PEMBUATAN SENSOR SERAT OPTIK DENGAN CLADDING DYE METHYL VIOLET UNTUK MENDETEKSI GAS HIDROGEN SULFIDA LILIANA ADIA K

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBUATAN SENSOR SERAT OPTIK DENGAN CLADDING DYE METHYL VIOLET UNTUK MENDETEKSI GAS HIDROGEN SULFIDA LILIANA ADIA K"

Transkripsi

1 PEMBUATAN SENSOR SERAT OPTIK DENGAN CLADDING DYE METHYL VIOLET UNTUK MENDETEKSI GAS HIDROGEN SULFIDA LILIANA ADIA K DEPATEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 ABSTRAK LILIANA ADIA K. Pembuatan Sensor Serat Optik dengan Cladding Dye Methyl Violet untuk Mendeteksi Gas Hidrogen Sulfida. Dibimbing oleh AKHIRUDDIN MADDU dan IRMANSYAH. Serat optik adalah salah satu media transmisi yang dapat menyalurkan informasi dengan kapasitas besar dengan keandalan yang tinggi. Karena itu, serat optik banyak dimanfaatkan sebagai sensor. Penelitian ini dibuat untuk mendeteksi gas hidrogen sulfida (H 2 S). Gas H 2 S merupakan gas yang berbahaya bagi lingkungan. Gas ini pada konsentrasi 500, dapat menyebabkan kematian pada manusia. Tidak hanya pada manusia, gas ini juga berbahaya bagi tanaman dan bangunan yang bahan-bahannya seperti batu kapur, batu pualam, dan dolomit. Pada penelitian ini, probe sensor dibuat dengan mengganti cladding serat optik dengan gel yang didoping dye methyl violet. Probe sensor yang dikenai gas H 2 S diberi sinar masukan dari sumber sinar dan diterima oleh sensor cahaya. Data yang dihasilkan berupa kurva respon time sensor serat optik terhadap gas H 2 S. Semakin tinggi konsentrasi gas H 2 S yang dihasilkan maka semakin cepat sensor merespon gas tersebut. Kata kunci: sensor, serat optik, hidrogen sulfida, methyl violet, respon time

3 PEMBUATAN SENSOR SERAT OPTIK DENGAN CLADDING DYE METHYL VIOLET UNTUK MENDETEKSI GAS HIDROGEN SULFIDA LILIANA ADIA K G Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Fisika DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

4 Judul : Pembuatan Sensor Serat Optik dengan Cladding Dye Methyl Violet untuk Mendeteksi Gas Hidrogen Sulfida Nama : Liliana Adia K NIM : G Menyetujui: Pembimbing I, Pembimbing II, (Dr. Akhirudin Maddu) (Dr. Ir. Irmansyah, M.Si) NIP NIP Mengetahui: Ketua Departemen Fisika, (Dr. Ir. Irzaman, M.Si) NIP Tanggal Lulus :

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Depok pada tanggal 28 Maret 1987 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, anak dari pasangan Paulus Tanto Saputro dan Lidia Dewi Anggraini. Penulis memulai pendidikan di taman kanak-kanak PSKD KWT VIII Depok, kemudian melanjutkan di pendidikan dasar di SD PSKD KWT VIII Depok dan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 2 Depok. Pada tahun 2005, penulis menyelesaikan pendidikan sekolah menengah umum di SMA Mardi Yuana Depok, dan pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan ke Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Di IPB penulis diterima di Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama mengikuti perkuliahan, Penulis pernah menjadi panitia Pesta Sains IPB pada tahun 2006, mengikuti Seminar Nasional Sains pada tahun 2009, aktif dalam organisasi Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) IPB dan dalam Komisi Pelayanan Anak PMK IPB. Pada tahun 2007/2008 menjadi Wakil Ketua I Komisi Pelayanan Anak PMK IPB.

6 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan Rahmat dan kebaikannya, penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul Pembuatan Sensor Serat Optik dengan Cladding Dye Methyl Violet untuk Mendeteksi Gas Hidrogen Sulfida. Skripsi ini bisa terwujud tidak lepas dari bimbingan dan bantuan beberapa pihak, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Dr. Akhiruddin Maddu, selaku dosen pembimbing pertama dan Bapak Dr. Ir. Irmansyah, M.Si, selaku dosen pembimbing kedua atas bimbingan dan masukannya bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi, serta untuk kesabaran dan kesediaannya untuk selalu membantu penulis. 2. Bapak Faozan Ahmad, M.Si dan Bapak Ardian Arif, M.Si, selaku dosen penguji atas dukungan, masukan dan saran-sarannya yang sangat membantu penulis dalam perbaikan skripsi. 3. Keluarga yang selalu memberi dukungan moral dan materi, untuk mama, papa, kakak (Yudit) dan adik (Ramon) yang setia memberi kekuatan, perhatian, dan bantuan untuk semua hal yang penulis butuhkan. 4. Drs. M.N. Indro, M.Sc, selaku Komisi Pendidikan Departemen Fisika FMIPA IPB yang telah memberi perhatian dan semangat dalam menyelesaikan skripsi. 5. Pak Firman selaku TU Fisika atas kebaikan, perhatian dan bantuannya kepada penulis. 6. Pak Yani atas bantuannya dalam pembuatan alat. 7. Tumpal Hamonangan atas kesabaran dan kesetiaannya untuk selalu memberi bantuan, semangat serta perhatian pada penulis. 8. Teman-teman Fisika angkatan 42 (Jessi, Mena, Nani, Neneng, Ais, Ario, Rizal, Amel, Faiz, Deni, Nita and all) yang memberi dukungan dan semangat selama kuliah dan terutama saat penulis menjalani penelitian. 9. Teman-teman kostan Perwira 44 (Icha, Putri, Desi, Chacha, Winda, Agnes) yang menyemangati penulis untuk cepat menyelesaikan skripsi. 10. Kakak-kakak dan adik-adik kelas dari jurusan Fisika ataupun dari jurusan lain yang senantiasa memberi dukungan moral dan doa. 11. Teman-teman dari Komisi Pelayanan Anak dan PMK IPB yang selalu mendoakan penulis dan senantiasa menyemangati penulis untuk menyelesaikan skripsi. Penulis menyadari banyak sekali kekurangan dalam skripsi ini, dan penulis berterima kasih akan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat. Bogor, Desember 2009 (Liliana Adia K)

7 i DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR GAMBAR... ii DAFTAR LAMPIRAN... ii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 1 TINJAUAN PUSTAKA... 1 Hidrogen Sulfida... 1 Serat Optik... 2 Gelombang Evanescent... 4 Sensor Serat Optik... 4 Dye Methyl Violet... 5 BAHAN DAN METODE... 5 Tempat dan Waktu Penelitian... 5 Bahan dan Alat... 5 Metode Penelitian... 5 Pembuatan gel... 5 Pembuatan probe sensor serat optik... 5 Pengujian sensor serat optik terhadap gas H 2 S untuk melihat nilai absorbansi... 5 Pengujian sensor serat optik untuk melihat respon sensor terhadap gas H 2 S... 6 Alur Penelitian... 7 HASIL DAN PEMBAHASAN... 7 Absorbansi Probe Sensor terhadap Variasi Konsentrasi Gas H 2 S... 7 Respon Time Probe Sensor terhadap Gas H 2 S... 9 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 13

8 ii DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Struktur serat optik... 2 Gambar 2. Pemantulan Internal Total... 2 Gambar 3. Jenis-Jenis Serat Optik... 3 Gambar 4. Gelombang evanescent... 4 Gambar 5. Struktur kimia methyl violet... 5 Gambar 6. Set up pengujian sensor serat optik untuk melihat nilai absorbansi... 6 Gambar 7. Set up pengujian sensor serat optik untuk melihat respon time... 6 Gambar 8. Absorbansi probe sensor terhadap variasi konsentrasi gas H 2 S... 7 Gambar 9. Perbesaran absorbansi probe sensor terhadap variasi konsentrasi gas H 2 S... 8 Gambar 10. Kurva sensitifitas probe sensor terhadap konsentrasi gas H 2 S... 8 Gambar 11. Absorbansi probe sensor terhadap variasi konsentrasi gas H 2 S dengan rentang konsentrasi gas yang cukup besar... 8 Gambar 12. Kurva dinamik respon probe sensor terhadap empat variasi konsentrasi gas H 2 S. 9 Gambar 13. Kurva hubungan konsentrasi gas H 2 S dan intensitas transmitansi... 9 Gambar 14(a). Waktu respon pada konsentrasi Gambar 14(b). Waktu respon pada konsentrasi Gambar 14(c). Waktu respon pada konsentrasi Gambar 14(d). Waktu respon pada konsentrasi Gambar 15. Kurva hubungan konsentrasi gas H 2 S dan waktu respon Gambar 16. Kurva respon probe sensor terhadap dua variasi konsentrasi gas H 2 S DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Alat-alat yang digunakan Lampiran 2. Data absorbansi probe sensor terhadap variasi konsentrasi gas H 2 S Lampiran 3. Data absorbansi probe sensor terhadap variasi konsentrasi gas H 2 S dengan rentang konsentrasi gas yang cukup besar Lampiran 4. Data respon probe sensor terhadap konsentrasi gas H 2 S yang didapatkan dengan penambahan HCl 0.05M sebanyak 5 ml Lampiran 5. Data respon probe sensor terhadap konsentrasi gas H 2 S yang didapatkan dengan penambahan HCl 0.05M sebanyak 10 ml Lampiran 6. Perhitungan konsentrasi gas H 2 S Lampiran 7. Data kurva sensitifitas, perhitungan nilai sensitifitas, perhitungan waktu respon probe sensor terhadap konsentrasi gas H 2 S, dan perhitungan ketebalan cladding dye methyl violet... 31

9 1 Latar Belakang PENDAHULUAN Hidrogen Sulfida (H 2 S), adalah gas beracun yang sangat berbahaya. Dalam waktu singkat gas ini dapat melumpuhkan sistem pernafasan dan dapat mematikan seseorang yang menghirupnya. Pada konsentrasi rendah, H 2 S memiliki bau seperti telur busuk, namun pada konsentrasi tinggi, bau telur busuk tidak tercium lagi, karena secara cepat gas H 2 S melumpuhkan sistem syaraf dan mematikan indera penciuman [1]. Pada dasarnya semua sulfur yang memasuki atmosfer diubah dalam bentuk SO 2, dimana SO 2 sangat berbahaya karena langsung dapat meracuni makhluk di sekitarnya, dapat mengakibatkan iritasi saluran pernafasan dan kenaikan rekresi mucus. Orang yang mempunyai pernafasan lemah sangat peka terhadap kandungan SO 2 yang tinggi di atmosfer. Dengan konsentrasi 500, dapat menyebabkan kematian pada manusia [2]. Karena adanya kesadaran akan bahaya gas tersebut, maka banyak penelitian yang dilakukan untuk mendeteksi keberadaan gas H 2 S, salah satunya dengan menggunakan serat optik. Beberapa tahun terakhir ini, serat optik berkembang dan dimanfaatkan sebagai sensor, diantaranya adalah sensor gas. Pada penelitian kali ini akan digunakan dye methyl violet sebagai cladding sensitif untuk mendeteksi keberadaan gas H 2 S. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk membuat sensor serat optik yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan gas H 2 S. Hidrogen Sulfida TINJAUAN PUSTAKA Hidrogen sulfida (H 2 S), dihasilkan dari proses pembusukan bahan-bahan organik yang mengandung belerang oleh bakteri anaerob, juga sebagai hasil reduksi dengan kondisi anaerob terhadap sulfat oleh mikroorganisme dan sebagai salah satu bahan pencemar gas yang dikeluarkan dari air panas bumi [2]. Belerang terdapat secara luas di alam sebagai unsur, sebagai H 2 S dan SO 2, dalam bijih sulfida logam dan sebagai sulfat seperti gips dan anhidrit (CaSO 4 ), magnesium sulfat, dan sebagainya [3]. Belerang dapat ditemukan dengan cukup mudah, salah satunya di dalam air. Secara umum sebagian besar belerang yang terdapat dalam air adalah S (IV) dalam ion sulfat, SO Dalam kondisi anaerobik SO 4 dapat direduksi oleh aktifitas bakteri menjadi H 2 S, HS -, atau garam sulfid yang tidak larut. Gas H 2 S yang dihasilkan dari reduksi sulfat tersebut menyebabkan bau telur busuk yang dikeluarkan oleh air yang tergenang dan airair tanah [2]. Gas H 2 S juga terdapat di atmosfer. Sejumlah bahan pencemar anorganik berbentuk gas masuk ke atmosfer sebagai hasil dari aktifitas manusia, salah satunya adalah H 2 S, yang jumlahnya relatif kecil jika dibandingkan gas CO 2 dalam atmosfer. Secara global senyawa-senyawa belerang dalam jumlah cukup besar masuk ke atmosfer melalui aktivitas manusia sekitar 100 juta metrik ton belerang setiap tahunnya, terutama sebagai SO 2 dari pembakaran batu bara dan gas buang pembakaran bensin. Jumlah yang cukup besar dari senyawa belerang juga dihasilkan oleh kegiatan gunung berapi dalam bentuk H 2 S, proses perombakan bahan organik, dan reduksi sulfat secara biologis. Jumlah yang dihasilkan dari proses biologis ini dapat mencapai kurang lebih 1 juta metrik ton H 2 S per tahun. Pada dasarnya semua sulfur yang memasuki atmosfer diubah dalam bentuk SO 2, dan hanya 1% atau 2% saja sebagai SO 3. SO 2 sangat berbahaya karena langsung dapat meracuni makhluk di sekitarnya, dapat mengakibatkan iritasi saluran pernafasan dan kenaikan rekresi mucus. Orang yang mempunyai pernafasan lemah sangat peka terhadap kandungan SO 2 yang tinggi di atmosfer. Dengan konsentrasi 500, dapat menyebabkan kematian pada manusia. Tidak hanya pada manusia, belerang dioksida juga berbahaya bagi tanaman, karena adanya gas ini dengan konsentrasi yang tinggi dapat membunuh jaringan pada daun (necrosis daun). Kerusakan lebih lanjut dialami oleh bangunan yang bahan-bahannya seperti batu kapur, batu pualam, dan dolomit akan rusak oleh SO 2 dari udara. Efek dari kerusakan ini akan nampak dari penampilannya, integritas struktur, dan umur dari gedung tersebut [2]. Peralatan metal juga dapat retak karena H 2 S, hal ini disebabkan metal menderita tingkat tarikan yang tinggi di daerah korosif H 2 S. hampir semua metal berekasi dengan H 2 S dan membentuk metal sulfida. Hal ini dapat

10 2 menimbulkan terjadinya kerusakan pada peralatan yang terbuat dari metal, kerusakan pada pipa dapat menyebabkan pipa patah secara mendadak [1]. Hidrogen Sulfida (H 2 S), adalah gas beracun yang sangat berbahaya. Dalam waktu singkat gas ini dapat melumpuhkan sistem pernafasan dan dapat mematikan seseorang yang menghirupnya. Pada konsentrasi rendah, H 2 S memiliki bau seperti telur busuk, namun pada konsentrasi tinggi, bau telur busuk tidak tercium lagi, karena secara cepat gas H 2 S melumpuhkan sistem syaraf dan mematikan indera penciuman. Gas H 2 S bersifat ekstrim racun yang menempati kedudukan kedua setelah hidrogen sianida (HCN), dan sekitar lima kali lebih beracun dari karbon monoksida (CO). Gas H 2 S sangat berbahaya jika terhirup masuk ke saluran pernafasan. Jika jumlah gas H 2 S yang terserap ke dalam sistem peredaran darah melampaui kemampuan oksidasi dalam darah, akan menimbulkan keracunan terhadap sistem syaraf. Setelah itu dengan segera diikuti terjadinya sesak nafas dan kelumpuhan pernafasan, pada konsentrasi tinggi. Jika penderita tidak segera dipindahkan ke ruangan berudara segar dan diberikan bantuan pernafasan maka akan segera terjadi kematian akibat kelemasan. Pengaruh gas H 2 S pada konsentrasi rendah mengakibatkan terjadinya gejala pusing, mual, rasa melayang, batukbatuk, gelisah, mengantuk, rasa kering, serta nyeri di hidung, tenggorokan, dan dada. Gas H 2 S pada konsentrasi rendah (0, ) akan tercium seperti bau telur busuk yang memberikan peringatan kepada seseorang yang berada di lingkungan tersebut untuk segera lari meninggalkan tempat tersebut dan segera menggunakan alat bantu pernafasan. Karena jika konsentrasi gas H 2 S terus meningkat di atas 25 akan dapat mematikan indera penciuman dan korban mulai tidak sadarkan diri [1]. Gambar 1. Struktur serat optik Serat optik menggunakan cahaya untuk mengirimkan informasi (data) dan merupakan teknologi baru yang menawarkan kecepatan pengiriman data dan kapasitas yang lebih besar sepanjang jarak yang lebih jauh dengan harga yang lebih rendah daripada sistem kawat tembaga. Cahaya yang membawa informasi dipandu melalui serat optik berdasarkan fenomena total internal reflection (Pantulan Internal Total). Pantulan internal total terjadi pada bidang batas antara dua media dengan indeks bias yang berbeda yaitu n 1 dan n 2. Hubungan antara sudut datang i 1 dan sudut bias i 2 terhadap indeks bias dielektrik dinyatakan oleh hukum Snell: [5] (1) Pada salah satu sudut datang tertentu, cahaya akan dibiaskan sepanjang permukaan kedua medium, sudut inilah yang dinamakan dengan sudut kritis. Nilai sudut kritis diberikan oleh: sin (2) Dan ketika sudut datang lebih besar dari sudut kritis, sinar yang dibiaskan akan dipantulkan sepenuhnya kembali ke medium pertama (pantulan internal total) [6]. Serat optik Serat optik adalah salah satu media transmisi yang dapat menyalurkan informasi dengan kapasitas besar dengan keandalan yang tinggi. Berlainan dengan media transmisi lainnya, pada serat optik sinyal pembawanya bukan sinyal listrik, akan tetapi berupa gelombang optik [4]. Struktur serat optik terdiri dari inti (core) silinder dari bahan kaca atau plastik, mantel (cladding), dan bahan pelindung berupa jaket (coating). Gambar 2. Pemantulan Internal Total Inti (core) serat optik berfungsi sebagai media penjalaran gelombang optik melalui fenomena pemantulan internal total di dalam inti. Oleh karena itu, inti (core) harus

11 3 mempunyai indeks bias lebih besar dari indeks bias cladding, sehingga ketika gelombang optik memasuki inti pada sudut lebih besar dari sudut kritis. Gelombang optik akan mengalami pemantulan total secara berulang-ulang di dalam inti serat [7]. Salah satu parameter penting dalam serat optik adalah Numerical Aperture (NA) yang didefinisikan sebagai sinus sudut terbesar sebuah sinar datang yang dapat mengalami pemantulan internal total di dalam inti serat optik. NA adalah ukuran kemampuan memandu cahaya dari sebuah serat optik. Nilai NA dapat ditentukan dengan mengukur sudut divergen kerucut cahaya ruang yang dapat memasuki inti dan menjalar sepanjang serat optik, dirumuskan sebagai (3) dimana n 1 adalah indeks inti dan n 2 adalah indeks refraksi cladding. Sudut penerimaan penuh adalah 2α [8]. Serat optik dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis berdasarkan sebaran (distribusi) indeks bias inti, yaitu: 1. Serat Optik Gradded Index (GRIN), mempunyai indeks bias inti yang bervariasi secara parabolik dengan indeks maksimum pada sumbu inti dan mengecil ke arah bidang batas inti-cladding. Penjalaran sinarnya tidak lurus tapi melengkung akibat pembiasan yang terjadi di dalam inti membentuk lintasan parabolik. 2. Serat optik step index, mempunyai indeks bias yang konstan di semua bagian inti yang lebih besar daripada indeks cladding sehingga membentuk tangga (step) pada batas inticladding. Penjalaran sinar dalam inti lurus karena tidak ada variasi indeks bias inti [8]. Sedangkan berdasarkan sifat karakteristiknya jenis serat optik secara garis besar dapat dibagi menjadi 2 yaitu : 1. Multimoda Pada jenis serat optik ini penjalaran cahaya dari satu ujung ke ujung lainnya terjadi melalui beberapa lintasan cahaya, karena itu disebut multimoda. Sedangkan berdasarkan sebaran indeks biasnya serat optik multimoda memiliki dua profil yaitu graded index (Gambar 3B) dan step index (Gambar 3A). Pada graded index, serat optik mempunyai indeks bias cahaya yang merupakan fungsi dari jarak terhadap sumbu/poros serat optik. Dengan demikian cahaya yang menjalar melalui beberapa lintasan pada akhirnya akan sampai pada ujung lainnya pada waktu yang bersamaan. Berlainan dengan graded index, maka pada serat optik step index sinar yang menjalar pada sumbu akan sampai pada ujung lainnya dahulu. Hal ini dapat terjadi karena lintasan yang melalui poros lebih pendek dibandingkan sinar yang mengalami pemantulan pada dinding serat optik. Sebagai hasilnya terjadi pelebaran pulsa atau dengan kata lain mengurangi lebar bidang frekuensi. Oleh karena itu secara praktis hanya serat optik graded index sajalah yang dipergunakan sebagai saluran transmisi serat optik multimoda [4]. 2. Singlemoda Serat optik singlemoda atau monomoda mempunyai diameter inti (core) yang sangat kecil 3 10 mm, sehingga hanya satu berkas cahaya saja yang dapat melaluinya. Oleh karena hanya satu berkas cahaya maka tidak ada pengaruh indeks bias terhadap perjalanan cahaya atau pengaruh perbedaan waktu sampainya cahaya dari ujung satu ke ujung yang lainnya, dengan demikian serat optik singlemoda sering dipergunakan pada sistem transmisi serat optik jarak jauh atau luar kota [4]. Serat optik singlemoda hanya memiliki satu profil yaitu step index (Gambar 3C). Gambar 3. Jenis-jenis Serat Optik Ada beberapa keunggulan serat optik di banding media transmisi lainnya, yaitu lebar bidang yang luas, sehingga sanggup menampung informasi yang besar, bentuk yang sangat kecil dan murah, tidak terpengaruh oleh medan elektris dan medan magnetis, isyarat dalam kabel terjamin keamanannya, karena di dalam serat tidak terdapat tenaga listrik, maka tidak akan terjadi ledakan maupun percikan api, disamping itu serat tahan terhadap gas beracun, bahan kimia dan air, sehingga cocok ditanam dalam tanah, substan sangat rendah, sehingga memperkecil jumlah sambungan dan jumlah pengulang. Tetapi di samping kelebihan yang telah

12 4 disebutkan di atas, serat optik juga mempunyai beberapa kelemahan di antaranya yaitu, sulit membuat terminal pada kabel serat, penyambungan serat harus menggunakan teknik dan ketelitian yang tinggi [9]. Gelombang evanescent Saat berkas cahaya berpropagasi sepanjang serat optik, medan elektromagnetik tidak mendadak jatuh ke nol pada bidang batas core-cladding, namun sebagian kecil menembus cladding dan meluruh cepat dalam arah tegak lurus bidang batas. Medan ini dikenal dengan medan evanescent. Gambar 4. Gelombang evanescent Intensitas medan ini meluruh secara eksponensial terhadap jarak tegak lurus (z) bidang batas menurut persamaan (4) Dengan I 0 adalah intensitas radiasi datang, dan d p adalah kedalaman penetrasi. Kedalaman yang bisa dicapai oleh gelombang evanescent (kedalaman penetrasi) adalah (5) Dengan n adalah n 2 dibagi dengan n 1 [10]. Peningkatan indeks bias cladding akan meningkatkan kedalaman penetrasi, sehingga intensitas medan evanescent akan meningkat. Berdasarkan hal ini dikembangkan sistem sensor serat optik berbasis absorpsi medan evanescent dengan mengganti cladding asli serat optik dengan bahan yang mengalami sifat optik terhadap gangguan yang diberikan [11]. Sensor serat optik Sensor adalah sesuatu yang digunakan untuk mendeteksi adanya perubahan lingkungan fisik atau kimia. Pada saat ini, sensor telah dibuat dengan ukuran sangat kecil dengan orde nanometer. Ukuran yang sangat kecil ini sangat memudahkan pemakaian dan menghemat energi. Ada dua jenis sensor yang kita kenal, yaitu sensor fisika dan sensor kimia. Sensor fisika mendeteksi suatu besaran berdasarkan hukumhukum fisika. Contoh sensor fisika adalah sensor cahaya, sensor suara, sensor gaya, sensor kecepatan, sensor percepatan, dan sensor suhu. Sedangkan Sensor kimia mendeteksi jumlah suatu zat kimia dengan cara mengubah besaran kimia menjadi besaran listrik. Biasanya melibatkan beberapa reaksi kimia. Contoh sensor kimia adalah Sensor ph, sensor oksigen, sensor ledakan, dan sensor gas. Perkembangan sensor optik dalam analisis kimiawi sangat menarik karena kemungkinan aplikasinya di biologi, bioteknologi dan ekologi dan karena keuntungan-keuntungan yang didapatkan dari serat optik [12]. Perkembangan sensor optik kimia, terutama sensor gas telah menarik perhatian secara global seiring dengan peningkatan kesadaran akan kebutuhan dalam memonitor polusi udara terutama yang mengandung racun, misalnya karbon monoksida, karbon dioksida, nitrogen oksida, hidrogen sulfida, dll [13]. Teknologi sensor serat optik mulai berkembang tahun 1960 ketika laser dan serat optik dikenal. Setelah itu, dilakukan banyak penelitian secara khusus mengenai hal tersebut karena adanya beberapa kelebihan sensor serat optik dibandingkan dengan sensor biasa, diantaranya adalah ketelitian dan sensitifitasnya, lebih mudah dalam menghantarkan sinyal, dapat digunakan dengan resiko bahaya yang kecil, dan masih banyak keuntungan yang lainnya. Sensor serat optik di kategorikan dalam tiga bagian: sensor intensitas, sensor polarimetrik, dan sensor interferometrik [14]. Sensor serat optik merupakan piranti yang dapat mengukur perubahan modulasi cahaya yang terpandukan akibat adanya gangguangangguan, baik intrinsik maupun ekstrinsik [15]. Sensor serat optik intrinsik adalah sensor yang mengukur perubahan penjalaran gelombang yang disebabkan gangguan dari dalam serat optik, seperti perubahan indeks bias pada cladding, adanya kisi core, dan lainlain. Sedangkan sensor serat optik ekstrinsik adalah sensor yang mengukur perubahan penjalaran gelombang yang disebabkan gangguan dari lingkungan, seperti cahaya yang masuk ke dalam serat selain sumber cahaya [14].

13 5 Dye Methyl violet Dye adalah molekul pigmen atau senyawa kimia yang dapat menyerap cahaya. Masing- yang masing dye memiliki panjang gelombang berbeda-beda. diaplikasikan Methyl sebagai violet reagen dapat untuk mendeteksi ion S 2- yang terdapat pada senyawa H 2 S [12]. Metode Penelitian Pembuatan Gel Serbuk dye Methyl Violet sebanyak 7.5 mg dicampurkan dengan kitosan 5 ml dan aquades 0.5 ml hingga tercampur merata. Larutan kemudian diaduk perlahan dengan magnetic stirrer dan dipanaskan padaa suhu 60 C selamaa 10 menit hingga membentuk larutan gel. Pembuatan Probe Sensor Serat Optik Gambar 5. Struktur kimia methyl violet BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Biofisika Departemen Fisika Institut Pertanian Bogor, pada bulan Maret 2009 sampai September Bahan dan Alat Bahan yang digunakann adalah: 1. Serat optik plastik 1000/960 µm 2. Dye methyl violet 3. Aquades 4. Asam klorida (HCL) 5. kitosan 6. Aseton 7. Silver paint Alat yang digunakan adalah: 1. Bundle fiber optic 2. Magnetic stirrer hotplate 3. High Sensitivity Light Sensor (PASCO) 4. Tungstenn Halogen Light Sources 5. USB2000 VIS-NIR spectrophotometer 6. PASCO Science Workshop 750 interface 7. Data Studio Software 8. Fiber optic stripper 9. Amplas 10. Botol kaca 11. Masker 12. Timbangan analitik Serat optik plastik multimoda dikelupas bagian jaketnya sepanjang 2 cm di bagian ujung dengan menggunakan fiber optic stripper, dan claddingnyaa dikelupas dengan cara dicelupkan ke larutan aseton. Bagian tanpa cladding ini dilapisi dengan gel yang didoping dye methyl violet sebagai cladding pengganti. Pelapisan dilakukan dengann cara mencelupkann serat optik yang terkelupas claddingnya ke gel yang didoping dye methyl violet sampai serat optik terlapisi dengan merata, kemudian serat optik dikeringkan dibawah sinar matahari kurang lebih 15 menit. Setelah mengering, ujung serat optik dihaluskan dengan menggunakan kertas amplas, lalu dilapisi dengan cat perak sebagai reflektor. Pengujian Sensor Serat Optik terhadap Gas H 2 S untuk Melihat Nilai Absorbansi Karakterisasi untuk melihat nilai absorbansi dilakukan dengan set up alat yang terlihat pada Gambar 6. Ujung probe serat optik yang telah dilengkapi konektor dihubungkan ke ujung bundel serat optik bifurkasi (berbentuk Y), sedangkan ujung lainnyaa dimana terdapat elemen sensor akan dimasukan ke botol yang terdapat gas H 2 S. Kedua ujung serat optik yang lain dihubungkan dengan sumber cahaya berupa lampu halogen dan ujung yang lainnya dihubungkan ke spektrofotometer. Saat pengujian, serat optik akan dijalarkan sinar yang selanjutnya akan dianalisis oleh spektrofotometer dan datanya terlihatt pada komputer.

14 6 mengalami perubahan, data akan diambil setelah data tidak lagi berubah (stabil). Hal tersebut juga dilakukan pada botol yang kedua dan ketiga. Pengujian Sensor Serat Optik untuk Melihat Respon Sensor terhadap Gas H 2 S Gambar 6. Set up pengujian sensor serat optik untuk melihat nilai absorbansi Karakterisasi untuk melihat respon sensor dilakukan dengan set up alat yang terlihat pada Gambar 7. Gas H 2 S diperoleh dari reaksi kimia antara Asam Klorida (HCl) dengan Besi Sulfida (FeS), dan akan diperoleh dua kelompok konsentrasi gas H 2 S, pertama dengan memvariasikan volume HCl dan yang kedua dengan memvariasikan konsentrasi HCl. Sebelum dilakukan karakterisasi, pertama kali disiapkan botol kaca sebanyak 3 buah. Pada botol pertama direaksikan FeS dengan jumlah tertentu dan HCL 0.05 M sebanyak 10 ml, kemudian botol ditutup dengan rapat, dilakukan juga hal yang sama pada botol yang kedua dan ketiga, botol yang kedua dengan HCl 15 ml dan yang ketiga 20 ml. Botol pertama sampai botol ketiga menghasilkan konsentrasi gas H 2 S , , dan Setelah FeS dan HCl pada tiga botol selesai bereaksi, dilakukan karakterisasi untuk mendapatkan nilai absorbansi. Karakterisasi selanjutnya masih untuk melihat nilai absorbansi, tapi dengan variasi konsentrasi gas H 2 S yang didapatkan dari perbedaan penambahan konsentrasi HCl. Awalnya disiapkan dahulu 3 buah botol. Botol yang pertama direaksikan FeS dengan konsentrasi tertentu dan HCl 0.05 M sebanyak 10 ml, botol yang kedua dengan HCl 0.5 M sebanyak 10 ml, dan yang ketiga dengan HCL 4 M sebanyak 10 ml, kemudian botol ditutup dengan rapat. Botol pertama sampai botol ketiga menghasilkan konsentrasi gas H 2 S , dan Setelah FeS dan HCl pada ketiga botol selesai bereaksi, dilakukan karakterisasi untuk melihat nilai absorbansi sensor terhadap gas H 2 S. Pengambilan data diawali dengan mengambil data absorbansi sebelum terkontaminasi gas H 2 S. Kemudian untuk mengambil data yang terkontaminasi gas H 2 S, probe sensor dimasukkan ke botol pertama, dan akan terlihat pada komputer data Gambar 7. Set up pengujian sensor serat optik untuk melihat respon sensor. Ujung probe serat optik yang telah dilengkapi konektor dihubungkan ke ujung bundel serat optik bifurkasi (berbentuk Y), sedangkan ujung lainnya dimana terdapat elemen sensor akan dimasukan ke botol yang terdapat gas H 2 S. Kedua ujung serat optik yang lain dihubungkan dengan sumber cahaya berupa lampu halogen dan ujung yang lainnya akan dihubungkan ke sensor cahaya yang terhubung dengan interface. Saat pengujian, serat optik akan dijalarkan sinar, yang selanjutnya akan diterima oleh sensor cahaya dan interface dan datanya terlihat pada komputer. Pengujian ini dilakukan dengan dua metode berbeda. Metode pertama adalah pengujian sensor untuk melihat respon sensor terhadap empat konsentrasi gas H 2 S. Pertama kali empat buah botol disiapkan dengan masing-masing botol direaksikan FeS dengan konsentrasi tertentu dan HCl sebanyak 10 ml yang bervariasi konsentrasinya, yaitu 0.01 M, 0.1 M, 1 M dan 4 M, dan ditunggu sampai selesai bereaksi. Botol pertama sampai botol keempat menghasilkan konsentrasi gas H 2 S , , , dan Setelah itu, dilakukan karakterisasi untuk melihat respon sensor terhadap kehadiran gas H 2 S, untuk pengambilan data respon, ditempatkan terlebih dahulu keempat botol berurutan dari konsentrasi gas terendah sampai tertinggi, hal ini dilakukan supaya dalam pengambilan data, probe sensor tidak mengalami guncangan

15 7 yang besar, karena probe sensor sangat sensitif dan jika mengalami guncangan yang besar, dapat mengakibatkan data yang diambil kurang baik. Setelah semua disiapkan, program pengambilan data dijalankan dengan kondisi probe sensor di luar botol atau belum terkontaminasi gas, lalu setelah kurang lebih 5 detik, probe sensor dimasukkan ke botol pertama yaitu gas dengan konsentrasi terendah dan ditunggu sampai data mencapai kondisi stasioner atau stabil, kemudian probe sensor dikeluarkan lagi dari botol dan ditunggu kembali, selanjutnya probe sensor dimasukkan lagi ke botol kedua, demikian seterusnya sampai botol keempat. Metode kedua adalah pengujian sensor untuk melihat respon sensor terhadap dua konsentrasi gas H 2 S yang berbeda, dimana variasi konsentrasi gas diperoleh dengan mereaksikan FeS dan HCl 0.05 M yang bervariasi volumenya, yaitu 5 ml dan 10 ml, dan ditunggu sampai selesai bereaksi. Botol pertama menghasilkan konsentrasi gas H 2 S dan botol kedua Setelah itu, dilakukan karakterisasi untuk melihat respon sensor terhadap kehadiran gas H 2 S, untuk pengambilan data, program dijalankan dengan kondisi probe sensor di luar botol atau belum terkontaminasi gas, lalu setelah kurang lebih 5 detik, probe sensor dimasukan ke botol dengan konsentrasi rendah dan terbentuk data respon, kemudian probe sensor dikeluarkan lagi dari botol dan terbentuk data recovery, lalu dimasukkan kembali, hal ini dilakukan sampai didapatkan dua siklus data respon dan recovery. Untuk botol yang kedua (dengan konsentrasi lebih tinggi) dilakukan hal yang sama dan rentang waktu yang sama seperti pada botol pertama. Alur Penelitian Penelusuran Literatur dan Penyusunan Proposal Pembuatan Gel dengan Doping Dye Methyl Violet Pembuatan Probe Sensor Serat Optik Pengujian Sensor Serat Optik Pengolahan dan Analisis Data Penyusunan Laporan HASIL DAN PEMBAHASAN Absorbansi Probe Sensor terhadap Variasi Konsentrasi Gas H 2 S Data nilai absorbansi dengan perbedaan konsentrasi gas H 2 S yang diperoleh dengan cara memvariasikan volume HCl terlihat pada Gambar 8, sedangkan pada Gambar 11 adalah data nilai absorbansi dengan perbedaan konsentrasi gas H 2 S yang diperoleh dengan cara memvariasikan konsentrasi HCl. Kedua cara ini dapat mengakibatkan perbedaan konsentrasi gas H 2 S, tetapi pada cara pertama atau dengan variasi penambahan volume HCl, perbedaan konsentrasi gas H 2 S yang dihasilkan sangat kecil sedangkan pada cara kedua perbedaan konsentrasi gas H 2 S yang dihasilkan cukup besar. Dye methyl violet memiliki daya absorbsi atau daya serap cahaya yang besar pada panjang gelombang antara 500 sampai 650 nm, hal ini dapat dilihat pada Gambar 8. absorbansi panjang gelombang (nm) Gambar 8. Absorbansi probe sensor terhadap variasi konsentrasi gas H 2 S. Pada Gambar 8, kurva absorbansi meningkat dari rendah ke tinggi seiring dengan penambahan konsentrasi gas H 2 S yang dideteksi oleh sensor. Kurva dari terendah ke tertinggi berurutan adalah saat konsentrasi gas H 2 S yang dikenai pada probe sensor sebesar 0, , , dan Kurva pada Gambar 8 terlihat berimpit untuk rentang konsentrasi gas sampai , ini disebabkan perbedaan konsentrasi gas H 2 S yang sangat kecil. Tetapi kurva pada Gambar 9 yang merupakan perbesaran dari Gambar 8, terlihat adanya perbedaan nilai absorbansi yang meningkat seiring dengan penambahan konsentrasi gas H 2 S. 9

16 8 absorbansi Gambar 9. Perbesaran absorbansi probe sensor terhadap variasi konsentrasi gas H 2 S. Data nilai absorbansi pada panjang gelombang nm diplot terhadap variasi konsentrasi gas H 2 S, dan diperoleh kurva pada Gambar 10, yaitu kurva sensitifitas probe sensor terhadap konsentrasi gas H 2 S. absorbansi Gambar 10. Kurva sensitifitas probe sensor terhadap konsentrasi gas H 2 S Setelah didapatkan tiga buah data tersebut, data di plot dalam garis lurus dan didapatkan persamaan y =0.1279x dan R 2 = yang menunjukkan nilai linieritas cukup tinggi yaitu Untuk mendapatkan nilai sensitifitas digunakan persamaan panjang gelombang (nm) y = 0.127x R² = konsentrasi gas H2S () (6) Dimana S adalah nilai sensitifitas, A adalah selisih absorbansi dan C adalah selisih konsentrasi. Dan didapatkan nilai sensitifitas (perhitungan di Lampiran 7). Selain dari perhitungan tersebut, nilai sensitifitas juga terlihat dari persamaan yang terdapat di kurva, y= x , dimana nilai gradiennya merupakan nilai sensitifitas sensor. Hasil ini menunjukkan dengan perubahan satu satuan dapat mengakibatkan perubahan nilai absorbansi sebesar Hal ini memperlihatkan sensitifitas sensor cukup bagus, karena dengan penambahan konsentrasi gas H 2 S yang sedikit, dapat menyebabkan perubahan nilai absorbansi yang cukup besar. Data pada Gambar 8 dan 11 memperlihatkan bahwa gel kitosan dengan doping dye methyl violet mengalami perubahan sifat optik terhadap gas H 2 S, yaitu adanya kenaikan nilai absorbansi terhadap meningkatnya konsentrasi gas H 2 S dan pergeseran kurva ke kanan saat konsentrasi gas cukup besar. absorbansi panjang gelombang (nm) Gambar 11. Absorbansi probe sensor terhadap variasi konsentrasi gas H 2 S dengan rentang konsentrasi gas yang cukup besar. Kurva pada Gambar 11 memperlihatkan nilai absorbansi meningkat dengan jelas seiring dengan bertambahnya konsentrasi gas H 2 S. Kurva dari terendah ke tertinggi berurutan adalah saat konsentrasi gas H 2 S yang dikenai pada serat optik sebesar 0, , , dan Perubahan kurva pada Gambar 8 terlihat berimpit. tetapi perubahan kurva pada Gambar 11 rentangnya cukup jauh dan perbedaannya dapat terlihat jelas. Hal ini diakibatkan karena rentang konsentrasi gas H 2 S pada Gambar 8 sangat kecil dibandingkan dengan rentang konsentrasi gas H 2 S pada Gambar 11. Selain itu, kurva pada gambar 11 juga memperlihatkan bahwa dye methyl violet saat dikenai gas H 2 S tidak hanya mengalami perubahan nilai absorbansi yang semakin meningkat, tapi juga mengalami pergeseran ke kanan seiring dengan semakin besarnya

17 9 konsentrasi gas H 2 S, dan sangat terlihat pergeserannya pada konsentrasi Pada pengujian dengan konsentrasi didapatkan perubahan warna yang sangat terlihat dari warna biru tua ke hijau muda, kurva yang dihasilkan tersebut bergeser dan tidak lagi mengalami kenaikan nilai absorbansi, hal ini menunjukkan pada konsentrasi gas H 2 S yang sangat tinggi cladding tidak dapat lagi mendeteksi dengan baik, dan dari penelitian ini diperoleh informasi bahwa sensor serat optik dengan cladding dye methyl violet cukup baik mendeteksi gas H 2 S sampai batas konsentrasi Respon Time Probe Sensor terhadap Gas H 2 S Respon time atau waktu respon adalah waktu yang dibutuhkan probe sensor untuk mencapai kondisi stasioner. Kurva respon time adalah kurva hubungan antara intensitas transmitansi dengan waktu. intensitas transmitansi (%) waktu (s) Gambar 12. Kurva dinamik respon probe sensor terhadap empat variasi konsentrasi gas H 2 S. Kurva dinamik respon probe sensor terhadap empat variasi konsentrasi H 2 S pada Gambar 12 memperlihatkan keadaan stasioner yang menurun terhadap kenaikan konsentrasi gas H 2 S. Empat variasi konsentrasi gas H 2 S tersebut yaitu , , , dan Intensitas transmitansi (%) menurun setelah diekspos gas H 2 S. Hasil ini memperlihatkan bahwa probe sensor yang dilapisi gel chitosan dengan doping dye methyl violet dapat mendeteksi gas H 2 S. Kurva juga memperlihatkan adanya kurva recovery dan waktu recovery, kurva recovery adalah kondisi saat H 2 S lepas dari cladding, dan Waktu recovery adalah waktu yang dibutuhkan probe sensor untuk kembali ke kondisi awal. Pada Gambar 12 dapat terlihat bahwa kurva recovery tidak mencapai kondisi awal dengan sempurna, hal ini dikarenakan perubahan konsentrasi yang terlalu besar sehingga untuk mencapai kondisi awal dengan sempurna dibutuhkan waktu recovery yang sangat lama, sedangkan saat pengambilan data, probe sensor kurang lama didiamkan di luar botol, dan langsung dimasukkan ke botol berikutnya, karena itulah terdapat sisa gas dengan besar konsentrasi sebelumnya pada probe sensor saat probe sensor tersebut direaksikan ke konsentrasi berikutnya. Walaupun demikian sensor sudah menunjukkan sifat yang reversible, yang berarti sensor dapat dipakai berkali-kali. intensitas transmitansi (%) y = x R² = konsentrasi gas () Gambar 13. Kurva hubungan konsentrasi gas H 2 S dan intensitas transmitansi. Data pada Gambar 12 di plot dalam sebuah garis lurus, yaitu nilai intensitas transmitansi saat mencapai kondisi stasioner untuk setiap kurva respon, dan diperoleh kurva pada Gambar 13. Semakin tinggi konsentrasi gas H 2 S, nilai intensitas transmitansi semakin menurun. Kurva tersebut juga memperlihatkan nilai linieritas yang cukup tinggi yaitu Dari kurva ini, dengan menggunakan sensor yang telah dibuat dapat diperkirakan besarnya konsentrasi gas H 2 S dari suatu bahan. Empat konsentrasi gas yang berbeda, menghasilkan waktu respon yang berbeda juga, dimana definisi waktu respon ditentukan dari waktu interval antara 10 % dan 90 % nilai stasioner [13]. Perbedaan waktu respon empat konsentrasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 14(a) - 14(d).

18 10 intensitas transmitansi (%) dtk 90 % 10 % 0 10 waktu (s) Gambar 14(a). Waktu respon pada konsentrasi intensitas transmitansi (%) waktu (s) Gambar 14(b). Waktu respon pada konsentrasi intensitas transmitansi (%) dtk 5 dtk 90 % 10 % 90 % 10 % waktu (s) Gambar 14(c). Waktu respon pada konsentrasi intensitas transmitansi (%) dtk 90 % 10% waktu (s) Gambar 14(d). Waktu respon pada konsentrasi Waktu respon diperoleh dari selisih waktu tepat pada saat grafik akan menurun sampai grafik mulai mencapai kondisi stasioner. Dari perhitungan ini, saat konsentrasi gas H 2 S , diperoleh waktu respon sebesar 7.9 detik (Gambar 14a), dan berikutnya saat konsentrasi gas , waktu respon 6.7 detik (Gambar 14b), untuk konsentrasi gas , didapatkan waktu respon 5 detik (Gambar 14c), dan terakhir saat konsentrasi gas , didapatkan waktu respon 4.5 detik (Gambar 14d) (perhitungan pada Lampiran 7). Waktu respon empat konsentrasi gas H 2 S memperlihatkan nilai yang semakin menurun seiring dengan semakin besarnya konsentrasi gas, selain itu keempat kurva dari Gambar 14(a) sampai 14(d) memperlihatkan tingkat kecuraman yang meningkat, Kurva 14(a) bentuknya paling landai, dan kurva 14(d) bentuknya paling curam dari kurva yang lainnya. Waktu respon yang semakin menurun dan tingkat kecuraman kurva yang semakin tinggi, menunjukkan semakin besar konsentrasi gas H 2 S, semakin cepat sensor mendeteksi gas tersebut. Waktu respon untuk setiap konsentrasi di plot dan diperoleh kurva pada Gambar 15, yaitu kurva hubungan antara konsentrasi gas H 2 S dan waktu respon. Kurva mamperlihatkan bentuk eksponensial negatif, dimana semakin besar konsentrasi gas H 2 S, waktu respon semakin menurun, yang berarti semakin besar konsentrasi gas H 2 S, sensor semakin cepat mendeteksi gas tersebut.

19 11 waktu respon (s) Gambar 15. Kurva hubungan konsentrasi gas H 2 S dan waktu respon. intensitas transmitansi (%) konsentrasi () waktu (s) Gambar 16. Kurva respon probe sensor terhadap dua variasi konsentrasi gas H 2 S Data waktu respon juga diukur dengan menguji probe sensor pada konsentrasi H 2 S yang tetap. Pengujian dilakukan untuk dua konsentrasi berbeda, yaitu dan Gambar 16 memperlihatkan perbedaan dua buah data, kurva dengan konsentrasi lebih curam dari kurva dengan konsentrasi Hasil ini menunjukkan semakin besar konsentrasi gas H 2 S yang dikenai ke probe sensor, semakin cepat sensor mendeteksi gas tersebut. Perubahan intensitas transmitansi terhadap waktu, disebabkan karena adanya gas H 2 S yang dideteksi oleh probe sensor. Hal ini terjadi karena saat probe sensor yang dilapisi cladding dye methyl violet berinteraksi dengan gas H 2 S, terjadi perubahan indeks bias. Saat terkena gas H 2 S, Indeks bias cladding meningkat. Peningkatan indeks bias cladding, mengakibatkan peningkatan kedalaman penetrasi (dp) yang meningkatkan intensitas medan evanescent. Peningkatan intensitas medan evanescent mengakibatkan banyaknya cahaya yang lepas dari serat optik dan semakin sedikit cahaya yang diteruskan, maka didapatkan data berupa kurva respon, yaitu nilai intensitas transmitansi yang menurun. Dan sebaliknya pada saat probe sensor dikeluarkan dari wadah gas, terbentuk kurva recovery, yang menandakan bahwa indeks bias cladding berubah kembali setelah terlepas dari gas H 2 S dan nilai intensitas transmitansi kembali ke keadaan awal. Probe sensor yang dilapisi gel kitosan dengan doping dye methyl violet dapat mendeteksi gas H 2 S. Semakin tinggi konsentrasi gas H 2 S, maka semakin sensitif sensor mendeteksi gas tersebut. Selain itu, sensor yang dihasilkan menunjukan sifat yang reversible, yang berarti sensor dapat digunakan berkali-kali. Ketebalan cladding dye methyl violet sebesar mm. Nilai ini didapatkan dari pengukuran dengan menggunakan mikrometer sekrup (perhitungan pada Lampiran 7). Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN Pembuatan sensor serat optik untuk mendeteksi gas Hidrogen Sulfida telah berhasil dibuat dan dikarakterisasi. Nilai sensitifitas yang diperoleh sebesar , dimana perubahan satu satuan dapat mengakibatkan perubahan nilai absorbansi sebesar , ini memperlihatkan sensitivitas sensor cukup bagus, karena dengan penambahan konsentrasi gas H 2 S yang sedikit, dapat menyebabkan perubahan nilai absorbansi yang cukup besar. Rentang konsentrasi gas H 2 S yang dapat dideteksi oleh sensor adalah sampai Selain itu, juga diketahui bahwa sensor serat optik dengan cladding pengganti lapisan gel kitosan dengan doping dye methyl violet memiliki sifat yang reversible, sehingga sensor dapat dipakai berkali-kali. Saran Penelitian ini dapat dikembangkan dengan menggunakan metode yang sama, tetapi dengan dye atau gel yang berbeda, atau dengan pengambilan data absorbansi dan waktu respon terhadap variasi ketebalan cladding.

20 12 DAFTAR PUSTAKA [1] Jauhari, A Mewaspadai Racun H 2 S yang Mematikan. 9/kpw-menaruh-harapan-dan kepercayaan.html (20 Oktober 2009). [2] Achmad, R Kimia Lingkungan. Jakarta: Andi Yogyakarta. [3] Cotton, FA. Wilkinson Kimia Anorganik Dasar. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. [4] Sistem Komunikasi Serat Optik. Elektron nomor 5 tahun I, April Elektro Online. 00b.html. (23 Maret 2009) [5] Rambe, AM Penggunaan Serat Optik Plastik Sebagai Media Transmisi untuk Alat Ukur Temperatur Jarak Jauh. Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara: USU digital library. [6] Freudenrich, C How Fiber Optics Work. HowStuffWorks, Inc. er-optic6.htm. (3 November 2009) [7] Modjahidin, K Sensor Serat Optik untuk Mengukur Kelembaban (RH) dengan Metode Absorpsi Gelombang Evanescent pada Cladding Gelatin. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. [8] Maddu, A Pedoman Praktikum Eksperimen Fisika II. Bogor, Laboratorium Fisika Lanjut, Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. [9] Teknologi Serat Optik. Nomor 30, Tahun VI, April Elektro Indonesia. html. (23 Maret 2009) [10] Muhsin, A Sensor Fiber Optik untuk Mengukur ph dengan Metode Absorpsi Gelombang Evanescent Menggunakan Methylene Blue. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. [11] Maddu, A Nanoserat Polianilin sebagai Cladding Termodifikasi pada Sensor Serat Optik untuk Deteksi Uap Aseton. Jurnal Sains Materi Indonesia. 3: [12] Afkhami, A ; Sarlak, N Design and Characteristics of Sulfide and Sulfite Optode Based on Immobilization Methyl Violet on a Triacetylcellulose Membrane. Sensors and Actuator B. 124: [13] Noor, UM ; Uttamchandani, D Sol-Gel Derived Thin Films for Hydrogen Sulphide Gas Sensing. Journal of Sol-Gel Science and Technology. 11: [14] Gaikwad, P Chemically Deposited Optical Fiber Humidity Sensor. Faculty of Mississippi State University in Departement of Electrical and Computer Engineering Mississippi state, Mississippi. [15] Donlagic, Denis Fiber Optic Sensors: An Introduction and Overview. University of Maribor.

21 13 Lampiran 1. Alat-alat yang digunakan LAMPIRAN High Sensitivity Light Sensor Masker Bundle fiber optic Magnetic stirrer hotplate USB2000 VIS-NIR spectrophotometer Fiber optic stripper Timbangan analitik PASCO Science Workshop 750 interface LS-1 Tungsten Halogen Light Source

22 14 Lampiran 2. Data absorbansi probe sensor terhadap variasi konsentrasi gas H 2 S panjang absorbansi panjang absorbansi gelombang gelombang (nm) (nm)

23 panjang absorbansi panjang absorbansi gelombang gelombang (nm) (nm)

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 Latar Belakang PENDAHULUAN Hidrogen Sulfida (H 2 S), adalah gas beracun yang sangat berbahaya. Dalam waktu singkat gas ini dapat melumpuhkan sistem pernafasan dan dapat mematikan seseorang yang menghirupnya.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Absorbansi Probe Sensor terhadap Variasi Konsentrasi Gas H 2 S

HASIL DAN PEMBAHASAN. Absorbansi Probe Sensor terhadap Variasi Konsentrasi Gas H 2 S 7 yang besar, karena probe sensor sangat sensitif dan jika mengalami guncangan yang besar, dapat mengakibatkan data yang diambil kurang baik. Setelah semua disiapkan, program pengambilan data dijalankan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PEMBENGKOKAN PADA ALAT UKUR TINGKAT KEKERUHAN AIR MENGGUNAKAN SISTEM SENSOR SERAT OPTIK

ANALISIS PENGARUH PEMBENGKOKAN PADA ALAT UKUR TINGKAT KEKERUHAN AIR MENGGUNAKAN SISTEM SENSOR SERAT OPTIK ANALISIS PENGARUH PEMBENGKOKAN PADA ALAT UKUR TINGKAT KEKERUHAN AIR MENGGUNAKAN SISTEM SENSOR SERAT OPTIK Mardian Peslinof 1, Harmadi 2 dan Wildian 2 1 Program Pascasarjana FMIPA Universitas Andalas 2

Lebih terperinci

DAB I PENDAHULUAN. komponen utama dan komponen pendukung yang memadai. Komponen. utama meliputi pesawat pengirim sinyal-sinyal informasi dan pesawat

DAB I PENDAHULUAN. komponen utama dan komponen pendukung yang memadai. Komponen. utama meliputi pesawat pengirim sinyal-sinyal informasi dan pesawat DAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi, terutama dalam bidang komunikasi saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Kebutuhan komunikasi dan bertukar informasi antar satu dengan

Lebih terperinci

2015 DESAIN DAN OPTIMASI FREKUENSI SENSOR LINGKUNGAN BERBASIS PEMANDU GELOMBANG INTERFEROMETER MACH ZEHNDER

2015 DESAIN DAN OPTIMASI FREKUENSI SENSOR LINGKUNGAN BERBASIS PEMANDU GELOMBANG INTERFEROMETER MACH ZEHNDER BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan merupakan aspek penting dalam kehidupan karena lingkungan adalah tempat dimana kita hidup, bernafas dan sebagainya. Lingkungan merupakan kawasan tempat kita

Lebih terperinci

Pengembangan Spektrofotometri Menggunakan Fiber Coupler Untuk Mendeteksi Ion Kadmium Dalam Air

Pengembangan Spektrofotometri Menggunakan Fiber Coupler Untuk Mendeteksi Ion Kadmium Dalam Air Pengembangan Spektrofotometri Menggunakan Fiber Coupler Untuk Mendeteksi Ion Kadmium Dalam Air Pujiyanto, Samian dan Alan Andriawan. Program Studi S1 Fisika, Departemen Fisika, FST Universitas Airlangga,

Lebih terperinci

Analisis Penggunaan Gelatin Sapi dan Gelatin Babi sebagai Cladding pada Serat Optik untuk Perancangan Sensor Kelembaban

Analisis Penggunaan Gelatin Sapi dan Gelatin Babi sebagai Cladding pada Serat Optik untuk Perancangan Sensor Kelembaban Analisis Penggunaan Gelatin Sapi dan Gelatin Babi sebagai Cladding pada Serat Optik untuk Perancangan Sensor Kelembaban B38 Wafa Faziatus Sholikhah dan Agus Rubiyanto Departemen Fisika, Fakultas Ilmu Alam,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Optik dan Fotonik, Laboratorium Kimia dan Laboratorium Terpadu FMIPA UNS Jl. Ir. Sutami

Lebih terperinci

PENGARUH KELEMBABAN TERHADAP SIFAT OPTIK FILM GELATIN

PENGARUH KELEMBABAN TERHADAP SIFAT OPTIK FILM GELATIN PENGARUH KELEMBABAN TERHADAP SIFAT OPTIK FILM GELATIN Akhiruddin Maddu 1, Kun Modjahidin 1, Sar Sardy 2, dan Hamdani Zain 2 1. Departemen Fisika, FMIPA, Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, Bogor

Lebih terperinci

DAN KONSENTRASI SAMPEL

DAN KONSENTRASI SAMPEL PERANCANGAN SENSOR ph MENGGUNAKAN FIBER OPTIK BERDASARKAN VARIASI KETEBALAN REZA ADINDA ZARKASIH NRP. 1107100050 DAN KONSENTRASI SAMPEL DOSEN PEMBIMBING : DRS. HASTO SUNARNO,M.Sc Jurusan Fisika Fakultas

Lebih terperinci

SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK

SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK Submitted by Dadiek Pranindito ST, MT,. SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI TELEMATIKA TELKOM LOGO PURWOKERTO Topik Pembahasan Chapter 1 Overview SKSO Pertemuan Ke -2 SKSO dan Teori

Lebih terperinci

Perancangan Sensor Kebakaran (Asap) Menggunakan Serat Optik Plastik

Perancangan Sensor Kebakaran (Asap) Menggunakan Serat Optik Plastik Perancangan Sensor Kebakaran (Asap) Menggunakan Serat Optik Plastik Oleh : Desica Alfiana 2408100015 Pembimbing I : Ir. Heru Setijono, MSc Pembimbing II : Agus M. Hatta, ST, MSi, PhD 9/7/2012 Seminar Tugas

Lebih terperinci

Fiber Optics (serat optik) Oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber)

Fiber Optics (serat optik) Oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber) Fiber Optics (serat optik) Oleh: Ichwan Yelfianhar (dirangkum dari berbagai sumber) Bahan fiber optics (serat optik) Serat optik terbuat dari bahan dielektrik berbentuk seperti kaca (glass). Di dalam serat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi dengan kapasitas besar dengan keandalan yang tinggi. Pada awal

BAB I PENDAHULUAN. informasi dengan kapasitas besar dengan keandalan yang tinggi. Pada awal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Serat optik adalah salah satu media transmisi yang dapat menyalurkan informasi dengan kapasitas besar dengan keandalan yang tinggi. Pada awal penggunaannya, serat optik

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 - Juni 2011 di Laboratorium Biofisika dan Laboratorium Fisika Lanjut, Departemen Fisika IPB.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pada bagian ini akan dipaparkan prosedur pengambilan data dari penelitian ini. Namun sebelumnya, terlebih dahulu mengetahui tempat dan waktu penelitian, alat dan bahan yang dipakai

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PROBE SENSOR KELEMBABAN SERAT OPTIK DENGAN CLADDING GELATIN

PENGEMBANGAN PROBE SENSOR KELEMBABAN SERAT OPTIK DENGAN CLADDING GELATIN MAKARA, TEKNOLOGI, VOL. 10, NO. 1, APRIL 2006: 45-50 PENGEMBANGAN PROBE SENSOR KELEMBABAN SERAT OPTIK DENGAN CLADDING GELATIN Akhiruddin Maddu 1, Kun Modjahidin 1, Sar Sardy 2, dan Hamdani Zain 2 1. Departemen

Lebih terperinci

PEMBAGIAN SERAT OPTIK

PEMBAGIAN SERAT OPTIK FIBER OPTIC CABLE Fiber Optik (Serat optic) adalah saluran transmisi yang terbuat dari kaca atau plastik yang digunakan untuk mentransmisikan sinyal cahaya dari suatu tempat ke tempat lain. Cahaya yang

Lebih terperinci

BAB III TEORI PENUNJANG. Perambatan cahaya dalam suatu medium dengan 3 cara : Berikut adalah gambar perambatan cahaya dalam medium yang ditunjukkan

BAB III TEORI PENUNJANG. Perambatan cahaya dalam suatu medium dengan 3 cara : Berikut adalah gambar perambatan cahaya dalam medium yang ditunjukkan BAB III TEORI PENUNJANG Bab tiga berisi tentang tentang teori penunjang kerja praktek yang telah dikerjakan. 3.1. Propagasi cahaya dalam serat optik Perambatan cahaya dalam suatu medium dengan 3 cara :

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Dasar Sistem Komunikasi Serat Optik Sistem komunikasi optik adalah suatu sistem komunikasi yang media transmisinya menggunakan serat optik. Pada prinsipnya sistem komunikasi serat

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. mengalami suatu gaya geser. Berdasarkan sifatnya, fluida dapat digolongkan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. mengalami suatu gaya geser. Berdasarkan sifatnya, fluida dapat digolongkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fluida adalah zat - zat yang mampu mengalir dan menyesuaikan bentuk dengan bentuk tempat/wadahnya. Selain itu, fluida memperlihatkan fenomena sebagai zat yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mulai bulan Maret 2011 sampai bulan November Alat alat yang digunakan dalam peneletian ini adalah

BAB III METODE PENELITIAN. mulai bulan Maret 2011 sampai bulan November Alat alat yang digunakan dalam peneletian ini adalah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Optika dan Aplikasi Laser Departemen Fisika Universitas Airlangga dan Laboratorium Laser Departemen Fisika

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 7 3. Pengenceran Proses pengenceran dilakukan dengan menambahkan 0,5-1 ml akuades secara terus menerus setiap interval waktu tertentu hingga mencapai nilai transmisi yang stabil (pengenceran hingga penambahan

Lebih terperinci

PERANCANGAN ALAT UKUR TSS (TOTAL SUSPENDED SOLID) AIR MENGGUNAKAN SENSOR SERAT OPTIK SECARA REAL TIME

PERANCANGAN ALAT UKUR TSS (TOTAL SUSPENDED SOLID) AIR MENGGUNAKAN SENSOR SERAT OPTIK SECARA REAL TIME PERANCANGAN ALAT UKUR TSS (TOTAL SUSPENDED SOLID) AIR MENGGUNAKAN SENSOR SERAT OPTIK SECARA REAL TIME Ani Fatimah 1, Harmadi 2 dan Wildian 2 1 Program Pascasarjana FMIPA Universitas Andalas 2 Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemantulan adalah perubahan arah rambat sinar ke arah sisi (medium) asal, setelah menumbuk antarmuka dua medium (Kerker, 1977). Prinsip pemantulan dalam serat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kesehatan manusia. Hal ini disebakan karena gas CO dapat mengikat

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kesehatan manusia. Hal ini disebakan karena gas CO dapat mengikat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gas-gas pencemar dari gas buang kendaraan bermotor seperti gas CO dapat mempengaruhi kesehatan manusia. Hal ini disebakan karena gas CO dapat mengikat hemoglobin darah

Lebih terperinci

ANALISA RUGI-RUGI PELENGKUNGAN PADA SERAT OPTIK SINGLE MODE TERHADAP PELEMAHAN INTENSITAS CAHAYA

ANALISA RUGI-RUGI PELENGKUNGAN PADA SERAT OPTIK SINGLE MODE TERHADAP PELEMAHAN INTENSITAS CAHAYA ANALISA RUGI-RUGI PELENGKUNGAN PADA SERAT OPTIK SINGLE MODE TERHADAP PELEMAHAN INTENSITAS CAHAYA Yovi Hamdani, Ir. M. Zulfin, MT Konsentrasi Teknik Telekomunikasi, Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya. Udara

Lebih terperinci

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) ( X Print) B-50

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) ( X Print) B-50 JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) B-50 Analisis Pengaruh Perubahan Suhu dan Perubahan Panjang Kupasan Cladding serta Coating Terhadap Rugi Daya yang Dihasilkan

Lebih terperinci

TUGAS. : Fitrilina, M.T OLEH: NO. INDUK MAHASISWA :

TUGAS. : Fitrilina, M.T OLEH: NO. INDUK MAHASISWA : TUGAS NAMA MATA KULIAH DOSEN : Sistem Komunikasi Serat Optik : Fitrilina, M.T OLEH: NAMA MAHASISWA : Fadilla Zennifa NO. INDUK MAHASISWA : 0910951006 JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4. LIMBAH Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.B3 PENGERTIAN Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 18/1999 Jo.PP 85/1999

Lebih terperinci

APLIKASI OPTIK DAN FIBER OPTIK SEBAGAI SENSOR ph

APLIKASI OPTIK DAN FIBER OPTIK SEBAGAI SENSOR ph SEMINAR TUGAS AKHIR APLIKASI OPTIK DAN FIBER OPTIK SEBAGAI SENSOR ph Oleh : Rahardianti Ayu K. (1106 100 042) Dosen Pembimbing : Drs. Hasto Sunarno, M.Sc PENDAHULUAN Selama dua dekade terakhir, pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS DUA KOMPONEN TANPA PEMISAHAN

ANALISIS DUA KOMPONEN TANPA PEMISAHAN LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK ANALISIS DUA KOMPONEN TANPA PEMISAHAN Tanggal Praktikum : Jumat, Oktober 010 Tanggal Pengumpulan Laporan : Jumat, 9 Oktober 010 Disusun oleh Nama : Annisa Hijriani Nim

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

Deteksi Konsentrasi Kadar Glukosa Dalam Air Destilasi Berbasis Sensor Pergeseran Serat Optik Menggunakan Cermin Cekung Sebagai Target

Deteksi Konsentrasi Kadar Glukosa Dalam Air Destilasi Berbasis Sensor Pergeseran Serat Optik Menggunakan Cermin Cekung Sebagai Target Deteksi Konsentrasi Kadar Glukosa Dalam Air Destilasi Berbasis Sensor Pergeseran Serat Optik Menggunakan Cermin Cekung Sebagai Target Hilyati N., Samian, Moh. Yasin, Program Studi Fisika Fakultas Sains

Lebih terperinci

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK

BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK BAB II SISTEM KOMUNIKASI SERAT OPTIK 2.1 Dasar Sistem Komunikasi Serat Optik Serat optik adalah saluran transmisi yang terbuat dari kaca atau plastik yang sangat halus dan lebih kecil dari sehelai rambut,

Lebih terperinci

EVALUASI KOMPETENSI SEMESTER GASAL KELAS XI WAKTU : (90 menit)

EVALUASI KOMPETENSI SEMESTER GASAL KELAS XI WAKTU : (90 menit) EVALUASI KOMPETENSI SEMESTER GASAL KELAS XI WAKTU : (90 menit) A. Pilihlah satu jawaban yang paling benar dengan memberi silang pada salah satu huruf di lembar jawab! 1. Di Indonesia, pengaturan lingkungan

Lebih terperinci

Xpedia Fisika. Optika Fisis - Soal

Xpedia Fisika. Optika Fisis - Soal Xpedia Fisika Optika Fisis - Soal Doc. Name: XPFIS0802 Version: 2016-05 halaman 1 01. Gelombang elektromagnetik dapat dihasilkan oleh. (1) muatan listrik yang diam (2) muatan listrik yang bergerak lurus

Lebih terperinci

FABRIKASI DAN KARAKTERISASI DIRECTIONAL SINGLE DAN DOUBLE COUPLER PADA BAHAN SERAT OPTIK PLASTIK STEP INDEX MULTIMODE TIPE FD

FABRIKASI DAN KARAKTERISASI DIRECTIONAL SINGLE DAN DOUBLE COUPLER PADA BAHAN SERAT OPTIK PLASTIK STEP INDEX MULTIMODE TIPE FD FABRIKASI DAN KARAKTERISASI DIRECTIONAL SINGLE DAN DOUBLE COUPLER PADA BAHAN SERAT OPTIK PLASTIK STEP INDEX MULTIMODE TIPE FD-620-10 LUCKY PUTRI RAHAYU NRP 1109 100 012 Dosen Pembimbing Drs. Gatut Yudoyono,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan unsur lingkungan hidup lainnya (SNI ).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan unsur lingkungan hidup lainnya (SNI ). 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Udara Ambient Udara dapat di kelompokkan menjadi dua jenis, yaitu udara ambient dan udara emisi. Udara ambient adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfir

Lebih terperinci

PENENTUAN RUMUS ION KOMPLEKS BESI DENGAN ASAM SALISILAT

PENENTUAN RUMUS ION KOMPLEKS BESI DENGAN ASAM SALISILAT PENENTUAN RUMUS ION KOMPLEKS BESI DENGAN ASAM SALISILAT Desi Eka Martuti, Suci Amalsari, Siti Nurul Handini., Nurul Aini Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jenderal

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN SISTEM PENGONTROL FREKUENSI GETARAN MENGGUNAKAN SERAT OPTIK

RANCANG BANGUN SISTEM PENGONTROL FREKUENSI GETARAN MENGGUNAKAN SERAT OPTIK RANCANG BANGUN SISTEM PENGONTROL FREKUENSI GETARAN MENGGUNAKAN SERAT OPTIK Firmansyah, Harmadi Program Sarjana FMIPA Universitas Andalas Departemen Fisika, FMIPA Universitas Andalas, Padang 25163 e-mail:

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas Lampung. Analisis XRD di Universitas Islam Negeri Jakarta Syarif

Lebih terperinci

FABRIKASI SENSOR PERGESERAN BERBASIS MACROBENDING SERAT OPTIK

FABRIKASI SENSOR PERGESERAN BERBASIS MACROBENDING SERAT OPTIK FABRIKASI SENSOR PERGESERAN BERBASIS MACROBENDING SERAT OPTIK Oleh; Hadziqul Abror NRP. 1109 100 704 Pembimbing: Dr. Melania Suweni Muntini, M.T Ruang Sidang Fisika, 20 Maret 2012 Outline Pendahuluan Tinjauan

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 12 Fisika

Antiremed Kelas 12 Fisika Antiremed Kelas 12 Fisika Optika Fisis - Latihan Soal Doc Name: AR12FIS0399 Version : 2012-02 halaman 1 01. Gelombang elektromagnetik dapat dihasilkan oleh. (1) Mauatan listrik yang diam (2) Muatan listrik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

ANALISIS RUGI-RUGI PADA SISTEM TRANSMISI SERAT OPTIK

ANALISIS RUGI-RUGI PADA SISTEM TRANSMISI SERAT OPTIK ANALISIS RUGI-RUGI PADA SISTEM TRANSMISI SERAT OPTIK Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Sarjana (S-I) pada Departemen Teknik Elektro Oleh : FIRMAN PANE 080422047

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PENGUKURAN REDAMAN SERAT OPTIK MENGGUNAKAN OTDR UNTUK MENDETEKSI KADAR GLUKOSA DALAM AIR

PEMANFAATAN PENGUKURAN REDAMAN SERAT OPTIK MENGGUNAKAN OTDR UNTUK MENDETEKSI KADAR GLUKOSA DALAM AIR PEMANFAATAN PENGUKURAN REDAMAN SERAT OPTIK MENGGUNAKAN OTDR UNTUK MENDETEKSI KADAR GLUKOSA DALAM AIR Intan Pamudiarti, Sami an, Pujiyanto Departemen Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga

Lebih terperinci

Laporan Kimia Analitik KI-3121

Laporan Kimia Analitik KI-3121 Laporan Kimia Analitik KI-3121 PERCOBAAN 5 SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM Nama : Kartika Trianita NIM : 10510007 Kelompok : 1 Tanggal Percobaan : 19 Oktober 2012 Tanggal Laporan : 2 November 2012 Asisten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat dimana terjadi perubahan cuaca dan iklim lingkungan yang mempengaruhi suhu bumi dan berbagai pengaruh

Lebih terperinci

Air dan air limbah Bagian 2: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri

Air dan air limbah Bagian 2: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri Standar Nasional Indonesia Air dan air limbah Bagian 2: Cara uji kebutuhan oksigen kimiawi (KOK) dengan refluks tertutup secara spektrofotometri ICS 13.060.50 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. karakterisasi tegangan keluaran detektor terhadap pergeseran cermin. Selanjutnya,

BAB III METODE PENELITIAN. karakterisasi tegangan keluaran detektor terhadap pergeseran cermin. Selanjutnya, BAB III METODE PENELITIAN Bab ketiga ini akan dijelaskan metode penelitiannya, antara lain tempat dan waktu pelaksanaan penelitian, bahan dan alat yang digunakan saat penelitian, prosedur pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS DISUSUN OLEH : NAMA : FEBRINA SULISTYORINI NIM : 09/281447/PA/12402 KELOMPOK : 3 (TIGA) JURUSAN : KIMIA FAKULTAS/PRODI

Lebih terperinci

DESAIN FIBER SENSOR BERBASIS RUGI-RUGI KARENA BENDING UNTUK STRAIN GAUGE

DESAIN FIBER SENSOR BERBASIS RUGI-RUGI KARENA BENDING UNTUK STRAIN GAUGE DESAIN FIBER SENSOR BERBASIS RUGI-RUGI KARENA BENDING UNTUK STRAIN GAUGE Widya Carolina Dwi Prabekti, Ahmad Marzuki, Stefanus Adi Kristiawan Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

Spektrofotometer UV /VIS

Spektrofotometer UV /VIS Spektrofotometer UV /VIS Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Spektrofotometer merupakan gabungan dari alat optic dan elektronika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SISTEM SENSOR SERAT OPTIK BERDASARKAN EFEK GELOMBANG EVANESCENT

KARAKTERISASI SISTEM SENSOR SERAT OPTIK BERDASARKAN EFEK GELOMBANG EVANESCENT KARAKTERISASI SISTEM SENSOR SERAT OPTIK BERDASARKAN EFEK GELOMBANG EVANESCENT Andeskob Topan Indra, Harmadi Laboratorium Fisika Elektronika dan Instrumentasi, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas Kampus

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Panjang Kupasan dan Perubahan Suhu Terhadap Pancaran Intensitas pada Serat Optik Plastik Multimode Tipe FD

Analisis Pengaruh Panjang Kupasan dan Perubahan Suhu Terhadap Pancaran Intensitas pada Serat Optik Plastik Multimode Tipe FD JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. 2 (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) B-103 Analisis Pengaruh Panjang Kupasan dan Perubahan Suhu Terhadap Pancaran Intensitas pada Serat Optik Plastik Multimode Tipe

Lebih terperinci

TEKNOLOGI KOMUNIKASI

TEKNOLOGI KOMUNIKASI Modul ke: TEKNOLOGI KOMUNIKASI Media Transmisi Dengan Kabel Fakultas FIKOM Krisnomo Wisnu Trihatman S.Sos M.Si Program Studi Periklanan www.mercubuana.ac.id Kabel Koaksial Kabel koaksial ditemukan oleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. spektrofotometer UV-Vis dan hasil uji serapan panjang gelombang sampel dapat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. spektrofotometer UV-Vis dan hasil uji serapan panjang gelombang sampel dapat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian diawali dengan pembuatan sampel untuk uji serapan panjang gelombang sampel. Sampel yang digunakan pada uji serapan panjang gelombang sampel adalah

Lebih terperinci

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan

Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian III.2. Alat dan Bahan III.2.1. Alat III.2.2 Bahan Bab III Metodologi III.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Januari hingga April 2008 di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Institut Teknologi Bandung. Sedangkan pengukuran

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN JARINGAN KOMPUTER DENGAN MENGGUNAKAN FIBER OPTIK

PERKEMBANGAN JARINGAN KOMPUTER DENGAN MENGGUNAKAN FIBER OPTIK Abstrak Kemajuan teknologi sekarang ini semakin pesat sehingga kebutuhan akan komunikasi data antara dua komputer atau lebih dibutuhkan alat agar dapat terhubung. Komunikasi data itu dapat terhubung dengan

Lebih terperinci

PERANCANGAN SENSOR SERAT OPTIK UNTUK PENGUKURAN PERGESERAN OBYEK DALAM ORDE MIKRON MENGGUNAKAN SERAT OPTIK MULTIMODE WIDYANA

PERANCANGAN SENSOR SERAT OPTIK UNTUK PENGUKURAN PERGESERAN OBYEK DALAM ORDE MIKRON MENGGUNAKAN SERAT OPTIK MULTIMODE WIDYANA PERANCANGAN SENSOR SERAT OPTIK UNTUK PENGUKURAN PERGESERAN OBYEK DALAM ORDE MIKRON MENGGUNAKAN SERAT OPTIK MULTIMODE WIDYANA - 2406100093 PENDAHULUAN Kebutuhan suatu alat pengukuran pergeseran obyek dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM HUKUM-HUKUM OPTIK

BAB II TINJAUAN UMUM HUKUM-HUKUM OPTIK BAB II TINJAUAN UMUM HUKUM-HUKUM OPTIK Tujuan Instruksional Umum Bab II menjelaskan konsep-konsep dasar optika yang diterapkan pada komunikasi serat optik. Tujuan Instruksional Khusus Pokok-pokok bahasan

Lebih terperinci

Overview Materi. Panduan gelombang fiber optik Struktur Serat Optik Tipe-tipe serat optik. Kabel Optik

Overview Materi. Panduan gelombang fiber optik Struktur Serat Optik Tipe-tipe serat optik. Kabel Optik Overview Materi Panduan gelombang fiber optik Struktur Serat Optik Tipe-tipe serat optik Material serat optik Kabel Optik Struktur Serat Optik Struktur Serat Optik (Cont..) Core Terbuat dari bahan kuarsa

Lebih terperinci

BAB 5 PENCEMARAN LINGKUNGAN

BAB 5 PENCEMARAN LINGKUNGAN Pencemaran Lingkungan 43 BAB 5 PENCEMARAN LINGKUNGAN Kompetensi Dasar: Menjelaskan pencemaran air, pencemaran udara dan pencemaran tanah A. Pencemaran Air A.1 Air Terpolusi Air alami tidak bebas dari bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Listrik merupakan kebutuhan esensial yang sangat dominan kegunaannya

BAB I PENDAHULUAN. Listrik merupakan kebutuhan esensial yang sangat dominan kegunaannya λ Panjang Gelombang 21 ω Kecepatan Angular 22 ns Indeks Bias Kaca 33 n Indeks Bias Lapisan Tipis 33 d Ketebalan Lapisan Tipis 33 α Koofisien Absorpsi 36 Frekuensi Cahaya 35 υ BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya. Air

BAB I PENDAHULUAN. yang berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya. Air BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu komponen lingkungan yang mempunyai peranan yang cukup besar dalam kehidupan masyarakat. Di bumi terdapat sekitar 1,3-1,4 milyard km 3 air,

Lebih terperinci

Endi Dwi Kristianto

Endi Dwi Kristianto Fiber Optik Atas Tanah (Part 1) Endi Dwi Kristianto endidwikristianto@engineer.com http://endidwikristianto.blogspot.com Lisensi Dokumen: Seluruh dokumen di IlmuKomputer.Com dapat digunakan, dimodifikasi

Lebih terperinci

Analisis Sensor Pengukuran Konsentrasi Glukosa Prinsip Macrobending Pada Serat Optik Multimode Step-Index

Analisis Sensor Pengukuran Konsentrasi Glukosa Prinsip Macrobending Pada Serat Optik Multimode Step-Index B43 Analisis Sensor Pengukuran Konsentrasi Glukosa Prinsip Macrobending Pada Serat Optik Multimode Step-Index Nura Hajar Hafida dan Agus Rubiyanto Departemen Fisika, Fakultas Ilmu Alam, Institut Teknologi

Lebih terperinci

PENENTUAN RUGI-RUGI KELENGKUNGAN FIBER OPTIK MODE TUNGGAL SECARA KOMPUTASI

PENENTUAN RUGI-RUGI KELENGKUNGAN FIBER OPTIK MODE TUNGGAL SECARA KOMPUTASI Jurnal Komunikasi Fisika Indonesia (KFI) Jurusan Fiska FMIPA Univ. Riau Pekanbaru. Edisi Oktober 2016. ISSN.1412-2960 PENENTUAN RUGI-RUGI KELENGKUNGAN FIBER OPTIK MODE TUNGGAL SECARA KOMPUTASI Saktioto,

Lebih terperinci

Karakteristik Serat Optik

Karakteristik Serat Optik Karakteristik Serat Optik Kecilnya..? Serat optik adalah dielectric waveguide yang dioperasikan pada frekuensi optik 10 14-10 15 Hz Struktur serat optik Indeks bias core > cladding n 1 > n Fungi cladding:

Lebih terperinci

11/9/2016. Jenis jenis Serat Optik. Secara umum blok diagram transmisi komunikasi fiber optik. 1. Single Mode Fiber Diameter core < Diameter cladding

11/9/2016. Jenis jenis Serat Optik. Secara umum blok diagram transmisi komunikasi fiber optik. 1. Single Mode Fiber Diameter core < Diameter cladding TT 1122 PENGANTAR TEKNIK TELEKOMUNIKASI Information source Electrical Transmit Optical Source Optical Fiber Destination Receiver (demodulator) Optical Detector Secara umum blok diagram transmisi komunikasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. JenisPenelitian, Rancangan Penelitian atau Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah quasi experiment (eksperimen semu) dengan rancangan penelitian non randomized pretest-postest

Lebih terperinci

SELEKSI MASUK UNIVERSITAS INDONESIA (SIMAK-UI) Mata Pelajaran : IPA TERPADU Tanggal : 01 Maret 2009 Kode Soal : 914 PENCEMARAN UDARA Secara umum, terdapat 2 sumber pencermaran udara, yaitu pencemaran akibat

Lebih terperinci

SINTESIS GAS KARBONDIOKSIDA (CO2) NAMA : YURIS FIRDAYANTI P. NURAINI AULIA AINUL ALIM RAHMAN

SINTESIS GAS KARBONDIOKSIDA (CO2) NAMA : YURIS FIRDAYANTI P. NURAINI AULIA AINUL ALIM RAHMAN LAPORAN PRAKTIKUM SINTESIS GAS KARBONDIOKSIDA (CO2) NAMA : YURIS FIRDAYANTI P. NURAINI AULIA AINUL ALIM RAHMAN REGU/KELOMPOK : IV (EMPAT)/ IV (EMPAT) HARI/TANGGAL PERCOBAAN : SELASA/ 8 APRIL 2013 ASISTEN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan dijelaskan tentang metode penelitian aplikasi multimode

BAB III METODE PENELITIAN. Pada bab ini akan dijelaskan tentang metode penelitian aplikasi multimode BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan tentang metode penelitian aplikasi multimode fiber coupler sebagai sensor ketinggian permukaan bensin dan oli berbasis sensor pergeseran yang meliputi

Lebih terperinci

LAPORAN KIMIA ANALITIK KI 3121 Percobaan modul 2 PENETAPAN ANION FOSFAT DALAM AIR

LAPORAN KIMIA ANALITIK KI 3121 Percobaan modul 2 PENETAPAN ANION FOSFAT DALAM AIR LAPORAN KIMIA ANALITIK KI 3121 Percobaan modul 2 PENETAPAN ANION FOSFAT DALAM AIR Nama : Imana Mamizar NIM : 10511066 Kelompok : 5 Nama Asisten : Rizki Tanggal Percobaan : 25 Oktober 2013 Tanggal Pengumpulan

Lebih terperinci

SINTESIS LAPISAN TIPIS SEMIKONDUKTOR DENGAN BAHAN DASAR TEMBAGA (Cu) MENGGUNAKAN CHEMICAL BATH DEPOSITION

SINTESIS LAPISAN TIPIS SEMIKONDUKTOR DENGAN BAHAN DASAR TEMBAGA (Cu) MENGGUNAKAN CHEMICAL BATH DEPOSITION SINTESIS LAPISAN TIPIS SEMIKONDUKTOR DENGAN BAHAN DASAR TEMBAGA (Cu) MENGGUNAKAN CHEMICAL BATH DEPOSITION Yolanda Oktaviani, Astuti Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas e-mail: vianyolanda@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 12 Fisika

Antiremed Kelas 12 Fisika Antiremed Kelas 12 Fisika Persiapan UAS 1 Doc. Name: AR12FIS01UAS Version: 2016-09 halaman 1 01. Sebuah bola lampu yang berdaya 120 watt meradiasikan gelombang elektromagnetik ke segala arah dengan sama

Lebih terperinci

Pengertian Siklus Sulfur

Pengertian Siklus Sulfur PENGERTIAN SIKLUS SULFUR DAN PROSES TERJADINYA SIKLUS SULFUR Pengertian Siklus Sulfur Sulfur merupakan perubahan sulfur dari hidrogen sulfida menjadi sulfur diokasida lalu menjadi sulfat dan kembali menjadi

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN ALAT UKUR POLLUTANT STANDARD INDEX YANG TERINTEGRASI DENGAN PENGUKURAN FAKTOR-FAKTOR CUACA SECARA REAL TIME

RANCANG BANGUN ALAT UKUR POLLUTANT STANDARD INDEX YANG TERINTEGRASI DENGAN PENGUKURAN FAKTOR-FAKTOR CUACA SECARA REAL TIME RANCANG BANGUN ALAT UKUR POLLUTANT STANDARD INDEX YANG TERINTEGRASI DENGAN PENGUKURAN FAKTOR-FAKTOR CUACA SECARA REAL TIME Vandri Ahmad Isnaini, Indrawata Wardhana, Rahmi Putri Wirman Jurusan Fisika, Fakultas

Lebih terperinci

Perkembangan bahan elektronik dan serat optik sudah mendukung. pengukurannya. Pengukuran kelembaban udara sangat penting di berbagai sektor

Perkembangan bahan elektronik dan serat optik sudah mendukung. pengukurannya. Pengukuran kelembaban udara sangat penting di berbagai sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelembaban udara merupakan ukuran jumlah uap air di udara. Perkembangan bahan elektronik dan serat optik sudah mendukung dikembangkannya berbagai jenis sensor kelembaban

Lebih terperinci

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT KAB/KOTA Waktu: 120 menit. Laju (m/s)

SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT KAB/KOTA Waktu: 120 menit. Laju (m/s) SOAL FISIKA UNTUK TINGKAT KAB/KOTA Waktu: 120 menit A. SOAL PILIHAN GANDA Petunjuk: Pilih satu jawaban yang paling benar. 1. Sebuah mobil bergerak lurus dengan laju ditunjukkan oleh grafik di samping.

Lebih terperinci

PENENTUAN RUGI-RUGI BENGKOKAN SERAT OPTIK JENIS SMF-28. Syahirul Alim Fisika FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta

PENENTUAN RUGI-RUGI BENGKOKAN SERAT OPTIK JENIS SMF-28. Syahirul Alim   Fisika FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta PENENTUAN RUGI-RUGI BENGKOKAN SERAT OPTIK JENIS SMF-8 Syahirul Alim Email: arul_alim@yahoo.com Fisika FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstrak Telah dilakukan penelitian tentang Rugi-rugi bengkokan

Lebih terperinci

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer

Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer Standar Nasional Indonesia Emisi gas buang Sumber tidak bergerak Bagian 8: Cara uji kadar hidrogen klorida (HCl) dengan metoda merkuri tiosianat menggunakan spektrofotometer ICS 13.040.40 Badan Standardisasi

Lebih terperinci

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Henni Eka Wulandari Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Henni Eka Wulandari Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si SEMINAR TUGAS AKHIR Add Your Company Slogan STUDI AWAL FABRIKASI DAN KARAKTERISASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) MENGGUNAKAN EKSTRAKSI BUNGA SEPATU SEBAGAI DYE SENSITIZERS DENGAN VARIASI LAMA ABSORPSI

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis

Lebih terperinci

Teknologi Jaringan Komunikasi data dan Media Transmisi

Teknologi Jaringan Komunikasi data dan Media Transmisi Teknologi Jaringan Komunikasi data dan Media Transmisi Setelah kita mempelari tentang teori dasar kominukasi data dan telah juga mempelajari tranmisi dan media tranmisi, sekarang kita akan membahas soal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Komposisi dan Perilaku Gas Buang Kendaraan Bermotor Emisi kendaraan bermotor mengandung berbagai senyawa kimia. Komposisi dari kandungan senyawa kimianya tergantung

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Ketika seberkas cahaya mengenai permukaan suatu benda, maka cahaya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Ketika seberkas cahaya mengenai permukaan suatu benda, maka cahaya BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Deskripsi Teori 1. Indeks Bias Ketika seberkas cahaya mengenai permukaan suatu benda, maka cahaya tersebut ada yang dipantulkan dan ada yang diteruskan. Jika benda tersebut transparan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas, partikel kecil atau aerosol ke dalam udara (Soedomo,

Lebih terperinci

APLIKASI DIRECTIONAL COUPLER DAN DOUBLE COUPLER SEBAGAI SENSOR PERGESERAN BERDIMENSI MIKRO

APLIKASI DIRECTIONAL COUPLER DAN DOUBLE COUPLER SEBAGAI SENSOR PERGESERAN BERDIMENSI MIKRO APLIKASI DIRECTIONAL COUPLER DAN DOUBLE COUPLER SEBAGAI SENSOR PERGESERAN BERDIMENSI MIKRO Oleh ANWARIL MUBASIROH 1109 100 708 Dosen Pembimbing Drs. Gatut Yudoyono, M.T JURUSAN FISIKA FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penurunan kualitas lingkungan hidup dewasa ini salah satunya disebabkan oleh aktifitas kendaran bermotor yang menjadi sumber pencemaran udara. Gas-gas beracun penyebab

Lebih terperinci

PENENTUAN KEMURNIAN MINYAK KAYU PUTIH DENGAN TEKNIK ANALISIS PERUBAHAN SUDUT PUTAR POLARISASI CAHAYA AKIBAT MEDAN LISTRIK LUAR

PENENTUAN KEMURNIAN MINYAK KAYU PUTIH DENGAN TEKNIK ANALISIS PERUBAHAN SUDUT PUTAR POLARISASI CAHAYA AKIBAT MEDAN LISTRIK LUAR 10 Jurnal Neutrino Vol. 3, No. 1, Oktober 2010 PENENTUAN KEMURNIAN MINYAK KAYU PUTIH DENGAN TEKNIK ANALISIS PERUBAHAN SUDUT PUTAR POLARISASI CAHAYA AKIBAT MEDAN LISTRIK LUAR Emmilia Agustina Abstrak: Kayu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Katalis merupakan suatu zat yang sangat diperlukan dalam kehidupan. Katalis yang digunakan merupakan katalis heterogen. Katalis heterogen merupakan katalis yang dapat digunakan

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu negara berkembang dengan jumlah penduduk lebih dari 237 juta jiwa, masalah kesehatan lingkungan di Indonesia menjadi sangat kompleks terutama

Lebih terperinci