RENCANA PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DAN TEMPERATURE HUMIDITY INDEX (THI) DI KABUPATEN BANDUNG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RENCANA PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DAN TEMPERATURE HUMIDITY INDEX (THI) DI KABUPATEN BANDUNG"

Transkripsi

1 RENCANA PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DAN TEMPERATURE HUMIDITY INDEX (THI) DI KABUPATEN BANDUNG SEPTA FEBRINA HEKSAPUTRI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 RENCANA PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DAN TEMPERATURE HUMIDITY INDEX (THI) DI KABUPATEN BANDUNG SEPTA FEBRINA HEKSAPUTRI SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

3 RINGKASAN SEPTA FEBRINA HEKSAPUTRI. E Rencana Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan dan Temperature Humidity Index (THI) di Kabupaten Bandung. Dibimbing oleh LILIK BUDI PRASETYO dan SITI BADRIYAH RUSHAYATI. Kabupaten Bandung merupakan wilayah yang berada di Provinsi Jawa Barat dengan ibukota Soreang. Meningkatnya jumlah penduduk di Kabupaten Bandung menyebabkan kebutuhan lahan terbangun semakin meningkat. Kondisi ini mengakibatkan konversi lahan menjadi pemukiman dan fasilitas publik yang lain, sehingga ruang terbuka hijau berkurang. Dampak dari menurunnya luasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah meningkatnya suhu dan menurunnya kelembaban udara pada suatu wilayah. Kondisi lingkungan seperti ini mengakibatkan ketidaknyamanan dan daerah ini perlu diidentifikasi sebagai prioritas pengembangan RTH. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengidentifikasi distribusi spasial suhu permukaan di beberapa tipe penutupan lahan, Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) dan kaitannya terhadap ruang terbuka hijau, (2) Pemetaan Temperature Humidity Index (THI) atau indeks kenyamanan di Kabupaten Bandung dan (3) pengembangan RTH berdasarkan distribusi suhu permukaan dan THI. Penelitian dilakukan di 13 kecamatan di Kabupaten Bandung. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa Landsat 7 ETM (Path/Row 122/065) tanggal 12 Mei 2001 dan 6 Agustus 2009 serta peta batas administratif Kabupaten Bandung. Pengolahan data citra Landsat 7 ETM dengan menggunakan seperangkat komputer yang dilengkapi dengan software ArcGIS 9.3 dan ERDAS Imagine 9.1, yang meliputi layer stack, koreksi geometrik, pemotongan citra, klasifikasi citra, dan uji akurasi. Pendugaan suhu permukaan dilakukan dengan menggunakan band 6. Hasil estimasi suhu digunakan untuk menduga kelembaban udara dan indeks kenyamanan (THI) di Kabupaten Bandung. Penentuan tutupan lahan bervegetasi juga dilakukan dengan menggunakan NDVI. Nilai NDVI digunakan untuk mengetahui hubungan antara suhu permukaan dan tutupan lahan. Suhu permukaan pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung berkisar antara <21 C sampai 27 C. Suhu permukaan pada RTH berkisar antara <21 C sampai <23 C, sedangkan suhu permukaan pada area terbangun 22 C sampai <23 C. Terjadi peningkatan suhu permukaan dari tahun 2001 sampai tahun Perubahan tersebut berhubungan dengan penurunan luasan RTH. RTH dapat diduga dengan nilai NDVI. Nilai NDVI > 0 merupakan vegetasi dan semakin mendekati 1, maka tajuk vegetasi semakin rapat. Semakin besar nilai NDVI maka semakin rendah suhu permukaan dan sebaliknya. Kabupaten Bandung hampir seluruhnya termasuk kedalam kelas nyaman pada tahun 2001 dan 2009, karena memiliki distribusi nilai THI <19 sampai 26. Kecamatan Pangalengan, Dayeuhkolot, dan Margahayu merupakan kecamatan yang menjadi prioritas pengembangan RTH. Kata kunci : RTH, Suhu Permukaan, THI, NDVI.

4 SUMMARY SEPTA FEBRINA HEKSAPUTRI. E Development Green Space Plan Based on Surface Temperature and Temperature Humidity Index Distribution of Bandung Regency. Under Supervision of LILIK BUDI PRASETYO and SITI BADRIYAH RUSHAYATI. Bandung Regency is situated in West Java province with the capital in Soreang. The district has been experiencing the increase of population that lead to green space conversion for settlement and other public facilities. As a result there has been countinuing decrease of green space. Impact of green space are increase of air temperature and decrease of humidity. These environment conditions resulted in level of living comfort in some areas. Identification of such areas is needed certain as high priority area for green space development. The study aimed at : (1) identify the spatial distribution of surface temperature in some types of land cover, Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) and its relation to the green open spaces, (2) mapping of Temperature Humidity Index (THI) or comfort index in the region of Bandung Regency and (3) Development of green space based on the distribution of surface temperature and THI. The study was conducted in 13 sub districts in Bandung Regency. Materials used in this research are a Landsat 7 ETM (Path/Row 122/065) dated May 12, 2001 and August 6, 2009 and the administrative boundary map of Bandung Regency. Processing of Landsat 7 ETM image data using a set of computers equipped with software ArcGIS 9.3 and Erdas Imagine 9.1, which includes the layer stack, geometric correction, cropping the image, image classification, and test accuracy. Estimation of surface temperature was conducted by using band 6. Estimation results are used to estimate temperature and air humidity comfort index (THI) in the Bandung Regency. In addition, the determination of vegetation land cover was also done using NDVI. NDVI values were used to determine the relationship between surface temperature and land cover. Bandung Regency surface temperature ranges from <21 C to 27 C. Surface temperature on the green space ranges from <21 C to <23 C, while the surface temperature in the build-up area 22 C to <23 C. There was an increase in surface temperature from 2001 until The changes were associated with reduction of green space area. RTH can be predicted with NDVI values. NDVI values greater than 0 and less than 1 was vegetation. The greater surface temperature the lower the NDVI value and viceversa. Bandung Regency was mostly classified into the comfortable class in 2001 and 2009, since the city located on THI values < 19 to 26. Pangalengan, Dayeuhkolot and Margahayu were priority area for development green space. Keywords: Green Space, Surface Temperature, THI, NDVI.

5 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Rencana Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan dan Temperature Humidity Indeks (THI) di Kabupaten Bandung adalah benarbenar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Semua sumber data informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, April 2011 Septa Febrina Heksaputri E

6 Judul Skripsi : Rencana Pengembangan Ruang Terbuka Hijau berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan dan Temperature Humidity Index (THI) di Kabupaten Bandung Nama : Septa Febrina Heksaputri NRP : E Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc Ir. Siti Badriyah Rushayati, M.Si NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS. NIP Tanggal lulus :

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 7 Februari 1988 sebagai anak keenam dari enam bersaudara dari pasangan Tatiasnaputra (alm) dan Siti Chodidjah. Penulis menyelesaikan pendidikan formal di SDN Pengadilan 2 Bogor (2000), SLTPN 5 Bogor (2003), dan SMAN 2 Bogor (2006). Pada tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk (USMI). Pada tahun 2007, penulis memilih dan masuk jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, IPB. Selama menjadi mahasiswi di IPB, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA), yaitu sebagai anggota kelompok pemerhati mamalia (KPM) dan kelompok pemerhati fotografi konservasi (FOKA). Selain itu, penulis juga aktif dalam kepanitiaan, yakni panitia Open House 2007, panitia GEBYAR HIMAKOVA tahun 2008 dan panitia Bina Corps Rimbawan (BCR) pada tahun Penulis pernah melaksanakan praktek dan kegiatan lapang, yaitu Eksplorasi Fauna, Flora dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA)-HIMAKOVA di Cagar Alam Gunung Simpang Jawa Barat, Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Cagar Alam Sancang dan Cagar Alam Kamojang pada tahun 2008, Praktek Pengelolalan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat pada tahun 2009, serta melakukan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKL-P) di Taman Nasional Meru Betiri, Jember-Banyuwangi, Jawa Timur pada tahun Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul Rencana Pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan dan Temperature Humidity Index (THI) di Kabupaten Bandung di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc dan Ir. Siti Badriyah Rushayati, M.Si.

8 UCAPAN TERIMA KASIH Alhamdulillahirabbil alamin, penulis panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah swt atas segala curahan rahmat dan ridhonya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Rencana Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan dan Temperature Humidity Index (THI) di Kabupaten Bandung. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada : 1. Ayahanda Tatiasnaputra (alm) dan Ibunda Siti Chodidjah tersayang, Abang Dyat, Ayu Dyta, Ayu Devi, Ayu Deva, Ayu Fanny, A Yuyus, Acu Ade serta keponakanku Cipa dan Ahdan atas segala bantuan doa, materiil, kasih sayang, dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis. 2. Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc., selaku dosen pembimbing pertama atas arahan, nasehat dan bimbingannya dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Ir. Siti Badriyah Rushayati M.Si., selaku dosen pembimbing kedua atas ketersediaannya memberi bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Ir. Nana Mulyana Arif Jaya, M.Sc., Ir. Jajang Suryana, M.Sc., dan Dr. Ir. Prijanto Pamoengkas, M.Sc.F.Trop., selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan saran dalam penulisan skripsi ini. 5. Seluruh dosen dan staf Fakultas Kehutanan IPB yang telah membantu penulis selama kuliah 6. Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung, Badan Perencaan dan Pemeliharaan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bandung, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kelas I Dramaga, Bogor. 7. Teman-teman Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan : Muis Fajar, Noor Aenni, Arga Pandiwijaya, Amrizal Yusri, Pande Made Wisnu Temaja, Febriyanto Kolanus, Nur Izzatil, Harry TA, Amri Muhammad, Gamma NMS, Ka Ayam, Ka Budi, Ka Nina, Ka Bebi, Ka Muti, Ka Arul, Yasmin, atas bantuan, semangat dan dukungannya.

9 8. Teman-temanku : Reni Lestari, Catur Wulandari, Ari Listyowati, Andina Nugrahani, Indri Nilasari, Fiona Hanberia, Syafitri Hidayati, Afroh Mansyur, M. Yunus Ardian Saputra, Des Novar, dan keluarga besar Cendrawasih 43 KSHE atas bantuan dan kebersamaannya. 9. Tris Ramadhan yang selalu memberikan dukungan, motivasi dan semangat selama ini. 10. Sahabatku : Gita, Dwie, dan Ekta atas semangat dan dukungannya. 11. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam penelitian dan penyelesaian skripsi ini. Bogor, April 2011 Penulis

10 i KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan ridhonya karya ilmiah yang berjudul Rencana Pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan dan Temperature Humidity Index (THI) di Kabupaten Bandung ini dapat terselesaikan. Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari pada penyusunan karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Bogor, April 2011 Penulis

11 ii DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penutupan Lahan Rencana Tata Ruang Wilayah Suhu dan Kelembaban Temperature Humidity Index (THI) NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) Pendugaan Suhu dengan Citra Satelit Landsat Hubungan Ruang Terbuka Hijau dengan Suhu Udara BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan Metode Penelitian Korelasi Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) dengan Suhu Estimasi Kelembaban Udara Relatif (RH) Penentuan Temperature Humidity Index (THI) Rekomendasi Pengembangan RTH berdasarkan Pengelompokkan Suhu BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis... 18

12 iii 4.2 Kondisi Fisik Lingkungan Keadaan Penduduk BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan Kabupaten Bandung Ruang Terbuka Hijau Distribusi Suhu Permukaan Hubungan NDVI dengan Suhu Permukaan Distribusi Kelembaban Udara Kabupaten Bandung Distribusi Temperature Humidity Index (THI) di Kabupaten Bandung Pengembangan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kabupaten Bandung BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 88

13 iv DAFTAR TABEL No Halaman 1. Luas penutupan lahan Kabupaten Bandung tahun Luas penutupan lahan Kabupaten Bandung tahun Perubahan luas tutupan lahan Kabupaten Bandung tahun 2001 dan Luas konversi areal terbangun di Kabupaten Bandung periode tahun Perubahan luasan ruang terbuka hijau Kabupaten Bandung tahun 2001 dan Alih fungsi ruang terbuka hijau di Kabupaten Bandung Luasan suhu permukaan di Kabupaten Bandung tahun 2001 dan Rata-rata suhu dominan pada penutupan lahan di lokasi penelitian wilayah Kabupaten Bandung Hasil regresi NDVI dengan suhu permukaan Luas kelembaban udara Kabupaten Bandung Hasil regresi suhu udara dan kelembaban Luas THI Kabupaten Bandung tahun Persentase luas kecamatan sebagai prioritas pengembangan RTH berdasarkan suhu dan THI... 79

14 v DAFTAR GAMBAR No Halaman 1. Peta lokasi penelitian Vegetasi rapat berupa hutan di Kecamatan Ciwidey Vegetasi jarang berupa perkebunan teh di Situ Patenggang Lahan terbangun di Kopo Lahan terbuka di Kecamatan Pasirjambu Sawah di Kecamatan Soreang Semak belukar di Kecamatan Baleendah Sungai di Kecamatan Pasirjambu Peta tutupan lahan pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun Peta tutupan lahan pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun Diagram penurunan vegetasi rapat tahun Diagram peningkatan vegetasi jarang tahun Peta tutupan lahan pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun 2001 dan Diagram perubahan RTH Kabupaten Bandung tahun Peta sebaran suhu permukaan pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun Peta sebaran suhu permukaan pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun Diagram hubungan antara tutupan lahan 2001 dengan suhu permukaan tahun Diagram hubungan antara tutupan lahan 2009 dengan suhu permukaan tahun Perubahan luasan suhu permukaan Kabupaten Bandung tahun Peta sebaran suhu permukaan pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun

15 vi 21. Diagram korelasi NDVI dengan suhu permukaan Kabupaten Bandung tahun 2001 dan Peta sebaran nilai NDVI pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun Peta sebaran nilai NDVI pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun Diagram suhu dan kelembaban udara tahun 2001 dan Peta sebaran kelembaban udara pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun Peta sebaran kelembaban udara pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun Diagram hubungan antara kelembaban udara tahun 2001 dengan tutupan lahan tahun Diagram hubungan antara kelembaban udara tahun 2009 dengan tutupan lahan tahun Diagram perubahan luasan distribusi kelembaban udara di Kabupaten Bandung tahun Diagram perubahan luasan distribusi THI di Kabupaten Bandung Peta sebaran nilai THI pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun Peta sebaran nilai THI pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun Peta sebaran tingkat kenyamanan pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun Peta sebaran tingkat kenyamanan pada lokasi penelitian di Kabupaten Bandung tahun

16 vii DAFTAR LAMPIRAN No Halaman 1. Tutupan lahan Kabupaten Bandung per wilayah kecamatan Konversi tutupan lahan periode tahun Luas distribusi suhu permukaan tahun 2001 terhadap tutupan lahan tahun Luas distribusi suhu permukaan tahun 2009 terhadap tutupan lahan tahun Luas distribusi suhu permukaan per wilayah kecamatan Luas distribusi kelembaban per wilayah kecamatan Luas distribusi THI per wilayah kecamatan

17 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Bandung merupakan salah satu daerah yang berada di wilayah Jawa Barat. Kabupaten Bandung merupakan salah satu daerah yang berada di wilayah Jawa Barat dengan ibukota Soreang. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Subang dan Kabupaten Sumedang di utara, Kabupaten Garut di timur dan selatan, serta Kabupaten Cianjur di barat dan selatan. Perluasan wilayah panas (UHI) setiap tahun diperkirakan mencapai ha atau sekitar 4,47 %. Hal itu, dipicu oleh pertumbuhan kawasan terbangun yang mencapai ha atau 0,36 %/tahun di kota-kota besar seperti Surabaya, Semarang, dan Bandung. Tursilowati (2007) mengklasifikasikan dari data satelit landsat bahwa dengan pasti terjadinya pengurangan kawasan vegetasi atau hutan di Bandung yang luas lahan hijaunnya berkurang ha atau 1,4 %/tahun. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk setiap tahunnya, maka kebutuhan akan lahan terbangun pun semakin meningkat. Pada akhir tahun 2008 penduduk Kabupaten Bandung tercatat sebanyak jiwa dengan rata-rata laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,03% per tahun (BPS 2009). Kebutuhan akan lahan terbangun untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia mengakibatkan konversi tipe penutupan lahan, sehingga ruang terbuka hijau yang terdapat pada suatu wilayah di Kabupaten Bandung mengalami penurunan. Dampak dari menurunnya luasan ruang terbuka hijau yaitu meningkatnya suhu udara dan menurunnya kelembaban pada suatu wilayah. Menurut Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, bahwa proporsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada wilayah kota paling sedikit 30 % dari luas wilayah kota. Berkurangnya luasan hutan atau RTH akibat perubahan penggunaan lahan menjadi permukiman, industri, sarana transportasi akan mengakibatkan berkurangnya keindahan dan kenyamanan kota, sehingga suhu kota menjadi naik dan lingkungan menjadi tidak nyaman. Kondisi lingkungan seperti ini mengakibatkan ketidaknyamanan dalam suatu wilayah, sehingga perlu

18 2 dilakukannya identifikasi wilayah kecamatan tertentu di Kabupaten Bandung sebagai prioritas pengembangan RTH. Ruang Terbuka Hijau (RTH), termasuk jalur hijau, taman kota, dan hutan kota memegang peran penting dalam pembangunan perkotaan, terutama terkait dalam merancang masa depan perkotaan. Pengembangan RTH merupakan salah satu cara yang digunakan dalam rangka menjaga keseimbangan iklim mikro dan mengatasi menurunnya kualitas lingkungan. Keberadaan RTH ini memberikan dampak terhadap penurunan suhu udara, peningkatan kelembaban dan suasana kota menjadi lebih nyaman. Penggunaan data penginderaan jauh memungkinkan untuk mendapatkan data spasial yang akurat dan cepat dalam waktu yang relatif singkat. Pemetaan suhu, kelembaban dan THI dilakukan untuk pengembangan ruang terbuka hijau di Kabupaten Bandung, sehingga didapatkan data-data dan informasi yang bermanfaat untuk merumuskan program dan kebijakan lingkungan bagi pemerintahan daerah dalam suatu kawasan. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengidentifikasi distribusi spasial suhu permukaan pada beberapa tipe penutupan lahan, NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) dan kaitannya dengan Ruang Terbuka Hijau (RTH). 2. Pemetaan distribusi THI (Temperature Humidity Index) atau indeks kenyamanan di Kabupaten Bandung. 3. Pengembangan kawasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kabupaten Bandung berdasarkan distribusi suhu permukaan dan THI. 1.3 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi yang dibutuhkan untuk pengelolaan dan pengaturan tata ruang Kabupaten Bandung, serta sebagai bahan masukan untuk dasar kebijakan dalam pengambilan keputusan pemerintah mengenai pembangunan wilayah Kabupaten Bandung.

19 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penutupan Lahan Penutupan lahan (land cover) merupakan perwujudan fisik dari obyek dan yang menutupi permukaan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap obyek-obyek tersebut, sedangkan penggunaan lahan (land use) berhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan tertentu (Lillesand dan Kiefer 1990). Menurut Burley (1961) dalam Lo (1995) menggambarkan penutupan lahan sebagai konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan. Konstruksi tersebut seluruhnya tampak secara langsung dari citra penginderaan jauh. Perubahan penutupan lahan merupakan suatu keadaan yang karena manusia mengalami perubahan pada waktu yang berbeda (Lillesand dan Kiefer 1979). Deteksi perubahan lahan mencakup penggunaan fotografi udara berurutan di wilayah tertentu dan dari data tersebut penggunaan lahan untuk setiap waktu dapat dipetakan dan dibandingkan Ruang terbuka hijau Ruang Terbuka Hijau (RTH) memegang peran penting dalam pembangunan perkotaan, terutama terkait dengan merancang masa depan perkotaan. RTH memiliki fungsi beragam, baik dari segi ekologi, ekonomi, dan sosial, seperti menjaga iklim atau temperatur, wahana rekreasi, dan menghasilkan tanaman produktif. Berdasarkan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengartikan ruang terbuka hijau merupakan area memanjang atau jalur dan atau mengelompok yang penggunaanya bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh alami ataupun secara sengaja. Komponen-komponen RTH berdasarkan kriteria, sasaran dan fungsi penting, vegetasi serta intensitas manajemennya dalam Rencana Umum Tata Ruang Jakarta Tahun dalam Nurcahyono (2003), yaitu:

20 5 1. Taman Memiliki fungsi utama menghasilkan oksigen, sehingga tanaman yang dipilih untuk dibudidayakan adalah tanaman yang dapat menghasilkan oksigen tinggi. 2. Jalur Hijau Pada jalur ini termasuk pepohonan peneduh pinggir jalan, lajur hijau di sekitar sungai dan hijauan di tempat parkir. 3. Kebun dan Pekarangan Pada kebun dan pekarangan ini hendaknya ditanam dengan jenis tanaman yang dapat mendukung lingkungan kota yang nyaman. 4. Hutan 5. Tempat-tempat rekreasi Berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 29 ayat 2 menetapkan proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 % dari luas wilayah kota dan ayat 3 menetapkan proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 persen dari luas wilayah kota. Menurut Simonds (1983) dalam Wijayanti (2003), RTH di perkotaan memiliki fungsi yaitu: penjaga kualitas lingkungan, penyumbang ruang bernafas yang segar dan keindahan visual, sebagai paru-paru kota, penyangga sumber air dalam kota, mencegah erosi dan sarana pendidikan. Dalam INMENDAGRI No.14 Tahun 1988 adapun manfaat RTH, yaitu: 1. Sebagai areal perlindungan berlangsungnya fungsi ekosistem dan penyangga kehidupan. 2. Sebagai sarana untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian dan kehidupan lingkungan. 3. Sebagai sarana rekreasi. 4. Sebagai pengaman lingkungan perkotaan terhadap berbagai macam pencemaran. 5. Sebagai sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan. 6. Sebagai tempat perlindungan plasma nutfah. 7. Sebagai sarana untuk mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro. 8. Sebagai pengatur tata air.

21 Hutan kota Menurut Dahlan (2004), hutan kota merupakan suatu lahan yang bertumbuhan pepohonan di dalam wilayah perkotaan pada tanah negara maupun tanah milik yang berfungsi sebagai penyangga lingkungan dalam hal pengaturan tata air, udara, habitat flora dan fauna yang memiliki nilai estetika dan dengan luas yang solid yang merupakan ruang terbuka hijau pohon-pohonan, serta areal tersebut ditetapkan oleh pejabat berwenang sebagai hutan kota. Fakuara (1987) dalam Dahlan (1992), mendefinisikan hutan kota adalah tumbuhan atau vegetasi berkayu di perkotaan yang bermanfaat sebesar-besarnya bagi lingkungan dalam kegunaan proteksi, estetika, rekreasi, dan kegunaan khusus lainnya. Hutan kota merupakan bagian dari program RTH, yaitu ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk membulat maupun memanjang atau jalur dan dalam penggunaannya bersifat terbuka tanpa bangunan (Instruksi Menteri Dalam Negeri No.14 Tahun 1988). Hutan kota memiliki peranan, yaitu sebagai identitas kota, pelestarian plasma nutfah, penahan dan penyaring partikel padat dari udara, penyerap dan penjerap partikel timbal, penyerap dan penjerap debus semen, peredam kebisingan, mengurangi bahaya hujan asam, penyerap karbon monoksida, penyerap karbondioksida dan penghasil oksigen, penahan angin, penyerap dan penapis bau, mengatasi penggenangan, mengatasi intrusi air laut, produksi terbatas, ameriolasi iklim, pengelolaan sampah, pelestarian air tanah, penapis cahaya silau, meningkatkan keindahan, sebagai habitat burung, mengurangi stres, mengamankan pantai terhadap abrasi, meningkatkan industri pariwisata, sebagai hobi dan pengisi waktu luang (Dahlan 1992). 2.2 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Perencanaan tata ruang dilakukan dengan mempertimbangkan keserasian, keselarasan dan keseimbangan fungsi budidaya dan fungsi lindung, dimensi waktu, teknologi, sosial budaya, serta fungsi pertahanan keamanan. Perencanaan tersebut meliputi aspek pengelolaan secara terpadu berbagai sumber daya, fungsi dan estetika lingkungan, serta kualitas ruang. Perencanaan tata ruang mencakup

22 7 perencanaan struktur dan pola pemanfaatan ruang, yang meliputi tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara dan tata guna sumber daya alam lainnya. Menurut PP No. 3 Tahun 2009 tentang Petunjuk Operasional Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten menerangkan bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten merupakan rencana tata ruang administratif Kota/Kabupaten yang merupakan penjabaran dari RTRW Propinsi yang meliputi tujuan pemanfaatan ruang, rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang, rencana umum tata ruang Kota/Kabupaten dan pedoman pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kota/Kabupaten. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWKN) adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah negara (UU No. 26 Tahun 2007 dan PP No. 26 Tahun 2008). 2.3 Suhu dan Kelembaban Suhu merupakan energi kinetik rata-rata dari gerakan molekul-molekul (Handoko 1993). Heat island merupakan suatu fenomena dimana suhu udara kota yang padat bangunan lebih tinggi daripada suhu terbuka di sekitarnya baik di desa maupun pinggir kota (Adiningsih et al 2001 dalam Wardhana 2003). Pada umumnya suhu udara tertinggi berada di pusat kota akan menurun secara bertahap ke arah pinggir kota sampai ke desa. Menurut Lowry dalam Griffith (1976) ; Wardhana (2003), perbedaan suhu udara antara perkotaan dengan pedesaan disebabkan oleh lima sifat fisik permukaan bumi, yaitu: 1. Bahan Penutup Permukaan Perkotaan memiliki permukaan yang terdiri dari beton dan semen yang konduktivitas kalornya sekitar tiga kali lebih tinggi dibandingkan dengan tanah berpasir yang basah. Hal ini menyebabkan permukaan kota menerima dan menyimpan energi lebih banyak daripada pedesaan. 2. Bentuk dan Orientasi Permukaan Bentuk dan orientasi permukaan kota lebih bervariasi dari pada daerah pinggir kota atau pedesaan, sehingga energi matahari yang datang dipantulkan berulang kali dan akan mengalami beberapa kali penyerapan dan disimpan dalam bentuk panas (heat), serta padatnya kota dapat

23 8 mengubah pola aliran udara yang bertindak sebagai perombak dan meningkatkan turbulensi. 3. Sumber Kelembaban Di perkotaan air hujan cenderung menjadi aliran permukaan, akibat adanya permukaan semen,parit, selokan, dan pipa-pipa saluran drainase. Di daerah pedesaan sebagian besar air hujan meresap ke dalam tanah sehingga cadangan air untuk penguapan dapat menyejukkan udara. Air menyerap panas lebih banyak sebelum suhu menjadi naik 1 0 C dan memerlukan waktu yang lama untuk melepaskannya. 4. Sumber Kalor Bertambahnya sumber kalor akibat dari aktivitas dan panas metabolisme penduduk diakibatkan oleh kepadatan penduduk kota yang semakin tinggi. 5. Kualitas Udara Udara di perkotaan mengandung banyak bahan-bahan pencemar yang berasal dari kegiatan industri dan kendaraan bermotor sehingga mengakibatkan kualitas udaranya menjadi lebih buruk bila dibandingkan kualitas udara di pedesaan. Banyaknya bangunan-bangunan bertingkat dan tingkat pencemaran yang tinggi di perkotaan dapat menyebabkan timbul kubah debu (dust home), yaitu selubung polutan yang menyelimuti kota. Hal ini disebabkan pola sirkulasi atmosfir di atas kota yang unik dan mengakibatkan terjadinya perbedaan suhu yang tajam antara perkotaan dengan daerah di sekitanya. Kelembaban udara mengambarkan kandungan uap air yang berada di udara (Handoko 1993). Kartasapoetra (2008) menjelaskan bahwa kelembaban adalah banyaknya kadar uap air yang ada di udara. Keadaan kelembaban di atas permukaan bumi berbeda-beda. Kelembaban udara yang lebih tinggi pada udara dekat permukaan pada siang hari disebabkan karena penambahan uap air hasil evapotranspirasi dari permukaan. Proses ini berlangsung karena permukaan tanah menyerap radiasi selama siang hari tersebut. Pada malam hari akan berlangsung proses kondensasi atau pengembunan yang memanfaatkan uap air yang berasal dari udara. Oleh karena itu kandungan uap air di udara dekat permukaan tersebut akan berkurang (Soedomo 2001).

24 9 2.4 Temperature Humidity Index (THI) Temperature Humidity Index atau dikenal juga dengan indeks kelembaban panas merupakan metode yang digunakan untuk mengkaji tingkat kenyamanan di suatu daerah. Metode ini menghasilkan suatu indeks untuk menetapkan efek dari kondisi panas pada kenyamanan manusia yang mengkombinasikan suhu dan kelembaban (Encyclopedia 2003). Beberapa ahli telah berusaha untuk menyatakan pengaruh parameter-parameter iklim terhadap kenyamanan manusia dengan bantuan persamaan yang mengandung dua atau lebih parameter iklim. Menurut hasil penelitian yang dilakukan Mulyana, et al (2003), didapatkan bahwa indeks kenyamanan pada suatu kondisi yang nyaman berkisar dengan nilai THI Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) Hung (2000) menjelaskan bahwa nilai NDVI menggambarkan tingkat kehijauan biomassa dan merupakan indikator yang baik untuk menentukan status (kesehatan, kerapatan) vegetasi pada suatu wilayah namun tidak berhubungan langsung dengan ketersediaan air tanah pada wilayah tersebut. Estimasi NDVI dengan basis data satelit merupakan perhitungan kanal cahaya tampak dan inframerah dekat. Pigmen pada daun, klorofil, menyerap gelombang cahaya tampak (0,4 μm sampai 0,7 μm), dan struktur sel daun memantulkan gelombang inframerah dekat (0,7 μm sampai 1,1 μm). 2.6 Pendugaan Suhu dengan Citra Satelit Landsat Lillesand dan Kiefer (1990) menyatakan bahwa pengukuran suhu biasanya meliputi penempatan instrumen pengukur yang bersentuhan dengan atau terbenamkan dalam badan yang diukur suhunya (suhu kinetik). Suhu kinetik merupakan ungkapan internal terjemahan tenaga rata-rata molekul yang menyusun tubuh. Disamping ungkapan internal, objek memancarkan tenaga sebagai fungsi suhunya. Tenaga yang dipancarkan merupakan ungkapan eksternal keadaan tenaga objek yang dapat diindera dari jarak jauh dan digunakan untuk menentukan suhu pancaran (radiant temperature) objek.

25 10 Kenampakan permukaan bumi memancarkan radiasi terutama pada gelombang inframerah termal. Lillesand (1997) mengemukakan bahwa penginderaan jauh thermal menjelaskan secara ringkas kemungkinan untuk memperoleh, menggambarkan dan menginterpretasikan keadaan panas dipermukaan bumi. Pendefinisian energi thermal sering mengacu kepada energi yang dipancarkan dari permukaan bumi. Berdasarkan sumber energi radiasi dari matahari, panjang gelombang dipancarkan dari energi matahari lebih pendek daripada gelombang panjang dari permukaan bumi. Lillesand (1997) juga menjelaskan bahwa radiasi matahari memberikan energi maksimumnya pada kisaran spektral tampak (0,3-0,7 μm). Sedangkan untuk permukaan bumi dengan suhu permukaan sebesar 300 K memberikan nilai pancaran puncak maksimum pada panjang gelombang 9,7 μm yang merupakan kisaran radiasi infrared. Maka, penginderaan jauh thermal banyak dilakukan pada daerah spektrum antara 8-14 μm. Setiap pengurangan 50% RTH akan menyebabkan peningkatan suhu udara sebesar 0,4 C hingga 1,8 0 C sedangan penambahan RTH 50% hanya menurunkan suhu udara sebesar 0,2 0 C hingga 0,5 0 C. Hal ini membuktikan arti pentingnya mempertahankan RTH. Pengurangan atau penambahan RTH menyebabkan peningkatan ataupun penurunan suhu udara dengan besaran berbeda dengan akan mengakibatkan (Effendy 2001). Berdasarkan penelitian Maulida (2008) mengenai perubahan lahan dan suhu permukaan di kota Bandung didapatkan sebaran suhu permukaan di kota Bandung berbentuk mengelompok yaitu di daerah rural meliputi selang suhu 14 0 C sampai dengan selang <22 0 C, daerah sub urban meliputi selang suhu 22 0 C hingga <25 0 C, sedangkan daerah urban meliputi selang suhu 26 0 C hingga 31 0 C, berdasarkan korelasi antara NDVI dengan suhu permukaan serta estimasi band 6 pada citra landsat 7 ETM pada periode tahun 1997, 2002 dan Penelitian Waluyo (2009) mengenai distribusi suhu permukaan di kota Semarang berdasarkan korelasi antara NDVI dengan suhu permukaan serta estimasi band 6 pada citra landsat 7 ETM pada periode tahun mempunyai nilai suhu antara 20 0 C hingga 34 0 C. Berdasarkan penelitian Tursilowati (2007) mengenai perubahan iklim dan lingkungan kota Semarang,

26 11 menggunakan data landsat 1994 dan 2002 didapatkan bahwa di Semarang terdapat daerah dengan suhu 17 0 C-28 0 C mengalami penurunan luas, dan daerah dengan suhu 29 0 C-37 0 C mengalami penambahan luas, sehingga disimpulkan Kota Semarang telah terjadi peningkatan suhu udara akibat adanya perubahan lahan dari lahan bervegetasi menjadi non vegetasi. Penelitian Wardhana (2003) mengenai pengukuran suhu udara di Kota Bogor, berdasarkan estimasi dari band 7 yang telah dikorelasikan dengan data suhu stasiun permukaan menghasilkan model regresi umum untuk kasus kota Bogor tahun 2001 didapatkan suhu tertinggi adalah kelas penutupan lahan industri dan pemukiman yaitu 27 0 C-29 0 C. Sedangkan hasil penelitian Khusaini (2008) didaptkan bahwa secara umum di Kota Bogor tipe penutupan lahan yang mengalami perluasan yang paling banyak adalah tipe pemukiman, sejalan dengan meningkatnya penduduk dari tahun ke tahun, hal ini menunjukkan bahwa semakin besar luas pemukiman, maka suhu semakin meningkat. 2.7 Hubungan Ruang Terbuka Hijau dengan Suhu Udara Berdasarkan undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 29 ayat 2 menetapkan proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota dan ayat 3 menetapkan proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20% dari luas wilayah kota. Ruang terbuka hijau adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur. dengan perbandingan unsur tanaman yang lebih luas dan memiliki fungsi utama sebagai perlindungan kawasan sekitarnya. Zulkarnain (2006) menyatakan bahwa RTH memiliki manfaat yaitu memberikan hasil terhadap kebutuhan kenyamanan, kesejahteraan, peningkatan kualitas lingkungan, dan pelestarian alam.

27 12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli November 2010 di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, meliputi 13 kecamatan di wilayah tersebut. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Gambar 1 Peta administrasi Kabupaten Bandung. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer yang dilengkapi dengan paket Sistem Informasi Geografis (perangkat keras dan lunak) dengan software Erdas Imagine 9.1, ArcGIS 9.3, DNR Garmin 5.4.1, SPSS 15, dan Microsoft Office Alat yang digunakan di lapangan meliputi Global Positioning System (GPS), kamera digital dan alat tulis. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data citra Landsat ETM (+) path/row : 122/065, dengan tanggal akuisisi 12 Mei 2001 dan 6 Agustus 2009,

28 13 peta administrasi Kabupaten Bandung dan data statistik Kabupaten Bandung yang diperoleh dari BAPPEDA Kabupaten Bandung, peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) dari Badan Planologi Kehutanan dan Data Klimatologi berupa suhu minimum, suhu maksimum, suhu rata-rata dan kelembaban relatif rata-rata Kabupaten Bandung yang diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kelas I Bogor. 3.3 Metode Penelitian Data citra diproses dan dianalisis agar didapatkan informasi yang dibutuhkan, sehingga dilakukan tahapan pemrosesan citra landsat, yaitu: 1. Pemulihan citra (Image Restoring) Terdapat perubahan yang dialami oleh citra pada saat pengambilan citra oleh satelit, sehingga dilakukan perbaikan radiometrik dan geometrik. Perbaikan radiometrik bertujuan untuk memperbaiki bias pada nilai digital piksel yang disebabkan oleh gangguan atmosfer ataupun kesalahan sensor. Perbaikan geometrik dapat dilakukan dengan mengambil titik-titik ikat di lapangan atau menggunakan citra yang telah terkoreksi. 2. Penajman citra (Image Enhancment) Penajaman citra dilakukan agar suau objek pada citra terlihat lebih tajam dan kontras, sehingga dapat memudahkan interpretasi secara visual. 3. Pemotongan (subset) wilayah kajian Pemotongan citra dilakukan sesuai dengan lokasi penelitian yang telah ditentukan berdasarkan pada batas administrasi wilayah Kabupaten Bandung. Pemotongan citra dilakukan dengan memotong wilayah yang menjadi objek penelitian. Citra yang terkoreksi dipotong menggunakan Area of Interest (AOI). Citra satelit landsat yang digunakan path/row : 122/065 tahun 2001 dan Survey lapangan Survey lapangan bertujuan untuk mengetahui kondisi lapangan dan perubahan penutupan lahan. Pengambilan titik kontrol dilakukan tidak secara menyeluruh, melainkan hanya beberapa tempat saja yang dianggap dapat mewakili masing-masing kelas klasifikasi penutupan lahan. Setiap lokasi

29 14 survey yang mewakili masing-masing kelas penutupan lahan, diambil titik koodinatnya dengan menggunakan Global Positioning System (GPS) untuk diverifikasikan dengan data citra. 5. Klasifikasi tutupan lahan Interpretasi citra Landsat ETM+ dilakukan dengan melihat karakteristik dasar kenampakan masing-masing penggunaan/penutupan lahan pada citra yang dibantu dengan unsur-unsur interpretasi (Avery, 1992; Lillesand dan Kiefer, 1997). Klasifikasi citra diperlukan untuk mengetahui sebaran dan luas tipe penutupan lahan di wilayah studi. Klasifikasi citra yang digunakan menggunakan metode klasifikasi terbimbing (Supervised Classification) yaitu melalui proses pemilihan kategori informasi atau kelas yang diinginkan, yang selanjutnya memilih training area yang mewakili tiap kelas atau kategori untuk penentuan posisi contoh di lapangan dengan bantuan citra warna komposit dan peta penutupan lahan untuk setiap kelas penutupan lahan yang dibantu dengan data pengecekan lapang. Tahapan yang dilakukan dalam klasifikasi terbimbing menggunakan software Erdas Imagine 9.1 antarlain: a. Pengenalan pola-pola spektral yang ditampilkan oleh citra dengan berpedoman pada titik kontrol yang diambil pada lokasi penelitian menggunkan GPS. b. Pemilihan daerah (area of interest) yang diidentifikasi sebagai satu tipe penutupan lahan berdasarkan pola-pola spektral yang ditampilkan oleh citra. c. Proses klasifikasi citra yang dilakukan secara otomatis oleh komputer berdasarkan pola-pola spektral yang telah ditetapkan pada saat proses pemilihan daerah. Klasifikasi citra pada wilayah penelitian meliputi: vegetasi rapat, vegetasi jarang, sawah, semak, lahan terbangun, lahan terbuka, awan dan bayangan awan. d. Menggabungkan daerah-daerah yang memiliki tipe penutupan lahan yang sama (recode). e. Citra hasil klasifikasi dikoreksi dengan membandingkannya dengan citra sebelum diklasifikasi.

30 15 6. Estimasi suhu Pengestimasian nilai suhu permukaan menggunakan software Erdas Imagine 9.1, kemudian dibangun sebuah model pada model maker yang sudah tersedia untuk mengkonversi nilai nilai pixel pada landsat 5 TM dan band 6. Hal yang perlu diperhatikan adalah nilai DN (Digital Number) untuk dilakukan konversi menjadi nilai radiasi. Berikut adalah rumus yang digunakan untuk mengkonversi nilai digital menjadi nilai radiasi (USGS 2002). Radiasi = gain x DN (digital number) + offset Nilai gain sebesar 0,05518, digital number adalah dengan band 6 dan nilai offset sebesar 1,2378. Konversi band 6 pada Landsat 5 TM dan 7 ETM kemudan dilakukan untuk mengetahui suhu permukaan (USGS 2002): T = Keterangan : T : Suhu Efektif (K) K2 : Konstanta Kalibrasi 2 (Tabel 2) K3 : Konstanta Kalibrasi 1 (Tabel 1) : Spektral Radiasi (W/(m 2 *ster*µm) 3.4 Korelasi Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) dengan Suhu NDVI merupakan salah satu cara yang efektif dan sederhana untuk mengidentifikasikan kondisi vegetasi di suatu wilayah, dan metode ini cukup berguna dan sudah sering digunakan dalam menghitung indeks kanopi tanaman hijau pada data multispectral penginderaan jauh. Secara defenisi matematis, dengan menggunakan NDVI, maka suatu wilayah dengan kondisi vegetasi yang rapat akan memiliki nilai NDVI yang positif. Nilai NDVI perairan bebas akan cenderung bernilai negatif. NDVI pada dasarnya adalah menghitung seberapa besar penyerapan radiasi matahari oleh tanaman terutama bagian daun. Tumbuhan hijau menyerap radiasi matahari pada bagian photosynthetically active radiation (PAR). Nilai NDVI merupakan perbedaan reflektansi dari kanal inframerah dekat dan kanal cahaya tampak (merah). Nilai NDVI berkisar antara -1 sampai +1, yang artinya bahwa jika wilayah tersebut semakin hijau rapat suatu vegetasi, maka nilai NDVI semakin besar. Nilai NDVI semakin kecil jika berada pada suatu wilayah yang jarang atau tidak ada vegetasi. Persamaan untuk menghitung NDVI adalah NDVI

31 16 = (NIR VIS)/(NIR+VIS), dengan NIR merupakan Reflektansi kanal inframerah dekat/near infrared (kanal 2) dan VIS merupakan Reflektansi kanal cahaya tampak/infrared (kanal 2). Analisis korelasi dan regresi dilakukan untuk memperoleh tingkat hubungan antara NDVI dengan suhu ditentukan dengan bentuk persamaan yang akan dicoba adalah regresi linier sederhana antara NDVI sebagai variabel bebas X dan suhu permukaan sebagai variabel tak bebas y dengan persamaan umum adalah y = b0 + b1*x. Besarnya nilai b1 yang negatif akan menentukan berapa besarnya pengurangan nilai x yang dapat meningkatkan nilai y. 3.5 Estimasi Kelembaban Udara Relatif (RH) Data kelembaban didapatkan dari stasiun BMKG Kelas I Dramaga Bogor dan pengukuran langsung yang dilakukan Rushayati (2010) pada beberapa tipe penutupan lahan. Estimasi nilai kelembaban berdasarkan hasil regresi antara suhu rata-rata dan kelembaban rata-rata di Kabupaten Bandung. Regresi sederhana yang didapatkan, yaitu : y = a + bx Berdasarkan rumus regresi sederhana, y merupakan kelembaban variabel terikat, sedangkan x merupakan variabel bebas. Nilai DN dari suhu permukaan digunakan sebagai nilai x untuk penentuan wilayah sebaran kelembaban. Hasil regresi yang didapatkan dimasukkan ke dalam software Erdas Imangine, sehingga didapatkan peta sebaran kelembaban. 3.6 Penentuan Temperature Humidity Index (THI) Penentuan indeks kenyamanan atau THI dapat ditentukan dari nilai suhu udara ( 0 C) dan kelembaban (RH) dengan menggunakan persamaan Nieuwolt, 1975 dalam D. Murdiyarso dan H. Suharsono, 1992, yaitu: Keterangan : T a : Suhu Udara ( o C) RH : Kelembaban relatif (%)

32 Rekomendasi Pengembangan RTH Berdasarkan Pengelompokkan Klasifikasi Suhu Berdasarkan hasil perhitungan indeks kenyamanan atau THI didapatkan proposi RTH suatu wilayah. Peta penutupan lahan dan peta administrasi wilayah di overlay dengan peta sebaran suhu, yang kemudian dikelompokkan berdasarkan kelas suhu dan THI. Dari data tersebut dapat diketahui sebaran suhu pada suatu daerah, dan dapat diidentifikasi daerah mana saja yang memiliki suhu permukaan yang tinggi, rendah, ataupun sedang, sehingga dapat direkomendasikan ruang terbuka hijau yang sesuai dengan kondisi lingkungan.

33 18 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bandung merupakan kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Daerah ini memiliki ibukota yaitu Soreang. Secara geografis letak Kabupaten Bandung berada pada posisi Bujur Timur dan Lintang Selatan. Luas Kabupaten Bandung adalah ,67 ha. Kabupaten Bandung memiliki batas-batas wilayah administrasi sebagai berikut : Sebelah Utara : Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung dan Kota Cimahi. Sebelah Timur : Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut. Sebelah Selatan : Kabupaten Garut dan Kabupaten Cianjur dan di bagian tengah terletak kota Bandung dan kota Cimahi. Sebelah Barat : Kabupaten Bandung Barat. Kabupaten Bandung terdiri atas 31 kecamatan, 267 desa dan sembilan kelurahan. Pada akhir tahun 2008 jumlah penduduk Kabupaten Bandung mencapai jiwa. 4.2 Kondisi Fisik Lingkungan Topografi Kabupaten Bandung sebagian besar merupakan pegunungan atau daerah perbukitan dengan ketinggian diatas permukaan laut bervariasi dari m dpl. Kabupaten Bandung terdiri dari wilayah datar/landai, kaki bukit, dan pegunungan dengan kemiringan lereng beragam antara 0 8%, 8% - 15% hingga >45%. Sebagian besar wilayah Bandung adalah pegunungan. Di antara puncakpuncaknya adalah: Sebelah utara terdapat Gunung Bukittunggul (2.200 m), Gunung Tangkubanperahu (2.076 m) (Wilayah KBB) di perbatasan dengan Kabupaten Purwakarta. Di daerah selatan terdapat Gunung Patuha (2.334 m), Gunung Malabar (2.321 m), serta Gunung Papandayan (2.262 m) dan Gunung Guntur (2.249 m), keduanya di perbatasan dengan Kabupaten Garut.

34 Klimatologi Kabupaten Bandung berada di dataran tinggi atau pegunungan sehingga menjadikan suhu udara di kabupaten ini menjadi sejuk, yaitu berkisar antara 12 0 C 24 0 C. Kabupaten Bandung beriklim tropis yang dipengaruhi oleh iklim muson dengan curah hujan rata-rata antara mm sampai dengan mm per tahun. Berdasarkan klasifikasi iklim Koppen, Kabupaten Bandung termasuk pada tipe iklim tropika basah. Menurut klasifikasi iklim Schmidt and Ferguson, Kabupaten Bandung termasuk kedalam tipe iklim C. Kabupaten Bandung memiliki suhu rataan tahunan sebesar 23,4 0 C, dengan suhu rataan bulanan terendah 22,9 0 C pada bulan Februari dan tertinggi sebesar 24,4 0 C pada bulan November Geologi Keadaan geologis dan tanah terbentuk pada zaman kwartier dan mempunyai lapisan tanah alluvial hasil letusan Gunung Tangkuban Perahu. Jenis material tanah bagian utara berjenis andosol, sedangkan bagian selatan dan timur terdiri dari sebaran jenis alluvial kelabu dan bahan endapan tanah liat, serat bagian tengah dan barat berjenis andosol. 4.3 Keadaan Penduduk Pada akhir tahun 2007, berdasarkan hasil rekapitulasi data jumlah penduduk Kabupaten Bandung tercatat sebanyak jiwa. Akhir tahun 2008, jumlah penduduk Kabupaten Bandung menjadi jiwa dengan laju pertumbuhan 0,03% dan kepadatan penduduk jiwa/km 2 (BPS 2009).

35 20 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan Kabupaten Bandung Penutupan lahan (land cover) merupakan perwujudan fisik dari obyek dan yang menutupi permukaan tanpa mempersoalkan kegiatan manusia terhadap obyek-obyek tersebut. Pengertian selanjutnya untuk penggunaan lahan (land use) berhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan tertentu (Lillesand & Kiefer 1990). Burley (1961) dalam Lo (1995) yang menggambarkan penutupan lahan sebagai konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan. Konstruksi tersebut seluruhnya tampak secara langsung dari citra penginderaan jauh. Secara umum terdapat tiga kelas data yang mencakup dalam penutupan lahan, yaitu: 1. Struktur fisik yang dibangun oleh manusia. 2. Fenomena biotik vegetasi alami, tanaman pertanian dan kehidupan binatang. 3. Tipe-tipe pembangunan. Menurut Lo (1995) satu faktor penting yang menentukan kesuksesan dalam pemetaan penggunaan dan penutupan lahan, terletak pada pemilihan skema klasifikasi yang tepat untuk suatu tujuan tertentu. Adapun sistem klasifikasi penggunaan dan penutupan lahan menurut United State Geological Survey (USGS) memiliki kriteria sebagai berikut: (1) tingkat ketelitian interpretasi minimum dengan menggunakan penginderaan jauh tidak kurang dari 85%, (2) ketelitian interpretasi untuk beberapa kategori harus kurang lebih sama, (3) hasil yang dapat diulang harus dapat diperoleh dari penafsir yang satu ke yang lain dan dari satu saat penginderaan ke saat yang lain, (4) sistem klasifikasi harus dapat diterapkan untuk daerah yang luas, (5) kategori harus memungkinkan penggunaan lahan ditafsir dari tipe penutup lahnnya, (6) sistem klasifikasi harus dapat digunakan dengan data penginderaan jauh yang diperoleh pada waktu yang berbeda, (7) kategori harus dapat dirinci ke dalam sub kategori yang lebih rinci yang dapat diperoleh dari citra skala besar atau survey lapangan, (8) pengelompokkan kategori harus dapat dilakukan, (9) harus dapat dimungkinkan untuk dapat membandingkan dengan data penggunaan lahan dan penutupan lahan

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

LOKASI PENELITIAN 12/20/2011. Latar Belakang. Tujuan. Manfaat. Kondisi Umum

LOKASI PENELITIAN 12/20/2011. Latar Belakang. Tujuan. Manfaat. Kondisi Umum 12/2/211 Pengembangan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan dan Temperature Humidity Index (THI) di Kota Palembang Muis Fajar E3462536 Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Udara Perkotaan Menurut Santosa (1986), kepadatan penduduk kota yang cukup tinggi akan mengakibatkan bertambahnya sumber kalor sebagai akibat dari aktifitas dan panas metabolisme

Lebih terperinci

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : Indeks Vegetasi Bentuk komputasi nilai-nilai indeks vegetasi matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : NDVI=(band4 band3)/(band4+band3).18 Nilai-nilai indeks vegetasi di deteksi oleh instrument pada

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Penelitian dilakukan dari tahun 2009 hingga tahun 2011. Penelitian dibagi

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DI KABUPATEN BANDUNG

PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DI KABUPATEN BANDUNG PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DI KABUPATEN BANDUNG Green Open Space Development Based on Distribution of Surface Temperature in Bandung Regency Siti Badriyah Rushayati,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai September 2011 di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Suhu Permukaan Suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu terluar suatu obyek. Untuk suatu tanah terbuka, suhu permukaan adalah suhu pada lapisan terluar permukaan tanah. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 6 3.3.5 Persamaan Hubungan RTH dengan Suhu Udara Penjelasan secara ilmiah mengenai laju pemanasan/pendinginan suhu udara akibat pengurangan atau penambahan RTH adalah mengikuti hukum pendinginan Newton,

Lebih terperinci

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E14101043 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN LUKMANUL HAKIM.

Lebih terperinci

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI.

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI. PEMETAAN PENYEBARAN POLUTAN SEBAGAI BAHAN PERTIMBANGAN PEMBANGUNAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA CILEGON BAKHTIAR SANTRI AJI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN Media Konservasi Vol. 17, No. 3 Desember 2012 : 143 148 HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN (Correlation between Leaf Area Index with Micro Climate and Temperature

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 PEMETAAN SEBARAN SUHU PERMUKAAN DAN HUBUNGANNYA TERHADAP PENUTUPAN LAHAN DENGAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT LANDSAT TM 5 (Studi Kasus: Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang) SKRIPSI Oleh : EDEN DESMOND

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan 5.1.1 Penutupan lahan Kabupaten Sidoarjo Penutupan lahan (land cover) merupakan perwujudan fisik dari obyek dan yang menutupi permukaan tanpa mempersoalkan

Lebih terperinci

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO

ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO ANALISIS KELEMBABAN TANAH PERMUKAAN MELALUI CITRA LANDSAT 7 ETM+ DI WILAYAH DATARAN KABUPATEN PURWOREJO Usulan Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi Disusun Oleh: Sediyo Adi Nugroho NIM:

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota ( Permasalahan Lingkungan Kota

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota ( Permasalahan Lingkungan Kota 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kota dan Hutan Kota Kota adalah suatu pusat permukiman penduduk yang besar dan luas, terdapat berbagai ragam kegiatan ekonomi dan budaya. Pada kenyataannya kota merupakan tempat

Lebih terperinci

(Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN

(Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN PENYERAPAN RADIASI MATAHARI OLEH KANOPI HUTAN ALAM : KORELASI ANTARA PENGUKURAN DAN INDEKS VEGETASI (Studi kasus : Taman Nasional Lore-Lindu, Sulawesi Tengah) MOCHAMMAD TAUFIQURROCHMAN ABDUL AZIZ ZEIN

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DAN TEMPERATURE HUMIDITY INDEX (THI) KOTA PALEMBANG MUIS FAJAR

PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DAN TEMPERATURE HUMIDITY INDEX (THI) KOTA PALEMBANG MUIS FAJAR PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU BERDASARKAN DISTRIBUSI SUHU PERMUKAAN DAN TEMPERATURE HUMIDITY INDEX (THI) KOTA PALEMBANG MUIS FAJAR DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Pekanbaru. Kota Pekanbaru terletak pada 101 0 18 sampai 101 0 36 Bujur Timur serta 0 0 25 sampai 0 0 45 Lintang Utara.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Wilayah Pengembangan Tegallega pada Tahun V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penghitungan Aspek Kependudukan Kependudukan merupakan salah satu bagian dari aspek sosial pada Wilayah Pengembangan Tegallega. Permasalahan yang dapat mewakili kondisi kependudukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS). TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai (DAS) Besitang Sekilas Tentang DAS Besitang Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o 45 04 o 22 44 LU dan 97 o 51 99 o 17 56 BT. Kawasan DAS Besitang melintasi

Lebih terperinci

PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN

PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai September 2011. Kegiatan penelitian ini meliputi tahap prapenelitian (persiapan, survei), Inventarisasi (pengumpulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian didasarkan pada penelitian Botanri (2010) di Pulau Seram Maluku. Analisis data dilakukan di Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan,

Lebih terperinci

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN Rahayu *), Danang Surya Candra **) *) Universitas Jendral Soedirman

Lebih terperinci

DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+

DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+ DISTRIBUSI, KERAPATAN DAN PERUBAHAN LUAS VEGETASI MANGROVE GUGUS PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU MENGGUNAKAN CITRA FORMOSAT 2 DAN LANDSAT 7/ETM+ Oleh : Ganjar Saefurahman C64103081 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai analisis data Landsat 7 untuk estimasi umur tanaman kelapa sawit mengambil daerah studi kasus di areal perkebunan PTPN VIII

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI Oleh : Ardiansyah Putra 101201018 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 9 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 410 Desember 2011 (Lampiran 2), bertempat di wilayah Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR). Berdasarkan administrasi pemerintahan Provinsi Lampung kawasan ini berada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kawasan Hutan Adat Kasepuhan Citorek, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Pengambilan data lapangan dilaksanakan bulan Februari

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan data untuk membuat model kesesuaian habitat orangutan kalimantan (Pongo pygmaeus wurmbii) dilakukan di Suaka Margasatwa Sungai Lamandau.

Lebih terperinci

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG DIAR ERSTANTYO DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang Studi Kasus: Kota Manado Ingerid L. Moniaga (1), Esli D. Takumansang (2) (1) Laboratorium Bentang Alam, Arsitektur

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Gambar 7. Lokasi Penelitian

Gambar 7. Lokasi Penelitian III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat sebagai daerah penelitian yang terletak pada 6 56'49''-7 45'00'' Lintang Selatan

Lebih terperinci

ix

ix DAFTAR ISI viii ix x DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Emisivitas dari permukaan benda yang berbeda pada panjang gelombang 8 14 μm. 12 Tabel 1.2. Kesalahan suhu yang disebabkan oleh emisivitas objek pada suhu 288

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

A JW Hatulesila. Analisis Spasial Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk Penanganan Perubahan Iklim di Kota Ambon. Abstrak

A JW Hatulesila. Analisis Spasial Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk Penanganan Perubahan Iklim di Kota Ambon. Abstrak A123-04-1-JW Hatulesila Analisis Spasial Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk Penanganan Perubahan Iklim di Kota Ambon Jan Willem Hatulesila 1), Gun Mardiatmoko 1), Jusuph Wattimury 2) 1) Staf Pengajar Fakultas

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan mulai dari Bulan Juni sampai dengan Bulan Desember 2009. Penelitian ini terbagi atas pengambilan dan pengumpulan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengolahan Awal Citra (Pre-Image Processing) Pengolahan awal citra (Pre Image Proccesing) merupakan suatu kegiatan memperbaiki dan mengoreksi citra yang memiliki kesalahan

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanfaatan penggunaan lahan akhir-akhir ini semakin mengalami peningkatan. Kecenderungan peningkatan penggunaan lahan dalam sektor permukiman dan industri mengakibatkan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau adalah area memanjang baik berupa jalur maupun mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, sebagai tempat tumbuhnya vegetasi-vegetasi,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997

Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 LAMPIRAN Lampiran 1. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 1997 17 Lampiran 2. Peta klasifikasi penutup lahan Kodya Bogor tahun 2006 18 Lampiran 3. Peta sebaran suhu permukaan Kodya Bogor tahun

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai bulan November 2009. Objek penelitian difokuskan pada wilayah Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Nasional Kerinci Seblat, tepatnya di Resort Batang Suliti, Seksi Pengelolaan Taman Nasional Wilayah IV, Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi

Lebih terperinci

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s

Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s 11 Nilai Io diasumsikan sebagai nilai R s, dan nilai I diperoleh berdasarkan hasil penghitungan nilai radiasi yang transmisikan oleh kanopi tumbuhan, sedangkan nilai koefisien pemadaman berkisar antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumatera Utara memiliki luas total sebesar 181.860,65 Km² yang terdiri dari luas daratan sebesar 71.680,68 Km² atau 3,73 % dari luas wilayah Republik Indonesia. Secara

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA

ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA ANALISA DEGRADASI HUTAN MANGROVE PADA KAWASAN WISATA TELUK YOUTEFA KOTA JAYAPURA Oleh YOHAN M G JARISETOUW FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS NEGERI PAPUA MANOKWARI 2005 ii Abstrak Yohan M G Jarisetouw. ANALISA

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas 42 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas Secara geografis, perumahan Bukit Cimanggu City (BCC) terletak pada 06.53 LS-06.56 LS dan 106.78 BT sedangkan perumahan Taman Yasmin terletak pada

Lebih terperinci

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA

BAB III. Penelitian inii dilakukan. dan Danau. bagi. Peta TANPA SKALA 14 BAB III METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian inii dilakukan di Sentul City yang terletak di Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only. 23 LAMPIRAN

Generated by Foxit PDF Creator Foxit Software  For evaluation only. 23 LAMPIRAN 23 LAMPIRAN 24 Lampiran 1 Diagram Alir Penelitian Data Citra LANDSAT-TM/ETM Koreksi Geometrik Croping Wilayah Kajian Kanal 2,4,5 Kanal 1,2,3 Kanal 3,4 Spectral Radiance (L λ ) Albedo NDVI Class Radiasi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November Penelitian ini METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-November 2012. Penelitian ini dilaksanakan di lahan sebaran agroforestri yaitu di Kecamatan Sei Bingai, Kecamatan Bahorok,

Lebih terperinci

STUDI UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN (UKL) EKSPLORASI GEOTHERMAL DI KECAMATAN SEMPOL, KABUPATEN BONDOWOSO DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

STUDI UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN (UKL) EKSPLORASI GEOTHERMAL DI KECAMATAN SEMPOL, KABUPATEN BONDOWOSO DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STUDI UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN (UKL) EKSPLORASI GEOTHERMAL DI KECAMATAN SEMPOL, KABUPATEN BONDOWOSO DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Hana Sugiastu Firdaus (3509100050) Dosen Pembimbing : Dr.Ir. Muhammad

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan-lahan untuk menyediakan permukiman, sarana penunjang ekonomi

Lebih terperinci

Manfaat METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

Manfaat METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 2 Manfaat Penelitian ini diharapkan menjadi sumber data dan informasi untuk menentukan langkah-langkah perencanaan dan pengelolaan kawasan dalam hal pemanfaatan bagi masyarakat sekitar. METODE Lokasi dan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di daerah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Jawa Barat (Gambar 1). DAS Cipunagara berada dibawah pengelolaan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2002 TENTANG HUTAN KOTA UMUM Pembangunan kota sering dicerminkan oleh adanya perkembangan fisik kota yang lebih banyak ditentukan

Lebih terperinci

ANALISIS KERAPATAN VEGETASI PADA KELAS TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN

ANALISIS KERAPATAN VEGETASI PADA KELAS TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN ANALISIS KERAPATAN VEGETASI PADA KELAS TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN SKRIPSI Oleh : WARREN CHRISTHOPER MELIALA 121201031 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian dimulai dari bulan Juli 2010 sampai Januari

Lebih terperinci

ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H.

ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H. ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H. DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi studi

Gambar 2 Peta lokasi studi 15 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi Studi dilakukan di Kebun Anggrek yang terletak dalam areal Taman Kyai Langgeng (TKL) di Jalan Cempaka No 6, Kelurahan Kemirirejo, Kecamatan Magelang Tengah,

Lebih terperinci

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW ) Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA MATA KULIAH PRASARANA WILAYAH DAN KOTA I (PW 09-1303) RUANG TERBUKA HIJAU 7 Oleh Dr.Ir.Rimadewi S,MIP J P Wil h d K t Jur. Perencanaan Wilayah dan Kota FTSP INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way 13 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan September 2012 yang berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way Kambas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapang. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial dan penentuan

Lebih terperinci

STUDI PERKEMBANGAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DAN SIG. Walbiden Lumbantoruan 1. Abstrak

STUDI PERKEMBANGAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DAN SIG. Walbiden Lumbantoruan 1. Abstrak STUDI PERKEMBANGAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DAN SIG Walbiden Lumbantoruan 1 Abstrak Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah: (1) Untuk mengtetahui perubahan ruang sebagai permukiman

Lebih terperinci

LOGO PEMBAHASAN. 1. Pemetaan Geomorfologi, NDVI dan Temperatur Permukaan Tanah. 2. Proses Deliniasi Prospek Panas Bumi Tiris dan Sekitarnya

LOGO PEMBAHASAN. 1. Pemetaan Geomorfologi, NDVI dan Temperatur Permukaan Tanah. 2. Proses Deliniasi Prospek Panas Bumi Tiris dan Sekitarnya PEMBAHASAN 1. Pemetaan Geomorfologi, NDVI dan Temperatur Permukaan Tanah 2. Proses Deliniasi Prospek Panas Bumi Tiris dan Sekitarnya Pemetaan Geomorfologi,NDVI dan Temperatur Permukaan Tanah Pemetaan Geomorfologi

Lebih terperinci

Analisis Rona Awal Lingkungan dari Pengolahan Citra Landsat 7 ETM+ (Studi Kasus :Daerah Eksplorasi Geothermal Kecamatan Sempol, Bondowoso)

Analisis Rona Awal Lingkungan dari Pengolahan Citra Landsat 7 ETM+ (Studi Kasus :Daerah Eksplorasi Geothermal Kecamatan Sempol, Bondowoso) JURNAL TEKNIK POMITS Vol. X, No. X, (Mar, 2013) ISSN: 2301-9271 Analisis Rona Awal Lingkungan dari Pengolahan Citra Landsat 7 ETM+ (Studi Kasus :Daerah Eksplorasi Geothermal Kecamatan Sempol, Bondowoso)

Lebih terperinci

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI)

KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI) 1 KERUSAKAN MANGROVE SERTA KORELASINYA TERHADAP TINGKAT INTRUSI AIR LAUT (STUDI KASUS DI DESA PANTAI BAHAGIA KECAMATAN MUARA GEMBONG KABUPATEN BEKASI) Tesis Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN Rahayu *), Danang Surya Candra **) *) Universitas Jendral Soedirman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penutupan Lahan dan Perubahannya Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

Lebih terperinci

PENYUSUNAN METODE UNTUK MENDUGA NILAI RADIASI ABSORBSI DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS HUTAN GUNUNG WALAT SUKABUMI)

PENYUSUNAN METODE UNTUK MENDUGA NILAI RADIASI ABSORBSI DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS HUTAN GUNUNG WALAT SUKABUMI) PENYUSUNAN METODE UNTUK MENDUGA NILAI RADIASI ABSORBSI DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT TM/ETM+ (STUDI KASUS HUTAN GUNUNG WALAT SUKABUMI) ANDIKA PRAWANTO DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

ANALISIS URBAN HEAT ISLAND

ANALISIS URBAN HEAT ISLAND ANALISIS URBAN HEAT ISLAND DALAM KAITANNYA TERHADAP PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI KOTA PONTIANAK Indra Rukmana Ardi 1, Mira Sophia Lubis 2, Yulisa Fitrianingsih 1 1 Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas

Lebih terperinci

Gambar 5 Peta administrasi DKI Jakarta (Sumber : Jakarta.go.id)

Gambar 5 Peta administrasi DKI Jakarta (Sumber : Jakarta.go.id) 6 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Wilayah Kajian Jakarta terletak pada lintang 106 o 22 42 BT s.d. 106 o 58 18 BT dan 5 o 10 12 LS s.d. 6 o 23 54 LS. Berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 1227

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA

ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA 1 ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh : EDRA SEPTIAN S 121201046 MANAJEMEN HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penutupan Lahan Kota Bogor Tahun 2011 Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley 1961 dalam LO 1996). Peta penutupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan yang terjadi di wilayah perkotaan sedang mengalami perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan yang terjadi lebih banyak

Lebih terperinci

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Spektral Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal 30 Juni 2009 seperti yang tampak pada Gambar 11. Untuk dapat

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Provinsi Kalimantan Barat. Provinsi Kalimantan Barat terletak di bagian barat pulau Kalimantan atau di antara

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO Sri Sutarni Arifin 1 Intisari Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau khususnya pada wilayah perkotaan sangat penting mengingat besarnya

Lebih terperinci

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

Gambar 9. Peta Batas Administrasi IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu dari tipe ekosistem yang ada di dunia dan dicirikan melalui suatu liputan hutan yang cenderung selalu hijau disepanjang musim.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci