PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DAN TEMPERATURE HUMIDITY INDEX (THI) KOTA PALEMBANG MUIS FAJAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DAN TEMPERATURE HUMIDITY INDEX (THI) KOTA PALEMBANG MUIS FAJAR"

Transkripsi

1 PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DAN TEMPERATURE HUMIDITY INDEX (THI) KOTA PALEMBANG MUIS FAJAR DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DAN TEMPERATURE HUMIDITY INDEX (THI) KOTA PALEMBANG MUIS FAJAR E SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

3 RINGKASAN MUIS FAJAR. E Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan dan Temperature Humidity Index (THI) Kota Palembang. Dibimbing oleh LILIK BUDI PRASETYO dan SITI BADRIYAH RUSHAYATI. Kota Palembang merupakan ibu kota Provinsi Sumatera Selatan yang mengalami peningkatan jumlah penduduk serta pembangunan di segala bidang. Hal tersebut mengakibatkan bertambahnya luas area terbangun di Kota Palembang dan mengurangi luas Ruang Terbuka Hijau (RTH). Penurunan luasan RTH mengakibatkan berubahnya iklim mikro Kota Palembang, berupa peningkatan suhu udara dan penurunan kelembaban, sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengidentifikasi distribusi spasial suhu permukaan di beberapa tipe penutupan lahan, Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) dan kaitannya terhadap ruang terbuka hijau, (2) Pemetaan Temperature Humidity Index (THI) atau indeks kenyamanan di wilayah Kota Palembang dan (3) Pengembangan RTH berdasarkan distribusi suhu permukaan, kelembaban udara, THI, dan tata kota. Penelitian dilakukan di Kota Palembang. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa Landsat 7 ETM (Path 124 Row 062) tanggal 10 Mei 2001 dan 23 Agustus 2010 serta peta batas administratif Kota Palembang. Pengolahan data citra Landsat 7 ETM dengan menggunakan seperangkat komputer yang dilengkapi dengan software ArcGIS 9.3 dan ERDAS Imagine 9.1, yang meliputi layer stack, koreksi geometrik, pemotongan citra, klasifikasi citra, dan uji akurasi. Pendugaan suhu permukaan dilakukan dengan menggunakan band 6. Selanjutnya hasil estimasi suhu tersebut digunakan untuk menduga kelembaban udara dan indeks kenyamanan (THI) di Kota Palembang. Selain itu, penentuan tutupan lahan vegetasi juga dilakukan dengan menggunakan NDVI. Nilai NDVI digunakan untuk mengetahui hubungan antara suhu permukaan dan tutupan lahan. Suhu permukaan Kota Palembang berkisar antara 27 C sampai 39 C. Suhu permukaan pada RTH berkisar antara 28 C sampai 32 C, sedangkan suhu permukaan pada area terbangun lebih dari 33 C. Terjadi peningkatan suhu permukaan dari tahun 2001 sampai tahun Perubahan tersebut berhubungan dengan penurunan luasan RTH. RTH dapat diduga dengan nilai NDVI. Nilai NDVI > 0 merupakan vegetasi dan semakin mendekati 1, maka tajuk vegetasi semakin rapat. Suhu permukaan memiliki hubungan yang berkebalikan dengan NDVI. Semakin besar nilai NDVI maka semakin rendah suhu permukaan dan sebaliknya. Kota Palembang hampir seluruhnya tergolong kedalam kelas tidak nyaman pada tahun 2001 dan 2010, karena berada pada selang nilai THI lebih dari 26. Pengembangan RTH di Kota Palembang terbagi kedalam tiga unit kegiatan, yaitu, permukiman, daerah pinggiran kota dan daerah pusat kota. Pengembangan RTH di tingkat pemukiman dilakukan dengan penghijauan pekarangan, suhu permukaannya berkisar antara 30 C sampai 34 C, kelembaban udara 60% sampai 70% dan THI ratarata berkisar 27 sampai 28. Pada daerah pinggir kota, suhu permukaannya antara 29 C sampai 34 C, kelembaban udara 60% sampai 80% dan THI rata rata berkisar 26 sampai 27, dapat dikembangkan RTH berupa taman kota dan hutan kota. Pada daerah pusat kota suhu permukaannya lebih dari 33 C, kelembaban udara 40% sampai 60% dan THI rata rata berkisar lebih dari 31, dapat dikembangkan RTH berupa roof garden dan jalur hijau. Kata kunci : RTH, Suhu Permukaan, Kelembaban Udara, THI, NDVI

4 SUMMARY MUIS FAJAR. E Developing The Green Space Based On The Surface Temperature Distribution and Temperature Humidity Index of Palembang City. Under Supervision on LILIK BUDI PASETYO and SITI BADRIYAH RUSHAYATI Palembang is the provincial capital of South Sumatra. The Municipality are experiencing increase of population and fast development in many sectors. This resulted in the increase of build up areas and reduce green open space (green space). The condition lead to micro-climate changes, such as increasing air temperature and decreasing humidity that worsen the comfort ability of living. The study aims to: (1) identify the spatial distribution of surface temperature in some types of land cover, NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) and its relation to the green open spaces, (2) Mapping of Temperature Humidity Index (THI) or comfort index in the region of Palembang and (3) Development of green space based on the distribution of surface temperature, air humidity, THI, and urban planning. The study was conducted in the city of Palembang. Materials used in this research are a Landsat 7 ETM (Path 124 Row 062) dated May 10, 2001 and August 23, 2010 and the administrative boundary map of Palembang. Processing of Landsat 7 ETM image data using a set of computers equipped with software ArcGIS 9.3 and Erdas Imagine 9.1, which includes the layer stack, geometric correction, cropping the image, image classification, and test accuracy. Estimation of surface temperature was conducted by using band 6. Furthermore, estimation results are used to estimate temperature and air humidity comfort index (THI) in the city of Palembang. In addition, the determination of vegetation land cover was also done using NDVI. NDVI values were used to determine the relationship between surface temperature and land cover. Palembang surface temperature ranges from 27 C to 39 C. Surface temperature on the green space ranges from 28 C to 32 C, while the surface temperature in the build up area more than 33 C. There was an increase in surface temperature from 2001 until The changes were associated with reduction of green space area. RTH can be predicted with NDVI values. NDVI values greater than 0 and less than 1 was vegetation. Surface temperature has the opposite relationship with NDVI. The greater surface temperature the lower the NDVI value and vice versa. Palembang City was entirely classified into uncomfortable class in 2001 and 2010, since the city located on THI values over 26. Development of green space in the city of Palembang was divided into three type of activities, namely, at housing areas, suburbs and downtown areas. Development of green space at settlements in the form of green yard, and its surface temperature ranges from 30 C-34 C, humidity 60% -70% and average THI ranged In the suburbs, can be developed green space in the form of city parks and urban forest, the surface temperature of 29 C-34 C, humidity 60% -80%, and THI averaging around In the downtown area can be developed in the form of roof garden green space and green be, the surface temperature above 33 C, humidity 40% -60% and the average ranged THI> 31, Keywords: Green Space, Surface Temperature, Humidity, THI, NDVI

5 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Distribusi Spasial Suhu Permukaan dan Temperature Humidity Indeks (THI) Kota Palembang adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Semua sumber data informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Desember 2010 Muis Fajar NRP E

6 Judul Skripsi Nama NIM : Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan dan Temperature Humidity Index (THI) Kota Palembang : Muis Fajar : E Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc. Ir. Siti Badriyah Rushayati, M.Si. NIP : NIP : Mengetahui, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Ketua Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS. NIP : Tanggal Pengesahan :

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Dumai, Riau pada tanggal 28 Desember 1988 sebagai anak pertama dari empat bersaudara. Ayah penulis bernama Suharto Tamba dan ibu bernama Rusmah Hasibuan. Penulis memulai pendidikan Sekolah Dasar di SD 2 YKPP Dumai hingga tahun 1997 dan menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Dharma Patra 1 Pangkalan Berandan pada tahun Kemudian melanjutkan pendidikan ke SLTP Katolik Santa Louisa Cepu sampai tahun 2002 dan menyelesaikannya di SLTP Dharma Patra Pangkalan Berandan pada tahun Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 1 Babalan sampai tahun 2006, selanjutnya pada tahun yang sama penulis diterima sebagai Mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun kedua di IPB penulis diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Selain kegiatan akademis, penulis juga aktif di organisasi kemahasiswaan yakni sebagai anggota HIMAKOVA (Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata) dan anggota Kelompok FOKA (Fotografi Konservasi). Pada Tahun 2008 penulis menjadi finalis PIMNAS (Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional) dalam bidang karya ilmiah konservasi. Selama pendidikan penulis telah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Sancang dan Kamojang, Jawa Barat; Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, Jawa Barat serta Praktek Kerja Lapang (PKLP) di Taman Nasional Kerinci Seblat. Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Kehutanan di Institut Pertanian Bogor, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Suhu Permukaan dan Temperature Humidity Index (THI) di Kota Palembang di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc. dan Ir. Siti Badriyah Rushayati, M.Si.

8 UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillahirabbil alamin, penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah swt atas segala curahan rahmat dan kasih sayang-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ini sebagai tugas akhir yang berjudul Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan dan Temperature Humidity Index (THI) Kota Palembang. Penulis menyadari bahwa karya ini tidak akan terwujud tanpa bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada : 1. Ayahanda Suharto Tamba dan Ibunda tersayang Rusmah Hasibuan, Haris, Ronal, Barkah yang telah memberikan inspirasi, dorongan moral, material, rasa kasih sayang serta do anya kepada penulis. 2. Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc., selaku dosen pembimbing pertama atas arahan, nasehat dan bimbingannya dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. 3. Ir. Siti Badriyah Rushayati M.Si., selaku dosen pembimbing kedua atas ketersediaannya memberi bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. 4. Ir. Kasno, M.Sc., Ir. Trisna Priadi, M.Eng.Sc., Ir. Muhdin, M.Sc.F.Trop., selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dalam penulisan karya ilmiah ini. 5. Pemerintah Daerah Kota Palembang, Badan Perencaan dan Pemeliharaan Daerah (Bappeda) Kota Palembang, Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Palembang, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun II Kenten Palembang. 6. Ferra Azis (the special one), Septa Febrina Heksaputri, Pande Made Wisnu Temaja, Arga Pandi Wijaya, Amrizal Yusri, Mbak Nina, Ebay, Nano, Amri, Gamma, Age, Jatil, Haray, Yunus, Bayu, Ayam, dan semua teman-teman di Lab. Analisis Spasial Lingkungan atas bantuan, semangat dan dukungannya. 7. Teman-teman Kosan RI 45 (Jati, Yosep, Bang Deni, Rifki, Pak Bob, Umi, Abah) atas semua motivasi dan kebersamaan yang telah dilalui. 8. Cendrawasih 43 KSHE Fakultas Kehutanan IPB. 9. Semua pihak yang telah banyak membantu penelitian ini. Bogor, Januari 2011 Penulis

9 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah swt yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini sebagai tugas akhir yang berjudul Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan dan Temperature Humidity Index (THI) Kota Palembang dengan sebaik-baiknya. Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu persyaratan kelulusan program mayor minor Strata Satu di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Karya ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan di Kota Palembang, provinsi Sumatera Selatan pada bulan Juli sampai dengan Oktober Jumlah penduduk yang terus bertambah mengakibatkan terjadinya peningkatan area terbangun di Kota Palembang. Peningkatan tersebut mengakibatkan penurunan luasan tutupan lahan lain yang berupa ruang terbuka hijau. Ruang terbuka hijau yang terus menurun luasannya memberikan dampak terhadap iklim mikro yang ada di Kota Palembang, seperti peningkatan suhu udara, penurunan kelembaban udara dan merubah kondisi kota menjadi tidak nyaman. Oleh sebab, itu perlu adanya penelitian mengenai tingkat kenyamanan dan pengembangan ruang terbuka hijau di Kota Palembang untuk menjaga kondisi iklim mikro. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan yang dimiliki. Semoga karya ilmiah ini memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Bogor, Desember 2010

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... x I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Manfaat... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA Suhu Udara Perkotaan Rencana Tata Ruang Wilayah Hubungan Ruang Terbuka Hijau dengan Peningkatan Suhu Udara Perubahan penggunaan lahan Peranan hutan kota terhadap penurunan suhu udara pada iklim mikro Iklim Suhu udara Kelembaban udara THI (Temperature Humidity Index) Pendugaan Suhu dengan Citra Satelit Landsat NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian IV. KONDISI UMUM Kondisi Fisik Letak dan luas Topografi... 19

11 v Geologi dan tanah Iklim RTH Palembang Kependudukan V. HASIL DAN PEMBAHASAN Penutupan Lahan Kota Palembang Penutupan lahan Kota Palembang tahun 2001 dan Perubahan penutupan lahan Kota Palembang Distribusi Suhu Permukaan Distribusi suhu permukaan Kota Palembang tahun 2001 dan Hubungan suhu permukaan dengan tutupan lahan Perubahan luasan distribusi suhu permukaan Kota Palembang Distribusi suhu permukaan per wilayah kecamatan Kota Palembang Hubungan Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) dengan Suhu Permukaan Distribusi Kelembaban Udara Distribusi kelembaban udara Kota Palembang Hubungan kelembaban udara dengan tutupan lahan Perubahan luasan distribusi kelembaban udara Kota Palembang Distribusi kelembaban udara per wilayah kecamatan Kota Palembang Distribusi THI (Temperature Humidity Index) Kota Palembang Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau di Kota Palembang Hubungan suhu udara dengan ruang terbuka hijau, area terbangun dan lahan terbuka Ruang terbuka hijau per wilayah kecamatan Bentuk perkembangan Kota Palembang periode Pendekatan penentuan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Palembang Pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Palembang.. 94

12 vi VI. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

13 DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Proporsi RTH Kota Palembang dari zaman kolonial hingga tahun an RTH Kota Palembang tahun Jumlah penduduk Kota Palembang tahun penutupan lahan Kota Palembang tahun penutupan lahan Kota Palembang tahun Perubahan penutupan lahan Kota Palembang tahun an konversi penutupan lahan menjadi area terbangun Kota Palembang periode an suhu permukaan Kota Palembang periode Hasil regresi NDVI dan suhu permukaan an kelembaban udara Kota Palembang periode Hasil regeresi suhu udara dan kelembaban udara an THI Kota Palembang periode Perubahan luasan ruang terbuka hijau Kota Palembang tahun Rata-rata suhu udara pada penutupan lahan di Kota Palembang Alih fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Palembang Distribusi, suhu, THI dan kelembaban rata-rata serta perubahan luas ruang terbuka hijau per wilayah kecamatan Kota Palembang periode Rekomendasi pengembangan RTH Kota Palembang per wilayah kecamatan. 98

14 DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Peta administrasi Kota Palembang Area terbangun (pemukiman) di pinggir sungai Musi Rawa yang ada dipinggir jalan Kecamatan Gandus Semak di Kecamatan Alang Alang Lebar Lahan kosong di Kecamatan Ilir Barat Sawah di Kecamatan Kertapati Sungai Musi dan Jembatan Ampera Tegakan sejenis pinus di TWA Punti Kayu Taman Kota Kambang Iwak Peta tutupan lahan Kota Palembang tahun Peta tutupan lahan Kota Palembang tahun Diagram penurunan jumlah vegetasi rapat di Kota Palembang tahun Diagram peningkatan jumlah vegetasi jarang di Kota Palembang tahun Diagram peningkatan jumlah rawa di Kota Palembang tahun Peta tutupan lahan Kota Palembang tahun 2001 dan Peta distribusi suhu udara di Kota Palembang tahun Peta distribusi suhu udara di Kota Palembang tahun Diagram hubungan antara tutupan lahan tahun 2001 dengan kelas suhu tahun Diagram hubungan antara tutupan lahan tahun 2001 dengan kelas suhu tahun Perubahan luasan suhu udara Kota Palembang tahun Peta distribusi suhu permukaan Kota Palembang tahun Diagram korelasi NDVI dengan suhu permukaan Kota Palembang Diagram korelasi NDVI dengan suhu permukaan Kota Palembang Peta sebaran nilai NDVI Kota Palembang tahun Peta sebaran nilai NDVI Kota Palembang tahun

15 ix 26. Diagram suhu dan kelembaban udara tahun 2001 dan Peta sebaran kelembaban udara Kota Palembang tahun Peta sebaran kelembaban udara Kota Palembang tahun Diagram hubungan kelembaban udara 2001 dengan tutupan lahan Diagram hubungan kelembaban udara 2010 dengan tutupan lahan Diagram perubahan kelembaban udara periode tahun Perubahan THI Kota Palembang periode Peta sebaran nilai THI Kota Palembang tahun Peta sebaran nilai THI Kota Palembang tahun Peta sebaran tingkat kenyamanan Kota Palembang tahun Peta sebaran tingkat kenyamanan Kota Palembang tahun Diagram perubahan luasan RTH periode Peta Ruang Terbuka Hijau Kota Palembang Peta Ruang Terbuka Hijau Kota Palembang Skema pertumbuhan fiisik Kota Palembang Contoh ilustrasi jalur hijau di Kota Palembang Ilustrasi bentuk RTH Roof Garden dan jalur hijau... 96

16 DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Tutupan lahan Kota Palembang per wilayah kecamatan Konversi tutupan lahan periode distribusi suhu permukaan tahun 2001 terhadap tutupan lahan tahun distribusi suhu permukaan tahun 2010 terhadap tutupan lahan tahun distribusi suhu permukaan per wilayah kecamatan distrbusi kelembaban per wilayah kecamatan distribusi THI per wilayah kecamatan Profil horizontal tegakan jarang Kota Palembang Profil vertikal tegakan jarang Kota Palembang Profil horizontal tegakan rapat Kota Palembang Profil vertikal tegakan rapat Kota Palembang

17 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk di Kota Palembang terus meningkat setiap tahun. Jumlah penduduk pada tahun 2008 sebanyak jiwa dan laju pertumbuhan penduduk rata-rata 2% per tahun (BPS 2009). Hal tersebut secara tidak langsung mengakibatkan pemerintah daerah setempat membuka lahan baru untuk dijadikan area terbangun seperti pemukiman, kawasan industri, sentra perdagangan, dan sarana transportasi. Peningkatan luas area terbangun tersebut mengakibatkan penurunan luas Ruang Terbuka Hijau (RTH). Dampak dari penurunan RTH tersebut salah satunya adalah perubahan iklim mikro yang ada di Kota Palembang. Perubahan iklim mikro yang terjadi antara lain, peningkatan suhu udara, penurunan kelembaban, dan perubahan kondisi kota menjadi tidak nyaman. Parameter tingkat kenyamanan suatu wilayah di dasarkan pada nilai Indeks Kenyamanan (Temperature Humidity Index). Salah satu cara untuk menjaga iklim mikro dan kenyamanan suatu kota, perlu adanya pengembangan RTH yang disesuaikan dengan kondisi perkembangan kota. Menurut undang undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang menyatakan bahwa proporsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas kota untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota. Oleh sebab itu, salah satu cara untuk membantu pemerintah daerah adalah dengan mengembangkan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan distribusi suhu udara, kelembaban, dan kenyamanannya. Hal ini dapat dilakukan dengan pemantauan dari data citra satelit. 1.2 Tujuan 1. Mengidentifikasi distribusi spasial suhu permukaan di beberapa tipe penutupan lahan, NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) dan kaitannya terhadap Ruang Terbuka Hijau. 2. Pemetaan THI (Temperature Humidity Index)/indeks kenyamanan di wilayah Kota Palembang. 3. Pengembangan RTH berdasarkan distribusi suhu permukaan, kelembaban, THI, dan tata kota.

18 2 1.3 Manfaat Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan evaluasi dan dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan serta kebijakan-kebijakan pemerintah untuk pengembangan wilayah perkotaan khususnya daerah Kota Palembang.

19 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan Menurut Santosa (1986), kepadatan penduduk kota yang cukup tinggi akan mengakibatkan bertambahnya sumber kalor sebagai akibat dari aktifitas dan panas metabolisme penduduk. Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi suhu di permukaan bumi, antara lain : 1. Jumlah radiasi yang diterima per tahun, per hari, dan per musim. 2. Pengaruh daratan atau lautan 3. Pengaruh ketinggian tempat (makin tinggi suatu tempat dari permukaan laut maka suhu akan semakin rendah) 4. Pengaruh angin secara tidak langsung, misalnya angin yang membawa panas dari sumbernya secara horizontal. 5. Pengaruh panas laten, yaitu panas yang disimpan dalam atmosfer. 6. Penutup tanah yaitu tanah yang ditutup vegetasi yang mempunyai temperatur yang lebih rendah daripada tanah tanpa vegetasi 7. Tipe tanah, tanah gelap indeks suhunya lebih tinggi 8. Pengaruh sudut sinar matahari. Sinar yang tegak lurus akan membuat suhu lebih panas daripada yang datangnya miring. Perubahan terhadap keseimbangan pemanasan merupakan pengaruh meteorologi utama yang ditimbulkan oleh aktivitas perkotaan. Perubahan dapat terjadi karena perubahan karakteristik pemanasan pada permukaan dan perubahan penyinaran matahari (Soedomo 2001). Banyaknya dinding bangunan tegak lurus di daerah perkotaan akan mengubah keseimbangan pemanasan pada siang hari, gelombang sinar matahari yang ada akan mengalami pemantulan berulang kali oleh permukaan tanah dan dinding-dinding tinggi, hingga gelombang sinar yang dapat terlepas langsung ke atmosfer sangat sedikit. Pada malam hari, pelepasan panas yang tertahan pada siang hari akan meningkatkan temperatur minimum. Hal ini berlangsung selama musim panas atau di perkotaan daerah tropis (Soedomo 2001). Suhu tahunan rata-rata di kota lebih besar sekitar 3 K dibandingkan dengan pinggir kota. Peningkatan suhu udara terjadi karena adanya perbedaan

20 4 dalam pemakaian energi, penyerapan dan pertukaran panas antara daerah perkotaan dengan pedesaan (Landsberg 1981 dalam Wardhana 2003). Akumulasi panas di daerah perkotaan pada siang hari akan mengakibatkan perbedaan keseimbangan radiatif yang berbeda dengan daerah pedesaan pada malam hari. Daerah pedesaan yang ada di sekitar perkotaan menyimpan panas lebih sedikit pada siang hari dibandingkan dengan daerah perkotaan. Perbedaan tersebut mengakibatkan terjadinya suatu gumpalan panas di daerah perkotaan yang isotermalnya biasanya terletak di daerah pusat kota (Soedomo 2001). 2.2 Rencana Tata Ruang Wilayah Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Penataan ruang merupakan suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang yang menghasilkan rencana tata ruang (Bappeda 2009). Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang (Bappeda 2009). Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWKN) adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah negara (UU No. 26 tahun 2007 dan PP No. 26 tahun 2008). Menurut Tarigan (2005), perencanaan wilayah adalah penggunaan ruang wilayah dan perencanaan aktivitas pada ruang wilayah tersebut. Berdasarkan Jayadinata (1999), perencanaan wilayah meliputi: wilayah kota besar, wilayah pedesaan, tutupan lahan, pemusatan penduduk dan sebagainya. 2.3 Hubungan Ruang Terbuka Hijau dengan Peningkatan Suhu Udara Berdasarkan Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 29 ayat 2 menetapkan proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota dan ayat 3 menetapkan proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20% dari luas wilayah kota. Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan tidak langsung.

21 5 Manfaat yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut. Ruang Terbuka Hijau (RTH) sesuai dengan kondisi wilayah studi merupakan ruang yang tidak terbangun, dengan perbandingan unsur tanaman yang lebih luas dan memiliki fungsi utamanya, yaitu untuk perlindungan kawasan sekitarnya. Manfaat lain RTH adalah akan memberikan hasil terhadap kebutuhan kenyamanan, kesejahteraan, peningkatan kualitas lingkungan, dan pelestarian alam (Zulkarnain 2006) Perubahan penggunaan lahan Pengunaan lahan diartikan sebagai bentuk intervensi manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, baik materi maupun spiritual (Soedomo 2001). Penggunaan lahan dapat dikelompokkan dalam dua golongan besar, yaitu penggunaan lahan pertanian dan non pertanian. Penggunaan lahan pertanian dibedakan dalam penggunaan lahan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditi yang diusahakan serta pemanfaatan sumberdaya yang terdapat di atas lahan tersebut seperti penggunaan lahan tegalan, sawah, kebun kopi, kebun karet, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung, padang alang-alang, dan sebagainya (Soedomo 2001). Perubahan penggunaan lahan dapat mengacu pada dua hal yang berbeda, yaitu penggunaan lahan sebelumnya atau rencana tata ruang yang ada (Bappeda 2009). Berdasarkan Undang-Undang serta data RTRW bahwa ruang terbuka hijau yang ada di Kota Palembang hanya berjumlah di atas 30% dari luas Kota Palembang (Bappeda 2009). Kawasan RTH di Palembang banyak dialihfungsikan menjadi kawasan komersial oleh para pemilik modal besar. Contohnya, ruang terbuka hijau yang ada dikawasan Rajawali (kawasan sungai Bayas dan sungai Bendung) misalnya dengan luas 16,72 Ha kini telah beralih fungsi menjadi lahan bisnis dan milik pribadi dengan dibangunnya puluhan ruko, supermarket serta lahan parkir kendaraan berat oleh sebuah perusahaan besar. Hal serupa juga terjadi di kawasan Taman Kota Kambang Iwak yang mempunyai luas sekitar 20 Ha, saat ini telah berubah menjadi kawasan bisnis dengan dibangunnya toko dan kafe-kafe di tempat tersebut, serta Ruang Terbuka Hijau dengan luas 21 Ha yang ada disimpang Patal telah beralih fungsi menjadi pusat perbelanjaan sehingga

22 6 alih fungsi lahan yang terjadi telah menyebabkan kawasan ini masuk dalam kawasan rawan banjir dan meningkatnya suhu udara di kota Palembang (Jatmiko 2009) Peranan hutan kota terhadap penurunan suhu udara pada iklim mikro Pepohonan dan vegetasi lainnya dapat memperbaiki suhu kota melalui evapotranspirasi. Tanaman yang tinggi memiliki laju evapotranspirasi yang lebih besar daripada tanaman yang rendah (Irwan 2005). Hutan kota dapat digunakan sebagai pencegah berkurangnya kelembaban udara. Hutan kota juga dapat menurunkan suhu di sekitarnya sebesar 3,46% di siang hari pada permulaan musim hujan. Hutan kota juga menaikkan kelembaban sebesar 0,81% di siang hari pada permulaan musim hujan (Irwan 2005). Hutan kota dapat dibangun untuk mengelola lingkungan perkotaan agar pada saat siang hari tidak terlalu panas, sebagai akibat banyaknya jalan aspal, gedung bertingkat, jembatan layang, papan reklame, menara, antena pemancar radio, televisi dan lain-lain, sebaliknya pada malam hari dapat lebih hangat karena tajuk pepohonan dapat menahan radiasi balik (reradiasi) dari bumi (Grey 1978). Suhu udara pada daerah berhutan lebih nyaman dari pada daerah tidak ditumbuhi oleh tanaman. Wenda (1991) telah melakukan pengukuran suhu dan kelembaban udara pada lahan yang bervegetasi dengan berbagai kerapatan, tinggi dan luasan dari hutan kota di Bogor yang dibandingkan dengan lahan pemukiman yang didominasi oleh tembok dan jalan aspal, diperoleh hasil bahwa: 1. Pada areal bervegetasi suhu hanya berkisar 25,5 C-31,0 C dengan kelembaban 66%-92%. 2. Pada areal yang kurang bervegetasi dan didominasi oleh tembok dan jalan aspal suhu yang terjadi 27,7 C-33,1 C dengan kelembaban 62%-78%. 3. Areal padang rumput mempunyai suhu 27,3 C-32,1 C dengan kelembaban 62%-78%. Menurut Suryadi (2005), luasan hutan kota di Kota Palembang sebesar 368,19 Ha pada tahun 2005 atau sekitar 0,92% dari luas Kota Palembang, padahal seharusnya luasan hutan kota yang sesuai adalah 2.489,39 Ha dengan tingkat emisi CO 2 sebesar ,95 kg CO 2 /jam, sedangkan pada tahun 2010 diprediksi

23 7 emisi dari CO 2 sebesar ,71 kg CO 2 /jam dengan luasan hutan kota yang sesuai seharusnya sebesar 2.822,73 Ha. 2.4 Iklim Suhu udara Menurut Santosa (1986) suhu udara akan berfluktuasi dengan nyata selama setiap periode 24 jam. Fluktuasi suhu udara berkaitan erat dengan proses pertukaran energi yang berlangsung di atmosfer. Serapan energi radiasi matahari ini akan menyebabkan suhu udara meningkat. Suhu udara harian maksimum tercapai beberapa saat setelah intensitas cahaya maksimum tecapai. Suhu maksimum adalah suhu tertinggi suatu tanaman dapat tumbuh, sedangkan suhu minimum adalah suhu terendah tanaman dapat hidup. Suhu optimum adalah suhu terbaik yang dibutuhkan tanaman agar proses pertumbuhannya dapat berjalan lancar (Kartasapoetra 2008). Menurut Murtie (2006) suhu di Talangbetutu salah satu daerah yang ada di Kota Palembang meningkat pada bulan Juni hingga September, dan suhu tertinggi terjadi pada bulan Agustus yang nilainya hampir mencapai 28 C. Suhu minimum terjadi pada bulan Januari yang bernilai 26,3 C. Pola ini sesuai dengan pola curah hujan pada bulan Agustus memiliki tingkat curah hujan yang rendah, sedangkan pada bulan Januari memiliki tingkat curah hujan yang tinggi Kelembaban udara Menurut Santosa (1986), kelembaban relatif adalah jumlah aktual uap air di udara relatif terhadap jumlah uap air pada waktu udara dalam keadaan jenuh pada suhu yang sama dinyatakan dalam persen. Pengukuran salah satunya dapat dilakukan dengan termometer bola kering dan bola basah. Sedangkan menurut Kartasapoetra (2008) kelembaban adalah banyaknya kadar uap air yang ada di udara. Dalam kelembaban dikenal beberapa istilah, seperti: 1. Kelembaban mutlak adalah massa uap air yang berada dalam satu satuan udara yang dinyatakan dalam gram/m 3 2. Kelembaban spesifik, merupakan perbandingan massa uap air di udara dengan satuan massa udara yang dinyatakan dalam gram/kilogram

24 8 3. Kelembaban relatif, merupakan perbandingan jumlah uap air di udara dengan jumlah maksimum uap air yang dikandung udara pada temperatur tertentu, yang dinyatakan dalam %. Angka kelembaban relatif dari 0-100%, dimana 0% artinya udara kering, sedangkan 100% artinya udara jenuh dengan uap air di mana akan terjadi titik-titik air. Keadaan kelembaban di atas permukaan bumi berbeda-beda. Pada umumnya, kelembaban yang tertinggi ada di khatulistiwa sedangkan yang terendah pada lintang 40 o. Daerah rendah ini disebut horse latitude, curah hujannya kecil (Soedomo 2001). Kelembaban udara yang lebih tinggi pada udara dekat permukaan pada siang hari disebabkan karena penambahan uap air hasil evapotranspirasi dari permukaan. Proses ini berlangsung karena permukaan tanah menyerap radiasi selama siang hari tersebut. Pada malam hari akan berlangsung proses kondensasi atau pengembunan yang memanfaatkan uap air yang berasal dari udara. Oleh karena itu kandungan uap air di udara dekat permukaan tersebut akan berkurang (Soedomo 2001). Kelembaban tertinggi di Kota Palembang ada pada bulan Agustus dengan nilai 79,8%. Antara kelembaban dan curah hujan memiliki pola yang sama, yaitu pada tingkat kelembaban yang tinggi akan diiringi juga dengan tingkat curah hujan yang tinggi pula (BPS 2009) THI (Temperature Humidity Index) Beberapa ahli telah berusaha untuk menyatakan pengaruh parameter-parameter iklim terhadap kenyamanan manusia dengan bantuan persamaan yang mengandung dua atau lebih parameter iklim. Menurut Niewolt (1975), kenyamanan merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan pengaruh keadaan lingkungan yang dapat dinyatakan secara kuantitatif melalui hubungan kelembaban udara dan suhu udara yang disebut Temperature Humidity Index (THI). Selain itu, hasil penelitian Niewolt (1975) menyatakan bahwa THI di Indonesia antara Hasil penelitian lain yang telah dilakukan Mulyana et al. (2003), menyatakan bahwa indeks kenyamanan dalam kondisi nyaman berada pada kisaran THI

25 9 2.5 Pendugaan Suhu dengan Citra Satelit Landsat Prinsip dasar penginderaan jauh yaitu menangkap energi gelombang elektromagnetik yang dipancarkan maupun dipantulkan oleh suatu permukaan yang dipilah-pilah dalam sensor panjang gelombang. Suhu permukaan diperoleh atau dhitung dari energi yang dipancarkan oleh suatu permukaan. Sensor yang digunakan untuk mendeteksi pada satelit adalah Thermal Infrared (Lillesand 1997). Penginderaan jauh thermal menjelaskan secara ringkas kemungkinan untuk memperoleh, menggambarkan dan menginterpretasikan keadaan panas dipermukaan bumi. Pendefenisian energi thermal lebih sering mengacu kepada energi yang dipancarkan dari permukaan bumi. Berdasarkan sumber energi radiasi dari matahari, panjang gelombang dipancarkan dari energi matahari lebih pendek daripada gelombang panjang dari permukaan bumi (Lillesand 1997). Menurut Lillesand (1997) semua benda di alam yang mempunyai suhu mutlak di atas 0 o C atau setara dengan 273 o K akan mempunyai radiasi termal. Sebagai dasar dari pernyataan tersebut dicirikan oleh : 1. Suatu benda akan mengabsorbsi seluruh energi yang diterima dari segala sudut penerimaan. 2. Suatu benda akan mengemisikan semua energinya ke segala arah dengan seluruh kisaran panjang gelombang yang ada/terbatas. Fakta di alam, hampir semua benda tidak mempunyai kesempurnaan sifat seperti yang digambarkan oleh benda hitam sempurna tersebut (Risdiyanto 2003). Sebuah teori tentang benda hitam dinyatakan oleh Wilhelm Wien (1928) yang menjelaskan hubungan antara pancaran maksimum, panjang gelombang dan suhu permukaan objek. Teori ini dikenal dengan hukum pergeseran Wien yang dirumuskan sebagai : Keterangan: λ maks T s = Panjang gelombang pada pancaran maksimum (µm) = Suhu permukaan objek (K) Berdasarkan persamaan di atas, dengan menganggap bahwa nilai suhu mutlak permukaan matahari adalah 5780 K, maka didapatkan nilai panjang

26 10 gelombang maksimum radiasi matahari yang mampu memberikan pancaran puncak maksimum terjadi pada panjang gelombang 0,5 µm yang dapat disebutkan sebagai nilai tengah dari spektral radiasi tampak. Dengan fakta ini, maka radiasi matahari akan memberikan energi maksimumnya pada kisaran spektral tampak (0,3-0,7 µm). Sedangkan untuk permukaan bumi dengan suhu permukaan sebesar 300 K memberikan nilai pancaran puncak maksimum pada panjang gelombang 9,7 µm yang merupakan kisaran radiasi infrared. Itulah sebabnya, maka penginderaan jauh thermal banyak dilakukan pada daerah spektrum antara 8-14 µm (Lillesand 1997). Pada saat estimasi suhu permukaan dari citra thermal, rona yang lebih gelap pada citra mewakili suhu tampak yang lebih dingin dan rona yang lebih cerah mewakili citra yang lebih panas. Pengukuran sensor thermal atas suhu dapat dilakukan pada ketinggian sebesar 300 m. Kondisi cuaca mempengaruhi thermal atmosferik. Kabut dan awan tidak dapat ditembus oleh radiasi thermal walaupun hari cerah, aerosol dapat menyebabkan perubahan yang besar pada sinyal yang diindera. Abu, partikel arang, asap dan titik air dapat mengubah pengukuran thermal. Unsur pembentukan atmosferik bervariasi menurut situs, ketinggian, waktu dan kondisi cuaca setempat (Sutanto 1989). Menurut Effendy (2007), pengurangan atau penambahan RTH menyebabkan peningkatan atau penurunan suhu udara dengan besaran berbeda dengan setiap pengurangan 50% RTH menyebabkan peningkatan suhu udara sebesar 0,4 C hingga 1,8 o C sedangan penambahan RTH 50% hanya menurunkan suhu udara sebesar 0,2 C hingga 0,5 o C. Hal ini membuktikan arti pentingnya mempertahankan RTH. Pengukuran suhu biasanya meliputi penempatan instrumen pengukur yang bersentuhan dengan atau terbenamkan dalam badan yang diukur suhunya (suhu kinetik). Suhu kinetik merupakan ungkapan internal terjemahan tenaga rata-rata molekul yang menyusun tubuh. Disamping ungkapan internal, objek memancarkan tenaga sebagai fungsi suhunya. Tenaga yang dipancarkan merupakan ungkapan eksternal keadaan tenaga objek yang dapat diindera dari jarak jauh dan digunakan untuk menentukan suhu pancaran (radiant temperature) objek (Lillesand 1997).

27 11 Beberapa penelitian yang sudah dilakukan terkait dengan thermal memiliki hasil yang cukup nyata. Berdasarkan hasil penelitian Wardhana (2003) yang telah melakukan pengukuran suhu udara berdasarkan estimasi dari band 7 yang dikorelasikan dengan data suhu stasiun klimatologi, menghasilkan model regresi umum untuk kasus Kota Bogor tahun 2001 adalah y = 0,045x + 24,964 dengan y adalah suhu permukaan dan x adalah nilai digital number dari data band 7. Diperoleh kelas suhu di tahun 2001 yang tertinggi adalah kelas penutupan lahan industri dan pemukiman yaitu 27 C-29 C. Penelitian Okarda (2005) tentang distribusi suhu permukaan di Kabupaten Cianjur berdasarkan estimasi band 7 pada citra landsat 5 TM pada periode tahun 1997 dan Hasil penelitian diperoleh adalah distribusi suhu permukaan di Kabupaten Cianjur pada tahun 1997 dan 2001 berkisar antara 19 C hingga 30 C. Penelitian Wahyudi (2006) tentang menduga suhu udara menggunakan citra satelit TERRA/ASTER band 10 sampai band 14 untuk menduga suhu udara dari suhu permukaan digunakan persamaan untuk menduga suhu tanah pada kedalaman tertentu. Hasil dengan menggunakan band 14 nilai rata-rata suhu permukaan terlalu rendah yaitu 24 C. Penelitian Effendy (2007) tentang pengukuran suhu permukaan di JABOTABEK berdasarkan dugaan suhu udara yang diektrak dari landsat tahun 1991, 1997, dan Hasil penelitian menunjukkan nilai yang lebih rendah dari data sesungguhnya pada hasil pengukuran di stasiun yang tersebar di JABOTABEK pada waktu yang sama, sehingga mutlak dilakukan kalibrasi agar data hasil ektrak landsat sesuai dengan data observasi. Kalibrasi dilakukan dengan cara analisis regresi antara peubah prediktor suhu dengan hasil ektrak landsat sedangkan peubah respon suhu udara hasil observasi dari 12 stasiun di JABOTABEK. Penelitian Maulida (2008) tentang suhu permukaan di Kota Bandung berdasarkan korelasi antara NDVI dengan suhu permukaan serta estimasi band 6 pada citra landsat 7 ETM pada periode tahun 1997, 2002 dan Sebaran suhu permukaan di Kota Bandung berbentuk mengelompok yaitu di daerah rural meliputi selang suhu 14 C sampai dengan selang <22 C, daerah sub urban meliputi selang suhu 22 C sampai dengan <25 C, sedangkan daerah urban meliputi selang suhu 26 C sampai dengan selang 31 C.

28 12 Hasil penelitian Khusaini (2008) menyatakan bahwa secara umum di Kota Bogor tipe penutupan lahan yang mengalami perluasan yang paling banyak adalah tipe pemukiman, sejalan dengan meningkatnya penduduk dari tahun ke tahun, hal ini menunjukkan bahwa semakin besar luas pemukiman, maka suhu semakin meningkat. Penelitian Waluyo (2009) tentang distribusi suhu permukaan di Kota Semarang berdasarkan korelasi antara NDVI dengan suhu permukaan serta estimasi band 6 pada citra landsat 7 ETM pada periode tahun mempunyai nilai suhu antara 20,0 C- 34,0 C. Nilai suhu dengan luasan distribusi terbesar adalah suhu 34,0 C yang terdistribusi di seluruh wilayah Kota Semarang. 2.6 NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) NDVI merupakan salah satu parameter awal yang dapat ditentukan dari data satelit. Pigmen pada daun, klorofil, menyerap gelombang cahaya tampak (0,4 µm sampai 0,7 µm). Sementara itu, struktur sel daun memantulkan gelombang inframerah dekat (0,7 µm sampai 1,1 µm). Oleh karena itu, estimasi NDVI berbasis data satelit merupakan perhitungan kanal cahaya tampak dan inframerah dekat. Nilai NDVI menggambarkan tingkat kehijauan biomassa dan merupakan indikator yang baik untuk menentukan status (kesehatan, kerapatan) vegetasi pada suatu wilayah namun tidak berhubungan langsung dengan ketersediaan air tanah di wilayah tersebut (Hung 2000).

29 III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. 3.2 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut : 1. Data citra satelit LANDSAT ETM (+) path/row : 124/062, tanggal akuisisi 10 Mei 2001 dan 23 Agustus Data iklim daerah lokasi penelitian (suhu minimum, suhu maksimum, suhu rata-rata dan kelembaban udara relatif rata-rata). 3. Peta spasial administrasi Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan dan peta Rupa Bumi Kota Palembang dengan Skala 1: yang diperoleh dari Bappeda Kota Palembang dan Badan Planologi Kehutanan.

30 14 4. GPS (Global Positioning System) untuk penentuan koordinat di lapangan. 5. Seperangkat komputer untuk keperluan pemrosesan data dengan Software Erdas Imagine 9.1, ArcGis 9.3, DNR Garmin 5.4.1, SPSS 15, dan Microsoft Office Termometer untuk mengukur suhu dan termometer Dry/Wet untuk mengukur kelembaban. 3.3 Metode Penelitian Pemrosesan awal citra satelit dilakukan sebelum melakukan analisis, yaitu untuk mendapatkan informasi yang diinginkan dari suatu data citra. Beberapa tahapan yang dilakukan pada pemrosesan citra satelit yaitu : 1. Pemulihan citra (Image Restoring) Pada saat pengambilan citra oleh satelit, citra yang diambil akan mengalami perubahan, karena adanya distorsi radiometrik dan geometrik, sehingga perlu dilakukan koreksi terhadap kesalahan-kesalahan tersebut. 2. Penajaman citra (Image Enhancment) Penajaman citra dilakukan agar suatu obyek pada citra akan terlihat lebih tajam atau kontras. Hal ini akan memudahkan interpretasi secara visual untuk suatu tujuan tertentu. Beberapa teknik yang digunakan adalah penajaman kontras dan pembuatan warna semu (pseudocolour). 3. Pengambilan wilayah kajian Pengambilan wilayah kajian (subset) bertujuan untuk efisiensi besarnya citra satelit yang akan diolah. Citra satelit LANDSAT ETM path/row : 124/062 tahun 2001 dan 2010 di potong berdasarkan data vektor wilayah administrasi Kota Palembang. 4. Survey lapangan Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui kelas lahan yang ada di wilayah kajian. Diambil beberapa titik contoh kelas lahan yang ada di wilayah kajian, selanjutnya koordinat kelas lahan tersebut ditandai dengan menggunakan GPS. 5. Klasifikasi penutupan lahan Untuk mengetahui sebaran dan luasan penutupan lahan pada

31 15 penelitian ini dilakukan klasifikasi citra dengan menggunakan metode klasifikasi terbimbing (supervised classification). Pembuatan training area merupakan penentuan posisi contoh di lapangan dengan bantuan citra warna komposit dan peta penutupan lahan untuk setiap kelas penutupan lahan yang dibantu dengan data pengecekan lapang. Tahapan yang dilakukan dalam klasifikasi terbimbing menggunakan Software Erdas Imagine 9.1 : a. Pengenalan pola-pola spektral yang ditampilkan oleh citra dengan berpedoman pada titik kontrol yang diambil pada lokasi penelitian menggunkan GPS. b. Pemilihan daerah (area of interest) yang diidentifikasi sebagai satu tipe penutupan lahan berdasarkan pola-pola spektral yang ditampilkan oleh citra. c. Proses klasifikasi citra yang dilakukan dengan metode klasifikasi terbimbing berdasarkan pola-pola spektral dan titik GPS (sample). Pola-pola spektral yang digunakan untuk mengklasifikasikan wilayah kajian antara lain : 1) Lahan terbangun (pemukiman, area industri, pertokoan/perdagangan, dan perkantoran) 2) Rawa 3) Semak (belukar) 4) Lahan terbuka (lahan kosong/areal proyek) 5) Sawah 6) Badan air (sungai dan danau) 7) Vegetasi rapat (tumbuhan sejenis, perkebunan, dan hutan kota) tajuk cukup rindang dan kompak, berumur panjang, toleran terhadap keterbatasan sinar matahari dan air, jenis tanaman yang ditanam termasuk golongan evergreen bukan dari golongan tanaman yang menggugurkan daun (decidous), memiliki perakaran yang dalam, dan memiliki jarak tanam rata-rata < 3 m. 8) Vegetasi jarang (kebun campuran, jalur hijau, taman kota dan TPU) : tajuk cukup rindang dan kompak, tetapi tidak terlalu gelap, warna

32 16 hijau dengan variasi warna lain seimbang, jenis tanaman tahunan atau musiman, jarak tanam setengah rapat sehingga menghasilkan keteduhan yang optimal (> 3 m). 9) Awan 10) Bayangan awan 11) Kabut tipis d. Menggabungkan daerah-daerah yang memiliki tipe penutupan lahan yang sama (recode). e. Pengoreksian citra hasil klasifikasi dengan membandingkannya dengan citra sebelum diklasifikasi atau uji akurasi dengan memasukkan titik koordinat dari sample penutupan lahan di lapangan ke dalam citra yang telah diklasifikasikan lalu dihitung oleh program Accuracy Assesment pada Erdas. 6. Estimasi suhu permukaan Estimasi nilai suhu permukaan menggunakan Software Erdas Imagine 9.1. Langkah awal adalah membangun sebuah model pada model maker untuk mengkonversi nilai-nilai pixel band 6 landsat 7 ETM. Nilai DN (Digital Number) dikonversi menjadi nilai radiasi. Berikut adalah rumus yang digunakan untuk mengkonversi nilai digital menjadi nilai radiasi (USGS 2002). L λ Radiasi = gain x DN (digital number) + offset Dengan nilai gain sebesar 0,05518, digital number dengan band 6, dan nilai offset sebesar 1,2378, kemudian dilakukan konversi band 6 pada Landsat 7 ETM untuk mengetahui suhu permukaan (USGS 2002) : Keterangan : T : Suhu permukaan (K) K2 : Konstanta ( W/(m2*ster*µm) K1 : Konstanta ( K) : Spektral Radiasi (W/(m 2 *ster*µm)

33 17 7. Korelasi Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) dengan suhu permukaan NDVI digunakan untuk mengetahui kondisi vegetasi yang ada pada suatu wilayah. NDVI pada dasarnya menghitung seberapa besar penyerapan radiasi matahari oleh tanaman terutama bagian daun. Nilai NDVI berkisar antara -1 samapai +1. Jika nilai NDVI semakin besar (mendekati 1) maka wilayah tersebut semakin hijau dan semakin rapat tertutup vegetasi atau kanopi. Sebaliknya, nilai NDVI pada suatu wilayah yang jarang atau tidak terdapat vegetasi akan mendekati -1. Nilai NDVI merupakan perbedaan reflektansi dari kanal inframerah dekat dan kanal cahaya tampak (merah). Untuk menghitung NDVI digunakan persamaan : NDVI : (NIR VIS)/(NIR+VIS) Keterangan : NIR : Reflektansi kanal inframerah dekat/near infrared (Band 4) VIS : Reflektansi kanal cahaya tampak/infrared (Band 3) Selanjutnya dibuat persamaan regresi sederhana antara suhu dengan nilai NDVI. Persamaan tersebut berupa regresi sederhana dengan NDVI sebagai variabel bebas x dan suhu permukaan sebagai variabel tak bebas y dengan persamaan umum sebagai berikut : y = b0 + b1*x. 8. Estimasi kelembaban udara relatif (RH) Untuk mengetahui kelembaban relatif wilayah kajian, maka dilakukan pengukuran langsung sample data kelembaban di beberapa kelas lahan yang ada di dalam wilayah kajian. Masing-masing kelas lahan 2 ulangan. Selanjutnya estimasi nilai kelembaban berdasarkan hasil regresi antara suhu rata-rata, kelembaban rata-rata dari stasiun BMKG di Kota Palembang dan hasil pengukuran langsung. Regresi tersebut berupa regresi sederhana umum sebagai berikut : y = a + bx y adalah kelembaban sebagai variabel tak bebas, sedangkan x merupakan suhu udara sebagai variabel bebas. Selanjutnya hasil regresi dimasukkan ke dalam software Erdas untuk mendapatkan peta sebaran kelembaban. Nilai DN dari suhu permukaan digunakan sebagai nilai x atau variabel bebas untuk penentuan wilayah sebaran kelembaban.

34 18 9. Estimasi THI (Temperature Humidity Index) Penentuan THI dapat ditentukan dari nilai suhu udara dan kelembaban (RH) dengan persamaan sebagai berikut (Nieuwolt 1975 dalam Murdiyarso dan Suharsono 1992). Keterangan : T a : Suhu Udara ( o C) RH : Kelembaban relatif (%) Nilai suhu udara (Ta) menggunakan nilai DN dari suhu permukaan, sedangkan nilai kelembaban relatif (RH) menggunakan nilai DN kelembaban relatif. Selanjutnya dibuat peta distribusi suhu dan THI di Kota Palembang berdasarkan hasil perhitungan dan analisis yang telah dilakukan. Berdasarkan hasil penelitian Niewolt (1975), klasifikasi tingkat kenyamanan dibedakan menjadi empat kelas yaitu kelas sangat nyaman dengan nilai THI kurang dari 19, kelas nyaman dengan nilai THI antara 19 sampai 22, kelas sedang dengan nilai THI antara 23 sampai 26, dan kelas tidak nyaman dengan selang nilai THI lebih dari 27.

35 IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Letak dan luas Berdasarkan PP No. 23 tahun 1998 Kota Palembang memiliki wilayah sebesar Ha yang terdiri dari 16 kecamatan dan 103 kelurahan, terletak diantara 2 52 sampai 3 5 Lintang Selatan dan sampai Bujur Timur. Berdasarkan pasal 4 PP No. 23 tahun 1988 tanggal 6 Desember 1988 batas wilayah Kota Palembang bahwa : a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Pangkalan Benteng, Desa Gasing dan Desa Kenten Kecamatan Talang Kelapa Kabupaten Dati II Musi Banyuasin. b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Bakung Kecamatan Indralaya Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Kecamatan Gelumbung Kabupaten Dati II Muara Enim. c. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Balai Makmur Kecamatan Banyuasin I Kabupaten Dati II Musi Banyuasin. d. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sukajadi Kecamatan Talang Kelapa Kabupaten Dati II Musi Banyuasin Topografi Kota Palembang terletak pada dataran dengan relief permukaan yang relatif datar dan rendah, tempat-tempat yang agak tinggi terletak di bagian utara kota. Elevasi puncaknya sekitar mdpl dan rata-rata 8 mdpl. Sebagian kota Palembang digenangi air terlebih lagi bila hujan terus menerus (BPS 2009) Geologi dan Tanah Jenis tanah Kota Palembang berlapis alluvial, liat dan berpasir, terletak pada lapisan yang masih muda dan banyak mengandung minyak bumi. Tanah relatif datar dan rendah, tempat-tempat yang agak tinggi terletak di bagian utara kota (BPS 2009).

36 Iklim Palembang tergolong kedalam daerah yang beriklim tropis. Pada tahun 2008, suhu udara rata-rata 26,4 C sampai 27,8 C. Suhu udara maksimum bulanan pada tahun 2008 terjadi pada bulan Mei yaitu 34,5 C, sedangkan suhu udara minimum terjadi pada bulan Agustus yaitu 21,0 C. Kecepatan angin pada tahun 2008 setiap bulannya berkisar antara 2 knots hingga 5 knots. Selama tahun 2008 curah hujan berkisar antara 24 mm sampai 634 mm (BPS 2009) RTH Palembang RTH Kota Palembang sejak dari zaman kolonial cenderung mengalami penurunan, data penurunan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Proporsi RTH Kota Palembang dari zaman kolonial hingga tahun 2007 Zaman Tahun Proporsi RTH (%) Kolonial ,33 Kemerdekaan II , ,04 Kemerdekaan III ,94 Sumber : Meiliyani ,04 Perubahan proporsi RTH menurun dari zaman kolonial hingga kemerdekaan III dikarenakan banyaknya alih fungsi ruang terbuka hijau menjadi lahan terbangun (Meiliyani, 2008). Berdasarkan Tabel 1 proporsi RTH di Kota Palembang pada tahun 2007 masih di atas 30%, akan tetapi dilihat dari trend perubahannya, maka terjadi penurunan luasan dari masa ke masa. Berdasarkan hasil laporan Bappeda Kota Palembang, data luasan RTH pada tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 an RTH Kota Palembang tahun 2009 No. Guna Lahan (m 2 ) (%) 1 Hutan ,00 24,90 2 Rawa Perlindungan ,80 18,76 3 Pertanian & Perkebunan ,10 35,77 4 Hutan Kota ,20 11,01 5 Pemakaman ,30 6,76 6 Taman Kota ,05 2,80 Total ,45 100,00 Sumber : Bappeda Palembang 2009

37 Kependudukan Jumlah penduduk Kota Palembang pada pertengahan tahun 2007 adalah sebesar jiwa dengan laju pertumbuhan sebesar 1,88% dibandingkan dengan tahun Sedangkan pada pertengahan tahun 2008 jumlah penduduk Palembang sebesar jiwa (BPS 2009). Laju pertumbuhan penduduk ini, dipengaruhi oleh faktor kelahiran, kematian dan migrasi penduduk. Jumlah penduduk Kota Palembang periode tahun dapat dilihat seperti pada Tabel 3 berikut ini : Tabel 3 Jumlah penduduk Kota Palembang tahun No Kecamatan Jumlah Penduduk Ilir Barat II Gandus Seberang Ulu I Kertapati Seberang Ulu II Plaju Ilir Barat I Bukit Kecil Ilir Timur I Kemuning Ilir Timur II Kalidoni Sako Sukarami Sematang Borang Alang Alang Lebar Total Sumber : BPS 2009 Sejak tahun 2007 Kota Palembang di bagi menjadi 16 kecamatan. Penambahan dua kecamatan baru tersebut adalah Kecamatan Alang Alang Lebar dan Kecamatan Sematang Borang. Kecamatan tersebut merupakan pecahan dari kecamatan yang sudah ada sebelumnya, yaitu Kecamatan Sukaramai dan Kecamatan Sako.

38 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan Kota Palembang Menurut Lillesand dan Kiefer (1997), istilah penutupan lahan berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi, seperti bangunan perkotaan, danau, dan vegetasi, sedangkan istilah penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Menurut Lo (1995), penutupan lahan menggambarkan konstruksi lahan seluruhnya yang tampak secara langsung dari citra penginderaan jauh. Faktor penting untuk menentukan pemetaan penutupan lahan terletak pada pemilihan skema klasifikasi yang dirancang sesuai dengan tujuan penggunaan. Skema klasifikasi yang baik harus sederhana dalam penggunaan dan tidak sembarangan dalam menjelaskan setiap kategori penutupan dan penggunaan lahan. Tingkat kecermatan hasil peta berhubungan erat dengan skema klasifikasi yang mempertimbangkan skala peta akhir. Kota Palembang menurut Pemerintah daerah Palembang pada tahun 1998 sebesar ha, sedangkan berdasarkan peta administrasi yang diberikan oleh Bappeda Kota Palembang luasan Kota Palembang sebesar ,69 ha. Selisih antara data tersebut dapat disebabkan oleh adanya kesalahan perhitungan pada awal pembuatan peta administrasi atau dapat juga disebabkan kesalahan dalam menentukan batas-batas wilayah dalam pembentukan peta digital Kota Palembang. Interpretasi dan analisis citra yang dilakukan dengan menggunakan Landsat 7 ETM pada dua tahun yang berbeda, yaitu pada 10 Mei 2001 dan 23 Agustus 2010 serta kombinasi band 5, band 4 dan band 3. Berdasarkan hasil interpretasi Landsat melalui metode klasifikasi terbimbing, maka wilayah Kota Palembang dapat diklasifikasikan menjadi : 1. Lahan terbangun (pemukiman, area industri, pertokoan/perdagangan, dan perkantoran) 2. Rawa 3. Semak (belukar) 4. Lahan terbuka (lahan kosong/areal proyek)

39 23 5. Sawah 6. Badan air (sungai dan danau) 7. Vegetasi rapat (taman wisata alam, tegakan sejenis, dan hutan) 8. Vegetasi jarang (kebun campuran, jalur hijau, taman dan TPU) 9. Awan 10. Bayangan awan 11. Kabut (haze) Berdasarkan hasil klasifikasi tersebut, kemudian dilakukan uji akurasi overall classification accuracy dan overall kappa statistics untuk mengetahui tingkat ketepatan klasifikasi dengan keadaan sebenarnya di lapangan. Pada tahun 2001 hasil akurasi klasifikasi tersebut berturut-turut sebesar 91,09% dan 88,59% sedangkan pada tahun 2010 sebesar 95,05% dan 93,97%. Akurasi atau ketelitian dalam klasifikasi merupakan hal penting dalam menilai hasil dari pemrosesan citra penginderaan jauh bagi suatu sistem penutupan lahan yang disusun berdasarkan data penginderaan jauh. Kriteria yang ditetapkan oleh Badan Survey Geologi Amerika Serikat (USGS) untuk tingkat ketelitian interpretasi minimum tidak kurang dari 85% dan ketelitian interpretasi untuk beberapa kategori kurang lebih sama. Apabila tingkat akurasi kappa kurang dari 85%, hal tersebut dikarenakan beberapa sebab, yaitu pengambilan data GPS yang kurang banyak atau karena perbedaan waktu/jeda antara tanggal penyiaman citra dan pengambilan data di lapangan yang berbeda. Palembang merupakan kota besar yang terus mengalami perubahan kondisi tutupan lahan. Pada penelitian ini, akuisisi citra tahun 2001 sedangkan pengambilan data GCP pada tahun 2010, telah menghasilkan nilai akurasi yang kecil. Hal tersebut dikarenakan pada periode telah terjadi banyak perubahan lahan di Kota Palembang. Penjelasan mengenai tipe tutupan lahan di Kota Palembang adalah sebagai berikut : 1. Area terbangun Area terbangun merupakan daerah yang digunakan secara intensif dan banyak lahan yang tertutup oleh bangunan. Pengklasifikasian penutupan lahan di wilayah Kota Palembang untuk tipe area terbangun meliputi, area perdagangan, area permukiman, area perkantoran, jalan raya, area industri dan perdesaan. Area

40 24 terbangun memliki kenampakan dengan ukuran yang cukup luas di bagian tengah lokasi penelitian sehingga dapat diindikasikan sebagai daerah perkotaan. Berdasarkan hasil interpretasi citra landsat 7 ETM tahun 2001 dan 2010 tipe penutupan lahan area terbangun dicirikan dengan warna merah, sedangkan dalam pengklasifikasian diberi warna merah gelap. Gambar 2 Area terbangun (permukiman) di pinggir Sungai Musi. 2. Rawa Kategori tutupan lahan rawa merupakan salah satu tipe tutupan vegetasi yang berair atau cenderung tergenang air. Daerah rawa ini biasanya dijadikan sebagai daerah resapan air. Wilayah Kota Palembang merupakan daerah dataran rendah yang memiliki daerah rawa yang cukup luas. Dari hasil interpretasi citra Landsat tahun 2001 dan 2010 kategori rawa berwarna hijau kecokelatan, sedangkan dalam pengklasifikasian diberi warna abu-abu. Gambar 3 Rawa yang ada di pinggir jalan Kecamatan Gandus. 3. Semak Tipe semak berupa rumput atau ilalang yang tumbuh liar, serta diselingi oleh tumbuhan perdu. Pada tipe ini penduduk sering membuat tegalan atau kebun-kebun kecil di tengah-tengah semak tersebut. Tegalan tersebut tidak terlalu

41 25 luas dan letaknya terpencar-pencar serta cenderung tidak beraturan. Semak di wilayah Palembang umumnya merupakan rawa yang sudah tidak berair lagi, sehingga tanahnya menjadi kering dan ditumbuhi oleh ilalang/rumput yang lama kelamaan menjadi semak. Hasil interpretasi dari citra landsat tahun 2001 dan 2010 semak tersebut berwarna hijau muda kekuningan, sedangkan dalam klasifikasi diberi warna hijau kekuningan. Gambar 4 Semak di Kecamatan Alang Alang Lebar. 4. Lahan terbuka Lahan terbuka (kosong) dalam tipe penutupan lahan ini merupakan lahan yang tidak termanfaatkan dan dalam kondisi tidak bervegetasi seperti lapangan, tanah gundul dan area tempat proyek pembangunan. Tipe penutupan lahan terbuka pada citra landsat 7 ETM tahun 2001 dan 2010 di Kota Palembang dicirikan dengan warna kuning kecokelatan, sedangkan dalam pengklasifikasiannya dicirikan dengan warna merah muda. Gambar 5 Lahan kosong di Kecamatan Ilir Barat Sawah Kelas sawah terdiri dari kelas sawah irigasi ataupun tadah hujan. Selain itu sawah juga dibedakan berdasarkan sawah yang belum ditanami dan sawah yang siap panen. Sawah yang diinterpretasi berupa sawah yang memiliki tanaman padi

42 26 dan sawah basah (belum ada tanaman padinya). Sawah pada citra landsat 7 ETM tahun 2001 dan 2010 dicirikan dengan warna biru keunguan untuk sawah (basah) dan warna hijau muda keunguan untuk sawah, sedangkan dalam pengklasifikasiannya dicirikan dengan warna biru keabuan-abuan. Gambar 6 Sawah di Kecamatan Kertapati. 6. Badan air Kategori badan air berupa sungai dan danau kecil yang ada di dalam wilayah Kota Palembang. Sungai dan danau pada landsat 7 ETM 2001 dan 2010 dicirikan dengan warna biru tua. Setelah diklasifikasikan warnanya tidak jauh berubah menjadi warna biru tua juga. Gambar 7 Sungai Musi dan Jembatan Ampera. 7. Vegetasi rapat Kategori vegetasi rapat merupakan penutupan lahan yang berupa hutan alam, perkebunan, dan tegakan sejenis yang rapat. Berdasarkan hasil interpretasi citra landsat 7 ETM tahun 2000 dan 2009 kelas ini berwarna hijau gelap, sedangkan untuk klasifikasinya digunakan warna hijau tua.

43 27 Gambar 8 Tegakan pinus TWA Punti Kayu. 8. Vegetasi jarang Tipe penutupan lahan untuk vegetasi jarang di Kota Palembang dikategorikan menjadi kebun campuran, jalur hijau, taman kota, TPU (Tempat Pemakaman Umum) dan campuran antara tanaman keras (berkayu) dan non keras (berkayu). Berdasarkan interpretasi citra landsat 7 ETM tahun 2001 dan 2010 tipe penutupan lahan untuk vegetasi jarang dicirikan dengan warna hijau muda. Dalam proses pengklasifikasian, vegetasi jarang juga dicirikan dengan warna hijau muda. Gambar 9 Taman Kota Kambang Iwak. 9. Awan Tipe ini tergolong kedalam kelas tidak ada data. Tipe ini terbentuk karena adanya pengaruh cuaca, iklim lokal pada wilayah pengambilan citra dan wilayah Indonesia yang memiliki tingkat awan yang cukup tinggi (Nurcahyono 2003). Awan pada hasil interpretasi berwarna putih, sedangkan pada hasil klasifikasi juga tetap diberi warna putih.

44 Bayangan awan Tipe ini juga merupakan tipe yang tergolong kedalam tidak ada data. Bayangan awan bisanya terbentuk karena adanya awan. annya tidak begitu berbeda dengan awan. Dari hasil interpretasi bayangan awan berwarna hitam, begitu juga dengan hasil klasifikasinya. 11. Kabut Kabut tergolong ke dalam tipe tidak ada data. Pada citra landsat kabut terlihat samar-samar berwarna putih menyerupai awan. Pada kombinasi band 5,4,3 tidak terlihat adanya kabut tipis, akan tetapi pada band 6 yang diolah untuk melihat sebaran suhu, terlihat jelas ada kabut tipis pada citra. Hal tersebut berakibat pada klasifikasi suhu yang menjadi sangat rendah atau menjadi sangat tinggi Penutupan lahan Kota Palembang tahun 2001 dan 2010 Penutupan lahan wilayah Kota Palembang pada tahun 2001 berdasarkan klasifikasi Landsat 7 ETM dengan perekaman tanggal 10 Mei 2001 dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini : Tabel 4 penutupan lahan Kota Palembang tahun 2001 No. Tutupan Lahan ha % 1 Tidak ada data ,15 39,34 2 Vegetasi Rapat 8.614,17 23,38 3 Area Terbangun 5.660,19 15,37 4 Vegetasi Jarang 2.782,62 7,55 5 Rawa 2.154,96 5,85 6 Semak 1.648,44 4,47 7 Badan Air 726,03 1,97 8 Sawah 397,98 1,08 9 Lahan Terbuka 359,55 0,98 Total ,09 100,00 Data-data mengenai luasan tipe penutupan lahan per wilayah kecamatan dapat dilihat pada Lampiran 1. Berdasarkan Tabel 4, tipe tutupan lahan tidak ada

45 29 data memiliki luas sebesar ,15 ha atau sebesar 39,34% dari luas wilayah Kota Palembang. Tutupan lahan tidak ada data berada pada urutan pertama dari keseluruhan tipe penutupan di wilayah Kota Palembang. Hal ini disebabkan karena pada saat pengambilan citra/perekaman terdapat awan, bayangan awan dan kabut tipis menutupi tipe tutupan lahan lain yang ada di bawahnya. Tipe penutupan lahan yang cukup luas setelah tipe tidak ada data adalah vegetasi rapat sebesar 8.614,17 ha atau sebesar 23,38% dari luas wilayah Kota Palembang. Tipe ini memiliki luas paling besar kedua setelah kelas tidak ada data. Vegetasi rapat menyebar secara berkelompok di bagian barat, timur dan utara. Kecamatan yang memliki tutupan lahan vegetasi rapat yang paling luas adalah Kecamatan Ilir Barat I sebesar 2.247,48 ha atau 26,09% dari luas seluruh vegetasi rapat di wilayah Kota Palembang. Penutupan lahan lain yang cukup luas adalah tipe area terbangun yang memiliki luas sebesar 5.660,19 ha atau sebesar 15,37% dari luas wilayah kota Palembang. Area terbangun menyebar secara berkelompok di bagian tengah wilayah kota Palembang. Hal ini disebabkan karena pusat pemerintahan, perdagangan, pendidikan dan permukiman berada di sekitar wilayah ini. Kecamatan yang memiliki tutupan lahan area terbangun yang paling luas adalah Kecamatan Sukaramai sebesar 573,66 ha atau sebesar 10,13% dari luas keseluruhan area terbangun di Kota Palembang. Ada beberapa kecamatan yang memiliki luas area terbangun cukup besar apabila dibandingkan dengan luas wilayahnya, antara lain Kecamatan Ilir Timur 1 luas area terbangun sebesar 389,07 ha atau 66% dari luas wilayah kecamatan Ilir Timur 1. Kecamatan Ilir timur 1 merupakan pusat perdagangan kota Palembang sehingga area terbangun di wilayah ini cukup besar. Kecamatan lain yang memiliki wilayah area terbangun cukup luas ada di Kecamatan Kemuning sebesar 319,95 ha atau sebesar 45,19% dari keseluruhan wilayah Kecamatan Kemuning. Kecamatan Bukit Kecil memiliki luas area terbangun yang cukup besar juga yaitu 144,36 ha atau sebesar 58,78% dari luas wilayah kecamatan Bukit Kecil. Selain itu, Kecamatan Ilir Barat 2 juga memiliki luas area terbangun sebesar 158,49 ha atau sebesar 38,47% dari luas wilayahnya.

46 30 Tipe tutupan lahan vegetasi jarang di Kota Palembang mempunyai luas sebesar 2.782,62 ha atau sebesar 7,55% dari luas wilayah Kota Palembang. Penutupan lahan vegetasi jarang di Kota Palembang berupa kebun campur (memiliki strata tajuk yang ditumbuhi oleh berbagai jenis tanaman berkayu non hutan), jalur hijau, taman kota dan TPU (Tempat Pemakaman Umum). Tutupan lahan vegetasi jarang menyebar merata hampir di seluruh wilayah sebaran Kota Palembang. Kecamatan yang memiliki tutupan lahan vegetasi jarang yang paling luas adalah Kecamatan Sukaramai sebesar 736,74 ha atau sebesar 26,48% dari luas keseluruhan vegetasi jarang di wilayah Kota Palembang. Selain itu, kecamatan yang memiliki luas tutupan lahan vegetasi jarang yang cukup luas lainnya adalah Kecamatan Sematang Borang sebesar 349,83 ha atau sebesar 12,57% dari luas keseluruhan vegetasi rapat di wilayah Kota Palembang. Tutupan lahan rawa merupakan salah satu tipe tutupan lahan yang memiliki luas sebesar 2.154,96 ha atau sebesar 5,85% dari luas wilayah Kota Palembang. Kota Palembang memiliki wilayah rawa yang cukup luas dan tersebar di bagian barat dan timur serta di pinggir sungai Musi. Kecamatan yang memiliki luas rawa paling besar adalah Kecamatan Gandus sebesar 665,55 ha atau sebesar 30,88% dari luas keseluruhan rawa di wilayah Kota Palembang. Selain itu, Kecamatan yang memliki luas tutupan rawa yang cukup besar adalah kecamatan Kertapati yaitu sebesar 550,35 ha atau sebesar 25,53% dari luas keseluruhan rawa di Kota Palembang. Kecamatan lain hanya memiliki luas tutupan lahan rawa sekitar ha/kecamatan. Tutupan lahan semak merupakan salah satu tipe kelas penutupan lahan yang terdapat di wilayah Kota Palembang yang memiliki luas sebesar 1.648,44 ha atau sebesar 4,47% dari luas wilayah Kota Palembang. Tutupan lahan semak tersebar berkelompok di bagian utara, barat dan timur wilayah Kota Palembang. Kecamatan yang memiliki wilayah tutupan lahan semak yang paling luas adalah Kecamatan Ilir Barat 1 sebesar 277,38 ha atau sebesar 16,82% dari luas keseluruhan semak di wilayah Kota Palembang, sedangkan kecamatan lain hanya memiliki tutupan lahan semak sekitar ha/kecamatan. Tutupan lahan badan air di wilayah Kota Palembang sebagian besar merupakan Sungai Musi yang melintasi dan membelah wilayah Kota Palembang

47 31 menjadi beberapa bagian. Badan air memiliki luas sebesar 726,03 ha atau sebesar 1,97% dari luas wilayah Kota Palembang. Berdasarkan hasil interpretasi citra, kecamatan yang memiliki luasan badan air paling besar adalah Kecamatan Gandus sebesar 207,63 ha atau sebesar 28,60% dari keseluruhan badan air di Kota Palembang, sedangkan kecamatan lain hanya memiliki tutupan lahan badan air sekitar ha/kecamatan. Tutupan lahan sawah umumnya terletak di daerah yang dekat dengan rawa di wilayah Kota Palembang. tutupan sawah di wilayah Kota Palembang sebesar 397,98 ha atau sebesar 1,08% dari luas wilayah Kota Palembang. Tutupan sawah juga umumnya terletak di sempadan Sungai Musi dan anak Sungai Musi. Tutupan sawah tersebar secara mengelompok di bagian selatan Kota Palembang. Kecamatan yang memiliki luas tutupan sawah yang paling luas adalah Kecamatan Kertapati sebesar 195,48 ha atau sebesar 49,11% dari luas keseluruhan sawah di Kota Palembang, sedangkan kecamatan lainnya hanya memiliki tutupan lahan sawah berkisar antara ha/kecamatan. Selain itu, terdapat juga tipe tutupan lahan berupa lahan terbuka di wilayah Kota Palembang yang memiliki wilayah yang paling kecil luasannya dibandingkan dengan jenis tutupan lahan yang lain. Tutupan lahan terbuka tersebar secara mengelompok di bagian utara dan barat wilayah Kota Palembang. wilayah tutupan lahan terbuka sebesar 359,55 ha atau sebesar 0,98% dari wilayah Kota Palembang. Kecamatan yang memiliki wilayah lahan terbuka yang paling luas adalah kecamatan Sukaramai sebesar 119,70 ha atau 33,29% dari luas keseluruhan lahan terbuka di wilayah Kota Palembang. Kecamatan lain yang memiliki wilayah lahan terbuka cukup besar adalah Kecamatan Alang Alang Lebar sebesar 54,45 ha atau 15,14% dari luas keseluruhan lahan terbuka di wilayah Kota Palembang.

48 32 Gambar 10 Peta tutupan lahan Kota Palembang tahun

49 33 Penutupan lahan wilayah Kota Palembang pada tahun 2010 berdasarkan klasifikasi Landsat 7 ETM dengan penyiaman tanggal 23 Agustus 2010 disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 penutupan lahan Kota Palembang tahun 2010 No Tutupan Lahan ha % 1 Tidak ada data ,15 39,35 2 Area Terbangun 7.068,96 19,19 3 Vegetasi Jarang 5.045,58 13,70 4 Rawa 3.481,83 9,45 5 Vegetasi Rapat 3.290,94 8,93 6 Lahan Terbuka 1.179,36 3,20 7 Badan Air 767,07 2,08 8 Semak 755,01 2,05 9 Sawah 753,03 2,04 Total ,93 100,00 Berdasarkan data pada Tabel 5, tipe penutupan lahan yang paling luas adalah tipe lahan tidak ada data sebesar ,15 ha atau sebesar 39,35% dari luas wilayah Kota Palembang. Awan, bayangan awan dan kabut pada saat perekaman citra cukup banyak tersebar sehingga menutupi tutupan lahan yang yang ada di bawahnya. Penutupan lahan lain yang cukup luas adalah tipe area terbangun yang memiliki luas sebesar 7.068,68 ha atau sebesar 19,19% dari luas wilayah Kota Palembang. tutupan lahan area terbangun merupakan luas tertinggi setelah tipe lahan tidak ada data. Area terbangun cenderung menyebar hampir merata di setiap kecamatan, akan tetapi pada bagian tengah wilayah Kota Palembang tetap memiliki persentase luasan lahan terbangun yang cukup besar. Kecamatan Ilir Barat 1 memiliki luasan area terbangun terbesar, yaitu sebesar 1.201,41 ha atau 17% dari luas area terbangun di wilayah Kota Palembang. Kecamatan Sukaramai juga merupakan kecamatan yang memiliki luas area terbangun cukup luas sebesar 1.029,78 ha atau 14,56% dari luas wilayah Kota Palembang. Apabila luas area terbangun dibandingkan dengan luas wilayah kecamatan, maka kecamatan yang memiliki luasan area terbangun paling besar adalah Kecamatan Bukit Kecil

50 34 sebesar 138,33 ha atau 56,32% dari luas wilayah Kecamatan Bukit Kecil, sedangkan kecamatan lain memiliki luasan area terbangun berkisar antara ha/kecamatan. Tutupan lahan vegetasi jarang merupakan jenis tutupan lahan yang memiliki luasan cukup besar setelah area terbangun. Vegetasi jarang memiliki luas sebesar 5.045,58 ha atau 13,70% dari luas wilayah Kota Palembang. Tutupan vegetasi jarang tersebar secara berkelompok di bagian barat dan timur wilayah Kota Palembang. Vegetasi jarang umumnya merupakan vegetasi rapat yang telah dirambah dan diubah menjadi kebun campur atau menjadi area terbangun. Kecamatan lain yang memiliki luas wilayah vegetasi jarang paling besar adalah Kecamatan Alang-alang Lebar sebesar 429,66 ha atau sebesar 8,52% dari luas vegetasi rapat di Palembang. Kecamatan ini merupakan kecamatan yang baru terbentuk. Kecamatan lain yang baru terbentuk adalah Kecamatan Sematang Borang. Adanya pembentukan desa dan pembukaan lahan baru yang terus dilakukan mengakibatkan perubahan vegetasi rapat menjadi vegetasi jarang. Berdasarkan hasil interpretasi citra tahun 2010 diketahui bahwa luasan tutupan vegetasi jarang pada kecamatan ini sebesar 412,65 ha atau sebesar 8,18% dari luas vegetasi jarang di Kota Palembang. Selain itu, kecamatan lain yang memiliki luas tutupan vegetasi jarang yang cukup luas adalah Kecamatan Sako sebesar 241,38 ha atau 4,8% dari luas vegetasi jarang di Kota Palembang. Tutupan lahan rawa merupakan kelas lahan yang cukup besar di wilayah Kota Palembang. Wilayah Kota Palembang tergolong ke dalam dataran rendah karena memiliki tinggi antara 4-12 mdpl, sehingga banyak terdapat rawa. Penyebarannya di bagian selatan,barat dan timur Kota Palembang. wilayah tutupan rawa sebesar 3.481,83 ha atau 9,45% dari luas wilayah Kota Palembang. Kecamatan Gandus memiliki luas wilayah tutupan rawa sebesar 806,67 ha atau sebesar 23,17% dari luas rawa di Kota Palembang. Kecamatan Gandus merupakan kecamatan yang memiliki wilayah rawa terbesar diantara kecamatan lain di wilayah Kota Palembang. Tutupan lahan vegetasi rapat merupakan kelas yang terdapat di bagian barat, timur dan utara wilayah Kota Palembang dan berkelompok di daerah pinggiran kota. Tutupan vegetasi rapat berdasarkan hasil interpretasi citra tahun

51 adalah sebesar 3.290,94 ha atau sebesar 8,93 % dari luas wilayah Kota Palembang. Kecamatan yang memiliki luas vegetasi yang paling besar adalah Kecamatan Ilir Barat 1 sebesar 950,67 ha atau 28,89% dari luas vegetasi rapat di Kota Palembang. Selain itu, Kecamatan Gandus juga memiliki luas vegetasi rapat yang cukup besar, yaitu 758,25 ha atau sebesar 23,04% dari luas vegetasi rapat di Kota Palembang. Kecamatan lain yang memiliki luas vegetasi rapat di atas 10% adalah Kecamatan Sukaramai sebesar 606,42 ha atau 18,43% dari luas vegetasi rapat di Kota Palembang. Kecamatan lainnya hanya memiliki luas vegetasi rapat kurang dari 10% luas wilayahnya. Tutupan lahan terbuka (kosong) di Kota Palembang tersebar di tiap-tiap kecamatan. Lahan terbuka ini merupakan areal proyek dan lahan kosong yang tidak digunakan serta tandus (tidak ada tumbuhan). Lahan terbuka yang paling luas berada di Kecamatan Sukaramai sebesar 223,38 ha atau 18,94% dari luas lahan terbuka di wilayah Kota Palembang. Kecamatan Alang Alang Lebar sebesar 121,59 ha atau 10,31% dari wilayah lahan terbuka di Kota Palembang, sedangkan kecamatan lain memiliki tutupan lahan terbuka sekitar ha/kecamatan. Tutupan lahan badan air di wilayah Kota Palembang berdasarkan hasil interpretasi citra ETM tahun 2010 mempunyai luas sebesar 767,07 ha atau 2,08% dari luas wilayah Kota Palembang. Kecamatan yang memiliki luas badan air terbesar adalah Kecamatan Kertapati sebesar 216,45 ha atau 28,22% dari luas badan air di Kota Palembang. Badan air berupa sungai dan danau buatan seperti yang ada di Kecamatan Ilir Barat 2. Tutupan lahan semak merupakan salah satu tipe penutupan lahan yang terdapat di wilayah Kota Palembang yang memiliki luas sebesar 755,01 ha atau sebesar 2,05% dari luas wilayah Kota Palembang. Tutupan lahan semak tersebar berkelompok di bagian utara, barat dan timur wilayah Kota Palembang. Kecamatan yang memiliki wilayah tutupan lahan semak yang paling luas adalah Kecamatan Sematang Borang sebesar 104,85 ha atau sebesar 13.89% dari luas wilayah Kecamatan Sematang Borang. Tutupan lahan sawah di Kota Palembang berdasarkan hasil interpretasi citra 7 ETM tahun 2010 mempunyai luas sebesar 753,03 ha atau 2,04 % dari luas wilayah Kota Palembang. Kecamatan yang memiliki luas wilayah sawah yang

52 36 paling besar adalah Kecamatan Kertapati sebesar 217,44 ha atau 28,88% dari luas sawah di Kota Palembang. Dalam penelitian ini dilakukan interpretasi pada sawah yang ada tanaman padinya dan sawah basah (belum ada tanaman padinya). Sawah yang ditemukan di wilayah Kertapati umumnya berbatasan dengan rawa, vegetasi rapat dan badan air.

53 37 Gambar 11 Peta tutupan lahan Kota Palembang tahun

54 Perubahan penutupan lahan Kota Palembang Berdasarkan hasil klasifikasi citra satelit Landsat 7 ETM tahun 2001 dan 2010 Kota Palembang mengalami perubahan penutupan lahan pada setiap tipe penutupan lahannya. Dalam kurun waktu dari tahun telah terjadi peningkatan dan penurunan luas wilayah penutupan lahan di Kota Palembang. Tabel 6 Perubahan penutupan lahan Kota Palembang tahun No Tutupan Lahan Perubahan % % % 1 Tidak ada data ,15 39, ,15 39,35 0,00 0,00 2 Badan Air 726,03 1,97 767,07 2,08 41,04 5,35 3 Area Terbangun 5.660,19 15, ,96 19, ,77 22,76 4 Vegetasi Jarang 2.782,62 7, ,58 13, ,96 44,85 5 Vegetasi Rapat 8.614,17 23, ,94 8, ,13-167,80 6 Rawa 2.154,96 5, ,83 9, ,87 38,14 7 Sawah 397,98 1,08 753,03 2,04 355,11 47,16 8 Semak 1.648,44 4,47 755,01 2,05-893,43-118,33 9 Lahan Terbuka 359,55 0, ,36 3,20 819,81 69,51 Total ,93 100, ,93 100, Keterangan : (+) luas wilayah meningkat, (-) luas wilayah menurun Perubahan tersebut disebabkan karena adanya perubahan atau konversi lahan dan adanya awan yang menutupi tutupan lahan di bawahnya saat perekaman citra. Hal tersebut mempengaruhi luasan tutupan lahan lainnya. Oleh sebab itu dilakukan upaya untuk menyamakan jumlah awan (tutupan lahan tidak ada data) pada tahun 2001 dan Setelah jumlah awan tersebut sudah sama maka perhitungan luasan perubahan tutupan lahan yang didapat disajikan pada Tabel 6 dan diperlihatkan pada Gambar 16 berupa perubahan peta penutupan lahan. Peta penutupan lahan yang satu menjadi penutupan lahan lain dapat dianalisis secara visual dengan melihat peta perbandingan penutupan lahan dari kedua tahun tersebut. Selain itu, data mengenai konversi tutupan lahan menjadi tutupan lahan yang lain pada periode dapat dilihat pada Lampiran 2. Perubahan penutupan lahan yang terbesar dalam periode di Kota Palembang terjadi pada penutupan lahan vegetasi rapat, yaitu seluas 8.641,17 ha menjadi hanya sebesar 3.290,94 ha. Telah terjadi penurunan yang sangat besar selama selang waktu tersebut, yaitu sebesar 5.522,23 ha (167,80%).

55 39 Perubahan vegetasi rapat ini kemungkinan terjadi karena konversi menjadi area terbangun, area pertanian (sawah), pembukaan lahan baru (hutan), pembalakan hutan dan kebakaran hutan, sehingga tutupan lahan yang awalnya merupakan vegetasi rapat menjadi tutupan lahan berupa vegetasi jarang. Data mengenai penurunan luas vegetasi rapat per wilayah kecamatan dapat dilihat pada Gambar Kecamatan Alang - Alang Lebar Kecamatan Bukit Kecil Kecamatan Gandus Kecamatan Ilir Barat 1 Kecamatan Ilir barat 2 Kecamatan Ilir Timur 1 Kecamatan Ilir timur 2 Kecamatan Kalidoni Kecamatan Kemuning Kecamatan Kertapati Kecamatan Plaju Kecamatan Sako Kecamatan Seberang Ulu 1 Kecamatan Seberang Ulu 2 Kecamatan Sematang Borang Kecamatan Sukaramai Kecamatan Gambar 12 Diagram penurunan jumlah vegetasi rapat di Kota Palembang tahun Penurunan vegetasi rapat secara tidak langsung juga meningkatkan luasan vegetasi jarang sebesar 2.262,96 ha (44,85%). Berdasarkan hasil interpretasi pada tahun 2010 sekitar 2.521,98 ha vegetasi rapat telah berubah menjadi kelas lahan vegetasi jarang. Peningkatan ini kemungkinan merupakan salah satu akibat dari pembukaan lahan baru untuk pertanian, perkebunan, kebun campur, pemukiman dan pembalakan. Selain itu, perubahan juga berasal dari area terbangun yang berubah menjadi vegetasi jarang sebesar 752,4 ha. Hal tersebut merupakan tindakan penghijauan dari Pemda dan perusahaan-perusahaan yang ada di Kota Palembang untuk menjaga lingkungan, seperti pembuatan jalur hijau dan taman kota. Data mengenai peningkatan luasan vegetasi jarang per wilayah kecamatan dapat dilihat pada Gambar 13.

56 Kecamatan Gambar 13 Diagram peningkatan jumlah vegetasi jarang di Kota Palembang tahun Berdasarkan hasil interpretasi citra tahun 2001 dan 2010, kecamatan yang mengalami peningkatan luasan vegetasi jarang paling besar adalah Kecamatan Ilir Barat 1 sebesar 511,38 ha. Sebesar 1.007,91 ha luas tutupan vegetasi jarang Kecamatan Ilir Barat 1 pada tahun 2010, sekitar 61,59% merupakan konversi dari vegetasi rapat dan hanya sekitar 11,17% yang berasal dari konversi lahan terbangun seperti jalur hijau dan taman kota. Beberapa kecamatan lain yang mengalami peningkatan luasan vegetasi jarang cukup besar adalah Kecamatan Alang Alang Lebar sebesar 220,95 ha, Kecamatan Gandus sebesar 502,83 ha, Kecamatan Kalidoni 167,76 ha, dan Kecamatan Kertapati 236,34 ha. Kecamatan yang mangalami konversi peningkatan vegetasi jarang yang paling kecil adalah Kecamatan Bukit Kecil sebesar 8,55 ha. Selain vegetasi jarang yang meningkat, tutupan rawa juga meningkat. Peningkatan luas tutupan rawa sebesar 1.327,87 ha (38,14%) selama periode Berdasarkan hasil analisis citra, telah terjadi konversi tipe lahan yang cukup besar dari tutupan lahan vegetasi rapat sebesar 1.207,8 ha berubah menjadi rawa. Awalnya (2001) Kota Palembang memiliki vegetasi rapat yang cukup besar

57 41 (8.614,17 ha), namun karena terjadi pembukaan lahan baru dan kebakaran hutan yang cukup besar sekitar tahun 2005 yang menyebabkan air hujan yang awalnya dapat diserap oleh tanah dan tumbuhan sekarang tidak dapat terserap dengan baik dan menjadi genangan atau rawa. Data mengenai peningkatan rawa per wilayah kecamatan dapat dilihat pada Gambar Kecamatan Gambar 14 Diagram peningkatan jumlah rawa di Kota Palembang tahun Kecamatan yang mengalami konversi peningkatan rawa yang paling besar adalah Kecamatan Ilir Barat 1 sebesar 260,55 ha. Selain itu Kecamatan Sukaramai dan Kecamatan Gandus juga mengalami peningkatan rawa yang cukup besar yang berturut-turut sebesar 235,62 ha dan 141,12 ha. Kecamatan yang mengalami perubahan luasan paling kecil adalah Kecamatan Bukit Kecil sebesar 0,36 ha. Selain itu, tipe vegetasi rapat juga terkonversi menjadi tipe area terbangun yang cukup besar, yaitu sebesar 1.999,08 ha. Banyaknya pembalakan dan pembukaan lahan baru untuk dijadikan area terbangun menjadi salah satu penyebab tingginya penurunan luasan vegetasi rapat pada tahun Data mengenai perubahan konversi tutupan lahan menjadi lahan terbangun dapat dilihat pada Tabel 7.

58 42 Tabel 7 an konversi penutupan lahan menjadi area terbangun Kota Palembang periode No Tipe Tutupan Lahan Konversi Area Terbangun 1 Badan air 14,94 2 Vegetasi jarang 585,09 3 Vegetasi rapat 1.999,08 4 Rawa 311,22 5 Sawah 52,74 6 Semak 310,05 7 Lahan terbuka 170,01 Total 3.443,13 Kecamatan yang mengalami konversi vegetasi rapat menjadi area terbangun yang terbesar terdapat pada Kecamatan Ilir Barat 1, yaitu sebesar 492,3 ha. Selain itu, beberapa kecamatan lain yang memiliki tingkat konversi tutupan lahan menjadi area terbangun cukup besar adalah Kecamatan Sukaramai sebesar 427,32 ha, Kecamatan Alang Alang Lebar sebesar 257,49 ha, dan Kecamatan Gandus sebesar 276,75 ha. Kecamatan yang mengalami konversi terkecil adalah Kecamatan Bukit Kecil sebesar 3,69 ha. Kecamatan Bukit Kecil tergolong ke dalam wilayah pusat kota yang sudah padat bangunan, sehingga pertumbuhan lahan terbangunnya paling kecil, karena wilayah ini sudah padat dengan bangunan. Perubahan lahan menjadi area terbangun hampir merata di setiap kecamatan. Perubahan tersebut umumnya terjadi di daerah pinggiran Kota Palembang yang disebabkan oleh pembangunan pemukiman dengan cara membuka kawasan vegetasi rapat, sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan luasan vegetasi rapat yang sangat besar menjadi lahan terbangun dan vegetasi jarang. Selama kurun waktu 2001 sampai 2010 Kota Palembang juga mengalami penurunan luas tutupan lahan berupa semak sebesar 893,43 ha. Konversi lahan menjadi semak yang paling besar berasal dari vegetasi rapat sebesar 250,65 ha. Selain itu, Kota Palembang juga mengalami peningkatan luas tutupan lahan berupa badan air, sawah dan lahan terbuka. Tutupan lahan yang mengalami

59 43 peningkatan luas cukup besar adalah lahan terbuka, yaitu sebesar 828,81 ha. Konversi lahan menjadi lahan terbuka yang paling besar berasal dari lahan terbangun sebesar 170,10 ha. Lahan terbuka di wilayah Kota Palembang banyak yang berasal dari Lahan terbangun yang telah dirobohkan dan siap untuk dibangun kembali.

60 44 Gambar 15 Peta tutupan lahan Kota Palembang tahun 2001 dan

61 Distribusi Suhu Permukaan Distribusi suhu permukaan Kota Palembang tahun 2001 dan 2010 Berdasarkan hasil interpretasi dan analisis citra Landsat 7 ETM pada periode tahun 2001 dan 2010 pada wilayah Kota Palembang untuk klasifikasi suhu dan hasil perhitungan luasannya dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 an suhu permukaan Kota Palembang periode No Suhu ( C) % % 1 < ,77 0,38 0,00 0, < 22 45,18 0,12 0,18 0, < ,15 0,42 5,40 0, < ,87 0,45 57,96 0, < ,84 0,68 244,53 0, < ,74 1,68 654,66 1, < ,23 2,85 636,21 1, < ,90 13, ,47 5, < ,90 25, ,00 4, < ,82 26, ,47 18, < ,39 7, ,73 17, < ,72 7, ,75 18, < ,68 4, ,13 7, < ,33 5, ,51 9, < ,82 2, ,89 6, < ,75 0, ,73 3, < 37 27,90 0, ,43 2, < 38 1,62 0,00 174,87 0, < 39 0,90 0,00 32,31 0, ,18 0,00 1,89 0,01 Total ,93 100, ,93 100,00 Keterangan : Tahun 2001 bulan Mei dan tahun 2010 bulan Agustus Berdasarkan Tabel 8 diketahui nilai-nilai suhu berdasarkan klasifikasinya dengan selang nilai suhu antara <21 sampai 39 C. Nilai suhu tersebut diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) kota Palembang yang disesuaikan dengan waktu penyiaman citra satelit Landsat 7 ETM yang didapatkan. Dalam hal ini menurut Effendi (2007), menyatakan bahwa penggunaan data penginderaan jauh untuk menutupi kekurangan kerapatan stasiun

62 46 cuaca, dinilai mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan di masa-masa mendatang. Tanpa mengurangi pentingnya pengukuran secara insitu pada stasiunstasiun cuaca sebagai bahan referensi atau rujukan, yang dapat digunakan untuk mengkalibrasi atau memvalidasi model-model pendugaan berdasarkan ekstraksi data penginderaan jauh. Selain itu, berdasarkan Tabel 8 juga diketahui besaran luas wilayah distribusi spasial suhu permukaan di Kota Palembang pada dua periode yang berbeda, yaitu tahun 2001 dan Pada tahun 2001 untuk luasan wilayah terbesar nilai distribusi spasial suhu permukaan ada pada selang 29 C-30 C sebesar 9.746,82 ha (26,46%), sedangkan untuk luasan terkecil distribusi suhu ada pada 39 C sebesar 0,18 ha (0,0005%). Suhu terendah tidak dapat ditentukan karena ada awan yang mempengaruhi sehingga suhunya kurang dari 21 C sedangkan suhu tertinggi ada pada selang 39 C. Pada tahun 2010 untuk luasan wilayah terbesar nilai distribusi spasial suhu permukaan ada pada selang 31 C-32 C sebesar 6.846,75 ha atau 18,65% dari luas wilayah Kota Palembang, sedangkan untuk luasan terkecil distribusi suhu ada pada selang 21 C-22 C sebesar 0,18 ha (0,0005%). Suhu terendah tidak dapat ditentukan karena ada awan yang mempengaruhi sehingga suhunya <21 C, sedangkan suhu tertinggi ada pada selang 39 C. Distribusi suhu di Kota Palembang sebagian besar berkisar antara 27 C-37 C dengan besar distribusi tiap kelas suhu sekitar 2-18% dari luas wilayah Kota Palembang. Sebaran suhu cenderung mengelompok dan berbentuk seperti lingkaran. Pada bagian tengah Kota Palembang suhu cenderung tinggi, sedangkan pada bagian pinggiran kota suhu cenderung rendah. Hal ini disebabkan karena di bagian tengah Kota Palembang merupakan daerah dengan area terbangun yang cukup tinggi, sedangkan pada bagian pinggiran Kota Palembang masih banyak terdapat kelas lahan vegetasi. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai sebaran suhu di Kota Palembang berdasarkan hasil interpretasi dan analisis citra landsat 7 ETM tahun 2001 dan 2010 dapat dilihat pada Gambar 16 dan 17 yang merupakan distribusi suhu udara di Kota Palembang.

63 47 Gambar 16 Peta disrtibusi suhu udara di Kota Palembang tahun

64 48 Gambar 17 Peta disrtibusi suhu permukaan di Kota Palembang tahun

65 Hubungan suhu permukaan dengan tutupan lahan Menurut Tursilowati (2006) perubahan tutupan lahan pada suatu daerah dapat merubah suhu permukaan pada daerah tersebut. Wilayah Kota Palembang memiliki tutupan lahan yang berbeda-beda dan tersebar hampir disetiap wilayah. Hal yang sama juga terjadi pada sebaran suhu yang cenderung tersebar mengikuti kelas lahan di bawahnya. Berdasarkan hasil interpretasi citra Landsat ETM tahun 2001, maka suhu dan tutupan lahan memiliki korelasi yang saling berhubungan. Pada tahun 2001 dapat dilihat pada Gambar 18 dan Lampiran 3 mengenai hubungan antara tutupan lahan dan selang sebaran suhunya Badan air Area terbangun vegetasi jarang vegetasi rapat rawa sawah semak lahan terbuka Suhu ( C) Gambar 18 Diagram hubungan antara tutupan lahan tahun 2001 dengan suhu permukaan tahun Berdasarkan Gambar 18, dapat dilihat bahwa selang suhu pada tutupan lahan bervariasi mulai dari 25 C sampai 36 C. Tutupan lahan vegetasi rapat termasuk kedalam selang suhu 25 C hingga 33 C dan luas distribusi suhu paling besar pada selang suhu 28 C-29 C sebesar 3.071,71 ha. Tutupan lahan berupa area terbangun terdistribusi pada selang 28 C-35 C dan luas distribusi suhu paling besar untuk area terbangun ada pada selang 33 C-34 C sebesar 1.212,93 ha. Beberapa tutupan lahan yang lain seperti vegetasi jarang juga tersebar antara 27 C sampai 33 C dan distribusi terbesar untuk vegetasi jarang ada pada selang 22 C-29 C sebesar 1.434,33 ha. Tutupan lahan rawa berkisar antara 27 C-31 C

66 50 dan distribusi terbesar untuk rawa ada pada selang 29 C-30 C sebesar 1.043,47 ha. Tutupan lahan semak terdistribusi antara 29 C-33 C dan distribusi terbesar untuk semak ada pada selang 28 C-29 C sebesar 1.066,5 ha. Tutupan lahan area terbuka berada pada selang 29 C-30 C sebesar 843,48 ha, sedangkan sawah berada pada selang suhu antara 27 C-30 C dan distribusi terbesar ada pada selang 28 C-29 C sebesar 164,43 ha. Sebaran suhu permukaan pada tahun 2010 juga memiliki korelasi dengan tutupan lahan tahun Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 19 dan Lampiran 4 yang menerangkan tentang hubungan antara tutupan lahan tahun 2010 dengan sebaran suhu permukaan tahun Badan air Area terbangun vegetasi jarang vegetasi rapat rawa sawah semak lahan terbuka Suhu ( C) Gambar 19 Diagram hubungan antara tutupan lahan tahun 2010 dengan suhu permukaan tahun Berdasarkan Gambar 19, dapat dilihat bahwa selang suhu pada tutupan lahan bervariasi antara 27 C-39 C. Tutupan lahan vegetasi rapat termasuk ke dalam selang suhu 29 C-34 C dan distribusi terbesar suhu vegetasi rapat ada pada selang 30 C-31 C sebesar 1.136,7 ha. Hal tersebut hampir sama dengan tutupan lahan vegetasi jarang memiliki suhu antara 29 C-35 C dan distribusi terbesar suhu vegetasi jarang ada pada selang 30 C-31 C sebesar 1.426,95 ha, sedangkan tutupan lahan area terbangun termasuk ke dalam suhu 27 C-38 C dengan luas distribusi terbesar ada pada selang 34 C-35 C sebesar 1.066,77 ha. Tutupan lahan rawa memiliki suhu dengan rentang antara 28 C-31 C dan distribusi terbesar ada pada selang 31 C-32 C sebesar 1.283,76 ha. Selain itu, tutupan lahan semak memiliki rentang suhu antara 29 C-32 C

67 51 dan distribusi terbesar ada pada selang 30 C-31 C sebesar 284,40 ha. Tutupan lahan terbuka berada pada selang suhu antara 28 C-36 C dan distribusi terbesar ada pada selang 29 C-30 C sebesar 543,15 ha. Tutupan sawah berada pada selang suhu 27 C- 39 C dengan distribusi terbesar ada pada selang 33 C-34 C sebesar 303,66 ha. Tutupan lahan area terbangun mengalami peningkatan distribusi suhu yang cukup tinggi, mencapai 39 C dikarenakan kurangnya pohon-pohon untuk mengurangi sinar matahari secara langsung. Hal tersebut juga merupakan salah satu dampak dari semakin berkurangnya kelas vegetasi rapat. Menurut Martono (1996) menyatakan bahwa perubahan penutupan lahan memberikan pengaruh berarti (significance) terhadap iklim mikro. Pada daerah terbangun (kering) radiasi matahari akan diubah menjadi panas yang meningkatkan suhu, sedangkan pada daerah bervegetasi, radiasi akan diserap oleh permukaan daun yang digunakan untuk proses fotosintesis sehingga akan menuunkan radiasi Perubahan luasan distribusi suhu permukaan Kota Palembang Kota berpengaruh terhadap hampir setiap unsur-unsur cuaca. Kadar pencemaran berupa gas, besarnya berlipat-lipat dibandingkan dengan daerah di pedesaan Tursilowati (2006). Unsur lainnya yang terpengaruh adalah suhu, kelembaban, kecepatan angin, dan terjadinya sebaran keawanan. Pengaruh kota paling jelas adalah suhu. Bahang (heat), merupakan suatu energi yang berhubungan dengan kemampuan suatu benda untuk menaikkan suhu suatu benda yang lebih dingin. Ketika sinar matahari yang melalui atmosfer menerpa daratan, bagian yang tidak dipantulkan diubah menjadi bahang (heat) tepat pada permukaan itu dan bahang ini menaikkan suhu suatu lapisan yang sangat tipis dari tanah atau batuan, akibatnya kenaikan suhunya besar. Pada tempat-tempat di permukaan bumi yang terdiri dari air (laut, sungai dan danau), sinar dapat menembus dan diserap melalui ketebalan yang cukup besar, sehingga jumlah bahang yang sama disebarkan melalui massa yang lebih besar, akibatnya kenaikan suhu lebih kecil. Terdapat pula faktor-faktor lain yang ikut menyebabkan berkurangnya kenaikan suhu ketika sinar matahari diserap oleh permukaan air, penguapan menggunakan sebagian bahang dan gerakan air dapat menyebarkannya melalui lapisan yang bahkan lebih dalam daripada yang ditembus sinar.

68 52 Selama periode tahun , distribusi spasial suhu permukaan Kota Palembang berdasarkan perhitungan luasannya telah mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi pada distribusi spasial suhu permukaan adalah penurunan dan peningkatan dari luasan wilayah distribusinya. Untuk perubahan luasan wilayah distribusi spasial suhu permukaan dengan hitungan persentase di kota Palembang pada tahun 2001 dan < < < < < < < < < < < < < < < < < < 39 > = Suhu ( C) Gambar 20 Perubahan luasan suhu permukaan Kota Palembang tahun Berdasarkan Gambar 20, terlihat nilai suhu mengalami peningkatan dan penurunan. Distribusi spasial suhu yang mengalami peningkatan antara lain suhu dengan selang 30 C sampai 39 C. Distribusi suhu yang paling besar ada pada selang suhu 31 C-32 C sebesar 4.191,03 ha atau sebesar 11,44% dari luas wilayah Kota Palembang. Distribusi suhu yang mengalami penurunan antara lain suhu dengan selang < 21 C hingga suhu dengan selang 29 C. Distribusi suhu yang paling besar ada pada selang suhu 28 C-29 C sebesar 7.722,90 ha atau sebesar 20,95% dari luas wilayah Kota Palembang. Perubahan luas distribusi spasial suhu ini berkaitan dengan perubahan kelas lahan yang telah terjadi di Kota Palembang. Berkurangnya luasan vegetasi rapat yang telah dikonversi menjadi lahan terbangun, lahan pertanian dan areal proyek mengakibatkan berkurangnya vegetasi untuk menyerap radiasi matahari. Akibatnya terjadi peningkatan suhu permukaan di Kota Palembang. Perubahan distribusi suhu dapat dilihat secara visual pada Gambar 21.

69 53 Gambar 21 Peta distribusi suhu permukaan Kota Palembang tahun

70 Distribusi suhu permukaan per wilayah kecamatan Kota Palembang Berdasarkan hasil intepretasi dan analisis citra landsat didapatkan pengklasifikasian nilai suhu per wilayah kecamatan dan luasan distribusinya di tiap kecamatan dengan selang nilai suhu antara < 21 C sampai 39 C. an distribusi suhu di tiap kecamatan dibandingkan dengan luas keseluruhan pada masing-masing kecamatan yang bersangkutan dengan satuan persentase sedangkan untuk satuan hektar terhitung melalui proses komputasi. Data perhitungan besarnya luasan distribusi spasial suhu permukaan pada masing-masing wilayah kecamatan di Kota Palembang pada periode tahun 2001 dan 2010 dapat dilihat pada lampiran 5. Pada tahun 2001 nilai suhu < 21 C hingga 25 C apabila dikorelasikan dengan tutupan lahan termasuk kedalam kelas awan, bayangan awan dan kabut. Tipe ini tidak terdistribusi di semua kecamatan yang ada di Kota Palembang. Nilai suhu ini hanya terdistribusi di 12 kecamatan, yaitu Kecamatan Gandus, Kecamatan Ilir Barat 1, Kecamatan Ilir Timur 1, Kecamatan Ilir Timur 2, Kecamatan Kalidoni, Kecamatan Kemuning, Kecamatan Sako, Kecamatan Seberang Ulu 1, Kecamatan Ulu 2, Kecamatan Sematang Borang, Kecamatan Kertapati dan Kecamatan Sukaramai. Suhu ini terbentuk karena adanya awan yang terekam saat pengambilan citra. Sebaran suhu ini berbentuk kelompokkelompok kecil dan tersebar di wilayah Kota Palembang. Distribusi terbesar dari selang suhu ini ada pada Kecamatan Ilir Barat 1 sebesar 140,85 ha atau sekitar 2,48% dari luas wilayah Kecamatan Ilir Barat 1. Suhu antara 26 C sampai 27 C terdistribusi di 15 kecamatan, antara lain Kecamatan Alang-alang Lebar, Kecamatan Gandus, Kecamatan Ilir Barat 1, Kecamatan Ilir Timur 1, Kecamatan Ilir Timur 2, Kecamatan Kalidoni, Kecamatan Kemuning, Kecamatan Kertapati, Kecamatan Plaju, Kecamatan Sako, Kecamatan Seberang Ulu 1, Kecamatan Seberang Ulu 2, Kecamatan Sematang Borang dan Kecamatan Sukaramai. Distribusi terbesar dari selang suhu ini ada pada Kecamatan Gandus sebesar 325,18 ha atau sebesar 6,51% dari luas wilayah Kecamatan Gandus. Suhu antara 27 C sampai 28 C terdistribusi di semua Kecamatan di wilayah Kota Palembang. Sebaran distrbusi pada selang suhu ini yang tebesar ada

71 55 pada Kecamatan Gandus sebesar 1.205,91 ha atau sebesar 24,90% dari luas wilayah Kecamatan Gandus. Sebaran distribusi yang terkecil ada pada Kecamatan Bukit Kecil sebesar 0,54 ha atau sebesar 0,22% dari luas wilayah Kecamatan Bukit Kecil. Suhu antara 28 C sampai 29 C terdistribusi di semua Kecamatan di wilayah Kota Palembang. Sebaran distribusi pada selang ini yang terbesar ada pada Kecamatan Gandus sebesar 1.922,04 ha atau sebesar 39,68% dari luas wilayah Kecamatan Gandus, sedangkan untuk distribusi suhu terkecil ada pada Kecamatan Bukit Kecil sebesar 1,89 ha atau sebesar 0,77% dari luas wilayah Kecamatan Bukit Kecil. Suhu antara 29 C sampai 30 C terdistribusi di semua Kecamatan di wilayah Kota Palembang. Sebaran distribusi pada selang ini yang terbesar ada pada Kecamatan Sukaramai sebesar 1.915,83 ha atau 41,45% dari wilayah Kecamatan Sukaramai. Sedangkan distribusi terkecil pada selang ini ada pada Kecamatan Ilir Timur 1 sebesar 7,38 ha atau 1,25% dari luas wilayah Kecamatan Ilir Timur 1. Suhu antara 30 C sampai 31 C terdistribusi di semua Kecamatan di wilayah Kota Palembang. Sebaran suhu pada selang ini yang terbesar ada pada Kecamatan Sukaramai sebesar 441,99 ha atau sebesar 9,56% dari luas wilayah Kecamatan Sukaramai sedangkan untuk distribusi suhu terkecil ada pada Kecamatan Bukit Kecil sebesar 6,12 ha atau sebesar 2,49% dari luas wilayah Kecamatan Bukit Kecil. Suhu antara 31 C sampai 32 C terdistribusi di semua Kecamatan di wilayah Kota Palembang. Sebaran suhu pada selang ini yang terbesar ada pada Kecamatan Ilir Timur 2 sebesar 416,43 ha atau sebesar 21,51% dari luas wilayah Kecamatan Ilir Timur 2. Sedangkan untuk distribusi suhu terkecil ada pada Kecamatan Bukit Kecil sebesar 21,87 ha atau 8,90% dari wilayah Kecamatan Bukit Kecil. Suhu antara 32 C smapai 33 C terdistribusi di semua Kecamatan di wilayah Kota Palembang. Sebaran suhu pada selang ini yang terbesar ada pada Kecamatan Ilir Timur 2 sebesar 255,78 ha atau sebesar 13,21% dari luas wilayah Kecamatan Ilir Timur 2. Sedangkan untuk distribusi terkecil ada pada Kecamatan

72 56 Sematang Borang sebesar 9 ha atau sebesar 0,34% dari luas wilayah kecamatan Sematang Borang. Suhu antara 33 C smapai 34 C terdistribusi di semua Kecamatan di wilayah Kota Palembang. Sebaran suhu pada selang ini yang terbesar ada pada Kecamatan Ilir Timur 2 Sebesar 295,47 ha atau sebsar 15,25% dari luas wilayah Kecamatan Ilir Timur 2. Sedangkan luas distribusi terkecil ada pada Kecamatan Sematang Borang sebesar 19,44 ha atau sebesar 0,73% dari luas wilayah Kecamatan Sematang Borang. Suhu antara 34 C sampai 35 C terdistribusi di semua Kecamatan di wilayah Kota Palembang. Sebaran suhu pada selang ini yang terbesar ada pada Kecamatan Ilir Timur 1 sebesar 202,68 ha atau 34,38% dari luas Kecamatan Kalidoni sedangkan untuk distribusi terkecil ada pada Kecamatan Kalidoni sebesar 3,87 ha atau 0,13% dari luas wilayah Kecamatan Kalidoni. Suhu antara 35 C sampai 36 C terdistribusi di semua Kecamatan di wilayah Kota Palembang. Sebaran suhu pada selang ini yang terbesar ada pada Kecamatan Kertapati sebesar 23,13 ha atau 0,54% dari luas wilayah Kecamatan Kertapati, sedangkan sebaran suhu terkecil ada pada Kecamatan Kalidoni sebesar 0,27 ha atau sekitar 0,13% dari luas wilayah Kecamatan Kalidoni. Suhu antara 36 C sampai 37 C terdistribusi tidak di semua Kecamatan di wilayah Kota Palembang. Sebaran suhu ini ada pada di 14 kecamatan, yaitu Kecamatan Alang Alang Lebar, Kecamatan Bukit Kecil, Kecamatan Gandus, Kecamatan Ilir Barat 1, Kecamatan Ilir Barat 2, Kecamatan Ilir Timur 1, Kecamatan Ilir Timur 2, Kecamatan Kemuning, Kecamatan Kertapati, Kecamatan Plaju, Kecamatan Sako, Kecamatan Seberang Ulu 1, Kecamatan Sematang Borang dan Kecamatan Sukaramai. Distribusi terbesar selang suhu ini ada pada wilayah Kecamatan Kertapati sebesar 10,98 ha atau 0,25% dari luas Kecamatan Kertapati. Sedangkan untuk distribusi terkecil ada pada wilayah Kecamatan Ilir Barat 1 sebesar 0,09 ha atau 0,002% dari luas wilayah Kecamatan Ilir Barat 1. Suhu antara 37 C sampai 38 C tidak tersebar di semua wilayah Kota Palembang. Nilai suhu ini hanya tersebar di tiga kecamatan yaitu Kecamatan Ilir Timur 1, Kecamatan Kertapati dan Kecamatan Seberang Ulu 1. distribusi terbesar ada pada Kecamatan Kertapati sebesar 1,26 ha atau 0,03% dari luas

73 57 wilayah Kecamatan Kertapati sedangkan untuk dua kecamatan lainnya relatif memiliki luas yang sama yaitu sebesar 0,18 ha. Suhu 38 C tidak tersebar di semua wilayah Kota Palembang. Kelas suhu ini hanya tersebar di Kecamatan Kertapati. Pada selang antara 38 C sampai 39 C luas distribusinya sebesar 0,9 ha atau sebesar 0,02% dari luas wilayah Kecamatan Kertapati, sedangkan untuk selang 39 C, luas distribusinya sebesar 0,18 ha atau sebesar 0,004% dari luas wilayah Kecamatan Kertapati. Pada tahun 2010 nilai suhu di Kota Palembang berkisar antara < 21 C sampai 25 C termasuk ke dalam kelas awan, bayangan awan dan kabut. Tipe suhu ini tidak tersebar di semua wilayah Kota Palembang. Tipe ini tersebar di 15 kecamatan yaitu Kecamatan Alang Alang Lebar, Kecamatan Gandus, Kecamatan Ilir Barat 1, Kecamatan Ilir Barat 2, Kecamatan Ilir Timur 1, Kecamatan Ilir Timur 2, Kecamatan Kalidoni, Kecamatan Kemuning, Kecamatan Kertapati, Kecamatan Plaju, Kecamatan Sako, Kecamatan Seberang Ulu 1, Kecamatan Seberang Ulu 2, Kecamatan Sematang Borang dan Kecamatan Sukaramai. Distribusi terbesar ada pada wilayah Kecamatan Kalidoni sebesar 85,68 ha atau sebesar 2,84% dari luas Kecamatan Kalidoni. Suhu antara 26 C sampai 27 C tidak tersebar di seluruh wilayah Kota Palembang. Kelas suhu ini tersebar pada 15 kecamatan di wilayah Kota Palembang yaitu Kecamatan Alang Alang Lebar, Kecamatan Gandus, Kecamatan Ilir Barat 1, Kecamatan Ilir Barat 2, Kecamatan Ilir Timur 1, Kecamatan Ilir Timur 2, Kecamatan Kalidoni, Kecamatan Kemuning, Kecamatan Kertapati, Kecamatan Plaju, Kecamatan Sako, Kecamatan Seberang Ulu 1, Kecamatan Seberang Ulu 2, Kecamatan Sematang Borang, dan Kecamatan Sukaramai. Distribusi terbesar pada kelas suhu ini ada pada wilayah Kecamatan Kertapati sebesar 104,04 ha atau sebesar 2,41% dari luas wilayah Kecamatan Kertapati, sedangkan distribusi terkecil ada pada Kecamatan Ilir Timur 1 sebesar 1,17 ha atau sebesar 0,20% dari luas wilayah Kecamatan Ilir Timur 1. Suhu antara 27 C sampai 28 C tersebar di seluruh wilayah Kota Palembang. Distribusi terbesar ada pada Kecamatan Kertapati sebesar 453,87 ha atau 10,51% dari luas wilayah Kecamatan Kertapati, sedangkan distribusi terkecil

74 58 ada pada Kecamatan Ilir Timur 1 sebesar 1,53 ha atau sebesar 0,26% dari luas wilayah Kecamatan Ilir Timur 1. Suhu antara 28 C sampai 29 C tersebar di seluruh wilayah Kota Palembang. Distribusi terbesar ada pada Kecamatan Kertapati sebesar 422,01 ha atau sebesar 9,77% dari luas wilayah Kecamatan Kertapati, sedangkan distribusi terkecil ada pada Kecamatan Bukit Kecil sebesar 1,62 ha atau 0,66% dari wilayah Kecamatan Bukit Kecil. Suhu antara 29 C sampai 30 C tersebar di seluruh wilayah Kota Palembang. Distribusi terbesar ada pada Kecamatan Kertapati sebesar 1.520,64 ha atau 35,21 % dari luas wilayah Kecamatan Kertapati, sedangkan luas terkecil ada pada Kecamatan Bukit Kecil sebesar 4,77 ha atau 1,94% dari luas wilayah Kecamatan Bukit Kecil. Suhu antara 30 C sampai 31 C tersebar di seluruh wilayah Kota Palembang. Distribusi terbesar ada pada Kecamatan Ilir Barat 1 sebesar 1.418,22 ha atau 24,92% dari luas Kecamatan Ilir Barat 1, sedangkan distribusi terkecil ada pada Kecamatan Bukit Kecil sebesar 4,32 ha atau 1,94% dari luas wilayah Kecamatan Bukit Kecil. Suhu antara 31 C sampai 32 C tersebar di seluruh wilayah Kota Palembang. Distribusi terbesar ada pada Kecamatan Sukaramai sebesar 1.458,36 ha atau sebesar 31,55% dari luas wilayah Kecamatan Sukaramai. Distribusi terkecil suhu ini ada pada Kecamatan Bukit Kecil sebesar 9,81 ha atau 3,99% dari wilayah Kecamatan Bukit Kecil. Suhu antara 32 C sampai 33 C tersebar di seluruh wilayah Kota Palembang. Distribusi terbesar ada pada Kecamatan Sukaramai sebesar 678,78 ha atau 14,68% dari luas Kecamatan Sukaramai, sedangkan distribusi terkecil ada pada Kecamatan Bukit Kecil sebesar 11,61 ha atau 11,61% dari luas wilayah Kecamatan Bukit Kecil. Suhu antara 33 C sampai 34 C tersebar di seluruh wilayah Kota Palembang. Distribusi terbesar ada pada Kecamatan Sematang Borang se/besar 592,56 ha atau 12,82% dari luas wilayah Kecamatan Sematang Borang. Sedangkan distribusi terkecil ada pada Kecamatan Bukit Kecil sebesar 30,51 ha atau 12,42% dari luas wilayah Kecamatan Bukit Kecil. Suhu antara 34 C sampai 35 C tersebar di seluruh wilayah Kota Palembang. Distribusi terbesar ada pada Kecamatan Ilir Barat 1 sebesar 324,18 ha atau 5,70% dari luas Kecamatan Ilir Barat 1, sedangkan distribusi terkecil ada pada Kecamatan

75 59 Sematang Borang sebesar 13,50 ha atau 0,51% dari luas wilayah Kecamatan Sematang Borang. Suhu antara 35 C sampai 36 C tersebar di seluruh wilayah Kota Palembang. Distribusi terbesar ada pada Kecamatan Ilir Barat 1 sebesar 203,49 ha atau 3,58% dari luas Kecamatan Ilir Barat 1, sedangkan luas terkecil ada pada Kecamatan Sematang Borang sebesar 9,00 ha atau 0,34% dari luas Kecamatan Sematang Borang. Suhu antara 36 C sampai 37 C tersebar di seluruh wilayah Kota Palembang. Distribusi terbesar ada pada Kecamatan Ilir Barat 1 sebesar 201,60 ha atau 3,54% dari luas Kecamatan Ilir Barat 1, sedangkan distribusi terkecil ada pada Kecamatan Sematang Borang sebesar 14,40 ha atau 0,54% dari luas wilayah Kecamatan Sematang Borang. Suhu antara 37 C sampai 38 C tersebar di seluruh wilayah Kota Palembang. Distribusi terbesar ada pada Kecamatan Ilir Barat 1 sebesar 27,45 ha atau 0,48% dari luas wilayah Kecamatan Ilir Barat 1, sedangkan distribusi terkecil ada pada Kecamatan Plaju sebesar 1,35 ha atau 0,10% dari luas wilayah Kecamatan Plaju. Suhu antara 38 C sampai 39 C tidak tersebar di seluruh wilayah Kota Palembang. Suhu ini hanya tersebar di 13 kecamatan, yaitu Kecamatan Alang Alang Lebar, Kecamatan Bukit Kecil, Kecamatan ilir Barat 1, Kecamatan Ilir Barat 2, Kecamatan Ilir Timur 1, Kecamatan Ilir Timur 2, Kecamatan Kalidoni, Kecamatan Kemuning, Kecamatan Kertapati, Kecamatan Sako, Kecamatan Seberang Ulu 1, Kecamatan Sematang Borang dan Kecamatan Sukaramai. Distribusi terbesar ada pada Kecamatan Seberang Ulu 1 sebesar 6,75 ha atau 0,40% dari luas wilayah Kecamatan Seberang Ulu 1. Sedangkan distribusi terkecil ada pada Kecamatan Ilir Barat 2 sebesar 0,09 ha atau 0,02% dari luas wilayah Kecamatan Ilir Barat 2. Suhu 39 C hanya tersebar di lima kecamatan, yaitu Kecamatan Bukit Kecil, Kecamatan Ilir Timur 2, Kecamatan Kemuning, Kecamatan Kertapati, dan Kecamatan Kertapati. Distribusi terbesar ada pada Kecamatan Ilir Timur 2. Sedangkan distribusi terkecil ada pada Kecamatan Kemuning sebesar 0,09 ha atau 0,01% dari luas wilayah Kecamatan Kemuning.

76 Hubungan Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) dengan Suhu Permukaan Menurut Effendi (2007) bahwa kaitan NDVI dengan suhu permukaan di dapatkan hasil yang nyata, sehingga dengan mengunakan data NDVI dapat digunakan untuk menduga besarnya suhu udara. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka nilai NDVI yang didapat akan digunakan untuk menduga besarnya suhu udara. NDVI adalah perbedaan nilai-nilai near infrared (NIR) dan red (R) yang dapat dilihat, dinormalisasikan berdasarkan pantulan gelombang elektromagnetik (Burgan, 1993). Berkurangnya tingkat kehijauan tanaman (NDVI) akibat kegiatan konversi lahan menyebabkan terjadinya peningkatan suhu lahan, sehingga dapat meningkatkan laju evapotranspirasi. Pada Tabel 9 berikut ini merupakan hasil regresi antara suhu udara dengan NDVI. Tabel 9 Hasil regresi NDVI dan suhu permukaan No Tahun Hasil Regresi R Y = 30,68 14,90X 0, Y = X 0,854 suhu NDVI 2001 Gambar 22 Diagram Korelasi NDVI dengan suhu permukaan Kota Palembang

77 61 suhu NDVI 2010 Gambar 23 Diagram Korelasi NDVI dengan suhu permukaan Kota Palembang Menurut Dirgahayu (2007) bahwa tanaman yang memiliki tajuk rapat umumnya dapat menyerap panas lebih banyak, sehingga suhu permukaannya lebih rendah dari tanaman yang kerapatan tajuknya lebih rendah. Tanaman yang memiliki indeks vegetasi yang tinggi akan memiliki lebih banyak daun dan tingkat kehijauannya yang lebih tinggi akan memiliki indeks vegetasi yang tinggi dan cenderung memiliki suhu permukaan yang lebih rendah dibandingkan dengan tanaman yang tingkat kehijauannya lebih rendah atau lahan terbukanya lebih dominan. Untuk mengetahui sebaran nilai NDVI di Kota Palembang dapat di lihat pada Gambar 24 dan Gambar 25.

78 62 Gambar 24 Peta sebaran nilai NDVI Kota Palembang tahun

79 63 Gambar 25 Peta sebaran nilai NDVI Kota Palembang tahun

80 Distribusi Kelembaban Udara Distribusi kelembaban udara Kota Palembang Berdasarkan hasil interpretasi dan analisis citra Landsat 7 ETM pada periode tahun 2001 dan 2010 pada wilayah Kota Palembang untuk klasifikasi kelembaban dan hasil perhitungan luasannya dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 an kelembaban udara Kota Palembang periode No Kelembaban (%) % % 1 < 40 0,18 0,00 0,27 0, < 50 5,85 0,02 416,43 1, < ,14 3, ,42 12, < ,99 14, ,12 28, < ,95 36, ,58 46, < ,00 42, ,57 9, < ,82 3,83 957,15 2,61 Total ,93 100, ,93 100,00 Keterangan : Tahun 2001 bulan Mei dan tahun 2010 bulan Agustus Berdasarkan Tabel 10, kelembaban udara di wilayah Kota Palembang berkisar antara 40% sampai 90%. Pada tahun 2001 kelembaban dengan luas distribusi terbesar ada pada selang antara 80% sampai 90% sebesar ,00 ha atau 42,03% dari luas wilayah Kota Palembang, sedangkan luas distribusi terkecil pada tahun 2001 ada pada selang < 40% sebesar 0,18 ha atau 0,0005% dari luas wilayah Kota Palembang. Pada tahun 2010 kelembaban dengan luas distribusi terbesar ada pada selang antara 70% antara 80% sebesar ,58 ha atau 46,53% dari luas wilayah Kota Palembang. distribusi terkecil pada tahun 2010 ada pada selang < 40% sebesar 0,27 ha atau 0,0007% dari luas wilayah Kota Palembang. Data kelembaban yang diperoleh dari pengukuran di lapang dan data dari BMKG digabungkan kemudian dibuat regresi liniernya untuk mengetahui pendekatan yang sesuai antara suhu dan kelembaban. Selanjutnya hasil dari regresi tersebut dikomputasi dengan peta sebaran suhu Kota Palembang untuk mengetahui peta sebaran kelembaban Kota Palembang. Hasil regresi antara suhu dan kelembaban tersebut dapat dilihat pada Tabel 12 sebagai berikut :

81 65 Tabel 11 Hasil regresi suhu udara dan kelembaban udara No Tahun Hasil Regresi R Y = 193,274 3,922 X 0, Y = 186,173 3,706 X 0,915 Berdasarkan Tabel 11 terlihat bahwa pada tahun 2010 memiliki persamaan yang paling baik dan mendekati untuk pendugaan kelas kelembaban, karena memiliki R 2 yang paling besar, yaitu 0,915 dibandingkan dengan tahun Kedua hasil regresi tersebut dapat digunakan karena R 2 berada di atas 0,5. Gambar 26 berikut ini merupakan diagram regrersi antara suhu dan kelembaban. lembab_2001 lembab_ Observed Linear Observed Linear suhu_ suhu_ Gambar 26 Diagram suhu udara dan kelembaban udara tahun 2001 dan Sebaran kelembaban udara di Kota Palembang berbentuk seperti lingkaran yang berkelompok. Pada bagian tengah Kota Palembang kelembaban cenderung rendah, sedangkan di bagian pinggiran kota, kelembaban masih cukup tinggi. Terjadi perubahan luasan distribusi kelembaban dari tahun 2001 hingga tahun an kelembaban Kota Palembang sebagian besar berubah menjadi semakin rendah selama periode tahun Peta mengenai sebaran kelembaban tahun 2001 dan 2010 dapat dilihat pada Gambar 27 dan Gambar 28.

82 66 Gambar 27 Peta sebaran kelembaban udara Kota Palembang tahun

83 67 Gambar 28 Peta sebaran kelembaban udara Kota Palembang tahun

84 Hubungan kelembaban udara dengan tutupan lahan Menurut Tursilowati (2007) selain suhu, kelembaban juga memiliki korelasi dengan tutupan lahannya. Pada tutupan lahan berupa hutan memiliki kelembaban yang lebih tinggi dibandingkan dengan lahan terbuka dan lahan terbangun. Wilayah Kota Palembang memiliki tutupan lahan yang berbeda-beda di setiap wilayah, sehingga hal tersebut juga terjadi pada sebaran kelembaban yang cenderung tersebar mengikuti kelas lahan di bawahnya. Berdasarkan hasil interpretasi citra landsat ETM bulan Mei 2001, kelembaban dan tutupan lahan memiliki hubungan yang saling berkorelasi. Hal tersebut terlihat dari nilai kelembaban yang berbeda antara tutupan lahan yang satu dengan lainnya. Distribusi kelembaban pada tahun 2001 cenderung mengikuti tutupan lahan yang ada di bawahnya Badan air Area terbangun vegetasi jarang vegetasi rapat rawa sawah semak lahan terbuka Kelembaban (%) Gambar 29 Diagram hubungan kelembaban udara 2001 dengan tutupan lahan Berdasarkan Gambar 29, dapat diketahui bahwa tiap kelas lahan memiliki kelembaban yang berbeda. Sebaran kelembaban mulai dari sekitar 40% hingga 90%. Tutupan lahan berupa vegetasi rapat tersebar pada selang kelembaban 50% hingga 90%. Distribusi terbesar ada pada selang kelembaban antara 80% sampai 90% sebesar 4.717,89 ha. Hal yang sama juga terjadi pada tutupan vegetasi jarang juga memiliki selang kelembaban mulai dari 60% sampai 90%. Distribusi terbesar ada pada selang antara 80% sampai 90% sebesar 1.522,17 ha. Tutupan lahan berupa semak memiliki selang kelembaban antara 60% sampai 90%. Distribusi terbesar ada pada selang antara 80% sampai 90% sebesar 1.103,76 ha. Tutupan lahan rawa

85 69 memiliki kelembaban antara 60% sampai 90%. Distribusi terbesar ada pada selang antara 70 sampai 80% sebesar 1.082,97 ha. Tutupan lahan area terbangun memiliki sebaran kelembaban antara <40% sampai 90%. Sebaran kelembaban yang terbesar ada pada selang suhu antara 60% sampai < 70% sebesar 2.531,88 ha. Tutupan lahan sawah ada pada selang suhu antara 60% sampai 90%. Distribusi terbesar ada pada selang kelembaban 80% sampai 90% sebesar 258,48 ha. Untuk tutupan lahan terbuka memiliki sebaran kelembaban antara 60% sampai 90% dan distribusi terbesar ada pada selang antara 70% sampai 80% sebesar 266,58 ha. Berdasarkan hasil interpretasi citra landsat 7 ETM bulan Agustus tahun 2010, didapatkan hubungan kelembaban dengan tutupan lahan yang disajikan pada Gambar Badan air Area terbangun vegetasi jarang vegetasi rapat rawa sawah semak lahan terbuka Kelembaban (%) Gambar 30 Diagram hubungan kelembaban udara 2010 dan tutupan lahan 2010 Berdasarkan Gambar 30, dapat diketahui bahwa sebaran kelembaban Kota Palembang ada pada selang antara <40% sampai 90%. Tutupan lahan vegetasi rapat juga tersebar antara 60% sampai 90%. Distribusi terbesar ada pada selang kelembaban antara 70% sampai 80% sebesar 2.183,31 ha. Tutupan lahan vegetasi jarang memiliki distribusi kelembaban yang sama dengan vegetasi rapat dan distribusi terbesarnya juga ada pada selang antara 70% sampai 80% sebesar 3.203,37 ha. Tutupan lahan rawa memiliki distribusi kelembaban antara 40% sampai 80% dan distribusi terbesar ada pada selang kelembaban antara 70% sampai 80% sebesar 2.502,45 ha. Tutupan lahan semak memiliki sebaran antara 50-80%. Distribusi terbesarnya ada pada selang antara 70% sampai 80% sebesar 613,35 ha.

86 70 Tutupan lahan area terbangun memiliki sebaran kelembaban antara <40 sampai 90%. Distribusi terbesar ada pada selang antara 60% sampai <70% sebesar 2.565,45 ha. Tutupan lahan sawah memiliki sebaran kelembaban antara 40% sampai 80%. Distribusi terbesar ada pada selang kelembaban antara 70% sampai 80% sebesar 623,97 ha. Tutupan lahan terbuka memiliki sebaran kelembaban antara 40% sampai 90% dan distribusi terbesarnya ada pada selang antara 60% sampai 70% seluas 631,36 ha Perubahan luasan distribusi kelembaban udara Kota Palembang Selama tahun 2001 sampai tahun 2010 berdasarkan hasil intepretasi citra landsat telah terjadi perubahan sebaran kelembaban di wilayah Kota Palembang. Perubahan yang terjadi adalah peningkatan dan penurunan luasan distribusi kelembaban. Perubahan tersebut dapat dilihat pada Gambar 31 yang menunjukkan perubahan distribusi kelembaban dari tahun 2001 hingga Kelembaban (%) Gambar 31 Diagram perubahan kelembaban udara periode tahun Berdasarkan Gambar 31,dapat diketahui bahwa terjadi penurunan yang sangat besar sekitar ,40 ha pada selang kelembaban antara 80% sampai 90%. Selain itu juga terjadi penurunan kelembaban pada selang kelembaban antara 90% sampai 100% sebesar 437,67 ha. Selang kelembaban lain mengalami peningkatan yang cukup besar. Peningkatan tersebut terjadi pada selang kelembaban antara 40 sampai 80%. Selang terbesar yang mengalami peningkatan ada pada selang kelembaban antara 60% sampai 70% sebesar 5.189,13 ha. Perubahan yang terjadi selama periode tersebut cenderung mengalami penurunan nilai kelembaban. Perubahan tersebut merupakan akibat dari perubahan lahan yang telah terjadi di wilayah Kota Palembang. Penurunan luasan

87 71 tutupan vegetasi rapat yang cenderung memiliki kelembaban antara 80% sampai 90% mengakibatkan penurunan luasan kelembaban pada selang kelembaban yang sama. Selain itu juga terjadi penurunan kelembaban pada tutupan lahan area terbangun. Penurunan yang terjadi adalah perubahan luasan distribusi terbesar dari selang antara 60% sampai 70% pada tahun 2001 menjadi selang antara 50% sampai 60% pada tahun Hal tersebut dapat berakibat dari peningkatan luasan area terbangun atau dapat juga karena konversi vegetasi rapat menjadi tutupan lahan lain. Kelembaban cenderung tinggi pada vegetasi rapat dan rendah pada area terbangun Distribusi kelembaban udara per wilayah kecamatan Kota Palembang Berdasarkan hasil intepretasi dan analisis citra landsat didapatkan pengklasifikasian nilai kelembaban per wilayah kecamatan dan luasan distribusinya di tiap kecamatan dengan selang nilai kelembaban antara <40% sampai <100%. an distribusi kelembaban di tiap kecamatan dibandingkan dengan luas keseluruhan pada masing-masing kecamatan yang bersangkutan dengan satuan persentase sedangkan untuk satuan hektar, terhitung melalui proses komputasi. Data perhitungan besarnya luasan distribusi spasial kelembaban permukaan pada masing-masing wilayah kecamatan di Kota Palembang pada periode tahun 2001 dan 2010 dapat dilihat pada Lampiran 6. Pada tahun 2001 nilai kelembaban terkecil ada pada selang < 40%. Nilai kelembaban tersebut hanya ada pada Kecamatan Kertapati sebesar 0,18 ha, sedangkan di kecamatan lain tidak ditemui nilai kelembaban pada kelas tersebut. Nilai kelembaban antara 40% sampai 50% tersebar di delapan kecamatan, yaitu Kecamatan Gandus, Kecamatan Ilir Timur 1, Kecamatan Kertapati, Kecamatan Plaju, Kecamatan Sako, Kecamatan Seberang Ulu 1, Kecamatan Sematang Borang dan Kecamatan Sukaramai. Distribusi terbesar pada kelas kelembaban ini ada pada Kecamatan Kertapati sebesar 4,50 ha atau 1,10% dari luas wilayah Kecamatan Kertapati. Nilai kelembaban antara 50% sampai 60% tersebar di semua kecamatan di wilayah Kota Palembang. Distribusi terbesar ada pada kecamatan Ilir Timur 1 sebesar 226,08 ha atau 38,35% dari luas wilayah Kecamatan Ilir Timur 1,

88 72 sedangkan untuk luas distribusi terkecil ada pada Kecamatan Kalidoni sebesar 4,14 ha atau 0,14% dari luas wilayah Kecamatan Kalidoni. Nilai kelembaban antara 60% sampai 70% tersebar di semua kecamatan di wilayah Kota Palembang. Distribusi terbesar ada pada Kecamatan Ilir Timur 2 sebesar 836,64 ha atau 43,21% dari luas wilayah Kecamatan Ilir Timur 2, sedangkan untuk distribusi terkecil ada pada Kecamatan Gandus sebesar 111,69 ha atau 2,30% dari luas wilayah Kecamatan Gandus. Nilai kelembaban antara 70% sampai 80% tersebar di semua kecamatan di wilayah Kota Palembang. Distribusi terbesar ada pada Kecamatan Sukaramai sebesar 2.498,31 ha atau 53,93% dari luas wilayah Kecamatan Sukaramai, sedangkan luas distribusi terkecil ada pada Kecamatan Bukit Kecil sebesar 13,77 ha atau 5,61% dari luas wilayah Kecamatan Bukit Kecil. Nilai kelembaban antara 80% sampai 90% tersebar di semua kecamatan di wilayah Kota Palembang. Distribusi terbesar ada pada wilayah Kecamatan Gandus sebesar 3.315,33 ha atau 68,39% dari wilayah Kecamatan Gandus, sedangkan untuk distribusi terkecil ada pada kecamatan Bukit Kecil sebesar 2,43 ha atau 0,99% dari luas wilayah Kecamatan Bukit Kecil. Nilai Kelembaban antara 90% sampai 100% tidak tersebar di semua kecamatan di wilayah Kota Palembang. Sebaran kelembaban ini hanya terdapat di 13 kecamatan, yaitu Kecamatan Gandus, Kecamatan Ilir Barat 1, Kecamatan Ilir Timur 1, Kecamatan Ilir Timur 2, Kecamatan Kalidoni, Kecamatan Kemuning, Kecamatan Kertapati, Kecamata Plaju, Kecamatan Sako, Kecamatan seberang Ulu 1, Kecamatan Seberang Ulu 2, Kecamatan Sematang Borang dan Kecamatan Sukaramai. Distribusi terbesar ada pada wilayah Kecamatan Kertapati sebesar 432,27 ha atau 9,95% dari luas wilayah Kecamatan Kertapati. Nilai Kelembaban tidak ada data merupakan nilai kelembaban di atas 100% yang tercatat pada citra landsat tahun Hal tersebut terjadi karena adanya kelas lahan berupa awan, bayangan, awan dan kabut, sehingga nilai kelembaban yang ada di bawahnya menjadi sangat tinggi. Nilai kelembaban ini tidak tersebar di semua wilayah Kota Palembang. Distribusinya hanya ada di sembilan kecamatan, yaitu Kecamatan Gandus, Kecamatan Ilir Barat 1, Kecamatan Kalidoni, Kecamatan Kertapati, Kecamatan Plaju, Kecamatan Sako, Kecamatan

89 73 Seberang Ulu 1, Kecamatan Sematang Borang dan Kecamatan Sukaramai. Distribusi terbesarnya ada pada Kecamatan Ilir Barat 1 sebesar 216,54 ha atau 3,80% dari luas wilayah Kecamatan Ilir Barat 1. Pada tahun 2010 nilai kelembaban terkecil sebesar <40%. Nilai kelembaban ini tidak terdistribusi di semua kecamatan. Sebaran kelembaban ini hanya tesebar di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Bukit Kecil dan Kecamatan Ilir Timur 2. Untuk nilai kelembaban antara 40% sampai 50% terdistribusi di semua kecamatan di wilayah Kota Palembang. Distribusi terbesar ada pada Kecamatan Ilir Barat 1 sebesar 68,40 ha atau 1,20% dari luas wilayah Kecamatan Ilir Barat 1, sedangkan untuk distribusi terkecil ada pada Kecamatan Plaju sebesar 3,96 ha atau 0,28% dari luas wilayah Kecamatan Plaju. Nilai kelembaban antara 50% sampai 60% terdistribusi di semua kecamatan di wilayah Kota Palembang. Distribusi terbesarnya ada pada kecamatan Ilir Barat 1 sebesar 689,40 ha atau 12,09% dari luas wilayah Kecamatan Ilir Barat 1. Untuk distribusi terkecil ada pada Kecamatan Sematang Borang sebesar 32,94 ha atau 1,23% dari luas wilayah Kecamatan Sematang Borang. Nilai kelembaban antara 60% sampai 70% terdistribusi di semua kecamatan di wilayah Kota Palembang. Distribusi terbesarnya ada pada Kecamatan Sukaramai sebesar 2.239,74 ha atau 48,39% dari luas wilayah Kecamatan Sukaramai. Distribusi terkecil ada pada Kecamatan Bukit Kecil sebesar 48,87 ha atau 19,90% dari luas wilayah Kecamatan Bukit Kecil. Nilai kelembaban antara 70% sampai 80% terdistribusi di semua kecamatan di wilayah Kota Palembang. Distribusi terbesarnya ada pada Kecamatan Gandus sebesar 3140,19 ha atau 64,77% dari luas wilayah Kecamatan Gandus. Distribusi terkecil ada pada Kecamatan Bukit Kecil sebesar 13,14 ha atau 5,35% dari luas wilayah Kecamatan Bukit kecil. Nilai kelembaban antara 80% sampai 90% terdistribusi di semua kecamatan di wilayah Kota Palembang. Distribusi terbesarnya ada pada Kecamatan Kertapati sebesar 711,81 ha atau 16,38% dari luas wilayah Kecamatan Kertapati. Distribusi terkecil ada pada Kecamatan Bukit Kecil sebesar 2,43 ha atau 0,99% dari luas wilayah Kota Palembang.

90 74 Nilai kelembaban antara 90% sampai 100% tidak terdistribusi di semua wilayah Kota Palembang. Nilai kelembaban ini hanya tersebar di 15 kecamatan, yaitu Kecamatan Alang Alang Lebar, Kecamatan Gandus, Kecamatan Ilir Barat 1, Kecamatan Ilir Barat 2, Kecamatan Ilir Timur 1, Kecamatan Ilir Timur 2, Kecamatan Kalidoni, Kecamatan Kemuning, Kecamatan Kertapati, Kecamatan Plaju, Kecamatan Sako, Kecamatan Seberang Ulu 1, Kecamatan Seberang Ulu 2, Kecamatan Sematang Borang, dan Kecamatan Sukaramai. Distribusi terbesar ada pada wilayah Kecamatan Sematang Borang sebesar 142,11 ha atau 5,32% dari luas wilayah Kecamatan Sematang Borang. Nilai kelembaban untuk kelas tidak ada data juga tidak terdistribusi di semua wilayah Kota Palembang. Nilai kelembaban ini hanya tersebar di sebelas kecamatan, yaitu Kecamatan Alang Alang Lebar, Kecamatan Gandus, Kecamatan Ilir Barat 1, Ilir Timur 2, Kecamatan Kalidoni, Kecamatan Kertapati, Kecamatan Plaju, Kecamatan Sako, Kecamatan Seberang Ulu 1, Kecamatan Sematang Borang, dan Kecamatan Sukaramai. Distribusi kelembaban terbesar ada pada Kecamatan Ilir Barat 1 sebesar 115,47 ha atau 2,02% dari luas wilayah Kecamatan Ilir Barat 1. Selang nilai kelembaban ini sama seperti kelas kelembaban pada tahun 2001 yang merupakan tutupan awan,bayangan awan dan kabut.

91 Distribusi THI (Temperature Humidity Index) Kota Palembang Estimasi suhu udara dan kelembaban (RH) bisa dipakai untuk menghitung indeks kenyamanan (THI atau Temperature Humidity Index) suatu daerah. Berdasarkan hasil interpretasi citra landsat 7 ETM tahun 2001 dan 2010 di wilayah Kota Palembang, untuk klasifikasi THI dan hasil perhitungan luasannya dapat dilihat pada Tabel 12 sebagai berikut : Tabel 12 an THI Kota Palembang periode No THI (%) (%) Keterangan 1 < 19 39,96 0,11 0,00 0,00 Sangat Nyaman < 20 28,35 0,08 0,00 0,00 Nyaman < 21 52,47 0,14 0,00 0,00 Nyaman < 22 37,26 0,10 0,18 0,00 Nyaman < ,94 0,33 2,61 0,01 Nyaman < ,99 0,61 60,75 0,17 Sedang < ,11 1,12 426,15 1,16 Sedang < ,50 2,41 770,22 2,10 Sedang < ,24 7, ,50 6,39 Sedang < ,65 45, ,53 9,30 Tidak Nyaman < ,63 18, ,48 23,46 Tidak Nyaman < ,41 10, ,94 27,18 Tidak Nyaman < ,04 7, ,52 14,10 Tidak Nyaman 14 >= ,14 4, ,24 16,14 Tidak Nyaman Total ,93 100, ,93 100,00 - Keterangan : Tahun 2001 bulan Mei dan tahun 2010 bulan Agustus Berdasarkan Tabel 12, dapat diketahui bahwa nilai THI di Kota Palembang berada pada selang antara <19 sampai 31. Pada tahun 2001 luas distribusi terbesar ada pada selang antara 27 sampai 28 sebesar ,65 ha atau sekitar 45,69% dari luas wilayah Kota Palembang, sedangkan pada tahun 2010 distribusi terbesar ada pada selang antara 29 sampai 30 sebesar 9.977,94 ha atau 27,18% dari luas wilayah Kota Palembang. Terjadi pergesaran distribusi nilai THI berupa peningkatan luas distribusi pada selang THI 28 sampai 31 selama periode 2001 sampai 2010.

92 < < < < < < < < < < < < < 31 >= THI (Temperature Humidity Index) Gambar 32 Perubahan THI Kota Palembang periode Hasil penelitian yang telah dilakukan Mulyana et al. (2003), menyatakan bahwa indeks kenyamanan dalam kondisi nyaman berada pada kisaran THI Berdasarkan hasil intepretasi citra tahun 2001 dan 2010, Kota Palembang pada tahun tersebut hampir seluruhnya tidak masuk dalam kategori nyaman. Pada tahun 2001 sebagian besar nilai THI Kota Palembang berada pada kisaran 27-28, sedangkan pada tahun 2010 sebagian besar nilai THI Kota Palembang berada pada kisaran 28. Kategori tersebut tergolong tidak nyaman. Peta sebaran THI Kota Palembang tahun 2001 dan 2010 dapat dilihat pada Gambar 33, 34, 35 dan 36. Data mengenai luas distribusi THI per wilayah kecamatan dapat dilihat pada Lampiran 7.

93 77 Gambar 33 Peta sebaran nilai THI Kota Palembang tahun

94 78 Gambar 34 Peta sebaran nilai THI Kota Palembang tahun

95 79 Gambar 35 Peta sebaran tingkat kenyamanan Kota Palembang tahun

96 80 Gambar 36 Peta sebaran tingkat kenyamanan Kota Palembang tahun

97 Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau Kota Palembang Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota/wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area memanjang atau jalur yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, yang pada dasarnya tanpa bangunan. Jenis ruang terbuka hijau di Kota Palembang terbagi menjadi dua tipe, yaitu tipe hijau dan tipe biru. Tipe tutupan lahan yang termasuk ke dalam ruang terbuka tipe hijau adalah taman kota, lapangan olahraga, hutan, kebun campur, perkebunan, tegalan, sawah dan kuburan, sedangkan yang termasuk ke dalam ruang terbuka tipe biru adalah sungai, rawa, kolam ikan dan danau. Sungai yang terdapat di Kota Palembang adalah Sungai Musi. Sungai ini merupakan sungai utama yang mengalir di tengah-tengah Kota Palembang. Berdasarkan analisis dan perhitungan luasan penggunaan tipe penutupan lahan untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Palembang pada periode tahun 2001 dan 2010 dapat diketahui kecukupan dan perubahan RTH di Kota Palembang. Data-data tersebut dapat dilihat pada Tabel 13 sebagai berikut : Tabel 13 Perubahan luasan ruang terbuka hijau Kota Palembang tahun Perubahan No Tutupan Lahan % % % 1 Tidak ada data ,15 39, ,15 39, Ruang Terbuka Hijau ,17 42, ,39 36, ,78-14,57 3 Area Terbangun 5.660,19 15, ,96 19, ,77 24,89 4 Badan Air 726,03 1,97 767,07 2,08 41,04 5,65 5 Lahan Terbuka 359,55 0, ,36 3,20 819,81 228,01 Total ,93 100, ,93 100, Keterangan : (+) luas wilayah meningkat dan (-) luas wilayah menurun Berdasarkan hasil intepretasi dan analisis data pada Tabel 13, proporsi RTH yang berada di wilayah Kota Palembang (vegetasi rapat, vegetasi jarang, rawa, sawah, semak) yang mempunyai luasan area ,17 ha (42,34%) pada tahun 2001 menjadi hanya ,39 ha (36,18%) pada tahun Terjadi penurunan luas distribusi yang cukup besar pada RTH kota Palembang sebesar ha atau 14,57%.

98 Tidak ada data Ruang Terbuka Hijau Area Terbangun Badan Air Lahan Terbuka Tutupan Lahan Gambar 37 Diagram perubahan luasan RTH periode Berdasarkan Gambar 37, tutupan lahan area terbangun mengalami peningkatan yang cukup besar. Peningkatan tersebut sebesar 24,89% dari luas area terbangun tahun Selain area terbangun tutupan lahan lain yang mengalami peningkatan adalah lahan terbuka (kosong). Peningkatan lahan terbuka sebesar 228,01%. Peningkatan ini terjadi karena banyaknya proyek pembangunan yang ada di kota Palembang. Selain itu tingginya konversi lahan dari vegetasi rapat mengakibatkan banyak lahan kosong. Hal tersebut umumnya terjadi di wilayah pinggiran Kota Palembang. Perubahan tersebut secara langsung, maupun tidak langsung juga mengakibatkan dampak negatif terhadap ekosistem kota Palembang. Dampak negatif dari segi ekologi berupa, rendahnya kualitas air tanah, tingginya polusi udara dan kebisingan di perkotaan (BPS 2009). Selain itu, tingginya frekuensi banjir pada saat hujan di Kota Palembang pada beberapa waktu belakangan ini juga diakibatkan karena terganggunya sistem tata air karena terbatasnya daerah resapan air berupa vegetasi rapat (hutan) dan tingginya volume air permukaan (run-off). Kondisi tersebut secara ekonomis juga dapat menurunkan tingkat produktivitas, dan menurunkan tingkat kesehatan serta tingkat harapan hidup masyarakat di Kota Palembang. Oleh sebab itu, perlu adanya penataan mengenai RTH yang disesuaikan antara tata ruang kota dan ekologi. Penataan mengenai luasan RTH di suatu wilayah menurut Undang- Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang menyatakan bahwa

99 83 proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit adalah 30% dari luas wilayah kota. RTH yang ditetapkan sebesar 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota. Berdasarkan peraturan tersebut maka, Kota Palembang masih memenuhi kriteria mengenai luasan RTH, namun berdasarkan hasil penelitian ini Kota Palembang berada pada kondisi tidak nyaman. Kriteria tersebut kurang sesuai apabila diterapkan di Kota Palembang, karena perlu adanya kajian mengenai ketinggian suatu wilayah. Selama periode diketahui laju penurunan luas RTH yang terjadi pada setiap tahunnya sebesar 1,35% dari luas keseluruhan Kota Palembang. Hal ini perlu diwaspadai dan tetap mempertahankan proporsi RTH terhadap perubahan penggunaan lahan di Kota Palembang yang banyak mengkonversi lahan-lahan RTH dan bila perlu menghentikan laju perubahan yang menyebabkan berkurangya luasan RTH dalam proses pembangunan kota serta meningkatkan luasan RTH yang sudah ada. an RTH yang cukup besar di Kota Palembang cenderung berada di daerah pinggiran Kota Palembang. Daerah ini masih terdapat kelas tutupan lahan berupa vegetasi jarang dengan kepadatan pemukiman sedang sampai rendah. Wilayah ini merupakan wilayah pedesaan (sub-urban) dengan aktivitas pengelolaan sumberdaya (pertanian, perkebunan dan perladangan). Kondisi ini kurang didukung dengan adanya pemeliharaan yang baik, sehingga banyak fungsi-fungsi penghijauan belum dapat dirasakan manfaatnya secara maksimal. Hal ini yang menjadi permasalahan RTH di Kota Palembang. Untuk wilayah perkotaan (urban), mempunyai aktivitas masyarakat yang berkembang dengan mengikuti kegiatan di dalam kota. Pusat kota di Kota Palembang mempunyai tingkat kepadatan pemukiman yang tinggi Hubungan suhu udara dengan ruang terbuka hijau, area terbangun dan lahan terbuka Berdasarkan UU No 26 tahun 2007 menyebutkan bahwa dalam pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Palembang, salah satu yang ingin diciptakan dengan dibangunnya ruang terbuka hijau adalah untuk ameliorasi iklim mikro. Hal ini dapat dicapai dengan syarat ruang terbuka hijau memiliki

100 84 cukup banyak pohon tahunan dan luasan yang proporsional 30% dari luasan keseluruhan luas wilayahnya. Pada daerah permukiman, keberadaan ruang terbuka hijau merupakan prasarana penting yang berperan sebagai pengatur iklim lingkungan dengan memperkecil perbedaan udara panas ke kondisi sejuk dan dari kondisi lembab ke kondisi normal. Menurut Effendi (2007) bahwa RTH perkotaan diartikan sebagai bagian dari ruang-ruang terbuka suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman dan vegetasi untuk mendukung manfaat langsung dan atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut, yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan dan keindahan wilayah perkotaan. Iklim mikro berkaitan erat dengan tutupan lahannya. Berikut ini suhu rata-rata pada beberapa kelas lahan di Kota Palembang. Tabel 14 Rata-rata suhu udara pada penutupan lahan di Kota Palembang No. Tutupan Lahan Rata-rata suhu permukaan ( C) Ruang Terbuka Hijau a. vegetasi jarang 28 - < < 32 b. vegetasi rapat 28 - < < 31 c. rawa 29 - < < 32 d. sawah 28 -< < 30 e. semak 28 - < < 31 2 Lahan Terbuka 29 - < < 34 3 Area Terbangun 33 - < < 34 Berdasarkan Tabel 14 terlihat perbedaan selang suhu pada tahun 2001 dan 2006 dalam tipe penggunaan lahan yang sama. Perbedaan tersebut terjadi akibat faktor iklim dan waktu perekaman citra serta akibat terjadinya perubahan penutupan lahan. Lahan terbuka pada tahun 2001 memiliki nilai suhu permukaannya 29-<30 C, sedangkan pada tahun 2010 meningkat menjadi 33- <34 C, hal ini disebabkan karena semakin bertambahnya luasan lahan terbuka di Palembang. Pada tahun 2001 untuk tipe lahan terbuka luasannya masih sempit dan dikelilingi dengan vegetasi jarang dan semak serta jaraknya dekat, sedangkan pada tahun 2010 luasannya bertambah dan jauh dari vegetasi yang

101 85 mengelilinginya. Pohon dapat menghambat peningkatan suhu pada tutupan lahan yang ada dibawahnya. Sinar matahari tertahan oleh tajuk pohon dan menghasilkan bayangan yang suhunya lebih rendah di bagian bawah tajuk. Hal ini diperkuat dengan penelitian Purnomo (2003) yang menyatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan bayangan pohon dan bangunan pada suhu udara. Berdasarkan hasil interpretasi dan analisis citra Landsat 7 ETM tahun 2001 dan 2010 luas RTH Kota Palembang mengalami penurunan sebesar 4.478,76 ha atau 12,16%. Sehubungan dengan hal tersebut juga terjadi peningkatan suhu permukaan rata-rata RTH Kota Palembang yang pada tahun 2001 sekitar C menjadi C. Hal tersebut terjadi karena tutupan lahan berupa vegetai rapat yang luasannya terus berkurang sebesar 7.556,76 ha sejak tahun 2001 dan sekitar 1.998,72 ha atau 26,45% dari total perubahan tersebut merupakan konversi vegetasi rapat menjadi area terbangun. Nilai suhu pada lahan lahan terbuka dan area terbangun lebih tinggi dibandingkan dengan suhu pada RTH. Hal ini menunjukkan bahwa RTH mempunyai mempunyai peran dalam pencegahan dampak dari fenomena seperti pemanasan global, UHI (Urban Heat Island) dan efek rumah kaca. Effendi (2007) menyatakan bahwa secara proporsi luasan RTH masih mempunyai potensi besar dalam hal mengurangi peningkatan suhu udara. Selain itu Effendi (2007) juga menyatakan bahwa keberadaan RTH di suatu kota sangat penting untuk dipertahankan karena setiap pengurangan RTH berakibat naiknya suhu udara dengan nilai relatif lebih besar di wilayah perkotaan dibandingkan wilayah kabupaten Ruang terbuka hijau per wilayah kecamatan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Palembang secara umum memenuhi peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah (UU. No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang), yaitu dengan luasan minimal 30% dari luas keseluruhan Kota Palembang. Dalam penelitian ini didapatkan hasil interpretasi dan analisis citra terhadap luasan RTH Kota Palembang pada wilayah per kecamatan pada periode yang berbeda yaitu, tahun 2001 dan Perubahan terjadi pada luasan wilayah Ruang Terbuka Hijau pada masing-masing kecamatan berdasarkan hasil analisis

102 86 dan intepretasi citra landsat 7 ETM tahun 2001 dan 2010 mengalami penurunan luasan. Hal ini berkaitan dengan perubahan lahan yang terjadi di Kota Palembang selama periode terjadi konversi kelas lahan vegetasi rapat menjadi lahan terbangun dan lahan terbuka. Tabel 15 Alih fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Palembang No Alih Fungsi Ruang Terbuka Hijau Kota Palembang 1 Area Terbangun 3.258,82 2 Lahan terbuka 661,68 Berdasarkan Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang untuk proporsi luasan minimal ruang terbuka hijau sebesar 30%, jika diberlakukan penetapan ini untuk tiap-tiap luasan kecamatan ternyata ada beberapa wilayah kecamatan di Kota Palembang yang tidak memenuhi kriteria luasan minimal tersebut. Pada tahun 2001 kecamatan yang tidak memenuhi kriteria tersebut antara lain, Kecamatan Bukit Kecil, Kecamatan Ilir Barat 2, Kecamatan Ilir Timur 1, Kecamatan Ilir Timur 2, Kecamatan Kemuning, Kecamatan Plaju, Kecamatan Seberang Ulu 1 dan Kecamatan Seberang Ulu 2. Untuk Kecamatan yang memiliki luas RTH paling kecil adalah kecamatan Bukit Kecil sebesar 9,09 ha atau 3,70% dari luas wilayah Kecamatan Bukit Kecil, sedangkan untuk kecamatan yang memiliki luas paling besar adalah Kecamatan Ilir Barat 1 sebesar 3.467,88 ha atau 60,95% dari luas wilayah Kecamatan Ilir Barat 1. Pada tahun 2010, kecamatan yang memiliki RTH di bawah 30% dari delapan kecamatan pada tahun 2001 menjadi sembilan kecamatan pada tahun Kecamatan tersebut antara lain, Kecamatan Bukit Kecil, Kecamatan Ilir Barat 2, Kecamatan Ilir Timur 1, Kecamatan Ilir Timur 2, Kecamatan Kemuning, Kecamatan Plaju, Kecamatan Sako, Kecamatan Seberang Ulu 1 dan Kecamatan Seberang Ulu 2. Untuk kecamatan yang memiliki luas RTH terkecil adalah Kecamatan Bukit Kecil sebesar 11,16 ha atau 4,54% dari luas wilayah Kecamatan Bukit Kecil. Terjadi penurunan luasan RTH sebesar 2,79 ha di Kecamatan Bukit Kecil selama periode Distribusi terbesar ada pada Kecamatan Ilir Barat 1 sebesar ha atau 50,69% dari luas wilayah Kecamatan Ilir Barat 1. Sama halnya seperti kecamatan lainnya, walaupun memiliki luas RTH yang

103 87 paling luas, akan tetapi Kecamatan Ilir Barat 1 juga mengalami penurunan RTH selama periode sebesar 582,57 ha. Apabila dilihat dari kondisi luas wilayah perkecamatan yang cukup kecil dibandingkan dengan kepadatan bangunan, maka tidak memungkinkan adanya cadangan ruang terbuka sebagai pengembangan ruang terbuka hijau untuk memenuhi kekurangan luasan RTH pada masing-masing kecamatan. Berdasarkan rencana besaran persentase luasan minimal ruang terbuka hijau, maka dilakukan pengembangan dengan mengoptimalkan dari pekarangan lahan terbangun, sabuk hijau (Green Belt), jalur hijau jalan, pembangunan secara vertikal dan roof garden. Wilayah kecamatan dengan luas Ruang Terbuka Hijau yang memenuhi proporsi 30% sebagai luasan minimal, tindakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah Kota Palembang adalah tetap mempertahankan potensi ruang terbuka dan RTH yang telah ditetapkan. Data mengenai luas distribusi RTH, THI, suhu dan Kelembaban pada tiap Kecamatan di Kota Palembang pada periode dapat dilihat pada Tabel 16.

104 88 Tabel 16. Distribusi suhu, kelembaban, THI, dan NDVI rata-rata serta perubahan luas ruang terbuka hijau per wilayah kecamatan Kota Palembang periode wilayah Ket Suhu ( C) RH (%) THI NDVI RTH RTH (%) No. Kecamatan (*) 1 Alang Alang Lebar 2.315, , ,33 51,06 2 Bukit Kecil 245, ,27 sampai -0,21 9,09 3,70-3 Gandus 4.843, , ,22 59,75 4 Ilir Barat , , ,88 60,95 5 Ilir Barat 2 411, ,15 sampai -0,08 37,80 9,17-6 Ilir Timur 1 589, ,38 sampai -0,27 24,39 4,14-7 Ilir Timur , ,27 sampai -0,21 259,47 13,40-8 Kalidoni 3.021, ,08 0,25 931,50 30,85 9 Kemuning 707, ,27 sampai -0,21 97,29 13,74-10 Kertapati 4.319, ,02 0, ,60 36,10 11 Plaju 1.415, ,02 0,08 392,40 27,70-12 Sako 1.685, ,08 0,25 605,61 35,85 13 Seberang Ulu , ,02 0,08 217,17 12,74-14 Seberang Ulu 2 982, ,02 0,08 221,67 22,56-15 Sematang Borang 2.666, ,08 0, ,22 47,47 16 Sukaramai 4.622, ,08 0, ,57 53,10 88

105 89 Tabel 16 Lanjutan No. Kecamatan 2010 Perubahan Ket (*) Suhu ( C) RH (%) THI NDVI RTH RTH (%) (%) 1 Alang Alang Lebar ,02 0,08 935,10 40,38-247,23-20,91 2 Bukit Kecil ,27 sampai -0,21 7,16 2, ,07-22,77 3 Gandus , ,24 52,29-361,98-12,51 4 Ilir Barat , ,31 50,69-582,57-16,80 5 Ilir Barat ,27 sampai -0,21 37,71 9, ,09-0,24 6 Ilir Timur ,38 sampai -0,27 27,63 4,69-3,24 13,28 7 Ilir Timur ,27 sampai -0,21 251,19 12, ,28-3,19 8 Kalidoni ,08 0,25 911,25 30,19-20,25-2,17 9 Kemuning ,21 sampai -0,15 87,39 12, ,90-10,18 10 Kertapati ,02 0, ,75 32,89-140,85-9,03 11 Plaju ,08 0,02 360,63 25, ,77-8,10 12 Sako ,08 0,25 481,95 28, ,66-20,42 13 Seberang Ulu ,27 sampai -0,21 211,68 12, ,49-2,53 14 Seberang Ulu ,27 sampai -0,21 201,15 20, ,52-9,26 15 Sematang Borang ,08 0, ,93 41,43-160,29-12,67 16 Sukaramai ,02 0, ,33 40,96-561,24-22,87 Keterangan : Suhu, THI, RH, dan NDVI merupakan kelas yang memiliki distribusi paling luas pada wilayah kecamatan * ( ) Memenuhi dan (-) Tidak Memenuhi berdasarkan UU. No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang (-) an Berkurang, (+) an Bertambah 89

106 90 Gambar 38 Peta ruang terbuka hijau Kota Palembang tahun

107 91 Gambar 39 Peta ruang terbuka hijau Kota Palembang tahun

108 Bentuk perkembangan Kota Palembang periode Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi citra Landsat 7 ETM tahun 2001 dan 2010, Kota Palembang memiliki bentuk dan struktur tata ruang kota yang berkembang dari arah tengah kota menuju ke arah pinggiran kota. Adapun bentuk pertumbuhan Kota Palembang antara lain : 1. Pusat kota terkonsentrasi pada Seberang Ilir dan sebagian Seberang Ulu di sempadan Sungai Musi (Jembatan Ampera) 2. Pertumbuhan tahap pertama Kota Palembang dimulai di Pusat Kota (Kecamatan Bukit Kecil, Kecamatan Ilir Timur 1, Kecamatan Seberang Ulu 1 dan Kecamatan Seberang Ulu 2). Hal ini terlihat dari rendahnya RTH yang luasnya di bawah 30% dari luas wilayahnya dan tingginya area terbangun pada daerah tersebut. 3. Pertumbuhan kota cenderung bergerak sepanjang sempadan sungai Musi dan menyebar. Hal tersebut terlihat dari hasil citra yang menunjukkan bahwa di pinggiran sungai Musi berwarna kemerahan. 4. Terjadi pergerakan kawasan terbangun ke luar pusat kota, terutama kearah lahan yang masih kosong atau tidak digunakan (vegetasi rapat). Penurunan luasan RTH salah satu penyebabnya adalah penurunan luasan vegetasi rapat yang ada di bagian pinggiran Kota Palembang. 5. Pergerakan kawasan terbangun menuju arah barat : Kecamatan Gandus dan Kecamatan Kertapati berupa peningkatan persawahan dan rawa. 6. Pergerakan kawasan terbangun menuju arah utara : Kecamatan Alang Alang Lebar dan Kecamatan Sukaramai berupa peningkatan area terbangun. 7. Pergerakan menuju arah selatan stadion Jakabaring berupa peningkatan persawahan dan area terbangun. 8. Pergerakan menuju arah timur : Kecamatan Sako dan Kecamatan Sematang Borang berupa peningkatan area terbangun dan pembukaan lahan baru. Hal tersebut serupa dengan RTRW Kota Palembang yang menyebutkan bahwa perubahan Kota Palembang memiliki bentuk dan struktur tata ruang kota yang akan dikembangkan menggunakan Model Stellar City (Pusat Kota Besar akan dikelilingi oleh pusat-pusat pertumbuhan).

109 93 Sumber : Bappeda Kota Palembang 2009 Gambar 40 Skema pertumbuhan fisik Kota Palembang Pendekatan penentuan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Palembang Karakteristik kepemilikan lahan di Kota Palembang terdiri dari Lahan Milik Perorangan (Private Sector) dan Lahan Milk Umum (Public Sector). Masing-masing lahan tersebut memiliki peran serta yang sama dalam menyediakan ruang terbuka serta ruang terbuka hijau. Agar terjadi keseimbangan ekologis dan lingkungan terkait dengan pembangunan yang semakin meningkat dan potensi gangguan lingkungan yang semakin besar, maka masing-masing lahan, baik pada ruang publik maupun pada ruang privat memiliki kewajiban dan tanggung jawab bersama dalam menyediakan ruang terbuka hijau di masing-masing wilayahnya. Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007, besarnya kerapatan penghijauan ditentukan oleh nilai kerapatan ruang terbuka hijau, yaitu : 1. Ruang publik, kerapatan RTH ditentukan sebesar 10% dari luas ruang publik yang ada. 2. Ruang privat, kerapatan RTH ditentukan sebesar 30% dari luas pekarangan ruang privat yang ada. Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) minimum Kota Palembang diperoleh melalui perbandingan kondisi ruang terbuka dan Koefisien Dasar Hijau (KDH) yang ditetapkan berdasarkan perbandingan luas lahan total di Kota

110 94 Palembang (Bappeda 2009). Menurut Pedoman RTH, kebutuhan RTH Minimum untuk Kota Palembang luas lahan RTH Kota Palembang sebesar m 2 sedangkan luas lahan ruang terbuka di Kota Palembang sebesar m 2. Berdasarkan data tersebut maka KDH Kota Palembang sebesar 13,38% dan kebutuhan RTH di Kota Palembang minimal adalah m 2 (Bappeda 2009) Pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Palembang Berdasarkan pola penyebaran suhu dan kegiatan kawasan, maka pengembangan ruang terbuka hijau Kota Palembang disesuaikan dengan pola pengembangan struktur tata ruang kota dan ekologi yaitu : 1. Menurut Undang-Undang No. 63 Tahun 2002 tentang hutan kota, hutan kota dibedakan atas beberapa tipe, salah satunya adalah tipe kawasan permukiman yang merupakan hutan kota yang dibangun pada areal permukiman, yang berfungsi sebagai penghasil oksigen, penyerap karbondioksida, peresap air, penahan angin dan peredam kebisingan, berupa jenis komposisi tanaman pepohonan yang tinggi dikombinasikan dengan tanaman perdu dan rerumputan. Kawasan pemukiman penduduk memiliki pola penyebaran konsentris terhadap fasilitas kota, terutama di sepanjang jalur utama kota yang tingkat kepadatannya meningkat ke arah pusat kota dan menurun ke arah pinggir kota. Berdasarkan hasil interpretasi, suhu pada kegiatan ini berkisar antara 30 C sampai 34 C, kelembaban berkisar antara 60% sampai 70% dan THI rata-rata berkisar Pada bagian pinggir kota, RTH yang sesuai adalah tipe pekarangan dan kebun kecil di rumah yang menyebar untuk tingkat rumah tangga hingga tingkat kelurahan. Bentuknya cenderung menyebar sesuai dengan luas pekarangan rumah. Berdasarkan struktur tajuknya, maka pada kawasan pemukiman dapat digolongkan kedalam tipe yang berstrata dua atau hanya terdiri dari pohon dan rumput penutup tanah. annya disesuaikan dengan ketentuan koefisien dasar bangunan di Kota Palembang. Contohnya adalah dengan pembuatan kebun keluarga atau TOGA (Tumbuhan Obat Keluarga) dan menanami pekarangan rumah

111 95 dengan pohon-pohon yang rindang. Selain itu juga dapat dilakukan penyuluhan dan pembinaan terhadap masyarakat mengenai pentingnya RTH bagi ekosistem. Bentuk RTH ini dapat dikembangkan di wilayah Kecamatan Sako, Kecamatan Sukaramai, Kecamatan Sako, Kecamatan Sematang Borang, Kecamatan Gandus dan Kecamatan Kertapati. Jenis pohon yang dapat di tanam adalah jenis pohon yang memiliki tajuk yang cukup lebar dan jenis pohon yang memiliki nilai fungsi lain seperti buah atau bunga sehingga dapat bermanfaat untuk panganan anggota keluarga. Jenis pohon tersebut seperti, Beringin (Ficus benyamina), Jambu air (Eugenia aquea), Jambu batu (Psidium guajava), Kelapa (Cocos nucifera), Mangga (Mangifera indica), Nangka (Artocarpus heterophylla), Sawo kecik (Manilkara kauki) dan sukun (Artocarpus altilis). 2. Daerah pinggiran kota umumnya memiliki suhu antara 29 C sampai 34 C kelembaban relatifnya berkisar antara 60% sampai 80% dan THI rata rata berkisar Jenis kegiatan di daerah ini contohnya adalah kantor di tingkat kecamatan, pusat studi, jalan lokal, lapangan olahraga dan daerah pinggiran sungai. Bentuk pengembangan RTH yang sesuai dengan tipe kelompok ini dapat berupa tipe taman kota yang memiliki strata dua hingga tipe tajuk yang memiliki strata banyak karena daerah ini cenderung memiliki wilayah ruang terbuka yang cukup besar. Tipe ini banyak tersebar di kecamatan-kecamatan yang ada di bagian pinggiran kota. Selain itu dapat juga diterapkan sistem jalur hijau/sabuk hijau di pinggir jalan dan sempadan sungai. Jenis tanaman yang dapat di tanam adalah jenis tanaman yang memiliki nilai estetis dan cukup rindang. Jenis pohon yang dapat di tanam antara lain, Akasia daun besar (Accacia mangium), Tanjung (Mimusops elengi), Trembesi (Samanea saman), Kantil (Michelia alba), Cemara laut (Casuarina equisetifolia), Kembang merak (Caesalphinia pulcherima), Nyamplung (Callophyllum inophyllum), Kembang Sepatu (Hibiscusrosa sinensis) dan Angsana (Ptherocarpus indicus).

112 96 Gambar 41 Contoh ilustrasi jalur hijau di Kota Palembang. 3. Pusat kota terdiri dari kegiatan pemerintahan, perdagangan, dan jasa komersil serta pelayanan tranportasi yang sebagian besar terkonsentrasi di pusat-pusat kota serta memiliki akses di sepanjang jalur utama Kota Palembang. Umumnya memiliki suhu di atas 33 C, kelembaban berkisar antara 40% sampai 60% dan THI rata rata berkisar > 31. RTH yang sesuai adalah jalur hijau/sabuk hijau jalan dan roof garden pada bagian atap bangunan yang ditanami dengan tanaman yang tidak terlalu besar dan berat agar tidak merusak bagian atap bangunan. Gambar 42 Ilustrasi bentuk RTH Roof Garden dan jalur hijau.

113 97 Selain itu, perlu diadakan refungsionalisasi dan pengamanan jalur-jalur hijau alami, seperti di sepanjang tepian jalan raya, jalan tol, bawah jalan layang (fly-over), bantaran kali, saluran teknis irigasi, tepian pantai, bantaran rel kereta api, jalur SUTET, Tempat Pemakaman Umum (TPU, makam) dan lapangan olahraga. Pada daerah ini struktur tajuk yang sesuai adalah tipe strata dua karena terkait dengan nilai estetikanya. Nilai estetika dalam perancangan RTH juga harus diperhatikan karena RTH dalam pemanfaatannya RTH juga dapat digunakan untuk tempat rekreasi atau refreshing penduduk kota. Umumnya bentuk kegiatan ini ada di wilayah Kecamatan Bukit Kecil, Seberang Ulu 1, Seberang Ulu 2, Ilir Timur 1, Ilir Timur 2 dan Ilir Barat. Data mengenai pegembangan RTH per wilayah kecamatan dapat dilihat pada Tabel 17.

114 98 No. Kecamatan Tipe Hutan Kota Bentuk Hutan Kota Keterangan 1 Tabel 17 Rekomendasi pengembangan RTH Kota Palembang per wilayah kecamatan Alang Alang Lebar 2 Bukit Kecil 3 Gandus 4 Ilir Barat 1 5 Ilir Barat 2 6 Ilir Timur 1 7 Ilir Timur 2 8 Kalidoni Tipe pemukiman, tipe rekreasi, dan tipe pengamanan Tipe pemukiman, tipe industri, dan tipe pengamanan Tipe pemukiman, tipe rekreasi, dan tipe pengamanan Tipe pemukiman, tipe rekreasi, dan tipe pengamanan Tipe industri dan tipe pengamanan Tipe industri dan tipe pengamanan Tipe industri, dan tipe pengamanan Tipe pemukiman, tipe rekreasi, dan tipe pengamanan Berkelompok, menyebar, dan jalur Menyebar dan jalur Berkelompok, menyebar, dan jalur Berkelompok, menyebar, dan jalur Menyebar dan jalur Menyebar dan jalur Menyebar dan jalur Berkelompok, menyebar, dan jalur Perlu ditambahkan taman kota (berkelompok), jalur hijau pada jalan - jalan provinsi, peningkatan penghijauan di sekitar pemukiman (pekarangan rumah), serta penanaman pohon pada tutupan lahan semak. Kecamatan ini sebaiknya mendapat prioritas utama dalam upaya pengembangan RTH karena mengalami perubahan luasan RTH yang cukup besar. Perlu ditambahkan roof garden pada gedung - gedung bertingkat dan peningkatan jalur hijau pada bagian tengah kecamatan. Kecamatan ini sebaiknya mendapat prioritas utama karena memiliki RTH yang palin kecil, suhu, dan THI yang tinggi serta kelembaban yang rendah. Perlu ditambahkan taman kota (berkelompok), jalur hijau pada jalan - jalan kabupaten, peningkatan penghijauan di sekitar pemukiman (pekarangan rumah), serta menjaga ekosistem rawa. Kecamatan ini sebaiknya mendapat prioritas utama dalam pengembangan RTH karena mengalami penurunan RTH yang cukup besar. Perlu ditambahkan taman kota (berkelompok), jalur hijau pada jalan - jalan lokal, peningkatan penghijauan di sekitar pemukiman (pekarangan rumah), serta menjaga ekosistem rawa yang. Kecamatan ini sebaiknya mendapat prioritas utama dalam upaya pengembangan RTH karena mengalami penurunan RTH yang cukup besar. Perlu ditambahkan roof garden pada gedung - gedung bertingkat dan peningkatan jalur hijau pada bagian tengah kecamatan. Kecamatan ini sebaiknya mendapat prioritas utama karena memiliki tingkat THI yang cukup tinggi. Perlu ditambahkan roof garden pada gedung - gedung bertingkat dan peningkatan jalur hijau di sekitar jalan - jalan utama kota palembang. Kecamatan ini memiliki suhu rata - rata dan THI yang paling tinggi dibandingkan dengan kecamatan lain. Kecamatan ini termasuk salah satu kecamatan yang menjadi prioritas utama untuk pengembangan RTH Perlu ditambahkan roof garden pada gedung - gedung bertingkat dan peningkatan jalur hijau pada bagian tengah kecamatan. Kecamatan ini sebaiknya mendapat prioritas utama karena memiliki tingkat THI yang cukup tinggi. Perlu ditambahkan taman kota (berkelompok), jalur hijau pada jalan - jalan lokal, dan peningkatan penghjauan di sekitar pemukiman (pekarangan rumah) 98

115 99 No. Kecamatan Tipe Hutan Kota Bentuk Hutan Kota Keterangan 9 Kemuning 10 Kertapati 11 Plaju 12 Sako Tabel 17 Lanjutan Seberang Ulu 1 Seberang Ulu 2 Sematang Borang 16 Sukaramai Tipe industri dan tipe pengamanan Tipe rekreasi, tipe pengamanan, dan tipe pemukiman Tipe jalur dan tipe pemukiman Tipe rekreasi, tipe pengamanan, dan tipe pemukiman Tipe rekreasi, tipe jalur, dan tipe pemukiman Tipe rekreasi, tipe jalur, dan tipe pemukiman Tipe rekreasi, tipe jalur, dan tipe pemukiman Tipe rekreasi, tipe jalur, dan tipe pemukiman Menyebar dan jalur Berkelompok, menyebar dan jalur Jalur dan menyebar Berkelompok, menyebar, dan jalur Berkelompok, menyebar, dan jalur Berkelompok, menyebar, dan jalur Berkelompok, menyebar, dan jalur Berkelompok, menyebar, dan jalur Perlu ditambahkan roof garden pada gedung - gedung bertingkat dan peningkatan jalur hijau pada bagian tengah kecamatan. Kecamatan ini sebaiknya mendapat prioritas utama karena memiliki tingkat THI yang cukup tinggi. Perlu ditambahkan taman kota (berkelompok), jalur hijau pada jalan - jalan lokal, dan peningkatan penghjauan di sekitar pemukiman (pekarangan rumah) Jalur hijau pada jalan - jalan lokal, dan peningkatan penghjauan di sekitar pemukiman (pekarangan rumah). Kecamatan ini sebaiknya mendapat prioritas utama karena memiliki tingkat THI yang cukup tinggi. Perlu ditambahkan taman kota (berkelompok), jalur hijau pada jalan - jalan lokal, dan peningkatan penghjauan di sekitar pemukiman (pekarangan rumah) Perlu ditambahkan taman kota (berkelompok), jalur hijau pada jalan - jalan lokal, dan peningkatan penghjauan di sekitar pemukiman (pekarangan rumah) Perlu ditambahkan taman kota (berkelompok), jalur hijau pada jalan - jalan lokal, dan peningkatan penghjauan di sekitar pemukiman (pekarangan rumah) Perlu ditambahkan taman kota (berkelompok), jalur hijau pada jalan - jalan lokal, dan peningkatan penghjauan di sekitar pemukiman (pekarangan rumah) Perlu ditambahkan taman kota (berkelompok), jalur hijau pada jalan - jalan provinsi, peningkatan penghijauan di sekitar pemukiman (pekarangan rumah), serta penanaman pohon pada tutupan lahan semak. Kecamatan ini sebaiknya mendapat prioritas utama dalam upaya pengembangan RTH karena mengalami perubahan luasan RTH yang cukup besar. 99

116 100 Penurunan daya tampung lahan akibat berkembang pesatnya proses pembangunan yang membutuhkan ketersediaan lahan, secara alamiah memang harus terjadi dalam kondisi kota yang semakin berkembang pesat ke arah kemajuan. Meskipun secara fisik, hal ini tidak menguntungkan bagi kelestarian ekologi dan lingkungan, tetapi secara konseptual harus dilengkapi dengan bijaksana. Oleh karena itu sebagai keseimbangan agar daya tampung lahan yang semakin berkurang itu tidak merusakkan sistem lingkungan dan ekosistem yang ada, maka harus diimbangi dengan merencanakan peningkatan kerapatan RTH pada lahan-lahan potensial yang ada. Hal penting yang perlu diingat bahwa pada perencanaan peningkatan kerapatan RTH, ditekankan bahwa semakin besar perubahn lahan, maka semakin besar pula RTH yang harus disediakan.

117 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil interpretasi dan analisis Landsat 7 ETM pada tahun 2001 dan 2010 menunjukkan adanya perubahan tutupan lahan dari lahan bervegetasi menjadi lahan non vegetasi yang cukup besar terjadi di pinggiran Kota Palembang. Perubahan penggunaan lahan tersebut berakibat pada perubahan iklim mikro, diantaranya adalah peningkatan suhu permukaan, penurunan kelembaban relatif dan peningkatan indeks kenyamanan (THI). Sebaran suhu di Kota Palembang berkisar antara 27 C sampai 39 C. Suhu pada RTH berkisar antara 27 C sampai 32 C, sedangkan suhu pada area terbangun berkisar > 33 C. Nilai NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) dapat membantu dalam membedakan antara tutupan vegetasi dan non vegetasi dan memiliki korelasi berupa hubungan berkebalikan dengan suhu permukaan, yaitu kenaikan suhu permukaan disertai dengan penurunan NDVI atau sebaliknya. 2. Berdasarkan peta sebaran distribusi THI, Kota Palembang pada tahun 2001 dan 2010 tergolong kedalam kelas tidak nyaman, karena hampir seluruh wilayah Kota Palembang berada pada selang THI (Temperature Humidity Index) di atas Pengembangan RTH di Kota Palembang tergolong kedalam tiga unit kegiatan, yaitu, pemukiman, daerah pinggiran kota dan daerah pusat kota. Pengembangan RTH di tingkat pemukiman dilakukan dengan penghijauan pekarangan, dengan suhu berkisar 30 C-34 C, kelembaban 60%-70% dan THI rata-rata Pada daerah pinggir kota suhu berkisar 29 C-34 C kelembaban relatifnya 60%-80% dan THI rata rata 26-27, dapat dikembangkan RTH berupa taman kota dan hutan kota. Pada daerah pusat kota suhu berkisar > 33 C, kelembaban 40%-60% dan THI rata rata berkisar > 31, dapat dikembangkan RTH berupa roof garden dan jalur hijau. Ketiga hal tersebut disesuaikan dengan tata ruang kota, sehingga manfaat dan fungsi RTH dapat dirasakan optimal bagi penduduk kota.

118 Saran 1. Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai hubungan antara suhu permukaan, yang didapat dari citra satelit dengan suhu udara, agar pendugaan kenyamanan dapat lebih teliti. 2. Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai besarnya pengaruh penurunan suhu yang berasal dari peningkatan luas RTH di Kota Palembang. Hal ini diperlukan agar dapat dijadikan suatu acuan yang baik untuk melestarikan RTH yang ada. 3. Sebaiknya dalam perencanaan tata kota khususnya dalam perencanaan RTH perlu dimasukkan kajian mengenai suhu udara, kelembaban udara, dan tingkat kenyamanan (THI), sehingga fungsi RTH dapat lebih dirasakan manfaatnya. 4. Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai desain tanaman seperti tumbuhan epifit dan pemilihan jenis tanaman yang sesuai dengan kondisi kota. 5. Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai desain distribusi air ke kota yang bertujuan untuk menjaga tingkat kenyamanan selain dengan RTH. 6. Perlu adanya pemantauan suhu bulanan/harian mengenai tingkat kenyamanan (THI) kota Palembang.

119 DAFTAR PUSTAKA Adiningsih ES, Hartini S, Mujiasih S Kajian Perubahan Distribusi Spasial Suhu Udara Akibat Perubahan Penutupan Lahan. Warta LAPAN Vol 3, No [Bappeda] Badan Perencaan dan Pemeliharaan Daerah Kota Palembang Laporan Perencanaan dan Pemeliharaan Akhir Tahun 2008 Kota Palembang. Bappeda. [BPS] Badan Pusat Statistik Palembang Dalam Angka Palembang. BPS. Burgan RE, Hartford RA, Eidenshink JC Using NDVI to Asses Departure from Average Greeness and its Relation to Fire Bussines. Gen Tech. Rep.INT-GTR Ogden,UT: US Departement Of Agriculture, Forest Service, Intermountain Research Station. Bruse M Modelling and Strategies for Improved Urban Climates. [5 Januari 2010]. Dahlan EN Membangun Kota Kebun (Garden City) Bernuansa Hutan Kota. Bogor: Institut Pertanian Bogor Press. Effendy S Keterkaitan Ruang Terbuka Hijau dengan Urban Heat Island Wilayah Jabotabek [disertasi]. Bogor: Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. [FAHUTAN IPB] Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Konsepsi Pembangunan Hutan Kota. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Grey GW, Frederick JD Urban Forest. New York: John Wiley and sons. Handoko Klimatologi Dasar. Bogor: Jurusan Geofisika dan Meteorologi. FMIPA Institut Pertanian Bogor. Hinkel KM, Nelson FE, Klene AF, Bell JH The Urban Heat Island in Winter at Barrow. Alaska: International Journal of Climatology 23 (15): Hung T Modis Applications in Monitoring Surface Parameters. University of Tokyo. Institute of Industrial Science. Irwan ZD Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. PT. Bumi Aksara. Jakarta. Jaya S Analisis Citra Dijital. Bogor: Institut Pertanian Bogor Press. Jayadinata ES Perencanaan Wilayah Kota. Jakarta. Dinas Pekerjaan Umum.

120 104 Jatmiko S Perubahan Lahan Kota Palembang Periode Palembang. Walhi.. Kartasapoetra AG Klimatologi: Pengaruh Iklim terhadap Tanah dan Tanaman. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Khusaini NI Perubahan Penutupan Lahan terhadap Distribusi Suhu Permukaan di Kota Bogor dengan Menggunakan Citra Landsat dan Sistem Informasi Geografis [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Koto E Studi Iklim Mikro di Hutan Kota Manggala Wanabakti. Jakarta: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. FAHUTAN Institut Pertanian Bogor. Lillesand TM, Kiefer RW Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. LoC P Penginderaan Jauh Terapan. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Maulida PT Aplikasi Citra Landsat dan Sistem Informasi Geografis Untuk Mengetahui Perubahan Penutupan lahan Serta Suhu Permukaan Kota [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Martono DN Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Iklim Mikro. (Studi Kasus Kecamatan Cangkringan Sleman). Jakarta Timur: LAPAN No. 76. Meiliyani Identifikasi Perubahan Penggunaan dan Penutupan Lahan di Kota Palembang dari Zaman Klasik hingga Kemerdekaan ( ) [skripsi]. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Murtie TK Pelemahan Radiasi Global oleh Polusi Udara dan Dampaknya terhadap Iklim di Palembang [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Murdiyarso D, Suharsono H Peranan Hutan Kota dalam Pengendalian Iklim Kota. Sejuta Pohon untuk Perbaikan Iklim Kota. Prosiding Seminar Sehari Iklim Perkotaan. Bogor: PERHIMPI. Hal: Mulyana M, Laras T, Budi SH Impact of Urban Development on the Climate and Environment. Bandung : ITB Press. [MENDAGRI] Menteri Dalam Negeri Instruksi Menteri dalam Negeri Nomor 14 Tahun [MENDAGRI] Menteri Dalam Negeri Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun [MENDAGRI] Menteri Dalam Negeri Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1998.

121 105 [MENPU] Menteri Pekerjaan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota. [MENPU] Mentri Pekerjaan Umum Undang-Undang Nomor 26 Tahun [MENPU] Menteri Pekerjaan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun Nowak DJ Understanding the Structure. Journal of Forestry 92 (10): Niewolt S Tropical Climatology, an Introduction to The Climate Low Lattitude. New York. Jhon Willey & Sons. Okarda B Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan terhadap Perubahan Distribusi Suhu Permukaan di Kabupaten Cianjur dengan Menggunakan Citra Satelit Landsat TM dan Sistem Informasi Geografis [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Purnomo AB Pengaruh Bayangan dan Vegetasi pada Suhu Udara di Kampus A Trisakti, Dimensi Teknik Arsitektur. Vol.31 (2): Purwadhi FS, Hardiyanti Interpretasi Citra Digital. Jakarta: PT Grasindo. Santosa I Stasiun Meteorologi Pertanian dan Beberapa Cara Pengelolaan Data Iklim. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Soedomo M Kumpulan Karya Ilmiah Mengenai Pencemaran Udara. Bandung: ITB press. Suryadi Y Perangkat Lunak Perhitungan Emisi Gas Karbondioksida (CO 2 ) dan Estimasi Hutan Kota sebagai Penyerap Gas CO 2 (Studi Kasus di Kota Palembang, Sumatera Selatan) [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Tursilowati L Urban Heat Island dan Kontribusinya Pada Perubahan Iklim dan Hubungannya dengan Perubahan Lahan. Bogor: Pusat Pemanfaatan Sains. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. USGS Landsat 7 Science Data User Handbook. Wahyudi T Pendugaan Diffusivitas Thermal dan Damping Depth pada Beberapa Penutupan Lahan untuk Menduga Suhu Udara Menggunakan Citra Satelit Terra/Aster [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Waluyo P Distribusi Spasial Suhu Permukaan dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau di Kota Semarang [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

122 106 Wardhana, WLD Pengaruh Tipe Penutupan Lahan terhadap Distribusi Suhu Permukaan di Kota Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Weng QH, Yang SH Managing the adverse thermal effects of urban development in a densely populated chinese city. Journal of environmental management 70 (2): Wenda K Pengkajian Hutan Kota dalam Hubungannya dengan Iklim Mikro (Studi Kasus Pada Beberapa Lokasi di Wilayah Kotamadya Bogor [skripsi]. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Zulkarnain I Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Kota Pontianak [tesis]. Bogor: Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

123 LAMPIRAN

124 Lampiran 1 Tutupan lahan Kota Palembang per wilayah kecamatan Kecamatan Alang Alang Lebar Kecamatan Bukit Kecil No Tutupan Lahan Perubahan Perubahan % % luas % % % % 1 Tidak ada data 565,20 24,41 565,20 24,41 0,00 0,00 88,92 36,20 88,92 36,20 0,00 0,00 2 Badan Air 0,00 0,00 2,61 0,11 2,61-1,89 0,77 2,16 0,88 0,27 14,29 3 Area Terbangun 513,81 22,19 690,84 29,84 177,03 34,45 144,36 58,78 138,33 56,32-6,03-4,18 4 Vegetasi Jarang 208,71 9,01 429,66 18,56 220,95 105,86 0,99 0,40 9,54 3,88 8,55 863,64 5 Vegetasi Rapat 789,57 34,10 210,06 9,07-579,51-73,40 7,29 2,97 0,27 0,11-7,02-96,30 6 Rawa 47,25 2,04 183,15 7,91 135,90 287,62 0,00 0,00 0,36 0,15 0,36-7 Sawah 0,54 0,02 29,70 1,28 29, ,00 0,00 0,00 0,45 0,18 0,45-8 Semak 136,26 5,88 82,53 3,56-53,73-39,43 0,81 0,33 0,54 0,22-0,27-33,33 9 Lahan Terbuka 54,45 2,35 121,59 5,25 67,14 123,31 1,35 0,55 5,04 2,05 3,69 273,33 Total 2.315,79 100, ,34 100,00 0,00-245,61 100,00 245,61 100,00 0,00 - Lampiran 1 Lanjutan No Tutupan Lahan Kecamatan Gandus Kecamatan Ilir Barat Perubahan Perubahan % % luas % % % luas % 1 Tidak ada data 1.312,20 27, ,20 27,10 0,00 0, ,14 24, ,14 24,74 0,00 0,00 2 Badan Air 207,63 4,29 224,91 4,64 17,28 8,32 0,00 0,00 2,43 0,04 2,43-3 Area Terbangun 385,02 7,95 648,72 13,40 263,70 68,49 772,20 13, ,41 21,11 429,21 55,58 4 Vegetasi Jarang 253,71 5,24 756,54 15,62 502,83 198,19 497,97 8, ,35 17,73 511,38 102,69 5 Vegetasi Rapat 1.665,27 34,38 758,25 15,66-907,02-54, ,48 39,50 950,67 16, ,81-57,70 6 Rawa 665,55 13,74 806,67 16,66 141,12 21,20 443,70 7,80 704,25 12,37 260,55 58,72 7 Sawah 91,80 1,90 153,54 3,17 61,74 67,25 1,35 0,02 94,95 1,67 93,60 693,33 8 Semak 217,89 4,50 57,24 1,18-160,65-73,73 277,38 4,88 126,09 2,22-151,29-54,54 9 Lahan Terbuka 44,64 0,92 124,65 2,57 80,01 179,23 41,22 0,72 194,76 3,42 153,54 372,49 Total 4.843,71 100, ,72 100,00 0, ,44 100, ,05 100,00 0,

125 Lampiran 1 Lanjutan No Tutupan Lahan Kecamatan ILir Barat 2 Kecamatan Ilir Timur I Perubahan Perubahan % % luas % % % % 1 Tidak ada data 203,76 49,45 203,76 49,45 0,00 0,00 170,55 28,93 170,55 28,93 0,00 0,00 2 Badan Air 11,34 2,75 11,16 2,71-0,18-1,59 2,97 0,50 4,14 0,70 1,17 39,39 3 Area Terbangun 158,49 38,47 138,51 33,62-19,98-12,61 389,07 66,00 376,38 63,85-12,69-3,26 4 Vegetasi Jarang 4,50 1,09 26,91 6,53 22,41 498,00 2,61 0,44 20,07 3,40 17,46 668,97 5 Vegetasi Rapat 25,11 6,09 3,78 0,92-21,33-84,95 21,06 3,57 3,60 0,61-17,46-82,91 6 Rawa 0,45 0,11 1,08 0,26 0,63 140,00 0,09 0,02 1,89 0,32 1,80 200,00 7 Sawah 0,00 0,00 1,26 0,31 1,26-0,00 0,00 1,53 0,26 1,53-8 Semak 7,74 1,88 4,68 1,14-3,06-39,53 0,63 0,11 0,54 0,09-0,09-14,29 9 Lahan Terbuka 0,63 0,15 20,88 5,07 20, ,29 2,52 0,43 10,80 1,83 8,28 328,57 Total 412,02 100,00 412,02 0,00 0,00-589,50 100,00 589,50 100,00 0,00 - Lampiran 1 Lanjutan No Tutupan Lahan Kecamatan Ilir Timur 2 Kecamatan Kalidoni Perubahan Perubahan % % luas % % % luas % 1 Tidak ada data 1.075,77 55, ,77 55,56 0,00 0,00 162,73 53, ,73 53,96 0,00 0,00 2 Badan Air 70,65 3,65 69,03 3,57-1,62-2,29 82,98 2,75 81,54 2,70-1,44-1,74 3 Area Terbangun 512,10 26,45 470,88 24,32-41,22-8,05 365,22 12,10 312,39 10,35-52,83-14,47 4 Vegetasi Jarang 64,26 3,32 186,48 9,63 122,22 190,20 213,75 7,08 381,51 12,64 167,76 78,48 5 Vegetasi Rapat 168,57 8,71 24,30 1,26-144,27-85,58 477,63 15,82 165,15 5,47-312,48-65,42 6 Rawa 4,23 0,22 14,58 0,75 10,35 244,68 79,38 2,63 240,30 7,96 160,92 202,72 7 Sawah 0,99 0,05 10,44 0,54 9,45 954,55 21,33 0,71 44,28 1,47 22,95 107,59 8 Semak 21,42 1,11 15,39 0,79-6,03-28,15 139,41 4,62 80,01 2,65-59,40-42,61 9 Lahan Terbuka 18,18 0,94 69,30 3,58 51,12 281,19 10,80 0,36 84,69 2,81 73,89 684,17 Total 1.936,,17 100, ,17 100,00 0, ,23 100, ,60 0,00 0,

126 Lampiran 1 Lanjutan Kecamatan Kemuning Kecamatan Kertapati No Tutupan Lahan Perubahan Perubahan % % luas % % % % 1 Tidak ada data 279,18 39,44 279,18 39,44 0,00 0, ,80 50, ,80 50,28 0,00 0,00 2 Badan Air 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00-207,36 4,80 216,45 5,01 9,09 4,38 3 Area Terbangun 319,95 45,19 302,49 42,73-17,46-5,46 377,10 8,72 412,83 9,56 35,73 9,47 4 Vegetasi Jarang 6,57 0,93 61,02 8,62 54,45 828,77 148,95 3,45 385,29 8,92 236,34 158,67 5 Vegetasi Rapat 89,19 12,60 16,20 2,29-72,99-81,84 460,71 10,66 146,88 3,40-313,83-68,12 6 Rawa 0,36 0,05 4,86 0,69 4, ,00 550,35 12,73 629,64 14,58 79,29 14,41 7 Sawah 0,09 0,01 2,25 0,32 2, ,00 195,48 4,52 217,44 5,04 21,96 11,23 8 Semak 1,08 0,15 3,06 0,43 1,98 183,33 205,11 4,75 40,50 0,94-164,61-80,25 9 Lahan Terbuka 11,52 1,63 38,88 5,49 27,36 237,50 6,66 0,15 97,47 2,26 90,81 136,,51 Total 707,94 100,00 707,94 100,00 0, ,52 100, ,30 100,00 0,00 - Lampiran 1 Lanjutan No Tutupan Lahan Kecamatan Plaju Kecamatan Sako Perubahan Perubahan % % luas % % % luas % 1 Tidak ada data 654,39 46,19 654,39 46,21 0,00 0,00 801,90 47,47 801,90 47,46 0,00 0,00 2 Badan Air 86,85 6,13 87,48 6,18 0,63 0,73 0,00 0,00 0,90 0,05 0,90-3 Area Terbangun 278,55 19,66 260,82 18,42-17,73-6,37 255,24 15,11 346,77 20,52 91,53 35,86 4 Vegetasi Jarang 61,02 4,31 164,43 11,61 103,41 169,47 163,35 9,67 241,38 14,29 78,03 47,77 5 Vegetasi Rapat 214,29 15,13 47,34 3,34-166,95-77,91 319,05 18,89 77,94 4,61-241,11-75,57 6 Rawa 20,88 1,47 86,04 6,08 65,16 312,07 33,93 2,01 93,42 5,53 59,49 175,33 7 Sawah 58,32 4,12 49,41 3,49-8,91-15,28 0,27 0,02 12,96 0,77 12, ,00 8 Semak 37,89 2,67 13,41 0,95-24,48-64,61 89,01 5,27 56,25 3,33-32,76-36,80 9 Lahan Terbuka 4,41 0,31 52,74 3,72 48, ,92 26,46 1,57 58,05 3,44 31,59 119,39 Total 1.416,60 100, ,06 100,00 0, ,21 100, ,57 100,00 0,

127 Lampiran 1 Lanjutan No Tutupan Lahan Kecamatan Seberang ulu 1 Kecamatan Seberang Ulu Perubahan Perubahan % % luas % % % % 1 Tidak ada data 1.052,01 61, ,01 61,74 0,00 0,00 479,34 48,79 479,34 48,79 0,00 0,00 2 Badan Air 47,70 2,80 49,68 2,92 1,98 4,15 63,36 6,45 67,23 6,84 3,87 6,11 3 Area Terbangun 378,72 22,22 358,47 21,04-20,25-5,35 213,30 21,71 202,41 20,60-10,89-5,11 4 Vegetasi Jarang 37,98 2,23 107,82 6,33 69,84 183,89 28,53 2,90 100,71 10,25 72,18 253,00 5 Vegetasi Rapat 117,63 6,90 25,47 1,49-92,16-78,35 115,47 11,75 29,07 2,96-86,40-74,82 6 Rawa 24,84 1,46 33,30 1,95 8,46 34,06 33,39 3,40 54,09 5,51 20,70 61,99 7 Sawah 9,72 0,57 36,63 2,15 26,91 276,85 18,00 1,83 6,75 0,69-11,25-62,50 8 Semak 27,00 1,58 8,46 0,50-18,54-68,67 26,28 2,67 10,53 1,07-15,75-59,93 9 Lahan Terbuka 8,64 0,51 32,22 1,89 23,58 272,92 4,86 0,49 32,40 3,30 27,54 566,67 Total 1.704,24 100, ,06 100,00 0,00-982,53 100,00 982,53 100,00 0,00 - Lampiran 1 lanjutan No Tutupan Lahan Kecamatan Sematang Borang Kecamatan Sukaramai Perubahan Perubahan % % luas % % % luas % 1 Tidak ada data 1.284,21 48, ,21 48,16 0,00 0, ,56 31, ,56 31,90 0,00 0,00 2 Badan Air 0,00 0,00 1,08 0,04 1,08-0,00 0,00 1,80 0,04 1,80-3 Area Terbangun 110,34 4,14 255,24 9,57 144,90 131,32 573,66 12, ,78 22,28 456,12 79,51 4 Vegetasi Jarang 349,83 13,13 412,65 15,47 62,82 17,96 736,74 15,94 770,49 16,67 33,75 4,58 5 Vegetasi Rapat 547,38 20,54 225,09 8,44-322,29-58, ,68 29,50 606,42 13,12-757,26-55,53 6 Rawa 179,73 6,74 319,41 11,98 139,68 77,72 78,39 1,70 314,01 6,79 235,62 300,57 7 Sawah 0,09 0,00 42,93 1,61 42, ,00 0,00 0,00 50,49 1,09 50,49-8 Semak 188,19 7,06 104,85 3,93-83,34-44,29 275,76 5,97 151,92 3,29-123,,84-44,91 9 Lahan Terbuka 5,58 0,21 21,24 0,80 15,66 280,65 119,70 2,59 223,38 4,83 103,68 86,62 Total 2.665,35 100, ,70 100,00 0, ,49 100, ,85 100,00 0,

128 Lampiran 2 Konversi tutupan lahan periode No Tutupan Lahan 2001 Tutpan Lahan 2010 Tidak ada data Badan Air Area Terbangun Vegetasi Jarang Vegetasi Rapat % % % % % 1 Tidak ada data ,15 100,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2 Badan Air 0,00 0,00 703,71 91,74 14,94 0,21 0,00 0,00 0,00 0,00 3 Area Terbangun 0,00 0,00 20,34 2, ,70 51,22 752,40 14,91 0,45 7,94 4 Vegetasi Jarang 0,00 0,00 2,25 0,29 585,00 8,28 857,61 17,00 612,27 18,60 5 Vegetasi Rapat 0,00 0,00 15,93 2, ,08 28, ,98 49, ,35 57,47 6 Rawa 0,00 0,00 4,77 0,62 311,22 4,40 268,20 5,32 165,60 5,03 7 Sawah 0,00 0,00 17,19 2,24 52,74 0,75 90,81 1,80 19,89 0,60 8 Semak 0,00 0,00 2,07 0,27 310,05 4,39 494,73 9,81 277,02 8,42 9 Lahan Terbuka 0,00 0,00 0,45 0,06 170,01 2,41 53,28 1,06 59,85 1,82 Lampiran 2 Lanjutan No Tutupan Lahan 2001 Tutupan Lahan 2010 Rawa Sawah Semak Lahan Terbuka % % % % 1 Tidak ada data 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2 Badan Air 0,00 0,00 6,39 0,85 0,00 0,00 0,00 0,00 3 Area Terbangun 3.590,28 10,32 112,86 14,99 41,49 5,50 487,17 41,31 4 Vegetasi Jarang 356,85 10,25 71,73 9,53 220,05 29,15 74,43 6,31 5 Vegetasi Rapat 1.207,80 34,69 262,62 34,88 250,65 33,20 456,03 38,67 6 Rawa 1.139,67 32,73 150,84 20,03 29,52 3,91 81,54 6,91 7 Sawah 103,59 2,98 100,80 13,39 2,16 0,29 9,18 0,78 8 Semak 277,74 7,98 39,96 5,31 204,84 27,13 40,50 3,43 9 Lahan Terbuka 33,12 0,95 7,47 0,99 5,22 0,69 29,97 2,

129 Lampiran 3 distribusi suhu permukaan tahun 2001 terhadap tutupan lahan tahun 2001 No Tutupan Lahan Suhu ( C) < < < < < < < < < < 30 1 Tidak Ada Data 112,95 30,15 108,45 117,63 175,14 368,73 535, , , ,91 2 Badan air 0,00 1,17 11,25 9,45 16,29 62,91 238,59 334,71 38,70 11,88 3 Area terbangun 3,51 1,17 1,71 4,59 11,52 38,43 47,07 162,90 296,82 948,87 4 vegetasi jarang 0,45 1,53 9,99 13,23 17,19 44,73 47,16 358, , ,33 5 vegetasi rapat 22,59 10,53 21,42 15,39 23,22 85,14 140, , , ,43 6 rawa 0,00 0,00 0,00 0,18 0,36 0,99 3,96 150,93 914, ,37 7 sawah 0,00 0,00, 0,00 0,00 0,18 4,77 13,41 86,40 164,43 123,12 8 semak 0,00 0,00 0,63 3,87 4,86 12,15 19,89 248,40 843,48 476,37 9 lahan terbuka 0,27 0,63 2,70 1,53 1,08 1,89 1,89 7,02 23,76 144,54 Lampiran 3 Lanjutan No Tutupan Lahan Suhu ( C) 30 - < < < < < < < < < 39 >= 39 1 Tidak Ada Data 1.168, ,96 618,48 729,45 352,62 54,54 11,34 0,45 0,36 0,00 2 Badan air 0,72 0,36 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 3 Area terbangun 586,44 872,82 716, ,93 650,25 86,76 16,38 1,17 0,54 0,18 4 vegetasi jarang 103,41 32,76 2,88 0,45 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 5 vegetasi rapat 639,99 467,82 120,15 42,12 1,89 0,27 0,00 0,00 0,00 0,00 6 rawa 37,17 3,69 0,00 0,09 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 7 sawah 5,58 0,09 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 8 semak 32,67 5,58 0,54 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 9 lahan terbuka 96,39 53,64 13,50 7,29 3,06 0,18 0,18 0,00 0,00 0,00 Keterangan : pada tiap selang suhu = hektar

130 Lampiran 4 distribusi suhu permukaan tahun 2010 terhadap tutupan lahan tahun 2010 No Tutupan Lahan Suhu ( C) < < < < < < < < < < 30 1 Tidak Ada Data 0,00 0,18 5,31 57,42 242,91 638,19 588, , , ,00 2 Badan air 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,62 512,37 166,77 51,84 3 Area terbangun 0,00 0,00 0,09 0,54 1,62 12,6 34,02 198,36 264,51 454,86 4 vegetasi jarang 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 3,6 11,34 24,75 101, ,14 5 vegetasi rapat 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,45 1,71 16,38 581,58 6 rawa 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,27 18,54 677,97 7 sawah 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,09 5,67 49,50 337,68 8 semak 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,81 14,49 224,01 9 lahan terbuka 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,27 0,45 2,7 11,70 42,39 Lampiran 4 Lanjutan No Tutupan Lahan Suhu ( C) 30 - < < < < < < < < < Tidak Ada Data 1.848, ,80 999, ,10 809,46 272,43 140,4 17,64 3,24 0,27 2 Badan air 16,83 10,08 3,33 1,98 0,27 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 3 Area terbangun 346,95 935,19 770, , ,00 834,75 848,43 154,08 28,80 1,62 4 vegetasi jarang 1.030, ,95 402,84 462,06 242,19 60,48 17,1 1,44 0,18 0,00 5 vegetasi rapat 1136, ,59 283,50 135,90 26,55 2,43 0,18 0,09 0,00 0,00 6 rawa 1.225, ,76 194,76 63,00 11,61 2,16 0,27 0,00 0,00 0,00 7 sawah 192,42 104,22 24,66 22,32 12,06 1,89 0,54 0,18 0,00 0,00 8 semak 284,40 188,73 30,15 9,72 0,63 0,09 0,00 0,00 0,00 0,00 9 lahan terbuka 72,09 211,77 166,68 303,66 267,12 76,50 21,51 1,44 0,09 0,00 Keterangan : pada tiap selang suhu = hektar

131 Lampiran 5 distribusi suhu permukaan per wilayah kecamatan Kecamatan Alang Alang Lebar Kecamatan Bukit Kecil No Suhu ( C) Perubahan Perubahan % % % % % % ha) 1 < 21 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 22 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 23 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 24 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 25 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 26 0,00 0,00 6,75 0,29 6,75 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 27 0,36 0,02 11,97 0,48 11, ,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < ,74 5,00 28,08 1,07-87,66-75,74 0,54 0,22 1,80 0,73 1,80 333, < ,80 24,17 36,81 1,50-522,99-93,42 1,89 0,77 1,62 0,66 1,62 85, < ,66 37,21 278,37 11,76-583,29-67,69 3,96 1,61 4,77 1,94 4,77 120, < ,46 15,91 366,30 15,73-2,16-0,59 6,12 2,49 4,32 1,76 4,32 70, < ,35 10,55 564,57 24,32 320,22 131,05 21,87 8,90 9,81 3,99 9,81 44, < 33 96,75 4,18 349,11 15,24 252,36 260,84 33,03 13,45 11,61 4,73 11,61 35, < 34 59,31 2,56 343,08 15,01 283,77 478,45 81,09 33,02 30,51 12,42 30,51 37, < 35 8,55 0,37 186,57 8,23 178, ,11 78,75 32,06 56,97 23,20 56,97 72, < 36 0,54 0,02 84,60 3,74 84, ,67 15,93 6,49 50,85 20,70 50,85 319, < 37 0,18 0,01 46,62 2,06 46, ,00 2,43 0,99 51,75 21,07 51, , < 38 0,00 0,00 10,53 0,47 10,53 0,00 0,00 0,00 17,19 7,00 17,19 0, < 39 0,00 0,00 1,98 0,09 1,98 0,00 0,00 0,00 4,14 1,69 4,14 0, ,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,27 0,11 0,27 0,00 Total 2.315,70 100, ,70 100,00 245,61 100,00 245,61 100,

132 Lampiran 5, Lanjutan No Suhu ( C) Kecamatan Gandus Kecamatan Ilir Barat Perubahan Perubahan % % % % % % 1 < 21 0,18 0,00 0,00 0,00-0,18-100,00 123,30 2,17 0,00 0,00-123,30-100, < 22 2,88 0,06 0,00 0,00-2,88-100,00 22,68 0,40 0,00 0,00-22,68-100, < 23 12,15 0,25 0,00 0,00-12,15-100,00 42,57 0,75 0,09 0,00-42,48-99, < 24 22,95 0,47 0,27 0,01-22,68-98,82 33,30 0,59 9,27 0,16-24,03-72, < 25 44,01 0,91 8,10 0,17-35,91-81,60 40,32 0,71 34,47 0,61-5,85-14, < ,28 2,40 50,40 1,04-65,88-56,66 140,85 2,48 61,83 1,09-79,02-56, < ,18 6,51 58,59 1,21-256,59-81,41 195,03 3,43 52,74 0,93-142,29-72, < ,91 24,90 331,20 6,84-874,71-72,54 884,70 15,55 122,94 2,16-761,76-86, < ,04 39,68 282,60 5, ,44-85, ,85 27,46 183,06 3, ,79-88, < ,97 19, ,59 23,51 208,62 22, ,24 26,63 911,52 16,02-603,72-39, < ,36 2, ,95 27, , ,86 289,53 5, ,22 24, ,69 389, < 32 69,12 1, ,42 20,88 942, ,28 302,94 5, ,50 21,90 943,56 311, < 33 33,21 0,69 234,27 4,84 201,06 605,42 204,03 3,59 381,24 6,70 177,21 86, < 34 40,41 0,83 199,35 4,12 158,94 393,32 262,71 4,62 407,52 7,16 144,81 55, < 35 9,36 0,19 97,74 2,02 88,38 944,23 65,25 1,15 324,18 5,70 258,93 396, < 36 1,80 0,04 44,01 0,91 42, ,00 3,69 0,06 203,49 3,58 199, , < 37 0,81 0,02 21,51 0,44 20, ,56 0,09 0,02 201,60 3,54 201, , < 38 0,00 0,00 3,87 0,08 3,87 0,00 0,00 0,00 27,45 0,48 27,45 0, < 39 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1,08 0,02 1,08 0, ,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Total 4.843,62 100, ,08 100, ,57 100, ,57 100,

133 Lampiran 5 Lanjutan No Suhu ( C) Kecamatan Ilir Barat 2 Kecamatan Ilir Timur Perubahan Perubahan % % % % % % 1 < 21 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 22 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, ,00 0, < 23 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 24 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 25 0,00 0,00 6,84 1,66 6,84 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 26 0,00 0,00 9,72 2,36 9,72 0,00 0,36 0,06 1,80 0,31 1,44 400, < 27 0,00 0,00 5,22 1,27 5,22 0,00 1,62 0,27 1,17 0,20-0,45-27, < 28 13,59 3,30 13,50 3,28-0,09-0,66 4,32 0,73 1,53 0,26-2,79-64, < 29 9,81 2,38 15,66 3,80 5,85 59,63 3,24 0,55 3,69 0,63 0,45 13, < 30 32,85 7,97 19,62 4,76-13,23-40,27 7,38 1,25 6,39 1,08-0,99-13, < 31 33,75 8,19 13,95 3,39-19,80-58,67 11,34 1,92 5,85 0,99-5,49-48, < 32 71,37 17,32 27,90 6,77-43,47-60,91 39,15 6,64 14,04 2,38-25,11-64, < 33 61,56 14,94 24,75 6,01-36,81-59,80 56,43 9,57 17,01 2,89-39,42-69, < ,42 29,23 56,43 13,70-63,99-53,14 239,13 40,56 58,59 9,94-180,54-75, < 35 60,21 14,61 95,58 23,20 35,37 58,74 202,68 34,38 129,15 21,91-73,53-36, < 36 7,38 1,79 66,78 16,21 59,40 804,88 21,33 3,62 142,65 24,20 121,32 568, < 37 1,08 0,26 52,29 12,69 51, ,67 2,34 0,40 182,70 30,99 180, , < 38 0,00 0,00 3,51 0,85 3,51 0,00 0,18 0,03 23,76 4,03 23, , < 39 0,00 0,00 0,09 0,02 0,09 0,00 0,00 0,00 1,17 0,20 1,17 0, ,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Total 411,93 100,00 411,93 100,00 589,50 100,00 589,50 100,

134 Lampiran 5 Lanjutan No Suhu ( C) Kecamatan Ilir Timur 2 Kecamatan Kalidoni Perubahan Perubahan % % % % % % 1 < 21 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 22 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 23 0,00 0,00 0,72 0,04 0,72 0,00 0,09 0,00 0,00 0,00-0,09-100, < 24 0,00 0,00 12,60 0,65 12,60 0,00 4,50 0,15 3,60 0,12-0,90-20, < 25 0,18 0,01 21,60 1,12 21, ,00 11,25 0,37 26,10 0,86 14,85 132, < 26 6,75 0,35 48,42 2,50 41,67 617,33 49,77 1,65 85,68 2,84 35,91 72, < 27 32,04 1,65 43,20 2,23 11,16 34,83 103,95 3,44 79,11 2,62-24,84-23, < ,70 8,51 161,10 8,32-3,60-2,19 379,89 12,58 274,05 9,07-105,84-27, < 29 81,00 4,18 76,77 3,97-4,23-5,22 757,80 25,10 190,62 6,31-567,18-74, < ,17 14,01 127,98 6,61-143,19-52, ,50 35,92 729,00 24,13-355,50-32, < ,55 13,46 119,79 6,19-140,76-54,02 293,22 9,71 459,18 15,20 165,96 56, < ,43 21,51 235,53 12,16-180,90-43,44 238,32 7,89 453,06 14,99 214,74 90, < ,78 13,21 192,51 9,94-63,27-24,74 63,45 2,10 222,48 7,36 159,03 250, < ,47 15,26 360,18 18,60 64,71 21,90 28,35 0,94 272,34 9,01 243,99 860, < ,68 6,75 297,54 15,37 166,86 127,69 3,87 0,13 166,59 5,51 162, , < 36 19,53 1,01 135,99 7,02 116,46 596,31 0,27 0,01 41,22 1,36 40, , < 37 1,89 0,10 88,38 4,56 86, ,19 0,00 0,00 19,26 0,64 19,26 0, < 38 0,00 0,00 9,18 0,47 9,18 0,00 0,00 0,00 1,26 0,04 1,26 0, < 39 0,00 0,00 3,87 0,20 3,87 0,00 0,00 0,00 0,45 0,01 0,45 0, ,00 0,00 0,81 0,04 0,81 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Total 1.936,17 100, ,17 100, ,62 100, ,62 100,

135 Lampiran 5 Lanjutan No Suhu ( C) Kecamatan Kemuning Kecamatan Kertapati Perubahan Perubahan % % % % % 1 < 21 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 15,84 0,37 0,00 0,00-15,84-100, < 22 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 20,52 0,47 0,00 0,00-20,52-100, < 23 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 89,82 2,08 0,00 0,00-89,82-100, < 24 0,00 0,00 0,27 0,04 0,27 0,00 76,32 1,77 0,45 0,01-75,87-99, < 25 0,00 0,00 2,43 0,34 2,43 0,00 101,79 2,36 9,81 0,23-91,98-90, < 26 0,90 0,13 4,68 0,66 3,78 420,00 180,00 4,16 72,18 1,67-107,82-59, < 27 0,81 0,11 3,69 0,52 2,88 355,56 231,84 5,36 104,04 2,41-127,80-55, < 28 1,71 0,24 8,73 1,23 7,02 410,53 808,92 18,72 453,87 10,51-355,05-43, < 29 5,49 0,78 9,81 1,39 4,32 78, ,15 30,27 422,01 9,77-886,14-67, < 30 57,87 8,17 18,90 2,67-38,97-67, ,46 23, ,64 35,21 495,18 48, < 31 55,98 7,91 27,99 3,95-27,99-50,00 140,76 3,26 641,16 14,84 500,40 355, < ,99 19,21 67,32 9,51-68,67-50,50 110,79 2,56 671,58 15,55 560,79 506, < ,77 15,93 69,21 9,78-43,56-38,63 56,16 1,30 165,06 3,82 108,90 193, < ,78 28,50 150,03 21,19-51,75-25,65 69,75 1,61 117,00 2,71 47,25 67, < ,71 18,04 171,18 24,18 43,47 34,04 49,68 1,15 67,50 1,56 17,82 35, < 36 6,12 0,86 90,81 12,83 84, ,82 23,13 0,54 26,19 0,61 3,06 13, < 37 0,81 0,11 72,99 10,31 72, ,11 10,98 0,25 27,18 0,63 16,20 147, < 38 0,00 0,00 9,00 1,27 9,00 0,00 1,26 0,03 12,42 0,29 11,16 885, < 39 0,00 0,00 0,81 0,11 0,81 0,00 0,90 0,02 4,68 0,11 3,78 420, ,00 0,00 0,09 0,01 0,09 0,00 0,18 0,04 0,27 0,01 0,09 50,00 Total 707,94 100,00 707,94 100, ,15 100, ,15 100,00 %

136 Lampiran 5 Lanjutan No Suhu ( C) Kecamatan Plaju Kecamatan Sako Perubahan Perubahan % % % % % % 1 < 21 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 22 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 23 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 12,33 0,73 0,18 0,01-12,15-98, < 24 0,00 0,00 5,49 0,39 5,49 0,00 15,48 0,92 1,35 0,08-14,13-91, < 25 0,00 0,00 10,35 0,73 10,35 0,00 20,34 1,20 11,07 0,66-9,27-45, < 26 0,00 0,00 26,64 1,88 26,64 0,00 48,69 2,88 67,95 4,03 19,26 39, < 27 22,14 1,56 23,22 1,64 1,08 4,88 52,11 3,09 69,75 4,14 17,64 33, < ,80 11,56 151,92 10,73-11,88-7,25 171,90 10,18 103,77 6,16-68,13-39, < 29 68,67 4,85 57,33 4,05-11,34-16,51 400,14 23,69 93,06 5,52-307,08-76, < ,01 28,52 229,41 16,20-174,60-43,22 450,36 26,66 244,53 14,51-205,83-45, < ,29 11,32 137,97 9,74-22,32-13,92 168,57 9,98 244,98 14,54 76,41 45, < ,71 16,64 156,33 11,04-79,38-33,68 155,88 9,23 254,43 15,10 98,55 63, < ,22 9,90 118,89 8,40-21,33-15,21 58,32 3,45 143,37 8,51 85,05 145, < ,08 11,51 204,93 14,47 41,85 25,66 64,44 3,82 188,73 11,20 124,29 192, < 35 50,49 3,56 194,40 13,73 143,91 285,03 57,42 3,40 135,99 8,07 78,57 136, < 36 6,84 0,48 68,85 4,86 62,01 906,58 10,98 0,65 52,56 3,12 41,58 378, < 37 1,35 0,10 28,89 2,04 27, ,00 2,16 0,13 58,05 3,44 55, , < 38 0,00 0,00 1,35 0,10 1,35 0,00 0,00 0,00 10,71 0,64 10,71 0, < 39 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,99 0,06 0,99 0, ,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Total 1.415,97 100, ,97 100, ,12 100, ,30 100,

137 Lampiran 5 Lanjutan No Suhu ( C) Kecamatan Seberang Ulu 1 Kecamatan Seberang Ulu Perubahan Perubahan % % % % % % 1 < 21 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 22 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 23 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 24 0,00 0,00 4,68 0,27 4,68 0,00 0,09 0,01 0,27 0,03 0,18 200, < 25 1,98 0,12 29,34 1,72 27, ,82 2,61 0,27 4,77 0,49 2,16 82, < 26 9,81 0,58 67,23 3,95 57,42 585,32 9,81 1,00 13,68 1,39 3,87 39, < 27 9,45 0,55 48,15 2,83 38,70 409,52 12,87 1,31 12,33 1,25-0,54-4, < 28 89,10 5,23 92,52 5,43 3,42 3,84 107,19 10,91 70,47 7,17-36,72-34, < ,72 12,19 117,36 6,89-90,36-43,50 597,60 6,08 70,20 7,14 10,44 17, < ,92 33,22 244,62 14,36-321,30-56,77 247,77 25,22 65,07 6,62-182,70-73, < ,71 12,25 184,23 10,81-24,48-11,73 104,40 10,63 85,41 8,69-18,99-18, < ,08 9,04 243,90 14,31 89,82 58,29 183,96 18,72 142,47 14,50-41,49-22, < ,03 6,16 142,65 8,37 37,62 35,82 121,05 12,32 103,59 10,54-17,46-14, < ,25 12,28 188,91 11,09-20,34-9,72 113,13 11,51 146,07 14,87 32,94 29, < ,72 7,44 124,74 7,32-1,98-1,56 18,81 1,91 152,73 15,54 133,92 711, < 36 14,40 0,85 88,11 5,17 73,71 511,88 1,08 0,11 81,99 8,34 80, , < 37 1,35 0,08 98,64 5,79 97, ,67 0,00 0,00 30,78 3,13 30,78 0, < 38 0,18 0,01 22,14 1,30 21, ,00 0,00 0,00 2,70 0,27 2,70 0, < 39 0,00 0,00 6,75 0,40 6,75 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, ,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Total 1.703,70 100, ,97 100,00 982,53 100,00 982,53 100,

138 Lampiran 5 Lanjutan No Suhu ( C) Kecamatan Sematang Borang Kecamatan Sukaramai Perubahan Perubahan % % % % % % 1 < 21 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 22 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,18 0,00 0,18 0, < 23 0,81 0,03 0,00 0,00-0,81-100,00 0,36 0,01 4,41 0,10 4, , < 24 13,86 0,52 10,17 0,38-3,69-26,62 0,63 0,01 9,72 0,21 9, , < 25 26,28 0,99 48,15 1,81 21,87 83,22 2,70 0,06 33,12 0,72 30, , < 26 45,90 1,72 83,79 3,14 37,89 82,55 16,38 0,35 60,03 1,30 43,65 266, < 27 68,31 2,56 82,53 3,09 14,22 20,82 35,01 0,76 46,98 1,02 11,97 34, < ,92 27,31 148,86 5,58-579,06-79,55 358,92 7,77 92,25 2,00-266,67-74, < ,18 46,95 173,97 6, ,21-86, ,65 29,18 99,81 2, ,84-92, < ,79 15,98 914,76 34,30 488,97 114, ,83 41,45 395,37 8, ,46-79, < 31 34,02 1,28 753,39 28,25 719, ,55 441,99 9,56 718,02 15,53 276,03 62, < 32 18,90 0,71 327,51 12,28 308, ,86 301,23 6, ,36 31, ,13 384, < 33 9,00 0,34 50,76 1,90 41,76 464,00 96,93 2,10 678,78 14,68 581,85 600, < 34 19,44 0,73 32,22 1,21 12,78 65,74 68,67 1,49 592,56 12,82 523,89 762, < 35 14,58 0,55 13,50 0,51-1,08-7,41 30,42 0,66 261,63 5,66 231,21 760, < 36 7,38 0,28 9,00 0,34 1,62 21,95 3,06 0,07 86,58 1,87 83, , < 37 1,80 0,07 14,40 0,54 12,60 700,00 1,08 0,02 59,40 1,28 58, , < 38 0,00 0,00 3,15 0,12 3,15 0,00 0,00 0,00 19,53 0,42 19,53 0, < 39 0,00 0,00 0,45 0,02 0,45 0,00 0,00 0,00 5,67 0,12 5,67 0, ,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,45 0,01 0,45 0,00 Total 2.665,17 100, ,61 100, ,86 100, ,85 100,

139 Lampiran 6 distrbusi kelembaban per wilayah kecamatan No Kelembaban (%) Kecamatan Alang - Alang Lebar Kecamatan Bukit Kecil Perubahan Perubahan % % % % % % 1 < 40 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,09 0,04 0,09 0, < 50 0,00 0,00 21,78 0,94 21,78 0,00 0,00 0,00 35,01 14,25 35,01 0, < 60 9,27 0,40 308,52 13,32 299, ,16 97,11 39,54 146,07 59,47 48,96 50, < ,48 12, ,34 46,33 778,86 264,49 132,30 53,87 48,87 19,90-83,43-63, < ,05 57,67 850,14 36,69-485,91-36,37 13,77 5,61 13,14 5,35-0,63-4, < ,90 29,17 54,81 2,37-621,09-91,89 2,43 0,99 2,43 0,99 0,00 0, < 100 0,00 0,00 6,75 0,29 6,75 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 8 no data 1,08 0,05 1,44 0,06 0,36 33,33 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Total 2.316,78 100, ,78 100, ,61 100,00 245,61 100,00 Lampiran 6 lanjutan No Kelembaban (%) Kecamatan Gandus Kecamatan Ilir Barat Perubahan Perubahan % % % % % % 1 < 40 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 50 0,09 0,00 9,81 0,20 9, ,00 0,00 0,00 68,40 1,20 68,40 100, < 60 11,88 0,25 157,32 3,25 145, ,24 69,03 1,21 689,40 12,09 620,37 89, < ,69 2,30 955,17 19,70 843,48 755,20 661,14 11, ,24 25,94 818,10 55, < ,38 22, ,19 64, ,81 191, ,31 33, ,35 52, ,04 36, < ,33 68,39 506,61 10, ,72-84, ,82 44,82 246,15 4, ,67-938, < ,12 6,25 58,77 1,21-244,35-80,61 286,74 5,03 105,57 1,85-181,17-171,61 8 no data 27,36 0,56 19,98 0,41-7,38-26,97 216,54 3,80 115,47 2,02-101,07-87,53 Total 4.847,85 100, ,85 100, ,58 100, ,58 100,

140 Lampiran 6 Lanjutan No Kelembaban (%) Kecamatan Ilir Barat 2 Kecamatan Ilir Timur Perubahan Perubahan % % % % % % 1 < 40 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 50 0,00 0,00 11,79 2,86 11,79 0,00 0,45 0,08 62,37 10,58 61,92 99, < 60 68,67 16,67 206,46 50,13 137,79 200,66 226,08 38,35 417,06 70,75 190,98 45, < ,19 56,60 100,71 24,45-132,48-56,81 326,52 55,39 86,31 14,64-240,21-278, < 80 86,76 21,06 48,78 11,84-37,98-43,78 26,91 4,56 17,46 2,96-9,45-54, < 90 23,40 5,68 27,54 6,69 4,14 17,69 8,64 1,47 4,50 0,76-4,14-92, < 100 0,00 0,00 16,56 4,02 16,56 0,00 0,90 0,15 1,80 0,31 0,90 50,00 8 no data 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Total 412,02 100,00 411,84 100,00 589,50 100,00 589,50 100,00 Lampiran 6 Lanjutan No Kelembaban (%) Kecamatan Ilir Timur 2 Kecamatan Kalidoni Perubahan Perubahan % % % % % % 1 < 40 0,00 0,00 0,18 0,01 0,18 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 50 0,00 0,00 24,30 1,26 24,30 0,00 0,00 0,00 4,32 0,14 4,32 0, < ,10 7,86 511,29 26,41 359,19 236,15 4,14 0,14 224,46 7,41 220, , < ,64 43,21 719,73 37,17-116,91-13,97 231,03 7,63 765,54 25,28 534,51 231, < ,76 34,23 352,08 18,18-310,68-46, ,81 48, ,61 48,54-7,20-0, < ,52 14,08 245,25 12,67-27,27-10, ,99 39,86 444,69 14,69-762,30-63, < ,15 0,63 82,62 4,27 70,47 580,00 99,09 3,27 115,38 3,81 16,29 16,44 8 no data 0,00 0,00 0,72 0,04 0,72 0,00 9,81 0,32 3,87 0,13-5,94-60,55 Total 1.936,17 100, ,17 100, ,87 100, ,87 100,

141 Lampiran 6 Lanjutan No Kelembaban (%) Kecamatan Kemuning Kecamatan Kertapati Perubahan Perubahan % % % % % % 1 < 40 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,18 0,00 0,00 0,00-0,18-100, < 50 0,00 0,00 22,86 3,23 22,86 0,00 4,50 0,10 27,00 0,62 22,50 500, < ,64 19,02 322,02 45,49 187,38 139,17 81,45 1,87 111,24 2,56 29,79 36, < ,58 58,00 266,85 37,69-143,73-35,01 194,49 4,48 691,29 15,91 496,80 255, < ,81 21,73 71,64 10,12-82,17-53, ,43 27, ,26 61, ,83 122, < 90 7,83 1,11 17,19 2,43 9,36 119, ,02 51,53 711,81 16, ,21-68, < 100 1,08 0,15 7,38 1,04 6,30 583,33 432,27 9,95 82,44 1,90-349,83-80,93 8 no data 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 184,50 4,25 28,80 0,66-155,70-84,39 Total 707,94 100,00 707,94 100, ,84 100, ,84 100,00 Lampiran 6 Lanjutan No Kelembaban (%) Kecamatan Plaju Kecamatan Sako Perubahan Perubahan % % % % % % 1 < 40 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 50 0,00 0,00 3,96 0,28 3,96 0,00 0,18 0,01 26,55 1,57 26, , < 60 58,68 4,14 289,53 20,43 230,85 393,40 70,38 4,16 231,75 13,69 161,37 229, < ,01 32,32 432,54 30,53-25,47-5,56 215,55 12,74 489,69 28,93 274,14 127, < ,30 45,54 448,20 31,63-197,10-30,54 682,02 40,30 636,39 37,60-45,63-6, < ,25 17,94 199,26 14,06-54,99-21,63 599,58 35,43 216,54 12,79-383,04-63, < 100 0,36 0,03 42,48 3,00 42, ,00 102,69 6,07 80,37 4,75-22,32-21,74 8 no data 0,36 0,03 0,99 0,07 0,63 175,00 22,05 1,30 11,16 0,66-10,89-49,39 Total 1.416,96 100, ,96 100, ,45 100, ,45 100,

142 Lampiran 6 Lanjutan No Kelembaban (%) Kecamatan Seberang Ulu 1 Kecamatan Seberang Ulu Perubahan Perubahan % % % % % % 1 < 40 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 50 0,27 0,02 49,14 2,88 48, ,00 0,00 0,00 7,11 0,72 7,11 0, < ,38 8,34 291,24 17,07 148,86 104,55 19,89 2,02 261,09 26,57 241, , < ,14 23,98 490,86 28,77 81,72 19,97 362,16 36,86 342,72 34,88-19,44-5, < ,85 48,87 576,99 33,82-256,86-30,80 408,15 41,54 227,07 23,11-181,08-44, < ,86 17,69 194,49 11,40-107,37-35,57 174,33 17,74 125,82 12,81-48,51-27, < ,20 0,95 101,25 5,93 85,05 525,00 18,00 1,83 18,72 1,91 0,72 4,00 8 no data 2,52 0,15 2,25 0,13-0,27-10,71 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Total 1.706,22 100, ,22 100,00 982,53 100,00 982,53 100,00 Lampiran 6 Lanjutan No Kelembaban (%) Kecamatan Sematang Borang Kecamatan Sukaramai Perubahan Perubahan % % % % % % 1 < 40 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 50 0,18 0,01 7,56 0,28 7, ,00 0,18 0,00 40,41 0,87 40, , < 60 23,58 0,88 32,94 1,23 9,36 39,69 34,38 0,74 392,85 8,49 358, , < 70 39,60 1,48 243,90 9,13 204,30 515,91 326,34 7, ,74 48, ,40 586, < ,55 17, ,28 72, ,73 313, ,31 53, ,96 35,87-838,35-33, < ,03 75,65 305,82 11, ,21-84, ,10 37,28 182,43 3, ,67-89, < ,19 4,01 142,11 5,32 34,92 32,58 34,92 0,75 102,87 2,22 67,95 194,59 8 no data 12,60 0,47 6,12 0,23-6,48-51,43 11,25 0,24 14,22 0,31 2,97 26,40 Total 2.672,73 100, ,73 100, ,48 100, ,48 100,

143 Lampiran 7 distribusi THI per wilayah kecamatan No Nilai THI Kecamatan Alang Alang Lebar Kecamatan Bukit Kecil Perubahan Perubahan % % % % % % 1 < 19 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 20 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 21 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 22 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 23 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 24 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 25 0,00 0,00 0,27 0,01 0,27 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 26 0,00 0,00 12,06 0,52 12,06 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 27 13,23 0,57 34,47 1,49 21,24 160,54 0,18 0,07 1,80 0,73 1,62 900, < ,86 41,80 81,90 3,54-885,96-91,54 3,06 1,25 3,33 1,36 0,27 8, < ,71 33,11 426,15 18,41-340,56-44,42 5,94 2,42 5,40 2,20-0,54-9, < ,57 17,38 738,00 31,87 335,43 83,32 25,20 10,26 11,79 4,80-13,41-53, < ,26 6,27 600,93 25,95 455,67 313,69 82,89 33,75 28,89 11,76-54,00-65, ,07 0,87 421,56 18,21 401, ,45 128,34 52,25 194,40 79,15 66,06 51,47 Total 2.315,70 100, ,34 100,00 245,61 100, ,61 100,

144 Lampiran 7 Lanjutan No Nilai THI Kecamatan Gandus Kecamatan Ilir Barat Perubahan Perubahan % % % % % % 1 < 19 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 39,69 0,70 0,00 0,00-39,69-100, < 20 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 28,26 0,50 0,00 0,00-28,26-100, < 21 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 41,94 0,74 0,00 0,00-41,94-100, < 22 1,17 0,02 0,00 0,00-1,17-100,00 25,11 0,44 0,00 0,00-25,11-100, < 23 9,00 0,19 0,00 0,00-9,00-100,00 39,42 0,69 0,00 0,00-39,42-100, < 24 27,99 0,58 0,27 0,01-27,72-99,04 47,43 0,83 9,36 0,17-38,07-80, < 25 77,04 1,59 19,71 0,41-57,33-74,42 66,69 1,17 55,44 0,99-11,25-16, < ,05 4,36 66,51 1,38-144,54-68,49 201,24 3,54 66,87 1,20-134,37-66, < ,57 13,33 362,07 7,50-283,50-43,91 458,91 8,07 149,67 2,68-309,24-67, < ,48 66,28 539,10 11, ,38-83, ,87 50,53 324,81 5, ,06-88, < ,19 9, ,54 32, ,35 239,93 903,06 15, ,94 26,68 587,88 65, < ,54 2, ,92 34, , ,93 426,69 7, ,55 34, ,86 355, < 31 62,10 1,28 382,14 7,92 320,04 515,36 399,60 7,02 663,21 11,87 263,61 65, ,49 0,48 218,61 4,53 195,12 830,65 136,17 2,39 883,35 15,81 747,18 548,71 Total 4.843,62 100, ,62 100,00 0,00 0, ,08 100, ,08 100,00 0,00 0,

145 Lampiran 7 Lanjutan No Nilai THI Kecamatan Ilir Barat 2 Kecamatan Ilir Timur Perubahan Perubahan % % % % % % 1 < 19 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 20 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 21 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 22 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 23 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 24 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 25 0,00 0,00 11,16 2,71 11,16 2,71 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 26 0,00 0,00 7,83 1,90 7,83 1,90 0,90 0,15 2,52 0,43 1,62 180, < 27 6,66 1,62 16,29 3,96 9,63 2,34 3,42 0,58 1,98 0,34-1,44-42, < 28 24,39 5,92 21,96 5,33-2,43-0,59 6,66 1,13 6,75 1,15 0,09 1, < 29 40,59 9,85 19,71 4,79-20,88-5,07 10,71 1,82 6,03 1,02-4,68-43, < 30 89,73 21,78 35,46 8,61-54,27-13,17 45,72 7,76 17,19 2,92-28,53-62, < ,91 34,93 57,96 14,07-85,95-20,85 187,02 31,73 51,03 8,66-135,99-72, ,74 25,91 241,47 58,63 134,73 32,73 335,07 56,84 504,00 85,50 168,93 50,42 Total 412,02 100,00 412,02 100,00 0,00 0,00 589,50 100,00 589,50 100,00 0,00 0,

146 Lampiran 7 Lanjutan No Nilai THI Kecamatan Ilir Timur 2 Kecamatan Kalidoni Perubahan Perubahan % % % % % % 1 < 19 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 20 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 21 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 22 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 23 0,00 0,00 0,18 0,01 0,18 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 24 0,00 0,00 13,14 0,68 13,14 0,00 4,59 0,15 3,60 0,12-0,99-21, < 25 2,07 0,11 35,37 1,83 33, ,70 21,15 0,70 54,90 1,82 33,75 159, < 26 10,08 0,52 53,64 2,77 43,56 432,14 74,52 2,47 92,25 3,05 17,73 23, < ,10 8,32 185,31 9,57 24,21 15,03 314,19 10,41 317,79 10,51 3,60 1, < ,50 9,53 114,57 5,92-69,93-37, ,86 44,87 374,04 12,37-980,82-72, < ,47 16,66 140,76 7,27-181,71-56,35 785,61 26,02 797,85 26,38 12,24 1, < ,60 28,54 304,74 15,74-247,86-44,85 368,37 12,20 659,97 21,82 291,60 79, < ,14 24,39 431,91 22,31-40,23-8,52 86,22 2,86 412,83 13,65 326,61 378, ,21 11,94 656,55 33,91 425,34 183,96 9,72 0,32 310,77 10,28 301, ,22 Total 1.936,17 100, ,17 100,00 0,00 0, ,23 100, ,23 100,00 0,00 0,

147 Lampiran 7 Lanjutan Kecamatan Kemuning Kecamatan Kertapati No Nilai THI Perubahan Perubahan % % % % % % 1 < 19 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 20 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,09 0,00 0,00 0,00-0,09-100, < 21 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 10,53 0,24 0,00 0,00-10,53-100, < 22 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 11,25 0,26 0,00 0,00-11,25-100, < 23 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 69,03 1,60 0,00 0,00-69,03-100, < 24 0,00 0,00 0,27 0,04 0,27 0,00 111,60 2,58 0,45 0,01-111,15-99, < 25 0,18 0,03 3,78 0,53 3, ,00 160,11 3,70 21,42 0,50-138,69-86, < 26 0,90 0,13 4,86 0,69 3,96 440,00 231,57 5,36 106,74 2,47-124,83-53, < 27 1,98 0,28 10,89 1,54 8,91 450,00 505,89 11,70 511,74 11,86 5,85 1, < 28 19,44 2,75 16,20 2,29-3,24-16, ,67 52,60 898,47 20, ,20-60, < 29 68,13 9,62 25,29 3,57-42,84-62,88 574,65 13, ,57 32,47 826,92 143, < ,12 23,75 82,53 11,66-85,59-50,91 161,82 3,74 955,35 22,13 793,53 490, < ,35 34,52 163,80 23,14-80,55-32,97 103,68 2,40 250,11 5,79 146,43 141, ,84 28,93 400,32 56,55 195,48 95,43 108,36 2,51 170,19 3,94 61,83 57,06 Total 707,94 100,00 707,94 100,00 0,00 0, ,25 100, ,25 100,00 0,00 0,

148 Lampiran 7 Lanjutan No Nilai THI Kecamatan Plaju Kecamata Sako Perubahan Perubahan % % % % % % 1 < 19 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 20 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 21 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 22 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 23 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 7,65 0,45 0,00 0,00-7,65-0, < 24 0,00 0,00 5,49 0,39 5,49 0,00 20,16 1,19 1,53 0,09-18,63-1, < 25 0,00 0,00 18,99 1,34 18,99 0,00 34,83 2,06 24,12 1,43-10,71-0, < 26 0,36 0,03 28,80 2,03 28, ,00 58,77 3,48 90,18 5,36 31,41 1, < ,34 11,60 164,34 11,61 0,00 0,00 110,97 6,57 138,24 8,22 27,27 1, < ,40 14,99 117,72 8,31-94,68-44,58 681,30 40,33 149,76 8,91-531,54-31, < ,55 25,38 245,61 17,35-113,94-31,69 351,27 20,80 319,95 19,03-31,32-1, < ,97 22,45 217,71 15,38-100,26-31,53 230,85 13,67 367,29 21,84 136,44 8, < ,66 18,26 247,32 17,47-11,34-4,38 99,63 5,90 274,50 16,33 174,87 10, ,32 7,29 369,99 26,13 266,67 258,10 93,69 5,55 315,90 18,79 222,21 13,24 Total 1.416,60 100, ,60 100,00 0,00 0, ,12 100, ,12 100,00 0,00 0,

149 Lampiran 7 Lanjutan No Nilai THI Kecamatan Seberang Ulu 1 Kecamatan Seberang Ulu Perubahan Perubahan % % % % % % 1 < 19 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 20 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 21 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 22 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 23 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 24 0,00 0,00 4,68 0,27 4,68 0,00 0,09 0,01 0,27 0,03 0,18 200, < 25 4,05 0,24 51,03 2,99 46, ,00 5,40 0,55 8,64 0,88 3,24 60, < 26 12,15 0,71 68,94 4,05 56,79 467,41 12,51 1,27 15,48 1,58 2,97 23, < 27 46,71 2,74 117,27 6,88 70,56 151,06 81,27 8,27 77,13 7,85-4,14-5, < ,34 26,55 190,62 11,19-261,72-57,86 172,71 17,58 87,48 8,90-85,23-49, < ,82 29,04 263,16 15,44-231,66-46,82 218,16 22,20 88,92 9,05-129,24-59, < ,70 13,89 336,33 19,74 99,63 42,09 238,32 24,26 186,75 19,01-51,57-21, < ,35 14,34 273,06 16,02 28,71 11,75 210,87 21,46 202,23 20,58-8,64-4, ,58 12,48 398,88 23,41 186,30 87,64 43,20 4,40 315,63 32,12 272,43 630,63 Total 1.703,70 100, ,97 100,00 0,00 0,00 982,53 100,00 982,53 100,00 0,00 0,

150 Lampiran 7 Lanjutan No Nilai THI Kecamatan Sematang Borang Kecamatan Sukaramai Perubahan Perubahan % % % % % % 1 < 19 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 20 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 21 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, < 22 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,18 0,00 0,18 0, < 23 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,09 0,00 2,43 0,05 2, , < 24 14,67 0,55 10,17 0,38-4,50-30,67 0,90 0,02 11,70 0,25 10, , < 25 38,16 1,43 72,09 2,70 33,93 88,92 6,21 0,13 53,10 1,15 46,89 755, < 26 59,40 2,23 98,28 3,69 38,88 65,45 28,35 0,61 62,19 1,35 33,84 119, < ,56 12,44 192,96 7,24-138,60-41,80 130,77 2,83 117,09 2,53-13,68-10, < ,30 73,85 334,44 12, ,86-83, ,35 52,99 176,13 3, ,22-92, < ,64 6, ,02 45, ,38 610, ,72 28,64 627,03 13,56-696,69-52, < 30 30,24 1,13 622,17 23,33 591, ,44 482,31 10, ,40 40, ,09 287, < 31 21,78 0,82 74,79 2,80 53,01 243,39 148,14 3, ,34 24,19 970,20 654, ,42 1,14 48,69 1,83 18,27 60,06 52,02 1,13 586,26 12,68 534, ,99 Total 2.666,61 100, ,61 100,00 0,00 0, ,85 100, ,85 100,00 0,00 0,

151 135 Lampiran 8 Gambar profil horizontal tegakan jarang Kota Palembang. Lampiran 9 Gambar profil vertikal tegakan jarang Kota Palembang. 107

152 136 Lampiran 10 Gambar profil horizontal tegakan rapat Kota Palembang. Lampiran 11 Gambar profil vertikal tegakan rapat Kota Palembang. 108

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan Menurut Santosa (1986), kepadatan penduduk kota yang cukup tinggi akan mengakibatkan bertambahnya sumber kalor sebagai akibat dari aktifitas dan panas metabolisme

Lebih terperinci

LOKASI PENELITIAN 12/20/2011. Latar Belakang. Tujuan. Manfaat. Kondisi Umum

LOKASI PENELITIAN 12/20/2011. Latar Belakang. Tujuan. Manfaat. Kondisi Umum 12/2/211 Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan dan Temperature Humidity Index (THI) di Kota Palembang Muis Fajar E3462536 Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai September 2011 di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilakukan dari tahun 2009 hingga tahun 2011. Penelitian dibagi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DI KABUPATEN BANDUNG

PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DI KABUPATEN BANDUNG PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DI KABUPATEN BANDUNG Green Open Space Development Based on Distribution of Surface Temperature in Bandung Regency Siti Badriyah Rushayati,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 LAMPIRAN Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 17 Lampiran 2. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 2006 18 Lampiran 3. Peta sebaran suhu permukaan Kodya Bogor tahun

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN Media Konservasi Vol. 17, No. 3 Desember 2012 : 143 148 HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN (Correlation between Leaf Area Index with Micro Climate and Temperature

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan 5.1.1 Penutupan lahan Kabupaten Sidoarjo Penutupan lahan (land cover) merupakan perwujudan fisik dari obyek dan yang menutupi permukaan tanpa mempersoalkan

Lebih terperinci

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG DIAR ERSTANTYO DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only. 23 LAMPIRAN

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software  For evaluation only. 23 LAMPIRAN 23 LAMPIRAN 24 Lampiran 1 Diagram Alir Penelitian Data Citra LANDSAT-TM/ETM Koreksi Geometrik Croping Wilayah Kajian Kanal 2,4,5 Kanal 1,2,3 Kanal 3,4 Spectral Radiance (L λ ) Albedo NDVI Class Radiasi

Lebih terperinci

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO Usulan Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi Disusun Oleh: Sediyo Adi Nugroho NIM:

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penghitungan Aspek Kependudukan Kependudukan merupakan salah satu bagian dari aspek sosial pada Wilayah Pengembangan Tegallega. Permasalahan yang dapat mewakili kondisi kependudukan

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ix

ix DAFTAR ISI viii ix x DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Emisivitas dari permukaan benda yang berbeda pada panjang gelombang 8 14 μm. 12 Tabel 1.2. Kesalahan suhu yang disebabkan oleh emisivitas objek pada suhu 288

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI.

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI. PEMETAAN PENYEBARAN POLUTAN SEBAGAI BAHAN PERTIMBANGAN PEMBANGUNAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA CILEGON BAKHTIAR SANTRI AJI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Permukaan Suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu terluar suatu obyek. Untuk suatu tanah terbuka, suhu permukaan adalah suhu pada lapisan terluar permukaan tanah. Sedangkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian METODE Waktu dan Tempat Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian kebakaran wilayah di Indonesia sudah menjadi peristiwa tahunan, khususnya di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Pada tahun 2013 kebakaran di Pulau Sumatera semakin meningkat

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengolahan Awal Citra (Pre-Image Processing) Pengolahan awal citra (Pre Image Proccesing) merupakan suatu kegiatan memperbaiki dan mengoreksi citra yang memiliki kesalahan

Lebih terperinci

(Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN

(Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN PENYERAPAN RADIASI MATAHARI OLEH KANOPI HUTAN ALAM : KORELASI ANTARA PENGUKURAN DAN INDEKS VEGETASI (Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara memiliki luas total sebesar 181.860,65 Km² yang terdiri dari luas daratan sebesar 71.680,68 Km² atau 3,73 % dari luas wilayah Republik Indonesia. Secara

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan penggunaan lahan akhir-akhir ini semakin mengalami peningkatan. Kecenderungan peningkatan penggunaan lahan dalam sektor permukiman dan industri mengakibatkan

Lebih terperinci

PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN

PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s 11 Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s, dan nilai I diperoleh berdasarkan hasil penghitungan nilai radiasi yang transmisikan oleh kanopi tumbuhan, sedangkan nilai koefisien pemadaman berkisar antara

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 PEMETAAN SEBARAN SUHU PERMUKAAN DAN HUBUNGANNYA TERHADAP PENUTUPAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT LANDSAT TM 5 (Studi Kasus: Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang) SKRIPSI Oleh : EDEN DESMOND

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai September 2011. Kegiatan penelitian ini meliputi tahap prapenelitian (persiapan, survei), Inventarisasi (pengumpulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau adalah area memanjang baik berupa jalur maupun mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, sebagai tempat tumbuhnya vegetasi-vegetasi,

Lebih terperinci

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN Rahayu *), Danang Surya Candra **) *) Universitas Jendral Soedirman

Lebih terperinci

DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+

DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+ DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+ Oleh : Ganjar Saefurahman C64103081 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

RENCANA PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DAN TEMPERATURE HUMIDITY INDEX (THI) DI KABUPATEN BANDUNG

RENCANA PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DAN TEMPERATURE HUMIDITY INDEX (THI) DI KABUPATEN BANDUNG RENCANA PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DAN TEMPERATURE HUMIDITY INDEX (THI) DI KABUPATEN BANDUNG SEPTA FEBRINA HEKSAPUTRI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS). TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai (DAS) Besitang Sekilas Tentang DAS Besitang Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o 45 04 o 22 44 LU dan 97 o 51 99 o 17 56 BT. Kawasan DAS Besitang melintasi

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI Oleh : Ardiansyah Putra 101201018 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Distribusi dan Kecukupan Luasan Hutan Kota sebagai Rosot Karbondioksida dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografi dan Penginderaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian didasarkan pada penelitian Botanri (2010) di Pulau Seram Maluku. Analisis data dilakukan di Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan,

Lebih terperinci

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E14101043 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN LUKMANUL HAKIM.

Lebih terperinci

ANALISIS KERAPATAN VEGETASI PADA KELAS TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN

ANALISIS KERAPATAN VEGETASI PADA KELAS TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN ANALISIS KERAPATAN VEGETASI PADA KELAS TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN SKRIPSI Oleh : WARREN CHRISTHOPER MELIALA 121201031 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA 14 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian inii dilakukan di Sentul City yang terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011)

Gambar 1.1 Siklus Hidrologi (Kurkura, 2011) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan yang mutlak bagi setiap makhluk hidup di permukaan bumi. Seiring dengan pertambahan penduduk kebutuhan air pun meningkat. Namun, sekarang

Lebih terperinci

ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA

ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA 1 ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh : EDRA SEPTIAN S 121201046 MANAJEMEN HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Central Business District (CBD) Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 mengenai penataan ruang, pada Pasal 1 disebutkan bahwa kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai

Lebih terperinci

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu

PEMANASAN BUMI BAB. Suhu dan Perpindahan Panas. Skala Suhu BAB 2 PEMANASAN BUMI S alah satu kemampuan bahasa pemrograman adalah untuk melakukan kontrol struktur perulangan. Hal ini disebabkan di dalam komputasi numerik, proses perulangan sering digunakan terutama

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Nasional Kerinci Seblat, tepatnya di Resort Batang Suliti, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah IV, Provinsi

Lebih terperinci

RENCANA PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DAN TEMPERATURE HUMIDITY INDEX (THI) DI KOTA SURAKARTA

RENCANA PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DAN TEMPERATURE HUMIDITY INDEX (THI) DI KOTA SURAKARTA RENCANA PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DAN TEMPERATURE HUMIDITY INDEX (THI) DI KOTA SURAKARTA GIGIH EKA PRATAMA DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikim Kota Daerah Tropis Menurut Petterssen (1941), iklim merupakan rata-rata atau kondisi normal cuaca dalam jangka waktu panjang, 30 tahun atau lebih. Iklim suatu wilayah ditentukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR). Berdasarkan administrasi pemerintahan Provinsi Lampung kawasan ini berada

Lebih terperinci

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN Rahayu *), Danang Surya Candra **) *) Universitas Jendral Soedirman

Lebih terperinci

PENYUSUNAN METODE UNTUK MENDUGA NILAI RADIASI ABSORBSI DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS HUTAN GUNUNG WALAT SUKABUMI)

PENYUSUNAN METODE UNTUK MENDUGA NILAI RADIASI ABSORBSI DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS HUTAN GUNUNG WALAT SUKABUMI) PENYUSUNAN METODE UNTUK MENDUGA NILAI RADIASI ABSORBSI DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS HUTAN GUNUNG WALAT SUKABUMI) ANDIKA PRAWANTO DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii PERNYATAAN... iii INTISARI... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA

ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA Oleh YOHAN M G JARISETOUW FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS NEGERI PAPUA MANOKWARI 2005 ii Abstrak Yohan M G Jarisetouw. ANALISA

Lebih terperinci

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat

Lebih terperinci

A JW Hatulesila. Analisis Spasial Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk Penanganan Perubahan Iklim di Kota Ambon. Abstrak

A JW Hatulesila. Analisis Spasial Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk Penanganan Perubahan Iklim di Kota Ambon. Abstrak A123-04-1-JW Hatulesila Analisis Spasial Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk Penanganan Perubahan Iklim di Kota Ambon Jan Willem Hatulesila 1), Gun Mardiatmoko 1), Jusuph Wattimury 2) 1) Staf Pengajar Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Perubahan Rasio Hutan Sebelum membahas hasil simulasi model REMO, dilakukan analisis perubahan rasio hutan pada masing-masing simulasi yang dibuat. Dalam model

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kandungan air kanopi (Canopy Water Content) sangat erat kaitannya dalam kajian untuk mengetahui kondisi vegetasi maupun kondisi ekosistem terestrial pada umumnya. Pada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di kawasan perkotaan Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Pada bulan Juni sampai dengan bulan Desember 2008. Gambar 3. Citra IKONOS Wilayah

Lebih terperinci

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI) 1 KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI) Tesis Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai

Lebih terperinci

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 5. A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 12 Sesi NGAN PENGINDERAAN JAUH : 5 A. IDENTIFIKASI CITRA PENGINDERAAN JAUH a. Identifikasi Fisik 1. Hutan Hujan Tropis Rona gelap Pohon bertajuk, terdiri dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo) xviii BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evapotranspirasi Potensial Standard (ETo) Evapotranspirasi adalah jumlah air total yang dikembalikan lagi ke atmosfer dari permukaan tanah, badan air, dan vegetasi oleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan mulai dari Bulan Juni sampai dengan Bulan Desember 2009. Penelitian ini terbagi atas pengambilan dan pengumpulan

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN HASIL 4.1 Pengolahan Awal Citra ASTER Citra ASTER diolah menggunakan perangkat lunak ER Mapper 6.4 dan Arc GIS 9.2. Beberapa tahapan awal yang dilakukan yaitu konversi citra.

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG

ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG Rina Sukesi 1, Dedi Hermon 2, Endah Purwaningsih 2 Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota ( Permasalahan Lingkungan Kota

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota ( Permasalahan Lingkungan Kota 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota Kota adalah suatu pusat permukiman penduduk yang besar dan luas, terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Pada kenyataannya kota merupakan tempat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November 2012. Penelitian ini dilaksanakan di lahan sebaran agroforestri yaitu di Kecamatan Sei Bingai, Kecamatan Bahorok,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kawasan Hutan Adat Kasepuhan Citorek, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Pengambilan data lapangan dilaksanakan bulan Februari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai analisis data Landsat 7 untuk estimasi umur tanaman kelapa sawit mengambil daerah studi kasus di areal perkebunan PTPN VIII

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 2011 Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley 1961 dalam LO 1996). Peta penutupan

Lebih terperinci

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan :

q Tujuan dari kegiatan ini diperolehnya peta penggunaan lahan yang up-to date Alat dan Bahan : MAKSUD DAN TUJUAN q Maksud dari kegiatan ini adalah memperoleh informasi yang upto date dari citra satelit untuk mendapatkan peta penggunaan lahan sedetail mungkin sebagai salah satu paramater dalam analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi

Lebih terperinci

Manfaat METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

Manfaat METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 2 Manfaat Penelitian ini diharapkan menjadi sumber data dan informasi untuk menentukan langkah-langkah perencanaan dan pengelolaan kawasan dalam hal pemanfaatan bagi masyarakat sekitar. METODE Lokasi dan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Hasil Pengolahan Band VNIR dan SWIR Hasil pengolahan dari nilai piksel band VNIR dan SWIR yang dibahas pada bab ini yaitu citra albedo, NDVI dan emisivitas. Ketiganya

Lebih terperinci

METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN LEAF AREA INDEX (LAI) DI LAHAN BERVEGETASI MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT RUDI SETIAWAN

METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN LEAF AREA INDEX (LAI) DI LAHAN BERVEGETASI MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT RUDI SETIAWAN METODE NERACA ENERGI UNTUK PERHITUNGAN LEAF AREA INDEX (LAI) DI LAHAN BERVEGETASI MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT RUDI SETIAWAN DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG

PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG Pengaruh Fenomena La-Nina terhadap SPL Feny Arafah PENGARUH FENOMENA LA-NINA TERHADAP SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN KABUPATEN MALANG 1) Feny Arafah 1) Dosen Prodi. Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Provinsi Kalimantan Barat. Provinsi Kalimantan Barat terletak di bagian barat pulau Kalimantan atau di antara

Lebih terperinci

Gambar 7. Lokasi Penelitian

Gambar 7. Lokasi Penelitian III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat sebagai daerah penelitian yang terletak pada 6 56'49''-7 45'00'' Lintang Selatan

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian yang meliputi pengolahan data citra dilakukan pada bulan Mei sampai September 2010. Lokasi penelitian di sekitar Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu,

Lebih terperinci

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel.

menunjukkan nilai keakuratan yang cukup baik karena nilai tersebut lebih kecil dari limit maksimum kesalahan rata-rata yaitu 0,5 piksel. Lampiran 1. Praproses Citra 1. Perbaikan Citra Satelit Landsat Perbaikan ini dilakukan untuk menutupi citra satelit landsat yang rusak dengan data citra yang lainnya, pada penelitian ini dilakukan penggabungan

Lebih terperinci

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas

Pemanasan Bumi. Suhu dan Perpindahan Panas Pemanasan Bumi Meteorologi Suhu dan Perpindahan Panas Suhu merupakan besaran rata- rata energi kine4k yang dimiliki seluruh molekul dan atom- atom di udara. Udara yang dipanaskan akan memiliki energi kine4k

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian dimulai dari bulan Juli 2010 sampai Januari

Lebih terperinci

Pemetaan Tingkat Kekeringan Berdasarkan Parameter Indeks TVDI Data Citra Satelit Landsat-8 (Studi Kasus: Provinsi Jawa Timur)

Pemetaan Tingkat Kekeringan Berdasarkan Parameter Indeks TVDI Data Citra Satelit Landsat-8 (Studi Kasus: Provinsi Jawa Timur) Pemetaan Tingkat Kekeringan Berdasarkan Parameter Indeks TVDI Data Citra Satelit Landsat-8 (Studi Kasus: Provinsi Jawa Timur) Diah Witarsih dan Bangun Muljo Sukojo Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan lahan dan semakin terbatasnya sumberdaya alam menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih guna hutan sering terjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2011, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di Kabupaten Bogor, Jawa

Lebih terperinci

ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H.

ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H. ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H. DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

Gambar 5 Peta administrasi DKI Jakarta (Sumber : Jakarta.go.id)

Gambar 5 Peta administrasi DKI Jakarta (Sumber : Jakarta.go.id) 6 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Wilayah Kajian Jakarta terletak pada lintang 106 o 22 42 BT s.d. 106 o 58 18 BT dan 5 o 10 12 LS s.d. 6 o 23 54 LS. Berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 1227

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

APLIKASI TEKNOLOGI PENGINDERAAN JARAK JAUH UNTUK MENGIDENTIFIKASI HEAT ISLAND ( PULAU PANAS ) DI KOTA PEKANBARU

APLIKASI TEKNOLOGI PENGINDERAAN JARAK JAUH UNTUK MENGIDENTIFIKASI HEAT ISLAND ( PULAU PANAS ) DI KOTA PEKANBARU APLIKASI TEKNOLOGI PENGINDERAAN JARAK JAUH UNTUK MENGIDENTIFIKASI HEAT ISLAND ( PULAU PANAS ) DI KOTA PEKANBARU Muhammad Ikhwan 1, Hadinoto 1 1 Staf pengajar Fakultas Kehutanan Universitas Lancang Kuning

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan April 2011 dengan daerah penelitian di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur,

Lebih terperinci

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI

VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI VARIASI SPASIAL DAN TEMPORAL HUJAN KONVEKTIF DI PULAU JAWA BERDASARKAN CITRA SATELIT GMS-6 (MTSAT-1R) YETTI KUSUMAYANTI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL. Erwin Hermawan.

FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL. Erwin Hermawan. FENOMENA URBAN HEAT ISLAND (UHI) PADA BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK PERUBAHAN LINGKUNGAN GLOBAL Erwin Hermawan Abstrak Secara umum, UHI mengacu pada peningkatan suhu udara,

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN

BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Data Ada 3 data utama yang digunakan dalam penelitian ini. Data yang pertama adalah data citra satelit Landsat 7 ETM+ untuk daerah cekungan Bandung. Data yang

Lebih terperinci

PENENTUAN KERAPATAN MANGROVE DI PESISIR PANTAI KABUPATEN LANGKAT DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 5 TM DAN 7 ETM. Rita Juliani Rahmatsyah.

PENENTUAN KERAPATAN MANGROVE DI PESISIR PANTAI KABUPATEN LANGKAT DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 5 TM DAN 7 ETM. Rita Juliani Rahmatsyah. 62 PENENTUAN KERAPATAN MANGROVE DI PESISIR PANTAI KABUPATEN LANGKAT DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 5 TM DAN 7 ETM Rita Juliani Rahmatsyah Bill Cklinton Simanjuntak Abstrak Telah dilakukan penentuan kerapatanmangrove

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapang. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial dan penentuan

Lebih terperinci