BAB I PENDAHULUAN. dihindari. Untuk dapat bertahan hidup, sebuah organisasi harus mampu dengan
|
|
- Yuliana Kusumo
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan merupakan sebuah hal yang terus terjadi dan tidak dapat dihindari. Untuk dapat bertahan hidup, sebuah organisasi harus mampu dengan cerdik mengenali dan menyesuaikan diri dengan perubahan karena sebuah perubahan dapat saja memberikan sebuah ancaman terhadap kelangsungan organisasi apabila tidak dikelola dengan baik. Oleh karena itu untuk menghadapi perubahan yang terus terjadi maka sebuah organisasi harus dapat melakukan antisipasi dengan melakukan sebuah perencanaan atau manajemen strategis. Hal senada ditegaskan oleh Waterman (dalam David : 1998) yaitu bahwa perubahan adalah satu satunya hal yang tidak berubah. Organisasi yang berhasil secara efektif mengatur perubahan, terus menerus melakukan penyesuaian birokrasi, strategi, sistem, produk, dan budaya mereka akan dapat bertahan hidup dalam goncangan yang mematikan banyak persaingan. Setiap organisasi memerlukan strategi untuk dapat bertahan dari berbagai ancaman dan tantangan serta mengembangkan dirinya melalui peluang yang ada di saat ini atau pun di masa yang akan datang. Tidak hanya organisasi bisnis atau profit yang memiliki kepentingan untuk dapat bertahan dalam rangka menghadapi masa depan yang tidak menentu, namun organisasi publik atau pun organisasi nirlaba yang kemungkinan berhubungan dengan hajat hidup orang banyak pun 1
2 wajib memiliki strategi untuk dapat bertahan dan mengembangkan dirinya agar tidak tergilas perubahan jaman sehingga layanan publik yang diberikannya bukan hanya sekedar ada dan dapat bertahan, namun dapat menjadi lebih baik sesuai dengan tuntutan perubahan. Manajemen strategis bukan hanya dapat diterapkan pada organisasi bisnis saja namun dapat juga dipergunakan oleh organisasi publik dan organisasi non profit atau nirlaba. Ini seperti yang diungkapkan oleh Bryson (2007), bahwa secara khusus perencanaan strategis dapat diterapkan kepada : 1. Lembaga publik, departemen, atau divisi penting dalam organisasi. 2. Pemerintahan umum, seperti pemerintahan city, county, atau negara bagian. 3. Organisasi nirlaba yang pada dasarnya memberikan pelayanan publik. 4. Fungsi khusus yang menjembatani batasan batasan organisasi dan pemerintah, seperti transportasi, kesehatan, atau pendidikan. 5. Seluruh komunitas, kawasan perkotaan atau metropolitan, daerah, atau negara-bagian. Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Kecamatan dapat dikategorikan ke dalam organisasi nirlaba yang pada dasarnya memberikan pelayanan publik. Organisasi ini merupakan sebuah lembaga bentukan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM MPd), dimana apabila merujuk Petunjuk Teknis Operasional (PTO) PNPM MPd Tahun 2008, maka UPK memiliki peran sebagai unit pengelola dan operasional pelaksanaan kegiatan antar desa. 2
3 Selanjutnya, dalam PTO PNPM - MPd Tahun 2008, UPK mendapatkan penugasan Musyawarah Antar Desa ( MAD)/Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) untuk menjalankan tugas pengelolaan dana program dan tugas pengelolaan dana perguliran. Ini berarti bahwa tujuan UPK secara umum tidak lain adalah untuk mengelola dana kegiatan yang ada dan khususnya dana bergulir yang bersumber dari PNPM Mandiri Perdesaan atau pun PPK. Dengan pengelolaan dana kegiatan dan dana perguliran secara baik maka diharapkan tujuan akhir dari program untuk dapat memberdayakan dan mensejahterakan masyarakat dapat tercapai. UPK dibentuk di semua kecamatan yang menerima program PNPM Mandiri Perdesaan atau pada kecamatan yang menerima Program Pengembangan Kecamatan (PPK) sebelum PNPM Mandiri mulai dilaksanakan secara nasional pada tahun Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sampai dengan tahun 2014 ini memiliki 56 unit UPK. Dari total tersebut, 36 unit diantaranya adalah UPK Program yaitu UPK yang masih mendapatkan dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) di tahun 2014 ini, sementara 20 yang lain adalah UPK Pasca Program yaitu UPK yang di tahun 2014 ini tidak lagi menerima BLM dari pemerintah untuk dikelola. Jumlah UPK Program dan UPK Pasca Program di Daerah Istimewa Yogyakarta dapat dilihat pada tabel berikut : 3
4 Tabel 1.1. UPK Program dan UPK Pasca Program di Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2014 Kabupaten UPK Program UPK Pasca Kulon Progo 11 0 Bantul 5 12 Gunung Kidul 18 0 Sleman 2 8 Prov DIY Sumber : Keberhasilan PNPM MPd di sebuah lokasi program tidak lepas dari kerja keras UPK. Kinerja UPK selama ini dapat dilihat dari total asset produktif yang dikelola keseluruhan UPK yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta sampai dengan bulan Februari 2014 yang dipublikasikan melalui mencapai Rp , dengan jumlah kelompok pemanfaat sebanyak kelompok yang terdiri dari kelompok Unit Ekonomi Produktif (UEP) sebanyak kelompok, dan dari kelompok Simpan Pinjam khusus Perempuan (SPP) sebanyak dengan tingkat pengembalian 4
5 pinjaman rata rata di atas 90 persen. Asset UPK per kabupaten di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta secara detail dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel 1.2. Asset Produktif yang dikelola UPK di Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta per Bulan Februari 2014 No Kabupaten Jumlah UPK Asset Produktif (Rp.) Tingkat Jumlah Pengembalian Kelompok Pinjaman UEP SPP UEP SPP 1 Kulon Progo ,14 % 98,78 % 2 Bantul ,09 % 3 Gunungkidul ,32 % 96,00 % 4 Sleman ,88 % Total DIY ,75 % 98,10 % Sumber : Total asset yang dimiliki oleh setiap kabupaten di Provinsi Yogyakarta dalam tabel 2 di atas merupakan sebuah hasil kerja dari seluruh UPK yang ada di kecamatan. Tanpa kompetensi dan komitmen UPK kecamatan, maka pengelolaan kegiatan PNPM MPd atau pun pelestarian hasil kegiatan khususnya dana perguliran tidak akan dapat bertahan dan dinikmati oleh sebanyak mungkin masyarakat yang membutuhkan karena tanpa komitmen dan usaha keras dari UPK 5
6 maka asset produktif berupa dana perguliran itu tentu saja akan menjadi macet untuk kemudian mati dan menghilang. Di sisi lain, PNPM MPd adalah merupakan program yang tidak selalu didapatkan kecamatan pada setiap tahunnya dan suatu saat akan dihentikan. Hal ini dapat dilihat kembali pada Tabel 1 dimana dari 56 UPK yang ada di seluruh provinsi DIY hanya 36 yang masih mendapatkan program PNPM MPd Tahun 2014, sementara 20 lainnya adalah berstatus pasca program atau tidak lagi mendapatkan Bantuan Langsung Masyarakat (B LM) dari PNPM MPd. Khusus untuk Kabupaten Sleman, dalam Tabel 1 diketahui hanya ada dua kecamatan yang masih mendapatkan BLM PNPM MPd Reguler pada Tahun 2014 ini yaitu Kecamatan Cangkringan dan Kecamatan Prambanan. Total Bantuan Langsung Masyarakat (BLM ) yang dikelola seluruh UPK yang ada di dari Kabupaten Sleman mencapai Rp Jumlah BLM tersebut adalah keseluruhan jumlah yang diterima sejak tahun 2006 sampai dengan tahun 2014 yang bersumber dari beberapa program yaitu PPK, PNPM Mandiri Perdesaan, Paska Bencana, PNPM Support Facility (PSF), dan PNPM Integrasi. Dimana jumlah BLM terkecil yang diterima terdapat di Kecamatan Seyegan yaitu sebesar Rp , sementara yang terbesar diterima oleh Kecamatan Cangkringan yaitu sebesar Rp Detil alokasi BLM yang diterima oleh kecamatan dalam wilayah Kabupaten Sleman dapat dilihat pada tabel berikut ini : 6
7 Tabel 1.3. Alokasi BLM yang diterima setiap kecamatan dalam wilayah Kabupaten Sleman dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2014 No Kecamatan Jumlah Desa Total (Rp) 1 Minggir Seyegan Godean Gamping Mlati Depok Berbah Prambanan Kalasan Cangkringan Sumber : Badan KBPMPP Kabupaten Sleman UPK Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman sebagai sebuah lembaga pengelola kegiatan dan dana perguliran dari program PNPM MPd sejak tahun 2008 memiliki peran yang sangat penting. Dengan jumlah dana perguliran yang dikelolanya saat ini dapat memberikan manfaat kepada banyak masyarakat untuk memperoleh tambahan modal dalam berusaha dan bertahan hidup. Peluang berkembangnya dana perguliran pun sangatlah besar mengingat tingkat pengembaliannya yang mencapai lebih dari 90% (lihat tabel 2) yang kemudian jasa pengembaliannya ( bunganya) dapat dijadikan tambahan dana untuk perguliran. 7
8 Namun peranan itu pun tergantung juga pada bagaimana UPK dapat survive atau bertahan dan mengembangkan dirinya ditengah perubahan dan ketidakmenentuan yang ada disekitarnya. Kemungkinan perubahan kebijakan nasional dan daerah terhadap keberlangsungan PNPM MPd pasca 2014 yang belum pasti serta adanya ketidakmenentuan kondisi eksternal dan internal lainnya menjadi hal yang sangat mengancam keberlangsungan dari UPK Kecamatan Cangkringan apabila tidak disikapi dengan adanya sebuah manajemen strategis yang dapat mengantisipasinya. Manajemen strategis mutlak dibutuhkan untuk menjawab tantangan serta perubahan yang semakin hari semakin mengancam UPK sebagai sebuah lembaga yang memiliki keterbatasan. Sebagai sebuah lembaga yang memiliki peran sebagai ujung tombak pengelolaan program pemberdayaan masyarakat di level kecamatan UPK memiliki keterbatasan dalam hal struktur organisasi dan sumber daya manusia. Kondisi organisasi yang saat ini masih miskin struktur dan biasanya hanya terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara tentu menyulitkan untuk mengoptimalkan kinerja UPK sehingga terjebak dalam rutinitas rutinitas harian tanpa sempat memikirkan kemungkinan transformasi pengembangan lembaga ke arah yang lebih strategis dalam rangka mempersiapkan masa depan yang penuh dengan ketidakmenentuan. Masa depan yang lebih baik dapat lebih mudah dicapai dengan memenangkan kompetisi dalam menangkap berbagai peluang yang ada. Hamel dan Prahald (1994) menyatakan : Competition for the future is competition to create and dominate emerging opportunities to stake out new competitive space. 8
9 Creating the future is more challenging than playing catch up, in that you have to create your own road map. Kompetisi untuk masa depan adalah kompetisi untuk menciptakan dan mendominasi peluang peluang yang muncul agar mendapatkan ruang yang lebih kompetitif. Dan menciptakan masa depan adalah lebih menantang dari pada selalu menjadi pengikut, dan karenanya sebuah organisasi harus menciptakan peta jalannya sendiri. Selanjutnya dalam website resmi PNPM, dinyatakan bahwa arah pengembangan lembaga masyarakat termasuk UPK dapat dilakukan dengan dua langkah kebijakan. Langkah kebijakan tersebut adalah sebagai berikut : a. Perumusan dasar hukum bagi eksistensi lembaga pemberdayaan masyarakat dan perannya dalam pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat. Hal ini ini setidaknya menyangkut tiga hal, yaitu: pilihan bentuk badan hukum, status kepemilikan aset-aset dan status hukum penyelenggaraan pinjaman dana bergulir. b. Penetapan kebijakan kelembagaan dana bergulir masyarakat, termasuk prosedur dan mekanisme pengelolaannya. Ada dua tujuan dalam kebijakan penetapan kelembagaan dana bergulir ini, yaitu untuk bisa melayani sebanyak mungkin warga miskin produktif, dan menjaga keamanan dan keberlanjutan dana milik masyarakat tersebut. Namun kenyataannya, sampai saat ini kebijakan kebijakan tentang pengembangan UPK PNPM MPd di atas ternyata belum juga terlaksana yang 9
10 dapat dilihat dari belum adanya kepastian bentuk badan hukum yang akan dimiliki UPK PNPM MPd. Seiring dengan berakhirnya pelaksanaan PNPM Mandiri perdesaan di tahun 2014, kesadaran akan pentingnya pelestarian hasil program (sistem, kelembagaan, asset), alih kelola, kejelasan atas status kepemilikan asset dan pengembangan model pengelolaan UPK PNPM MPd menjadi sebuah kebutuhan yang sangat mendesak dan menjadi isu strategis. Terkait pentingnya aspek-aspek tadi maka, ada tiga unsur yang harus terlibat dalam persoalan ini yakni, masyarakat itu sendiri, lembaga-lembaga yang menerima mandat mengelola asset, serta pemerintahan daerah. Peran pemerintah daerah sangat strategis dalam menjalankan fungsi pembinaan dan penerbitan regulasi yang menjamin pelestarian dan pengembangan UPK PNPM MPd. Kebijakan pemerintah yang sudah ada dapat dijadikan dasar pijakan, petunjuk dan peluang pelestarian serta pengembangan UPK. Kebijakan yang dapat dijadikan dasar diantaranya yaitu : a. Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Koperasi Dan Usaha Kecil Menengah, dan Gubernur Bank Indonesia Nomor: 351.1/KMK.010/2009, Nomor: A Tahun 2009, Nomor: 01/SKB/M.KUKM/IX/2009, dan Nomor: 11/43A/KEP.GBI/2009 tentang Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro (SKB LKM). Disini dijelaskan bahwa Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang belum berbadan hukum, dibentuk atas inisiatif Pemerintah, Pemerintah Daerah dan atau masyarakat termasuk 10
11 Unit Pengelola Kegiatan (UPK) PNPM Mandiri Pedesaan merupakan sasaran pelaksanaan Strategi Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro dengan tujuan peralihannya menjadi Bank Perkreditan Rakyat atau Koperasi atau Badan Usaha Milik Desa, atau lembaga keuangan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. b. Undang Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro. Disini disebutkan bahwa Lembaga Keuangan Mikro (LKM) adalah lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan. Kemudian, persyaratan minimal yang harus dipenuhi dalam mendirikan LKM yaitu diantaranya memiliki bentuk badan hukum sebagai Koperasi atau Perseroan Terbatas (PT). Apabila dilihat dari kedua kebijakan di atas dapat dikatakan bahwa UPK memang sangat berpotensi untuk berkembang menjadi LKM. Wacana pengembangan UPK menjadi LKM pun sesungguhnya telah lama terdengar, namun sampai dengan saat ini hal itu belum juga dapat terealisasikan. Hal ini tentu saja menimbulkan kegelisahan dari UPK dan para pihak yang berkepentingan ditambah lagi dengan ketidakmenentuan tentang keberlanjutan program PNPM MPd pasca 2014 yang dapat berpengaruh terhadap kelangsungan 11
12 masa depan UPK, dana perguliran serta pemberdayaan masyarakat yang ada di kecamatan. Disamping itu hal yang sangat penting dan mendesak bagi pengembangan UPK menjadi LKM adalah adanya ketentuan dalam UU Nomor 1 Tahun 2013 tentang LKM yang memberikan batas waktu toleransi cukup singkat kepada lembaga pemberi kredit seperti UPK untuk dapat mentransformasikan dirinya menjadi LKM yang apabila tidak dilakukan akan beresiko terhadap legalitas dan keberlanjutan lembaga Perumusan Masalah Dari latar belakang yang telah diuraikan maka perumusan masalah yang diajukan dalam tesis ini adalah : Bagaimanakah Strategi Pengembangan Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM MPd) Menjadi Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman? Kemudian guna mengetahui lebih jauh, maka disusunlah pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Apakah faktor faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pengembangan UPK PNPM MPd menjadi LKM di Kecamatan Cangkringan? 2. Bagaimanakah kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan dalam pengembangan UPK PNPM MPd menjadi LKM di Kecamatan Cangkringan? 12
13 3. Strategi apa yang layak dan dapat dilakukan untuk memanfaatkan kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan dalam mengembangkan UPK PNPM MPd menjadi LKM di Kecamatan Cangkringan? 1.3. Tujuan Penelitian Mendasarkan pada permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan diadakannya penelitian ini adalah menemukan sebuah jalan keluar dalam rangka pengembangan Unit Pengelola Kegiatan (UPK) PNPM MPd menjadi Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Kecamatan Cangkringan dengan : 1. Mengidentifikasi faktor faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pengembangan UPK PNPM MPd menjadi LKM di Kecamatan Cangkringan. 2. Merumuskan kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan dalam pengembangan UPK PNPM MPd menjadi LKM di Kecamatan Cangkringan. 3. Menentukan strategi apa yang layak dan dapat dilakukan untuk mengembangkan UPK PNPM MPd menjadi LKM di Kecamatan Cangkringan Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan mampu memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, khususnya Ilmu Adminsitrasi publik, terutama berkaitan dengan kajian manajemen strategis. 2. Manfaat Praktis 13
14 a. Kegunaan praktis dari penelitian ini adalah untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi Unit Pengelola Kegiatan (UPK) khususnya UPK Kecamatan Cangkringan dalam mengupayakan pengembangan kelembagaannya pada saat ini dan di masa depan. b. Secara subyektif, hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat menambah wawasan penulis dalam memahami peran Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Kecamatan dalam pemberdayaan masyarakat secara mendalam serta potensi arah pengembangannya di masa depan. c. Selain itu hasil penelitian yang dilakukan nantinya diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai tambahan referensi bagi penelitian lebih lanjut. 14
KEBERLANJUTAN DAN PENATAAN KELEMBAGAAN PNPM MPd
KEBERLANJUTAN DAN PENATAAN KELEMBAGAAN PNPM MPd DAMPAK PNPM MPd 2007 2014 FOKUS PRIORITAS INDIKATOR IMPACT GOAL Pembangunan Infrastruktur Perdesaan ( Pro Job & Pro poor) Terpenuhinya kebutuhan dan hak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perdesaan (PNPM-MP) salah satunya ditandai dengan diberlakukannya UU No. 6
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berakhirnya Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) salah satunya ditandai dengan diberlakukannya UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa. PNPM-MP
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. sehingga harus disembuhkan atau paling tidak dikurangi. Kemiskinan merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah menurunkan tingkat kemiskinan. Kemiskinan merupakan salah satu penyakit akut dalam ekonomi, sehingga harus disembuhkan
Lebih terperinciAnalisis tingkat kesehatan lembaga unit pengelola kegiatan( studi kasus. pada UPK PNPM Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen ) Oleh : Wawan Apriyanto
Analisis tingkat kesehatan lembaga unit pengelola kegiatan( studi kasus pada UPK PNPM Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen ) Oleh : Wawan Apriyanto F.1306618 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
Lebih terperinciSOLUSI DANA AMANAH MASYARAKAT
BADAN USAHA MILIK Desa (BUMDes) BERSAMA SOLUSI DANA AMANAH MASYARAKAT (PNPM-Mpd) Dasar Hukum UU no 6 tahun 2014 Tentang Desa PP no 43 tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang No 6 Tahun 2014
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang terkena PHK (pengangguran) dan naiknya harga - harga kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 telah menyebabkan jutaan orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Imbas dari keadaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan penyediaan kesempatan kerja bagi masyarakat miskin. memberdayakan masyarakat (BAPPENAS, Evaluasi PNPM 2013: 27).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Progam Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM- MPd) adalah mekanisme progam yang terfokus pada pemberdayaan masyarakat di perdesaan. PNPM Mandiri
Lebih terperinciBAB IV DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. IV.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif
BAB IV DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN IV.1 Gambaran Umum Wilayah IV.1.1 Kondisi Geografis dan Administratif Kabupaten Sleman merupakan salah satu wilayah yang tergabung kedalam Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk Indonesia yang semakin meningkat berdampak pada peningkatan kebutuhan bahan makanan yang bergizi. Diantara kebutuhan gizi yang diperlukan manusia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) atau lebih populer dengan sebutan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) atau lebih populer dengan sebutan Jogja merupakan salah satu destinasi pendidikan dan pariwisata di Indonesia. Julukannya sebagai kota
Lebih terperinciTinjauan Yuridis Pelestarian Aset UEP SPP Hasil PPK dan/atau PNPM MPd
Tinjauan Yuridis Pelestarian Aset UEP SPP Hasil PPK dan/atau PNPM MPd Oleh : Dwi Purnomo ( Ketua Umum Asosiasi UPK NKRI ) Di balik keberhasilan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan/atau Program Nasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keuangan mikro, diperlukan suatu sistem yang mengatur segala bentuk kegiatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam keberlangsungan suatu perusahaan terutama di bidang lembaga keuangan mikro, diperlukan suatu sistem yang mengatur segala bentuk kegiatan beroperasinya perusahaan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. salah satu program percepatan penanggulangan kemiskinan unggulan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan adalah salah satu program percepatan penanggulangan kemiskinan unggulan pemerintah yang memfokuskan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Sekilas Tentang UPK Sauyunan Kecamatan Bojongsoang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1. Sekilas Tentang UPK Sauyunan Kecamatan Bojongsoang Gambar 1.1 Logo UPK Sauyunan Kecamatan Bojongsoang Sumber: www.pnpmkabbandung.wordpress.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mampu bertahan dan terus berkembang di tengah krisis, karena pada umumnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri kecil dan Menengah (IKM) memegang peranan penting bagi perekonomian Indonesia, karena sektor ini dapat mengatasi permasalahan pemerataan dalam distribusi pendapatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dasar lingkungan yang memadai dengan kualitas perumahan dan permukiman
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk ditangani. Khususnya di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat
Lebih terperinciBAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. Berbudaya dan Terintegrasikannya sistem e-government menuju smart. regency (kabupaten cerdas) pada tahun 2021.
BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN 2.1. Deskripsi Wilayah Kabupaten Sleman 2.1.1 Visi dan Misi Kabupaten Sleman a. Visi Kabupaten Sleman Terwujudnya masyarakat Sleman yang lebih Sejahtera, Mandiri, Berbudaya
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi pajak yang sangat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi pajak yang sangat tinggi, akan tetapi banyak potensi pajak yang hilang atau tidak diperhatikan
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 9 Tahun : 2015
BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 9 Tahun : 2015 PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN KERJA SAMA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Permasalahan kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah.
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL
BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 3 Tahun : 2012 Seri : D PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 27 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG
PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG DANA PENGUATAN MODAL DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia yang mulai bangkit pasca krisis moneter 1997-
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian Indonesia yang mulai bangkit pasca krisis moneter 1997-1998 belum menunjukkan angka yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat
Lebih terperinciKEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
JAKARTA, 16 JANUARI 2014 Tema Prioritas Penurunan tingkat kemiskinan absolut dari 14,1% pada 2009 menjadi 8 10% pada akhir 2014, yang diikuti dengan: perbaikan distribusi perlindungan sosial, pemberdayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dikenal sebagai kota pendidikan dan kota pariwisata dengan jumlah penduduk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan provinsi di Indonesia yang dikenal sebagai kota pendidikan dan kota pariwisata dengan jumlah penduduk yang cukup padat. Berdasarkan
Lebih terperinciPROYEK PENINGKATAN KAPASITAS & KEBERLANJUTAN PINJAMAN DANA BERGULIR
PROYEK PENINGKATAN KAPASITAS & KEBERLANJUTAN PINJAMAN DANA BERGULIR World Bank PNPM Support Facility (PSF) Gedung Bursa Efek Indonesia Tower 1, lantai 9 Jl. Jenderal Sudirman Kav. 52-53, Jakarta 12190
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) merupakan satu dari. sekian banyak lembaga keuangan yang terbentuk dari program-program
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) merupakan satu dari sekian banyak lembaga keuangan yang terbentuk dari program-program pemberdayaan masyarakat dalam rangka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Adanya perubahan Undang-Undang Otonomi daerah dari UU
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Adanya perubahan Undang-Undang Otonomi daerah dari UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian tidak hanya mencakup kegiatan yang menghasilkan tanaman pangan saja, namun juga kegiatan yang bergerak dalam usaha untuk menghasilkan tanaman sayur-sayuran,
Lebih terperinciBUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN BUPATI ALOR NOMOR 20 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTRAIAN ASET HASIL KEGIATAN PROGRAM NASONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT-MANDIRI PEDESAAN DI KABUPATEN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bangsa di dunia. Kemiskinan pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dihadapi hampir semua bangsa di dunia. Kemiskinan pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan, produktivitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Badan Pusat Statistik. Data Penduduk Indonesia Per Maret Diakses 14 Februari 2011
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan kemiskinan merupakan permasalahan yang sangat kompleks. Kemiskinan dapat dilihat dari dua sudut, yaitu material dan kultural. Dua sudut pandang tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pada umumnya juga belum optimal. Kerelawan sosial dalam kehidupan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Permasalahan kemiskinan yang cukup komplek membutuhkan intervensi semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Namun penanganannya selama ini cenderung parsial
Lebih terperinciBUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI NGANJUK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI NGANJUK NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN HASIL KEGIATAN PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan intervensi semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Namun penanganannya selama ini cenderung parsial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak, masih dianggap belum dapat menjadi primadona. Jika diperhatikan. dialihfungsikan menjadi lahan non-pertanian.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk kemakmuran rakyat, memerlukan keseimbangan antar berbagai sektor. Sektor pertanian yang selama ini merupakan aset penting karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan pada hakekatnya bertujuan membangun kemandirian,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan pada hakekatnya bertujuan membangun kemandirian, termasuk pembangunan pedesaan. Salah satu misi pemerintah adalah membangun daerah pedesaan yang
Lebih terperinciBAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. 1. Sejarah Berdirinya Kabupaten Sleman. Keberadaan Kabupaten Sleman dapat dilacak pada Rijksblad no.
BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Sleman 1. Sejarah Berdirinya Kabupaten Sleman Kabupaten Sleman merupakan salah satu Kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta yang terkenal dengan
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Masalah. PNPM Mandiri Perkotaan, serta PNPM Mandiri Wilayah Khusus dan Desa
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Masalah Tahun 2007 Pemerintah Indonesia mencanangkan PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) yang terdiri dari PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Perkotaan,
Lebih terperinciLaporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Tahun Anggaran 2011
Susunan organisasi Sekretariat Dewan Pengurus Korps Pegawai Republik Indonesia terdiri dari: a. Sekretaris b. Subbagian Umum dan Kerjasama Subbagian Umum dan Kerjasama mempunyai tugas menyelenggarakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program ekonomi yang dijalankan negara-negara Sedang Berkembang (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Dunia bisnis kini berkembang sangat pesat di jaman yang maju dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia bisnis kini berkembang sangat pesat di jaman yang maju dan modern ini. Seiring dengan hal tersebut, pola pikir masyarakat yang modern mampu mengubah
Lebih terperinciPENGELOLAAN ARSIP PADA UNIT PELAKSANA KEGIATAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERDESAAN KECAMATAN DEPOK KABUPATEN SLEMAN
PENGELOLAAN ARSIP PADA UNIT PELAKSANA KEGIATAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERDESAAN KECAMATAN DEPOK KABUPATEN SLEMAN A. PENDAHULUAN Perkembangan global dewasa ini semakin menuntut
Lebih terperinciKAB GRESIK _2015 DI _BATU
KAB GRESIK _2015 DI _BATU JARINGAN KERJA EKSTERNAL ORGANISASI KEPEMIMPINAN PROGRAM SISTEM KELOLA misi-visi SARANA PRASARANA SUMBERDAYA INTERNAL VISI MISI ATURAN PROFESI- ONALISME INSENTIF SUMBER DAYA PROGRAM
Lebih terperincipenduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi.
penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi. III.1.3. Kondisi Ekonomi Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik, perhitungan PDRB atas harga
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa
I. PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 telah menyebabkan jutaan orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa indikator ekonomi makro
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam menentukan nilai ekonomis aset dan potensi harta kekayaan. Di Indonesia,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penilaian merupakan salah satu sektor jasa yang dapat berperan penting dalam menentukan nilai ekonomis aset dan potensi harta kekayaan. Di Indonesia, penilaian atau
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP)
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) adalah program nasional yang menjadi kerangka dasar dan acuan pelaksanaan program-program pengentasan
Lebih terperinciBUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG
BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT
Lebih terperinciBAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN
BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah 3.1.1 Kondisi Ekonomi Daerah Tahun 2011 dan Perkiraan Tahun 2012 Kerangka Ekonomi Daerah dan Pembiayaan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pengalaman masa lalu telah memberikan pelajaran berharga bagi bangsa Indonesia, bahwa pembangunan yang dilaksanakan dengan pendekatan top-down dan sentralistis, belum berhasil
Lebih terperinciMENGELOLA DESA SECARA PARTISIPATIF REFLEKSI STUDI BANDING DESA MUARA WAHAU KE WILAYAH DIY. Oleh: Sri Purwani Konsultan
MENGELOLA DESA SECARA PARTISIPATIF REFLEKSI STUDI BANDING DESA MUARA WAHAU KE WILAYAH DIY (Desa Banjaroya Kecamatan Kalibawang Kabupaten Kulon Progo, Desa Panggungharjo Kecamatan Sewon dan Desa Sumbermulya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Sari Surya
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang menjadi rujukan pada penelitian ini. Ada dua rujukan sebagai berikut: 1. Sari Surya, 2011 Yang pertama adalah penelitian yang
Lebih terperinciBERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 41 TAHUN : 2008 SERI : E PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 103 TAHUN 2008 TENTANG
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Bupati tentang Pedoman Pembentukan Badan Kerjasama Antar Desa Program Pengembangan Kecamatan;
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kredit usaha mikro di negara-negara berkembang merupakan salah satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Kredit Mikro Kredit usaha mikro di negara-negara berkembang merupakan salah satu instrumen pengentasan kemiskinan yang akhir-akhir ini perkembangannya cukup signifikan.
Lebih terperinciBUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 28 TAHUN 2015
BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN BADAN KERJA SAMA ANTAR DESA DALAM RANGKA PELESTARIAN HASIL PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketahanan pangan menjadi salah satu isu permasalahan penting pada skala global, apalagi jika dihubungkan dengan isu perubahan iklim yang secara langsung mengancam pola
Lebih terperinciBAB II PROFIL DAERAH KABUPATEN SLEMAN & BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN SLEMAN
BAB II PROFIL DAERAH KABUPATEN SLEMAN & BADAN NARKOTIKA NASIONAL KABUPATEN SLEMAN A. Profil Daerah Kabupaten Sleman 1. Letak dan Luas Wilayah a. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak
Lebih terperinciKEADAAN UMUM WILAYAH. Sleman merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Daerah Istimewa
IV. KEADAAN UMUM WILAYAH A. Kabupaten Sleman 1. Kondisi Geografis Sleman merupakan salah satu Kabupaten yang terdapat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Secara geografis Kabupaten Sleman terletak diantara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pelaku bisnis di Indonesia sebagian besar adalah pelaku usaha mikro, kecil
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaku bisnis di Indonesia sebagian besar adalah pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Peranan UMKM di Indonesia sangat penting sebagai penggerak ekonomi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. cukup. Sumber daya manusia yang masih di bawah standar juga melatar belakangi. kualitas sumber daya manusia yang ada di Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya sumber daya manusia dan sumber daya alamnya. Namun sebagian wilayah yang ada di Indonesia rakyatnya tergolong miskin.
Lebih terperinciIV. KEADAAN UMUM WILAYAH. Kabupaten Sleman merupakan kabupaten yang memiliki luas areal sebesar
IV. KEADAAN UMUM WILAYAH Kabupaten Sleman merupakan kabupaten yang memiliki luas areal sebesar 57.482 Ha yang terdiri dari 17 Kecamatan yaitu Mayudan, Godean, Minggir, Gamping, Segeyan, Ngaglik, Mlati,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV terdapat salah satu tujuan negara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV terdapat salah satu tujuan negara Indonesia adalah memajukkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Upaya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 telah menyebabkan jutaan orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa indikator ekonomi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas, dan waktu) telah tercapai. Setiap perusahaan tentunya menginginkan tingkat
Lebih terperinciKementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia
Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia PAMUJI LESTARI Asisten Deputi Urusan Pemberdayaan Masyarakat selaku Sekretaris Pokja Pengendali PNPM Mandiri ARAHAN STRATEGIS PROGRAM
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap pembangunan di suatu daerah seyogyanya perlu dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya setiap pembangunan di suatu daerah seyogyanya perlu dan harus memperhatikan segala sumber-sumber daya ekonomi sebagai potensi yang dimiliki daerahnya, seperti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Hal ini karena beberapa jenis sampah memiliki kandungan material
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan tentang sampah saat ini telah menjadi isu serius yang berkembang menjadi permasalahan publik. Penumpukan sampah dapat mengakibatkan aroma tidak sedap dan
Lebih terperinciBUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI NGANJUK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN HASIL KEGIATAN PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sekretariat PNPM MP Kecamatan Ranomeeto, maka adapun hasil penelitian. yang didapatkan dapat digambarkan sebagai berikut:
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan pada Kantor Sekretariat PNPM MP Kecamatan Ranomeeto, maka adapun hasil penelitian yang didapatkan dapat digambarkan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan kumpulan pohon pohon atau tumbuhan berkayu yang menempati suatu wilayah yang luas dan mampu menciptakan iklim yang berbeda dengan luarnya sehingga
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: sangat ekonomis karena berada diatas rentang 100%.
BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengelolaan Keuangan UPK PPK Simpan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan bagian yang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses penataan ruang. Pemanfaatan ruang dibanyak daerah di Indonesia, dalam pelaksanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam perekonomian Indonesia dan dalam pembangunan nasional. Pembangunan dan perubahan struktur ekonomi tidak bisa dipisahkan dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kemiskinan yang semakin meningkat akhir-akhir ini dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama pembangunan di Indonesia. Kemiskinan yang semakin meningkat akhir-akhir ini dapat menimbulkan beberapa dampak pada
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. struktural fungsional bersumber pada bagaimana dalam perkembangan tersebut
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Struktural Fungsional Dalam Ritzer dan Goodman (2010) penekanan yang terjadi pada teori struktural fungsional bersumber pada bagaimana dalam perkembangan tersebut mencakup
Lebih terperinciBAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH
BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH Rencana Belanja Daerah Pemerintah Kabupaten Sleman pada tahun 7 yang diusulkan melalui Anggaran Pendapatan, dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Sleman
Lebih terperinciBAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. A. Daerah Pilihan Daerah Istimewa Yogyakarta 5
BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN A. Daerah Pilihan Daerah Istimewa Yogyakarta 5 Pada pemilihan calon legislatif tahun 2014 di Daerah Istimewa Yogyakarta dibagi menjadi 7 daerah pemilihan berdasarkan jumlah
Lebih terperinciANGGARAN DASAR DAPM TOMPOBULU
ANGGARAN DASAR DANA AMANAH PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KECAMATAN TOMPOBULU KABUPATEN BANTAENG PROVIINSII SULAWESII SELATAN MUKADIMAH Aset hasil hasil kegiatan Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan/atau
Lebih terperinciGUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN
SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Permasalahan utama dalam upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia saat ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan utama dalam upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia saat ini terkait dengan adanya fakta bahwa pertumbuhan ekonomi tidak tersebar secara merata
Lebih terperinciLANGKAH KEBIJAKAN PETA JALAN PNPM MANDIRI 2012
draft LANGKAH KEBIJAKAN PETA JALAN PNPM MANDIRI 2012 Workshop Four Seasons, 26 28 Maret 2012 LATAR BELAKANG Arahan Wakil Presiden Maret 2010 PNPM adalah kebijakan nasional mengenai pemberdayan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Peranan UMKM. laju pertumbuhan ekonomi maupun penyerapan tenaga kerja.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) tidak terlepas dari perkembangan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Peranan UMKM terutama sejak krisis moneter tahun 1998
Lebih terperinciKEPUTUSAN BERSAMA MENTERI KEUANGAN MENTERI DALAM NEGERI MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL MENENGAH GUBERNUR BANK INDONESIA
KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI KEUANGAN MENTERI DALAM NEGERI MENTERI NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL MENENGAH GUBERNUR BANK INDONESIA NOMOR: 351.1/KMK.010/2009 NOMOR: 900-639A TAHUN 2009 NOMOR: 01/SKB/M.KUKM/IX/2009
Lebih terperinciBAB VIII STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN
111 BAB VIII STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN Sekalipun pelaksanaan P2FM-BLPS di Kabupaten Bogor mengalami berbagai kendala, namun program tersebut sangat mendukung kebijakan pemberdayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disalurkan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) melalui Unit Pengelola Keuangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Program Pinjaman Bergulir adalah merupakan salah satu pilihan masyarakat dari berbagai alternatif kegiatan untuk penanggulangan kemiskinan. Pinjaman bergulir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap negara berkembang akan selalu mengalami permasalahan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap negara berkembang akan selalu mengalami permasalahan yang sangat kompleks mengenai kemiskinan. Hal ini menjadi topik yang paling banyak dibicarakan oleh setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan suatu isu yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan suatu isu yang menarik untuk dicermati dan disikapi. Usaha mikro kecil dan menengah memiliki andil dalam perekonomian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berbagai upaya telah dilakukan oleh bangsa Indonesia untuk menanggulangi kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode tahun 1974-1988,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh semua negara khususnya negara-negara yang sedang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan adalah salah satu masalah kemanusiaan yang sedang dihadapi oleh semua negara khususnya negara-negara yang sedang berkembang. Hal tersebut karena kemiskinan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Unit Pengelola Kegiatan ( UPK ) dibentuk masyarakat melalui. Musyawarah Antar Desa (MAD). Selama masa Program Pengembangan
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian UPK A. Dasar Pemikiran Unit Pengelola Kegiatan ( UPK ) dibentuk masyarakat melalui Musyawarah Antar Desa (MAD). Selama masa Program Pengembangan Kecamatan (PPK),UPK
Lebih terperinciKARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi
III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah
Lebih terperinciBUPATI KUTAI KARTANEGARA,
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1 QQ9 Nnmnr 1 1 Tambahan I^mharan Neeara BUPATI KUTAI KARTANEGARA PERATURAN BUPATI
Lebih terperinciKEADAAN UMUM WILAYAH. ke selatan dengan batas paling utara adalah Gunung Merapi.
IV. KEADAAN UMUM WILAYAH Kabupaten Sleman merupakan salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta, secara makro Kabupaten Sleman terdiri dari daerah dataran rendah yang subur pada bagian selatan,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. kunci dari konsep pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development)
16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini dunia usaha tidak lagi hanya memperhatikan catatan keuangan perusahaan semata (single bottom line), juga aspek sosial dan lingkungan yang biasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Istilah kredit berasal dari bahasa yunani credere yang berarti kepercayaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah kredit berasal dari bahasa yunani credere yang berarti kepercayaan (truth atau faith). Oleh karena itu, dasar dari kredit adalah kepercayaan 1. Pengertian
Lebih terperinciBAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS DAERAH
BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PRIORITAS Rencana Belanja Daerah, Pemerintah Kabupaten Sleman pada tahun 2016 yang diusulkan melalui Anggaran Pendapatan, dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten diperkirakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang di dunia yang masih banyak menghadapi permasalahan diberbagai bidang seperti ekonomi, sosial, hukum, politik dan bidang-bidang
Lebih terperinciBAB IV. A. Pelaksanaan Pasal 24 huruf a, b, dan c Undang-undang Nomor 20 Tahun tentang Rumah Susun Oleh Pemerintah Kabupaten Sleman.
BAB IV HASIL PENELITIAN dan ANALISIS A. Pelaksanaan Pasal 24 huruf a, b, dan c Undang-undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun Oleh Pemerintah Kabupaten Sleman. a. Profil Kabupaten Sleman a. Kondisi
Lebih terperinciLampiran Surat Nomor : 134/DPPMD/VII/2015 Tanggal : 13 Juli 2015
Lampiran Surat Nomor : 134/DPPMD/VII/2015 Tanggal : 13 Juli 2015 PANDUAN PENGAKHIRAN SERTA PENATAAN DAN PENGALIHAN KEPEMILIKAN ASET HASIL KEGIATAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN
Lebih terperinci