STRATEGI PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN PASANG SURUT Oleh : Sesbany *), Vandalisna **)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STRATEGI PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN PASANG SURUT Oleh : Sesbany *), Vandalisna **)"

Transkripsi

1 STRATEGI PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN PASANG SURUT Oleh : Sesbany *), Vandalisna **) ABSTRAK Lahan pasang surut memiliki prospek besar dari segi potensi luas maupun daya dukung agronomis untuk dijadikan sebagai areal produksi padi. Di Indonesia luas areal pasang surut sekitar 20,1 juta hektar, diperkirakan lebih dari 9 juta hektar berpotensi untuk dijadikan areal produksi pertanian khususnya budidaya padi. Karakteristik lahan yang menjadi masalah dalam pengembangan padi pasang surut meliputi : fluktuasi rejim air, beragamnya kondisi fisiko-kimia tanahnya, tingginya kemasaman tanah dan asam organik pada lahan gambut, adanya zat beracun yang umum dijumpai seperti aluminium, besi, hidrogen sulfida dan air garam atau natrium, intrusi air garam, dan tanahnya miskin hara (ketersediaan unsur hara terutama P dan K rendah) dengan heterogenitas yang sangat tinggi sehingga bervariasi dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Untuk mengatasi permasalahan pengelolaan lahan pasang surut tersebut, diperlukan beberapa komponen teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) untuk meningkatkan produktivas padi di lahan pasang surut, antara lain : (1). Pemilihan varietas unggul padi adaptif, (2). Sistem pengelolaan air, (3). Penyiapan lahan, (4). Pengelolaan hara dan amelioran, (5). Pengendalian gulma terpadu, dan (6). Penentuan pola tanam. KATA KUNCI : Produktivitas Padi, Lahan Pasang Surut. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan pangan dalam jumlah cukup, mudah diakses dan dengan harga terjangkau merupakan salah satu pondasi pendukung ketahanan nasional. Gangguan terhadap ketersediaan pangan akan mengganggu keamanan dan stabilitas nasional. Khusus untuk produksi padi/beras, yang merupakan bahan pangan paling strategis, Kementerian Pertanian sejak tahun 2006 telah *) Dosen STPP Medan **) Dosen STPP 24 Gowa

2 mentargetkan kenaikan produksi padi sebesar 5 % per tahun. Untuk mencapai upaya peningkatan produksi beras nasional tersebut perlu adanya penambahan luas areal (Direktorat Pengelolaan Air, 2009). Salah satu areal alternatif yang memiliki prospek besar dari segi potensi luas maupun daya dukung agronomis untuk dijadikan sebagai areal produksi padi adalah lahan pasang surut. Di Indonesia luas areal pasang surut sekitar 20,1 juta hektar di tiga pulau besar, yaitu Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya, diperkirakan lebih dari 9 juta hektar berpotensi untuk dijadikan areal produksi pertanian. Namun demikian pemanfatannya memerlukan penerapan teknologi yang sesuai dengan kondisi dan sifat lahan (Widjaja, dkk, 1992; Manwan, dkk, 1992 dan Ismail, dkk, 1993). Lahan pasang surut memiliki karakteristik yang khas, yaitu sistem pengairan yang mengandalkan pasang dan surutnya air sungai, tanahnya bereaksi masam sampai sangat masam, mempunyai lapisan pirit (FeS 2 ) yang merupakan sumber racun besi bagi tanaman, tanahnya miskin hara dengan heterogenitas yang sangat tinggi sehingga bervariasi dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Sedangkan menurut Anwar, dkk., (2001), lahan pasang surut biasanya dicirikan oleh : (1). ph tanah rendah, (2). Genangan yang dalam, (3). Akumulasi zat-zat beracun ( besi dan aluminium), (4). Salinitas tinggi, kekurangan unsur hara, (5). Serangan hama dan penyakit, serta (6). Tumbuhnya gulma yang dominan. Dilihat dari karakteristik yang khas dari lahan pasang surut di atas, pemanfaatan lahan pasang surut terutama untuk tanaman padi menghadapi berbagai kendala. Secara garis besar meliputi, rendahnya kesuburan tanah karena kemasaman tanah yang tinggi (ph 3,0-4,5), kahat hara makro, adanya ion atau senyawa yang meracun (Al, Fe, SO4) dan bahan organik yang belum terdekomposisi. Selain itu, keadaan tata airnya yang kurang baik menjadi faktor pembatas dalam pengelolaannya (Noor, 1989). Meskipun dalam pemanfaatannya menghadapi banyak kendala, namun lahan pasang surut memberi harapan dan prospek yang baik. Untuk mengatasi permasalahan pengelolaan lahan pasang surut tersebut diperlukan beberapa komponen teknologi optimalisasi lahan pasang surut untuk tanaman padi antara lain : (1). Pemilihan varietas unggul padi adaptif, (2). Sistem pengelolaan air, (3). 25

3 Penyiapan lahan, (4). Pengelolaan hara dan amelioran, (5). Pengendalian gulma terpadu, dan (6). Penentuan pola tanam. (Ar-Riza, 2001; Akmal, dan Yufdi, 2008). Keenam komponen teknologi tersebut di atas, perlu dirakit menjadi paket teknologi yang terpadu dengan biofisik dan sosial ekonomi sehingga efisiensi dan mampu memperbaiki kualitas lahan, serta produktivitasnya meningkat dan menguntungkan bagi petani. B. Tujuan Penulisan karya ilmiah ini bertujuan membahas tentang: (1) Karakteristik dan permasalahan utama lahan pasang surut, dan; (2) Strategi pengelolaan lahan padi pasang surut, dalam upaya meningkatkan produksi padi dan ketahanan pangan nasional. KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN UTAMA LAHAN PASANG SURUT Lahan pasang surut mempunyai sifat yang spesifik, diantaranya macam tipologi, jenis tanah, dan tipe genangan yang berbeda, spesifikasi tersebut mengandung makna bahwa potensinya sebagai lahan pertanian tentu akan berbeda. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis tingkat kesesuaiannya berdasarkan besarnya faktor pembatas yang ada bagi sistem usaha pertanian yang akan dikembangkan. Lahan pasang surut memiliki sifat yang spesifik yaitu dipengaruhi air pasang baik secara langsung maupun tidak langsung.jadi, pertanian lahan pasang surut adalah sistem pertanian yang sistem pengairannya memanfaatkan luapan air sungai akibat pasang surutnya air laut oleh daya tarik bulan secara diurnal (Buurman dan Balsem, 1990). Tipelogi lahan pasang surut dikelompokkan ke dalam empat kelompok (Widjaja, 1986 dan Manwan, dkk, 1992), yaitu : 1. Lahan potensial, yaitu wilayah lahan pasang surut yang tanahnya mempunyai lapisan sulfidik, berkadar pirit sekitar 2%, dan lapisan tersebut berada pada kedalaman lebih dari 50 26

4 cm dari permukaan tanah, tekstur tanahnya liat, kandungan N dan P tersedia rendah, kandungan pasir kurang dari 5 persen, kandungan debu 20 % dan derajat kemasaman 3,5 hingga 5,5. Secara umum lahan ini lebih potensial untuk budidaya padi, karena mempunyai tingkat kendala lahan yang lebih kecil, dan daya dukung agronomisnya juga lebih baik. Lahan ini secara agronomis sangat potensial dan baik untuk menerapkan pola tanam dua kali setahun, padi-padi, namun kenyataan yang ada pola tanam padi sekali setahun masih merupakan pola tanam yang dominan. 2. Lahan salin, yaitu wilayah yang terkena intrusi air asin. Wilayah ini umumnya berada lebih dekat ke laut, dan termasuk tipe luapan A atau peralihan A ke B, pada musim kemarau masih dapat terluapi air pasang. Akibatnya, pada musim kemarau, air asin dapat masuk pada wilayah ini. Kandungan natrium (Na) dalam larutan tanah 8% sampai dengan 15% selama lebih dari 3 bulan dalam setahun. Ciri-ciri lahan salin adalah ph < 8.5, dan didominasi oleh garam-garam Na,Ca, dan Mg dalam bentuk klorida maupun sulfat yang menyebabkan rendahnya ketersediaan N, P, Mn, Cu, Zn, dan Fe dalam tanah, tekanan osmotik tinggi, lemahnya pergerakan air dan udara, serta rendahnya aktivitas mikroba tanah. Salinitas menyebabkan perubahan morfologi, fisiologi, biokomia dan anatomi pada tanaman (Tester dan Davenport, 2003; Flowers, 2004). Pada umumnya lahan ini diusahakan padi sekali setahun dan jika terlambat tanam dapat beresiko terhadap air asin, sedangkan pertanaman musim hujan masih sangat sedikit dan sering beresiko terhadap serangan air berlumpur yang dapat menempel pada daun dan berpotensi mengganggu produksi padi. 3. Lahan sulfat asam, yaitu wilayah lahan pasang surut yang tanahnya mempunyai lapisan sulfidik yang berkadar lebih dari 2%, lapisan tersebut berada pada kedalaman kurang dari 50 cm dari permukaan tanah dan berdasarkan tingkat oksidasinya lahan sulfat masam ini dibagi lagi lahan sulfat masam potensial yaitu lahan sulfat masam yang belum mengalami oksidasi dan lahan sulfat masam aktual yaitu lahan sulfat masam yang telah mengalami oksidasi. Untuk budidaya padi, tipologi lahan sulfat 27

5 masam mempunyai kendala yang lebih besar terutama kemasaman tanah yang tinggi, kadar pirit yang tinggi lebih dari 2% dapat menimbulkan keracunan bagi tanaman, disamping tingkat kesuburannya rendah. Padi umumnya ditanam sekali setahun di musim kemarau (MK). 4. Lahan gambut, yaitu lahan yang terbentuk dari bahan organik yang dapat berupa bahan jenuh air dengan kandungan karbon organik sebanyak 12% sampai dengan 18% atau bahan tidak pernah jenuh air dengan kandungan karbon organik sebanyak 20%. Berdasarkan ketebalan gambutnya lahan ini dibagi ke dalam empat sub tipologi yaitu lahan bergambut, gambut dangkal, gambut dalam dan gambut sangat dalam, umumnya lahan gambut kahat beberapa unsur hara mikro yang ketersediaannya sangat penting untuk pertumbuhan dan pekermbangan tanaman. Pada lahan yang bergambut (kedalaman 50 cm sampai dengan 100 cm cocok untuk pertanaman padi, tetapi pada gambut dalam sebaiknya untuk tanaman tahunan atau konservasi air. Penggolongan tipologi lahan pasang surut perlu dilakukan penggelompokkan lahan yang lebih rinci dengan mempertimbangkan berbagai ciri dan karakteristik yang lebih spesifik, sehingga transfer teknologi dalam satu tipologi lahan lebih mudah dilakukan dan efisien, seperti disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Konversi Tipologi Lahan Pasang Surut Versi Lama dan Versi Baru Tipologi lahan Tipologi lahan Kedalaman versi lama versi baru pirit/ketebalan Kode Tipologi Kode Tipologi gambut (cm) SM Sulfat Masam SMP-1 Aluvial <50 bersulfida dangkal P Potensial SMP-2 Aluvial bersulfida dalam P/A Potensial SMP- 3/A Aluvial bersulfida sangat dalam >100 28

6 SM Sulfat Masam SMA Aluvial <100 1 bersulfad 1 SM Sulfat Masam SMA Aluvial <100 2 bersulfad 2 SM Sulfat Masam SMA Aluvial >100 3 bersulfad 3 G-0 Lahan HSM Aluvial <50 (1) Bergambut bersulfida dangkal bergambut G-1 Gambut Dangkal G-0 Gambut Dangkal G-2 Gambut G-1 Gambut 100 Sedang Sedang 200 G-3 Gambut G-2 Gambut 200 Dalam Dalam 300 G-4 Gambut Sangat Dalam G-3 Gambut Sangat Dalam >300 Keterangan: SMA-1 : Belum memenuhi ciri horizon sulfirik, ph > 3,5 dan sering tampak bercak berfiirit SMA 2 : Menunjukkan adanya ciri horizon sulfirik (1) Diukur mulai dari permukaan tanah mineral. Sumber : Widjaja, (1995) dalam Ananto dan Alihamsyah (2000) Selain dikelompokkan berdasarkan tipologinya, lahan pasang surut juga dikelompokkan berdasarkan jangkauan air pasang, yang dikenal dengan tipe luapan air. Berdasarkan kemampuan arus pasang mencapai daratan, maka tipe luapan pada lahan rawa pasang surut dibedakan menjadi empat macam tipe luapan (Kselik, 1990; Widjaja, dkk, 1992), yaitu : 1. Tipe A : Lahan yang selalu terluapi air pasang, baik pada saat pasang maksimum (spring tide) maupun pasang minimum (neap tide). Lahan ini dapat dikembangkan untuk pola padi padi. 2. Tipe B : Lahan yang terluapi air pasang pada saat pasang besar. Lahan ini juga sangat potensial untuk pengembangan pola padi padi. 29

7 3. Tipe C : Lahan yang tidak pernah terluapi air pasang, tetapi air pasang berpengaruh pada air tanah dan kedalaman muka air tanah kurang dari 50 cm. Lahan ini dapat diterapkan pola tanam padi palawija, dengan penerapan sistem tata air konservasi. 4. Tipe D : Lahan yang tidak pernah terluapi air pasang, tetapi air pasang berpengaruh pada air tanah dan kedalaman muka air tanah lebih dari 50 cm. Lahan ini tidak cocok untuk padi, tetapi potensial untuk tanaman palawija. Tipologi lahan dan tipe luapan air merupakan acuan dalam penerapan paket teknologi agar usahatani yang dikelola dapat memberikan hasil yang optimal. Paket teknologi usahatani itu sendiri pada garis besarnya berisi : (1) teknik pengelolaan lahan dan air yang memuat pengaturan pemasukan dan pengeluaran air baik pada tingkat makro maupun tingkat mikro, penataan dan pengelolahan lahan; (2) teknik budidaya yang memuat teknik budidaya tanaman, ikan dan ternak, di dalamnya meliputi vareitas/jenis yang cocok, pupuk dan pemupukkan, pencegahan dan pengendalian organisme penganggu tanaman (OPT), dan; (3) teknik reklamasi lahan. Pengelolaan lahan dan air merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pengelolaan usahatani di lahan pasang surut dalam kaitannya dengan optimalisasi pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya lahannya (Alihamsyah, 2003). Karakteristik lahan yang menjadi masalah dalam pengembangan pertanian di lahan pasang surut meliputi : fluktuasi rejim air, beragamnya kondisi fisiko-kimia tanahnya, tingginya kemasaman tanah dan asam organik pada lahan gambut, adanya zat beracun, intrusi air garam, dan rendahnya kesuburan alami tanahnya. Khusus untuk lahan sulfat masam meliputi : kemasaman tanah dan air sangat tinggi; kandungan aluminium (Al), besi (Fe) dan hidrogen sulfida (H2S) tinggi; dan ketersediaan unsur hara terutama P dan K rendah. Sedangkan untuk lahan gambut meliputi : kemasaman tanah dan air tinggi, ketersediaan unsur hara makro dan mikro terutama P, K, Zn, Cu dan Bo rendah, dan daya sangat tanah rendah (Widjaya dan Alihamsyah. 1998; Dakhyar, 2012). Sedangkan menurut Noor dan Saragih (1993), permasalahan lahan pasang surut dicirikan dengan tingkat kemasamannya yang tinggi 30

8 (ph rendah), kahat hara N, P, dan K untuk lahan gambut/bergambut kahat hara Cu dan Zn. Kelarutan Al, Fe, Mn dan SO 4 tinggi, sehingga sering mengakibatkan tanaman mengalami keracunan, kation-kation basa berstruktur rendah, dan terdapat lapisan pirit yang apabila teroksidasi dapat meningkatkan kemasaman tanah hingga ph 2 3. Bahaya lapisan pirit sering ditemukan karena kondisi tata airnya yang sukar diatur. Zat beracun yang umum dijumpai di lahan pasang surut adalah aluminium, besi, hidrogen sulfida dan air garam atau natrium. Keracunan aluminium biasanya terjadi pada kondisi tanah kering dan disertai dengan kahat P, karena P diikat menjadi aluminium fosfat yang tidak larut. Besi ferro biasanya terdapat berlebihan pada lahan sulfat masam yang tergenang air. Hidrogen sulfida dapat terjadi pada tanah sulfat masam yang banyak mengandung bahan organik sebagai hasil reduksi sulfat dalam tanah yang tergenang. Kelarutan unsur beracun seperti Fe, Al, SO4 di dalam air mencapai puncaknya pada minggu-minggu awal setelah hujan dengan ph yang sangat rendah dan berangur-angsur menurun sampai mendekati musim kemarau. Salinitas di lahan pasang surut disebabkan oleh adanya intrusi air laut yang biasanya terjadi pada bulan Juli-September. Salinitas yang tinggi pada zona perakaran akan menghambat penyerapan air dan unsur hara, bahkan pada konsentrasi tinggi dapat menyedot air dalam sel tanaman sehingga tanaman menjadi kering (Widjaya dan Alihamsyah. 1998; Dakhyar, 2012). Lahan pasang surut umumnya mempunyai tingkat kemasaman tanah yang tinggi atau ph rendah, kondisi tersebut dapat mempengaruhi ketersediaan unsur hara terutama fosfat. Disamping itu, lahan pasang surut terdapat zat beracun bagi tanaman diantaranya zat besi (Fe2+), aluminium (Al 3+ ), sulfat (SO 4 3- ), hidrogen sulfida (H 2 S), dan air garam atau natrium. Keracunan besi ferro biasanya terjadi pada tanaman padi yang diusahakan di lahan sulfat masam. Kadar pirit (FeS 2 ) di atas 200 ppm akan meracuni tanaman, hal ini dapat terjadi akibat oksidasi pirit oleh berbagai sebab antara lain : pengelolaan lahan yang salah, penggalian saluran terlalu dalam, atau terkena cekaman kekeringan. Sedangkan keracunan aluminium biasanya terjadi pada kondisi tanah kering dan disertai dengan kaosfhat P, karena P diikat menjadi aluminium 31

9 fosfat yang tidak larut. Masalah fisiko-kimia lahan dalam pengembangan tanaman pangan di lahan pasang surut dapat diatasi dengan menerapkan teknologi pengelolaan lahan dan tanaman terpadu (PLTT), meliputi antara lain : pengelolaan lahan, hara, amelioran dan tata air, serta memilih varietas yang toleran masam (Ar-Riza, dkk, 2005). STRATEGI PENGELOLAAN LAHAN PADI PASANG SURUT Lahan pasang surut berbeda dengan lahan irigasi atau lahan kering yang sudah dikenal masyarakat. Perbedaannya menyangkut kesuburan tanah, sumber air tersedia, dan teknik pengelolaannya. Lahan ini tersedia sangat luas dan dapat dimanfaatkan untuk usaha pertanian. Hasil produksi tanaman yang diperoleh sangat tergantung kepada cara pengelolaannya. Untuk itu, petani perlu memahami sifat dan kondisi tanah dan air di lahan pasang surut. Sifat tanah dan air yang perlu dipahami di lahan pasang surut ini berkaitan dengan : (1). Tanah sulfat masam dengan senyawa piritnya tanah gambut, (2). Air pasang besar dan kecil kedalaman air tanah, (3). Kemasaman air yang menggenangi lahan (Widjaja, dkk., 1997). Apabila dikelola secara tepat, lahan pasang surut dapat dijadikan areal pertanian produktif dan lestari, untuk itu diupayakan revitalisasi dan rehabilitasi melalui penerapan inovasi teknologi yang mendukung rekayasa atau pengembangan lahan pasang surut tersebut sesuai dengan keadaan setempat (spesifik lokalita). Untuk meningkatkan produktivitas padi lahan pasang surut, diperlukan suatu strategi dengan cara memadukan beberapa paket teknologi yang sesuai dengan kondisi setempat (spesifik lokalita ), antara lain : A. Pemilihan varitas unggul padi adaptif. Secara umum pemuliaan padi adalah untuk memperoleh hasil tinggi, tahan terhadap tekanan lingkungan, mutu beras baik, dan umur genjah. Daya hasil yang tinggi serta umur yang genjah merupakan faktor utama dalam meningkatkan produksi padi melalui pemuliaan tanaman guna mendukung ketahanan pangan 32

10 dan keberlanjutan swasembada padi. Namun demikian, banyak varietas unggul baru yang tidak diadopsi oleh petani. Adopsi teknologi padi unggul lambat, kecuali di wilayah transmigrasi (Saderi, dkk., 2000). Menurut Sulistyowati, dkk, (2010) bahwa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi cekaman salinitas pada lahanlahan pertanaman padi adalah dengan mengembangkan varietasvarietas padi yang tahan terhadap cekaman lingkungan salinitas. Sangakkara (2001) mengemukakan tiga hal yang dapat dilakukan yaitu: (1) perbaikan pengelolaan tanaman, (2) seleksi dan perakitan varietas yang mampu beradaptasi pada kondisi cekaman, dan (3) bioteknologi untuk rekayasa verietas tahan salinitas. Varietas unggul merupakan teknologi yang lebih nyata konstribusinya terhadap peningkatan produktivitas tanaman dan dapat dengan cepat diadopsi petani, karena murah dan penggunaannya lebih praktis. Dengan dilepaskannya berbagai varietas unggul padi lahan rawa pasang surut (Tabel 2), petani pada agroekosistem ini dapat memilih varietas yang sesuai dengan kondisi setempat (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2007). Tabel 2. Varietas Unggul Padi Pasang Surut yang Telah Dilepas Sejak Tahun 1996 sampai dengan Tahun 2001 Varietas Thn dilepas Umur (hari) Potensi hsl (t/ha) Ketahanan hama Ketahanan penyakit Banyuasin Tahan Tahan bercak Wck-3 coklat dan blas Batanghari Tahan Tahan hawar Wck-1,2 Dendang Tahan Wck-1,2 Indragiri ,5 5,5 Tahan Wck-2 Punggur ,5 5,0 Tahan Wck-2,3 Margasari Agak tahan Wck-2 Martapura Agak Tahan 33 daun dan blas Agak tahan blas dan bercak coklat Tahan blas dan hawar daun Tahan blas Tahan blas Tahan blas

11 Wck-2 Siak Raya ,0 Tahan Wck-2 Lambur ,0 Agak tahan Wck-3 Mendawak ,0 Agak tahan Wck-3 Tahan blas leher Tahan blas daun Agak tahan blas daun Selain varietas unggul spesifik lahan pasang surut di atas, beberapa varietas padi unggul nasional juga dapat beradaptasi dengan baik di lahan pasang surut dengan hasil yang cukup tinggi. Variertas-vareitas tersebut antara lain adalah Cisanggarung, Cisadane, Cisokan, IR 42, dan IR66 (Sastraatmaja, dan Dadan, 2000). Lebih lanjut dikemukakan beberapa varietas unggul lokalpun dengan perlakukan pemberian pupuk juga dapat memberikan hasil yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 3,0 ton hingga 4,0 ton per hektar, kelemahan dari varietas ini adalah umurnya relatif panjang yaitu berkisar antara 130 hari hingga 180 hari. Besarnya persentase pertanaman padi unggul lokal mengindikasikan besarnya preferensi petani terhadap varietas lokal. Pilihan petani terhadap varietas unggul lokal kemungkinan disebabkan oleh sifat adaptasinya yang tinggi terhadap kendala pada lahan sulfat masam, yaitu keracunan besi sehingga hasilnya stabil serta harganya yang relatif lebih mahal dibandingkan dengan varietas unggul disebabkan karakteristik gabah dan nasi yang lebih disukai. Varietas lokal memilki beberapa kelebihan ditinjau dari sisi kepentingan petani, karena mudah diperoleh, pemeliharaan yang sangat minim, dan berbatang tinggi sehingga tidak perlu membungkuk ketika panen (Wiggin, 1976). Selain itu varietas lokal hasilnya stabil, input rendah, bentuk gabah kecil ramping yang disukai petani dan konsumen (Sulaiman dkk., 1995; Sulaiman, 1997). B. Pengelolaan Air Pengelolaan air dapat diartikan dengan memanfaatkan penggunaan air secara tepat untuk meningkatkan indeks pertanaman dan produktivitas lahan. Pengelolaan air di lahan pasang surut mempunyai arti penting karena apabila ada kelebihan 34

12 air di sawah maka dapat segera dibuang dan apabila kekurangan air di dalam sawah maka akan segera ditambah, dengan cara ini tanaman akan terjaga dari kebutuhan air baik di musim penghujan maupun kemarau. Sistem pengelolaan air di lahan pasang surut adalah sistem aliran satu arah dan sistem tabat untuk tipe luapan air sawah atau sawah/surjan. Pengaturan pemasukan dan pengeluaran air baik di tingkat makro maupun ditingkat mikro sangat tergantung dengan tipe luapan air pada satu kawasan tertentu. Pada lahan yang bertipe luapan A diatur dengan sistem satu arah, lahan yang bertipe luapan B selain dengan sistem satu arah juga disertai dengan sistem tabat. Sedangkan lahan yang bertipe luapan C dan D dimana sumber air utamanya adalah air hujan digunakan sistem tabat yang dilengkapi dengan pintu stoplog untuk menjaga permukaan air tanah sesuai dengan kebutuhan tanaman dan yang lebih terpenting adalah agar permukaan air tanah selalu tetap berada pada lapisan pirit dengan kandungan lebih dari dua persen dengan maksud agar tidak terjadi oksidasi. Pada pengaturan pemasukan dan pengeluaran air satu arah, saluran pemasukkan dan pengeluaran dibedakan dimana antara saluran pemasukkan dan pengeluaran dibuatkan pintu engsel (Flape Gate) yang membuka kedalam pada saluran pemasukkan dan membuka keluar pada saluran pembuangan (Ismail, dkk. 1993). Selain itu menurut Subiksa dan Widjaja, (1996), prinsip utama dalam pengelolaan air pada lahan pasang surut adalah membuang secepat mungkin unsur-unsur yang beracun bagi tanaman dari zona perakaran, khususnya pada tipelogi lahan sulfat masam (Subiksa dan Widjaja, 1996). Cara lain pencucian lahan menurut Susanto, dkk (1997) adalah sistem drainase dangkal/draenase permukaan yang intensif, muka air tanah dipertahankan tetap berada di atas lapisan pirit. Sistem pengelolaan air di lahan pasang surut yang dianjurkan selain tergantung dari tipologi lahan dan tipe luapan air juga tergantung dari sistem usahatani yang akan dikelola, apakah hanya satu jenis tanaman, lebih dari satu jenis tanaman namun memiliki kebutuhan air dalam veolume yang sama atau meiliki kebutuhan air yang berbeda. Pada lahan yang tipe luapan air A pilihannya tidak banyak untuk lahan potensial sulfat masam dan gambut dangkal, dengan karekaterisitik ini pentaan lahan sebaiknya diarahkan 35

13 sebagai sawah dan tanaman yang diusahakan hanya padi yang dapat ditanam 2 kali. Lahan yang bertipe luapan B-C penataaannya dapat diarahkan sebagai sawah/surjan, surjan bertahap atau tegalan, sedangkan lahan yang bertipe luapan B untuk lahan potensial, sulfat masam, dan gambut dangkal diarahkan sebagai tegalan dan untuk gambut sangat dalam tanaman yang disarankan adalah tanaman perkebunan (Alihamsyah, 2003). C. Penyiapan Lahan. Penyiapan lahan dapat dilakukan dengan cara (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2007) : 1. Tanpa olah tanah (TOT), penyiapan lahan dapat dilakukan dengan cara tebas atau menyemprot herbisida. Langkahlangkah dengan cara tebas adalah : (a). Gulma ditebas dengan tajak besar di saat lahan berair, (b). Gulma dibiarkan terhampar membusuk selama dua minggu, setelah itu digumpal dan dibiarkan dua minggu kemudian gumpalan dibalik lagi. Setelah gumpalan gulma membusuk seluruhnya, lalu gumpalan gulma tersebut dihamparkan secara merata pada seluruh permukaan petakan sebagai sumber hara tanaman. Langkah-langkah dengan cara herbisida adalah : (a). Sewaktu penyemprotan herbisida, petakan diusahakan tidak digenangi air, dengan demikian penyemprotan harus lebih awal sebelum hujan atau air pasang datang menggenangi petakan, (b). Gulma dapat disemprot dengan herbisida non selektif seperti glifosat atau paraquat, (c). Penyemprotan dilakukan lebih awal agar waktu tanam padi tidak tertunda karena menunggu gulma membusuk. 2. Olah tanah dengan traktor, digunakan pada lahan potensial, dimana lapisan pirit atau lapisan beracun berada < 50 cm dari lapisan permukaan atas, dan tidak dianjurkan pada lahan sulfat masam (aktual) atau lahan gambut sedang atau gambut tebal. Persiapan lahan dengan cara membakar tidak dianjurkan karena mempunyai resiko, antara lain : 1. Lahan yang mengandung gambut akan ikut terbakar, sehingga merusak kesuburan tanah karena yang tersisa hanya tanah mineral. 36

14 2. Banyak mikroba yang mati. 3. Unsur-unsur hara yang terkandung di dalam gulma akan hanyut terbawa air. 4. Mengganggu keseimbangan ekosistem lahan pasang surut (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2007). Sedangkan menurut Widjaya, dkk., 1997, cara pengolahan tanah pada lahan pasang surut dapat dilakukan dengan beberapa tahap kegiatan, yaitu: (a). Gulma di semprot dengan herbisida, (b). Membajak lahan dengan menggunakan bajak singkal, (c). Menggenangi lahan selama 1-2 minggu, kemudian airnya dibuang. Hal ini dilakukan sampai 2-3 kali, (d). Melumpurkan tanah yang telah selesai dibajak dan diratakan, selanjutnya siap untuk tanam. D. Pengelolaan hara dan amelioran. Pemberian bahan amelioran atau bahan pembenah tanah dan pupuk merupakan faktor penting untuk memperbaiki kondisi tanah dan meningkatkan produktivitas lahan. Ameliorasi lahan merupakan salah satu cara yang efektif untuk memperbaiki tingkat kesuburan lahan, terutama pada lahan-lahan yang baru dibuka. Pemberian bahan amelioran dapat berupa kapur oksida (CaO) atau dolomit (Ca Mg (CO3)2). Pemberian kapur di lahan sulfat masam potensial diperlukan, karena ph tanah di lahan tersebut pada umumnya rendah (ph<4) (Saragih, dkk., 2001). Pemberian kapur lebih efektif jika kejenuhan (Al+H) > 10% dan ph tanah < 5 (Wade, dkk., 1986). Bahan amelioran adalah bahan yang mampu memperbaiki atau membenahi kondisi fisik dan kesuburan tanah. Amelioran adalah bahan yang dapat meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan kondisi fisik dan kimia. Amelioran tersebut dapat berupa kapur atau dolomit maupun bahan organik atau abu sekam dan serbuk gergajian. Secara umum pemberian kapur antara 0,5 ton sampai dengan 3,0 ton perhektar sudah cukup memadai (Sudarsono, 1992 dan Alihamsyah, 2003). Sedangkan beberapa peneliti seperti Subiksa, dkk., (1990); Noor, dkk., (2010), menyatakan bahwa pemberian bahan amelioran seperti pupuk organik, tanah mineral, zeolit, dolomit, fosfat alam, pupuk kandang, kapur pertanian, abu 37

15 sekam, purun tikus (Eleocharis dulcis) dapat meningkatkan ph tanah dan basa-basa tanah. Penambahan bahan-bahan amelioran yang banyak mengandung kation polivalen juga dapat mengurangi pengaruh buruk asam-asam organik beracun. Bahan amelioran yang sering digunakan dalam budidaya padi adalah dolomit. Dolomit selain mengandung unsur Ca (32.0%) juga mengandung Mg (4.03 %). Pemberian kapur di lahan pasang surut dapat memperbaiki (1) sifat fisik tanah, yaitu memperbaiki granulasi tanah, sehingga aerasi lebih baik, (2) sifat kimia tanah, yaitu menurunkan kepekatan ion H, menurunkan kelarutan Fe, Al dan Mn, meningkatkan ketersediaan Ca, Mg, P dan Mo serta meningkatan kejenuhan basa, (3) sifat biologi tanah, yaitu meningkatkan kegiatan jasad renik tanah (Soepardi, 1983). Selain kapur, bahan organik juga berpengaruh cukup baik untuk meningkatkan kesuburan lahan sulfat masam. Sumber bahan organik yang sering digunakan adalah kotoran ayam. Kotoran ayam digunakan, karena kandungan unsur N dan Ca-nya tergolong tertinggi dibandingkan kotoran sapi, kuda dan kambing (Wiryanta, 2002; Sutanto, 2006). Pemberian bahan organik pada tanah-tanah masam dapat memperbaiki: (1) sifat fisik tanah, tanah menjadi gembur dan aerasi tanah lebih baik, (2) sifat kimia tanah, yaitu meningkatnya kapasitas tukar kation (KTK) dan meningkatnya ketersediaan hara, (3) sifat biologi tanah, yaitu meningkatnya populasi mikroorganisme tanah yang berperan penting terhadap pertumbuhan tanaman (Sutanto, 2006). Jadi, dapat disimpulkan bahwa, Kriteria amelioran yang baik bagi lahan rawa pasang surut adalah memiliki kejenuhan basa (KB) yang tinggi, mampu meningkatkan derajat ph secara nyata, mampu memperbaiki struktur tanah, memiliki kandungan unsur hara yang lengkap, dan mampu mencuci senyawa beracun terutama asamasam organik. Amelioran dapat berupa bahan organik maupun anorganik. Beberapa bahan amelioran yang sering digunakan adalah kapur, tanah mineral, pupuk kandang, kompos dan abu. Salah satu penciri yang spesifik dari lahan pasang surut adalah tingginya tingkat keragaman kesuburan lahan sekalipun dalam satu petakan sawah. Untuk itu kisaran dosis pupuk yang dibutuhkan batas antara kebutuhan minimal dengan kebutuhan maksimal cukup 38

16 besar (Tabel 3), sedangkan pada lahan gambut terdapat dosis tunggal namun pada lahan yang bertipologi lahan ini perlu ditambahkan unsur hara mikro seperti Cu dan Zn, karena umumnya lahan gambut kahat akan unsur hara mikro (Sutanto, 2006). Untuk mendapatkan dosis pupuk yang tepat pada tingkat keragaman yang tinggi merupakan suatu masalah tersendiri dalam mengelola lahan pasang surut untuk pertanian. Di tingkat petani, ini adalah hal yang sangat sulit dilakukannya, untuk itu peran petugas lapang mengarahkan petani dalam penentuan dan pemberian pupuk dengan dosis yang sesuai dengan kebutuhan tanaman sangat dibutuhkan, di lain sisi petugas lapang itu sendiri perlu dibekali dengan pengetahuan yang memadai. Tabel 3. Kisaran Dosis Pupuk Anjuran pada Tanaman Padi di Lahan Pasang Surut. Tipolgi Lahan Jenis Pupuk Satuan Potensial Sulfat Gambut Masam N Kg/ha 45,0 90,0 67,5 135, ,0 P 2 O 5 Kg/ha 22,5 45,0 45,0 70,0 60,0 K 2 O Kg/ha 50,0 100,0 45,0 75,0 50,0 CuSO 4 Kg/ha - - 5,0 ZnSO 4 Kg/ha - - 6,0 Kapur/Dolomit Ton/ha - 1,0 3,0 1,0 2,0 Sumber : Alihamsyah,(2003). E. Pengendalian Gulma Terpadu. Umumnya pengendalian gulma pada lahan pasang surut dengan cara (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2007): 1. Mekanis, dengan menggunakan alat gasrok/landak. Pengendalian dengan cara ini sangat dianjurkan, karena cara ini sinergis dengan pengelolaan lainnya. Namun cara ini hanya efektif dilakukan apabila kondisi air di petakan sawah macak-macak atau tanah jenuh air, serta tenaga kerja murah. Cara penyiangan gulma dengan alat gasrok/landak, sebagai berikut :

17 a. Dilakukan saat tanaman berumur hari setelah tanam (HST). b. Dianjurkan dilakukan dua kali, dimulai pada saat tanaman berumur HST dan atau diulangi secara berkala hari kemudian. c. Diilakukan pada saat kondisi tanah macak-macak, dengan ketinggian air 2 3 cm. d. Gulma yang terlalu dekat tanaman dicabut dengan tangan. e. Dilakukan dua arah, yaitu diantara dan di dalam barisan tanaman. Manfaat penyiangan dengan alat gasrok/landak adalah : a. Meningkatkan aerasi di dalam tanah dan merangsang pertumbuhan akar padi lebih baik. b. Apabila dilakukan bersamaan atau segera setelah pemupukan akan membenamkan pupuk ke dalam tanah sehingga pemberian pupuk menjadi lebih efisien. c. Lebih ekonomis, hemat tenaga kerja dibandingkan dengan penyiangan biasa dengan tangan. d. Ramah lingkungan (tidak menggunakan bahan kimia). 2. Kimiawi, dengan menggunakan herbisida. Pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida lebih hemat tenaga, biaya dan waktu serta efektif bila dibandingkan dengan penyiangan tangan. Di dalam pemakaian herbisida pada lahan pasang surut, ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan, antara lain : a. Kondisi petakan sawah harus macak-macak agar lapisan herbisida pra tumbuh yang disemprotkan dapat menutup permukaan atas tanah. Biji-biji gulma yang akan berkecambah dapat dimatikan sewaktu menembus lapisan herbisida tersebut. b. Jika menggunakan herbisida pasca tumbuh, herbisida harus kontak langsung dengan daun-daun gulma. Oleh sebab itu petakan sawah harus di drainase agar supaya herbisida dan daun gulma dapat kontak langsung. c. Biasanya herbisida untuk padi tanam pindah tidak selalu dapat dipergunakan untuk mengendalikan gulma pada padi tabela karena tingkat selektivitas yang berbeda. Padi tabela lebih peka keracunan herbisida dari padi tanam pindah, karena bibit yang masih muda. 40

18 F. Penentuan Pola Tanam. Pola tanam dengan penataan lahan sawah pada tipe luapan A adalah padi-padi. Sedangkan pola tanam dengan penataan lahan sawah atau surjan pada tipe luapan air B adalah padi-padi dan padi - palawija/hortikultura. Penataan lahan pasang surut didasarkan pada tipologi lahan, tipe luapan dan pengelolaan tanaman serta kemungkinan dampaknya terhadap lingkungannya. Lahan bertipe luapan A yang terluapi air pasang ditata sebagai sawah, lahan bertipe luapan B yang hanya terluapi pada saat pasang besar dijadikan sawah atau surjan, lahan bertipe luapan C yang tidak terluapi air pasang dan air tanahnya dangkal kurang dari 50 cm ditata sebagai sawah tadah hujan/tegalan atau dibentuk surjan bertahap, dan lahan bertipe luapan D ditata sebagai tegalan/perkebunan (Rahardjo dan Ratmini, 2003). Untuk lebih jelaskan penataan lahan pasang surut disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Acuan Penataan Lahan Masing-Masing Tipologi Lahan dan Tipe Luapan Air di Lahan Pasang Surut. Tipologi Tipe luapan air Lahan A B C D Potensial Sawah Sawah/surjan Sawah/surjan/ tegalan Sawah/tegalan/ kebun Sulfat masam Sawah Sawah/surjan Sawah/surjan/ tegalan Sawah/tegalan/ kebun Bergambut Sawah Sawah/surjan Sawah/tegalan Sawah/tegalan/ kebun Gambut Sawah Sawah/surjan Sawah/tegalan Tegalan/kebun dangkal Gambut - konservasi Tegalan/perke Perkebunan sedang bunan Gambut - Konservasi Tegalan/perke Perkebunan dalam bunan Salin Sawah/ tambak Sawah/tambak - - Sumber : Alihamsyah, (2003). 41

19 PENUTUP Pengelolaan tanah dan air ini merupakan kunci keberhasilan budidaya padi di lahan pasang surut untuk mengatasi beberapa masalah yang ditemui di lahan pasang surut seperti kendala fisik (rendahnya kesuburan tanah, ph tanah dan adanya zat beracun Fe dan Al), dan kendala biologi (hama dan penyakit). Secara umum teknologi pengelolaan tanaman padi di lahan pasang surut, agar dapat memberikan hasil yang maksimal dapat dilakukan dengan langkah-langkah atau metode, antara lain : (1). Perbaikan lingkungan tumbuh dan peningkatan penyediaan O 2 (draenase dan pencucian), penggantian penggenangan dan pengairan dengan interval satu minggu; (2). Ameliorasi (perbaikan) dan pemupukan, mencakup : pengapuran pada tanah masam, penambahan bahan organik padapada tanah mineral, dan pemupukan berimbang; dan (3). Penanaman varietas unggul padi yang adaptif. DAFTAR PUSTAKA Alihamsyah, T., Hasil Penelitian pertanian Pada Lahan Pasang Surut. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional, Jambi. Akmal dan Yufdi Prama, Peluang Pengembangan Varietas Unggul Baru Padi Pasang Surut di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara. Medan. Ananto, E. dan Alihamsyah, T., Arah dan Strategi Pengembangan Pertanian di Lahan Pasang Surut. Makalah disampaikan pada Seminar Memacu Pembangunan Pertanian Lahan Pasang Surut melalui Penerapan Teknologi Tepat Guna Serta Peningkatan Koordinasi dan Keterpaduan Kerja, Kuala Tungkal Maret

20 Anwar, K., M. Alwi, S. Saragih, A. Supriyo, D. Nazemi, dan K. Sari Karakterisasi Dinamika Tanah dan Air untuk Perbaikan Pengelolaan Lahan Pasang Surut. Laporan Akhir Hasil Penelitian. Balai Penelitian Tanaman Pangan Lahan Rawa. Banjarbaru. Hlm Ar-Riza Isdijanto, Lima Langkah Penting Pengelolaan Lahan untuk Tanaman Padi di Lahan Pasang Surut. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa Kalimantan Selatan. Proseding Seminar Nasional PLTT dan Hasil-Hasil Penelitian/Pengkajian Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi. Jambi. Ar-Riza Isdijanto; Saragih S.; M. Hatta dan Febrianti, Pengelolaan Lahan dan Sistem Tata Air untuk Perbaikan Budidaya Padi dan Kelapa di Wilayah Sungai Kakap. Prosiding Semiloka Primatani Mendukung Pengembangan KUAT di Kalimantan Barat. Pontianak. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Lahan Rawa Pasang Surut. Buurman, P dan Balsem, T Land Unit Classification for the Reconnaissance Soil Survey of Sumatera. Tech. Rep. No. 3. LREP. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. Dakhyar Nazemi, A. Hairani dan Nurita, Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Rawa Pasang Surut Melalui pengelolaan lahan dan komoditas. Jurnal Agrovigor Volume 5 no. 1 Maret 2012 ISSN Direktorat Pengelolaan Air, Pedoman teknis Irigasi lahan lebak dan Pasang surut/ tam. Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan Dan Air. Departemen Pertanian. Jakarta. Flowers, T.J Improving Crop Salt Tolerance. Journal of Experimental Botany. 55(396):

21 Ismail, I.G.; Alihamsyah; Widjaja Adhi, I.P.G.; Suwarno; Herawaty, T.; Thahir, R dan Sianturi, D.E Sewindu Penelitian Pertanian di Lahan Rawa : Konstribusi dan Prospek Pengembangan. Proyek Swamps II. Puslitbang Tanaman Pangan. Bogor. Kselik, R.A.L., Water Managementon Acid Sulphate Soil at Pulau Petak, Kalimantan, Indonesia. In : AARD-LA WOO Paper Workshop on Acid Sulphate Soil in the Humid Tropics. Agency Agric, Res. Develop and Land Water Res. Group, Bogor, Indonesia, Nov Int Land Reclam Improv, Wageningen, the Netherlands. Manwan, I., Ismail, I.G., Alihamsyah, T., dan Partohardjono Teknologi Pengembangan Pertanian Lahan Rawa Pasang Surut. Dalam : Prosiding Pertemuan Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian Lahan Rawa Pasang Surut dan Lebak, Cisarua 7 9 Maret Noor, M, Pengaruh Pemberian Kapur dan Tata Air Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi di Lahan Sulfat Masam. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Tanaman Pangan Lahan Rawa. Banjarbaru. Noor, M. dan Saragih, S., Peningkatan Produktivitas Lahan Pasang Surut dengan Perbaikan Sistem Pengelolaan Air dan Tanah. Makalah Penunjang pada Simposium Penelitian Tanaman Pangan III, Agustus Jakarta/Bogor. Noor, M.; Supriyo, A.; Hairani, A.; Muhammad; Thamrin, M.; Rina, Y.; dan Nurzakiah, S., Efektivitas Bahan Amelioran dan Pupuk Berdasarkan Status Hara pada IP 300 di Lahan Rawa Pasang Surut. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Noorsyamsi, H., Anwarhan, S.Sulaiman, dan H.M. Beachell Rice Kultivation of the Tidal Swamps of Kalimantan. In. Workshop on Research Priorities in Tidal Swamp Rice. IRRI. Philippines. 44

22 Rahardjo Budi dan Ratmini Sri,N.P., Pengelolaan Lahan dan Air dalam Pemanfaatan Lahan sulfat Masam dengan Cara pengendalian Pirit (FeS 2 ). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Selatan. Prosiding Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian dan Pengkajian Teknologi Spesifik Lokasi. Jambi. Saderi, D.I., Noorginayuwati, dan A. Sjachrani, Studi Proses Adopsi Teknologi Padi Unggul di Lahan Pasang Surut. Kalimantan Agrikultura 7(1):1-10. Sangakkara, U.R Plant Stress Factors: Their Impact on Productivity of Cropping Systems. In J. Nosberger, H. H. Geiger, and P.C. Struik (ed.). Crop Science: Progress and Prospects. CAB International Publ. Wellingford. P Saragih, I., Ar-Riza, dan N. Fauziah Pengelolaan Lahan Dan Hara untuk Budidaya Palawija di Lahan Rawa Pasang Surut, hal Dalam: I. Ar-Riza, T. Alihamsyah, M. Sarwani (eds). Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Pasang Surut. Monograf Balai Penelitian Tanaman Pangan Lahan Rawa Banjarbaru. Sastraatmaja, S., dan Dadan Ridwan Ahmad, Hasil Penelitian Pengembangan Rawa terpadu ISDP Jambi. Makalah disampiakan pada Lokakarya Akhir Proyek Integrated Swamps- Development Project (ISDP) IBRD Loan 3755 IND, Jambi 08 July Soepardi, G Sifat dan Ciri Tanah. IPB-Bogor. Subiksa, I.G.M., D.A. Suriadikarta, dan IPG. Widjaja-Adhi Tata air dan jarak kemalir terhadap kimia tanah dan hasil padi sawah pada tanah sulfic Tropaquents. Prosiding Seminar Penelitian Lahan Pasang Surut dan Rawa Swamps- II, Palembang Oktober Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. hlm Subiksa, I.G.M. dan Widjaja Adhi, I.P.G., Makalah Latihan Lahan Pasang Surut di Karang Agung Ulu Sumatera Selatan. 45

23 Sulaiman S., S.Subowo, R.Humairie, M.Imberan, I.Khairullah, Nurlaila, B.Prayudi, Mukhlis, N.Djahab, dan Z.Hamijaya Pembentukan Varietas Unggul Padi Rawa Peka Fotoperiod. Laporan Hasil Penelitian Proyek Penelitian dan Pengembangan Teknik Produksi Tanaman Pangan Banjarbaru TA 1994/1995. Balai Penelitian Tanaman Pangan Banjarbaru. Sulaiman, S Perbaikan Varietas Padi Peka Fotoperiod dan Padi Umur Pendek untuk Lahan Rawa. Makalah pada Pra- Raker II (Evaluasi Hasil-Hasil Penelitian Tahun 1994/ /1997). Badan Litbang Pertanian. Yogyakarta, 3-5 Februari Sulistyowati, E., S. Sumartini, dan Abdurrakhman Toleransi 60 Aksesi Kapas terhadap Cekaman Salinitas pada Fase Vegetatif. Jurnal Littri. 16: Susanto, R.H.; Budi Rahardjo; dan Rahmad Hari Purnama, Alternatif Pengelolaan Air dan Pola Tanam di Lahan Usahatani Daerah Rawa Pasang Surut Telang dan Saleh Sumatera Selatan. Prosiding Seminar Peranan Teknologi dalam Meningkatkan Nilai Tambah Komoditas. Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian. universitas Sriwijaya. Indralaya. Sutanto, R Penerapan Pertanian Organik. Penerbit Kanisius- Yogyakarta. Tester, M, and R. Davenport Na Tolerance and Na Transport in Higher Plants. Annuals Botany. 91: Wade, M.K., M. Al-Jabri, dan M. Sudjadi The Effect of Liming on Soybean Yiels and Soil Acidity Parameters of Three Red-Yellow Podsolic Soils of West Sumatra. Pemb.Pen.Tanah dan Pupuk (6):1-8. Widjaya Adhi I.P.G, Pengelolaan Lahan Pasang Surut dan Lebak. Jurnal Litbang Pertanian V (1), Januari Badan Litbang Pertanian. Jakarta. 46

24 Widjaya Adhi I.P.G; K. Nugraha; D.S. Ardi dan A.S. Karama, Sumberdaya Lahan Pasang Surut, Rawa, dan Pantai : Potensi, Keterbatasan, dan Pemanfaatan. Prosiding Pertemuan Nasional Pengembangan Lahan Pertanian Pasang Surut dan Rawa. Cisarua, 3 4 Maret Widjaja-Adhi IP.G dkk., Status Prioritas Penelitian Pengelolaan dan Pengembangan Lahan Rawa di Indonesia di dalam Prosiding Pertemuan Teknis Penelitian Tanah dan Agroklimat, Januari 1995, Cisarua, Bogor. Departemen Pertanian. Widjaya Adhi I.P.G; NP. Sri Ratmini; dan I Wayan Swastika, Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Pasang Surut. Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu- ISDP. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Widjaya Adhi, IPG. dan Alihamsyah, T., Pengembangan lahan pasang surut : potensi, prospek dan kendala serta teknologi pengelolaannya untuk pertanian. Dalam Prosiding Seminar Himpunan Ilmu Tanah Jawa Timur. Malang, 18 Des Wiggin, G Buginese agriculture in tidal swamps of South Sumatera. Lembaga Pusat Penelitian Pertanian. Bogor. Wiryanta, B.T.W Bertanam Cabai pada Musim Hujan. Agro Media Pustaka Jakarta. 47

AGROVIGOR VOLUME 5 NO. 1 MARET 2012 ISSN

AGROVIGOR VOLUME 5 NO. 1 MARET 2012 ISSN 52 AGROVIGOR VOLUME 5 NO. 1 MARET 2012 ISSN 1979 5777 OPTIMALISASI PEMANFAATAN LAHAN RAWA PASANG SURUT MELALUI PENGELOLAAN LAHAN DAN KOMODITAS Dakhyar Nazemi, A. Hairani dan Nurita Zemi_58@yahoo.com Balai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan pangan semakin meningkat sejalan dengan pertambahan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan pangan semakin meningkat sejalan dengan pertambahan PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan pangan semakin meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk. Sementara itu areal pertanian produktif di daerah padat penduduk terutama di Jawa terus menyusut akibat

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK

PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK AgroinovasI PENGEMBANGAN VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI LAHAN RAWA LEBAK Lahan rawa lebak merupakan salahsatu sumberdaya yang potensial untuk dikembangkan menjadi kawasan pertanian tanaman pangan di Provinsi

Lebih terperinci

Seminar Nasional: Inovasi untuk Petani dan Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian, ISBN

Seminar Nasional: Inovasi untuk Petani dan Peningkatan Daya Saing Produk Pertanian, ISBN PENERAPAN SISTEM SURJAN UNTUK MENDUKUNG DIVERSIFIKASI DAN PENINGKATAN PENDAPATAN DI LAHAN PASANG SURUT Desa Lagan Ulu Kecamatan Geragai Kabupaten Tanjajung Jabung Timur, Jambi Dakhyar Nazemi, Y. Rina,

Lebih terperinci

Pengelolaan tanah dan air di lahan pasang surut

Pengelolaan tanah dan air di lahan pasang surut Pengelolaan tanah dan air di lahan pasang surut Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Pasang Surut Penyusun IPG Widjaja-Adhi NP Sri Ratmini I Wayan Swastika Penyunting Sunihardi Setting & Ilustrasi Dadang

Lebih terperinci

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN Tanah sulfat masam merupakan tanah dengan kemasaman yang tinggi

Lebih terperinci

Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Pasang Surut

Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Pasang Surut Pengelolaan Tanah dan Air di Lahan Pasang Surut Penyusun IPG Widjaja-Adhi NP. Sri Ratmini I Wayan Swastika Penyunting Sunihardi Setting & Ilustrasi Dadang Suhendar Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian

Lebih terperinci

AGROVIGOR VOLUME 5 NO. 2 SEPTEMBER 2012 ISSN

AGROVIGOR VOLUME 5 NO. 2 SEPTEMBER 2012 ISSN AGROVIGOR VOLUME 5 NO. 2 SEPTEMBER 2012 ISSN 1979 5777 113 PROSPEK PENGEMBANGAN PENATAAN LAHAN SISTEM SURJAN DI LAHAN RAWA PASANG SURUT Dakhyar Nazemi dan A. Hairani dan L. Indrayati Zemi_58@yahoo.com

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air 4 TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air Budidaya jenuh air merupakan sistem penanaman dengan membuat kondisi tanah di bawah perakaran tanaman selalu jenuh air dan pengairan untuk membuat kondisi tanah jenuh

Lebih terperinci

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor Data statistik menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir, rata-rata

Lebih terperinci

PENAMPILAN DELAPAN GALUR PADI DI LAHAN LEBAK TENGAHAN PADA MUSIM KEMARAU ABSTRAK

PENAMPILAN DELAPAN GALUR PADI DI LAHAN LEBAK TENGAHAN PADA MUSIM KEMARAU ABSTRAK PENAMPILAN DELAPAN GALUR PADI DI LAHAN LEBAK TENGAHAN PADA MUSIM KEMARAU Izhar Khairullah, Sutami, R. Humairie, dan M. Imberan Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) ABSTRAK Budidaya padi di

Lebih terperinci

Pengelolaan Hara Terpadu untuk Meningkatkan Produktivitas Padi Lahan Rawa Pasang Surut Sulfat Masam Potensial

Pengelolaan Hara Terpadu untuk Meningkatkan Produktivitas Padi Lahan Rawa Pasang Surut Sulfat Masam Potensial Pengelolaan Hara Terpadu untuk Meningkatkan Produktivitas Padi Lahan Rawa Pasang Surut Sulfat Masam Potensial Yulia Raihana dan Muhammad Alwi Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa Jln. Kebun Karet P.O.Box

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan beras di Indonesia pada masa yang akan datang akan meningkat. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi dengan besarnya konsumsi beras

Lebih terperinci

Inovasi Pertanian Sumatera Selatan Mendukung Swasembada Beras Nasional

Inovasi Pertanian Sumatera Selatan Mendukung Swasembada Beras Nasional Inovasi Pertanian Sumatera Selatan Mendukung Swasembada Beras Nasional Dewasa ini, Pemerintah Daerah Sumatera Selatan (Sumsel) ingin mewujudkan Sumsel Lumbung Pangan sesuai dengan tersedianya potensi sumber

Lebih terperinci

REHABILITASI LAHAN KERING ALANG ALANG DENGAN OLAH TANAH DAN AMANDEMEN KAPUR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG

REHABILITASI LAHAN KERING ALANG ALANG DENGAN OLAH TANAH DAN AMANDEMEN KAPUR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG 1-8 REHABILITASI LAHAN KERING ALANG ALANG DENGAN OLAH TANAH DAN AMANDEMEN KAPUR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG Agusni Dosen Program Studi Agroteknologi Universitas Almuslim Email: aisyahraja2017@gmail.com

Lebih terperinci

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul)

Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul) Oleh : Koiman, SP, MMA (PP Madya BKPPP Bantul) PENDAHULUAN Pengairan berselang atau disebut juga intermitten adalah pengaturan kondisi lahan dalam kondisi kering dan tergenang secara bergantian untuk:

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PERTANAMAN JAGUNG DI LAHAN PASANG SURUT KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI

PRODUKTIVITAS PERTANAMAN JAGUNG DI LAHAN PASANG SURUT KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PRODUKTIVITAS PERTANAMAN JAGUNG DI LAHAN PASANG SURUT KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI Jumakir dan Endrizal Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi Abstrak. Lahan pasang surut di Desa Bram

Lebih terperinci

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB VI. PERSIAPAN LAHAN Rizka Novi Sesanti KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pilihan yang sulit dihindari (Manwan, dkk dan Suryana. 2004). Hal ini

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pilihan yang sulit dihindari (Manwan, dkk dan Suryana. 2004). Hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanfaatan lahan-lahan sub optimal pada masa yang datang merupakan pilihan yang sulit dihindari (Manwan, dkk. 1992 dan Suryana. 2004). Hal ini terkait dengan masih berlangsungnya

Lebih terperinci

POTENSI DAN PROSPEK LAHAN RAWA SEBAGAI SUMBER PRODUKSI PERTANIAN

POTENSI DAN PROSPEK LAHAN RAWA SEBAGAI SUMBER PRODUKSI PERTANIAN POTENSI DAN PROSPEK LAHAN RAWA SEBAGAI SUMBER PRODUKSI PERTANIAN Wayan Sudana Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Bogor Jl. Tentara Pelajar No. IA Bogor PENDAHULUAN Selama lima tahun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM. Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi

PEMBAHASAN UMUM. Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi 102 PEMBAHASAN UMUM Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi dengan pembuatan saluran irigasi dan drainase agar air dapat diatur. Bila lahan tersebut dimanfaatkan untuk bertanam

Lebih terperinci

BAB. VII. PEMBAHASAN UMUM. Konsentrasi Fe dalam Tanah dan Larutan Hara Keracunan Fe pada Padi

BAB. VII. PEMBAHASAN UMUM. Konsentrasi Fe dalam Tanah dan Larutan Hara Keracunan Fe pada Padi BAB. VII. PEMBAHASAN UMUM Konsentrasi Fe dalam Tanah dan Larutan Hara Keracunan Fe pada Padi yang Menyebabkan Berdasarkan hasil-hasil penelitian penyebab keracunan besi beragam, bukan hanya disebabkan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERTANIAN

PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERTANIAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT UNTUK PERTANIAN Terbentuknya gambut pada umumnya terjadi dibawah kondisi dimana tanaman yang telah mati tergenang air secara terus menerus, misalnya pada cekungan atau depresi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanahnya memiliki sifat dakhil (internal) yang tidak menguntungkan dengan

I. PENDAHULUAN. tanahnya memiliki sifat dakhil (internal) yang tidak menguntungkan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sulfat masam merupakan salah satu jenis lahan yang terdapat di kawasan lingkungan rawa dan tergolong ke dalam lahan bermasalah karena tanahnya memiliki sifat dakhil

Lebih terperinci

ADAPTASI VARIETAS UNGGUL BARU PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT DI PROVINSI BENGKULU ABSTRAK

ADAPTASI VARIETAS UNGGUL BARU PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT DI PROVINSI BENGKULU ABSTRAK ADAPTASI VARIETAS UNGGUL BARU PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT DI PROVINSI BENGKULU Nurmegawati dan Wahyu Wibawa Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl Irian km 6,5 Kota Bengkulu ABSTRAK Pemanfaatan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Tinggi tanaman padi akibat penambahan jenis dan dosis amelioran. 28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengamatan 4.1.1 Tinggi Tanaman Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa jenis dan dosis amelioran tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman padi ciherang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS KACANG HIJAU SEBAGAI TANAMAN SELA DI ANTARA KELAPA PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT PROVINSI JAMBI

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS KACANG HIJAU SEBAGAI TANAMAN SELA DI ANTARA KELAPA PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT PROVINSI JAMBI PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS KACANG HIJAU SEBAGAI TANAMAN SELA DI ANTARA KELAPA PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT PROVINSI JAMBI Bustami, Julistia Bobihoe dan Jumakir Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian dilakukan pada bulan April-Agustus 2010. Penanaman kedelai dilakukan pada bulan Mei 2010. Pada bulan tersebut salinitas belum mempengaruhi pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rawa merupakan sebutan bagi semua lahan yang tergenang air, yang penggenangannya dapat bersifat musiman ataupun permanen dan ditumbuhi oleh tumbuhan (vegetasi). Di Indonesia

Lebih terperinci

Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si

Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si PERMASALAHAN AIR TEKNOLOGI PENGELOLAAN AIR Dalam pengelolaan tata air makro pada lahan rawa lebak menggunakan SISTEM POLDER. Pada sistem polder diperlukan bangunan air,

Lebih terperinci

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT

PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT PENGARUH SISTIM TANAM MENUJU IP PADI 400 TERHADAP PERKEMBANGAN HAMA PENYAKIT Handoko Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur ABSTRAK Lahan sawah intensif produktif terus mengalami alih fungsi,

Lebih terperinci

PERCEPATAN PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN RAWA BERKELANJUTAN DAN LESTARI

PERCEPATAN PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN RAWA BERKELANJUTAN DAN LESTARI PERCEPATAN PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN RAWA BERKELANJUTAN DAN LESTARI Soehardi Kusumowarno Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Jl. Tentara Pelajar No. 10

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah sebagai sumber daya alam sangat penting dalam meyediakan sebahagian besar kebutuhan hidup manusia, terutama pangan. Pada saat ini kebutuhan akan pangan tidak

Lebih terperinci

Pengelolaan Sumbedaya Air untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Padi Secara Berkelanjutan di Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan

Pengelolaan Sumbedaya Air untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Padi Secara Berkelanjutan di Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan Pengelolaan Sumbedaya Air untuk Meningkatkan Produksi Tanaman Padi Secara Berkelanjutan di Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan Water Resource Management to Increase Sustainably of Rice Production in Tidal

Lebih terperinci

KAJIAN PERBAIKAN USAHA TANI LAHAN LEBAK DANGKAL DI SP1 DESA BUNTUT BALI KECAMATAN PULAU MALAN KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH ABSTRAK

KAJIAN PERBAIKAN USAHA TANI LAHAN LEBAK DANGKAL DI SP1 DESA BUNTUT BALI KECAMATAN PULAU MALAN KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH ABSTRAK KAJIAN PERBAIKAN USAHA TANI LAHAN LEBAK DANGKAL DI SP1 DESA BUNTUT BALI KECAMATAN PULAU MALAN KABUPATEN KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH M. A. Firmansyah 1, Suparman 1, W.A. Nugroho 1, Harmini 1 dan

Lebih terperinci

Decision Support System (DSS) Pemupukan Padi Lahan Rawa

Decision Support System (DSS) Pemupukan Padi Lahan Rawa Decision Support System (DSS) Pemupukan Padi Lahan Rawa Muhammad Alwi dan Arifin Fahmi Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa Jln. Kebun Karet P.O.Box 31, Loktabat Utara, Banjarbaru, Kalimantan Selatan

Lebih terperinci

Urgensi Pemilihan Varietas untuk Meningkatkan Produktivitas Padi di Lahan Rawa

Urgensi Pemilihan Varietas untuk Meningkatkan Produktivitas Padi di Lahan Rawa Urgensi Pemilihan Varietas untuk Meningkatkan Produktivitas Padi di Lahan Rawa Izhar Khairullah Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) Jl. Kebun Karet, Loktabat Utara, Kotak Pos 31, Banjarbaru

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi...

PENDAHULUAN. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi... PENDAHULUAN P ada dasarnya pengelolaan tanaman dan sumber daya terpadu (PTT) bukanlah suatu paket teknologi, akan tetapi lebih merupakan metodologi atau

Lebih terperinci

UJI ADAPTASI BEBERAPA PADI HIBRIDA DI LAHAN SAWAH IRIGASI BARITO TIMUR, KALIMANTAN TENGAH

UJI ADAPTASI BEBERAPA PADI HIBRIDA DI LAHAN SAWAH IRIGASI BARITO TIMUR, KALIMANTAN TENGAH Seminar Nasional : Reformasi Pertanian Terintegrasi Menuju Kedaulatan Pangan UJI ADAPTASI BEBERAPA PADI HIBRIDA DI LAHAN SAWAH IRIGASI BARITO TIMUR, KALIMANTAN TENGAH Asmarhansyah 1) dan N. Yuliani 2)

Lebih terperinci

PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PENGOLAHAN TANAH BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN

PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PENGOLAHAN TANAH BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA KEDELAI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PENGOLAHAN TANAH BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 Sesi : PENGOLAHAN TANAH Tujuan Berlatih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2009 sekitar ton dan tahun 2010 sekitar ton (BPS, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. tahun 2009 sekitar ton dan tahun 2010 sekitar ton (BPS, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras. Jagung tidak hanya sebagai bahan pangan, namun dapat juga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu merupakan bahan pangan pokok ketiga setelah beras dan jagung. Daunnya dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang mempunyai arti penting bagi masyarakat. Meskipun disadari bawang merah bukan merupakan kebutuhan pokok, akan

Lebih terperinci

PENGARUH DIMENSI DAN JARAK SALURAN DRAINASE TERHADAP DINAMIKA LENGAS TANAH ABSTRAK

PENGARUH DIMENSI DAN JARAK SALURAN DRAINASE TERHADAP DINAMIKA LENGAS TANAH ABSTRAK PENGARUH DIMENSI DAN JARAK SALURAN DRAINASE TERHADAP DINAMIKA LENGAS TANAH Dakhyar Nazemi dan K. Anwar Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) ABSTRAK Penelitian di lakukan pada lahan lebak tengahan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang dikeringkan dengan membuat saluran-saluran drainase (Prasetyo dkk,

TINJAUAN PUSTAKA. yang dikeringkan dengan membuat saluran-saluran drainase (Prasetyo dkk, TINJAUAN PUSTAKA Tanah Sawah Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Istilah tanah sawah bukan merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh

Lebih terperinci

KERAGAAN KACANG TANAH VARIETAS KANCIL DAN JERAPAH DI LAHAN GAMBUT KALIMANTAN TENGAH

KERAGAAN KACANG TANAH VARIETAS KANCIL DAN JERAPAH DI LAHAN GAMBUT KALIMANTAN TENGAH 36 Muhammad Saleh KERAGAAN KACANG TANAH VARIETAS KANCIL DAN JERAPAH DI LAHAN GAMBUT KALIMANTAN TENGAH Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa, Jl. Kebon Karet Loktabat,

Lebih terperinci

TANGGAP TIGA VARIETAS JAGUNG TERHADAP TINGKAT KEJENUHAN AL DI LAHAN PASANG SURUT SULFAT MASAH AKTUAL

TANGGAP TIGA VARIETAS JAGUNG TERHADAP TINGKAT KEJENUHAN AL DI LAHAN PASANG SURUT SULFAT MASAH AKTUAL Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi TANGGAP TIGA VARIETAS JAGUNG TERHADAP TINGKAT KEJENUHAN AL DI LAHAN PASANG SURUT SULFAT MASAH AKTUAL Nurita, Yulia Raihana dan Khairil Anwar Balai Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Lahan Kering Masam

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Lahan Kering Masam TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Lahan Kering Masam Secara teoritis lahan kering di Indonesia dibedakan menjadi dua kategori, yaitu lahan kering beriklim kering, yang banyak dijumpai di kawasan timur Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia.

Lebih terperinci

INOVASI TEKNOLOGI PENGEMBANGAN PERTANIAN LAHAN RAWA LEBAK PENDAHULUAN

INOVASI TEKNOLOGI PENGEMBANGAN PERTANIAN LAHAN RAWA LEBAK PENDAHULUAN INOVASI TEKNOLOGI PENGEMBANGAN PERTANIAN LAHAN RAWA LEBAK Achmadi (1) dan Irsal Las (2) 1 Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) 2 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perluasan lahan pertanian di Indonesia merupakan salah satu pengembangan sektor pertanian yang dimanfaatkan dalam ekstensifikasi lahan pertanian yang semakin lama semakin

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

Potensi, Peluang dan Strategi Peningkatan Produktivitas Padi melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu (Ptt) di Lahan Rawa Pasang Surut Jambi

Potensi, Peluang dan Strategi Peningkatan Produktivitas Padi melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu (Ptt) di Lahan Rawa Pasang Surut Jambi Potensi, Peluang dan Strategi Peningkatan Produktivitas Padi melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu (Ptt) di Lahan Rawa Pasang Surut Jambi Potential, Opportunities and Strategy of Integrated Plant Management

Lebih terperinci

KLOROFIL XII - 1 : 25 29, Juni 2017 ISSN

KLOROFIL XII - 1 : 25 29, Juni 2017 ISSN RESPON PERTUMBUHAN STEK TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) TERHADAP JENIS DAN TAKARAN PUPUK ORGANIK Lendri Yogi, Gusmiatun, Erni Hawayanti Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

PENAMPILAN GENOTIPE-GENOTIPE KACANG TANAH DI LAHAN LEBAK DANGKAL ABSTRAK

PENAMPILAN GENOTIPE-GENOTIPE KACANG TANAH DI LAHAN LEBAK DANGKAL ABSTRAK PENAMPILAN GENOTIPEGENOTIPE KACANG TANAH DI LAHAN LEBAK DANGKAL Fatimah Azzahra dan Koesrini Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) ABSTRAK Penelitian terhadap genotifegenotife kacang tanah di

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Karakteristik Lahan Salin Luas tanah salin belum diketahui secara pasti. Namun Indonesia adalah negara kepulauan yang mempunyai garis pantai yang luas. Menurut

Lebih terperinci

Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut

Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu-ISDP Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Budi Daya Kedelai di Lahan Pasang Surut Penyusun I Wayan Suastika

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kualitas tanah dalam hal kemampuannya untuk menyediakan unsur hara yang cocok dalam jumlah yang cukup serta dalam keseimbangan yang tepat

Lebih terperinci

Kegiatan Agronomis untuk Meningkatkan Potensi Lahan Lebak menjadi Sumber Pangan

Kegiatan Agronomis untuk Meningkatkan Potensi Lahan Lebak menjadi Sumber Pangan Jurnal Lahan Suboptimal ISSN: 2252-6188 (Print), ISSN: 2302-3015 (Online) Vol. 2, No.1: 60-69, April 2013 Kegiatan Agronomis untuk Meningkatkan Potensi Lahan Lebak menjadi Sumber Pangan Zainal Ridho Djafar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teoritis 2.1.1. Sawah Tadah Hujan Lahan sawah tadah hujan merupakan lahan sawah yang dalam setahunnya minimal ditanami satu kali tanaman padi dengan pengairannya sangat

Lebih terperinci

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI Prof. Dr. Marwoto dan Prof. Dr. Subandi Peneliti Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian MALANG Modul B Tujuan Ikhtisar

Lebih terperinci

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura KERAGAAN BEBERAPA VARIETAS UNGGUL BARU DI LAHAN SAWAH TADAH HUJAN KALIMANTAN SELATAN THE PERFORMANCE OF SOME NEW RICE AT RAINFED LOWLAND SOUTH KALIMANTAN Khairuddin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr) Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. Susunan morfologi kedelai terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Desa Panapalan, Kecamatan Tengah Ilir terdiri dari 5 desa dengan luas 221,44 Km 2 dengan berbagai ketinggian yang berbeda dan di desa

Lebih terperinci

Lahan pasang surut dikenal sebagai lahan yang bermasalah

Lahan pasang surut dikenal sebagai lahan yang bermasalah TEKNIK PENCEGAHAN OKSIDASI PIRIT DENGAN TATA AIR MIKRO PADA USAHA TANI JAGUNG DI LAHAN PASANG SURUT Rustan Hadi 1 Lahan pasang surut dikenal sebagai lahan yang bermasalah (marginal) dan rapuh (fragile).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (merah). Banyaknya vitamin A pada tanaman tomat adalah 2-3 kali. banyaknya vitamin A yang terkandung dalam buah semangka.

BAB I PENDAHULUAN. (merah). Banyaknya vitamin A pada tanaman tomat adalah 2-3 kali. banyaknya vitamin A yang terkandung dalam buah semangka. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) adalah tumbuhan dari familia Solanaceae. Tomat merupakan tanaman semusim, dapat tumbuh setinggi 1-3 meter. Tomat termasuk sayuran

Lebih terperinci

1.5. Hipotesis 3. Pemberian pupuk hayati berperan terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman nilam. 4. Pemberian zeolit dengan dosis tertentu dapat

1.5. Hipotesis 3. Pemberian pupuk hayati berperan terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman nilam. 4. Pemberian zeolit dengan dosis tertentu dapat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nilam (Pogostemon sp.) merupakan salah satu tanaman yang dapat menghasilkan minyak atsiri (essential oil). Di dalam dunia perdagangan Intemasional minyak nilam sering

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisi:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisi: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Tomat Tomat merupakan tanaman yang sudah biasa ditanam di Indonesia. Tanaman tomat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisi: Spermatophyta, Sub Divisi:

Lebih terperinci

Pengelolaan lahan gambut

Pengelolaan lahan gambut Pengelolaan lahan gambut Kurniatun Hairiah Sifat dan potensi lahan gambut untuk pertanian Sumber: I.G.M. Subiksa, Fahmuddin Agus dan Wahyunto BBSLDP, Bogor Bacaan Sanchez P A, 1976. Properties and Management

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Tanaman padi dapat tumbuh dilahan pasang surut. Hanya saja padi yang ditanaman dilahan ini haruslah

Lebih terperinci

Budi Daya Padi Sawah di Lahan Pasang Surut

Budi Daya Padi Sawah di Lahan Pasang Surut Budi Daya Padi Sawah di Lahan Pasang Surut Penyusun I Wayan Suastika Basaruddin N. Tumarlan T. Penyunting Hermanto Ilustrasi Hendi Bachtiar Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu-ISDP Badan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Sawah Perubahan kimia tanah sawah berkaitan erat dengan proses oksidasi reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat ketersediaan hara dan

Lebih terperinci

Sistem Usahatani Jagung pada Lahan Pasang Surut di Kalimantan Selatan (Kasus di Desa Simpang Jaya Kecamatan Wanaraya Kabupaten Barito kuala)

Sistem Usahatani Jagung pada Lahan Pasang Surut di Kalimantan Selatan (Kasus di Desa Simpang Jaya Kecamatan Wanaraya Kabupaten Barito kuala) Prosiding Pekan Serealia Nasional, 20 ISBN : 978-979-8940-29-3 Sistem Usahatani Jagung pada Lahan Pasang Surut di Kalimantan Selatan (Kasus di Desa Simpang Jaya Kecamatan Wanaraya Kabupaten Barito kuala)

Lebih terperinci

Jeruk Siam Banjar: Andalan Pendapatan bagi Petani Lahan Rawa Pasang Surut

Jeruk Siam Banjar: Andalan Pendapatan bagi Petani Lahan Rawa Pasang Surut Jeruk Siam Banjar: Andalan Pendapatan bagi Petani Lahan Rawa Pasang Surut Muhammad Noor dan Dedi Nursyamsi Jeruk siam (Citrus suhuensis) merupakan jenis jeruk yang berkembang pesat dalam sepuluh tahun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Produktivitas Padi di Indonesia dan Permasalahannya

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Produktivitas Padi di Indonesia dan Permasalahannya TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Produktivitas Padi di Indonesia dan Permasalahannya Padi merupakan komoditas strategis yang mendapat prioritas penanganan dalam pembangunan pertanian. Berbagai usaha telah

Lebih terperinci

REKOMENDASI PEMUPUKAN PADI SAWAH LAHAN PASANG SURUT KECAMATAN ARUT SELATAN, KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT, KALIMANTAN TENGAH

REKOMENDASI PEMUPUKAN PADI SAWAH LAHAN PASANG SURUT KECAMATAN ARUT SELATAN, KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT, KALIMANTAN TENGAH REKOMENDASI PEMUPUKAN PADI SAWAH LAHAN PASANG SURUT KECAMATAN ARUT SELATAN, KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT, KALIMANTAN TENGAH Masganti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung ABSTRAK Pemanfaatan lahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (pada tahun 2000) dan produksi rata-rata 1,4 ton/ha untuk perkebunan rakyat dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (pada tahun 2000) dan produksi rata-rata 1,4 ton/ha untuk perkebunan rakyat dan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar dunia setelah Malaysia dengan luas areal perkebunan kelapa sawit mencapai 14.164.439 ha (pada tahun 2000) dan produksi rata-rata

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dikenali lagi dan kandungan mineralnya tinggi disebut tanah bergambut (Noor, 2001).

TINJAUAN PUSTAKA. dikenali lagi dan kandungan mineralnya tinggi disebut tanah bergambut (Noor, 2001). TINJAUAN PUSTAKA Lahan Gambut Gambut diartikan sebagai material atau bahan organik yang tertimbun secara alami dalam keadaan basah berlebihan, bersifat tidak mampat dan tidak atau hanya sedikit mengalami

Lebih terperinci

TEKNIK PENGAMBILAN EKSTRAK CONTOH AIR TANAH PADA BEBERAPA KEDALAMAN UNTUK ANALISIS DI LAHAN SULFAT MASAM1 RINGKASAN

TEKNIK PENGAMBILAN EKSTRAK CONTOH AIR TANAH PADA BEBERAPA KEDALAMAN UNTUK ANALISIS DI LAHAN SULFAT MASAM1 RINGKASAN Temu Teknis Fungsional Non Peneliti 200 TEKNIK PENGAMBILAN EKSTRAK CONTOH AIR TANAH PADA BEBERAPA KEDALAMAN UNTUK ANALISIS DI LAHAN SULFAT MASAM HUSIN KADERI Balai Peneitian Tanaman Pangan Lahan Rawa,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kedelai Varietas Detam-1. Kegunaan utama kedelai hitam di Indonesia yaitu sebagai bahan baku

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kedelai Varietas Detam-1. Kegunaan utama kedelai hitam di Indonesia yaitu sebagai bahan baku II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kedelai Varietas Detam-1 Kegunaan utama kedelai hitam di Indonesia yaitu sebagai bahan baku industri kecap. Keuntungannya selain meningkatkan kualitas kecap, juga berpotensi meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Padi merupakan tanaman pangan yang menghasilkan beras sebagai sumber makanan pokok sebagian penduduk Indonesia. Peningkatan jumlah penduduk dan tingkat pendapatan masyarakat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

Pengelolaan Air di Areal Pasang Surut. Disampaikan Pada Materi Kelas PAM

Pengelolaan Air di Areal Pasang Surut. Disampaikan Pada Materi Kelas PAM Pengelolaan Air di Areal Pasang Surut Disampaikan Pada Materi Kelas PAM Pundu Learning Centre - 2012 DEFINISI Disampaikan Pada Materi Kelas PAM Pundu Learning Centre - 2012 DEFINISI Areal Pasang Surut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KAJIAN TEORITIS 2.1.1 Karakteristik Lahan Sawah Bukaan Baru Pada dasarnya lahan sawah membutuhkan pengolahan yang khusus dan sangat berbeda dengan lahan usaha tani pada lahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil, PENDAHULUAN Latar Belakang Penggunaan varietas unggul baru padi ditentukan oleh potensi hasil, umur masak, ketahanan terhadap hama dan penyakit, serta rasa nasi. Umumnya konsumen beras di Indonesia menyukai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Tujuan survey dan pemetaan tanah adalah mengklasifikasikan dan memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu satuan peta tanah yang

Lebih terperinci

Pengendalian Gulma di Lahan Pasang Surut

Pengendalian Gulma di Lahan Pasang Surut Pengendalian Gulma di Lahan Pasang Surut Penyusun E. Sutisna Noor Penyunting Arif Musaddad Ilustrasi T. Nizam Proyek Penelitian Pengembangan Pertanian Rawa Terpadu-ISDP Badan Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kacang Tanah merupakan tanaman polong polongan kedua terpenting

PENDAHULUAN. Kacang Tanah merupakan tanaman polong polongan kedua terpenting PENDAHULUAN Latar Belakang Kacang Tanah merupakan tanaman polong polongan kedua terpenting setelah kedelai di Indonesia. Tanaman ini sebetulnya bukanlah tanaman asli Indonesia, melainkan tanaman yang berasal

Lebih terperinci

UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN

UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN Suwardi Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Panyipatan, Kabupaten Tanah Laut,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar wilayahnya didominasi oleh tanah yang miskin akan unsur hara, salah satunya adalah

Lebih terperinci

KERAGAAN VARIETAS PADI RAWA ADAPTIF PADA LAHAN RAWA LEBAK DI PROVINSI BENGKULU ABSTRAK

KERAGAAN VARIETAS PADI RAWA ADAPTIF PADA LAHAN RAWA LEBAK DI PROVINSI BENGKULU ABSTRAK KERAGAAN VARIETAS PADI RAWA ADAPTIF PADA LAHAN RAWA LEBAK DI PROVINSI BENGKULU Nurmegawati dan Wahyu Wibawa Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl Irian km 6,5 Kota Bengkulu ABSTRAK Lahan rawa

Lebih terperinci

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam ANNY MULYANI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : SINAR TANI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol mencakup 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol mencakup 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanah Ultisol mencakup 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah yang dalam dan KTK yang tergolong sedang sampai tinggi menjadikan tanah ini memunyai

Lebih terperinci

PENYIAPAN LAHAN. Oleh : Juwariyah BP3K Garum

PENYIAPAN LAHAN. Oleh : Juwariyah BP3K Garum PENYIAPAN LAHAN Oleh : Juwariyah BP3K Garum Indikator Keberhasilan : Setelah selesai berlatih peserta diharapkan mampu : a. Menjelaskan kembali tentang pembersihan lahan tanaman bawang merah dengan baik

Lebih terperinci