). Beberapa peneliti telah membandingkan penggunaan Se dalam bentuk anorganik dan organik dengan hasil yang bervariasi. Wang dan Lovel (1997) mendapatkan bahwa channel catfish yang memakan Se dari sumber organik (selenometionin dan selenoyeast) mempunyai pertumbuhan yang lebih baik dan aktivitas enzim glutation peroksidase yang lebih tinggi daripada yang memakan Se dari sumber anorganik (sodium selenite, Na 2 SeO 3 ). Hasil yang sama didapatkan oleh Paripatananot dan Lovel (1997) yang menemukan bahwa Se dari selenometionin lebih available dari pada sodium selenite. Rider et al. (2009) juga menyimpulkan bahwa Se organik (selenoyeast) mempunyai beberapa keuntungan dibanding dengan sodium selenite dalam hal meningkatnya retensi Se, menurunnya kehilangan Se di tubuh selama stres, dan meningkatnya kapasitas untuk meningkatkan aktivitas glutation peroksidase selama stres. Hasil yang berbeda ditemukan oleh Lorentzen et al. (1994) yang mendapatkan bahwa pemberian Se dalam bentuk sodium selenite (Na 2 SeO 3 ) dan selenometionin pada Atlantik salmon tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada pertumbuhan bobot atau aktivitas glutation peroksidase hati pada penambahan 1 atau 2 mg Se/kg pakan. Demikian pula ditemukan bahwa aktivitas glutation peroksidase plasma dan hati tidak berbeda pada Atlantik salmon yang

43 11 memakan 1 mg Se/kg pakan dalam bentuk sodium selenite (Na 2 SeO 3 ), selenometionin, selenosistein, atau tepung ikan (Bell & Cowey 1989). Pada crucian carp (Carassius auratus gibelio), pemberian Se anorganik dalam bentuk Se nanopartikel (nano-se) dan organik (selenometionin) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan pada bobot akhir, laju pertumbuhan relatif, aktivitas glutation peroksidase, namun nano-se lebih efektif daripada organik selenometionin dalam meningkatkan kandungan Se otot (Zhou et al. 2009). Jaramillo et al. (2009) mendapatkan bahwa bioavailability selenometionin 3,3 kali lebih tinggi dari pada sodium selenite untuk juvenil hybrid striped bass berdasarkan konsentrasi Se seluruh tubuh. Selanjutnya dikatakan bahwa pakan yang mengandung 21,2 mg Se/kg sodium selenite menyebabkan pertumbuhan terhambat dan tingkat kematian yang tinggi. 2.3 Metabolisme Se Asam-asam selenoamino adalah bentuk utama Se dalam pakan, yang mana Se mengganti sulfur dalam selenometionin pada protein umum dalam bahanbahan makanan yang berasal dari tumbuhan dan hewan, dan selenosistein pada selenoenzim dalam bahan-bahan makanan yang berasal dari hewan (Thomson 2007). Metabolisme Se mencakup penyerapan, transportasi, distribusi, ekskresi, retensi, dan transformasi ke bentuk aktif. Selenium utamanya diserap dalam duodenum. Selenometionin dan metionin membagi mekanisme transpor aktif yang sama, tetapi sedikit diketahui tentang transportasi selenosistein. Penyerapan bentuk anorganik, seperti selenite dan selenate, terjadi melalui mekanisme pasif. Selenometionin diserap hampir 100%, sedangkan penyerapan Se anorganik bervariasi bergantung pada faktor luminal. Selenium bentuk organik, terutama L-selenometionin lebih mudah diserap oleh tubuh daripada bentuk anorganik. Hal ini disebabkan karena Se bentuk organik mengandung asam amino sehingga dapat bergabung dengan protein tubuh dan memungkinkan untuk disimpan dan dilepaskan kembali jika diperlukan. D-selenometionin didegradasi menjadi Se anorganik. Oleh karena itu, bioavailability-nya hanya 1/5 dari L-selenometionin, sedangkan selenium

44 12 anorganik langsung didegradasi sehingga tidak dapat disimpan (Anonim 2010b). Penyerapan Se tidak dipengaruhi oleh status Se, yang menunjukkan bahwa tidak ada pengaturan homeostasis dalam penyerapannya. Sedikit diketahui tentang transportasi Se dalam tubuh, walaupun tampaknya dialirkan berikatan dengan protein plasma (Thomson 2007). Selanjutnya dikatakan bahwa selenoprotein P dalam plasma telah menunjukkan bahwa transportasinya bersama protein, dan plasma juga mengandung GPx ekstraseluler, tetapi bobot molekul bentuk-bentuk Se ini lebih kecil sehingga lebih memungkinkan berperan dalam transportasi protein. Strain dan Cashman (2002) menyatakan bahwa Se bentuk anorganik secara pasif dialirkan melewati usus brush border, sedangkan bentuk organik (selenometionin dan mungkin selenosistein) secara aktif ditransportasikan, dan ketika sampai pada aliran darah, Se sebagian besar ditransportasikan berikatan dengan protein (terutama very lowdensity β-lipoprotein, VLDL, dan sedikit berikatan dengan albumin) untuk disimpan dalam berbagai organ. Hati dan ginjal adalah organ target utama ketika jumlah Se yang masuk tinggi, tetapi pada saat jumlahnya sedikit, kandungan Se di hati menjadi berkurang. Jantung dan otot adalah organ target yang lain. Mekanisme transportasi sejauh ini masih belum jelas, tetapi ada hipotesis yang menyatakan bahwa Se masuk ke sel darah merah melalui proses difusi dan kemudian dibawa ke seluruh tubuh. Di dalam darah, Se terikat pada lipoprotein seperti VLDL atau LDL (Anonim 2010b). Selenium dalam jaringan-jaringan hewan terdapat dalam satu kumpulan dengan protein, dan hadir dalam dua bentuk utama. Pertama adalah selenosistein, yang hadir sebagai bentuk aktif Se dalam selenoprotein. Kedua adalah selenometionin, yang mana tidak spesifik bergabung pada tempat metionin dalam berbagai protein, tidak diatur oleh status Se pada hewan. Tingkat Se pada jaringan dipengaruhi oleh konsumsi pakan. Bentuk Se yang diberikan juga mempengaruhi retensi Se, dengan selenometionin lebih efektif dalam meningkatkan level Se daripada sodium selenite atau selenate. Baik Se bentuk anorganik maupun organik berubah bentuk menjadi selenide. Selenite dan selenate berubah menjadi selenide, demikian pula selenosistein organik secara langsung berubah menjadi selenide; sedangkan selenometionin berubah menjadi

45 13 selenosistein terlebih dahulu, kemudian menjadi selenide. Selenide (bentuk oksidasi -2) berubah menjadi selenosistein pada trna dan residu selenosisteinil digabungkan ke dalam bentuk aktif selenoprotein oleh UGA kodon yang spesifik terhadap selenosistein. Selenometionin yang bergabung tidak spesifik ke dalam protein berkontribusi terhadap Se jaringan, yang mana tidak dengan segera tersedia untuk sintesis bentuk-bentuk Se fungsional sampai dikatabolisasi. Urin adalah jalan utama ekskresi Se, diikuti oleh feses yang mana terutama adalah Se yang tidak terserap. Homeostasis Se tercapai melalui pengaturan ekskresi ini. Penelitian-penelitian tentang keseimbangan menunjukkan bahwa konsumsi Se dalam wilayah yang luas (jumlah yang berlebih), jumlah ekskresi melalui urin ini mencapai 50-60% dari total Se yang diekskresikan. Berikut ini adalah skema metabolisme selenium: Gambar 2. Metabolisme selenium (Anonim 2010b)

46 Fungsi Se Selenium merupakan mineral penting bagi kesehatan dan merupakan komponen beberapa jalur metabolisme utama, termasuk metabolisme normal tiroid, sistem pertahanan antioksidan, dan fungsi imun (Brown & Arthur 2001). Selenium berfungsi sebagai komponen dari sejumlah enzim yang disebut selenoprotein (Anonim 2010b). Ada 30 selenoprotein yang telah diidentifikasi di antaranya adalah kelompok glutation peroksidase (GPx) yang meliputi GPx1, GPx2, GPx3, dan GPx4, selenoprotein P, iodotironin deiodinase (tipe I, II dan III), tioredoksin reduktase (TR1, TR2, TR3), selenofosfat sintetase, 15 kda selenoprotein (sep 15), selenoprotein W, dan selenoprotein H, I, K, M, N, O, R, S, T, V (Beckett & Arthur 2005). Tidak semua selenoprotein yang telah teridentifikasi diketahui dengan jelas fungsinya. Beberapa di antaranya yang telah diketahui dengan jelas akan dikemukakan pada bagian ini. Kelompok glutation peroksidase yang merupakan selenoprotein yang pertama dikarakterisasi mempunyai fungsi sebagai enzim antioksidan yang berperan dalam konversi hidrogen peroksida dan asam lemak hidroperoksida menjadi air dan asam lemak alkohol dengan menggunakan glutation tereduksi, yang dengan demikian melindungi membran sel dari kerusakan oksidatif (Rotruck et al. 1973). Kelompok utama kedua dari selenoprotein adalah enzim-enzim iodotironin deiodinase yang berfungsi mengkatalis reaksi perubahan prohormon tiroxin (T4) menjadi bentuk aktif hormon tiroid, triiodotironin (T3) (Brown & Arthur 2001). Selenoprotein lain yang telah teridentifikasi fungsinya dengan jelas adalah tioredoksin reduktase yang merupakan enzim yang mengandung selenosistein dan berfungsi mengkatalis berkurangnya thioredoksin yang bergantung pada NADPH, dan oleh karena itu memainkan peran pengaturan aktivitas metaboliknya. Beberapa fungsi lain Se yang dapat disebutkan di sini adalah selenofosfat sintetase yang merupakan selenoenzim yang dibutuhkan untuk pembentukan selenosistein yang berikatan dengan trna selama sintesis selenoprotein; selenoprotein W ditemukan pada otot dan jaringan-jaringan lainnya, yaitu konsentrasinya menurun selama kekurangan Se, kecuali pada otak, namun fungsi selenoprotein W ini belum diketahui (Thomson 2007). Selanjutnya dikatakan

47 15 bahwa selenoprotein-selenoprotein lain (15 kda selenoprotein, dan selenoprotein H, I, K, M, N, O, P, S, T, dan V) fungsinya juga belum diketahui. 2.5 Pertumbuhan Pertumbuhan didefinisikan sebagai perubahan ukuran, yaitu variabel yang mengalami perubahan dapat berupa panjang atau dimensi fisik lainnya, termasuk volume, bobot atau massa, baik pada keseluruhan tubuh organisme atau pada berbagai jaringan. Perubahan itu juga bisa berkaitan dengan kandungan protein, lemak atau komponen kimia lainnya dari tubuh; perubahan kandungan kalori (energi) dari keseluruhan tubuh, atau dari komponen jaringannya (Weatherley & Gill 1987). Untuk mengestimasi pertumbuhan, penggunaan asam nukleat dalam bentuk rasio RNA/DNA merupakan metode yang cukup akurat, selain juga dapat menjadi indikator status nutrisi ikan (Rooker & Holt 1996). Parameter ini telah diuji pada beberapa spesies ikan dan krustasea. Raae et al. (1988) melaporkan bahwa larva ikan cod (Gadus morhua) yang dipelihara tanpa pemberian pakan memperlihatkan penurunan nilai rasio RNA/DNA, sebaliknya pada ikan yang diberi pakan, nilai rasio RNA/DNA relatif konstan walau terjadi sedikit fluktuasi. Tarkii et al. (1994) juga dengan sukses menggunakan rasio RNA/DNA dalam memprediksi pertumbuhan ikan striped jack (Caranx delicatissimus). Hasil penelitian selama 42 hari pada larva menunjukkan adanya peningkatan rasio RNA/DNA dalam tubuh seiring dengan makin meningkatnya pertumbuhan ikan. Hasil penelitian Kaligis (2010) pada post larva udang vaname (Litopenaeus vannamei, Boone) di salinitas rendah menunjukkan bahwa kadar protein pakan 45% dengan kadar kalsium 2% dalam pakan, yang juga merupakan perlakuan optimal, terjadi peningkatan efisiensi pakan, retensi kalsium, dan laju pertumbuhan seiring dengan meningkatnya rasio RNA/DNA. Pada juvenil kerapu bebek didapatkan bahwa dengan penambahan 100 ppm Fe dalam pakan, yang juga merupakan perlakuan terbaik, menunjukkan rasio RNA/DNA tertinggi (Setiawati 2010).

48 Imunitas dan status Se Imunitas adalah suatu mekanisme fisiologi yang penting bagi hewanhewan untuk perlindungan melawan infeksi dan pemeliharaan keseimbangan internal (Saurabh & Sahoo 2008). Selanjutnya dikatakan bahwa sistem imun biasanya terbagi menjadi dua bagian, yaitu imunitas alami (innate immunity) yang juga disebut sebagai imunitas nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikrob tertentu, dan siap berfungsi sejak lahir, serta merupakan pertahanan terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikrob; dan imunitas yang didapat (adaptive immunity) yang juga disebut sebagai imunitas spesifik, mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya dan siap menyerang benda asing tersebut pada penyerangan berikutnya (sel-sel memori). Molekul-molekul yang penting di antaranya lysozyme, superoksida, protein fase akut, interferon, komplemen, properdin, lisin, dan agglutinin adalah parameterparameter imunitas alami dan telah digunakan sebagai indikator respons stres hewan akuatik dan resistensi terhadap penyakit. Sel-sel dan molekul-molekul penting pada sistem imun yang didapat di antaranya adalah reseptor sel-t dan immunoglobulin (Ig). Peningkatan daya tahan tubuh ikan melalui perbaikan formulasi pakan dengan penambahan bahan-bahan tertentu dapat meningkatkan sistem imun sehingga ikan lebih tahan terhadap serangan penyakit dan produksi akuakultur dapat meningkat (Gatlin 2002). Pakan yang mengandung Se penting untuk suatu respons imun optimum, walaupun mekanisme-mekanisme keperluan ini tidak selalu dimengerti secara lengkap (Arthur et al. 2003). Selanjutnya dikatakan bahwa Se mempengaruhi sistem imun alami maupun sistem imun yang didapat. Stres dapat mempengaruhi fungsi tiroid melalui penekanan metabolisme hormon tiroid. Timus mengandung aktivitas iodotironin deiodinase tipe 2 yang umumnya membatasi jaringan-jaringan yang membutuhkan produksi lokal triiodotironin (T3) dari tiroksin (T4) untuk aktivitas optimal (Arthur et al. 2003). Selanjutnya dikatakan bahwa beberapa penurunan aktivitas deiodinase tipe 2 pada defisiensi Se dapat berpengaruh pada sistem imun. Satu dari banyak penelitian yang mempelajari hubungan antara Se dan sistem imun adalah pengaruh mikronutrien ini pada fungsi neutrofil. Neutrofil-

49 17 neutrofil menghasilkan radikal-radikal derivat superoksida untuk mengambil bagian dalam membunuh mikrob-mikrob. Hasil penelitian menunjukkan bahwa neutrofil dari tikus dan sapi yang kekurangan Se dapat memakan patogen secara in vitro, tetapi sedikit yang dapat membunuhnya, dibandingkan dengan neutrofilneutrofil yang berasal dari hewan-hewan yang cukup Se (Arthur et al. 2003). Brown dan Arthur (2001) menyatakan bahwa pengaruh defisiensi Se dapat menyebabkan berkurangnya jumlah sel T, merusak proliferasi limfosit dan responsiveness. 2.7 Pengaruh Se pada pertumbuhan dan daya tahan tubuh Penelitian tentang pengaruh Se pada pertumbuhan dan daya tahan tubuh ikan telah banyak dilakukan dengan hasil yang bervariasi. Pada hybrid striped bass, penambahan Se dengan konsentrasi dan sumber yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada pertambahan bobot, laju pertumbuhan bobot spesifik, faktor kondisi, aktivitas lysozyme, dan aktivitas glutation peroksidase hati, dengan perlakuan terbaik didapatkan pada penambahan 0,2 mg Se/kg pakan dari sumber organik (selplex) (Cotter et al. 2008). Dengan pemberian Se pakan yang meningkat dari 0 sampai 5 mg/kg pakan menunjukkan bahwa pertumbuhan dan efisiensi pakan juvenil kerapu malabar meningkat sampai dengan titik optimum kemudian menurun kembali (Lin & Shiau 2005). Hasil penelitian ini juga menyimpulkan bahwa berdasarkan pertambahan bobot dan regresi linear, retensi Se keseluruhan tubuh menunjukkan bahwa kebutuhan Se untuk ikan kerapu malabar ini adalah 0,7 mg/kg pakan dalam bentuk selenometionin. Penelitian tentang pengaruh Se pakan pada stres oksidatif juvenil kerapu malabar (E. malabaricus) yang memakan Cu dengan konsentrasi yang tinggi menunjukkan bahwa konsumsi Cu pada konsentrasi tinggi menyebabkan stres oksidatif dan menurunkan respons imun (Lin & Shiau 2007). Selanjutnya didapatkan bahwa penambahan Se dalam pakan dengan konsentrasi yang tinggi (2 kali kebutuhan) menurunkan stres oksidatif dan meningkatkan respons imun ikan. Hasil penelitian lain oleh Lin dan Shiau (2009) menunjukkan bahwa pada kadar vitamin E yang rendah, peningkatan kandungan Se di pakan sampai dengan

50 18 1,6 mg/kg meningkatkan pertambahan bobot dan efisiensi pakan, tetapi nilainya makin menurun pada kadar vitamin E sedang dan tinggi, pada juvenil kerapu malabar. Hasil lain menunjukkan bahwa nilai thiobarbituric acid reactive substance (TBARS) makin menurun dengan makin meningkatnya kandungan Se pada ketiga kelompok pemberian vitamin E (rendah, sedang, dan tinggi). Telah diketahui bahwa TBARS yang tinggi menunjukkan stres oksidatif yang tinggi pula. Hasil berbeda ditemukan oleh Rider et al. (2009) pada ikan rainbow trout (O. mykiss), yang mendapatkan bahwa pemberian pakan dengan kandungan Se 2, 4, dan 8 mg Se/kg dalam bentuk Se-yeast dan sodium selenite tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada laju pertumbuhan spesifik, rasio konversi pakan, rasio efisiensi protein, dan beberapa parameter imun (hematokrit, aktivitas lysozyme, dan aktivitas respiratory burst) ikan. Skema hubungan antara selenium dan pertumbuhan melalui jalur hormon tiroid dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Pengaruh selenium pada pertumbuhan melalui jalur hormon tiroid (Susanto 2000) 2.8 Stres Stres didefinisikan sebagai respons nonspefisik oleh tubuh terhadap berbagai kebutuhan yang diakibatkan oleh stres itu, sedangkan stressor didefinisikan sebagai faktor lingkungan yang menimbulkan stres (Selye 1973).

51 19 Selanjutnya dikatakan bahwa ketika organisme terpapar suatu stressor, respons fisiologinya mengikuti pola yang dikenal sebagai general adaptation syndrome, yang dicirikan dengan tiga tahapan proses, yaitu tahap peringatan (alarm), resistens, dan exhaustion. Pada ikan, tahap peringatan ditandai dengan hilangnya nafsu makan, kehilangan keseimbangan, dan perubahan tingkah laku. Tahap resistens ditandai dengan meningkatnya metabolisme dan laju konsumsi pakan, sedangkan pada tahap exhaustion pengaruh kumulatif pemaparan menyebabkan kematian prematur pada individu. Kematian terjadi ketika mekanisme kompensasi gagal karena ikan-ikan tidak sanggup mempertahankan tingkat aksi yang dibutuhkan untuk mengimbangi pengaruh stressor. Stres juga diartikan sebagai sejumlah respons fisiologi yang terjadi pada saat hewan berusaha mempertahankan homeostatis. Respons terhadap stres ini dikontrol oleh sistem endokrin melalui pelepasan hormon kortisol (Barton et al. 1980). Stres menyebabkan peningkatan sekresi kortisol (glukokortikoid) dan glukosa darah. Pada kegiatan budi daya ikan, stres terjadi jika ada serangan suatu wabah penyakit. Stres juga biasanya dipicu oleh padat tebar yang tinggi, perubahan suhu secara signifikan, salinitas, oksigen terlarut, dan stres akibat penanganan yang kurang baik sehingga menurunkan kemampuan ketahanan tubuh ikan. Anderson (1974) menyatakan bahwa stressor lingkungan mempengaruhi respons imunitas dan kesehatan ikan, karena cekaman lingkungan dapat meningkatkan kortisol plasma yang selanjutnya dapat mempengaruhi penurunan sel antibodi, aktivitas makrofag, dan menghambat proliferasi limfosit. Pada budi daya kerapu bebek di KJA, kondisi dan aktivitas yang diduga menjadi penyebab ikan stres adalah perubahan musim, transportasi, dan perendaman di air tawar. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa peralihan musim dari musim kemarau ke musim hujan menyebabkan penurunan kualitas air yang juga dapat memicu peningkatan jumlah bakteri patogen. Transportasi benih dari panti-panti pembenihan dengan kepadatan tinggi ke lokasi budi daya (KJA) dan memakan waktu yang cukup lama, berpotensi menyebabkan stres pada ikan, bahkan dapat menyebabkan kematian jika penanganannya kurang baik. Aktivitas lain yang rutin dilakukan oleh petani dan diduga menjadi penyebab stres adalah

52 20 perendaman ikan di air tawar. Kegiatan yang diyakini dapat mengurangi atau menghilangkan ektoparasit pada ikan ini biasanya dilakukan seminggu sekali, bahkan ada yang melakukannya tiga hari sekali.

53 21 III. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011-Juni Pemeliharaan ikan dilakukan di Pusat Studi Ilmu Kelautan (PSIK), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Ancol-Jakarta. Pembuatan pakan uji, analisis kimia bahan, pakan, dan ikan, analisis gambaran darah, analisis RNA dan DNA, analisis kualitas air media, analisis kandungan Se pakan dan organ-organ tubuh ikan, analisis aktivitas enzim GPx dan SOD, analisis hormon kortisol, T3, dan T4, serta pengujian histopatologi dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ikan, Laboratorium Kesehatan Ikan, Laboratorium Genetika Ikan, dan Laboratorium Lingkungan di Departemen Budi Daya Perairan FPIK IPB; Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak di Fakultas Peternakan IPB; Laboratorium Fisiologi di Fakultas Kedokteran Hewan IPB; Laboratorium Pengujian di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian; dan di Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor. Penelitian didesain dalam 4 seri percobaan, yaitu: 1. Uji kecernaan Se 2. Penentuan dosis optimal dan sumber Se terbaik 3. Kinerja pertumbuhan dan daya tahan tubuh juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda 4. Uji ketahanan tubuh terhadap berbagai stressor lingkungan 3.1 Percobaan I: Uji kecernaan Se Percobaan ini bertujuan untuk membandingkan kecernaan Se dari dua sumber yang berbeda, yaitu Se anorganik (sodium selenite) dan Se organik (selenometionin). Pakan uji yang digunakan adalah pakan buatan berbentuk pellet (semi murni) dengan isoprotein dan isoenergi. Komposisi pakan uji, hasil analisis proksimat, dan kadar Se pakan disajikan pada Tabel 1. Jumlah Se yang ditambahkan pada percobaan ini adalah 0,1 mg Se/kg pakan dari kedua sumber Se tersebut.

54 22 Tabel 1. Komposisi pakan uji, hasil analisis proksimat, dan kadar Se pakan pada uji kecernaan Se Bahan (%) Sumber Se Sodium selenite Selenometionin Kasein 46,0 46,0 Gelatin 8,0 8,0 Dekstrin 15,0 15,0 Tepung kepala udang 12,0 12,0 Minyak 1 10,0 10,0 Vitamin mix 2 2,0 2,0 Mineral mix (tanpa Se) 3 4,0 4,0 CMC 3,0 3,0 Sodium selenite (mg) 0,22 - Selenometionin (mg) - 0,25 Cr 2 O 3 0,5 0,5 Hasil analisis proksimat (% bobot kering) Protein 45,47 46,37 Lemak 11,45 11,16 BETN 4 26,52 28,63 Energi (kkal GE 5 /kg) 4709, ,59 C/P 6 (kkal/g protein) 10,36 10,39 Cr 2 O 3 0,41 0,57 Se pakan (mg/kg) 0,325 0,318 1 = Terdiri atas minyak ikan, minyak cumi, dan minyak jagung 2 dan 3 = komposisi vitamin mix dan mineral mix disajikan pada lampiran 4 = BETN (Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen) 5 = GE (Gross Energy), Protein : 5,6 kkal/g; Lemak : 9,4 kkal/g; Karbohidrat : 4,1 kkal/g (NRC 1977) 6 = C/P (Kalori/Protein rasio) Tahap awal pelaksanaan percobaan adalah persiapan hewan uji. Hewan uji yang telah diadaptasikan dan diseleksi, dimasukkan ke dalam wadah percobaan dengan kepadatan 15 ekor/akuarium. Tahap selanjutnya adalah pembuatan pakan uji. Masing-masing pakan uji yang telah dibuat sesuai perlakuan, ditambahkan dengan indikator (Cr 2 O 3 ) sebanyak 0,5%. Pemeliharaan ikan dilakukan selama 14 hari dengan pemberian pakan dua kali sehari (pagi dan sore) secara at satiation. Untuk menghindari tercampurnya sisa pakan dan feses, dilakukan penyiponan sesaat setelah pemberian pakan. Pengambilan feses dilakukan 1 jam setelah pemberian pakan. Pengambilan feses dilakukan dengan metode penyiponan, dan feses yang terkumpul dimasukkan ke dalam botol film dan disimpan dalam lemari pendingin. Pengumpulan feses dilakukan selama pemeliharaan ikan. Feses yang telah terkumpul tersebut kemudian dikeringkan dan selanjutnya diukur kadar Cr 2 O 3 dan Se-nya. Pengukuran kadar Cr 2 O 3 dan Se juga dilakukan pada pakan uji.

55 23 Pada akhir percobaan, dilakukan pengukuran kadar Se dalam darah untuk melihat tingkat penyerapannya. Peubah yang diamati dalam percobaan ini adalah koefisien kecernaan Se. 3.2 Percobaan II: Penentuan dosis optimal dan sumber Se terbaik Hewan uji yang digunakan pada percobaan ini adalah juvenil kerapu bebek berukuran panjang rata-rata 6,39+0,41 cm dan bobot rata-rata 4,49+0,65 g. Ikan yang digunakan berasal dari Balai Besar Pengembangan Budi Daya Laut, Lampung. Ikan dipelihara di akuarium kaca berukuran 90x40x35 cm dengan sistem resirkulasi. Media percobaan adalah air laut yang telah difiltrasi, dengan salinitas ppt dan suhu o C. Pakan uji yang digunakan adalah pakan buatan berbentuk pellet (semi murni) dengan isoprotein dan isoenergi. Komposisi pakan uji, hasil analisis proksimat, dan kadar Se pakan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi pakan uji, hasil analisis proksimat, dan kadar Se pakan dengan penambahan dosis dan sumber Se berbeda Bahan (%) selenite 1 selenite Penambahan Se (mg/kg) 2 selenite 4 selenite 1 2 SeMet 4 SeMet SeMet 2 Kasein 46,0 46,0 46,0 46,0 46,0 46,0 46,0 46,0 Gelatin 8,0 8,0 8,0 8,0 8,0 8,0 8,0 8,0 Dekstrin 15,0 15,0 15,0 15,0 15,0 15,0 15,0 15,0 Tepung kepala udang 12,0 12,0 12,0 12,0 12,0 12,0 12,0 12,0 Minyak 3 10,0 10,0 10,0 10,0 10,0 10,0 10,0 10,0 Vitamin mix 4 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 Mineral mix (tanpa 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 Se) 5 CMC 3,0 3,0 3,0 3,0 3,0 3,0 3,0 3,0 Sodium selenite (mg) - 1,10 2,19 4,38 8, Selenometionin (mg) ,48 4,96 9,92 Hasil analisis proksimat (% bobot kering) Protein 50,51 51,17 50,39 52,66 52,91 53,52 52,72 52,96 Lemak ,95 8,52 8,69 8,99 8,51 8,78 8,90 BETN 6 24,06 23,46 25,44 23,56 21,42 20,06 23,59 22,49 Energi (kkal GE 7 /kg) 4679, , , , , , , ,45 C/P 8 (kkal/g protein) 9,27 9,12 9,26 8,99 8,86 8,63 9,00 8,92 Se pakan (mg/kg) 0,03 0,63 1,31 1,85 4,12 1,37 2,03 3,56 1 = selenite = sodium selenite 2 = SeMet = selenometionin 3 = Terdiri atas minyak ikan, minyak cumi, dan minyak jagung 4 dan 5 = Komposisi vitamin mix dan mineral mix disajikan pada lampiran 6 = BETN (Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen) 7 = GE (Gross Energy), Protein : 5,6 kkal/g; Lemak : 9,4 kkal/g; Karbohidrat : 4,1 kkal/g (NRC 1977) 8 = C/P (Kalori/Protein rasio)

56 24 Percobaan didesain dengan menggunakan rancangan acak lengkap dengan mengaplikasikan 8 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang diujikan adalah tanpa penambahan Se, 4 tingkatan dosis sodium selenite (Na 2 SeO 3 ) (0,5, 1, 2, dan 4 mg Se/kg pakan) dan 3 tingkatan dosis selenometionin (1, 2, dan 4 mg Se/kg pakan). Prosedur percobaan adalah juvenil kerapu bebek yang telah diseleksi berdasarkan keseragaman bobot, dipuasakan terlebih dahulu selama 24 jam sebelum ditebar ke wadah percobaan. Ikan yang ditebar pada masing-masing akuarium berjumlah 12 ekor. Selama pemeliharaan, ikan diberi pakan secara at satiation (sampai kenyang), dengan frekuensi 2 kali sehari (pagi dan sore). Pemeliharaan ikan dilakukan selama 40 hari. Untuk menjaga kelayakan media budi daya, dilakukan penyiponan wadah 2 kali sehari (pagi dan sore). Kualitas air dimonitor secara berkala. Hasil analisis menunjukkan bahwa kualitas air selama pemeliharaan berada dalam kondisi yang mendukung kehidupan ikan, yaitu suhu o C, salinitas ppt, oksigen terlarut 5,6-6,4 mg/l, ph 7,7-7,9, dan total amoniak nitrogen (TAN) 0,025-0,654 mg/l. Hasil pengukuran kadar Se rata-rata pada media pemeliharaan ikan adalah 0,033 mg/kg air laut. Pengamatan pengaruh pemberian pakan dengan penambahan Se berbeda pada kinerja pertumbuhan ikan dilakukan melalui penimbangan bobot tubuh ikan, penghitungan konsumsi pakan, dan pengukuran kadar protein dan lemak tubuh ikan, yang dilakukan pada akhir percobaan. Selain itu, dilakukan pula pengamatan gambaran darah ikan, yang juga dilakukan pada akhir percobaan. Ikan yang diambil darahnya terlebih dahulu dianastesi dengan MS-222. Sampel darah diambil dari caudalis dengan menggunakan syringe yang telah diberi antikoagulan. Sampel darah tersebut disimpan di dalam tabung eppendorf untuk dilakukan pengamatan di laboratorium. Sebagai data pendukung, beberapa ekor ikan dibedah dan diambil organ dalamnya untuk pengukuran beberapa parameter lain. Parameter yang diamati dalam percobaan ini meliputi tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan harian, konsumsi pakan, efisiensi pakan, retensi protein, retensi lemak, glikogen hati, glikogen otot, aktivitas enzim GPx hati, aktivitas enzim GPx plasma, aktivitas enzim superoksida dismutase (SOD) hati, aktivitas enzim SOD plasma, rasio T3/T4, rasio RNA/DNA, retensi Se, dan

57 25 gambaran darah (diferensial leukosit, total eritrosit, kadar hemoglobin, persentasi hematokrit, dan indeks fagositik). 3.3 Percobaan III: Kinerja pertumbuhan dan daya tahan tubuh juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda Hasil percobaan II menunjukkan bahwa penambahan sodium selenite dosis 0,5 mg Se/kg pakan telah menyebabkan kematian 97,22% pada akhir pemeliharaan. Demikian halnya dengan penambahan dosis 1 mg Se/kg pakan, bahkan penambahan dosis 2 dan 4 mg Se/kg pakan menyebabkan kematian 100%. Berdasarkan hasil tersebut, dilakukan pengujian untuk penambahan dosis sodium selenite di bawah 0,5 mg Se/kg pakan. Pada percobaan ini, hewan uji yang digunakan adalah juvenil kerapu bebek berukuran panjang rata-rata 5,83+0,28 cm dan bobot rata-rata 3,47+0,43 g. Ikan yang digunakan berasal dari Balai Besar Pengembangan Budi Daya Laut, Lampung. Ikan dipelihara di akuarium kaca berukuran 90x40x35 cm dengan sistem resirkulasi. Media percobaan adalah air laut yang telah difiltrasi, dengan salinitas ppt dan suhu o C. Pakan uji yang digunakan adalah pakan buatan berbentuk pellet (semi murni) dengan isoprotein dan isoenergi. Komposisi pakan uji, hasil analisis proksimat, dan kadar Se pakan disajikan pada Tabel 3.

58 26 Tabel 3. Komposisi pakan uji, hasil analisis proksimat, dan kadar Se pakan dengan penambahan Se dalam bentuk sodium selenite dosis berbeda Bahan (%) Penambahan Se (mg/kg) 0 0,025 0,05 0,1 0,2 0,4 Kasein 46,0 46,0 46,0 46,0 46,0 46,0 Gelatin 8,0 8,0 8,0 8,0 8,0 8,0 Dekstrin 15,0 15,0 15,0 15,0 15,0 15,0 Tepung kepala udang 12,0 12,0 12,0 12,0 12,0 12,0 Minyak 1 10,0 10,0 10,0 10,0 10,0 10,0 Vitamin mix 2 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 Mineral mix (tanpa Se) 3 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 4,0 CMC 3,0 3,0 3,0 3,0 3,0 3,0 Sodium selenite (mg) - 0,06 0,11 0,22 0,44 0,88 Hasil analisis proksimat (% bobot kering) Protein 50,47 50,46 48,54 47,24 50,17 49,56 Lemak 10,43 9,08 9,67 9,40 9,35 7,98 BETN 4 23,80 22,84 25,05 25,79 23,18 25,21 Energi (kkal GE 5 /kg) 4782, , , , , ,09 C/P 6 (kkal/g protein) 9,48 9,15 9,59 9,71 9,25 9,20 Se pakan (mg/kg) 0,02 0,03 0,07 0,09 0,29 0,35 1 = Terdiri atas minyak ikan, minyak cumi, dan minyak jagung 2 dan 3 = Komposisi vitamin mix dan mineral mix disajikan pada lampiran 4 = BETN (Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen) 5 = GE (Gross Energy), Protein : 5,6 kkal/g; Lemak : 9,4 kkal/g; Karbohidrat : 4,1 kkal/g (NRC 1977) 6 = C/P (Kalori/Protein rasio) Percobaan didesain dengan menggunakan rancangan acak lengkap dengan 6 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang diujikan adalah penambahan Se dalam bentuk sodium selenite (Na 2 SeO 3 ) pada berbagai tingkat dosis, yaitu 0, 0,025, 0,05, 0,1, 0,2, dan 0,4 mg Se/kg pakan. Prosedur percobaan pada prinsipnya sama dengan percobaan II, hanya ada penambahan jumlah ikan menjadi 15 ekor per akuarium dan lama pemeliharaan menjadi 42 hari. Hasil analisis kualitas air selama pemeliharaan, yaitu suhu berkisar antara o C, salinitas ppt, oksigen terlarut 5,6-7,2 mg/l, ph 8,0-8,1, dan TAN 0,002-0,241 mg/l menunjukkan nilai kisaran berada dalam kondisi yang mendukung kehidupan ikan. Hasil pengukuran kadar Se rata-rata pada media pemeliharaan ikan adalah 0,033 mg/kg air laut, sedangkan kadar Se rata-rata di air tawar adalah 0,031 mg/kg. Pengamatan pengaruh pemberian pakan dengan penambahan Se berbeda pada kinerja pertumbuhan ikan dilakukan melalui penimbangan bobot tubuh ikan, penghitungan konsumsi pakan, dan pengukuran kadar protein dan lemak tubuh

59 27 ikan, yang dilakukan pada akhir percobaan. Selain itu, dilakukan pula pengamatan gambaran darah ikan, yang juga dilakukan pada akhir percobaan. Ikan yang diambil darahnya terlebih dahulu dianastesi dengan MS-222. Sampel darah diambil dari caudalis dengan menggunakan syringe yang telah diberi antikoagulan. Sampel darah tersebut disimpan di dalam tabung eppendorf untuk dilakukan pengamatan di laboratorium. Sebagai data pendukung, beberapa ekor ikan dibedah dan diambil organ dalamnya untuk pengukuran beberapa parameter lain. Uji perendaman di dalam air tawar dilakukan untuk menguji ketahanan tubuh ikan. Prosedurnya adalah juvenil kerapu bebek yang telah diberi pakan dengan penambahan sodium selenite selama 42 hari dimasukkan ke dalam air tawar tanpa aerasi selama 10 menit (Setiawati 2010). Setelah itu, ikan-ikan tersebut dikembalikan ke dalam wadah pemeliharaan. Pengambilan sampel darah untuk pengukuran glukosa darah dan kadar kortisol dilakukan sebelum ikan dimasukkan ke dalam air tawar (awal), 10 menit di dalam air tawar, serta jam pertama dan jam kedua setelah ikan dimasukkan kembali ke wadah pemeliharaan. Parameter yang diamati dalam percobaan ini meliputi tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan harian, konsumsi pakan, efisiensi pakan, retensi protein, retensi lemak, glikogen hati, glikogen otot, aktivitas enzim GPx hati, aktivitas enzim GPx plasma, rasio T3/T4, rasio RNA/DNA, retensi Se, kadar Se pada beberapa organ, kadar glukosa darah, kadar kortisol, dan gambaran darah (diferensial leukosit, total eritrosit, kadar hemoglobin, persentasi hematokrit, dan indeks fagositik). 3.4 Percobaan IV: Uji ketahanan tubuh terhadap berbagai stressor lingkungan Hasil percobaan II menunjukkan bahwa Se organik (selenometionin) memberi pengaruh yang lebih baik pada juvenil kerapu bebek dibandingkan dengan Se anorganik (sodium selenite), dan penambahan selenometionin dosis 4 mg Se/kg pakan adalah perlakuan terbaik. Oleh karena itu, sumber Se yang digunakan pada percobaan IV ini adalah selenometionin.

60 28 Hewan uji yang digunakan adalah juvenil kerapu bebek yang berasal dari Balai Besar Pengembangan Budi Daya Laut, Lampung, berukuran panjang ratarata 5,68+0,73 cm dan bobot rata-rata 3,43+0,46 g. Ikan dipelihara di akuarium kaca berukuran 90x40x35 cm dengan sistem resirkulasi. Media percobaan adalah air laut yang telah difiltrasi, dengan salinitas ppt dan suhu o C. Pakan uji yang digunakan adalah pakan buatan berbentuk pellet (semi murni) dengan isoprotein dan isoenergi. Komposisi pakan uji, hasil analisis proksimat, dan kadar Se pakan disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi pakan uji, hasil analisis proksimat, dan kadar Se pakan dengan penambahan Se dalam bentuk selenometionin dosis berbeda Bahan (%) Penambahan Se (mg/kg) Kasein 46,0 46,0 46,0 Gelatin 8,0 8,0 8,0 Dekstrin 15,0 15,0 15,0 Tepung kepala udang 12,0 12,0 12,0 Minyak 1 10,0 10,0 10,0 Vitamin mix 2 2,0 2,0 2,0 Mineral mix (tanpa Se) 3 4,0 4,0 4,0 CMC 3,0 3,0 3,0 Selenometionin (mg) - 9,92 39,68 Hasil analisis proksimat (% bobot kering) Protein 50,47 50,15 50,76 Lemak 10,43 9,35 9,11 BETN 4 23,80 24,34 23,94 Energi (kkal GE 5 /kg) 4782, , ,44 C/P 6 (kkal/g protein) 9,48 9,34 9,22 Se pakan (mg/kg) 0,02 3,87 13,93 1 = Terdiri atas minyak ikan, minyak cumi, dan minyak jagung 2 dan 3 = Komposisi vitamin mix dan mineral mix disajikan pada lampiran 4 = BETN (Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen) 5 = GE (Gross Energy), Protein : 5,6 kkal/g; Lemak : 9,4 kkal/g; Karbohidrat : 4,1 kkal/g (NRC 1977) 6 = C/P (Kalori/Protein rasio) Percobaan didesain dengan menggunakan rancangan acak lengkap dengan mengaplikasikan 3 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang diujikan adalah penambahan Se dalam bentuk selenometionin pada berbagai tingkat dosis, yaitu tanpa penambahan Se, 4 mg Se/kg pakan (Se optimal), dan 16 mg Se/kg pakan (Se berlebih).

61 29 Pada percobaan IV ini, seperti halnya percobaan I dan II, untuk menjaga kelayakan media budi daya, dilakukan penyiponan wadah 2 kali sehari (pagi dan sore). Kualitas air juga dimonitor secara berkala. Hasil analisis menunjukkan bahwa kualitas air selama pemeliharaan berada dalam kondisi yang mendukung kehidupan ikan, yaitu suhu o C, salinitas ppt, oksigen terlarut 5,6-7,2 mg/l, ph 7,9-8,0, dan TAN 0,002-0,241 mg/l. Hasil pengukuran kadar Se ratarata pada media pemeliharaan ikan adalah 0,033 mg/kg air laut, sedangkan kadar Se rata-rata di air tawar adalah 0,031 mg/kg. Pemeliharaan hewan uji dilakukan selama 62 hari yang dibagi dalam 2 tahapan, yaitu pemeliharaan awal dan pemeliharaan lanjutan. Pemeliharaan awal dilakukan selama 42 hari dengan prosedur yang sama dengan percobaan II. Setelah itu, dilakukan uji transportasi ikan (simulasi) selama 13 jam. Prosedur pengujiannya adalah keseluruhan ikan yang akan ditransportasikan dimasukkan ke dalam kantung plastik yang berisi air laut dengan kepadatan 4 ekor/liter. Jumlah ikan pada masing-masing perlakuan adalah 60 ekor. Oksigen dimasukkan ke dalam plastik tersebut dengan perbandingan 2 bagian volume oksigen dan 1 bagian volume air. Plastik yang telah siap kemudian dimasukkan ke dalam stirofom dan dilakban seperti umumnya proses pengangkutan benih ikan. Setelah itu stirofom dimasukkan ke dalam bak yang kemudian dialiri air dengan menggunakan pompa sehingga menyebabkan stirofom menjadi bergerak (Budiyanti 2010). Setelah transportasi, hewan uji dimasukkan kembali ke wadahwadah pemeliharaan untuk diamati. Pengambilan sampel darah untuk pengukuran glukosa darah dan kadar kortisol dilakukan pada saat sebelum uji transportasi dan sesaat setelah transportasi. Pemeliharaan lanjutan selama 20 hari dilakukan setelah uji transportasi. Prosedurnya sama dengan pemeliharaan awal hanya terjadi pengurangan jumlah ikan menjadi 12 ekor per akuarium. Pada pemeliharaan lanjutan ini, ikan tetap diberi pakan sesuai perlakuan. Pada hari ke-7 dilakukan pengambilan sampel darah ikan untuk pengukuran glukosa darah dan kadar kortisol. Pada minggu kedua dilakukan uji perendaman di dalam air tawar dengan prosedur seperti pada uji ketahanan tubuh ikan pada percobaan III.

62 30 Pengamatan pengaruh pemberian pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda pada kinerja pertumbuhan ikan dilakukan melalui penimbangan bobot tubuh ikan, penghitungan konsumsi pakan, dan pengukuran kadar protein dan lemak tubuh ikan, yang dilakukan pada akhir percobaan. Selain itu, dilakukan pula pengamatan gambaran darah ikan, yang juga dilakukan pada akhir percobaan. Pengambilan sampel darah ikan mengikuti prosedur yang sama dengan penelitian sebelumnya. Sebagai data pendukung, beberapa ekor ikan dibedah dan diambil organ dalamnya untuk pengukuran beberapa parameter lain. Parameter yang diamati dalam percobaan ini meliputi tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan harian, konsumsi pakan, efisiensi pakan, retensi protein, retensi lemak, aktivitas enzim GPx hati, aktivitas enzim GPx plasma, aktivitas enzim SOD hati, rasio T3/T4, rasio RNA/DNA, retensi Se, kadar Se pada beberapa organ, kadar glukosa darah, kadar kortisol, dan gambaran darah (diferensial leukosit, total eritrosit, kadar hemoglobin, persentasi hematokrit, dan indeks fagositik). 3.5 Peubah yang diukur Peubah yang diukur, metode menera, dan formula yang digunakan pada percobaan ini adalah: a. Konsumsi pakan Konsumsi pakan harian diketahui dengan menghitung selisih antara bobot pakan yang tersedia dan bobot pakan sisa. Dengan demikian konsumsi pakan selama percobaan dapat diketahui. b. Laju pertumbuhan harian Laju pertumbuhan harian dihitung berdasarkan formula NRC (1977): t Wt Wo 1 x 100 dengan: = laju pertumbuhan harian (%) Wt = bobot rata-rata individu pada waktu t (g) Wo = bobot rata-rata individu pada waktu awal (g) t = lama percobaan (hari)

63 31 c. Efisiensi pakan Efisiensi pakan dihitung berdasarkan formula NRC (1977): (Wt D) E = F Wo x 100 dengan : E = efisiensi pakan (%) Wt = bobot total ikan pada waktu t (g) Wo = bobot total ikan pada awal percobaan (g) D = bobot total ikan yang mati selama percobaan (g) F = bobot total pakan yang dikonsumsi (g) d. Tingkat kelangsungan hidup Tingkat kelangsungan hidup dihitung berdasarkan formula berikut : Nt SR = No x 100 (Ricker 1979) dengan : SR = kelangsungan hidup (%) Nt = jumlah ikan pada waktu t (ekor) No = jumlah ikan pada awal percobaan (ekor) e. Retensi protein Retensi protein menunjukkan besarnya protein yang tersimpan dalam tubuh ikan dari protein yang dikonsumsi. Formula yang digunakan adalah: F I RP = P x 100 (Watanabe 1988) dengan : RP = retensi protein (%) F = jumlah protein tubuh pada akhir percobaan (g) I = jumlah protein tubuh pada awal percobaan (g) P = jumlah protein yang dikonsumsi (g) f. Retensi lemak Retensi lemak menunjukkan besarnya lemak yang tersimpan dalam tubuh ikan dari lemak yang dikonsumsi. Formula yang digunakan adalah: F I RL = L x 100 (Watanabe 1988) dengan : RL = retensi lemak (%) F = jumlah lemak tubuh pada akhir percobaan (g) I = jumlah lemak tubuh pada awal percobaan (g) L = jumlah lemak yang dikonsumsi (g)

64 32 g. Retensi Se Retensi Se dihitung mengikuti formula yang dikemukakan oleh Rider et al. (2009): dengan: RSe = retensi selenium (%) Se akhir = jumlah Se tubuh pada akhir percobaan (mg) Se awal = jumlah Se tubuh pada awal percobaan (mg) Se konsumsi = jumlah total Se yang dikonsumsi (mg) h. Kecernaan Se Koefisien kecernaan nutrien (Se) pakan diukur dengan rumus yang dikemukakan oleh Takeuchi (1988): Nda = 100 (100 x x ) dengan: Nda = koefisien kecernaan Se (%) IP = kadar Cr 2 O 3 dalam pakan (%) IF = kadar Cr 2 O 3 dalam feses (%) NP = kadar Se dalam pakan (%) NF = kadar Se dalam feses (%) i. Aktivitas enzim GPx dan SOD Aktivitas enzim GPx hati dan plasma, serta aktivitas enzim SOD dilakukan dengan metode pembacaan pada spektrofotometer (Lampiran 8 dan 9). j. Konsentrasi hormon T3, T4, dan kortisol Pengukuran konsentrasi hormon T3, T4, dan kortisol dilakukan dengan metode RIA (radioimmunoassay) (Lampiran 10 dan 11).

65 33 k. Gambaran darah Pengukuran total eritrosit dan diferensial leukosit dilakukan mengikuti prosedur Blaxhall dan Daisley (1973); kadar hemoglobin diukur menurut metode Sahli dengan sahlinometer (Wedemeyer & Yasutake 1977); kadar hematokrit dan indeks fagositik diukur dengan metode yang dikemukakan oleh Anderson dan Siwicki (1993) (Lampiran 6); sedangkan kadar glukosa darah diukur melalui pembacaan pada spektrofotometer (Lampiran 7). 3.6 Analisis data Percobaan I Data koefisien kecernaan Se dianalisis dengan menggunakan analisis ragam. Jika terdapat pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%, maka dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil. Data kadar Se di dalam darah dianalisis secara deskriptif. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan program Microsoft Excel 2007 dan Minitab versi Percobaan II Data tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan harian, konsumsi pakan, efisiensi pakan, retensi protein, retensi lemak, glikogen hati, glikogen otot, aktivitas enzim GPx hati, aktivitas enzim superoksida dismutase (SOD) hati, rasio RNA/DNA, retensi Se dan gambaran darah (diferensial leukosit, total eritrosit, kadar hemoglobin, persentasi hematokrit, dan indeks fagositik) dianalisis dengan menggunakan analisis ragam. Jika terdapat pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%, maka dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil. Data aktivitas enzim GPx plasma, aktivitas enzim SOD plasma, dan rasio T3/T4 dianalisis secara deskriptif. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan program Microsoft Excel 2007 dan Minitab versi Percobaan III Data tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan harian, konsumsi pakan, efisiensi pakan, retensi protein, retensi lemak, aktivitas enzim GPx hati, aktivitas enzim GPx plasma, rasio T3/T4, rasio RNA/DNA, retensi Se, dan

66 34 gambaran darah (diferensial leukosit, total eritrosit, kadar hemoglobin, persentasi hematokrit, dan indeks fagositik) dianalisis dengan menggunakan analisis ragam. Jika terdapat pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%, maka dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil. Data glikogen hati, glikogen otot, kadar Se di beberapa organ, kadar glukosa darah, dan kadar kortisol dianalisis secara deskriptif. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan program Microsoft Excel 2007 dan Minitab versi Percobaan IV Data tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan harian, konsumsi pakan, efisiensi pakan, retensi protein, retensi lemak, aktivitas enzim GPx hati, aktivitas enzim GPx plasma, aktivitas enzim SOD hati, retensi Se, dan gambaran darah (diferensial leukosit, total eritrosit, kadar hemoglobin, persentasi hematokrit, dan indeks fagositik) dianalisis dengan menggunakan analisis ragam. Jika terdapat pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5%, maka dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil. Data rasio T3/T4, rasio RNA/DNA, kadar Se di beberapa organ, kadar glukosa darah, dan kadar kortisol dianalisis secara deskriptif. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan program Microsoft Excel 2007 dan Minitab versi 14.

67 35 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Percobaan I: Uji kecernaan Se Hasil pengujian kecernaan Se dari dua sumber yang berbeda, yaitu sodium selenite dan selenometionin disajikan pada Tabel 5 dan Lampiran 12. Tabel 5. Nilai koefisien kecernaan (Nda) dan kadar Se di darah pada dua sumber Se yang berbeda Sumber Se Nda (%) Kadar Se di darah (ppm) Sodium selenite 60,36 + 0,55 b 0,99 Selenometionin 68,68 + 1,76 a 1,64 *)Huruf superskrip di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada lajur yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05) Tabel 5 dan Lampiran 12 menunjukkan bahwa nilai koefisien kecernaan selenometionin (68,68+0,55%) lebih tinggi dibandingkan dengan sodium selenite (60,36+1,76%). Hasil yang sama terlihat pada kadar Se di dalam darah yang menunjukkan nilai tertinggi didapatkan pada penambahan selenometionin (1,64 ppm) dan terendah pada penambahan sodium selenite (0,99 ppm). 4.2 Pembahasan Percobaan I: Uji kecernaan Se Informasi tentang kecernaan, penyerapan, dan bioavailability Se dari berbagai sumber telah didapatkan pada ikan Atlantik salmon, salmo salar (Bell & Cowey 1989), channel catfish, Ictalurus punctatus (Paripatananot & Lovel 1997), dan hybrid striped bass (Jaramillo et al. 2009). Meskipun nilai yang didapatkan berbeda antarspesies, pada umumnya menunjukkan bahwa selenometionin lebih baik dibandingkan dengan sumber Se yang lain. Pada percobaan ini, dengan menggunakan juvenil kerapu bebek sebagai hewan uji, terlihat bahwa penyerapan Se yang berasal dari selenometionin lebih baik dibandingkan dengan sodium selenite. Hal ini dibuktikan dengan nilai koefisien kecernaan Se dan kadar Se di dalam darah yang lebih tinggi pada ikan yang diberi selenometionin dibandingkan dengan sodium selenite. Kadar Se yang tinggi di dalam darah menunjukkan bahwa tingkat penyerapannya lebih tinggi.

68 36 Penyerapan yang tinggi menggambarkan kemampuan selenometionin dalam memanfaatkan mekanisme transpor aktif yang tersedia pada asam amino metionin (Bell & Cowey 1989). Selanjutnya dikatakan bahwa selenometionin kemungkinan lebih mudah bergabung ke dalam plasma dibandingkan dengan sodium selenite karena selenometionin dapat dengan mudah mengganti metionin dalam sintesis protein. Burk (1976) juga melaporkan bahwa selenometionin mempunyai dua jalur metabolisme utama, yaitu metionin dan selenium sehingga memungkinkan dicerna dan diserap dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan Se dari sumber lain. Hasil yang didapatkan pada percobaan ini sejalan dengan Bell dan Cowey (1989) yang melaporkan bahwa pada ikan salmon, kecernaan selenometionin lebih tinggi dibandingkan dengan sodium selenite, selenosistein, dan tepung ikan. 4.3 Hasil Percobaan II: Penentuan dosis optimal dan sumber Se terbaik Kinerja pertumbuhan Pemberian pakan dengan penambahan dosis dan sumber Se berbeda selama 40 hari masa pemeliharaan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) pada tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan harian, konsumsi pakan, efisiensi pakan, retensi protein, dan retensi lemak juvenil kerapu bebek (Tabel 6 dan Lampiran 13). Secara umum, hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa ikan yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin memiliki kinerja pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian sodium selenite, dan dosis 4 mg Se/kg pakan dalam bentuk selenometionin adalah perlakuan terbaik.

69 37 Tabel 6. Tingkat kelangsungan hidup (TKH), laju pertumbuhan harian (LPH), konsumsi pakan (KP), efisiensi pakan (EP), retensi protein (RP), dan retensi lemak (RL) juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan dosis dan sumber Se berbeda Penambahan Se (mg/kg) Parameter TKH (%) LPH (%) KP (g) EP (%) RP (%) RL (%) 0 86,11+4,82 a 1,18+0,16 a 47,60+5,63 b 46,46+5,68 b 17,85+1,98 b 21,05+2,58 b 0,5 Selenite 2,78+4,81 b 0,14+0,24 b 17,91+0,71 c 1,52+2,63 c Selenite 2,78+4,81 b 0,2+0,35 b 16,60+2,87 c 1,88+3,25 c Selenite 0 c - 18,24+0,87 c Selenite 0 c - 15,84+0,80 c Se-Met 86,11+17,35 a 1,2+0,26 a 48,87+10,07 b 46,85+21,56 b 19,74+3,48 b 18,58+3,85 b 2 Se-Met 91,67+0,00 a 1,46+0,17 a 57,1+5,67 a 59,5+4,93 ab 20,77+2,56 b 24,72+3,52 ab 4 Se-Met 97,22+4,81 a 1,5+0,23 a 53,5+4,60 ab 69,95+10,86 a 25,74+3,09 a 31,2+9,75 a *)Huruf superskrip di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap lajur yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05) Hasil perhitungan kadar glikogen hati, glikogen otot dan rasio RNA/DNA disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Kadar glikogen hati, glikogen otot, dan rasio RNA/DNA juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan dosis dan sumber Se berbeda Parameter Penambahan Se (mg/kg) Glikogen hati Glikogen otot RNA/DNA (mg/100 ml) (mg/100 ml) 0 3,28+0,17 a 2,07+0,60 b 1,03+0,10 a 0,5 Selenite Selenite Selenite Selenite Se-Met 3,35+1,81 a 3,10+1,13 a 1,16+0,12 a 2 Se-Met 3,50+0,58 a 3,57+0,75 a 1,27+0,37 a 4 Se-Met 3,82+1,83 a 3,89+0,64 a 1,82+1,10 a *)Huruf superskrip di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada lajur yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05) Tabel 7 menunjukkan bahwa pada pemberian selenometionin, kadar glikogen hati dan rasio RNA/DNA juvenil kerapu bebek cenderung mengalami peningkatan dengan makin meningkatnya penambahan selenometionin di pakan. Namun, nilainya tidak berbeda dari kelompok ikan yang diberi pakan tanpa

70 38 penambahan Se. Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh kadar glikogen otot, yaitu ikan yang diberi selenometionin dosis 1, 2, dan 4 mg Se/kg pakan nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok ikan tanpa penambahan Se. Sementara itu, pada pemberian sodium selenite, jumlah ikan tidak mencukupi kebutuhan untuk pengukuran parameter Aktivitas enzim dan kadar hormon Aktivitas enzim GPx hati dan SOD hati disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Aktivitas enzim GPx hati dan SOD hati juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan dosis dan sumber Se berbeda Parameter Penambahan Se (mg/kg) GPx hati SOD hati (unit) (mu/mg protein) 0 684,24+25,92 a 47,37+3,53 a 0,5 Selenite Selenite Selenite Selenite Se-Met 675,41+384,02 a 51,50+9,37 a 2 Se-Met 668,98+4,32 a 48,59+5,26 a 4 Se-Met 644,22+4,77 a 52,31+0,00 a *)Huruf superskrip di belakang nilai standar deviasi yang sama pada setiap lajur yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0.05) Tabel 8 menunjukkan bahwa pada penambahan selenometionin dosis 1, 2, dan 4 mg Se/kg pakan, nilai aktivitas GPx hati dan SOD hati juvenil kerapu bebek tidak berbeda dari ikan yang diberi pakan tanpa penambahan Se. Sementara itu, pada pemberian sodium selenite, tingkat kematian yang tinggi (Tabel 6) menyebabkan jumlah ikan tidak mencukupi untuk kebutuhan pengukuran parameter aktivitas GPx hati dan SOD hati. Aktivitas enzim GPx plasma, SOD plasma, dan rasio T3/T4 disajikan pada Gambar 4, 5, dan 6 berikut:

71 39 Aktivitas GPx plasma (mu/mg protein) Penambahan Se (mg/kg) Gambar 4. Aktivitas enzim GPx plasma juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan dosis dan sumber Se berbeda Aktivitas SOD plasma (unit) Penambahan Se (mg/kg) Gambar 5. Aktivitas enzim SOD plasma juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan dosis dan sumber Se berbeda

72 40 Rasio T3/T Penambahan Se (mg/kg) Gambar 6. Rasio T3/T4 juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan dosis dan sumber Se berbeda Gambar 4, 5, dan 6 di atas, secara umum memperlihatkan pola yang relatif sama, yaitu pemberian selenometionin memberikan pengaruh yang lebih baik pada juvenil kerapu bebek dibandingkan dengan sodium selenite. Aktivitas enzim GPx plasma (Gambar 4) dan rasio T3/T4 (Gambar 6) terlihat semakin meningkat dengan makin meningkatnya kadar Se di pakan yang bersumber dari selenometionin, dan nilai tertinggi didapatkan pada dosis 4 mg Se/kg pakan. Sebaliknya, pada pemberian sodium selenite, jumlah ikan tidak mencukupi kebutuhan untuk pengukuran parameter. Aktivitas enzim SOD plasma seperti terlihat pada Gambar 5 menunjukkan bahwa nilainya sama untuk semua tingkatan pemberian selenometionin (dosis 1, 2, dan 4 mg Se/kg pakan) dan kelompok ikan tanpa penambahan Se Gambaran darah Pengamatan gambaran darah juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan dosis dan sumber Se berbeda disajikan pada Tabel 9 dan 10.

73 41 Tabel 9. Total eritrosit (TE), kadar hemoglobin (Hb), dan kadar hematokrit (Ht) juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan dosis dan sumber Se berbeda Penambahan Se (mg/kg) Parameter TE (x 10 6 sel/ml) Hb (g %) Ht (%) 0 0,96+0,06 a 4,27+0,46 a 16,63+1,45 a 0,5 Selenite Selenite Selenite Selenite Se-Met 1,18+0,22 a 4,37+0,45 a 19,50+6,92 a 2 Se-Met 1,15+0,45 a 4,30+1,10 a 21,26+1,66 a 4 Se-Met 1,19+0,29 a 4,33+0,79 a 19,80+2,28 a *)Huruf superskrip di belakang nilai standar deviasi yang sama pada setiap lajur yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0.05) Tabel 9 menunjukkan bahwa pada pemberian selenometionin, nilai total eritrosit tertinggi didapatkan pada ikan yang diberi pakan dengan penambahan 4 mg Se/kg pakan, dan diikuti secara berturut-turut oleh penambahan 1 mg Se/kg pakan, 2 mg Se/kg pakan, dan terendah pada ikan tanpa penambahan Se. Nilai kadar hemoglobin tertinggi didapatkan pada penambahan 1 mg Se/kg pakan, dan diikuti secara berturut-turut oleh penambahan 4 mg Se/kg pakan, 2 mg Se/kg pakan, dan terendah pada ikan tanpa penambahan Se. Sementara itu, nilai hematokrit tertinggi didapatkan pada penambahan 2 mg Se/kg pakan, dan diikuti secara berturut-turut oleh penambahan 4 mg Se/kg pakan, 1 mg Se/kg pakan, dan terendah pada ikan tanpa penambahan Se. Namun, hasil analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P>0,05) pada ketiga parameter gambaran darah tersebut. Sebaliknya, pada pemberian sodium selenite, jumlah ikan tidak mencukupi kebutuhan untuk pengukuran parameter.

74 42 Tabel 10. Jumlah limfosit, monosit, neutrofil, dan indeks fagositik (IP) juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan dosis dan sumber Se berbeda Penambahan Differensial leukosit Se (mg/kg) Limfosit (%) Monosit (%) Neutrofil (%) IP (%) 0 73,87+3,63 a 15,76+2,80 a 10,37+1,38 a 15,67+2,31 b 0,5 Selenite Selenite Selenite Selenite Se-Met 71,95+6,61 a 17,16+2,66 a 10,90+3,97 a 22,67+3,21 a 2 Se-Met 71,45+8,93 a 16,74+7,47 a 11,82+2,98 a 22,33+4,93 a 4 Se-Met 70,97+2,44 a 17,53+1,95 a 11,50+4,38 a 26,00+3,61 a *)Huruf superskrip di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada lajur yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05) Tabel 10 menunjukkan bahwa pada pemberian selenometionin, jumlah limfosit, monosit, dan neutrofil juvenil kerapu bebek tidak dipengaruhi oleh pakan uji, tetapi perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada nilai indeks fagositik. Indeks fagositik juvenil kerapu bebek cenderung makin meningkat dengan makin meningkatnya dosis penambahan selenometionin. Penambahan 1, 2, dan 4 mg Se/kg pakan nilainya lebih tinggi dan berbeda nyata dari kelompok ikan tanpa penambahan Se. Sementara itu, pada ikan yang diberi sodium selenite, nilai keempat parameter tersebut tidak ada. Hal ini disebabkan oleh jumlah ikan yang tidak mencukupi kebutuhan untuk pengukuran keempat parameter tersebut.

75 Retensi Se Hasil perhitungan retensi Se disajikan pada Gambar 7. Retensi Se (%) b b b a Penambahan Se (mg/kg) Gambar 7. Rataan nilai retensi Se juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan dosis dan sumber Se berbeda Gambar 7 menunjukkan bahwa pada pemberian selenometionin, nilai retensi Se juvenil kerapu bebek cenderung makin meningkat dengan makin meningkatnya dosis penambahan selenometionin. Retensi Se tertinggi didapatkan pada penambahan 4 mg Se/kg pakan dengan nilai yang berbeda nyata dari perlakuan lain. Sementara itu, pada penambahan sodium selenite, jumlah ikan tidak mencukupi kebutuhan untuk pengukuran parameter retensi Se sehingga tidak memiliki nilai. Secara umum terlihat bahwa sumber Se terbaik adalah selenometionin dan perlakuan terbaik adalah penambahan 4 mg Se/kg pakan. 4.4 Pembahasan Percobaan II: Penentuan dosis optimal dan sumber Se terbaik Kinerja pertumbuhan Pertumbuhan didefinisikan sebagai perubahan ukuran, dengan variabel yang mengalami perubahan dapat berupa panjang atau dimensi fisik lainnya, termasuk volume, bobot atau massa, baik pada keseluruhan tubuh organisme atau pada berbagai jaringan. Perubahan itu juga bisa berkaitan dengan kandungan protein, lemak, atau komponen kimia lainnya dari tubuh; perubahan kandungan

76 44 kalori (energi) dari keseluruhan tubuh, atau dari komponen jaringannya (Weatherley & Gill 1987). Pada percobaan ini, kinerja pertumbuhan yang digambarkan melalui parameter-parameter seperti terlihat pada Tabel 6, secara umum menunjukkan bahwa penambahan Se dari sumber organik (selenometionin) lebih baik dibandingkan dengan Se anorganik (sodium selenite). Pada Tabel 6 terlihat bahwa nilai tingkat kelangsungan hidup juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis 1, 2, dan 4 mg Se/kg pakan lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan sodium selenite dosis 0,5, 1, 2, dan 4 mg Se/kg pakan, sedangkan kelompok ikan tanpa penambahan Se nilainya tidak berbeda dengan penambahan selenometionin. Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup juvenil kerapu bebek makin menurun dengan makin meningkatnya dosis sodium selenite. Kematian ikan mulai terlihat pada hari ke-9 sebanyak 1 ekor pada pemberian sodium selenite dosis 4 mg Se/kg pakan. Selanjutnya, kematian ikan terjadi setiap hari pada seluruh perlakuan penambahan sodium selenite sampai dengan akhir pemeliharaan (hari ke-40). Penambahan sodium selenite dosis 0,5 mg Se/kg pakan yang telah menyebabkan kematian 97,22% pada akhir pemeliharaan diduga adalah dosis yang sudah menyebabkan keracunan. Tingginya tingkat kematian ikan pada pemberian sodium selenite disebabkan karena pada dosis berlebih, selenite dapat menjadi pro-oksidan (Sphallholz 1997; Stewart et al. 1999). Pro-oksidan adalah zat kimia yang dapat meningkatkan aktivitas proses oksidasi. Proses oksidasi menghasilkan radikal bebas, di antaranya superoksidasi (O - 2 ), hidrogen peroksida (H 2 O 2 ), radikal hidroksil (.OH), nitrik oksida (NO.), dan lain-lain. Radikal bebas adalah suatu molekul yang elektron yang terletak pada lapisan paling luar tidak mempunyai pasangan (Anonim 2010b). Adanya molekul dengan elektron yang tidak berpasangan ini membuat mereka sangat reaktif. Reaktif artinya mereka mempunyai spesifisitas yang rendah sehingga mampu bereaksi dengan molekulmolekul yang berada di sekitarnya. Molekul-molekul tersebut termasuk protein, lipid, karbohidrat, dan DNA. Reaktif juga berarti mereka tidak bertahan lama dalam bentuk asli karena untuk mempertahankan kestabilan molekul, mereka

77 45 harus mengambil satu elektron dari molekul yang lain. Artinya, radikal bebas menyerang molekul stabil yang berada di dekatnya dan mengambil elektron dari molekul tersebut. Molekul yang diambil elektronnya kemudian juga menjadi radikal bebas dan mengambil elektron dari molekul lain, begitulah seterusnya sampai terjadi kerusakan sel. Karena molekul-molekul yang sangat reaktif ini sebagian besar berasal dari oksigen maka secara umum molekul-molekul tersebut disebut reactive oxygen species (ROS). Dalam keadaan normal, radikal bebas yang terbentuk dapat dinetralisir oleh antioksidan, tetapi bila kadar ROS yang toksik melebihi pertahanan antioksidan endogen maka akan terjadi suatu keadaan yang disebut stres oksidatif. Pada tahap ini, kelebihan radikal bebas dapat bereaksi dengan sel lipid, protein dan asam nukleat sehingga menyebabkan kerusakan lokal, bahkan dapat sampai terjadi disfungsi organ dan kematian pada organisme. Hal ini diperkuat oleh hasil pengujian histopatologi yang menunjukkan terjadinya kerusakan pada organ hati, ginjal, dan usus ikan pada pemberian sodium selenite mulai dari dosis 0,5 4 mg Se/kg pakan, seperti terlihat pada Gambar berikut:

78 a. Hati mengalami nekrosis secara ektenstif. (1) vakuolisasi sel epitel hati; (2) vena centralis mengalami dilatasi; dan (3) infiltrasi sel mononuklear. B1 8.b. Hati mengalami nekrosis hepatik. (1) portal tract; (2) vena centralis; (3) haemorrhagi; dan (4) nekrosis sel epitel hati. C c. Usus mengalami nekrosis saluran pencernaan. (1) villi mucosa; (2) villi mucosa mengalami nekrosis dan desquamasi; dan (3) tunika muscularis. D3 8.d. Ginjal mengalami nephritis haemorrhagika. (1) Glomerulus; (2) tubulus proximalis mengalami dilatasi; (3) infiltrasi sel mononuklear; dan (4) haemorrhagika interstitialis. E2 Gambar 8. Beberapa contoh organ juvenil kerapu bebek yang mengalami kerusakan. Keterangan: B adalah penambahan sodium selenite dosis 0,5 mg Se/kg pakan, C adalah penambahan 1 mg Se/kg pakan, D adalah penambahan 2 mg Se/kg pakan, E adalah penambahan 4 mg Se/kg pakan, sedangkan 1, 2, dan 3 adalah ulangan Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat toksisitas Se dalam bentuk sodium selenite pada beberapa spesies ikan. Hasilnya menunjukkan bahwa dosis sodium selenite yang menyebabkan keracunan pada ikan nilainya bervariasi di antara spesies. Penambahan sodium selenite dosis 3 5 mg Se/kg pakan dalam waktu yang lama (lebih dari 20 minggu) menyebabkan keracunan pada ikan

79 47 rainbow trout (Salmo gairdneri) (Hamilton 2004; Hilton et al. 1980). Peneliti lain melaporkan bahwa gejala toksisitas terlihat pada pemberian sodium selenite dosis 13 mg Se/kg pakan pada ikan rainbow trout, 15 mg Se/kg pakan pada channel catfish, 9,16 mg Se/kg pakan pada juvenil abalon, dan 13 dan 26 µg Se/g pakan pada ikan Chinook salmon (Hilton et al. 1980; Gatlin & Wilson 1984; Wang et al. 2012; Hamilton et al. 1986). Hasil yang berbeda terlihat pada penambahan Se dalam bentuk selenometionin yang menunjukkan kecenderungan tingkat kelangsungan hidup makin meningkat dengan makin meningkatnya penambahan dosis Se, meskipun secara statistik nilainya tidak berbeda nyata dari perlakuan tanpa penambahan Se. Hal ini mengindikasikan bahwa penambahan selenometionin sampai dengan dosis 4 mg Se/kg pakan belum menyebabkan keracunan bagi juvenil kerapu bebek. Tingkat kelangsungan hidup yang tinggi dan tidak dipengaruhi oleh penambahan dosis Se dalam bentuk selenometionin disebabkan karena selenometionin mengandung asam amino sehingga dapat bergabung dengan protein tubuh dan memungkinkan untuk disimpan dan dilepaskan kembali jika diperlukan. Burk (1976) melaporkan bahwa selenometionin mempunyai dua jalur metabolisme utama, yaitu metionin dan selenium sehingga memungkinkan dicerna dan diserap dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan Se dari sumber lain. Hasil yang sama dengan percobaan ini didapatkan oleh Lin dan Shiau (2005), yaitu penambahan selenometionin dalam pakan juvenil kerapu malabar (Epinephelus malabaricus) sampai dengan dosis 5 mg Se/kg pakan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada tingkat kelangsungan hidup dengan nilai 95,83 100%. Tashjian et al. (2006) juga melaporkan bahwa pemberian Se dalam bentuk selenometionin dosis 0,4, 9,6, 20,5, 41,7, 89,8, dan 191,1 mg Se/kg pakan selama 8 minggu masa pemeliharaan tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada tingkat kelangsungan hidup juvenil white sturgeon (Acipenser transmontanus) dengan nilai rata-rata 99%. Laju pertumbuhan harian juvenil kerapu bebek, seperti terlihat pada Tabel 6 menunjukkan pola yang sama dengan tingkat kelangsungan hidup, yaitu penambahan Se dalam bentuk selenometionin memberikan pertumbuhan yang

80 48 lebih tinggi dibandingkan dengan sodium selenite. Hasil yang sama didapatkan pada channel catfish (Wang & Lovel 1997; Paripatananot & Lovel 1997). Meskipun demikian, penambahan selenometionin dosis 1, 2, dan 4 mg Se/kg pakan pada percobaan ini tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada laju pertumbuhan harian. Hal ini memberi gambaran bahwa penambahan selenometionin sampai dengan dosis 4 mg Se/kg pakan belum mampu meningkatkan laju pertumbuhan harian juvenil kerapu bebek sehingga untuk meningkatkannya diperlukan peningkatan dosis selenometionin. Berdasarkan Tabel 6, nilai konsumsi pakan juvenil kerapu bebek pada pemberian selenometionin lebih tinggi dibandingkan dengan sodium selenite. Pada penambahan selenometionin dosis 2 dan 4 mg Se/kg pakan menunjukkan konsumsi pakan tertinggi, disusul dosis 1 mg Se/kg pakan, dan tanpa penambahan Se. Kenyataan ini memberi gambaran bahwa pada penambahan selenometionin sampai dengan dosis tertentu, konsumsi pakan ikan makin meningkat seiring dengan makin meningkatnya dosis Se di pakan. Konsumsi pakan yang tinggi mengindikasikan ikan menyukai pakan yang diberikan sehingga peluang untuk dicerna dan diserap oleh ikan semakin besar. Hal ini yang mendukung efisiensi pakan dan retensi lemak (Tabel 6) yang merupakan parameter kinerja pertumbuhan nilainya lebih tinggi pada ikan yang diberi pakan bersuplemen selenometionin dosis 4 dan 2 mg Se/kg pakan dibandingkan dengan perlakuan lain. Pada pemberian selenometionin, nilai efisiensi pakan dan retensi lemak tertinggi didapatkan pada juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan 4 dan 2 mg Se/kg pakan, dan terendah pada penambahan 1 mg Se/kg pakan dan tanpa penambahan Se. Seperti halnya konsumsi pakan, nilai efisiensi pakan dan retensi lemak makin meningkat dengan makin meningkatnya dosis Se di pakan. Hasil berbeda didapatkan oleh Jaramillo et al. (2009), yaitu penambahan selenometionin dosis 1, 2, dan 4 mg Se/kg pakan tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada pertambahan bobot dan rasio efisiensi pakan juvenil hybrid striped bass. Pada percobaan ini, pemberian Se dalam bentuk selenometionin memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada retensi protein juvenil kerapu

81 49 bebek. Nilai retensi protein tertinggi didapatkan pada ikan yang diberi pakan dengan penambahan 4 mg Se/kg pakan, diikuti secara berturut-turut oleh penambahan 2 mg Se/kg pakan, 1 mg Se/kg pakan, dan terendah pada kelompok ikan yang diberi pakan tanpa penambahan Se. Ketiga perlakuan yang disebutkan terakhir nilainya tidak berbeda nyata. Hasil ini memperlihatkan bahwa retensi protein juvenil kerapu bebek makin meningkat dengan makin meningkatnya penambahan selenometionin di pakan sampai dengan dosis 4 mg Se/kg pakan. Hal ini disebabkan sumber Se yang digunakan adalah selenometionin yang merupakan Se bentuk organik. Selenium organik mengandung asam amino sehingga dapat bergabung dengan protein tubuh dan memungkinkan untuk disimpan dan dilepaskan kembali jika diperlukan (Anonim 2010b). Dengan demikian, peningkatan dosis penambahan selenometionin sampai dosis tertentu dapat meningkatkan jumlah protein yang tersimpan. Nilai retensi protein yang didapatkan pada percobaan ini mendukung nilai kinerja pertumbuhan yang lain, yaitu konsumsi pakan, efisiensi pakan, dan retensi lemak yang menunjukkan nilai tertinggi didapatkan pada pemberian selenometionin dosis 4 mg Se/kg pakan. Seperti penjelasan di awal, pertumbuhan organisme dapat pula diindikasikan oleh perubahan kandungan protein, lemak, atau komponen kimia lainnya dari tubuh. Dengan demikian, peningkatan retensi protein ini memberi gambaran meningkatnya pertumbuhan ikan. Glikogen merupakan bentuk simpanan karbohidrat dalam hati dan otot. Berdasarkan Tabel 7, pada pemberian selenometionin, dengan makin meningkatnya kadar Se di pakan, kadar glikogen hati dan glikogen otot juvenil kerapu bebek cenderung makin meningkat pula. Meskipun demikian, nilai glikogen hati tidak berbeda nyata antara ikan yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis 1, 2, dan 4 mg Se/kg pakan dan ikan tanpa penambahan Se. Sementara itu, glikogen otot pada ikan yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis 1, 2, dan 4 mg Se/kg pakan nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan ikan yang diberi pakan tanpa penambahan Se. Nilai glikogen otot pada ketiga dosis penambahan selenometionin tersebut tidak berbeda nyata. Peningkatan kadar glikogen otot juvenil kerapu bebek dengan pemberian selenometionin menunjukkan tingginya simpanan glukosa. Simpanan

82 50 glukosa ini sewaktu-waktu dapat digunakan kembali terutama ketika suplai karbohidrat dari luar berkurang. Selain itu, kerapu bebek merupakan ikan karnivor yang kurang mampu memanfaatkan karbohidrat dari pakan sebagai sumber energi sehingga simpanan glukosa di otot dan hati semakin penting artinya. Sebaliknya, pada pemberian sodium selenite, jumlah ikan pada akhir pemeliharaan tidak mencukupi untuk kebutuhan analisis glikogen hati dan otot. Pada penambahan sodium selenite dosis 0,5 dan 1 mg Se/kg pakan tingkat kematian mencapai 97,22%, sedangkan dosis 2 dan 4 mg Se/kg pakan tingkat kematian mencapai 100% pada akhir percobaan. Untuk mengestimasi pertumbuhan, penggunaan nilai rasio RNA/DNA merupakan metode yang cukup akurat, selain juga dapat menjadi indikator status nutrisi ikan (Rooker & Holt 1996). Tabel 7 menunjukkan bahwa pada pemberian selenometionin, nilai rasio RNA/DNA juvenil kerapu bebek cenderung makin meningkat dengan makin meningkatnya dosis penambahan Se di pakan. Meskipun demikian, nilainya tidak berbeda nyata antara pemberian selenometionin dosis 1, 2, dan 4 mg Se/kg pakan dengan kelompok ikan tanpa penambahan Se. Hasil ini sejalan dengan nilai laju pertumbuhan harian dan tingkat kelangsungan hidup (Tabel 6) dan kadar glikogen hati (Tabel 7) Aktivitas enzim dan kadar hormon Peran biokimia Se masih menjadi tanda tanya sampai ditemukan bahwa Se menjadi bagian integral dari enzim glutation peroksidase (GPx) (Rotruck et al. 1973). Enzim ini mengkatalis reaksi-reaksi penting untuk konversi hidrogen peroksida dan lipid peroksida menjadi air dan asam lemak alkohol dengan menggunakan glutation tereduksi, yang dengan demikian melindungi membran sel dari kerusakan oksidatif. Nilai aktivitas enzim GPx dapat memberi gambaran status Se di dalam tubuh organisme. Fungsi penting lain Se adalah menjadi bagian dari Iodotironin Deiodinase (ID), suatu enzim yang berperan sebagai katalisator dalam pembentukan T3 (bentuk aktif hormon tiroid) dari T4 (Brown & Arthur 2001). Pada percobaan ini terlihat bahwa aktivitas enzim GPx hati juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis 1, 2, dan 4 mg

83 51 Se/kg pakan nilainya tidak berbeda dari kelompok ikan tanpa penambahan Se. Dengan kata lain, penambahan selenometionin sampai dengan dosis 4 mg Se/kg pakan belum mampu meningkatkan aktivitas enzim GPx hati. Hasil yang sama diperlihatkan oleh aktivitas enzim superoksida dismustase (SOD) hati, meskipun ada kecenderungan nilainya makin meningkat dengan makin meningkatnya dosis penambahan selenometionin di pakan. SOD adalah enzim yang berperan dalam mereduksi superoksida (O - 2 ) menjadi H 2 O 2, sementara GPx mereduksi H 2 O 2 menjadi H 2 O. Kedua enzim antioksidan tersebut bekerja dengan sistem umpan balik. Aktivitas enzim GPx plasma juvenil kerapu bebek seperti terlihat pada Gambar 4 menunjukkan bahwa pada pemberian selenometionin, nilainya mengalami peningkatan dengan makin meningkatnya dosis penambahan Se di pakan, dan nilai tertinggi didapatkan pada penambahan 4 mg Se/kg pakan. Sebaliknya, pada penambahan sodium selenite, jumlah ikan tidak mencukupi kebutuhan untuk pengukuran parameter. Gambar 5 menunjukkan bahwa pada pemberian selenometionin, aktivitas enzim SOD plasma juvenil kerapu bebek nilainya sama, baik pada penambahan selenometionin dosis 1, 2, dan 4 mg Se/kg pakan, maupun tanpa penambahan Se. Sebaliknya, pada pemberian sodium selenite, jumlah ikan tidak mencukupi kebutuhan untuk pengukuran SOD plasma sehingga nilainya tidak ada. Gambar 6 menunjukkan bahwa pada pemberian selenometionin, nilai rasio T3/T4 juvenil kerapu bebek makin meningkat dengan makin meningkatnya kadar Se di pakan, dan nilai tertinggi didapatkan pada penambahan 4 mg Se/kg pakan. Tingginya nilai rasio T3/T4 mengindikasikan bahwa aktivitas enzim iodotironin deiodinase (ID) pada perlakuan ini lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa fungsi ID yang merupakan salah satu selenoprotein adalah sebagai katalisator pembentukan T3 dari T4. Aktivitas ID yang tinggi juga memungkinkan T3 yang terbentuk semakin banyak. T3 sendiri adalah bentuk aktif hormon tiroid yang mempunyai fungsi khusus dalam mengatur pertumbuhan. Secara umum, hasil ini sejalan dengan nilai efisiensi pakan, retensi lemak, dan retensi protein seperti terlihat pada Tabel 6.

84 Gambaran darah Pada percobaan ini parameter gambaran darah yang diamati meliputi total eritrosit, kadar hemoglobin, persentase hematokrit, differensial leukosit, dan indeks fagositik. Hasil pengamatan gambaran darah juvenil kerapu bebek disajikan pada Tabel 9 dan 10. Pada Tabel 9 terlihat bahwa penambahan selenometionin tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada total eritrosit, kadar hemoglobin, dan kadar hematokrit juvenil kerapu bebek. Hasil yang sama diperlihatkan oleh jumlah limfosit, monosit, dan neutrofil (Tabel 10). Sementara itu, indeks fagositik juvenil kerapu bebek dipengaruhi oleh pakan uji yang ditambahkan dengan selenometionin. Nilai indeks fagositik makin meningkat dengan makin meningkatnya dosis penambahan selenometionin di pakan. Indeks fagositik juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis 1, 2, dan 4 mg Se/kg pakan nilainya lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok ikan tanpa penambahan Se. Kenyataan ini memberi gambaran bahwa penambahan selenometionin ke dalam pakan juvenil kerapu bebek sampai dengan dosis tertentu dapat meningkatkan respons imunitas ikan. Hal ini dimungkinkan karena indeks fagositik adalah nilai yang menunjukkan aktivitas fagositosis. Fagositosis adalah salah satu mekanisme pertahanan seluler ikan yang bersifat nonspesifik dan merupakan langkah awal untuk mekanisme respons imun berikutnya, yaitu terbentuknya respons spesifik (Alifuddin 1999) Retensi Se Pada pemberian selenometionin, nilai retensi Se tertinggi didapatkan pada juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan 4 mg Se/kg pakan, dan diikuti secara berturut-turut oleh penambahan 2 mg Se/kg pakan, 1 mg Se/kg pakan, dan terendah pada kelompok ikan tanpa penambahan Se (Gambar 7 dan Lampiran 19). Ketiga perlakuan yang disebutkan terakhir nilainya tidak berbeda nyata. Tingginya nilai retensi Se pada penambahan selenometionin dosis 4 mg Se/kg pakan mengindikasikan jumlah Se yang tersimpan dalam tubuh ikan lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan lain. Selenium yang tersimpan tersebut dapat digunakan sewaktu-waktu, terutama ketika suplai Se dari pakan kurang. Di

85 53 dalam hati, Se akan diubah menjadi selenoprotein-selenoprotein yang memiliki fungsi spesifik diantaranya terkait dengan pertumbuhan dan kesehatan organisme. Hasil ini sejalan dengan beberapa parameter kinerja pertumbuhan, yaitu efisiensi pakan, retensi protein, dan retensi lemak (Tabel 6) yang menunjukkan nilai tertinggi didapatkan pada penambahan selenometionin dosis 4 mg Se/kg pakan. Hasil berbeda didapatkan oleh Lorentzen et al. (1994) pada ikan Atlantik salmon, meskipun selenometionin yang diberikan menyebabkan retensi Se lebih tinggi dibandingkan dengan Se dari sumber lain, tetapi pertumbuhan ikan tidak berbeda diantara perlakuan. Demikian pula yang dilaporkan oleh Rider et al. (2009) pada ikan rainbow trout yang menunjukkan hasil yang sama. Kenyataan ini memberi gambaran bahwa nilai retensi Se yang tinggi tidak selamanya diikuti oleh pertumbuhan yang tinggi pula. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan organisme dipengaruhi oleh banyak faktor, bukan hanya dari Se. 4.5 Hasil Percobaan III: Kinerja pertumbuhan dan daya tahan tubuh juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda Hasil percobaan II menunjukkan bahwa penambahan sodium selenite dosis 0,5 mg Se/kg pakan telah menyebabkan kematian juvenil kerapu bebek lebih dari 90% pada hari ke-33. Hasil yang sama juga didapatkan pada penambahan 1 mg Se/kg pakan, bahkan dosis 2 dan 4 mg Se/kg pakan menyebabkan kematian sampai 100% pada akhir pemeliharaan (hari ke-40). Berdasarkan hasil tersebut, pada percobaan III, dosis penggunaan sodium selenite diturunkan menjadi di bawah 0,5 mg Se/kg pakan, sehingga perlakuan yang diterapkan berada pada kisaran 0 0,4 mg Se/kg pakan Kinerja pertumbuhan Hasil perhitungan kinerja pertumbuhan juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda selama 42 hari masa pemeliharaan, disajikan pada Tabel 11.

86 54 Tabel 11. Tingkat kelangsungan hidup (TKH), laju pertumbuhan harian (LPH), konsumsi pakan (KP), efisiensi pakan (EP), retensi protein (RP), retensi lemak (RL), dan rasio RNA/DNA juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda Parameter Penambahan Se (mg/kg) 0 0,025 0,05 0,1 0,2 0,4 TKH (%) 95,56+3,85 a 97,78+3,85 a 100,00+0,00 a 100,00+0,00 a 100,00+0,00 a 95,56+3,85 a LPH (%) 2,13+0,07 a 2,14+0,10 a 2,30+0,14 a 2,26+0,15 a 2,08+0,25 a 1,94+0,13 a KP (g) 94,40+6,60 a 94,60+4,16 a 102,00+4,97 a 100,77+3,86 a 92,90+11,00 a 92,67+2,55 a EP (%) 74,96+5,72 a 76,43+4,98 a 81,51+7,82 a 80,19+5,83 a 77,18+5,40 a 67,15+6,49 a RP (%) 26,13+2,90 a 26,41+1,72 a 28,82+4,22 a 28,20+0,84 a 24,97+0,72 a 24,19+2,11 a RL (%) 30,72+3,03 b 32,30+2,27 b 45,76+3,43 a 27,25+7,49 b 26,40+8,31 b 24,38+1,61 b RNA/DNA 1,71+0,05 b 1,78+0,02 ab 1,83+0,01 a 1,82+0,05 a 1,77+0,00 ab 1,71+0,01 b *)Huruf superskrip di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05) Pada Tabel 11 dan Lampiran 20 terlihat bahwa pemberian sodium selenite dosis berbeda tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P>0,05) pada tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan harian, konsumsi pakan, efisiensi pakan, dan retensi protein, tetapi memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) pada retensi lemak dan rasio RNA/DNA. Nilai retensi lemak tertinggi didapatkan pada ikan yang diberi pakan bersuplemen 0,05 mg Se/kg pakan, dan diikuti secara berturut-turut oleh penambahan 0,025, 0, 0,1, 0,2 mg Se/kg pakan, dan terendah pada pemberian 0,4 mg Se/kg pakan. Kelima perlakuan yang disebutkan terakhir nilainya tidak berbeda nyata. Tabel 11 juga menunjukkan bahwa rasio RNA/DNA tertinggi didapatkan pada pemberian 0,05 mg Se/kg pakan, dan diikuti secara berturut-turut oleh dosis penambahan 0,1, 0,025, 0,2 mg Se/kg pakan, dan terendah pada penambahan 0,4 mg Se/kg pakan dan kelompok ikan tanpa penambahan Se. Hasil pengukuran kadar glikogen hati dan glikogen otot disajikan pada Gambar 9.

87 55 Glikogen hati, otot (mg/100 ml) Penambahan Se (mg/kg) Gambar 9. Kadar glikogen hati dan glikogen otot juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda. Keterangan: adalah glikogen hati, dan adalah glikogen otot Pada Gambar 9 terlihat bahwa kadar glikogen hati tertinggi didapatkan pada ikan yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis 0,05 mg Se/kg pakan, dan diikuti secara berturut-turut oleh penambahan 0,1, 0,025, 0, 0,2 mg Se/kg pakan, dan terendah pada ikan yang diberi sodium selenite dosis 0,4 mg Se/kg pakan, sedangkan kadar glikogen otot tertinggi didapatkan pada juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis 0,05 mg Se/kg pakan, dan diikuti secara berturut-turut oleh penambahan 0,1, 0,2, 0,025, 0, dan terendah pada penambahan 0,4 mg Se/kg pakan. Berdasarkan hasil ini terlihat bahwa kadar glikogen hati dan glikogen otot cenderung meningkat dengan makin meningkatnya jumlah pemberian sodium selenite sampai dosis tertentu, kemudian mengalami penurunan pada dosis yang lebih tinggi. Dosis optimal didapatkan pada penambahan 0,05 mg Se/kg pakan Aktivitas enzim dan kadar hormon Aktivitas enzim GPx plasma, GPx hati, dan rasio T3/T4 disajikan pada Gambar 10 dan 11.

88 56 Aktivitas GPx plasma dan GPx hati (mu/mg protein) b a b a a a a a ab Penambahan Se (mg/kg) b b a Gambar 10. Aktivitas enzim GPx plasma dan GPx hati juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda. Keterangan : adalah aktivitas GPx plasma, dan adalah aktivitas GPx hati Rasio T3/T a a b b bc c Penambahan Se (mg/kg) Gambar 11. Rasio T3/T4 juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda Pada Gambar 10 dan Lampiran 22 terlihat bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) pada aktivitas enzim GPx plasma tetapi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P>0,05) pada aktivitas enzim GPx hati. Aktivitas enzim GPx plasma tertinggi didapatkan pada juvenil kerapu

89 57 bebek yang diberi sodium selenite dosis 0,05 mg Se/kg pakan, dan diikuti secara berturut-turut oleh penambahan dosis 0,1, 0,2, 0,025, 0,4 mg Se/kg pakan, dan terendah pada kelompok ikan yang diberi pakan tanpa penambahan Se. Gambar 10 juga menunjukkan bahwa aktivitas GPx plasma juvenil kerapu bebek cenderung mengalami peningkatan dengan makin meningkatnya penambahan sodium selenite sampai dengan dosis tertentu, dan kemudian mengalami penurunan pada dosis yang lebih tinggi. Berdasarkan nilai aktivitas GPx plasma, dosis optimal didapatkan pada penambahan 0,05 mg Se/kg pakan. Sementara itu, aktivitas GPx hati juvenil kerapu bebek cenderung mengalami peningkatan sampai dengan dosis penambahan 0,025 mg Se/kg pakan dan kemudian turun pada dosis penambahan yang lebih tinggi. Pada Gambar 11 dan Lampiran 23 terlihat bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) pada nilai rasio T3/T4. Rasio T3/T4 tertinggi didapatkan pada juvenil kerapu bebek yang diberi sodium selenite dosis 0,05 dan 0,025 mg Se/kg pakan, dan diikuti secara berturut-turut oleh penambahan 0,1, 0, 0,2 mg Se/kg pakan, dan terendah pada penambahan 0,4 mg Se/kg pakan. Seperti halnya aktivitas GPx plasma, pola yang ditunjukkan oleh rasio T3/T4 ini adalah nilainya cenderung mengalami peningkatan dengan makin meningkatnya jumlah penambahan sodium selenite sampai dengan dosis tertentu, dan kemudian mengalami penurunan pada dosis yang lebih tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa dosis optimal didapatkan pada penambahan sodium selenite dosis 0,05 mg Se/kg pakan Gambaran darah Pengamatan gambaran darah juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda disajikan pada Tabel 12 dan 13.

90 58 Tabel 12. Total eritrosit (TE), kadar hemoglobin (Hb), dan kadar hematokrit (Ht) juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda Penambahan Parameter Se (mg/kg) TE (x 10 6 sel/ml) Hb (g %) Ht (%) 0 0,90+0,02 a 3,25+0,35 a 9,26+0,71 a 0,025 1,06+0,18 a 3,90+0,71 a 12,66+5,03 a 0,05 1,34+0,28 a 4,20+0,28 a 17,90+2,98 a 0,1 1,27+0,28 a 3,90+0,14 a 14,74+1,48 a 0,2 1,31+0,28 a 3,90+0,14 a 14,02+3,75 a 0,4 1,26+0,28 a 3,90+0,14 a 12,82+3,98 a *)Huruf superskrip di belakang nilai standar deviasi yang sama pada setiap lajur yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0.05) Tabel 13. Jumlah limfosit, monosit, neutrofil, dan indeks fagositik (IP) juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda Penambahan Differensial leukosit Se (mg/kg) Limfosit (%) Monosit (%) Neutrofil (%) IP (%) 0 74,82+8,68 a 14,79+5,36 a 10,39+4,06 a 16,00+3,00 a 0,025 73,98+4,41 a 15,93+7,57 a 10,10+3,16 a 18,33+3,51 a 0,05 72,82+7,56 a 16,39+4,73 a 10,79+2,89 a 21,67+5,13 a 0,1 73,28+5,88 a 16,30+4,43 a 10,41+2,52 a 19,67+2,52 a 0,2 74,61+5,39 a 16,79+2,44 a 8,60+4,24 a 18,67+5,03 a 0,4 73,49+2,20 a 17,28+2,36 a 9,23+3,67 a 15,33+5,13 a *)Huruf superskrip di belakang nilai standar deviasi yang sama pada setiap lajur yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0.05) Pada Tabel 12 dan Lampiran 24 terlihat bahwa penambahan sodium selenite dosis berbeda tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P>0,05) pada total eritrosit, kadar hemoglobin, dan kadar hematokrit juvenil kerapu bebek. Ketiga parameter gambaran darah ini memiliki kecenderungan yang sama, yaitu nilainya makin meningkat seiring dengan makin meningkatnya penambahan sodium selenite di pakan sampai dengan dosis 0,05 mg Se/kg pakan, dan kemudian turun kembali pada dosis yang lebih tinggi. Pada Tabel 13 dan Lampiran 25 juga terlihat bahwa jumlah limfosit, monosit, neutrofil, dan indeks fagositik juvenil kerapu bebek tidak dipengaruhi oleh pakan uji (P>0,05). Jumlah neutrofil dan indeks fagositik memiliki kecenderungan yang sama, yaitu nilainya semakin meningkat seiring dengan

91 59 makin meningkatnya penambahan sodium selenite di pakan sampai dengan dosis 0,05 mg Se/kg pakan, kemudian menurun kembali pada dosis yang lebih tinggi lagi Retensi Se dan distribusi Se di beberapa organ Hasil perhitungan retensi Se disajikan pada Gambar 12 dan Lampiran 26.1, sedangkan distribusi Se di beberapa organ disajikan pada Gambar 13. Retensi Se (%) a a a a a a Penambahan Se (mg/kg) Gambar 12. Rataan nilai retensi Se juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda Kadar Se (µg/100 g) Penambahan Se (mg/kg) hati usus ginjal otot darah Gambar 13. Kadar Se pada beberapa organ juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda

92 60 Pada Gambar 12 dan Lampiran 26.1 terlihat bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P>0,05) pada retensi Se juvenil kerapu bebek. Retensi Se cenderung mengalami peningkatan seiring dengan makin meningkatnya jumlah penambahan sodium selenite di pakan sampai dengan dosis 0,05 mg Se/kg pakan, dan kemudian menurun kembali pada dosis yang lebih tinggi. Gambar 13 menunjukkan bahwa kadar Se tertinggi pada semua organ yang diamati (hati, usus, ginjal, otot, dan darah) didapatkan pada pemberian sodium selenite dosis 0,05 mg Se/kg pakan, dan terendah pada kelompok ikan yang diberi pakan tanpa penambahan Se. Pada pemberian sodium selenite dosis 0,05 mg Se/kg pakan terlihat bahwa hati adalah organ dengan kandungan Se tertinggi, diikuti oleh usus, otot, ginjal, dan terendah pada darah. Sebaliknya, pada kelompok ikan tanpa penambahan Se terlihat bahwa usus adalah organ dengan kandungan Se tertinggi, diikuti oleh darah, otot, hati, dan terendah pada ginjal Daya tahan tubuh ikan terhadap perubahan kondisi lingkungan Uji perendaman di dalam air tawar dilakukan untuk menguji daya tahan tubuh juvenil kerapu bebek setelah pemberian pakan yang mengandung Se. Hasil pengujian tersebut disajikan pada Gambar 14 dan Glukosa darah (mg/dl) awal air tawar 10' air laut 1 jam air laut 2 jam Gambar 14. Kadar glukosa darah juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda pada uji perendaman di air tawar

93 61 Kadar kortisol (ng/ml) awal air tawar 10' air laut 1 jam air laut 2 jam Gambar 15. Kadar kortisol juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda pada uji perendaman di air tawar Pada Gambar 14 terlihat bahwa semua perlakuan mempunyai pola yang sama, yaitu kadar glukosa darah juvenil kerapu bebek meningkat ketika dimasukkan ke dalam air tawar selama 10 menit, dan masih meningkat pada jam pertama di air laut. Pada jam kedua di air laut, kadar glukosa darahnya mengalami penurunan menuju normal. Gambar tersebut juga menunjukkan bahwa pemberian sodium selenite dosis 0,05 mg Se/kg pakan adalah perlakuan terbaik. Hal ini dibuktikan dengan nilai glukosa darahnya yang lebih rendah ketika dimasukkan ke air tawar, pada satu jam di air laut, dan pada jam kedua di air laut, dibandingkan dengan perlakuan lain. Sebaliknya, ikan yang diberi pakan tanpa penambahan Se menunjukkan kadar glukosa darahnya tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lain pada jam pertama dan kedua di air laut. Gambar 15 menunjukkan bahwa semua perlakuan memiliki pola yang sama, yaitu kadar kortisol juvenil kerapu bebek meningkat ketika dimasukkan ke air tawar, kemudian menurun pada jam pertama di air laut, dan menurun kembali menuju normal pada jam kedua. Gambar tersebut juga menunjukkan bahwa perlakuan terbaik didapatkan pada pemberian sodium selenite dosis 0,05 mg Se/kg pakan. Hal ini dibuktikan dengan nilai kortisol yang paling rendah dibandingkan dengan perlakuan lain ketika ikan dimasukkan ke dalam air tawar, jam pertama ketika dikembalikan ke air laut, dan jam kedua di air laut. Sebaliknya, ikan yang

94 62 diberi pakan tanpa penambahan Se menunjukkan kadar kortisolnya tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lain. 4.6 Pembahasan percobaan III: Pertumbuhan dan daya tahan tubuh juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis berbeda Kinerja pertumbuhan Kinerja pertumbuhan juvenil kerapu bebek seperti terlihat pada Tabel 11 menunjukkan bahwa penambahan sodium selenite tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan harian, konsumsi pakan, efisiensi pakan, dan retensi protein. Hal ini memberi gambaran bahwa penambahan sodium selenite dalam pakan sampai dengan 0,4 mg Se/kg pakan tidak mempengaruhi kelima parameter pertumbuhan tersebut. Hasil yang sama didapatkan pada ikan nila tilapia (Kim et al. 2003), yaitu pertambahan bobot, rasio efisiensi pakan, dan kelangsungan hidup nyata tidak dipengaruhi oleh selenium dalam bentuk sodium selenite dosis 0,2 0,5 mg Se/kg pakan. Namun demikian, pada percobaan ini terlihat bahwa laju pertumbuhan harian, konsumsi pakan, efisiensi pakan, dan retensi protein juvenil kerapu bebek cenderung mengalami peningkatan seiring dengan makin meningkatnya penambahan sodium selenite di pakan sampai dengan dosis 0,05 mg Se/kg pakan, dan kemudian menurun kembali pada dosis yang lebih tinggi. Pada Tabel 11 tersebut juga terlihat bahwa penambahan sodium selenite dalam pakan juvenil kerapu bebek memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada retensi lemak. Nilai retensi lemak tertinggi didapatkan pada pemberian sodium selenite dosis 0,05 mg Se/kg pakan dengan nilai 45,76+3,34%, diikuti secara berturut-turut oleh penambahan dosis 0,025 mg Se/kg, tanpa penambahan Se, 0,1 mg Se/kg, 0,2 mg Se/kg, dan 0,4 mg Se/kg pakan, dengan nilai kelima perlakuan tersebut tidak berbeda. Berdasarkan hasil ini dapat dikatakan bahwa penambahan sodium selenite dosis 0,05 mg Se/kg pakan merupakan perlakuan terbaik. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa pertumbuhan adalah perubahan ukuran, yaitu variabel yang mengalami perubahan dapat berupa panjang atau dimensi fisik lainnya, termasuk volume, bobot atau massa, baik pada keseluruhan tubuh organisme atau pada berbagai jaringan. Perubahan itu juga bisa berkaitan

95 63 dengan kandungan protein, lemak, atau komponen kimia lainnya tubuh; perubahan kandungan kalori (energi) dari keseluruhan tubuh, atau dari komponen jaringannya (Weatherley & Gill 1987). Hasil perhitungan retensi lemak tersebut diperkuat oleh nilai rasio RNA/DNA (Tabel 11), yaitu pemberian sodium selenite dosis 0,05 mg Se/kg pakan menunjukkan nilai tertinggi (1,83+0,01), dan diikuti secara berturut-turut oleh penambahan 0,1, 0,025, 0,2 mg Se/kg pakan, dan terendah pada penambahan 0,4 mg Se/kg pakan dan kelompok ikan yang diberi pakan tanpa penambahan Se. Hal ini memberi gambaran bahwa penambahan sodium selenite dosis 0,05 mg Se/kg pakan adalah perlakuan terbaik. Hasil ini sejalan dengan nilai retensi lemak yang merupakan salah satu parameter kinerja pertumbuhan. Rooker dan Holt (1996) menyatakan bahwa untuk mengestimasi pertumbuhan, penggunaan nilai rasio RNA/DNA merupakan metode yang cukup akurat, selain juga dapat menjadi indikator status nutrisi ikan. Selanjutnya dikatakan bahwa parameter ini telah diuji pada beberapa spesies ikan dan krustasea. Hasil penelitian Kaligis (2010) pada post larva udang vaname (Litopenaeus vannamei, Boone) pada salinitas rendah menunjukkan bahwa kadar protein pakan 45% dengan kadar kalsium 2% dalam pakan, yang juga merupakan perlakuan optimal, terjadi peningkatan efisiensi pakan, retensi kalsium, dan laju pertumbuhan seiring dengan meningkatnya rasio RNA/DNA. Demikian pula dengan juvenil kerapu bebek, didapatkan bahwa dengan penambahan 100 ppm mineral Fe dalam pakan, yang juga merupakan perlakuan terbaik, menunjukkan rasio RNA/DNA tertinggi (Setiawati 2010). Jika dikaitkan dengan hasil percobaan II yang menunjukkan bahwa pemberian sodium selenite dosis 0,5 mg Se/kg pakan telah menyebabkan kematian yang tinggi pada juvenil kerapu bebek, pada percobaan ini penambahan sodium selenite sampai dengan dosis 0,4 mg Se/kg pakan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan harian, konsumsi pakan, efisiensi pakan, dan retensi protein, maka terlihat bahwa selisih antara dosis sodium selenite yang masih dapat ditolerir dan yang telah menyebabkan keracunan adalah 0,1 mg Se/kg pakan. Dengan kata lain, selisihnya sangat tipis. Maier dan Knight (1994) menyatakan bahwa selenium adalah bahan yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit yang merupakan mineral penting tetapi

96 64 dapat menjadi racun dengan margin yang sempit dari toleransi dalam sistem biologi. Hasil pengukuran kadar glikogen hati dan glikogen otot, seperti terlihat pada Gambar 9, menunjukkan pola yang sama, yaitu nilainya semakin meningkat dengan makin meningkatnya pemberian sodium selenite sampai dengan dosis tertentu, kemudian mengalami penurunan pada dosis yang lebih tinggi. Pada kedua parameter tersebut terlihat bahwa 0,05 mg Se/kg pakan adalah dosis optimal. Hal ini memperkuat nilai kinerja pertumbuhan (retensi lemak dan rasio RNA/DNA) tertinggi yang juga didapatkan pada juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis 0,05 mg Se/kg pakan. Glikogen merupakan cadangan glukosa yang tersimpan dalam tubuh yang sewaktu-waktu dapat digunakan, terutama jika terjadi kekurangan suplai karbohidrat dari luar. Kerapu bebek merupakan ikan karnivor yang kurang mampu memanfaatkan energi yang berasal dari karbohidrat pakan sehingga keberadaan cadangan glukosa dalam hati dan otot menjadi penting Aktivitas enzim dan kadar hormon Salah satu fungsi selenium adalah menjadi bagian integral dari enzim glutation peroksidase (GPx). GPx sendiri berfungsi sebagai enzim antioksidan yang berperan dalam konversi hidrogen peroksida dan asam lemak hidroperoksida menjadi air dan asam lemak alkohol dengan menggunakan glutation tereduksi, yang dengan demikian melindungi membran sel dari kerusakan oksidatif (Rotruck et al. 1973). Aktivitas enzim GPx telah lama digunakan sebagai penanda status Se dalam tubuh organisme. Gambar 10 menunjukkan bahwa aktivitas enzim GPx plasma tertinggi didapatkan pada ikan yang diberi sodium selenite dosis 0,05 mg Se/kg pakan dengan nilai 1350,32+25,24 mu/mg protein, dan diikuti secara berturut-turut oleh pemberian 0,1, 0,2, 0,025, 0,4 mg Se/kg pakan, dan terendah pada kelompok ikan yang diberi pakan tanpa penambahan Se dengan nilai 1052,89+42,06 mu/mg protein. Gambar 10 juga menunjukkan bahwa aktivitas GPx plasma juvenil kerapu bebek makin meningkat dengan makin meningkatnya penambahan sodium selenite dalam pakan sampai dengan dosis tertentu (0,05 mg Se/kg pakan),

97 65 kemudian menurun pada dosis yang lebih tinggi. Jika dikaitkan dengan nilai retensi lemak dan rasio RNA/DNA yang merupakan salah satu parameter kinerja pertumbuhan (Tabel 11), maka dapat dikatakan bahwa penambahan sodium selenite dosis 0,05 mg Se/kg pakan merupakan perlakuan terbaik. Penelitianpenelitian terdahulu juga menunjukkan pola yang relatif sama, yaitu penambahan jumlah sodium selenite ke dalam pakan menyebabkan peningkatan aktivitas enzim GPx plasma ikan. Namun, aktivitas enzim GPx yang tinggi tidak selalu diikuti oleh pertumbuhan yang tinggi pula. Beberapa contoh yang dapat disebutkan di sini adalah ikan rainbow trout (Kucukbay et al. 2009), channel catfish (Wang & Lovell 1997), dan abalon (Wang et al. 2012). Pada rainbow trout (Oncorhynchus mykiss), aktivitas enzim GPx plasma makin meningkat dengan makin meningkatnya kadar Se di pakan, dan aktivitas tertinggi didapatkan pada pemberian sodium selenite dosis 0,3 mg Se/kg pakan. Namun, pertumbuhan ikan tidak berbeda antarperlakuan sampai dengan dosis 0,3 mg Se/kg pakan tersebut. Aktivitas enzim GPx plasma pada channel catfish (Ictalurus punctatus) mengikuti pola linear, yaitu penambahan sodium selenite sampai dengan dosis 0,4 mg Se/kg pakan belum menunjukkan titik optimum, sementara pertumbuhan tertinggi didapatkan pada dosis 0,28 mg Se/kg pakan. Hasil yang sama ditunjukkan oleh juvenil abalon (Holiotis discus hannai Ino), yaitu aktivitas enzim GPx plasma makin meningkat sampai dengan dosis 9,16 mg Se/kg pakan, namun pertumbuhan tertinggi diperoleh pada pakan dengan dosis 1,55 mg Se/kg pakan. Hasil yang berbeda terlihat pada aktivitas enzim GPx hati (Gambar 10), yaitu penambahan sodium selenite sampai dengan dosis 0,4 mg Se/kg pakan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada aktivitas enzim GPx hati. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Cotter et al. (2008) juga mendapatkan bahwa aktivitas GPx hati ikan hybrid striped bass tidak berbeda ketika diberi pakan dengan penambahan sodium selenite dosis 0,2 dan 0,4 mg Se/kg pakan. Namun, laju pertumbuhan spesifik nyata lebih tinggi pada dosis 0,2 mg Se/kg pakan dibandingkan dengan penambahan 0,4 mg Se/kg pakan. Rasio T3/T4 seperti terlihat pada Gambar 11 menunjukkan bahwa nilai tertinggi didapatkan pada pemberian sodium selenite dosis 0,05 mg Se/kg pakan dengan nilai 4,11+0,11, dan diikuti secara berturut-turut oleh penambahan 0,1,

98 66 0,025, 0, 0,2, dan terendah pada penambahan 0,4 mg Se/kg pakan dengan nilai 1,82+0,17. Tingginya nilai rasio T3/T4 pada pemberian sodium selenite dosis 0,05 mg Se/kg pakan mengindikasikan bahwa aktivitas enzim iodotironin deiodinase (ID) pada perlakuan ini lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa fungsi ID yang merupakan salah satu selenoprotein adalah sebagai katalisator pembentukan T3 dari T4. Aktivitas ID yang tinggi juga memungkinkan T3 yang terbentuk semakin banyak. T3 sendiri adalah bentuk aktif hormon tiroid yang mempunyai fungsi khusus dalam mengatur pertumbuhan. Kenyataan ini sejalan dengan nilai retensi lemak dan rasio RNA/DNA (Tabel 10), yaitu perlakuan terbaik didapatkan pada penambahan sodium selenite dosis 0,05 mg Se/kg pakan. Terkait dengan nilai retensi lemak dan rasio RNA/DNA yang merupakan salah satu parameter kinerja pertumbuhan, maka rasio T3/T4 tersebut memperkuat hasil yang didapatkan pada percobaan ini Gambaran darah Hasil pengamatan gambaran darah disajikan pada Tabel 12 dan 13. Pada Tabel 12 terlihat bahwa nilai total eritrosit, kadar hemoglobin, dan persentase hematokrit juvenil kerapu bebek cenderung mengalami peningkatan seiring dengan makin meningkatnya penambahan sodium selenite dalam pakan sampai dengan dosis 0,05 mg Se/kg pakan, kemudian menurun kembali pada dosis yang lebih tinggi. Respons yang terbentuk cenderung kuadratik dengan nilai maksimum pada titik 0,05 mg Se/kg pakan. Hasil dan respons yang cenderung sama diperlihatkan pula oleh jumlah limfosit, monosit, neutrofil, dan indeks fagositik (Tabel 13). Namun, hasil analisis statistik (Lampiran 24 dan 25) menunjukkan bahwa penambahan sodium selenite dalam pakan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada semua parameter gambaran darah yang diamati. Hal ini memberi gambaran bahwa penambahan sodium selenite sampai dengan dosis 0,4 mg Se/kg pakan belum mampu meningkatkan respons imunitas ikan Retensi Se dan distribusi Se di beberapa organ Hasil perhitungan retensi Se seperti terlihat pada Gambar 12 menunjukkan pola yang relatif sama dengan pengamatan gambaran darah, yaitu retensi Se

99 67 juvenil kerapu bebek cenderung mengalami peningkatan seiring dengan makin meningkatnya penambahan sodium selenite sampai dengan dosis 0,05 mg Se/kg pakan, kemudian mengalami penurunan pada dosis yang lebih tinggi. Namun, hasil analisis statistik (Lampiran 26) menunjukkan bahwa pemberian pakan dengan penambahan Se dalam bentuk sodium selenite sampai dengan dosis 0,4 mg Se/kg pakan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada retensi Se juvenil kerapu bebek. Berdasarkan distribusi Se pada beberapa organ juvenil kerapu bebek (Gambar 13 dan Lampiran 26.2) terlihat bahwa penambahan sodium selenite dosis 0,05 mg Se/kg pakan adalah perlakuan terbaik, yaitu kadar Se pada semua organ (hati, usus, ginjal, otot, dan darah) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Organ hati misalnya, kadar Se tertinggi didapatkan pada perlakuan 0,05 mg Se/kg pakan dengan nilai 3,95 µg/100 g, diikuti secara berturut-turut oleh penambahan 0,2 mg Se/kg pakan dengan nilai 2,55 µg/100 g, penambahan 0,1 mg Se/kg pakan dengan nilai 2,35 µg/100 g, penambahan 0,4 mg Se/kg pakan dengan nilai 1,95 µg/100 g, dan terendah pada kelompok ikan tanpa penambahan Se dengan nilai 0,36 µg/100 g. Pada semua organ, kecuali otot, terlihat bahwa penambahan Se dalam bentuk sodium selenite sampai dengan dosis 0,4 mg Se/kg pakan menyebabkan kadar Se di beberapa organ lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok ikan tanpa penambahan Se. Distribusi Se di organ pada penambahan sodium selenite dosis 0,05 mg Se/kg pakan menunjukkan bahwa hati merupakan organ dengan konsentrasi Se terbesar, disusul usus, otot, ginjal, dan terendah pada darah. Selenium yang tersimpan dalam organ-organ tersebut (terutama hati dan otot) akan menjadi cadangan apabila suplai Se dari pakan berkurang. Karena fungsi mineral Se sangat penting bagi tubuh maka dapat dipastikan bahwa keberadaan Se dalam organ sangat dibutuhkan. Hasil pengukuran yang menunjukkan bahwa kadar Se tertinggi pada semua organ ikan yang diamati didapatkan pada pemberian sodium selenite dosis 0,05 mg Se/kg pakan memperkuat nilai kinerja pertumbuhan (retensi lemak dan rasio RNA/DNA) dan rasio T3/T4 tertinggi juga didapatkan pada dosis yang sama.

100 Daya tahan tubuh ikan terhadap perubahan kondisi lingkungan Hasil pengujian daya tahan tubuh juvenil kerapu bebek dengan perendaman dalam air tawar disajikan pada Gambar 14 dan 15, serta Lampiran 27. Pada semua perlakuan seperti terlihat pada Gambar 14, tampak pola yang sama, yaitu kadar glukosa darah meningkat ketika dimasukkan ke dalam air tawar selama 10 menit tanpa aerasi, dan masih mengalami peningkatan pada jam pertama setelah ikan dimasukkan kembali ke dalam air laut, sedangkan pada jam kedua, nilai kadar glukosa darahnya sudah turun dan mendekati nilai awal. Berdasarkan gambar tersebut, perlakuan terbaik didapatkan pada pemberian sodium selenite dosis 0,05 mg Se/kg pakan. Kadar glukosa darah awal juvenil kerapu bebek pada perlakuan 0,05 mg Se/kg pakan ini adalah 66,67 mg/dl, kemudian meningkat menjadi 76,53 mg/dl (naik 14,78%) ketika dimasukkan ke dalam air tawar, dan pada jam pertama di air laut, kadar glukosa darahnya meningkat menjadi 112,68 mg/dl (naik 69,01%). Pada jam kedua di air laut, kadar glukosa darahnya sudah berada pada kondisi normal (62,02 mg/dl). Sementara itu, pada kelompok ikan yang diberi pakan tanpa penambahan Se, terlihat bahwa kadar glukosa darah awal ikan adalah 61,03 mg/dl, kemudian meningkat menjadi 68,55 mg/dl (naik 12,32%) ketika dimasukkan ke dalam air tawar, dan meningkat kembali pada jam pertama di air laut menjadi 154,46 mg/dl (naik 153,08%). Pada jam kedua di air laut, kadar glukosa darahnya menurun tetapi belum mencapai kondisi normal (93,05 mg/dl). Kondisi yang hampir sama dengan kelompok ikan tanpa penambahan Se diperlihatkan oleh keempat perlakuan yang lain. Pada penambahan sodium selenite dosis 0,05 mg Se/kg pakan terlihat bahwa kadar glukosa darah juvenil kerapu bebek pada jam pertama di air laut nilainya lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lain, dan pada jam kedua nilainya sudah berada pada kondisi normal (awal). Kadar glukosa darah yang tinggi menunjukkan ikan mengalami stres. Sebaliknya, pada kelompok ikan tanpa penambahan Se, kadar glukosa darah pada jam pertama di air laut paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain, dan pada jam kedua belum menunjukkan tanda-tanda ke posisi normal (awal). Sebagai pembanding, dilakukan pula pengukuran kadar kortisol ikan seperti terlihat pada Gambar 15. Pada gambar tersebut, secara umum terlihat

101 69 bahwa semua perlakuan menunjukkan pola yang sama, yaitu kadar kortisol juvenil kerapu bebek mengalami peningkatan ketika dimasukkan ke dalam air tawar, kemudian menurun pada jam pertama di air laut, dan mendekati normal pada jam kedua di air laut. Berdasarkan kadar kortisol, seperti halnya glukosa darah, perlakuan terbaik didapatkan pada penambahan sodium selenite dosis 0,05 mg Se/kg pakan. Pada perlakuan ini, kadar kortisol awal juvenil kerapu bebek adalah 8,76 ng/ml, kemudian meningkat menjadi 31,98 ng/ml (nilainya paling rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lain) ketika dimasukkan ke air tawar, dan mengalami penurunan pada jam pertama di air laut menjadi 14,38 ng/ml (nilainya paling rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lain). Pada jam kedua di air laut, kadar kortisol sudah mendekati normal (12,76 ng/ml). Kadar kortisol yang tinggi juga menunjukkan ikan mengalami stres. Gambar 15 dan Lampiran 27.2 juga menunjukkan bahwa ikan mengalami stres yang hebat ketika diberi pakan tanpa penambahan sodium selenite. Dari kedua hasil tersebut terlihat bahwa daya tahan tubuh juvenil kerapu bebek dapat ditingkatkan dengan penambahan sodium selenite. 4.7 Hasil Percobaaan IV: Uji ketahanan tubuh terhadap berbagai stressor lingkungan Hasil percobaan II menunjukkan bahwa Se organik (selenometionin) lebih baik dibandingkan dengan Se anorganik (sodium selenite), dan penambahan selenometionin dosis 4 mg Se/kg pakan adalah perlakuan terbaik. Pada percobaan IV ini sumber Se yang digunakan adalah selenometionin dan perlakuan yang diterapkan adalah tanpa penambahan Se, penambahan selenometionin dosis 4 mg Se/kg pakan (Se optimal), dan penambahan selenometionin dosis 16 mg Se/kg pakan (Se berlebih). Pemeliharaan awal ikan dilakukan selama 42 hari. Selama pemeliharaan, ikan diberi pakan uji sesuai perlakuan. Setelah itu dilakukan uji transportasi (simulasi) selama 13 jam dan dilanjutkan dengan pemeliharaan lanjutan selama 20 hari. Pada minggu kedua pemeliharaan lanjutan, dilakukan uji perendaman di dalam air tawar. Keseluruhan hasil percobaan disajikan pada sub bab-sub bab selanjutnya.

102 Kinerja pertumbuhan Hasil perhitungan kinerja pertumbuhan juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda selama 42 hari pemeliharaan awal dan 20 hari pemeliharaan lanjutan disajikan pada Tabel 14 dan 15, sedangkan rasio RNA/DNA disajikan pada Gambar 16. Tabel 14. Tingkat kelangsungan hidup (TKH), laju pertumbuhan harian (LPH), konsumsi pakan (KP), dan efisiensi pakan (EP) juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda pada pemeliharaan awal Parameter Penambahan Se (mg/kg) TKH (%) 100,00+0,00 a 100,00+0,00 a 97,78+0,00 a LPH (%) 2,01+0,10 a 2,11+0,17 a 2,02+0,26 a KP (g) 84,87+6,43 a 91,67+5,76 a 89,07+8,44 a EP (%) 73,04+4,19 a 77,09+7,23 a 72,64+10,78 a *)Huruf superskrip di belakang nilai standar deviasi yang sama pada setiap baris yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0.05) Tabel 14 dan Lampiran 28 menunjukkan bahwa pemberian selenometionin dosis berbeda tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P>0,05) pada tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan harian, konsumsi pakan, dan efisiensi pakan juvenil kerapu bebek selama 42 hari pemeliharaan awal. Tabel 15. Tingkat kelangsungan hidup (TKH), laju pertumbuhan harian (LPH), konsumsi pakan (KP), efisiensi pakan (EP), retensi protein (RP), dan retensi lemak (RL) juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda pada pemeliharaan lanjutan Parameter Penambahan Se (mg/kg) TKH (%) 100,00+0,00 a 100,00+0,00 a 100,00+0,00 a LPH (%) 1,03+0,27 b 1,57+0,10 a 1,56+0,08 a KP (g) 49,60+3,64 a 49,70+1,30 a 47,43+9,31 a EP (%) 40,43+10,67 b 70,37+6,12 a 65,46+10,18 a RP (%) 23,40+1,28 a 23,82+2,77 a 22,75+2,96 a RL (%) 24,08+1,64 b 40,08+3,25 a 29,17+2,59 b *)Huruf superskrip di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05)

103 71 Pada Tabel 15 dan Lampiran 28 terlihat bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P>0,05) pada tingkat kelangsungan hidup, konsumsi pakan, dan retensi protein, tetapi memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) pada laju pertumbuhan harian, efisiensi pakan, dan retensi lemak juvenil kerapu bebek. Laju pertumbuhan harian dan efisiensi pakan menunjukkan pola yang sama, yaitu nilai tertinggi didapatkan pada juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis 4 dan 16 mg Se/kg pakan, dan terendah pada kelompok ikan tanpa penambahan Se. Retensi lemak memiliki pola yang berbeda, yaitu nilai tertinggi didapatkan pada ikan yang diberi selenometionin dosis 4 mg Se/kg pakan, dan terendah pada penambahan 16 mg Se/kg pakan dan kelompok ikan yang diberi pakan tanpa penambahan Se. Rasio RNA/DNA Penambahan Se (mg/kg) Gambar 16. Rasio RNA/DNA juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda Gambar 16 menunjukkan bahwa rasio RNA/DNA tertinggi didapatkan pada juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis 4 mg Se/kg pakan, diikuti oleh kelompok ikan tanpa penambahan Se, dan terendah pada pemberian 16 mg Se/kg pakan.

104 Aktivitas enzim dan kadar hormon Aktivitas enzim GPx hati dan SOD hati disajikan pada Tabel 16, sedangkan aktivitas GPx plasma dan rasio T3/T4 disajikan pada Gambar 17 dan 18. Tabel 16. Aktivitas enzim GPx plasma dan SOD hati juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda Parameter Penambahan Se (mg/kg) GPx hati (mu/mg protein) 435,69+11,37 a 447,09+22,93 a 361,74+6,82 b SOD hati (Unit) 1,00+0,47 a 1,00+0,47 a 0,67+0,00 a *)Huruf superskrip di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05) Aktivitas GPx plasma (mu/mg protein) a b b Penambahan Se (mg/kg) Gambar 17. Aktivitas enzim GPx plasma juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda

105 73 Rasio T3/T Penambahan Se (mg/kg) Gambar 18. Rasio T3/T4 juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda Pada Tabel 16 dan Lampiran 29 terlihat penambahan selenometionin dosis berbeda memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) pada aktivitas GPx hati, tetapi tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P>0,05) pada aktivitas enzim SOD hati. Aktivitas enzim GPx hati tertinggi didapatkan pada pemberian selenometionin dosis 4 mg Se/kg pakan dan kelompok ikan yang diberi pakan tanpa penambahan Se, dan terendah pada penambahan 16 mg Se/kg pakan. Sementara itu, aktivitas enzim SOD hati juvenil kerapu bebek menunjukkan kecenderungan menurun pada penambahan selenometionin dosis tinggi (16 mg Se/kg pakan). Gambar 17 dan Lampiran 29 menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) pada aktivitas enzim GPx plasma juvenil kerapu bebek. Aktivitas GPx plasma tertinggi didapatkan pada ikan yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis 4 mg Se/kg pakan, dan terendah pada pemberian 16 mg Se/kg pakan dan kelompok ikan tanpa penambahan Se. Pada Gambar 18 terlihat bahwa rasio T3/T4 tertinggi didapatkan pada ikan yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis 4 mg Se/kg pakan, diikuti oleh kelompok ikan tanpa penambahan Se, dan terendah pada pemberian 16 mg Se/kg pakan.

106 Gambaran darah Pengamatan gambaran darah juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda disajikan pada Tabel 17 dan 18. Tabel 17. Total eritrosit (TE), kadar hemoglobin (Hb), dan kadar hematokrit (Ht) juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda Parameter Penambahan Se (mg/kg) TE (x 10 6 sel/ml) 0,96+0,06 a 1,23+0,21 a 1,28+0,34 a Hb (g %) 4,33+0,42 a 4,33+0,76 a 4,00+0,20 a Ht (%) 16,63+1,45 a 17,47+4,16 a 14,08+1,92 a *)Huruf superskrip di belakang nilai standar deviasi yang sama pada setiap baris yang sama menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0.05) Pada Tabel 17 dan Lampiran 31 terlihat bahwa penambahan selenometionin dosis berbeda tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P>0,05) pada total eritrosit, kadar hemoglobin, dan kadar hematokrit juvenil kerapu bebek. Tabel 18. Jumlah limfosit, monosit, neutrofil, dan indeks fagositik (IP) juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda Differensial leukosit Penambahan Se (mg/kg) Limfosit (%) 74,82+8,68 a 70,97+2,44 a 73,19+11,44 a Monosit (%) 14,79+5,36 a 17,53+1,95 a 15,67+8,77 a Neutrofil (%) 10,39+4,06 a 11,50+4,38 a 11,14+2,76 a IP (%) 16,00+3,00 b 26,00+3,61 a 22,33+2,52 a *)Huruf superskrip di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0.05) Tabel 18 dan Lampiran 31 menunjukkan bahwa perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P>0,05) pada jumlah limfosit, monosit, dan neutrofil, tetapi memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) pada indeks fagositik juvenil kerapu bebek. Indeks fagositik tertinggi didapatkan

107 75 pada ikan yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis 4 dan 16 mg Se/kg pakan, dan terendah pada kelompok ikan tanpa penambahan Se Retensi Se dan distribusi Se di beberapa organ Hasil perhitungan retensi Se disajikan pada Gambar 19 dan Lampiran 33.1, sedangkan distribusi Se di beberapa organ disajikan pada Gambar 20. a a Retensi Se (%) a Penambahan Se (mg/kg) Gambar 19. Rataan nilai retensi Se juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda Konsentrasi Se (µg/100 g) Penambahan Se (mg/kg) hati usus ginjal otot darah Gambar 20. Kadar Se pada beberapa organ juvenil kerapu bebek yang diberi pakan dengan penambahan selenometionin dosis berbeda

ABSTRACT. Keywords: selenium, growth, viability, Cromileptes altivelis, grouper

ABSTRACT. Keywords: selenium, growth, viability, Cromileptes altivelis, grouper ABSTRACT MUHAIMIN HAMZAH. The Growth Performance and Viability Enhancement of Humpback Grouper (Cromileptes altivelis) Fed on Selenium Supplementation. Under direction of M. AGUS SUPRAYUDI, NUR BAMBANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) merupakan salah satu spesies ikan laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Harga jualnya, dalam kondisi hidup, di Indonesia

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 21 III. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2011-Juni 2012. Pemeliharaan ikan dilakukan di Pusat Studi Ilmu Kelautan (PSIK), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Pertumbuhan biomassa ikan selama 40 hari pemeliharaan yang diberi pakan dengan suplementasi selenium organik berbeda dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini: 250,00

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebutuhan nutrisi ikan kerapu bebek ( C. altivelis

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebutuhan nutrisi ikan kerapu bebek ( C. altivelis 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebutuhan nutrisi ikan kerapu bebek (C. altivelis) Pakan merupakan komponen utama yang dibutuhkan oleh ikan untuk menjaga kelangsungan hidup dan pertumbuhannya. Kelengkapan nutrisi

Lebih terperinci

UNTUK PERTUMBUHAN DAN PENINGKAT. (Cromileptes altivelis)

UNTUK PERTUMBUHAN DAN PENINGKAT. (Cromileptes altivelis) BIOAVAILABILITY Fe-TEPUNG DARAH UNTUK PERTUMBUHAN DAN PENINGKAT DAYA TAHAN TUBUH IKAN KERAPU (Cromileptes altivelis) Peneliti: 1. Mia Setiawati, MSi 2. Sri Nuryati, MSi 3. Prof. Ing Mokoginta (tahun ke-3)

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN DAYA TAHAN TUBUH JUVENIL IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) YANG DIBERI PAKAN DENGAN PENAMBAHAN SELENOMETIONIN ABSTRACT

PERTUMBUHAN DAN DAYA TAHAN TUBUH JUVENIL IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) YANG DIBERI PAKAN DENGAN PENAMBAHAN SELENOMETIONIN ABSTRACT 241 PERTUMBUHAN DAN DAYA TAHAN TUBUH JUVENIL IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) YANG DIBERI PAKAN DENGAN PENAMBAHAN SELENOMETIONIN Oleh: Muhaimin Hamzah 1), M. Agus Suprayudi 2), Nur Bambang Priyo

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN A2B2 (37;11) A2B1 (37;9) A1B2 (33;11) Tepung ikan

3 METODE PENELITIAN A2B2 (37;11) A2B1 (37;9) A1B2 (33;11) Tepung ikan 17 3 METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Stasiun Lapang Pusat Studi Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (PSIK IPB) Ancol Jakarta Utara pada bulan Juli Oktober

Lebih terperinci

Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu

Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu Oleh: Ibnu Sahidhir Kementerian Kelautan dan Perikanan Ditjen Perikanan Budidaya Balai Budidaya Air Payau Ujung Batee 2011 Biologi Benih Kerapu Pemakan daging Pendiam,

Lebih terperinci

PEMELIHARAAN IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) YANG DIBERI PAKAN PELET DAN IKAN RUCAH DI KERAMBA JARING APUNG

PEMELIHARAAN IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) YANG DIBERI PAKAN PELET DAN IKAN RUCAH DI KERAMBA JARING APUNG Jurnal Akuakultur Indonesia, 7(1): 65 70 (2008) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 65 PEMELIHARAAN IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) YANG

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebutuhan Energi dan Makronutrien Kerapu Bebek 2.1.1. Sumber dan Pemanfaatan Energi oleh Ikan Pada ikan, sumber energi diperoleh dari pakan, dimana pada pakan ikan ini mengandung

Lebih terperinci

Pertumbuhan ikan nila merah yang diberi pakan mengandung selenium organik. The growth of red tilapia fed on organic-selenium supplemented diet

Pertumbuhan ikan nila merah yang diberi pakan mengandung selenium organik. The growth of red tilapia fed on organic-selenium supplemented diet Jurnal Akuakultur Indonesia 12 (1), 48 53 (2013) Pertumbuhan ikan nila merah yang diberi pakan mengandung selenium organik The growth of red tilapia fed on organic-selenium supplemented diet Muhammad Agus

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE. Bahan Pakan

II. BAHAN DAN METODE. Bahan Pakan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Pakan Uji Pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan buatan yang di suplementasi selenium organik dengan dosis yang berbeda, sehingga pakan dibedakan menjadi 4 macam

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus

PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus PENGGUNAAN MEAT AND BONE MEAL (MBM) SEBAGAI SUMBER PROTEIN UTAMA DALAM PAKAN UNTUK PEMBESARAN IKAN NILA Oreochromis niloticus DYAH KESWARA MULYANING TYAS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TEPUNG BUNGKIL KEDELAI DALAM PAKAN BENIH IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) ANJELI SULISTIANTI PAISEY

PEMANFAATAN TEPUNG BUNGKIL KEDELAI DALAM PAKAN BENIH IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) ANJELI SULISTIANTI PAISEY PEMANFAATAN TEPUNG BUNGKIL KEDELAI DALAM PAKAN BENIH IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) ANJELI SULISTIANTI PAISEY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PROTEIN NABATI DENGAN DAN TANPA PENAMBAHAN ENZIM FITASE SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN LELE DUMBO (Clarias sp) ASLINDA NUR MAZIDA

PENGGUNAAN PROTEIN NABATI DENGAN DAN TANPA PENAMBAHAN ENZIM FITASE SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN LELE DUMBO (Clarias sp) ASLINDA NUR MAZIDA PENGGUNAAN PROTEIN NABATI DENGAN DAN TANPA PENAMBAHAN ENZIM FITASE SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN LELE DUMBO (Clarias sp) ASLINDA NUR MAZIDA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME

PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME PAPARAN MEDAN LISTRIK 10 VOLT SELAMA 0, 2, 4, DAN 6 MENIT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN IKAN GURAME (Osphronemous gouramy Lac.) PADA MEDIA PEMELIHARAAN BERSALINITAS 3 ppt ADHI KURNIAWAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Gambar 1 menunjukkan adanya penambahan bobot rata-rata pada ikan uji. Penambahan bobot akhir rata-rata dari bobot awal rata-rata pada perlakuan pakan RUSNAS sebesar

Lebih terperinci

KINERJA PERTUMBUHAN JUVENIL IKAN LELE DUMBO (Clarias sp.) YANG DIBERI PAKAN DENGAN KANDUNGAN KROMIUM BERBEDA

KINERJA PERTUMBUHAN JUVENIL IKAN LELE DUMBO (Clarias sp.) YANG DIBERI PAKAN DENGAN KANDUNGAN KROMIUM BERBEDA Jurnal Akuakultur Indonesia, 6(2): 171 176 (2007) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 171 KINERJA PERTUMBUHAN JUVENIL IKAN LELE DUMBO (Clarias

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI

PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PENGARUH PEMBERIAN FEED ADDITIVE RI.1 DAN JENIS PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN AYAM BROILER SKRIPSI ATA RIFQI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jumlah Konsumsi Pakan Perbedaan pemberian dosis vitamin C mempengaruhi jumlah konsumsi pakan (P

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kebutuhan Protein Pakan

TINJAUAN PUSTAKA. Kebutuhan Protein Pakan TINJAUAN PUSTAKA Kebutuhan Protein Pakan Protein adalah salah satu nutrien yang sangat diperlukan oleh ikan. Protein dibutuhkan untuk pemeliharaan tubuh, pembentukan jaringan, penggantian jaringan tubuh

Lebih terperinci

Pertumbuhan dan daya tahan tubuh juvenil ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) yang diberi suplemen selenium anorganik dan organik

Pertumbuhan dan daya tahan tubuh juvenil ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) yang diberi suplemen selenium anorganik dan organik Jurnal Akuakultur Indonesia 11 (2), 141 152 (2012) Pertumbuhan dan daya tahan tubuh juvenil ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) yang diberi suplemen selenium anorganik dan organik Growth and viability

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk yang disertai dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pemenuhan gizi khususnya protein hewani menyebabkan semakin meningkatnya konsumsi

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

Pemanfaatan Tepung Darah Sebagai Sumber Zat Besi Organik terhadap Kinerja Pertumbuhan Kerapu Bebek Cromileptes altivelis.

Pemanfaatan Tepung Darah Sebagai Sumber Zat Besi Organik terhadap Kinerja Pertumbuhan Kerapu Bebek Cromileptes altivelis. Jurnal Akuakultur Indonesia, 8(2): 163-168 (2009) 163 Pemanfaatan Tepung Darah Sebagai Sumber Zat Besi Organik terhadap Kinerja Pertumbuhan Kerapu Bebek Cromileptes altivelis. Blood Meal Utilization as

Lebih terperinci

METODOLOGI Waktu dan Tempat Ikan Uji Persiapan Bahan Baku Biji Karet Komposisi TBBK Tidak Diolah TBBK Diolah

METODOLOGI Waktu dan Tempat Ikan Uji Persiapan Bahan Baku Biji Karet Komposisi TBBK Tidak Diolah TBBK Diolah METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan bulan Oktober sampai Desember 2010 yang bertempat di Laboratorium Lapangan dan Teaching Farm Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp.

PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp. PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM KARBONAT PADA MEDIA BERSALINITAS 3 PPT TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN Pangasius sp. YENI GUSTI HANDAYANI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

FERDINAND HUKAMA TAQWA

FERDINAND HUKAMA TAQWA PENGARUH PENAMBAHAN KALIUM PADA MASA ADAPTASI PENURUNAN SALINITAS DAN WAKTU PENGGANTIAN PAKAN ALAMI OLEH PAKAN BUATAN TERHADAP PERFORMA PASCALARVA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei ) FERDINAND HUKAMA

Lebih terperinci

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH

PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PERFORMA AYAM BROILER YANG DIBERI RANSUM BERBASIS JAGUNG DAN BUNGKIL KEDELAI DENGAN SUPLEMENTASI DL-METIONIN SKRIPSI HANI AH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Pertumbuhan Bobot dan Biomassa Post-Larva Udang Vaname Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai pertumbuhan (panjang rerata, SGR, bobot individu, biomassa) post-larva

Lebih terperinci

Sri Yuningsih Noor 1 dan Rano Pakaya Mahasiswa Program Studi Perikanan dan Kelautan. Abstract

Sri Yuningsih Noor 1 dan Rano Pakaya Mahasiswa Program Studi Perikanan dan Kelautan. Abstract Pengaruh Penambahan Probiotik EM-4 (Evective Mikroorganism-4) Dalam Pakan Terhadap Pertumbuhan Dan Kelangsungan Hidup Ikan Gurame (Osprhronemus gouramy) Sri Yuningsih Noor 1 dan Rano Pakaya 2 1 Staf Pengajar

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PROTEIN NABATI DENGAN DAN TANPA PENAMBAHAN ENZIM FITASE SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN LELE DUMBO (Clarias sp) ASLINDA NUR MAZIDA

PENGGUNAAN PROTEIN NABATI DENGAN DAN TANPA PENAMBAHAN ENZIM FITASE SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN LELE DUMBO (Clarias sp) ASLINDA NUR MAZIDA PENGGUNAAN PROTEIN NABATI DENGAN DAN TANPA PENAMBAHAN ENZIM FITASE SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN LELE DUMBO (Clarias sp) ASLINDA NUR MAZIDA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN

Lebih terperinci

KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN

KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN KERAGAMAN DAN KEBERADAAN PENYAKIT BAKTERIAL DAN PARASITIK BENIH KERAPU MACAN Epinephelus fuscoguttatus DI KARAMBA JARING APUNG BALAI SEA FARMING KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA AGNIS MURTI RAHAYU DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Pengaruh Formula dengan Penambahan Bumbu untuk Makanan Rumah Sakit pada Status Gizi dan Kesehatan Pasien LIBER

Pengaruh Formula dengan Penambahan Bumbu untuk Makanan Rumah Sakit pada Status Gizi dan Kesehatan Pasien LIBER Pengaruh Formula dengan Penambahan Bumbu untuk Makanan Rumah Sakit pada Status Gizi dan Kesehatan Pasien LIBER SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Gambar 1. Ikan lele dumbo (Sumber: Dokumentasi Pribadi) BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Biologi Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo adalah jenis ikan hibrida hasil silangan antara Clarias gariepinus dengan C. fuscus dan merupakan ikan introduksi yang pertama

Lebih terperinci

PENGARUH TEKNIK ADAPTASI SALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN, Pangasius sp.

PENGARUH TEKNIK ADAPTASI SALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN, Pangasius sp. Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (1): 25 3 (25) 25 Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id PENGARUH TEKNIK ADAPTASI SALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN PENGARUH PADAT PENEBARAN 60, 75 DAN 90 EKOR/LITER TERHADAP PRODUKSI IKAN PATIN Pangasius hypophthalmus UKURAN 1 INCI UP (3 CM) DALAM SISTEM RESIRKULASI FHEBY IRLIYANDI SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kinerja Pertumbuhan Data hasil pengamatan penggunaan pakan uji terhadap kinerja pertumbuhan ikan nila disajikan dalam Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Data kinerja

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE

II. BAHAN DAN METODE II. BAHAN DAN METODE 2.1 Pakan Penelitian Pakan penelitian terbagi menjadi dua yaitu pakan untuk pengujian kecernaan dan pakan untuk pengujian pertumbuhan. Pakan untuk pengujian kecernaan dibuat berdasarkan

Lebih terperinci

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis niloticus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 2 Februari 2013 ISSN: 2302-3600 PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis

Lebih terperinci

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis niloticus) ABSTRAK

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis niloticus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 2 Februari 2013 ISSN: 2302-3600 PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG IKAN DENGAN TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA GESIT (Oreochromis

Lebih terperinci

RETENSI ENERGI PADA IKAN

RETENSI ENERGI PADA IKAN RETENSI ENERGI PADA IKAN Oleh : Nama : Devi Olivia Muliawati NIM : B1J009088 Rombongan : II Kelompok : 5 Asisten : Yudi Novianto LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, persentase hematokrit, MCV, MCH dan MCHC ayam broiler dengan perlakuan

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM

EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM EFEKTIFITAS PENAMBAHAN ZEOLIT TERHADAP KINERJA FILTER AIR DALAM SISTEM RESIRKULASI PADA PEMELIHARAAN IKAN ARWANA Sceleropages formosus DI AKUARIUM ADITYA PRIMA YUDHA DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC.

PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC. PENGARUH PADAT PENEBARAN 10, 15 DAN 20 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN GURAMI Osphronemus goramy LAC. UKURAN 2 CM Oleh : Giri Maruto Darmawangsa C14103056 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitan pengaruh variasi dosis tepung ikan gabus terhadap pertumbuhan dan hemoglobin ikan lele, dengan beberapa indikator yaitu pertambahan

Lebih terperinci

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN

PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PENGARUH PADAT PENEBARAN 1, 2 DAN 3 EKOR/L TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN MAANVIS Pterophyllum scalare BASUKI SETIAWAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR DEPARTEMEN

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LARUTAN NUTRIEN YANG DIBAWA OLEH SERAT JAGUNG DALAM BUDIDAYA IKAN MAS Cyprinus carpio L. DI KERAMBA JARING APUNG

PEMANFAATAN LARUTAN NUTRIEN YANG DIBAWA OLEH SERAT JAGUNG DALAM BUDIDAYA IKAN MAS Cyprinus carpio L. DI KERAMBA JARING APUNG PEMANFAATAN LARUTAN NUTRIEN YANG DIBAWA OLEH SERAT JAGUNG DALAM BUDIDAYA IKAN MAS Cyprinus carpio L. DI KERAMBA JARING APUNG Oleh : Asep Permana C01400003 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat

PENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Broiler merupakan unggas penghasil daging sebagai sumber protein hewani yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat. Permintaan daging

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Protein adalah jenis asupan makan yang penting bagi kelangsungan

BAB I. PENDAHULUAN. Protein adalah jenis asupan makan yang penting bagi kelangsungan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Protein adalah jenis asupan makan yang penting bagi kelangsungan metabolisme di dalam tubuh, protein menyumbang paling besar kalori di dalam tubuh dibandingkan dengan

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN NILEM (Osteochilus hasseltii)

EVALUASI PENGGUNAAN PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN NILEM (Osteochilus hasseltii) 697 Evaluasi penggunaan pakan dengan kadar protein berbeda... (Reza Samsudin) EVALUASI PENGGUNAAN PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN NILEM (Osteochilus hasseltii) ABSTRAK

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR (Kaempferia galanga Linn) PADA RANSUM AYAM BROILER RENDAH ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER, KADAR KOLESTROL, PERSENTASE HATI DAN BURSA FABRISIUS SKRIPSI

Lebih terperinci

Effect of L-Ascorbyl-2-Phosphate Magnesium as a Vitamin C Source in Different Doses on Growth of Patin Pangasius Hypophthalmus Fingerlings

Effect of L-Ascorbyl-2-Phosphate Magnesium as a Vitamin C Source in Different Doses on Growth of Patin Pangasius Hypophthalmus Fingerlings Pengaruh Jurnal Akuakultur kadar L-Ascorbyl-2-Phosphate Indonesia, 5(1): 21-29 Magnesium (26) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai 21 http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id PENGARUH KADAR

Lebih terperinci

Kinerja pertumbuhan dan status kesehatan ikan lele, Clarias gariepinus (Burchell 1822) yang diberi tambahan selenium organik kadar berbeda

Kinerja pertumbuhan dan status kesehatan ikan lele, Clarias gariepinus (Burchell 1822) yang diberi tambahan selenium organik kadar berbeda Jurnal Iktiologi Indonesia 16(3): 289-297 Kinerja pertumbuhan dan status kesehatan ikan lele, Clarias gariepinus (Burchell 1822) yang diberi tambahan selenium organik kadar berbeda [Growth performance

Lebih terperinci

PENGUJIAN EFEKTIVITAS DOSIS VAKSIN DNA DAN KORELASINYA TERHADAP PARAMETER HEMATOLOGI SECARA KUANTITATIF NUR AKBAR MASWAN SKRIPSI

PENGUJIAN EFEKTIVITAS DOSIS VAKSIN DNA DAN KORELASINYA TERHADAP PARAMETER HEMATOLOGI SECARA KUANTITATIF NUR AKBAR MASWAN SKRIPSI PENGUJIAN EFEKTIVITAS DOSIS VAKSIN DNA DAN KORELASINYA TERHADAP PARAMETER HEMATOLOGI SECARA KUANTITATIF NUR AKBAR MASWAN SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang. Peningkatan cekaman panas yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang. Peningkatan cekaman panas yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi 1 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peningkatan cekaman panas yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi dapat merupakan masalah serius pada pengembangan ayam broiler di daerah tropis. Suhu rata-rata

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Selama penelitian, ikan uji menunjukkan peningkatan bobot untuk semua perlakuan. Pada Gambar 1 berikut ini menyajikan pertumbuhan mutlak rata-rata ikan, sedangkan biomassa

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PENDEDERAN LOBSTER AIR TAWAR CHERAX QUADRICARINATUS

UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PENDEDERAN LOBSTER AIR TAWAR CHERAX QUADRICARINATUS UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PENDEDERAN LOBSTER AIR TAWAR CHERAX QUADRICARINATUS PADA BERBAGAI KEPADATAN DALAM AKUARIUM DENGAN LANTAI GANDA, SERTA PENERAPAN SISTEM RESIRKULASI DEDY AKBAR SKRIPSI PROGRAM

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN RENALDO PRIMA SUTIKNO ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYALURAN KREDIT DI BANK UMUM MILIK NEGARA PERIODE TAHUN 2004-2012 RENALDO PRIMA SUTIKNO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berupa potensi hayati maupun non hayati. Sumberdaya kelautan tersebut dapat

I. PENDAHULUAN. berupa potensi hayati maupun non hayati. Sumberdaya kelautan tersebut dapat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki sumberdaya kelautan yang melimpah, baik berupa potensi hayati maupun non hayati. Sumberdaya kelautan tersebut dapat dimanfaatkan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Pakan Uji Pakan yang digunakan adalah pelet kering berbasis sumber protein nabati yang berjenis tenggelam dengan campuran crude enzim dari rumen domba. Pakan uji yang diberikan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN AROMATASE INHIBITOR DAN MADU TERHADAP NISBAH KELAMIN IKAN GAPI ( Poecilia reticulata Peters ) Oleh: Budi Utomo C

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN AROMATASE INHIBITOR DAN MADU TERHADAP NISBAH KELAMIN IKAN GAPI ( Poecilia reticulata Peters ) Oleh: Budi Utomo C EFEKTIVITAS PENGGUNAAN AROMATASE INHIBITOR DAN MADU TERHADAP NISBAH KELAMIN IKAN GAPI ( Poecilia reticulata Peters ) Oleh: Budi Utomo C14101048 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang 26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi fisiologis ternak dapat diketahui melalui pengamatan nilai hematologi ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang mengandung butir-butir

Lebih terperinci

Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan. Program Alih Jenjang D4 Bidang Akuakultur SITH, ITB VEDCA - SEAMOLEC

Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan. Program Alih Jenjang D4 Bidang Akuakultur SITH, ITB VEDCA - SEAMOLEC Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan Program Alih Jenjang D4 Bidang Akuakultur SITH, ITB VEDCA - SEAMOLEC Teknologi Produksi Bahan Baku Pakan: 1. Pakan Buatan dalam Industri Akuakultur: Pengenalan 2. Nutrisi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari protein. Bahan ini berfungsi untuk membangun otot, sel-sel, dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari protein. Bahan ini berfungsi untuk membangun otot, sel-sel, dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebutuhan Nutrisi Ikan Baung Nutrisi yang harus ada pada ikan adalah protein, karbohidrat, lemak, mineral, dan vitamin. Sekitar 50 % dari kebutuhan kalori yang diperlukan oleh

Lebih terperinci

PENGARUH TEPUNG IKAN LOKAL DALAM PAKAN INDUK TERHADAP PEMATANGAN GONAD DAN KUALITAS TELUR IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.

PENGARUH TEPUNG IKAN LOKAL DALAM PAKAN INDUK TERHADAP PEMATANGAN GONAD DAN KUALITAS TELUR IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr. PENGARUH TEPUNG IKAN LOKAL DALAM PAKAN INDUK TERHADAP PEMATANGAN GONAD DAN KUALITAS TELUR IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.) Ediwarman SEKOLAH PASACASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN

Lebih terperinci

SKRIPSI BUHARI MUSLIM

SKRIPSI BUHARI MUSLIM KECERNAAN ENERGI DAN ENERGI TERMETABOLIS RANSUM BIOMASSA UBI JALAR DENGAN SUPLEMENTASI UREA ATAU DL-METHIONIN PADA KELINCI JANTAN PERSILANGAN LEPAS SAPIH SKRIPSI BUHARI MUSLIM PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat

PENDAHULUAN. puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditi unggas yang telah lama berkembang di Indonesia salah satunya ialah puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat sebagai sumber

Lebih terperinci

KEBUTUHAN MINERAL SENG (Zn) UNTUKBENIH IKAN GURAME (Osphronemus gouramy, Lac.)

KEBUTUHAN MINERAL SENG (Zn) UNTUKBENIH IKAN GURAME (Osphronemus gouramy, Lac.) Jurnal Akuakultur Indonesia, 6(2): 161 169 (27) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 161 KEBUTUHAN MINERAL SENG (Zn) UNTUKBENIH IKAN GURAME (Osphronemus

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR PROTEIN DAN RASIO ENERGI PROTEIN PAKAN BERBEDA TERHADAP KINERJA PERTUMBUHAN BENIH IKAN BAWAL AIR TAWAR (Colossoma macropomum)

PENGARUH KADAR PROTEIN DAN RASIO ENERGI PROTEIN PAKAN BERBEDA TERHADAP KINERJA PERTUMBUHAN BENIH IKAN BAWAL AIR TAWAR (Colossoma macropomum) J.11. Pert. Indo. Vol. 9(2). 2000 PENGARUH KADAR PROTEIN DAN RASIO ENERGI PROTEIN PAKAN BERBEDA TERHADAP KINERJA PERTUMBUHAN BENIH IKAN BAWAL AIR TAWAR (Colossoma macropomum) Oleh : Adelina*, Ing ~oko~inta**,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan merupakan salah satu komponen dalam budidaya ternak yang berperan penting untuk mencapai

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian Tahap 1: Uji Efektivitas Enzim Cairan Rumen Domba Terhadap Penurunan Kandungan Serat Kasar Bungkil Kelapa

METODE PENELITIAN. Penelitian Tahap 1: Uji Efektivitas Enzim Cairan Rumen Domba Terhadap Penurunan Kandungan Serat Kasar Bungkil Kelapa 17 METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dalam dua tahapan. Tahap 1 adalah uji efektivitas enzim cairan rumen domba terhadap penurunan kandungan serat kasar bungkil kelapa. Uji Tahap 2 adalah mengevaluasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1. 1 Pertumbuhan, Konversi Pakan, dan Kelangsungan Hidup Pada pemeliharaan 4 minggu pertama, biomassa ikan yang diberi pakan mengandung rgh belum terlihat berbeda

Lebih terperinci

PEMBERIAN SENYAWA TAURINE PADA PAKAN ALAMI DAN PAKAN KOMERSIL TERHADAP TINGKAT PERTUMBUHAN JUVENILE IKAN GURAMI (Osprhonemus gouramy)

PEMBERIAN SENYAWA TAURINE PADA PAKAN ALAMI DAN PAKAN KOMERSIL TERHADAP TINGKAT PERTUMBUHAN JUVENILE IKAN GURAMI (Osprhonemus gouramy) Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 PEMBERIAN SENYAWA TAURINE PADA PAKAN ALAMI DAN PAKAN KOMERSIL TERHADAP TINGKAT PERTUMBUHAN JUVENILE IKAN GURAMI Serli Widyasti 1, E. L. Widastuti 2, M.

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Bahan dan Alat Persiapan Wadah Pemeliharaan Ikan Uji Rancangan Pakan Perlakuan

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Bahan dan Alat Persiapan Wadah Pemeliharaan Ikan Uji Rancangan Pakan Perlakuan II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Penelitian Penelitian ini meliputi tahap bahan dan alat, persiapan wadah pemeliharaan, ikan uji, rancangan pakan perlakuan, dan tahap pemeliharaan ikan serta pengumpulan

Lebih terperinci

TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus

TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN ORGAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus VIKA YUNIAR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanpa disadari, setiap hari semua orang membutuhkan makanan untuk dapat bertahan hidup karena makanan merupakan sumber utama penghasil energi yang dapat digunakan

Lebih terperinci

PROFIL TRIGLISERIDA DAN KOLESTEROL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG GULAI DAGING DOMBA SKRIPSI ETIK PIRANTI APRIRIA

PROFIL TRIGLISERIDA DAN KOLESTEROL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG GULAI DAGING DOMBA SKRIPSI ETIK PIRANTI APRIRIA PROFIL TRIGLISERIDA DAN KOLESTEROL DARAH TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG GULAI DAGING DOMBA SKRIPSI ETIK PIRANTI APRIRIA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

BIOKIMIA NUTRISI. : PENDAHULUAN (Haryati)

BIOKIMIA NUTRISI. : PENDAHULUAN (Haryati) BIOKIMIA NUTRISI Minggu I : PENDAHULUAN (Haryati) - Informasi kontrak dan rencana pembelajaran - Pengertian ilmu biokimia dan biokimia nutrisi -Tujuan mempelajari ilmu biokimia - Keterkaitan tentang mata

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: ISSN :

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: ISSN : Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: 109-114 ISSN : 2088-3137 PENGARUH KEPADATAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) PADA PENDEDERAN

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi potong pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos sundaicus), sapi Zebu (Bos indicus) dan sapi Eropa (Bos taurus). Sapi potong merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Olahraga sepatu roda (inline skating) merupakan olahraga yang. membutuhkan keseimbangan antara kelincahan, kekuatan, kecepatan,

BAB I PENDAHULUAN. Olahraga sepatu roda (inline skating) merupakan olahraga yang. membutuhkan keseimbangan antara kelincahan, kekuatan, kecepatan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga sepatu roda (inline skating) merupakan olahraga yang membutuhkan keseimbangan antara kelincahan, kekuatan, kecepatan, ketahanan dan koordinasi (de

Lebih terperinci

PENINGKATAN MUTU REPRODUKSI IKAN HIAS MELALUI PEMBERIAN KOMBINASI ASAM LEMAK ESENSIAL DAN VITAMIN E DALAM PAKAN PADA IKAN UJI ZEBRA, Danio rerio

PENINGKATAN MUTU REPRODUKSI IKAN HIAS MELALUI PEMBERIAN KOMBINASI ASAM LEMAK ESENSIAL DAN VITAMIN E DALAM PAKAN PADA IKAN UJI ZEBRA, Danio rerio PENINGKATAN MUTU REPRODUKSI IKAN HIAS MELALUI PEMBERIAN KOMBINASI ASAM LEMAK ESENSIAL DAN VITAMIN E DALAM PAKAN PADA IKAN UJI ZEBRA, Danio rerio Oleh: NUR BAMBANG PRIYO UTOMO B661020011 SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK)

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK) KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK) PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN IPTEK PERIKANAN TAHUN ANGGARAN 2017 Pengadaan Pakan Ikan Tuna Sirip Kuning, Kerapu Sunu Dan Bandeng Pada Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan

Lebih terperinci

KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH

KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH KADAR KOLESTEROL SERUM DARAH AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR REBUSAN DAUN SIRIH SKRIPSI TEFI HARUMAN HANAFIAH PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PEMBEROKAN UNTUK MENGHILANGKAN BAU LUMPUR PADA IKAN PATIN Pangasius sp. Oleh : Rio Wijaya Mukti C

TEKNOLOGI PEMBEROKAN UNTUK MENGHILANGKAN BAU LUMPUR PADA IKAN PATIN Pangasius sp. Oleh : Rio Wijaya Mukti C TEKNOLOGI PEMBEROKAN UNTUK MENGHILANGKAN BAU LUMPUR PADA IKAN PATIN Pangasius sp. Oleh : Rio Wijaya Mukti C01400077 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan pakan, yang mana ketersedian pakan khususnya untuk unggas harganya dipasaran sering

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok

Lebih terperinci

PENGARUH CARA PEMBERIAN ENZIM FITASE YANG BERBEDA DALAM PAKAN TERHADAP KECERNAAN PAKAN IKAN NILA Oreochromis niloticus

PENGARUH CARA PEMBERIAN ENZIM FITASE YANG BERBEDA DALAM PAKAN TERHADAP KECERNAAN PAKAN IKAN NILA Oreochromis niloticus PENGARUH CARA PEMBERIAN ENZIM FITASE YANG BERBEDA DALAM PAKAN TERHADAP KECERNAAN PAKAN IKAN NILA Oreochromis niloticus Oleh : Noor Fajar Sidiq C14103061 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR

Lebih terperinci

Lampiran 1 Hasil analisis SDS-PAGE protein rekombinan hormon pertumbuhan ikan gurami (roggh), ikan mas (rccgh) dan ikan kerapu kertang (relgh).

Lampiran 1 Hasil analisis SDS-PAGE protein rekombinan hormon pertumbuhan ikan gurami (roggh), ikan mas (rccgh) dan ikan kerapu kertang (relgh). Lampiran 1 Hasil analisis SDS-PAGE protein rekombinan hormon pertumbuhan ikan gurami (roggh), ikan mas (rccgh) dan ikan kerapu kertang (relgh). Keterangan : M = Marker 1 = protein rekombinan hormon pertumbuhan

Lebih terperinci

ABSORPSI MINERAL DAN KADAR LEMAK DARAH PADA TIKUS YANG DIBERI SERAT AMPAS TEH HASIL MODIFIKASI MELALUI FERMENTASI DENGAN Aspergillus niger

ABSORPSI MINERAL DAN KADAR LEMAK DARAH PADA TIKUS YANG DIBERI SERAT AMPAS TEH HASIL MODIFIKASI MELALUI FERMENTASI DENGAN Aspergillus niger ABSORPSI MINERAL DAN KADAR LEMAK DARAH PADA TIKUS YANG DIBERI SERAT AMPAS TEH HASIL MODIFIKASI MELALUI FERMENTASI DENGAN Aspergillus niger SKRIPSI ESTY SETIA LESTARI PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK

Lebih terperinci

PENGARUH SUPLEMENTASI SELENIUM ORGANIK DENGAN DOSIS BERBEDA DALAM PAKAN TERHADAP KINERJA PERTUMBUHAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis sp.

PENGARUH SUPLEMENTASI SELENIUM ORGANIK DENGAN DOSIS BERBEDA DALAM PAKAN TERHADAP KINERJA PERTUMBUHAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis sp. PENGARUH SUPLEMENTASI SELENIUM ORGANIK DENGAN DOSIS BERBEDA DALAM PAKAN TERHADAP KINERJA PERTUMBUHAN IKAN NILA MERAH (Oreochromis sp.) BURHANUDIN FAISAL DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

KINERJA REPRODUKSI IKAN NILA

KINERJA REPRODUKSI IKAN NILA KINERJA REPRODUKSI IKAN NILA (Oreochromis niloticus) YANG MENDAPAT TAMBAHAN MINYAK IKAN DAN VITAMIN E DALAM PAKAN YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS MEDIA BERBEDA SURIA DARWISITO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

3. METODE Waktu dan Tempat Penelitian Tahapan Penelitian Prosedur Penelitian a. Tahap I 1. Kultur bakteri Serratia marcescens

3. METODE Waktu dan Tempat Penelitian Tahapan Penelitian Prosedur Penelitian a. Tahap I 1. Kultur bakteri Serratia marcescens 9 3. METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Agustus 2012, bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan dan Laboratorium Nutrisi Ikan, serta di kolam percobaan

Lebih terperinci

I. Mokoginta, N.P. Utomo, A.D. Akbar & M. Setiawati

I. Mokoginta, N.P. Utomo, A.D. Akbar & M. Setiawati Jurnal Akuakultur Indonesia, 2(2): 79-83 (2003) 79 PENGGUNAAN TEPUNG SINGKONG SEBAGAI SUBSTITUSI TEPUNG TERIGU PADA PAKAN IKAN MAS, Cyprinus carpio L. Utilization of Cassava as Substitues of Wheat Flour

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH NITROGEN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) OLEH RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) PADA SISTEM BUDIDAYA POLIKULTUR

PEMANFAATAN LIMBAH NITROGEN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) OLEH RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) PADA SISTEM BUDIDAYA POLIKULTUR PEMANFAATAN LIMBAH NITROGEN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) OLEH RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) PADA SISTEM BUDIDAYA POLIKULTUR MUSLIMATUS SAKDIAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci